KEMATIAN ANAK JANDA SARFAT DAN KREMASI
PDT. BUDI ASALI, M. DIV.
1Raja-Raja 17:17-24 - “(17) Sesudah itu anak dari perempuan pemilik rumah itu jatuh sakit dan sakitnya itu sangat keras sampai tidak ada nafasnya lagi. (18) Kata perempuan itu kepada Elia: ‘Apakah maksudmu datang ke mari, ya abdi Allah? Singgahkah engkau kepadaku untuk mengingatkan kesalahanku dan untuk menyebabkan anakku mati?’ (19) Kata Elia kepadanya: ‘Berikanlah anakmu itu kepadaku.’ Elia mengambilnya dari pangkuan perempuan itu dan membawanya naik ke kamarnya di atas, dan membaringkan anak itu di tempat tidurnya. (20) Sesudah itu ia berseru kepada TUHAN, katanya: ‘Ya TUHAN, Allahku! Apakah Engkau menimpakan kemalangan ini atas janda ini juga, yang menerima aku sebagai penumpang, dengan membunuh anaknya?’ (21) Lalu ia mengunjurkan badannya di atas anak itu tiga kali, dan berseru kepada TUHAN, katanya: ‘Ya TUHAN, Allahku! Pulangkanlah kiranya nyawa anak ini ke dalam tubuhnya.’ (22) TUHAN mendengarkan permintaan Elia itu, dan nyawa anak itu pulang ke dalam tubuhnya, sehingga ia hidup kembali. (23) Elia mengambil anak itu; ia membawanya turun dari kamar atas ke dalam rumah dan memberikannya kepada ibunya. Kata Elia: ‘Ini anakmu, ia sudah hidup!’ (24) Kemudian kata perempuan itu kepada Elia: ‘Sekarang aku tahu, bahwa engkau abdi Allah dan firman TUHAN yang kauucapkan itu adalah benar.’”.
gadget, otomotif, asuransi |
I) Janda Sarfat.
1) Ia adalah orang beriman.
Dalam 1Raja-Raja 17: 12 ia tidak bersumpah demi Baal / Asyera, tetapi demi TUHAN, Allah Israel. Pada pelajaran yang lalu sudah saya bahas bahwa sekalipun ia mengatakan ‘AllahMU’, itu tidak menunjukkan bahwa ia tidak beriman, karena dalam 1Raja 18:10, Obaja, yang adalah orang beriman, bersumpah dengan kata-kata yang persis sama.
Kalaupun pada saat itu ia belum sungguh-sungguh beriman, maka setelah Elia tinggal beberapa waktu dengan dia, jelas ia sudah menjadi orang beriman.
2) Ia melakukan tindakan iman (ay 15a).
Ay 15a: “Lalu pergilah perempuan itu dan berbuat seperti yang dikatakan Elia;”.
3) Ia memberikan kamar atas kepada Elia (1Raja-Raja 17: 19,23).
Ay 19,23: “(19) Kata Elia kepadanya: ‘Berikanlah anakmu itu kepadaku.’ Elia mengambilnya dari pangkuan perempuan itu dan membawanya naik ke kamarnya di atas, dan membaringkan anak itu di tempat tidurnya. ... (23) Elia mengambil anak itu; ia membawanya turun dari kamar atas ke dalam rumah dan memberikannya kepada ibunya. Kata Elia: ‘Ini anakmu, ia sudah hidup!’”.
a) Adanya kamar atas di rumahnya, menunjukkan bahwa janda itu sebetulnya kaya.
Untuk itu kita perlu mengetahui latar belakang tentang rumah pada jaman itu.
1. Pada saat itu orang membangun rumah bukan untuk menghabiskan sebagian besar waktu mereka di dalamnya. Rumah dibangun hanya sebagai tempat istirahat. Karena itu pada umumnya rumah mereka hanya mempunyai satu kamar.
