YAHWEHISME (2): BAHASA ASLI PERJANJIAN BARU

Pdt.Budi Asali, M.Div.
Bahasa asli Perjanjian Baru.

Saya kira kelompok Yahweh-isme ini sadar bahwa kalau bahasa asli dari Perjanjian Baru memang adalah bahasa Yunani, maka mereka ‘tak punya harapan’ dalam adu argumentasi. Mungkin karena itu, maka mereka semua berargumentasi bahwa bahasa asli dari Perjanjian Baru bukanlah bahasa Yunani tetapi bahasa Ibrani! Seumur hidup saya, saya belum pernah mendengar argumentasi setolol dan segila ini. Ini sama tololnya dan gilanya dengan mengatakan bahwa KJV mula-mula ada dalam bahasa India!
YAHWEHISME (2)
tutorial, gadget
Pertama kali saya mendengar kata-kata gila dan tolol ini dari Teguh Hindarto, lalu kedua dari Yakub Sulistyo, dan lalu dari Kristian Sugiyarto. Untuk menunjukkan bahwa mereka memang mengclaim seperti itu maka saya memberikan beberapa kutipan kata-kata mereka. Di sini saya memberikan dulu kata-kata Yakub Sulistyo dan Teguh Hindarto, sedangkan kata-kata Kristian Sugiyarto, yang paling banyak memberikan argumentasi berkenaan dengan hal ini, akan saya kutip belakangan, sekaligus dengan tanggapan saya.

Catatan: dalam debat terbuka pada tanggal 14 Juni 2008 di GKRI GOLGOTA di Jl. Dinoyo 19b, antara Teguh Hindarto dan Kristian Sugiyarto versus saya dan Pdt. Esra, baik Teguh Hindarto maupun Kristian Sugiyarto dengan sangat terpaksa dan segan akhirnya mengakui bahwa bahasa asli dari Perjanjian Baru adalah bahasa Yunani! Seharusnya kedua orang ini menarik kembali semua argumentasi mereka yang menyatakan bahwa bahasa asli dari Perjanjian Baru adalah bahasa Ibrani! Tetapi sampai sekarang saya tidak melihat hal itu, dan sebaliknya, muncul tulisan baru dari Teguh Hindarto di internet yang tetap mempertahankan pandangan gilanya itu. Karena itu, maka di bawah ini saya akan membahas argumentasi-argumentasi mereka dan juga argumentasi dari Yakub Sulistyo.

Yakub Sulistyo: “Selain itu karena bahasa asli penulisan Kitab Perjanjian Baru dianggap menggunakan bahasa Yunani, karena huruf Yunani tidak mengenal huruf YHW maka diterjemahkan menjadi Kurios dan Theos. Padahal bahasa Asli Kitab Perjanjian Baru adalah Ibrani”.

I) Macam-macam argumentasi dari kalangan Yahweh-isme bahwa bahasa asli dari Perjanjian Baru adalah bahasa Ibrani.

1) Murid-murid Yesus adalah orang-orang tak terpelajar, sehingga tidak mungkin mengerti bahasa Yunani. Jadi, mereka pasti menulis dalam bahasa Ibrani dan lalu para pengikut mereka menterjemahkannya ke dalam bahasa Yunani.

Teguh Hindarto: “Perlu diketahui, bahwa Yesus dan murid2Nya adalah orang Yahudi. Tentu mereka tidak berbahasa Arab, Aram atau Yunani tetapi bahasa Yahudi. Para murid Yesus hanyalah nelayan dan pekerja biasa. Dari mana mereka mengetahui bahasa Yunani secanggih itu?? Mereka menuliskan dalam bahasa Ibrani, lalu naskah itu disalin dalam bahasa Yunani oleh pengikutNya untuk kepentingan penginjilan lintas budaya dengan bahasa Yunani lingua franca”.

Catatan: ‘lingua franca’ = bahasa campuran dari lebih dari satu bahasa atau dialek, dan digunakan oleh beberapa suku / bangsa yang berbeda.

Gary Mink (internet): “One of the most absurd of the claims made by sacred name movement teachers is that the complete New Testament was originally written in the Hebrew language. Nothing could be further from the truth. This claim is made without so much as a shred of empirical evidence. Even so, such an untenable position is thrust upon these teachers as necessary to support the primary doctrine of the movement. In truth, the New Testament was originally written in Greek. ... The historical fact is this: the New Testament was written in Greek. Therefore, the doctrine of the Hebrew only sacred name is made invalid. This conclusion will be reached by even the most casual thinker who has the facts at his or her disposal. Therefore, sacred name movement teachers are compelled to fight a futile battle against an obviously original Greek New Testament” (= Salah satu claim yang paling menggelikan yang dibuat oleh guru-guru dari gerakan nama kudus / keramat adalah bahwa Perjanjian Baru lengkap orisinilnya ditulis dalam bahasa Ibrani. Tidak ada yang bisa lebih jauh dari kebenaran. Claim ini dibuat tanpa bukti empiris / pengamatan sedikitpun. Sekalipun demikian, posisi yang tak bisa dipertahankan seperti itu dipaksakan pada guru-guru ini sebagai sesuatu yang sangat perlu untuk mendukung doktrin utama dari gerakan ini. Kebenarannya, Perjanjian Baru orisinil ditulis dalam bahasa Yunani. ... Fakta sejarahnya adalah ini: Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani. Karena itu, ajaran tentang satu-satunya nama keramat / kudus Ibrani menjadi tidak sah / tidak benar. Kesimpulan ini akan dicapai bahkan oleh seorang pemikir yang paling sederhana yang mempunyai fakta-fakta yang siap untuk melayani mereka. Karena itu, guru-guru dari gerakan nama kudus / keramat ini dipaksa untuk berperang dalam suatu pertempuran yang sia-sia terhadap suatu Perjanjian Baru orisinil bahasa Yunani yang jelas).

Gary Mink (internet): “Teachers within the Sacred Name Movement think of this subject as very important. They insist upon an original Hebrew New Testament. A Hebrew New Testament is not only important to their cardinal doctrine, it is essential” (= Guru-guru di dalam Gerakan Nama Kudus / Keramat berpikir tentang pokok ini sebagai sangat penting. Mereka berkeras tentang suatu Perjanjian Baru bahasa Ibrani yang orisinil. Suatu Perjanjian Baru bahasa Ibrani bukan hanya penting bagi ajaran utama mereka, itu adalah sesuatu yang hakiki).

Tanggapan Pdt. Budi Asali:

Untuk menjawab kata-kata Teguh Hindarto, yang mengatakan bahwa tidak mungkin murid-murid Yesus yang adalah orang-orang tak terpelajar itu bisa mengerti bahasa Yunani yang secanggih itu, di sini saya memberikan penjelasan beserta kutipan dari buku-buku / encyclopedia yang menunjukkan bagaimana terjadinya perubahan bahasa dari Ibrani menjadi Aram, dan lalu menjadi Yunani, di kalangan orang-orang Yahudi pada jaman Yesus, baik di luar maupun di dalam Palestina.

a) Pertama-tama perlu diketahui tentang terjadinya pergantian kerajaan / kekaisaran yang satu dengan yang lain pada jaman itu.

Ada 4 kekaisaran, yaitu kekaisaran Babilonia, yang melakukan pembuangan terhadap orang-orang Yahudi, lalu disusul oleh kekaisaran Persia, yang mengijinkan orang-orang Yahudi kembali ke negara mereka, dan lalu kekaisaran Yunani, dan terakhir kekaisaran Romawi.

Halley’s Bible Handbook: “World power of Biblical Times. ... Babylonian Empire. 606-536 BC. Destroyed Jerusalem. Carried Judah away. Jews’ Captivity co-eval with Empire. Persian Empire. 536-330 BC. Permitted Jews’ Return from Captivity, and aided in their Re-Establishment as a Nation. Greek Empire. 330-146 BC. Ruled Palestine in central period between Old and New Testament. Roman Empire. 146 BC-AD 476. Rules the world when Christ appeared. In its day the church was formed” [= Kekuatan / kuasa dunia dari jaman Alkitab. .... Kekaisaran Babilonia. 606-536 SM. Menghancurkan Yerusalem. Membawa Yehuda (ke dalam pembuangan). Pembuangan orang-orang Yahudi sejaman dengan kekaisaran. Kekaisaran Persia. 536-330 SM. Mengijinkan orang-orang Yahudi kembali dari pembuangan, dan dibantu dalam pendirian mereka kembali sebagai suatu bangsa. Kekaisaran Yunani. 330-146 SM. Memerintah Palestina dalam masa pertengahan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Kekaisaran Romawi. 146 SM.-476 M. Menguasai dunia pada saat Kristus muncul. Dalam jaman itu gereja dibentuk] - hal 40-41.

b) Pergantian kekaisaran-kekaisaran ini menyebabkan terjadinya perubahan bahasa yang digunakan oleh orang-orang Yahudi.

1. Pembuangan ke Babilonia pada jaman kekaisaran Babilonia membuat bahasa mereka berubah menjadi bahasa Aram.

Halley’s Bible Handbook: “The Aramic language. This was the common language of the Palestine in Jesus’ day. After the Return from Babyloninan Captivity it has gradually displaced Hebrew as the ordinary speech of the people. It was the ancient language of Syria, very similar to Hebrew” (= Bahasa Aram / Syria. Ini adalah bahasa umum dari Palestina pada jaman Yesus. Setelah kembali dari pembuangan Babilonia, bahasa Aram itu perlahan-lahan / secara bertahap menggantikan bahasa Ibrani sebagai bahasa pembicaraan umum dari bangsa itu) - hal 410.

Halley’s Bible Handbook: “The Targums. These were translations of the Hebrew Old Testament books into Aramaic, oral translations, paraphrases, and interpretations reduced to writings. They became necessary as the use of Aramaic became prevalent in Palestine” (= Targum-targum. Ini adalah terjemahan-terjemahan dari kitab-kitab Perjanjian Lama bahasa Ibrani ke dalam bahasa Aram, terjemahan-terjemahan lisan, parafrase / terjemahan dengan kata-kata sendiri, dan penafsiran-penafsiran yang diturunkan menjadi tulisan-tulisan. Itu perlu karena penggunaan bahasa Aram menjadi umum / merata / lazim di Palestina) - hal 410.

Encyclopedia Britannica 2007 (dengan topik ‘Aramaic language’):

“Aramaic is thought to have first appeared among the Aramaeans about the late 11th century BC. By the 8th century BC it had become accepted by the Assyrians as a second language. The mass deportations of people by the Assyrians and the use of Aramaic as a lingua franca by Babylonian merchants served to spread the language, so that in the 7th and 6th centuries BC it gradually supplanted Akkadian as the lingua franca of the Middle East. It subsequently became the official language of the Achaemenian Persian dynasty (559–330 BC), though after the conquests of Alexander the Great, Greek displaced it as the official language throughout the former Persian empire. Aramaic dialects survived into Roman times, however, particularly in Palestine and Syria. Aramaic had replaced Hebrew as the language of the Jews as early as the 6th century BC. Certain portions of the Old Testament - i.e., the books of Daniel and Ezra - are written in Aramaic, as are the Babylonian and Jerusalem Talmuds. Among the Jews, Aramaic was used by the common people, while Hebrew remained the language of religion and government and of the upper class. Jesus and the Apostles are believed to have spoken Aramaic, and Aramaic-language translations (Targums) of the Old Testament circulated. Aramaic continued in wide use until about AD 650, when it was supplanted by Arabic” [= Bahasa Aram dianggap mula-mula muncul di antara orang-orang Aram sekitar akhir abad 11 SM. Pada abad 8 SM. bahasa itu diterima oleh orang-orang Asyur sebagai bahasa yang kedua. Pembuangan masal bangsa itu oleh orang-orang Asyur dan penggunaan bahasa Aram sebagai lingua franca oleh pedagang-pedagang Babilonia menyebabkan penyebaran dari bahasa itu, sehingga pada abad ke 7 dan ke 6 SM. bahasa itu menggantikan bahasa Akadian sebagai lingua franca dari Timur Tengah. Setelah itu, bahasa itu menjadi bahasa resmi dari dinasti Persia Achamenian (559-330 SM.), sekalipun setelah penaklukan dari Alexander yang Agung, bahasa Yunani menggantikannya sebagai bahasa resmi di seluruh kekaisaran Persia. Tetapi dialek Aram tetap hidup pada jaman Romawi, khususnya di Palestina dan Syria. Bahasa Aram telah menggantikan bahasa Ibrani sebagai bahasa dari orang-orang Yahudi pada abad 6 SM. Bagian-bagian tertentu dari Perjanjian Lama - misalnya kitab-kitab Daniel dan Ezra - ditulis dalam bahasa Aram, sama seperti Talmud-talmud Babilonia dan Yerusalem. Di antara orang-orang Yahudi, bahasa Aram digunakan oleh orang-orang biasa, sementara bahasa Ibrani tetap tinggal sebagai bahasa agama dan pemerintahan dan dari orang-orang kelas atas. Yesus dan rasul-rasul dipercaya telah berbicara dalam bahasa Aram, dan terjemahan-terjemahan bahasa Aram (Targum-targum) dari Perjanjian Lama beredar. Bahasa Aram terus digunakan secara luas sampai sekitar tahun 650 M., pada waktu bahasa itu digantikan oleh bahasa Arab].

Barclay (tentang Yohanes 1:1): “For 100 years and more before the coming of Jesus, Hebrew was a forgotten language. The Old Testament was written in Hebrew, but the Jews no longer knew the language. The scholars knew it, but not the ordinary people. They spoke a development of Hebrew called Aramaic, which relates to Hebrew rather as modern English relates to Anglo-Saxon. Since that was so, the Scriptures of the Old Testament had to be translated into this language that the people could understand, and these translations were called the Targums. In the synagogue, the Scriptures were read in the original Hebrew, but then they were translated into Aramaic, and Targums were used as translations.” [= ].

2. Pada waktu kekaisaran Romawi mengalahkan kekaisaran Yunani, terjadi suatu keanehan, yaitu sang penakluk justru mengadopsi bahasa dari kekaisaran yang ditaklukkan. Jadi, Yunani menjadi bahasa dari kekaisaran Romawi, sehingga pada saat kekaisaran Romawi menguasai Palestina, maka bahasa orang-orang Yahudi berubah menjadi Yunani. Tetapi mereka tidak membuang bahasa Aram, sehingga mereka menguasai kedua bahasa tersebut.

The Interpreter’s One-Volume Commentary on the Bible: “After the exile the everyday language of the Jews came to be Aramaic, ... At first they added it to their own Hebrew speech and then gradually they gave up using Hebrew except in worship. ... Before that time the development of the 2 languages was perhaps more or less parallel. But in the following cents. Aramaic grew to be the official language of the successive great Assyrian, Neo-Babylonian, and Persian empires. ... When the Assyrian began their conquests of the Near Eastern world they found Aramaic dialects spoken over so many of the conquered areas that they began to use a simplified form of the language for administrative, military, and business communication. ... When the Chaldeans and later the Persians took over the power they continued this practice. Even under the successors of Alexander the Great, Greek only slowly pushed back but did not eliminate Aramaic as the universal language of the Near East” (= Setelah pembuangan, bahasa sehari-hari dari orang-orang Yahudi menjadi bahasa Aram, ... Mula-mula mereka menambahkan bahasa Aram pada bahasa Ibrani mereka sendiri, dan lalu secara bertahap mereka berhenti menggunakan bahasa Ibrani selain dalam ibadah. ... Sebelum waktu itu pengembangan dari 2 bahasa itu mula-mula mungkin kurang lebih paralel / sama. Tetapi dalam abad-abad setelahnya bahasa Aram bertumbuh menjadi bahasa resmi dari kekaisaran-kekaisaran Asyur, Neo-Babilonia, dan Persia. ... Pada waktu Asyur memulai penaklukan mereka terhadap dunia Timur Dekat, mereka mendapati dialek Aram digunakan di begitu banyak daerah sehingga mereka mulai menggunakan bentuk yang disederhanakan dari bahasa itu untuk komunikasi administratif, militer, dan bisnis. ... Pada waktu orang-orang Kasdim dan belakangan orang-orang Persia mengambil alih kekuasaan, mereka melanjutkan praktek ini. Bahkan di bawah pengganti dari Alexander yang Agung, bahasa Yunani hanya secara perlahan-lahan mendesak, tetapi tidak menghapuskan bahasa Aram sebagai bahasa universal dari Timur Dekat) - hal 1197-1198.

Eerdmans’ Family Encyclopedia of the Bible: “The Romans. ... So Rome became a world power. But there were great changes. The Greeks had a remarkable influence on their conquerors. Romans studied Greek language and thought and copied Greek styles of art and writing” (= Orang-orang Romawi. ... Demikianlah Romawi menjadi penguasa dunia. ... Tetapi ada perubahan-perubahan besar. Orang-orang Yunani mempunyai pengaruh yang luar biasa terhadap penakluk-penakluk mereka. Orang-orang Romawi mempelajari bahasa dan pemikiran Yunani, dan meniru gaya-gaya seni dan tulisan Yunani) - hal 26.

Eerdmans’ Family Encyclopedia of the Bible: “Greek influence. The high point of Greek civilization belongs to the period before Alexander. The later period is known as the Hellenistic age (from ‘Hellen,’ meaning ‘Greek’). During this time Greek became an international language for the eastern Mediterranean and beyond. It was the language of trade, and of education and writing, even for people who still usually spoke their own languages. Even the Jews were influenced by it. In the second century BC the Old Testament was translated into Greek at Alexandria in Egypt, for the Greek-speaking Jews there. This translation, called the Septuagint, was the version of the Old Testament best known to the first Christians” [= Pengaruh Yunani. Kebudayaan Yunani mencapai titik tertinggi pada jaman sebelum Alexander. Periode belakangan dikenal sebagai jaman Helenisasi / peyunanian (dari ‘Hellen’, artinya ‘Yunani’). Dalam sepanjang masa ini Yunani menjadi bahasa internasional bagi bagian Timur dan seterusnya dari Laut Tengah. Itu adalah bahasa dari perdagangan, dan pendidikan dan tulisan, bahkan bagi orang-orang yang pada umumnya tetap menggunakan bahasa mereka sendiri. Bahkan orang-orang Yahudi dipengaruhi olehnya. Pada abad ke 2 SM. Perjanjian Lama diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani di Alexandria di Mesir, bagi orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani di sana. Terjemahan ini, yang disebut Septuaginta, merupakan versi Perjanjian Lama yang paling dikenal oleh orang-orang kristen mula-mula] - hal 25.

c) Lalu bagaimana ‘nasib’ bahasa Ibrani sendiri?

Encyclopedia Britannica 2007 (dengan topik ‘Hebrew language’):

“Spoken in ancient times in Palestine, Hebrew was supplanted by the western dialect of Aramaic beginning about the 3rd century BC; the language continued to be used as a liturgical and literary language, however. It was revived as a spoken language in the 19th and 20th centuries and is the official language of Israel. The history of the Hebrew language is usually divided into four major periods: <>
Biblical, or Classical, Hebrew, until about the 3rd century BC, in which most of the <>Old Testament is written; Mishnaic, or Rabbinic, Hebrew, the language of the <>Mishna (a collection of Jewish traditions), written about AD 200 (this form of Hebrew was never used among the people as a spoken language); <>Medieval Hebrew, from about the 6th to the 13th century AD, when many words were borrowed from Greek, Spanish, Arabic, and other languages; and Modern Hebrew, the language of Israel in modern times.” [= Bahasa Ibrani yang digunakan pada jaman kuno di Palestina, digantikan oleh dialek barat dari bahasa Aram pada sekitar permulaan abad ke 3 SM.; tetapi bahasa itu (Ibrani) tetap digunakan sebagai bahasa liturgi dan literatur. Bahasa itu hidup kembali sebagai bahasa pembicaraan pada abad 19 dan 20, dan merupakan bahasa resmi dari Israel. Sejarah dari bahasa Ibrani biasanya dibagi dalam 4 periode besar: bahasa Ibrani Biblika atau Klasik, sampai sekitar abad 3 SM., dalam mana sebagian besar dari Perjanjian Lama ditulis; bahasa Ibrani Mishnaik atau Rabbinik, bahasa dari Mishna (suatu koleksi / kumpulan dari tradisi Yahudi), ditulis sekitar tahun 200 M. (bentuk bahasa Ibrani ini tidak pernah dipakai di antara bangsa itu sebagai bahasa pembicaraan); bahasa Ibrani abad pertengahan, dari sekitar abad ke 6 sampai abad ke 13 M., pada waktu banyak kata-kata dipinjam dari bahasa Yunani, Spanyol dan Arab, dan bahasa-bahasa lain; dan bahasa Ibrani Modern, bahasa dari Israel pada jaman modern].

Catatan: kalau dilihat dari kutipan di atas ini, memang jelas bahwa bahasa Ibrani pernah berhenti digunakan sebagai bahasa pembicaraan.

Barclay (tentang Yohanes 1:1): “For 100 years and more before the coming of Jesus, Hebrew was a forgotten language. The Old Testament was written in Hebrew, but the Jews no longer knew the language. The scholars knew it, but not the ordinary people. They spoke a development of Hebrew called Aramaic, which relates to Hebrew rather as modern English relates to Anglo-Saxon. Since that was so, the Scriptures of the Old Testament had to be translated into this language that the people could understand, and these translations were called the Targums. In the synagogue, the Scriptures were read in the original Hebrew, but then they were translated into Aramaic, and Targums were used as translations.” [= ].

d) Perubahan bahasa dari Ibrani ke Aram, lalu ke Yunani, merupakan suatu keuntungan yang luar biasa untuk penyebaran kekristenan pada abad-abad awal!

Philip Schaff: “The literature of the ancient Greeks and the universal empire of the Romans were, next to the Mosaic religion, the chief agents in preparing the world for Christianity” [= Literatur dari orang-orang Yunani kuno dan kekaisaran universal Romawi dari orang-orang Romawi, setelah agama Musa, merupakan agen-agen utama dalam mempersiapkan dunia bagi kekristenan] - ‘History of the Christian Church’, vol I, hal 76.

Philip Schaff: “Greece gave the apostles the most copious and beautiful language to express the divine truth of the Gospel, and Providence had long before so ordered political movements as to spread that language over the world and to make it the organ of civilization and international intercourse” (= Yunani memberikan rasul-rasul bahasa yang paling berlimpah-limpah dan indah untuk menyatakan kebenaran ilahi dari Injil, dan Providensia, dari lama sebelumnya, telah mengatur gerakan politik sehingga menyebarkan bahasa itu di seluruh dunia dan membuatnya sebagai alat dari hubungan kebudayaan dan internasional) - ‘History of the Christian Church’, vol I, hal 77.

Philip Schaff: “Under the protection of the Roman law the apostles could travel everywhere and make themselves understood through the Greek language in every city of the Roman domain” (= Di bawah perlindungan dari hukum Romawi rasul-rasul bisa bepergian kemana-mana dan membuat diri mereka dimengerti melalui bahasa Yunani di setiap kota dari daerah kekuasaan Romawi) - ‘History of the Christian Church’, vol I, hal 78.

e) Kitab Suci sendiri juga menunjukkan bahwa orang-orang Yahudi di Palestina, dan bahkan Yerusalem sendiri, juga menggunakan bahasa Yunani.

Untuk ini mari kita melihat beberapa text Kitab Suci.

1. Kisah para rasul 6:1 - “Pada masa itu, ketika jumlah murid makin bertambah, timbullah sungut-sungut di antara orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani terhadap orang-orang Ibrani, karena pembagian kepada janda-janda mereka diabaikan dalam pelayanan sehari-hari”.

KJV: ‘the Grecians against the Hebrews’ (= orang-orang Yunani terhadap orang-orang Ibrani).

Kebanyakan penafsir beranggapan bahwa yang dimaksud dengan ‘Grecians’ (= orang-orang Yunani) dalam text ini adalah bukan betul-betul ‘orang-orang Yunani’, tetapi ‘orang-orang Yahudi yang sudah tidak lagi berbahasa Ibrani, tetapi berbahasa Yunani’. Ini jelas, karena kalau dilihat kontext dari Kisah Rasul, sampai pada masa itu belum ada penginjilan terhadap orang-orang non Yahudi.

Sedangkan yang dimaksud dengan ‘Hebrews’ (= orang-orang Ibrani) adalah orang-orang Yahudi yang berbahasa Aram. Kelihatannya, satu-satunya penafsir yang berpandangan lain sendiri dalam hal ini, adalah Albert Barnes. Ia menganggap bahwa istilah yang kedua ini menunjuk kepada orang-orang Yahudi yang berbahasa Ibrani.

Adam Clarke (tentang Kisah Para Rasul 6:1): “Those who are here termed ‘Grecians,’ Helleenistoon, or Hellenists, were Jews who sojourned now at Jerusalem, but lived in countries where the Greek language was spoken, and probably in general knew no other. They are distinguished here from those called ‘Hebrews,’ by which we are to understand native Jews, who spoke what was then termed the Hebrew language a sort of Chaldaio-Syriac” [= Mereka yang di sini disebut dengan istilah ‘orang-orang Yunani’, HELLENEENISTOON, atau Hellenists, adalah orang-orang Yahudi yang sekarang tinggal sementara di Yerusalem, tetapi hidup di negara-negara dimana bahasa Yunani digunakan, dan mungkin pada umumnya tidak mengenal bahasa lain (selain Yunani). Di sini mereka dibedakan dari mereka yang disebut ‘orang-orang Ibrani’, dengan mana kita memaksudkan orang-orang Yahudi asli, yang berbicara dalam bahasa yang pada saat itu disebut dengan istilah ‘bahasa Ibrani’, suatu jenis bahasa Chaldaio-Syriac].

Jamieson, Fausset & Brown (tentang Kis 6:1): “‘There arose a murmuring of the Grecians,’ Helleenistoon - not Greeks, but Greek-speaking Jews, who for the most part were born in foreign countries; ‘Against the Hebrews’ - those Jews, born in Palestine, whose mother-tongue was Hebrew (more strictly Syro-Chaldaic or Aramaic)” [= ‘Di sana muncul sungut-sungut dari orang-orang Yunani’, HELLENEENISTOON - bukan orang-orang Yunani, tetapi orang-orang Yahudi yang berbicara bahasa Yunani, yang sebagian besar dilahirkan di negara-negara asing; ‘terhadap orang-orang Ibrani’ - orang-orang Yahudi yang lahir di Palestina, yang bahasa ibunya / aslinya adalah bahasa Ibrani (lebih tepat / ketat Syro-Chaldaic atau Aram)].

Albert Barnes (tentang Kis 6:1): “In the time when the gospel was first preached, there were two classes of Jews - those who remained in Palestine, who used the Hebrew language, and who were appropriately called ‘Hebrews;’ and those who were scattered among the Gentiles, who spoke the Greek language, and who used in their synagogues the Greek translation of the Old Testament, called the Septuagint. These were called ‘Hellenists,’ or, as it is in our translation, ‘Grecians.’ ... Dissensions would be very likely to arise between these two classes of persons. The Jews of Palestine would pride themselves much on the fact that they dwelt in the land of the patriarchs and the land of promise; that they used the language which their fathers spoke, and in which the oracles of God were given” [= Pada jaman dimana Injil pertama-tama diberitakan, ada 2 golongan orang-orang Yahudi - mereka yang tetap ada di Palestina, yang menggunakan bahasa Ibrani, dan yang dengan tepat disebut ‘orang-orang Ibrani’; dan mereka yang tersebar di antara orang-orang non Yahudi, yang berbicara bahasa Yunani, dan yang menggunakan dalam sinagog-sinagog mereka terjemahan Yunani dari Perjanjian Lama, yang disebut Septuaginta. Ini disebut ‘Hellenists’, atau, seperti dalam terjemahan kita, ‘orang-orang Yunani’. ... Perselisihan mudah sekali muncul di antara kedua golongan orang ini. Orang-orang Yahudi di Palestina sangat membanggakan diri mereka sendiri pada fakta bahwa mereka tinggal di tanah dari bapa-bapa mereka (Abraham, Ishak dan Yakub) dan tanah perjanjian; bahwa mereka menggunakan bahasa yang digunakan nenek moyang mereka, dan dalam mana Firman Allah diberikan].

Wycliffe Bible Commentary (tentang Kis 6:1): “Jews who were natives of Palestine spoke primarily Aramaic; but Jews who had lived in the Mediterranean world outside of Palestine spoke Greek and often did not know Aramaic. Many of these Diaspora Jews returned to Jerusalem to live, and some of them were converted and came into the church. A contention now arose between the Greek-speaking Christians (Grecians) and the Aramaic-speaking Christians (Hebrews)” [= Orang-orang Yahudi yang adalah penduduk asli dari Palestina terutama berbicara bahasa Aram; tetapi orang-orang Yahudi yang telah tinggal di dunia Laut Tengah di luar Palestina berbicara bahasa Yunani dan seringkali tidak mengenal bahasa Aram. Banyak dari orang-orang Yahudi yang tersebar ini kembali ke Yerusalem untuk tinggal di sana, dan sebagian dari mereka dipertobatkan dan masuk ke dalam gereja. Sekarang suatu pertikaian muncul di antara orang-orang kristen yang berbicara bahasa Yunani (orang-orang Yunani) dan orang-orang kristen yang berbicara bahasa Aram (orang-orang Ibrani)].

A. T. Robertson (tentang Kis 6:1): “‘Against the Hebrews.’ ... The Jewish Christians from Jerusalem and Palestine. The Aramaean Jews of the Eastern Dispersion are usually classed with the Hebrew (speaking Aramaic) as distinct from the Grecian Jews or Hellenists” [= ‘Terhadap orang-orang Ibrani’. ... Orang-orang kristen Yahudi dari Yerusalem dan Palestina. Orang-orang Yahudi Aram dari Penyebaran Timur biasanya digolongkan dengan orang-orang Ibrani (yang berbicara bahasa Aram) sebagai berbeda dengan orang-orang Yahudi Yunani atau Hellenists].

Vincent (tentang Kis 6:1): “‘Grecians.’ Helleenistoon. The English Revised Version (1885), much better, ‘Grecian Jews,’ with ‘Hellenists’ in the margin. ‘Grecians’ might easily be understood of Greeks in general. The word ‘Hellenists’ denotes Jews, not Greeks, but Jews who spoke Greek. The contact of Jews with Greeks was first effected by the conquests of Alexander. He settled eight thousand Jews in the Thebais, and the Jews formed a third of the population of his new city of Alexandria. From Egypt they gradually spread along the whole Mediterranean coast of Africa. They were removed by Seleucus Nicator from Babylonia, by thousands, to Antioch and Seleucia, and under the persecutions of Antiochus Epiphanes scattered themselves through Asia Minor, Greece, Macedonia, and the AEgean islands. The vast majority of them adopted the Greek language, and forgot the Aramaic dialect which had been their language since the Captivity. The word is used but twice in the New Testament - here and Acts 9:29 - and, in both cases, of Jews who had embraced Christianity, but who spoke Greek and used the Septuagint version of the Bible instead of the original Hebrew or the Chaldaic targum or paraphrase” [= ‘Orang-orang Yunani’. HELLEENISTOON. Versi English Revised Version (1885) menterjemahkan dengan lebih tepat ‘orang-orang Yahudi Yunani’, dan menuliskan ‘Hellenists’ di catatan tepi. ‘Orang-orang Yunani’ bisa dengan mudah dimaksudkan sebagai orang-orang Yunani secara umum. Kata ‘Hellenists’ menunjuk kepada orang-orang Yahudi, bukan orang-orang Yunani, tetapi orang-orang Yahudi yang berbicara bahasa Yunani. Pertemuan orang-orang Yahudi dengan orang-orang Yunani pertama-tama diakibatkan oleh penaklukan Alexander. Ia menempatkan 8.000 orang-orang Yahudi di Thebais, dan orang-orang Yahudi itu membentuk sepertiga dari penduduk dari kotanya yang baru, Alexandria. Dari Mesir mereka perlahan-lahan menyebar di sepanjang keseluruhan pantai Laut Tengah dari Afrika. Mereka dipindahkan oleh Seleucus Nicator dari Babilonia, dalam jumlah ribuan, ke Antiokhia dan Seleukia, dan dibawah penganiayaan Antiochus Epiphanes menyebarkan diri mereka sendiri di seluruh Asia Kecil, Yunani, Makedonia, dan kepulauan AEgean. Mayoritas dari mereka mengambil / mengadopsi bahasa Yunani, dan melupakan dialek Aram yang telah menjadi bahasa mereka sejak Pembuangan. Kata ini digunakan hanya 2 x dalam Perjanjian Baru - di sini dan dalam Kis 9:29 - dan, dalam kedua kasus, menunjuk kepada orang-orang Yahudi yang telah memeluk kekristenan, tetapi yang berbicara dalam bahasa Yunani and menggunakan Alkitab versi Septuaginta dan bukannya bahasa Ibrani orisinil atau Targum atau paraphrase Kasdim / Aram].

Bdk. Kisah Para Rasul 9:29 - “Ia juga berbicara dan bersoal jawab dengan orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani, tetapi mereka itu berusaha membunuh dia”.

William Barclay (tentang Kis 6:1): “In the Christian Church there were two kinds of Jews. There were the Jerusalem and the Palestinian Jews who spoke Aramaic, the descendant of the ancestral language, and prided themselves that there was no foreign admixture in their lives. There were also Jews from foreign countries who had come up for Pentecost and made the great discovery of Christ. Many of these had been away from Palestine for generations; they had forgotten their Hebrew and spoke only Greek. The natural consequence was that the spiritually snobbish Aramaic speaking Jews looked down on the foreign Jews” (= Dalam Gereja Kristen pada saat itu ada 2 jenis orang Yahudi. Di sana ada orang-orang Yahudi dari Yerusalem dan Palestina yang berbicara bahasa Aram, keturunan dari bahasa nenek moyang, dan membanggakan diri mereka sendiri bahwa tidak ada campuran asing dalam hidup mereka. Di sana ada juga orang-orang Yahudi dari negara-negara asing yang telah datang ke sana pada hari Pentakosta dan membuat penemuan besar tentang Kristus. Banyak dari mereka yang telah tinggal jauh dari Palestina selama banyak generasi; mereka telah melupakan bahasa Ibrani mereka dan mereka berbicara hanya dalam bahasa Yunani. Konsekwensi yang wajar / biasa adalah bahwa orang-orang Yahudi yang sombong rohani yang berbicara bahasa Aram ini memandang rendah orang-orang Yahudi asing) - hal 51-52.

2. Kis 8:27-35 - “(27) Lalu berangkatlah Filipus. Adalah seorang Etiopia, seorang sida-sida, pembesar dan kepala perbendaharaan Sri Kandake, ratu negeri Etiopia, yang pergi ke Yerusalem untuk beribadah. (28) Sekarang orang itu sedang dalam perjalanan pulang dan duduk dalam keretanya sambil membaca kitab nabi Yesaya. (29) Lalu kata Roh kepada Filipus: ‘Pergilah ke situ dan dekatilah kereta itu!’ (30) Filipus segera ke situ dan mendengar sida-sida itu sedang membaca kitab nabi Yesaya. Kata Filipus: ‘Mengertikah tuan apa yang tuan baca itu?’ (31) Jawabnya: ‘Bagaimanakah aku dapat mengerti, kalau tidak ada yang membimbing aku?’ Lalu ia meminta Filipus naik dan duduk di sampingnya. (32) Nas yang dibacanya itu berbunyi seperti berikut: Seperti seekor domba Ia dibawa ke pembantaian; dan seperti anak domba yang kelu di depan orang yang menggunting bulunya, demikianlah Ia tidak membuka mulutNya. (33) Dalam kehinaanNya berlangsunglah hukumanNya; siapakah yang akan menceriterakan asal-usulNya? Sebab nyawaNya diambil dari bumi. (34) Maka kata sida-sida itu kepada Filipus: ‘Aku bertanya kepadamu, tentang siapakah nabi berkata demikian? Tentang dirinya sendiri atau tentang orang lain?’ (35) Maka mulailah Filipus berbicara dan bertolak dari nas itu ia memberitakan Injil Yesus kepadanya”.

Dalam persoalan text ini boleh dikatakan semua penafsir beranggapan bahwa sida-sida itu membaca text Yesaya dari LXX / Septuaginta. Ini memang bisa dipastikan karena sida-sida itu bukan orang Yahudi, dan karena itu tidak mungkin ia bisa membaca dari Perjanjian Lama bahasa Ibrani.

Lalu Filipus menjelaskan kepadanya, jelas juga dari Kitab Suci yang sedang dibaca oleh sida-sida tersebut, yaitu LXX / Septuaginta! Ini membuktikan secara meyakinkan bahwa Filipus bisa berbahasa Yunani.

3. Kis 11:19-20 - “(19) Sementara itu banyak saudara-saudara telah tersebar karena penganiayaan yang timbul sesudah Stefanus dihukum mati. Mereka tersebar sampai ke Fenisia, Siprus dan Antiokhia; namun mereka memberitakan Injil kepada orang Yahudi saja. (20) Akan tetapi di antara mereka ada beberapa orang Siprus dan orang Kirene yang tiba di Antiokhia dan berkata-kata juga kepada orang-orang Yunani dan memberitakan Injil, bahwa Yesus adalah Tuhan”.

