DOKTRIN PERJAMUAN KUDUS (1)
PDT. BUDI ASALI, M. DIV.
1Korintus 11:24 - “dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya dan berkata: ‘Inilah tubuhKu, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!’”.
Charles Hodge (tentang 1Korintus 11:24): “The Roman Catholic interpretation of these words is that the bread is the body of Christ because its whole essence is changed into the substance of his body. The Lutherans say it is his body because his body is locally present in and with the bread. Calvin says that it is his body in the same sense that the dove (John 1:32) was the Holy Spirit. The Holy Spirit appeared in the form of a dove, which was the pledge of his presence. So the bread is the symbol of Christ’s body because with the one we receive the other. What is received, however, and what Calvin calls Christ’s body and sometimes the substance of his body is not the body itself, which he admits is only in heaven, but is rather a life-giving power that flows to us from the glorified body of our Lord. The only presence of Christ’s body in the sacrament admitted by Calvin was this presence of power. The Reformed churches teach that the bread is called the body of Christ in the same sense that the cup is called the new covenant. Anyone who receives the cup in faith receives the covenant of which it was the pledge; and anyone receiving the bread in faith receives the benefits of Christ’s body as broken for sin. The one is the symbol and pledge of the other.” [= Penafsiran Katolik Roma tentang kata-kata ini adalah bahwa roti adalah tubuh Kristus karena seluruh hakekatnya diubah menjadi hakekat dari tubuhNya. Orang-orang Lutheran mengatakan itu adalah tubuhNya karena tubuhNya hadir secara lokal di dalam dan bersama dengan roti. Calvin berkata bahwa itu adalah tubuhNya dalam arti yang sama bahwa burung merpati (Yoh 1:32) adalah Roh Kudus. Roh Kudus muncul dalam bentuk burung merpati, yang adalah jaminan kehadiranNya. Jadi, roti adalah simbol dari tubuh Kristus karena dengan yang satu kita menerima yang lain. Tetapi apa yang diterima, dan apa yang Calvin sebut tubuh Kristus dan kadang-kadang hakekat dari tubuhNya bukanlah tubuh itu sendiri, yang ia akui hanya ada di surga, tetapi lebih tepat kuasa memberi hidup yang mengalir kepada kita dari tubuh kemuliaan Tuhan kita. Satu-satunya kehadiran dari tubuh Kristus dalam sakramen yang diakui oleh Calvin adalah kehadiran dari kuasa ini. Gereja-gereja Reformed mengajar bahwa roti disebut tubuh Kristus dalam arti yang sama bahwa cawan disebut perjanjian yang baru. Siapapun yang menerima cawan dalam iman menerima perjanjian tentang mana itu adalah jaminan; dan siapapun yang menerima roti dalam iman mendapatkan manfaat dari tubuh Kristus yang dihancurkan untuk dosa. Yang satu adalah simbol dan jaminan dari yang lain.].
1Korintus 11:33-34 - “(33) Karena itu, saudara-saudaraku, jika kamu berkumpul untuk makan, nantikanlah olehmu seorang akan yang lain. (34) Kalau ada orang yang lapar, baiklah ia makan dahulu di rumahnya, supaya jangan kamu berkumpul untuk dihukum. Hal-hal yang lain akan kuatur, kalau aku datang.”.
Charles Hodge (tentang 1Korintus 11:33-34): “From one extreme the church gradually passed over to the opposite. From regarding it as it had been in Corinth, little more than an ordinary meal, it came to be regarded as an awful mystery, a sacrifice that the people were to witness and in which they were to adore the Redeemer as locally present in his corporeal nature under the form of a wafer! This unscriptural view had taken so strong a hold of the mind of the church that Luther found it impossible to stop believing in the local presence of Christ’s real body in this sacrament. Even Calvin could not stop being convinced not only of its supernatural character (which everybody admits if they regard it as a means of grace), but also of its being truly miraculous. It was only after a severe struggle that the Reformed church got back to the simple, yet sublime view of the ordinance presented by the apostle Paul. The danger has often since been that the church should go back to the Corinthian extreme and look on the Lord’s Supper as a simple commemoration involving nothing supernatural either in its nature or in its effects. Our only safety is in adhering strictly to the teachings of the Scriptures. The apostle tells us, on the authority of a direct revelation from the Lord himself, that while the ordinance is designed as a memorial of Christ’s death, it involves sharing his body and blood - not their material substance, but their sacrificial efficacy; so that (as the Larger Catechism puts it): ‘Although the body and blood of Christ are not corporally or carnally present in, with, or under the bread and wine in the Lord’s supper; and yet are spiritually present to the faith of the receiver, no less truly and really than the elements themselves are to their outward senses; so they that worthily communicate in the sacrament of the Lord’s Supper, do therein feed upon the body and blood of Christ, not after a corporal or carnal, but in a spiritual manner; yet truly and really, while by faith they receive and apply unto themselves Christ crucified and all the benefits of his death.’” [= Dari extrim yang satu gereja secara bertahap berpindah kepada extrim yang berlawanan. Dari menganggapnya seperti yang telah terjadi di Korintus, sedikit lebih dari / tak terlalu berbeda dari makanan biasa, itu jadi dianggap sebagai suatu misteri yang menjijikkan, suatu korban yang orang-orang akan saksikan dan dalam mana mereka akan memuja / menyembah sang Penebus sebagai hadir secara lokal dalam hakekat yang berhubungan dengan tubuhNya dalam bentuk dari sebuah hosti! Pandangan yang tidak Alkitabiah ini telah memegang pikiran gereja begitu kuat sehingga Luther mendapatinya mustahil untuk berhenti percaya pada kehadiran lokal dari tubuh Kristus yang sesungguhnya dalam sakramen ini. Bahkan Calvin tidak bisa berhenti untuk yakin bukan hanya tentang karakter supranaturalnya (yang setiap orang akui juga mereka menganggapnya sebagai cara / jalan dari kasih karunia), tetapi juga bahwa itu adalah betul-betul bersifat mujijat. Hanya setelah pergumulan yang hebat bahwa gereja Reformed bisa kembali pada pandangan yang sederhana, tetapi mulia / bagus sekali tentang ketetapan / perintah yang diberikan oleh rasul Paulus. Bahayanya adalah bahwa seringkali gereja kembali pada extrim dari gereja Korintus dan memandang pada Perjamuan Kudus sebagai suatu peringatan saja yang tidak melibatkan apapun yang bersifat supranatural atau dalam sifat dasarnya / hakekatnya atau dalam hasilnya. Keamanan kita hanya ada dalam berpegang secara ketat pada ajaran-ajaran dari Kitab Suci. Sang Rasul memberitahu kita, berdasarkan otoritas dari suatu wahyu langsung dari Tuhan sendiri, bahwa sekalipun ketetapan / perintah itu dirancang sebagai suatu peringatan tentang kematian Kristus, itu mencakup sharing (mendapat bagian) dari tubuh dan darahNya - bukan hakekat material mereka, tetapi kemujaraban yang bersifat korban dari mereka; sehingga (seperti Larger Catechism mengatakannya): ‘Sekalipun tubuh dan darah dari Kristus tidak hadir secara tubuh atau daging di dalam, bersama, atau di bawah roti dan anggur dalam Perjamuan Kudus, tetapi hadir secara rohani bagi iman dari si penerima, tidak kurang kebenaran dan kesungguhannya dari pada elemen-elemen itu sendiri bagi pancaindera lahiriah mereka; sehingga mereka yang secara layak ambil bagian dalam sakramen Perjamuan Kudus, memang memakan di dalamnya tubuh dan darah Kristus, bukan menurut cara tubuh atau daging, tetapi dengan cara rohani; tetapi secara benar dan sungguh-sungguh, sementara dengan iman mereka menerima dan menerapkan kepada diri mereka sendiri Kristus yang tersalib dan semua manfaat dari kematianNya’.].
