Peran Gereja Dalam Mengatasi Penyalahgunaan NAPZA

Peran Gereja Dalam Mengatasi Penyalahgunaan NAPZA

Pdt. ๐‘†๐‘Ž๐‘š๐‘ข๐‘’๐‘™ ๐‘‡๐‘’๐‘Ÿ๐‘’๐‘ ๐‘–๐‘Ž ๐บ๐‘ข๐‘›๐‘Ž๐‘ค๐‘Ž๐‘›, M,Th.
๐๐‘๐Ž๐‹๐Ž๐†
Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA) merupakan salah satu persoalan besar yang dihadapi Indonesia maupun dunia. Data Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2023 menunjukkan lebih dari 3,6 juta warga Indonesia pernah menggunakan narkoba, dengan sekitar 2,3 juta di antaranya merupakan pengguna aktif. Fakta ini memperlihatkan betapa seriusnya ancaman narkoba, terlebih sebagian besar pengguna berasal dari kelompok usia muda (15-35 tahun). Peredaran narkoba kini tidak lagi terbatas pada jalur konvensional, tetapi juga menyusup melalui jaringan digital dan media sosial, sehingga jangkauannya semakin luas dan sulit dikendalikan. Kondisi ini menimbulkan dampak yang kompleks, mencakup krisis moral, degradasi sosial, hingga kerusakan spiritual.
Artikel ringkas ini hadir untuk menyoroti bahaya penyalahgunaan NAPZA serta peran Gereja dalam pencegahan dan pemulihan bagi para korban. Kajian dilakukan dengan menggunakan metode teologikal, biblikal, praktikal, dan kontekstual. Secara teologikal dan biblikal, firman Tuhan menjadi dasar normatif dalam menilai praktik penyalahgunaan zat.

Secara praktikal, artikel ini menekankan peran Gereja dalam pelayanan pastoral dan pemulihan. Sementara itu, pendekatan kontekstual digunakan untuk menafsirkan fenomena narkoba dalam realitas sosial Indonesia masa kini. Dengan demikian, tulisan ini diharapkan memberikan sumbangsih akademik sekaligus pastoral dalam menghadapi tantangan narkoba yang semakin menguatirkan.
๐‚๐Ž๐๐“๐Ž๐‡ ๐Š๐€๐’๐”๐’ ๐Ÿ
Seorang remaja di kota B mulai mencoba obat terlarang karena tekanan teman sebaya. Awalnya ia hanya berniat mencobanya sekali untuk hiburan dan rasa ingin tahu. Namun, dari percobaan itu lahirlah ketagihan yang semakin lama semakin menguasai hidupnya. Ia mulai kehilangan kendali atas diri, mencari cara untuk mendapatkan zat tersebut, dan pelan-pelan meninggalkan kebiasaan baik yang dahulu ia jalani.
Akibatnya, ia sering bolos sekolah, bahkan sampai menjual barang-barang milik keluarga demi memuaskan kecanduannya. Kondisi ini menyeretnya ke kasus kriminal, membuat keluarga kehilangan kepercayaan, dan merenggut harapannya akan masa depan. Bukan hanya keluarganya yang terluka, tetapi masyarakat juga kehilangan satu generasi muda yang seharusnya produktif dan menjadi kebanggaan.
๐๐„๐๐†๐„๐‘๐“๐ˆ๐€๐ ๐๐„๐๐˜๐€๐‹๐€๐†๐”๐๐€๐€๐ ๐๐€๐๐™๐€
Penyalahgunaan NAPZA dapat dipahami sebagai tindakan menggunakan obat-obatan kimia, baik yang bersifat legal maupun ilegal, dengan cara yang tidak benar dan tidak sesuai fungsinya. Penggunaan ini umumnya bertujuan untuk memperoleh efek tertentu seperti rasa euforia, halusinasi, atau ketenangan semu. Namun, di balik sensasi sesaat itu, penyalahgunaan zat membawa konsekuensi serius berupa kerusakan fisik, mental, dan spiritual.
Kategori zat yang sering disalahgunakan meliputi narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Narkotika mencakup heroin, sabu, dan ganja yang memberikan efek ketergantungan tinggi. Psikotropika meliputi ekstasi dan LSD (Lysergic acid diethylamide) yang sering dikaitkan dengan pesta hiburan, sedangkan zat adiktif lain seperti alkohol, lem, dan rokok (khususnya rokok elektronik (e-cigarette atau vape) kerap dianggap ringan tetapi sama-sama membahayakan tubuh. Semua bentuk zat ini memiliki daya rusak yang sama, baik pada individu maupun lingkungan sosialnya.
