YAHWEHISME (1)

Pdt.Budi Asali, M.Div.
Pendahuluan.

Allah yang kita sembah memang mempunyai nama, yaitu ‘YAHWEH / YHWH’.
YAHWEHISME (1)
tutorial, gadget
Keluaran 3:13-15 - “(13) Lalu Musa berkata kepada Allah: ‘Tetapi apabila aku mendapatkan orang Israel dan berkata kepada mereka: Allah nenek moyangmu telah mengutus aku kepadamu, dan mereka bertanya kepadaku: bagaimana tentang namaNya? - apakah yang harus kujawab kepada mereka?’ (14) Firman Allah kepada Musa: ‘AKU ADALAH AKU.’ Lagi firmanNya: ‘Beginilah kaukatakan kepada orang Israel itu: AKULAH AKU telah mengutus aku kepadamu.’ (15) Selanjutnya berfirmanlah Allah kepada Musa: ‘Beginilah kaukatakan kepada orang Israel: TUHAN (Ibrani: YHWH), Allah nenek moyangmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub, telah mengutus aku kepadamu: itulah namaKu untuk selama-lamanya dan itulah sebutanKu turun-temurun”.

Keluaran 6:1-2 - “(1) Selanjutnya berfirmanlah Allah kepada Musa: ‘Akulah TUHAN (Ibrani: YHWH). (2) Aku telah menampakkan diri kepada Abraham, Ishak dan Yakub sebagai Allah Yang Mahakuasa, tetapi dengan namaKu TUHAN (Ibrani: YHWH) Aku belum menyatakan diri”.

Catatan: kata ‘TUHAN’ dalam ayat-ayat di atas, dalam bahasa Ibrani sering dibaca YAHWEH, tetapi sebetulnya adalah YHWH (karena bahasa Ibrani tidak mempunyai huruf hidup, 22 huruf dalam abjad Ibrani semuanya adalah huruf mati). Dalam sepanjang pembahasan, saya akan menggunakan ‘YAHWEH’, tetapi nanti akan ada bagian dimana saya menjelaskan tentang ‘YAHWEH’ dan ‘YHWH’ ini.

Sudah sejak dahulu Saksi-Saksi Yehuwa mengharuskan penggunaan nama ‘YAHWEH’. Hanya saja mereka membacanya ‘Jehovah’ / ‘Yehuwa’. Tetapi sejak beberapa waktu yang lalu, muncul suatu gerakan di dalam kristen, yang juga mengharuskan penggunaan nama ‘YAHWEH’. Saya sendiri baru tahu tentang gerakan ini pada beberapa tahun yang lalu, tetapi Gary Mink, seorang penulis di internet, mengatakan bahwa gerakan ini sudah ada pada sekitar tahun 1930.

Gary Mink (internet): “The sacred name movement is a religious movement which began in the late 1920s and early 1930s. It grew out of division within the Church of God, Seventh Day. The primary and therefore the namesake concern of this movement is both the written and the oral use of the name Yahweh, or one of the other many English forms of the Hebrew name of God. From this emphasis derives the name, Sacred Name Movement.” (= Gerakan nama kudus / keramat ini adalah suatu gerakan agamawi yang mulai pada akhir 1920an dan awal 1930an. Gerakan ini keluar dari pecahan di dalam Gereja Allah, Hari Ketujuh. Perhatian utama, dan karena itu senama dengan gerakan ini, adalah baik penulisan maupun pengucapan dari nama Yahweh, atau salah satu dari banyak bentuk bahasa Inggris yang lain dari nama Allah dalam bahasa Ibrani. Dari penekanan ini diturunkan nama ‘Gerakan Nama Kudus / Keramat’).

Tetapi di Indonesia gerakan ini menambah ajarannya dengan juga melarang penggunaan kata ‘Allah’. Point ini tentu tidak populer di luar negeri, yang tidak menggunakan kata ‘Allah’.

Mereka bahkan juga menganggap bahwa kita tidak boleh menggunakan nama ‘Yesus’, tetapi harus mengubahnya menjadi nama Ibraninya, yaitu ‘Yahshua’ atau ‘Yeshua’. Dan gilanya, mereka melanjutkan dengan mengajarkan bahwa keselamatan kita tergantung dari pengucapan nama-nama ini secara tepat / benar.

Gary Mink (internet): “They also came to believe Jesus cannot be called Jesus. He must be called by a Hebrew name, Yahshua. ... It is generally taught that salvation is dependent upon pronouncing these names properly and exactly” (= Mereka juga percaya bahwa Yesus tidak bisa disebut / dipanggil ‘Yesus’. Ia harus dipanggil dengan suatu nama Ibrani, Yahshua. ... Pada umumnya diajarkan bahwa keselamatan tergantung pada pengucapan nama-nama ini dengan benar dan persis).

Karena makin banyaknya orang-orang seperti ini, yang bahkan lalu menerbitkan Kitab Suci sendiri, yang diberi nama ILT (Indonesian Literal Translation / Terjemahan Hurufiah Indonesia), dengan hanya mengubah semua kata ‘Allah’ dan nama ‘YAHWEH’ dari Kitab Suci terbitan Lembaga Alkitab Indonesia tanpa ijin, dan karena banyaknya gereja / orang Kristen yang resah / bingung berkenaan dengan hal ini, maka saya merasa perlu mengadakan seminar ini untuk membahas persoalan ini.

Catatan: anehnya ILT tidak mengubah, tetapi tetap menggunakan, nama ‘Yesus’.

Sebetulnya kalau mereka sekedar tidak mau menggunakan kata ‘Allah’, dan mereka mau mengembalikan nama Yahweh, dan mereka mau mengubah nama ‘Yesus’ menjadi ‘Yeshua’ / ‘Yahshua’, saya tidak terlalu keberatan. Tetapi pada waktu mereka mengharuskan semua orang Kristen melakukan hal yang sama, maka ini adalah sesuatu yang tidak bisa saya terima. Tetapi ini hanya saya anggap sebagai sesuatu yang salah, bukan sesuatu yang sesat.

Tetapi kalau mereka menghubungkan hal-hal ini dengan keselamatan, maka itu saya anggap sesat. Mengapa? Karena jelas bahwa itu sudah menunjuk pada ajaran keselamatan karena perbuatan baik, dan ini bertentangan dengan Ef 2:8-9 dan banyak ayat lain dalam Kitab Suci.
I) Keharusan menggunakan nama ‘YAHWEH’.

Dalam Perjanjian Lama dari Kitab Suci Indonesia (terbitan Lembaga Alkitab Indonesia) ada 2 macam kata ‘Tuhan’ (‘Tuhan’ dan ‘TUHAN’), dan juga 2 macam kata ‘Allah’ (‘Allah’ dan ‘ALLAH’) , yang digunakan untuk menunjuk kepada Tuhan / Allah yang benar.

Kata ‘Tuhan’ (hanya huruf pertama yang adalah huruf besar) biasanya berasal dari kata Ibrani ADONAY, tetapi kata ‘TUHAN’ (semuanya huruf besar) biasanya berasal dari kata Ibrani ‘YAHWEH’.

Kata ‘Allah’ (hanya huruf pertama yang adalah huruf besar) biasanya berasal dari kata Ibrani EL, atau ELOAH, atau ELOHIM, tetapi kata ‘Allah’ (semuanya huruf besar) biasanya berasal dari kata Ibrani ‘YAHWEH’.

Catatan: 
penggunaan ‘TUHAN’ atau ‘ALLAH’ (semua huruf besar) dimaksudkan untuk membuat pembaca mengerti bahwa kata bahasa aslinya adalah ‘YAHWEH’. 
dalam Perjanjian Baru, pembedaan seperti ini tidak ada, karena nama ‘YAHWEH’ tidak pernah muncul dalam Perjanjian Baru. 

Misalnya:

Kejadian 1:1 - “Pada mulanya Allah (Ibrani: ELOHIM) menciptakan langit dan bumi”.

Kejadian 2:4 - “Demikianlah riwayat langit dan bumi pada waktu diciptakan. Ketika TUHAN (Ibrani: YAHWEH / YHWH) Allah (Ibrani: ELOHIM) menjadikan bumi dan langit, -”.

Mazmur 8:2 - “Ya TUHAN (Ibrani: YAHWEH / YHWH), Tuhan (Ibrani: ADONAY) kami, betapa mulianya namaMu di seluruh bumi! KeagunganMu yang mengatasi langit dinyanyikan”.

Kejadian 15:2 - “Abram menjawab: ‘Ya Tuhan (Ibrani: ADONAY) ALLAH (Ibrani: YAHWEH), apakah yang akan Engkau berikan kepadaku, karena aku akan meninggal dengan tidak mempunyai anak, dan yang akan mewarisi rumahku ialah Eliezer, orang Damsyik itu.’”.

Jadi, terlihat bahwa nama YAHWEH ini dalam Kitab Suci Indonesia terbitan LAI dituliskan ‘TUHAN’ atau ‘ALLAH’. Penggunaan ‘TUHAN’ adalah yang paling umum, sedangkan penggunaan ‘ALLAH’ hanya terjadi pada saat muncul ungkapan ADONAY YAHWEH. Untuk menghindari kata-kata ‘Tuhan TUHAN’ yang rasanya tidak enak, maka dituliskan ‘Tuhan ALLAH’.

