MATIUS 7:1-29 (CARA MEMBERIKAN KRITIKAN BENAR)
Pdt.Budi Asali, M.Div.
MATIUS 7:1-29 (CARA MEMBERIKAN KRITIKAN BENAR). Matius 7:1-5 - “(Matius 7:1) ‘Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. (2) Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu. (3) Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? (4) Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu. (5) Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.’”.
gadget, bisnis, otomotif |
1) Arti yang salah dari kata-kata ‘jangan menghakimi’:
a) Yesus melarang adanya pengadilan.
Penafsiran ini jelas salah karena bertentangan dengan bagian-bagian Kitab Suci di bawah ini:
· Keluaran 18:13-26 dimana Musa dan sejumlah orang menjadi hakim.
· 1Raja 3:16-28 dimana Salomo menjadi hakim.
· adanya pemberian Undang-Undang untuk pengadilan dalam Kitab Suci / Perjanjian Lama, seperti dalam Kel 21:12-dst.
· Roma 13:1-5 - “(1) Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah. (2) Sebab itu barangsiapa melawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah dan siapa yang melakukannya, akan mendatangkan hukuman atas dirinya. (3) Sebab jika seorang berbuat baik, ia tidak usah takut kepada pemerintah, hanya jika ia berbuat jahat. Maukah kamu hidup tanpa takut terhadap pemerintah? Perbuatlah apa yang baik dan kamu akan beroleh pujian dari padanya. (4) Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat. (5) Sebab itu perlu kita menaklukkan diri, bukan saja oleh karena kemurkaan Allah, tetapi juga oleh karena suara hati kita”.
b) Kita tidak boleh melakukan siasat gerejani.
Jaman sekarang ini kita mungkin sudah tidak lagi pernah mendengar tentang adanya gereja yang menjalankan siasat gerejani, dan kata-kata ‘jangan menghakimi’ ini sering dipakai oleh pendeta / majelis untuk tidak melakukan siasat gerejani. Tetapi ini jelas merupakan penggunaan yang salah, karena bertentangan dengan:
· Matius 18:15-17 - “(15) ‘Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali. (16) Jika ia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan. (17) Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat. Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai”.
· 1Kor 5:1-2,9-13 - “(1) Memang orang mendengar, bahwa ada percabulan di antara kamu, dan percabulan yang begitu rupa, seperti yang tidak terdapat sekalipun di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, yaitu bahwa ada orang yang hidup dengan isteri ayahnya. (2) Sekalipun demikian kamu sombong. Tidakkah lebih patut kamu berdukacita dan menjauhkan orang yang melakukan hal itu dari tengah-tengah kamu? ... (9) Dalam suratku telah kutuliskan kepadamu, supaya kamu jangan bergaul dengan orang-orang cabul. (10) Yang aku maksudkan bukanlah dengan semua orang cabul pada umumnya dari dunia ini atau dengan semua orang kikir dan penipu atau dengan semua penyembah berhala, karena jika demikian kamu harus meninggalkan dunia ini. (11) Tetapi yang kutuliskan kepada kamu ialah, supaya kamu jangan bergaul dengan orang, yang sekalipun menyebut dirinya saudara, adalah orang cabul, kikir, penyembah berhala, pemfitnah, pemabuk atau penipu; dengan orang yang demikian janganlah kamu sekali-kali makan bersama-sama. (12) Sebab dengan wewenang apakah aku menghakimi mereka, yang berada di luar jemaat? Bukankah kamu hanya menghakimi mereka yang berada di dalam jemaat? (13) Mereka yang berada di luar jemaat akan dihakimi Allah. Usirlah orang yang melakukan kejahatan dari tengah-tengah kamu”.
Kedua text di atas ini jelas mengatakan bahwa dalam hal-hal tertentu siasat gerejani harus dilakukan!
William Hendriksen: “Luke 6:37 has been used at times as an excuse for laxity in exercising church discipline, but in the light of its context, and also of Matt. 18:15-18 and John 20:23, such use of this passage is without any justification” (= Lukas 6:37 kadang-kadang digunakan sebagai suatu alasan untuk tidak melakukan disiplin gerejani, tetapi dalam terang dari kontexnya, dan juga dari Matius 18:15-18 dan Yoh 20:23, penggunaan seperti itu dari text ini tidak dapat dibenarkan) - ‘The Gospel of Luke’, hal 355.
Yohanes 20:23 - “Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.’”.
c) Kita harus membutakan diri terhadap kesalahan orang lain; kita tidak boleh menilai orang lain ataupun mengkritik / menegur orang lain.
Secara sadar atau tidak, ada banyak sekali orang kristen ataupun hamba Tuhan yang mengambil penafsiran ini. Ini terlihat pada waktu mereka menggunakan kata-kata ‘jangan menghakimi’ ini terhadap orang yang mencela suatu ajaran sesat atau seorang nabi palsu.
Orang-orang ini tidak menyadari bahwa pada waktu mereka mengatakan kata-kata ‘jangan menghakimi’ kepada seseorang, mereka sendiri sudah menghakimi orang itu!
Alasan yang sering dikemukakan untuk melarang menghakimi secara total:
1. Itu tidak kasih.
Tanggapan saya: Ini salah, karena kita menilai seseorang bisa dengan tujuan meluruskan orang itu dari kesalahan / kesesatannya, dan juga untuk menolong supaya orang lain tidak ikut dengan kesesatan tersebut.
2. Kita tidak boleh bertengkar, kita harus cinta damai.
Tanggapan saya: Ini salah, karena:
· kalau kita membiarkan kesesatan dengan alasan cinta damai, kita tidak mencintai orang-orang yang bisa menjadi korban kesesatan itu.
· menyatakan kesalahan / kesesatan seseorang tidak berarti harus bertengkar. Tetapi kalau toh terpaksa bertengkar, karena orang yang ditegur tidak mau bertobat, perlu kita ketahui bahwa kebenaran lebih berharga dari pada perdamaian, dan perdamaian harus rela dikorbankan demi kebenaran. Dalam Yak 3:17 dikatakan: “Tetapi hikmat yang dari atas adalah pertama-tama murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik”. Perhatikan bahwa ‘murni’ mendahului ‘pendamai’, dan karena itu kebenaran harus lebih diutamakan dari perdamaian.
Pada waktu Martin Luther melihat adanya begitu banyak ajaran dan praktek yang salah dari gereja Roma Katolik pada saat itu, apakah ia tetap memelihara perdamaian? Tidak, tetapi sebaliknya ia memakukan 95 thesisnya di pintu gereja Wittenberg, dan ini akhirnya menimbulkan perpecahan dalam gereja! Beranikah saudara menyalahkan Martin Luther dan menganggapnya sebagai orang yang tidak cinta damai?
Thomas Manton (tentang Yakobus 3:17): “If the chiefest care must be for purity, then peace may be broken in truth’s quarrel. It is a zealous speech of Luther that rather heaven and earth should be blended together in confusion than one jot of truth perish” (= Jika perhatian yang paling utama adalah untuk kemurnian, maka damai boleh dihancurkan dalam pertengkaran kebenaran. Merupakan suatu ucapan yang bersemangat dari Luther bahwa lebih baik langit dan bumi bercampur aduk menjadi satu dari pada satu titik kebenaran binasa) - hal 316.
Calvin, dalam komentarnya tentang Efesus 5:11, berkata: “But rather than the truth of God shall not remain unshaken, let a hundred worlds perish” (= Dari pada kebenaran Allah tergoncangkan, lebih baik seratus dunia binasa).
3. Kita tidak maha tahu.
Tanggapan saya: Sekalipun kita memang tidak maha tahu, tetapi Allah telah memberi kita Kitab Suci / Firman Tuhan, yang salah satu fungsinya adalah ‘menyatakan kesalahan’.
2Timotius 3:16-17 - “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik”.
Jadi, dengan belajar Kitab Suci kita bisa tahu mana yang benar dan mana yang salah / sesat. Mengatakan ‘kita tidak tahu’ seringkali bukan merupakan perwujudan dari kerendahan hati, tetapi justru merupakan perwujudan dari suatu sikap tegar tengkuk, yang sekalipun sudah diberi tahu tetapi tetap tidak mau tahu!
4. Hanya Allah yang berhak menghakimi (Yakobus 4:12 Roma 12:17-20).
Tanggapan saya: Ayat-ayat ini digunakan secara out of context / keluar dari kontextnya, karena Ro 12:17-20 itu diberikan dalam kontext yang melarang balas dendam, dan Yak 4:12 dalam kontext orang yang menyalahkan orang lain berdasarkan pemikirannya sendiri, bukan berdasarkan Firman Tuhan. Jadi, semua ini tidak bisa diterapkan kepada orang yang menilai orang lain betul-betul berdasarkan Kitab Suci / Firman Tuhan.