Inti dari penyalahgunaan NAPZA bukan sekadar pada zat itu sendiri, melainkan pada cara manusia menggunakannya. Ketika obat yang seharusnya berfungsi untuk tujuan medikal dipakai untuk memenuhi hawa nafsu sesaat, munimbulkan pergeseran fungsi yang berbahaya. Alih-alih memberikan pemulihan, zat tersebut justru menjadi alat perbudakan yang menjauhkan manusia dari kesehatan jasmani, kestabilan jiwa, dan relasi yang benar dengan Allah.
๐ƒ๐€๐’๐€๐‘ ๐“๐„๐Ž๐‹๐Ž๐†๐ˆ๐Š๐€๐‹-๐๐ˆ๐๐‹๐ˆ๐Š๐€๐‹
Alkitab memang tidak menyebut istilah “narkoba” secara eksplisit, namun prinsip firman Tuhan sangat jelas menolak tindakan yang merusak tubuh dan memperbudak manusia. Tiga teks kunci berikut memberikan dasar biblika yang kuat:
๐Ÿ. ๐“๐ฎ๐›๐ฎ๐ก ๐ฌ๐ž๐›๐š๐ ๐š๐ข ๐๐š๐ข๐ญ ๐‘๐จ๐ก ๐Š๐ฎ๐๐ฎ๐ฌ (๐Ÿ ๐Š๐จ๐ซ๐ข๐ง๐ญ๐ฎ๐ฌ ๐Ÿ”:๐Ÿ๐Ÿ—-๐Ÿ๐ŸŽ). Rasul Paulus menyatakan bahwa tubuh orang percaya adalah “ฮฝฮฑฮฟ̀ฯ‚ ฯ„ฮฟฯ…͂ ฮฑ̔ฮณฮน́ฮฟฯ… ฯ€ฮฝฮตฯ…́ฮผฮฑฯ„ฮฟฯ‚ (๐‘›๐‘Ž๐‘œ๐‘  ๐‘ก๐‘œ๐‘ข โ„Ž๐‘Ž๐‘”๐‘–๐‘œ๐‘ข ๐‘๐‘›๐‘’๐‘ข๐‘š๐‘Ž๐‘ก๐‘œ๐‘ )” yang berarti “bait Roh Kudus”. Kata Yunani “naos” menunjuk pada ruang maha kudus, menekankan kesakralan tubuh sebagai tempat kediaman Allah. Paulus menambahkan frase “ฮท̓ฮณฮฟฯฮฑ́ฯƒฮธฮทฯ„ฮต ฯ„ฮนฮผฮท͂ฯ‚ (๐‘’̄๐‘”๐‘œ๐‘Ÿ๐‘Ž́๐‘ ๐‘กโ„Ž๐‘’̄๐‘ก๐‘’ ๐‘ก๐‘–๐‘š๐‘’̄๐‘ )” yang berarti “kamu telah dibeli dengan harga yang mahal,” merujuk pada karya penebusan Kristus di salib. Karena itu, tubuh bukan lagi milik pribadi, melainkan milik Allah. Penyalahgunaan narkoba berarti menodai bait Allah, sebuah pelanggaran serius terhadap kekudusan hidup orang percaya.
