KEBEJATAN TOTAL (ARTI, MANUSIA BERDOSA DAN JAWABAN)

PDT. BUDI ASALI, M.DIV.
KEBEJATAN TOTAL (ARTI, MANUSIA BERDOSA DAN JAWABAN)
I) Arti Total Depravity.

A) Arti yang salah.

1) Manusia kehilangan pikirannya, atau perasaannya, atau kehendaknya, atau hati nuraninya.

Ini salah dan jelas bertentangan dengan fakta. Baik dalam Kitab Suci maupun dalam hidup sehari-hari, kita bisa melihat dengan jelas bahwa manusia berdosa tetap mempunyai pikiran, perasaan, kehendak, dan hati nuraninya, tetapi semuanya telah dikotori oleh dosa.

2) Manusia kehilangan kebebasannya dalam bertindak.

Ini salah. Manusia tetap bebas karena ia sendiri yang menentukan tindakannya. Tidak ada suatu apapun atau siapapun yang memaksanya untuk melakukan apapun. Pada saat manusia itu melakukan apapun, ia tetap melakukannya dengan kehendaknya sendiri.

3) Manusia sudah mencapai puncak kebejatan dalam arti ia sudah tidak mungkin bisa lebih bejat lagi (sudah notok bejatnya).


Kebejatan dalam arti sudah notok bejatnya disebut ‘Utter Depravity’ (kata ‘utter’ artinya adalah ‘sama sekali’, ‘sepenuhnya’ atau ‘mutlak’), bukan ‘Total Depravity’, dan ini jelas salah, karena:

a) Kitab Suci mengatakan bahwa manusia bisa menjadi makin jahat, dan ini membuktikan bahwa manusia belum notok bejatnya / belum mencapai ‘Utter Depravity’.

2 Timotius 2:16 - “Tetapi hindarilah omongan yang kosong dan yang tak suci yang hanya menambah kefasikan”.

2 Timotius 3:13 - “sedangkan orang jahat dan penipu akan bertambah jahat, mereka menyesatkan dan disesatkan”.

Matius 24:12 - “Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin”.

2Tim 4:3-4 - “(3) Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. (4) Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng”.

b) Kita tetap melihat adanya kemungkinan bahwa manusia yang paling bejatpun bisa lebih bejat lagi. Misalnya kalau kita melihat orang seperti Hitler, maka kita bisa melihat bahwa ia tidak memperkosa atau membunuh dan memakan ibunya sendiri.

Seseorang mengatakan: “The ‘total’ in total depravity refers to the extent of the damage rather than the degree” (= Kata ‘total’ dalam total depravity menunjuk pada luas kerusakan dan bukannya pada tingkat kerusakan).

Dalam kata-kata Loraine Boettner: “His corruption is extensive but not necessarily intensive” (= Kebejatan / kejahatannya luas tetapi tidak harus dalam) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 61.

Jadi, manusia tidak selalu memilih tindakan yang terjahat yang ia bisa lakukan.

4) Manusia semua sama bejatnya.

Ini juga salah, karena sekalipun semua manusia itu ada dalam keadaan total depravity, tetapi tidak semua sama bejatnya. Ada yang lebih bejat / lebih jahat dari yang lain.

5) Semua manusia senang / selalu melakukan segala macam dosa.

Ini juga salah. Ada orang yang senang melakukan dosa ini, tetapi membenci dosa itu, dsb.

6) Manusia sama sekali tidak bisa membedakan yang baik dan yang jahat.

Ini juga salah, karena sekalipun pikiran / pengertian manusia juga dikotori / dirusak oleh dosa sehingga manusia sering tidak bisa membedakan yang baik dari yang jahat, tetapi pikiran / pengertian manusia itu tidaklah sebegitu rusak sehingga ia sama sekali / selalu tidak bisa membedakan yang baik dan yang jahat.

7) Manusia sama sekali tidak menghargai kebaikan.

Ini juga salah, karena sekalipun manusia itu bejat sehingga ia sering tidak menghargai kebaikan, tetapi ia tidaklah sebegitu rusak sehingga sama sekali / selalu tidak menghargai kebaikan.

8) Manusia sama sekali tidak bisa melakukan kebaikan sosial dan moral.

Manusia tetap bisa melakukan kebaikan sosial dan moral di hadapan manusia, tetapi bagaimanapun ia tidak bisa melakukan sesuatupun yang betul-betul baik di hadapan Allah.

Charles Hodge: “Sin cleaves in all he does, and from the dominion of sin he cannot free himself” (= Dosa melekat dalam semua yang ia lakukan, dan dari penguasaan dosa ia tidak bisa membebaskan dirinya sendiri) - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 264.

Loraine Boettner: “He may give a million dollars to build a hospital, but he cannot give even a cup of cold water to a disciple in the name of Jesus” [= Ia bisa memberi satu juta dollar untuk membangun sebuah rumah sakit, tetapi ia tidak bisa memberi secangkir air sejuk kepada seorang murid dalam nama Yesus (bdk. Mat 10:40-42)] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 68.

Matius 10:40-42 - “(40) Barangsiapa menyambut kamu, ia menyambut Aku, dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku. (41) Barangsiapa menyambut seorang nabi sebagai nabi, ia akan menerima upah nabi, dan barangsiapa menyambut seorang benar sebagai orang benar, ia akan menerima upah orang benar. (42) Dan barangsiapa memberi air sejuk secangkir sajapun kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia muridKu, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya dari padanya.’”.

B) Arti yang benar.

Seluruh manusia sudah dikotori / dirusak / dipengaruhi secara negatif oleh dosa. Kata ‘seluruh manusia’ bukannya menunjuk kepada semua manusia di dunia ini, tetapi menunjuk kepada ‘seluruh diri manusia’, baik tubuh, pikiran / pengertian, perasaan, hati / hati nurani, kemauan / kehendak. Jadi dalam diri seorang manusia tidak ada satu bagianpun yang tidak dirusak oleh dosa (Yeremia 17:9 Tit 1:15 Mat 15:19).

Yer 17:9 berbunyi: “Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya?”.

Dalam terjemahan NIV bunyinya adalah:

“The heart is deceitful above all things and beyond cure. Who can understand it?” (= Hati itu lebih licik / bersifat menipu dari pada segala sesuatu dan sudah tidak bisa diobati / disembuhkan. Siapa yang bisa mengertinya?).

Ayat ini jelas menunjukkan bahwa hati manusia sudah sangat rusak.

Titus 1:15 berbunyi: “Bagi orang suci semuanya suci; tetapi bagi orang najis dan orang tidak beriman suatupun tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis”.

Ayat ini secara explicit menunjukkan bahwa bukan hanya akal dan suara hati manusia itu najis, tetapi bahwa dalam diri manusia suatupun tidak ada yang suci. Jelas bahwa seluruh manusia sudah dikotori oleh dosa.

1. Pikiran / pengertian yang rusak.

Kalau dikatakan bahwa pikiran manusia itu sudah rusak / dirusak oleh dosa, itu tidak berarti bahwa manusia itu tidak bisa berpikir lagi. Dalam hal jasmani / duniawi, pikirannya masih berjalan dengan baik, dan karena itu tidak perlu heran kalau melihat ada orang dunia yang luar biasa pandainya. Tetapi dalam hal rohani, pikirannya sangat bodoh dan terus mengarah kepada dosa (Maz 10:4b).

Maz 10:4b - “Kata orang fasik itu dengan batang hidungnya ke atas: ‘Allah tidak akan menuntut! Tidak ada Allah!’, itulah seluruh pikirannya”. RSV / NASB ≈ Kitab Suci Indonesia.

NIV: “in all his thoughts there is no room for God” (= dalam seluruh pikirannya tidak ada tempat bagi Allah).

KJV: “God is not in all his thoughts” (= Allah tidak ada dalam seluruh pikirannya).

Contoh-contoh pikiran yang bodoh dan mengarah kepada dosa:

a. Anggapan bahwa surga / neraka itu tidak ada, atau sikap yang meremehkan keberadaan surga / neraka.

b. Anggapan bahwa Kitab Suci / Firman Tuhan itu tidak penting.

c. Anggapan bahwa manusia bisa menyelamatkan dirinya sendiri tanpa pengorbanan / penebusan Yesus Kristus.

d. Anggapan bahwa dosa itu adalah hal yang remeh.

e. Kepercayaan terhadap takhyul atau kepercayaan-kepercayaan lain yang salah.

f. Dsb.

2. Perasaan yang rusak.

Ini wujudnya bermacam-macam, seperti:

a. Tidak adanya sukacita dan damai (Yes 48:22).

Yesaya 48:22 - “‘Tidak ada damai sejahtera bagi orang-orang fasik!’ firman TUHAN”.

b. Perasaaan ragu-ragu / tidak yakin terhadap kebenaran, baik tentang Allah, Yesus, Kitab Suci, surga / neraka, dsb.

c. Perasaan iri hati, benci, tidak kasih, sombong, dsb.

d. Perasaan tidak enak, seperti sumpek dsb, justru pada waktu melakukan hal yang benar (misalnya memarahi / mendisiplin anak yang salah).

e. Perasaan enak justru setelah melakukan dosa. Misalnya merasa lega setelah membalas kejahatan seseorang.

3. Kehendak yang rusak (Efesus 2:3 - ‘kehendak daging dan pikiran kami yang jahat’).

Ef 2:3 - “Sebenarnya dahulu kami semua juga terhitung di antara mereka, ketika kami hidup di dalam hawa nafsu daging dan menuruti KEHENDAK daging dan PIKIRAN kami yang jahat. Pada dasarnya kami adalah orang-orang yang harus dimurkai, sama seperti mereka yang lain”.

