Matius 23:13 Celakalah Kamu, Hai Ahli Taurat dan Orang Farisi
Pendahuluan
Pasal 23 Injil Matius adalah salah satu bagian terkeras dalam pelayanan Yesus, yang berisi tujuh kali seruan “Celakalah kamu” (οὐαί, ouai) terhadap ahli Taurat dan orang Farisi. Bagian ini menunjukkan otoritas profetis Yesus dalam menghakimi kepalsuan rohani.
Ayat 13 merupakan awal dari rangkaian kutukan tersebut:
“Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, karena kamu menutup pintu-pintu Kerajaan Sorga di depan orang. Sebab kamu sendiri tidak masuk dan kamu merintangi mereka yang berusaha untuk masuk.” (TB-LAI)
Ayat ini mengandung pesan penting: para pemimpin agama Yahudi bukan hanya gagal masuk dalam kerajaan Allah, tetapi juga menghalangi orang lain untuk masuk. Dari perspektif teologi Reformed, teks ini menegaskan betapa seriusnya dosa kemunafikan religius, bahaya legalisme, serta kedaulatan Kristus sebagai Raja yang menentukan akses ke dalam kerajaan Allah.
I. Konteks Historis dan Sastra
1. Konteks Injil Matius
Injil Matius menekankan Yesus sebagai Mesias, Raja yang dijanjikan. Pasal 23 berdiri di ambang peristiwa penyaliban, sebagai penghakiman terakhir Yesus atas para pemimpin agama Yahudi yang menolak Dia.
Menurut R. T. France (The Gospel of Matthew), Matius 23 harus dipahami dalam kerangka konflik antara Yesus dan pemimpin Yahudi yang memuncak. Bagian ini menyiapkan jalan bagi nubuat kehancuran Bait Allah (Mat. 24).
2. Siapa Ahli Taurat dan Orang Farisi?
-
Ahli Taurat adalah penafsir hukum Musa dan tradisi rabinis. Mereka memiliki otoritas besar dalam menafsirkan Torah.
-
Orang Farisi adalah kelompok religius yang menekankan ketaatan ketat pada hukum, termasuk tradisi lisan. Mereka sangat dihormati dalam masyarakat Yahudi.
Yesus mengecam mereka bukan karena keseriusan mereka dalam hukum, tetapi karena kemunafikan: mereka memutlakkan tradisi manusia dan menutup jalan menuju kerajaan Allah.
3. Struktur Retorika
Seruan “Celakalah kamu” memiliki nuansa nubuat Perjanjian Lama, mirip dengan seruan para nabi terhadap bangsa Israel (Yesaya 5:8–23; Amsal 6:1). Dengan demikian, Yesus berbicara sebagai nabi dan Hakim eskatologis.
II. Analisis Eksegetis Matius 23:13
1. “Celakalah kamu” (Οὐαί ὑμῖν)
Kata ouai bukan sekadar ekspresi kutukan, tetapi juga seruan kesedihan dan penghakiman. Ada nuansa duka karena orang yang seharusnya memimpin umat menuju Allah justru menjadi penghalang.
Calvin menafsirkan ini sebagai “hukuman ganda”: pertama, karena mereka menolak anugerah Allah; kedua, karena mereka menutup akses anugerah itu bagi orang lain (Commentary on Matthew).
2. “Hai ahli Taurat dan orang Farisi, orang munafik”
Yesus menyoroti kemunafikan (ὑποκριταί, hypokritai) mereka. Istilah ini berasal dari dunia teater, menunjuk pada aktor yang memakai topeng. Secara rohani, ini berarti menampilkan kesalehan lahiriah tetapi kosong di dalam.
Herman Ridderbos dalam The Coming of the Kingdom menyebutkan bahwa kemunafikan Farisi adalah contoh penolakan kerajaan Allah yang hadir dalam Kristus. Mereka berpura-pura menantikan Mesias, tetapi ketika Mesias hadir, mereka menolak Dia.
3. “Kamu menutup pintu-pintu Kerajaan Sorga”
Ungkapan ini menunjuk pada otoritas palsu yang mereka gunakan. Mereka menolak Kristus sebagai Mesias, sehingga menutup akses ke kerajaan Allah.
Menurut D. A. Carson (Matthew, Expositor’s Bible Commentary), tindakan “menutup pintu” berarti menyesatkan umat dengan mengajarkan keselamatan melalui legalisme, bukan melalui anugerah Allah.
4. “Kamu sendiri tidak masuk”
Mereka menolak Injil dan karenanya menolak keselamatan. Yesus menegaskan bahwa kesalehan lahiriah mereka tidak menjamin akses ke kerajaan Allah.
Louis Berkhof menulis: “Legalism is not merely a deviation, it is a complete rejection of grace.” (Systematic Theology). Orang Farisi, dengan legalismenya, sesungguhnya menolak kasih karunia.
5. “Kamu merintangi mereka yang berusaha untuk masuk”
Kata kerja di sini menunjukkan upaya aktif untuk menghalangi. Misalnya, mereka menentang pelayanan Yesus, memperingatkan orang agar tidak mengikuti Dia (lih. Yohanes 9:22).
John Gill (teolog Reformed Baptis) menafsirkan bagian ini bahwa para pemimpin Yahudi menutup pintu kerajaan melalui tradisi mereka, ancaman ekskomunikasi, dan pengajaran sesat yang menolak Kristus.
