Ketaatan Rasul dan Kedaulatan Allah (Kisah Para Rasul 5:25-26)

Ketaatan Rasul dan Kedaulatan Allah (Kisah Para Rasul 5:25-26)

Pendahuluan

Kisah Para Rasul 5:25-26 berbunyi:

“Tetapi datanglah seorang dan menyampaikan kabar kepada mereka: ‘Lihat! Orang-orang yang telah kamu masukkan ke dalam penjara, ada di dalam Bait Allah dan mereka sedang mengajar orang banyak.’ Maka pergilah kepala pengawal bersama-sama dengan orang-orangnya dan membawa rasul-rasul itu, tetapi tanpa kekerasan, karena mereka takut akan dilempari batu oleh orang banyak.” (LAI: TB).

Perikop ini berada dalam konteks pelayanan para rasul di Yerusalem, sesudah peristiwa Ananias dan Safira (Kisah Para Rasul 5:1-11) dan setelah mujizat-mujizat besar yang dilakukan oleh para rasul (Kis. 5:12-16). Para pemimpin agama Yahudi, terutama anggota Sanhedrin, semakin terancam oleh pertumbuhan pesat gereja. Karena itu, mereka menahan para rasul. Namun, melalui campur tangan malaikat, rasul-rasul dilepaskan dan kembali mengajar di Bait Allah (Kis. 5:17-21).

Ayat 25-26 menjadi momen penting karena menyingkapkan dinamika konflik antara otoritas religius Yahudi dan otoritas ilahi yang bekerja melalui para rasul. Ayat ini juga menyingkapkan ketegangan politik-religius di Yerusalem, di mana pemimpin agama harus berhati-hati menghadapi opini publik yang bersimpati kepada para rasul.

Tulisan ini bertujuan mengeksposisi ayat ini secara sistematis, dengan memanfaatkan tafsiran dari para pakar teologi Reformed.

I. Konteks Historis dan Naratif

1. Latar Belakang Penahanan Para Rasul

Sanhedrin, sebagai lembaga keagamaan tertinggi Yahudi, merasa otoritas mereka digugat oleh pelayanan para rasul. Mereka tidak hanya menentang Yesus, tetapi juga menentang kebangkitan-Nya yang sekarang diberitakan dengan penuh kuasa. John Calvin menekankan bahwa kebencian Sanhedrin tidak semata-mata lahir dari alasan teologis, tetapi juga karena iri hati dan kehilangan pengaruh di tengah masyarakat.

Menurut F. F. Bruce (meskipun bukan teolog Reformed ketat, tetapi sering dipakai dalam tradisi Reformed), Sanhedrin takut akan hilangnya kendali sosial jika gerakan ini dibiarkan berkembang. Hal ini sesuai dengan penekanan Reformed bahwa natur manusia berdosa cenderung mempertahankan kuasa daripada tunduk pada kebenaran Allah.

2. Peran Bait Allah

Rasul-rasul kembali mengajar di Bait Allah setelah dilepaskan malaikat. Dalam perspektif Reformed, ini bukan kebetulan. Calvin menekankan bahwa Allah sengaja menempatkan Injil di pusat kehidupan religius Israel, untuk menyatakan bahwa Injil adalah penggenapan hukum Taurat dan nubuatan. Bait Allah menjadi arena konfrontasi antara bayangan Perjanjian Lama dan penggenapannya dalam Kristus.

II. Analisis Eksegetis Kisah Para Rasul 5:25

1. “Tetapi datanglah seorang dan menyampaikan kabar...”

Frasa ini menunjukkan bagaimana Allah menggunakan sarana manusia biasa untuk menginformasikan realitas yang mengejutkan. Tidak ada tanda bahwa orang ini adalah malaikat atau tokoh penting. Dalam providensi Allah, seorang manusia sederhana dipakai untuk mengungkapkan fakta bahwa para rasul bebas.

Matthew Henry mencatat bahwa Allah sering memakai alat yang sederhana untuk mempermalukan hikmat dunia. Prinsip ini sejalan dengan doktrin Reformed mengenai instrumentality, yakni bahwa Allah berdaulat memakai sarana biasa demi tujuan-Nya yang luar biasa.

2. “Lihat! Orang-orang yang telah kamu masukkan ke dalam penjara...”

Ungkapan ini menyiratkan ironi. Sanhedrin berusaha mengendalikan Injil dengan memenjarakan rasul, tetapi kuasa Allah membebaskan mereka. John Stott menekankan bahwa penjara tidak dapat membatasi Injil, sebagaimana Paulus kemudian menulis, “Firman Allah tidak terbelenggu” (2 Timotius 2:9).

Dalam perspektif Reformed, ayat ini menegaskan doktrin kedaulatan Allah atas sejarah. Semua usaha manusia untuk melawan Injil berakhir sia-sia. Seperti yang dinyatakan Abraham Kuyper: “Tidak ada satu inci pun di dunia ini yang Kristus tidak berdaulat atasnya.”

3. “...ada di dalam Bait Allah dan mereka sedang mengajar orang banyak.”

Ketaatan rasul-rasul tampak jelas. Malaikat memerintahkan mereka untuk memberitakan Injil (Kis. 5:20), dan mereka langsung melaksanakannya. Ini menyingkapkan prinsip ketaatan kepada Allah lebih daripada manusia (bdk. Kis. 5:29).

Teologi Reformed menekankan bahwa Injil selalu bersifat publik, bukan privat. Calvin menegaskan bahwa Injil harus diberitakan di pusat kehidupan masyarakat, sekalipun berisiko menimbulkan oposisi. Dengan mengajar di Bait Allah, rasul-rasul menunjukkan bahwa Injil adalah terang yang tidak bisa disembunyikan.