Fred H. Wright: “In Bible times men did not build houses with the idea in mind that most of their daily living would be spent inside them. ... The house served as a place of retirement.” [= Pada jaman Alkitab orang tidak membangun rumah dengan pemikiran bahwa sebagian besar dari hidupnya sehari-hari akan dihabiskan di dalamnya. ... Rumah berfungsi sebagai tempat istirahat.] - ‘Manners and Customs of Bible Lands’, hal 20.
Fred H. Wright: “The average home of the common people was a one-room dwelling.” [= Rumah pada umumnya dari orang-orang biasa adalah tempat tinggal dengan satu kamar.] - ‘Manners and Customs of Bible Lands’, hal 20.
2. Kalau seseorang mempunyai rumah dengan lebih dari satu kamar, lebih-lebih kalau mempunyai kamar di atas (berarti rumahnya adalah rumah bertingkat) itu sudah menunjukkan bahwa ia adalah orang kaya.
Fred H. Wright: “Among the Arabs of Palestine villages and towns, houses of more than one room are owned by those who are more or less prosperous. ... The same thing was true of the houses belonging to the ancient Hebrews. As a rule the houses of one room were in the villages, and those of more than one room were in the cities.” [= Di kalangan orang-orang Arab di desa-desa dan kota-kota di Palestina, rumah dengan lebih dari satu kamar dimiliki oleh mereka yang makmur / kaya. ... Hal yang sama berlaku untuk rumah kepunyaan orang-orang Ibrani kuno. Biasanya rumah dengan satu kamar ada di desa, dan rumah dengan lebih dari satu kamar ada di kota.] - ‘Manners and Customs of Bible Lands’, hal 35.
‘The International Standard Bible Encyclopedia’, vol IV, hal 948: “Two-story houses appear to have been common, at least among the wealthy, in biblical times (e.g., 2K. 1:2; 23:12; Jer. 22:13f.).” [= Rumah bertingkat dua kelihatannya umum, setidaknya di kalangan orang kaya, dalam jaman Alkitab (misalnya, 2Raja 1:2 23:12 Yer 22:13-dst.).].
Catatan: kata ‘anjung’ (Yer 22:13,14) dalam NIV adalah ‘upper room’ [= kamar atas].
Dari semua ini jelas bahwa janda ini dulunya kaya. Tetapi ay 12 menunjukkan bahwa ia lalu menjadi sangat miskin. Mungkin ini terjadi karena kematian suaminya, tetapi jelas juga terjadi karena ‘masa kekeringan / kelaparan’ itu. Jadi sekalipun ia tidak tinggal di Israel, dan sekalipun ia adalah orang pilihan / orang percaya, ia juga terkena imbas hukuman Tuhan kepada Israel. Mungkin sekali saat itu ia ingin menjual rumah, tetapi tidak ada orang mau membeli rumah pada masa seperti itu. Mungkin ia berdoa minta Tuhan menolong, tetapi pertolongan tidak kunjung datang. Mungkin ia berusaha menghemat habis-habisan, tetapi tetap saja uang dan persediaan makanan makin lama makin menipis, sampai tinggal hanya cukup untuk sekali makan (1Raja-Raja 17: 12). Pada saat itulah, tidak kepagian, tidak juga terlambat, Tuhan mengatur sehingga Elia datang ke rumah janda itu (dengan mengeringkan Sungai Kerit dan menyuruh Elia pindah ke Sarfat) dan melakukan mujijat untuk mencukupi kebutuhan Elia maupun janda dan anaknya itu.
Bdk. Lukas 4:25-26 - “(25) Dan Aku berkata kepadamu, dan kataKu ini benar: Pada zaman Elia terdapat banyak perempuan janda di Israel ketika langit tertutup selama tiga tahun dan enam bulan dan ketika bahaya kelaparan yang hebat menimpa seluruh negeri. (26) Tetapi Elia diutus bukan kepada salah seorang dari mereka, melainkan kepada seorang perempuan janda di Sarfat, di tanah Sidon.”.
Penerapan: apakah cadangan uang / makanan saudara menipis karena adanya krisis keuangan? Tetaplah percaya / setia kepada Tuhan! Ia tidak pernah terlambat dalam menolong!
b) Memberikan kamar atas itu kepada Elia menunjukkan penghormatan kepada Elia.