1Korintus 11:27-29 - “(27) Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan. (28) Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu. (29) Karena barangsiapa makan dan minum tanpa MENGAKUI tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya.”.
KJV/RSV: ‘discerning’ [= mengerti / membedakan].
NIV: ‘recognizing’ [= mengenali].
NASB: ‘judge rightly’ [= menilai secara benar].
J. Vernon McGee (tentang 1Korintus 11:27-29): “What does he mean to ‘discern’ the Lord’s body? Looking back in church history you will find that the churches had a great problem in determining the meaning of this. What does it mean to discern the Lord’s body? The answer of the Roman Catholic church is that transubstantiation takes place, that when the priest officiates at the altar, the bread actually becomes the body of Christ, also that the juice actually becomes the blood of Christ. If this were true, to eat it would be cannibalism. (Thank the Lord, it does not change; it is still bread and juice). But they were wrestling with the problem. How do you discern the Lord’s body in this? In the Lutheran church (Martin Luther didn’t want to come too far, as he had been a Roman Catholic priest), it is consubstantiation. That is, it is in, by, with, through, and under the bread that you get the body of Christ. It is not the body, but it is the body. You can figure that one out - I can’t. Then Zwingli, the Swiss Reformation leader, came all the way. He said it was just a symbol. And the average Protestant today thinks that is all it is, a symbol. I disagree with that explanation as much as I do with the other two. It is more than a symbol.” [= Apa yang ia maksudkan dengan ‘mengerti / membedakan’ tubuh Tuhan? Melihat ke belakang dalam sejarah gereja engkau akan mendapati bahwa gereja-gereja mempunyai suatu problem yang besar dalam menentukan arti dari kata ini. Apa artinya mengerti / membedakan tubuh Tuhan? Jawaban dari Gereja Roma Katolik adalah bahwa terjadi transubstantiation (perubahan zat), bahwa pada waktu pastor / imam melakukan tugasnya di altar, roti secara sungguh-sungguh menjadi tubuh Kristus, juga bahwa air anggur secara sungguh-sungguh menjadi darah Kristus. Seandainya ini benar, memakannya merupakan kanibalisme. (Syukur kepada Tuhan, itu tidak berubah; itu tetap roti dan air anggur). Tetapi mereka sedang bergumul dengan problem ini. Bagaimana kamu mengerti / membedakan tubuh Tuhan dalam hal ini? Dalam gereja Lutheran (Martin Luther tidak mau maju terlalu jauh, karena ia dulunya adalah imam / pastor Roma Katolik), itu adalah consubstantiation. Artinya, adalah di dalam, di samping, bersama, melalui, dan di bawah roti itu kamu mendapatkan tubuh Kristus. Itu bukanlah tubuh, tetapi itu adalah tubuh. Kamu bisa mengertinya - saya tidak bisa. Lalu Zwingli, pemimpin Reformasi Swiss, maju sepenuhnya. Ia mengatakan itu hanyalah simbol. Dan orang Protestan jaman sekarang rata-rata berpikir / menganggap bahwa itu adalah semuanya, suatu simbol. Saya tidak setuju dengan penjelasan itu sama seperti saya tidak setuju dengan dua penjelasan yang lain. Itu lebih dari suatu simbol.] - ‘1 Corinthians’ (Libronix).
J. Vernon McGee (tentang 1Korintus 11:27-29): “Follow me now to the Emmaus road, and I think we shall find there recorded in Luke’s gospel, chapter 24, what it means to discern Christ’s body and His death. Two of Jesus’ disciples, two believers, are walking home after having witnessed the terrible Crucifixion in Jerusalem and the events that followed it. Are they down in the dumps! As they walk along discussing these things, our resurrected Lord joins them and asks what they are talking about that makes them so sad. Thinking Him to be a stranger, they tell Him about Jesus’ being condemned to death and crucified and about the report of the women who went to the tomb. ‘And certain of them which were with us went to the sepulchre, and found it even so as the women had said: but him they saw not. Then he (Christ) said unto them, O fools, and slow of heart to believe all that the prophets have spoken: Ought not Christ to have suffered these things, and to enter into his glory? And beginning at Moses and all the prophets, he expounded unto them in all the scriptures the things concerning himself. And they drew nigh unto the village, whither they went: and he made as though he would have gone further.’ He acted as if He were going through the town without stopping. ‘But they constrained him, saying, Abide with us: for it is toward evening, and the day is far spent.’ It was dangerous to walk those highways at night. ‘And he went in to tarry with them. And it came to pass, as he sat at meat with them….’ A few days before He had eaten the Passover with His own, now these are two other disciples, and here is the first time after His resurrection He is observing the Lord’s Supper. ‘And it came to pass, as he sat at meat with them, he took bread, and blessed it, and brake, and gave to them.’ Wasn’t that wonderful to have Him present for the meal! In the meal He takes the bread, He breaks it, He blesses it, He gives it to them. ‘And their eyes were opened, and they knew him; and he vanished out of their sight. And they said one to another, Did not our heart burn within us …’ (Luke 24:24–32). He had a meal with them. Then what did He do? He revealed Himself. That was the Lord’s Supper.” - ‘1 Corinthians’ (Libronix).
Bagian ini tidak saya terjemahkan, tetapi saya ceritakan secara bebas dengan kata-kata saya sendiri. Ia menggunakan Lukas 24:24-32 untuk menjelaskan hal ini.