Tentang text ini diperdebatkan apakah istilah ‘orang-orang Yunani’ dalam Kis 19:20 itu menunjuk kepada ‘orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani’, atau ‘orang-orang Yunani’. Adam Clarke bahkan mengatakan bahwa di sini ada textual problem, yaitu adanya 2 macam pembacaan dalam naskah bahasa Yunani. Saya sangat condong pada yang kedua (‘orang-orang Yunani’). Tetapi apakah kata-kata ‘orang-orang Yunani’ diartikan betul-betul sebagai ‘orang-orang Yunani’ atau sebagai ‘orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani’, itu tetap menunjukkan bahwa para pemberi Injil itu, yang adalah orang-orang Yahudi, pasti bisa berbahasa Yunani.

f) LXX / Septuaginta.

Bukti lain bahwa bahasa Yunani merupakan bahasa yang digunakan secara sangat luas, bahkan di antara orang-orang Yahudi adalah fakta bahwa Perjanjian Lama yang digunakan Yesus dan rasul-rasul, dan juga oleh orang-orang kristen pada abad-abad awal adalah LXX / Septuaginta. Ini sudah terlihat dari kutipan-kutipan di atas, tetapi saya akan memberikan tambahan lagi dari kata-kata Alfred Edersheim dan dari buku-buku lain di bawah ini. Alfred Edersheim ini adalah orang Yahudi, yang kalau dilihat dari buku-bukunya, mempunyai keahlian khusus dalam persoalan tradisi dan latar belakang dari Kitab Suci.

Alfred Edersheim: “These Jews of the West are known by the term Hellenists, from HELLENIZEIN, ‘to conform to the language and manners of the Greeks.’” (= Orang-orang Yahudi dari Barat ini dikenal dengan istilah ‘Hellenists’ / ‘orang-orang Hellenist’, yang berasal dari kata HELLENIZEIN, ‘menyesuaikan diri terhadap bahasa dan cara-cara dari orang-orang Yunani’) - ‘The Life and Times of Jesus the Messiah’, hal 13.

Alfred Edersheim: “the Hellenists were credited with the study of Greek literature, and that through them, if not more directly, the Palestinians had become acquainted with it. ... First and foremost, we have here the Greek translation of the Old Testament, venerable not only as the oldest, but as that which at the time of Jesus held the place of our Authorized Version, and as such is so often, although freely, quoted, in the New Testament. Nor need we wonder that it should have been the people’s Bible, not merely among the Hellenists, but in Galilee, and even in Judaea. It was not only, as already explained, that Hebrew was no longer the ‘vulgar tongue’ in Palestine, and that written Targumim were prohibited. But most, if not all, at least in towns, would understand the Greek version” [= orang-orang Hellenist ini dihargai / diakui / dipercaya dengan pelajaran tentang literatur Yunani, dan bahwa melalui mereka, jika bukannya dengan lebih langsung, orang-orang Palestina mengenalnya. ... Pertama dan yang terutama, kita mempunyai di sini terjemahan bahasa Yunani dari Perjanjian Lama, patut dimuliakan bukan hanya sebagai yang tertua, tetapi karena pada jaman Yesus itu memegang kedudukan seperti Authorized Version (AV / KJV) kita, dan begitu sering dikutip, sekalipun secara bebas, dalam Perjanjian Baru. Kita tidak perlu heran bahwa itu menjadi Alkitab orang-orang, bukan hanya di antara Hellenists, tetapi di Galilea, dan bahkan di Yudea. Bukan hanya, seperti telah dijelaskan, bahwa bahasa Ibrani bukan lagi bahasa umum di Palestina, dan bahwa Targum yang tertulis dilarang. Tetapi mayoritas, kalau bukannya semuanya, setidaknya di kota-kota, mengerti versi Yunani] - ‘The Life and Times of Jesus the Messiah’, hal 16.

Alfred Edersheim: “Whether or not the LXX. was read in the Hellenist Synagogues, and the worship conducted, wholly or partly, in Greek, must be matter of conjecture. ... among those who spoke a barbarous language (not Hebrew, the term referring specially to Greek), it was the custom for one person to read the whole Parashah (or lesson for the day), while among the Hebrew-speaking Jews this was done by seven persons, successively called up. This seems to imply that either the Greek text alone was read, or that it followed a Hebrew reading, like the Targum of the Easterns. More probably, however, the former would be the case, since both Hebrew manuscripts, and persons qualified to read them, would be difficult to procure. At any rate, we know that the Greek Scriptures were authoritatively acknowledged in Palestine, and that the ordinary daily prayers might be said in Greek” [= Apakah LXX dibacakan di sinagog-sinagog Hellenist, dan ibadah diadakan, seluruhnya atau sebagian, dalam bahasa Yunani, tetap menjadi persoalan dugaan / yang tidak pasti. ... di antara mereka yang berbicara ‘bahasa barbar’ (bukan Ibrani, istilah ini menunjuk khususnya pada bahasa Yunani), merupakan kebiasaan bagi satu orang untuk membacakan seluruh Parashah (atau ‘pelajaran untuk hari itu’), sementara di antara orang-orang Yahudi yang berbicara bahasa Ibrani ini dilakukan oleh 7 orang, dipanggil secara berturut-turut. Ini kelihatannya menunjukkan bahwa atau text Yunani saja yang dibacakan, atau bahwa itu disusul oleh suatu pembacaan bahasa Ibrani, seperti Targum dari orang-orang Timur. Tetapi lebih mungkin bahwa yang terdahululah yang benar, karena baik manuscripts Ibrani, dan orang-orang yang memenuhi syarat untuk membacanya, sukar didapatkan. Bagaimanapun juga, kami mengetahui bahwa Kitab Suci Yunani diakui otoritasnya di Palestina, dan bahwa doa-doa harian biasa diucapkan dalam bahasa Yunani] - ‘The Life and Times of Jesus the Messiah’, hal 19.

Eerdmans’ Family Encyclopedia of the Bible: “One of the most important translation is the Greek version of the Old Testament, the Septuagint. Greek speaking Jews and many Christians used the Septuagint in the first Christian centuries. Another early document, The Letter of Aristeas, suggests that the Septuagint was compiled for Jews living in Egypt during the reign of Pharaoh Ptolemy Philadelphus (285-246 BC). Greek was the main language of the Roman Empire, and several other Greek versions of the Old Testament were in use during the first Christian centuries” [= Salah satu dari terjemahan yang paling penting adalah versi Yunani dari Perjanjian Lama, yaitu Septuaginta. Orang-orang Yahudi yang berbicara bahasa Yunani dan banyak orang-orang kristen menggunakan Septuaginta pada abad-abad awal kristen. Dokumen awal lainnya, Surat Aristeas, memberikan kesan bahwa Septuaginta disusun bagi orang-orang Yahudi yang hidup di Mesir selama pemerintahan dari Firaun Ptolemy Philadelphus (285-246 SM). Yunani adalah bahasa utama dari kekaisaran Romawi, dan beberapa versi Yunani lain dari Perjanjian Lama digunakan dalam abad-abad awal kristen] - hal 66.

Halley’s Bible Handbook: “A Greek translation of the Old Testament called ‘The Septuagint,’ made in the 3rd century BC, was in common use in Jesus’ day. Greek was the language in general use throughout the Roman world” (= Suatu terjemahan bahasa Yunani dari Perjanjian Lama disebut ‘Septuaginta’ dibuat pada abad ke 3 SM, digunakan secara umum pada jaman Yesus. Yunani adalah bahasa yang digunakan secara umum di seluruh dunia Romawi) - hal 753-754.

Eerdmans’ Family Encyclopedia of the Bible: “For many Christians in the first century ‘the Bible’ was the Greek translation of the Old Testament (the Septuagint) which was begun in the third century BC” [= Bagi banyak orang-orang kristen pada abad pertama ‘Alkitab’ adalah terjemahan Yunani dari Perjanjian Lama (Septuaginta) yang dimulai pada abad ke 3 SM] - hal 69.

Halley’s Bible Handbook: “The Septuagint. This was the translation of the Hebrew Old Testament into Greek. It was made in Alexandria, where there were many Greek speaking Jews. Tradition has it that, at the request of Ptolemy Philadelphus (285-247 BC), 70 Jews, skillful linguists, were sent from Jerusalem to Egypt. The Pentateuch was first translated. Later the rest of the Old Testament books were added to the translation. It was called the ‘Septuagint’ from the 70 translators who were reputed to have begun it. Greek was the language of the world at that time. This version was in common use in the days of Christ. The New Testament was written in Greek. Many of its quotations from the Old Testament are from the Septuagint” [= Septuaginta. Ini adalah terjemahan dari Perjanjian Lama bahasa Ibrani ke dalam bahasa Yunani. Itu dibuat di Alexandria, dimana ada banyak orang-orang Yahudi yang berbicara bahasa Yunani. Tradisi mengatakan bahwa karena permintaan dari Ptolemy Philadelphus (285-247 SM), 70 orang Yahudi, ahli-ahli bahasa, dikirim dari Yerusalem ke Mesir. Pentateuch (5 kitab Musa, yaitu Kejadian-Ulangan) diterjemahkan lebih dulu. Belakangan sisa dari kitab-kitab Perjanjian Lama ditambahkan pada terjemahan itu. Itu disebut ‘Septuaginta’, dari 70 penterjemah yang dianggap telah memulainya. Yunani adalah bahasa dunia pada saat itu. Versi ini digunakan secara umum pada jaman Kristus. Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani. Banyak dari kutipan-kutipannya dari Perjanjian Lama diambil dari Septuaginta] - hal 409.

Nelson’s Bible Dictionary (dengan topik ‘Bible versions and translations’): “When Christianity penetrated the world of the Greek-speaking Jews, and then the Gentiles, the Septuagint was the Bible used for preaching the gospel. Most of the Old Testament quotations in the New Testament are taken from this Greek Bible” [= Pada saat kekristenan memasuki dunia orang-orang Yahudi yang berbicara bahasa Yunani, dan lalu orang-orang non Yahudi, Septuaginta adalah (satu-satunya) Alkitab yang digunakan untuk memberitakan Injil. Kebanyakan kutipan dari Perjanjian Lama dalam Perjanjian Baru diambil dari Alkitab Yunani ini].

Halley’s Bible Handbook: “In the New Testament there are about 300 quotations from these ‘Scriptures’; ... Many of these quotations are from the Septuagint version of the Old Testament, which was in common use in New Testament times” (= Dalam Perjanjian Baru ada kira-kira 300 kutipan dari ‘Kitab Suci’ ini; ... Banyak dari kutipan-kutipan ini berasal dari versi Septuaginta dari Perjanjian Lama, yang biasa digunakan pada jaman Perjanjian Baru) - hal 405.

Contoh dimana Perjanjian Baru mengutip dari LXX / Septuaginta:

1. Kisah para rasul 7:14 diambil dari LXX / Septuaginta.

Kis 7:14 - “Kemudian Yusuf menyuruh menjemput Yakub, ayahnya, dan semua sanak saudaranya, tujuh puluh lima jiwa banyaknya”.

Dari mana Kis 7:14 bisa mengatakan ‘75’? Perjanjian Lama bahasa Ibrani mengatakan 70.

Keluaran 1:5 - “Seluruh keturunan yang diperoleh Yakub berjumlah tujuh puluh jiwa. Tetapi Yusuf telah ada di Mesir”.

Kejadian 46:26 - “Anak-anak Yusuf yang lahir baginya di Mesir ada dua orang. Jadi keluarga Yakub yang tiba di Mesir, seluruhnya berjumlah tujuh puluh jiwa”.

Ulangan 10:22 - “Dengan tujuh puluh orang nenek moyangmu pergi ke Mesir, tetapi sekarang ini TUHAN, Allahmu, telah membuat engkau banyak seperti bintang-bintang di langit.’”.

Kisah Para Rasul 7:14 pasti mengambil dari LXX / Septuaginta karena dalam Kej 46:27 Kel 1:5 Ul 10:22 versi LXX / Septuaginta memang disebutkan 75 orang.

2. Matius 12:17-21 diambil dari Yes 42:1-4, sedikitnya dengan menggunakan LXX.

Yesaya 42:1-4 - “(1) Lihat, itu hambaKu yang Kupegang, orang pilihanKu, yang kepadanya Aku berkenan. Aku telah menaruh RohKu ke atasnya, supaya ia menyatakan hukum kepada bangsa-bangsa. (2) Ia tidak akan berteriak atau menyaringkan suara atau memperdengarkan suaranya di jalan. (3) Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya, tetapi dengan setia ia akan menyatakan hukum. (4) Ia sendiri tidak akan menjadi pudar dan tidak akan patah terkulai, sampai ia menegakkan hukum di bumi; segala pulau mengharapkan pengajarannya”.

Mat 12:17-21 - “(17) supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yesaya: (18) ‘Lihatlah, itu HambaKu yang Kupilih, yang Kukasihi, yang kepadaNya jiwaKu berkenan; Aku akan menaruh rohKu ke atasNya, dan Ia akan memaklumkan hukum kepada bangsa-bangsa. (19) Ia tidak akan berbantah dan tidak akan berteriak dan orang tidak akan mendengar suaraNya di jalan-jalan. (20) Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskanNya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkanNya, sampai Ia menjadikan hukum itu menang. (21) Dan padaNyalah bangsa-bangsa akan berharap.’”.

Perhatikan bagian-bagian yang saya garis-bawahi, yang jelas menunjukkan perbedaan antara Yes 42:1-4 (versi Ibrani), dengan Mat 12:17-21.

A. T. Robertson (tentang Matius 12:17): “The passage quoted is Isa. 42:1-4 ‘a very free reproduction of the Hebrew with occasional side glances at the Septuagint’ (Bruce)” [= Text yang dikutip adalah Yes 42:1-4 ‘suatu reproduksi yang sangat bebas dari Ibrani dengan kadang-kadang melihat sekilas ke samping pada Septuaginta’ (Bruce)].

3. Mat 13:14-15 yang mengutip dari Yesaya 6:9-10.

Yes 6:9-10 - “(9) Kemudian firmanNya: ‘Pergilah, dan katakanlah kepada bangsa ini: Dengarlah sungguh-sungguh, tetapi mengerti: jangan! Lihatlah sungguh-sungguh, tetapi menanggap: jangan! (10) Buatlah hati bangsa ini keras dan buatlah telinganya berat mendengar dan buatlah matanya melekat tertutup, supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik dan menjadi sembuh.’”.

Mat 13:14-15 - “(14) Maka pada mereka genaplah nubuat Yesaya, yang berbunyi: Kamu akan mendengar dan mendengar, namun tidak mengerti, kamu akan melihat dan melihat, namun tidak menanggap. (15) Sebab hati bangsa ini telah menebal, dan telinganya berat mendengar, dan matanya melekat tertutup; supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik sehingga Aku menyembuhkan mereka”.

Jamieson, Fausset & Brown (tentang Mat 13:14): “‘The prophecy of Esaias, which saith.’ (Isa. 6:9-10 - here quoted according to the Septuagint), ‘By hearing ye shall hear, and shall not understand ... ’” [= Nubuat Yesaya, yang berkata’. (Yes 6:9-10 - di sini dikutip menurut Septuaginta), ‘dengan mendengar engkau akan mendengar, dan tidak tidak akan mengerti ...’].

Wycliffe Bible Commentary (tentang Mat 13:13-15): “Matthew’s quotation follows the LXX, and emphasizes the obstinate unblief of the people. (The Hebrew, ‘make the heart of this people fat,’ ...” [= Kutipan Matius mengikuti LXX, dan menekankan ketidak-percayaan yang keras kepala dari bangsa itu (Text Ibraninya, ‘membuat hati bangsa ini gemuk’, ...].

4. Mat 13:35 yang mengutip dari Maz 78:2.

Matius 13:35 - “supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi: ‘Aku mau membuka mulutKu mengatakan perumpamaan, Aku mau mengucapkan hal yang tersembunyi sejak dunia dijadikan.’”.

Mazmur 78:2 - “Aku mau membuka mulut mengatakan amsal, aku mau mengucapkan teka-teki dari zaman purbakala”.

Jamieson, Fausset & Brown (tentang Mat 13:35): “‘That it might be fulfilled which was spoken by the prophet, saying’ (Ps. 78:2, nearly as in Septuagint)” [= Supaya bisa digenapi apa yang diucapkan oleh sang nabi, yang berkata’ (Maz 78:2, hampir seperti dalam Septuaginta)].

5. Kis 8:32 yang dikutip dari Yesaya 53:7-8.

Yes 53:7-8 - “(7) Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya. (8) Sesudah penahanan dan penghukuman ia terambil, dan tentang nasibnya siapakah yang memikirkannya? Sungguh, ia terputus dari negeri orang-orang hidup, dan karena pemberontakan umatKu ia kena tulah”.

Kis 8:27-35 - “(27) Lalu berangkatlah Filipus. Adalah seorang Etiopia, seorang sida-sida, pembesar dan kepala perbendaharaan Sri Kandake, ratu negeri Etiopia, yang pergi ke Yerusalem untuk beribadah. (28) Sekarang orang itu sedang dalam perjalanan pulang dan duduk dalam keretanya sambil membaca kitab nabi Yesaya. (29) Lalu kata Roh kepada Filipus: ‘Pergilah ke situ dan dekatilah kereta itu!’ (30) Filipus segera ke situ dan mendengar sida-sida itu sedang membaca kitab nabi Yesaya. Kata Filipus: ‘Mengertikah tuan apa yang tuan baca itu?’ (31) Jawabnya: ‘Bagaimanakah aku dapat mengerti, kalau tidak ada yang membimbing aku?’ Lalu ia meminta Filipus naik dan duduk di sampingnya. (32) Nas yang dibacanya itu berbunyi seperti berikut: Seperti seekor domba Ia dibawa ke pembantaian; dan seperti anak domba yang kelu di depan orang yang menggunting bulunya, demikianlah Ia tidak membuka mulutNya. (33) Dalam kehinaanNya berlangsunglah hukumanNya; siapakah yang akan menceriterakan asal-usulNya? Sebab nyawaNya diambil dari bumi. (34) Maka kata sida-sida itu kepada Filipus: ‘Aku bertanya kepadamu, tentang siapakah nabi berkata demikian? Tentang dirinya sendiri atau tentang orang lain?’ (35) Maka mulailah Filipus berbicara dan bertolak dari nas itu ia memberitakan Injil Yesus kepadanya”.

Bandingkan kutipan dalam Kis 8:32-33 itu dengan aslinya dalam Yes 53:7-8 di atas. Jelas berbeda. Mengapa bisa berbeda? Karena itu dikutip bukan dari Perjanjian Lama bahasa Ibrani tetapi dari LXX / Septuaginta.

Adam Clarke (tentang Kis 8:30): “‘Heard him read the Prophet Esaias.’ The eunuch, it seems, was reading aloud; and apparently in Greek, for that was the common language in Egypt; and, indeed, almost in every place it was understood. And it appears that it was the Greek version of the Septuagint that he was reading, as the quotation below is from that version” (= ‘Mendengarnya membaca nabi Yesaya’. Kelihatannya, sida-sida itu sedang membaca dengan keras; dan jelas dalam bahasa Yunani, karena itu adalah bahasa yang umum di Mesir; dan bahkan di hampir setiap tempat bahasa itu dimengerti. Dan kelihatannya itu adalah versi Yunani dari Septuaginta yang sedang ia baca, karena kutipan di bawah adalah dari versi itu).

Jamieson, Fausset & Brown (tentang Kis 8:28): “‘And sitting in his chariot read Esaias the prophet.’ - no doubt, in the Greek translation, called the Septuagint” (= ‘Dan duduk dalam keretanya membaca Yesaya sang nabi’. - tak diragukan, dalam terjemahan Yunani, yang disebut Septuaginta).

Jamieson, Fausset & Brown (tentang Kis 8:32): “‘Of the scripture which he read was this.’ What follows is from Isa. 53:7-8, almost verbatim as in the Septuagint” (= ‘Dari Kitab Suci yang ia baca adalah ini’. Berikutnya adalah dari Yes 53:7-8, hampir-hampir kata per kata seperti dalam Septuaginta).

Albert Barnes (tentang Kis 8:32): “This quotation is taken literally from the Septuagint. It varies very little from the Hebrew” (= Kutipan ini diambil secara hurufiah dari Septuaginta. Itu berbeda sangat sedikit dari text Ibrani).

A. T. Robertson (tentang Kis 8:28): “He had probably purchased this roll of Isaiah in Jerusalem and was reading the Septuagint Greek text” (= Ia mungkin telah membeli gulungan Yesaya ini di Yerusalem dan sedang membaca text Yunani Septuaginta).

A. T. Robertson (tentang Kis 8:32): “The quotation is from the Septuagint which has some variations from the Hebrew” (= Kutipan ini dari Septuaginta yang mempunyai beberapa perbedaan dari text Ibrani).

6. Roma 3:10 yang dikutip dari Maz 14:3.

Mazmur 14:1-3 - “(1) Untuk pemimpin biduan. Dari Daud. Orang bebal berkata dalam hatinya: ‘Tidak ada Allah.’ Busuk dan jijik perbuatan mereka, tidak ada yang berbuat baik. (2) TUHAN memandang ke bawah dari sorga kepada anak-anak manusia untuk melihat, apakah ada yang berakal budi dan yang mencari Allah. (3) Mereka semua telah menyeleweng, semuanya telah bejat; tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak”.

Ro 3:10-12 - “(10) seperti ada tertulis: ‘Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. (11) Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah. (12) Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak”.

Lagi-lagi terlihat dengan jelas bahwa kutipan dalam Ro 3:10-12 berbeda dengan aslinya dalam Maz 14:1-3. Mengapa? Karena pengutipan dilakukan bukan dari Perjanjian Lama bahasa Ibrani, tetapi dari LXX / Septuaginta.

Barnes’ Notes: “The passages which follow, are taken from various parts of the Old Testament. ... Most of the passages are quoted in the language of the Septuagint. The quotation in Rom. 3:10-12, is from Ps. 14:1-3; and from Ps. 53:1-3” (= Text yang berikut, diambil dari bagian-bagian yang bervariasi dari Perjanjian Lama. ... Kebanyakan dari text itu dikutip dalam bahasa dari Septuaginta. Kutipan dalam Ro 3:10-12, adalah dari Maz 14:1-3; dan dari Maz 53:1-3).

7. 1Petrus 4:18 yang dikutip dari Amsal 11:31.

1Pet 4:18 - “Dan jika orang benar hampir-hampir tidak diselamatkan, apakah yang akan terjadi dengan orang fasik dan orang berdosa?”.

Amsal 11:31, yang merupakan sumber kutipan, berbeda dengan 1Pet 4:18 ini.

Amsal 11:31 - “Kalau orang benar menerima balasan di atas bumi, lebih-lebih orang fasik dan orang berdosa!”.

KJV: ‘Behold, the righteous shall be recompensed in the earth: much more the wicked and the sinner’ (= Lihatlah, orang benar akan menerima balasan di bumi, lebih-lebih orang jahat dan orang berdosa).

Pulpit Commentary mengatakan bahwa dalam 1Pet 4:18 ini Petrus mengutip Amsal 11:31 dari LXX, yang berbeda dengan bahasa Ibraninya.

Matthew Henry: “v. 18. This whole verse is taken from Prov. 11:31, Behold the righteous shall be recompensed in the earth; how much more the wicked and the sinner? This the Septuagint translates exactly as the apostle here quotes it” (= Ay 18. Seluruh ayat ini diambil dari Amsal 11:31, Lihatlah orang benar akan menerima balasan di bumi; lebih-lebih orang jahat dan orang berdosa? Ini diterjemahkan oleh Septuaginta persis seperti sang rasul mengutipnya di sini).

8. Ro 10:13 mengutip dari Yoel 2:32.

Ro 10:13 - “Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan”.

Yoel 2:32a - “Dan barangsiapa yang berseru kepada nama TUHAN (Ibrani: YAHWEH) akan diselamatkan,”.

Dalam terjemahan Indonesia, kedua ayat ini sama [kecuali kata ‘Yahweh’ diganti KURIOU (= of the Lord / dari Tuhan)]. Tetapi sebetulnya bagian akhir dari kedua ayat di atas berbeda, seperti yang bisa dilihat dalam terjemahan KJV. Untuk Ro 10:13, KJV menterjemahkan ‘shall be saved’ (= akan diselamatkan), sedangkan untuk Yoel 2:32a, KJV menterjemahkan ‘shall be delivered’ (= akan dibebaskan).

Gary Mink (internet): “The Masoretic text of the Hebrew Old Testament says, ‘delivered.’ The Greek says, ‘saved.’ The Greek speaking Paul is writing to the Greek speaking Romans. It is not surprising that he quotes from the Greek Old Testament.” (= Text Masoretik Ibrani dari Perjanjian Lama berkata ‘membebaskan’. Text Yunani berkata ‘diselamatkan’. Paulus yang berbicara dalam bahasa Yunani sedang menulis kepada orang-orang Romawi yang berbicara bahasa Yunani. Tidak mengherankan bahwa ia mengutip dari Perjanjian Lama bahasa Yunani.).

Saya kira saya sudah menunjukkan secara cukup jelas dan pasti, dari buku-buku sejarah, encyclopedia, dan dari Kitab Suci sendiri, bahwa bahasa Yunani pada saat itu merupakan sesuatu yang umum di kalangan orang Yahudi. Ini berlaku bukan hanya yang di luar Palestina, tetapi juga di Palestina dan bahkan Yerusalem sendiri. Juga saya telah menunjukkan tentang munculnya LXX / Septuaginta yang bahkan dipakai oleh Yesus, rasul-rasul dan orang-orang kristen abad-abad awal, dan dikutip oleh penulis-penulis Perjanjian Baru (lengkap dengan contoh-contohnya). Jadi, tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa rasul-rasul tidak bisa berbahasa Yunani, seperti yang dikatakan oleh Teguh Hindarto.

2) Pauluspun mungkin tidak fasih berbahasa Yunani.

Kristian Sugiyarto dan Teguh Hindarto mengatakan bahwa tidak mustahil kalau Pauluspun tidak bisa, atau tidak fasih, berbahasa Yunani!

Kristian Sugiyarto: “Kis. 21:40 menyatakan bahwa Saulus berbicara dengan bahasa Ibrani, minimal mulai dari ps.22:1-21 yang memuat pertemuan/pertobatan Saulus pada Yahshua (Yesus), dan hal ini diulangi lagi dengan tegas bahwa teguran Yahshua pun dengan bahasa Ibrani (Kis.26:14). Jadi dari Sorga Yahshua pun memilih berbahasa Ibrani bukannya Aramaik apalagi Yunani; tentulah hal ini dilakukan karena Saulus (juga para rasul yang lain) adalah Ibrani tulen dan bukan mustahil Saulus tidak fasih berbahasa Yunani. ”.

Teguh Hindarto: “Saya tidak menampik bahwa Rasul Paul tentu saja bisa berbahasa Greek sepatah dua patah kata [Kis 21:37-38], namun melihat latar belakang pendidikan Torah, latar belakang karakter bangsanya, maka disangsikan Paul fasih berbahasa dan menuliskan keseluruhan suratnya dalam bahasa Greek. Mengapa tidak mungkin jika Paul menuliskan suratnya dalam bahasa Ibrani kemudian ada penerjemah yang menuliskan dalam bahasa Greek kemudian Paul menyalinnya dalam bahasa Greek, sehingga dia mengatakan ‘surat ini kutulis dengan tanganku sendiri?’”.

Tanggapan Pdt. Budi Asali:

a) Pada waktu membahas tentang murid-murid Yesus, kelompok Yahweh-isme ini mengatakan bahwa para murid itu tak bisa bahasa Yunani karena mereka adalah orang yang tak terpelajar. Sekarang, tentang Paulus, mereka tetap mengatakan bahwa ia tak bisa bahasa Yunani, padahal Paulus adalah orang yang sangat pandai, dan juga sangat terpelajar! 

b) Seandainya memang benar bahwa Paulus tidak bisa berbahasa Yunani, dan ia menuliskan suratnya dalam bahasa Ibrani, lalu apa artinya argumentasi ini bagi kelompok Yahweh-isme ini? Ini paling-paling menunjukkan bahwa surat-surat Paulus saja yang ada dalam bahasa Ibrani. Ini tidak membuktikan bahwa bagian-bagian lain dari Perjanjian Baru juga ada dalam bahasa Ibrani. Jadi, argumentasi ini tak punya nilai apa-apa.

c) Kata-kata dari Kristian Sugiyarto yang mengatakan bahwa Paulus mungkin tidak fasih berbahasa Yunani itu hanya dia dasarkan pada:

1. Kis 21:40 yang menunjukkan bahwa Paulus berbicara dalam bahasa Ibrani.

Kis 21:40 - “Sesudah Paulus diperbolehkan oleh kepala pasukan, pergilah ia berdiri di tangga dan memberi isyarat dengan tangannya kepada rakyat itu; ketika suasana sudah tenang, mulailah ia berbicara kepada mereka dalam bahasa Ibrani, katanya”.

Bdk. Kis 22:2 - “Ketika orang banyak itu mendengar ia berbicara dalam bahasa Ibrani, makin tenanglah mereka”.

2. Kis 26:14 yang mengatakan bahwa Yesus berbicara kepada Paulus dalam bahasa Ibrani.

Kis 26:14 - “Kami semua rebah ke tanah dan aku mendengar suatu suara yang mengatakan kepadaku dalam bahasa Ibrani: Saulus, Saulus, mengapa engkau menganiaya Aku? Sukar bagimu menendang ke galah rangsang”.

Saya menjawab argumentasi Kristian Sugiyarto ini dengan suatu pertanyaan: kalau ada seseorang berbicara kepada saya dalam bahasa Indonesia, dan kalau ada orang yang mendengar saya berbicara dalam bahasa Indonesia, apakah kedua hal itu membuktikan bahwa saya tidak bisa bahasa Inggris?

Saya kira dari illustrasi saya ini sudah sangat jelas bahwa argumentasi Kristian Sugiyarto adalah argumentasi yang sangat tidak berdasar. Ayat-ayat yang ia gunakan hanya membuktikan bahwa Paulus bisa berbahasa Ibrani, tetapi sama sekali tidak membuktikan bahwa ia tidak bisa berbahasa Yunani.

d) Kristian Sugiyarto memotong ayat dari kontextnya.

Dalam menggunakan Kis 21:40 dan Kis 22:2, Kristian Sugiyarto memotong ayat-ayat tersebut dari kontextnya. Dengan kata lain, ia menafsirkan ayat-ayat itu tanpa mempedulikan kontextnya. Untuk bisa melihat ini marilah kita melihat 2-3 ayat sebelum text yang digunakan oleh Kristian Sugiyarto.

Kis 21:37-38 - “(37) Ketika Paulus hendak dibawa masuk ke markas, ia berkata kepada kepala pasukan itu: ‘Bolehkah aku mengatakan sesuatu kepadamu?’ Jawabnya: ‘Tahukah engkau bahasa Yunani? (38) Jadi engkau bukan orang Mesir itu, yang baru-baru ini menimbulkan pemberontakan dan melarikan empat ribu orang pengacau bersenjata ke padang gurun?’”.

Kepala pasukan itu adalah orang Romawi, bukan orang Yahudi, dan karena itu tidak mungkin Paulus berbicara kepadanya dalam bahasa Ibrani. Dan dari kata-kata ‘Tahukah engkau bahasa Yunani?’ dalam Kis 21:37b itu, jelas terlihat bahwa pada saat itu Paulus memang berbicara kepadanya dalam bahasa Yunani. Itu menyebabkan dia kaget, karena dia tadinya mengira Paulus adalah orang Mesir (Kis 21:38). Albert Barnes menganggap bahwa kata-kata ‘orang Mesir’ ini berarti ‘orang Yahudi dari Mesir’.

Albert Barnes: “‘Canst thou speak Greek?’ ... The Greek language was what was then almost universally spoken, and it is not improbable that it was the native tongue of the chief captain. ... The language which the Jews spoke was the Syro-Chaldaic; and as he took Paul to be an Egyptian Jew (Acts 21:38), he supposed, from that circumstance also, that he was not able to speak the Greek language” [= ‘Tahukah / bisakah engkau berbicara bahasa Yunani?’ ... Bahasa Yunani adalah bahasa yang digunakan hampir secara universal, dan adalah mungkin bahwa itu adalah bahasa ibu dari kapten kepala ini. ... Bahasa yang digunakan oleh orang-orang Yahudi adalah Syro-Chaldaic; dan karena tadinya ia mengira Paulus adalah seorang Yahudi dari Mesir (Kis 21:38), ia menduga, dari keadaan itu juga, bahwa ia tidak bisa berbicara dalam bahasa Yunani].

Perhatikan bahwa text ini hanya 2-3 ayat sebelum Kis 21:40, yang digunakan oleh Kristian Sugiyarto di atas. Jelas bahwa penafsirannya memotong ayat dari kontextnya! Seandainya ia membaca seluruh kontext, tidak mungkin ia bisa menyimpulkan bahwa Kis 21:40 menunjukkan bahwa Paulus tak bisa berbahasa Yunani!

Bahkan sebetulnya, Kis 21:40 itu sendiri, yang tahu-tahu secara explicit menyebutkan bahwa Paulus berbicara dalam bahasa Ibrani, jelas secara implicit menunjukkan bahwa tadinya ia tidak berbicara dalam bahasa Ibrani. Lalu dalam bahasa apa? Jelas dalam bahasa Yunani (Kis 21:37)!

Juga pada saat dikatakan bahwa Paulus berbicara dalam bahasa Ibrani, boleh dikatakan semua penafsir mengatakan bahwa yang disebut ‘bahasa Ibrani’ pada saat itu adalah ‘bahasa Aram’ atau campuran Chaldee (Kasdim) dan Aram.

Adam Clarke (tentang Kis 21:40): “What was called then the Hebrew, namely, the Chaldaeo-Syriac” (= Apa yang disebut bahasa Ibrani pada saat itu, artinya, Chaldee-Aram).

Jamieson, Fausset & Brown (tentang Kis 21:40): “‘He spake unto them in the Hebrew tongue.’ - the Syro-Chaldaic, the vernacular tongue of the Palestine Jews since the captivity” (= ‘Ia berbicara kepada mkrk dalam bahasa Ibrani’. - Aram-Chaldee, bahasa rakyat dari orang-orang Yahudi di Palestina sejak pembuangan).

Albert Barnes (tentang Kis 21:40): “‘In the Hebrew tongue.’ The language which was spoken by the Jews, which was then a mixture of the Chaldee and Syriac, called Syro-Chaldaic” (= ‘Dalam bahasa Ibrani’. Bahasa yang digunakan oleh orang-orang Yahudi, yang pada saat itu merupakan campuran dari bahasa Chaldee / Kasdim dan Aram, disebut Syro-Chaldaic).

Wycliffe Bible Commentary (tentang Kis 21:39-40): “When Paul had captured the attention of the mob, he began to speak to them in the native Aramaic dialect, which was the common Jewish language of both Palestine and western Asia” (= Pada waktu Paulus telah menangkap perhatian dari orang banyak, ia mulai berbicara kepada mereka dalam dialek Aram pribumi, yang merupakan bahasa umum orang-orang Yahudi baik di Palestina maupun Asia Barat).

A. T. Robertson (tentang Kis 21:40): “‘In the Hebrew language.’ ... The Aramaean which the people in Jerusalem knew better than the Greek. Paul could use either tongue at will” (= ‘Dalam bahasa Ibrani’. ... Bahasa Aram yang dikenal dengan lebih baik dari pada bahasa Yunani oleh orang-orang di Yerusalem. Paulus bisa menggunakan bahasa yang manapun dari kedua bahasa itu semaunya).

Vincent: “‘Tongue.’ dialektoo. Literally, ‘dialect:’ the language spoken by the Palestinian Jews - a mixture of Syriac and Chaldaic” (= ‘Bahasa’ DIALEKTOO. Secara hurufiah, ‘dialek’: bahasa yang digunakan oleh orang-orang Yahudi Palestina - suatu campuran dari Aram dan Chaldee / Kasdim).

e) Bahwa Paulus bisa berbahasa Yunani, terbukti dari banyak hal, seperti:

1. Paulus berasal dari kota yang bernama Tarsus (Kis 9:11 21:39 22:3).

Kis 9:11 - “Firman Tuhan: ‘Mari, pergilah ke jalan yang bernama Jalan Lurus, dan carilah di rumah Yudas seorang dari Tarsus yang bernama Saulus. Ia sekarang berdoa”.

Kis 21:39 - “Paulus menjawab: ‘Aku adalah orang Yahudi, dari Tarsus, warga dari kota yang terkenal di Kilikia; aku minta, supaya aku diperbolehkan berbicara kepada orang banyak itu.’”.

Kis 22:3 - “‘Aku adalah orang Yahudi, lahir di Tarsus di tanah Kilikia, tetapi dibesarkan di kota ini; dididik dengan teliti di bawah pimpinan Gamaliel dalam hukum nenek moyang kita, sehingga aku menjadi seorang yang giat bekerja bagi Allah sama seperti kamu semua pada waktu ini”.

Dimana dan bagaimana kota Tarsus itu, dan khususnya bahasa apa yang digunakan di sana?