Kata ‘kehendak’ diterjemahkan ‘desires’ (= keinginan-keinginan) dalam KJV/RSV/NIV/NASB. Sekalipun berbeda, tetapi jelas juga mempunyai persamaan. Kedua hal ini, ‘keinginan’ dan ‘kehendak’ pasti sangat berhubungan.

Ini ditunjukkan dengan selalu terarahnya kehendak manusia itu pada hal-hal yang jahat.

4. Hati nurani yang rusak (Titus 1:15).

Titus 1:15 - “Bagi orang suci semuanya suci; tetapi bagi orang najis dan orang tidak beriman suatupun tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis”.

Ini menyebabkan hati nurani itu tidak lagi bisa dijadikan standard yang sempurna untuk menentukan baik atau jahat.

5. Tubuh yang digunakan untuk hal-hal yang berdosa.

Karena 4 hal di atas semuanya rusak, maka secara otomatis tubuh juga akan digunakan untuk hal-hal yang berdosa (Ro 6:12-13,19).

Roma 6:12-13,19 - “(12) Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya. (13) Dan janganlah kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran. ... (19) Aku mengatakan hal ini secara manusia karena kelemahan kamu. Sebab sama seperti kamu TELAH menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kecemaran dan kedurhakaan yang membawa kamu kepada kedurhakaan, demikian hal kamu sekarang harus menyerahkan anggota-anggota tubuhmumenjadi hamba kebenaran yang membawa kamu kepada pengudusan”.

Sekarang mari kita memperhatikan apa yang Kitab Suci katakan tentang manusia yang sudah jatuh ke dalam dosa itu:

1) Manusia berdosa itu tidak bisa berbuat baik.

Ini dinyatakan secara jelas oleh Kitab Suci.

a) Kejadian 6:5 - “Ketika dilihat TUHAN bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalumembuahkan kejahatan semata-mata, ...”.

b) Kej 8:21b - “Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya”.

c) Mazmur 58:4 - “Sejak lahir orang-orang fasik telah menyimpang, sejak dari kandungan pendusta-pendusta telah sesat”.

d) Yes 64:6a - “Demikianlah kami sekalian seperti seorang najis dan segala kesalehan kami seperti kain kotor”.

Perhatikan bahwa Yesaya tidak berkata ’segala kejahatan kami seperti kain kotor’ ataupun ‘sebagian kesalehan kami seperti kain kotor’, tetapi ‘segala kesalehan kami seperti kain kotor’!

e) Yeremia 4:22 - “Sungguh, bodohlah umatKu itu, mereka tidak mengenal Aku! Mereka adalah anak-anak tolol, dan tidak mempunyai pengertian! Mereka pintar untuk berbuat jahat, tetapi untuk berbuat baik mereka tidak tahu”.

f) Yeremia 13:23 - “Dapatkah orang Etiopia mengganti kulitnya atau macan tutul mengubah belangnya? Masakan kamu dapat berbuat baik, hai orang-orang yang membiasakan diri berbuat jahat?”.

g) Mat 7:16-18 - “(16) Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput duri? (17) Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. (18) Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik”.

Catatan: ada pro kontra apakah ‘buah’ menunjuk pada pengajaran atau perbuatan / tingkah laku. Saya sendiri condong bahwa ‘buah’ menunjuk pada perbuatan / tingkah laku.

Mat 7:16-18 menunjukkan bahwa pohon yang tidak baik tidak bisa menghasilkan buah yang baik. Gara-gara dosa Adam, maka semua manusia lahir sebagai orang berdosa (pohon yang tidak baik), dan karena itu jelas bahwa tidak ada orang yang bisa menghasilkan buah yang baik / perbuatan baik.

John Calvin: “As if good fruits could come from an evil tree! (Cf. Matt. 7:18; Luke 6:43)” [= Seakan-akan buah-buah yang baik bisa keluar dari sebuah pohon yang jahat / tidak baik (bdk. Mat 7:18; Luk 6:43)] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book III, Chapter XV, no 6.

John Murray: “the truth of inability is expressly asserted: (i) Matt. 7:17-18 Matt. 12:33-35 Luke 6:43-45” [= kebenaran dari ketiak-mampuan ditegaskan secara explicit: (i) Mat 7:17-18 Mat 12:33-35 Luk 6:43-45] - ‘Collected Writings of John Murray’, vol II, hal 84.

Matthew Henry (tentang Matius 7:16): “A good tree cannot bring forth evil fruit; and a corrupt tree cannot bring forth good fruit, nay, it cannot but bring forth evil fruit. But then that must be reckoned the fruit of the tree which it brings forth naturally and which is its genuine product - which it brings forth plentifully and constantly and which is its usual product. Men are known, not by particular acts, but by the course and tenour of their conversation, and by the more frequent acts, especially those that appear to be free, and most their own, and least under the influence of external motives and inducements” (= Sebuah pohon yang baik tidak bisa menghasilkan buah yang jahat / tidak baik; dan sebuah pohon yang jahat / tidak baik tidak bisa menghasilkan buah yang baik, tidak, itu tidak bisa menghasilkan apapun kecuali buah yang jahat / tidak baik. Tetapi lalu itu harus dianggap buah dari pohon yang dihasilkannya secara alamiah dan terus menerus dan yang merupakan hasilnya yang biasa. Manusia dikenal, bukan oleh tindakan-tindakan khususnya, tetapi oleh jalan dan arah dari tingkah laku mereka, dan oleh tindakan-tindakan yang lebih sering, khususnya tindakan-tindakan yang kelihatannya bebas, dan paling merupakan tindakan-tindakan mereka sendiri, dan paling sedikit berada di bawah pengaruh dari motivasi-motivasi luar dan bujukan-bujukan).

h) Yoh 8:34b - “setiap orang yang berbuat dosa adalah hamba dosa”.

Istilah ‘hamba’ perlu ditekankan di sini. Dengan manusia dinyatakan sebagai ‘hamba dosa’, itu jelas menunjukkan bahwa ia selalu / terus menerus menuruti dosa, dan tidak bisa berbuat baik. Ini dinyatakan secara lebih jelas oleh Ro 6:16-17,20-21.

i) Ro 6:16-17,20-21 - “(16) Apakah kamu tidak tahu, bahwa apabila kamu menyerahkan dirimu kepada seseorang sebagai hamba untuk mentaatinya, kamu adalah hamba orang itu, yang harus kamu taati, baik dalam dosa yang memimpin kamu kepada kematian, maupun dalam ketaatan yang memimpin kamu kepada kebenaran? (17) Tetapi syukurlah kepada Allah! Dahulu memang kamu hamba dosa, tetapi sekarang kamu dengan segenap hati telah mentaati pengajaran yang telah diteruskan kepadamu. ... (20) Sebab waktu kamu hamba dosa, kamu bebas dari kebenaran. (21) Dan buah apakah yang kamu petik dari padanya? Semuanya itu menyebabkan kamu merasa malu sekarang, karena kesudahan semuanya itu ialah kematian”.

Perhatikan khususnya Ro 6:20 yang berbunyi: “Sebab waktu kamu hamba dosa, kamu bebas dari kebenaran”. Istilah ‘bebas dari kebenaran’ itu jelas menunjukkan bahwa manusia berdosa itu tidak bisa berbuat apapun yang benar!

j) Yoh 15:4-5 - “(4) Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. (5) Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa”.

Ini jelas menunjukkan bahwa sama seperti ranting anggur tidak bisa berbuah kalau tidak melekat pada pokok anggur, demikian juga manusia di luar Kristus sama sekali tidak bisa berbuat apapun yang baik.

k) Ro 7:18-19 - “(18) Sebab aku tahu bahwa di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. (19) Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat”.

Dari ayat ini kelihatan sepintas bahwa dalam diri manusia ada kehendak yang baik (bagian yang saya beri garis bawah ganda). Tetapi jelas bahwa ayat ini tidak boleh ditafsirkan bahwa dalam diri manusia berdosa di luar Kristus itu sendiri bisa ada kehendak yang baik, karena:

1. Penafsiran ini akan bertentangan dengan Ro 7:18nya yang mengatakan ‘tidak ada sesuatu yang baik’.

2. Penafsiran ini juga akan bertentangan dengan Fil 2:13 yang berbunyi:

Fil 2:13 berbunyi: “karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaanNya”.

Ini terjemahannya kurang jelas. Perhatikan terjemahan-terjemahan Kitab Suci bahasa Inggris di bawah ini:

KJV: “For it is God which worketh in you both to will and to do of his good pleasure” (= Karena Allahlah yang bekerja dalam kamu baik untuk menghendaki maupun untuk melakukan kehendakNya yang baik).

RSV: “for God is at work in you, both to will and to work for his good pleasure” (= karena Allah bekerja dalam kamu, baik untuk menghendaki maupun untuk mengerjakan untuk kehendakNya yang baik).

NASB: “for it is God who is at work in you, both to will and to work for His good pleasure” (= karena Allahlah yang bekerja dalam kamu, baik untuk menghendaki maupun untuk mengerjakan untuk kehendakNya yang baik).

NIV: “for it is God who works in you to will and to act according to his good purpose” (= karena Allahlah yang bekerja dalam kamu untuk menghendaki dan untuk berbuat menurut rencanaNya yang baik).

Ini menunjukkan bahwa baik keinginan maupun kemampuan untuk melakukan apa yang baik itu datang dari Tuhan.

W. G. T. Shedd: “It is true that the ‘cannot’ is a ‘will not,’ but it is equally true that the ‘will not’ is a ‘cannot.’ The sinful will is literally unable to incline to good, apart from grace” (= Adalah benar bahwa ‘tidak bisa’ berarti ‘tidak mau’, tetapi secara sama adalah benar bahwa ‘tidak mau’ berarti ‘tidak bisa’. Kehendak yang berdosa secara hurufiah tidak bisa condong pada yang baik, terpisah dari kasih karunia) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II, hal 229.

