Makna Perjamuan Kudus Tuhan
.jpg)
Pendahuluan
Perjamuan Kudus adalah salah satu sakramen yang paling sakral dalam kehidupan umat Kristen. Dalam tradisi Reformed, Perjamuan Kudus bukan hanya sekadar simbol atau ritual yang dilakukan secara rutin, tetapi merupakan sarana anugerah di mana Kristus sendiri hadir secara rohani untuk menguatkan iman umat-Nya. Banyak orang mungkin memandang Perjamuan Kudus hanya sebagai kenangan akan kematian Kristus, namun menurut ajaran Alkitab dan teologi Reformed, maknanya jauh lebih dalam.
Perjamuan Kudus menjadi titik pertemuan antara anugerah Allah dan iman manusia. Di dalamnya, orang percaya mengalami persekutuan yang sejati dengan Kristus dan sesama tubuh Kristus. Oleh sebab itu, memahami makna Perjamuan Kudus Tuhan secara benar adalah hal yang sangat penting agar kita tidak hanya melakukannya sebagai rutinitas, tetapi sebagai perjumpaan rohani yang memperbarui dan menghidupkan iman kita.
I. Dasar Alkitabiah dari Perjamuan Kudus
Perjamuan Kudus pertama kali diperkenalkan oleh Tuhan Yesus sendiri pada malam sebelum Ia disalibkan. Dalam Matius 26:26–29, tertulis:
“Dan ketika mereka sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata: ‘Ambillah, makanlah, inilah tubuh-Ku.’ Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: ‘Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa.’”
Peristiwa ini kemudian ditegaskan kembali oleh Rasul Paulus dalam 1 Korintus 11:23–26, yang menjadi dasar utama bagi pelaksanaan sakramen ini dalam gereja:
“Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil roti... dan berkata: ‘Perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku.’”
Dari kedua bagian Kitab Suci ini, jelas bahwa Perjamuan Kudus bukanlah hasil penemuan manusia, melainkan perintah langsung dari Kristus sendiri. Ia menetapkannya sebagai peringatan akan karya penebusan-Nya dan sebagai tanda perjanjian baru dalam darah-Nya.
II. Pengertian Perjamuan Kudus Menurut Teologi Reformed
Teologi Reformed memahami Perjamuan Kudus sebagai sarana anugerah (means of grace), yaitu alat yang dipakai Allah untuk menyalurkan kasih karunia-Nya kepada orang percaya. John Calvin dalam Institutes of the Christian Religion menjelaskan bahwa Perjamuan Kudus adalah “pemberian rohani di mana Kristus benar-benar hadir, bukan secara jasmani, melainkan secara rohani melalui iman.”
Menurut Calvin, ketika kita mengambil bagian dalam roti dan anggur, kita tidak sedang memakan tubuh Kristus secara harfiah seperti ajaran Katolik Roma (transubstansiasi), dan bukan pula sekadar mengingat simbol kosong seperti dalam pandangan Zwingli (memorialisme). Sebaliknya, Perjamuan Kudus adalah persekutuan rohani nyata dengan Kristus, di mana Roh Kudus mengangkat hati orang percaya kepada Kristus yang duduk di sebelah kanan Allah Bapa.
Louis Berkhof, seorang teolog Reformed abad ke-20, juga menegaskan bahwa sakramen ini adalah tanda dan meterai dari perjanjian kasih karunia. Melalui roti dan anggur, Allah meneguhkan janji-Nya bahwa Kristus telah mati bagi kita, dan melalui iman kita menerima manfaat dari kematian dan kebangkitan-Nya.
III. Perjamuan Kudus Sebagai Peringatan dan Persekutuan
1. Sebagai Peringatan akan Kematian Kristus
Yesus sendiri berkata, “Perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku.” (1 Korintus 11:24). Dalam bahasa Yunani, kata anamnesis yang diterjemahkan sebagai “peringatan” bukan hanya berarti mengingat secara intelektual, tetapi menghadirkan kembali peristiwa yang berkuasa itu ke dalam pengalaman rohani kita saat ini.
Artinya, dalam Perjamuan Kudus kita tidak sekadar mengenang salib secara historis, tetapi kita menghadirkan realitas karya penebusan Kristus di dalam hati kita. Setiap kali kita makan roti dan minum dari cawan, kita memproklamasikan kematian Kristus sampai Ia datang kembali.
