KHOTBAH JANGAN KUATIR (MATIUS 6:25-34)

Pdt. DR. Stephen Tong.
KHOTBAH JANGAN KUATIR (MATIUS 6:25-34)
PENGUDUSAN EMOSI

BAB V : KEKUATIRAN ORANG KRISTEN

Matius 6 :25-34. Matius 6:25. "Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?.26. Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?.27. Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?.28. Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal,.29. namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannyapun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu..30. Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya?.31. Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai?.32. Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu..33. Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.34. Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari."
-------------------------------------------------
“Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat! Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.” (Filipi 4:4-7)

Kita adalah manusia yang dicipta dengan fungsi emosi lebih dari semua binatang. Binatang-binatang hanya mempunyai emosi berdasarkan naluri kebutuhan hidup yang paling hakiki. Tetapi manusia memiliki kemungkinan untuk berfikir dan menggabungkan semua perasaannya dengan apa yang dipikirkannya sehingga menjadi orang yang memiliki emosi yang sangat kompleks. Kita telah membicarakan tentang bagaimana seharusnya kita sebagai orang Kristen merasakan dukacita, sukacita, kemarahan, atau ketakutan. Sekarang kita memikirkan apakah seharusnya seorang Kristen kuatir atau tidak. Bagaimana kita mengatur kekuatiran yang ada?

Ketakutan dan kekuatiran merupakan satu jalur, dan merupakan suatu bidang yang mirip tapi berbeda. Ketakutan itu lebih dahsyat dan drastis, lebih memiliki perasaan terancam dibandingkan kekuatiran. Kekuatiran merupakan hal yang lazim sekali. Tidak ada orang yang hidup di dunia ini yang tidak pernah kuatir.

Jangan Kuatir Akan Kebutuhanmu

Yesus mengatakan, jangan kuatir akan hidupmu; jangan kuatir akan tubuhmu. Di sini hidup dibagi dua, yaitu hidup rohaniah yang bersifat kekal dan melampaui hidup sehari-hari di dunia ini, dan hidup jasmaniah yang diwujudkan dalam tubuh ini selama beberapa puluh tahun di dunia yang sementara ini. Jangan kuatir akan apa yang kamu makan, minum, pakai. Makanan, minuman, dan pakaian mungkin tidak menjadi hal yang kita kuatirkan di dalam masyarakat yang penuh dengan kebutuhan materi ini. 

Tetapi makanan, minuman, dan pakaian merupakan hal yang paling dasar dan hakiki yang diperlukan manusia, khususnya dalam zaman dimana semua manusia dengan susah payah bergumul untuk kelangsungan hidupnya. Setelah bekerja mati-matian, tetap tidak terjamin akan ada makanan, minuman dan pakaian yang cukup. Didaerah tropis seperti Indonesia, kita memakai pakaian yang minim, sedikit dan tipispun tidak apa-apa. Tapi di tempat yang dingin , jika kamu memakai pakaian yang kurang tebal, kamu mungkin akan mati kedinginan.

Cuaca paling dingin yang pernah saya alami adalah minus 38 derajat. Itu kira-kira terjadi pada Januari 1975 di Toronto. Ketika kami mau keluar, mobil yang kami kendarai tidak bisa jalan karena air dalam radiator membeku menjadi es dan radiatornya pecah, karena lupa lupa diisi air yang lebih mampu menahan dingin. 

Sebenarnya ada semacam air antibeku yang dibuat dari obat kimia tertentu. Tetapi karena sudah biasa disisi dengan air yang bisa menahan 20 derajat dibawah nol, tidak pernah menyangka suhu bisa sampai 38 derajat dibawah nol, sehingga air yang tahan dingin akhirnya tetap beku menjadi es. Hari itu kami tidak bisa keluar, tapi karena ada kebaktian, kami menelepon orang lain untuk menjemput kami. Waktu kami keluar, anginnya seperti langsung masuk ke tulang sumsum. Dingin yang tak terbayangkan di sini. 

Kita yang di Indonesia tidak sadar apa itu dingin, tapi mulai bulan lalu, setiap minggu saya harus mengalami empat musim dari Singapura, Hongkong, Taiwan, Kuala Lumpur, Jakarta, dengan iklim yang terus berubah. Orang di tengah cuaca yang begitu dingin, mereka sangat memikirkan pakaian apa yang dipakai. Di Indonesia kita cuma tahu apa yang kita pakai supaya lebih gengsi, atau lebih bagus. Di tempat-tempat dingin, apa yang saya pakai supaya tidak mati kedinginan? Maka kekuatiran merupakan hal yang sangat mendasar, sangat lazim ditemui pada orang-orang yang memiliki kebutuhan semacam itu.