๐Ÿ. ๐Š๐จ๐ง๐ญ๐ซ๐š๐ฌ ๐Œ๐š๐›๐ฎ๐ค ๐๐š๐ง ๐๐ž๐ง๐ฎ๐ก ๐‘๐จ๐ก (๐„๐Ÿ๐ž๐ฌ๐ฎ๐ฌ ๐Ÿ“:๐Ÿ๐Ÿ–). Rasul Paulus memperingatkan jemaat agar “ฮผฮท̀ ฮผฮตฮธฯ…́ฯƒฮบฮตฯƒฮธฮต ฮฟฮน̓́ฮฝฯ‰ͅ (๐‘š๐‘’̄ ๐‘š๐‘’๐‘กโ„Ž๐‘ฆ๐‘ ๐‘˜๐‘’๐‘ ๐‘กโ„Ž๐‘’ ๐‘œ๐‘–๐‘›๐‘œ̄)” yang berarti “jangan terus-menerus dikuasai anggur”. Sebaliknya, ia menekankan agar “ฯ€ฮปฮทฯฮฟฯ…͂ฯƒฮธฮต ฮต̓ฮฝ ฯ€ฮฝฮตฯ…́ฮผฮฑฯ„ฮน (๐‘๐‘™๐‘’̄๐‘Ÿ๐‘œ๐‘ข๐‘ ๐‘กโ„Ž๐‘’ ๐‘’๐‘› ๐‘๐‘›๐‘’๐‘ข๐‘š๐‘Ž๐‘ก๐‘–)” yang berarti “hendaklah kamu penuh dengan Roh. Ayat ini menegaskan dua gaya hidup yang berlawanan: hidup di bawah kendali zat adiktif atau hidup di bawah kendali Roh Kudus. Penyalahgunaan narkoba termasuk dalam kategori pertama, yang menghasilkan degradasi moral, sedangkan kepenuhan Roh menghasilkan kehidupan kudus dan berbuah (Galatia 5:22-23).
๐Ÿ‘. ๐๐ž๐ซ๐›๐ฎ๐๐š๐ค๐š๐ง ๐ƒ๐จ๐ฌ๐š ๐š๐ญ๐š๐ฎ ๐Š๐ž๐›๐ž๐ง๐š๐ซ๐š๐ง (๐‘๐จ๐ฆ๐š ๐Ÿ”:๐Ÿ๐Ÿ”). Rasul Paulus menegaskan, “ฮดฮฟฯ…͂ฮปฮฟฮน́ ฮต̓ฯƒฯ„ฮต ฯ‰̔͂ͅ ฯ…̔ฯ€ฮฑฮบฮฟฯ…́ฮตฯ„ฮต (๐‘‘๐‘œ๐‘ข๐‘™๐‘œ๐‘– ๐‘’๐‘ ๐‘ก๐‘’ โ„Ž๐‘œ̄๐‘– โ„Ž๐‘ฆ๐‘๐‘Ž๐‘˜๐‘œ๐‘ข๐‘’๐‘ก๐‘’)” yang berarti “kamu adalah hamba dari apa yang kamu taati”. Prinsip ini menyingkap realitas bahwa manusia selalu berada di bawah suatu kuasa: dosa atau kebenaran. Penyalahgunaan narkoba menjerat manusia dalam perbudakan dosa yang menghancurkan, sementara ketaatan kepada Kristus membawa kepada kebebasan sejati dan kebenaran.
Dengan demikian, penyalahgunaan NAPZA dapat dipahami bukan hanya sebagai masalah medikal atau sosial, tetapi juga sebagai masalah teologikal dan moral. Alkitab menuntun orang percaya untuk menjaga kekudusan tubuh, hidup di bawah kendali Roh Kudus, dan menolak perbudakan dosa, sehingga hidup memuliakan Allah dalam segala aspek.
๐‹๐€๐‘๐€๐๐†๐€๐ ๐๐„๐Œ๐„๐‘๐ˆ๐๐“๐€๐‡
Pemerintah Indonesia secara tegas melarang penyalahgunaan dan peredaran narkoba karena dampaknya yang serius bagi kehidupan individu, keluarga, dan masyarakat. Larangan ini diwujudkan dalam regulasi hukum yang jelas sekaligus dalam tindakan nyata di lapangan. Beberapa regulasi utama yang menjadi dasar hukum adalah:
๐Ÿ. ๐”๐ง๐๐š๐ง๐ -๐”๐ง๐๐š๐ง๐  ๐๐จ๐ฆ๐จ๐ซ ๐Ÿ‘๐Ÿ“ ๐“๐š๐ก๐ฎ๐ง ๐Ÿ๐ŸŽ๐ŸŽ๐Ÿ— ๐ญ๐ž๐ง๐ญ๐š๐ง๐  ๐๐š๐ซ๐ค๐จ๐ญ๐ข๐ค๐š. Undang-undang ini mengatur seluruh aspek terkait narkotika, mulai dari produksi, distribusi, kepemilikan, hingga penggunaannya. Sanksi tegas diberikan kepada para pelanggar, baik produsen maupun pengedar. Namun, UU ini juga menekankan aspek rehabilitasi bagi pecandu, menandakan bahwa pendekatan pemerintah tidak hanya represif, tetapi juga korektif dan preventif.