Lukas 24:24-32 - “(24) Dan beberapa teman kami telah pergi ke kubur itu dan mendapati, bahwa memang benar yang dikatakan perempuan-perempuan itu, tetapi Dia tidak mereka lihat.’ (25) Lalu Ia berkata kepada mereka: ‘Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu, sehingga kamu tidak percaya segala sesuatu, yang telah dikatakan para nabi! (26) Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaanNya?’ (27) Lalu Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi. (28) Mereka mendekati kampung yang mereka tuju, lalu Ia berbuat seolah-olah hendak meneruskan perjalananNya. (29) Tetapi mereka sangat mendesakNya, katanya: ‘Tinggallah bersama-sama dengan kami, sebab hari telah menjelang malam dan matahari hampir terbenam.’ Lalu masuklah Ia untuk tinggal bersama-sama dengan mereka. (30) Waktu Ia duduk makan dengan mereka, Ia mengambil roti, mengucap berkat, lalu memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka. (31) Ketika itu terbukalah mata mereka dan merekapun mengenal Dia, tetapi Ia lenyap dari tengah-tengah mereka. (32) Kata mereka seorang kepada yang lain: ‘Bukankah hati kita berkobar-kobar, ketika Ia berbicara dengan kita di tengah jalan dan ketika Ia menerangkan Kitab Suci kepada kita?’”.
Ia menganggap bahwa dalam ay 30 Yesus melaksanakan Perjamuan Kudus, dan pada saat itu kedua murid itu terbuka matanya dan mengenali Dia. Ia hadir dan menyatakan diriNya dalam Perjamuan Kudus!
Catatan: ini tidak mungkin merupakan Perjamuan Kudus! Dasarnya: dari Matius 26:29 jelas terlihat bahwa Perjamuan Kudus yang pertama itu juga merupakan Perjamuan Kudus YANG TERAKHIR yang dilakukan oleh Yesus dalam dunia ini!
Matius 26:29 - “Akan tetapi Aku berkata kepadamu: mulai dari sekarang Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur ini sampai pada hari Aku meminumnya, yaitu yang baru, bersama-sama dengan kamu dalam Kerajaan BapaKu.’”.
Ingat hal yang Yesus lakukan dalam ay 30 itu juga Ia lakukan kalau Ia makan roti biasa (Matius 14:19 Matius 15:36), dan karena itu ay 30 ini harus diartikan sebagai makan biasa.
Matius 14:19 - “Lalu disuruhNya orang banyak itu duduk di rumput. Dan setelah diambilNya lima roti dan dua ikan itu, Yesus menengadah ke langit dan mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-muridNya, lalu murid-muridNya membagi-bagikannya kepada orang banyak.”.
Matius 15:36 - “Sesudah itu Ia mengambil ketujuh roti dan ikan-ikan itu, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada murid-muridNya, lalu murid-muridNya memberikannya pula kepada orang banyak.”.
Juga, kalau ia menganggap kehadiran Kristus dalam Perjamuan Kudus sama seperti dalam text itu, maka itu berarti betul-betul kehadiran jasmani. Sekalipun itu tubuh kebangkitan, itu tetap adalah tubuh Kristus!
Jadi, sekalipun penafsir ini mempunyai pandangan yang benar tentang Perjamuan Kudus, tetapi ia menggunakan ayat yang salah sebagai dukungan.
J. Vernon McGee (tentang 1Korintus 11:27-29): “Oh, friend, when you observe the Lord’s Supper, He is present. Yes, He is! This is not just a symbol. It means you must discern the body of Christ. You have bread in your mouth, but you have Christ in your heart. May God help us to so come to the table that Jesus Christ will be a reality to us. God forgive us for making it a dead, formal ritual!” [= Oh, sahabat, pada waktu engkau melaksanakan / mengikuti Perjamuan Kudus, Ia hadir. Ya, Ia hadir! Ini bukan hanya merupakan suatu simbol. Itu berarti kamu harus mengerti / membedakan tubuh Kristus. Kamu mempunyai roti di dalam mulutmu, tetapi kamu mempunyai Kristus di dalam hatimu. Kiranya Allah menolong kita untuk datang seperti itu pada meja (perjamuan) sehingga Yesus Kristus akan menjadi suatu realita bagi kita. Kiranya Allah mengampuni kita karena membuatnya sebagai suatu upacara yang mati dan formil!] - ‘1 Corinthians’ (Libronix).
Louis Berkhof: “F. The Sacramental Union or the Question of the Real Presence of Christ in the Lord’s Supper. With this question we are entering upon what has long been, and still is, the occasion for considerable difference of opinion in the Church of Jesus Christ. There is by no means a unanimous opinion as to the relation of the sign to the thing signified, that is to say, as to the nature of the presence of Christ in the Lord’s Supper. There are especially four views that come into consideration here.” [= ] - ‘Systematic Theology’, hal 651.
I) Gereja Roma Katolik - Transubstantiation.
Gereja Roma Katolik percaya bahwa pada saat imam / pastor mengucapkan kata-kata bahasa Latin: “HOC EST CORPUS MEUM” [= This is my body / Inilah TubuhKu], roti dan anggur betul-betul berubah menjadi tubuh dan darah Kristus. Doktrin ini disebut TRANSUBSTANTIATION, yang berarti ‘a change of substance’ [= perubahan zat].
Pada abad-abad awal sudah ada pandangan yang mirip dengan ini, yang mengatakan bahwa “at the words of institution the bread and wine IN SOME SENSE changed into the body and blood of Christ.” [= pada kata-kata dari penetapan sakramen Perjamuan Kudus roti dan anggur DALAM ARTI TERTENTU berubah menjadi tubuh dan darah Kristus.] - Dr. Albert H. Freundt, Jr., ‘History of Modern Christianity’, hal 5.
Tetapi pada abad ke 9 seorang bernama Radbertus mulai mengajarkan bahwa pada saat Eucharist, terjadi suatu mujijat dimana roti dan anggur betul-betul berubah menjadi tubuh dan darah Kristus.
Dr. Albert H. Freundt, Jr.: “In the ninth century the theory of transubstantiation was first advanced, the view that the bread and wine were changed into the actual body and blood of Christ, but it was challenged by some theologians.” [= Pada abad ke 9 teori Transubstantiation pertama-tama diajukan / diusulkan, pandangan bahwa roti dan anggur diubah menjadi betul-betul tubuh dan darah Kristus, tetapi itu ditentang oleh beberapa ahli theologia.] - ‘History of Modern Christianity’, hal 5.
Transubstantiation menjadi dogma resmi pada tahun 1059 dan diproklamirkan oleh Paus Innocent III pada tahun 1215.
Louis Berkhof: “While some of the early Church Fathers (Origen, Basil, Gregory of Nazianze) retained the symbolical or spiritual conception of the sacrament, others (Cyril, Gregory of Nyssa, Chrysostom) held that the flesh and blood of Christ were in some way combined with the bread and wine in the sacrament.” [= ] - ‘Systematic Theology’, hal 645.
Louis Berkhof: “Augustine retarded the realistic development of the doctrine of the Lord’s Supper for a long time. While he did speak of the bread and wine as the body and blood of Christ, he distinguished between the sign and the thing signified, and did not believe in a change of substance. He denied that the wicked, though receiving the elements, also received the body, and stressed the commemorative aspect of the Lord’s Supper.” [= ] - ‘Systematic Theology’, hal 645.
