Kisah Para Rasul 6:1 Pertumbuhan Gereja dan Tantangan Pelayanan

Pendahuluan
Gereja mula-mula di Yerusalem mengalami pertumbuhan yang luar biasa. Kisah Para Rasul 2:41 mencatat bahwa sekitar tiga ribu orang bertobat pada hari Pentakosta, dan kemudian “setiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan” (Kis. 2:47). Namun, di tengah pertumbuhan itu, muncullah persoalan-persoalan baru.
Kisah Para Rasul 6:1 berkata:
“Pada masa itu, ketika jumlah murid makin bertambah, timbullah sungut-sungut di antara orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani terhadap orang-orang Ibrani, karena pembagian kepada janda-janda mereka diabaikan dalam pelayanan sehari-hari.”
Ayat ini sederhana, tetapi menyimpan pelajaran penting bagi kita:
-
Pertumbuhan gereja selalu diiringi tantangan.
-
Gereja dipanggil menjaga kesatuan di tengah perbedaan.
-
Gereja harus melayani dengan teratur dan penuh kasih.
Hari ini kita akan menggali tiga poin besar:
-
Pertumbuhan Gereja dan Realitas Tantangan.
-
Sungut-sungut dan Bahaya Perpecahan.
-
Panggilan untuk Pelayanan yang Adil dan Teratur.
I. Pertumbuhan Gereja dan Realitas Tantangan
1. Pertumbuhan yang diberkati Tuhan
Teks dimulai dengan kalimat: “Pada masa itu, ketika jumlah murid makin bertambah...”
Pertumbuhan ini bukan hasil strategi manusia, melainkan karya Roh Kudus.
-
Kisah Para Rasul 2:47 → Tuhan sendiri yang menambahkan jumlah mereka.
-
Gereja bertumbuh karena firman diberitakan dengan kuasa.
Calvin menekankan bahwa pertumbuhan gereja adalah bukti pemeliharaan Allah:
“Pertumbuhan gereja bukan karena kepandaian manusia, tetapi karena berkat Allah yang bekerja melalui Injil.”
2. Pertumbuhan membawa tantangan
Semakin besar jumlah murid, semakin kompleks persoalan yang muncul.
-
Gereja mula-mula terdiri dari berbagai latar belakang: Yahudi Palestina (Ibrani) dan Yahudi diaspora (berbahasa Yunani).
-
Perbedaan budaya dan bahasa menimbulkan potensi konflik.
Martin Lloyd-Jones menulis:
“Setiap pertumbuhan membawa tantangan baru. Gereja yang sehat bukanlah gereja tanpa masalah, melainkan gereja yang menghadapi masalah dengan Injil.”
3. Prinsip bagi gereja masa kini
Pertumbuhan gereja kita—baik secara jumlah maupun pelayanan—pasti membawa tantangan. Jangan heran jika ada persoalan muncul. Itu bukan tanda kegagalan, tetapi bagian dari dinamika hidup gereja.
II. Sungut-sungut dan Bahaya Perpecahan
1. Sungut-sungut dalam jemaat
Teks berkata: “Timbullah sungut-sungut di antara orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani...”
-
Sungut-sungut adalah ekspresi ketidakpuasan yang disampaikan secara negatif.
-
Masalahnya: janda-janda orang Yunani merasa diabaikan dalam pembagian makanan harian.
Matthew Henry menafsirkan:
“Sungut-sungut adalah bibit perpecahan. Setan akan selalu berusaha menabur benih ketidakpuasan di tengah berkat yang Allah curahkan.”
2. Perbedaan latar belakang sebagai pemicu
Di gereja mula-mula ada dua kelompok besar:
-
Orang Yahudi Ibrani → lahir di Palestina, berbahasa Ibrani/Aram, dekat dengan tradisi bait Allah.
-
Orang Yahudi Yunani (Hellenis) → berasal dari diaspora, berbahasa Yunani, lebih terpengaruh budaya Helenistik.