๐Ÿ. ๐”๐ง๐๐š๐ง๐ -๐”๐ง๐๐š๐ง๐  ๐๐ฌ๐ข๐ค๐จ๐ญ๐ซ๐จ๐ฉ๐ข๐ค๐š ๐๐š๐ง ๐ซ๐ž๐ ๐ฎ๐ฅ๐š๐ฌ๐ข ๐ณ๐š๐ญ ๐š๐๐ข๐ค๐ญ๐ข๐Ÿ ๐ฅ๐š๐ข๐ง๐ง๐ฒ๐š. Regulasi ini memperluas pengawasan terhadap obat-obatan yang dapat memengaruhi sistem saraf pusat, termasuk LSD, ekstasi, dan obat sintetis lain. Ketentuan ini menutup celah hukum yang mungkin dimanfaatkan oleh produsen zat baru dengan dampak adiktif serupa. Dengan demikian, regulasi ini mencerminkan keseriusan pemerintah dalam mengantisipasi perkembangan bentuk-bentuk narkoba yang terus berubah.
๐Ÿ‘. ๐๐ž๐ซ๐š๐ง ๐๐š๐๐š๐ง ๐๐š๐ซ๐ค๐จ๐ญ๐ข๐ค๐š ๐๐š๐ฌ๐ข๐จ๐ง๐š๐ฅ (๐๐๐) ๐๐š๐ง ๐Š๐ž๐ฉ๐จ๐ฅ๐ข๐ฌ๐ข๐š๐ง ๐‘๐ž๐ฉ๐ฎ๐›๐ฅ๐ข๐ค ๐ˆ๐ง๐๐จ๐ง๐ž๐ฌ๐ข๐š. BNN dan kepolisian menjalankan peran vital melalui razia, penegakan hukum, serta pembongkaran jaringan pengedar narkoba. Selain itu, lembaga-lembaga ini juga menyediakan fasilitas rehabilitasi bagi pecandu serta gencar melakukan kampanye edukasi publik tentang bahaya narkoba, terutama di kalangan generasi muda. Dengan cara ini, upaya penanggulangan narkoba bersifat menyeluruh: pencegahan, penindakan, sekaligus pemulihan.
Tujuan utama dari seluruh regulasi ini adalah melindungi generasi muda dari kehancuran moral, kerusakan kesehatan, dan disintegrasi sosial. Dari perspektif teologikal, peran pemerintah ini sejalan dengan mandat Roma 13:1-4, yang menegaskan bahwa pemerintah adalah hamba Allah untuk menegakkan keadilan dan menjaga kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, upaya pemerintah dalam memberantas narkoba bukan hanya tindakan hukum, melainkan juga wujud partisipasi dalam mandat ilahi untuk melindungi kehidupan.
๐๐€๐‡๐€๐˜๐€ ๐๐„๐๐˜๐€๐‹๐€๐‡๐†๐”๐๐€๐€๐ ๐๐€๐๐™๐€
Penggunaan NAPZA tidak hanya memberi efek sesaat, tetapi juga membawa konsekuensi jangka panjang yang merusak seluruh aspek kehidupan. Bahaya ini mencakup:
๐Ÿ. ๐Š๐ž๐ซ๐ฎ๐ฌ๐š๐ค๐š๐ง ๐…๐ข๐ฌ๐ข๐ค ๐๐š๐ง ๐๐ฌ๐ข๐ค๐ข๐ฌ. Narkoba merusak organ tubuh seperti hati, jantung, paru-paru, dan otak, sehingga menurunkan sistem imun dan memperpendek usia. Dari sisi psikis, pengguna berisiko mengalami depresi, paranoia, dan halusinasi yang mengganggu fungsi sosial. Dampak ini menunjukkan betapa narkoba merusak martabat manusia yang diciptakan segambar dengan Allah (Kejadian 1:27).
๐Ÿ. ๐Š๐ž๐ญ๐ž๐ซ๐ ๐š๐ง๐ญ๐ฎ๐ง๐š๐ ๐š๐ง. Sifat adiktif narkoba menjadikan penggunanya budak kecanduan. Sekali terikat, sulit untuk melepaskan diri tanpa pertolongan. Hal ini sejalan dengan peringatan Alkitab bahwa manusia adalah hamba dari apa yang ia taati (Roma 6:16). Ketergantungan membuat manusia kehilangan kebebasan sejati yang seharusnya ada di dalam Kristus.