Saya berpendapat bahwa kita boleh menilai, menyalahkan, dan mengecam seseorang, karena:
a. Yesus sendiri mengecam dan mengutuk orang-orang Farisi, ahli-ahli Taurat, orang-orang Saduki, dan ajarannya (Matius 5:20-48 Matius 6:1-18 Matius 15:1-14 Matius 16:1-12 Matius 21:45 Matius 22:29 Mat 23:1-36).
b. Paulus juga mengutuk para nabi palsu (Gal 1:6-9), dan memarahi jemaat Korintus karena mereka sabar terhadap nabi-nabi palsu (2Kor 11:4). Ia juga menyetujui kecaman terhadap orang Kreta dan memerintahkan Titus untuk menegur mereka (Tit 1:12-13), mengecam Himeneus, Filetus dan Aleksander (1Tim 1:20 2Tim 2:17,18 2Tim 4:14).
c. Yohanes mengecam Diotrefes (3Yoh 9-10).
d. Dalam Yoh 7:24 Yesus berkata: “Janganlah menghakimi menurut apa yang nampak, tetapi hakimilah dengan adil”.
Dengan kata-kata ini, Yesus jelas membolehkan kita untuk menghakimi / menilai orang lain asal kita melakukannya dengan adil, dengan memperhatikan fakta-fakta secara keseluruhan.
e. Kitab Suci juga memberikan perintah atau larangan berkenaan dengan nabi-nabi palsu, seperti:
· 2Yoh 10-11 - “(10) Jikalau seorang datang kepadamu dan ia tidak membawa ajaran ini, janganlah kamu menerima dia di dalam rumahmu dan janganlah memberi salam kepadanya. (11) Sebab barangsiapa memberi salam kepadanya, ia mendapat bagian dalam perbuatannya yang jahat”.
· Titus 3:10 - “Seorang bidat yang sudah satu dua kali kaunasihati, hendaklah engkau jauhi”.
Bagaimana bisa melaksanakan hal ini kalau kita tidak lebih dulu menilai dan membentuk pandangan bahwa seseorang itu memang adalah nabi palsu?
f. Dalam Kitab Suci juga ada ayat-ayat yang menyuruh kita menguji segala sesuatu / pengajar-pengajar, seperti:
· 1Tesalonika 5:21 - “Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik”.
Bagaimana kita bisa memegang yang baik, kalau tidak menilai lebih dulu mana yang baik dan mana yang buruk, dan lalu membuang yang buruk?
· 1Yoh 4:1-3 - “(1) Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan pergi ke seluruh dunia. (2) Demikianlah kita mengenal Roh Allah: setiap roh yang mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia, berasal dari Allah, (3) dan setiap roh, yang tidak mengaku Yesus, tidak berasal dari Allah. Roh itu adalah roh antikristus dan tentang dia telah kamu dengar, bahwa ia akan datang dan sekarang ini ia sudah ada di dalam dunia”.
g. Larangan menghakimi ini (Matius 7:1-5) disusul dengan larangan untuk memberikan barang kudus kepada anjing atau mutiara kepada babi (Matius 7:6). Bagaimana kita bisa mentaati larangan dalam Matius 7:6 ini, kalau kita tidak lebih dulu menilai dan membentuk suatu pandangan bahwa seseorang itu adalah anjing / babi, yang tidak layak diberi mutiara / barang yang kudus? Juga Mat 7:15 menyuruh berhati-hati terhadap nabi-nabi palsu. Bagaimana kita bisa mentaati peringatan / perintah ini kalau kita tidak membentuk suatu pandangan bahwa seseorang itu adalah nabi palsu. Lebih-lebih Matius 7:15 itu dilanjutkan dengan Matius 7:16, yang mengatakan bahwa dari buahnya kita mengenal pohonnya. Karena itu, jelas bahwa kita boleh memastikan bahwa suatu pohon itu jelek, kalau kita melihat buah yang jelek.
h. Ay 3-5 yang berbunyi: “(3) Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? (4) Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu. (5) Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.’”, tidak berarti kita harus mendiamkan kesalahan orang lain, tetapi bahwa kita harus mengoreksi diri sendiri lebih dulu sebelum mengoreksi orang lain.
Bertentangan dengan banyak orang jaman sekarang yang menganggap bahwa kita sama sekali dilarang untuk menghakimi, hampir semua penafsir mengatakan bahwa kita harus menghakimi!
Pulpit Commentary: “Men must be judged by us also. We have to decide whether we will give them our confidence, our friendship; whether we will admit them into the family circle, into the society, into the Church. To decline to judge men is to neglect one of the most serious duties and most weighty obligation of our life” (= Kita juga harus menghakimi manusia. Kita harus memutuskan apakah kita akan memberikan mereka kepercayaan kita, persahabatan kita; apakah kita akan menerima mereka ke dalam lingkungan keluarga, ke dalam masyarakat, ke dalam Gereja. Menolak untuk menghakimi manusia berarti mengabaikan salah satu kewajiban yang paling serius dan penting dari hidup kita) - ‘The Gospel According to Luke’, hal 159.
Calvin: “this passage is altogether misapplied by those persons who would desire to make that moderation, which Christ recommends, a pretence for setting aside all distinction between good and evil. We are not only permitted, but are even bound, to condemn all sins; unless we choose to rebel against God himself, - nay, to repeal his laws, to reverse his decisions, and to overturn his judgment-seat. It is his will that we should proclaim the sentence which he pronounces on the actions of men: only we must preserve such modesty towards each other, as to make it manifest that he is the only Lawgiver and Judge, (Isa 33:22)” [= text ini disalahgunakan oleh orang-orang yang ingin membuat penghakiman terbatas / tak berlebihan yang dinasehatkan Kristus sebagai suatu alasan untuk menyingkirkan semua perbedaan antara baik dan jahat. Kita bukan hanya diijinkan, tetapi bahkan diharuskan, untuk mengecam semua dosa; kecuali kita memilih untuk memberontak terhadap Allah sendiri, - tidak, mencabut hukum-hukumNya, membalik keputusan-keputusanNya, dan membalik takhta penghakimanNya. Merupakan kehendakNya bahwa kita menyatakan hukuman yang Ia umumkan terhadap tindakan-tindakan manusia: hanya kita harus menjaga kerendahan hati satu terhadap yang lain, sehingga menjadi nyata bahwa Ia adalah satu-satunya Pemberi hukum dan Hakim (Yes 33:22)] - hal 346-347.
2) Arti yang benar dari kata-kata ‘jangan menghakimi’:
Larangan menghakimi ini kelihatannya ditujukan kepada para ahli Taurat dan orang Farisi, dan / atau orang-orang yang segolongan dengan mereka, yang:
a) Menganggap diri sendiri benar.
D. Martyn Lloyd-Jones memberi contoh penghakiman yang salah yang dimaksudkan oleh Yesus, yaitu orang Farisi yang berdoa di Bait Suci yang berkata: “Ya Allah, aku mengucap syukur kepadaMu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini” (Luk 18:11).
Di belakang penghakiman yang salah ada ‘self-righteous spirit’ (= roh yang menganggap diri sendiri benar). Karena itu Yesus menambahkan Matius 7:3-5 / Lukas 6:41-42.
D. Martyn Lloyd-Jones: “What is this spirit that condemns? It is a self-righteous spirit. Self is always at the back of it, and it is always a manifestation of self-righteousness, a feeling of superiority, and a feeling that we are all right while others are not. That then leads to censoriousness, and a spirit that is always ready to express itself in a derogatory manner. And then, accompanying that, there is the tendency to despise others, to regard them with contempt. I am not only describing the Pharisees, I am describing all who have the spirit of the Pharisee” (= Apakah roh yang menghukum ini? Itu adalah roh yang merasa dirinya sendiri benar. Diri sendiri / si aku selalu ada di belakangnya, dan itu selalu merupakan manifestasi dari perasaan bahwa dirinya sendiri benar, suatu perasaan superior / lebih tinggi, dan suatu perasaan bahwa kita benar sementara orang lain tidak. Itu lalu membawa kepada sikap suka mengkritik, dan suatu roh / semangat yang selalu siap untuk menyatakan dirinya sendiri dengan cara yang merendahkan orang lain. Dan lalu, bersama-sama dengan itu, di sana ada kecenderungan untuk menghina orang lain, memandang orang lain dengan jijik. Saya bukan hanya menggambarkan orang Farisi, saya menggambarkan semua yang mempunyai roh orang Farisi) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal 167.
b) Terlalu gampang dan cepat menyalahkan orang lain sebelum mengetahui seluruh persoalannya lebih dulu. Bdk. Yoh 7:24 - “Janganlah menghakimi menurut apa yang nampak, tetapi hakimilah dengan adil”.
c) Menegur / mengecam dengan kemarahan yang tak terkendali, tanpa kasih / belas kasihan.