Tetapi Tuhan Yesus mengatakan jangan kuatir apa yang akan dimakan, jangan kuatir apa yang akan diminum, jangan kuatir apa yang harus dipakai. Apakah kekuatiran merupakan hal yang seharusnya kita miliki sebagai orang Kristen? Apakah kekuatiran merupakan sesuatu yang Tuhan tanamkan dalam naluri dasar kita? Yesus mengatakan bukankah hidup lebih penting dari pada makanan dan pakaian? Bukankah tubuh lebih penting dari pada pakaian? Lalu Yesus mengatakan, coba lihat burung, bunga, dan rumput. 

Jadi Yesus mengalihkan pandangan kita kepada alam, kepada hal-hal yang diciptakan Tuhan, yaitu burung yang tidak menanam, tidak menuai, tapi ikut mendapat makanan cukup karena Tuhan memelihara. Ada bunga bakung yang berada di dalam lembah, tidak menenun, tidak menjahit, tapi mempunyai keindahan dandanan yang diberikan Tuhan melebihi kemegahan pakaian yang paling mulia dan hormat dari Salomo, raja yang paling kaya dan mewah. 

Pakaian Salomo pun tidak seindah sebatang bunga bakung. Rumput yang kamu injak dan yang kamu lihat tidak bernilai, yang hari ini berada di sini dan besok dilempar ke dalam api, begitu hidup dan indah karena dipelihara Tuhan. Bukankah hidupmu lebih berharga dari pada burung? Bukankah hidupmu lebih berharga dari pada bunga? Bukankah hidupmu lebih berharga dari pada rumput? Yesus Krsitus berkata, mengapa kamu kuatir?

Seseorang yang kuatir akan menganggap segala sesuatunya tidak penting kecuali kekuatirannya. Yang paling dipentingkan adalah kekuatirannya. Yang paling dikuatirkan adalah yang paling dipentingkan. Menurut data psikologi, 90 persen dari apa yang manusia kuatirkan tidak pernah terjadi. Tetapi kamu telah menjerat diri sendiri. Kamu menakut-nakuti dirimu sendiri. Kamu telah membatasi dirimu di dalam kurungan-kurungan psikologi dari jiwa yang tidak beres.

Saya mengkhotbahkan hal ini karena saya berjuang mengalahkan emosi-emosi yang sulit ini. Kalau mau kuatir, maka saya mempunyai jauh lebih banyak hal yang dapat dikuatirkan. Satu tahun saya naik pesawat 300 kali, kesempatan meledak jauh lebih banyak dari pada kebanyakan orang. Kekuatiran itu sudah saya usir dari kehidupan saya, karena saya rasa itu tidak perlu. 

Namun, bukan berarti saya adalah manusia yang tidak mempunyai kesulitan. Bukan berarti saya adalah manusia yang tidak mempunyai emosi kuatir. Saya sama seperti kalian semua. Tetapi saya berani mengungkapkan semua ini bukan karena saya mengambil teori dari buku lalu saya salurkan kepada kalian. Sejak umur 17 sampai hari ini, tidak ada satu khotbah atau bahasan yang saya ambil dari orang lain. 

Setiap kalimat khotbah yang saya katakan, saya berani cetak di buku karena semua diperoleh melalui pergumulan pribadi, menerapkan Firman Tuhan dalam hidup saya terlebih dahulu sebelum saya mendidik orang lain. Orang yang tidak kuatir menikmati hidup yang jauh lebih bahagia daripada mereka yang penuh kekuatiran. Orang yang tidak kuatir menikmati kuasa iman, sukacita, dan penyertaan Tuhan.

Hati Yang Penuh Kekuatiran

Kalau kamu belum menikah, kamu kuatir bagaimana kalau tidak menikah, kuatir kapan menikah. Kalau sudah menikah, kuatir suaminya baik atau tidak. Kuatir bagaimana jikalau sampai tengah jalan dia mencintai orang lain? Lalu, sesudah menikah 3 tahun tetapi belum hamil juga, kuatir kalau tidak punya anak. Setelah hamil, kuatir ini laki atau perempuan? Kalau lahir bayi laki-laki, kuatir lagi, bagaimana kalau besok jadi perampok? Kalau bayinya perempuan, kuatir bagaimana kalau besok tidak laku? Jadi, segala keadaan bisa membuat kamu tidak tenang. Diberi, tidak tenang, tidak diberi, juga tidak tenang. Diberi menikah, kuatir. Tidak diberi menikah, juga kuatir. Apapun kuatir. Susah sekali menjadi Tuhanmu.

Siapakah yang dapat berkata””Apa pun yang Engkau berikan, saya suka: Apapun yang terjadi, saya terima. Segala kesulitan yang menimpa saya, berikanlah kekuatan agar saya bisa mengalahkan semua ini”? Itu yang perlu. Itu yang menjadi satu tanda bahwa kita adalah orang beriman. Amin? Kalian mengaminkan, tapi sesudah itu tidak terjadi perubahan apa-apa, dan tetap saja hati kalian dipenuhi kekuatiran.