Perlu diketahui bahwa bukan hanya LAI yang menterjemahkan seperti ini. Terjemahan seperti ini juga terjadi dalam banyak versi Kitab Suci bahasa Inggris, yang pada umumnya menterjemahkan ADONAY menjadi ‘Lord’ (= Tuhan), dan EL / ELOAH / ELOHIM menjadi ‘God’ (= Allah), dan YAHWEH / YHWH menjadi ‘LORD’ atau ‘GOD’. Juga pada saat muncul ungkapan ‘ADONAY YAHWEH’, maka diterjemahkan ‘Lord GOD’ (= Tuhan ALLAH). Contoh: Kitab Suci bahasa Inggris versi KJV, RSV, dan NASB. NIV agak berbeda karena pada waktu muncul ungkapan ADONAY YAHWEH, maka NIV menterjemahkannya sebagai ‘the Sovereign Lord’ (= Tuhan yang berdaulat).

Kelompok Yahweh-isme ini menyalahkan terjemahan ‘TUHAN’ / ‘LORD’ atau ‘ALLAH’ / ‘GOD’ ini, dan mengharuskan pengembalian / penggunaan nama YAHWEH. Ini menyebabkan di Indonesia ajaran mereka lalu disebut dengan istilah ‘Yahweh-isme’. Saya tidak tahu siapa yang menciptakan nama ini, dan sebetulnya saya keberatan dengan istilah ini, karena istilah ‘Yahweh-isme’ ini sebetulnya berarti ‘ajaran dari pengikut Yahweh’, dan ini malah tak cocok dengan ajaran mereka. Kita yang seharusnya disebut demikian. Tetapi karena nama itu sudah populer, dan sukar membicarakan mereka kalau mereka tak punya nama, maka biarlah dalam sepanjang pembahasan ini saya menyebut mereka dengan nama ‘Yahwehisme’ itu. Seorang dari mereka, yang menamakan dirinya Gersom Ben Mose, menyebut dirinya / kelompoknya sebagai ‘Pengagung nama Yahweh’. Gary Mink mengatakan bahwa dalam bahasa Inggris mereka dinamakan ‘the sacred name movement’ (= gerakan nama kudus / keramat).

Contoh dari kelompok Yahweh-isme ini, yang menentang penterjemahan / pengubahan nama Yahweh menjadi TUHAN / LORD ataupun ALLAH / GOD, adalah Kristian Sugiyarto. Perhatikan kata-katanya di bawah ini.

Kristian Sugiyarto: “Saya setuju bahwa nama (Yahweh) identik dengan pribadi-Nya itu sendiri, ... Jika Nama identik dengan pribadi maka mengganti nama bisa berarti mengganti pribadi atau tidak mungkin melukiskan pribadi Yahweh dengan nama selain Yahweh. .. ingat bahwa nama Yahweh dibuat oleh Yahweh sendiri (Yeremia 32:20: “….. kepada Israel dan kepada umat manusia, sehingga Engkau membuat nama bagi-Mu sendiri,… “), sedangkan TUHAN dan ALLAH jelas nama buatan LAI (NIV)”.

Kristian Sugiyarto: “kyrios adalah kata Yunani yang salah atau minimal tidak tepat untuk menggantikan YHWH”.

Kristian Sugiyarto: “Jadi pada mulanya Septuaginta tetap mempertahankan YHWH. Namun belakangan memang diganti dengan Kyrios, Tuhannya orang Yunani!”.

Kristian Sugiyarto: “Saya memang bersikeras bahwa Nama Yahweh itu tidak bisa diganti, dan sebaliknya Anda juga bersikeras bahwa Nama Yahweh bisa diganti. Sama-sama keras kan! ... Menurut pemahaman umum, pribadi yang berhak memberi / mengganti nama adalah pribadi yang mempunyai authority. ... Mereka yang memberi atau mengganti nama ini mempunyai wewenang terhadap oknum yang diberi / diganti nama. Anda (dan kelompok sejenis) bertindak justru mengganti nama Yahweh menjadi LORD, GOD, TUHAN, ALLAH, dst. When and how did you get the such authority to do so? ... Menurut saya ini adalah tindakan sangat-sangat lancang”.

Catatan: kata-kata bahasa Inggris yang ia pakai terjemahannya adalah ‘Kapan dan bagaimana kamu mendapatkan otoritas untuk melakukan hal itu?’.

Kristian Sugiyarto: “Secara akademik, penggantian nama dalam terjemahan jelas ‘salah’ untuk kepentingan komunikasi antar umat manusia. Oleh karena itu YHWH jelas ‘salah’ ketika diterjemahkan TUHAN apalagi ALLAH. ‘Who can claim to have a right to change the very sacred name of our Elohim, YHWH?’”.

Catatan: kata-kata bahasa Inggris yang ia pakai terjemahannya adalah: ‘Siapa yang bisa mengclaim mempunyai hak untuk mengganti nama kudus / keramat dari ELOHIM / Allah kita, YHWH?’.

Argumentasi dari kelompok Yahweh-isme ini untuk mengharuskan pengembalian nama YAHWEH dengan jawabannya:

1) Argumentasi pertama untuk mengembalikan nama YAHWEH: Yahweh merupakan nama diri / pribadi (personal name), dan karena itu tidak boleh diterjemahkan.

Gersom Ben Mose: “kalau Tuhan atau Elohim itu memang bisa diterjemahkan kedalam berbagai macam bahasa ..., tapi kalau YAHWEH itu sebenarnya tidak bisa diterjemahkan, kenapa? Karena itu adalah sebuah nama” - ‘YAHWEH atau ALLAH’, hal 31.

Pdt. Yakub Sulistyo: “Bapak harus membedakan antara NAMA DIRI dengan BAHASA. Yahweh itu NAMA DIRI bukan BAHASA, jadi kitab bisa dalam bahasa apa saja tetapi nama diri tidak diterjemahkan. Saya punya kitab berbahasa Tagalog, Illokano, Urdu, tidak mengubah nama Yahweh walaupun bahasanya berbeda-beda. Kalau bapak bertanya atau membaca dalam Kitab Suci berbahasa Mandarin, nama Yahweh juga tidak diterjemahkan tetapi ditulis Yehohwa (kira-kira vokalnya demikian) bahkan LAI juga mencetak Kitab Suci punya Katholik edisi pastoral juga pakai Yahweh, sayangnya masih menggunakan kata Allah yang dianggap sebagai sebutan, padahal Allah bukan sebutan tetapi nama pribadi juga! Perjanjian Baru pun mau pakai bahasa apa saja tidak masalah, asal nama Yahweh jangan diubah!”.

Tanggapan Pdt. Budi Asali:

a) YAHWEH memang merupakan nama diri / nama pribadi dari Allah.

Keluaran 3:15 - “Selanjutnya berfirmanlah Allah kepada Musa: ‘Beginilah kaukatakan kepada orang Israel: TUHAN (Ibrani: YAHWEH), Allah nenek moyangmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub, telah mengutus aku kepadamu: itulah namaKu untuk selama-lamanya dan itulah sebutanKu turun-temurun”.

Yesaya 42:8 - “Aku ini TUHAN (Ibrani: YAHWEH), itulah namaKu; Aku tidak akan memberikan kemuliaanKu kepada yang lain atau kemasyhuranKu kepada patung”.

b) Kata ‘TUHAN’ maupun ‘ALLAH’ dalam Kitab Suci Indonesia terjemahan LAI, menurut saya sebetulnya memang bukan menterjemahkan, tetapi menggantikan nama YAHWEH.

Saya katakan ‘bukan menterjemahkan’ karena kedua kata ini memang mempunyai arti yang berbeda.

Louis Berkhof: “KURIOS. ... This name does not have exactly the same connotation as Yahweh, but designates God as the Mighty One, the Lord, the Possessor, the Ruler who has legal power and authority” (= KURIOS. ... Nama ini tidak mempunyai arti yang sama seperti YAHWEH, tetapi menunjukkan Allah sebagai Yang Perkasa / Kuat, Tuhan, Pemilik, Pemerintah / Penguasa yang mempunyai kuasa dan otoritas yang sah) - ‘Systematic Theology’, hal 50.

Jadi, ini bukan suatu penterjemahan, tetapi perubahan / penggantian. Tetapi perubahan / penggantian ini mempunyai otoritas dari:

· LXX / Septuaginta (Perjanjian Lama yang diterjemahkan kedalam bahasa Yunani). Saya harap anda mengingat arti dari LXX / Septuaginta ini, karena dalam sepanjang pembahasan ini, kata ini akan sering muncul.

· Perjanjian Baru.

LXX / Septuaginta juga mengganti YAHWEH dengan kata KURIOS. Pada jaman Yesus hidup di dunia, Ia dan rasul-rasul juga menggunakan LXX / Septuaginta. Ini terlihat dari fakta bahwa kutipan-kutipan dari Perjanjian Lama sering sesuai dengan LXX / Septuaginta, dan bukan dengan Perjanjian Lama bahasa Ibrani.

Dan Perjanjian Baru, pada saat mengutip ayat-ayat Perjanjian Lama yang menggunakan nama YAHWEH, juga mengubahnya menjadi KURIOS, yang artinya ‘Lord’ / ‘Tuhan’.

Jadi, dalam hal ini menyalahkan perubahan / penggantian ini sama dengan menyalahkan Yesus, rasul-rasul, dan juga Perjanjian Baru / Firman Tuhan!

c) Ada versi-versi Alkitab yang mempertahankan nama YAHWEH itu tetapi ada juga (dan saya kira jauh lebih banyak) yang mengubahnya menjadi ‘TUHAN’ / ‘LORD’ atau ‘ALLAH’ / ‘GOD’.