Bandingkan dengan Yohanes dan Yakobus yang ingin menurunkan api dari langit ke atas orang-orang Samaria (Luk 9:51-56). Pulpit Commentary (hal 159) mengatakan bahwa penghakiman seperti ini mempunyai kecenderungan untuk menghancurkan dari pada memperbaiki.
d) Membesar-besarkan kesalahan orang lain.
e) Mempunyai sikap hyper-critical / terlalu kritis, yang biasanya selalu mencari-cari kesalahan orang, dan merasa senang pada saat bisa menemukan dan mengecam kesalahan orang lain.
D. Martyn Lloyd-Jones: “a very vital part of this spirit is the tendency to be hypercritical. Now there is all the difference in the world between being critical and being hypercritical. ... The man who is guilty of judging, in the sense in which our Lord uses the term here, is the man who is hypercritical, which means that he delights in criticism for its own sake and enjoys it. I am afraid I must go further and say that he is a man who approaches anything which he is asked to criticize expecting to find faults, indeed, almost hoping to find them. ... Love ‘hopeth all things’, but this spirit hopes for the worst; it gets a malicious, malign satisfaction in finding faults and blemishes” (= suatu bagian vital dari roh ini adalah kecenderungan untuk menjadi terlalu kritis. Ada perbedaan yang sangat besar antara kritis dan terlalu kritis. ... Orang yang dipersalahkan tentang penghakiman, dalam arti yang digunakan oleh Tuhan kita di sini, adalah orang yang terlalu kritis, yang berarti bahwa ia menyenangi kritik demi kritik itu sendiri dan menikmatinya. Saya harus meneruskan dan berkata bahwa ia adalah orang yang mendekati segala sesuatu, untuk mana ia diminta untuk mengkritik, sambil mengharapkan bahwa ia akan menemukan kesalahan-kesalahan. ... Kasih ‘mengharapkan segala sesuatu’, tetapi roh ini mengharapkan yang terburuk; ia mendapatkan kepuasan yang jahat dan membahayakan dalam menemukan kesalahan-kesalahan dan cacat-cacat) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal 167.
D. Martyn Lloyd-Jones: “If ever we know the feeling of being rather pleased when we hear something unpleasant about another, that is this wrong spirit. If we are jealous, or envious, and then suddenly hear that the one of whom we are jealous or envious has made a mistake and find that there is an immediate sense of pleasure within us, that is it” (= Jika kita pernah mengetahui perasaan senang pada waktu kita mendengar sesuatu yang tidak menyenangkan tentang orang lain, maka inilah roh yang salah itu. Jika kita cemburu atau iri hati, dan lalu tiba-tiba kita mendengar bahwa orang terhadap siapa kita cemburu atau iri hati itu telah membuat kesalahan dan kita mendapatkan bahwa di dalam diri kita langsung ada perasaan gembira, maka itulah roh itu) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal 168.
3) Mengapa kita tidak boleh menghakimi?
Catatan: tentu saja yang saya maksud dengan ‘tidak menghakimi’ di sini adalah ‘tidak menghakimi secara salah’.
a) Kita sendiri mempunyai banyak kesalahan, bahkan mungkin kesalahan yang lebih besar (ay 3-5).
Bdk. Ro 2:1-3 - “(1) Karena itu, hai manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama. (2) Tetapi kita tahu, bahwa hukuman Allah berlangsung secara jujur atas mereka yang berbuat demikian. (3) Dan engkau, hai manusia, engkau yang menghakimi mereka yang berbuat demikian, sedangkan engkau sendiri melakukannya juga, adakah engkau sangka, bahwa engkau akan luput dari hukuman Allah?”.
b) Orang yang menghakimi / menghukum akan dihakimi / dihukum; balasan ini bisa datang dari manusia dan / atau dari Allah.
Ada orang yang keberatan terhadap kata ‘dihakimi’ / ‘dihukum’, karena mereka berpendapat bahwa orang kristen tidak bisa dihakimi / dihukum. Untuk menjawab ini maka Lloyd-Jones mengatakan bahwa ada 3 macam penghakiman dari Allah kepada kita:
1. Penghakiman akhir jaman yang menentukan kita masuk surga atau neraka.
Orang kristen yang sejati pasti lulus dalam penghakiman ini. Penebusan Kristus membuat mereka pasti diampuni dan masuk surga. Tetapi masih ada 2 penghakiman lain, yang mempengaruhi orang kristen!
2. Penghakiman / penghukuman dalam arti menghajar (Ibr 12:5-11).
3. Penghakiman untuk menentukan pahala.
2Kor 5:10 - “Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat”.
D. Martyn Lloyd-Jones lalu menyimpulkan: “Though we are Christians, and are justified by faith, and have an assurance of our salvation, and know we are going to heaven, we are yet subject to this judgment here in this life, and also after this life” (= Sekalipun kita adalah orang-orang Kristen, dan dibenarkan oleh iman, dan mempunyai keyakinan keselamatan, dan tahu bahwa kita akan pergi ke surga, tetapi kita menjadi sasaran penghakiman ini di sini dalam kehidupan ini, dan juga setelah kehidupan ini) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal 176.
c) Penghakiman yang kita lakukan akan menjadi standard penghakiman terhadap diri kita sendiri.
Matius 7: 2: “Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu”.
D. Martyn Lloyd-Jones: “The second reason for not judging is that, by so doing, we are not only produce judgment for ourselves, we even set the standard of our own judgment” (= Alasan kedua untuk tidak menghakimi adalah bahwa dengan melakukan itu kita bukan hanya menghasilkan penghakiman terhadap diri kita sendiri, tetapi kita bahkan menetapkan standard penghakiman kita sendiri) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal 176.
Calvin mengatakan bahwa ini berarti bahwa orang yang murah hati akan diperlakukan dengan murah hati. Tetapi Calvin juga mengingatkan bahwa juga sering terjadi bahwa orang kristen yang murah hati justru diperlakukan dengan jelek, difitnah dan sebagainya. Kalau ini terjadi maka harus dingat 2 hal:
1. Tidak ada orang kristen yang bisa melakukan semua ini dengan sempurna. Semua orang pernah melakukan penghakiman yang salah, sehingga kalau mereka mengalami penghakiman yang salah, mereka tetap layak mendapatkannya.
2. Suatu saat Tuhan akan memunculkan kebenaran mereka.
4) Cara memberikan kritikan / teguran yang benar.
a) Kita harus mempunyai motivasi yang benar, yaitu kasih.
Kalau kita mau mengkritik / menegur tetapi dalam hati kita tidak ada kasih maka sebaiknya kita membatalkan rencana untuk menegur itu. Kalau kita menegur dengan motivasi kasih maka kita akan menegur untuk kebaikan orang yang kita tegur. Teguran yang diberikan hanya untuk melampiaskan kejengkelan jelas tidak diberikan dengan kasih.
b) Kritikan baru boleh diberikan setelah kita mengetahui duduk perkaranya dengan benar / jelas. Bdk. Yoh 7:24 - “Janganlah menghakimi menurut apa yang nampak, tetapi hakimilah dengan adil.’”. Jadi, jangan mengkritik hanya karena saudara mendengar kabar angin, atau pada waktu saudara hanya tahu sebagian dari fakta-fakta yang ada.
c) Kritikan baru boleh diberikan setelah saudara mengintrospeksi diri saudara sendiri (Matius 7: 3-5).
· Adanya dosa dalam diri kita bisa menyebabkan kita ‘melihat’ dosa-dosa yang sebetulnya tidak pernah ada pada diri orang yang kita tegur. Misalnya: kalau saudara benci / sentimen pada seseorang, maka segala yang orang itu lakukan akan saudara rasakan sebagai sesuatu yang salah. Saudara harus membereskan dosa saudara ini dulu, dan kalau saudara sudah bisa mengasihi orang itu, maka saudara mungkin akan melihat bahwa banyak (bahkan mungkin semua) kesalahan orang itu sebetulnya tidak pernah ada.
Illustrasi: Orang melihat tetangganya menjemur pakaian yang masih kotor, padahal sebetulnya kaca jendelanya sendiri, melalui mana ia melihat jemuran tetangganya, yang kotor.
· Pada waktu saudara introspeksi mungkin saudara lalu melihat bahwa saudara pernah melakukan dosa-dosa tertentu di masa lalu terhadap mana saudara sudah bertobat. Ini tidak perlu dan tidak boleh menyebabkan saudara takut untuk menegur. Matius 7: 5 menunjukkan bahwa kalau balok di mata kita itu sudah dikeluarkan, maka kita boleh mengeluarkan selumbar dari mata saudara kita.
d) Pada waktu mengkritik, saudara harus menunjukkan kesalahan orang itu dengan jelas / specific, bukan secara samar-samar / kabur / tidak jelas. Kalau saudara menyatakannya secara samar-samar, maka orang itu tidak tahu tindakan apa yang menyebabkan ia menjadi batu sandungan sehingga ia tidak bisa mengubah tindakannya. Jadi, sebutkan tindakan apa yang menyebabkan ia menjadi batu sandungan.