Gary Mink (internet): “He was born in Tarsus, a city in the Roman province of Cilicia. Cilicia was part of Asia, which had been conquered by Alexander the Great about 300 years before Paul was born. The whole area was thoroughly Greek, both in culture and in language. The Romans took control of it about 100 B.C. Paul was born a Roman citizen and probably knew Greek from childhood. Regardless of when he learned it, he was fluent in it” (= Ia dilahirkan di Tarsus, suatu kota di propinsi Romawi dari Kilikia. Kilikia adalah bagian dari Asia, yang telah dtaklukkan oleh Alexander yang Agung sekitar 300 tahun sebelum Paulus dilahirkan. Seluruh daerah itu sepenuhnya bersifat Yunani, baik dalam kebudayaan maupun bahasa. Orang-orang Romawi menguasainya pada sekitar tahun 100 SM. Paulus dilahirkan sebagai seorang warga negara Romawi dan mungkin mengenal bahasa Yunani sejak masa kanak-kanak. Tak peduli kapan ia mempelajarinya, ia fasih dalam bahasa itu).

Nelson’s Bible Dictionary: “TARSUS ... the birthplace of the apostle Paul (Acts 21:39, 22:3), formerly known as Saul of Tarsus (Acts 9:11). Tarsus was the chief city of CILICIA, a province of southeast Asia Minor (modern Turkey; ...). ... During the Seleucid period, however, Tarsus became a free city (about 170 B. C.), and was open to Greek culture and education. By the time of the Romans, Tarsus competed with ATHENS and ALEXANDRIA as the learning center of the world” [= TARSUS ... tempat kelahiran dari rasul Paulus (Kis 21:39, 22:3), yang sebelumnya dikenal sebagai Saulus dari Tarsus (Kis 9:11). Tarsus adalah kota utama dari Kilikia, sebuah propinsi dari Asia Kecil sebelah tenggara (pada jaman modern itu adalah Turki; ...). ... Tetapi selama masa Seleucid, Tarsus menjadi suatu kota yang bebas (sekitar tahun 170 SM), dan terbuka bagi kebudayaan dan pendidikan Yunani. Pada jaman Romawi, Tarsus bersaing dengan Athena dan Alexandria sebagai pusat pendidikan dunia].

The International Standard Bible Encyclopedia: “TARSUS. 1. Situation: The chief city of Cilicia, the southeastern portion of Asia Minor. ... 4. Tarsus under Greek Sway: Alexander’s overthrow of the Persian power brought about a strong Hellenic reaction in Southeastern Asia Minor and must have strengthened the Greek element in Tarsus, but more than a century and a half were to elapse before the city attained that civic autonomy which was the ideal and the boast of the Greek polis. ... From this time Tarsus is a city of Hellenic constitution, and its coins no longer bear Aramaic but Greek legends” (= TARSUS. 1. Situasi: Kota utama dari Kilikia, bagian tenggara dari Asia Kecil. ... 4. Tarsus dibawah kekuasaan Yunani: penggulingan Alexander terhadap kekuasaan Persia menimbulkan reaksi yang bersifat Yunani yang kuat di Asia Kecil Tenggara dan pasti telah menguatkan elemen Yunani di Tarsus, tetapi setelah lewat 1 ½ abad lebih barulah kota itu mencapai otonomi kota yang merupakan sesuatu yang ideal dan membanggakan dari kota Yunani itu. ... Sejak saat ini Tarsus adalah suatu kota dengan undang-undang Yunani, dan mata uang logamnya tidak lagi memuat tokoh-tokoh Aramaik tetapi Yunani).

The International Standard Bible Encyclopedia: “PAUL, THE APOSTLE, PART IV-1. 1. The City of Tarsus: Geography plays an important part in any life. ... Paul grew up in a great city and spent his life in the great cities of the Roman empire. ... He was not merely a resident, but a ‘citizen’ of this distinguished city. This fact shows that Paul’s family had not just emigrated from Judaea to Tarsus a few years before his birth, but had been planted in Tarsus as part of a colony with full municipal rights (Ramsay, St. Paul the Traveller, 31 f). Tarsus was the capital of Cilicia, then a part of the province of Syria, ... Ramsay (ib, 117 ff) from Gen 10:4 f holds that the early inhabitants were Greeks mingled with Orientals. East and West flowed together here. It was a Roman town also with a Jewish colony (ibid., 169 ff), constituting a city tribe to which Paul’s family belonged. So then Tarsus was a typical city of the Greek-Roman civilization” [= Paulus, sang rasul, Bagian IV-1. 1. Kota Tarsus: Geography mempunyai peranan penting dalam kehidupan siapapun. ... Paulus bertumbuh menjadi dewasa di sebuah kota besar dan menghabiskan hidupnya di kota-kota besar dari kekaisaran Romawi. ... Ia bukanlah semata-mata seorang penduduk, tetapi seorang ‘warga negara’ dari kota yang terkenal / terkemuka ini. Fakta ini menunjukkan bahwa keluarga Paulus bukan hanya beremigrasi dari Yudea ke Tarsus beberapa tahun sebelum kelahirannya, tetapi telah ‘tertanam’ di Tarsus sebagai suatu bagian dari sebuah koloni dengan hak-hak penuh berkenaan dengan kota itu (Ramsay, St. Paul the Traveller, 31-dst). Tarsus adalah ibukota dari Kilikia, yang pada saat itu merupakan bagian dari suatu propinsi dari Syria, ... Ramsay (ib, 117-dst) dari Kej 10:4-dst mempercayai bahwa penduduk mula-mulanya adalah orang-orang Yunani bercampur dengan orang-orang Timur. Timur dan Barat mengalir bersama-sama di sini. Itu juga merupakan suatu kota Romawi dengan suatu koloni Yahudi (ibid., 169-dst), membentuk sebuah suku kota dalam mana keluarga Paulus termasuk. Jadi, Tarsus adalah suatu kota khas dari kebudayaan Yunani-Romawi].

Encyclopedia Britannica 2007 (dengan topik ‘Paul, the apostle, saint’): “In the time of Paul, Tarsus, the home of famous Stoic philosophers, was on the main trade route between East and West. Like many of the Jews there Paul inherited Roman citizenship, probably granted by the Romans as a reward for mercenary service in the previous century. This fact explains his two names. He used his Jewish name, Saul, within the Jewish community and his Roman surname, Paul, when speaking Greek. Though he had a strict Jewish upbringing, he also grew up with a good command of idiomatic Greek and the experience of a cosmopolitan city, which fitted him for his special vocation to bring the gospel to the Gentiles (non-Jews)” [= Pada jaman Paulus, Tarsus, tempat tinggal dari ahli-ahli filsafat Stoa yang terkenal, ada di route / jalan perdagangan utama antara Timur dan Barat. Seperti banyak orang-orang Yahudi di sana Paulus mewarisi kewarga-negaraan Romawi, mungkin diberikan oleh orang-orang Romawi sebagai suatu upah untuk pelayanan perdagangan dalam abad sebelumnya. Fakta ini menjelaskan namanya yang ada dua. Ia menggunakan nama Yahudinya, Saul(us), dalam masyarakat Yahudi, dan nama julukan Romawinya, Paul(us), pada waktu berbicara Yunani. Sekalipun ia mendapatkan didikan Yahudi yang ketat, ia juga bertumbuh menjadi dewasa dengan suatu pimpinan yang baik tentang ungkapan Yunani dan pengalaman dari suatu kota internasional, yang menyesuaikannya untuk pekerjaan khususnya untuk membawa Injil kepada orang-orang non Yahudi].

Jadi, asal usul Paulus dari kota yang bernama Tarsus, yang bukan terletak di Palestina / Kanaan, tetapi di Kilikia (Kis 21:39 22:3), dan dipenuhi oleh kebudayaan Yunani. Lalu mungkinkah ia ternyata tidak bisa berbahasa Yunani?

2. Paulus adalah rasul bagi orang-orang non Yahudi.

Kis 9:15 - “Tetapi firman Tuhan kepadanya: ‘Pergilah, sebab orang ini adalah alat pilihan bagiKu untuk memberitakan namaKu kepada bangsa-bangsa lain serta raja-raja dan orang-orang Israel”.

Kis 22:21 - “Tetapi kata Tuhan kepadaku: Pergilah, sebab Aku akan mengutus engkau jauh dari sini kepada bangsa-bangsa lain.’”.

Gal 1:16 - “berkenan menyatakan AnakNya di dalam aku, supaya aku memberitakan Dia di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi, maka sesaatpun aku tidak minta pertimbangan kepada manusia”.

Gal 2:7-9 - “(7) Tetapi sebaliknya, setelah mereka melihat bahwa kepadaku telah dipercayakan pemberitaan Injil untuk orang-orang tak bersunat, sama seperti kepada Petrus untuk orang-orang bersunat (8) - karena Ia yang telah memberikan kekuatan kepada Petrus untuk menjadi rasul bagi orang-orang bersunat, Ia juga yang telah memberikan kekuatan kepadaku untuk orang-orang yang tidak bersunat. (9) Dan setelah melihat kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, maka Yakobus, Kefas dan Yohanes, yang dipandang sebagai sokoguru jemaat, berjabat tangan dengan aku dan dengan Barnabas sebagai tanda persekutuan, supaya kami pergi kepada orang-orang yang tidak bersunat dan mereka kepada orang-orang yang bersunat”.

Mengingat bahwa Yunani merupakan bahasa ‘seluruh dunia’ pada saat itu (mungkin seperti bahasa Inggris pada jaman ini), maka kalau Paulus dijadikan rasul orang-orang non Yahudi, adalah tidak masuk akal kalau ia tidak bisa bahasa Yunani!

3. Paulus banyak memberitakan Injil dan mempertobatkan orang-orang non Yahudi / orang Yunani.

Bandingkan dengan ayat-ayat di bawah ini:

· Kis 9:28-29 - “(28) Dan Saulus tetap bersama-sama dengan mereka di Yerusalem, dan dengan keberanian mengajar dalam nama Tuhan. (29) Ia juga berbicara dan bersoal jawab dengan orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani, tetapi mereka itu berusaha membunuh dia”.

· Kis 14:1 - “Di Ikoniumpun kedua rasul itu (Paulus dan Barnabas) masuk ke rumah ibadat orang Yahudi, lalu mengajar sedemikian rupa, sehingga sejumlah besar orang Yahudi dan orang Yunani menjadi percaya”.

· Kis 17:4,12 - “(4) Beberapa orang dari mereka menjadi yakin dan menggabungkan diri dengan Paulus dan Silas dan juga sejumlah besar orang Yunani yang takut kepada Allah, dan tidak sedikit perempuan-perempuan terkemuka. ... (12) Banyak di antara mereka yang menjadi percaya; juga tidak sedikit di antara perempuan-perempuan terkemuka dan laki-laki Yunani”.

· Kis 18:4 - “Dan setiap hari Sabat Paulus berbicara dalam rumah ibadat dan berusaha meyakinkan orang-orang Yahudi dan orang-orang Yunani”.

· Kis 19:8-10 - “(8) Selama tiga bulan Paulus mengunjungi rumah ibadat di situ dan mengajar dengan berani. Oleh pemberitaannya ia berusaha meyakinkan mereka tentang Kerajaan Allah. (9) Tetapi ada beberapa orang yang tegar hatinya. Mereka tidak mau diyakinkan, malahan mengumpat Jalan Tuhan di depan orang banyak. Karena itu Paulus meninggalkan mereka dan memisahkan murid-muridnya dari mereka, dan setiap hari berbicara di ruang kuliah Tiranus. (10) Hal ini dilakukannya dua tahun lamanya, sehingga semua penduduk Asia mendengar firman Tuhan, baik orang Yahudi maupun orang Yunani”.

· Kis 20:2,3,21 - “(2) Ia menjelajah daerah itu dan dengan banyak nasihat menguatkan hati saudara-saudara di situ. Lalu tibalah ia di tanah Yunani. (3) Sesudah tiga bulan lamanya tinggal di situ ia hendak berlayar ke Siria. Tetapi pada waktu itu orang-orang Yahudi bermaksud membunuh dia. Karena itu ia memutuskan untuk kembali melalui Makedonia. ... (21) aku senantiasa bersaksi kepada orang-orang Yahudi dan orang-orang Yunani, supaya mereka bertobat kepada Allah dan percaya kepada Tuhan kita, Yesus Kristus”.

Kalau Paulus tidak bisa berbahasa Yunani, lalu dengan bahasa apa ia memberitakan Injil kepada orang-orang Yahudi yang berbicara bahasa Yunani, ataupun kepada orang-orang non Yahudi / orang-orang Yunani itu? Dengan bahasa Roh?

4. Paulus berkhotbah di Atena, Yunani.

Kis 17:16-34 - “(16) Sementara Paulus menantikan mereka di Atena, sangat sedih hatinya karena ia melihat, bahwa kota itu penuh dengan patung-patung berhala. (17) Karena itu di rumah ibadat ia bertukar pikiran dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang yang takut akan Allah, dan di pasar setiap hari dengan orang-orang yang dijumpainya di situ. (18) Dan juga beberapa ahli pikir dari golongan Epikuros dan Stoa bersoal jawab dengan dia dan ada yang berkata: ‘Apakah yang hendak dikatakan si peleter ini?’ Tetapi yang lain berkata: ‘Rupa-rupanya ia adalah pemberita ajaran dewa-dewa asing.’ Sebab ia memberitakan Injil tentang Yesus dan tentang kebangkitanNya. (19) Lalu mereka membawanya menghadap sidang Areopagus dan mengatakan: ‘Bolehkah kami tahu ajaran baru mana yang kauajarkan ini? (20) Sebab engkau memperdengarkan kepada kami perkara-perkara yang aneh. Karena itu kami ingin tahu, apakah artinya semua itu.’ (21) Adapun orang-orang Atena dan orang-orang asing yang tinggal di situ tidak mempunyai waktu untuk sesuatu selain untuk mengatakan atau mendengar segala sesuatu yang baru. (22) Paulus pergi berdiri di atas Areopagus dan berkata: ‘Hai orang-orang Atena, aku lihat, bahwa dalam segala hal kamu sangat beribadah kepada dewa-dewa. (23) Sebab ketika aku berjalan-jalan di kotamu dan melihat-lihat barang-barang pujaanmu, aku menjumpai juga sebuah mezbah dengan tulisan: Kepada Allah yang tidak dikenal. Apa yang kamu sembah tanpa mengenalnya, itulah yang kuberitakan kepada kamu. (24) Allah yang telah menjadikan bumi dan segala isinya, Ia, yang adalah Tuhan atas langit dan bumi, tidak diam dalam kuil-kuil buatan tangan manusia, (25) dan juga tidak dilayani oleh tangan manusia, seolah-olah Ia kekurangan apa-apa, karena Dialah yang memberikan hidup dan nafas dan segala sesuatu kepada semua orang. (26) Dari satu orang saja Ia telah menjadikan semua bangsa dan umat manusia untuk mendiami seluruh muka bumi dan Ia telah menentukan musim-musim bagi mereka dan batas-batas kediaman mereka, (27) supaya mereka mencari Dia dan mudah-mudahan menjamah dan menemukan Dia, walaupun Ia tidak jauh dari kita masing-masing. (28) Sebab di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada, seperti yang telah juga dikatakan oleh pujangga-pujanggamu: Sebab kita ini dari keturunan Allah juga. (29) Karena kita berasal dari keturunan Allah, kita tidak boleh berpikir, bahwa keadaan ilahi sama seperti emas atau perak atau batu, ciptaan kesenian dan keahlian manusia. (30) Dengan tidak memandang lagi zaman kebodohan, maka sekarang Allah memberitakan kepada manusia, bahwa di mana-mana semua mereka harus bertobat. (31) Karena Ia telah menetapkan suatu hari, pada waktu mana Ia dengan adil akan menghakimi dunia oleh seorang yang telah ditentukanNya, sesudah Ia memberikan kepada semua orang suatu bukti tentang hal itu dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati.’ (32) Ketika mereka mendengar tentang kebangkitan orang mati, maka ada yang mengejek, dan yang lain berkata: ‘Lain kali saja kami mendengar engkau berbicara tentang hal itu.’ (33) Lalu Paulus pergi meninggalkan mereka. (34) Tetapi beberapa orang laki-laki menggabungkan diri dengan dia dan menjadi percaya, di antaranya juga Dionisius, anggota majelis Areopagus, dan seorang perempuan bernama Damaris, dan juga orang-orang lain bersama-sama dengan mereka”.

Dalam Kis 17:16-34 ini Paulus berada di Atena, suatu kota di Yunani. Dalam ay 17 dikatakan bahwa ia memberitakan Injil kepada:

· orang-orang Yahudi di kota itu.

· ‘orang-orang yang takut akan Allah’.

NASB: ‘God fearing Gentiles’ (= orang-orang non Yahudi yang takut akan Allah).

NIV: ‘God fearing Greeks’ (= orang-orang Yunani yang takut akan Allah).

· orang-orang di pasar.

Dalam kelompok heterogen seperti itu, mungkinkah ia berkhotbah / memberitakan Injil dalam bahasa Ibrani? Jangankan orang-orang Yunaninya, orang-orang Yahudinyapun belum tentu mengerti bahasa Ibrani, mengingat mereka sudah tinggal di Yunani.

Setelah itu, khususnya mulai ay 22, ia berkhotbah / memberitakan Injil kepada para penyembah dari ‘Allah yang tidak dikenal’, yang jelas tidak mungkin adalah orang-orang Yahudi, dan pasti adalah orang-orang Yunani. Dengan bahasa apa ia memberitakan Injil, kalau bukan dalam bahasa Yunani?

5. Paulus memberitakan Injil dalam penjara kepada tentara-tentara Romawi.

Fil 1:12-13 - “(12) Aku menghendaki, saudara-saudara, supaya kamu tahu, bahwa apa yang terjadi atasku ini justru telah menyebabkan kemajuan Injil, (13) sehingga telah jelas bagi seluruh istana dan semua orang lain, bahwa aku dipenjarakan karena Kristus”.

Kis 16:27-32 - “(27) Ketika kepala penjara itu terjaga dari tidurnya dan melihat pintu-pintu penjara terbuka, ia menghunus pedangnya hendak membunuh diri, karena ia menyangka, bahwa orang-orang hukuman itu telah melarikan diri. (28) Tetapi Paulus berseru dengan suara nyaring, katanya: ‘Jangan celakakan dirimu, sebab kami semuanya masih ada di sini!’ (29) Kepala penjara itu menyuruh membawa suluh, lalu berlari masuk dan dengan gemetar tersungkurlah ia di depan Paulus dan Silas. (30) Ia mengantar mereka ke luar, sambil berkata: ‘Tuan-tuan, apakah yang harus aku perbuat, supaya aku selamat?’ (31) Jawab mereka: ‘Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu.’ (32) Lalu mereka memberitakan firman Tuhan kepadanya dan kepada semua orang yang ada di rumahnya”.

Ini hanyalah sedikit contoh dari banyak kasus dimana Paulus berbicara kepada orang-orang non Yahudi. Bagaimana ia melakukan semua itu kalau ia tidak bisa berbahasa Yunani?

6. Dalam Kis 26, Paulus memberikan pembelaan dan sekaligus kesaksian di hadapan Agrippa, Festus, dan banyak orang-orang lain, yang semuanya jelas bukan orang-orang Yahudi. Karena itu, tidak mungkin ia menggunakan bahasa Ibrani. Ia pasti berbicara dalam bahasa Yunani.

Kis 26:1-29 - “(1) Kata Agripa kepada Paulus: ‘Engkau diberi kesempatan untuk membela diri.’ Paulus memberi isyarat dengan tangannya, lalu memberi pembelaannya seperti berikut: (2) ‘Ya raja Agripa, aku merasa berbahagia, karena pada hari ini aku diperkenankan untuk memberi pertanggungan jawab di hadapanmu terhadap segala tuduhan yang diajukan orang-orang Yahudi terhadap diriku, (3) terutama karena engkau tahu benar-benar adat istiadat dan persoalan orang Yahudi. Sebab itu aku minta kepadamu, supaya engkau mendengarkan aku dengan sabar. (4) Semua orang Yahudi mengetahui jalan hidupku sejak masa mudaku, sebab dari semula aku hidup di tengah-tengah bangsaku di Yerusalem. (5) Sudah lama mereka mengenal aku dan sekiranya mereka mau, mereka dapat memberi kesaksian, bahwa aku telah hidup sebagai seorang Farisi menurut mazhab yang paling keras dalam agama kita. (6) Dan sekarang aku harus menghadap pengadilan oleh sebab aku mengharapkan kegenapan janji, yang diberikan Allah kepada nenek moyang kita, (7) dan yang dinantikan oleh kedua belas suku kita, sementara mereka siang malam melakukan ibadahnya dengan tekun. Dan karena pengharapan itulah, ya raja Agripa, aku dituduh orang-orang Yahudi. (8) Mengapa kamu menganggap mustahil, bahwa Allah membangkitkan orang mati? (9) Bagaimanapun juga, aku sendiri pernah menyangka, bahwa aku harus keras bertindak menentang nama Yesus dari Nazaret. (10) Hal itu kulakukan juga di Yerusalem. Aku bukan saja telah memasukkan banyak orang kudus ke dalam penjara, setelah aku memperoleh kuasa dari imam-imam kepala, tetapi aku juga setuju, jika mereka dihukum mati. (11) Dalam rumah-rumah ibadat aku sering menyiksa mereka dan memaksanya untuk menyangkal imannya dan dalam amarah yang meluap-luap aku mengejar mereka, bahkan sampai ke kota-kota asing.’ (12) ‘Dan dalam keadaan demikian, ketika aku dengan kuasa penuh dan tugas dari imam-imam kepala sedang dalam perjalanan ke Damsyik, (13) tiba-tiba, ya raja Agripa, pada tengah hari bolong aku melihat di tengah jalan itu cahaya yang lebih terang dari pada cahaya matahari, turun dari langit meliputi aku dan teman-teman seperjalananku. (14) Kami semua rebah ke tanah dan aku mendengar suatu suara yang mengatakan kepadaku dalam bahasa Ibrani: Saulus, Saulus, mengapa engkau menganiaya Aku? Sukar bagimu menendang ke galah rangsang. (15) Tetapi aku menjawab: Siapa Engkau, Tuhan? Kata Tuhan: Akulah Yesus, yang kauaniaya itu. (16) Tetapi sekarang, bangunlah dan berdirilah. Aku menampakkan diri kepadamu untuk menetapkan engkau menjadi pelayan dan saksi tentang segala sesuatu yang telah kaulihat dari padaKu dan tentang apa yang akan Kuperlihatkan kepadamu nanti. (17) Aku akan mengasingkan engkau dari bangsa ini dan dari bangsa-bangsa lain. Dan Aku akan mengutus engkau kepada mereka, (18) untuk membuka mata mereka, supaya mereka berbalik dari kegelapan kepada terang dan dari kuasa Iblis kepada Allah, supaya mereka oleh iman mereka kepadaKu memperoleh pengampunan dosa dan mendapat bagian dalam apa yang ditentukan untuk orang-orang yang dikuduskan. (19) Sebab itu, ya raja Agripa, kepada penglihatan yang dari sorga itu tidak pernah aku tidak taat. (20) Tetapi mula-mula aku memberitakan kepada orang-orang Yahudi di Damsyik, di Yerusalem dan di seluruh tanah Yudea, dan juga kepada bangsa-bangsa lain, bahwa mereka harus bertobat dan berbalik kepada Allah serta melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan pertobatan itu. (21) Karena itulah orang-orang Yahudi menangkap aku di Bait Allah, dan mencoba membunuh aku. (22) Tetapi oleh pertolongan Allah aku dapat hidup sampai sekarang dan memberi kesaksian kepada orang-orang kecil dan orang-orang besar. Dan apa yang kuberitakan itu tidak lain dari pada yang sebelumnya telah diberitahukan oleh para nabi dan juga oleh Musa, (23) yaitu, bahwa Mesias harus menderita sengsara dan bahwa Ia adalah yang pertama yang akan bangkit dari antara orang mati, dan bahwa Ia akan memberitakan terang kepada bangsa ini dan kepada bangsa-bangsa lain.’ (24) Sementara Paulus mengemukakan semuanya itu untuk mempertanggungjawabkan pekerjaannya, berkatalah Festus dengan suara keras: ‘Engkau gila, Paulus! Ilmumu yang banyak itu membuat engkau gila.’ (25) Tetapi Paulus menjawab: ‘Aku tidak gila, Festus yang mulia! Aku mengatakan kebenaran dengan pikiran yang sehat! (26) Raja juga tahu tentang segala perkara ini, sebab itu aku berani berbicara terus terang kepadanya. Aku yakin, bahwa tidak ada sesuatupun dari semuanya ini yang belum didengarnya, karena perkara ini tidak terjadi di tempat yang terpencil. (27) Percayakah engkau, raja Agripa, kepada para nabi? Aku tahu, bahwa engkau percaya kepada mereka.’ (28) Jawab Agripa: ‘Hampir-hampir saja kauyakinkan aku menjadi orang Kristen!’ (29) Kata Paulus: ‘Aku mau berdoa kepada Allah, supaya segera atau lama-kelamaan bukan hanya engkau saja, tetapi semua orang lain yang hadir di sini dan yang mendengarkan perkataanku menjadi sama seperti aku, kecuali belenggu-belenggu ini.’”.

7. Surat-surat Paulus ditujukan kepada gereja-gereja dari kota-kota non Yahudi (Roma, Korintus, Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, Tesalonika) dan juga kepada pribadi-pribadi non Yahudi, seperti Timotius, Titus, dan Filemon. Timotius adalah setengah Yahudi (Kis 16:1-3); Titus adalah seorang Yunani (Gal 2:3); Filemon juga adalah orang Yunani, karena namanya adalah nama Yunani, artinya ‘a friend’ (= seorang teman).

Adalah lucu kalau ia menulis surat kepada orang-orang non Yahudi ini dalam bahasa Ibrani! Ia pasti bisa berbahasa Yunani, dan ia pasti menulis surat-suratnya dalam bahasa Yunani.

f) Kata-kata F. F. Bruce tentang Paulus.

F. F. Bruce: “With his return to ‘the Regions of Syria and Cilicia’ Paul was irrevocably committed to the Hellenistic world. ... Judea, and even Jerusalem, formed part of the Hellenistic world. Greek was spoken alongside Aramaic (and possibly Hebrew) in the holy city itself and, as we have seen, Hellenistic Jews had their synagogues there in which the scriptures were read and worship was conducted in Greek. The pagan influences of Hellenism were kept at bay from the circle in which Paul received his education, but even the sages knew Greek and were capable of giving their pupils prophylactic courses in Greek languange and culture. Simeon the son of Gamaliel is said to have had many pupils who studied ‘the wisdom of the Greeks’ alongside as many others who studied the Torah, and it need not be doubted that Gamaliel the elder also had such pupils. It is quite probable that Paul acquired the rudiments of Greek in Gamaliel’s school. But from his return to Tarsus throughout the rest of his active life he was exposed to the Greek way of life in one city after another, for he no longer led a cloistered existence, but lived for the most part as a Gentile among Gentiles in order to win Gentiles for the gospel. The knowledge of Greek literature and thought that his letters attest was part of the common stock of educated people in the Hellenistic world of that day; it bespeaks no formal instruction received from Greek teachers” [= Dengan kembalinya ia ke ‘daerah Syria dan Kilikia’ Paulus secara tak bisa dibatalkan telah mengikatkan dirinya pada dunia Yunani. ... Yudea, dan bahkan Yerusalem, membentuk bagian dari dunia yang dipengaruhi oleh kebudayaan dan bahasa Yunani. Yunani digunakan sebagai bahasa percakapan bersama-sama dengan Aram (dan mungkin Ibrani) di kota kudus itu sendiri, dan seperti yang telah kita lihat, orang-orang Yahudi yang dipengaruhi oleh kebudayaan dan bahasa Yunani, mempunyai sinagog-sinagog di sana, dimana Kitab Suci dibacakan dan ibadah diadakan dalam bahasa Yunani. Pengaruh-pengaruh kafir dari pengaruh kebudayaan dan bahasa Yunani dipertahankan dari lingkungan dimana Paulus menerima pendidikannya, tetapi bahkan guru-guru / orang-orang bijak mengerti bahasa Yunani dan bisa memberikan murid-murid mereka pelajaran pencegahan / perlindungan dalam bahasa dan kebudayaan Yunani. Simeon anak dari Gamaliel dikatakan mempunyai banyak murid yang belajar ‘hikmat dari orang-orang Yunani’ bersama-sama dengan banyak orang-orang lain yang mempelajari Taurat, dan tidak perlu diragukan bahwa Gamaliel yang lebih tua juga mempunyai murid-murid seperti itu. Adalah cukup memungkinkan bahwa Paulus menerima dasar-dasar dari bahasa Yunani di sekolah Gamaliel. Tetapi dari kembalinya ia ke Tarsus dalam sepanjang sisa kehidupan aktifnya ia terbuka terhadap gaya hidup Yunani dari satu kota ke kota lain, karena ia tidak lagi menjalani kehidupan yang menyendiri, tetapi hidup pada umumnya sebagai seorang non Yahudi di antara orang-orang non Yahudi untuk memenangkan orang-orang non Yahudi bagi Injil. Pengetahuan tentang literatur dan pemikiran Yunani yang ditunjukkan oleh surat-suratnya merupakan bagian dari kelompok umum dari orang-orang berpendidikan dalam dunia Yunani pada jaman itu; itu memperlihatkan pendidikan tidak formal yang diterima dari guru-guru Yunani] - ‘Paul Apostle of the Heart Set Free’, hal 126-127.

Catatan:

· Kata-kata di bagian awal dari kutipan ini diambil dari Gal 1:21 - “Kemudian aku pergi ke daerah-daerah Siria dan Kilikia”. Ini menunjukkan bahwa setelah pertobatannya Paulus kembali ke Kilikia, dimana terletak kota Tarsus, kota kelahirannya.

· Kata-kata di bagian akhir dari kutipan di atas (yang saya beri garis bawah ganda) mengacu pada kata-kata Paulus dalam 1Kor 9:19-22 - “(19) Sungguhpun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang. (20) Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat. (21) Bagi orang-orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku tidak hidup di luar hukum Allah, karena aku hidup di bawah hukum Kristus, supaya aku dapat memenangkan mereka yang tidak hidup di bawah hukum Taurat. (22) Bagi orang-orang yang lemah aku menjadi seperti orang yang lemah, supaya aku dapat menyelamatkan mereka yang lemah. Bagi semua orang aku telah menjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan beberapa orang dari antara mereka”.

3) Kesaksian bapa-bapa gereja.

Teguh Hindarto: “Namun mengapa kita hanya mengenal Kitab Perjanjian Baru dalam bahasa Greek atau Yunani? Menurut para ahli, jumlah naskah dan manuskrip kuno Kitab Yunani, ada sekitar 5000-an yang terdiri dari berbagai abad yang berbeda. Jika memang benar Yahshua dan para rasul berbahasa Ibrani, mengapa Kitab Perjanjian Baru menuliskan ajaran Yahshua dan para rasul dalam bahasa Greek/Yunani? Pada mulanya, naskah-naskah ajaran Yahshua dituliskan dalam bahasa Ibrani, kemudian berkembang dan diterjemahkan dalam bahasa Yunani. Menurut kesaksian Epiphanius [350 Ms] yang mengutip perkataan Papias [150-170] yang hidup tidak lama setelah zaman para rasul, mengatakan: ‘Matius menyusun perkataan-perkataan tersebut dalam dialek Ibrani dan orang lain menerjemahkannya semampu mereka’. Apa arti pernyataan di atas? Bahwa para rasul pada mulanya menuliskan perkataan dan ajaran Yahshua dalam bahasa Ibrani, kemudian untuk kepentingan pemberitaan “Besorah” [Kabar Baik], maka kitab itu diterjemahkan dalam bahasa Yunani”.

Kristian Sugiyarto: “Para Bapak Gereja yang dimaksud biasanya menunjuk pada para pemimpin gereja primitif hingga konsili Nicea sekitar 325 AD. Kesaksian ini tentu sangat penting mengingat masanya sangat dekat abad awal Kristen, yang jelas-jelas kontradiksi dengan teori Aramaik. Berikut saya sajikan kutipan para Bapak Gereja dalam bahasa Inggris lengkap dengan alamat referensi langsung dengan maksud menghindari kemungkinan terjadinya ‘pemelintiran’ dalam menerjemahkannya.

(a) Papias, Uskup Hierapolis-Asia Kecil (pertengahan abad 2 AD) menyatakan perihal keaslian Injil Ibrani sebagai berikut: “Matius mengumpulkan bersama ucapan (Tuhan / Yesus) dalam bahasa Ibrani, dan masing-masing menginterpretasikan sebaik mungkin. ……yang didapat dalam Injil menurut Ibrani”

[This is what is related by Papias regarding Mark; but with regard to Matthew he has made the following statements]: Matthew put together the oracles [of the Lord] in the Hebrew language, and each one interpreted them as best he could. [The same person uses proofs from the First Epistle of John, and from the Epistle of Peter in like manner. And he also gives another story of a woman who was accused of many sins before the Lord, which is to be found in the Gospel according to the Hebrews.]

Fragments of Papias, Fragment VI, 25-26 (Quoted by Eusebius)

www.ccel.org/fathers2/...539_605327

(b) Irenaeus

‘Matius juga mewartakan Injil tertulis bagi orang-orang Ibrani dalam dialek mereka’.

Matthew also issued a written Gospel among the Hebrews in their own dialect, while Peter and Paul were preaching at Rome, and laying the foundations of the Church. After their departure, Mark, the disciple and interpreter of Peter, did also hand down to us in writing what had been preached by Peter. Luke also, the companion of Paul, recorded in a book the Gospel preached by him. Afterwards, John, the disciple of the Lord, who also had leaned upon His breast, did himself publish a Gospel during his residence at Ephesus in Asia.

Irenaeus, Against Heresies, Book III, Chapter I: 3 (This Quote is also found in Eusebius, Ecclesiastical History, Book V, Chapter VIII);

www.ccel.org/fathers2/...04_1939792

‘Sebab Matius, yang pertama kali telah mengajar kepada para Ibrani, ketika ia akan meninggalkan mereka, berjanji menulis Injilnya dalam bahasa aslinya’

For Matthew, who had at first preached to the Hebrews, when he was about to go to other peoples, committed his Gospel to writing in his native tongue, and thus compensated those whom he was obliged to leave for the loss of his presence. And when Mark and Luke had already published their Gospels, they say that John, who had employed all his time in proclaiming the Gospel orally, finally proceeded to write for the following reason. The three Gospels already mentioned having come into the hands of all and into his own too, they say that he accepted them and bore witness to their truthfulness; but that there was lacking in them an account of the deeds done by Christ at the beginning of his ministry.201 Chapter XXIV. The Order of the Gospels.

www.ccel.org/fathers2/...883_861253

(c) Eusebius

Eusebius, Ecclesiastical History, Book III, Chapter XXIV, § 6 ;

‘ ……… Dilaporkan bahwa orang-orang di sana (India) yang mengetahui Kristus, ia (Panaenus) mendapatkan Injil menurut Matius, ……………, dan meninggalkan tulisan Matius dalam bahasa Ibrani bersama mereka.’

Pantaenus was one of these, and is said to have gone to India. It is reported that among persons there who knew of Christ, he found the Gospel according to Matthew, which had anticipated his own arrival. For Bartholomew, one of the apostles, had preached to them, and left with them the writing of Matthew in the Hebrew language, which they had preserved till that time.

www.ccel.org/fathers2/...43_1408041

Eusebius, Ecclesiastical History, Book V, Chapter X, § 3: 160.

‘Dari keempat Injil, …….., saya belajar menurut tradisi bahwa yang pertama ditulis oleh Matius, seorang pencetak sekali, …….., dan ini dipersiapkan untuk para orang yang bertobat dari Judais, dan dicetak dalam bahasa Ibrani’

‘Among the four Gospels,213 which are the only indisputable ones in the Church of God under heaven, I have learned by tradition that the first was written by Matthew, who was once a publican, but afterwards an apostle of Jesus Christ, and it was prepared for the converts from Judaism, and published in the Hebrew language.214

www.ccel.org/fathers2/...83_1835008
Eusebius, Ecclesiastical History, Book VI, Chapter XXV, § 4 (quoting Origen)

‘Matius menyusun Injil Kristus pertama kali dicetak di Yudea dalam (bahasa) Ibrani, ………., tetapi kemudian diterjemahkan ke dalam (bahasa) Yunani meskipun oleh pengarang yang tidak diketahui. (Injil) Ibrani itu sendiri telah dipelihara hingga kini di …….., Saya juga telah mendapat kesempatan memiliki bagian yang dilukiskan kepada saya………. . Dalam hal ini dicatat bahwa di mana saja penginjil itu, apakah bertanggung jawab sebagai dirinya sendiri atau sebagai utusan Tuhan (Y’Shua) Juruselamat mengacu kesaksian dari Perjanjian Lama, ia tidak mengikuti otoritas dari para penterjemah Septuaginta, melainkan Ibrani (Tenakh).’