Aspek positif. Saya ingin melihat kekuatiran dari aspek positif :

Pertama, orang yang suka kuatir paling sedikit adalah orang yang menaruh hati di dalam hal-hal tertentu. Kamu mengkuatirkan anakmu, berarti kamu betul-betul memperhatikan anakmu. Dari sudut positif kita menghargai orang yang kuatir. Kamu mengkuatirkan tentang hal gereja berarti kamu menaruh hati di dalam gereja. Kamu mengkuatirkan nasib negara berarti kamu memperhatikan perjalanan dan nasib dari negara ini. Menguatirkan sesuatu berarti kamu mempunyai hati dalam hal tersebut, betul-betul ada minat untuk memperhatikan, dan itu baik.

Kedua, orang yang kuatir pasti orang pintar. Orang pintarlah yang bisa menganalisis, sesudah menganalisis, lalu melihat semua kesulitan, baru mungkin kuatir. Orang bodoh tidak bisa kuatir. Orang bodoh masa bodoh, tidak peduli, pokoknya begini saja. Jadi, orang yang kuatir adalah orang yang penuh dengan kesedihan karena mempunyai penglihatan tentang kesulitan-kesulitan, itu orang pintar.

Orang melankolis selalu lebih cerdas dari orang-orang yang naif seperti sanguin, karena pemikiran mereka lebih matang. Mereka dapat menganalisis lebih jelas dari sudut lebih banyak, dan mereka mengetahui dengan jelas sehingga dari mengetahui, baru bisa kuatir. Orang yang kuatir bukan saja menaruh hati pada sesuatu yang dikuatirkan, tapi juga mempunyai kemungkinan intelek yang cukup kuat untuk menganalisis.

Aspek negatif. Di lain pihak, kita melihat beberapa aspek negatif. Orang yang kuatir mempunyai kelemahan besar, yaitu terlalu pesimistis. Terlalu negatif. Pintar tetapi negatif. Pintar tetapi pesimis. Apa bedanya orang yang pesimis melihat kesulitan di tengah kemungkinan. Ini sulit, tapi tidak apa-apa. Sulit itu hal yang lumrah. Kesulitan adalah tantangan, Melalui kesulitan, saya baru tahu bagaimana harus berjuang untuk mengatasi. Orang yang pesimis selalu melihat kesulitan di dalam setiap kemungkinan, sedangkan orang yang optimis selalu melihat kemungkinan di dalam setiap kesulitan. Itu bedanya.

Orang yang positif adalah orang yang di dalam segala hal, di dalam berbagai kesulitan, selalu menemukan jalan keluar. Orang yang negatif adalah orang yang di dalam setiap hal, setiap kesempatan, selalu melihat kesulitan-kesulitan yang membuatnya tidak berani melangkah. Ketika orang yang positif melihat kesulitan, dia berkata kepada dirinya, inilah kesempatan untuk menyatakan bahwa saya sanggup mengatasi kesulitan. Sebaliknya ketika orang orang yang pesimis melihat segala keadaan yang enak, dia menguatirkan kapan keadaan yang enak itu akan hilang.

Mungkin kamu telah berpuluh-puluh tahun menjadi orang Kristen, tetapi belum pernah belajar baik-baik untuk tidak kuatir. Suatu hari seorang yang sangat kaya sedang menghitung-hitung hartanya. Selesai menghitung, dia menangis. Ketika ditanya mengapa menangis? Jawabnya : Setelah dihitung, hartaku hanya cukup dipakai oleh anak cucuku sampai 14 generasi saja. Anak cucu sampai 14 generasi masih cukup, generasi ke -15 akan jadi pengemis. 

Ada orang yang untuk besokpun tidak tahu mau makan apa tetapi tidak menangis, sedangkan cucumu sampai generasi ke-15 baru jadi pengemis, kamu menangis. Tuhan kadang-kadang terlihat seperti kejam. Elia disuruh pergi kerumah seorang janda di sarfat dan menginap dirumahnya. Kalau sekarang seorang hamba Tuhan disuruh menginap di rumah seorang janda, pasti dikira tidak beres. 

Tuhan berkata, mintalah makanan kepada janda itu, dan Elia melakukannya, janda itu heran, mengapa seorang nabi yang melihat bahwa dirinya di dalam keadaan kelaparan sedemikian, masih tega minta makan darinya? Mengapa Elia minta kepada seorang janda seperti dia, mengapa bukan meminta kepada orang yang kaya? Janda itu tidak memiliki makanan cukup, bahkan hampir tidak memiliki apapun juga. Apalagi masih harus menanggung makan anaknya. Di dapur hanya tersisa sedikit minyak dan sedikit tepung, yang bila dimasak, hanya mendapatkan sedikit roti, lalu habis.