Louis Berkhof: “During the Middle Ages the Augustinian view was gradually transplanted by the doctrine of transubstantiation. As early as 818 A.D. Paschasius Radbertus already formally proposed this doctrine, but met with strong opposition on the part of Rabanus Maurus and Ratramnus. In the eleventh century a furious controversy again broke out on the subject between Berenger of Tours and Lanfranc. The latter made the crass statement that ‘the very body of Christ was truly held in the priest’s hand, broken and chewed by the teeth of the faithful.’ This view was finally defined by Hildebert of Tours (1134), and designated as the doctrine of transubstantiation. It was formally adopted by the fourth Lateran Council in 1215. Many questions connected with this doctrine were debated by the Scholastics, such as those respecting the duration of the change of bread and wine into the body and blood of Jesus Christ, the manner of Christ’s presence in both elements, the relation of substance and accidents, the adoration of the host, and so on. The final formulation of the doctrine was given by the Council of Trent, and is recorded in Sessio XIII of its Decrees and Canons. Eight Chapters and eleven Canons are devoted to it. We can only mention the most essential points here. Jesus Christ is truly, really, and substantially present in the holy sacrament. The fact that He is seated at the right hand of God does not exclude the possibility of His substantial and sacramental presence in several places simultaneously. By the words of consecration the substance of bread and wine is changed into the body and blood of Christ. The entire Christ is present under each species and under each particle of either species. Each one who receives a particle of the host receives the whole Christ. He is present in the elements even before the communicant receives them. In view of this presence, the adoration of the host is but natural. The sacrament effects an ‘increase of sanctifying grace, special actual graces, remission of venial sins, preservation from grievous (mortal) sin, and the confident hope of eternal salvation.’” [= ] - ‘Systematic Theology’, hal 645-646.
David Schaff: “The eucharist was twice the subject of controversy in the Middle Ages, - first in the ninth, and then in the eleventh, century. The question in both cases turned on a grossly realistic and a spiritual conception of the sacramental presence and fruition of Christ’s body and blood; and the result was the triumph of the Roman dogma of transubstantiation, as advocated by Paschasius Radbertus against Ratramnus, and by Lanfranc against Berengar, and as finally sanctioned by the fourth Lateran Council in 1215, and the Council of Trent in 1551.” [= ] - ‘History of the Christian Church’, vol VII, hal 614.
Catatan: Kata-kata “HOC EST CORPUS MEUM” belakangan dipakai oleh tukang sihir / sulap dan diubah menjadi “HOCUS POCUS” (Dr. Albert H. Freundt, Jr., ‘History of Modern Christianity’, hal 5).
Teori Thomas Aquinas (1225-1274):
“The substance of bread and wine are changed into the body and blood of Christ during communion while the accidents (appear¬ence, taste, smell) remain the same.” [= Zat dari roti dan anggur berubah menjadi tubuh dan darah Kristus pada saat komuni, sementara accidentsnya (penampilannya / kelihatannya, rasanya, baunya) tetap sama.].
Doktrin ini didasarkan atas penghurufiahan kata-kata Yesus ‘Inilah tubuhKu’ (Matius 26:26).
Loraine Boettner: “In the New York Catechism we read: ‘Jesus Christ gave us the sacrifice of the Mass to leave to His Church a visible sacrifice which continues His sacrifice on the cross until the end of time. The Mass is the same sacrifice as the sacrifice of the cross. Holy Communion is the receiving of the body and blood of Jesus Christ under the appearance of bread and wine.’ The Creed of pope Pius IV, which is one of the official creeds of the Roman Church, says: ‘I profess that in the Mass is offered to God a true, proper, and propitiatory sacrifice (that is, a sacrifice which satisfies the justice of God and so offsets the penalty for sin) for the living and the dead; and that in the most holy sacrament of the Eucharist there is truly, really, and substantially, the body and blood, together with the soul and divinity, of our Lord Jesus Christ; and that there is a conversion of the whole substance of the bread into the body, and of the whole substance of the wine into the blood, which the Catholic Church calls Transubstantiation.’ The Council of Trent declared: ‘The sacrifice (in the Mass) is identical with the sacrifice of the Cross, inasmuch as Jesus Christ is a priest and victim both. The only difference lies in the manner of offering, which is bloody upon the cross and bloodless on our altars.’” [= Dalam New York Catechism kami membaca: ‘Yesus Kristus memberi kita korban Missa untuk meninggalkan bagi GerejaNya korban yang kelihatan yang melanjutkan korbanNya pada salib sampai akhir jaman. Missa adalah korban yang sama seperti korban pada salib. Perjamuan Kudus adalah penerimaan tubuh dan darah Kristus di bawah penampilan roti dan anggur’. Credo / pengakuan iman dari Paus Pius IV, yang adalah salah satu dari credo-credo Gereja Roma, berkata: ‘Saya mengakui bahwa dalam Missa dipersembahkan kepada Allah suatu korban yang benar, tepat, dan bersifat menebus (artinya, suatu korban yang memuaskan keadilan Allah dan menetralisir / menebus hukuman untuk dosa) bagi orang yang hidup dan yang mati; dan bahwa dalam sakramen yang paling kudus / suci dari Ekaristi di sana ada tubuh dan darah secara benar, sungguh-sungguh dan hakiki, bersama-sama dengan jiwa dan keilahian, dari Tuhan kita Yesus Kristus; dan bahwa di sana ada suatu perubahan dari seluruh zat / bahan dari roti menjadi tubuh, dan dari seluruh zat / bahan dari anggur menjadi darah, yang Gereja Katolik sebut Transubstantiation’. Sidang Gereja Trent menyatakan: ‘Korban (dalam Missa) adalah identik dengan korban dari salib, karena Yesus Kristus adalah baik imam maupun korban. Satu-satunya perbedaan terletak dalam cara dari persembahan, yang berdarah pada salib dan tak berdarah pada altar kami’.] - ‘Roman Catholicism’, hal 168-169 (Libronix).
Loraine Boettner: “According to Roman teaching, in the sacrifice of the mass the bread and wine are changed by the power of the priest at the time of consecration into the actual body and blood of Christ.” [= Menurut ajaran Roma, dalam korban dari Missa roti dan anggur diubah oleh kuasa dari imam / pastor pada saat pengudusan menjadi tubuh dan darah yang sungguh-sungguh dari Kristus.] - ‘Roman Catholicism’, hal 169-170 (Libronix).
