Markus 3:16–19 Dipanggil Untuk Menjadi Murid Kristus

Markus 3:16–19 Dipanggil Untuk Menjadi Murid Kristus

“Inilah kedua belas orang yang diangkat-Nya menjadi rasul: Simon, yang disebut-Nya juga Petrus, Yakobus anak Zebedeus, dan Yohanes, saudara Yakobus; keduanya disebut-Nya Boanerges, yang artinya: anak-anak guruh; Andreas, Filipus, Bartolomeus, Matius, Tomas, Yakobus anak Alfeus, Tadeus, Simon orang Zelot, dan Yudas Iskariot, yang mengkhianati Dia.”— Markus 3:16–19

I. PENDAHULUAN: PANGGILAN YESUS YANG MEMILIH

Ketika kita membaca daftar nama dua belas rasul dalam Markus 3 ini, mungkin sekilas kita merasa bahwa ini hanyalah daftar biasa—sekumpulan nama tanpa kisah dramatis. Namun di balik daftar nama ini tersembunyi pelajaran rohani yang mendalam mengenai kedaulatan Allah, kasih karunia Kristus, dan panggilan untuk melayani dalam kelemahan manusia.

Setiap nama di sini bukan muncul secara acak, tetapi dipilih secara khusus oleh Tuhan Yesus sendiri. Markus menulis bahwa Yesus “memanggil orang-orang yang dikehendaki-Nya” (Markus 3:13), dan kemudian menetapkan mereka sebagai rasul. Pemilihan ini bukan hasil kompetisi, bukan karena kemampuan manusia, melainkan karena kehendak dan anugerah Allah.

John Calvin menegaskan:

“Pemilihan para rasul adalah bukti nyata bahwa segala keberhasilan dalam pelayanan berasal dari kasih karunia Allah, bukan dari kelayakan manusia.” (Commentary on the Synoptic Gospels)

Dengan kata lain, Kristus tidak mencari orang yang hebat, melainkan membentuk orang biasa menjadi alat-Nya yang luar biasa.

II. KONTEKS: PANGGILAN PARA RASUL DALAM PELAYANAN YESUS

Pasal ini adalah momen penting dalam pelayanan Yesus. Setelah menghadapi perlawanan dari orang Farisi dan ahli Taurat (Markus 3:1–6), Yesus naik ke gunung (Markus 3:13). Tindakan “naik ke gunung” mengingatkan kita pada momen-momen penting dalam Alkitab: Musa menerima Hukum Taurat di gunung, Elia mendengar suara Allah di gunung Horeb. Di sini, Yesus sebagai Pengantara Perjanjian Baru juga memanggil murid-murid-Nya di gunung—tempat persekutuan dengan Allah dan simbol otoritas rohani.

Panggilan dua belas murid memiliki dua makna besar:

  1. Simbol Israel Baru — seperti ada dua belas suku Israel, Yesus membentuk komunitas baru yang mewakili umat Allah sejati.

  2. Permulaan Gereja — dari kelompok kecil inilah Gereja Kristus akan bertumbuh dan menyebar ke seluruh dunia.

William Hendriksen menulis:

“Dua belas rasul adalah fondasi dari Gereja; melalui mereka, Injil Kristus mulai menyebar ke segala bangsa.” (New Testament Commentary: Mark)

III. EKSposisi AYAT DEMI AYAT

1. Simon, yang disebut juga Petrus

Petrus adalah yang pertama disebut—dan selalu pertama dalam daftar rasul di keempat Injil. Namanya berarti “batu kecil”. Ia dikenal impulsif, berani, dan terkadang gegabah. Namun, Kristus menamakannya Petros (batu), bukan karena sifatnya, tetapi karena rencana Allah yang akan membentuknya menjadi batu karang iman.

John Calvin menulis:

“Kristus tidak memanggil Petrus karena dia sudah kokoh, tetapi agar dia dijadikan kokoh.”

