Tidak Mencari Hormat Manusia: 1 Tesalonika 2:6

Pendahuluan
Surat 1 Tesalonika adalah salah satu surat paling awal yang ditulis Rasul Paulus, diperkirakan sekitar tahun 50–51 M, ketika ia berada di Korintus. Surat ini ditujukan kepada jemaat yang baru bertumbuh di Tesalonika, sebuah kota penting di provinsi Makedonia. Konteks surat ini adalah penguatan iman jemaat yang menghadapi penderitaan, sekaligus pembelaan Paulus terhadap tuduhan-tuduhan dari lawan Injil yang meragukan ketulusan dan integritas pelayanannya.
Dalam pasal 2, Paulus mengingatkan jemaat tentang karakter pelayanannya. Ia menegaskan bahwa ia dan rekan-rekannya memberitakan Injil bukan karena tipu daya (2:3), bukan dengan maksud serakah (2:5), dan tidak mencari pujian dari manusia (2:6). Bagian ini penting karena menunjukkan perbedaan mendasar antara rasul Kristus dengan guru-guru palsu atau pengajar keliling yang populer pada masa itu, yang sering kali mencari keuntungan pribadi, status sosial, atau kemuliaan manusia.
Ayat 6 berbunyi:
“Kami juga tidak pernah mencari hormat dari manusia, baik dari kamu maupun dari orang lain, sekalipun kami dapat berbuat demikian sebagai rasul-rasul Kristus.”
Ayat ini menjadi dasar penting bagi teologi pelayanan Kristen, karena mengungkapkan prinsip: pelayanan sejati haruslah berorientasi kepada Allah semata, bukan kepada kehormatan atau kepentingan manusia.
Latar Belakang Historis dan Teologis
Jemaat Tesalonika
Tesalonika adalah kota metropolitan yang kosmopolitan, pusat perdagangan dan politik di Makedonia. Karena letaknya strategis di jalur Via Egnatia, kota ini menjadi tempat pertemuan berbagai budaya, agama, dan filsafat. Ketika Paulus memberitakan Injil di sana (Kis. 17:1–9), ia mengalami penolakan dari orang Yahudi dan tekanan dari masyarakat.
Jemaat yang lahir dari pemberitaan Injil itu masih muda dan menghadapi banyak penderitaan. Karena itu, Paulus merasa perlu menegaskan kembali ketulusan pelayanannya, agar jemaat tidak goyah oleh tuduhan lawan.
Konteks Sosial dan Budaya
Pada abad pertama, dunia Yunani-Romawi mengenal banyak pengajar keliling (sophists) yang mengandalkan kefasihan retorika. Mereka sering mencari patronase, dukungan finansial, serta popularitas. Tidak jarang mereka memanipulasi orang untuk memperoleh status sosial dan kekayaan.
Dalam konteks ini, para lawan Injil mungkin menuduh Paulus hanya sekadar pengajar keliling lain yang mencari keuntungan. Karena itu, Paulus menekankan bahwa ia tidak pernah mencari pujian atau hormat dari manusia.
Teologi Paulus tentang Pujian Manusia
Dalam beberapa surat, Paulus menekankan prinsip yang sama:
-
Galatia 1:10: “Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus.”
-
2 Korintus 4:5: “Sebab kami bukanlah memberitakan diri kami sendiri, tetapi Yesus Kristus sebagai Tuhan.”
Hal ini menunjukkan konsistensi Paulus dalam menolak pujian manusia sebagai motivasi pelayanan.
Analisis Kata dan Frasa
“Kami tidak pernah mencari hormat dari manusia” (ouk zētountes ex anthrōpōn doxan)
-
Kata zētountes (mencari) menunjukkan usaha aktif, yaitu mengejar sesuatu dengan tujuan tertentu. Paulus menolak orientasi pelayanan yang berfokus pada pencarian pengakuan manusia.
-
Kata doxa (kemuliaan, kehormatan) dalam konteks Yunani-Romawi merujuk pada reputasi sosial, pujian, atau status. Paulus menolak menjadikan itu sebagai tujuan.
“Baik dari kamu maupun dari orang lain”
Paulus menegaskan dua lingkup pencarian pujian:
-
Internal – dari jemaat sendiri yang ia layani.
-
Eksternal – dari masyarakat luas atau pihak di luar jemaat.
Dengan demikian, penolakan Paulus bersifat menyeluruh: ia tidak melayani demi pengakuan dari dalam maupun dari luar.
“Sekalipun kami dapat berbuat demikian sebagai rasul-rasul Kristus”
-
Paulus menegaskan bahwa ia dan rekan-rekannya memiliki hak dan otoritas sebagai rasul. Mereka berhak memperoleh dukungan, penghormatan, bahkan materi (bdk. 1 Kor. 9:1–14).
-
Namun, mereka rela melepaskan hak tersebut demi Injil. Inilah prinsip pelayanan yang didasarkan pada kerelaan berkorban.