Matthew, also called Levi, apostle and aforetimes publican, composed a gospel of Christ at first published in Judea in Hebrew for the sake of those of the circumcision who believed, but this was afterwards translated into Greek though by what author is uncertain. The Hebrew itself has been preserved until the present day in the library at Caesarea which Pamphilus so diligently gathered. I have also had the opportunity of having the volume described to me by the Nazarenes of Beroea, a city of Syria, who use it. In this it is to be noted that wherever the Evangelist, whether on his own account or in the person of our Lord the Saviour quotes the testimony of the Old Testament he does not follow the authority of the translators of the Septuagint but the Hebrew. Wherefore these two forms exist ‘Out of Egypt have I called my son,’ and ‘for he shall be called a Nazarene.’

www.ccel.org/fathers2/...86_1823364

Catatan dari Pdt Budi Asali: Kelihatannya Kristian Sugiyarto yang bergelar Ph. D. ini tidak bisa bahasa Inggris. Ia menterjemahkan kata-kata bahasa Inggris ‘who was once a publican’ sebagai ‘seorang pencetak sekali’ (lihat bagian yang saya beri garis bawah ganda). Padahal arti kata itu adalah ‘yang dulunya / yang pernah menjadi seorang pemungut cukai’!

(d) Jerome

Jerome, Lives of Illustrious Men, Chapter III

“ ……. Bartolomeus, salah satu dari keduabelas rasul telah memberitakan kedatangan Tuhan Yesus menurut Injil Matius, dan sekembalinya ke Aleksandria ia membawa ini bersamanya tertulis dalam huruf-huruf Ibrani.”

Pantaenus, a philosopher of the stoic school, according to some old Alexandrian custom, where, from the time of Mark the evangelist the ecclesiastics were always doctors, was of so great prudence and erudition both in scripture and secular literature that, on the request of the legates of that nation, he was sent to India by Demetrius bishop of Alexandria, where he found that Bartholomew, one of the twelve apostles, had preached the advent of the Lord Jesus according to the gospel of Matthew, and on his return to Alexandria he brought this with him written in Hebrew characters.

Jerome, Lives of Illustrious Men, Chapter XXXVI

“Dalam Injil menurut Ibrani, yang ditulis dalam bahasa Chaldee dan Siria, tetapi dalam huruf-huruf Ibrani, dan digunakan oleh para Nazaren hingga hari ini (Saya maksudkan Injil menurut para Rasul, atau sebagaimana umumnya dipertahankan, Injil menurut Matius, satu copy-nya ada di Perpustakaan Caesarea)

In the Gospel according to the Hebrews, which is written in the Chaldee and Syrian language, but in Hebrew characters, and is used by the Nazarenes to this day (I mean the Gospel according to the Apostles, or, as is generally maintained, the Gospel according to Matthew, a copy of which is in the library at Caesarea), we find, "Behold, the mother of our Lord and His brethren said to Him, John Baptist baptizes for the remission of sins; let us go and be baptized by him. But He said to them, what sin have I committed that I should go and be baptized by him?

www.ccel.org/fathers2/...57_2507136

Jerome, Against the Pelagians, Book III, § 2

... I am now speaking of the New Testament. This was undoubtedly composed in Greek, with the exception of the work of Matthew the Apostle, who was the first to commit to writing the Gospel of Christ, and who published his work in Judaea in Hebrew characters.... I therefore promise in this short Preface the four Gospels only, which are to be taken in the following order, Matthew, Mark, Luke, John, as they have been revised by a comparison of the Greek manuscripts....

Jerome, Preface to the Vulgate Version of the New Testament {Here it appears that Jerome, (circa 383) had to work with the Greek copy of Matthew.}

The first evangelist is Matthew, the publican, who was surnamed Levi. He published his Gospel in Judaea in the Hebrew language, chiefly for the sake of Jewish believers in Christ, who adhered in vain to the shadow of the law, although the substance of the Gospel had come....

Matthew was the first in Judea to compose the gospel of Christ in Hebrew letters and words ….. Who it was that later translated it into Greek is no longer known with certainty. (De Viris Inlustribus 3)

2. Berikut saya tampilkan berbagai komentar terkait dari ‘para Bapak Gereja’

www.earlychristianwrit...s-ogg.html

Early Christian Writings

The Gospel of the Nazoreans

The following selection is excerpted from Ron Cameron's The Other Gospels: Non-Canonical Gospel Texts (Philadelphia: The Westminster Press, 1982), pp. 99-102. Philipp Vielhauer and George Ogg of New Testament Apocrypha originally made the translation. 

(1) To these (citations in which Matthew follows not the Septuagint but the Hebrew original text) belong the two: ‘Out of Egypt have I called my son’ and ‘For he shall be called a Nazaraean.’ (Jerome, De viris inlustribus 3)

(2) In the so-called Gospel according to the Hebrews instead of ‘essential to existence’ I found ‘mahar,’ which means ‘of tomorrow, so that the sense is: ‘Our bread of tomorrow’ - that is, of the future - ‘give us this day.’ (Jerome, Commentary on Matthew 1 [on Matthew 6:11])

(3) In the Gospel which the Nazarenes and the Ebionites use, which we have recently translated out of Hebrew into Greek, and which is called by most people the authentic (Gospel) of Matthew, the man who had the withered hand is described as a mason who pleaded for help in the following words: ‘I was a mason and earned (my) livelihood with (my) hands; I beseech thee, Jesus, to restore me to my health that I may not with ignominy have to beg for my bread.’ (Jerome, Commentary on Matthew 2 [on Matthew 12:13])

(4) But since the Gospel (written) in Hebrew characters which has come into our hands enters the threat not against the man who had hid (the talent), but against him who had lived dissolutely - for he (the master) had three servants: one who squandered his master's substance with harlots and flute-girls, one who multiplied the gain, and one who hid the talent; and accordingly one was accepted (with joy), another merely rebuked, and another cast into prison - I wonder whether in Matthew the threat which is uttered after the word against the man who did nothing may not refer to him, but by epanalepsis to the first who had feasted and drunk with the drunken. (Eusebius, Theophania 22 [on Matthew 25:14-15]) 

(5) Barabbas. . . is interpreted in the so-called Gospel according to the Hebrews as ‘son of their teacher.’ (Jerome, Commentary on Matthew 4 [on Matthew 27:16])

(6) But in the Gospel which is written in Hebrew characters we read not that the veil of the temple was rent, but that the lintel of the temple of wondrous size collapsed. (Jerome, Epistula ad Hedybiam 120.8)”.

Catatan: saya tak merasa perlu untuk menterjemahkan kutipan dari Kristian Sugiyarto ini. Yang penting saudara perhatikan bagian-bagian yang saya garis-bawahi, untuk menunjukkan bahwa seluruh kutipan yang ia berikan hanya berkenaan dengan Injil Matius saja!

Tanggapan Pdt. Budi Asali:

a) Yang dipersoalkan seharusnya adalah bahasa asli dari Perjanjian Baru, bukan hanya dari Injil Matius, tetapi Teguh Hindarto maupun Kristian Sugiyarto membelokkan pembicaraan kepada bahasa asli dari Injil Matius saja.

Ini merupakan hal yang terutama yang harus diperhatikan dari tulisan Kristian Sugiyarto maupun Teguh Hindarto yang mengutip bapak-bapak gereja di atas. Semuanya hanya berbicara tentang Injil Matius.

Khususnya perhatikan kutipan dari Teguh Hindarto di atas. Ia mengutip kata-kata Papias, yang hanya membicarakan ‘Matius’, tetapi ia tahu-tahu lalu memberikan kesimpulan tentang ‘para rasul’! Ini kelihatannya mau membohongi orang!

Perlu diketahui bahwa dalam persoalan Injil Matius, memang ada perdebatan di antara para penafsir berkenaan dengan apakah Matius ditulis dengan bahasa asli Ibrani / Aram atau Yunani.

Encyclopedia Britannica 2007 (dengan topik ‘Matthew, Gospel according to’):

“The Gospel was composed in Greek, ... There has, however, been extended discussion about the possibility of an earlier version in Aramaic” (= Injil ini disusun dalam bahasa Yunani, ... Tetapi ada diskusi yang panjang / luas tentang kemungkinan tentang suatu versi yang lebih awal dalam bahasa Aram).


Tetapi saya sendiri, setelah membaca banyak buku tafsiran berkenaan dengan hal itu, saya sendiri menyimpulkan bahwa Matius ditulis dengan bahasa Yunani, bukan bahasa Ibrani.

Bukti dari Kitab Suci yang membuktikan bahwa bahasa asli Injil Matius bukanlah bahasa Ibrani, adalah:

1. Munculnya beberapa kata Ibrani yang diterjemahkan. Contoh:

a. Mat 1:23 - “‘Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel’ - yang berarti: Allah menyertai kita”.

Kalau memang bahasa aslinya adalah bahasa Ibrani, maka jelas bahwa tak perlu kata Ibrani ‘Imanuel’ itu diterjemahkan.

Juga, perlu diketahui bahwa dalam ayat ini Matius mengutip dari Yes 7:14.

Yes 7:14 - “Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel”.

Mengapa dalam Yesaya kata ‘Imanuel’ tidak diberi terjemahan, sedangkan dalam Mat 1:23, Matius memberikan terjemahannya? Karena Yesaya menulis dalam bahasa Ibrani, sehingga merupakan sesuatu yang tidak masuk akal untuk menterjemahkan suatu istilah bahasa Ibrani ke dalam bahasa Ibrani. Tetapi karena Matius menulis dalam bahasa Yunani, maka ia bisa memberikan terjemahan pada saat ia menggunakan kata bahasa Ibrani.

b. Mat 27:33 - “Maka sampailah mereka di suatu tempat yang bernama Golgota, artinya: Tempat Tengkorak”.

Catatan: Memang ada pertentangan apakah kata ‘Golgota’ ini berasal dari bahasa Aram ‘GULGALTA / GULGOLTA’ (William Hendriksen) atau dari bahasa Ibrani ‘GOLGOLETH / GULGOLET’ (Adam Clarke, Thomas Whitelaw, F. F. Bruce).

2. Adanya kata ‘IOTA’ dalam Mat 5:18 - “Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi”.

IOTA adalah huruf ke 9 dalam abjad Yunani, dan seandainya Matius memang menulis dalam bahasa Ibrani ia tidak akan menuliskan IOTA tetapi YOD (huruf ke 10 dari abjad Ibrani). Ini akan saya jelaskan dengan lebih terperinci di bawah.

Kalau demikian, bagaimana dengan kutipan-kutipan Kristian Sugiyarto yang banyak di atas? Apakah bapa-bapa gereja, yang mengatakan bahwa Injil Matius asli ada dalam bahasa Ibrani, salah semua? Ya, saya berpendapat mereka semua memang salah. Jamieson, Fausset & Brown, dalam Introduction dari Injil Matius, mengatakan bahwa sekalipun kelihatannya ada banyak kesaksian dari banyak bapa-bapa gereja, tetapi ada alasan yang kuat untuk mencurigai bahwa sebetulnya hanya ada satu kesaksian, yaitu dari Papias, dan yang lain mengambilnya dari Papias.

Catatan: Papias adalah bapa gereja tertua dibandingkan semua yang lain dalam kutipan Kristian Sugiyarto di atas.

Saya akan memberikan kutipan dari Pulpit Commentary yang menunjukkan bagaimana terjadinya kesalahan ini.

Pulpit Commentary: “The third is that the belief in a Hebrew original is nothing more than a mistake. Papias and later authors knew personally and for a fact only the First Gospel in its present form, and considered that St. Matthew was the author of it, but they knew also that there was a Hebrew Gospel in existence, and that this was, rightly or wrongly, reported to be written by St. Matthew. They assumed the accuracy of the report, and supposed that it must have been the original form of the First Gospel. But their assumption was mistaken. If so, it is natural for us to go a step further, and identify this Hebrew Gospel with the ‘Gospel according to the Hebrews,’ so that the mistake of Papias and the others will be practically identical with that of Epiphanius and Jerome. It must be observed, however, that of the writers quoted above, Origen and Eusebius were well acquainted with the ‘Gospel according to the Hebrews,’ and that they did not think of identifying this with the original of Matthew. Further, it is clear that they had never seen the Hebrew original of the First Gospel, notwithstanding that they fully believed that it once existed. They may, therefore, have been only reproducing the Church’s opinion of their time, without any independent reasons for their belief. This third solution is certainly the most free from difficulties” (= Yang ketiga adalah bahwa kepercayaan pada suatu naskah asli bahasa Ibrani adalah tidak lebih dari suatu kesalahan. Papias dan pengarang-pengarang / penulis-penulis belakangan tahu secara pribadi dan sebagai suatu fakta hanya Injil Pertama ini dalam bentuknya yang sekarang, dan menganggap bahwa Santo Matius adalah pengarangnya, tetapi mereka juga mengetahui bahwa pada saat itu ada suatu Injil Ibrani, dan ini, secara salah atau benar, dilaporkan telah dituliskan oleh Santo Matius. Mereka menganggap laporan itu akurat, dan menduga bahwa itu adalah bentuk orisinil dari Injil Pertama. Tetapi asumsi mereka salah. Jika demikian, adalah wajar / alamiah bagi kita untuk maju selangkah lagi, dan mengidentifikasi Injil Ibrani ini dengan ‘Injil menurut orang-orang Ibrani’, sehingga kesalahan dari Papias dan yang lain-lain secara praktis akan sama dengan kesalahan dari Epiphanius dan Jerome. Tetapi harus diperhatikan bahwa dari penulis-penulis yang dikutip di atas, Origen dan Eusebius sangat akrab dengan ‘Injil menurut orang-orang Ibrani’, dan bahwa mereka tidak berpikir untuk mengidentikkan ini dengan naskah orisinil dari Matius. Selanjutnya, adalah jelas bahwa mereka tidak pernah melihat naskah orisinil bahasa Ibrani dari Injil Pertama, sekalipun mereka sepenuhnya percaya bahwa naskah itu pernah ada. Karena itu, mereka mungkin hanya meniru pandangan Gereja dari jaman mereka, tanpa alasan-alasan independen apapun untuk kepercayaan mereka. Solusi ketiga ini pastilah adalah solusi yang paling bebas dari kesukaran-kesukaran) - ‘Introduction to the Gospel according to St. Matthew’, hal xvii-xviii.

Singkatnya, Pulpit Commentary mengatakan bahwa pada saat itu selain Injil Matius yang sebenarnya, ada Injil Ibrani yang beredar, dan dilaporkan bahwa Injil Ibrani itu ditulis oleh Matius. Bapa-bapa gereja itu mempercayai laporan itu, padahal laporan itu sebetulnya salah. Pulpit Commentary juga mengatakan bahwa Origen dan Eusebius tahu tentang Injil Ibrani itu, dan tidak menyamakannya dengan Injil Matius. Dan hal penting yang lain adalah: tak ada dari mereka yang pernah melihat Injil Matius asli dalam bahasa Ibrani, sekalipun mereka percaya akan hal itu!

Sebetulnya, berkenaan dengan persoalan yang sedang kita bahas ini (harus menggunakan nama Yahweh atau tidak), maka pertanyaan apakah Matius aslinya ditulis dalam bahasa Ibrani, Aram atau Yunani tidaklah terlalu penting. Mengapa? Karena seandainya Matius memang ditulis dalam bahasa asli bahasa Ibrani, tetap ada sisa Perjanjian Baru sebanyak 26 kitab, yang tidak diperdebatkan bahasa aslinya. Semua penafsir / ahli theologia, kecuali dari kalangan Yahweh-isme yang memang merupakan ahli-ahli palsu, mempercayai bahwa bahasa asli dari kitab-kitab ini adalah bahasa Yunani. Dan ini yang akan saya bahas dalam point kedua di bawah ini.

b) Bagaimana dengan Markus - Wahyu?

Saya ingin ingatkan bahwa kutipan yang sangat banyak dari Kristian Sugiyarto di atas, semuanya berkenaan dengan Injil Matius, dan sama sekali tidak dengan seluruh Perjanjian Baru. Jadi, seandainya kutipan-kutipan itu memang benar, paling-paling Kristian Sugiyarto hanya bisa membuktikan bahwa hanya Injil Matius yang asli yang ada dalam bahasa Ibrani.

Tetapi ia tidak bisa memberikan bukti dari tulisan bapa-bapa gereja manapun bahwa Markus - Wahyu juga mempunyai bahasa asli bahasa Ibrani. Bahkan dalam membicarakan seluruh Perjanjian Baru (selain Injil Matius), kutipan Kristian Sugiyarto dari Jerome secara explicit mengatakan bahwa itu ada dalam bahasa Yunani (perhatikan kutipan dari Kristian Sugiyarto yang saya letakkan dalam kotak, dan khususnya yang saya beri garis bawah ganda)!

Untuk jelasnya saya kutip ulang bagian yang saya maksudkan dari kutipan Kristian Sugiyarto di atas itu.

Jerome, Against the Pelagians, Book III, § 2

... I am now speaking of the New Testament. This was undoubtedly composed in Greek, with the exception of the work of Matthew the Apostle, who was the first to commit to writing the Gospel of Christ, and who published his work in Judaea in Hebrew characters. 

Terjemahannya: “Sekarang aku berbicara tentang Perjanjian Baru. Ini secara tak diragukan disusun dalam bahasa Yunani, dengan perkecualian pekerjaan dari Rasul Matius, yang adalah yang pertama menuliskan Injil Kristus, dan yang menerbitkan pekerjaannya di Yudea dalam karakter / huruf Ibrani”.

Dan pembuktian bahwa Injil Matius yang asli ditulis dalam bahasa Ibrani ini sama sekali tidak ada gunanya dalam mempertahankan pandangan kelompok Yahweh-isme ini, karena kalau Markus - Wahyu ditulis dengan bahasa asli bahasa Yunani, tetap saja dalam 26 kitab ini ada banyak pengutipan ayat-ayat Perjanjian Lama yang menggunakan nama YHWH, dan semuanya diubah, atau menjadi KURIOS (= Lord / Tuhan), atau menjadi THEOS (= God / Allah)! Dan ini memberikan otoritas ilahi untuk mengubah YHWH menjadi LORD / TUHAN atau GOD / ALLAH!

Saya ingin ingatkan bahwa saya tidak menolak penggunaan nama ‘YAHWEH’ tetapi saya menolak pengharusan penggunaan nama itu, dan juga saya menolak kalau perubahan YAHWEH menjadi TUHAN / ALLAH itu disalahkan.

Jadi, saya hanya membutuhkan satu bukti saja dari Perjanjian Baru, bahwa ada ayat Perjanjian Baru, yang pada waktu mengutip ayat Perjanjian Lama yang menggunakan nama YAHWEH, lalu mengubahnya menjadi KURIOS (= Tuhan).

Dan kalaupun argumentasi mereka di atas, bahwa Paulus tak bisa berbahasa Yunani, tetap masih ada banyak kitab-kitab lain dalam Perjanjian Baru, yang tak bisa mereka buktikan bahwa bahasa aslinya adalah bahasa Ibrani.

Untuk itu, maka mari kita sekarang menyoroti penulis lain dari Perjanjian Baru, yaitu Lukas. Mengapa saya menyoroti Injil Lukas? Karena menurut saya, ini adalah salah satu kitab yang paling mustahil menggunakan bahasa asli bahasa Ibrani. Mengapa?

1. Karena Lukas adalah penulis dari Injil Lukas dan Kitab Kisah Rasul dan ia adalah seorang Yunani, bukan Yahudi. Ia adalah satu-satunya penulis Perjanjian Baru yang bukan orang Yahudi!

Bahwa Lukas bukan orang Yahudi terlihat dari Kol 4:10-14 - “(10) Salam kepada kamu dari Aristarkhus, temanku sepenjara dan dari Markus, kemenakan Barnabas - tentang dia kamu telah menerima pesan; terimalah dia, apabila dia datang kepadamu - (11) dan dari Yesus, yang dinamai Yustus. Hanya ketiga orang ini dari antara mereka yang bersunat yang menjadi temanku sekerja untuk Kerajaan Allah; mereka itu telah menjadi penghibur bagiku. (12) Salam dari Epafras kepada kamu; ia seorang dari antaramu, hamba Kristus Yesus, yang selalu bergumul dalam doanya untuk kamu, supaya kamu berdiri teguh, sebagai orang-orang yang dewasa dan yang berkeyakinan penuh dengan segala hal yang dikehendaki Allah. (13) Sebab aku dapat memberi kesaksian tentang dia, bahwa ia sangat bersusah payah untuk kamu dan untuk mereka yang di Laodikia dan Hierapolis. (14) Salam kepadamu dari tabib Lukas yang kekasih dan dari Demas”.

Dalam text di atas ini Paulus mengatakan hanya 3 orang, yaitu Aristarkhus, Markus, dan Yesus / Yustus, yang adalah orang-orang bersunat (= orang-orang Yahudi) yang menyertai dia. Jadi jelas bahwa 3 yang terakhir, yaitu Epafras, Lukas, dan Demas, bukanlah orang-orang bersunat / orang-orang Yahudi. Jadi, jelas bahwa Lukas bukanlah orang Yahudi!

2. Juga Lukas menulis kepada Theofilus (Luk 1:1 Kis 1:1).

Lukas 1:1 - “Teofilus yang mulia, Banyak orang telah berusaha menyusun suatu berita tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di antara kita”.

Kis 1:1 - “Hai Teofilus, dalam bukuku yang pertama aku menulis tentang segala sesuatu yang dikerjakan dan diajarkan Yesus”.

Bisa dipastikan bahwa Theofilus adalah seorang Yunani, karena namanya merupakan nama Yunani. Bagaimana mungkin Lukas, yang bukan orang Yahudi, bisa menulis kitabnya kepada seorang Yunani, dalam bahasa Ibrani?

3. Bukti-bukti lain bahwa Injil Lukas ditulis dalam bahasa Yunani terlihat dari fakta tentang adanya ayat-ayat yang menggunakan istilah-istilah Yahudi / Ibrani, yang tidak perlu dijelaskan, seandainya Lukas menulis dalam bahasa Ibrani kepada orang-orang Yahudi, yang mengerti bahasa Ibrani.

Contoh:

· Lukas 22:1 - “Hari raya Roti Tidak Beragi, yang disebut Paskah, sudah dekat”.

· Lukas 23:51 - “Ia tidak setuju dengan putusan dan tindakan Majelis itu. Ia berasal dari Arimatea, sebuah kota Yahudi dan ia menanti-nantikan Kerajaan Allah”.

· Kis 4:36 - “Demikian pula dengan Yusuf, yang oleh rasul-rasul disebut Barnabas, artinya anak penghiburan, seorang Lewi dari Siprus”.

· Kis 9:36 - “Di Yope ada seorang murid perempuan bernama Tabita - dalam bahasa Yunani Dorkas. Perempuan itu banyak sekali berbuat baik dan memberi sedekah”.

Dan kalau sudah terbukti bahwa bahasa asli dari Injil Lukas adalah bahasa Yunani, maka sekarang saya cukup memberi satu contoh saja (padahal contohnya ada banyak, dan sudah saya bahas di depan) dimana Lukas mengutip ayat Perjanjian Lama yang menggunakan nama YAHWEH dan mengubahnya menjadi KURIOS.

Ul 6:16 - “Janganlah kamu mencobai TUHAN (Ibrani: YHWH), Allahmu, seperti kamu mencobai Dia di Masa”.

Sekarang perhatikan bagaimana Lukas mengutip Ul 6:16 yang mengandung nama ‘Yahweh’ itu.

Luk 4:12 - “Yesus menjawabnya, kataNya: ‘Ada firman: Jangan engkau mencobai Tuhan (Yunani: KURION), Allahmu!’”.

c) Menurut saya, kalau kita melihat tulisan bapa-bapa gereja, maka justru terbukti bahwa Perjanjian Baru asli ada dalam bahasa Yunani. Mengapa? Karena mereka selalu mengutip dari Perjanjian Baru bahasa Yunani.

Gary Mink (Internet): “The Greek New Testament is the most often quoted ancient book. Many, many, many ancient writers quote from it. These quotations verify its authenticity repeatedly. The Greek New Testament is quoted over 10,000 times by ancient writers” (= Perjanjian Baru bahasa Yunani adalah buku kuno yang paling banyak dikutip. Banyak, banyak, banyak penulis kuno mengutip darinya. Kutipan-kutipan ini membuktikan ke-otentik-annya berulang-ulang. Perjanjian Baru bahasa Yunani dikutip lebih dari 10.000 x oleh penulis-penulis kuno).

Berapa kali mereka mengutip dari Perjanjian Baru bahasa Ibrani? Gary Mink mengatakan 0 (nol), alias tidak ada sama sekali!!!!

Jangan heran dengan bilangan nol ini, karena menurut Walter Martin, Perjanjian Baru baru diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani paling awal pada tahun 1385 M.! Jadi, bagaimana mungkin bapa-bapa gereja pada abad-abad awal mengutip sesuatu yang tidak ada / belum ada pada jaman mereka?

4) Argumentasi lain dari Kristian Sugiyarto untuk menunjukkan bahwa bahasa asli dari Perjanjian Baru adalah bahasa Ibrani adalah: adanya kata-kata Ibrani dalam Perjanjian Baru berbahasa Yunani.

Kristian Sugiyarto: “5. Kata Ibrani dalam PB Yunani. Meskipun kata-kata Ibrani telah diketahui padanannya dalam bahasa Yunani, sungguh mengejutkan jika ternyata selain Aramaik, beberapa tetap dituliskan dalam kata Ibrani namun diikuti artinya dalam bahasa Yunani, misalnya Mesiah (Yoh. 1:41 ; 4:25). Fakta menunjukkan bahwa justru lebih banyak istilah Ibrani muncul dalam PB-Greek ketimbang Aramaik, misalnya, sikera (=strong drink; Luk. 1:15), sabbata (Mat. 12:10), pascha = paskah (Luk. 2:41), Rabbi (= guru; Mat. 23:7,8), levonah (Mat. 2:11), mammon (Luk. 16:9), Wai (Mat. 23:13) Beelzebul (Luk. 11:15), corban (Mark. 7:11), satan (Luk. 10:18), cammon (Mat. 23:23), raca (= empty; Mat. 5:22), moreh (= rebel; Mat. 5:22), bath (= ukuran cairan 8-9 gallon; Luk. 16:6), kor (= ukuran padatan 10 – 12 bushel ; Luk. 16:7), zuneem (= tares; Mat. 13:25), Boanerges (Mark. 3:17), mor (= myrrh; Luk. 7:37), sheekmah (Luk. 17:6), hosanna (Yoh. 12:13), amen sekitar 100 kali. Perlu diingat pula kata Ibrani primitif untuk bapa(k) adalah Ab (konkordansi no.1) yang nampaknya ‘cognate’ dengan Abba yang mungkin berasal dari akar kata Ab (Aramaik konkordansi no. 2). Ephphatha (konkordanssi no 2188 untuk Aramaik) yang artinya ‘terbukalah’ (Mark 7:34) menurut Brown dkk. (Gesenius’ Hebrew-English Lexicon, Oxford, 1958, p. 834) diambil langsung dari (akar kata dalam) Ibrani Bibel phphatha, חתפ, (konkordansi no. 6605) yang berarti ‘buka’, sebagaimana terdapat dalam standar Hebrew-English Lexicon of the Old Testament; selanjutnya Bruce Metzger menyatakan bahwa ‘ephphatha’ dapat dipandang sebagai Ibrani atau Aramaik (The Oxford Companion to the Bible, Oxford University Press, 1993), p. 272.). Bahkan Isaac Rabinowitz lebih tegas menyatakan bahwa tidak ada dasar filologis yang valid untuk meyakini bahwa ephphatha dapat mewakili bentuk Aramaik. ‘The transliteration can, indeed, only represent the Hebrew niphal masculine singular imperative … Ephphatha is certainly Hebrew, not Aramaic’ (‘Ephphatha, Mark 7:34, Certainly Hebrew, not Aramaic’, Journal of Semitic Studies, 1971, 16 , 155.)’ Demikian juga, cumi, atau cum, (Mark 5:41) yang artinya “bangkitlah, berdirilah” adalah kata Ibrani yang diucapkan Yesus untuk membangkitkan anak Yairus yang mati. Kata ini berasal langsung dari Alkitab PL Ibrani םוק, ‘cum’ (konkordansi no. 6965 untuk Ibrani dan no. 6966 untuk Aramaik); dalam Ibrani modern saat ini kata tersebut juga berati ‘bangunlah’ (Reuben Grossman and Moses Segal, Compendious Hebrew-English Dictionary (Tel Aviv, Dvir Publishing House, 1952, in. loc.. The Oxford-English Hebrew Dictionary, Oxford University Press, 1996, p. 366) Contoh lain adalah perkataan Y’Shua di kayu Salib: ‘Eli, Eli, lama sabakthani’ (Mat. 27:46) atau ‘Eloi, Eloi, lama sabakthani’ ( Mark 15:34). Ini menunjukkan bahwa Y’Shua benar-benar berkata-kata dalam bahasa Ibrani, yang kemudian disertakan artinya dalam bahasa Yunani oleh para penyalin PB Greek. Meskipun penyalin Kitab Matius vs Markus berbeda dalam menuliskan kata ‘Eli vs Eloi’, para pendengarnya ternyata mendengar suara yang sama yakni dikatakan bahwa Y’Shua memanggil nabi Eliyah, bahkan menunggu-nunggu apakah Eliyah akan datang menyelamatkan-Nya. Jadi pastilah Dia menyebut salah satu dari keduanya, Eli ataukah Eloi; mana yang paling tepat? ‘Eli’ dalam penuturan Ibrani dapat berarti 2 macam: (1) my El, dan inilah yang paling mungkin diucapkan Y’Shua sesuai dengan sebutan-Nya sebagai ImmanuEl (artinya El beserta kita), dan (2) panggilan singkat bagi nama nabi Eli-Yah (Eliyah artinya Yahweh my El), dan inilah yang didengar oleh para saksi saat-saat akhir kematian Y’Shua. Ini sangat logis sebab hanya pengikut-pengikut Y’Shua sajalah yang percaya bahwa Dia memang berasal dari El (ImmanuEl), tetapi sebaliknya para saksi bukan pengikut-Nya itupun sangat familiar akan nama besar nabi Eliyah. Sementara itu ‘Eloi’ menurut konkordansi Strong adalah bahasa Aramaik yang hanya satu kemungkinan arti yaitu ‘My El’ (meskipun ada pendapat bahwa sesungguhnya juga kata Ibrani dengan dialek lain). Jadi jika Y’Shua mengucapkan ‘Eloi’, hampir pasti para pendengarnya sulit menghubungkannya dengan nama nabi Eliyah, dan dengan demikian ucapan Y’Shua tentulah ‘Eli, Eli’ sebagaimana direkam oleh Matius, namun ditulis oleh (penyalin) Markus dalam bahasa Aramaik (atau mungkin dialek lain) menjadi ‘Eloi, Eloi’. Kata ‘lama’ bisa Ibrani maupun Aramaik, demikian juga ‘sabak’ bukan saja Aramaik melainkan juga Ibrani Misnahik”.

Tanggapan Pdt. Budi Asali:

Dalam bagian ini kelihatannya Kristian Sugiyarto dengan susah payah mau membuktikan bahwa bahasa Ibrani itu masih hidup terus, dan dipakai terus, bahkan oleh Yesus dan penulis-penulis Perjanjian Baru. Tetapi saya menganggap bahwa apa yang ia jadikan senjata ini justru menjadi seperti boomerang yang menyerang dirinya sendiri. Adanya kata-kata Ibrani dalam Perjanjian Baru, yang lalu diberi arti / terjemahannya, membuktikan bahwa bahasa asli dari Perjanjian Baru adalah bahasa Yunani dan tidak mungkin bahasa Ibrani! Mengapa? Karena kalau bahasa asli dari Perjanjian Baru adalah bahasa Ibrani, pada waktu diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani, maka seluruhnya akan diterjemahkan, dan tidak akan ada ‘sisa’ kata-kata dalam bahasa Ibrani.

Contoh:

Yoh 1:38,41,42 - “(38) Tetapi Yesus menoleh ke belakang. Ia melihat, bahwa mereka mengikut Dia lalu berkata kepada mereka: ‘Apakah yang kamu cari?’ Kata mereka kepadaNya: ‘Rabi (artinya: Guru), di manakah Engkau tinggal?’ ... (41) Andreas mula-mula bertemu dengan Simon, saudaranya, dan ia berkata kepadanya: ‘Kami telah menemukan Mesias (artinya: Kristus).’ (42) Ia membawanya kepada Yesus. Yesus memandang dia dan berkata: ‘Engkau Simon, anak Yohanes, engkau akan dinamakan Kefas (artinya: Petrus).’”.

Kalau bahasa asli dari Perjanjian Baru adalah bahasa Ibrani, maka kata-kata yang saya garis-bawahi itu menjadi bagaimana? ‘Rabi (artinya rabi)’, dan ‘Mesias (artinya Mesias)’? Mungkinkah itu?

5) Argumentasi selanjutnya dari Kristian Sugiyarto untuk menunjukkan bahwa bahasa asli dari Perjanjian Baru adalah bahasa Ibrani adalah: text Yunani dari Perjanjian Baru berbau bahasa Ibrani.

Kristian Sugiyarto: “6. Teks Injil PB Greek itu sendiri (bukti internal). a. Salah satu karakteristik struktur naskah Ibrani adalah pemakaian kata sambung ‘dan’ (baik dalam kalimat maupun antar kalimat atau paragraf) yang ‘sangat berlebihan’ untuk ukuran struktur kalimat non-Ibrani (bahasa Yunani, Inggris maupun Indonesia). Berikut saya demonstrasikan contoh dengan mengacu terjemahan LAI namun saya sisipi tambahan kata ‘dan’ ( kata Yunaninya de = kai) sebagaimana aslinya yang tertulis dalam PL Ibrani maupun PB Greek. (kata-kata yang saya coret bawahnya berikut ini seharusnya ada menurut terjemahan literal, tetapi dihilangkan dalam terjemahan LAI, demikian juga sebagian besar NIV)

Mat. 1:1-6 Inilah silsilah Yesus Kristus, anak Daud, anak Abraham. Abraham memperanakkan Ishak, dan (de) Ishak memperanakkan Yakub, dan (de) Yakub memperanakkan Yehuda dan (kai) saudara-saudaranya. dan (de) Yehuda memperanakkan Peres dan (kai) Zerah dari Tamar, dan (de) Peres memperanakkan Hezron, dan (de) Hezron memperanakkan Aram, dan (de) Aram memperanakkan Aminadab, dan (de) Aminadab memperanakkan Nahason, dan (de) Nahason memperanakkan Salmon, dan (de) Salmon memperanakkan Boas dari Rahab, dan (de) Boas memperanakkan Obed dari Rut, dan (de) Obed memperanakkan Isai, dan (de) Isai memperanakkan Raja Daud. dan (de) Daud memperanakkan …..dst.

Luk. 15: 20-23 (perumpamaan anak hilang) Maka bangkitlah ia dan (kai) pergi kepada bapanya. dan (de) Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu (kai) tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. dan (kai) Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan (kai) mencium dia. dan (de) Kata anak itu kepadanya: Bapa aku telah berdosa terhadap surga dan (kai) terhadap bapa, dan (kai) aku tidak layak lagi disebut anak bapa. Tetapi (de) ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa kemari jubah yang terbaik, dan (kai) pakaikanlah itu kepadanya dan (kai) kenakanlah cincin pada jarinya dan (kai) sepatu pada kakinya. Dan (kai) ambilah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan (kai) marilah kita makan dan bersukacita.

Sebagai pembanding berikut saya tampilkan nats PL-Ibrani:

1Tawr. 1:17-23 Keturuan Sem ialah Elam, dan Asyur, dan Arpakhsad, dan Lud, dan Aram, dan Us, dan Hul, dan Geter dan Mesekh. Dan Arpakhsad memperanakkan Selah, dan Selah memperanakkan Eber. Dan bagi Eber lahir dua anak laki-laki; nama yang seorang ialah Peleg, sebab….., dan nama adiknya ialah Yoktan. Dan Yoktan memperanakkan Almodad, dan Selef, dan Hazar-Mawet, dan Yerah, dan Hadoram, dan Uzal, dan Dikla, dan Ebal, dan Abimael, dan Syeba, dan Ofir, dan Hawila, dan Yobab; itulah semuanya anak-anak Yoktan.

Komentar: Sangat mencengangkan bahwa ‘style’ demikian ini banyak ditemui tidak hanya dalam PL melainkan dalam PB-Greek juga, dan siapa saja bisa mengembangkan untuk meneliti contoh perikop yang lain perihal penggunaan kata ‘dan’, bahkan mulai dari Kejadian. Oleh karena itu sulit dihindari untuk tidak menyatakan bahwa PB-Greek tentulah berasal dari tutur-kata Ibrani, bukan dari tutur kata Yunani.

Sebagai pemimpin Yabina, saya mempersilakan Sdr. Herlianto untuk mencermati karakteristik naskan Ibrani dalam pemakaian kata ‘dan’ tersebut, dan silakan uji kebenarannya dalam Alkitab Interlinear Greek-Hebrew English (IGHE). Saya telah melakukan itu, dan ditemukan bahkan hampir setiap bab dan sebagian besar paragraf didahului kata ‘dan’ (and). Ini bukan pekerjaan yang sulit bahkan sangat mudah dan siapapun dapat mengerjakannya kapan saja. Namun, jika yang dibaca Alkitab terbitan LAI tentu saja tidak akan ditemui (termasuk YHWH). Alkitab NIV menyisakan sebagian, dan jika tidak punya IGHE, periksa saja Alkitab King James Version (Dake’s Annotated Reference Bible).

b. Idiomatik Ibrani. 