Misalnya:
· jangan menegur seseorang dengan kata-kata ‘kamu itu menjengkelkan’. Ini tidak jelas, dan tidak memungkinkan orang itu untuk bertobat / memperbaiki dirinya. Saudara harus menegur dengan jelas, misalnya: ‘kamu itu menjengkelkan, karena kalau berhutang tidak pernah membayar’, atau ‘kamu itu menjengkelkan, karena selalu tidak menepati janji’.
· jangan menegur seorang pengkhotbah dengan mengatakan ‘khotbahmu jelek’. Saudara harus memberi tahu ‘jelek dalam hal apa’? Tidak ada arahnya? Tidak sistimatis? Tidak ada penerapan? Tidak ada pendalaman?
· jangan menegur seorang pengurus dengan mengatakan ‘kamu tidak becus jadi pengurus’. Saudara harus menjelaskan ‘dalam hal apa dia tidak becus’. Tidak becus karena acara yang dibuat tidak menarik? Tidak becus dalam mengakrabkan anggota-anggota pengurus yang lain? Tidak becus dalam menggerakkan anggota-anggota pengurus yang lain untuk bekerja?
e) Kritikan harus diberikan dengan cara yang tepat dan pada saat yang tepat.
1. Cara yang tepat tergantung situasi dan kondisi; bisa berupa teguran yang keras atau yang lemah lembut, bisa langsung atau melalui orang lain atau bahkan melalui surat (tetapi jangan melalui surat kaleng, karena ini bertentangan dengan Matius 18:15, yang mengharuskan peneguran di bawah empat mata).
2. Saat yang tidak tepat juga sangat penting (Amsal 15:23 25:11).
Kalau kita menegur orang pada saat orang itu sedang marah atau sedang sangat sedih, itu tentu salah.
Matius 7:6 - “‘Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik mengoyak kamu.’”.
1) Barang kudus dan mutiara (barang berharga). Apa artinya? Ada 2 penafsiran:
a) Perjamuan Kudus.
Jadi, yang dimaksud dengan ‘barang kudus’ dan ‘mutiara’ adalah roti dan anggur dalam Perjamuan Kudus. Ini tidak boleh diberikan kepada ‘anjing’ / ‘babi’ yang diartikan sebagai orang yang belum kristen. Penafsiran ini tidak bisa dibenarkan karena ay 6b ada kata-kata ‘diinjak-injak’ dan ‘mengoyak’ yang menjadi kehilangan artinya kalau ‘barang kudus’ dan ‘mutiara’ diartikan demikian.
b) Firman Tuhan / Injil.
Dari kedua istilah yang digunakan oleh Yesus ini, kita harus tahu betapa tingginya kita harus menilai Firman Tuhan / Injil! Jangan sedikitpun punya perasaan merendahkan terhadap Firman Tuhan / Injil, kalau saudara tidak mau disebut sebagai babi dan anjing!
2) Babi dan anjing.
Ada 2 pandangan lagi tentang babi dan anjing ini:
a) Orang-orang non Yahudi.
Ini jelas adalah penafsiran dari orang-orang Yahudi abad-abad pertama. Mereka menganggap Injil / Firman Tuhan hanya boleh diberitakan kepada orang Yahudi. Ini tentu bertentangan dengan Mat 28:19 dan Kis 1:8, yang jelas memerintahkan kita untuk memberitakan Injil kepada semua bangsa.
b) Orang-orang yang tidak menghargai Injil dan lalu menghina / menghujat injil atau membuatnya sebagai lelucon / bahan guyonan. Terhadap orang-orang seperti ini penginjilan harus dihentikan
Injil adalah sesuatu yang kudus / berharga. Memang Injil harus diberitakan kepada orang jahat / yang belum percaya, tetapi kalau mereka menghinanya, kita harus berhenti dalam memberitakan Injil. Jelas bahwa tidak semua orang yang tidak percaya bisa dianggap sebagai anjing / babi. Hanya mereka yang menghinanya bisa dianggap seperti itu.
Karena itu kalau saudara tetap ‘bertekun’ dalam memberitakan Injil sekalipun orang yang saudara injili itu membuatnya sebagai guyonan dan ejekan, sadarilah bahwa itu bukanlah ketekunan dalam memberitakan Injil, tetapi dosa!
William Hendriksen: “Christ’s disciples must not endlessly continue to bring the gospel message to those who scorn it. To be sure, patience must be exercised, but there is a limit. ... Staying on and on in the company of those who ridicule the Christian religion is not fair to other fields that are waiting to be served” (= Murid-murid Kristus tidak boleh terus menerus membawa berita Injil kepada mereka yang memandang rendah / mencemoohkannya. Jelas bahwa kita harus sabar, tetapi ada batasnya. ... Tinggal terus menerus dalam kumpulan orang-orang yang mengejek / mentertawakan / mencemoohkan agama Kristen merupakan sikap yang tidak adil terhadap ladang-ladang lain yang sedang menunggu untuk dilayani) - hal 359-360.
Hendriksen juga menunjukkan beberapa fakta yang penting berkenaan dengan hal ini, yaitu:
· Herodes telah cukup banyak mendengar dari Yohanes Pembaptis (Mark 6:20), dan karena itu Yesus tidak mau berbicara sepatah katapun kepadanya (Luk 23:9).
· Yesus menginstruksikan murid-muridNya untuk tidak tinggal terlalu lama di tempat-tempat yang menolak pemberitaan Injil mereka (Mat 10:14,23). Ini dituruti oleh Paulus (Kis 13:45-46 Kis 18:5-6 Kis 28:23-28).
· Yesus memberikan perumpamaan tentang pohon ara yang tidak berbuah (Luk 13:6-9) yang jelas menunjukkan bahwa kesabaran Allah bukanlah tanpa batas.
· Tit 3:10-11 - “(10) Seorang bidat yang sudah satu dua kali kaunasihati, hendaklah engkau jauhi. (11) Engkau tahu bahwa orang yang semacam itu benar-benar sesat dan dengan dosanya menghukum dirinya sendiri”.
· Amsal 29:1 - “Siapa bersitegang leher, walaupun telah mendapat teguran, akan sekonyong-konyong diremukkan tanpa dapat dipulihkan lagi”.
3) Tuhan sendiri juga akan ‘mentaati’ Matius 7:6 ini, dengan menarik Injil / FirmanNya dari orang-orang yang tidak menghargainya.
Yohanes 12:35-36 - “(35) Kata Yesus kepada mereka: ‘Hanya sedikit waktu lagi terang ada di antara kamu. Selama terang itu ada padamu, percayalah kepadanya, supaya kegelapan jangan menguasai kamu; barangsiapa berjalan dalam kegelapan, ia tidak tahu ke mana ia pergi. (36) Percayalah kepada terang itu, selama terang itu ada padamu, supaya kamu menjadi anak-anak terang.’ Sesudah berkata demikian, Yesus pergi bersembunyi dari antara mereka”.
Bdk. Yesaya 55:6 - “Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepadaNya selama Ia dekat!”.
Karena itu bertobatlah secepatnya, dan hargailah Firman Tuhan!
MATIUS 7:7-14
Matius 7:7-11: “(7) ‘Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. (8) Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan. (9) Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti, (10) atau memberi ular, jika ia meminta ikan? (11) Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepadaNya.’”.
1) Matius 7: 7 merupakan suatu perintah untuk berdoa.
Doa bukan sekedar sesuatu yang diijinkan tetapi merupakan sesuatu yang diperintahkan. Karena itu, ‘tidak berdoa’ merupakan suatu dosa.
Bdk. 1Sam 12:23 - “Mengenai aku, jauhlah dari padaku untuk berdosa kepada TUHAN dengan berhenti mendoakan kamu; aku akan mengajarkan kepadamu jalan yang baik dan lurus”.
Ada orang-orang yang menganggap doa itu tak ada gunanya karena berdoa atau tidak berdoa toh tidak ada bedanya. Orang yang tidak berdoa juga diberi makan, lulus ujian dan sebagainya.
Pada waktu menjawab pandangan ini ada dua hal yang perlu kita perhatikan:
a) Dalam hal jasmani, memang ada kemungkinan orang yang tak berdoapun akan menerima sesuatu dari Tuhan. Tetapi kita tetap harus membedakan antara pemberian Tuhan sebagai Pencipta kepada manusia ciptaanNya dan pemberian Tuhan sebagai Bapa kepada anakNya.
b) Dalam hal rohani, orang yang tidak meminta tidak akan menerima.
Misalnya: pengampunan dosa hanya diberikan oleh Allah kepada mereka yang memintanya.