Eksposisi Ayat
Penegasan Negatif: Tidak Mencari Pujian Manusia
Paulus memulai dengan penegasan negatif. Dalam konteks pelayanan, ini adalah bentuk apologetis sekaligus etis. Ia ingin menunjukkan bahwa pelayanan sejati berbeda dengan motivasi duniawi.
Penegasan Positif: Kesetiaan pada Kristus
Dengan menyebut “rasul-rasul Kristus”, Paulus menekankan identitas mereka sebagai utusan Kristus yang sah. Otoritas kerasulan bukan untuk kepentingan diri, melainkan untuk pelayanan Injil.
Paradoks Hak dan Pengorbanan
Paulus dan rekan-rekan memiliki hak, tetapi memilih tidak menggunakannya. Paradoks ini meneladani Kristus sendiri (Fil. 2:6–7), yang walaupun dalam rupa Allah, rela mengosongkan diri.
Sintesis Teologis
-
Motivasi Pelayanan Kristen
Pelayanan yang sejati harus didorong oleh ketaatan kepada Allah, bukan oleh keinginan akan pujian manusia. Hal ini sesuai dengan prinsip Reformed Soli Deo Gloria. -
Hak dan Pengorbanan
Hak kerasulan diakui, tetapi dilepaskan demi kemajuan Injil. Prinsip ini menunjukkan bahwa kebebasan Kristen tidak digunakan untuk kepentingan diri, tetapi untuk kasih dan pelayanan. -
Integritas dan Keteladanan
Pelayanan Paulus memberikan teladan integritas: ia melayani dengan hati yang murni, tidak mencari keuntungan pribadi. -
Kristus sebagai Teladan Utama
Pelayanan Paulus mencerminkan teladan Kristus, yang merendahkan diri-Nya demi keselamatan manusia.
Pandangan Para Teolog Reformed
John Calvin
Dalam komentarnya, Calvin menegaskan bahwa Paulus ingin membedakan dirinya dari guru palsu yang hanya mencari pujian. Menurut Calvin, ayat ini adalah cermin bagi para pelayan gereja: jika mereka mencari kehormatan manusia, pelayanan mereka sudah ternodai.
Charles Hodge
Hodge menekankan aspek apologetis: Paulus sedang membela kerasulannya dengan menunjukkan kemurnian motivasi. Ia menekankan bahwa otoritas kerasulan digunakan untuk membangun, bukan untuk mencari status.
John Stott (berorientasi Injili, tetapi banyak dirujuk dalam tradisi Reformed)
Stott menyoroti integritas pelayanan Paulus. Baginya, ayat ini menegaskan bahwa pelayanan Kristen tidak boleh dimotivasi oleh ambisi pribadi, melainkan oleh kasih kepada Allah dan sesama.
Martyn Lloyd-Jones
Lloyd-Jones menekankan prinsip Soli Deo Gloria. Menurutnya, dosa terbesar dalam pelayanan adalah keinginan untuk mendapatkan pengakuan manusia. Ia menegaskan bahwa pelayan sejati harus mencari kemuliaan Allah saja.
John Piper
Piper menghubungkan ayat ini dengan teologinya tentang Christian Hedonism: Paulus tidak mencari pujian manusia karena ia sudah menemukan kepuasan penuh dalam Allah. Dengan kata lain, kemuliaan Allah adalah sukacita terbesar seorang pelayan sejati.
Implikasi Praktis
-
Bahaya Ambisi dalam Pelayanan
Ayat ini memperingatkan bahaya ambisi pribadi dalam pelayanan modern, di mana popularitas, kekuasaan, dan status sering menjadi godaan. -
Kerelaan Melepaskan Hak
Seperti Paulus, pelayan Tuhan dipanggil untuk rela melepaskan hak demi kesaksian Injil. Ini bisa berarti rela berkorban secara finansial, kenyamanan, atau pengakuan demi pelayanan. -
Integritas dan Kepercayaan
Integritas adalah kunci dalam pelayanan. Jemaat hanya bisa percaya pada pemimpin yang tidak mencari kemuliaan diri, melainkan melayani dengan tulus. -
Soli Deo Gloria
Ayat ini meneguhkan prinsip Reformasi bahwa segala sesuatu dalam pelayanan harus diarahkan kepada kemuliaan Allah semata.
Kesimpulan
1 Tesalonika 2:6 memberikan gambaran jelas tentang motivasi dan integritas pelayanan Paulus. Ia menegaskan bahwa ia tidak mencari hormat dari manusia, meskipun sebagai rasul ia memiliki hak untuk itu. Sikap ini menunjukkan kerendahan hati, integritas, serta orientasi Allah-sentris dalam pelayanan.
Dalam terang teologi Reformed, ayat ini mengajarkan bahwa pelayanan sejati adalah pelayanan yang:
-
tidak mencari pujian manusia,
-
rela melepaskan hak demi Injil,
-
berorientasi pada kemuliaan Allah semata.
Pelayan Kristen di segala zaman dipanggil untuk mengikuti teladan Paulus dan Kristus: melayani bukan demi diri, melainkan demi kemuliaan Allah dan keselamatan umat manusia.