Dalam kutipan di atas, Pdt. Yakub Sulistyo mengatakan bahwa ia mempunyai Alkitab-Alkitab yang tetap mempertahankan nama YAHWEH, dan ini dijadikan sebagai dasar untuk mengharuskan mempertahankan nama YAHWEH itu. 

Jawabannya mudah saja: saya juga mempunyai Alkitab-Alkitab, yang mengubah YAHWEH menjadi ‘TUHAN’ / ‘ALLAH’ atau ‘LORD’ / ‘GOD’, bahkan mungkin sekali jumlahnya lebih banyak dari yang dia punya. Sebagai contoh, selain Kitab Suci Indonesia Terjemahan Baru dan Terjemahan Lama, juga Kitab Suci bahasa Inggris versi KJV, RSV, NIV, NASB, NKJV, Good News Bible, Living Bible, dan sebagainya.

Jadi, adanya Alkitab-Alkitab yang tetap mempertahankan nama YAHWEH jelas tidak bisa dijadikan argumentasi untuk mengharuskan pengembalian nama YAHWEH!

d) Kalau Pdt. Yakub Sulistyo dalam kutipan di atas mengatakan bahwa nama tidak boleh / tidak bisa diterjemahkan, maka saya jawab bahwa biarpun secara umum nama memang tidak diterjemahkan, tetapi sebetulnya adalah salah kalau mengatakan bahwa suatu nama sama sekali tidak mungkin diterjemahkan. Alasan saya: dalam Kitab Suci sendiri ada nama-nama yang diterjemahkan ke bahasa lain.

Misalnya:

1. Kis 9:36a - “Di Yope ada seorang murid perempuan bernama Tabita - dalam bahasa Yunani Dorkas”.

NASB: ‘Now in Joppa there was a certain disciple named Tabitha (which translated in Greek is called Dorcas)’ [= Di Yope ada seorang murid tertentu bernama Tabita (yang diterjemahkan dalam bahasa Yunani disebut Dorkas)].

Di sini untuk kata ‘translated’ / ‘diterjemahkan’, digunakan kata Yunani DIERMENEUOMENE, yang berasal dari kata Yunani DIERMENEUO, yang sebetulnya bisa berarti ‘menafsirkan’, ‘menjelaskan’, atau ‘menterjemahkan’.

Albert Barnes: “‘Dorcas.’ A Greek word signifying the same as Tabitha” (= ‘Dorkas’. Suatu kata Yunani yang artinya sama dengan ‘Tabita’).

2. Wahyu 9:11 - “Dan raja yang memerintah mereka ialah malaikat jurang maut; namanya dalam bahasa Ibrani ialah Abadon dan dalam bahasa Yunani ialah Apolion”.

Adam Clarke: “‘Abaddon.’ From 'aabad, ‘he destroyed.’ ‘Apollyon.’ From apo, ‘intensive,’ and olluoo, ‘to destroy.’ The meaning is the same both in the Hebrew and Greek” (= ‘Abadon’. Dari ABAD, ‘ia menghancurkan’. ‘Apolion’. Dari APO, ‘intensif’, dan OLLUO, ‘menghancurkan’. Artinya sama baik dalam bahasa Ibrani dan Yunani).

Albert Barnes: “The name Abaddon means literally ‘destruction,’ and is the same as Apollyon” (= Nama Abadon secara hurufiah berarti ‘kehancuran’, dan adalah sama dengan Apolion).

3. Yoh 1:42 - “Ia membawanya kepada Yesus. Yesus memandang dia dan berkata: ‘Engkau Simon, anak Yohanes, engkau akan dinamakan Kefas (artinya: Petrus).’”.

Albert Barnes: “‘Cephas.’ This is a Syriac word, meaning the same as the Greek word Peter, a stone” (= ‘Kefas’. Ini adalah kata bahasa Aram, artinya sama dengan kata Yunani Petrus, sebuah batu).

Dan ingat bahwa kedua nama ini tetap digunakan. Memang ‘Petrus’ yang lebih banyak digunakan, tetapi ‘Kefas’ tetap digunakan dalam 1Korintus 1:12 3:22 9:5 15:5 Galatia 1:18 2:9,11,14.

4. Tempat dimana Yesus disalibkan disebut ‘Golgota’ (dari bahasa Ibrani / Aram) atau Kalvari (dari bahasa Latin).

Matius 27:33 - “Maka sampailah mereka di suatu tempat yang bernama Golgota, artinya: Tempat Tengkorak”.

Yohanes 19:17 - “Sambil memikul salibNya Ia pergi ke luar ke tempat yang bernama Tempat Tengkorak, dalam bahasa Ibrani: Golgota”.

Lukas 23:33 - “Ketika mereka sampai di tempat yang bernama Tengkorak, mereka menyalibkan Yesus di situ dan juga kedua orang penjahat itu, yang seorang di sebelah kananNya dan yang lain di sebelah kiriNya”.

Kata ‘Tengkorak’ dalam Luk 23:33 ini dalam KJV diterjemahkan ‘Calvary’ (= Kalvari).

2) Argumentasi kedua untuk mengembalikan nama YAHWEH: Ada ayat-ayat Kitab Suci yang memerintahkan untuk menggunakan nama Yahweh.

Kel 3:15 - “Selanjutnya berfirmanlah Allah kepada Musa: ‘Beginilah kaukatakan kepada orang Israel: TUHAN (Ibrani: YAHWEH / YHWH), Allah nenek moyangmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub, telah mengutus aku kepadamu: itulah namaKu untuk selama-lamanya dan itulah sebutanKu turun-temurun”.

Saya tidak mempersoalkan ayat di atas ini, karena memang namaNya tentu tidak berubah-ubah, tetapi ini tidak berarti bahwa kita diharuskan untuk menggunakan nama tersebut.

1Taw 16:8 - “Bersyukurlah kepada TUHAN (Ibrani: YAHWEH), panggillah namaNya, perkenalkanlah perbuatanNya di antara bangsa-bangsa!”.

Yes 12:4 - “Pada waktu itu kamu akan berkata: ‘Bersyukurlah kepada TUHAN (Ibrani: YAHWEH), panggillah namaNya, beritahukanlah perbuatanNya di antara bangsa-bangsa, masyhurkanlah, bahwa namaNya tinggi luhur!”.

Orang-orang dari kelompok Yahweh-isme ini menggunakan ayat-ayat ini yang mereka tafsirkan sebagai suatu perintah dari Tuhan untuk menggunakan nama pribadiNya, yaitu YAHWEH. 

Tanggapan Pdt. Budi Asali:

a) Kata ‘nama’ sering bukan menunjuk pada nama pribadi / personal name, tetapi kepada diri orang itu.

Misalnya dalam ayat-ayat di bawah ini, jelas bahwa kata ‘nama’ menunjuk kepada orang yang mempunyai nama itu.

1. 2Sam 7:13 - “Dialah yang akan mendirikan rumah bagi namaKu dan Aku akan mengokohkan takhta kerajaannya untuk selama-lamanya”.

2. Maz 20:2 - “Kiranya TUHAN menjawab engkau pada waktu kesesakan! Kiranya nama Allah Yakub membentengi engkau!”.

NASB: ‘May the LORD answer you in the day of trouble! May the name of the God of Jacob set you securely on high!’ (= Kiranya TUHAN menjawab engkau pada hari kesukaran! Kiranya nama Allah Yakub meletakkan engkau dengan aman di tempat tinggi!).

Tentu yang dimaksudkan oleh ayat ini bukanlah bahwa ‘nama Yahweh’ itu sendiri, tetapi bahwa Yahwehnya sendiri yang membentengi orang percaya.

3. Maz 52:11 - “Aku hendak bersyukur kepadaMu selama-lamanya, sebab Engkaulah yang bertindak; karena namaMu baik, aku hendak memasyhurkannya di depan orang-orang yang Kaukasihi!”.

4. Amsal 18:10 - “Nama TUHAN adalah menara yang kuat, ke sanalah orang benar berlari dan ia menjadi selamat”.

Mungkinkah nama pribadi menjadi benteng / menara yang kuat? Jelas yang dimaksud adalah YAHWEHnya sendiri, bukan hanya namaNya.

5. Yes 56:6 - “Dan orang-orang asing yang menggabungkan diri kepada TUHAN untuk melayani Dia, untuk mengasihi nama TUHAN dan untuk menjadi hamba-hambaNya, semuanya yang memelihara hari Sabat dan tidak menajiskannya, dan yang berpegang kepada perjanjianKu”.

6. Kis 4:12 - “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.’”.

Ayat ini mengatakan tidak ada nama lain yang diberikan kepada kita yang olehnya kita diselamatkan. Hanya nama Yesus yang diberikan kepada kita yang olehnya kita diselamatkan. Jadi, orang Kristen yang tidak percaya bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga, adalah orang sesat!

Lagi-lagi, kata ‘nama’ di sini tidak mungkin betul-betul menunjuk pada nama pribadi. Kita tidak diselamatkan oleh ‘nama Yesus’, tetapi oleh ‘Yesus’nya sendiri!

7. Ro 10:13 - “Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan”.

Ini tidak mungkin diartikan bahwa seseorang betul-betul berseru kepada ‘nama Tuhan’, dan ia lalu diselamatkan. Tentu yang dimaksudkan dengan ‘nama Tuhan’ adalah ‘diri Tuhan itu sendiri’.

8. 1Kor 1:2b - “dengan semua orang di segala tempat, yang berseru kepada nama Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Tuhan mereka dan Tuhan kita”.