Jadi, Ro 7:18-19 ini bukan menggambarkan Paulus pada waktu belum kristen, tetapi sesudah ia menjadi kristen (perhatikan bahwa ayat itu menggunakan present tense, bukan past tense). Karena itu ia sudah mempunyai kemauan / kehendak yang baik (dari Roh Kudus), tetapi bagaimanapun apa yang ia capai / lakukan jauh lebih rendah dari apa yang ia kehendaki, dan berdasarkan pengalaman itu ia menuliskan ayat itu.

l) Ro 8:7-8 - “(7) Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya. (8) Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah”.

m)Titus 1:15 - “Bagi orang suci semuanya suci; tetapi bagi orang najis dan orang tidak beriman suatupun tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis”.

Catatan: memang dari ayat-ayat di atas ada yang bisa ditafsirkan hanya berlaku untuk orang-orang tertentu saja (misalnya Yer 4:22 di atas), tetapi pada umumnya, bahkan sebetulnya mungkin bisa dikatakan semuanya, adalah ayat-ayat yang berlaku umum (untuk semua manusia berdosa di luar Kristus).

Memang, seperti telah dikatakan di atas, manusia bisa melakukan kebaikan-kebaikan sosial / lahiriah, misalnya pada waktu melihat orang miskin / menderita lalu menolongnya, bahkan tanpa pamrih. Tetapi apakah itu bisa disebut sebagai perbuatan baik di hadapan Allah? Tidak!

G. I. Williamson: “because man is corrupt and polluted in every part, he sins continually. ... He cannot do anything that is not sin from God’s point of view” (= karena manusia itu rusak dan dikotori dalam setiap bagian, ia berbuat dosa terus menerus. ... Ia tidak bisa melakukan apapun yang bukan dosa dari sudut pandang Allah) - ‘The Westminster Confession of Faith’, hal 55.

Mengapa? Karena dalam pandangan Tuhan, supaya suatu perbuatan bisa disebut baik, maka harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a) Perbuatan baik itu harus timbul dari iman.

1. Ibr 11:6a - “Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah”.

2. Ro 1:5 - “Dengan perantaraanNya kami menerima kasih karunia dan jabatan rasul untuk menuntun semua bangsa, supaya mereka percaya dan taat kepada namaNya”.

NIV: ‘to call people from among all the Gentiles to the obedience that comes from faith’ (= untuk memanggil orang-orang dari antara orang-orang non Yahudi kepada ketaatan yang datang dari iman).

William Hendriksen (tentang Roma 1:5): “The purpose for which Paul was appointed was to bring about obedience of faith. Such obedience is based on faith and springs from faith” (= Tujuan untuk mana Paulus ditetapkan adalah untuk menimbulkan ketaatan dari iman. Ketaatan seperti itu didasarkan pada iman dan keluar / muncul dari iman) - hal 45.

Perlu ditekankan di sini bahwa dalam kontex Kitab Suci, ‘iman’ artinya adalah ‘iman kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat’. Jadi, ‘iman’ di sini tidak bisa diartikan ‘iman dalam agama lain’, ataupun ‘iman kepada Kristus sebagai dokter, penyembuh, pemberi berkat, dsb’.

b) Perbuatan baik itu harus dilakukan untuk kemuliaan Allah.

1Korintus 10:31 - “Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah”.

c) Perbuatan baik itu harus dilakukan karena cinta kepada Allah.

Yohanes 14:15 - “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintahKu”.

Loraine Boettner menggunakan 1Kor 13:1-3 untuk menunjukkan bahwa tanpa kasih, segala perbuatan baik kita sia-sia. Tetapi dalam hal ini saya tidak setuju dengan Loraine Boettner, karena yang dipersoalkan dalam 1Kor 13:1-3 adalah kasih terhadap sesama manusia, bukan kasih terhadap Allah. Jadi saya berpendapat bahwa Yoh 14:15 adalah dasar yang lebih tepat.

1Korintus 13:1-3 - “(1) Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. (2) Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna. (3) Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku”.

1Korintus 13:4-7 - “(4) Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. (5) Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. (6) Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. (7) Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu”.

Semua ini tidak mungkin bisa dilakukan oleh orang yang ada di luar Kristus! Bdk. Ro 3:10,11,18 yang menunjukkan bahwa orang berdosa itu semuanya tidak berakal budi, tidak mencari Allah dan tidak mempunyai rasa takut kepada Allah.

Ro 3:10,11,18 - “(10) seperti ada tertulis: ‘Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. (11) Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah. ... (18) rasa takut kepada Allah tidak ada pada orang itu.’”.

Kalau syarat-syarat di atas ini (point a-c) tidak dipenuhi, maka bisalah dikatakan bahwa pada waktu orang itu melakukan ‘perbuatan baik’, ia melakukannya TANPA MEMPEDULIKAN ALLAH! Bisakah ‘perbuatan baik’ seperti itu disebut baik?

Penerapan:

1. Kalau saudara percaya bahwa seseorang bisa selamat / masuk surga karena berbuat baik, maka renungkan bagian ini, dan bertobatlah dari doktrin / kepercayaan sesat itu! Manusia tidak bisa berbuat baik, dan karena itu membutuhkan Kristus sebagai Juruselamatnya untuk bisa selamat / masuk surga!

2. Masihkah saudara percaya bahwa semua agama lain (yang mengandalkan perbuatan baik manusia) bisa memberikan keselamatan?

Seorang yang bernama Cynddylan Jones mengomentari Ef 2:8-9 dengan kata-kata sebagai berikut: “You might as well try to cross the Atlantic in a paper boat as to get to heaven by your own good works” (= Kamu bisa mencoba menyeberangi Lautan Atlantik dalam sebuah perahu kertas sama seperti kamu mau ke surga dengan perbuatan-perbuatan baikmu sendiri).

Ef 2:8-9 - “(8) Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, (9) itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”.

Dr. D. James Kennedy mengutip kata-kata Martin Luther yang berbunyi sebagai berikut:

“The most damnable and pernicious heresy that has ever plagued the mind of men was the idea that somehow he could make himself good enough to deserve to live with an all-holy God” (= Ajaran sesat yang paling terkutuk dan jahat / merusak yang pernah menggoda pikiran manusia adalah gagasan bahwa entah bagaimana ia bisa membuat dirinya sendiri cukup baik sehingga layak untuk hidup dengan Allah yang mahasuci) - Dr. D. James Kennedy, ‘Evangelism Explosion’, hal 31-32.

2) Manusia berdosa itu tidak mencari Allah.

Roma 3:11 - “Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah”.

Dalam Kitab Suci memang ada orang-orang yang mencari Allah, tetapi ini hanya bisa terjadi karena Allah sudah lebih dulu bekerja di dalam diri orang itu dan melahirbarukannya. Tanpa pekerjaan Allah, maka berlaku Ro 3:11 ini, yaitu tidak ada seorangpun yang mencari Allah!

Orang yang beragama, yang taat / sungguh-sungguh sekalipun, sebetulnya tidak mencari Allah. Mereka mungkin hanya berjuang untuk agamanya / golongannya, atau mencari keselamatan / surga, damai / sukacita, dan berkat-berkat lain, atau mereka mencari jalan untuk bebas dari murka / hukuman Allah, tetapi diri Allah sendiri tidaklah mereka cari!

3) Manusia tidak bisa memperkenan Allah.

Ibr 11:6 menyatakan bahwa tanpa iman manusia tidak bisa memperkenan Allah, dan Fil 1:29 menyatakan bahwa iman adalah karunia / pemberian Allah! Ini jelas menunjukkan bahwa dari dirinya sendiri (tanpa pekerjaan / karunia Allah) manusia tidak mungkin bisa memperkenan Allah.

Ibrani 11:6 - “Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia”.

Filipi 1:29 - “Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia”.

4) Manusia berdosa itu tidak bisa mengerti / menghargai Injil / Firman Tuhan.

Sebagai dasar dari pernyataan ini perhatikanlah ayat-ayat sebagai berikut:

a) 1Korintus 1:18 - “Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah”.

b) 1Korintus 1:23 - “tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan”.

c) 1Korintus 2:14 - “Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani”.

Barnes’ Notes: “Perhaps, also, the word ‘know’ here implies also the idea of ‘loving,’ or ‘approving’ of them, as it often does in the Scripture” (= Mungkin, juga, kata ‘tahu / memahami’ di sini secara implicit juga menunjukkan gagasan tentang ‘mengasihi’, atau ‘menyetujui’ mereka, seperti yang sering terjadi dalam Kitab Suci).

Charles Hodge (tentang 1Kor 2:14): “‘To know’ is to discern the nature of any thing, whether as true, or good, or beautiful. This is in accordance with the constant usage of scripture. To know God is to discern his truth and excellence; to know the truth is to apprehend it as true and good” (= ‘mengetahui / memahami’ artinya melihat sifat dasar dari apapun, apakah sebagai benar, atau baik atau indah. Ini sesuai dengan penggunaan yang konstan dari Kitab Suci. ‘Mengetahui / mengenal Allah’ berarti melihat kebenaran dan keunggulanNya; ‘mengenal / mengetahui kebenaran’ berarti melihat / memahaminya sebagai benar dan baik).

Bdk. 2Tim 3:7 - “yang walaupun selalu ingin diajar, namun tidak pernah dapat mengenal kebenaran”.

Ini tidak mungkin diartikan ada orang yang sungguh-sungguh mencari kebenaran tetapi tidak pernah bisa mengertinya. Mengapa? Karena akan bertentangan dengan ayat-ayat di bawah ini.