Jadi, berdoa ada gunanya dan kita diperintahkan untuk berdoa. Seberapa banyak saudara berdoa?
2) Kata-kata ‘mintalah’, ‘carilah’, dan ‘ketoklah’ dalam Matius 7: 7 ada dalam bentuk present imperative. Dalam bahasa Yunani ada dua bentuk perintah yaitu:
· aorist imperative: ini adalah perintah yang hanya perlu dilakukan 1 x. Contoh: Yoh 2:7.
· present imperative: ini adalah perintah yang harus dilakukan terus-menerus. Contoh: Ef 5:18.
Kata-kata dalam Matius 7:7 itu ada dalam bentuk present imperative dan karena itu berarti bahwa kita harus terus menerus berdoa. Adakah saudara sudah berdoa dengan tekun?
3) Tuhan hanya memberi yang baik kepada kita (Matius 7: 11).
a) Ayat yang paralel dengan Mat 7:11 adalah Luk 11:13 - “Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepadaNya.’”.
Tetapi di situ disebutkan ‘Roh Kudus’ (dalam bahasa Yunani tanpa definite article ‘the’). Apa artinya? Ada beberapa penafsiran:
1. Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud betul-betul Roh Kudus (pribadi ke-3 dari Allah Tritunggal), tetapi ini hanya berlaku untuk jaman itu. Mereka disuruh minta Roh Kudus karena pada saat itu Roh Kudus belum turun (peristiwa itu terjadi sebelum hari Pentakosta). Pada jaman ini setiap orang yang percaya kepada Kristus, pasti sudah menerima Roh Kudus sehingga tak perlu minta lagi (Ef 1:13 Ro 8:9-11).
2. Itu berarti ‘kehadiran dan pekerjaan Roh Kudus dalam diri kita’.
Pulpit Commentary: “Here the Lord, ... pictures the case of one who deserves a special deepening of the spiritual life, and prays some prayer for the presence of the Holy Spirit. Such a prayer, says Christ, must be granted” (= Di sini Tuhan, ... menggambarkan kasus dari seseorang yang layak mendapatkan pendalaman kehidupan rohani yang khusus, dan mendoakan suatu doa untuk kehadiran dari Roh Kudus. Doa seperti itu, kata Kristus, pasti dikabulkan) - hal 302.
3. Itu berarti hal-hal yang bersifat rohani.
Calvin (hal 354) termasuk dalam golongan ini.
Calvin: “Instead of ‘good things’ (AGATHA) in the last clause, Luke says ‘the Holy Spirit.’ This does not exclude other benefits, but points out what we ought chiefly to ask: for we ought never to forget the exhortation, ‘Seek first the kingdom of God, and his righteousness; and all other things shall be added to you,’ (Matthew 6:33.) It is the duty of the children of God, when they engage in prayer, to strip themselves of earthly affections, and to rise to meditation on the spiritual life. In this way, they will set little value on food and clothing, as compared to the earnest and pledge of their adoption, (Romans 8:15; Ephesians 1:14:) and when God has given so valuable a treasure, he will not refuse smaller favors” [= Dalam anak kalimat yang terakhir Lukas bukannya mengatakan ‘hal-hal yang baik’ (AGATHA) tetapi ‘Roh Kudus’. Ini tidak membuang / mengeluarkan manfaat / kebaikan yang lain, tetapi menunjukkan apa yang terutama harus kita minta: karena kita tidak pernah boleh melupakan desakan ‘Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu’ (Mat 6:33). Merupakan kewajiban dari setiap anak Allah, pada waktu mereka berdoa, untuk membuang dari diri mereka semua kecintaan pada dunia, dan untuk bangkit pada perenungan tentang kehidupan rohani. Dengan cara ini, mereka akan menilai rendah makanan dan pakaian, dibandingkan dengan jaminan dan janji dari pengadopsian mereka, (Ro 8:15; Ef 1:14) dan pada waktu Allah telah memberikan harta yang begitu tak ternilai, Ia tdak akan menolak kebaikan-kebaikan yang lebih kecil] - hal 354.
4. Ada yang berkata bahwa istilah ‘Roh Kudus’ mencakup ‘semua hal yang baik’.
William Hendriksen: “Here Matthew’s version has ‘good gifts,’ while Luke’s has ‘the Holy Spirit.’ These two are in perfect accord, for is not the Holy Spirit the very Source of all that is good?” (= Di sini versi Matius mengatakan ‘’pemberian yang baik’ sementara versi Lukas mengatakan ‘Roh Kudus’. Kedua hal ini sesuai secara sempurna, karena bukankah Roh Kudus adalah Sumber dari semua yang baik?) - hal 613-614.
Bandingkan Luk 11:13 ini dengan Yes 44:3b - “Aku akan mencurahkan RohKu ke atas keturunanmu, dan berkatKu ke atas anak cucumu”. Ini bisa dianggap sebagai 2 kalimat paralel yang sinonim / berarti sama, sehingga ‘RohKu’ = ‘berkatKu’.
Saya condong pada penafsiran yang terakhir ini.
b) Waktu kita menafsirkan Matius 7: 7-8, kita harus memperhatikan Matius 7: 9-11.
Ada banyak orang yang menafsirkan Matius 7: 7-8 terlepas dari Matius 7: 9-11 sehingga mereka menyimpulkan bahwa Allah akan memberikan segala sesuatu yang kita minta. Ini salah! Karena jelas sekali ay 11 mengatakan bahwa Allah hanya memberi yang baik kepada kita. Yang dimaksud dengan ‘yang baik’ itu jelas adalah yang baik dari sudut pandang Allah, bukan sudut pandang kita.
c) Kalau Allah memberikan semua yang kita minta, itu sebetulnya adalah malapetaka bagi kita karena kita akan menerima segala sesuatu menurut kebijaksanaan kita. Kalau Allah menyensor permintaan kita, maka kita akan menerima segala sesuatu sesuai kebijaksanaan Allah.
Illustrasi: kalau orang tua menuruti segala permintaan anak, itu mencelakakan / membunuh anak itu!
Seseorang mengatakan: “The Lord’s answers to prayers are infinitely perfect, and they will show that often when we were asking for a stone that looked like bread, He was giving us bread that to our shortsightedness looked like stone” (= Jawaban-jawaban Tuhan terhadap doa-doa adalah sempurna secara tak terbatas, dan mereka menunjukkan bahwa seringkali pada saat kita meminta untuk suatu batu yang kelihatannya seperti roti, Ia memberikan kepada kita roti yang bagi penglihatan kita yang cupet terlihat seperti batu) - ‘Streams in the Desert’, vol 2, January 7.
d) Kadang-kadang ada orang yang berdoa untuk meminta sesuatu yang jelas-jelas adalah dosa tetapi dikabulkan. Bagaimana hal itu terjadi? Penjelasan:
· pengabulan itu mungkin datang dari setan.
· pengabulan itu bisa datang dari Tuhan karena Tuhan hendak menghajar orang itu (1Sam 8:6-9).
e) Supaya doa kita tak sia-sia, maka kita harus meminta apa yang baik. Supaya kita tahu apa yang baik, kita harus belajar Firman Tuhan! Jadi, doa tidak bisa dipisahkan dari Firman Tuhan. Orang yang tidak mengerti Firman Tuhan tidak akan bisa berdoa dengan baik / benar.
Matius 7:12 - “‘Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi”.
Confucius mengatakan kalimat ini secara negatif: ‘Jangan lakukan kepada orang lain sesuatu yang engkau tak ingin dilakukan terhadap dirimu sendiri’.
Tuhan Yesus mengajarkan sesuatu yang positif dalam ay 12 ini. Yang positif lebih luas dari yang negatif. Contoh: ‘Kasihilah sesamamu’ (positif) lebih luas dari ‘Jangan membunuh’ (negatif).
Untuk mentaati ajaran Confucius kita hanya perlu berpikir: ‘Apakah aku senang orang lain melakukan hal ini terhadap aku?’. Tetapi untuk melakukan ajaran Yesus dalam Matius 7: 12 ini membutuhkan imaginasi: ‘Apa yang aku ingin orang lakukan terhadap aku dalam situasi ini?’.
Matius 7: 12b mirip dengan Mat 22:40. Tetapi ay 12b salah terjemahan. NASB menterjemahkan ‘for this is the Law and the Prophets’ (= karena inilah hukum Taurat dan kitab para nabi).
Jadi, sebetulnya tidak ada kata ‘seluruh’ dalam ay 12b. Dalam Mat 22:40 ada kata ‘seluruh’. Mengapa berbeda? Mat 22:37-39 membicarakan kasih pada Allah dan kasih kepada manusia yang memang merupakan inti dari seluruh Perjanjian Lama. Sedangkan Mat 7:12a hanya membahas tentang kasih kepada manusia saja. Karena itu tak digunakan kata ‘seluruh’ dalam Mat 7:12b.