Fred H. Wright: “It (the upper room) provides a place of coolness in the hot weather, a place of retreat, and a distinguished guest is given accommodations there.” [= Itu (kamar atas) menyediakan tempat yang sejuk dalam cuaca panas, tempat menyendiri, dan tamu terhormat diberikan penginapan di sana.] - ‘Manners and Customs of Bible Lands’, hal 40.
Komentar Albert Barnes tentang ‘kamar atas’ (dalam 1Raja-Raja 17: 19): “often the best apartment in an Eastern house.” [= sering merupakan kamar / ruangan yang terbaik dalam rumah orang Timur.].
Jadi, janda itu menyediakan yang terbaik untuk Elia sebagai suatu penghormatan, KARENA ELIA ADALAH NABI TUHAN!
Bdk. Matius 10:42-44 - “(10) Barangsiapa menyambut kamu, ia menyambut Aku, dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku. (41) Barangsiapa menyambut seorang nabi sebagai nabi, ia akan menerima upah nabi, dan barangsiapa menyambut seorang benar sebagai orang benar, ia akan menerima upah orang benar. (42) Dan barangsiapa memberi air sejuk secangkir sajapun kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia muridKu, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya dari padanya.’”.
Penerapan: apakah saudara juga menghormati hamba Tuhan dengan memberikan yang baik / terbaik untuknya?
II) Muncul penderitaan.
Bahwa janda itu beriman, hidup benar, hidup bersama seorang nabi Tuhan, menghormati nabi itu, dsb, tidak menjamin bahwa hidup janda itu bebas dari penderitaan! Lihat ay 17.
1Raja-Raja 17: 17: “Sesudah itu anak dari perempuan pemilik rumah itu jatuh sakit dan sakitnya itu sangat keras sampai tidak ada nafasnya lagi.”.
1) Apakah anaknya itu betul-betul mati atau tidak, diperdebatkan dengan sangat hebat.
Ada banyak yang mengatakan bahwa anak ini sebetulnya tidak mati.
Alasannya: 1Raja-Raja 17: 17: ‘tidak ada nafasnya lagi’. Kata ‘nafas’ berasal dari kata Ibrani NESHAMAH.
Dalam Daniel 10:17 kata-kata yang sama dipakai dan tidak menunjuk pada kematian (kata Ibrani yang dipakai dalam Daniel 10:17 ini juga adalah NESHAMAH).
Daniel 10:17 - “Masakan aku, hamba tuanku ini dapat berbicara dengan tuanku! Bukankah tidak ada lagi kekuatan padaku dan tidak ada lagi nafas (NESHAMAH) padaku?’”.
Juga bandingkan dengan 1Raja-Raja 10:4-5 - “(4) Ketika ratu negeri Syeba melihat segala hikmat Salomo dan rumah yang telah didirikannya, (5) makanan di mejanya, cara duduk pegawai-pegawainya, cara pelayan-pelayannya melayani dan berpakaian, minumannya dan korban bakaran yang biasa dipersembahkannya di rumah TUHAN, maka tercenganglah ratu itu.”.
Terjemahan LAI mengatakan ‘tercenganglah ratu itu’.
Lit: ‘in her there was no longer breath’ [= dalam dia tidak ada lagi nafas].
Kata ‘breath’ / ‘nafas’ di sini menggunakan kata Ibrani RUAKH dan kata ini bisa diterjemahkan ‘roh’ seperti kebanyakan versi Inggris, bisa juga diterjemahkan ‘nafas’. Jelas bahwa ratu Syeba dalam 1Raja-Raja 10:5 itu tidak mati, tetapi toh digunakan ungkapan seperti itu.
Tetapi saya percaya bahwa anak janda itu betul-betul mati. Alasannya:
a) Daniel 10:17 memang menggambarkan bahwa Daniel seakan-akan seperti orang mati karena melihat penglihatan itu (baca mulai Dan 10:8). Sedangkan 1Raja 10:5 tidak menggunakan kata NESHAMAH, tetapi kata RUAKH, dan semua itu digunakan sebagai suatu ungkapan. Bahwa di sana digunakan sebagai suatu ungkapan, tidak berarti bahwa kata itu harus selalu digunakan dalam arti seperti itu.
b) 1Raja-Raja 17: 17: ‘tidak ada nafasnya lagi’. Dalam Amsal 20:27 kata Ibrani yang sama (NESHAMAH) diterjemahkan ‘roh’.