Analisis Mat. 5: 17-19 (ay 18 = Luk 16:17), ‘Janganlah kamu menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Torah ……. Aku datang bukan untuk meniadakannya melainkan untuk menggenapinya. ……... , satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Torah, sebelum semuanya terjadi.’

Frase ‘meniadakan melainkan menggenapi Torah’ adalah idiom khas Ibrani saat itu yang sesungguhnya berarti, ‘meniadakan Torah = menginterpretasi dan mengajarkan Torah secara salah’, sedangkan ‘menggenapi Torah = menginterpretasi dan mengajarkan Torah secara benar’.

Demikian juga ‘iota atau satu titik’ artinya ‘paling kecil’. Kata ‘iota’ (Yunani, no. konkordansi Strong 2503) menunjuk pada huruf Ibrani ke 10, yakni seperti koma menggantung ( ’ ) yang dibaca ‘Yowd’ atau ditransilerasi ‘Y’(latin) atau ‘i’ (Yunani), yang memang merupakan huruf paling kecil di antara huruf-huruf Ibrani lainnya. Sedangkan ‘titik’ atau ‘title’ atau ‘horn’ (tanduk) terjemahan dari ‘ker-ah’-yah’ (Yunani, no. konkordansi 2762) menunjuk pada ‘puncak-apex’ suatu huruf ibrani, yang artinya adalah partikel terkecil (posisi ‘horn’ dan yang lainnya dapat dilihat pada alamat berikut):

http://www.hebrew4christians.com/Grammar/Introduction/Why_Hebrew_/why_hebrew_.html.
Dalam banyak huruf Ibrani pada bagian ujung puncaknya terdapat lengkungan mirip tanduk (atau ujung pancing). Yang demikian ini hanya ditemui dalam huruf Ibrani dan tidak akan ditemui dalam huruf Yunani; oleh karena itu Y’Shua boleh dipastikan sedang mengajar perihal kebenaran Torah-nya bangsa Yahudi bagi orang-orang Yahudi dengan idiom khas Yahudi yang hanya bisa dipahami dengan bahasa Ibrani. Akan menjadi ganjil dan bahkan tidak mungkin bermakna sebagaimana seharusnya, jika Y’Shua mengungkapkannya dengan bahasa tutur Yunani.

c. Pengajaran Y’Shua dengan perumpamaan dan analisis beberapa ayat. 

Analisis Luk 24:44, ‘………, yakni bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku (Y’Shua) dalam Kitab Torah Musa, dan Kitab Nabi-Nabi (Neviim), dan Kitab Mazmur (Tehilim).’ Kitab Suci Yahudi yang disebut Tenakh terdiri atas 3 bagian besar dengan susunan urutan: Torah (Pentateuch) - Neviim (Para Nabi) - Ketuvim, berbeda dengan susunan Kitab Perjanjian Lama kita dewasa ini. Tehilim (Mazmur) terdapat dalam bagian terakhir yakni Ketuvim (yang terdepan Mazmur, dan yang terakhir Tawarih). Jadi, nampaknya Y’Shua menyebutkan ‘nubuatan tentang diri-Nya’ sesuai dengan urut-urutan kitab Suci Tenakh yang berbahasa Ibrani, bukan Septuaginta berbahasa Yunani yang berbeda urut-urutannya. Ini suatu indikasi bahwa Y’Shua memakai referensi tutur-kata Ibrani ketimbang Yunani. Hal yang paralel juga ditemui pada Matthew 23:35 (Baca dalam bagian kontroversi ketidakcermatan PB Greek).

Analisis penyangkalan Petrus Mat. 26: 73 ‘Tidak lama kemudian orang-orang yang ada di situ datang kepada Petrus dan berkata: Pasti engkau juga salah seorang dari mereka, itu nyata dari bahasamu.’ (LAI).

‘Surely you are one of them, for your accent gives you away’ (Matthew 26:73b, NIV).

‘Surely you are one of them, for you are a Galilean, and your accent shows it’ (Mark 14:70b, NKJV, and margin).

Jadi jelas bahwa dalam hal ini Petrus menjawab dengan bahasa berdialek tertentu (Galilea), dan ini tidak mungkin dialek Yunani.

For example, the Interpreter’s Dictionary of the Bible tells us, ‘The dialect daily spoken by Jesus and the disciples was Galilean Aramaic, which, as is noted in Matt. 26:73, was recognizably different from the S [southern] dialect spoken in and around Jerusalem. It was in this same Galilean dialect that the Aramaic of the Palestinian Talmud and the older Midrashim was written’ (article ‘Aramaic’, Vol. 1, p. 186). The edition quoted above is copyrighted 1962.

In more recent times, an expanding circle of scholars has rejected this commonly believed notion as erroneous. They are now convinced that the language Jesus used to teach his talmidim – disciples – was Hebrew, not Aramaic.

b. Hasil penelitian Lindsay

Berikut saya sarikan tulisan Brian Knowles (‘Which Language Did Jesus Speak – Aramaic or Hebrew?’) dari alamat:

www.godward.org/Hebrew...hebrew.htm
Prof. David Flusser (Sarjana Yahudi Ortodok dari Universitas Yerusalem), menekuni kehidupan para rabi abad pertama, dan termasuk di dalamnya adalah Yesus. Dalam bukunya ‘Jewish Sources in Early Christianity’, Flusser meyatakan teori yang umum bahwa Markus menulis pertamakalinya dalam bahasa Yunani. Bahasa tutur orang-orang Yahudi pada waktu itu adalah Ibrani, Aramaik, dan untuk tingkatan tertentu dalam bahasa Yunani. Hingga akhir-akhir ini dipercayai oleh banyak sarjana bahwa bahasa tutur para murid Yesus adalah Aramaik. Memang mungkin sekali bahwa Yesus benar-benar menggunakan bahasa Aramaik dari waktu ke waktu, tetapi selama periode itu, Ibrani adalah bahasa harian maupun bahasa studi. Injil Markus berisi sedikit kata-kata Aramaik, dan inilah yang mendistorikan (‘menyesatkan’) para sarjana (Flusser, p. 11).

Salah satu hal yang menguatkan pendapat para sarjana perihal peran bahasa Ibrani pada periode Bait Suci kedua adalah penemuan naskah gulungan laut mati (DSS). Flusser menulis, ‘Saat ini, setelah penemuan naskah DSS Ibrani Ben Sira (Ecclesiasticus) dan surat-surat Bar Kokhba, dan studi lebih lanjut bahasa naskah-naskah kuno Yahudi, telah diterima pandangan bahwa sebagian besar rakyat (Yahudi) lancar dalam berbahasa Ibrani. ……. perumpamaan-perumpamaan dalam Literatur Rabbinik…. disampaikan dalam bahasa Ibrani di dalam semua periode. Tidak ada dasar untuk berasumsi bahwa Yesus tidak berbicara dalam bahasa Ibrani; dan ketika kita diberi tahu bahwa Paul berbicara dalam bahasa Ibrani (Kis. 21:40), kita harus menerima informasi ini seperti yang dinyatakannya’ (Flusser, p. 1).

Membicarakan pengajaran Yesus, Flusser menjelaskan, ‘Ada perkataan Yesus yang dapat diterjemahkan baik dengan Ibrani maupun Aramaik; tetapi ada beberapa yang hanya dapat diterjemahkan ke dalam Ibrani, dan tidak ada satu pun yang hanya dapat diterjemahkan ke dalam Aramaik. Oleh karena itu seseorang dapat mendemonstrasikan asal-usul Injil Ibrani dengan menerjemahkan balik (Injil Yunani) ke dalam bahasa Ibrani (Flusser, p. 11).

Dalam penelitiannya, Dr. Robert Lindsey berhubungan sangat dekat dengan Prof. Flusser. Ia mulai ambisinya yang kuat dalam projek penerjemahan PB-Yunani ke dalam bahasa Ibrani untuk mengidentifikasi asal-usulya. Cerita silsilah Yesus pada awal Kitab Matius menunjukkan hasil yang mencengangkan, bahwa Matius membangun ceritanya dengan tipikal pola Ibrani (lihat butir 6 di atas), meskipun naskah yang kita miliki adalah dalam bahasa Yunani. Lindsey melanjutkan terjemahannya terus ke dalam bahasa Ibrani ternyata dihasilkan struktur kata-kalimat Ibrani yang sempurna seperti naskah Ibrani.

Ketika membandingkan antara Kitab Markus dengan Kitab Matius dan Lukas, Ia mulai menyadari adanya sesuatu yang menghantui (spooky) terjadi. Sintak bahasa Yunani yang digunakan (PB-Yunani) ternyata bukanlah bahasa Yunani yang baik, tetapi sintak ucapannya itu sempurna (excellent) untuk Ibrani. Ini suatu misteri yang perlu dicari penyelesaiannya.

Akhirnya disimpulkan bahwa ‘behind the Greek originals there had been a Hebrew undertext.’

Komentar: Untuk menguji keakuratan (ke)simpulan tersebut, siapa saja bisa mencobanya kapan saja dengan syarat minimal cakap dalam kedua bahasa Ibrani dan Yunani. Namun jika tidak, salah satunya cara adalah cukup dengan bahasa Inggris saja kemudian membaca terjemahan literal, kata-demi kata yang dapat dibaca dari KJV-Dake’s Annotated Ref. Bible dengan mengidentifikasi (1) penggunaan kata sambung ‘dan / and’ yang sangat berlebihan, dan (2) penggunaan kata kerja pada awal-awal kalimat; struktur kalimat Ibrani biasa ditemui dengan dimulai dengan kata kerja (bukan subjek).”.

Tanggapan Pdt. Budi Asali:

a) Tak ada yang aneh kalau bahasa Yunani yang digunakan oleh penulis-penulis Perjanjian Baru berbau bahasa Ibrani, karena memang bahasa Yunani yang digunakan pada saat itu adalah Hebraic Greek atau Jewish Greek.

Mungkin ini sama seperti kalau orang Indonesia menggunakan bahasa Inggris, maka Inggrisnya adalah Inggris Jowo! Dan kalau orang Amerika menggunakan bahasa Inggris, maka bahasanya adalah American English, yang seringkali berbeda dengan British English.

The International Standard Bible Encyclopedia (dengan topik ‘language of the New Testament’): “it was Hebraic Greek, a special variety, if not dialect, of Biblical Greek. ... Winer (Winer-Thayer, 20) had long ago seen that the vernacular koine was ‘the special foundation of the diction of the New Testament,’ though he still admitted ‘a Jewish-Greek, which native Greeks did not entirely understand’ (p. 27)” [= itu adalah bahasa Yunani yang bersifat Ibrani, suatu jenis khusus, jika bukannya suatu dialek, dari bahasa Yunani Alkitab. ... Winer (Winer-Thayer, 20) sejak lama telah melihat bahwa bahasa Koine daerah adalah ‘fondasi khusus dari gaya menulis Perjanjian Baru’, sekalipun ia tetap mengakui ‘suatu bahasa Yunani yang bersifat Yahudi, yang orang-orang asli Yunani tidak sepenuhnya mengerti’ (hal 27)] - dari PC Study Bible 5.

Lihat F. F. Bruce, ‘The New Testament Documents: Are They Reliable?’, hal 37,38,42,43.

Contoh:

1. Dari kata-kata bahasa Inggris yang digunakan oleh Kristian Sugiyarto sendiri (ini wong Jowo / orang Jawa yang menggunakan bahasa Inggris!).

a. Kutipan pertama.

Kristian Sugiyarto: “Saya memang bersikeras bahwa Nama Yahweh itu tidak bisa diganti, dan sebaliknya Anda juga bersikeras bahwa Nama Yahweh bisa diganti. Sama-sama keras kan! ... Menurut pemahaman umum, pribadi yang berhak memberi / mengganti nama adalah pribadi yang mempunyai authority. ... Mereka yang memberi atau mengganti nama ini mempunyai wewenang terhadap oknum yang diberi / diganti nama. Anda (dan kelompok sejenis) bertindak justru mengganti nama Yahweh menjadi LORD, GOD, TUHAN, ALLAH, dst. When and how did you get the such authority to do so? ... Menurut saya ini adalah tindakan sangat-sangat lancang”.

b. Kutipan kedua.

Kristian Sugiyarto: “Ketika Yahshua (Yesus) pada hari Sabat di Sinagoge membaca Kitab Yes.61:1-2 sebagaimana dikisahkan pada Luk. 4:18-19, kitab berbahasa apa yang dibaca oleh Yesus? Ibrani bukan? Kedua ayat ini menulis Adonai YHWH 1 kali dan YHWH 2 kali; jika YHWH dibaca Adonai apakah akan ada yang terbaca Adonai Adonai?. Selain itu berarti nama ini ‘no meaning in term of nothing to do with the name of the Son Yahshua’. Thus, Yahshua should read Yahweh (instead of Adonai), sebab pada saat itulah Ia memproklamasikan bahwa diri-Nya diurapi oleh Yahweh sebagai Mesias (ay 21)”.

Kristian Sugiyarto ini punya gelar Ph. D., jadi mestinya bisa berbahasa Inggris. Tetapi perhatikan kedua bagian yang saya garis-bawahi. Itu bahasa Inggris apa? Inggris Jowo?

Dalam kutipan pertama, menurut saya, kata ‘the’ atau kata ‘such’ pada bagian yang saya garis-bawahi, harus dibuang, karena kalau keduanya digunakan, maka kalimatnya jadi aneh.

Dan pada kutipan kedua, saya tidak tahu bagaimana harus membetulkan kata-kata bahasa Inggris yang kacau tersebut.

Tetapi biarpun bahasa Inggrisnya aneh, itu tetap bahasa Inggris, bukan? Ia bukannya menulis dalam bahasa Indonesia / Jawa, yang lalu diterjemahkan ke Inggris! Jadi kesimpulannya, bahasa Inggris yang ‘aneh’ tidak berarti bahwa itu mesti merupakan hasil terjemahan dari bahasa lain.

2. Dari bahasa Inggris yang digunakan oleh John Owen.

Ada seorang ahli theologia Reformed yang berasal dari Inggris, namanya John Owen (1616-1683). Ia adalah orang yang jenius, masuk College / perguruan tinggi pada usia 12 tahun! Sebagai orang Inggris, maka bahasa aslinya / bahasa ibunya adalah bahasa Inggris. Tetapi pada jamannya bahasa theologia banyak menggunakan bahasa Latin. Dan dosen saya mengatakan bahwa John Owen mempelajari dan menguasai bahasa Latin sedemikian rupa, sehingga ia tidak lagi berpikir dalam bahasa Inggris, tetapi dalam bahasa Latin. Tetapi pada waktu ia menuliskan buku-bukunya, ia menulis dalam bahasa Inggris. Apa yang terjadi? Segala macam keanehan, khususnya dalam hal pengalimatan, sehingga orang Amerikapun sukar mengerti bukunya, bukan hanya karena theologianya yang sangat mendalam, tetapi khususnya karena bahasanya, yang adalah bahasa Inggris yang berbau Latin.

3. Dari bahasa Inggris yang digunakan oleh orang-orang Amerika (USA).

Orang-orang Amerika tidak terlalu peduli gramatika, sehingga mereka sering sekali menggunakan kata-kata / ungkapan yang sangat salah kalau ditinjau dari sudut gramatika bahasa Inggris. Misalnya:

a. Kalau saudara melihat di film-film, mereka sering berkata ‘Long time no see’ (= lama tak jumpa). Ini bahasa Inggris apa?

b. Mereka sering berkata ‘He don’t ...’, padahal anak yang baru belajar bahasa Inggrispun tahu kalau seharusnya ‘He doesn’t ...’.

c. Mereka sering menggunakan double negatives, seperti ‘I didn’t see nothing’, padahal lagi-lagi orang yang baru belajar bahasa Inggris pasti tahu bahwa seharusnya adalah ‘I saw nothing’ atau ‘I didn’t see anything’.

Contoh-contoh ini menunjukkan penggunaan bahasa Inggris yang salah, yang mungkin sekali tidak bakal dijumpai dalam kalangan orang-orang yang betul-betul menggunakan British English di negara Inggris sendiri. Tetapi apakah karena ada kesalahan / keanehan, itu lalu tidak bisa dianggap sebagai bahasa Inggris dan harus dianggap sebagai terjemahan dari bahasa lain? Tentu saja tidak, itulah American English!

Jadi, bau Ibrani dalam bahasa Yunani yang digunakan oleh Perjanjian Baru tidak berarti bahwa sebetulnya bahasa asli Perjanjian Baru adalah Ibrani, dan lalu diterjemahkan ke Yunani. Itu omong kosong dari orang-orang yang tak pernah belajar!

b) Kemungkinan lain, adalah bahwa dalam persoalan kebiasaan menggunakan kata ‘dan’ yang dikatakan berlebihan ini, bahasa Yunani mempunyai kebiasaan yang sama dengan bahasa Ibrani.

Karena itu, dalam penterjemahan, kata Yunani KAI / DE bisa dihapuskan. Dengan kata lain, kata itu tidak diterjemahkan tetapi dibuang begitu saja (Lihat Bible Works 7 tentang kata Yunani KAI maupun DE).

Merupakan sesuatu yang aneh bahwa terjemahan-terjemahan dalam bahasa-bahasa lain, seperti Inggris dan juga Indonesia, tidak digunakan kata ‘dan’ yang berlebihan itu, tetapi kata yang berlebihan itu dibuang / dihapuskan. Ini terjemahan yang ‘waras’! Lalu mengapa LXX / Septuaginta menterjemahkan ‘secara tidak waras’? Dan juga, mengapa Perjanjian Baru, seandainya memang bahasa aslinya adalah Ibrani, waktu diterjemahkan ke Yunani, diterjemahkan ‘secara tidak waras’? Sangat mungkin karena memang itu juga merupakan kebiasaan dalam bahasa Yunani.

c) Argumentasi Kristian Sugiyarto tentang Mat 5:17-19.

1. Arti dari kata ‘meniadakan’ dan ‘menggenapi’.

Kristian Sugiyarto: “Analisis Mat. 5: 17-19 (ay 18 = Luk 16:17), ‘Janganlah kamu menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Torah ……. Aku datang bukan untuk meniadakannya melainkan untuk menggenapinya. ……... , satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Torah, sebelum semuanya terjadi.’

Frase ‘meniadakan melainkan menggenapi Torah’ adalah idiom khas Ibrani saat itu yang sesungguhnya berarti, ‘meniadakan Torah = menginterpretasi dan mengajarkan Torah secara salah’, sedangkan ‘menggenapi Torah = menginterpretasi dan mengajarkan Torah secara benar’”.

Tanggapan Pdt. Budi Asali:

a. Ini tafsiran lucu dan liar dari mana?

Pasti dari orang yang tak pernah belajar, karena ini merupakan penafsiran yang sama sekali tak sesuai dengan kontextnya. Dari pada mengikuti Kristian Sugiyarto yang mengambil text itu sepotong-sepotong, mari kita melihat seluruh kontextnya.

Mat 5:17-19 - “(17) ‘Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. (18) Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi [KJV: ‘fulfilled’ (= tergenapi)]. (19) Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga”.

Kalau dalam ay 17 kata ‘meniadakan’ diartikan ‘menafsirkan dan mengajarkan secara salah’, dan kata ‘menggenapi’ diartikan ‘menafsirkan dan mengajarkan secara benar’, maka kata-kata itu pasti juga harus diartikan seperti itu dalam ay 18. Jadi, ay 18nya harus diartikan sebagai berikut: ‘satu titik atau iotapun tidak akan ditafsirkan dan diajarkan secara salah dari hukum Taurat, sebelum semuanya itu ditafsirkan dan diajarkan secara benar’. Masuk akalkah penafsiran gila seperti itu?

Juga ay 19nya jelas mengkontraskan antara ‘meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil’ dengan ‘melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat’. Jadi, jelas bahwa ‘meniadakan’ memang harus diartikan apa adanya, yaitu ‘meniadakan’ / ‘menghapuskan’.

Bandingkan tafsiran Kristian Sugiyarto di atas dengan beberapa penafsiran di bawah ini tentang text tersebut.

Adam Clarke: “‘Think not that I am come to destroy the law.’ Do not imagine that I am come to violate the law katalusai, from kata, and luoo, I loose, violate, or dissolve - I am not come to make the law of none effect - .... But I am come, pleeroosai, to complete - to perfect its connection and reference, to accomplish everything shadowed forth in the Mosaic ritual, to fill up its great design” (= Jangan berpikir bahwa Aku datang untuk meniadakan / menghancurkan hukum Taurat’. Jangan membayangkan bahwa Aku datang untuk melanggar hukum Taurat. katalusai, dari kata, dan luoo, ‘Aku melepaskan / melonggarkan, melanggar, atau membubarkan - Aku tidak datang untuk membuat hukum Taurat sia-sia - ... Tetapi Aku datang, PLEEROOSAI, untuk melengkapi - menyempurnakan hubungan dan referensinya, untuk mencapai segala sesuatu yang dibayangkan dalam upacara Musa, memenuhi rencananya yang agung).

Jamieson, Fausset & Brown: “‘I am not come to destroy, but to fulfil.’ ‘Not to subvert, abrogate, or annul, but to establish the Law and the Prophets - to unfold them, to embody them in living form, and to enshrine them in the reverence, affection, and character of men, am I come.’” (= ‘Aku datang bukan untuk menghancurkan / meniadakan, tetapi untuk memenuhi / menggenapi’. ‘Bukan untuk menumbangkan, mencabut, atau membatalkan, tetapi untuk menegakkan hukum Taurat dan Nabi-nabi - untuk membukakan / menyingkapkan mereka, untuk mewujudkan mereka dalam bentuk yang hidup, dan untuk mengabadikan mereka mereka dalam rasa hormat / takut, kasih, dan karakter manusia, Aku datang’).

Barnes’ Notes: “‘To destroy.’ To abrogate; to deny their divine authority; to set people free from the obligation to obey them. ... ‘But to fulfil.’ To complete the design; to fill up what was predicted; to accomplish what was intended in them. ... The law of Moses contained many sacrifices and rites which were designed to shadow forth the Messiah. ... These were fulfilled when he came and offered himself a sacrifice to God, ... The prophets contained many predictions respecting his coming and death. These were all to be fulfilled and fully accomplished by his life and his sufferings” [= ‘Untuk menghancurkan / meniadakan’. Untuk mencabut / membatalkan; untuk menyangkal otoritas ilahi mereka; untuk membebaskan orang-orang dari kewajiban untuk mentaati mereka. ... ‘Tetapi untuk menggenapi’. Untuk melengkapi / menyempurnakan rencananya; untuk memenuhi apa yang diramalkan; untuk mengerjakan apa yang dimaksudkan dalam mereka. ... Hukum Taurat Musa berisi banyak korban-korban dan upacara-upacara yang direncanakan untuk membayangkan Mesias. ... Hal-hal ini digenapi pada waktu Ia datang dan mempersembahkan diriNya sendiri sebagai korban bagi Allah, ... Nabi-nabi berisi banyak ramalan mengenai kedatangan dan kematianNya. Hal-hal ini semua harus digenapi dan dicapai sepenuhnya oleh kehidupanNya dan penderitaanNya].

b. Penafsiran Kristian Sugiyarto itu juga tak sesuai dengan penggunaan kata ‘menggenapi’ di bagian-bagian lain dari Kitab Suci.

Mat 26:54 - “Jika begitu, bagaimanakah akan digenapi yang tertulis dalam Kitab Suci, yang mengatakan, bahwa harus terjadi demikian?’”.

Lukas 4:21 - “Lalu Ia memulai mengajar mereka, kataNya: ‘Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya.’”.

Kis 3:18 - “Tetapi dengan jalan demikian Allah telah menggenapi apa yang telah difirmankanNya dahulu dengan perantaraan nabi-nabiNya, yaitu bahwa Mesias yang diutusNya harus menderita”.

Kis 13:27 - “Sebab penduduk Yerusalem dan pemimpin-pemimpinnya tidak mengakui Yesus. Dengan menjatuhkan hukuman mati atas Dia, mereka menggenapi perkataan nabi-nabi yang dibacakan setiap hari Sabat”.

Catatan: dalam ayat-ayat di atas ini digunakan kata Yunani yang sama kata dasarnya dengan yang sedang kita bahas.

c. Andaikatapun penafsiran Kristian Sugiyarto di atas benar, itu tidak membuktikan bahwa Perjanjian Baru (atau Injil Matius) ditulis dalam bahasa asli bahasa Ibrani. Penggunaan ungkapan Ibrani dengan mudah dijelaskan oleh fakta bahwa penulisnya memang adalah orang Yahudi, sehingga sekalipun menulis dalam bahasa Yunani, tetapi pola pikir Ibrani tetap ada.

2. Kata ‘iota’.

Kristian Sugiyarto: “Demikian juga ‘iota atau satu titik’ artinya ‘paling kecil’. Kata ‘iota’ (Yunani, no. konkordansi Strong 2503) menunjuk pada huruf Ibrani ke 10, yakni seperti koma menggantung ( ’ ) yang dibaca ‘Yowd’ atau ditransilerasi ‘Y’(latin) atau ‘i’ (Yunani), yang memang merupakan huruf paling kecil di antara huruf-huruf Ibrani lainnya. Sedangkan ‘titik’ atau ‘title’ atau ‘horn’ (tanduk) terjemahan dari ‘ker-ah’-yah’ (Yunani, no. konkordansi 2762) menunjuk pada ‘puncak-apex’ suatu huruf ibrani, yang artinya adalah partikel terkecil (posisi ‘horn’ dan yang lainnya dapat dilihat pada alamat berikut):

http://www.hebrew4christians.com/Grammar/Introduction/Why_Hebrew_/why_hebrew_.html

Dalam banyak huruf Ibrani pada bagian ujung puncaknya terdapat lengkungan mirip tanduk (atau ujung pancing). Yang demikian ini hanya ditemui dalam huruf Ibrani dan tidak akan ditemui dalam huruf Yunani; oleh karena itu Y’Shua boleh dipastikan sedang mengajar perihal kebenaran Torah-nya bangsa Yahudi bagi orang-orang Yahudi dengan idiom khas Yahudi yang hanya bisa dipahami dengan bahasa Ibrani. Akan menjadi ganjil dan bahkan tidak mungkin bermakna sebagaimana seharusnya, jika Y’Shua mengungkapkannya dengan bahasa tutur Yunani”.

Tanggapan Pdt. Budi Asali:

Mat 5:18 - “Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi”.

a. Dalam Kitab Suci Indonesia versi LAI dan juga dalam RSV diterjemahkan ‘iota’, tetapi dalam KJV diterjemahkan ‘jot’ (= huruf yang terkecil), dan dalam NIV/NASB diterjemahkan ‘the smallest letter’ (= huruf yang terkecil). Dalam bahasa Yunani memang adalah IOTA (i]wta).

b. Saya tidak mengerti bagaimana Kristian Sugiyarto bisa mengatakan bahwa ‘iota’ menunjuk pada huruf Ibrani yang ke 10! Mau mendustai orang? ‘Iota’ bukanlah huruf Ibrani, tetapi huruf Yunani, yang ada pada urutan ke 9 dalam abjad Yunani, dan boleh disamakan dengan huruf ‘I’!

Kristian Sugiyarto memang mengambil penjelasan ini dari Strong’s Concordance, tetapi liciknya, ia hanya mengambil sebagian, karena Strong’s Concordance melanjutkan dengan mengatakan “‘iota’, the name of the ninth letter of the Gr. alphabet” (= ‘iota’, nama / sebutan dari huruf ke 9 dalam abjad Yunani).

Dan dalam Bible Works 7 dikatakan: “‘iota’, smallest letter of the Greek alphabet, corresponding to ‘yod’, the smallest letter in the Aramaic alphabet” (= ‘iota’, huruf terkecil dari abjad Yunani, yang cocok / dapat disamakan dengan ‘yod’, huruf terkecil dalam abjad Aram).

Catatan: dalam Bible Works 7 ini harus dilihat dari kata i]wta dalam Kitab Suci bahasa Yunani (BGT / BYZ).

Jadi, kata-kata Strong yang dikutip oleh Kristian Sugiyarto ini, atau harus dianggap sebagai salah, atau harus diartikan bahwa huruf Yunani IOTA kalau ditranliterasikan ke dalam bahasa Ibrani dijadikan YOD, dan sebaliknya. Tetapi jelas tidak bisa diartikan bahwa kata ‘IOTA’ menunjuk pada huruf ke 10 dalam abjad Ibrani.

c. Bahwa IOTA ini merupakan huruf Yunani, justru merupakan suatu petunjuk yang jelas bahwa:

· Matius sendiri menggunakan LXX / Septuaginta, karena kalau tidak, bagaimana mungkin dalam ‘hukum Taurat atau kitab para nabi’ yang jelas menunjuk pada Perjanjian Lama, bisa ada huruf iota, yang adalah huruf Yunani?

· Matius menulis dalam bahasa Yunani, karena kalau ia menulis dalam bahasa Ibrani, ia akan menuliskan ‘yod’ (huruf Ibrani) dan bukan ‘iota’ (huruf Yunani)!

Kalau Matius menulis dalam bahasa Ibrani, untuk apa ia mentransliterasikan ‘yod’ menjadi ‘iota’?

d) Pembahasan kata-kata Kristian Sugiyarto tentang Luk 24:44.

Luk 24:44 - “Ia berkata kepada mereka: ‘Inilah perkataanKu, yang telah Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu, yakni bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur.’”.

Untuk jelasnya, saya kutip ulang kata-kata Kristian Sugiyarto di sini.

Kristian Sugiyarto: “Analisis Luk 24:44, ‘………, yakni bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku (Y’Shua) dalam Kitab Torah Musa, dan Kitab Nabi-Nabi (Neviim), dan Kitab Mazmur (Tehilim).’ Kitab Suci Yahudi yang disebut Tenakh terdiri atas 3 bagian besar dengan susunan urutan: Torah (Pentateuch) - Neviim (Para Nabi) - Ketuvim, berbeda dengan susunan Kitab Perjanjian Lama kita dewasa ini. Tehilim (Mazmur) terdapat dalam bagian terakhir yakni Ketuvim (yang terdepan Mazmur, dan yang terakhir Tawarih). Jadi, nampaknya Y’Shua menyebutkan ‘nubuatan tentang diri-Nya’ sesuai dengan urut-urutan kitab Suci Tenakh yang berbahasa Ibrani, bukan Septuaginta berbahasa Yunani yang berbeda urut-urutannya. Ini suatu indikasi bahwa Y’Shua memakai referensi tutur-kata Ibrani ketimbang Yunani”.

Tanggapan Pdt. Budi Asali:

Apa yang dikatakan Kristian Sugiyarto tentang Lukas 24:44 mungkin memang benar, tetapi lalu pointnya apa? Paling-paling ini menunjukkan bahwa Yesus juga tahu dan menggunakan Perjanjian Lama Ibrani, tetapi ini sama sekali tidak membuktikan bahwa Yesus tidak menggunakan LXX / Septuaginta, dan juga tidak membuktikan bahwa Perjanjian Baru bahasa aslinya adalah bahasa Ibrani.

e) Argumentasi dari Kristian Sugiyarto tentang dialek dari Petrus dalam Mat 26:73 juga tidak mempunyai kekuatan sama sekali.

Mat 26:73 - “Tidak lama kemudian orang-orang yang ada di situ datang kepada Petrus dan berkata: ‘Pasti engkau juga salah seorang dari mereka, itu nyata dari bahasamu.’”.

Kristian Sugiyarto: “Analisis penyangkalan Petrus Mat. 26:73 ‘Tidak lama kemudian orang-orang yang ada di situ datang kepada Petrus dan berkata: Pasti engkau juga salah seorang dari mereka, itu nyata dari bahasamu.’ (LAI).

‘Surely you are one of them, for your accent gives you away’ (Matthew 26:73b, NIV).

‘Surely you are one of them, for you are a Galilean, and your accent shows it’ (Mark 14:70b, NKJV, and margin).

Jadi jelas bahwa dalam hal ini Petrus menjawab dengan bahasa berdialek tertentu (Galilea), dan ini tidak mungkin dialek Yunani.

For example, the Interpreter’s Dictionary of the Bible tells us, ‘The dialect daily spoken by Jesus and the disciples was Galilean Aramaic, which, as is noted in Matt. 26:73, was recognizably different from the S [southern] dialect spoken in and around Jerusalem. It was in this same Galilean dialect that the Aramaic of the Palestinian Talmud and the older Midrashim was written’ (article ‘Aramaic’, Vol. 1, p. 186). The edition quoted above is copyrighted 1962.

In more recent times, an expanding circle of scholars has rejected this commonly believed notion as erroneous. They are now convinced that the language Jesus used to teach his talmidim – disciples – was Hebrew, not Aramaic”.

Tanggapan Pdt. Budi Asali:

1. Saya kasihan kepada Kristian Sugiyarto ini, yang berusaha mencari-cari sesuatu yang tidak pernah ada, sampai-sampai harus menggunakan ayat seperti ini untuk mendukung pandangannya.

Mat 26:73 - “Tidak lama kemudian orang-orang yang ada di situ datang kepada Petrus dan berkata: ‘Pasti engkau juga salah seorang dari mereka, itu nyata dari bahasamu.’”.

Ayat ini dengan mudah bisa ditafsirkan sebagai berikut: semua orang pada saat itu berbicara bahasa Aram / Yunani. Orang yang menanyai Petrus juga bertanya dalam bahasa Aram / Yunani. Dan Petrus juga menjawab dalam bahasa Aram / Yunani, tetapi bahasa Aram / Yunani dari orang-orang Galilea mempunyai aksen tersendiri, sehingga menunjukkan bahwa ia berasal dari Galilea. Ini sama seperti kalau kita mendengar orang barat berbicara dalam bahasa Inggris, kita bisa tahu apakah itu British English, atau American English, atau Australian English, dan sebagainya.

2. Dan seandainya dalam faktanya Petrus memang berbicara dalam bahasa Ibrani, lalu ini membuktikan apa? Tetap saja dalam penulisannya, ayat itu beserta kata-kata Petrus dituliskan dalam bahasa Yunani!

Ini merupakan sesuatu yang harus diperhatikan: tak peduli dalam faktanya orang-orang dalam Kitab Suci (termasuk Yesus dan rasul-rasul) berbicara dalam bahasa apa, yang penting pada waktu pembicaraan itu dituliskan dalam Kitab Suci (Perjanjian Baru), maka itu dituliskan dalam bahasa Yunani. Dan ini yang kita percaya sebagai diilhamkan Allah!

Bdk. 2Tim 3:16 - “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran”.

NASB: ‘All Scripture is inspired by God and profitable for teaching, for reproof, for correction, for training in righteousness’ (= Seluruh Kitab Suci diilhamkan oleh Allah dan bermanfaat untuk pengajaran, untuk teguran / celaan, untuk perbaikan, untuk mendidik / melatih dalam kebenaran).

f) Argumentasi yang diambil oleh Kristian Sugiyarto dari Prof. David Flusser dan Dr. Robert Lindsay.

Kristian Sugiyarto: “Prof. David Flusser (Sarjana Yahudi Ortodok dari Universitas Yerusalem), menekuni kehidupan para rabi abad pertama, dan termasuk di dalamnya adalah Yesus. Dalam bukunya ‘Jewish Sources in Early Christianity’, Flusser meyatakan teori yang umum bahwa Markus menulis pertamakalinya dalam bahasa Yunani. Bahasa tutur orang-orang Yahudi pada waktu itu adalah Ibrani, Aramaik, dan untuk tingkatan tertentu dalam bahasa Yunani. Hingga akhir-akhir ini dipercayai oleh banyak sarjana bahwa bahasa tutur para murid Yesus adalah Aramaik. Memang mungkin sekali bahwa Yesus benar-benar menggunakan bahasa Aramaik dari waktu ke waktu, tetapi selama periode itu, Ibrani adalah bahasa harian maupun bahasa studi. Injil Markus berisi sedikit kata-kata Aramaik, dan inilah yang mendistorikan (‘menyesatkan’) para sarjana (Flusser, p. 11).

Salah satu hal yang menguatkan pendapat para sarjana perihal peran bahasa Ibrani pada periode Bait Suci kedua adalah penemuan naskah gulungan laut mati (DSS). Flusser menulis, ‘Saat ini, setelah penemuan naskah DSS Ibrani Ben Sira (Ecclesiasticus) dan surat-surat Bar Kokhba, dan studi lebih lanjut bahasa naskah-naskah kuno Yahudi, telah diterima pandangan bahwa sebagian besar rakyat (Yahudi) lancar dalam berbahasa Ibrani. ……. perumpamaan-perumpamaan dalam Literatur Rabbinik…. disampaikan dalam bahasa Ibrani di dalam semua periode. Tidak ada dasar untuk berasumsi bahwa Yesus tidak berbicara dalam bahasa Ibrani; dan ketika kita diberi tahu bahwa Paul berbicara dalam bahasa Ibrani (Kis. 21:40), kita harus menerima informasi ini seperti yang dinyatakannya’ (Flusser, p. 1).