Bdk. Amsal 2:1-5 - “(1) Hai anakku, jikalau engkau menerima perkataanku dan menyimpan perintahku di dalam hatimu, (2) sehingga telingamu memperhatikan hikmat, dan engkau mencenderungkan hatimu kepada kepandaian, (3) ya, jikalau engkau berseru kepada pengertian, dan menujukan suaramu kepada kepandaian, (4) jikalau engkau mencarinya seperti mencari perak, dan mengejarnya seperti mengejar harta terpendam, (5) maka engkau akan memperoleh pengertian tentang takut akan TUHAN dan mendapat pengenalan akan Allah”.

Bdk. Yoh 8:31-32 - “(31) Maka kataNya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepadaNya: ‘Jikalau kamu tetap dalam firmanKu, kamu benar-benar adalah muridKu (32) dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.’”.

d) Dalam Kis 16:14 Lidia memperhatikan Injil setelah Allah membuka hatinya. Andaikata tidak ada pekerjaan Allah ini, pasti iapun tidak akan mempedulikan Injil / Firman Tuhan yang diberitakan oleh Paulus.

Kis 16:14-15 - “(14) Seorang dari perempuan-perempuan itu yang bernama Lidia turut mendengarkan. Ia seorang penjual kain ungu dari kota Tiatira, yang beribadah kepada Allah. Tuhan membuka hatinya, sehingga ia memperhatikan apa yang dikatakan oleh Paulus. (15) Sesudah ia dibaptis bersama-sama dengan seisi rumahnya, ia mengajak kami, katanya: ‘Jika kamu berpendapat, bahwa aku sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan, marilah menumpang di rumahku.’ Ia mendesak sampai kami menerimanya”.

Calvin: “Man’s disposition voluntarily so inclines to falsehood that he more quickly derives error from one word than truth from a wordy discourse” (= Kecenderungan manusia dengan sukarela begitu condong pada kepalsuan sehingga ia dengan lebih cepat mendapatkan kesalahan dari satu kata dari pada kebenaran dari suatu pelajaran yang panjang) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter II, no 7.

5) Manusia berdosa itu tidak bisa datang kepada Yesus / percaya kepada Yesus.

Sebagai dasar lihatlah pembahasan ayat-ayat di bawah ini:

a) Mat 16:16-17 - “(16) Maka jawab Simon Petrus: ‘Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!’ (17) Kata Yesus kepadanya: ‘Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan BapaKu yang di sorga”.

Dalam Mat 16:16-17 ini, pada waktu Petrus menyatakan imannya kepada Kristus sebagai Mesias / Kristus dan Anak Allah, maka Yesus berkata: “... bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu melainkan Bapamu yang di sorga”.

Kata ‘menyatakan’ dalam Kitab Suci bahasa Inggris (KJV/RSV/NIV/NASB) diterjemahkan ‘reveal’ (= menyingkapkan sesuatu yang tadinya tertutup / tersembunyi). Ini menunjukkan bahwa andaikata tidak ada pekerjaan Bapa yang menyingkapkan hal yang tertutup / tersembunyi itu, maka jelas bahwa hati / pikiran Petrus akan terus buta terhadap ke-Mesias-an / keilahian Yesus.

b) Yoh 6:37 berbunyi: “Semua yang diberikan Bapa kepadaKu akan datang kepadaKu, dan barangsiapa datang kepadaKu, ia tidak akan Kubuang”.

Ini menunjukkan bahwa orang tidak datang kepada Kristus karena kehendak mereka sendiri, tetapi karena Bapa memberikan mereka kepada Kristus.

Calvin mengomentari bagian ini dengan berkata: “Faith is not a thing which depends on the will of men” (= Iman bukanlah sesuatu yang tergantung pada kehendak manusia).

c) Yoh 6:44,65.

Yoh 6:44 - “Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepadaKu, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku”.

Yoh 6:65b - “Tidak ada seorangpun dapat datang kepadaKu, kalau Bapa tidak mengaruniakannya kepadanya”.

Kedua ayat ini menunjukkan secara explicit bahwa manusia yang ada dalam dosa itu tidak mampu datang kepada Yesus. Ia hanya bisa datang kepada Yesus karena pekerjaan Bapa.

Orang-orang Arminian keberatan terhadap penafsiran ini, dan mereka berkata bahwa kata-kata ‘tidak dapat’ dalam Yoh 6:44,65 itu harus diartikan ‘tidak mau’. Ini seperti kata-kata ‘tidak dapat’ dalam Kej 37:4b yang juga diartikan ‘tidak mau’.

Kej 37:4 (NIV/Lit): ‘they hated him and could not speak a kind word to him’ (= mereka membencinya dan tidak dapat mengucapkan kata yang ramah kepadanya).

Jawaban terhadap pandangan ini:

1. Belum tentu bahwa kata-kata ‘tidak dapat’ dalam Kej 37:4 harus diartikan ‘tidak mau’. Bukan hanya NIV, tetapi juga KJV, NKJV, RSV, NASB, ASV, dan bahkan Living Bible, menterjemahkan ‘could not’ (= tidak dapat). Hanya Good News Bible yang menterjemahkan ‘would not’ (= tidak mau).

Terjemahan ‘tidak dapat’ ini bukan hanya sesuai dengan arti hurufiahnya, tetapi juga sangat masuk akal. Karena ayat itu membicarakan saudara-saudara Yusuf, yang karena kebencian mereka terhadap Yusuf, lalu tidak dapat berbicara secara ramah terhadap Yusuf. Kalau saudara sangat membenci seseorang, bukankah memang tidak mudah untuk bisa berbicara secara ramah kepada dia?

2. Kalaupun dalam Kejadian 37:4 kata-kata ‘tidak dapat’ diartikan ‘tidak mau’, itu tidak berarti bahwa dalam Yoh 6:44,65 ini juga harus diartikan seperti itu.

Doktrin Reformed tentang Total Depravity / Total Inability mengajarkan bahwa manusia yang masih ada di dalam dosa bukan hanya tidak mau, tetapi juga tidak dapat melakukan apapun yang baik. Jadi, manusia berdosa itu tidak mempunyai kemauan maupun kemampuan dalam hal berbuat baik. Ini terlihat dari Fil 2:13 yang berbunyi: “karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaanNya”.

Ini terjemahannya kurang jelas. Perhatikan terjemahan-terjemahan Kitab Suci bahasa Inggris di bawah ini:

KJV: “For it is God which worketh in you both to will and to do of his good pleasure” (= Karena Allahlah yang bekerja dalam kamu baik untuk menghendaki maupun untuk melakukan kehendakNya yang baik).

RSV: “for God is at work in you, both to will and to work for his good pleasure” (= karena Allah bekerja dalam kamu, baik untuk menghendaki maupun untuk mengerjakan untuk kehendakNya yang baik).

NASB: “for it is God who is at work in you, both to will and to work for His good pleasure” (= karena Allahlah yang bekerja dalam kamu, baik untuk menghendaki maupun untuk mengerjakan untuk kehendakNya yang baik).

NIV: “for it is God who works in you to will and to act according to his good purpose” (= karena Allahlah yang bekerja dalam kamu untuk menghendaki dan untuk berbuat menurut rencanaNya yang baik).

Disamping itu, doktrin ini didukung oleh banyak ayat Kitab Suci yang secara explicit menggunakan kata-kata ‘tidak dapat / tidak mungkin’(seperti Yer 13:23 Mat 7:17-18 Yoh 15:4-5 Ro 8:7-8 1Kor 2:14). Bacalah semua ayat-ayat ini, dan saudara bisa melihat bahwa akan terasa sangat aneh kalau semua kata-kata ‘tidak dapat’ dalam ayat-ayat itu harus diartikan ‘tidak mau’. Dan khususnya dalam Ro 8:7-8, apakah kata-kata ‘tidak mungkin’ di sana juga harus diartikan ‘tidak mau’?

Ro 8:7-8 - “(7) Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya. (8) Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah”.

Doktrin ini juga didukung oleh ayat-ayat Kitab Suci yang lain yang sekalipun menyatakan hal itu secara implicit tetapi menyatakannya secara sangat kuat (seperti Kej 6:5 Kej 8:21 Yes 64:6 Yer 4:22 Yoh 8:34 Ro 3:12 Ro 6:20 Ro 7:18-19).

d) Fil 1:29 - “Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia”.

Ini menunjukkan secara jelas bahwa iman adalah karunia dari Allah. Kalau Allah tidak mengaruniakan iman kepada seseorang, maka orang itu tidak mungkin akan percaya kepada Yesus.

e) Kis 11:18b - “Jadi kepada bangsa-bangsa lain juga Allah mengaruniakan pertobatan yang memimpin kepada hidup”.

Ini menunjukkan bahwa pertobatan merupakan karunia / pemberian Allah. Kalau melihat kontex Kis 10-11 (khususnya Kis 10:43), maka jelas yang dimaksud dengan ‘pertobatan’ di sini adalah ‘datangnya / berimannya seseorang kepada Yesus’.

Kisah Para Rasul 10:43 - “Tentang Dialah semua nabi bersaksi, bahwa barangsiapa percaya kepadaNya, ia akan mendapat pengampunan dosa oleh karena namaNya.’”.

f) 1Kor 12:3b berbunyi: “tidak ada seorangpun, yang dapat mengaku: ‘Yesus adalah Tuhan,’ selain oleh Roh Kudus”.

Ini secara explicit mengatakan bahwa tidak ada seorangpun bisa mengaku bahwa Yesus adalah Tuhan, kalau bukan karena Roh Kudus. Kalau cuma mengaku-ngaku di mulut, tentu bisa (bdk. Mat 7:21-23 Luk 6:46). Tetapi kalau mengaku Yesus sebagai Tuhan dengan hati yang betul-betul percaya, maka ini hanya bisa terjadi karena pekerjaan Roh Kudus dalam diri orang itu.

g)Yoh 12:39-40 - “(39) Karena itu mereka tidak dapat percaya, sebab Yesaya telah berkata juga: (40) ‘Ia telah membutakan mata dan mendegilkan hati mereka, supaya mereka jangan melihat dengan mata, dan menanggap dengan hati, lalu berbalik, sehingga Aku menyembuhkan mereka.’”.