The International Standard Bible Encyclopedia, vol II: “In contemporary Western culture personal names are little more than labels that distinguish one person from another. ... biblical times, in which a person’s name had much deeper significance. The importance of the personal name finds clear expression in the OT in the stories concerning the giving or changing of names. The name represented the whole person; it could be said that the name was the person” (= Dalam kebudayaan Barat jaman sekarang nama-nama pribadi tidak lebih dari sekedar label-label yang membedakan satu pribadi dari pribadi yang lain. ... jaman alkitab, dalam mana nama seorang pribadi mempunyai arti yang jauh lebih dalam. Pentingnya nama pribadi mendapatkan pernyataan yang jelas dalam PL dalam cerita-cerita mengenai pemberian atau perubahan nama-nama. Nama mewakili / menggambarkan seluruh pribadi; dapat dikatakan bahwa nama adalah pribadi itu sendiri) - hal 504.

Jadi, ayat-ayat yang digunakan oleh kelompok Yahweh-isme di atas (1Taw 16:8 dan Yes 12:4) tidak berarti bahwa kita betul-betul harus memanggil nama Yahweh itu, tetapi kita harus memanggil diri dari YAHWEH itu, artinya kita harus mempercayai dan berdoa / beribadah kepada YAHWEH itu sendiri.

Kalau kelompok Yahweh-isme ini tetap berkeras dengan argumentasi ini, dan mau menghurufiahkan secara ketat 1Taw 16:8 dan Yes 12:4 itu, maka saya bisa saja menuruti kegilaan mereka, dan mengatakan: “Ok, tetapi hurufiahkan secara ketat semuanya / seluruh ayat, termasuk kata ‘memanggil’”.

Jadi bagaimana? Haruskah seseorang betul-betul memanggil ‘Yahweh, Yahweh’?? Ini merupakan kegilaan yang bertentangan dengan hukum ke 3 dari 10 hukum Tuhan!

b) Kalau penggunakan nama YAHWEH memang diharuskan, mengapa gerangan Allah membiarkan sehingga dalam sejarah pengucapan namaNya menjadi hilang? Pada jaman sekarang tidak ada orang yang tahu bagaimana mengucapkan nama itu.

Bagaimana pengucapan nama itu bisa hilang? Di sini saya akan membahasnya secara singkat, tetapi nanti di bawah saya akan membahasnya secara lebih panjang lebar.

1. Bahasa Ibrani ditulis hanya dengan menggunakan huruf mati, tanpa satupun huruf hidup. Pada waktu membaca tentu ada bunyi huruf hidup, tetapi pada waktu menuliskan, tidak ada huruf hidup. Jadi, nama Allah itu dalam bahasa Ibrani hanya dituliskan YHWH.

2. Setelah kembali dari pembuangan, mungkin karena takut melanggar hukum ke 3, yang melarang untuk menyebut nama TUHAN (YAHWEH / YHWH) dengan sembarangan, maka orang-orang Yahudi menjadi takut untuk menyebut nama YAHWEH / YHWH. Setiap kali bertemu dengan nama YAHWEH / YHWH, mereka membacanya ADONAY (= Tuhan).

3. Setelah lama nama tersebut tidak pernah dibaca, maka akhirnya pengucapan nama itu hilang, dan sekarang tak ada yang tahu dengan pasti bagaimana membaca nama tersebut.

Sebetulnya, sekalipun ada dari mereka (seperti Pdt. Yakub Sulistyo) yang mengclaim bahwa mereka tahu dengan pasti bagaimana mengucapkan nama tersebut, tetapi praktek mereka yang mengucapkan nama tersebut secara berbeda-beda, membuktikan bahwa sebetulnya mereka sendiri tidak tahu bagaimana mengucapkan nama tersebut.

Gary Mink (internet): “While this exclusive view is taken by most SN teachers, they themselves do not know the original Hebrew pronunciation of God’s name. They admit as much by the variety of names used within the movement and by individuals repeatedly changing the name they hold sacred. By some sacred name people, our Creator is called Yah Veh, Yahh, Yahweh, Iahueh, Yahwah, and Yaohu. By others he is spoken of as Yahuwah, Yahuah, and more than a score of even less likely names” (= Sekalipun pandangan eksklusif ini diambil oleh kebanyakan pengajar-pengajar ‘nama keramat / kudus’, mereka sendiri tidak tahu pengucapan Ibrani yang orisinil dari nama Allah. Mereka boleh dikatakan mengakuinya dengan adanya variasi dari nama-nama yang digunakan dalam gerakan ini dan oleh pribadi-pribadi yang berulang-ulang mengganti nama yang mereka anggap keramat / kudus itu. Oleh sebagian dari orang-orang nama keramat / kudus, Pencipta kita disebut / dipanggil Yah Veh, Yahh, Yahweh, Iahueh, Yahwah, dan Yaohu. Oleh yang lain Ia dibicarakan sebagai Yahuwah, Yahuah, dan lebih dari 20 nama-nama yang kurang memungkinkan).

Catatan: SN = Sacred Name (= nama keramat / kudus).

Satu pertanyaan yang perlu direnungkan: Kalau Allah memang menghendaki bahwa nama ‘YAHWEH / YHWH’ itu tetap dipakai, mengapa Ia membiarkan hilangnya pengucapan (pronunciation) yang sebenarnya dari nama tersebut, sehingga pada jaman sekarang tidak seorangpun bisa yakin bagaimana seharusnya mengucapkan nama YHWH itu?

Catatan: hal ini akan saya bahas secara lebih terperinci di belakang.

3) Argumentasi ketiga untuk mengembalikan nama YAHWEH: Dalam LXX / Septuaginta dan Perjanjian Barupun nama Yahweh tetap dipertahankan.

Saksi-Saksi Yehuwa menunjuk pada gulungan papyrus Septuaginta (Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani) yang berisi setengah bagian terakhir dari kitab Ulangan, dimana nama ‘Jehovah / YEHUWA’ tetap dipertahankan. Ini dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa seolah-olah seluruh Septuaginta menggunakan ‘Jehovah / Yehuwa’ dan bukannya ‘Kurios’. Padahal hanya satu gulungan itu saja dari ribuan gulungan Septuaginta yang tetap mempertahankan nama ‘Jehovah / Yehuwa’. Semua yang lain menterje­mahkan ‘Jehovah / Yehuwa’ itu menjadi ‘Kurios’.

Kalau Saksi-Saksi Yehuwa sudah cukup ngawur dalam persoalan ini, sekarang bandingkan dengan kata-kata Teguh Hindarto, yang jauh lebih gila, di bawah ini.

Teguh Hindarto: “Adakah seharusnya dalam Perjanjian Baru nama YAHWEH itu? Ada!! Perhatikan ucapan nubuat Yesaya 40:3 yang dikutip kembali oleh Matius 3:3 yang berbunyi: ‘Badmidbar panuderek YAHWEH....’ demikianlah salah satu contoh dalam Perjanjian Baru, ada tertulis nama YAHWEH itu”.

Catatan: kata-kata ini jelas menunjukkan bahwa ia menganggap bahwa bahasa asli Perjanjian Baru adalah bahasa Ibrani, dan dalam Perjanjian Baru bahasa Ibrani itu ada tertulis nama YAHWEH! 

Sekarang bandingkan claim dari Saksi-Saksi Yehuwa dan kata-kata Teguh Hindarto di atas dengan kata-kata Walter Martin di bawah ini.

Walter Martin: “It can be shown from literally thousands of copies of the Greek New Testament that not once does the tetragrammaton appear, not even in Matthew, possibly written in Hebrew or Aramaic originally, and therefore more prone than all the rest to have traces of the divine name in it, yet it does not! Beyond this, the roll of papyrus (LXX) which contains the latter part of Deuteronomy and the divine name only proves that one copy did have the divine name (YHWH), whereas all other existing copies use kyrios and theos, which the Witnesses claim are ‘substitutes.’ ... the Septuagint with minor exeptions always uses kyrios and theos in place of the tetragrammaton, and the New Testament never uses it at all” [= Bisa ditunjukkan dari ribuan naskah dari Perjanjian Baru berbahasa Yunani bahwa tidak sekalipun tetragrammaton (= 4 huruf / YHWH) muncul, bahkan tidak dalam Matius, yang naskah aslinya mungkin ditulis dalam bahasa Ibrani atau Aram, dan karena itu lebih condong daripada semua sisanya untuk mempunyai jejak dari nama ilahi di dalamnya, tetapi ternyata tidak ada! Di luar ini, gulungan papirus (LXX) yang mempunyai bagian terakhir dari kitab Ulangan dan nama ilahi itu hanya membuktikan bahwa satu copy / naskah memang mempunyai nama ilahi (YHWH), sedangkan semua naskah lain yang ada menggunakan KURIOS dan THEOS, yang oleh Saksi-Saksi Yehuwa diclaim sebagai ‘pengganti-pengganti’. ... Septuaginta dengan perkecualian yang sangat sedikit selalu menggunakan KURIOS dan THEOS di tempat dari tetragrammaton, dan Perjanjian Baru tidak pernah menggunakannya sama sekali] - ‘The Kingdom of the Cults’, hal 74.

Catatan: bahwa Injil Matius bahasa aslinya adalah Ibrani atau Aram sangat diperdebatkan. Saya sama sekali tidak yakin dengan hal itu. Menurut saya, bahasa aslinya adalah bahasa Yunani, sama dengan seluruh Perjanjian Baru.

