Kejadian 5:12–14: Kematian dan Kasih Karunia Allah
.jpg)
Teks: “Setelah Kenan hidup tujuh puluh tahun, ia memperanakkan Mahalaleel. Dan Kenan hidup sesudah memperanakkan Mahalaleel delapan ratus empat puluh tahun lagi, dan ia memperanakkan anak-anak laki-laki dan perempuan. Jadi Kenan mencapai umur sembilan ratus sepuluh tahun, lalu ia mati.” — Kejadian 5:12–14
Pendahuluan: Silsilah yang Mengajar tentang Hidup dan Mati
Kejadian pasal 5 sering dianggap sebagai bagian Alkitab yang “kering,” hanya berupa daftar nama dan angka. Namun, bagi mereka yang meneliti dengan mata iman, silsilah ini penuh dengan makna rohani yang dalam. Silsilah ini bukan sekadar catatan genealogis; ini adalah pengingat tentang dosa, kematian, dan kasih karunia Allah.
Setiap ayat diakhiri dengan kata yang menggemakan kutuk dosa: “lalu ia mati.” Kata ini mengingatkan kita akan kebenaran yang tak terelakkan—upah dosa adalah maut (Roma 6:23). Namun di balik kematian yang berulang-ulang, kita melihat sinar kasih karunia Allah yang tetap memelihara umat manusia dan rencana penebusan-Nya.
John Calvin dalam Commentary on Genesis mengatakan bahwa silsilah Genesis* mengatakan bahwa silsilah ini menegaskan “kebenaran ilahi yang diucapkan kepada Adam, bahwa pada hari engkau memakan buah itu, engkau akan mati.” Tetapi, di tengah-tengah kematian, kehidupan tetap berlanjut karena kasih karunia Allah bekerja melalui keturunan yang dijaga-Nya.
1. Keberlanjutan Hidup dalam Rencana Allah (Kejadian 5:12–13)
Kenan hidup tujuh puluh tahun dan memperanakkan Mahalaleel. Angka ini menunjukkan keberlanjutan hidup di tengah kematian. Meski generasi demi generasi berlalu, janji Allah tetap bekerja. Dalam bahasa Ibrani, nama Mahalaleel berarti “pujian kepada Allah.” Dengan demikian, bahkan dalam kelahiran anak-anak di tengah dunia yang telah jatuh, ada pengakuan akan kemuliaan Tuhan.
Matthew Henry menulis bahwa dalam silsilah ini, “setiap kelahiran adalah bukti bahwa Allah belum meninggalkan dunia ini.” Allah masih memperkenankan umat manusia untuk beranak cucu, menandakan bahwa kasih setia-Nya belum berakhir.
Bagi umat Reformed, ini mengingatkan kita akan providentia Dei — pemeliharaan Allah atas ciptaan-Nya. Hidup manusia tidak berjalan secara kebetulan. Setiap kelahiran, setiap umur panjang, dan bahkan setiap kematian berada dalam tangan Allah yang berdaulat. Sebagaimana Mazmur 31:15 berkata: “Masa hidupku ada dalam tangan-Mu.”
2. Umur Panjang dan Kasih Karunia yang Bersabar
Kenan hidup sembilan ratus sepuluh tahun—angka yang luar biasa bagi kita. Dalam konteks Alkitab, umur panjang seperti ini mencerminkan dua hal: kemurahan Allah dan lambatnya murka-Nya.
R.C. Sproul pernah menjelaskan bahwa umur panjang manusia pada zaman purba merupakan manifestasi dari “kasih karunia umum Allah” (common grace), di mana Tuhan menunda hukuman penuh atas dosa untuk memungkinkan rencana keselamatan-Nya berjalan. Dunia pada masa itu tidak segera dibinasakan, karena Allah sabar terhadap dosa manusia.
2 Petrus 3:9 menyatakan: “Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya... Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat.”
Umur panjang Kenan menjadi simbol dari kesabaran Allah yang besar. Dalam kerangka teologi Reformed, kita memahami bahwa kesabaran Allah bukan berarti ketidakadilan, melainkan sarana untuk menuntun manusia kepada pertobatan.
3. Kematian sebagai Kenyataan yang Tak Terhindarkan (Kejadian 5:14)
Akhir dari setiap catatan dalam Kejadian 5 selalu sama: “lalu ia mati.” Inilah kesimpulan tragis dari kehidupan manusia di dunia yang telah jatuh ke dalam dosa. Tidak peduli seberapa panjang umur seseorang, kematian tetap datang.
John Owen, teolog Puritan besar, menyebut kematian sebagai “musuh terakhir yang ditaklukkan oleh Kristus.” Dalam bukunya The Death of Death in the Death of Christ, ia menegaskan bahwa kematian fisik menjadi simbol realitas rohani yang lebih dalam—pemisahan manusia dari Allah karena dosa.
Namun, bagi orang percaya, kematian bukanlah akhir. Dalam Kristus, kematian telah kehilangan sengatnya (1 Korintus 15:55). Dengan demikian, ketika kita membaca “lalu ia mati,” kita harus melihatnya dalam terang Injil—sebagai jalan menuju kehidupan yang kekal bagi mereka yang percaya kepada Sang Penebus.
4. Silsilah dan Rencana Penebusan
Mengapa Allah mencatat silsilah seperti ini dengan rinci? Karena setiap nama di dalamnya mengarah pada rencana penebusan yang memuncak dalam Yesus Kristus. Lukas 3:23–38 mencatat garis keturunan Yesus yang menelusuri kembali hingga Adam melalui Set, bukan melalui Kain. Ini menunjukkan kesinambungan janji Allah bahwa “benih perempuan itu akan meremukkan kepala ular” (Kejadian 3:15).
Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics menulis bahwa “silsilah-silsilah dalam Alkitab adalah jembatan antara penciptaan dan penebusan.” Melalui garis keturunan manusia yang tampaknya biasa, Allah bekerja secara luar biasa untuk menghadirkan Juruselamat dunia.
Kenan, Mahalaleel, dan generasi setelah mereka adalah bagian dari rantai sejarah keselamatan. Mereka bukan tokoh besar seperti Abraham atau Musa, tetapi Allah memakai mereka untuk menjaga janji-Nya. Ini menunjukkan bahwa setiap hidup manusia, betapapun tampaknya sederhana, memiliki tempat dalam rencana kekal Allah.
5. Kehidupan Sehari-hari dan Iman yang Bertahan
Dalam Kejadian 5, kita tidak diberitahu banyak tentang apa yang dilakukan Kenan selama hidupnya. Tidak ada mukjizat besar, tidak ada kisah heroik. Namun, fakta bahwa ia hidup dalam keturunan Set menunjukkan bahwa ia termasuk dalam garis orang-orang yang berseru kepada nama TUHAN (Kejadian 4:26).
Louis Berkhof menekankan bahwa iman sejati tidak selalu ditandai oleh tindakan besar, tetapi oleh ketekunan dalam hidup yang setia. Kenan mungkin hidup “biasa,” tetapi ia hidup di bawah perjanjian Allah. Dalam hal ini, kehidupannya menjadi kesaksian tentang iman yang bertahan di tengah dunia yang jahat.
Kita juga dipanggil untuk menjalani hidup yang setia dalam panggilan sehari-hari, meskipun tidak terkenal. Paulus berkata dalam 1 Korintus 10:31, “Jika engkau makan atau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.”
6. Pelajaran Teologis dari Kematian Kenan
Kematian Kenan mengajarkan kita beberapa pelajaran penting:
- 
Kematian adalah konsekuensi dosa. 
 Allah setia kepada firman-Nya; manusia berdosa, maka manusia mati. Ini adalah realitas keadilan ilahi.
- 
Kasih karunia Allah lebih besar dari dosa. 
 Meski manusia mati, Allah tetap melanjutkan rencana keselamatan-Nya.
- 
Kematian bukan akhir bagi orang percaya. 
 Melalui Kristus, kematian menjadi pintu menuju kehidupan kekal.
Dalam Institutes of the Christian Religion, Calvin menulis bahwa “dalam kematian orang percaya, kita melihat bukan penghancuran diri, tetapi peralihan menuju kehidupan yang sejati.” Dengan demikian, kematian Kenan mengingatkan kita akan pengharapan kebangkitan di dalam Kristus.
7. Penerapan Praktis bagi Orang Percaya Masa Kini
a. Belajarlah melihat hidup sebagai anugerah Allah.
Setiap napas adalah bukti kasih karunia-Nya. Kita tidak berhak atas umur panjang, tetapi kita menerima hidup ini dari tangan Allah.
b. Gunakan waktu dengan bijak.
Kenan hidup 910 tahun, tetapi yang penting bukan berapa lama kita hidup, melainkan bagaimana kita hidup bagi Tuhan.
c. Siapkan diri menghadapi kematian dengan iman.
Setiap “lalu ia mati” mengingatkan kita bahwa kita juga akan menghadapi hari itu. Pertanyaannya: apakah kita sudah berdamai dengan Allah melalui Kristus?
d. Teruskan iman kepada generasi berikutnya.
Kenan memperanakkan Mahalaleel—ia meneruskan keturunan yang memuliakan Allah. Orang percaya dipanggil untuk membesarkan anak-anak dalam pengenalan akan Tuhan (Efesus 6:4).
8. Kristus: Jawaban atas Kutuk Kematian
Semua silsilah Kejadian 5 menuntun kita kepada satu kesimpulan: manusia mati, tetapi Kristus hidup. Ia datang untuk mematahkan kutuk kematian yang diwarisi dari Adam.
Dalam Roma 5:17 Paulus berkata: “Jika oleh pelanggaran satu orang maut telah berkuasa... maka lebih benar lagi mereka yang menerima kelimpahan kasih karunia... akan hidup dan berkuasa oleh karena satu orang itu, yaitu Yesus Kristus.”
Yesus adalah Adam yang kedua, yang membawa kehidupan kekal bagi umat-Nya. Di dalam Dia, kutuk “lalu ia mati” berubah menjadi janji “barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati” (Yohanes 11:25).
Kesimpulan: Dari Kematian Menuju Kehidupan
Kejadian 5:12–14 bukan hanya catatan sejarah tentang Kenan; ini adalah refleksi teologis tentang kondisi manusia dan kasih karunia Allah. Di balik daftar nama dan umur panjang, kita menemukan Injil yang tersembunyi—Allah yang sabar, yang memelihara hidup manusia, dan yang menepati janji penebusan melalui Kristus.
Silsilah ini mengingatkan kita bahwa meski hidup manusia berakhir dengan “lalu ia mati,” bagi orang percaya, ada kata akhir yang berbeda: “dan ia hidup bersama Tuhan untuk selama-lamanya.”
Kiranya kita, seperti Kenan, hidup di bawah perjanjian Allah, meneruskan iman, dan menantikan hari di mana kematian akan ditelan oleh kemenangan di dalam Kristus.
 
 
 
 
 
