1 Tesalonika 3:1-5 Iman yang Bertahan di Tengah Penderitaan

Pendahuluan
Surat 1 Tesalonika adalah salah satu surat yang ditulis rasul Paulus dalam situasi pelayanan yang penuh tantangan. Jemaat Tesalonika adalah jemaat muda, yang lahir di tengah penganiayaan dan penolakan dari orang-orang Yahudi maupun orang kafir. Mereka baru saja menerima Injil, tetapi langsung harus menghadapi aniaya karena iman kepada Kristus.
Dalam 1 Tesalonika 3:1-5, Paulus menyatakan isi hatinya yang terdalam. Ia sangat rindu memastikan keadaan iman jemaat. Karena tidak tahan menanggung kerinduan dan kekhawatiran itu, ia mengutus Timotius untuk meneguhkan dan menguatkan mereka. Paulus tahu, iblis akan menggunakan penderitaan dan pencobaan untuk menggoncang iman orang percaya. Oleh sebab itu, ia menekankan pentingnya ketekunan iman, penghiburan di dalam Kristus, dan kesetiaan sampai akhir.
Dari teks ini kita akan melihat tiga hal besar:
-
Kerinduan Paulus akan keteguhan iman jemaat (ay. 1-2)
-
Realitas penderitaan sebagai bagian dari panggilan Kristen (ay. 3-4)
-
Bahaya pencobaan dan pentingnya penguatan iman (ay. 5)
1. Kerinduan Paulus akan Keteguhan Iman Jemaat (1 Tesalonika 3:1-2)
Paulus berkata, “Karena kami tidak dapat tahan lagi...” (1 Tesalonika 3:1). Ungkapan ini menunjukkan beban hati yang sangat besar. Paulus rela menanggung kesepian di Atena demi bisa mengutus Timotius untuk jemaat Tesalonika.
a. Hati seorang gembala sejati
-
John Calvin menekankan bahwa di sini kita melihat kasih pastoral Paulus. Ia bukan hanya pengajar doktrin, tetapi seorang bapa rohani yang rela mengorbankan kenyamanannya demi menjaga iman anak-anak rohaninya. Calvin menulis: “Seorang gembala sejati tidak mencari dirinya sendiri, tetapi rela ditinggalkan demi membangun iman kawanan domba Kristus.”
-
Paulus rela tinggal seorang diri di Atena, kota yang penuh dengan penyembahan berhala, demi mengutus Timotius. Inilah kasih seorang gembala yang sejati.
b. Peran Timotius
Paulus menyebut Timotius “saudara kita dan rekan sekerja Allah dalam pemberitaan Injil Kristus” (ay. 2). Sebutan ini menegaskan bahwa pelayanan Injil bukan hanya pekerjaan manusia, tetapi pekerjaan Allah.
-
Matthew Henry dalam komentarnya mengatakan: “Timotius diutus bukan sekadar sebagai wakil Paulus, tetapi sebagai rekan sekerja Allah. Dengan demikian, jemaat diingatkan bahwa yang bekerja menguatkan iman mereka adalah Allah sendiri melalui hamba-Nya.”
c. Tujuan pengutusan
Paulus menegaskan tujuan pengutusan Timotius:
-
Menguatkan hati jemaat (στῆριξαι – sterixai, “menopang, mengokohkan”).
-
Menasihati mereka tentang iman (παρακαλέσαι – parakalesai, “menghibur, mendorong, menasihati”).
Jadi, tujuan utama pelayanan Paulus bukan sekadar agar jemaat bertumbuh secara intelektual, tetapi supaya iman mereka bertahan di tengah penderitaan.
2. Realitas Penderitaan sebagai Bagian dari Panggilan Kristen (1 Tesalonika 3:3-4)
Paulus melanjutkan: “Supaya jangan ada orang yang goyang imannya karena kesusahan-kesusahan ini. Kamu sendiri tahu, bahwa kita ditentukan untuk itu.” (1 Tesalonika 3:3).
a. Penderitaan bukan kebetulan
Paulus tidak ingin jemaat terkejut dengan penderitaan. Ia berkata: “kita ditentukan untuk itu.” Dengan kata lain, penderitaan bukanlah kecelakaan rohani, melainkan bagian dari panggilan Allah.
-
Herman Bavinck menegaskan bahwa penderitaan orang percaya adalah bagian dari providensia Allah. Allah tidak hanya mengizinkan penderitaan, tetapi menetapkannya sebagai sarana untuk menyucikan dan menguatkan umat-Nya.
-
John Stott (walaupun bukan Reformed murni, tetapi dekat dengan tradisi Reformed) berkata: “Salib adalah tanda keaslian kekristenan. Jika kita mengikuti Kristus, kita juga akan memikul salib.”
b. Penderitaan sudah diperingatkan sejak awal
Paulus berkata di 1 Tesalonika 3:4: “...telah kami katakan kepada kamu terlebih dahulu, bahwa kita akan mengalami kesusahan.” Dengan demikian, penderitaan bukanlah kejutan bagi orang Kristen. Yesus sendiri sudah berkata: “Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia” (Yohanes 16:33).
c. Penderitaan sebagai alat pertumbuhan iman
-
John Owen menulis bahwa penderitaan bagi orang percaya adalah “sekolah Allah.” Di dalam penderitaan, Allah melatih iman, kesabaran, dan pengharapan kita.
