Batu-Batu Halus Dari Sungai Purba: Kebenaran Lama Bagi Hidup Baru

Batu-Batu Halus Dari Sungai Purba: Kebenaran Lama Bagi Hidup Baru

Pendahuluan

Dalam 1 Samuel 17:40 kita membaca bahwa Daud, sebelum menghadapi Goliat, “mengambil lima batu yang licin dari sungai.” Batu-batu itu tampak sederhana — tidak bersinar, tidak besar — tetapi di tangan seorang yang diurapi Allah, batu itu menjadi senjata yang mengalahkan raksasa.

Judul “Smooth Stones Taken From Ancient Brooks” berasal dari karya Thomas Brooks, seorang teolog Puritan abad ke-17 yang terkenal karena kedalaman iman dan ketajaman rohaninya. Melalui judul itu, Brooks ingin mengingatkan umat Tuhan bahwa ada harta rohani yang kekal di dalam firman dan pengalaman para orang kudus masa lalu. Seperti batu-batu halus di sungai purba, kebenaran itu telah diuji oleh waktu dan air kehidupan.

Hari ini kita akan merenungkan tiga hal besar dari tema ini:

  1. Batu-batu halus itu adalah kebenaran kekal dari firman Allah.

  2. Batu-batu itu menjadi senjata iman bagi umat Tuhan dalam peperangan rohani.

  3. Batu-batu itu mengarahkan kita kepada Kristus sebagai Batu Penjuru yang sejati.

1. Batu-batu halus: Kebenaran kekal dari firman Allah

Dalam sungai sejarah keselamatan, Allah telah menurunkan kebenaran-Nya dari generasi ke generasi. Para nabi, rasul, bapa gereja, para Reformator, dan pengkhotbah Puritan telah menjadi alat untuk memoles batu-batu itu sehingga halus, indah, dan kuat.

Mazmur 12:6 berkata:

“Janji-janji TUHAN adalah janji-janji yang murni, bagaikan perak yang teruji tujuh kali dalam dapur peleburan di tanah.”

Thomas Brooks menulis bahwa setiap batu halus yang diambil dari “sungai purba” adalah kebenaran ilahi yang telah ditempa oleh ujian zaman. Firman Tuhan tidak pernah pudar oleh waktu. Ia tetap relevan dan tajam, seperti pedang bermata dua (Ibrani 4:12).

a. Kebenaran Allah tidak berubah

John Calvin berkata:

“Firman Allah bukanlah doktrin yang tumbuh dari tanah manusia, tetapi datang dari surga dan berdiri teguh di atas dasar kekal.”

Inilah sebabnya gereja Reformed menegaskan prinsip Sola Scriptura — bahwa Alkitab adalah satu-satunya otoritas tertinggi bagi iman dan kehidupan. Di tengah arus zaman yang terus berubah, firman Tuhan tetap menjadi batu dasar yang kokoh.

Brooks mengingatkan, sebagaimana batu halus di sungai menjadi semakin kuat karena terus digerus air, demikian pula kebenaran ilahi menjadi semakin berharga bagi mereka yang merenungkannya setiap hari. Orang Kristen sejati tidak mencari kebenaran baru, tetapi menggali lebih dalam kebenaran lama yang hidup.

Seperti kata Charles H. Spurgeon:

“Kita tidak memerlukan wahyu baru, tetapi api baru untuk menerangi wahyu lama.”

b. Kebenaran itu menuntun umat Allah di segala zaman

Kita sering terpesona dengan “hal-hal baru”, tetapi justru kebenaran lama yang telah dicoba oleh para orang kuduslah yang menguatkan gereja dari masa ke masa.

Dalam bukunya, Brooks menulis:

“Batu-batu halus ini diambil dari sungai para nabi dan rasul; mereka telah berjalan lebih dahulu di jalan penderitaan, dan kata-kata mereka adalah peluru yang menghancurkan benteng dosa.”

Kebenaran-kebenaran itu antara lain: kasih karunia Allah yang berdaulat, keselamatan oleh iman, keharusan pertobatan sejati, dan panggilan untuk hidup kudus. Semua ini bukanlah teori, tetapi pengalaman nyata dari orang-orang yang berjalan bersama Allah.