Walter Martin: “Relative to the nineteen ‘sources’ the Watchtower uses (pp. 30-33) for restoring the tetragrammaton to the New Testament, it should be noted that they are all translations from Greek (which uses kyrios and theos, not the tetragrammaton) back into Hebrew, the earliest of which is A.D. 1385, and therefore they are of no value as evidence” [= Berhubungan dengan 19 ‘sumber’ yang digunakan Menara Pengawal (hal 30-33) untuk mengembalikan tetragrammaton kepada Perjanjian Baru, harus diperhatikan bahwa semua itu adalah terjemahan dari bahasa Yunani (yang menggunakan KURIOS dan THEOS, bukan tetragrammaton) kembali ke dalam bahasa Ibrani, dan yang paling awal adalah pada tahun 1385 M., dan karena itu semua itu tidak mempunyai nilai sebagai bukti] - ‘The Kingdom of the Cults’, hal 74.

Catatan: jadi, kalau Pdt. Yakub Sulistyo mengaku mempunyai Perjanjian Baru dalam bahasa Ibrani, itu juga pasti sama seperti ini. Itu bukan asli dalam bahasa Ibrani, tetapi diterjemahkan dari bahasa asli Yunani, dan dalam penterjemahan itu nama YHWH lalu dikembalikan. Tetapi itupun tidak dilakukan oleh semua versi Ibrani dari Perjanjian Baru. Juga perhatikan bahwa Walter Martin mengatakan bahwa terjemahan Perjanjian Baru ke dalam bahasa Ibrani yang paling awal adalah pada tahun 1385 M.!

4) Argumentasi keempat untuk mengembalikan nama YAHWEH: Kel 20:7 melarang menggunakan nama Yahweh dengan sembarangan.

Dari ayat seperti ini mereka lalu berkata: kalau digunakan dengan sembarangan tidak boleh, apalagi diubah secara sembarangan.

Yakub Sulistyo: “firman Tuhan mengajar agar Jangan menyebut nama Yahweh dengan sembarangan (Kel 20:7), coba bapak renungkan, dipanggil sembarangan saja dilarang apalagi diganti dengan sembarangan!”.

Gersom Ben Mose: “... (Kel 20:7). Menyebut dengan sembarangan saja tidak boleh apalagi mengganti dengan nama sesembahan bangsa lain” - ‘YAHWEH atau ALLAH’, hal 4.

Tanggapan Pdt. Budi Asali:

a) Yang dilarang adalah menyebut / mengucapkan secara sembarangan, bukan mengubah.

Kel 20:7 - “Jangan menyebut nama TUHAN (YHWH), Allahmu, dengan sembarangan, sebab TUHAN akan memandang bersalah orang yang menyebut namaNya dengan sembarangan”.

b) Memang mengubah sebetulnya juga tidak boleh, karena dilarang oleh banyak text Kitab Suci seperti Wah 22:18-19, dan sebagainya. Tetapi perubahan itu tidak dilakukan secara sembarangan, karena perubahan itu didukung oleh LXX / Septuaginta dan Perjanjian Baru!

Dalam LXX / Septuaginta, kata ‘YAHWEH’ diubah menjadi KURIOS, yang artinya adalah ‘Lord’ / ‘Tuhan’. Perlu diketahui bahwa LXX / Septuaginta sudah ada pada jaman Yesus dan rasul-rasul, dan digunakan oleh mereka, dan Yesus maupun rasul-rasul tidak pernah mengkritik pengubahan ‘YHWH’ menjadi ‘Kurios’!

Kalau toh kelompok Yahweh-isme ini mau menyalahkan para penterjemah LXX / Septuaginta ini, maka perlu diketahui bahwa Perjanjian Baru, pada waktu mengutip ayat-ayat Perjanjian Lama yang mengandung nama ‘YAHWEH’, juga mengubahnya menjadi KURIOS! Jadi, perubahan ini punya otoritas ilahi, karena Perjanjian Baru ditulis oleh orang-orang yang diilhami oleh Roh Kudus, sehingga menyalahkan Perjanjian Baru sama saja dengan menyalahkan Roh Kudus atau Allah sendiri!

Di sini saya memberikan banyak kutipan dari ahli-ahli theologia, penafsir-penafsir, encyclopedia dan sebagainya.

Herman Hoeksema: “From this practice must undoubtedly also be explained the fact that the Septuagint uniformly translates hvhy by Kurios” [= Dari praktek ini secara tidak diragukan harus juga dijelaskan fakta bahwa Septuaginta secara seragam menterjemahkan hvhy (YHWH) dengan Kurios (KURIOS)] - ‘Reformed Dogmatics’, hal 68.

John Calvin: “we know from the common custom of the Greeks that the apostles usually substitute the name kurioj (Lord) for Jehovah” [= kita / kami tahu dari kebiasaan umum dari orang-orang Yunani bahwa rasul-rasul biasanya menggantikan nama kurioj (Tuhan) untuk Yehovah] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XIII, no 20.

Herman Bavinck: “In the N. T. the name Jehovah is explicated a few times by ‘the Alpha and the Omega,’ ‘who is and who was and who is to come,’ ‘the first and the last,’ ‘the beginning and the end,’ Rev. 1:4,8,17; 2:8; 21:6; 22:13. For the rest the LXX is followed, which substituted Adonai for it, which has been rendered ‘Lord’ (Kyrios) in the New Testament, derived from Kyros strength” [= Dalam PB nama Yehovah dijelaskan beberapa kali oleh ‘Alfa dan Omega’, ‘yang ada dan yang sudah ada yang akan datang’, ‘Yang Pertama dan Yang Terakhir / Terkemudian’, ‘Yang Awal dan Yang Akhir’, Wah 1:4,8,17; 2:8; 21:6; 22:13. Untuk sisanya LXX / Septuaginta diikuti, yang menggantikan Adonai untuknya, yang telah diterjemahkan ‘Lord’ (KURIOS) dalam Perjanjian Baru, diturunkan dari kata KUROS, yang artinya ‘kekuatan’] - ‘The Doctrine of God’, hal 109.

William Barclay (tentang Mark 12:35-37a): “This word ‘Lord’ (the Greek KURIOS) is the regular translation of Jahweh (Jehovah) in the Greek version of the Hebrew scriptures” [= Kata ‘Tuhan’ ini (Yunani KURIOS) merupakan terjemahan biasa / umum dari YAHWEH (Yehovah) dalam versi Yunani dari Kitab Suci Ibrani] - hal 298.

William Barclay (tentang Ro 10:9-10): “The word for Lord is KURIOS. ... In the Greek translation of the Hebrew scriptures it is the regular translation of the divine name, Jahweh or Jehovah” [= Kata untuk Tuhan adalah KURIOS. ... Dalam terjemahan Yunani dari Kitab Suci Ibrani, itu merupakan terjemahan biasa / umum dari nama ilahi, Yahweh atau Yehovah] - hal 139.

William Barclay (tentang Roma 10:9-10): “The word for Lord is KURIOS. ... It has four stages of meaning. (a) It is the normal title of respect like the English ‘sir’, the French ‘monsieur’, the German ‘herr’. (b) It is the normal title of the Roman Emperors. (c) It is the normal title of the Greek gods, prefaced before the god’s name. KURIOS Serapis is Lord Serapis. (d) In the Greek translation of the Hebrew scriptures it is the regular translation of the divine name, Jahweh or Jehovah” [= Kata untuk ‘Tuhan’ adalah KURIOS. ... Kata itu mempunyai 4 tingkatan arti. (a) Itu adalah gelar kehormatan yang normal seperti kata bahasa Inggris ‘sir’, kata Perancis ‘monsieur’, kata Jerman ‘herr’. (b) Itu adalah gelar normal dari Kaisar-kaisar Romawi. (c) Itu adalah gelar normal dari dewa-dewa Yunani, yang diletakkan sebelum nama dewa tersebut. KURIOS Serapis adalah Tuhan Serapis. (d) Dalam terjemahan Yunani dari Kitab Suci Ibrani, itu merupakan terjemahan biasa / tetap dari nama ilahi, Yahweh atau Yehovah] - hal 139.

William Barclay (tentang 1Kor 12:1-3): “The word for Lord was KURIOS ... It was the word by which the sacred name Jehovah was rendered in the Greek translation of the Old Testament scriptures” [= Kata untuk Tuhan adalah KURIOS ... Itu merupakan kata dengan mana nama yang keramat Yehovah diterjemahkan dalam terjemahan Yunani dari Kitab Suci Perjanjian Lama] - hal 107.

W. E. Vine: “KURIOS is the Sept. and N.T. representative of Heb. Jehovah (‘LORD’ in Eng. versions), see Matt. 4:7; Jas. 5:11” [= Dalam Septuaginta dan Perjanjian Baru, KURIOS adalah wakil dari kata Ibrani Yehovah (LORD / TUHAN dalam versi-versi Inggris), lihat Mat 4:7; Yak 5:11] - ‘An Expository Dictionary of New Testament Words’, hal 688.

The International Standard Bible Encyclopedia, vol II: “Greek kyrios is usually translated ‘Lord’ in the English versions and is the equivalent of Heb. YHWH in the LXX (e.g., Isa. 40:3; HR, II, 800-839)” [= Kata bahasa Yunani KURIOS biasanya diterjemahkan ‘Lord / Tuhan’ dalam versi-versi Inggris dan merupakan kata yang sama artinya dengan kata bahasa Ibrani YHWH dalam LXX (contoh: Yes 40:3; HR, II, 800-839)] - hal 508.

Mari kita lihat contoh-contohnya.

1. Yes 61:1-2 - “(1) Roh Tuhan ALLAH (Ibrani: YHWH) ada padaku, oleh karena TUHAN (Ibrani: YHWH) telah mengurapi aku; Ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari penjara, (2) untuk memberitakan tahun rahmat TUHAN (Ibrani: YHWH) dan hari pembalasan Allah kita, untuk menghibur semua orang berkabung”.