2. Sebagai Persekutuan dengan Kristus dan Sesama
Rasul Paulus menulis dalam 1 Korintus 10:16–17:
“Bukankah cawan pengucapan syukur yang atasnya kita ucapkan syukur adalah persekutuan dengan darah Kristus? Bukankah roti yang kita pecah-pecahkan adalah persekutuan dengan tubuh Kristus?”
Kata “persekutuan” (koinonia) menunjukkan hubungan yang hidup dan mendalam antara Kristus dan umat-Nya. Dalam Perjamuan Kudus, orang percaya bersatu dengan Kristus secara rohani, dan karena itu juga bersatu satu sama lain sebagai satu tubuh. Tidak ada tempat bagi egoisme atau perpecahan di meja Tuhan.
R.C. Sproul menulis bahwa Perjamuan Kudus “bukan hanya tanda eksternal dari iman, tetapi juga cara Allah menguatkan iman yang lemah, mengingatkan kita bahwa kita satu tubuh dalam Kristus.” Dengan demikian, sakramen ini meneguhkan kesatuan gereja dan menghapuskan segala sekat yang memisahkan umat Allah.
IV. Perjamuan Kudus dan Kehadiran Kristus
Pertanyaan tentang bagaimana Kristus hadir dalam Perjamuan Kudus adalah isu teologis yang telah lama diperdebatkan dalam sejarah gereja.
Menurut Martin Luther, Kristus hadir “di dalam, dengan, dan di bawah” roti dan anggur (konsepsinya dikenal sebagai konsubstansiasi). Katolik Roma mengajarkan bahwa roti dan anggur berubah menjadi tubuh dan darah Kristus secara substansial (transubstansiasi).
Namun, John Calvin dan tradisi Reformed mengambil posisi tengah yang mendalam secara Alkitabiah: Kristus hadir secara rohani nyata melalui pekerjaan Roh Kudus. Roh Kudus mengangkat hati kita kepada Kristus di surga, dan melalui iman kita benar-benar menerima kehidupan dan kekuatan dari tubuh dan darah-Nya.
Calvin menulis, “Roti adalah tanda yang kelihatan, tetapi tubuh Kristus adalah makanan rohani yang nyata bagi jiwa kita.” Dalam arti ini, Perjamuan Kudus bukan hanya simbol, tetapi sarana rohani di mana orang percaya sungguh-sungguh dipersatukan dengan Kristus yang hidup.
V. Makna Rohani dari Roti dan Anggur
1. Roti: Tubuh yang Dihancurkan
Roti yang dipecahkan melambangkan tubuh Kristus yang diserahkan bagi kita. Dalam setiap potongan roti, kita diingatkan akan penderitaan, luka, dan pengorbanan Yesus di kayu salib. Tubuh-Nya yang hancur adalah jalan bagi keselamatan kita.
Sebagaimana tertulis dalam Yesaya 53:5:
“Tetapi Dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, Dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepada-Nya, dan oleh bilur-bilur-Nya kita menjadi sembuh.”
Roti menjadi lambang pemeliharaan rohani yang Allah berikan. Sama seperti tubuh kita membutuhkan makanan jasmani, demikian pula jiwa kita membutuhkan Kristus sebagai roti hidup (Yohanes 6:35).
2. Anggur: Darah Perjanjian Baru
Anggur melambangkan darah Kristus yang dicurahkan untuk pengampunan dosa. Dalam Ibrani 9:22 dikatakan, “Tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan.” Darah Kristus meneguhkan perjanjian baru, yang menggantikan perjanjian lama berdasarkan korban hewan.
Setiap kali kita minum dari cawan itu, kita mengingat bahwa keselamatan kita dibeli dengan harga yang sangat mahal — darah Anak Domba Allah yang tak bercacat. Melalui darah-Nya, kita diperdamaikan dengan Allah dan dipersatukan sebagai umat perjanjian yang baru.
VI. Perjamuan Kudus dan Pemeriksaan Diri
Rasul Paulus memberi peringatan serius dalam 1 Korintus 11:27–29:
“Barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan.”