Hati Yang Penuh Kekuatiran

Kalau kamu sendiri dalam keadaan yang begitu minim, apakah kamu masih mau memberikan persembahan? Hari ini kamu mempunyai begitu banyak uang dan masih kuatir besok tua miskin. Itu adalah dosa kelebihan yang belum pernah Kamu usir dari rumahmu. Tuhan yang kelihatan kejam, berkata kepada janda itu untuk memberikan Elia makan. Janda itu taat, mengambil minyak, tepung dan membuat makanan untuk Elia, dan berkata, “Sesudah ini, saya dan anak saya akan mati.” 

Tuhan kelihatan kejam, bukan? Tetapi setelah memberi makan Elia, mau mati, ketika melihat botol kosong itu, ternyata botol itu tidak kosong, masih ada lagi minyak. Kadang-kadang Tuhan mau Kamu habis-habisan baru menambah sesuatu kepadamu. Tuhan tidak melihat gudangmu penuh, atau depositmu begitu banyak angka nol, lalu Tuhan menambah imanmu. Tidak. Kadang-kadang Tuhan kelihatan kejam. Itu karena kita tidak mengerti cara Tuhan.

Yesus berkata jangan kuatir akan apa yang kamu makan, minum, pakai. Berimanlah, hai kamu yang kecil imannya. Maka kita mendapatkan suatu dalil; Di mana kekuatiran bertambah, di situ iman berkurang. Di mana iman berkurang, disitu kekuatiran bertambah. Sebaliknya, dimana kekuatiran berkurang, disitu iman bertambah. 

Ketika kita kuatir, Tuhan menggeleng-gelengkan kepala dan bertanya, benarkah kamu percaya kepada-Ku? Benarkah kamu menyerahkan hidupmu kepada-Ku? Benarkah kamu tahu Aku mahakuasa? Mengapa Aku terus dicurigai tidak bisa memeliharamu? Jikalau kita setia, jujur, rajin, tekun, dan menjalankan tugas kita sebagai manusia, Tuhan tidak mungkin membuang kita. Tuhan tidak mungkin membiarkan kita.

Beberapa kali ketika saya mengatakan saya akan berhenti dari sebuah pelayanan, saya telah mengetahui kehendak Tuhan dengan jelas. Seumur hidup hanya dua kali saya mengatakan saya undur diri dari sebuah pelayanan. Kalau saya sudah katakan, pasti akan saya jalankan. Saya tidak setuju dengan hamba Tuhan yang sembarangan berkata akan mundur tapi tidak jadi. Orang demikian tidak akan dapat memiliki kuasa dalam khotbah di mimbar karena sembarangan bicara. 

Ketika saya berkata saya akan mundur dari sebuah gereja satu tahun di depan, majelis datang ke rumah saya agar saya berubah pikiran. Tapi saya tidak berubah pikiran karena saya tahu pimpinan Tuhan dengan jelas. Tahun depan bulan ini hari ini. Ada 1 tahun untuk kita berdoa supaya Tuhan kirim orang melayani mengganti saya. Tidak lama kemudian saya berkata, bulan depan tahun depan saya akan tinggalkan SAAT, dan saya tahu kehendak Tuhan. 

Saya tidak akan memulai satu hal dengan sembarangan, tapi akan sampai matang betul-betul mengetahui pimpinan Tuhan. Saya tidak akan memindahkan satu langkahpun kecuali pimpinan Tuhan jelas di dalam diri saya. Mereka menahan saya, tapi karena kehendak Tuhan. Saya hampir tidak pernah memutuskan sesuatu sembarangan, itu sebabnya saya hampir tidak pernah menyesal sebagai hamba Tuhan. Saya meninggalkan Surabaya, kemudian meninggalkan Malang, datang ke Jakarta tanpa uang, dan dengan tidak tahu akan tinggal di mana. Dengan iman, dan bersama Tuhan, saya tidak kuatir. Yang menjadi istri saya perlu ketaatan dan iman yang cukup juga.


Yesus berkata, jangan kuatir akan apa yang kamu makan, minum, pakai. Bukankah Bapamu yang di sorga yang memelihara burung, bunga, rumput, juga memelihara kamu? Bukankah hidupmu jauh lebih bernilai daripada segala sesuatu itu? Masakan Bapamu meninggalkan kamu? Yesus berkata, carilah Kerajaan Allah dan Kebenaran-Nya terlebih dahulu, yang kamu butuhkan akan ditambahkan (bukan diberikan) kepadamu. 

Kalau kamu mencari Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, maka Tuhan akan menambah yang kamu perlukan lebih dari sekedar cukup saja. Saya melihat dengan mata saya sendiri, orang yang sungguh-sungguh ikut, taat, dan percaya Tuhan, bukan saja diberikan cukup, tapi juga diberikan lebih, karena Tuhan tidak buta. Tuhan bukan Tuhan yang melupakan anak-anakNya. Dia menepati janji, Dia tidak pernah merugikan manusia yang sungguh-sungguh mencintai-Nya.