Perhatikan bahwa dalam Yes 61:1-2 ini nama ‘Yahweh’ itu muncul 3x.

Sekarang perhatikan bagaimana Yesus mengutip text ini, atau bagaimana Lukas menceritakan peristiwa dimana Yesus mengutip ayat ini.

Lukas 4:18-19 - “(18) ‘Roh Tuhan ada padaKu, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku (19) untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.’”.

Terlihat dengan jelas bahwa dari 3x pemunculan nama ‘Yahweh’ itu dalam Yes 61:1-2, untuk yang pertama Yesus membuangnya sama sekali, untuk yang kedua Yesus mengganti nama itu dengan kata ganti orang ‘Ia’, dan untuk yang ketiga Yesus mengganti nama itu dengan kata ‘Tuhan’ (Yunani: KURIOS).

2. Ul 8:3 - “Jadi Ia merendahkan hatimu, membiarkan engkau lapar dan memberi engkau makan manna, yang tidak kaukenal dan yang juga tidak dikenal oleh nenek moyangmu, untuk membuat engkau mengerti, bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan TUHAN (Ibrani: YHWH)”.

Sekarang perhatikan bagaimana Perjanjian Baru menceritakan bagaimana Yesus mengutip Ul 8:3 yang mengandung nama ‘Yahweh’ itu.

Mat 4:4 - “Tetapi Yesus menjawab: ‘Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah (Yunani: THEOU).’”.

Luk 4:4 - “Jawab Yesus kepadanya: ‘Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja.’”.

Jadi, Matius menceritakan bahwa Yesus mengubah nama ‘Yahweh’ dalam Ul 8:3 menjadi ‘Allah’ (Yunani: THEOU), dan Lukas membuang bagian tersebut.

3. Ul 6:16 - “Janganlah kamu mencobai TUHAN (Ibrani: YHWH), Allahmu, seperti kamu mencobai Dia di Masa”.

Sekarang perhatikan bagaimana Perjanjian Baru menceritakan bagaimana Yesus mengutip Ul 6:16 yang mengandung nama ‘Yahweh’ itu.

Mat 4:7 - “Yesus berkata kepadanya: ‘Ada pula tertulis: Janganlah engkau mencobai Tuhan (Yunani: KURION), Allahmu!’”.

Lukas 4:12 - “Yesus menjawabnya, kataNya: ‘Ada firman: Jangan engkau mencobai Tuhan (Yunani: KURION), Allahmu!’”.

Jadi, baik Matius maupun Lukas menceritakan bahwa Yesus mengubah nama ‘Yahweh’ itu menjadi KURION (= Tuhan).

4. Ul 6:13 - “Engkau harus takut akan TUHAN (Ibrani: YHWH), Allahmu; kepada Dia haruslah engkau beribadah dan demi namaNya haruslah engkau bersumpah”.

Sekarang perhatikan bagaimana Perjanjian Baru menceritakan bagaimana Yesus mengutip Ul 6:13 yang mengandung nama ‘Yahweh’ itu.

Mat 4:10 - “Maka berkatalah Yesus kepadanya: ‘Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan (Yunani: KURION), Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!’”.

Luk 4:8 - “Tetapi Yesus berkata kepadanya: ‘Ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan (Yunani: KURION), Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!’”.

Memang dalam mengutip Ul 6:13 ini Yesus tidak mengutip kata per kata, tetapi mengutipnya secara bebas. Tetapi yang jelas, kalau dalam Ul 6:13 itu ada nama ‘Yahweh’, maka Yesus mengganti nama tersebut dengan ‘Tuhan’ (Yunani: KURION).

5. Maz 110:1 - “Demikianlah firman TUHAN (Ibrani: YHWH) kepada tuanku: ‘Duduklah di sebelah kananKu, sampai Kubuat musuh-musuhmu menjadi tumpuan kakimu.’”.

Sekarang perhatikan bagaimana Perjanjian Baru menceritakan bagaimana Yesus dan rasul-rasul mengutip Maz 110:1 yang mengandung nama ‘Yahweh’ itu.

Mat 22:44 - “Tuhan (Yunani: KURIOS) telah berfirman kepada Tuanku: duduklah di sebelah kananKu, sampai musuh-musuhMu Kutaruh di bawah kakiMu”.

Mark 12:36 - “Daud sendiri oleh pimpinan Roh Kudus berkata: Tuhan (Yunani: KURIOS) telah berfirman kepada Tuanku: duduklah di sebelah kananKu, sampai musuh-musuhMu Kutaruh di bawah kakiMu”.

Luk 20:42-43 - “(42) Sebab Daud sendiri berkata dalam kitab Mazmur: Tuhan (Yunani: KURIOS) telah berfirman kepada Tuanku: duduklah di sebelah kananKu, (43) sampai Kubuat musuh-musuhMu menjadi tumpuan kakiMu”.

Kis 2:34-35 - “(34) Sebab bukan Daud yang naik ke sorga, malahan Daud sendiri berkata: Tuhan (Yunani: KURIOS) telah berfirman kepada Tuanku: (35) Duduklah di sebelah kananKu, sampai Kubuat musuh-musuhMu menjadi tumpuan kakiMu”.

6. Ul 6:5 - “Kasihilah TUHAN (Ibrani: YHWH), Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu”.

Sekarang perhatikan bagaimana Perjanjian Baru menceritakan bagaimana Yesus mengutip Ul 6:5 yang mengandung nama ‘Yahweh’ itu.

Mat 22:37 - “Jawab Yesus kepadanya: ‘Kasihilah Tuhan (Yunani: KURION), Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu”.

Mark 12:30 - “Kasihilah Tuhan (Yunani: KURION), Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu”.

Luk 10:27 - “Jawab orang itu: ‘Kasihilah Tuhan (Yunani: KURION), Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.’”.

Catatan: tak usah pusingkan perbedaan antara KURION, KURIOU, dan KURIOS. Itu terjadi hanya karena posisi yang berbeda dari kata itu dalam suatu kalimat. Setiap kata benda, dan bahkan nama, berubah bentuk sesuai dengan posisinya dalam suatu kalimat.

Karena itulah maka dalam Kitab Suci Indonesia terbitan Lembaga Alkitab Indonesia, maupun dalam banyak versi bahasa Inggris, nama ‘YAHWEH / YHWH’ itu lalu dituliskan sebagai ‘LORD’ / ‘TUHAN’ (semua dengan huruf besar), dengan tujuan untuk membedakan kata itu dari kata ‘Lord’ / ‘Tuhan’ yang diterjemahkan dari kata Ibrani ADONAY. Dengan pembedaan seperti ini, kita bisa tahu yang mana yang berasal dari YAHWEH dan yang mana yang berasal dari ADONAY.

Dan baik dalam Kitab Suci Indonesia maupun banyak Kitab Suci bahasa Inggris, kadang-kadang ada kata ‘ALLAH’ / ‘GOD’ (semua dengan huruf besar). Ini disebabkan munculnya istilah bahasa Ibrani ADONAY YAHWEH. Supaya ini tidak menjadi ‘Tuhan TUHAN’ / ‘Lord LORD’, maka dalam hal ini kata YAHWEHnya diubah menjadi ‘ALLAH’ / ‘GOD’.

Inipun didukung oleh Perjanjian Baru, karena ada ayat Perjanjian Baru yang mengutip ayat Perjanjian Lama, yang mengandung kata YAHWEH, dan dalam Perjanjian Baru lalu diterjemahkan ‘God’ / ‘Allah’.

Tetapi terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia yang mengubah kata Yahweh menjadi TUHAN atau ALLAH ini dianggap salah oleh kelompok Yahweh-isme ini. Serangan mereka ini lucu, karena Lembaga Alkitab Indonesia mengikuti LXX / Septuaginta dan juga Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani, yang memang mengubah YHWH menjadi KURIOS (= Tuhan).

Kesimpulan: semua argumentasi dari kelompok Yahweh-isme ini sudah saya hancurkan. Dan serangan balik saya yang terakhir, bahwa perubahan / penggantian ini mempunyai otoritas Perjanjian Baru, yang merupakan otoritas ilahi, sebetulnya merupakan argumentasi yang sangat mutlak.

Tetapi kelompok Yahweh-isme ini berusaha mematahkan argumentasi ini dengan 2 cara:

1. Kelompok Yahweh-isme mengatakan bahwa perubahan YAHWEH menjadi KURIOS terpaksa dilakukan karena dalam bahasa Yunani tidak ada huruf-huruf Y, H, dan W.

Tidak adanya ketiga huruf ini dalam abjad Yunani menyebabkan LXX / Septuaginta maupun Perjanjian Baru bahasa Yunani tidak bisa menuliskan nama YHWH / Yahweh itu, dan karena itu terpaksa menggantinya dengan KURIOS.

Pdt. Yakub Sulistyo: “LXX menerjemahkan Yahweh menjadi KURIOS karena huruf Yunani tidak mengenal abjad YHW sehingga Yeshua ditulis Iesous”.

Pdt. Yakub Sulistyo: “Namun kalau mengubah nama diri dengan sebutan itu karena huruf Yunani tidak mengenal huruf YHW jadi jelas tidak mungkin untuk menulisnya”.

Kristian Sugiyarto: “Tentunya Anda sangat paham bahwa dalam huruf-huruf Yunani tidak terdapat huruf Y, H, dan W, sehingga tidak memungkinkan menyalin the tetragramaton YHWH ke dalam huruf-huruf Yunani, dan nampaknya terpaksa harus menterjemahkan dan bukan menyalin”.