Bagian ini menyebabkan orang yang percaya pada doktrin Total Depravity akan dengan mudah percaya pada doktrin tentang Predestinasi. Perhatikan logikanya! Kita, sebagai orang berdosa, tidak bisa percaya / datang kepada Kristus. Tetapi kita toh percaya kepada Kristus. Mengapa? Karena Allah melahirbarukan kita dan lalu memberi kita iman. Mengapa Allah melahirbarukan kita dan memberi iman kepada kita tetapi tidak kepada orang-orang lain? Karena Allah telah memilih kita untuk diselamatkan.

Bagian ini juga seharusnya menyebabkan kita sabar (bukan putus asa!) kalau kita memberitakan Injil dan ditolak, bahkan diejek / dibenci. Ingat bahwa tanpa pekerjaan Allah, orang yang kita injili itu memang tidak akan bisa percaya dan datang kepada Yesus! Tetapi jangan katakan ‘memang belum waktunya ia percaya’. Mengapa? Karena kita tidak tahu sudah atau belum waktunya. Dan kata-kata itu kelihatannya hanya menguatkan atau membenarkan ketidak-percayaan orang itu.

6) Manusia berdosa itu mati dalam dosa / mati secara rohani.

Hal ini terlihat dari ayat-ayat di bawah ini:

a) Yoh 10:10b - “Aku datang supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan”.

Bahwa Yesus datang dengan tujuan supaya mereka / manusia berdosa mempunyai hidup, jelas menunjukkan bahwa manusia itu mati (secara rohani).

b) Efesus 2:1-3 - “(1) Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu. (2) Kamu hidup di dalamnya, karena kamu mengikuti jalan dunia ini, karena kamu mentaati penguasa kerajaan angkasa, yaitu roh yang sekarang sedang bekerja di antara orang-orang durhaka. (3) Sebenarnya dahulu kami semua juga terhitung di antara mereka, ketika kami hidup di dalam hawa nafsu daging dan menuruti kehendak daging dan pikiran kami yang jahat. Pada dasarnya kami adalah orang-orang yang harus dimurkai, sama seperti mereka yang lain”.

Mati secara rohani / mati dalam dosa artinya adalah:

1. Ia aktif berbuat dosa.

Ini terlihat dari Efesus 2:1-3 di atas, yang sekalipun dalam ay 1nya menunjukkan bahwa manusia itu mati dalam dosa, tetapi menunjukkan dalam ay 2-3nya bahwa itu adalah kehidupan yang berdosa.

Jadi, kalau di atas telah kita lihat bahwa manusia berdosa itu tidak bisa berbuat baik, maka sekarang kita lihat bahwa manusia berdosa itu aktif / terus menerus berbuat dosa.

Calvin: “For our nature is not only destitute and empty of good, but so fertile and fruitful of every evil that it cannot be idle” [= Karena kita bukan hanya miskin / melarat dan kosong dalam hal baik, tetapi begitu subur dan banyak berbuah dalam setiap kejahatan sehingga kita tidak bisa malas / menganggur (dalam hal berbuat jahat)] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter I, no 8.

2. Ia tidak peduli pada hal-hal rohani, baik dosanya maupun Allah, Firman Tuhan / Injil, dsb.

Sehubungan dengan hal ini, ada 2 illustrasi yang populer tetapi salah yang sering dipakai dalam penginjilan:

a. Kita digambarkan seperti orang yang sakit keras, dan Allah memberi kita obat. Karena itu kalau kita mau disembuhkan, kita mesti mau membuka mulut kita untuk meminum obat itu.

Illustrasi ini adalah illustrasi Arminian, dan illustrasi ini salah karena Kitab Suci tidak menggambarkan orang berdosa sebagai orang yang sakittetapi sebagai orang yang mati.

Memang Yesus sendiri menggambarkan diriNya sebagai ‘tabib’, dan orang berdosa sebagai ‘orang sakit’ (Mat 9:12-13), tetapi bagian ini sama sekali tidak ditujukan untuk mengajar tentang Total Depravity. Ia mengatakan perumpamaan dalam Mat 9:12-13 hanya untuk membela diri terhadap serangan orang-orang Farisi yang melarangNya bergaul dengan orang jahat.

b. Kita hampir tenggelam, dan Allah melemparkan tali, dan kita harus mau memegang tali itu kalau kita mau selamat.

Ini juga salah, karena seharusnya kita adalah orang yang sudah tenggelam dan sudah mati! Untuk menyelamatkan kita, Allah menyelam, mengangkat kita lalu menghidupkan kita kembali!

7) Manusia sudah bejat sejak lahir, bahkan sejak dalam kandungan.

Ini terlihat dari:

a) Kej 8:21b - “Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya”.

b) Mazmur 51:7 - “Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku”.

c) Mazmur 58:4 - “Sejak lahir orang-orang fasik telah menyimpang, sejak dari kandungan pendusta-pendusta telah sesat”.

d) Pkh 9:3b - “Hati anak-anak manusiapun penuh dengan kejahatan, dan kebebalan ada dalam hati mereka seumur hidup, dan kemudian mereka menuju alam orang mati”.

Calvin: “... even infants themselves, while they carry their condemnation along with them from the mother’s womb, are guilty not of another’s fault but of their own. For even though the fruits of their iniquity have not yet come forth, they have the seed enclosed within them. Indeed, their whole nature is a seed of sin; hence it can be only hateful and abhorrent to God” (= ... bahkan bayi-bayi, sementara mereka membawa penghukuman mereka bersama-sama dengan diri mereka dari kandungan, bersalah bukan karena kesalahan orang lain tetapi dari diri mereka sendiri. Karena sekalipun buah dari kejahatan mereka belum muncul, mereka mempunyai benih terbungkus dalam diri mereka. Memang, seluruh diri mereka adalah benih dosa; dan karenanya mereka hanya bisa dibenci dan menjijikkan bagi Allah) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter I, no 8.

II) Serangan terhadap Total Depravity dan jawabannya.

1) Adanya perintah Allah menunjukkan adanya kemampuan manusia untuk bisa melaksanakannya. Allah tidak mungkin memberi perintah kepada orang yang tidak mampu melakukannya, sama seperti saudara tidak mungkin menyuruh anak saudara yang berusia 3 tahun untuk mengangkat sekarung beras.

Jawab:

a) Sebelum Adam jatuh ke dalam dosa, memang manusia mempunyai kemampuan taat pada perintah Allah. Tetapi setelah manusia jatuh ke dalam dosa, manusia dikuasai / diperhamba oleh dosa sehingga tidak lagi bisa taat kepada perintah Allah. Ini bukan salahnya Allah, tetapi salahnya manusia.

b) Pada waktu manusia jatuh ke dalam dosa sehingga tidak mampu lagi melakukan perintah Allah, Allah tidak menurunkan tuntutanNya kepada manusia. Mengapa? Karena tuntutan Allah / hukum-hukum Allah menunjukkan kesucian Allah. Kalau itu diturunkan, maka itu juga akan menurunkan kesucian Allah. Misalnya saja kalau Allah mengijinkan / menghalalkan perzinahan, maka tentu saja kita akan bertanya-tanya: ‘Allah apa ini gerangan yang mengijinkan hal itu? Tentu Ia adalah Allah yang tidak terlalu nggenah!’ 

c) John Murray menjawab serangan ini dengan berkata: “If obligation presupposes ability, then we shall have to go the whole way and predicate total ability of man, that is, to adopt the Pelagian position” (= Jika kewajiban menunjukkan adanya kemampuan, maka kita akan harus meneruskan dan menyatakan kemampuan total pada manusia, yaitu, menerima pandangan Pelagianisme) - ‘Collected Writings of John Murray’, vol II, hal 86.

Untuk bisa mengerti kata-kata John Murray ini, kita perlu melihat perbandingan dari 3 ajaran seperti yang diajarkan oleh Charles Hodge di bawah ini.

Charles Hodge berkata ada 3 pandangan dalam persoalan ini (‘Systematic Theology’, vol II, hal 257):

1. Pandangan Pelagianisme, yang mengatakan bahwa manusia yang sudah jatuh ke dalam dosapun tetap mempunyai kemampuan untuk melakukan apapun yang Allah perintahkan kepadanya [total ability (= kemampuan total)].

2. Pandangan Semi-Pelagianisme (= Arminianisme), yang mengatakan bahwa sekalipun kejatuhan ke dalam dosa melemahkan kemampuan manusia, tetapi manusia tidak kehilangan seluruh kemampuannya untuk mentaati Tuhan [partial ability / partial inability (= kemampuan sebagian / ketidakmampuan sebagian)].

3. Pandangan Augustinianisme / Calvinisme, yang mengatakan bahwa manusia, setelah kejatuhan ke dalam dosa, sama sekali tidak mampu untuk kembali kepada Tuhan atau melakukan apapun yang betul-betul baik di hadapan Allah [total inability / total depravity (= ketidakmampuan total / kebejatan total)].

Calvinisme Arminianisme Pelagianisme

Ketidakmampuan total Kemampuan sebagian Kemampuan total

Kalau adanya perintah Allah / kewajiban dari Allah dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa manusia pasti mampu mentaati perintah Allah itu, maka konsekwensinya kita bukan harus meninggalkan Augustinianisme / Calvinisme (ketidakmampuan total) dan berpindah kepada Semi-Pelagianisme / Arminianisme (kemampuan / ketidak-mampuan sebagian), tetapi kepada Pelagianisme (kemampuan total), yang jelas-jelas merupakan ajaran sesat!