III. Perspektif Teologi Reformed
1. Kristus sebagai Pintu Kerajaan
Yesus berkata, “Akulah pintu” (Yoh. 10:9). Hanya melalui Kristus orang dapat masuk ke kerajaan Allah. Matius 23:13 menunjukkan ironi tragis: para pemimpin agama, yang seharusnya membuka jalan, justru menutup jalan dengan menolak Kristus.
2. Bahaya Legalisme
Teologi Reformed menekankan bahwa keselamatan hanya melalui anugerah, bukan perbuatan hukum (Efesus 2:8–9). Orang Farisi mewakili bahaya legalisme: menjadikan hukum sebagai jalan keselamatan, padahal hukum hanya berfungsi untuk menunjukkan dosa (Roma 3:20).
Martin Luther, meskipun bukan tokoh Reformed, memengaruhi Reformasi dengan menegaskan bahwa legalisme adalah musuh terbesar Injil. Calvin melanjutkan bahwa Injil adalah “pembukaan pintu kerajaan,” sementara tradisi Farisi adalah “kunci palsu yang menutup pintu itu.”
3. Kemunafikan sebagai Dosa Gerejawi
Dalam tradisi Reformed, kemunafikan dianggap sebagai dosa serius dalam kehidupan gereja. Westminster Larger Catechism (Q. 145) menyebut kemunafikan sebagai pelanggaran terhadap perintah kesembilan (jangan bersaksi dusta). Matius 23:13 memperlihatkan bahwa kemunafikan religius dapat membawa orang lain jatuh.
4. Anugerah yang Menyelamatkan
Anthony Hoekema menegaskan bahwa kerajaan Allah tidak dapat dihalangi oleh manusia. Walaupun orang Farisi mencoba menutup pintu, Allah tetap membuka jalan keselamatan bagi umat pilihan-Nya (The Bible and the Future).
IV. Implikasi Doktrinal
-
Kristologi – Kristus adalah satu-satunya jalan masuk ke kerajaan Allah. Menolak Dia berarti menutup pintu keselamatan.
-
Soteriologi – Legalism dan kemunafikan bukanlah jalan keselamatan. Hanya anugerah Allah melalui iman kepada Kristus yang menyelamatkan.
-
Ekklesiologi – Pemimpin gereja harus berhati-hati agar tidak menjadi penghalang Injil dengan tradisi manusia atau penyalahgunaan otoritas.
-
Eskatologi – Matius 23:13 adalah peringatan tentang penghakiman Allah atas mereka yang menolak kerajaan Allah.
V. Aplikasi Praktis bagi Gereja Masa Kini
-
Waspada terhadap Kemunafikan
Gereja modern dapat jatuh ke dalam dosa yang sama ketika menekankan bentuk lahiriah ibadah tanpa hati yang tulus. -
Hindari Legalisme
Bahaya Farisi juga nyata saat gereja menambahkan syarat-syarat keselamatan di luar Injil. Keselamatan bukan hasil ritual, moralitas, atau keanggotaan gereja, melainkan anugerah Allah. -
Pemimpin sebagai Pembuka Jalan
Gembala dan pengajar dipanggil untuk membuka jalan menuju Kristus, bukan menutupnya dengan pengajaran yang salah. -
Penginjilan yang Murni
Pemberitaan Injil harus mengarahkan orang langsung kepada Kristus, bukan kepada sistem manusia. Tugas gereja adalah membuka pintu, bukan menutupnya.
VI. Kesaksian Sejarah Gereja
1. Reformasi Protestan
Reformasi abad ke-16 lahir karena gereja Roma Katolik menutup pintu kerajaan dengan menekankan sakramen dan indulgensi sebagai syarat keselamatan. Luther, Calvin, dan para Reformator membuka kembali pintu Injil dengan menegaskan doktrin pembenaran oleh iman.
2. Puritan dan Covenanters
Kaum Puritan dan Covenanters di Skotlandia melihat bahaya ketika negara atau pemimpin gereja mengambil alih otoritas Kristus atas gereja. Mereka menolak “menutup pintu” Injil dengan kompromi liturgis.
3. Gereja Kontemporer
Bahaya modern adalah relativisme dan pluralisme. Gereja bisa menutup pintu kerajaan dengan menyatakan bahwa semua jalan menuju Allah sama. Pandangan ini, meskipun tampak toleran, sejatinya menolak Kristus sebagai satu-satunya pintu.
Kesimpulan
Matius 23:13 adalah peringatan keras dari Kristus terhadap bahaya kemunafikan religius dan legalisme. Para ahli Taurat dan orang Farisi menolak Kristus, sehingga bukan hanya mereka sendiri tidak masuk ke kerajaan Allah, tetapi juga menghalangi orang lain untuk masuk.
Dalam terang teologi Reformed, ayat ini menegaskan:
-
Kristus adalah satu-satunya jalan keselamatan.
-
Legalism adalah penolakan terhadap anugerah.
-
Pemimpin gereja harus setia membuka jalan Injil, bukan menutupnya.
-
Allah tetap berdaulat atas kerajaan-Nya; Injil akan terus maju meski ditentang.
Pesan ini sangat relevan bagi gereja masa kini: kita dipanggil untuk meninggalkan kemunafikan, menghindari legalisme, dan memberitakan Injil Kristus dengan setia, sehingga pintu kerajaan Allah tetap terbuka bagi banyak orang.