Tanggapan Pdt. Budi Asali:

a. Saya tak peduli terpaksa atau tidak, tetapi LXX / Septuaginta dan Perjanjian Baru bahasa Yunani mengubah Yahweh menjadi KURIOS (= Tuhan). Kalau LXX / Septuaginta dan Perjanjian Baru boleh, apapun alasannya, mengapa kita tidak boleh?

b. Adalah omong kosong kalau LXX / Septuaginta dan Perjanjian Baru terpaksa mengganti YAHWEH dengan KURIOS, dengan alasan bahwa dalam bahasa Yunani tidak ada huruf-huruf Y, H, dan W, sehingga tidak mungkin melakukan pentransliterasian.

Alasan saya: dalam Perjanjian Lama ada ratusan, atau bahkan mungkin ribuan nama, dan semuanya ditranliterasikan ke dalam bahasa Yunani dalam LXX / Septuaginta. Apakah dalam ratusan / ribuan nama itu tidak ada huruf Y, H, dan W? Pasti ada, dan semua bisa ditransliterasikan. Lalu mengapa YHWH tidak bisa?

Sekarang mari kita soroti 3 huruf yang dipersoalkan oleh kelompok Yahweh-isme, yaitu huruf Y, H, dan W.

· Huruf Y (Ibrani: huruf Yod).

Pdt. Yakub Sulistyo sendiri, dalam kutipan kata-katanya di atas, mengatakan bahwa Yeshua bisa dituliskan IESOUS, padahal Yeshua mengandung huruf Y! Peyunanian / pentransliterasian seperti itu, terjadi bukan hanya dalam kasus nama ‘Yosua’ yang lalu menjadi IESOUS / Yesus (Kis 7:45 Ibr 4:8), tetapi juga dalam kasus nama ‘Yakub’ yang lalu menjadi IAKOBOS (James / Yakobus), dan juga dalam kasus kata ‘Haleluya’ yang lalu menjadi ALLLELOUIA (Wah 19:1,3,4,6). Jadi, dalam mentransliterasikan nama / kata bahasa Ibrani yang menggunakan huruf Y, maka huruf tersebut diganti dengan huruf Yunani I (huruf Iota).

· Huruf H (Ibrani: huruf He).

Untuk melihat pentransliterasian huruf H (He) ini dalam LXX / Septuaginta, saya mencari nama dalam Perjanjian Lama yang menggunakan huruf H, dan saya mendapati nama ‘Yehuda’ (anak dari Yakub).

Dalam bahasa Ibrani nama ini adalah YEHUDAH, tetapi dalam LXX / Septuaginta, nama ini ditransliterasikan / dituliskan IOUDAS, sama persis dengan ‘Yudas’ dalam Yudas 1.

Jadi, huruf H yang di tengah kata dibuang, dan yang di akhir kata juga dibuang / digantikan dengan huruf S, karena nama laki-laki dalam Yunani hampir selalu berakhir dengan S, dan seandainya ada, sangat jarang berakhir dengan A.

· Huruf W (Ibrani: huruf Vaw, yang bisa dibaca sebagai V atau sebagai W).

Saya mencari nama dalam Perjanjian Lama yang mengandung huruf W, dan saya menemukan nama ‘Lewi’ dalam Perjanjian Lama (anak dari Yakub).

Dalam bahasa Ibrani nama ini adalah LEVI / LEWI (dalam bahasa Ibrani nama ini menggunakan huruf VAW, yang bisa dibaca sebagai V atau W). Tetapi dalam LXX / Septuaginta, nama ini ditransliterasikan / dituliskan LEUI. Jadi, dalam pentransliterasian huruf VAW dalam Ibrani diganti dengan huruf UPSILON (U) dalam Yunani.

Juga kita bisa melihat nama ‘Hawa’, yang dalam bahasa Ibrani adalah KHAVAH, tetapi dalam bahasa Yunani ditransliterasikan / dituliskan EUA. Jadi, huruf He (H) di akhir nama itu dibuang, dan huruf VAW (V/W) ditransliterasikan menjadi U.

Nama ‘Hawila’ (Kej 10:7) dalam bahasa Ibrani adalah KHAVILAH, tetapi dalam LXX / Septuaginta diubah menjadi EUILA. Lagi-lagi huruf He (H) di akhir nama itu dibuang dalam pentransliterasian, dan huruf VAW (V/W) ditransliterasikan menjadi U.

Dari contoh-contoh di atas terlihat bahwa huruf-huruf Y, H, dan W, tetap bisa ditransliterasikan. Semua ini bisa diterapkan pada nama Yahweh kalau memang penterjemah Septuaginta / penulis Perjanjian Baru mau mentransliterasikannya. Karena huruf Ibrani YOD (Y) selalu diganti dengan IOTA (I) dalam bahasa Yunani, dan huruf Ibrani HE (H) selalu dihapuskan, dan huruf Ibrani VAW (V/W) diganti dengan huruf Yunani UPSILON (U), maka kata / nama YAHWEH seharusnya bisa ditransliterasikan menjadi IAUE, dan ini memang merupakan pentransliterasian dari YAHWEH yang dilakukan oleh seorang bapa gereja yang bernama Clement.

Sekarang pertanyaannya: mengapa LXX / Septuaginta dan Perjanjian Baru bahasa Yunani tidak melakukan hal ini, tetapi sebaliknya mengubah Yahweh menjadi KURIOS (= Tuhan)? Silahkan kelompok Yahweh-isme menjawab pertanyaan ini!

2. Kelompok Yahweh-isme mengatakan bahwa bahasa asli dari Perjanjian Baru bukanlah bahasa Yunani tetapi bahasa Ibrani!!

Ini adalah sesuatu yang sangat mengagetkan saya, saking tololnya / gilanya hal ini! Semua orang yang belajar theologia, bahkan mungkin mayoritas orang Kristen, tahu bahwa bahasa asli dari Perjanjian Baru adalah bahasa Yunani, bukan bahasa Ibrani. Tetapi karena dalam argumentasi mereka, kelompok Yahweh-isme ini berkeras dalam kebodohan / kegilaan ini, maka saya akan membahas hal ini secara sangat panjang lebar untuk menuntaskan persoalan tentang bahasa asli dari Perjanjian Baru. Tetapi karena panjangnya pembahasan tentang hal ini, maka saya baru akan membahasnya nanti dalam suatu bab tersendiri, setelah pembahasan pro - kontra tentang pengharusan nama Yahweh ini.

II) Ketidak-harusan menggunakan nama ‘Yahweh’.

Argumentasi saya bahwa kita tidak harus menggunakan nama Yahweh, dan juga argumentasi untuk mendukung perubahan Yahweh menjadi TUHAN / ALLAH:

1) Jaman sekarang tak ada yang tahu bagaimana mengucapkan kata ‘Yahweh’ itu.

Di depan saya sudah membahas hal ini secara singkat, tetapi di sini saya akan membahasnya secara panjang lebar.

a) Bahasa Ibrani tidak mempunyai huruf hidup, ke 22 huruf dalam abjad Ibrani semuanya adalah huruf mati, sehingga semua penulisannya hanya menggunakan huruf mati. Dalam pengucapan / berbicara tentu ada bunyi huruf hidupnya, tetapi dalam penulisan tidak ada huruf hidup. Belakangan diciptakan tanda-tanda untuk menunjukkan bunyi huruf hidupnya, tetapi itu baru terjadi pada abad 6 M.

Halley’s Bible Handbook: “the vowel system was not intoduced till the 6th century AD” (= sistim huruf hidup tidak diperkenalkan sampai abad ke 6 M.) - hal 409.

Bagaimana mereka bisa mengerti tulisan tanpa huruf hidup? Jawabnya mudah: kalau saudara mengirim sms bukankah juga sering melakukan singkatan dengan hanya menulis huruf mati dari kata-kata itu? Si penerima sms bisa mengertinya, karena ia memang menguasai bahasa tersebut. Jadi, kalau seseorang betul-betul menguasai suatu bahasa, maka ia bisa mengerti biarpun ditulis hanya huruf matinya saja.

Tetapi memang kadang-kadang tetap memungkinkan terjadi sesuatu yang membingungkan, karena kemungkinan pemberian bunyi huruf hidup yang berbeda.

Illustrasi: kata CWK bisa dibaca CEWEK atau COWOK.

Contoh dimana terjadi hal yang membingungkan seperti itu:

1. Mal 2:3 - “Sesungguhnya, Aku akan mematahkan lenganmu dan akan melemparkan kotoran ke mukamu, yakni kotoran korban dari hari-hari rayamu, dan orang akan menyeret kamu ke kotoran itu”.

KJV: ‘I will corrupt your seed’ (= Aku akan merusakkan benih / keturunanmu).

Mengapa bisa terjadi terjemahan-terjemahan yang berbeda seperti ini? Karena huruf-huruf mati dari kata itu bisa diberi bunyi huruf hidup sehingga menjadi HAZERA, yang artinya adalah the seed (= benih), atau diberi bunyi huruf hidup sehingga menjadi HAZROA, yang artinya adalah the arm / shoulder (= lengan / bahu).

2. Kel 3:15 - “Selanjutnya berfirmanlah Allah kepada Musa: ‘Beginilah kaukatakan kepada orang Israel: TUHAN, Allah nenek moyangmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub, telah mengutus aku kepadamu: itulah namaKu untuk selama-lamanya dan itulah sebutanKu turun-temurun”.