2) Doktrin ini menyebabkan orang putus asa.

Jawab:

a) Harus diakui bahwa memang memungkinkan seseorang menanggapi doktrin ini dengan cara yang salah, sehingga menjadi putus asa. Tetapi adanya tanggapan yang salah terhadap suatu ajaran, tidak menunjukkan bahwa ajarannya salah!

John Murray: “But perversion does not refute the truth of the doctrine perverted” (= Tetapi penyimpangan tidak menyangkal / membuktikan salah kebenaran dari doktrin yang disimpangkan itu) - ‘Collected Writings of John Murray’, vol II, hal 87.

b) Sebetulnya doktrin ini tidak menyebabkan orang putus asa. Bahkan doktrin ini menjadi landasan yang sangat penting supaya orang mau menerima Injil kasih karunia dan beriman kepada Kristus.

John Murray: “The gospel is one of grace and therefore rests upon despair of human resources and potency” (= Injil adalah injil kasih karunia dan karena itu berdasarkan pada keputusasaan terhadap sumber dan potensi manusia) - ‘Collected Writings of John Murray’, vol II, hal 88.

Sebaliknya doktrin yang menentang doktrin Total Depravity inilah yang akhirnya membuat orang putus asa.

John Murray: “Nothing is more soul-destructive than self-righteousness. And it is self-righteousness that is fostered by the doctrine that man is naturally able to do what is good and well-pleasing to God. To encourage any such conviction is to plunge men into self-deception and delusion and such is indeed the counsel of despair” (= Tidak ada yang lebih menghancurkan jiwa dari pada sikap merasa / menganggap diri sendiri benar. Dan adalah anggapan bahwa diri sendiri benar ini yang dipungut oleh doktrin yang mengatakan bahwa manusia secara alamiah bisa melakukan apa yang baik dan berkenan kepada Allah. Menganjurkan keyakinan semacam itu adalah menjerumuskan manusia ke dalam penipuan diri sendiri dan khayalan dan hal itulah yang sebenarnya merupakan nasehat keputusasaan) - ‘Collected Writings of John Murray’, vol II, hal 87.

c) Orang yang sadar bahwa dirinya penuh dosa dan tidak bisa berbuat baik, sama sekali tidak perlu berputus asa. Mengapa? Karena Kitab Suci justru menyatakan mereka sebagai ‘orang berbahagia’ dan ‘pemilik Kerajaan Sorga’ (Mat 5:3), dan karena itu jelas bahwa Kitab Suci menganggap orang seperti ini memiliki masa depan yang cerah.

Sekarang mari kita meninjau Matius 5:3 yang dalam Kitab Suci Indonesia berbunyi: “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga”.

Terjemahan ‘miskin di hadapan Allah’ dalam Kitab Suci Indonesia ini sebetulnya adalah terjemahan yang salah. Terjemahan yang benar adalah ‘miskin dalam roh’. Apa artinya? Artinya adalah bahwa orang itu sadar ia penuh dengan dosa.

Sesuatu yang menarik adalah: kata ‘miskin’ di sini diterjemahkan dari kata bahasa Yunani PTOCHOS, yang artinya ‘miskin dalam arti sama sekali tidak punya apa-apa’.

Kata PTOCHOS ini digunakan dalam Kitab Suci untuk menggambarkan Lazarus (Lukas 16:20 - kata ‘pengemis’ sebetulnya adalah ‘orang miskin yang sama sekali tidak punya apa-apa’), dan juga untuk menggambarkan janda miskin setelah ia memberikan uangnya yang hanya 2 peser (Lukas 21:3).

Dalam bahasa Yunani ada kata lain untuk ‘miskin’, yaitu PENES atau PENICHROS, yang menunjukkan ‘miskin tetapi masih punya sedikit uang’. Dalam Kitab Suci kata PENICHROS ini digunakan untuk menggambarkan janda miskin sebelum ia mempersembahkan uangnya yang hanya 2 peser itu (Luk 21:2).

Lukas 21:1-4 - “(1) Ketika Yesus mengangkat mukaNya, Ia melihat orang-orang kaya memasukkan persembahan mereka ke dalam peti persembahan. (2) Ia melihat juga seorang janda miskin memasukkan dua peser ke dalam peti itu. (3) Lalu Ia berkata: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang itu. (4) Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya.’”.

Pulpit Commentary:

· “PTOCHOS, in classical and philosophical usage, implies a lower degree of poverty than PENES (2Cor 9:9)” [= PTOCHOS, dalam penggunaan klasik dan filosofis, menunjukkan tingkat kemiskinan yang lebih rendah dari PENES (2Kor 9:9)].

· “The PENES may be so poor that he earns his bread by daily labour; but the PTOCHOS is so poor that he only obtains his living by begging ... The PENES has nothing superfluous, the PTOCHOS has nothing at all” (= Orang yang PENES adalah orang yang miskin sehingga ia mendapatkan roti / makanannya melalui kerja keras setiap hari; tetapi orang yang PTOCHOS adalah orang yang begitu miskin sehingga ia hanya mendapatkan penghidupannya melalui pengemisan ... Orang yang PENES tidak mempunyai apapun secara berlebihan, orang yang PTOCHOS sama sekali tidak mempunyai apapun).

Karena kata ‘miskin’ dalam Matius 5:3 itu diterjemahkan dari kata bahasa Yunani PTOCHOS, maka itu jelas menunjukkan bahwa Mat 5:3 menyatakan bahwa seseorang itu baru dianggap berbahagia dan merupakan pemilik Kerajaan Sorga kalau ia sadar bahwa dirinya penuh dengan dosa, hitam legam, bukan abu-abu atau putih berbintik-bintik, dsb.

Arminianisme memang percaya bahwa semua manusia berdosa, tetapi karena mereka berpendapat bahwa manusia masih bisa berbuat baik dan mereka tidak percaya pada doktrin Total Depravity, itu menunjukkan bahwa mereka cuma miskin dalam arti kata PENES atau PENICHROS, bukan dalam arti kata PTOCHOS. Ini menyebabkan mereka sebetulnya belum memenuhi syarat untuk dianggap sebagai orang yang berbahagia dan pemilik Kerajaan Sorga.

Sebaliknya Calvinisme, yang percaya pada doktrin Totral Depravity, percaya bahwa dalam diri manusia hanya ada dosa, dosa dan dosa! Ini menunjukkan kesadaran orang-orang Calvinist bahwa mereka memang adalah PTOCHOS, bukan PENES atau PENICHROS. Dengan demikian Mat 5:3 menyatakan bahwa orang-orang Calvinist ini adalah orang yang berbahagia dan merupakan pemilik Kerajaan Sorga.

3) Tawaran Injil kepada setiap orang menunjukkan bahwa orang bisa percaya kepada Yesus.

Kata ‘whoever’ (= barangsiapa) dalam ayat-ayat seperti Yoh 3:16 (dalam Kitab Suci Indonesia diterjemahkan ‘setiap orang’) dianggap sebagai dasar bahwa setiap orang bisa percaya kepada Yesus.

Jawab:

Ayat-ayat seperti Yohanes 3:16 hanya menunjukkan bahwa Injil ditawarkan kepada semua orang, dan siapapun yang percaya mendapat hidup kekal. Tetapi ayat-ayat itu sama sekali tidak berbicara tentang kemampuan orang berdosa dalam menanggapi Injil! Sebalik­nya Yoh 6:44,65 secara explicitmenyatakan tentang ketidakmampuan manusia untuk datang kepada Yesus.

Yoh 6:44 - “Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepadaKu, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku”.

Yoh 6:65b - “Tidak ada seorangpun dapat datang kepadaKu, kalau Bapa tidak mengaruniakannya kepadanya”.

III) Serangan balik.

Sekalipun dalam pembelaan diri terhadap serangan yang ditujukan kepada doktrin Total Depravity di atas (point II di atas), secara otomatis sudah terdapat serangan terhadap Arminianisme, tetapi dalam bagian ini saya tetap ingin menambahkan lagi serangan terhadap Arminianisme, untuk memperjelas kesalahan Arminianisme dalam persoalan ini.

Pertama-tama kita perlu tahu bagaimana ajaran Arminian dalam persoalan ini. Ini mutlak perlu sebelum kita menyerang Arminianisme! Jangan meniru Guy Duty dan Pdt. dr. Jusuf B. S. yang menyerang Calvinisme tanpa mengerti apa itu Calvinisme.

Pdt. dr. Jusuf B. S. dalam bukunya ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’ (hal 11-13,15-20), berulangkali dan secara bertele-tele menyatakan bahwa Allah selalu menghendaki keselamatan manusia, setan selalu menghendaki kebinasaan manusia, dan karena itu keselamatan manusia tergantung pada manusia itu sendiri, apakah ia mau percaya kepada Yesus atau tidak.

Pdt. dr. Jusuf B. S. juga berbicara tentang adanya bantuan Allah. Ia berkata sebagai berikut:

“Allah menolong mencelikkan mata rohani manusia, tetapi sesudah itu Allah memberi kesempatan dan menunggu pilihan manusia itu sendiri!” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 18. 

A. H. Strong (ia bukan penganut Arminianisme) menyatakan pandangan Arminianisme sebagai berikut: “... God bestows upon each individual from the first dawn of consciousness a special influence of the Holy Spirit, which is sufficient to counteract the effect of the inherited depravity and to make obedience possible, provided the human will cooperate, which it still has power to do” (= ... Allah memberikan kepada setiap individu dari saat pertama adanya kesadaran suatu pengaruh istimewa dari Roh Kudus, yang cukup untuk menetralkan akibat dari kebejatan yang diwarisi dan membuat ketaatan itu mungkin, asalkan kehendak manusia itu mau bekerja sama, dan manusia masih mempunyai kekuatan untuk melakukan hal ini) - ‘Systematic Theology’, hal 601.

