Kisah Para Rasul 5:17-18: Penganiayaan terhadap Rasul dan Kuasa Injil
Pendahuluan
Kitab Kisah Para Rasul mencatat perkembangan gereja mula-mula di bawah pimpinan Roh Kudus. Injil Yesus Kristus diberitakan dengan penuh kuasa, disertai tanda dan mukjizat yang meyakinkan banyak orang. Namun, pertumbuhan gereja juga menimbulkan penolakan, terutama dari para pemimpin agama Yahudi.
Salah satu peristiwa penting tercatat dalam Kisah Para Rasul 5:17-18, yang berbunyi:
“Maka bangkitlah Imam Besar dan semua pengikutnya, yaitu golongan Saduki. Dengan hati yang penuh kedengkian mereka menangkap rasul-rasul itu, lalu mereka menaruhnya dalam penjara kota.”
Dua ayat singkat ini mengandung makna yang sangat dalam. Ayat-ayat ini memperlihatkan benturan antara kuasa Allah yang dinyatakan melalui para rasul dan perlawanan manusia yang dikuasai iri hati serta kepentingan pribadi. Artikel ini akan membahas eksposisi mendalam dari ayat tersebut, mengaitkannya dengan konteks, dan menyajikan pandangan beberapa pakar Alkitab.
Konteks Historis Kisah Para Rasul 5
Kisah Para Rasul pasal 5 melanjutkan narasi tentang pelayanan gereja mula-mula. Pada bagian awal pasal ini, kita membaca tentang hukuman yang menimpa Ananias dan Safira karena kepura-puraan mereka (Kisah 5:1-11). Setelah peristiwa itu, ketakutan akan Allah meliputi jemaat, tetapi juga semakin banyak orang yang percaya kepada Tuhan (ayat 12-16).
Di tengah pertumbuhan itu, para rasul melakukan banyak tanda dan mukjizat. Orang-orang membawa orang sakit dan kerasukan roh jahat untuk disembuhkan, dan semuanya mengalami kuasa Allah. Hal ini menimbulkan dua reaksi berbeda:
-
Rakyat banyak mengagumi dan menghormati para rasul.
-
Pemimpin agama Yahudi (khususnya golongan Saduki) merasa terancam dan bereaksi dengan iri hati.
Latar belakang inilah yang menjelaskan mengapa ayat 17-18 mencatat bahwa Imam Besar dan pengikutnya menangkap para rasul.
Eksposisi Kisah Para Rasul 5:17-18
1. “Maka bangkitlah Imam Besar dan semua pengikutnya, yaitu golongan Saduki.” (Kisah Para Rasul 5:17a)
Imam Besar adalah tokoh utama dalam hierarki agama Yahudi, yang juga memegang pengaruh politik karena bekerja sama dengan pemerintahan Romawi. Golongan Saduki dikenal sebagai kelompok yang menolak ajaran tentang kebangkitan orang mati, malaikat, dan roh (bdk. Kisah 23:8).
Pemberitaan Injil oleh para rasul, khususnya tentang kebangkitan Yesus Kristus, langsung bertentangan dengan teologi Saduki. Kuasa kebangkitan yang ditunjukkan melalui mukjizat para rasul merupakan ancaman serius terhadap doktrin dan otoritas mereka.
Menurut F.F. Bruce, kebangkitan Yesus adalah inti dari pemberitaan gereja mula-mula, dan karena golongan Saduki menolak kebangkitan, mereka merasa tersudut oleh pesan para rasul. Bagi mereka, Injil bukan sekadar ajaran baru, tetapi sebuah ancaman ideologis.
2. “Dengan hati yang penuh kedengkian mereka menangkap rasul-rasul itu.” (Kisah Para Rasul 5:17b-18a)
Motivasi utama para pemimpin agama bukanlah kebenaran, melainkan kedengkian. Kata “kedengkian” di sini (Yunani: zēlos) bisa juga diterjemahkan sebagai iri hati atau kecemburuan. Mereka tidak senang melihat banyak orang mengikuti para rasul, sementara otoritas mereka sebagai pemimpin agama melemah.
William Barclay menjelaskan bahwa iri hati adalah salah satu dosa paling berbahaya, karena membuat seseorang tidak bisa bersukacita atas keberhasilan orang lain, dan justru merasa terganggu ketika orang lain dipakai Tuhan. Hal inilah yang terjadi pada Imam Besar dan para Saduki.
Yesus sendiri sudah diperlakukan demikian. Markus 15:10 mencatat bahwa Pilatus tahu bahwa imam-imam kepala menyerahkan Yesus “karena dengki.” Jadi, kebencian terhadap para rasul hanyalah kelanjutan dari kebencian yang sama terhadap Kristus.