Membicarakan pengajaran Yesus, Flusser menjelaskan, ‘Ada perkataan Yesus yang dapat diterjemahkan baik dengan Ibrani maupun Aramaik; tetapi ada beberapa yang hanya dapat diterjemahkan ke dalam Ibrani, dan tidak ada satu pun yang hanya dapat diterjemahkan ke dalam Aramaik. Oleh karena itu seseorang dapat mendemonstrasikan asal-usul Injil Ibrani dengan menerjemahkan balik (Injil Yunani) ke dalam bahasa Ibrani (Flusser, p. 11).

Dalam penelitiannya, Dr. Robert Lindsey berhubungan sangat dekat dengan Prof. Flusser. Ia mulai ambisinya yang kuat dalam projek penerjemahan PB-Yunani ke dalam bahasa Ibrani untuk mengidentifikasi asal-usulya. Cerita silsilah Yesus pada awal Kitab Matius menunjukkan hasil yang mencengangkan, bahwa Matius membangun ceritanya dengan tipikal pola Ibrani (lihat butir 6 di atas), meskipun naskah yang kita miliki adalah dalam bahasa Yunani. Lindsey melanjutkan terjemahannya terus ke dalam bahasa Ibrani ternyata dihasilkan struktur kata-kalimat Ibrani yang sempurna seperti naskah Ibrani.

Ketika membandingkan antara Kitab Markus dengan Kitab Matius dan Lukas, Ia mulai menyadari adanya sesuatu yang menghantui (spooky) terjadi. Sintak bahasa Yunani yang digunakan (PB-Yunani) ternyata bukanlah bahasa Yunani yang baik, tetapi sintak ucapannya itu sempurna (excellent) untuk Ibrani. Ini suatu misteri yang perlu dicari penyelesaiannya.

Akhirnya disimpulkan bahwa ‘behind the Greek originals there had been 
a Hebrew undertext.’”.

Tanggapan Pdt. Budi Asali:

1. Pertama-tama saya tidak tahu siapa dan dari kalangan / aliran apa Flusser maupun Robert Lindsay itu. Kalau mereka berdua adalah orang-orang dari kalangan Yahweh-isme, maka kita tak perlu heran dengan penyelidikan mereka dan hasilnya. Orang yang mau mempercayai sesuatu bisa menyelidiki dan akhirnya mendapatkan apapun yang dia memang inginkan. Bandingkan dengan ilmuwan-ilmuwan dengan teori Darwin mereka.

2. Flusser maupun Robert Lindsay tidak memberi contoh-contoh sama sekali. Lalu bagaimana orang bisa mengecheknya? Juga saya beranggapan argumentasi seperti ini sangat abstrak, dan sangat subyektif, dan karena itu tidak mempunyai nilai apa-apa.

3. Kristian Sugiyarto mengatakan bahwa Robert Lindsay menyelidiki kitab Matius. Lalu ia membandingkan Kitab Matius dengan Markus dan Lukas. Tetapi anehnya kok tahu-tahu bisa meloncat ke ‘PB-Yunani’ (yang ada dalam tanda kurung). Apakah kata-kata yang ada dalam tanda kurung itu dari Robert Lindsay atau dari Kristian Sugiyarto sendiri???

4. Kalau penyelidikan tentang Injil Lukas ternyata bisa menghasilkan kata-kata “Sintak bahasa Yunani yang digunakan (PB-Yunani) ternyata bukanlah bahasa Yunani yang baik, tetapi sintak ucapannya itu sempurna (excellent) untuk Ibrani”, maka itu betul-betul ajaib, mengingat Lukas kemungkinan besar adalah orang Yunani, dan yang pasti ia bukan orang Yahudi (bdk. Kol 4:10-14)!!

6) Argumentasi terakhir dari Kristian Sugiyarto untuk menunjukkan bahwa bahasa asli dari Perjanjian Baru adalah bahasa Ibrani adalah: Adanya beberapa kekeliruan dalam Perjanjian Baru Yunani, padahal Perjanjian Baru Ibraninya betul.

a) Beberapa contoh kekeliruan Perjanjian Baru Yunani yang diberikan oleh Kristian Sugiyarto:

1. Silsilah Yesus dalam Mat 1:17.

Yakub Sulistyo: “bahasa Asli Kitab Perjanjian Baru adalah Ibrani. Buktinya Silsilah Tuhan Yeshua di Mattithayu 1: 1-17 nama Avner tidak tertulis dalam ayat 13 seperti di Kitab DuTillet Hebrew sehingga jumlahnya 13 generasi, tidak seperti di ayat 17”.

Kristian Sugiyarto mempunyai pandangan yang kurang lebih sama, tetapi ia menambahkan bahwa nama Avner itu seharusnya diselipkan di antara nama Abihud dan Elyakim (Mat 1:13).

Tanggapan Pdt. Budi Asali:

a. Perlu diketahui bahwa mungkin hanya ada satu versi Perjanjian Baru bahasa Ibrani, dan pasti tidak semuanya, yang mempunyai nama Avner itu. Dari Bible Works 7 saya tahu ada versi-versi Perjanjian Baru bahasa Ibrani dan Aram yang tidak mempunyai nama itu (CJB, HNT, PEH). Mengapa hanya satu yang punya dan yang lain tidak?

b. Dan tentang ‘satu versi Perjanjian Baru’ yang namanya DuTillet itu perhatikan komentar Gary Mink (internet) di bawah ini:

“In their efforts to demonstrate an original Hebrew New Testament, advocates of the sacred name doctrine set forth two Hebrew texts. These are the Shem Tob and the DuTillet manuscripts. Both are Hebrew well enough. But alas, these are late medieval manuscripts and they are only of Matthew’s Gospel. May we ask where the remaining New Testament books are?” (= Dalam usaha mereka untuk menunjukkan suatu naskah asli Perjanjian Baru bahasa Ibrani, pendukung-pendukung dari ajaran nama keramat / kudus ini mengajukan 2 text Ibrani. Ini adalah manuscripts Shem Tob dan DuTillet. Keduanya memang ada dalam bahasa Ibrani. Tetapi keduanya adalah manuscripts abad pertengahan akhir dan keduanya hanya tentang Injil Matius. Bolehkan kita bertanya dimana sisa dari kitab-kitab Perjanjian Baru lainnya?).

Catatan: tentang apakah Perjanjian Baru versi Ibrani (DuTillet) lebih benar dari Perjanjian Baru versi Yunani dalam persoalan nama Avner dalam silsilah Yesus ini, lihat penjelasannya di APENDIX di bagian akhir buku ini.

c. Injil Matius versi DuTillet itu ternyata tidak mempunyai nama ‘Yahweh’!

Gary Mink (internet): “Some sacred name teachers want to inject the DuTillet manuscript into the discussion. ... It does not have the name Yahweh anywhere” (= Beberapa / sebagian dari guru-guru nama keramat / kudus ingin memasukkan manuscript DuTillet ke dalam diskusi. ... Itu tidak mempunyai nama Yahweh di manapun).

Gary Mink (internet): “When a study of these manuscripts of Matthew’s gospel is made, one need not be astonished to learn that even these works, though written in Hebrew, do not contain the name Yahweh. Let it be stated for emphasis, neither the Shem Tob Matthew nor the DuTillet Matthew have the name Yahweh anywhere in the complete text. This name is not found even one time, not in the mouth of Jesus, not anywhere else” (= Pada waktu manuscripts Injil Matius ini dipelajari, seseorang tak perlu heran pada saat mengetahui bahwa bahkan kedua karya ini, sekalipun ditulis dalam bahasa Ibrani, tidak mempunyai nama Yahweh. Hendaklah dinyatakan untuk penekanan, baik Matius Shem Tob maupun Matius DuTillet tidak mempunyai nama Yahweh dimanapun dalam text yang lengkap. Nama ini tidak ditemukan satu kalipun, tidak di mulut Yesus, tidak di tempat lain manapun juga).

Tetapi sekarang mari kita bandingkan kata-kata Gary Mink ini dengan kata-kata Teguh Hindarto di bawah ini.

Teguh Hindarto: “Versi Du Tillet, ditemukan pada Tgl 12 Agustus, 1553 pada saat pembacaan Petisi Pietro oleh Kardinal Caraffa, Jendral Inkuisisi Roma Katholik, anak buah Paus Pope III, yang memerintahkan agar berbagai Talmud Yahudi dan apapun yang berbau tulisan Yahudi, agar dimusnahkan. Namun Bishop dari Brieau, Prancis bernama Jean Du Tillet menemukan naskah Besorah Mattai [Injil Matius] dalam bahasa Ibrani. Dia menyelamatkan naskah tersebut dan menyerahkannya pada The Bibliotheque Nationale, Paris dengan nama Manuskrip Ibrani no 132. Versi Shem Tov merupakan sebuah tulisan pembelaan terhadap para rabbi Yahudi, yang berjudul ‘Even Bohan’ [batu penjuru] yang ditulis sekitar tahun 1380 Ms. dengan disertai naskah Injil Matius dalam bahasa Ibrani”.

Teguh Hindarto: “Yang menarik, dalam banyak hal tertentu, ada ketidakcocokkan antara Kitab Perjanjian Baru versi Yunani dengan Kitab Perjanjian Baru versi Semitik yang berbahasa Ibrani atau Aramaik. Perbedaan versi ini harus dipandang bukan sebagai pemalsuan atau manipulasi, melainkan memberikan bukti kuat bahwa Kitab Perjanjian Baru Semitik seperti Shem Tov, Du Tillet, Crawford, Munster, Peshitta dan Old Syriac BUKAN TERJEMAHAN dari naskah Kitab Perjanjian Baru berbahasa Yunani. Sebaliknya, Kitab Perjanjian Baru berbahasa Yunani, sering menyalah artikan kosa kata Ibrani tertentu dalam naskah semitik, sehingga menimbulkan terjemahan yang kurang tepat. Akibatnya, timbullah berbagai perbedaan versi. Namun ini bukan kesengajaan. Dalam Kitab Perjanjian Baru Semitik yaitu Shem Tov, Du Tillet, dll. Nama Yahweh dituliskan dengan secara langsung maupun tidak langsung. Versi Munster menggunakan ‘YHWH’ [], versi Shem Tov menggunakan ‘H’ [], versi Du Tillet menggunakan ‘YYY’ [] sementara Peshitta menggunakan ‘MAR-YA’ []. Contoh: Dalam Matius 1:24 pada frasa ‘Malaikat TUHAN’. Dalam naskah Yunani tertulis, ‘aggelos kuriou’ [], sementara dalam naskah Munster, dipergunakan frasa utuh, ‘Malak YHWH’ [], sementara versi Peshitta menggunakan frasa, ‘Malakah Mar-Ya’ []. ... Berdasarkan penjelasan dan pembeberan fakta-fakta di atas, maka penggunaan nama Yahweh dalam kotbah, pengajaran dan terjemahan Kitab Perjanjian Baru, memiliki landasan teologis dan historis dan bukan berdasarkan praduga dan prasangka buta”.

Tanggapan Pdt. Budi Asali:

· Saya tidak mengerti apa maksud dari ‘kata-kata yang yang tidak masuk akal’ yang saya beri garis bawah tunggal itu.

* Yang pertama dimana Teguh Hindarto mengatakan bahwa adanya perbedaan antara Perjanjian Baru Yunani dan Perjanjian Baru Semitik merupakan bukti kuat bahwa Perjanjian Baru Semitik bukan terjemahan dari Perjanjian Baru Yunani. Sebaliknya Perjanjian Baru Yunani sering menyalah-artikan kosa kata tertentu dari Perjanjian Baru Ibrani. Ini logika dari mana? Bukti kuat apa? Kalau dua versi berbeda, misalnya versi bahasa Inggris berbeda dengan terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia, apakah bisa terlihat yang mana yang menterjemahkan dari yang mana? Saya menganggap kata-kata ini sebagai bukti kuat bahwa Teguh Hindarto adalah orang yang tidak punya logika, dan selalu meloncat pada kesimpulan, tanpa alasan yang bisa dipertanggung-jawabkan.

* Yang kedua dimana Teguh Hindarto berkata: ‘Dalam Kitab Perjanjian Baru Semitik yaitu Shem Tov, Du Tillet, dll. Nama Yahweh dituliskan dengan secara langsung maupun tidak langsung’. Bagaimana menuliskan nama Yahweh secara tidak langsung? Menurut saya hanya ada 2 kemungkinan: atau dituliskan, atau tidak.

· Bagaimana mungkin Shem Tov yang hanya menuliskan H, dan DuTillet yang menuliskan YYY, dan Peshitta yang menuliskan MAR-YA bisa dianggap sebagai menuliskan YHWH?

Sekarang perhatikan kata Mar-Ya. Mungkin sekali kata YA-nya merupakan kependekan dari Yahweh, sedangkan kata ‘MAR’ berarti ‘Lord’ (= Tuhan). Jadi, Peshitta menterjemahkan ‘Tuhan Yahweh’. Ini mungkin masih bisa diterima.

Tetapi penulisan hanya dengan satu huruf HE (H) dalam Shem Tov, atau dengan tiga huruf Yod berturut-turut (YYY) dalam DuTillet, betul-betul menggelikan. Teguh Hindarto tidak mau menerima pengubahan dari Yahweh menjadi KURIOS, tetapi mau menerima pengubahan dari Yahweh menjadi H atau YYY. Bukankah lucu? Pengubahan yang ia terima ini sangat tidak masuk akal.

Sebagai contoh: nama saya ‘Budi’. Saya tidak akan keberatan kalau punya seorang pelayan yang tidak memanggil saya dengan menggunakan nama saya, tetapi hanya memanggil ‘Tuan’ (ingat bahwa KURIOS bisa diartikan ‘Tuan’ atau ‘Tuhan’). Tetapi apakah saya tidak akan keberatan kalau dipanggil ‘D’ atau ‘BBB’?

Kalau ‘Yahweh’ boleh diganti satu huruf He, apakah juga boleh kalau diganti dengan satu huruf Yod, atau satu huruf Vaw? Dan kalau ‘Yahweh’ boleh diganti dengan tiga huruf Yod berturut-turut (‘YYY’), apakah juga boleh kalau diganti dengan tiga huruf He berturut-turut (‘Hehehe’)?

· Pada bagian akhir kata-kata Teguh Hindarto itu (yang saya beri garis bawah ganda), saya kira dia ngomong seenaknya saja. Seandainya kitab-kitab yang ia bicarakan memang mengandung kata Yahweh sekalipun, itu tidak membuktikan apa-apa. Itu tidak membuktikan bahwa itu adalah aslinya, sedangkan yang bahasa Yunani adalah terjemahannya. Jadi, tanpa bukti apapun ia mengclaim bahwa yang bahasa Ibrani adalah aslinya, dan yang bahasa Yunani adalah terjemahannya. Ini bahkan bertentangan dengan begitu banyak bukti yang menunjukkan bahwa Perjanjian Baru Yunani mempunyai lebih dari 5000 manuscripts, sedangkan Perjanjian Baru Ibrani sama sekali tidak ada (kecuali kalau hasil terjemahan abad pertengahan ini mau diclaim sebagai manuscripts). Dan hebatnya, ia katakan bahwa kesimpulannya ini ‘memiliki landasan teologis dan historis dan bukan berdasarkan praduga dan prasangka buta’.

d. Kesimpulan tentang kitab DuTillet.

Betul-betul lucu bahwa Yakub Sulistyo, Teguh Hindarto dan Kristian Sugiyarto begitu membangga-banggakan DuTillet. Padahal ternyata:

· DuTillet itu hanya berisi Injil Matius saja.

Sepanjang yang saya ketahui, hal ini tidak pernah diceritakan, baik oleh Yakub Sulistyo, maupun Kristian Sugiyarto. Mau berdusta / menyembunyikan fakta / kebenaran yang merugikan mereka? Alangkah tidak fairnya! Teguh Hindarto, sekalipun dalam kutipan pertama mengatakan ‘Injil Matius’ tetapi dalam kutipan kedua mengatakan ‘Kitab Perjanjian Baru Semitik yaitu Shem Tov, Du Tillet’. Perhatikan, ia mengatakan ‘Kitab Perjanjian Baru’, bukan ‘Kitab Injil Matius’!!! Mau mengalihkan perhatian pembaca dari ‘Injil Matius’ ke ‘Perjanjian Baru’???

· DuTillet merupakan hasil abad pertengahan.

Jadi, bagaimana DuTillet ini bisa mempunyai kekuatan dalam argumentasi?

Dari Wikipedia, the free encyclopedia:

“Hebrew Versions of the New Testament. Over the centuries various translators have supported the inclusion of the Tetragrammaton in the New Testament when translating into Hebrew Versions of the New Testament. One of the earliest of these versions is the Gospel of Matthew translated by Shem-Tob ben Isaac Ibn Shaprut in 1385” (= Versi-versi Ibrani dari Perjanjian Baru. Selama berabad-abad berbagai-bagai penterjemah telah mendukung pemasukan Tetragrammaton dalam Perjanjian Baru pada waktu menterjemahkan ke dalam versi Ibrani dari Perjanjian Baru. Salah satu dari versi-versi yang paling awal ini adalah Injil Matius yang diterjemahkan oleh Shem-Tob ben Issac Ibn Shaprut pada tahun 1385).

Catatan: perhatikan bahwa terjemahan yang paling awal adalah tahun 1385!

· DuTillet itu sendiri ternyata tidak mempunyai nama Yahweh dimanapun.

Bukankah dengan menggunakan DuTillet kelompok Yahweh-isme ini menggunakan senjata, yang akhirnya menjadi boomerang yang menyerang diri mereka sendiri? Tetapi pintarnya, atau liciknya, mereka lagi-lagi menyembunyikan fakta ini! Dan Teguh Hindarto bahkan berargumentasi sedemikian rupa seakan-akan DuTillet mempunyai nama Yahweh di dalamnya, hanya karena ada huruf ‘H’! Betul-betul argumentasi yang luar biasa hebatnya! Dan Teguh Hindarto mengatakan bahwa ini ‘bukan berdasarkan praduga dan prasangka buta’!

2. Kesalahan dalam Mat 23:35 dalam Perjanjian Baru Yunani.

Mat 23:35 - “supaya kamu menanggung akibat penumpahan darah orang yang tidak bersalah mulai dari Habel, orang benar itu, sampai kepada Zakharia anak Berekhya, yang kamu bunuh di antara tempat kudus dan mezbah”.

Kristian Sugiyarto: “Matthew 23:35, menuliskan perkataan Y’Shua: ‘…supaya kamu menanggung akibat penumpahan darah orang yang tidak bersalah mulai dari Habel, orang yang benar itu, sampai kepada Zakharia anak Berekhya, yang kamu bunuh di antara tempat kudus dan mezbah’ (terjemahan LAI); padahal jika kita periksa yang mengalami pembunuhan bukan Zakharia anak Berekhnya (Zakh. 1:1) melainkan Zakharia anak Yoyada (2Tawrh. 24:20-22). Kesalahan pengutipan PB-Greek ini tidak dijumpai dalam naskah kopian Hebrew kuno yang ada di tangan Jerome; “Dalam Injil yang digunakan Nazaren, untuk ‘Anak Berekhya’ saya mendapati ‘Anak Yoyada’ ditulis””.

Catatan: tentang apakah Perjanjian Baru versi Ibrani lebih benar dari Perjanjian Baru versi Yunani dalam persoalan Mat 23:35 ini, lihat penjelasannya di APENDIX di bagian akhir buku ini.

3. Kesalahan dalam Mat 27:9 dalam Perjanjian Baru Yunani.

Mat 27:9-10 - “(9) Dengan demikian genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yeremia: ‘Mereka menerima tiga puluh uang perak, yaitu harga yang ditetapkan untuk seorang menurut penilaian yang berlaku di antara orang Israel, (10) dan mereka memberikan uang itu untuk tanah tukang periuk, seperti yang dipesankan Tuhan kepadaku.’”.

Kristian Sugiyarto: “Isi ayat ini sesungguhnya mengacu pada Zakharia 11:12-13, tetapi anehnya tertulis Yeremia yang sama sekali tidak memuatnya (silakan mengecek!). Alkitab Ibrani Shem Tob benar dengan menulis Zakharia, sedangkan Old Syriac Aramaic dan Peshitta hanya menulis ‘nabi’ (the prophet) saja. Kekeliruan PB Greek ini bisa diuji siapa saja dan kapan saja.”.

Tanggapan Pdt. Budi Asali:

Catatan: tentang apakah Perjanjian Baru versi Ibrani lebih benar dari Perjanjian Baru versi Yunani dalam persoalan nama ‘Yeremia’ dalam Mat 27:9 ini, lihat penjelasannya di APENDIX di bagian akhir buku ini.

4. Kesalahan dalam Mark 2:26.

Mark 2:26 - “bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah waktu Abyatar menjabat sebagai Imam Besar lalu makan roti sajian itu - yang tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam - dan memberinya juga kepada pengikut-pengikutnya”.

Kristian Sugiyarto: “Dalam Mark. 2:26, tertulis “…… Abyatar menjabat sebagai Imam Besar ……” yang benar adalah Abimelek, ayahnya, yang menjabat Imam Besar pada saat peristiwa itu, dan Abiatar baru menjadi Imam Besar setelah peristiwa tsb. (1Sam, 21:1; 22:20); menurut J. Trimm, Aramaic Old Syriac tidak memuat kesalahan ini.”.

Tanggapan Pdt. Budi Asali:

a. Perhatikan bahwa dalam hal ini Kristian Sugiyarto tidak membandingkan dengan Perjanjian Baru Ibrani, tetapi dengan Aramaic Old Syriac. Mengapa?

b. Tentang apakah Perjanjian Baru versi Ibrani lebih benar dari Perjanjian Baru versi Yunani dalam persoalan nama Abyatar, lihat penjelasannya di APENDIX di bagian akhir buku ini.

b) Tentang tuduhan tentang adanya beberapa kekeliruan dalam Perjanjian Baru Yunani ini ada beberapa hal yang perlu saya tekankan:

1. Saya tak mengclaim bahwa manuscripts Perjanjian Baru Yunani yang manapun sebagai ‘inerrant’ (= tak ada salahnya). Yang betul-betul inerrant hanya autographnya (= Kitab Suci asli yang langsung ditulis oleh penulis-penulis Kitab Suci), dan itu sudah tidak ada lagi. Jadi, tidak aneh kalau Perjanjian Baru Yunani mengandung kesalahan-kesalahan.

2. Versi yang lebih benar belum tentu adalah bahasa aslinya.

Kalau ada 2 versi, apakah versi yang kelihatannya lebih benar, selalu adalah versi bahasa aslinya? Kalau ya, bagaimana dengan contoh-contoh di bawah ini:

a. 2Raja 8:25-26 - “(25) Dalam tahun kedua belas zaman Yoram, anak Ahab raja Israel, Ahazia, anak Yehuda, menjadi raja. (26) Ia berumur dua puluh dua tahun pada waktu ia menjadi raja dan setahun lamanya ia memerintah di Yerusalem. Nama ibunya ialah Atalya, cucu Omri raja Israel”.

2Taw 22:2 - “Ahazia berumur empat puluh dua tahun pada waktu ia menjadi raja dan setahun lamanya ia memerintah di Yerusalem. Nama ibunya ialah Atalya, cucu Omri”.

Tetapi dalam terjemahan NIV keduanya dituliskan ‘twenty-two years’ (= dua puluh dua tahun)! Tetapi pada 2Taw 22:2 versi NIV diberi catatan kaki sebagai berikut: ‘Some Septuagint manuscripts and Syriac (see also 2 Kings 8:26); Hebrew forty-two’ [= Beberapa versi Septuaginta dan Syria / Aram (lihat juga 2Raja 8:26); Ibrani: empat puluh dua].

Jelas bahwa terjemahan Kitab Suci Indonesia yang diambil dari bahasa Ibrani pasti salah, karena terjadi kontradiksi yang betul-betul kontradiksi! Padahal yang salah ini diambil dari manuscripts Ibrani, yang menuliskan ’42 tahun’. NIV lebih benar, karena untuk kedua text NIV menuliskan ’22 tahun’, tetapi ini justru diambil dari beberapa manuscripts Septuaginta dan Syria / Aram!

Apakah dengan demikian kita harus menyimpulkan bahwa Yunani atau Syria / Aram, atau bahkan Inggris, merupakan bahasa asli dari Perjanjian Lama, karena mereka memberikan yang lebih benar?

b. Dalam 2Sam 24:13 dikatakan bahwa hukuman kelaparan yang ditawarkan untuk Daud adalah ‘tiga tahun’, tetapi dalam KJV/NASB dikatakan ‘seven years’ (= tujuh tahun). Sedangkan dalam ayat paralelnya, yaitu dalam 1Taw 21:11-12 semuanya mengatakan ‘tiga tahun’.

1Taw 21:11-12 - “(11) Kemudian datanglah Gad kepada Daud, lalu berkatalah ia kepadanya: ‘Beginilah firman TUHAN: Haruslah engkau memilih: (12) tiga tahun kelaparan atau tiga bulan lamanya melarikan diri dari hadapan lawanmu, sedang pedang musuhmu menyusul engkau, atau tiga hari pedang TUHAN, yakni penyakit sampar, ada di negeri ini, dan malaikat TUHAN mendatangkan kemusnahan di seluruh daerah orang Israel. Maka sekarang, timbanglah jawab apa yang harus kusampaikan kepada Yang mengutus aku.’”.

KJV: ‘three years’ (= tiga tahun).

2Sam 24:13 - “Kemudian datanglah Gad kepada Daud, memberitahukan kepadanya dengan berkata kepadanya: ‘Akan datangkah menimpa engkau tiga tahun kelaparan di negerimu? Atau maukah engkau melarikan diri tiga bulan lamanya dari hadapan lawanmu, sedang mereka itu mengejar engkau? Atau, akan adakah tiga hari penyakit sampar di negerimu? Maka sekarang, pikirkanlah dan timbanglah, jawab apa yang harus kusampaikan kepada Yang mengutus aku.’”.

KJV: ‘seven years’ (= tujuh tahun).

Tetapi NIV/RSV, yang dalam 2Sam 24:13 mengatakan ‘tiga tahun’, memberikan catatan kaki bahwa yang dalam 2Sam 24:13 ini diambil dari LXX / Septuaginta, sedangkan manuscripts Ibraninya mengatakan ‘tujuh tahun’. Jadi, dalam Ibraninya ada kontradiksi, sedangkan dalam LXX / Septuaginta tidak. Apakah ini menunjukkan bahwa Yunani adalah bahasa asli dari Perjanjian Lama?

c. 1Sam 6:19 - “Dan Ia membunuh beberapa orang Bet-Semes, karena mereka melihat ke dalam tabut TUHAN; Ia membunuh tujuh puluh orang dari rakyat itu. Rakyat itu berkabung, karena TUHAN telah menghajar mereka dengan dahsyatnya”.

KJV: ‘fifty thousand and three score and ten men’ (= lima puluh ribu tujuh puluh orang).

NASB: ‘50.070 men’ (= 50.070 orang).

Dalam NIV dikatakan 70 orang, sama seperti dalam Kitab Suci Indonesia, tetapi catatan kaki NIV mengatakan bahwa bilangan 70 ini diambil dari sedikit manuscripts Ibrani, sedangkan mayoritas manuscripts Ibrani dan LXX menyebutkan 50.070 orang (lima puluh ribu tujuh puluh)!

Adam Clarke mengatakan bahwa jumlah 50.070 ini mustahil, karena tidak mungkin desa sekecil Bet-Semes mempunyai penduduk sebanyak itu. Dan lebih tidak mungkin lagi kalau orang sebanyak itu bisa semuanya melihat ke dalam tabut perjanjian.

Adam Clarke juga mengatakan bahwa 3 manuscript Ibrani yang menyebutkan ’70 orang’ adalah manuscripts hasil abad 12, yang jelas tidak bisa dianggap sebagai manuscripts tua.

Sekarang, kalau bilangan ‘70’ itu masuk akal, sedangkan bilangan dari manuscript Ibrani yang menyebutkan ‘50.070’ jelas tak masuk akal, apakah dengan ini kita harus mengatakan bahwa bahasa asli dari Perjanjian Lama adalah Indonesia atau Inggris?

d. Kej 4:8 - “Kata Kain kepada Habel, adiknya: ‘Marilah kita pergi ke padang.’ Ketika mereka ada di padang, tiba-tiba Kain memukul Habel, adiknya itu, lalu membunuh dia”.

KJV: ‘And Cain talked with Abel his brother: and it came to pass, when they were in the field, that Cain rose up against Abel his brother, and slew him’ (= Dan Kain berbicara dengan Habel saudaranya; dan terjadilah, pada saat mereka ada di padang, Kain bangkit terhadap Habel saudaranya, dan membunuhnya).

NASB: ‘And Cain told Abel his brother. And it came about when they were in the field, that Cain rose up against Abel his brother and killed him’ (= Dan Kain memberitahu Habel saudaranya. Dan terjadilah pada waktu mereka ada di padang, bahwa Kain bangkit terhadap Habel saudaranya dan membunuhnya).

RSV: ‘Cain said to Abel his brother, ‘Let us go out to the field.’ And when they were in the field, Cain rose up against his brother Abel, and killed him’ (= Kain berkata kepada Habel saudaranya, ‘Marilah kita keluar ke padang’. Dan pada waktu mereka ada di padang, Kain bangkit terhadap saudaranya Habel, dan membunuhnya).

NIV: ‘Now Cain said to his brother Abel, ‘Let’s go out to the field.’ And while they were in the field, Cain attacked his brother Abel and killed him’ (= Kain berkata kepada saudaranya Habel, ‘Marilah kita keluar ke padang.’ Dan sementara mereka ada di padang, Kain menyerang saudaranya Habel dan membunuhnya).

Perhatikan bahwa KJV dan NASB tidak mempunyai kata-kata itu, tetapi Kitab Suci Indonesia, RSV, dan NIV mempunyainya.

Dan NIV memberikan footnote tentang kata-kata itu yang berbunyi sebagai berikut: “Samaritan Pentateuch, Septuagint, Vulgate and Syriac; Masoretic Text does not have ‘Let’s go out to the field.’” [= Pentateuch Samaria, Septuaginta, Vulgate dan Aram; Text Masoretic (Ibrani) tidak mempunyai kata-kata ‘Marilah kita keluar ke padang’.]

RSV juga memberikan catatan kaki yang bunyinya senada dengan catatan kaki dari NIV.

Sekalipun pasti ada pro dan kontra berkenaan dengan penambahan ini, tetapi Adam Clarke dan Jamieson, Fausset & Brown menyetujui penambahan itu, dan menganggapnya ada dalam text aslinya, tetapi hilang dalam penyalinan. Alasan mereka adalah sebagai berikut:

Kata-kata ‘Cain talked with Abel his brother’ (= Kain berbicara dengan Habel saudaranya) dalam terjemahan KJV sebetulnya salah. Mengapa? Karena kata Ibrani yang diterjemahkan ‘talk with’ (= berbicara dengan) seharusnya terjemahan hurufiahnya adalah ‘said’ (= berkata). Kalau diterjemahkan ‘talked with’ (= berbicara dengan), maka memang tak perlu kata-kata Kain dituliskan. Jadi, kalimat itu tetap masuk akal sekalipun kata-kata tersebut tak ditambahkan. Tetapi kalau diterjemahkan ‘said’ (= berkata), maka tanpa penambahan kata-kata yang diucapkan oleh Kain, kalimat itu menjadi tidak masuk akal.

Selain itu, Adam Clarke mengatakan bahwa dalam Alkitab Ibrani edisi yang terbaik dalam bagian ini diberi spasi kosong, dengan suatu tanda yang menunjuk pada catatan tepi, yang menunjukkan bahwa di sini ada suatu kekurangan dalam text itu.

Juga, penambahan itu tidak ada dalam semua manuscripts Ibrani, bahkan yang paling kuno, tetapi penambahan itu, sekalipun agak berbeda-beda, ada dalam boleh dikatakan semua versi-versi kuno seperti Text Samaria, Aram, Vulgate, LXX / Septuaginta, Targum Babilonia, dan Coptic Mesir.

Kalau demikian, haruskah kita menyimpulkan bahwa bahasa asli dari Perjanjian Lama bukan bahasa Ibrani, karena yang versi Ibrani justru salah?

Adam Clarke (tentang Kej 4:8): “‘Cain talked with Abel his brother.’ wayo'mer Qayin, ‘and Cain said,’ etc.; not ‘talked,’ for this construction the word cannot bear without great violence to analogy and grammatical accuracy. But why should it be thus translated? Because our translators could not find that anything was spoken on the occasion, and therefore they ventured to intimate that there was a conversation, indefinitely. In the most correct editions of the Hebrew Bible there is a small space left here in the text, and a circular mark which refers to a note in the margin, intimating that there is a hiatus or deficiency in the verse. Now this deficiency is supplied in the principal ancient versions, and in the Samaritan text. In this the supplied words are, ‘LET US WALK OUT INTO THE FIELD.’ The Syriac has, ‘Let us go to the desert.’ The Vulgate has: Egrediamur foras, ‘Let us walk out.’ The Septuagint has: Dielthoomen eis to pedion, ‘Let us go out into the field.’ The two Chaldee Targums have the same reading; so has the Coptic version. This addition is completely lost from every MS. of the Pentateuch now known, and yet it is sufficiently evident from the Samaritan text the Samaritan version, the Syriac, Septuagint and Vulgate, that it was in the most authentic copies of the Hebrew before and some time since the Christian era. The words may therefore be safely considered as a part of the sacred text, and with them the whole passage reads clear and consistently: ‘And Cain said unto Abel his brother, Let us go out into the field: and it came to pass, when they were in the field, that Cain rose up,’ etc”.

Jamieson, Fausset & Brown (tentang Kej 4:8): “‘And Cain talked with Abel his brother.’ The original word does not signify, in strict propriety, ‘talked,’ but ‘said;’ ... others have supposed a hiatus or gap in the text, which the Septuagint, the Samaritan, the Syriac, and other versions fill up with the words ‘Let us go into the field.’ These authorities show that the words were once in the original text, although, as has been remarked, they are not found in the most ancient Hebrew copies - as, for instance, in that one which Origen consulted”.

Catatan: kedua kutipan di atas ini tidak saya terjemahkan, karena sudah saya berikan intinya di atas.

e. Kel 2:18 - “Ketika mereka sampai kepada Rehuel, ayah mereka, berkatalah ia: ‘Mengapa selekas itu kamu pulang hari ini?’”.

Bil 10:29 - “Lalu berkatalah Musa kepada Hobab anak Rehuel orang Midian, mertua Musa: ‘Kami berangkat ke tempat yang dimaksud TUHAN ketika Ia berfirman: Aku akan memberikannya kepadamu. Sebab itu ikutlah bersama-sama dengan kami, maka kami akan berbuat baik kepadamu, sebab TUHAN telah menjanjikan yang baik tentang Israel.’”.

KJV: ‘And Moses said unto Hobab, the son of Raguel the Midianite, Moses’ father in law, …’ (= Dan Musa berkata kepada Hobab, anak Raguel orang Midian itu, mertua Musa, …).

Jadi, nama mertua Musa itu Rehuel (seperti dalam Kel 2:18) atau Raguel (seperti dalam Bil 10:29 versi KJV)?

Jamieson, Fausset & Brown (tentang Kel 2:18): “‘Reuel their father’ - or Raguel (Num. 10:29) (Septuagint, Ragoueel, in both places)” [= Ayat 18. ‘Rehuel, ayah mereka’ atau Raguel (Bil 10:29) (Septuaginta, Raguel, di kedua tempat].

Apakah di sini kita harus menyimpulkan bahwa Kitab Suci Indonesia atau LXX / Septuaginta lebih benar dari Kitab Suci Ibraninya, karena dalam Kitab Suci Indonesia maupun LXX / Septuaginta perbedaan itu dihapuskan?

Jadi jelas, bahwa kalau suatu versi lebih benar dari yang lain, bisa saja itu terjadi karena versi itu membetulkan apa yang dianggap salah dalam versi yang salah itu. Jadi, kasusnya adalah sebagai berikut: Perjanjian Baru asli ada dalam bahasa Yunani, dan ini lalu disalin dan menghasilkan banyak sekali manuscripts Yunani. Salinan sudah tidak inerrant (= tidak ada salahnya), dan karena itu ada kesalahan. Pada waktu ada orang-orang tertentu menterjemahkan manuscripts Yunani itu ke bahasa Ibrani, maka mereka lalu membetulkan apa yang mereka anggap sebagai kesalahan itu. Dengan demikian, seandainya versi Ibrani dari Perjanjian Baru memang lebih benar, itu tetap tidak membuktikan bahwa bahasa Ibrani adalah bahasa asli dari Perjanjian Baru. Juga seandainya versi Yunani dari Perjanjian Baru memang salah, hal itu tetap tak bisa dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa Yunani bukanlah bahasa asli dari Perjanjian Baru!

3. Dalam ilmu yang disebut Textual Criticism, kalau ada problem text, maka text yang pembacaannya lebih sukar / lebih aneh itu yang biasanya dianggap sebagai yang benar.