Jadi, berbeda dengan Pelagianisme yang mengatakan bahwa manusia sama sekali tidak membutuhkan pekerjaan Roh Kudus, Arminianisme mengatakan bahwa sejak lahir, semua manusia sudah menerima pengaruh istimewa dari Roh Kudus. Tanpa pengaruh istimewa ini manusia tidak bisa percaya kepada Yesus. Tetapi adanya pengaruh istimewa dari Roh Kudus ini menyebabkan manusia bisa percaya kepada Yesus. Sekarang hanya tergantung apakah ia mau atau tidak mau melakukan hal itu.

Sekarang, setelah saya menunjukkan bagaimana ajaran Arminianisme dalam persoalan ini, saya akan menunjukkan caranya untuk menyerang / menunjukkan kesalahan dari Arminianisme.

1) Serangan menggunakan Roma 10:20.

Kalau memang keselamatan seseorang tergantung pada kehendak orang itu sendiri, apakah ia mau atau tidak mau untuk datang dan percaya kepada Yesus, lalu bagaimana caranya orang Arminian menjelaskan ayat di bawah ini?

Roma 10:20 - “Dan dengan berani Yesaya mengatakan: ‘Aku telah berkenan ditemukan mereka yang tidak mencari Aku, Aku telah menampakkan diri kepada mereka yang tidak menanyakan Aku’”.

Perlu saudara ketahui bahwa ada beberapa ayat lain yang berhubungan dengan ‘manusia mencari Tuhan’:

Yesaya 55:6 - “Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepadaNya selama Ia dekat!”. Ini memerintahkan manusia supaya mencari Tuhan.

Yer 29:13-14a - “(13) Apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati, (14a) Aku akan memberi kamu menemukan Aku, demikianlah firman TUHAN”. Ini menjanjikan bahwa orang yang mencari Tuhan pasti akan menemukan Tuhan.

Saya kira orang Arminian tidak akan menemukan kesulitan dengan Yes 55:6 dan Yer 29:13-14a ini, tetapi bagaimana mereka menafsirkan Ro 3:11b yang berbunyi: “tidak ada seorangpun yang mencari Allah”? Lebih-lebih, bagaimana mereka menafsirkan Ro 10:20 di atas, yang menunjukkan bahwa Allah berkenan ditemukan oleh orang yang tidak mencari Dia? Orang Arminian, yang mengatakan bahwa semua manusia telah diberi kemampuan dari Roh Kudus, sehingga sekarang semua tergantung pada kemauan mereka, pasti akan kebingungan menafsirkan Ro 10:20 itu!

Calvinisme / Reformed menganggap ayat ini menunjukkan secara jelas bahwa keselamatan seseorang tidak tergantung pada kehendak orang itu sendiri, tetapi tergantung kepada Allah. Ro 3:11 berkata: “Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah”. Ini menunjukkan bahwa manusia berdosa itu sendiri, terlepas dari pekerjaan Allah / Roh Kudus dalam dirinya, tidak bisa dan tidak akan mau mencari Allah. Tetapi dalam diri orang yang adalah ‘orang pilihan’, sekalipun ia mula-mula tidak mencari Allah, Allah bekerja, melahirbarukannya, sehingga ia lalu mencari Allah dan menemukan Allah (melalui Yesus Kristus).

Catatan: perlu diingat bahwa dalam ajaran Calvinist / Reformed, kelahiran baru terjadi sebelum iman!

2) Serangan menggunakan ‘Tanya jawab Calvinisme - Arminianisme’ untuk menunjukkan kesombongan orang Arminian / Arminianisme.

Mari kita membayangkan suatu tanya jawab Calvinisme - Arminianisme (tanya jawab ini bisa saja betul-betul saudara praktekkan!).

Saya bertanya kepada orang Arminian: ‘Kalau semua orang sudah mendapatkan pekerjaan Roh Kudus yang membuat semua orang sebetulnya bisa percaya kepada Yesus, lalu mengapa kamu percaya kepada Yesus dan orang-orang yang lain tidak?’.

Orang Arminian akan menjawab: ‘Karena saya mau percaya kepada Yesus sedangkan mereka tidak mau percaya’.

Terhadap jawaban ini, saya bertanya lagi: ‘Mengapa kamu mau percaya kepada Yesus sedangkan mereka tidak mau, padahal semua orang telah mendapatkan pekerjaan Roh Kudus?’.

Mungkin orang Arminian akan menjawab: ‘Karena saya lebih memikirkan kekekalan / keselamatan dari pada mereka’.

Saya bertanya lagi: ‘Mengapa kamu lebih memikirkan kekekalan / keselamatan dari pada mereka, padahal semua orang telah mendapatkan pekerjaan Roh Kudus?’.

Mungkin mereka akan menjawab: ‘Karena saya lebih condong pada hal-hal rohani dari pada mereka’.

Saya bertanya lagi: ‘Mengapa kamu bisa lebih condong kepada hal-hal rohani dari pada mereka, padahal semua orang telah mendapatkan pekerjaan Roh Kudus?’.

Mungkin mereka akan menjawab: ‘Karena saya sadar bahwa hal-hal rohani itu lebih penting dari pada hal-hal duniawi’.

Saya bertanya lagi: ‘Mengapa kamu bisa sadar akan hal itu sedangkan orang-orang lain itu tidak, padahal semua orang telah mendapatkan pekerjaan Roh Kudus?’.

Mungkin mereka akan menjawab: ‘Karena ada orang-orang yang mendoakan saya’.

Saya bertanya lagi: ‘Mengapa pada waktu kamu didoakan kamu bisa sadar dan percaya, sedangkan ada banyak orang lain yang juga didoakan tetapi tetap tidak sadar dan tidak bertobat / tidak percaya kepada Yesus sampai mati?’.

Mungkin mereka akan menjawab: ‘Mungkin karena orang-orang itu mengeraskan hati’.

Saya bertanya lagi: ‘Mengapa orang-orang itu mengeraskan hati sedangkan kamu tidak, padahal semua orang telah mendapatkan pekerjaan Roh Kudus?’.

Kalau pertanyaan-pertanyaan semacam ini terus dilontarkan, maka akhirnya mereka akan terpaksa menjawab: ‘Karena saya lebih baik dari pada mereka’.

Jadi, secara disadari ataupun tidak, pandangan Arminian ini menganggap diri mereka lebih baik dari orang yang tidak percaya kepada Kristus. Ini bukan hanya menunjukkan kesombongan, tetapi juga menunjukkan bahwa sedikit banyak jasa / kebaikan diri sendiri juga berperan dalam keselamatan seseorang!

Rupa-rupanya Pdt. dr. Jusuf B. S. tidak menyadari hal ini, karena dalam bukunya ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 9, ia berkata: “Kita menerima keselamatan dari Tuhan dengan cuma-cuma, bukan karena jasa, kebaikan, usaha atau pekerjaan kita”. Dan ia lalu mengutip Efesus 2:8 sebagai dasar.

Karena itu sebaiknya Pdt. dr. Jusuf B. S. merenungkan bagian ini dan menyadari adanya kontradiksi dalam ajarannya!

3) Komentar-komentar dari para ahli Theologia yang menyerang orang Arminian / Arminianisme.

A. H. Strong: “Arminian converts say: ‘I gave my heart to the Lord’; Augustinian converts say: ‘The Holy Spirit convicted me of sin and renewed my heart’. Arminianism tends to self-sufficiency; Augustinianism promotes dependence upon God” (= Petobat Arminian berkata: ‘Akumemberikan hatiku kepada Tuhan’; petobat Augustinian berkata: ‘Roh Kudus menyadarkan aku akan dosaku dan memperbaharui hatiku. Arminianisme condong pada kecukupan / kesanggupan diri sendiri; Augustinianisme mempromosikan kebersandaran kepada Allah) - ‘Systematic Theology’, hal 605.

Catatan: A. H. Strong bukanlah seorang Augustinian / Calvinist yang sepenuhnya. Ia hanya menerima 4 dari 5 points Calvinisme. Satu-satunya yang ia tolak adalah point yang ke 3, yaitu Limited Atonement (= Penebusan Terbatas).

Loraine Boettner: “The chief fault of Arminianism is its insufficient recognition of the part that God takes in redemption. It loves to admire the dignity and strength of man; Calvinism loses itself in adoration of the grace and omnipotence of God. Calvinism casts man first into the depths of humiliation and despair in order to lift him on wings of grace to supernatural strength. The one flatters natural pride; the other is a gospel for penitent sinners. As that which exalts man in his own sight and tickles his fancies is more welcome to the natural heart than that which abases him, Arminianism is likely to prove itself more popular. Yet Calvinism is nearer to the facts, however harsh and forbidding those facts may seem. ‘It is not always the most agreeable medicine which is the most healing. The experience of the apostle John is one of frequent occurrence, that the little book which is sweet as honey in the mouth is bitter in the belly. Christ crucified was a stumbling-block to one class of people and foolishness to another, and yet He was, and is, the power of God and the wisdom of God unto salvation to all who believe’” (= Kesalahan utama dari Arminianisme adalah pengakuan / pengenalannya yang kurang tentang bagian Allah dalam penebusan. Arminianisme senang mengagumi martabat dan kekuatan manusia; Calvinisme kehilangan dirinya sendiri dalam pemujaan terhadap kasih karunia dan kemahakuasaan Allah. Calvinisme mula-mula membuang manusia ke dalam perendahan dan keputusasaan yang dalam untuk bisa mengangkatnya dengan sayap kasih karunia kepada kekuatan supranatural. Yang satu memuji kesombongan alamiah; yang lain adalah injil untuk orang-orang berdosa yang menyesal. Sebagaimana sesuatu yang meninggikan manusia dalam pandangannya sendiri dan yang menyenangkannya lebih diterima / disambut oleh hati alamiah dari pada sesuatu yang merendahkan dia, Arminianisme mungkin sekali membuktikan dirinya sendiri lebih populer. Tetapi Calvinisme lebih dekat kepada fakta, betapapun kerasnya dan menakutkannya fakta itu terlihat. ‘Tidak selalu obat yang paling menyenangkan adalah yang paling menyembuhkan. Pengalaman rasul Yohanes adalah kejadian yang sering terjadi, bahwa buku kecil yang manis seperti madu di mulut, pahit di perut. Kristus yang tersalib adalah batu sandungan bagi segolongan manusia dan kebodohan bagi golongan yang lain, tetapi Ia adalah, baik dulu maupun sekarang, kuasa Allah dan hikmat Allah kepada keselamatan bagi semua yang percaya’) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 44.