Jika Tuhan melatih, itu adalah kasus khusus. Pada saat semua anak Ayub diambil jiwanya oleh Tuhan, diizinkan terbunuh mati semua pada satu hari bersamaan dengan semua hewan yang dimiliki Ayub, maka itu adalah kasus khusus yang sangat jarang terjadi dalam sejarah. Itu membuktikan bahwa Tuhan kadang melakukan hal yang melampaui hikmat manusia, tetapi Dia tetap tidak bersalah. Di situ iman menyanyi di dalam malam yang gelap. Iman memuji di dalam latihan ujian yang sangat sengit. Faith sings in the darkest night, my Lord is merciful, my Lord is good. Akhirnya Tuhan memberikan dua kali lipat dari apa yang pernah diambil, karena Tuhan tidak membuang manusia.

“Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat! Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.” (Filipi 4:4-7)

Belajar untuk tidak kuatir itu tidak mudah. Orang yang kuatir tidak mau mengaku bahwa mereka kuatir. Mereka berdalih, “Saya banyak berfikir.” Orang yang takut selalu tidak mengaku takut, hanya mengaku mereka berbijaksana. Peribahasa Tionghoa berkata, “bu pa yi wan, zhi pa wan yi” yang artinya saya tidak takut sepuluh ribu, hanya takut di dalam sepuluh ribu terjadi satu kali. Waktu pesawat China Airlines meledak, orang bertanya kepada saya, apakah saya masih mau memakai China Airlines? 

Masih. Kalau sudah meledak, berarti dalam beberapa tahun lagi pasti tidak meledak, itu pikiran saya. Tidak ada yang hari ini meledak, besok meledak, setiap hari meledak. Kalau hari ini China Airlines meledak, besok yang meledak mungkin United Airlines, bukan China Airlines. Bali meledak, semua tidak pergi ke Bali. Setelah meledak, cepat pergi karena murah. Orang yang habis meledakkan tidak mungkin hari kedua bulan kedua di situ lagi, dia pasti pindah tempat. Kalau kamu berkata. “Saya dicopet di Grogol.” Besok pergi lagi, karena pencopetnya besok tidak beraksi di Grogol tapi pindah ke Pondok Indah. Lusa ke Medan.

Kuatir Vs Cemas

Kita terlalu kuatir. Tapi yang kita kuatirkan sering kali tidak terjadi. Yang rugi ialah kita sendiri kalau kita terus diikat oleh kekuatiran. Sebenarnya kekuatiran dibagi menjadi dua jenis yang utama : worry (kekuatiran) dan anxiety (kecemasan). Yang disebut worry adalah kekuatiran seperti yang kita tahu, yang kita alami, dan yang kita mengerti sebagai sesuatu yang atasnya kita tidak berkuasa sehingga kita merasa takut secara mendetail.Anxiety (Angst dalam bahasa Jerman) berbeda dengan worry. 

Di dalam filsafat eksistensialisme, orang-orang seperti Jean Paul Sartre, Albert Camus, Unamuno dari Spanyol, Berdyaev, dan Heidegger berbicara mendetail sekali mengenai “angst.” Tetapi keseluruhan yang mereka bicarakan itu mempunyai satu ciri khas, yaitu kekuatiran total. Ini berbeda dengan kekuatiran mendetail, misalnya, saya kuatir tidak ada makanan, kuatir suami dipukul, atau kuatir akan satu sektor, atau kuatir akan sesuatu dari bagian hidup yang kecil-kecil itu adalah worry.


Tetapi yang disebut angst atau anxiety bukan kekuatiran yang mendetail, melainkan kekuatiran yang merupakan totalitas dari semua kuatir. Di dalam eksistensialisme, angst adalah “saya tidak pernah tahu apa itu mati sekarang harus menghadapi kematian.” Ketakutan yang total, bukan lagi tentang makanan, minuman, pakaian, anak, politik, atau masyarakat, melainkan ketakutan my existence in facing nonexistence (aku yang ada sedang menghadapi kondisi menjadi tidak ada; aku yang sekarang hidup menghadapi kondisi kematian). 

Orang demikian sedang menghadapi sesuatu yang tidak diketahuinya sama sekali apa yang akan terjadi kemudian. Itulah yang mengakibatkan ketakutan yang luar biasa, total worry atau anxiety. Existence facing nonexistance. Yang sekarang ada mengahadapi kondisi menjadi tidak ada.

Kalau saya memberikan kertas dan menyuruh kamu menuliskan cara mati yang paling kamu takuti, lalu dibacakan. Itu akan menjadi sangat menarik. Ada yang takut mati ditusuk, ada yang takut mati ditabrak mobil, ada yang takut cacat, takut ini, dan takut itu. Setiap orang punya ketakutan cara mati yang berbeda. Kalau suatu hari ada yang mengatakan kamu pasti mati dalam beberapa waktu lagi, maka saat itu kamu akan mengalami sesuatu yang belum pernah kamu alami sebelumnya di dalam hidup. 