Amsal 20:27 - “Roh manusia adalah pelita TUHAN, yang menyelidiki seluruh lubuk hatinya.”.
Juga dalam Ayub 26:4 versi NIV - ‘and whose spirit spoke from your mouth?’ [= dan roh siapa yang berbicara dari mulutmu?].
Jadi 1Raja-Raja 17: 17 ini bisa diterjemahkan ‘tidak ada rohnya lagi’, yang jelas menunjukkan bahwa anak itu sudah mati. Perlu ditambahkan bahwa kata NESHAMAH juga digunakan dalam Kej 2:7 (diterjemahkan ‘nafas’).
Kejadian 2:7 - “ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.”.
c) 1Raja-Raja 17: 18: “Kata perempuan itu kepada Elia: ‘Apakah maksudmu datang ke mari, ya abdi Allah? Singgahkah engkau kepadaku untuk mengingatkan kesalahanku dan untuk menyebabkan anakku mati?’”.
d) 1Raja-Raja 17: 20: “Sesudah itu ia berseru kepada TUHAN, katanya: ‘Ya TUHAN, Allahku! Apakah Engkau menimpakan kemalangan ini atas janda ini juga, yang menerima aku sebagai penumpang, dengan membunuh anaknya?’”.
e) 1Raja-Raja 17: 21-22: “(21) Lalu ia mengunjurkan badannya di atas anak itu tiga kali, dan berseru kepada TUHAN, katanya: ‘Ya TUHAN, Allahku! Pulangkanlah kiranya nyawa (NEPHESH) anak ini ke dalam tubuhnya.’ (22) TUHAN mendengarkan permintaan Elia itu, dan nyawa (NEPHESH) anak itu pulang ke dalam tubuhnya, sehingga ia hidup kembali.”.
Elia berdoa supaya ‘nyawa’ anak itu dipulangkan [NIV: ‘return’ {= kembali}]. Dan ay 22 mengatakan bahwa Tuhan mendengar doa Elia, dan nyawa anak itu lalu pulang / kembali. Dalam ay 21 & 1Raja-Raja 17: 22 kata ‘nyawa’ diterjemahkan dari kata bahasa Ibrani NEPHESH, yang sekalipun bisa diartikan ‘nafas’, tetapi pada umumnya diartikan ‘jiwa’.
Catatan: beberapa waktu yang lalu saya membaca tulisan dari Ir. Herlianto, M. Th. yang menentang kremasi terhadap orang kristen yang mati, dengan alasan bahwa pada saat mati selama beberapa waktu jiwa / roh orang itu masih bersama tubuhnya, sehingga kalau dibakar mungkin jiwa / roh itu akan mengalami akibat yang serius. Saya berpendapat bahwa tulisan ini tidak berdasar, dan bahkan bertentangan dengan Alkitab, khususnya dengan ay 21-22 ini, dan juga dengan Luk 8:55 (‘Maka kembalilah roh anak itu’). Ayat-ayat ini jelas menunjukkan bahwa pada saat seseorang mati, jiwa / rohnya langsung meninggalkan tubuhnya, dan kalau terjadi pembangkitan maka jiwa / roh itu akan kembali ke tubuhnya. Perlu juga dicamkan bahwa dari dulu orang memberikan definisi tentang kematian sebagai ‘perpisahan tubuh dengan jiwa / roh’. Definisi ini memang alkitabiah, dan didukung oleh ayat-ayat seperti:
Lukas 23:43 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.’”.
Kis 7:59 - “Sedang mereka melemparinya Stefanus berdoa, katanya: ‘Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku.’”.
Kis 5:5,10 (yang menceritakan kematian Ananias dan Safira) dan Kis 12:23 (yang menceritakan kematian Herodes).