3. “Lalu mereka menaruhnya dalam penjara kota.” (Kisah Para Rasul 5:18b)
Tindakan para pemimpin agama akhirnya adalah penangkapan dan pemenjaraan. Mereka menggunakan kuasa hukum untuk membungkam Injil. Penjara menjadi simbol bagaimana dunia mencoba menahan pekerjaan Allah.
Namun, sebagaimana tercatat dalam ayat-ayat selanjutnya (Kisah 5:19-20), malaikat Tuhan membebaskan para rasul dari penjara dan memerintahkan mereka untuk terus memberitakan Injil. Hal ini menegaskan bahwa kuasa manusia terbatas, sementara kuasa Allah tidak dapat dibatasi.
Menurut John Stott, penjara dalam narasi Kisah Para Rasul berfungsi sebagai panggung untuk menyatakan kuasa Allah yang lebih besar. Setiap kali para rasul dipenjara, Injil justru semakin diberitakan dengan berani (bdk. Kisah 16:25-34).
Pandangan Para Pakar Alkitab
-
Matthew Henry menekankan bahwa iri hati adalah akar dari banyak penentangan terhadap Injil. Orang-orang yang seharusnya bersukacita karena Allah bekerja di tengah umat, justru terganggu karena kehilangan pengaruh dan kuasa.
-
F.F. Bruce menyoroti bahwa konflik antara para rasul dan Saduki adalah konflik teologis mendasar: Injil kebangkitan melawan teologi Saduki yang menolak kebangkitan. Inilah yang membuat pertentangan semakin keras.
-
John Stott menggarisbawahi bahwa meskipun manusia berusaha membungkam Injil melalui pemenjaraan, Allah selalu membuka jalan. Penjara hanyalah sarana untuk menyatakan kemerdekaan Injil.
-
William Barclay menekankan aspek psikologis: iri hati adalah motivasi tersembunyi yang sering kali mendorong penentangan terhadap kebenaran. Karena itu, orang percaya perlu berjaga-jaga agar tidak dikuasai iri hati.
Aplikasi Praktis Bagi Orang Percaya
1. Waspada terhadap Iri Hati Rohani
Kisah ini mengingatkan kita bahwa iri hati bisa muncul bahkan di lingkungan rohani. Pemimpin agama pada zaman itu tidak senang melihat Allah memakai orang lain. Hal yang sama bisa terjadi di gereja masa kini. Kita dipanggil untuk bersukacita atas keberhasilan sesama, bukan merasa tersaingi.
2. Injil Akan Selalu Menghadapi Penolakan
Yesus sudah memperingatkan murid-murid-Nya bahwa dunia akan membenci mereka sebagaimana dunia membenci Dia (Yohanes 15:18-20). Penolakan dan penganiayaan adalah bagian dari panggilan murid Kristus. Namun, kita dapat bersyukur bahwa kuasa Allah tidak bisa dibatasi.
3. Kuasa Allah Lebih Besar dari Penjara Manusia
Penjara tidak bisa menghentikan Injil. Di banyak negara saat ini, Injil masih dilarang dan orang Kristen ditangkap. Namun sejarah membuktikan bahwa semakin ditekan, Injil justru semakin berkembang. Hal ini adalah penghiburan bagi setiap orang percaya yang menghadapi penderitaan karena iman.
4. Tetap Setia Memberitakan Injil
Respon para rasul setelah dibebaskan dari penjara adalah kembali ke Bait Allah dan memberitakan Injil (Kisah 5:21). Hal ini menunjukkan bahwa kesetiaan pada panggilan Allah jauh lebih penting daripada rasa takut terhadap manusia.
Relevansi di Era Modern
Kisah Para Rasul 5:17-18 sangat relevan bagi gereja masa kini, karena:
-
Iri hati dan persaingan masih menjadi masalah di kalangan rohani. Banyak pelayanan terpecah bukan karena ajaran yang salah, melainkan karena ambisi dan iri hati.
-
Penganiayaan terhadap orang Kristen masih nyata di berbagai belahan dunia. Banyak orang percaya ditangkap, dipenjara, bahkan dibunuh karena iman mereka.
-
Kuasa Allah tetap bekerja, bahkan di tengah tekanan. Gereja bawah tanah di Tiongkok, Iran, dan negara-negara tertutup lainnya adalah bukti bahwa penjara tidak bisa menghentikan Injil.
Kesimpulan
Eksposisi Kisah Para Rasul 5:17-18 menyingkapkan tiga hal penting:
-
Penolakan terhadap Injil sering berakar pada iri hati dan kepentingan pribadi.
-
Kuasa manusia terbatas; penjara dan penganiayaan tidak bisa menghentikan pekerjaan Allah.
-
Orang percaya dipanggil untuk tetap setia dan berani memberitakan Injil, sekalipun menghadapi perlawanan.
Seperti para rasul, kita mungkin menghadapi tantangan, tekanan, bahkan penolakan karena iman. Namun kita dapat yakin bahwa kuasa Allah yang menyertai kita lebih besar daripada segala kuasa dunia.