Tahun 1984, saya divonis oleh dokter yang kurang pintar atau kurang teliti bahwa saya mendapat kanker lever dan pasti akan mati dalam satu tahun. Setelah memeriksa saya, dia memberitahukan hasilnya pada keesokan harinya. Jadi, saya mendengar khabar tersebut melalui telegram setelah saya di Hong kong. Kakak saya langsung menelepon istri di Malang. Apakah saya menangis? Yang saya ketahui adalah bahwa saya masih ada 1 tahun, itulah optimisme. Masih ada 1 tahun. Maka saya langsung merencanakan bagaimana melayani Tuhan, dan memimpin kebaktian. Jangan sampai sudah tidak kuat baru berkata, saya mau melayani-Mu. 

Bagaimana setelah saya tahu bahwa saya hanya ada 1 tahun? Setelah saya tahu, saya langsung berdoa, “Tuhan, sekarang berilah kekuatan kepada saya untuk mengatur bagaimana saya melewati satu tahun terakhir ini, karena saya milik-Mu. Saya orang yang beriman kepada-Mu. Saya bukan milik saya sendiri, saya mau atur baik-baik. Berilah saya hikmat untuk menghitung hari-hari saya di dalam tangan-Mu.” Saya berdoa, tenang hati saya. Saya mulai merencanakan sesuatu.

Tetapi di dalam jiwa sedalam-dalamnya, ada satu suara, benarkah saya harus pergi sekarang? Saya baru berusia 40 tahun lebih. Benarkah saya harus pergi tahun ini? Hidup begitu pendek? Hidup begitu serius? Ampunilah saya kalau dulu banyak waktu yang saya buang, atau kurang rajin, kurang setia, dan kurang mencintai Engkau. Oh Tuhan ampunilah saya jika di dalam hal-hal yang harus saya kerjakan, saya telah membuang banyak banyak waktu. 

Sekarang berilah kekuatan kepada saya supaya say mengatur kembali waktu saya. Saya bersyukur dokter salah mendiagnosis. Kalau dia berkata, “Engkau masih bisa hidup 100 tahun.” Maka mungkin khotbah saya hanya sedikit. Tapi karena dagnosis salah itu, saya mulai merencanakan untuk mengadakan dua kali SPIK (Seminar Pembinaan Iman Kristen) pada tahun 1984. SPIK itu saya tempuh dari Malang ke Surabaya dengan Mobil, lalu naik pesawat ke Jakarta. Khotbah satu kali lalu besoknya pulang lagi. Minggu depan terbang lagi, dan terbang lagi. Ternyata semua ini merupakan persiapan bagi saya yang sekarang terbang setiap hari.

Jadi, cara Tuhan bekerja itu baik sekali. Karena Tuhan tidak pernah salah. Kesalahan manusia pun di dalam tangan Tuhan menajdi berkat besar. Kalau tahun itu saya mati, maka sekarang kamu bertemu hantu. Saya tidak mati, malah semakin lama semakin sehat. Saya hampir tidak pernah kuatir. Saya memeriksa darahpun hanya untuk mengetahui perkembangan. Selama 18 tahun, hasil pemeriksaan terus sama. 

Sama berarti tidak mundur, berarti puji Tuhan. Saya sampai membaca buku setebal 700 halaman mengenai sakit lever. Setelah itu saya tanya dokter, dan saya baru tahu ada dokter-dokter yang setelah lulus tidak pernah membaca buku lagi. Hal-hal yang saya mengerti, ada yang tidak mengerti karena dia tidak membaca lagi. Sama seperti ada orang Kristen yang terus membaca buku rohani dan buku theologi, tetapi yang lulus sekolah theologi, tidak pernah membaca buku lagi, setelah lulus akan lebih tidak tahu daripada orang awam.

Tidak kuatir, tapi terus melayani, dan setiap tahun pelayanan semakin bertambah. Tahun lalu adalah tahun yang paling sibuk dalam 46 tahun pelayanan saya. Selain berkhotbah di Amerika, saya juga berkhotbah di lima negara setiap minggunya. Sepanjang tahun demikian, masih melayani juga di Selandia Baru, Amerika, Roma, Prancis, dan mengadakan kebaktian, SPIK, retret, dan kebangunan rohani di 25 kota. Kuatir? Tidak perlu. Heran sekali, bulan lalu ketika diperiksa terakhir SGPT/SGOT saya normal kembali seperti orang biasa. Heran sekali, selama 18 tahun tidak pernah bertambah. Kalau dulu saya terus kuatir, untuk apa? Orang yang terus kuatir belum tentu lebih sehat, mungkin malah lebih sakit.