Matius 7:13-14 - “(13) Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; (14) karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya.’”.
1) 2 pintu dan 2 jalan.
a) Ada yang menganggap bahwa pintu = jalan. Tetapi ada 2 alasan yang tidak memungkinkan penafsiran seperti itu:
· Matius 7: 13 dan 14 mengatakan ‘pintu dan jalan’ bukan ‘pintu atau jalan’.
· ‘pintu’ hanya dilewati sesaat saja; ‘jalan’ dilewati untuk jangka waktu yang cukup lama.
Ada yang menganggap ‘jalan’ mendahului ‘pintu’. Jadi, ‘pintu’ diartikan sebagai kematian (akhir dari ‘jalan’). Tetapi ay 13 dan ay 14 kedua-duanya mendahulukan ‘pintu’ dari pada ‘jalan’!
Jadi, ‘pintu’ bisa diartikan sikap terhadap Kristus (tindakan sesaat saja). Sedangkan ‘jalan’ diartikan seluruh hidup kita / sikap kita terhadap Firman Tuhan.
b) Pintu / jalan yang sempit menunjukkan ada banyak hal yang harus ditinggalkan yaitu segala dosa. Bahkan kadang-kadang keluarga, uang dan sebagainya.
Pintu / jalan yang lebar menunjukkan kita bisa membawa segala sesuatu yang kita senangi (seadanya dosa-dosa kita).
c) Pintu / jalan yang lebar menggambarkan hidup yang gampang dan enak. Bisa nyogok, curi, dusta, kompromi, ngerpek, punya banyak istri, zinah dan sebagainya.
Pintu / jalan sempit menggambarkan kesukaran! Mat 7:13 mengatakan ‘Masuklah ...’. Tetapi ayat paralelnya yaitu Luk 13:24 mengatakan ‘Berjuanglah ...’ [NIV: ‘Make every effort ...’ (= Lakukan setiap usaha)]. Ini semua jelas menunjukkan bahwa kita tidak mungkin masuk surga tanpa melalui kesukaran (bdk. Kis 14:22 Fil 1:29 2Tim 3:12).
d) Yesus hanya memberikan 2 pilihan:
· pintu sempit - jalan sempit - kehidupan (surga).
· pintu lebar - jalan lebar - kebinasaan (neraka).
Ada banyak orang yang menginginkan jalan yang ke 3 yaitu ‘jalan yang cukupan’. Karena itu mereka hidup berkompromi dengan dunia!
Theologia Kemakmuran mengajarkan bahwa pintu dan jalan yang lebar akan menuju pada kehidupan / surga, dan jelas bertentangan dengan kata-kata Yesus di sini.
e) Problem: Im 26:1-13 mengatakan kalau ikut Tuhan bakal enak dan sebaliknya Im 26:14-39 mengatakan kalau tidak ikut Tuhan bakal menderita. Baca juga Ul 30:15-20 dan Yos 1:1-9. Semua ini rasanya bertentangan dengan Mat 7:13-14.
Penjelasan Calvin:
1. Orang-orang suci Perjanjian Lama juga menderita. Jadi, jelas bahwa ketaatan kepada Tuhan tidak menyebabkan hidup jadi enak tanpa kesukaran.
2. Dalam Perjanjian Lama Allah mendidik bangsa Israel seperti mendidik anak-anak. Allah ingin mereka melihat kasihNya / berkat surgawi melalui berkat-berkat jasmani.
Dalam Perjanjian Baru Allah mendidik orang Kristen seperti mendidik orang dewasa. Allah ingin kita melihat kasihNya / berkat surgawi sekalipun kita tak mengalami berkat jasmani. Mengapa? Karena sudah ada salib Kristus, sehingga tanpa berkat jasmani yang berkelimpahan kita sudah harus bisa melihat kasih Allah. Tetapi orang-orang dalam Perjanjian Lama hidup sebelum salib Kristus, sehingga tanpa adanya berkat jasmani sukar untuk bisa melihat kasih Allah.
3. Berkat / kutuk jasmani dalam Perjanjian Lama merupakan type / bayangan dari berkat / kutuk rohani dalam Perjanjian Baru.
2) 2 grup manusia: banyak dan sedikit.
a) Kecenderungan manusia adalah memilih yang gampang, memilih dosa, mengikuti orang banyak. Karena itulah jalan lebar dipilih oleh banyak orang.
b) ‘sedikit’ maksudnya dalam perbandingan dengan yang ikut jalan lebar, karena Wah 7:9 jelas mengatakan ‘tak terhitung banyaknya’ orang yang masuk surga.
c) Orang yang sungguh-sungguh ikut Tuhan / orang Kristen asli selalu merupakan golongan minoritas! Ingat jaman Elia, Sodom dan Gomora, Nuh, Tuhan Yesus. Jadi, kalau mau jadi orang Kristen sungguh-sungguh jangan harapkan akan disenangi / didukung banyak orang!
3) 2 tujuan: kehidupan (surga) dan kebinasaan (neraka).
a) Tidak ada tempat yang ke 3 (tempat penantian, api penyucian dan sebagainya)!
b) Supaya kita mau ikut jalan sempit, Yesus menghubungkan jalan sempit dengan kehidupan (bdk. Ro 8:18 2Kor 4:17).
MATIUS 7:15-29
Matius 7:15-23 - “(15) ‘Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas. (16) Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput duri? (17) Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. (18) Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik. (19) Dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api. (20) Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. (21) Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu yang di sorga. (22) Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi namaMu, dan mengusir setan demi namaMu, dan mengadakan banyak mujizat demi namaMu juga? (23) Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan!’”.
1) Nabi-nabi palsu itu berbahaya!
Matius 7: 15: “‘Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas”.
Bahwa mereka berbahaya bisa terlihat dari:
a) Kata ‘serigala’ yang jelas merupakan seekor binatang yang berbahaya bagi seekor domba. Bdk. Kis 20:29.
b) Mereka ‘menyamar sebagai domba’ (Matius 7: 15)
NASB/NIV: ‘come to you in sheep’s clothing’ (= datang kepadamu dalam pakaian domba).
Jadi, serigala itu datang kepada domba dengan pakaian / kulit domba. Mereka cuma pakaian / kulitnya saja yang kristen, tetapi dalamnya tidak! Serigala biasa sudah berbahaya, tetapi serigala yang menyamar sebagai domba jauh lebih berbahaya lagi!
c) Mereka disebut sebagai ‘nabi-nabi palsu’ (Matius 7: 15).
Jadi, serigala-serigala itu bukan menyamar sebagai orang-orang Kristen biasa, tetapi sebagai ‘nabi’.
1. Nabi adalah orang yang mempunyai kedudukan tinggi.
Jadi, mereka menyamar sebagai orang yang punya kedudukan tinggi seperti Majelis, Pengurus komisi dan sebagainya.
2. Nabi adalah orang yang memberitakan Firman Tuhan.
Jadi, mereka menyamar sebagai orang yang memberitakan Firman Tuhan seperti Pendeta, Penginjil, dosen sekolah theologia, guru Sekolah Minggu, guru agama, penginjil pribadi (dalam kasus Saksi Yehuwa), dan sebagainya. Ini yang membuat mereka sangat berbahaya. Dengan pengajaran mereka yang sesat mereka menyesatkan banyak orang.
2) Karena mereka itu berbahaya, maka kita diperintahkan untuk waspada terhadap mereka (Matius 7: 15).
a) Nabi-nabi palsu sudah ada pada jaman Yesus.
Ini terlihat dari Matius 7: 15 dimana Yesus menggunakan kata ‘datang’ / ‘come’, bukan ‘akan datang’ / ‘will come’. Tetapi menjelang akhir jaman (sekarang ini!), maka nabi-nabi palsu akan semakin banyak (Mat 24:11-14,24). Jadi, kita harus makin waspada.
b) Cara berwaspada:
· banyak berdoa untuk meminta Tuhan memimpin dalam pengertian Firman Tuhan.
· banyak membaca / belajar Firman Tuhan.
· hati-hati dalam memilih gereja / pengkhotbah.
· hati-hati dalam memberi persembahan. Kalau saudara memberikan persembahan kepada gereja yang sesat, pada hakekatnya saudara memberi persembahan kepada setan!
· jangan menganggap setiap pendeta / hamba Tuhan sebagai pendeta / hamba Tuhan. Saudara harus memeriksa dulu apakah orang itu betul-betul hamba Tuhan atau nabi palsu.
3) Ciri-ciri nabi palsu:
a) Buah / kehidupan yang jahat.
Matius 7: 16-20: “(16) Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput duri? (17) Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. (18) Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik. (19) Dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api. (20) Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka”.