III. Analisis Eksegetis Kisah Para Rasul 5:26

1. “Maka pergilah kepala pengawal bersama-sama dengan orang-orangnya...”

Kepala pengawal Bait Allah (gr. stratēgos tou hierou) adalah pejabat tinggi yang bertanggung jawab menjaga ketertiban di kompleks Bait. Fakta bahwa ia sendiri turun tangan menandakan betapa seriusnya situasi ini.

Dalam tafsiran Reformed, hal ini menunjukkan kontras antara kuasa duniawi yang berbasis pada ketakutan dan kekerasan dengan kuasa Injil yang berbasis pada kebenaran.

2. “...dan membawa rasul-rasul itu, tetapi tanpa kekerasan...”

Bagian ini penting karena mengungkapkan adanya kontrol publik terhadap tindakan Sanhedrin. Mereka ingin menghukum para rasul, tetapi mereka takut kepada massa yang bersimpati kepada Injil.

Menurut Calvin, ini adalah bukti bahwa Allah menjaga hamba-hamba-Nya, bahkan melalui ketakutan musuh-musuh Injil. Dengan kata lain, Allah memakai rasa takut manusia sebagai alat providensial untuk melindungi gereja.

3. “...karena mereka takut akan dilempari batu oleh orang banyak.”

Motif ketakutan muncul kembali. Sanhedrin tidak digerakkan oleh hati nurani atau rasa takut kepada Allah, melainkan takut kepada opini publik. Teologi Reformed melihat ini sebagai bukti kebobrokan hati manusia yang lebih mencintai kemuliaan dari manusia daripada kemuliaan dari Allah (Yohanes 12:43).

Bagi gereja mula-mula, fakta ini meneguhkan iman bahwa perlindungan Allah nyata, bukan hanya melalui mukjizat supranatural (seperti pelepasan malaikat), tetapi juga melalui dinamika sosial-politik.

IV. Perspektif Teologi Reformed

1. Kedaulatan Allah dalam Misi

Peristiwa ini memperlihatkan bahwa misi gereja tidak dapat dihentikan oleh kuasa manusia. Allah berdaulat melepaskan rasul dan memastikan Injil terus diberitakan.

Herman Bavinck menekankan bahwa kerajaan Allah tidak tergantung pada kekuatan manusia atau kelembagaan politik, melainkan pada kuasa Roh Kudus yang bekerja melalui pemberitaan Firman.

2. Ketegangan antara Otoritas Allah dan Otoritas Manusia

Kisah ini juga memperlihatkan konflik mendasar: apakah manusia akan lebih taat kepada Allah atau kepada lembaga manusia. Dalam tradisi Reformed, prinsip sola Scriptura dan soli Deo gloria menjadi landasan bahwa otoritas tertinggi ada pada Allah, bukan pada institusi keagamaan manusia.

3. Perlindungan Allah terhadap Gereja-Nya

Allah melindungi rasul-rasul dengan cara yang tidak terduga. Kadang melalui mukjizat (malaikat yang membuka pintu penjara), kadang melalui politik (ketakutan Sanhedrin kepada massa). Hal ini meneguhkan keyakinan Reformed bahwa providensi Allah mencakup segala aspek kehidupan, baik supranatural maupun natural.

V. Implikasi Teologis dan Praktis

1. Firman Allah Tidak Terikat

Bagi gereja sepanjang zaman, peristiwa ini mengingatkan bahwa Firman Allah tidak bisa dibungkam. Dalam konteks modern, ketika ada upaya pembatasan terhadap kebebasan beragama atau pemberitaan Injil, gereja harus tetap yakin bahwa kuasa Allah melampaui segala hambatan.

2. Pentingnya Ketaatan kepada Allah

Rasul-rasul memberi teladan bagaimana ketaatan kepada Allah lebih utama daripada kepatuhan kepada manusia. Ini menjadi dasar etika Kristen Reformed dalam menghadapi pemerintah atau otoritas dunia: kita tunduk selama tidak bertentangan dengan Firman Allah, tetapi kita harus melawan jika diperintahkan melanggar kehendak Allah.

3. Perlindungan Allah dalam Berbagai Bentuk

Gereja tidak boleh meremehkan penyertaan Allah yang nyata baik dalam mukjizat maupun dalam “kebetulan” sosial-politik. Pandangan Reformed menekankan bahwa tidak ada kebetulan; semua ada dalam providensi Allah.

4. Bahaya Ketakutan kepada Manusia

Sanhedrin menjadi contoh buruk bagaimana orang dapat lebih takut kepada manusia daripada kepada Allah. Teologi Reformed mengingatkan bahwa fear of man adalah jebakan dosa, sedangkan fear of God adalah permulaan hikmat (Amsal 1:7).

VI. Kesimpulan

Kisah Para Rasul 5:25-26 menyingkapkan kontras tajam antara kuasa Allah dan usaha manusia untuk menentang Injil. Sanhedrin berusaha membungkam para rasul, tetapi Allah melepaskan mereka dan meneguhkan misi gereja. Ayat ini juga menunjukkan bagaimana Allah bekerja melalui sarana supranatural maupun natural untuk melindungi hamba-hamba-Nya.

Dalam perspektif Reformed, perikop ini memperlihatkan kedaulatan Allah, ketegangan antara otoritas Allah dan manusia, serta providensi Allah dalam menjaga misi Injil. Bagi gereja masa kini, pesan utamanya jelas: Firman Allah tidak terikat, dan gereja dipanggil untuk tetap setia memberitakan Injil meskipun menghadapi ancaman.

Next Post Previous Post