Mengalahkan Kekuatiran

Yesus berkata, siapa diantaramu dengan kekuatiranmu bisa menambah satu inci hidupmu? Kuatir malah bisa membuat lebih cepat mati. Ibu Lety, seorang anggota kita, adalah seorang yang luar biasa. Dia menderita kanker dan masih diobati di Singapura, tapi dia tidak pernah menyatakan kekuatirannya. Hidupnya penuh dengan penyerahan kepada Tuhan. Dia mengetahui Tuhan tidak meninggalkannya. Kekuatiran tidak pernah menolong. Kekuatiran mengganggu iman. Kamu berkata,”saya tahu. Saya tahu tidak boleh kuatir. Tapi bagaimana supaya tidak kuatir?”

Paulus berkata, “ Bersukacitalah di dalam Tuhan!” Nyatakanlah kelembutanmu yang suka mengalah. Suka mengalah, bukan suka merebut. Orang yang terus mau menang akan penuh dengan susah payah. Orang yang suka mengalah dan rela mengalah akan penuh dengan ketenangan. Kalau tidak percaya, praktikan apa yang saya katakana. Tuhan sudah dekat. Kalau Tuhan sudah dekat, semua selesai. 

Semua menjadi nothing. Tidak ada yang dapat kita banggakan atau sombongkan ketika Tuhan sudah dekat. Dengan doa, permohonan, dan ucapan syukur, serahkanlah segala kekuatiranmu kepada Tuhan, jangan kuatirkan apapun. Tidak ada satupun hal yang perlu kamu kuatirkan.

Bagaimana caranya? Apakah “serahkan kepada Tuhan” berarti kita tidak lagi bertanggung jawab? Tidak. Sekarang kita harus membedakan melarikan diri dari tanggung jawab dengan serahkan kepada Tuhan. Kedua hal itu tidak sama. Serahkanlah kepada Tuhan berarti segala kesulitan yang melampaui kesanggupanku untuk menanggungnya, kuberitahukan kepada Tuhan, tapi kewajiban yang harus saya lakukan tetap saya tanggung di bahu. Itulah artinya serahkan kepada Tuhan.

Ada orang yang dengan mudah berkata “serahkanlah kepada Tuhan, serahkanlah kepada Tuhan.” Apa artinya? Artinya jangan serahkan kepada saya, saya bohwat (Angkat tangan). Orang yang membesuk menyuruh orang lain untuk “serahkan kepada Tuhan” karena si pembesuk tidak mau diserahi, “serahkanlah kepada Tuhan, jangan serahkan kepada saya, saya masih akan membesuk yang lainnya lagi.” Serahkan kepada Tuhan , lalu kamu menikmati kelegaan di dalam meminta kekuatan Tuhan untuk menjalankan tugas menanggung beban berat.

Ada sebuah cerita tentang seseorang yang memikul kayu berat sampai berkeringat. Lalu seorang dengan mobil pick-up yang melewati jalan itu berhenti, dan dengan baik hati menawari tukang kayu itu untuk naik ke mobilnya. Tukang kayu itu naik di belakang mobil dengan perasaan sangat berterimakasih. Kira-kira setengah jam kemudian, pemilik mobil tersebut mendengar di belakang ada suara seperti orang sedang keletihan karena mengangkat barang berat. 

Ketika dia menengok, ternyata di dalam mobilpun tukang kayu itu masih memikul kayunya yang berat. Kalau tadi di jalan dia memikul kayu sambil berjalan maka kini sambil duduk.”lho, mengapa masih dipikul?” Jawab tukang kayu, “Saya sangat berterima kasih sudah dapat naik mobil ini dengan tidak bayar. Jadi supaya tidak membebani mobilmu lebih berat lagi, pikulan ini biar saya yang pikul.”

Jangan kamu tertawa, karena hal ini mencerminkan dirimu sendiri. Kamu mau ikut ke sorga tetapi tetap memikul bebanmu sendiri. Banyak orang Kristen seperti ini. “Puji Tuhan saya bisa ikut ke sorga, tapi biarkan saya memikul pikulan saya sendiri.”

Paulus berkata, jangan kuatir akan apa pun, serahkan pada Tuhan dalam doa, permohonan, dan ucapan syukur. Inilah hidup berdoa yang sempurna. Kelemahan kita adalah kebaktian doa kita selalu dipenuhi hal yang kedua. Doanya tidak ada, syukurnya tidak ada, yang ada hanya permintaan. Apa bedanya doa dari permintaan, dan apa bedanya permintaan dari ucapan syukur? Dalam doa, ada tiga tahap. Tahap kedua, meminta sesuatu dari Tuhan. Tahap ketiga, mengembalikan ucapan syukur untuk Tuhan dengan mengucapkan terima kasih. 

Dalam tahap pertama, hanya memberi tahu, tidak ada hal yang lain: tidak meminta, tidak bersyukur, hanya memberi tahu. Kedua, meminta, karena memerlukan, meminta belas kasihan Tuhan untuk memenuhi kebutuhanmu. Ketiga, mengucapkan terima kasih. Itulah bersyukur. Apakah kebanyakan doa kita penuh dengan doa memberi tahu? Apakah doa kita penuh dengan ucapan syukur? Tidak, kebanyakan doa kita hanya penuh dengan permintaan. Selain minta-minta yang tak habis-habisnya, tidak pernah memberi tahu dan tidak pernah berterima kasih, itulah kelemahan kerohanian kita.