Catatan: Loraine Boettner menggunakan kata-kata ‘buku kecil yang manis seperti madu di mulut, tetapi pahit di perut’ dari Wah 10:9-10.

Alan P. F. Sell mengutip kata-kata Jerome Zanchius (1516-1590) sebagai berikut:

“Conversion and salvation must, in the very nature of things, be wrought and effected either by ourselves alone, or by ourselves and God together, or solely by God himself. The Pelagians were for the first. The Arminians are for the second. True believers are for the last, because the last hypothesis, and that only, is built on the strongest evidence of Scripture, reason and experience: it most effectually hides pride from man, and sets the crown of undivided praise upon the head, or rather casts it at the feet, of that glorious Triune God, who worketh all in all” (= Pertobatan dan keselamatan dibuat dan dilaksanakan atau oleh diri kita sendiri, atau oleh kita dan Allah bersama-sama, atau semata-mata oleh Allah sendiri. Orang-orang Pelagian memilih yang pertama, orang-orang Arminian yang kedua. Orang-orang percaya yang sejati memilih yang terakhir, karena anggapan yang terakhir, dan hanya itu, dibangun di atas bukti terkuat dari Kitab Suci, logika dan pengalaman: itu secara paling efektif menyembunyikan kesombongan dari manusia, dan meletakkan mahkota pujian sepenuhnya / seluruhnya pada kepala, atau lebih tepat meletakkannya pada kaki, dari Allah Tritunggal yang mulia, yang mengerjakan semua dalam semua) - ‘The Great Debate, Calvinism, Arminianism and Salvation’, hal 97.

Alan P. F. Sell juga mengutip kata-kata John R. de Witt sebagai berikut:

“Arminianism essentially represents an attack upon the majesty of God; and puts in place of it, the exaltation of man” (= Arminianisme secara hakiki menggambarkan / mewakili suatu penyerangan terhadap kuasa yang berdaulat dari Allah; dan meletakkan sebagai gantinya, peninggian manusia) - ‘The Great Debate, Calvinism, Arminianism and Salvation’, hal 97.

Calvin: “Nothing, however slight, can be credited to man without depriving God of his honor, and without man himself falling into ruin through brazen confidence” (= Tidak ada sesuatupun, bagaimanapun kecilnya, bisa dipuji / dihargai dari manusia tanpa mencabut / menghilangkan kehormatan dari Allah, dan tanpa menghancurkan manusia itu sendiri melalui kepercayaan kepada diri sendiri yang tidak tahu malu) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter II, no 1.

John Owen: “As a desire of self-sufficiency was the first cause of this infirmity ... nothing doth he more contend for than an independency of any supreme power, which might either help, hinder, or control him in his actions. ... Never did any man ... more eagerly endeavour the erecting of this Babel than the Arminians, the modern blinded patrons of human self-sufficiency” (= Karena suatu keinginan untuk pencukupan diri sendiri adalah penyebab pertama dari kelemahan ini ... tidak ada yang lebih ia perjuangkan dari pada suatu ketidaktergantungan pada kuasa tertinggi manapun, yang bisa menolong, menghalangi atau mengontrolnya dalam tindakan-tindakannya. ... Tidak pernah ada orang ... yang lebih sungguh-sungguh berusaha mendirikan Babel ini dari pada orang-orang Arminian, pelindung modern yang buta dari pencukupan diri sendiri dari manusia) - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 11.

John Owen: “... of making themselves differ from others who will not make so good use of the endowments of their natures; that so the first and chiefest part in the work of their salvation may be ascribed unto themselves; - a proud Luciferian endeavour!” (= ... membuat diri mereka sendiri berbeda dengan yang lain yang tidak mau menggunakan dengan baik anugerah kepada diri mereka; sehingga dengan demikian bagian yang pertama dan terutama dalam pekerjaan keselamatan bisa dianggap berasal dari diri mereka sendiri; - suatu usaha Lucifer yang sombong!) - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 13.

John Owen: “And so at length, with much toil and labour, they have placed an altar for their idol in the holy temple, on the right hand of the altar of God, and on it offer sacrifice to their own net and drag; at least, ‘nec Deo, nec libero arbitrio, sed dividatur’ - not all to God, nor all to free-will, but let the sacrifice of praise, for all good things, be divided between them” [= Dan demikian akhirnya, dengan banyak kerja keras, mereka telah meletakkan sebuah altar untuk berhala mereka dalam Bait Suci, di sebelah kanan dari altar Allah, dan di atasnya mereka mempersembahkan korban bagi usaha mereka sendiri; setidaknya ‘nec Deo, nec libero arbitrio, sed dividatur’ (kata-kata ini ada dalam bahasa Latin) - bukan semua bagi Allah, juga bukan semua bagi kehendak bebas, tetapi biarlah korban pujian, untuk semua hal yang baik, dibagi di antara mereka) - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 14.

4) Kesimpulan.

Kesimpulan tentang kesalahan dari Arminianisme dalam hal ini adalah:

a) Kesombongan / kebersandaran pada diri sendiri.

Sedikit banyak mereka beranggapan bahwa diri mereka sendiri mempunyai jasa dalam keselamatan mereka, yaitu mereka mau percaya.

Berbicara tentang kesombongan orang Arminian, saya melihat bahwa Guy Duty juga luar biasa sombongnya. Ini terlihat dari:

1. Cara ia menjelek-jelekkan Calvin dan Agustinus.

Padahal melihat bukunya Guy Duty, saya yakin bahwa baik Calvin maupun Agustinus mempunyai pengetahuan di ujung jarinya jauh lebih banyak dari Guy Duty dalam seluruh dirinya!

2. Bagian Pendahuluan dari buku ‘Keselamatan bersyarat atau tanpa syarat?’, hal 9-11, dimana ia mengutip surat dari seorang pendeta yang telah membaca naskah bukunya dan lalu berkata sebagai berikut:

“Saya telah menelusuri halaman demi halaman tulisan anda ini. Saya belum pernah membaca bahan sebaik ini. ... Saya percaya bahwa tulisan ini merupakan pembahasan yang paling lengkap tentang pokok ini, dan saya sangat menganjurkannya bagi setiap siswa Alkitab. Setiap pembaca buku ini mau tidak mau harus mengakui bahwa buku ini adalah karya seorang siswa Alkitab yang besar, yang telah berusaha dengan sebaik-baiknya untuk membagi Firman kebenaran itu dengan benar” (hal 9,11. Catatan: Garis bawah dari saya).

Kalaupun ada pendeta, yang dalam kebodohannya, memuji bukunya yang penuh dengan kesalahan itu, tidak seharusnya Guy Duty menuliskannya atau bahkan memamerkannya kepada pembaca bukunya! 1Korintus 13:4-5 - “Kasih ... tidak memegahkan diri dan tidak sombong”.

Saya betul-betul tidak mengerti kesombongan Guy Duty yang sampai hati menuliskan pujian yang begitu tinggi dari pendeta itu untuk dirinya sendiri dalam Pendahuluan bukunya, lebih-lebih karena pujian itu sangat tidak pada tempatnya. Saya sendiri jarang menemui buku sejelek dan sekacau bukunya Guy Duty ini!

b) Konsekwensinya, dalam penyelamatan diri mereka, Allah bukan satu-satunya pihak yang berjasa. Karena itu bukan Allah semata-mata yang harus dihargai / dipuji dalam persoalan keselamatan mereka, tetapi juga diri mereka sendiri.

Bandingkan pandangan Arminianisme yang sombong dan kurang menghargai anugerah Allah itu dengan:

· Efesus 2:8-9 - “(8) Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, (9) itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”.

· Roma 11:5-6 - “(5) Demikian juga pada waktu ini ada tinggal suatu sisa, menurut pilihan kasih karunia. (6) Tetapi jika hal itu terjadi karena kasih karunia, maka bukan lagi karena perbuatan, sebab jika tidak demikian, maka kasih karunia itu bukan lagi kasih karunia”.

· kata-kata Archbishop William Temple yang dikutip oleh John Stott sebagai berikut:

“All is of God. The only thing of my very own which I contribute to my redemption is the sin from which I need to be redeemed” (= Semua dari Allah. Satu-satunya hal dari diriku sendiri yang aku sumbangkan pada penebusanku adalah dosa dari mana aku perlu ditebus) - ‘The Preacher’s Portrait’, hal 44-45.

Inilah pandangan Calvinisme / Reformed, yang betul-betul menghancurleburkan kesombongan manusia, dan mengarahkan seluruh penghargaan tentang penyelamatan kita hanya kepada Allah!.KEBEJATAN TOTAL (ARTI, MANUSIA BERDOSA DAN JAWABAN).
Next Post Previous Post