Loraine Boettner: “The bread, in the form of thin, round wafers, hundreds of which may be consecrated simultaneously, is contained in a golden dish. The wine is in a golden cup. The supposed body and blood of Christ are then raised before the altar by the hands of the priest and offered up to God for the sins both of the living and the dead. During this part of the ceremony the people are little more than spectators to a religious drama. Practically everything is done by the priest, or by the priest and his helpers. The audience does not sing, nor are there any spontaneous prayers either on the part of the priest or the people. The liturgy is so rigid that it can be carried out mechanically, almost without thought.” [= Roti, dalam bentuk hosti yang tipis dan bundar, ratusan darinya bisa dikuduskan secara bersamaan, diletakkan dalam suatu piring emas. Anggur ada dalam sebuah cawan emas. Yang dianggap sebagai tubuh dan darah Kristus lalu diangkat / ditinggikan di depan altar oleh tangan dari imam / pastor dan dipersembahkan kepada Allah UNTUK DOSA-DOSA BAIK DARI ORANG-ORANG HIDUP DAN MATI. Selama bagian upacara ini orang-orang hanya sedikit lebih dari pada penonton-penonton pada suatu drama agamawi. Secara praktis segala sesuatu dilakukan oleh imam / pastor, atau oleh imam / pastor dan penolong-penolongnya. Penonton / jemaat tidak menyanyi, juga di sana tidak ada doa-doa spontan apapun atau dari imam / pastor atau dari orang-orang / jemaat. Liturginya begitu kaku sehingga itu bisa dipraktekkan secara mekanis, hampir tanpa pikiran.] - ‘Roman Catholicism’, hal 170 (Libronix).
Tentang kata-kata ‘untuk dosa-dosa baik dari orang-orang hidup dan mati’, bandingkan dengan kata-kata di bawah ini:
David Schaff: “The power of the mass extends not only to the living, but even to departed spirits in purgatory, abridging their sufferings, and hastening their release and transfer to heaven.” [= Kuasa dari missa meluas bukan hanya kepada orang-orang hidup, tetapi bahkan kepada roh-roh orang mati di api penyucian, memperpendek penderitaan mereka, dan mempercepat pembebasan mereka dan pemindahan mereka ke surga.] - ‘History of the Christian Church’, vol VII, hal 603.
Loraine Boettner: “In the observance of holy communion the priest partakes of a large wafer, then he drinks the wine in behalf of the congregation. The lay members go to the front of the church and kneel before a railing, with closed eyes, and open mouths into which the priest places a small wafer. Roman Catholic theology holds that the complete body and blood of Christ are in both the bread and the wine. At this point one is tempted to ask, If the priest can partake of the wine for the congregation, why may he not also partake of the bread for the congregation? Formerly it was required that anyone partaking of the mass must have abstained from any form of food or drink, even water, since midnight - hence the need for early mass. That, however, caused many to become indifferent. Now one has to abstain from solid food for only one hour before receiving communion, and he does not have to abstain from water at all. Yet the New Testament tells us that Christ instituted the Lord’s supper immediately after He and the disciples had eaten the passover feast. If Christ had no objection to the bread being mixed with other food, why should the Roman Church object?” [= Dalam pelaksanaan / praktek dari Perjamuan Kudus imam / pastor mengambil bagian sebuah hosti besar, lalu ia meminum anggur sebagai wakil dari jemaat. Anggota-anggota awam maju ke depan gereja dan berlutut di depan suatu pagar, dengan mata tertutup, dan mulut terbuka ke dalam mana imam / pastor meletakkan suatu hosti kecil. Theologia Roma Katolik mempercayai bahwa tubuh dan darah lengkap dari Kristus ada dalam baik roti dan anggur. Pada titik ini seseorang tergoda untuk bertanya, Jika imam / pastor bisa mengambil bagian dari anggur untuk jemaat, mengapa ia tidak boleh juga mengambil bagian dari roti untuk jemaat? Dulu diharuskan bahwa siapapun yang mengambil bagian dari missa harus telah menahan diri dari bentuk makanan atau minuman apapun, bahkan air, sejak tengah malam - karena itu dibutuhkan missa yang sangat pagi. Tetapi itu menyebabkan banyak orang menjadi acuh tak acuh. Sekarang seseorang harus menahan diri dari makanan padat hanya untuk satu jam sebelum menerima Perjamuan Kudus, dan ia tidak harus menahan diri dari air sama sekali. Tetapi Perjanjian Baru memberitahu kita bahwa Kristus menetapkan Perjamuan Kudus segera setelah Ia dan murid-murid telah makan Perjamuan Paskah. Jika Kristus tidak mempunyai keberatan bagi roti untuk dicampur dengan makanan yang lain, mengapa Gereja Roma harus keberatan?] - ‘Roman Catholicism’, hal 170 (Libronix).
Catatan: jadi rupanya karena mereka mempercayai roti dan anggur betul-betul berubah menjadi tubuh dan darah Kristus, maka mereka menganggap keduanya tak boleh dicampur dengan makanan lain / biasa. DARI SINI KITA MELIHAT BAHWA KEPERCAYAAN / PENGERTIAN SALAH YANG SATU AKAN MEMBAWA PADA KEPERCAYAAN / PENGERTIAN SALAH YANG LAIN! Bagian di bawah ini juga muncul sebagai akibat dari kepercayaan / pengertian yang salah dari Gereja Roma Katolik tentang Perjamuan Kudus.
David Schaff: “The denial of the cup to the laity, the present custom of the Roman Catholic Church, became common in the thirteenth century. It was at first due to the fear of profanation by spilling the consecrated blood of Christ. At the same time the restriction to the bread was regarded as a wholesome way of teaching the people that the whole Christ is present in each of the elements.” [= Pelarangan cawan bagi orang-orang awam, kebiasaan / tradisi sekarang ini dari Gereja Roma Katolik, menjadi umum pada abad ke 13. Mula-mula itu disebabkan karena rasa takut terhadap tindakan pencemaran / penghujatan dengan menumpahkan darah yang dikuduskan dari Kristus. Pada saat yang sama pembatasan pada roti dianggap sebagai suatu cara yang sehat untuk mengajar orang-orang bahwa seluruh Kristus hadir dalam masing-masing / tiap-tiap elemen.] - ‘History of the Christian Church’, vol V, hal 724.
Catatan: perdebatan tentang pelarangan anggur bagi orang-orang awam akan saya bahas dalam pembahasan exposisi 1Kor 11:23-34.
David Schaff: “The celebration of the eucharist is the central part of the service of the Latin Church. Thomas Aquinas said it is to be celebrated with greater solemnity than the other sacraments because it contains the whole mystery of our salvation. ... If a fly, he says, or a spider, be found in the wine after consecration, the insect must be taken out, carefully washed and burnt, and then the water, mingled with ashes, must be thrown into the sacrary. If poison be found in the consecrated wine, the contents of the cup are to be poured out and kept in a vessel among the relics.” [= Perayaan Ekariti / Perjamuan Kudus adalah bagian pusat dari ibadah dari Gereja Latin. Thomas Aquinas berkata itu harus dirayakan dengan kekhidmatan yang lebih besar dari pada sakramen-sakramen yang lain karena itu mencakup seluruh misteri keselamatan kita. ... Jika seekor lalat, ia berkata, atau seekor laba-laba, ditemukan di dalam anggur setelah pengudusan, serangga itu harus dikeluarkan, dicuci dengan hati-hati / teliti dan dibakar, dan lalu air, dicampur dengan abunya, harus dibuang ke dalam bangunan / ruangan kudus. Jika racun ditemukan dalam anggur yang telah dikuduskan, isi dari cawan harus dicurahkan dan disimpan dalam sebuah bejana di antara relics.] - ‘History of the Christian Church’, vol V, hal 721.