Petrus menggambarkan transformasi kasih karunia — dari seorang nelayan sederhana menjadi gembala jemaat Allah (1 Petrus 5:2–3). Pelajaran besar: Kristus memanggil bukan yang sempurna, tetapi yang siap dibentuk.

2. Yakobus dan Yohanes, anak Zebedeus — Boanerges (anak-anak guruh)

Yesus memberi mereka julukan Boanerges, artinya “anak-anak guruh”. Mungkin karena temperamen mereka yang berapi-api (Lukas 9:54). Namun, di tangan Yesus, api kemarahan mereka diubah menjadi api kasih. Yohanes, yang dulu ingin menjatuhkan api dari langit, kemudian menjadi rasul kasih yang menulis, “Allah adalah kasih.”

Charles Spurgeon berkomentar:

“Kristus tidak memadamkan semangat mereka, tetapi menyalurkannya bagi kerajaan Allah.”

Inilah keindahan pekerjaan Kristus: Ia tidak menghapuskan kepribadian kita, melainkan menebuskannya dan mengarahkannya untuk kemuliaan Tuhan.

3. Andreas

Andreas dikenal sebagai murid yang selalu membawa orang lain kepada Yesus. Dialah yang membawa Simon saudaranya kepada Kristus (Yohanes 1:41), juga anak kecil dengan lima roti dan dua ikan (Yohanes 6:8). Ia tidak banyak bicara, tetapi tindakannya berbicara banyak.

R.C. Sproul menyebut Andreas sebagai “rasul penghubung”:

“Andreas adalah contoh dari penginjil sejati — tidak mencari perhatian, tetapi selalu menunjukkan orang lain kepada Kristus.”

Pelajaran: Pelayanan sejati bukan tentang popularitas, tetapi tentang mengarahkan orang kepada Yesus.

4. Filipus

Filipus berasal dari Betsaida, kota yang sama dengan Petrus dan Andreas. Ia dikenal rasional dan logis. Ketika Yesus hendak memberi makan lima ribu orang, dialah yang menghitung biaya (Yoh. 6:7). Namun Yesus memakai imannya yang kecil untuk menunjukkan kuasa besar Allah.

Filipus menggambarkan iman yang sedang bertumbuh. Ia belum mengerti semuanya, tetapi terus mengikuti Yesus. Dalam Yohanes 14:8, ia berkata, “Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami.” Dan Yesus menjawab, “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa.”

Filipus adalah contoh bahwa iman yang jujur, meski sederhana, tetap berharga di mata Tuhan.

5. Bartolomeus (Nathanael)

Bartolomeus, yang juga dikenal sebagai Nathanael, digambarkan oleh Yesus sebagai “seorang Israel sejati, yang tidak ada kepalsuan di dalamnya” (Yohanes 1:47). Ia adalah pribadi yang tulus dan jujur, meski awalnya skeptis: “Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?”

John MacArthur berkata:

“Bartolomeus adalah contoh orang yang jujur mencari kebenaran. Kristus menghargai kejujuran rohani lebih daripada kepura-puraan religius.”

Ia menunjukkan bahwa iman yang sejati tidak lahir dari kebutaan, melainkan dari hati yang terbuka kepada kebenaran.

6. Matius (Lewi)

Matius adalah pemungut cukai — profesi yang dibenci karena dianggap kolaborator Roma dan korup. Namun Yesus memanggil dia di tengah pekerjaannya (Markus 2:14). Dari pemungut pajak menjadi penginjil, dari penipu menjadi penulis Injil.

Calvin menulis:

“Pemilihan Matius adalah bukti bahwa kasih karunia Allah tidak mengenal batas. Ia mengangkat yang paling hina untuk menjadi alat kemuliaan-Nya.”

Matius menggambarkan kasih karunia yang menebus masa lalu. Tidak ada dosa yang terlalu besar bagi kuasa Kristus.

7. Tomas

Tomas sering diingat karena keraguannya, tetapi lebih tepat disebut realistis. Ia tidak mudah percaya tanpa bukti, namun ketika ia melihat Kristus yang bangkit, ia berseru, “Ya Tuhanku dan Allahku!” (Yohanes 20:28).