J. Harold Greenlee: “in many instances the more difficult reading is likely to be the original. This statement needs to be qualified a bit, however. What we mean is that if one reading seems at first sight to be unexpected or difficult to understand, but on further study is seen to make good sense, then this reading is probably original. ... Of course a ‘hard’ reading is sometimes an obvious error. Readings of this type are usually found in only one or a few manuscripts” (= dalam banyak contoh / kejadian pembacaan yang lebih sukar mungkin adalah yang orisinil / asli. Tetapi pernyataan ini perlu diberi sedikit persyaratan. Yang kami maksudkan adalah jika satu pembacaan pada pandangan pertama kelihatannya tidak diharapkan atau sukar untuk dimengerti, tetapi pada waktu dipelajari lebih lanjut kelihatan memberi arti yang baik, maka pembacaan ini mungkin adalah yang orisinil / asli. ... Tentu saja pembacaan ‘yang sukar’ kadang-kadang merupakan kesalahan yang jelas / nyata. Pembacaan dari jenis ini biasanya ditemukan hanya dalam satu atau sedikit manuscripts) - ‘Scribes, Scrolls & Scripture, A Student’s Guide to New Testament Textual Criticism’, hal 59.

Biarpun ini dikatakan oleh Greenlee dalam persoalan manuscripts dalam bahasa asli, tetapi ini bisa diterapkan dalam membandingkan Perjanjian Baru Yunani dan Perjanjian Baru Ibrani. Yang pembacaannya lebih sukar / kelihatannya salah bisa saja justru adalah pembacaan yang orisinil / asli.

4. Juga perlu diingat bahwa penterjemahan sama sekali tidak harus menyebabkan ‘kesalahan-kesalahan’ seperti yang dibicarakan oleh Kristian Sugiyarto.

‘Kesalahan-kesalahan’ yang dibicarakan oleh Kristian Sugiyarto semuanya adalah ‘kesalahan’ dalam persoalan nama, yaitu:

a. Penghapusan nama ‘Avner’ dalam silsilah Yesus dalam Mat 1.

b. Nama ‘Berekhya’ dalam Mat 23:35 seharusnya adalah ‘Yoyada’.

c. Nama ‘Yeremia’ dalam Mat 27:9 seharusnya adalah ‘Zakharia’.

d. Nama ‘Abyatar’ dalam Mark 2:26 seharusnya adalah ‘Abimelekh’.

Sekarang pikirkan, apakah dalam melakukan penterjemahan, kesalahan seperti ini biasa terjadi? Dalam penterjemahan, kesalahan yang biasa terjadi adalah dalam persoalan perbendaharaan kata (kalau kata aslinya tidak ada dalam bahasa ke dalam mana kata itu mau diterjemahkan) atau dalam persoalan gramatika / tata bahasa (kalau gramatika dari bahasa aslinya beda dengan gramatika dari bahasa ke dalam mana itu mau diterjemahkan). Tetapi yang jelas, kesalahan yang biasa terjadi dalam penterjemahan, bukanlah kesalahan berupa penghapusan / perubahan suatu nama, seperti dalam contoh-contoh yang diberikan oleh Kristian Sugiyarto. Jadi, kesimpulan Kristian Sugiyarto yang mengatakan bahwa Perjanjian Baru aslinya ada dalam bahasa Ibrani karena ‘kesalahan-kesalahan’ itu ada dalam Perjanjian Baru Yunani tetapi tidak ada dalam Perjanjian Baru Ibrani, merupakan sesuatu yang sangat tidak masuk akal.

Juga, ‘kesalahan’ nama seperti itu bisa terjadi pada penyalinan. Tetapi menurut saya, jauh lebih memungkinkan bahwa perbedaan seperti itu terjadi, karena penterjemah dari Perjanjian Baru Yunani ke Ibrani ‘membetulkan’ apa yang mereka anggap salah.

5. Ada satu hal penting yang ingin saya tambahkan berkenaan dengan orang-orang yang mengatakan bahwa Alkitab ada salahnya, yaitu bahwa anggapan awal pada saat kita mau mempelajari Kitab Suci merupakan segala sesuatu yang sangat penting, dan menentukan ke arah mana kita akan pergi!

William G. T. Shedd: “One or the other view of the Scriptures must be adopted; either that they were originally inerrant and infallible, or that they were originally errant and fallible. The first view is that of the church in all ages: the last is that of the rationalist in all ages. He who adopts the first view, will naturally bend all his efforts to eliminate the errors of copyists and harmonize discrepancies, and thereby bring the existing manuscripts nearer to the original autographs. By this process, the errors and discrepancies gradually diminish, and belief in the infallibility of Scripture is strengthened. He who adopts the second view, will naturally bend all his efforts to perpetuate the mistakes of scribes, and exaggerate and establish discrepancies. By this process, the errors and discrepancies gradually increase, and disbelief in the infallibility of Scripture is strengthened” (= Salah satu dari pandangan-pandangan tentang Kitab Suci ini harus diterima; atau Kitab Suci orisinilnya itu tidak bersalah, atau Kitab Suci orisinilnya itu bersalah. Pandangan pertama adalah pandangan dari gereja dalam segala jaman: pandangan yang terakhir adalah pandangan dari para rasionalis dalam segala jaman. Ia yang menerima pandangan pertama, secara alamiah akan berusaha untuk menyingkirkan kesalahan-kesalahan dari para penyalin dan mengharmoniskan ketidaksesuaian-ketidaksesuaian, dan dengan itu membawa manuscript itu lebih dekat kepada autograph yang orisinil. Melalui proses ini, kesalahan-kesalahan dan ketidaksesuaian-ketidaksesuaian berkurang secara bertahap, dan kepercayaan terhadap ketidakbersalahan Kitab Suci dikuatkan. Ia yang menerima pandangan yang kedua, secara alamiah akan berusaha untuk mengabadikan / menghidupkan terus-menerus kesalahan-kesalahan dari ahli-ahli Taurat / para penyalin, dan melebih-lebihkan dan meneguhkan ketidaksesuaian-ketidaksesuaian itu. Melalui proses ini, kesalahan-kesalahan dan ketidaksesuaian-ketidaksesuaian bertambah secara bertahap, dan ketidak-percayaan kepada ketidakbersalahan Kitab Suci dikuatkan) - ‘Calvinism: Pure and Mixed’, hal 137.

E. J. Young: “It is perfectly true that if we begin with the assumption that God exists and that the Bible is His Word, we shall wish to be guided in all our study by what the Scripture says. It is equally true that if we reject this foundational presupposition of Christianity we shall arrive at results which are hostile to supernatural Christianity. If one begins with the presuppo-sitions of unbelief, he will end with unbelief’s conclusions. If at the start we have denied that the Bible is God’s Word of if we have, whether consciously or not, modified the claims of the Scriptures, we shall come to a position which is consonant with our starting point. He who begins with the assumption that the words of the Scriptures contain error will never, if he is consistent, come to the point of view that the Scripture is the infallible Word of the one living and eternal God. He will rather conclude with a position that is consonant with his starting point. If one begins with man, he will end with man. All who study the Bible must be influenced by their foundational presuppositions” (= Adalah sesuatu yang benar bahwa jika kita mulai dengan anggapan bahwa Allah ada dan bahwa Alkitab adalah FirmanNya, kita akan ingin untuk dipimpin dalam seluruh pelajaran kita oleh apa yang Kitab Suci katakan. Juga adalah sesuatu yang sama benarnya bahwa jika kita menolak anggapan dasar dari kekristenan ini, maka kita akan sampai pada hasil yang bermusuhan terhadap kekristenan yang bersifat supranatural. Jika seseorang mulai dengan anggapan dari orang yang tidak percaya, ia akan berakhir dengan kesimpulan dari orang yang tidak percaya. Jika sejak awal kita telah menolak bahwa Alkitab adalah Firman Allah, atau jika kita, secara sadar atau tidak, mengubah claim / tuntutan dari Kitab Suci, kita akan sampai pada suatu posisi yang sesuai dengan titik awal kita. Ia yang mulai dengan anggapan bahwa kata-kata dari Kitab Suci mengandung kesalahan tidak akan pernah, jika ia konsisten, sampai pada pandangan bahwa Kitab Suci adalah Firman yang tak bersalah dari Allah yang hidup dan kekal. Sebaliknya ia akan menyimpulkan dengan suatu posisi yang sesuai dengan titik awalnya. Jika seseorang mulai dengan manusia, ia akan berakhir dengan manusia. Semua yang mempelajari Alkitab pasti dipengaruhi oleh anggapan dasarnya) - ‘Thy Word Is Truth’, hal 187.

Memang dalam kedua kutipan di atas ini, yang dipersoalkan adalah orang-orang Liberal yang menganggap Kitab Suci ada salahnya. Tetapi ini juga bisa diterapkan kepada orang-orang dari kelompok Yahweh-isme seperti Yakub Sulistyo, Kristian Sugiyarto dan Teguh Hindarto. Kalau mereka datang kepada Perjanjian Baru Yunani, dengan suatu kepercayaan bahwa itu adalah terjemahan dari Perjanjian Baru Ibrani, maka mereka akan mempunyai kecenderungan untuk mencari-cari, dan bahkan membesar-besarkan, kesalahan dari Perjanjian Baru Yunani.

Tidakkah mereka sadar bahwa Perjanjian Lama sendiri, dalam bahasa Ibraninya sekalipun, mempunyai banyak sekali bagian-bagian yang kontradiksi satu sama lain? Saya kira mereka tahu hal itu, hanya saja mereka tak meng‘expose’nya, atau bahkan menyembunyikannya! Mengapa fakta ini tidak membuat mereka beranggapan bahwa Ibrani bukan bahasa asli dari Perjanjian Lama, seperti yang mereka lakukan terhadap Perjanjian Baru dengan bahasa Yunaninya?

II) Argumentasi saya bahwa bahasa asli dari Perjanjian Baru adalah bahasa Yunani.

Saya sudah mematahkan semua argumentasi mereka yang menyatakan bahwa bahasa asli dari Perjanjian Baru adalah bahasa Ibrani, dan sekarang saya akan memberikan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa bahasa asli dari Perjanjian Baru adalah bahasa Yunani.

1) Banyak / semua sumber mengatakan demikian.

Encyclopedia Britannica 2007 [dengan topik ‘Koine (Greek language)’]:

“Based chiefly on the <>
Attic dialect, the Koine superseded the other ancient Greek dialects by the 2nd century AD. Koine is the language of the Greek translation of the Old Testament (the Septuagint), of the New Testament, .... It forms the basis of Modern Greek” [= Berdasarkan terutama pada dialek Attic, Koine menggantikan dialek-dialek Yunani kuno yang lain pada abad ke 2 M. Koine adalah bahasa dari terjemahan Yunani dari Perjanjian Lama (Septuaginta), dari Perjanjian Baru, ... Itu membentuk dasar dari bahasa Yunani modern].

Halley’s Bible Handbook: “The Old Testament was written in Hebrew. The New Testament was written in Greek. A Greek translation of the Old Testament called ‘The Septuagint,’ made in the 3rd century BC, was in common use in Jesus’ day. Greek was the language in general use throughout the Roman world” (= Perjanjian Lama ditulis dalam bahasa Ibrani. Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani. Suatu terjemahan dari Perjanjian Lama disebut Septuaginta, dibuat pada abad 3 S.M., dan digunakan secara umum pada jaman Yesus. Yunani adalah bahasa yang digunakan secara umum di seluruh dunia Romawi) - hal 753-754.

Microsoft Encarta Reference Library 2003 (dengan topik ‘Bible, The New Testament’): “For a time, some Christian scholars treated the Greek of the New Testament as a special kind of religious language, providentially given as a proper vehicle for the Christian faith. It is now clear from extrabiblical writings of the period that the language of the New Testament is koine, or common Greek, that which was used in homes and marketplaces” (= Untuk suatu waktu, beberapa ahli Kristen memperlakukan bahasa Yunani dari Perjanjian Baru sebagai suatu jenis khusus dari bahasa agama, yang diberikan oleh providensia Allah sebagai suatu sarana untuk iman Kristen. Tetapi sekarang jelas dari tulisan-tulisan di luar Alkitab dari jaman itu bahwa bahasa dari Perjanjian Baru adalah koine, atau bahasa Yunani umum, yang digunakan di rumah-rumah dan pasar-pasar).

Microsoft Encarta Reference Library 2003 (dengan topik ‘Bible, The New Testament’): “Extant Greek manuscripts of the New Testament - complete, partial, or fragmentary - now number about 5000. None of these, however, is an autograph, an original from the writer. Probably the oldest is a fragment of the Gospel of John dated about AD 120-40. The similarities among these manuscripts is most remarkable when one considers differences of time and place of origin as well as the methods and materials of writing. Dissimilarities, however, involve omissions, additions, terminology, and different ordering of words. Comparing, evaluating, and dating the manuscripts, placing them in family groups, and developing criteria for ascertaining the text that most likely corresponds to what the authors wrote are the tasks of critics. They are aided in their judgments by thousands of scriptural citations in the writings of the early Fathers of the Church and by a number of early translations of the Bible into other languages. The fruit of the labor of text critics is an edition of the Greek New Testament that offers not only what is judged to be the best text but also includes notes indicating variant readings among the major manuscripts” (= Manuscripts Yunani dari Perjanjian Baru yang masih ada - lengkap atau sebagian - sekarang jumlahnya sekitar 5000. Tetapi tidak ada dari ini yang merupakan autograph, tulisan asli dari sang penulis. Mungkin yang tertua adalah bagian dari Injil Yohanes yang berasal dari sekitar tahun 120-140 M. Persamaan di antara manuscript-manuscript ini sangat mengagumkan pada waktu seseorang mempertimbangkan perbedaan waktu dan tempat dari asal usul maupun metode dan bahan dari tulisan itu. Tetapi juga ada perbedaan-perbedaan, mencakup penghapusan-penghapusan, penambahan-penambahan, istilah, dan urut-urutan kata-kata yang berbeda. Membandingkan, mengevaluasi, dan menentukan tahun penulisan, menempatkan manuscript-manuscript itu dalam ‘keluarga manuscript’, dan mengembangkan kriteria untuk memastikan text yang paling sesuai dengan apa yang ditulis oleh sang pengarang merupakan tugas dari para pengkritik. Dalam menilai / menghakimi ini mereka dibantu oleh ribuan kutipan Kitab Suci dalam tulisan-tulisan dari bapa-bapa gereja mula-mula dan oleh sejumlah terjemahan-terjemahan mula-mula dari Alkitab ke dalam bahasa-bahasa lain. Buah dari jerih payah dari para pengkritik text ini adalah suatu edisi dari Perjanjian Baru bahasa Yunani yang memberikan bukan hanya apa yang dinilai sebagai text yang terbaik tetapi juga mencakup catatan-catatan yang menunjukkan variasi pembacaan di antara manuscript-manuscript utama).

Microsoft Encarta Reference Library 2003 (dengan topik ‘Bible, the New Testament’): “Early Versions. Because the New Testament was written in Greek, the story of the transmission of the text and the establishing of the canon sometimes neglects the early versions, some of which are older than the oldest extant Greek text. The rapid spread of Christianity beyond the regions where Greek prevailed necessitated translations into Syriac, Old Latin, Coptic, Gothic, Armenian, Georgian, Ethiopic, and Arabic. Syriac and Latin versions existed as early as the 2nd century, and Coptic translations began to appear in the 3rd century. These early versions were in no sense official translations but arose to meet regional needs in worship, preaching, and teaching. The translations were, therefore, trapped in local dialects and often included only selected portions of the New Testament. During the 4th and 5th centuries efforts were made to replace these regional versions with more standardized and widely accepted translations. Pope Damasus I in 382 commissioned St. Jerome to produce a Latin Bible; known as the Vulgate, it replaces various Old Latin texts. In the 5th century, the Syriac Peshitta replaced the Syriac versions that had been in popular use up to that time. As is usually the case, the old versions slowly and painfully gave way to the new” (= Versi-versi awal / mula-mula. Karena Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani, cerita tentang penyebaran dari text dan peneguhan / penetapan kanon kadang-kadang mengabaikan versi-versi awal, beberapa di antaranya lebih tua dari text Yunani tertua yang masih ada. Penyebaran yang cepat dari kekristenan melampaui daerah-daerah dimana bahasa Yunani digunakan mengharuskan terjemahan-terjemahan ke dalam bahasa-bahasa Aram, Latin kuno, Koptik, Gothic, Armenian, Georgian, Ethiopia, dan Arab. Versi bahasa Aram dan Latin sudah ada pada abad ke 2, dan terjemahan-terjemahan Koptik mulai muncul pada abad ke 3. Versi-versi awal ini sama sekali bukan terjemahan resmi tetapi muncul untuk memenuhi kebutuhan daerah dalam ibadah, khotbah dan pengajaran. Karena itu, terjemahan-terjemahan ini terjebak dalam dialek lokal dan sering hanya mencakup bagian-bagian dari Perjanjian Baru. Dalam abad ke 4 dan ke 5 dilakukan usaha-usaha untuk menggantikan versi-versi daerah ini dengan terjemahan-terjemahan yang lebih standard dan diterima secara luas. Paus Damasus I pada tahun 382 mengangkat / menugaskan Santo Jerome untuk menghasilkan Alkitab Latin; dikenal sebagai Vulgate, dan itu menggantikan text Latin kuno yang bermacam-macam. Pada abad ke 5, bahasa Syria-Peshita menggantikan versi-versi Syria / Aram yang telah digunakan secara populer sampai saat itu. Seperti biasanya, versi-versi lama dengan perlahan-lahan dan menyakitkan memberi jalan kepada versi yang baru).

Catatan: perhatikan bahwa dalam ‘early versions’ (= versi-versi awal / mula-mula) itu tidak ada yang berbahasa Ibrani!

Microsoft Encarta Reference Library 2003 (dengan topik ‘Bible, the New Testament’): “Translations of the Reformation Period. In 1525 the English reformer William Tyndale translated the New Testament from the Greek text, copies of which were printed in Germany and smuggled into England. Tyndale’s translation of the Old Testament from the Hebrew text was only partly completed” (= Terjemahan-terjemahan dari jaman Reformasi. Pada tahun 1552 tokoh reformasi dari Inggris, William Tyndale, menterjemahkan Perjanjian Baru dari text bahasa Yunani, dan salinan-salinannya dicetak di Jerman dan diselundupkan ke Inggris. Terjemahan Tyndale dari Perjanjian Lama dari text Ibrani hanya selesai sebagian).

Microsoft Encarta Reference Library 2003 (dengan topik ‘koine’): “The early Christian writers who transcribed and compiled the New Testament made use of a variety of the Koine (Greek for ‘common’), the court and literary language of Hellenistic Greece” [= Penulis-penulis Kristen yang mula-mula yang menuliskan dan menyusun Perjanjian Baru menggunakan suatu variasi dari Koine (kata Yunani untuk ‘umum’), bahasa istana dan bahasa literatur dari Yunani].

Gary Mink (internet): “THE WORLD BOOK ENCYCLOPEDIA: The original language of the New Testament is the common vernacular Greek that was widely used at the time of Jesus. COMPTON’S ENCYCLOPEDIA:<>
All of the books [of the New Testament] were originally written in Greek. NEW CATHOLIC ENCYCLOPEDIA: <>They [New Testament writings] were all written originally in Greek. THE ENCYCLOPEDIA AMERICANA:<> In this language [Koine Greek] the New Testament was written, and thousands upon thousands of papyri, contemporary with the New Testament, and discovered only in the last few decades, have contributed to give us a clear conception of this wide spread lingua franca, that was found wherever Greeks and Greek civilization penetrated” [= THE WORLD BOOK ENCYCLOPEDIA: ‘Bahasa asli dari Perjanjian Baru adalah bahasa Yunani rakyat umum yang digunakan secara luas pada jaman Yesus’. COMPTON’S ENCYCLOPEDIA: ‘Semua kitab-kitab (dari Perjanjian Baru) secara orisinil ditulis dalam bahasa Yunani’. NEW CATHOLIC ENCYCLOPEDIA: ‘Mereka (tulisan-tulisan Perjanjian Baru) semuanya ditulis secara orisinil dalam bahasa Yunani’. THE ENCYCLOPEDIA AMERICANA: ‘Dalam bahasa ini (Greek Koine) Perjanjian Baru ditulis, dan ribuan papirus, sejaman dengan Perjanjian Baru, dan ditemukan hanya dalam beberapa puluh tahun terakhir, telah memberikan sumbangsih untuk memberi kita suatu pengertian yang jelas tentang lingua franca yang tersebar luas ini, dan yang ditemukan dimanapun orang-orang Yunani dan kebudayaan Yunani masuk’].

Catatan: saya memberikan di sini hanya sebagian saja, tetapi Gary Mink sebetulnya memberikan lebih banyak lagi sumber, baik Encyclopedia, Dictionary, ahli sejarah, penterjemah Alkitab, dan sebagainya. Saya berikan seluruh kata-katanya di bawah ini, tanpa terjemahan.

Gary Mink (internet):

HISTORIANS.

It is also a historical fact that the New Testament was written in Greek. We know the Old Testament was written in Hebrew. Just as surely, we also know the New Testament was written in Greek. First, we shall consult the historians. It is not a fact because historians say it. Historians say it, because it is a fact. Have you ever just looked up ‘New Testament’ in a reference book? Have we checked it for ourselves? What do the historians say about the New Testament? What language did the writers use? 

Will Durant is one of the most popular historians of this century. His eleven volume history, The Story of Civilization may be the most widely read history in existence. He gives his view of the language of the New Testament books of Matthew, Mark, and Luke.

They were written in the Greek Koine of popular speech, and were no models of grammar or literary finish...

Professor Michael Grant is the author of many books on the ancient world. He is an eminent historian who has written extensively of the Roman Empire, In his History of Rome, he comments on both the Apostle Paul and the city of his birth.

Tarsus was a center of advanced Hellenic culture, so that Paul was familiar with Greek and wrote in that language.

Though he was a scholar of a former century, the voice of Edward Gibbon is not at all silent. As his biographer James C. Morrison put it, ‘His word is still one of the weightiest that can be quoted.’ 

In his minutely detailed, voluminously written, and often reprinted work The Decline and Fall of the Roman Empire, Gibbon tells about the Gospels in his fifteenth charter.

The authentic histories of the actions of Christ were composed in the Greek language, at a considerable distance from Jerusalem, and after the gentile converts were grown extremely numerous.

Ecclesiastical historian Henry Hart Milman addresses our subject in his History of Christianity. He refers to the language of the first Christian literature in his fourth book.

The Greek already possessed the foundation of this literature in the Septuagint version of the old, and in the original of the New Testament.

It should be said that the word of many more historians can be given. We will count it sufficient to quote only one other. Dr. James Harvey Robinson has been called ‘one of the greatest of American teachers of history.’ In a very large measure he fathered the methods of the study of history at the turn of the twentieth century. Among his better known, and more widely used text books is An Introduction to the History of Western Europe. While explaining the influence of the Greek culture and language on the Roman Empire, Dr. Robinson makes note of the rise of Christianity and of Christianity’s book.

It had its origin in Palestine and was set forth in a Greek book, the New Testament.

Are we to believe the witness of history and its writers? Or will we simply reject the facts and revise history to suit ourselves? 

TRANSLATORS.

Another academic discipline open to our investigation is translation. Bible translators, of all people, should know the original language of the book. The fifty-four men of the committee to whom King James commended the work of translating the Authorized Version were Bible language scholars every one. In their high sounding way, they speak of ‘The Original Sacred Tongues’ in the epistle dedicatory. Here is what the title page of their translation of the New Testament says.

The New Testament of our Lord and Saviour Jesus Christ translated out of the original Greek: and with the former translations diligently compared and revised.

Scottish scholar Dr. Robert Young, while best known for his monumental work, The Analytical Concordance to the Bible, also translated the Bible. In the preface to the first edition of his Literal Translation of the Holy Bible, we find these words.

This work, in its present form, is not to be considered as intended to come into competition with the ordinary use of the commonly received English Version of the Holy Scriptures, but simply as a strictly literal and idiomatic rendering of the Original Hebrew and Greek Texts.

Perhaps the best known translator of the entire Bible was James Moffatt. He was expert in both Hebrew and Greek. In his introduction to the final edition of his translation, he said the following.

The authors of the New Testament all wrote in Hellenistic Greek, which was understood far and wide throughout the Roman Empire.

Charles C. Torrey, a noted Semitic language professor, published The Four Gospels, a New Translation in the early part of this century. He was the most outspoken proponent of Aramaic originals of some New Testament books. Yet, even he found no grounds to deny that Paul wrote in Greek. He was convinced that only the Gospels, the Revelation, and half of Acts were translated from Aramaic originals. However, he believed the Gospel of Luke to have been translated by Luke himself, but from Aramaic sources. This is what he said in the preface of his book, Our Translated Gospels.

Lk. made in Palestine, very likely during the two years of Paul's imprisonment at Caesarea (Acts 24:27), a collection of Semitic documents relating to the life and work of Jesus, arranged them very skillfully, and rendered the whole into Grk. which is our Third Gospel.

Edgar J. Goodspeed was one of the most vocal opponents of Torrey’s theory. While Goodspeed was a prolific writer on subjects biblical, he is principally remembered for his translation of the New Testament side of The Complete Bible, an American Translation. Here is what he says about the original language of the New Testament. 

It would seem to be an obvious fact that the New Testament was written in Greek.

The Jewish New Testament has garnered mild interest since its publication in 1989. Its translator, David H. Stern, who calls himself a Messianic Jew, wishes ‘to restore the Jewishness of the New Testament.’ His efforts are diligent toward that end. In spite of his enthusiasm for Hebrew, he is compelled to state that Paul wrote in Greek. Hear what he says.

Moreover, Sha’ul, whose letters were composed in Greek, clearly drew on his native Jewish and Hebraic thought-forms when he wrote.

You see then, there are one or two translators who believe a few New Testament books were originally Aramaic. When we check closely, we find even they do not believe the complete New Testament was Aramaic. They confess that most of the New Testament was originally Greek.

ENCYCLOPEDIAS

THE WORLD BOOK ENCYCLOPEDIA: 

The original language of the New Testament is the common vernacular Greek that was widely used at the time of Jesus.

COMPTON’S ENCYCLOPEDIA:

All of the books [of the New Testament] were originally written in Greek.

NEW CATHOLIC ENCYCLOPEDIA:

They [New Testament writings] were all written originally in Greek.

THE ENCYCLOPEDIA AMERICANA:

In this language [Koine Greek] the New Testament was written, and thousands upon thousands of papyri, contemporary with the New Testament, and discovered only in the last few decades, have contributed to give us a clear conception of this wide spread lingua franca, that was found wherever Greeks and Greek civilization penetrated.

THE NEW GROLIER MULTIMEDIA ENCYCLOPEDIA:

The second part, called the New Testament, was composed in Greek and records the story of Jesus and the beginnings of Christianity.

ENCYCLOPEDIA BRITANNICA:

The New Testament Greek, for example, is a representative of Hellenistic Greek written in the first century AD. Some Aramaic influences have been discerned in parts of the New Testament that have a Palestinian setting, but not to a point where scholars are obliged to conclude that some books were originally composed in Aramaic.

BIBLE DICTIONARIES 

INTERPRETER'S DICTIONARY OF THE BIBLE:

The Greek of the new testament is the Koine of the first two centuries A.D. It is now generally agreed by New Testament scholars that the books as we have them were written in Greek.

HOLDMAN BIBLE DICTIONARY:

The New Testament was written (in?) the universal language of the empire.

HASTINGS’ DICTIONARY OF THE BIBLE:

But however far we may go... in allowing that Aramaic writings are to be detected beneath and behind our gospels, it cannot be held that any of these gospels, or any other New Testament books, are translations from that language. All the new testament was originally written in Greek.

HARPER’S BIBLE DICTIONARY:

The New Testament books were all written in Greek.

UNGER’S BIBLE DICTIONARY:

The Old Testament is written mostly in Hebrew; the New Testament wholly in Greek.

J. Harold Greenlee: “During the past few years some individuals have made much of the fact that Syriac is closely related to Aramaic. Claims have been made that the Syriac New Testament is the ‘genuine’ New Testament, written in the language that Jesus spoke. ... But even if Syriac and Aramaic were the same language - which they are not (for one thing, they were written with completely different alphabets) - the fact remains that the New Testament was originally written in Greek, and the New Testament in any language other than Greek is a tranlation from the original Greek and is thus one step removed from the original” - ‘Scribes, Scrolls, & Scripture’, hal 32-33.

2) Yesus menyebut diriNya dengan istilah Alpha dan Omega, yang merupakan huruf Yunani yang pertama dan terakhir, dalam abjad Yunani. Mengapa Ia tidak menggunakan Alif dan Tau (huruf pertama dan terakhir dalam abjad Ibrani), kalau bahasa aslinya adalah bahasa Ibrani dan bukan Yunani?

Wah 1:8 - “‘Aku adalah Alfa dan Omega, firman Tuhan Allah, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, Yang Mahakuasa.’”.

Wah 21:6 - “FirmanNya lagi kepadaku: ‘Semuanya telah terjadi. Aku adalah Alfa dan Omega, Yang Awal dan Yang Akhir. Orang yang haus akan Kuberi minum dengan cuma-cuma dari mata air kehidupan”.

Wah 22:13 - “Aku adalah Alfa dan Omega, Yang Pertama dan Yang Terkemudian, Yang Awal dan Yang Akhir.’”.

3) Ayat-ayat yang memberikan terjemahan / penjelasan arti dalam bahasa Yunani semuanya menjadi kacau / tidak masuk akal, seandainya bahasa asli Perjanjian Baru adalah bahasa Ibrani.

Misalnya:

a) Yoh 1:38,41,42 - “(38) Tetapi Yesus menoleh ke belakang. Ia melihat, bahwa mereka mengikut Dia lalu berkata kepada mereka: ‘Apakah yang kamu cari?’ Kata mereka kepadaNya: ‘Rabi (artinya: Guru), di manakah Engkau tinggal?’ ... (41) Andreas mula-mula bertemu dengan Simon, saudaranya, dan ia berkata kepadanya: ‘Kami telah menemukan Mesias (artinya: Kristus).’ (42) Ia membawanya kepada Yesus. Yesus memandang dia dan berkata: ‘Engkau Simon, anak Yohanes, engkau akan dinamakan Kefas (artinya: Petrus).’”.

b) Mat 1:23 - “‘Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel’ - yang berarti: Allah menyertai kita”.

Bandingkan Mat 1:23 ini dengan Yes 7:14 - “Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel”.

Dalam Mat 1:23 ada arti untuk kata / nama ‘Imanuel’ itu, sedangkan dalam Yes 7:14 tidak ada. Mengapa? Karena Yesaya menulis dalam bahasa Ibrani kepada orang-orang Yahudi, yang mengerti artinya. Matius menulis dalam bahasa Yunani kepada orang-orang yang tidak mengerti bahasa Ibrani, dan karena itu ia harus memberikan arti dari kata ‘Imanuel’ itu!

c) Kis 1:19 - “Hal itu diketahui oleh semua penduduk Yerusalem, sehingga tanah itu mereka sebut dalam bahasa mereka sendiri ‘Hakal-Dama’, artinya Tanah Darah”.

Gary Mink (internet): “we find Aramaic and Hebrew words in the Greek New Testament. This all the more confirms to us that the book was written in Greek. For if it had been written in Aramaic or Hebrew then translated into Greek, the Aramaic and Hebrew words simply would have been translated along with the rest of the book. The New Testament writers put these words and expressions in the New Testament. Then they translated these words for their readers” (= kita menemukan kata-kata Aram dan Ibrani dalam Perjanjian Baru bahasa Yunani. Ini makin meneguhkan kita bahwa buku itu ditulis dalam bahasa Yunani. Karena seandainya itu ditulis dalam bahasa Aram atau Ibrani dan lalu diterjemahkan ke Yunani, maka kata-kata Aram dan Ibrani itu akan sudah diterjemahkan bersama dengan sisa dari buku itu. Penulis-penulis Perjanjian Baru meletakkan kata-kata dan ungkapan-ungkapan ini dalam Perjanjian Baru. Lalu mereka menterjemahkan kata-kata ini bagi pembaca-pembaca mereka).

Kalau mereka menjawab dengan mengatakan bahwa dalam bahasa aslinya, yaitu bahasa Ibrani, sebetulnya arti / terjemahannya tidak ada, dan penterjemah ke bahasa Yunani menambahi arti / terjemahannya, maka saya jawab: mengapa tidak semua kata Ibrani diberi arti? Misalnya: kata ‘Haleluyah’ dan kata ‘Amin’ dalam Wah 19:1,3,4,6, dan juga kata ‘Hosana’ dalam Mat 21:9,15 Mark 11:9-10 Yoh 12:13.

Wah 19:1,3,4,6 - “(1) Kemudian dari pada itu aku mendengar seperti suara yang nyaring dari himpunan besar orang banyak di sorga, katanya: ‘Haleluya! Keselamatan dan kemuliaan dan kekuasaan adalah pada Allah kita, ... (3) Dan untuk kedua kalinya mereka berkata: ‘Haleluya! Ya, asapnya naik sampai selama-lamanya.’ (4) Dan kedua puluh empat tua-tua dan keempat makhluk itu tersungkur dan menyembah Allah yang duduk di atas takhta itu, dan mereka berkata: ‘Amin, Haleluya.’ ... Lalu aku mendengar seperti suara himpunan besar orang banyak, seperti desau air bah dan seperti deru guruh yang hebat, katanya: ‘Haleluya! Karena Tuhan, Allah kita, Yang Mahakuasa, telah menjadi raja”.

Mengapa penterjemah Yunani itu tidak menambahi kata-kata ‘artinya Puji Tuhan / Yahweh’???

Mat 21:9,15 - “(9) Dan orang banyak yang berjalan di depan Yesus dan yang mengikutiNya dari belakang berseru, katanya: ‘Hosana bagi Anak Daud, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, hosana di tempat yang mahatinggi!’ ... (15) Tetapi ketika imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat melihat mujizat-mujizat yang dibuatNya itu dan anak-anak yang berseru dalam Bait Allah: ‘Hosana bagi Anak Daud!’ hati mereka sangat jengkel”.

Mark 11:9-10 - “(9) Orang-orang yang berjalan di depan dan mereka yang mengikuti dari belakang berseru: ‘Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, (10) diberkatilah Kerajaan yang datang, Kerajaan bapak kita Daud, hosana di tempat yang maha tinggi!”.

Yoh 12:13 - “mereka mengambil daun-daun palem, dan pergi menyongsong Dia sambil berseru-seru: ‘Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel!’”.

Kata ‘Hosana’ adalah kata bahasa Ibrani, dan mempunyai arti ‘save now’ (= selamatkanlah sekarang)

Wycliffe Bible Commentary: “‘Hosanna.’ A Hebrew expression meaning ‘Save now’” (= ‘Hosanna’. Suatu ungkapan Ibrani yang berarti ‘Selamatkanlah sekarang’).

Unger’s Bible Dictionary: “HOSANNA (Gk. hosannah, from Heb. hoshi`ana', ‘save now’)” [= HOSANNA (Yunani hosannah, dari Ibrani hoshiana, ‘selamatkanlah sekarang’].

Mengapa kata ‘Hosana’ ini tak diterjemahkan?

Kelihatannya, kata-kata bahasa Ibrani yang sudah menjadi Yunani (diyunanikan) tidak diberi terjemahan. Tetapi kata-kata Ibrani yang bahasa Yunaninya berbeda, diberi arti.

Kalau mereka mengatakan: karena kata-kata ‘Haleluyah’ dan ‘Hosana’ itu populer, maka kata-kata itu tidak diberi terjemahan, maka saya bertanya: apakah kata-kata itu lebih populer dari kata ‘Mesias’? Kata ‘Mesias’ begitu populer, dan tidak mungkin ada orang Yahudi yang tak tahu arti kata itu, tetapi kata itu tetap diberi terjemahannya dalam bahasa Yunani (Yoh 1:41).

Dengan cara yang sama, jelas bahwa bahasa asli Perjanjian Baru bukan Aram, karena adanya istilah-istilah bahasa Aram, yang diterjemahkan ke Yunani, seperti:

· Mark 5:41 - “Lalu dipegangNya tangan anak itu, kataNya: ‘Talita kum,’ yang berarti: ‘Hai anak, Aku berkata kepadamu, bangunlah!’”.

· Yoh 20:16 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Maria!’ Maria berpaling dan berkata kepadaNya dalam bahasa Ibrani: ‘Rabuni!’, artinya Guru”.

Catatan: ayat ini juga menunjukkan bahwa kalau dikatakan ‘bahasa Ibrani’ kadang-kadang maksudnya adalah ‘bahasa Aram’. Kata ‘Rabuni’ adalah bahasa Aram, kata Ibraninya adalah ‘Rabi’ (Yoh 1:38).

· Roma 8:15 - “Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: ‘ya Abba, ya Bapa!’”.

· Yoh 19:13 - “Ketika Pilatus mendengar perkataan itu, ia menyuruh membawa Yesus ke luar, dan ia duduk di kursi pengadilan, di tempat yang bernama Litostrotos, dalam bahasa Ibrani Gabata”.

· 1Kor 16:22 - “Siapa yang tidak mengasihi Tuhan, terkutuklah ia. Maranata!”.

Catatan: Yoh 19:13 menyebutkan ‘bahasa Ibrani’ tetapi Bambang Noorsena mengatakan bahwa itu adalah kata bahasa Aram. 

Bambang Noorsena: “Contoh-contoh kata-kata Aram yang dipelihara itu, antara lain: Talita Kum (Markus 5:41), Gabbata (Yohanes 19:13), Maranatha (1 Korintus 16:23)”.