-
Dalam tradisi Reformed, penderitaan bukan tanda Allah meninggalkan kita, melainkan tanda bahwa kita sedang diproses untuk lebih serupa Kristus.
3. Bahaya Pencobaan dan Pentingnya Penguatan Iman (1 Tesalonika 3:5)
Paulus kembali menegaskan kerinduannya: “Itulah sebabnya, aku, karena tidak tahan lagi, telah mengirim dia untuk mengetahui keadaan imanmu, kalau-kalau penggoda telah menggoda kamu, dan usaha kami menjadi sia-sia.”
a. Pencobaan dari Iblis
Paulus menyebut iblis sebagai “penggoda” (ὁ πειράζων – ho peirazōn). Iblis selalu berusaha menggunakan penderitaan untuk menjatuhkan iman orang percaya.
-
Calvin mengingatkan bahwa iblis tidak pernah berhenti berusaha menggoyahkan iman kita. Oleh sebab itu, kita harus selalu berjaga-jaga, berakar dalam firman, dan bersandar pada kasih karunia Kristus.
-
Martin Luther, walaupun bukan tokoh Reformed murni, menegaskan hal serupa: “Di mana Kristus membangun gereja-Nya, di sana iblis mendirikan kapelnya.” Artinya, pencobaan selalu hadir di tengah-tengah pertumbuhan iman.
b. Kekhawatiran Paulus
Paulus khawatir “usaha kami menjadi sia-sia.” Ini bukan berarti Paulus ragu akan kuasa Allah, tetapi menunjukkan realisme seorang gembala. Ia tahu, ada orang yang kelihatan percaya tetapi akhirnya murtad. Karena itu, ia terus mendoakan dan mengutus Timotius untuk memastikan iman jemaat tetap teguh.
c. Pentingnya penguatan iman
Iman yang sejati memang tidak mungkin hilang (doktrin perseverance of the saints dalam tradisi Reformed). Namun iman sejati perlu dipelihara, dikuatkan, dan diteguhkan melalui firman, doa, dan persekutuan jemaat. Inilah yang dilakukan Paulus melalui pengutusan Timotius.
4. Aplikasi Praktis bagi Gereja Masa Kini
-
Gembala harus memiliki hati yang penuh kasih dan peduli
Seperti Paulus, para pemimpin gereja harus rela berkorban demi keteguhan iman jemaat. Gereja bukan sekadar organisasi, melainkan kawanan domba Kristus yang harus dijaga. -
Jemaat harus menyadari realitas penderitaan
Kekristenan bukan jalan yang bebas dari masalah. Justru penderitaan adalah bukti kita mengikuti Kristus. Karena itu, jangan heran jika iman diuji. -
Kita harus waspada terhadap pencobaan
Iblis selalu berusaha menjatuhkan orang percaya, entah melalui penganiayaan, godaan dunia, atau kelemahan diri. Karena itu, kita harus hidup dalam firman dan doa. -
Iman perlu diteguhkan terus-menerus
Gereja harus menjadi tempat penguatan iman: melalui pengajaran yang sehat, persekutuan yang membangun, dan doa yang tekun.
5. Pandangan Beberapa Pakar Reformed
-
John Calvin – Menekankan hati pastoral Paulus yang rela berkorban demi jemaat, serta perlunya berjaga-jaga terhadap iblis yang selalu menggoda.
-
Matthew Henry – Melihat pengutusan Timotius sebagai tanda bahwa Allah sendirilah yang bekerja meneguhkan iman jemaat.
-
Herman Bavinck – Menegaskan penderitaan sebagai bagian dari providensia Allah yang menyucikan umat-Nya.
-
John Owen – Menyebut penderitaan sebagai “sekolah Allah” untuk melatih iman.
-
Charles Hodge – Menekankan bahwa kekhawatiran Paulus menunjukkan keseriusan tanggung jawab seorang gembala terhadap iman jemaat.
Penutup
Saudara-saudara, 1 Tesalonika 3:1-5 mengingatkan kita bahwa iman Kristen tidak pernah lepas dari penderitaan dan pencobaan. Namun, Allah setia menopang umat-Nya. Seperti Paulus mengutus Timotius untuk menguatkan jemaat, demikian pula Tuhan terus menguatkan kita melalui firman, Roh Kudus, dan persekutuan gereja.
Kiranya kita semua dikuatkan untuk tetap teguh berkata bersama Paulus:
“Kita ditentukan untuk itu.”
Ya, penderitaan adalah bagian dari panggilan, tetapi Kristus yang bangkit telah mengalahkan dunia.
Mari kita terus menjaga iman, saling menguatkan, dan bertahan sampai akhir, sebab hanya yang bertahan sampai akhir yang akan diselamatkan.
Amin.