๐Ÿ‘. ๐Š๐ž๐ซ๐ฎ๐ฌ๐š๐ค๐š๐ง ๐‘๐ž๐ฅ๐š๐ฌ๐ข. Penyalahgunaan narkoba menghancurkan hubungan antarpribadi. Keluarga kehilangan kepercayaan, relasi sosial terputus, dan bahkan gereja bisa ternoda oleh gaya hidup jemaat yang jatuh dalam narkoba. Dalam terang teologi, hal ini menyalahi rancangan Allah yang memanggil umat-Nya untuk hidup dalam persekutuan kasih (Yohanes 13:34–35).
4. Kriminalitas. Ketergantungan narkoba sering memicu tindak kriminal seperti pencurian, penipuan, dan kekerasan demi memenuhi kebutuhan zat terlarang. Hal ini menimbulkan rasa tidak aman dalam masyarakat. Tindakan kriminal ini bertentangan dengan prinsip keadilan Allah (Mikha 6:8) dan merusak tatanan sosial yang seharusnya dijaga.
๐Ÿ“. ๐Š๐ž๐ก๐š๐ง๐œ๐ฎ๐ซ๐š๐ง ๐Œ๐จ๐ซ๐š๐ฅ ๐๐š๐ง ๐‘๐จ๐ก๐š๐ง๐ข. Tubuh yang seharusnya menjadi bait Roh Kudus (1 Korintus 6:19–20) justru dinodai. Pengguna narkoba kehilangan kepekaan hati nurani, hidup dalam kebohongan, dan menjauh dari Allah. Dampak rohani ini menegaskan bahwa narkoba bukan hanya masalah medis atau sosial, tetapi juga masalah moral dan iman yang mendalam.
๐ƒ๐€๐Œ๐๐€๐Š ๐’๐Ž๐’๐ˆ๐€๐‹ ๐ƒ๐€๐ ๐‘๐Ž๐‡๐€๐๐ˆ
Dampak narkoba bukan hanya dialami oleh pengguna secara pribadi, tetapi juga menghancurkan komunitas yang lebih luas. Empat ranah utama yang terdampak adalah:
๐Ÿ. ๐ˆ๐ง๐๐ข๐ฏ๐ข๐๐ฎ. Seorang pengguna narkoba kehilangan masa depan karena ketergantungan merusak potensi diri. Kesehatan fisik melemah akibat kerusakan organ vital, sementara kesehatan mental hancur karena depresi, kecemasan, atau gangguan psikotik. Harga diri runtuh karena rasa malu, stigma sosial, dan kehilangan identitas. Dalam terang firman Tuhan, hal ini menunjukkan bagaimana dosa memperbudak manusia dan merampas kemuliaan Allah yang seharusnya nyata dalam hidupnya (Roma 3:23).
๐Ÿ. ๐Š๐ž๐ฅ๐ฎ๐š๐ซ๐ ๐š. Narkoba kerap menjadi sumber konflik yang berkepanjangan dalam keluarga. Pertengkaran, kekerasan domestik, dan perceraian sering kali muncul sebagai dampak lanjutan. Beban ekonomi bertambah karena pengeluaran untuk narkoba mengorbankan kebutuhan keluarga, sementara biaya rehabilitasi juga tidak kecil. Kehilangan kepercayaan di antara anggota keluarga menimbulkan luka batin yang dalam. Secara teologikal, keluarga yang seharusnya menjadi cerminan kasih Kristus (Efesus 5:25-33) justru hancur karena pengaruh dosa.
๐Ÿ‘. ๐Œ๐š๐ฌ๐ฒ๐š๐ซ๐š๐ค๐š๐ญ. Pada level sosial, penyalahgunaan narkoba memicu meningkatnya angka kriminalitas seperti pencurian, penipuan, dan kekerasan. Tingkat pengangguran juga bertambah karena banyak pengguna kehilangan pekerjaan atau tidak mampu bekerja secara produktif. Akibatnya, timbul kerugian sosial dan ekonomi yang signifikan bagi masyarakat luas. Hal ini bertentangan dengan mandat Allah agar manusia mengusahakan kesejahteraan dan ketertiban hidup bersama (Yeremia 29:7).