Catatan: saya tak tahu dengan pasti apa yang dimaksud dengan ‘sacrary’ / ‘bangunan / ruangan kudus’ itu. Mungkin itu menunjuk pada gereja?
Loraine Boettner: “The elaborate ritual of the mass is really an extended pageant, designed to re-enact the experiences of Christ from the supper in the upper room, through the agony in the garden, the betrayal, trial, crucifixion, death, burial, resurrection, and ascension. It is a drama crowding the detailed events of many days into the space of one hour or less. For its proper performance the priest in seminary goes through long periods of training and needs a marvelous memory. Witness the following: HE MAKES THE SIGN OF THE CROSS SIXTEEN TIMES; TURNS TOWARD THE CONGREGATION SIX TIMES; LIFTS HIS EYES TO HEAVEN ELEVEN TIMES; KISSES THE ALTAR EIGHT TIMES; FOLDS HIS HANDS FOUR TIMES; STRIKES HIS BREAST TEN TIMES, BOWS HIS HEAD TWENTY-ONE TIMES; GENUFLECTS EIGHT TIMES; BOWS HIS SHOULDERS SEVEN TIMES; BLESSES THE ALTAR WITH THE SIGN OF THE CROSS THIRTY TIMES; LAYS HIS HANDS FLAT ON THE ALTAR TWENTY-NINE TIMES; PRAYS SECRETLY ELEVEN TIMES; PRAYS ALOUD THIRTEEN TIMES; TAKES THE BREAD AND WINE AND TURNS IT INTO THE BODY AND BLOOD OF CHRIST; COVERS AND UNCOVERS THE CHALICE TEN TIMES; GOES TO AND FRO TWENTY TIMES; AND IN ADDITION PERFORMS NUMEROUS OTHER ACTS. His bowings and genuflections are imitations of Christ in His agony and suffering. The various articles of clothing worn by the priest at different stages of the drama represent those worn by Christ; the seamless robe, the purple coat, the veil with which His face was covered in the house of Caiaphas, a girdle representing the cords with which He was bound in the garden, the cords which bound Him to the cross, etc. IF THE PRIEST FORGETS EVEN ONE ELEMENT OF THE DRAMA HE COMMITS A GREAT SIN AND TECHNICALLY MAY INVALIDATE THE MASS. Add to the above the highly colored robes of the clergy, the candles, bells, incense, music, special church architecture of the chancel often in gleaming white, and the fact that the mass is said or sung in an unknown tongue, Latin, which is not understood by the people, and you see something of the complexity of the program. Surely there was much truth in Voltaire’s remark concerning the mass as practiced in the cathedrals of France in his day, that it was ‘the grand opera of the poor.’” - ‘Roman Catholicism’, hal 170-171 (Libronix).
Kutipan di atas ini menceritakan liturgi yang mendetail dari Perjamuan Kudus versi Gereja Roma Katolik, mencakup pakaian pastor, apa saja yang harus ia lakukan, dan sebagainya. Dan semua itu harus dilakukan secara persis, sehingga kalau ia lupa satu hal saja, ia melakukan dosa besar dan secara tehnis menyebabkan missa itu tidak sah. Tetapi semua ini tidak saya terjemahkan, karena saya menganggap tidak terlalu penting bagi kita.
Pada hal 171 ada catatan kaki: “The liturgy of the mass was considerably simplified in 1965, and can now be said in the colloquial language.” [= Liturgi dari Missa telah sangat disederhanakan pada tahun 1965, dan sekarang bisa diucapkan dalam bahasa yang tidak resmi (bukan bahasa Latin).] - ‘Roman Catholicism’, hal 171 (Libronix).
Dengan demikian dalam Perjamuan Kudus Gereja Roma Katolik bukan saja terjadi perubahan zat dari roti dan anggur menjadi betul-betul tubuh dan darah Kristus, tetapi juga dianggap terjadi pengulangan pengorbanan Kristus.
Loraine Boettner: “The mass, therefore, is not a memorial, but a ritual in which the bread and wine are transformed into the literal flesh and blood of Christ, which is then offered as a true sacrifice.” [= Karena itu, missa, bukanlah suatu peringatan, tetapi suatu upacara dalam mana roti dan anggur diubah menjadi daging dan darah Kristus secara hurufiah, yang lalu dipersembahkan sebagai suatu korban yang benar.] - ‘Roman Catholicism’, hal 174 (Libronix).
David Schaff: “A literal priesthood requires a literal sacrifice, and this is the repetition of Christ’s one sacrifice on the cross offered by the priest in the mass from day to day.” [= Suatu imamat yang hurufiah menuntut suatu korban yang hurufiah, dan ini adalah pengulangan dari satu korban Kristus pada salib yang dipersembahkan oleh imam / pastor dalam missa dari hari ke hari.] - ‘History of the Christian Church’, vol VII, hal 603.
Louis Berkhof: “1. THE VIEW OF ROME. The Church of Rome conceives of the sacramental union in a physical sense. It is hardly justified, however, in speaking of any sacramental union at all, for according to its representation there is no union in the proper sense of the word. The sign is not joined to the thing signified, but makes way for it, since the former passes into the latter. When the priest utters the formula, ‘HOC EST CORPUS MEUM’, bread and wine change into the body and blood of Christ. It is admitted that even after the change the elements look and taste like bread and wine. While the substance of both is changed, their properties remain the same. In the form of bread and wine the physical body and blood of Christ are present. The supposed Scriptural ground for this is found in the words of the institution, ‘this is my body’, and in John 6:50 ff. But the former passage is clearly tropical, like those in John 14:6; 15:1; 10:9, and others; and the latter, literally understood, would teach more than the Roman Catholic himself would be ready to grant, namely, that every one who eats the Lord’s Supper goes to heaven, while no one who fails to eat it will obtain eternal life (cf. verses 53, 54). Moreover, verse 63 clearly points to a spiritual interpretation. Furthermore, it is quite impossible to conceive of the bread which Jesus broke as being the body which was handling it; and it should be noted that Scripture calls it bread even after it is supposed to have been trans-substantiated, 1 Cor. 10:17; 11:26, 27, 28. This view of Rome also violates the human senses, where it asks us to believe that what tastes and looks like bread and wine, is really flesh and blood; and human reason, where it requires belief in the separation of a substance and its properties and in the presence of a material body in several places at the same time, both of which are contrary to reason. Consequently, the elevation and adoration of the host is also without any proper foundation.” [= ] - ‘Systematic Theology’, hal 652.