John Owen menulis:

“Tomas adalah bukti bahwa iman yang sejati bukan tanpa keraguan, tetapi keraguan itu akhirnya ditaklukkan oleh kebenaran Kristus.”

Iman sejati bukan tidak pernah ragu, tetapi menyerahkan keraguan kepada Tuhan.

8. Yakobus anak Alfeus

Kita tidak tahu banyak tentang Yakobus ini, dan justru di situlah pelajarannya. Ia adalah contoh pelayan yang setia tanpa terkenal.
William Barclay menulis:

“Yakobus anak Alfeus adalah bukti bahwa tidak semua pelayan Tuhan dipanggil untuk menjadi terkenal; beberapa dipanggil hanya untuk setia.”

Di mata dunia, ia mungkin “tidak penting”, tetapi dalam daftar surgawi, kesetiaannya tercatat selamanya.

9. Tadeus (Yudas anak Yakobus)

Tadeus dikenal juga sebagai Yudas, bukan Iskariot. Dalam Yohanes 14:22, ia bertanya, “Tuhan, apakah sebabnya Engkau mau menyatakan diri-Mu kepada kami dan bukan kepada dunia?”
Pertanyaannya tulus dan penuh kasih kepada Tuhan. Ia mewakili murid yang ingin mengenal lebih dalam rencana Allah.

Spurgeon berkomentar:

“Pertanyaan Tadeus menunjukkan kerendahan hati rohani; ia tidak menuntut, tetapi mencari pengertian.”

Ia mengingatkan kita bahwa pertanyaan yang jujur dapat menjadi bagian dari pertumbuhan iman.

10. Simon orang Zelot

Zelot berarti “yang bersemangat”. Ia mungkin bagian dari kelompok nasionalis Yahudi yang menentang penjajahan Romawi. Namun kini, semangatnya diarahkan bukan untuk revolusi politik, tetapi kerajaan Allah.

R.C. Sproul menulis:

“Simon Zelot adalah contoh radikal sejati — bukan karena ia ingin menggulingkan Roma, tetapi karena ia menyerahkan seluruh hidupnya kepada Raja sejati, Kristus.”

Kristus menaklukkan fanatisme politiknya menjadi semangat rohani. Ia adalah contoh bagaimana Injil mengubah ideologi menjadi ibadah.

11. Yudas Iskariot — yang mengkhianati Dia

Nama ini membawa nada sedih. Di antara dua belas yang dipilih, satu ternyata menjadi pengkhianat. Ini menunjukkan realitas tragis bahwa tidak semua yang dekat dengan Kristus mengenal Dia dengan benar.

Calvin menulis:

“Yudas dipilih bukan karena ia ditentukan untuk binasa, tetapi agar melalui dirinya Allah menunjukkan bahwa bahkan dalam kejatuhan manusia, rencana-Nya tidak gagal.”

Pelajaran penting: Kedekatan lahiriah dengan Kristus tidak menjamin keselamatan rohani. Banyak orang melayani, mendengar, dan melihat mujizat, namun tidak sungguh percaya.

John Owen menambahkan:

“Yudas adalah cermin yang menegur kita — kita bisa berada di antara murid-murid Kristus, tetapi hati kita bisa jauh dari-Nya.”

IV. TEMA TEOLOGIS UTAMA

1. KEDAULATAN KRISTUS DALAM MEMANGGIL

Kristus tidak memilih berdasarkan prestasi atau status sosial. Ia memilih berdasarkan kasih karunia. Petrus, Matius, Simon Zelot — semuanya berbeda latar belakang, tetapi dipersatukan oleh panggilan yang sama.

Efesus 1:4 berkata: “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan.”
Pemilihan ilahi ini bukanlah diskriminasi, melainkan kasih yang aktif dari Allah yang berdaulat.