Catatan: 1Kor 16:23 itu salah, seharusnya 1Kor 16:22.

Juga bandingkan dengan Mat 27:46 - “Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: ‘Eli, Eli, lama sabakhtani?’ Artinya: AllahKu, AllahKu, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”. Atau Mark 15:34 - “Dan pada jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: ‘Eloi, Eloi, lama sabakhtani?’, yang berarti: Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”.

Matius menuliskan kata-kata Yesus ini dalam bahasa campuran Ibrani dan Aram, dan Markus menuliskannya dalam bahasa Aram.

Yakub Sulistyo mengatakan bahwa pada waktu Yesus mengucapkan kata-kata ‘Eli, Eli, lama sabakhtani?’ dalam Mat 27:46, Ia mengucapkan kata-kata itu murni dalam bahasa Ibrani!

Yakub Sulistyo: “Saat Yeshua tergantung di kayu salib, Dalam Kitab Mattai / Matius 27:46 Yeshua berseru dengan berteriak ‘Eli Eli Lama Sabakhtani’, kalimat tersebut adalah kalimat murni bahasa Ibrani”.

Ini menunjukkan bahwa, atau ia tidak mengerti bahasa Ibrani, atau ia berdusta! Yang betul-betul bahasa Ibrani adalah kata-kata yang ada dalam Maz 22:2 - ‘Eli, Eli, lama azavtani’.

Maz 22:2 - ‘Eli, Eli, lama azavtani?’

(Ibrani)

Mat 27:46 - ‘Eli, Eli, lama sabakhtani?’

(Ibrani) (Aramaic)

Mark 15:34 - ‘Eloi, Eloi, lama sabakhtani?’

(Aramaic)

Barnes’ Notes (tentang Mat 27:46): “‘Eli, Eli ...’. This language is not pure Hebrew nor Syriac, but a mixture of both, called commonly ‘Syro-Chaldaic.’ This was probably the language which the Saviour commonly spoke. The words are taken from Ps. 22:1” (= ‘Eli, Eli ...’. Bahasa ini bukanlah Ibrani murni ataupun Aramaic / Syria murni, tetapi suatu percampuran dari keduanya, biasanya disebut ‘Syro-Chaldaic’. Ini mungkin merupakan bahasa yang biasanya digunakan oleh sang Juruselamat. Kata-kata itu diambil dari Maz 22:2).

Dalam Maz 22:2, tidak diberi terjemahan, karena memang Maz 22:2 ini ada dalam bahasa Ibrani dan ditujukan kepada orang-orang yang mengerti bahasa Ibrani!

Mengapa dalam Matius dan Markus mula-mula ditulis dalam Aram / Ibrani, lalu diterjemahkan?

4) Adanya petunjuk bahwa kitab-kitab tertentu ditujukan kepada pembaca yang bukan orang Yahudi.

Kitab-kitab tertentu mengandung ayat-ayat yang memberi penjelasan tentang istilah-istilah Ibrani, dan ini tidak akan diberikan seandainya pembacanya adalah orang-orang Yahudi yang bisa berbahasa Ibrani.

Misalnya:

Mark 14:12 - “Pada hari pertama dari hari raya Roti Tidak Beragi, pada waktu orang menyembelih domba Paskah, murid-murid Yesus berkata kepadaNya: ‘Ke tempat mana Engkau kehendaki kami pergi untuk mempersiapkan perjamuan Paskah bagiMu?’”.

Yohanes 6:4 - “Dan Paskah, hari raya orang Yahudi, sudah dekat”.

Semua orang Yahudi tahu bahwa pada Paskah adalah hari raya orang Yahudi, dan bahwa pada hari Paskah ada penyembelihan domba Paskah. Untuk apa menjelaskan hal-hal ini kepada orang-orang yang sudah tahu? Jadi jelas bahwa kitab-kitab ini ditujukan kepada orang-orang non Yahudi. Dan kalau memang demikian, mungkinkah kitab-kitab tersebut ditulis dalam bahasa Ibrani?

5) Dalam kekristenan, jejak bahasa Yunani kuat sekali, jauh melebihi jejak bahasa Ibrani. Ini aneh, dan tidak masuk akal, seandainya seluruh Kitab Suci (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) bahasa aslinya adalah bahasa Ibrani. Tetapi ini masuk akal, kalau bahasa asli Perjanjian Baru adalah bahasa Yunani.

a) Pertimbangan dari perbandingan kata-kata ini:

1. Hades (Yunani) vs Sheol (Ibrani).

Mengapa Hades lebih terkenal dari pada Sheol? Hades bahkan menjadi kata bahasa Inggris, dan dalam kamus diterjemahkan ‘alam barzach, neraka’.

2. Petrus (Yunani) vs Kefas (Ibrani / Aram).

Jelas bahwa nama ‘Petrus’ lebih populer dari nama ‘Kefas’.

3. Kata Yakub (Ibrani) vs Yakobus (nama yang diyunanikan).

Yang saya maksud dengan nama ini adalah Yakobus murid Yesus, atau Yakobus saudara dari Tuhan Yesus (yang mungkin menulis surat Yakobus). Namanya adalah ‘Yakub’ dalam bahasa Ibrani, tetapi nama itu tidak populer. Yang populer adalah ‘Yakobus’, yaitu namanya yang diyunanikan.

Anehnya, ‘Yakub’ dalam Perjanjian Lama tetap dituliskan ‘Yakub’.

4. Kata DABAR (Ibrani) vs LOGOS (Yunani).

Kedua kata ini artinya sama, yaitu ‘word / thing’ (= kata / firman / benda).

Lagi-lagi yang populer adalah LOGOS, sekaligus menjadi gelar untuk Yesus dalam Yoh 1:1,14.

5. Kristus (Yunani) vs Mesias (Ibrani).

Kedua kata ini artinya sama, yaitu ‘yang diurapi’. Tetapi mengapa ‘Kristus’ lebih terkenal dari ‘Mesias’?

6. Kata Yesus (Yunani) vs Yosua (Ibrani).

Kata ‘Yesus’ dan ‘Yosua’ sebetulnya sama saja. Hanya ‘Yesus’ berasal dari pembacaan dalam bahasa Yunani / peyunanian, yaitu IESOUS, sedangkan ‘Yosua’ berasal dari bahasa Ibrani.

Dalam Septuaginta (LXX) nama ‘Yesus’ sudah dipakai untuk ‘Yosua’.

Bil 13:16 - “Itulah nama orang-orang yang disuruh Musa untuk mengintai negeri itu; dan Musa menamai Hosea bin Nun itu Yosua (LXX: IESOUN = Mat 1:21)”.

Neh 8:17 - “Seluruh jemaah yang pulang dari pembuangan itu membuat pondok-pondok dan tinggal di situ. Memang sejak zaman Yosua (LXX: IESOUS) bin Nun sampai hari itu orang Israel tidak pernah berbuat demikian. Maka diadakanlah pesta ria yang amat besar”.

Sebaliknya dalam Perjanjian Baru, nama ‘Yosua’ (yang betul-betul menunjuk kepada Yosua dari Perjanjian Lama, yang membawa bangsa Israel masuk ke Kanaan) adalah IESOU dan IESOUS (Kis 7:45 Ibr 4:8)! Ini adalah kata Yunani untuk ‘Yesus’!

Kis 7:45 - “Kemah itu yang diterima nenek moyang kita dan yang dengan pimpinan Yosua (Yunani: IESOU) dibawa masuk ke tanah ini, yaitu waktu tanah ini direbut dari bangsa-bangsa lain yang dihalau Allah dari depan nenek moyang kita; demikianlah sampai kepada zaman Daud”.

Ibrani 4:8 - “Sebab, andaikata Yosua (Yunani: IESOUS) telah membawa mereka masuk ke tempat perhentian, pasti Allah tidak akan berkata-kata kemudian tentang suatu hari lain”.

Anehnya, dalam Kitab Suci bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris, sekalipun dalam Perjanjian Lama digunakan ‘Yosua / Joshua’, tetapi dalam Perjanjian Baru digunakan ‘Yesus / Jesus’.

Ini jelas disebabkan karena pengaruh bahasa asli, dimana Perjanjian Lama bahasa aslinya adalah Ibrani dan Perjanjian Baru bahasa aslinya adalah Yunani!

b) Ada lagi banyak kata yang ingin saya bahas, untuk menunjukkan jejak bahasa Yunani dari Perjanjian Baru.

1. Kata ICHTHUS.

Ini adalah kata Yunani yang artinya ‘fish’ / ‘ikan’.

W. E. Vine: “FISH. ichthus denotes ‘a fish,’ (Matt. 7:10; Mark 6:38)” [= IKAN. IKHTHUS berarti ‘seekor ikan’ (Mat 7:10; Mark 6:38)] - ‘An Expository Dictionary of New Testament Words’.

Kata ini menjadi populer, mungkin karena kata-kata Yesus dalam Mat 4:19, dan juga karena dijadikan acrostic / singkatan dari IESOUS CHRISTOS THEOU HUIOS SOTER (= Yesus Kristus Anak Allah Juruselamat). Ini semua adalah kata-kata Yunani.

Simbol ikan ditemukan dalam banyak penggalian arkheologis.

The New Bible Dictionary (tentang topik ‘fish’): “The fish was one of the earliest symbols of Christian art, because the letters of Gk. Ichtys were taken as an acrostic for Iesous Christos Theou Hyios Soter, ‘Jesus Christ, of God the Son, Saviour’” (= Ikan adalah salah satu dari simbol yang paling awal dari seni kristen, karena huruf-huruf dari Yunani Ichtus diambil sebagai suatu acrostic untuk Iesous Christos Theou Huios Soter, ‘Yesus Kristus, Anak Allah, Juruselamat’) - hal 425.

Catatan: dalam bahasa Yunani, kata HUIOS itu tidak diawali dengan huruf H, tetapi huruf U. Juga huruf U sering ditransliterasikan sebagai Y. Jadi, jangan heran kalau melihat kata itu ditulis ICHTHYS.

2. Kata ‘synagogue’ (= sinagog).

Nelson’s Bible Dictionary: “SYNAGOGUE. A congregation of Jews for worship or religious study. The word synagogue comes from the Greek sunagoge” (= SINAGOG. Suatu jemaat orang-orang Yahudi untuk kebaktian atau pelajaran agamawi. Kata ‘sinagog’ berasal dari kata Yunani SUNAGOGE).

Unger’s Bible Dictionary: “SYNAGOGUE (Hellenistic Gk. sunagoge, ‘gathering of people,’ ‘a congregation,’ ‘a place of prayer,’)” [= SYNAGOGUE (Hellenistic Gk. sunagoge, ‘perkumpulan orang-orang’, ‘suatu jemaat’, ‘suatu tempat untuk berdoa’)].

Kata Yunani SUNAGOGE ini bahkan menjadi kata bahasa Indonesia dan Inggris. Mengapa gerangan untuk suatu jemaat / tempat ibadah Yahudi digunakan nama yang berasal dari bahasa Yunani? Saya bahkan tak tahu apa kata Ibrani untuk kata ini!

3. Kata ‘baptis’ dan juga sebutan ‘Yohanes Pembaptis’.

Ini berasal dari kata Yunani BAPTO atau BAPTIZO.

Sebelum Yohanes Pembaptis membaptis, orang-orang Yahudi sudah mempraktekkan baptisan dalam agama Yahudi, tetapi hal itu dilakukan hanya terhadap orang-orang non Yahudi yang masuk ke agama Yahudi. Tetapi mengapa istilah Ibraninya tidak dikenal / diketahui?

4. Kata ‘ekaristi’ (Inggris: ‘eucharist’) dalam Gereja Roma Katolik.

Ini berasal dari kata EUKHARISTESAS (= giving thanks / mengucap syukur), suatu kata Yunani yang muncul dalam Mat 26:27. Ini dilakukan oleh Yesus pada waktu mau melakukan Perjamuan Kudus.

Mat 26:27 - “Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: ‘Minumlah, kamu semua, dari cawan ini”.

Sebetulnya ini adalah istilah yang salah kalau diterapkan pada Perjamuan Kudus, karena artinya adalah ‘mengucap syukur’. Tetapi yang saya soroti dan tekankan saat ini adalah bahwa ini menunjukkan adanya jejak bahasa Yunani.

5. Kata ‘kristen’.

Dalam Kis 11:26 kata ‘Christians’ diterjemahkan dari kata Yunani KHRISTIANOUS, yang jelas berasal dari kata KHRISTOS (= Kristus).

Adam Clarke (tentang Kis 11:26): “‘And the disciples were called Christians first at Antioch.’ It is evident they had the name Christians from CHRIST their master; ... It is however worthy of remark that this name occurs in only three places in the New Testament: here, and in Acts 26:28, and in 1 Pet. 4:16” (= ‘Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen’. Adalah jelas bahwa mereka mendapatkan sebutan ‘orang-orang kristen’ dari ‘Kristus’, Tuan / Guru mereka; ... Tetapi perlu diperhatikan bahwa sebutan ini muncul hanya di 3 tempat dalam Perjanjian Baru: di sini, dan dalam Kis 26:28, dan dalam 1Petrus 4:16).

6. Kata bahasa Inggris ‘paradise’ (= firdaus / surga).

Ini berasal dari kata Yunani PARADEISOS, dan muncul dalam Lukas 23:43 2Kor 12:4 Wah 2:7.

7. Kata ‘kharismatik’.

Ini berasal dari kata Yunani KHARIS (= grace / kasih karunia), KHARISMA (= karunia) atau KHARISMATA (= karunia-karunia).

8. Kata ‘pentakosta’.

Ini berasal dari kata Yunani PENTEKOSTE, yang artinya ‘ke 50’. Ini sebetulnya adalah hari raya orang Yahudi (Im 23:15-16 Ul 16:9-11), tetapi mengapa istilah Ibraninya justru tidak populer sama sekali?

Unger’s Bible Dictionary (dengan topik ‘festivals’): “‘Pentecost’ (Gk. Pentekoste, ‘fiftieth,’ i.e., ‘day’). The second of the three great annual festivals, the others being the Passover and Tabernacles. The most important Bible passages relating to it are Exo. 23:16; Lev. 23:15-22; Num. 28:26-31; Deut. 16:9-12” [= ‘Pentakosta’ (Yn. PENTEKOSTE, ‘ke 50’, yaitu ‘hari’). Yang kedua dari 3 hari raya besar tahunan, yang lain adalah Paskah dan hari raya Pondok Daun. Text-text Alkitab terpenting yang berhubungan dengannya adalah Kel 23:16; Im 23:15-22; Bil 28:26-31; Ul 16:9-12].

9. Kata ‘katekisasi’; bahasa Inggris ‘catechism’, yang berarti ‘pelajaran dasar.

Ini diambil dari kata bahasa Yunani katekhismos. Kata KATEKHEMENOS muncul dalam Kis 18:25.

10. Kata-kata Theologi, Kristologi, Anthropologi, Eskatologi, Pneumatologi, Soteriologi, Eklesiologi, Hamartiologi. Ini semua berasal dari kata-kata Yunani THEOS, KHRISTOS, ANTHROPOS, dsb, yang digabungkan dengan kata Yunani LOGOS. Mengapa tidak ada istilahnya dalam bahasa Ibrani? Atau setidaknya istilahnya tidak populer, sehingga sangat sedikit, kalau ada, orang Kristen yang mengetahuinya?

11. Bahkan kata-kata NOMEN TETRA GRAMMATON (= nama empat huruf) yang menunjuk pada YHWH itu sendiri, merupakan kata-kata bahasa Yunani! Bukankah aneh, kalau kata-kata yang digunakan untuk menunjuk pada nama Allah, yang ada dalam bahasa Ibrani, ternyata adalah kata-kata bahasa Yunani? Mengapa bukan menggunakan bahasa Ibrani? Tentu kata-kata ‘nama empat huruf’ itu bisa diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani, tetapi itu sama sekali tidak populer. Mengapa bahasa Yunaninyalah yang populer? Tidak bisa tidak, ini merupakan jejak bahasa Yunani dalam agama Kristen, dan ini tidak akan bisa ada, seandainya seluruh Kitab Suci ditulis dengan bahasa asli bahasa Ibrani!

12. Kata-kata lain dalam dunia kristen / theologia, seperti:

· kata ‘bible’ yang berasal dari kata Yunani BIBLIA / BIBLOS.

· kata ‘autograph’ yang berasal dari kata-kata Yunani AUTO (= self / sendiri) + GRAPHOS / GRAPHEIN (= to write / menulis).

· istilah hermeneutics ‘TYPE’, yang berasal dari kata Yunani TUPOS, yang muncul dalam Ro 5:14 (diterjemahkan ‘gambaran’).

· istilah HERMENEUTICS, yang berasal dari kata Yunani HERMENEUO (= menafsirkan, menterjemahkan), yang muncul dalam Yoh 1:38,42 Yoh 9:7 1Kor 12:10 1Kor 14:26 Ibr 7:2.

· istilah APOLOGETICS, yang berasal dari kata Yunani APOLOGIA (1Pet 3:15).

· istilah ‘antikrist’ berasal dari kata-kata Yunani ANTI (= against / terhadap / menentang) + KHRISTOS (= Kristus).

· kata bahasa Inggris ‘apostle’ (= rasul) yang berasal dari kata Yunani APOSTOLOS.

· kata-kata ‘dichotomy’ (dari kata Yunani DIKHA + TEMNEIN / to cut / memotong) dan ‘trichotomy’ (dari kata Yunani TRI / TREIS + TEMNEIN).

· istilah ‘monarchianism’ (dari kata Yunani MONOS / alone + ARKHEIN / to rule).

· istilah ‘MONOTHEISM’, ‘TRITHEISM’, ‘POLYTHEISM’ dan ‘ATHEISM’ (dari kata Yunani MONOS / TRI / POLY / A + THEOS).

· istilah ‘PANTHEISM’, yang berasal dari kata-kata Yunani PANTA (= segala sesuatu) + THEOS (= Allah).

· istilah ‘ANTHROPOMOPHISM’ (= gaya bahasa yang menggambarkan Allah seakan-akan Ia berbentuk manusia). Kata ini berasal dari 2 kata Yunani, yaitu ANTHROPOS (= manusia) + MORPHE (= bentuk).

· Istilah teori ‘KENOSIS’ (= teori pengosongan diri), yang menunjuk pada suatu ajaran sesat dalam Kristologi. Istilah ini berasal dari kata Yunani EKENOSEN (= mengosongkan) dalam Fil 2:7.

· istilah ‘theophany’ (penampakan Allah sebagai manusia dalam Perjanjian Lama, yang biasanya dianggap menunjuk kepada Anak Allah), berasal dari kata-kata Yunani THEOS (= Allah) + PHANEIA (= appearance / penampakan).

· kata-kata bahasa Inggris ‘devil’ (= iblis) dan ‘demon’ (= setan / roh jahat), yang masing-masing berasal dari kata-kata Yunani DIABOLOS (Kis 10:38) dan DAIMON (Mat 8:31).

· kata bahasa Inggris ‘angel’ (= malaikat) yang berasal dari kata Yunani ANGGELOS.

· kata bahasa Inggris ‘archangel’ (= penghulu malaikat) yang berasal dari kata-kata Yunani ARKHE (= kepala / pemimpin) + ANGGELOS (= angel / malaikat)

· kata-kata ‘polygamy’ dan ‘polyandry’, yang berasal dari kata-kata Yunani POLY (= banyak) + GAMOS (= pernikahan) / ANDROS (= seorang laki-laki).

· kata ‘diaken’ / ‘deacon’ dari kata Yunani DIAKONOS.

· kata ‘Presbyterian’ / ‘Presbytery’ dari kata Yunani PRESBUTEROS.

· kata ‘episkopal’ dari kata Yunani EPISKOPOS.

· kata ‘idolatry’ (= penyembahan berhala) yang berasal dari kata-kata Yunani EIDOLON (= idol / patung berhala) + LATREIA (= penyembahan).

· kata ‘philosophy’ (= filsafat), berasal dari kata-kata Yunani PHILIA (= love / cinta) + SOPHIA (= wisdom / hikmat).

· kata bahasa Inggris ‘psalm’ (= mazmur) berasal dari kata Yunani PSALMOS.

· kata-kata ‘monergistic’ [MONO (= satu) + ERGA (= kerja)] dan ‘synergictic’ [SUN / SYN (= bersama-sama dengan) + ERGA (= kerja)].

· kata-kata HUPOSTASIS (= pribadi), PHUSIS (= hakekat) dan OUSIA (= zat) yang merupakan istilah-istilah penting dalam doktrin Allah Tritunggal.

· kata-kata HOMO-OUSIOS (= zat yang sama / satu), HETERO-OUSIOS (= zat yang berbeda), dan HOMOI-OUSIOS (= zat yang mirip), yang sangat terkenal dalam perdebatan di sekitar Sidang Gereja Nicea tahun 325 M. Istilah-istilah itu berasal dari kata-kata Yunani HOMO / HETERO / HOMOI (= satu / sama / berbeda / mirip) + OUSIA (= zat).

· kata ‘Pentateuch’ (lima kitab Musa, yaitu Kejadian - Ulangan), juga berasal dari 2 kata bahasa Yunani, yaitu PENTA (= lima) + TEUKHOS (= buku / kitab). Apakah tidak aneh bahwa istilah yang populer untuk lima kitab Musa ini, yang jelas-jelas ditulis dalam bahasa asli bahasa Ibrani, merupakan istilah bahasa Yunani?

· Kata ‘glosolali’.

Ini berasal dari kata Yunani GLOSSA, yang artinya ‘lidah / bahasa’, tetapi kadang-kadang harus diterjemahkan ‘bahasa Roh’.

Memang kata-kata Ibrani juga punya jejak, seperti SHALOM (yang ini baru-baru saja menjadi populer, dulunya tidak), AMIN, HALELUYAH, SABAT, GOLGOTA, HOSANNA, SATAN, TORAH (Taurat), MALAKH (malaikat), dan sebagainya. Tetapi boleh dikatakan jejaknya sangat sedikit atau jauh lebih sedikit, kalau dibandingkan dengan jejak dari bahasa Yunani.

Belum lagi adanya kemungkinan bahwa kata-kata ini sebetulnya bukan jejak bahasa Ibrani tetapi jejak dari bahasa Arab, yang memang mirip dengan Ibrani. Juga ada kemungkinan lain bahwa kata-kata ini didapatkan dari kata Ibrani yang telah diyunanikan, seperti kata SABAT, AMIN, HALELUYAH.

Jejak dari bahasa Ibrani yang sangat sedikit ini tidak masuk akal kalau seluruh Kitab Suci mempunyai bahasa asli bahasa Ibrani.

6) Buku yang membahas Perjanjian Lama selalu mengacu pada bahasa Ibrani dan yang membahas Perjanjian Baru selalu mengacu pada bahasa Yunani.

a) Buku tafsiran.

Para penafsir selalu mengacu pada bahasa Ibrani dalam penafsiran mereka tentang Perjanjian Lama, tetapi mengacu pada bahasa Yunani dalam penafsiran mereka tentang Perjanjian Baru.

Contoh:

Semua contoh di bawah tidak saya terjemahkan, karena penekanan saya hanya bahwa penafsir selalu mengacu pada bahasa Ibrani untuk Perjanjian Lama, dan pada bahasa Yunani untuk Perjanjian Baru.

Adam Clarke (tentang Kejadian 1:1 - ini ayat Perjanjian Lama): “Genesis 1:1. ‘In the beginning God created the heaven and the earth.’ Bªree'shiyt baaraa' 'Elohiym 'eet hashaamayim wª'eet haa'aarets, ... The original word 'Elohim (heb 430), "God," is certainly the plural form of 'Eel, or 'Eloah”.

Catatan: yang saya garis-bawahi adalah kata-kata bahasa Ibrani.

Adam Clarke (tentang Yohanes 1:1 - ini ayat Perjanjian Baru): “John 1:1. ‘In the beginning was the Word, and the Word was with God, and the Word was God.’ ... ‘Was the Word.’ Or, existed the Logos. This term should he left untranslated, for the very same reason why the names Jesus and Christ are left untranslated. ... ‘And the Word was God.’ Or, God (Deity), theos , was the Logos”.

Catatan: yang saya garis-bawahi adalah kata-kata bahasa Yunani.

Juga seringkali para penafsir dalam membahas ayat-ayat Perjanjian Lama, selain mengacu pada bahasa Ibraninya, juga mengacu pada bahasa Yunani dari LXX / Septuaginta.

Adam Clarke (tentang Kel 2:2 - ini ayat Perjanjian Lama): “‘Was a goodly child.’ The Hebrew text simply says ‘good’, Towb, ‘that he was good,’ which signifies that he was not only a perfect, well-formed child, but that he was very beautiful; hence, the Septuagint translate the place, Idontes de auton asteion, ‘Seeing him to be beautiful,’ which Stephen interprets, Een asteios too Theoo ‘He was comely to God, or divinely beautiful.’”.

Catatan: yang saya beri garis bawah tunggal adalah kata bahasa Ibrani, sedangkan yang saya beri garis bawah ganda menunjukkan bahwa Adam Clarke mengacu pada LXX / Septuaginta yang menggunakan bahasa Yunani.

Pertanyaan saya: dalam membahas Perjanjian Baru, mengapa tidak ada penafsir yang selain membahas text Yunani dari Perjanjian Baru, lalu membandingkannya dengan text bahasa Ibrani dari Perjanjian Baru? Memang ada penafsir yang membahas bahasa Ibraninya, tetapi tidak ada yang membahas text Ibrani Perjanjian Baru.

Catatan: mungkin perkecualiannya hanyalah kalau penafsirnya adalah orang Yahudi! Ini menjadi sama seperti kalau saya menggunakan text bahasa Indonesia karena saya orang Indonesia.

b) ‘Word Studies’ (buku-buku yang membahas kata-kata Kitab Suci dalam bahasa aslinya) selalu membahas bahasa Ibrani untuk Perjanjian Lama dan bahasa Yunani untuk Perjanjian Baru.

c) Kitab Suci Interlinear, yang memberikan text bahasa asli dengan terjemahan kata per kata di bawahnya, selalu menggunakan text bahasa Ibrani untuk Perjanjian Lama dan bahasa Yunani untuk Perjanjian Baru.

d) Kitab Suci bahasa aslinya yang digunakan di sekolah-sekolah theologia, juga selalu bahasa Ibrani untuk Perjanjian Lama dan bahasa Yunani untuk Perjanjian Baru.

7) Di sekolah theologia, selalu diajar bahasa Ibrani dan bahasa Yunani. Mengapa?

8) Bruce Metzger menulis buku berjudul ‘A Textual Commentary on the Greek New Testament’, dan dalam buku itu ia membahas ‘textual problem’ (perbedaan text antar manuscripts) dalam Perjanjian Baru. Dan ia tidak pernah membahas kata Ibrani, tetapi selalu membahas kata Yunani. Dan ia juga menunjukkan nama dari manuscripts Yunani yang ia gunakan.

9) Para penterjemah Kitab Suci, menterjemahkan Perjanjian Baru dari bahasa asli bahasa Yunani.

Encyclopedia Britannica 2007 (dengan topik ‘language’): “St. Jerome, translator of the famed Latin Bible, the Vulgate, from the Hebrew and Greek originals” (= Santo Jerome, penterjemah dari Alkitab Latin yang terkenal, Vulgate, dari bahasa asli Ibrani dan Yunani).

Encyclopedia Britannica 2007 (dengan topik ‘Biblical literature’): “Because of the influence of printing and a demand for scriptures in the vernacular, William Tyndale began working on a New Testament translation directly from the Greek in 1523” (= Karena pengaruh dari percetakan dan suatu tuntutan untuk Kitab Suci dalam bahasa sehari-hari, William Tyndale mulai mengerjakan suatu terjemahan Perjanjian Baru langsung dari bahasa Yunani pada tahun 1523).

Encyclopedia Britannica 2007 (dengan topik ‘polyglot Bible’): “any of several editions of the Bible in which the text consists of translations of various languages arranged in parallel columns. ... The first and best known polyglot Bible is the Complutesian, ... The Old Testament in the Complutesian contained a revised Masoretic Hebrew Text and translations in ... The Complutesian New Testament presented the original Greek version together with the Latin translation” (= yang manapun dari beberapa edisi dari Alkitab dalam mana textnya mencakup terjemahan-terjemahan dari bermacam-macam bahasa yang diatur dalam kolom-kolom yang paralel. ... Alkitab Polyglot yang pertama dan paling terkenal adalah Complutesian, ... Perjanjian Lama dalam Complutesian mencakup Text Ibrani Masoretik yang direvisi dan terjemahan-terjemahan dalam ... Perjanjian Baru Complutesian menyajikan versi bahasa Yunani orisinil bersama dengan terjemahan bahasa Latin).

Encyclopedia Britannica 2007 (dengan topik ‘biblical translation’): “Erasmus, who in 1516 published an edition of the New Testament containing the Greek text and his own translation into Latin. ... Martin Luther produced the first complete translation from the original Greek and Hebrew into a modern European language” (= Erasmus, yang pada tahun 1516 menerbitkan suatu edisi Perjanjian Baru yang mencakup text bahasa Yunani dan terjemahannya sendiri ke dalam bahasa Latin. ... Martin Luther menghasilkan terjemahan pertama yang lengkap dari bahasa Yunani dan Ibrani orisinil ke dalam suatu bahasa modern Eropah).

Dalam KJV, persis pada bagian sebelum Perjanjian Baru dimulai ada kata-kata sebagai berikut: “The New Testament of our Lord and Saviour Jesus Christ translated out of the original Greek: and with the former translations diligently compared and revised by his majesty’s special command” (= Perjanjian Baru dari Tuhan dan Juruselamat kita Yesus Kristus diterjemahkan dari bahasa asli bahasa Yunani: dan dibandingkan dan direvisi dengan hati-hati dengan terjemahan-terjemahan sebelumnya oleh perintah khusus dari Sri Baginda).

Dalam NIV, pada bagian preface, di awal Kitab Suci, ada kata-kata: “The Greek text used in translating the New Testament was an eclectic one” (= Text Yunani yang digunakan dalam menterjemahkan Perjanjian Baru adalah text pilihan).

Dalam RSV, pada halaman persis sebelum Perjanjian Baru dimulai ada kata-kata: “Translated from the Greek” (= Diterjemahkan dari bahasa Yunani).

Dalam NASB pada bagian awal ada bab berjudul ‘Principles of Translation’, dan di sana ada kata-kata: “Greek Text. Consideration was given to the latest available manuscripts with a view to determining the best Greek text. In most instances the 23rd edition of Eberhard Nestle’s Novum Testamentum Graece was followed” (= Text Yunani. Pertimbangan diberikan pada manuscripts terakhir yang tersedia dengan maksud untuk menentukan text Yunani yang terbaik. Dalam kebanyakan kejadian, edisi ke 23 dari Perjanjian Baru Yunani Eberhard Nestle’s diikuti).

10) Bapa-bapa gereja mengutip banyak sekali dari Perjanjian Baru bahasa Yunani!

Gary Mink (internet): “The Greek New Testament is the most often quoted ancient book. Many, many, many ancient writers quote from it. These quotations verify its authenticity repeatedly. The Greek New Testament is quoted over 10,000 times by ancient writers” (= Perjanjian Baru Yunani adalah buku kuno yang paling sering dikutip. Banyak, banyak, banyak penulis kuno mengutip darinya. Kutipan-kutipan ini berulang-ulang membuktikan ke-otentik-annya. Perjanjian Baru Yunani dikutip lebih dari 10.000 kali oleh penulis-penulis kuno).

Berapa kali mereka mengutip dari Perjanjian Baru bahasa Ibrani? Gary Mink mengatakan 0 (nol)!!! Jangan heran, karena memang Perjanjian Baru baru diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani paling awal pada tahun 1385 M.

11) Jumlah manuscripts Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani ada lebih dari 5000, sedangkan manuscripts Perjanjian Baru dalam bahasa Ibrani adalah NOL!

Kristian Sugiyarto sendiri kelihatannya mengakui hal itu.

Kristian Sugiyarto: “Saya lebih yakin bahwa percakapan dalam PB didominasi Ibrani-Aramaik (Sudah saya ulas pada tanggapan terdahulu) Koran The Japan Times, Thursday, Feb. 27, 2003, p. 20 memberitakan bahwa orang-orang Kristen Asyrian di Mosul (Niniwe) adalah satu-satunya suku bangsa yang tetap memelihara bahasa Aramaik hingga kini dan selalu mengajarkannya pada anak-anaknya; bahasa ini adalah bahasa semasa Yesus hidup; informasi ini mengindikasikan bahwa Alkitab Kristen Asirian tentulah berbahasa asli Aramaik yang bukan terjemahan dari PB Yunani, dan memang dari sinilah antara lain James Trimm menyusun Alkitab PB-Hebrew. Namun memang catatan tulisan yang lengkap dan bertahan hingga kanonisasi adalah dalam bahasa Yunani”.

Catatan: yang saya tekankan adalah bagian yang saya beri garis bawah tunggal. Ini merupakan pengakuan Kristian Sugiyarto bahwa manuscripts yang ada semuanya dalam bahasa Yunani. Sedangkan bagian yang saya beri garis bawah ganda hanyalah merupakan asumsi yang tidak berdasar. Kata ‘mengindikasikan’, dan ‘tentulah’ (yang saya cetak dengan huruf besar) menunjukkan bahwa ini hanya asumsi dari Kristian Sugiyarto.

12) Kelompok Yahweh-isme ini berdoa supaya ditemukan manuscript Ibrani.

Gary Mink mengatakan bahwa kelompok Yahweh-isme ini beranggapan bahwa ada manuscripts Ibrani dari Perjanjian Baru, tetapi belum ketemu, dan mereka berdoa supaya manuscripts itu bisa diketemukan.

Gary Mink (internet): “The people of one sacred name group, with which I am personally acquainted, have been told by their leader to pray for God to bring to light a manuscript of a Hebrew New Testament. They think one may be hidden in the Vatican Library. They also hope more scrolls will be found in the caves around Israel. Their prayer is for a Hebrew scroll of the New Testament to be found among them. Of course, you can see that such an action amounts to an admission there is no evidence for a Hebrew New Testament. Such an admission is correct. There is no evidence. The reason there is no evidence: there is not now nor was there ever such a New Testament. When a thing has not happened, it leaves no evidence” (= Orang-orang dari satu kelompok nama keramat / kudus, dengan siapa saya kenal secara pribadi, telah diberitahu oleh pemimpin mereka untuk berdoa supaya Allah membawa kepada terang suatu manuscript Perjanjian Baru Ibrani. Mereka berpikir ada satu yang mungkin disembunyikan di Perpustakaan Vatican. Mereka juga berharap lebih banyak gulungan / naskah akan ditemukan dalam gua-gua di sekitar Israel. Mereka berdoa untuk ditemukannya suatu gulungan Perjanjian Baru Ibrani di antara mereka. Tentu saja, engkau dapat melihat bahwa tindakan seperti itu sama dengan suatu pengakuan bahwa tidak ada bukti untuk suatu Perjanjian Baru Ibrani. Pengakuan seperti itu adalah benar. Tidak ada bukti. Alasan mengapa tidak ada bukti adalah: baik sekarang maupun dulu tidak pernah ada Perjanjian Baru seperti itu. Kalau suatu hal tidak pernah terjadi, hal itu tidak meninggalkan bukti).

13) Manuscript Perjanjian Baru tertua ada dalam bahasa Yunani, dan mengandung nama Yesus dalam bahasa Yunani!

Gary Mink (internet): “A very weighty piece of evidence lies in the John Ryland Library in Manchester England. It is a fragment of the eighteenth chapter of John’s Gospel. It is commonly called the Ryland Fragment and is numbered p52. It was found in Egypt in 1934. While it is not the original Gospel written in John’s own handwriting, it is likely a copy made directly from the original. Manuscript specialists date it in the first quarter of the second century. Some set the date as early as A.D. 100. An interesting note on the contents of this small piece of John’s writing: it has the name of Jesus in Greek. The same Greek in which John wrote the original” (= Suatu potongan bukti yang sangat penting terletak di Perpustakaan John Ryland di Manchester, Inggris. Itu adalah suatu potongan dari Injil Yohanes pasal 18. Itu biasanya disebut Potongan Ryland dan diberi nomor p52. Itu ditemukan di Mesir pada tahun 1934. Sekalipun itu bukanlah Injil orisinil yang ditulis oleh tulisan tangan Yohanes sendiri, itu mungkin adalah suatu salinan yang dibuat langsung dari naskah asli. Para ahli manuscripts menyatakan tahun pembuatannya tahun 100 M. Suatu catatan yang menarik tentang isi dari potongan kecil dari tulisan Yohanes ini: potongan itu mempunyai nama Yesus dalam bahasa Yunani. Bahasa Yunani yang sama dalam mana Yohanes menulis naskah aslinya).

14) Foto-foto manuscripts Perjanjian Baru ada dalam bahasa Yunani.

Semua manuscripts ini diberi nama, manuscriptsnya ada di banyak museum, dan ada foto-fotonya. Dan dari foto-foto manuscripts ini terlihat dengan jelas bahwa bahasa yang digunakan adalah bahasa Yunani. YAHWEHISME (2).
Next Post Previous Post