Dikatakan di sini bahwa dari buahnya kita bisa mengenal mereka. Apa artinya ‘buah’? Ada yang mengartikan ‘ajaran’, ada pula yang mengatakan ‘pengaruh ajaran’, ada lagi yang mengatakan ‘kehidupan’. Yang mana benar? Mari kita membandingkan ay 16-20 ini dengan Mat 3:8-10 dan Mat 12:33-37.
Mat 3:8-10 - “(8) Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan. (9) Dan janganlah mengira, bahwa kamu dapat berkata dalam hatimu: Abraham adalah bapa kami! Karena aku berkata kepadamu: Allah dapat menjadikan anak-anak bagi Abraham dari batu-batu ini! (10) Kapak sudah tersedia pada akar pohon dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api”.
Mat 12:33-37 - “(33) Jikalau suatu pohon kamu katakan baik, maka baik pula buahnya; jikalau suatu pohon kamu katakan tidak baik, maka tidak baik pula buahnya. Sebab dari buahnya pohon itu dikenal. (34) Hai kamu keturunan ular beludak, bagaimanakah kamu dapat mengucapkan hal-hal yang baik, sedangkan kamu sendiri jahat? Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati. (35) Orang yang baik mengeluarkan hal-hal yang baik dari perbendaharaannya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan hal-hal yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat. (36) Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman. (37) Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum.’”.
Perhatikan bahwa ketiga bagian ini mengandung ayat-ayat yang mirip / sama. Jadi, arti ‘buah’ dalam ketiga bagian ini pasti sama, dan jelas bahwa artinya adalah ‘kehidupan’. Arti ini cocok dengan kontext (lihat Matius 7: 21,23 yang menunjukkan kehidupan yang jahat dari nabi palsu).
Jadi, ciri nabi palsu adalah hidup yang jahat. Contoh:
1. Mengejar keuntungan.
Yer 8:10 - “Sebab itu Aku akan memberikan isteri-isteri mereka kepada orang lain, ladang-ladang mereka kepada penjajah. Sesungguhnya, dari yang kecil sampai yang besar, semuanya mengejar untung; baik nabi maupun imam, semuanya melakukan tipu”.
Tit 1:11 - “Orang-orang semacam itu harus ditutup mulutnya, karena mereka mengacau banyak keluarga dengan mengajarkan yang tidak-tidak untuk mendapat untung yang memalukan”.
2Pet 2:3 - “Dan karena serakahnya guru-guru palsu itu akan berusaha mencari untung dari kamu dengan ceritera-ceritera isapan jempol mereka. Tetapi untuk perbuatan mereka itu hukuman telah lama tersedia dan kebinasaan tidak akan tertunda”.
Ro 16:18 - “Sebab orang-orang demikian tidak melayani Kristus, Tuhan kita, tetapi melayani perut mereka sendiri. Dan dengan kata-kata mereka yang muluk-muluk dan bahasa mereka yang manis mereka menipu orang-orang yang tulus hatinya”.
Ini banyak terdapat dalam gereja-gereja yang ‘Cho Yesu’ / ‘Cho gereja’!
2. Baik kepada orang yang menguntungkan.
Mikha 3:5,11 - “(5) Beginilah firman TUHAN terhadap para nabi, yang menyesatkan bangsaku, yang apabila mereka mendapat sesuatu untuk dikunyah, maka mereka menyerukan damai, tetapi terhadap orang yang tidak memberi sesuatu ke dalam mulut mereka, maka mereka menyatakan perang. ... (11) Para kepalanya memutuskan hukum karena suap, dan para imamnya memberi pengajaran karena bayaran, para nabinya menenung karena uang, padahal mereka bersandar kepada TUHAN dengan berkata: ‘Bukankah TUHAN ada di tengah-tengah kita! Tidak akan datang malapetaka menimpa kita!’”.
Test tentang kehidupan ini sukar dilakukan karena:
· kita sukar tahu tentang kehidupan nabi itu.
· nabi palsu bisa pura-pura saleh.
· semua nabi asli juga adalah manusia berdosa (bdk. Daud berzinah, membunuh, dan sebagainya). Memang sebetulnya, sekalipun nabi palsu maupun asli itu adalah manusia berdosa, tetapi ada bedanya. Nabi asli punya kesungguhan untuk taat. Tetapi inipun adalah sesuatu yang sukar terlihat.
Test ini hanya bisa kita pakai kalau kita dekat dengan nabi itu sehingga tahu betul-betul tentang hidupnya.
b) Nubuat yang meleset.
Ul 18:22 - “apabila seorang nabi berkata demi nama TUHAN dan perkataannya itu tidak terjadi dan tidak sampai, maka itulah perkataan yang tidak difirmankan TUHAN; dengan terlalu berani nabi itu telah mengatakannya, maka janganlah gentar kepadanya.’”.
Kalau ia bernubuat / meramal tentang masa depan dan meleset (sekalipun hanya meleset satu kali) maka ia adalah nabi palsu! Karena itu perhatikanlah orang-orang yang sering mengeluarkan nubuat! Khususnya Saksi-Saksi Yehuwa yang para tokohnya berulang kali menubuatkan kedatangan Yesus yang keduakalinya, tetapi berulang kali gagal / meleset! Demikian juga dengan sekte di Bandung baru-baru ini.
c) Ajaran yang sesat.
Ul 13:1-3 - “(1) Apabila di tengah-tengahmu muncul seorang nabi atau seorang pemimpi, dan ia memberitahukan kepadamu suatu tanda atau mujizat, (2) dan apabila tanda atau mujizat yang dikatakannya kepadamu itu terjadi, dan ia membujuk: Mari kita mengikuti allah lain, yang tidak kaukenal, dan mari kita berbakti kepadanya, (3) maka janganlah engkau mendengarkan perkataan nabi atau pemimpi itu; sebab TUHAN, Allahmu, mencoba kamu untuk mengetahui, apakah kamu sungguh-sungguh mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu”.
2Pet 2:1 - “Sebagaimana nabi-nabi palsu dahulu tampil di tengah-tengah umat Allah, demikian pula di antara kamu akan ada guru-guru palsu. Mereka akan memasukkan pengajaran-pengajaran sesat yang membinasakan, bahkan mereka akan menyangkal Penguasa yang telah menebus mereka dan dengan jalan demikian segera mendatangkan kebinasaan atas diri mereka”.
Gal 1:6-9 - “(6) Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, (7) yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus. (8) Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia. (9) Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia”.
1Yoh 4:1-3 - “(1) Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan pergi ke seluruh dunia. (2) Demikianlah kita mengenal Roh Allah: setiap roh yang mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia, berasal dari Allah, (3) dan setiap roh, yang tidak mengaku Yesus, tidak berasal dari Allah. Roh itu adalah roh antikristus dan tentang dia telah kamu dengar, bahwa ia akan datang dan sekarang ini ia sudah ada di dalam dunia”.
2Yoh 7-11 - “(7) Sebab banyak penyesat telah muncul dan pergi ke seluruh dunia, yang tidak mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia. Itu adalah si penyesat dan antikristus. (8) Waspadalah, supaya kamu jangan kehilangan apa yang telah kami kerjakan itu, tetapi supaya kamu mendapat upahmu sepenuhnya. (9) Setiap orang yang tidak tinggal di dalam ajaran Kristus, tetapi yang melangkah keluar dari situ, tidak memiliki Allah. Barangsiapa tinggal di dalam ajaran itu, ia memiliki Bapa maupun Anak. (10) Jikalau seorang datang kepadamu dan ia tidak membawa ajaran ini, janganlah kamu menerima dia di dalam rumahmu dan janganlah memberi salam kepadanya. Sebab barangsiapa memberi salam kepadanya, ia mendapat bagian dalam perbuatannya yang jahat”.
Kesalahan ajarannya bisa berupa suatu ajaran yang menyenangkan orang, ajaran yang tidak menegur dosa, ajaran yang memberitakan yang enak-enak saja.
2Tawarikh 18:12 - “Suruhan yang pergi memanggil Mikha itu berkata kepadanya: ‘Ketahuilah, nabi-nabi itu sudah sepakat meramalkan yang baik bagi raja, hendaklah engkau juga berbicara seperti salah seorang dari pada mereka dan meramalkan yang baik.’”.
Yeremia 8:11 - “Mereka mengobati luka puteri umatKu dengan memandangnya ringan, katanya: Damai sejahtera! Damai sejahtera!, tetapi tidak ada damai sejahtera”.
Yeremia 23:16-17 - “(16) Beginilah firman TUHAN semesta alam: ‘Janganlah dengarkan perkataan para nabi yang bernubuat kepada kamu! Mereka hanya memberi harapan yang sia-sia kepadamu, dan hanya mengungkapkan penglihatan rekaan hatinya sendiri, bukan apa yang datang dari mulut TUHAN; (17) mereka selalu berkata kepada orang-orang yang menista firman TUHAN: Kamu akan selamat! dan kepada setiap orang yang mengikuti kedegilan hatinya mereka berkata: Malapetaka tidak akan menimpa kamu!’”.