Apakah artinya memberi tahu? Memberi tahu seperti relasi rutin antara kawan akrab. Senangkah kamu jika ada orang yang tidak pernah datang kerumahmu, tiba-tiba datang dan meminta uang seratus juta? Tidak pernah mengunjungi, tidak pernah menelepon, tidak pernah datang, tidak pernah mendukung, tapi begitu datang, meminta seratus juta. Di saat tidak ada keperluan, tidak pernah datang. Ada perlunya, baru datang. Tapi adalagi semacam orang yang menelepon menanyakan kabarmu. “Bagaimana, baik-baik? Tidak ada apa-apa, saya hanya mau Tanya khabar.” Orang seperti itulah kawanmu yang baik. 

Orang yang hanya datang untuk meminjam uang atau memohon sesuatu adalah orang yang egois. Ada orang yang dalam doa kepada Tuhan memberi tahu. ”Tuhan hari ini saya begini-begini…” Tuhan senang dengan orang yang datang memberi tahu seperti dua kawan akrab yang saling bertukar pikiran. Tapi kebanyakan orang Krsiten tidak pernah memberi tahu Tuhan, hanya meminta-minta saja setiap hari, dan setelah selesai ditolong, menghilang dan tidak berterimakasih.

Sebelum terjadi sesuatu, beri tahu Tuhan. Saat terjadi sesuatu, minta tolong pada Tuhan. Sesudah ditolong, bersyukur. Tuhan tidak senang pada orang Kristen yang tidak memberi tahu, tidak bersyukur, dan hanya datang meminta saja. Yesus berkata, bukankah ada sepuluh yang disembuhkan dari sakit kusta? Tetapi hanya satu orang Samaria ini yang kembali bersyukur memuliakan Tuhan. Tuhan sangat tidak puas dengan orang yang sesudah menerima anugerah tidak mengucap syukur kepada-Nya. 

Bagaimana kamu mengalahkan kekuatiran? Bagaimana kamu menang atas kekuatiran? Caranya adalah dengan datang kepada Tuhan. Bersukacita dalam Dia, berdoa kepada Dia, beritahukan kepada-Nya kebutuhanmu, mohon anugerah-Nya, dan bersyukurlah kepada-Nya atas pertolongan-Nya. Rejoice in the Lord, pray before Him, tell Him what you need, ask His Grace, and give thanks to Him for His help. Ini rahasianya.

Paulus berkata, “Bersukacitalah!” Orang yang menghibur orang lain, dia sendiri memiliki sukacita penuh. Secara lahiriah Paulus berada di penjara ketika menulis surat ini. Jarang ada orang yang dipenjara menyuruh orang bersukacita. Biasanya orang di penjara menelepon untuk meminta-minta, menyatakan kesedihan, kesusahan, kekecewaan, dan keputusasaan. 

Tapi di dalam penjara Paulus dapat berkata, “Bersukacitalah di dalam Tuhan!” Paulus tidak minta apa-apa. Dia juga mengatakan kamu harus belajar untuk jangan kuatir, berarti dia sendiri sudah mengalahkan emosi sedih, sudah, marah, takut dan kuatir. Orang yang dapat mengalahkan dirinya adalah pemenang yang sejati. Orang yang tidak dapat mengalahkan dirinya selama-lamanya menjadi budak dari emosi yang salah. Dia adalah budak setan yang membelenggu.

Orang yang mengalahkan diri telah membuang ketakutan, kekuatiran, dan segala kemarahan yang tidak diperlukan. Maka penuhlah iman, sukacita, cinta kasih, dan pengharapan, karena di mana ada pengharapan, di situ tidak ada ketakutan. Di mana ada cinta kasih, di situ tidak ada benci. Di mana ada iman, di situ tidak ada kekuatiran. Paulus memiliki kemenangan emosi semacam ini, karena itu dia berani berkata, bersukacitalah! Jadilah orang yang datang kepada Tuhan dengan hidup doa yang sempurna: beri tahu, meminta, dan bersyukur.

Coba saya Tanya, ketika seorang meminta-minta, bagaimana raut mukanya? Memelas, dan itu jelek bukan? Tetapi ketika seorang berterima kasih, bagaimana raut mukanya? Penuh senyum dan jauh lebih baik, bukan? Saat kamu tersenyum, saat kamu bersyukur, kamu jauh lebih cantik, ganteng, ayu daripada saat kamu bersungut-sungut. Berterima kasihlah kepada Tuhan. Mari kita hidup di dalam emosi yang sehat. Tuhan memberkati kita masing-masing.

Amin.
Next Post Previous Post