2. Batu-batu halus: Senjata iman dalam peperangan rohani

Kisah Daud melawan Goliat bukan sekadar kisah keberanian, tetapi gambaran iman yang menang melalui kuasa Allah. Daud tidak datang dengan pedang atau tombak, tetapi dengan batu-batu halus dan keyakinan kepada Tuhan semesta alam.

1 Samuel 17:45 berkata:

“Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak dan lembing, tetapi aku mendatangi engkau dengan nama TUHAN semesta alam.”

Batu-batu halus melambangkan kebenaran-kebenaran Injil yang digunakan oleh orang percaya untuk melawan musuh rohani. Dalam Efesus 6:11-17, Rasul Paulus berbicara tentang perlengkapan senjata Allah — sabuk kebenaran, perisai iman, pedang Roh, dan sebagainya.

Thomas Brooks mengajarkan bahwa setiap “batu halus” adalah janji atau perintah dari firman Allah yang dapat digunakan untuk mengalahkan pencobaan.

a. Batu iman melawan keraguan

Ketika iblis menanamkan benih ketakutan dan ketidakpastian, orang percaya dapat mengingat batu janji dari Roma 8:38-39:

“Tidak ada yang dapat memisahkan kita dari kasih Allah yang ada dalam Kristus Yesus Tuhan kita.”

John Owen berkata:

“Iman yang memegang janji Allah lebih kuat daripada semua kebohongan iblis.”

Dengan janji ini, kita menolak keraguan dan berdiri teguh di atas batu yang kokoh.

b. Batu kasih melawan kebencian

Ketika hati kita digoda untuk membalas kejahatan dengan kejahatan, kita mengambil batu dari Yohanes 13:34 — “Kasihilah seorang akan yang lain.” Kasih Kristus adalah kekuatan yang melawan kebencian dunia.

Richard Sibbes, seorang teolog Reformed Inggris, berkata:

“Kasih adalah senjata surgawi yang memadamkan api neraka di dalam hati manusia.”

c. Batu pengharapan melawan keputusasaan

Ketika penderitaan menimpa, kita melempar batu dari Mazmur 42:11:

“Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku? Berharaplah kepada Allah, sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya.”

George Whitefield menulis bahwa pengharapan adalah “jangkar jiwa yang tertanam dalam kedalaman kasih Allah.”

Brooks mengingatkan bahwa dalam setiap peperangan rohani, kita tidak boleh melupakan sungai itu — yaitu firman Allah — tempat kita mengambil batu-batu halus itu. Tanpa firman, kita datang ke medan perang tanpa senjata.

3. Batu-batu halus menunjuk kepada Kristus sebagai Batu Penjuru

Semua kebenaran dalam Kitab Suci dan semua pengalaman orang kudus akhirnya mengarah kepada satu pribadi: Yesus Kristus, Batu Penjuru yang hidup.

1 Petrus 2:4-6 berkata:

“Datanglah kepada-Nya, batu yang hidup, yang memang dibuang oleh manusia, tetapi dipilih dan dihormati di hadapan Allah... ‘Lihatlah, Aku meletakkan di Sion sebuah batu penjuru yang terpilih, sebuah batu yang mahal.’”

a. Kristus: Dasar yang kokoh bagi iman kita

John Calvin menyebut Kristus sebagai “fundamentum totius ecclesiae” — dasar dari seluruh gereja. Semua pengajaran, semua pelayanan, dan semua pengharapan berakar di dalam Dia. Tanpa Kristus, bahkan kebenaran teologis pun kehilangan kekuatannya.

Thomas Watson berkata:

“Kristus adalah batu yang keras untuk menopang, tetapi lembut untuk menenangkan hati yang patah.”

Ketika kita mengambil batu-batu halus dari firman, kita sesungguhnya sedang mengambil bagian dari diri Kristus — karena seluruh Kitab Suci bersaksi tentang Dia (Yohanes 5:39).

b. Kristus: Senjata kemenangan kita

Kristus bukan hanya dasar iman, tetapi juga senjata kemenangan melawan dosa dan maut. Seperti Daud yang mengalahkan Goliat dengan batu, demikian pula Kristus telah mengalahkan iblis di salib.