Kis 5:5,10: ‘putuslah nyawanya’.
KJV: ‘gave up / yielded up the ghost’ [= menyerahkan roh].
RSV/NIV: ‘died’ [= mati].
NASB: ‘breathed his / her last’ [= menghembuskan nafasnya yang terakhir].
Kata Yunani yang dipakai adalah EXEPSUXEN (dalam Perjanjian Baru kata ini hanya digunakan 3 x, yaitu dalam Kis 5:5,10 dan Kis 12:23), yang berasal dari kata dasar EKPSUKHO. Kata EKPSUKHO ini pasti berasal dari 2 kata Yunani yaitu EK [= from {= dari}, out from {= keluar dari}, away from {= jauh dari}] + PSUKHE [= soul {= jiwa}]. Kata Yunani ini menunjukkan bahwa mati merupakan perpisahan dari tubuh dengan jiwa.
f) 1Raja-Raja 17: 22: ‘sehingga ia hidup kembali’.
1Raja-Raja 17: 23: ‘Ini anakmu, ia sudah hidup’.
1. Kata ‘kembali’ sebetulnya tidak ada. Lit: ‘and he lived’ [= dan ia hidup]. Tetapi kontex membenarkan penterjemahan Kitab Suci Indonesia ini.
2. Baik dalam 1Raja-Raja 17: 22 maupun dalam ay 23 digunakan istilah ‘hidup’ bukan ‘sembuh’, dan ini menunjukkan bahwa tadinya anak itu betul-betul mati.
2) Penderitaan orang beriman bisa sangat berat.
Pulpit Commentary: “God’s blow may be very heavy. Her son, her only child, is taken. God’s plough sinks deep that His work may be rightly done. The very greatness of our anguish is a measure by which we may gauge the greatness of the Lord’s purpose and of the love which will not suffer us to miss the blessing.” [= Pukulan Allah bisa sangat berat. Anak laki-lakinya, satu-satunya anak, diambil. Bajak dari Allah menghunjam dalam supaya pekerjaanNya bisa dilakukan dengan benar. Hebatnya penderitaan / kesedihan kita adalah ukuran dengan mana kita bisa mengukur kebesaran rencana / tujuan Tuhan dan kasihNya yang tidak akan membiarkan kita tidak mendapatkan berkat.] - hal 415.
III) Sikap janda dan Elia pada saat menghadapi penderitaan.
1) Janda itu datang kepada Elia (1Raja-Raja 17: 18).
1Raja-Raja 17: 18: “Kata perempuan itu kepada Elia: ‘Apakah maksudmu datang ke mari, ya abdi Allah? Singgahkah engkau kepadaku untuk mengingatkan kesalahanku dan untuk menyebabkan anakku mati?’”.
a) Datangnya ia kepada Elia untuk menceritakan kematian anaknya adalah sesuatu yang benar. Ingat bahwa ini terjadi dalam jaman Perjanjian Lama dimana orang awam tidak boleh langsung datang kepada Tuhan. Memang seharusnya ia datang kepada imam, tetapi karena di negeri kafir ini tak ada imam yang benar, ia datang kepada nabi Tuhan.
Tetapi dalam jaman Perjanjian Baru, Yesuslah pengantara antara kita dengan Allah, dan karena itu orang kristen tidak perlu datang kepada hamba Tuhan, tetapi boleh langsung datang kepada Allah melalui Kristus (doa dalam nama Yesus).
Penerapan: banyak orang Kristen yang tergantung kepada pendetanya, pada waktu menghadapi problem. Mereka selalu datang kepada pendeta untuk minta didoakan. Ini salah! Mereka bisa berdoa sendiri (kalau mereka orang kristen yang sejati), sehingga tak perlu bergantung pada doa dari pendeta. Kalau mereka sendiri sudah berdoa, lalu mereka minta pendeta (atau orang Kristen lain) mendukung dengan juga ikut mendoakan mereka, maka itu bukan masalah. Tetapi kalau mereka merasa doa mereka tidak ada gunanya, dan hanya doa pendeta yang berguna, itu sangat salah!
b) ‘Apakah maksudmu datang kemari, ya abdi Allah?’ (1Raja-Raja 17: 18a).