Tanggapan saya:
1) Berkenaan dengan perubahan zat.
a) Tubuh jasmani Kristus bukanlah Allah dan tidak bersifat ilahi, sehingga tidak bersifat mahaada. Kitab Suci tidak pernah menggambarkan bahwa tubuh Kristus bisa ada di dua tempat yang berbeda pada saat yang sama. Sekarang, setelah kenaikan Yesus ke sorga, tubuh Kristus ada di surga dan Ia hadir di dunia melalui Roh Kudus. Karena itu dalam Perjamuan Kudus Kristus tidak hadir secara jasmani!
Bdk. Kisah Para Rasul 3:21 - “Kristus itu harus tinggal di sorga sampai waktu pemulihan segala sesuatu, seperti yang difirmankan Allah dengan perantaraan nabi-nabiNya yang kudus di zaman dahulu.”.
b) Kata ‘this’ [= ini] dalam 1Korintus 11:24 tidak mungkin menunjuk pada roti, karena jenis kelamin keduanya berbeda.
1Kor 11:24 - “dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya dan berkata: ‘Inilah tubuhKu, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!’”.
KJV: ‘This is My body’.
Leon Morris (Tyndale) tentang 1Korintus 11:24: “Jesus broke the bread and said, ‘This is my body’ (Moffatt, ‘This means my body’). These words have been made the proof text for doctrines such as transubstantiation and consubstantiation with their realistic identification of the bread with the body of Christ. But This is neuter (TOUTO), not masculine as it should be if it referred to the masculine word for bread (ARTOS). It may refer to the whole action, as the second this does.” [= Yesus memecah-mecahkan roti dan berkata, ‘Ini adalah tubuhKu’ (Moffatt, ‘Ini berarti tubuhKu’). Kata-kata ini telah dijadikan text bukti untuk doktrin-doktrin seperti transubstantiation dan consubstantiation dengan penyamaan realistik mereka tentang / dari roti dengan tubuh Kristus. Tetapi ‘this’ / ‘ini’ adalah kata dengan jenis kelamin neuter / netral (TAUTO), bukan laki-laki seperti seharusnya jika itu menunjuk pada kata berjenis kelamin laki-laki untuk roti (ARTOS). Itu bisa menunjuk pada seluruh tindakan, seperti kata ‘this’ yang kedua.] - Libronix.
Catatan: menurut saya ‘this’ yang pertama menunjuk pada SOMA [= body / tubuh], dan ‘this’ yang kedua menunjuk pada HAIMA [= blood / darah], yang keduanya berjenis kelamin neuter / netral.
c) Pada waktu Yesus mengambil roti, memecah-mecahkannya dan berkata “Inilah tubuhKu” (Mat 26:26 1Kor 11:24), maksudnya hanyalah bahwa roti merupakan simbol dari tubuhNya. Demikian juga pada waktu Ia mengambil cawan anggur dan berkata “Inilah darahKu” (Matius 26:28), maka maksudNya hanyalah bahwa anggur merupakan simbol dari darahNya. Jadi tidak boleh diartikan bahwa pada saat itu roti betul-betul berubah menjadi tubuh Kristus dan anggur betul-betul berubah menjadi darah Kristus!
Dasar penafsiran ini:
1. Pada saat Kristus mengatakan kata-kata “Inilah tubuhKu” itu, baik tubuh maupun darahNya ada dalam diriNya, lalu bagaimana itu bisa lari ke roti dan anggur?
Charles Hodge (tentang 1Kor 11:24): “‘This is my body.’ These words are found in all the accounts. ... The ordinary and natural interpretation of them is that the pronoun ‘this’ refers to the bread. ‘This bread that I hold in my hand and that I give to you is my body.’ That is, it is the symbol of his body, ... It would seem clear that they must have this meaning because of the following considerations. 1. It is impossible for the bread in Christ’s hand to have been his literal body then seated at the table, or for the wine to have been the blood that was then flowing in his veins.” [= ‘Inilah tubuhKu’. Kata-kata ini ditemukan dalam semua cerita. ... Penafsiran yang biasa dan alamiah tentang kata-kata ini adalah bahwa kata ganti ‘ini’ menunjuk pada roti. ‘Roti yang Aku pegang dalam tanganKu ini dan yang Aku berikan kepadamu adalah tubuhKu’. Artinya, itu adalah simbol dari tubuhNya, ... Kelihatannya jelas bahwa kata-kata itu harus mempunyai arti ini karena pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: 1. Adalah mustahil bagi roti dalam tangan Kristus untuk menjadi tubuhNya secara hurufiah yang pada saat itu duduk di meja, atau bagi anggur untuk menjadi darah yang pada saat itu sedang mengalir dalam pembuluh darahNya.].
2. Kalau kata-kata Yesus itu mau dihurufiahkan, bagaimana menafsirkan Lukas 22:20, yang berbunyi: “Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darahKu”? Haruskah kita menafsirkan bahwa pada saat itu ‘cawan / anggur’ berubah menjadi ‘perjanjian’?
Charles Hodge (tentang 1Korintus 11:24): “2. It is even more obviously impossible to take the words, ‘This cup is the new covenant’ literally. But Roman Catholics do not hold to a transubstantiation of the cup, but only of the wine. But if the words are to be taken literally, they necessitate believing both.” [= 2. Adalah bahkan dengan lebih jelas mustahil untuk mengartikan kata-kata, ‘Cawan ini adalah perjanjian baru’ secara hurufiah. Tetapi orang-orang Roma Katolik tidak mempercayai pada suatu transubstantiation / perubahan zat dari cawan, tetapi hanya dari anggur. Tetapi jika kata-kata itu harus diartikan secara hurufiah, mereka harus mempercayai keduanya.].
3. Adam Clarke mengatakan bahwa dalam bahasa Ibrani tidak ada kata yang berarti ‘menggambarkan / menunjukkan / berarti’, dan karena itu kalau mereka mau berkata bahwa ‘A menggambarkan B’ maka mereka berkata ‘A adalah B’.
Contoh:
a. Kejadian 40:12 (NASB/Lit): ‘the three branches ARE three days’ [= tiga cabang itu ADALAH tiga hari].
b. Kejadian 40:18 (NASB/Lit): ‘the three baskets ARE three days’ [= tiga keranjang itu ADALAH tiga hari].
c. Kejadian 41:26: ‘Ke 7 ekor lembu yang baik itu IALAH 7 tahun, dan ke 7 bulir gandum yang baik itu IALAH 7 tahun juga’.
d. Kejadian 41:27 (NIV): ‘The 7 lean, ugly cows that came up after they did ARE 7 years, and so are the 7 worthless heads of grain scorched by the east wind: They ARE 7 years of famine’ [= ke 7 lembu yang kurus dan buruk yang keluar setelahnya ADALAH 7 tahun, dan demikian pula ke 7 bulir gandum yang hampa dan layu oleh angin timur itu: mereka ADALAH 7 tahun kelaparan].
e. Daniel 7:23-24: ‘... Binatang yang ke 4 itu IALAH kerajaan yang ke 4 yang akan ada di bumi, ... Ke 10 tanduk itu IALAH ke 10 raja ...’.
f. Daniel 8:21: ‘Dan kambing jantan yang berbulu kesat itu IALAH raja negeri Yunani, dan tanduk besar yang di antara kedua matanya itu IALAH raja yang pertama.’.