Kolose 2:15 berkata:

“Ia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenangan-Nya atas mereka.”

Spurgeon menulis:

“Salib adalah batu halus yang paling tajam, dilemparkan oleh tangan ilahi untuk menghancurkan kepala naga.”

Karena Kristus telah menang, maka kita pun dapat berjalan dalam kemenangan yang sama.

c. Kristus: Batu yang menopang pengharapan kekal

Hari demi hari, dunia ini mengguncang dasar iman banyak orang. Tetapi orang percaya yang berdiri di atas Batu Penjuru tidak akan goyah.

Mazmur 62:2 berkata:

“Hanya Dialah gunung batuku dan keselamatanku, kubuku; aku tidak akan goyah.”

Thomas Brooks menulis bahwa orang Kristen yang berpegang pada Kristus akan tetap tenang meskipun dunia berguncang, sebab batunya bukan batu duniawi, melainkan batu kekekalan.

4. Aplikasi bagi kehidupan orang percaya

a. Kembali kepada sungai firman

Setiap hari, kita harus datang kembali ke sungai firman Tuhan untuk mengambil batu-batu halus itu — membaca, merenung, dan menghidupi kebenaran yang sudah terbukti.

Brooks berkata:

“Firman Tuhan adalah sungai yang dalam; semakin engkau menyelaminya, semakin banyak batu berharga engkau temukan.”

Jangan biarkan iman kita menjadi kering karena kita tidak lagi menyelami kebenaran lama yang menyegarkan.

b. Gunakan batu-batu itu dalam doa

Doa adalah saat di mana kita mengangkat batu-batu itu di hadapan Tuhan dan mengingat janji-Nya. Seperti Daud, kita tidak melawan dengan kekuatan sendiri, tetapi dengan kuasa nama Tuhan.

John Owen menulis:

“Setiap janji firman adalah anak panah doa; ketika kita berdoa berdasarkan janji, kita sedang menembakkan panah tepat ke sasaran hati Allah.”

c. Ajarkan batu-batu itu kepada generasi berikut

Orang tua dan pelayan Tuhan dipanggil untuk mengajarkan kebenaran-kebenaran ini kepada anak-anak dan jemaat. Firman yang telah diuji oleh zaman harus diteruskan.

Mazmur 78:4 berkata:

“Kami tidak akan menyembunyikan kepada anak-anak mereka, tetapi akan menceritakan kepada angkatan yang kemudian puji-pujian kepada TUHAN dan kekuatan-Nya.”

Dengan demikian, sungai firman itu tidak pernah kering, karena terus mengalir dari hati ke hati, dari generasi ke generasi.

d. Percayalah bahwa setiap batu kecil berarti

Mungkin kita merasa kecil di dunia yang besar ini, seperti Daud di hadapan Goliat. Tetapi jika kita membawa “batu halus” iman dan kebenaran, Allah sanggup memakai yang kecil untuk menaklukkan yang besar.

Spurgeon menulis:

“Tidak ada firman yang terlalu kecil, tidak ada pelayanan yang terlalu sederhana, bila dikerjakan dalam kuasa Allah.”

5. Penutup: Batu dari Sungai Kekekalan

Saudara-saudara, sungai purba itu masih mengalir. Firman Tuhan tetap segar, janji-janji-Nya tetap berlaku, dan kuasa-Nya tidak berkurang. Kita dipanggil bukan untuk menemukan sesuatu yang baru, tetapi untuk mengambil kembali batu-batu halus itu dan memakainya dengan iman.

Thomas Brooks menutup bukunya dengan kalimat ini:

“Batu-batu ini akan tetap halus di tangan siapa pun yang mengasihi Kristus; karena tangan iman membuat setiap kebenaran hidup dan berdaya guna.”

Marilah kita hidup dengan iman seperti Daud — tidak bersandar pada kekuatan dunia, tetapi pada janji Allah yang kekal. Dan marilah kita menjadi umat yang memelihara dan mewariskan batu-batu halus dari sungai firman itu, sampai hari kita melihat Batu Penjuru itu muka dengan muka.

Next Post Previous Post