Oleh karena itu, setiap orang percaya dipanggil untuk memeriksa diri sebelum mengambil bagian dalam Perjamuan Kudus. Ini bukan berarti kita harus sempurna tanpa dosa, melainkan kita harus datang dengan hati yang bertobat, rendah hati, dan sadar akan anugerah Kristus.
John Owen menjelaskan bahwa tujuan pemeriksaan diri bukan untuk menjauhkan orang dari meja Tuhan, tetapi agar kita datang dengan pengertian yang benar tentang kasih karunia Allah. Kesadaran akan dosa membuat kita semakin menghargai anugerah yang telah Kristus berikan melalui salib-Nya.
VII. Perjamuan Kudus dan Kehidupan Kristen Sehari-hari
Perjamuan Kudus bukan hanya acara ibadah yang terpisah dari kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, ia menjadi sumber kekuatan bagi kehidupan Kristen yang sejati. Herman Bavinck menulis bahwa melalui Perjamuan Kudus, Allah memperbarui hubungan perjanjian-Nya dengan kita dan memperkuat iman untuk hidup taat dalam dunia.
Artinya, setelah kita menerima Perjamuan Kudus, kita dipanggil untuk hidup sebagai umat yang sudah ditebus:
-
Mengasihi seperti Kristus telah mengasihi kita.
-
Mengampuni seperti Kristus telah mengampuni kita.
-
Melayani seperti Kristus telah melayani kita.
Perjamuan Kudus menjadi dorongan rohani untuk hidup kudus, mematikan dosa, dan menjadi saksi Kristus di dunia ini.
VIII. Harapan Eskatologis dalam Perjamuan Kudus
Yesus menutup penetapan Perjamuan Kudus dengan kata-kata penuh harapan:
“Aku berkata kepadamu: mulai dari sekarang Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur ini sampai pada hari Aku meminumnya, yaitu yang baru, bersama-sama dengan kamu dalam Kerajaan Bapa-Ku.” (Matius 26:29)
Ini menunjukkan bahwa Perjamuan Kudus bukan hanya menatap ke masa lalu (salib), tetapi juga ke masa depan — kepada Perjamuan Anak Domba di surga (Wahyu 19:9).
Setiap kali kita makan roti dan minum cawan, kita menantikan hari di mana Kristus datang kembali dan kita duduk bersama-Nya di meja kekal. Dengan demikian, Perjamuan Kudus adalah lambang pengharapan eskatologis bagi gereja.
IX. Implikasi Praktis bagi Gereja dan Orang Percaya
-
Pelaksanaan yang Kudus dan Tertib
Gereja harus memastikan bahwa Perjamuan Kudus dilaksanakan dengan penuh hormat, sesuai dengan firman Allah, dan hanya bagi mereka yang telah mengakui imannya dalam Kristus. -
Pendidikan Iman yang Mendalam
Jemaat perlu diajar secara teratur tentang makna teologis sakramen ini agar mereka tidak datang tanpa pengertian yang benar. -
Pemersatu Tubuh Kristus
Perjamuan Kudus seharusnya mempererat hubungan antara anggota gereja. Meja Tuhan bukan tempat perpecahan, melainkan persekutuan kasih. -
Pemberitaan Injil yang Hidup
Setiap kali Perjamuan Kudus dilakukan, Injil diberitakan secara visual — bahwa Kristus telah mati bagi kita dan akan datang kembali.
X. Kesimpulan: Hidup dalam Anugerah Perjamuan Kudus
Perjamuan Kudus adalah momen ilahi di mana surga dan bumi bertemu, di mana Kristus hadir untuk meneguhkan iman umat-Nya. Ia bukan sekadar simbol, tetapi sarana nyata kasih karunia yang diberikan Allah kepada kita melalui Roh Kudus.
Melalui Perjamuan Kudus, kita diingatkan akan kasih yang tak terbatas, pengampunan yang sempurna, dan janji akan hidup kekal bersama Kristus. Setiap kali kita makan roti dan minum dari cawan itu, kita bersaksi bahwa penebusan telah selesai dan bahwa kita menantikan kedatangan Tuhan yang kedua kali.
Kiranya setiap kali kita duduk di meja Tuhan, hati kita diperbaharui, iman kita diteguhkan, dan hidup kita dipenuhi dengan kasih dan pengharapan yang berasal dari Kristus, Sang Roti Hidup dan Anak Domba Allah.