2Timotius 4:3-4 - “(3) Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. (4) Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng”.
1Yohanes 4:5 - “Mereka berasal dari dunia; sebab itu mereka berbicara tentang hal-hal duniawi dan dunia mendengarkan mereka”.
d) Motivasi yang salah.
Misalnya mencari kemuliaan diri sendiri
Yoh 7:18 - “Barangsiapa berkata-kata dari dirinya sendiri, ia mencari hormat bagi dirinya sendiri, tetapi barangsiapa mencari hormat bagi Dia yang mengutusnya, ia benar dan tidak ada ketidakbenaran padanya”.
Bdk. Yoh 3:30 - “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil”.
Ini juga sukar terlihat tetapi kadang-kadang bisa terlihat dengan jelas! Misalnya: Pendeta yang melarang jemaatnya untuk berbakti di gereja lain atau memberi persembahan kepada gereja lain atau melayani di gereja lain, sekalipun gereja lain itu tidak sesat. Pendeta seperti ini hanya menginginkan jemaat itu untuk dirinya sendiri dan bukan untuk Tuhan.
Contoh lain: Pendeta yang sengaja pamer kepandaiannya pada waktu khotbah.
Seseorang mengatakan: “No man can at one and the same time prove that he is clever and that Christ is wonderful” (= Tidak ada orang yang pada saat yang sama bisa membuktikan bahwa ia adalah orang yang pandai dan bahwa Kristus itu sangat indah / luar biasa).
4) Nasib akhir dari nabi-nabi palsu.
Matius 7: 21-23: “(21) Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu yang di sorga. (22) Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi namaMu, dan mengusir setan demi namaMu, dan mengadakan banyak mujizat demi namaMu juga? (23) Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan!’”.
a) Masuk surga? Tidak!
Orang-orang ini menyebut ‘Tuhan, Tuhan’. Jadi, mereka mengaku diri sebagai orang Kristen. Dan orang-orang ini melayani Tuhan (Matius 7: 22). Tetapi orang-orang ini tidak taat kepada Tuhan (Matius 7: 21,23). Ini kontradiksi dengan sebutan ‘Tuhan’ yang mereka gunakan.
Lukas 6:46 - “‘Mengapa kamu berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?”.
2Tim 2:19b - “‘Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan.’”.
Yesus mengatakan bahwa orang-orang ini tidak akan masuk surga (Matius 7: 21). Ay 21 ini tidak mengajarkan ‘keselamatan melalui perbuatan baik’! Penafsiran terhadap ay 21 ini tidak boleh bertentangan dengan Efesus 2:8-9 - “(8) Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, (9) itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”.
Calvin mengomentari Matius 7: 21b dengan kata-kata ini: “These words, therefore, do not exclude faith, but presuppose it as the principle from which other good works flow” (= Karena itu, kata-kata ini bukannya membuang iman, tetapi mensyaratkannya sebagai asal usul / sumber dari mana semua perbuatan baik mengalir).
Jadi, ay 21 itu menunjuk pada orang-orang yang tidak membuktikan ‘iman’nya dengan perbuatan baik. Mereka tidak masuk surga dengan ‘iman’ seperti itu.
Bdk. Yak 2:17,26 - “(17) Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati. ... (26) Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati”.
b) Masuk neraka? Ya! Karena memang hanya ada 2 tempat setelah kematian. Jadi, kalau tidak masuk surga, tentu masuk neraka!
Bdk. 2Petrus 2:12-13 - “(12b) oleh perbuatan mereka yang jahat mereka sendiri akan binasa seperti binatang liar, (13a) dan akan mengalami nasib yang buruk sebagai upah kejahatan mereka”.
Ada 2 hal yang harus diperhatikan dari Matius 7:21-23:
1. Matius 7: 22: “Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi namaMu, dan mengusir setan demi namaMu, dan mengadakan banyak mujizat demi namaMu juga?”.
Ada lagi 2 hal yang harus diperhatikan:
a) Sekalipun mereka bernubuat, mengusir setan, dan melakukan banyak mujijat, dan sekalipun mereka melakukan semua itu demi nama Yesus, mereka tetap adalah nabi-nabi palsu. Jadi, janganlah menganggap kata-kata ‘demi nama Yesus’ sebagai jaminan keaslian kekristenan / kenabian seseorang.
b) Dari kata-kata dalam ay 22 ini kelihatannya mereka mengira mereka selamat, atau, mereka memprotes dalam usaha mereka supaya selamat (bdk. Matius 25:44). Ini sia-sia!
2. Matius 7: 21-23 tidak mengajarkan bahwa keselamatan bisa hilang!
Ada 3 alasan:
a) Kontext (ay 15-23) berbicara tentang nabi palsu!
b) Orang-orang itu dikatakan sebagai ‘pembuat kejahatan’ (Matius 7: 23).
Jadi, iman mereka tidak dibuktikan dengan perbuatan baik, dan karena itu iman mereka mati / tidak ada (bdk. Yak 2:17,26). Jadi, mereka hanya orang Kristen KTP. Ini cocok dengan gambaran ‘serigala yang memakai pakaian domba’ (Matius 7: 15), yang menunjukkan bahwa mereka bukan domba yang sejati. Karena mereka cuma Kristen KTP, jelas bahwa mereka bukan kehilangan keselamatan, tetapi mereka memang tidak pernah selamat!
c) Ay 23 Yesus berkata: ‘Aku tidak pernah mengenal kamu!’.
Seandainya mereka pernah betul-betul percaya dan diselamatkan, maka pasti Yesus pernah mengenal mereka! Bandingkan dengan ayat-ayat ini:
· Yohanes 10:27 - “Domba-dombaKu mendengarkan suaraKu dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku”.
· 2Tim 2:19a - “Tetapi dasar yang diletakkan Allah itu teguh dan meterainya ialah: ‘Tuhan mengenal siapa kepunyaanNya’”.
Kalau nabi-nabi palsu itu tidak masuk surga, tetapi masuk neraka, dan demikian juga dengan para pengikutnya. Jadi, pastikanlah bahwa saudara tidak mengikuti nabi-nabi palsu itu!
Matius 7:24-29 - “(24) ‘Setiap orang yang mendengar perkataanKu ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. (25) Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu. (26) Tetapi setiap orang yang mendengar perkataanKu ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. (27) Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya.’ (28) Dan setelah Yesus mengakhiri perkataan ini, takjublah orang banyak itu mendengar pengajaranNya, (29) sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat mereka”.
1) Matius 7: 24-27: “(24) ‘Setiap orang yang mendengar perkataanKu ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. (25) Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu. (26) Tetapi setiap orang yang mendengar perkataanKu ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. (27) Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya.’”.
Sebagai penutup khotbahnya Yesus memberikan illustrasi ini. Dua orang itu mirip, sama-sama membangun rumah. Bedanya tidak terlihat karena terletak pada fondasinya. Tetapi kalau kesukaran datang, bedanya akan terlihat.
Yesus memberikan bagian ini sebagai penutup khotbahNya karena Ia ingin mereka tidak sekedar menjadi pendengar Firman, tetapi juga pelaku Firman!
Yakobus 1:22-25 - “(22) Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri. (23) Sebab jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah seumpama seorang yang sedang mengamat-amati mukanya yang sebenarnya di depan cermin. (24) Baru saja ia memandang dirinya, ia sudah pergi atau ia segera lupa bagaimana rupanya. (25) Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya”.
2) Matius 7: 28-29 - “(28) Dan setelah Yesus mengakhiri perkataan ini, takjublah orang banyak itu mendengar pengajaranNya, (29) sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat mereka”.
Kesan pendengar:
a) ‘Ia (Yesus) mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa’. Apa artinya?
1. Ada yang menafsirkan karena Yesus sering mengajar: ‘Aku berkata ...’.
2. Adanya kuasa Roh Kudus yang menyertaiNya.
Bdk. Luk 4:32,36 - “(32) Mereka takjub mendengar pengajaranNya, sebab perkataanNya penuh kuasa. ... (36) Dan semua orang takjub, lalu berkata seorang kepada yang lain, katanya: ‘Alangkah hebatnya perkataan ini! Sebab dengan penuh wibawa dan kuasa Ia memberi perintah kepada roh-roh jahat dan merekapun keluar.’”.
b) Orang banyak itu ‘takjub’ (Matius 7: 28).
Ini tidak cukup! Mereka harus taat! (bdk. Matius 7: 24-27).
Penerapan: Apakah saudara sering merasakan keindahan suatu khotbah? Lalu, apakah saudara hanya sekedar mengagumi keindahan khotbah itu, atau saudara juga mau mentaatinya?
Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div: meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
-o0o-