๐Ÿ’. ๐†๐ž๐ซ๐ž๐ฃ๐š. Dampak narkoba juga menjalar ke ranah rohani. Kehadiran pengguna narkoba yang belum dipulihkan dapat melemahkan kesaksian iman jemaat, menghambat pelayanan, dan merusak kesatuan tubuh Kristus. Gereja kehilangan daya pengaruhnya jika gagal menghadapi masalah ini secara serius. Padahal, Alkitab menegaskan bahwa Gereja adalah “tiang penopang dan dasar kebenaran” (1 Timotius 3:15), sehingga terpanggil untuk meneguhkan iman dan memberi teladan hidup kudus di tengah dunia yang rusak.
๐๐„๐‘๐€๐ ๐†๐„๐‘๐„๐‰๐€ ๐Œ๐„๐๐Ž๐‹๐Ž๐๐†
Gereja tidak boleh bersikap pasif dalam menghadapi masalah narkoba, sebab panggilan Kristus adalah agar gereja menjadi terang dan garam dunia (Matius 5:13-14). Penyalahgunaan narkoba bukan hanya masalah medikal atau sosial, tetapi juga masalah spiritual yang memerlukan pelayanan yang holistik. Karena itu, Gereja dipanggil untuk hadir sebagai agen pemulihan yang memberitakan kabar pengharapan Kristus. Peran strategis Gereja dapat diwujudkan dalam beberapa bentuk berikut:
๐Ÿ. ๐๐ž๐ฆ๐›๐ข๐ง๐š๐š๐ง ๐ˆ๐ฆ๐š๐ง ๐๐š๐ง ๐๐ž๐ฆ๐ฎ๐ฅ๐ข๐ก๐š๐ง ๐‡๐ข๐๐ฎ๐ฉ. Injil membawa hidup baru (2 Korintus 5:17). Gereja perlu membina iman jemaat dan menanamkan pengharapan kepada mereka yang terikat narkoba. Melalui firman, doa, dan disiplin rohani, korban dapat menemukan arah hidup baru yang dipimpin oleh Roh Kudus.
๐Ÿ. ๐Š๐จ๐ง๐ฌ๐ž๐ฅ๐ข๐ง๐  ๐๐š๐ฌ๐ญ๐จ๐ซ๐š๐ฅ. Pengguna narkoba sering membawa luka batin, rasa bersalah, dan kebingungan identitas. Konseling pastoral menyediakan ruang untuk “curhat” rohani, penguatan doa, dan bimbingan berdasarkan firman Allah. Tujuannya agar korban menemukan kembali identitasnya sebagai ciptaan baru dalam Kristus (2 Korintus 5:17).
๐Ÿ‘. ๐Š๐จ๐ฆ๐ฎ๐ง๐ข๐ญ๐š๐ฌ ๐๐ž๐ฆ๐ฎ๐ฅ๐ข๐ก๐š๐ง. Pemulihan tidak dapat dicapai sendirian. Gereja dapat membangun komunitas pemulihan sebagai ruang aman untuk berbagi pengalaman, saling meneguhkan, dan mendoakan. Komunitas ini berfungsi sebagai keluarga rohani yang menggantikan lingkungan lama yang negatif, sehingga korban didukung untuk terus bertumbuh.
๐Ÿ’. ๐๐ž๐ง๐๐ข๐๐ข๐ค๐š๐ง ๐€๐ง๐ญ๐ข-๐๐š๐ซ๐ค๐จ๐›๐š. Pencegahan jauh lebih baik daripada penanganan. Gereja dapat menjadi pusat pendidikan anti-narkoba dengan memberikan khotbah, seminar, maupun program khusus bagi anak muda. Pesannya menegaskan bahwa tubuh adalah bait Roh Kudus (1 Korintus 6:19-20) yang harus dijaga dalam kekudusan.
๐Ÿ“. ๐Š๐จ๐ฅ๐š๐›๐จ๐ซ๐š๐ฌ๐ข ๐๐ž๐ง๐ ๐š๐ง ๐๐ž๐ฆ๐ž๐ซ๐ข๐ง๐ญ๐š๐ก. Gereja tidak berjalan sendiri dalam upaya pemberantasan narkoba. Dengan bekerja sama dengan BNN, kepolisian, sekolah, dan lembaga sosial lainnya, Gereja dapat berkontribusi dalam rehabilitasi, penyuluhan, dan advokasi. Kolaborasi ini sejalan dengan Roma 13:1-4 yang menegaskan bahwa pemerintah adalah hamba Allah untuk menegakkan kebaikan.