Kata-kata yang saya garisbawahi itu salah terjemahan. Terjemahan hurufiahnya adalah: ‘What to me and to thee / you’ [= Apa bagiku dan bagimu]. Ungkapan ini muncul berulangkali dalam Kitab Suci (Hak 11:12 2Sam 16:10 2Raja 3:13 Mat 8:29 Yoh 2:4) dan selalu menunjukkan ketidak-senangan.
Ini adalah sesuatu yang salah. Janda itu seharusnya ingat bahwa jika tidak ada Elia yang melakukan mujijat dengan tepung dan minyaknya (ay 14-16), bukan hanya anaknya, tetapi juga dia sendiri sudah mati sejak dulu. Tetapi kesalahan janda ini bisa dimengerti dalam kasus seseorang yang kematian anak tunggalnya.
c) ‘Singgahkah engkau kepadaku untuk mengingatkan kesalahanku dan untuk menyebabkan anakku mati?’ (1Raja-Raja 17: 18b).
Kata-kata ini menunjukkan bahwa janda itu mengira bahwa kematian anaknya itu merupakan hukuman / hajaran Tuhan atas dosanya.
Kadang-kadang setan bekerja sehingga orang yang dihukum Tuhan dengan penderitaan itu tidak sadar akan dosanya (bahkan menyalahkan orang lain - bdk. 18:17). Tetapi kadang-kadang setan bekerja sebaliknya. Ia mendustai orang yang menderita bukan karena hukuman Tuhan sehingga orang itu menganggapnya sebagai hukuman Tuhan. Setan memang bapa segala dusta.
Memang ada banyak penafsir menganggap bahwa janda itu mengalami hal ini karena dosanya, tetapi saya menganggap penafsiran itu tidak berdasar. Penderitaan janda ini, berbeda dengan kekeringan dan kelaparan selama 3,5 tahun yang dialami Ahab dan Israel, bukan terjadi karena dosanya!
Pulpit Commentary: “Affliction and its fruits. ... It is no proof of God’s anger. ... Affliction is no more proof of wrath than is the farmer’s ploughing of his field. To him, with his eye upon the future harvest, it is only the needful preparation of the soil. And the great Husbandman, with His eye upon the eternal glory, must open a bed within the soul’s depths for the seed of life.” [= Penderitaan dan buahnya. ... Itu bukanlah bukti murka Allah. ... Penderitaan bukanlah bukti murka sama seperti petani membajak tanahnya juga bukan karena murka. Bagi dia, dengan matanya diarahkan pada panen yang akan datang, itu hanyalah suatu persiapan yang dibutuhkan oleh tanah itu. Dan Petani Agung itu, dengan mataNya diarahkan pada kemuliaan kekal, harus membuka suatu jalur di dalam kedalaman jiwa untuk benih kehidupan.] - hal 415.
Keil & Delitzsch: “Like the blindness in the case of the man born blind mentioned in John 9, the death of this widow’s son was not sent as a punishment for particular sins, but was intended as a medium for the manifestation of the works of God in her (John 9:3),” [= Seperti kebutaan dalam kasus orang yang dilahirkan buta yang disebutkan dalam Yoh 9, kematian dari anak janda itu bukanlah diberikan sebagai hukuman atas dosa tertentu, tetapi dimaksudkan sebagai alat untuk perwujudan pekerjaan Allah dalam diri janda itu (Yoh 9:3),] - hal 239.
Yoh 9:1-3 - “(1) Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya. (2) Murid-muridNya bertanya kepadaNya: ‘Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?’ (3) Jawab Yesus: ‘Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, TETAPI KARENA PEKERJAAN-PEKERJAAN ALLAH HARUS DINYATAKAN DI DALAM DIA.”.
2) Elia membawa persoalan itu kepada Tuhan dalam doa (1Raja-Raja 17: 19-21).