Catatan: kalau semua ayat-ayat ini mau ditafsirkan secara hurufiah sebagaimana Gereja Roma Katolik menafsirkan Mat 26:26,28, maka akan terjadi kekonyolan yang luar biasa!
Dalam Perjanjian Baru digunakan bahasa Yunani, dan dalam bahasa Yunani memang ada kata yang berarti ‘menunjukkan / menggambar¬kan / berarti’. Tetapi anehnya, Perjanjian Baru masih sering mengikuti jejak bahasa Ibrani seperti di atas.
Contoh:
a. Matius 13:37-39: “(37) Ia menjawab, kataNya: ‘Orang yang menaburkan benih baik IALAH Anak Manu¬sia; (38) ladang IALAH dunia. Benih yang baik itu (IALAH) anak-anak Kerajaan dan lalang (IALAH) anak-anak si jahat. (39) Musuh yang mena¬burkan benih lalang IALAH Iblis. Waktu menuai IALAH akhir jaman dan para penuai itu (IALAH) malaikat.”.
Catatan: kata ‘ialah’ yang ada dalam tanda kurung tidak ada dalam Kitab Suci Indonesia, tetapi seharusnya ada.
KJV: ‘(38) The field IS the world; the good seed ARE the children of the kingdom; but the tares ARE the children of the wicked one; (39) The enemy that sowed them IS the devil; the harvest IS the end of the world; and the reapers ARE the angels.’ [= Ladang ADALAH dunia; benih yang baik ADALAH anak-anak kerajaan; tetapi lalang ADALAH anak-anak si jahat; Musuh yang menaburkan mereka ADALAH Iblis; panen / waktu menuai ADALAH akhir dunia ini; dan para penuai ADALAH malaikat-malaikat.].
b. 1Korintus 10:4 - “dan mereka semua minum minuman rohani yang sama, sebab mereka minum dari batu karang rohani yang mengikuti mereka, dan batu karang itu IALAH Kristus.”.
c. Galatia 4:24-31 - “(24) Ini adalah suatu kiasan. Sebab kedua perempuan itu ADALAH dua ketentuan Allah: yang satu berasal dari gunung Sinai dan melahirkan anak-anak perhambaan, itulah Hagar - (25) Hagar IALAH gunung Sinai di tanah Arab - dan ia sama dengan Yerusalem yang sekarang, karena ia hidup dalam perhambaan dengan anak-anaknya. (26) Tetapi Yerusalem sorgawi ADALAH perempuan yang merdeka, dan ialah ibu kita. (27) Karena ada tertulis: ‘Bersukacitalah, hai si mandul yang tidak pernah melahirkan! Bergembira dan bersorak-sorailah, hai engkau yang tidak pernah menderita sakit bersalin! Sebab yang ditinggalkan suaminya akan mempunyai lebih banyak anak dari pada yang bersuami.’ (28) Dan kamu, saudara-saudara, kamu sama seperti Ishak ADALAH anak-anak janji. (29) Tetapi seperti dahulu, dia, yang diperanakkan menurut daging, menganiaya yang diperanakkan menurut Roh, demikian juga sekarang ini. (30) Tetapi apa kata nas Kitab Suci? ‘Usirlah hamba perempuan itu beserta anaknya, sebab anak hamba perempuan itu tidak akan menjadi ahli waris bersama-sama dengan anak perempuan merdeka itu.’ (31) Karena itu, saudara-saudara, kita bukanlah anak-anak hamba perempuan, melainkan anak-anak perempuan merdeka.”.
d. Wahyu 1:20 - “Dan rahasia ketujuh bintang yang telah kaulihat pada tangan kananKu dan ketujuh kaki dian emas itu: ketujuh bintang itu IALAH malaikat ketujuh jemaat dan ketujuh kaki dian itu IALAH ketujuh jemaat.’”.
Kesimpulan:
Dari semua ini terlihat dengan jelas bahwa pada saat Yesus berkata ‘This is my body / blood’ [= Ini adalah tubuh / darah¬Ku], maksudnya ialah: roti / anggur itu menggambarkan / merupakan simbol dari tubuh / darahNya.
Jadi, ini sebetulnya sama dengan pada waktu Ia berkata:
1. Akulah pokok anggur yang benar (Yohanes 15:1).
2. Akulah pintu (Yohanes 10:9).
3. Akulah jalan (Yohanes 14:6).
4. Akulah terang dunia (Yohanes 8:12 9:5).
5. Akulah roti hidup (Yohanes 6:35).
2) Berkenaan dengan pengorbanan ulang dari Kristus.
Kitab Suci menyatakan bahwa Yesus dikorbankan hanya satu kali saja.
BACA JUGA: DOKTRIN PERJAMUAN KUDUS (2)
Bandingkan dengan ayat-ayat ini:
a) Ibrani 7:27 - “yang tidak seperti imam-imam besar lain, yang setiap hari harus mempersembahkan korban untuk dosanya sendiri dan sesudah itu barulah untuk dosa umatnya, sebab hal itu telah dilakukanNya SATU KALI UNTUK SELAMA-LAMANYA, ketika Ia mempersembahkan diriNya sendiri sebagai korban.”.
b) Ibrani 9:12 - “dan Ia telah masuk SATU KALI UNTUK SELAMA-LAMANYA ke dalam tempat yang kudus bukan dengan membawa darah domba jantan dan darah anak lembu, tetapi dengan membawa darahNya sendiri. Dan dengan itu Ia telah mendapat kelepasan yang kekal.”.
c) Ibrani 9:28 - “demikian pula Kristus HANYA SATU KALI SAJA mengorbankan diriNya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diriNya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia.”.
d) Ibrani 10:10-14 - “(10) Dan karena kehendakNya inilah kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus. (11) Selanjutnya setiap imam melakukan tiap-tiap hari pelayanannya dan berulang-ulang mempersembahkan korban yang sama, yang sama sekali tidak dapat menghapuskan dosa. (12) Tetapi Ia, setelah mempersembahkan HANYA SATU KORBAN SAJA KARENA DOSA, Ia duduk untuk selama-lamanya di sebelah kanan Allah, (13) dan sekarang Ia hanya menantikan saatnya, di mana musuh-musuhNya akan dijadikan tumpuan kakiNya. (14) Sebab OLEH SATU KORBAN SAJA Ia telah menyempurnakan untuk selama-lamanya mereka yang Ia kuduskan.”.
DOKTRIN PERJAMUAN KUDUS (1)
-bersambung-