Ringkasnya, peran Gereja dalam menolong korban narkoba adalah wujud nyata dari kasih Kristus yang memerdekakan. Melalui pembinaan iman, konseling, komunitas, pendidikan, dan kolaborasi dengan pemerintah, Gereja hadir sebagai agen pemulihan dan transformasi sosial. Dengan demikian, Gereja tidak hanya menyelamatkan individu, tetapi juga memperkuat keluarga, masyarakat, dan kesaksiannya sendiri sebagai tubuh Kristus di dunia.
๐‚๐Ž๐๐“๐Ž๐‡ ๐Š๐€๐’๐”๐’ ๐Ÿ
Seorang kepala keluarga yang semula menjadi tulang punggung rumah tangga akhirnya kehilangan pekerjaan karena diketahui sebagai pengguna narkoba. Kondisi ini membuat reputasi sosialnya runtuh, rasa percaya dari istri dan anak-anak hilang, dan hidupnya masuk dalam jurang keputusasaan. Situasi ini menunjukkan bahwa narkoba tidak hanya menghancurkan tubuh, tetapi juga menggerogoti relasi yang paling mendasar dalam keluarga.
Namun, titik balik terjadi ketika ia memutuskan mengikuti program rehabilitasi rohani di sebuah Gereja. Melalui konseling pastoral, doa, dan dukungan komunitas, ia menyadari bahwa dirinya masih memiliki nilai di mata Allah. Proses pertobatan ini bukanlah hal yang instan, tetapi berlangsung dalam perjalanan panjang yang penuh air mata, perjuangan, dan kesabaran. Pada akhirnya, ia menemukan kembali identitasnya sebagai ciptaan baru dalam Kristus (2 Korintus 5:17).
Kini, ia bukan hanya bebas dari jeratan narkoba, tetapi juga dipulihkan relasi dengan keluarga serta terlibat dalam pelayanan gereja. Kesaksiannya menjadi bukti bahwa kuasa Injil mampu membebaskan dari perbudakan modern yang disebut narkoba. Kasus ini menegaskan peran strategis Gereja sebagai tempat pemulihan yang menghadirkan kasih dan kuasa Allah bagi mereka yang terikat dosa dan kehancuran hidup.
๐„๐๐ˆ๐‹๐Ž๐†
Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA) bukan hanya masalah hukum atau medikal, melainkan juga persoalan spiritual yang mendalam. Alkitab menegaskan bahwa tubuh orang percaya adalah bait Roh Kudus (1 Korintus 6:19-20), sehingga harus dijaga dalam kekudusan, kesehatan, dan ketaatan. Ketika seseorang membiarkan dirinya diperbudak oleh narkoba, ia bukan hanya merusak tubuh dan jiwanya, tetapi juga menodai panggilan Allah untuk hidup dalam kekudusan. Inilah sebabnya penyalahgunaan NAPZA perlu dipandang sebagai dosa yang harus ditolak dengan tegas.
Di tengah maraknya peredaran narkoba yang semakin canggih, Gereja tidak boleh berdiam diri. “Lingkaran setan” narkoba sering menjerat banyak jiwa, dan Gereja dipanggil menjadi agen pemulihan yang menghadirkan kasih Kristus bagi dunia yang terluka. Melalui pelayanan firman, konseling pastoral, komunitas pemulihan, pendidikan rohani, dan kerja sama dengan pemerintah, gereja dapat mengambil bagian aktif dalam melawan bahaya narkoba. Setiap pelayanan ini adalah bentuk nyata dari Injil yang membawa kabar baik dan mengubah kehidupan.
Karena itu, marilah seluruh umat Tuhan, baik pemimpin gereja, orang tua, maupun generasi muda, bersatu memerangi narkoba dengan kekuatan firman dan kuasa Roh Kudus. Jangan biarkan generasi ini hilang karena diperbudak oleh zat adiktif. Hiduplah dalam kemenangan yang Kristus sudah sediakan, dan jadilah saksi bahwa “Apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamu benar-benar merdeka” (Yohanes 8:36). Dengan tekad bersama, gereja dan masyarakat dapat berdiri kokoh menghadapi ancaman narkoba dan memelihara generasi yang sehat, kuat, dan setia kepada Allah. “Yesus berkata: Barangsiapa yang Anak itu memerdekakan, ia benar-benar merdeka” (Yohanes 8:36).
Next Post Previous Post