1Raja-Raja 17: 19-21: “(19) Kata Elia kepadanya: ‘Berikanlah anakmu itu kepadaku.’ Elia mengambilnya dari pangkuan perempuan itu dan membawanya naik ke kamarnya di atas, dan membaringkan anak itu di tempat tidurnya. (20) Sesudah itu ia berseru kepada TUHAN, katanya: ‘Ya TUHAN, Allahku! Apakah Engkau menimpakan kemalangan ini atas janda ini juga, yang menerima aku sebagai penumpang, dengan membunuh anaknya?’ (21) Lalu ia mengunjurkan badannya di atas anak itu tiga kali, dan berseru kepada TUHAN, katanya: ‘Ya TUHAN, Allahku! Pulangkanlah kiranya nyawa anak ini ke dalam tubuhnya.’”.
a) 1Raja-Raja 17: 20: ini tidak berarti bahwa Elia menyesali Tuhan, tetapi hanya merupakan ungkapan kesedihan Elia.
b) 1Raja-Raja 17: 21a: Elia mengunjurkan badannya di atas anak itu 3 x.
1. Tindakan Elia ini ditiru oleh Elisa dalam 2Raja 4:34 pada waktu mau membangkitkan anak perempuan Sunem, dan juga ditiru oleh Paulus dalam Kis 20:10 pada waktu mau membangkitkan Eutikhus.
2Raja 4:34 - “Lalu ia membaringkan dirinya di atas anak itu dengan mulutnya di atas mulut anak itu, dan matanya di atas mata anak itu, serta telapak tangannya di atas telapak tangan anak itu; dan karena ia meniarap di atas anak itu, maka menjadi panaslah badan anak itu.”.
Kis 20:10 - “Tetapi Paulus turun ke bawah. Ia merebahkan diri ke atas orang muda itu, mendekapnya, dan berkata: ‘Jangan ribut, sebab ia masih hidup.’”.
2. Apa maksudnya / gunanya tindakan ini?
a. Ada penafsir-penafsir yang menganggap bahwa ia melakukan hal ini untuk menghangatkan tubuh anak itu. Bukan supaya dengan ini bisa menghidupkan anak itu kembali, tetapi karena ia percaya bahwa Allah akan memberi kekuatan supranatural pada apa yang ia lakukan.
b. Perlu diingat bahwa hal yang serupa dengan ini sering terjadi dalam Kitab Suci. Misalnya:
• dalam Yoh 9:6, untuk menyembuhkan orang buta, Yesus memberikan tanah bercampur ludahNya ke mata orang buta itu, dan menyuruhnya membasuh dirinya di kolam Siloam.
• dalam Kis 3:7, untuk menyembuhkan orang lumpuh, Petrus memegang tangan orang lumpuh itu dan membantunya berdiri.
• dalam Mark 7:32-33, untuk menyembuhkan orang yang tuli dan gagap, Yesus memasukkan jariNya ke telinga orang itu, dan meraba lidah orang itu.
• dalam 2Raja 5, untuk menyembuhkan Naaman dari penyakit kustanya, Elisa menyuruh Naaman mandi 7 x di Sungai Yordan.
Semua tindakan ini berhubungan dengan penyakit yang mau disembuhkan. Sekalipun tindakan itu sendiri, tanpa pekerjaan / kuasa Tuhan, tidak mungkin menyembuhkan, dan sebetulnya Tuhan bisa menyembuhkan tanpa tindakan seperti itu, tetapi anehnya tindakan seperti itu sering dilakukan.
c. Mungkin di sini kita harus mengakui bahwa kita tidak mengerti mengapa tindakan itu dilakukan.
The New Bible Commentary: Revised: “We miss the point if we feel that this manipulation of the son by Elijah was a means of resuscitating him; at the same time we recognize that the same technique is mentioned in two other cases (2Ki. 4:34f; Acts 20:10). The exact significance we do not understand.” [= Kita salah kalau kita menganggap bahwa perlakuan Elia terhadap anak ini adalah suatu cara untuk menyadarkan / menghidupkan anak itu; pada saat yang sama kita mengakui bahwa tehnik yang sama disebutkan dalam dua kasus yang lain (2Raja 4:34-dst; Kis 20:10). Arti yang tepat tidak kita mengerti.].
d. Yang jelas kita tidak berhak meniru untuk melakukan hal seperti ini, karena kita memang tidak pernah diperintahkan untuk meniru hal ini. Kalau ada orang meniru hal ini, menurut saya itu lebih menunjukkan kelancangan / kelatahan dari pada ketaatan!
c) Elia berdoa supaya anak itu dihidupkan kembali (1Raja-Raja 17: 21).