John Calvin menulis:

“Kedaulatan pemilihan Kristus menegaskan bahwa keselamatan adalah karya Allah sepenuhnya, agar tidak ada seorang pun yang memegahkan diri.”

2. KELEMAHAN MANUSIA DAN KASIH KARUNIA ALLAH

Setiap nama dalam daftar ini mencerminkan kelemahan manusia: Petrus yang menyangkal, Tomas yang ragu, Matius yang berdosa, Yudas yang jatuh. Namun justru di situ kasih karunia Allah bersinar paling terang.

John MacArthur berkata:

“Daftar ini bukan daftar orang besar, tetapi daftar orang biasa yang dipakai Allah untuk karya besar.”

Ini memberi penghiburan bagi kita: Allah memakai kita bukan karena kita kuat, tetapi karena kasih karunia-Nya cukup bagi kita.

3. TUJUAN PANGGILAN: UNTUK MEMBERITAKAN DAN MENJADI SAKSI

Yesus memanggil mereka “untuk menyertai-Nya dan untuk diutus” (Mrk. 3:14). Ada dua aspek penting panggilan Kristen:

  1. Kehadiran — “menyertai-Nya”
    Ini berbicara tentang hubungan pribadi dengan Kristus. Sebelum melayani, kita harus lebih dulu bersekutu dengan-Nya.
    Seperti dikatakan R.C. Sproul:

    “Panggilan pertama setiap murid adalah persekutuan, bukan pekerjaan.”

  2. Pengutusan — “untuk diutus memberitakan”
    Setelah persekutuan, datanglah pengutusan. Gereja yang sejati tidak hanya berdiam di gunung persekutuan, tetapi turun ke lembah pelayanan.

V. APLIKASI PRAKTIS UNTUK JEMAAT MASA KINI

  1. Allah memanggil orang biasa untuk pekerjaan luar biasa.
    Tidak perlu menunggu sempurna untuk dipakai Tuhan. Seperti Petrus dan Matius, Tuhan memanggil kita sebagaimana adanya, dan membentuk kita sesuai kehendak-Nya.

  2. Setiap murid memiliki peran unik.
    Tidak semua menjadi pemimpin seperti Petrus; ada yang seperti Andreas — senyap tetapi efektif. Dalam tubuh Kristus, setiap bagian penting.

  3. Kasih karunia Allah lebih besar dari kegagalan kita.
    Jika Petrus bisa dipulihkan, maka tidak ada dosa yang tidak bisa ditebus oleh Kristus.

  4. Waspadalah terhadap kemunafikan rohani.
    Yudas mengingatkan kita bahwa pelayanan tanpa pertobatan sejati hanyalah topeng yang akan runtuh. Iman sejati selalu disertai kasih kepada Kristus.

  5. Kehidupan murid dimulai dari persekutuan dengan Kristus.
    Kita tidak bisa melayani tanpa terlebih dahulu “menyertai-Nya.” Pelayanan sejati lahir dari keintiman dengan Tuhan.

VI. PENUTUP: DARI GUNUNG PANGGILAN MENUJU MISI DUNIA

Dua belas rasul ini memulai langkah dari gunung kecil di Galilea, tetapi dari merekalah Injil menjalar ke seluruh bumi. Mereka lemah, terbatas, bahkan jatuh. Namun satu hal yang pasti: mereka pernah dipanggil oleh Yesus.

Yesus Kristus yang sama masih memanggil hari ini — bukan hanya untuk menjadi penonton, tetapi menjadi murid sejati yang hidup dalam persekutuan dan misi.
Seperti Petrus, Yakobus, Yohanes, dan bahkan Matius, kita pun dipanggil untuk mengikuti, diubahkan, dan diutus.

Hendriksen menutup komentarnya atas bagian ini dengan kata-kata yang indah:

“Dari tangan Sang Guru, batu-batu kasar itu dipahat menjadi fondasi Gereja yang kekal. Maka siapa pun yang berada dalam tangan Kristus, tidak ada yang sia-sia.”

Next Post Previous Post