Perbedaan ini menimbulkan ketegangan sosial. Gereja yang bertumbuh menghadapi tantangan integrasi lintas budaya.
John Stott menekankan:
“Kesatuan gereja bukan berarti keseragaman. Kesatuan sejati lahir ketika perbedaan-perbedaan diikat oleh Injil.”
3. Bahaya perpecahan dalam gereja
Sungut-sungut yang tidak diselesaikan bisa merusak kesatuan.
-
Paulus mengingatkan di 1 Korintus 1:10 supaya jemaat tidak terpecah.
-
Perpecahan bisa membuat gereja kehilangan kesaksian.
R.C. Sproul berkata:
“Setan paling suka memakai perselisihan kecil untuk menghancurkan kesaksian gereja yang besar.”
III. Panggilan untuk Pelayanan yang Adil dan Teratur
1. Kebutuhan pelayanan praktis
Masalah yang muncul adalah soal pembagian makanan kepada janda-janda. Dalam tradisi Yahudi, janda sangat rentan karena tidak ada jaminan sosial.
Gereja mula-mula mengikuti pola kasih dan kepedulian (Kis. 2:44-45; 4:32-35). Tetapi dalam praktik, terjadi ketidakadilan.
2. Solusi bijak para rasul
Ayat-ayat selanjutnya (Kis. 6:2-6) menunjukkan bahwa para rasul mengangkat tujuh orang untuk melayani meja.
-
Rasul-rasul tetap fokus pada doa dan pelayanan firman.
-
Pelayanan sosial didelegasikan kepada mereka yang penuh Roh Kudus dan bijaksana.
Ini menjadi dasar pelayanan diakonia dalam gereja.
John Calvin melihat keputusan ini sebagai pola yang sehat:
“Allah menghendaki agar gereja dipimpin dengan tertib, supaya tidak ada yang diabaikan. Firman dan doa adalah prioritas, tetapi pelayanan kasih juga tidak boleh diabaikan.”
3. Prinsip bagi gereja masa kini
-
Gereja harus melayani dengan adil, tanpa membeda-bedakan latar belakang.
-
Struktur pelayanan yang teratur penting untuk menghindari konflik.
-
Pelayanan firman dan pelayanan kasih harus berjalan seimbang.
Herman Bavinck menekankan:
“Kasih karunia Allah selalu dinyatakan dalam perbuatan nyata. Gereja yang hanya berbicara tentang Injil tetapi tidak menghidupinya, kehilangan kuasanya.”
Aplikasi Bagi Jemaat
-
Jangan kaget dengan masalah dalam gereja.Masalah bukan tanda kehancuran, tetapi kesempatan untuk bertumbuh dalam kasih.
-
Hindari roh sungut-sungut.Ungkapkan masalah dengan kasih dan doa, bukan dengan bisik-bisik yang memecah belah.
-
Pelayanan harus adil dan penuh kasih.Gereja dipanggil melayani semua tanpa diskriminasi.
-
Dukung kepemimpinan yang teratur.Para rasul fokus pada firman dan doa, sementara diaken melayani kebutuhan praktis. Ini menunjukkan pembagian tugas yang sehat.
-
Kesatuan gereja adalah kesaksian.Dunia akan melihat Kristus ketika gereja hidup dalam kasih dan keadilan.
Kesimpulan
Kisah Para Rasul 6:1 mengingatkan kita bahwa:
-
Pertumbuhan gereja selalu disertai tantangan.
-
Sungut-sungut bisa merusak kesatuan jika tidak diatasi.
-
Gereja dipanggil melayani dengan adil, tertib, dan penuh kasih.
Kiranya kita belajar dari gereja mula-mula: menjaga kesatuan, menata pelayanan, dan mengutamakan kasih, supaya nama Kristus dimuliakan di tengah dunia.
Soli Deo Gloria.