1. Bukan hanya tindakan Elia dalam 1Raja-Raja 17: 21a yang tidak boleh ditiru, tetapi juga doa Elia yang minta Tuhan membangkitkan anak yang sudah mati itu, tidak boleh ditiru, kecuali ada perintah / pimpinan yang jelas dari Tuhan untuk melakukan hal itu (dan ini kemungkinannya 1 dari 1 milyard!).
Mengapa kalau seseorang sakit berat, katakanlah kanker stadium 4, kita tetap boleh mendoakannya, tetapi kalau seseorang betul-betul sudah mati kita tidak boleh mendoakannya? Jawab: karena adanya Ibr 9:27.
Ibrani 9:27 - “Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk MATI HANYA SATU KALI SAJA, dan sesudah itu dihakimi,”.
Semua orang yang dibangkitkan (kecuali Yesus) hanya bangkit dengan tubuh lamanya, tanpa mengalami perubahan menjadi tubuh kebangkitan, sehingga pasti akan mati lagi. Ini akan menentang Ibr 9:27 itu. Sekalipun ayat ini memang mempunyai perkecualian-perkecualian, tetapi kita tidak bisa berulang kali berdoa untuk minta perkecualian terhadap ayat ini. Karena itu kalau seseorang sudah betul-betul mati, serahkanlah dia kepada Tuhan, dan tak perlu / tak boleh kita minta Tuhan menghidupkan dia kembali.
2. Tuhan mengabulkan doa Elia, dan menghidupkan anak itu kembali. Ini menunjukkan bahwa doa memang mempunyai kuasa yang besar. Tidak ada yang tidak mungkin diubah oleh doa, kecuali kalau hal itu bertentangan dengan rencana / kehendak Tuhan (1Yoh 5:14).
1Yohanes 5:14 - “Dan inilah keberanian percaya kita kepadaNya, yaitu bahwa Ia mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepadaNya menurut kehendakNya.”.
IV) Akibat semua ini.
1Raja-Raja 17: 24: “Kemudian kata perempuan itu kepada Elia: ‘Sekarang aku tahu, bahwa engkau abdi Allah dan firman TUHAN yang kauucapkan itu adalah benar.’”.
Janda itu percaya bahwa Elia adalah abdi Allah (Lit: ‘a man of God’), dan bahwa firman yang dikatakannya adalah benar. Tetapi jelas bahwa tadinya ia sudah percaya bahwa Elia adalah abdi Allah (1Raja-Raja 17: 18). Dan ia juga sudah mengalami sendiri bahwa Firman Tuhan yang diucapkan Elia adalah benar pada waktu ia mengalami mujijat dengan tepung dan minyaknya yang tidak habis-habis (1Raja-Raja 17: 14-16). Jadi jelas bahwa yang dimaksud dengan 1Raja-Raja 17: 24 bukanlah bahwa janda itu mulai beriman, tetapi bahwa janda itu mengalami pertumbuhan iman.
Sekarang terlihat bahwa penderitaan tadi ternyata membawa kebaikan bagi janda itu, sesuai dengan Roma 8:28.
Pulpit Commentary: “The cross is the forerunner of the crown (James 1:12).” [= Salib adalah pendahulu dari mahkota (Yakobus 1:12).] - hal 398.
Kesimpulan / Penutup.
Dalam mengalami penderitaan tetaplah percaya dan setia kepada Tuhan, dan bawalah penderitaan itu kepadaNya dalam doa. Pada akhirnya penderitaan itu pasti akan membawa kebaikan bagi saudara, asal saudara betul-betul adalah anak Tuhan.
KEMATIAN ANAK JANDA SARFAT DAN KREMASI
-AMIN-