Perlu diketahui bahwa ayat ini adalah salah satu ayat yang menyebabkan bangsa Israel takut untuk mengucapkan nama ‘Yahweh’ itu. Bagaimana mungkin ayat seperti ini bisa menyebabkan mereka takut untuk mengucapkan nama ‘Yahweh’ itu? Karena mereka membaca / menafsirkan ayat ini secara berbeda dengan kita. Kata-kata ‘itulah namaKu untuk selama-lamanya’ mereka baca ‘itulah nama rahasiaKu’ / ‘itulah namaKu yang harus disembunyikan’. Mengapa bisa ada pembacaan yang berbeda seperti itu? Lagi-lagi karena bahasa Ibrani yang tidak menggunakan huruf hidup dalam penulisannya, sehingga kata-kata tertentu bisa mempunyai arti-arti yang bermacam-macam tergantung dari penyuplaian huruf-huruf hidupnya. Dalam ayat ini kata Ibraninya adalah Mlfl (lahmed - ayin - lahmed - mem), dan kata itu bisa disuplai dengan bunyi huruf-huruf hidup dengan 2 cara, yaitu sehingga menjadi le‘ōlām (menjadi seperti terjemahan kita) atau sehingga menjadi le‘allēm (menjadi seperti terjemahan mereka).

Herman Bavinck: “In Ex. 3:15 the Jews read, ‘This is my secret name’ (lit. ‘my name to be concealed’) instead of, ‘This is my name forever,’ seeing that the Hebrew consonants for ‘to be concealed’ and for ‘forever’ are the same; they read le‘allēm instead of le‘ōlām. Just when this idea arose among the Jews we do not know” [= Dalam Kel 3:15 orang-orang Yahudi membaca: ‘Ini adalah nama rahasiaKu’ (Hurufiah: ‘namaKu yang harus disembunyikan’) dan bukannya ‘Itulah namaKu untuk selama-lamanya’, karena huruf-huruf mati dari kata Ibrani untuk ‘disembunyikan’ dan untuk ‘selama-lamanya’ adalah sama; mereka membaca le‘allēm dan bukannya le‘ōlām. Kapan gagasan / pemikiran ini muncul di antara orang-orang Yahudi kami tidak tahu] - ‘The Doctrine of God’, hal 103.

b) Karena bahasa Ibrani tidak mempunyai huruf hidup, maka dalam Kitab Suci penulisan nama Allah itu bukanlah Yehuwa, Yehovah, Jehovah, atau Yahweh, tetapi hanya 4 huruf mati [yang disebut Tetragrammaton (= empat huruf)], yaitu YHWH.

Biarpun dalam Kitab Suci Musa sendiri hanya menuliskan YHWH, tetapi karena ia mendengar sendiri Tuhan menyatakan namaNya kepadanya (Kel 3:14-15), maka saya yakin bahwa Musa tahu bagaimana mengucapkan nama itu. Dan kalau Musa tahu, maka bangsa Israel pada saat itu, dan bahkan setelah jaman Musa, pasti juga tahu bagaimana mengucapkan nama YHWH itu.

c) Hilangnya pengucapan YHWH.

1. Tetapi pada suatu saat (dimulai sekitar abad 6 SM), bangsa Israel begitu takut untuk melanggar hukum ke 3 yang melarang menggunakan nama Tuhan dengan sia-sia, sehingga mereka menanggapinya secara extrim, dengan tidak menggunakan nama itu sama sekali. Setiap kali mereka membaca Kitab Suci dan menemui nama YHWH, mereka membacanya sebagai ‘ADONAY’ (yang terjemahannya adalah ‘Tuhan’).

Unger’s Bible Dictionary (dengan topik ‘Lord’): “The Jews, out of a superstitious reverence for the name Jehovah, always pronounce Adonai where Jehovah is written” (= Orang-orang Yahudi, karena suatu rasa hormat yang bersifat takhyul bagi nama ‘Yehovah’, selalu mengucapkan ‘ADONAI’ dimana dituliskan ‘Yehovah’).

Ada yang mengatakan bahwa ketakutan orang-orang Yahudi untuk mengucapkan nama Yahweh itu berasal usul dari kesalah-mengertian tentang Im 24:16 - “Siapa yang menghujat nama TUHAN, pastilah ia dihukum mati dan dilontari dengan batu oleh seluruh jemaah itu. Baik orang asing maupun orang Israel asli, bila ia menghujat nama TUHAN, haruslah dihukum mati”.

a. Ada yang mengatakan bahwa ini sekedar disebabkan karena penafsiran dari orang-orang Yahudi.

Bible Illustrator Old Testament (tentang Im 24:10-16): “It is striking to notice that in the Hebrew text it is only said that he blasphemed ‘The name’; what that was being left unwritten. On this omission the later Jews grounded their prohibition of the use of the word Jehovah, under almost any circumstances” (= Merupakan segala sesuatu yang menyolok untuk diperhatikan bahwa dalam text Ibrani hanya dikatakan bahwa ia menghujat ‘nama itu’; apa nama itu dibiarkan tak dituliskan. Pada tak adanya nama ini orang-orang Yahudi belakangan mendasarkan larangan mereka tentang penggunaan kata Yehovah, dalam hampir setiap keadaan).

Catatan: kalau dilihat dari text bahasa Ibraninya, maka dalam Im 24:11 memang sebetulnya tidak ada nama ‘Yahweh’, tetapi hanya disebutkan HASHEM (= the name), tetapi dalam Im 24:16 nama ‘Yahweh’ itu muncul.

b. Ada yang mengatakan ini disebabkan karena perubahan bahasa dari Ibrani ke Aram.

Encyclopedia Wikipedia: “During the Babylonian captivity the Hebrew language spoken by the Jews was replaced by the Aramaic language of their Babylonian captors. Aramaic was closely related to Hebrew and, while sharing many vocabulary words in common, contained some words that sounded the same or similar but had other meanings. In Aramaic, the Hebrew word for ‘blaspheme’ used in Leviticus 24:16, ‘Anyone who blasphemes the name of YHWH must be put to death’ carried the meaning of ‘pronounce’ rather than ‘blaspheme’. When the Jews began speaking Aramaic, this verse was understood to mean, ‘Anyone who pronounces the name of YHWH must be put to death.’ Since then, observant Jews have maintained the custom of not pronouncing the name” [= Selama pembuangan Babilonia bahasa Ibrani yang digunakan oleh orang-orang Yahudi digantikan oleh bahasa Aram dari para penawan Babilonia mereka. Bahasa Aram berhubungan dekat dengan bahasa Ibrani dan, sementara menggunakan banyak perbendaharaan kata yang sama, mempunyai beberapa kata-kata yang bunyinya sama atau mirip tetapi mempunyai arti yang berbeda. Dalam bahasa Aram, kata Ibrani untuk ‘menghujat’ yang digunakan dalam Im 24:16, ‘Siapa yang menghujat nama TUHAN (Yahweh), pastilah ia dihukum mati’ mempunyai arti ‘mengucapkan’ dan bukannya ‘menghujat’. Pada waktu orang-orang Yahudi mulai berbicara dalam bahasa Aram, ayat ini dimengerti sebagai berarti ‘Siapa yang mengucapkan nama TUHAN (Yahweh), pastilah ia dihukum mati’. Sejak saat itu, orang-orang Yahudi yang taat telah mempertahankan kebiasaan untuk tidak mengucapkan nama itu].

Illustrasi: ini mungkin seperti bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia, yang sekalipun mempunyai banyak persamaan, tetapi tetap mempunyai kata-kata yang sama, tetapi artinya berbeda. Contoh: kata ‘percuma’ dalam bahasa Indonesia artinya ‘sia-sia’, tetapi dalam bahasa Malaysia artinya ‘gratis / cuma-cuma’.

c. Ada yang mengatakan ini disebabkan terjemahan yang salah dari LXX / Septuaginta.

Pulpit Commentary: “In the course of the struggle the Israelitish woman’s son blasphemed the name of the Lord, and cursed. The word nakav is here rightly translated ‘blasphemeth’ (cf. verses 14, 16, 23), ... The LXX. have rendered nakav by a word meaning ‘pronounced’, and on this misunderstanding, adopted by the Jews, has been founded the Jewish precept forbidding the utterance of the Divine Name. Owing to that prohibition, the true pronunciation of the word written and called ‘Jehovah’ has been lost” [= Dalam perkelahian itu anak laki-laki dari perempuan Israel itu menghujat nama Tuhan, dan mengutuk. Kata NAKAV di sini dengan benar diterjemahkan ‘menghujat’ (bdk. ayat-ayat 14,16,23), ... LXX menterjemahkan NAKAV dengan suatu kata yang berarti ‘mengucapkan’, dan pada kesalah-pahaman ini, yang diterima oleh orang-orang Yahudi, telah didirikan ajaran Yahudi yang melarang pengucapan Nama Ilahi. Karena larangan itu, pengucapan yang benar dari kata yang dituliskan dan disebut ‘Yehovah’ telah hilang] - hal 383.

Yang manapun yang benar, yang jelas adalah bahwa nama YHWH itu berhenti untuk diucapkan / digunakan.

2. Setelah berhentinya pengucapan nama YHWH ini berlangsung cukup lama (mungkin ratusan tahun) maka orang-orang yang tadinya tahu bagaimana mengucapkan nama YHWH itu mati semua, dan akhirnya tidak ada satupun orang yang tahu dengan pasti bagaimana sebenarnya pengucapan dari nama YHWH itu!

Kelompok Yahweh-isme mengatakan bahwa semua kata Ibrani dituliskan hanya dengan huruf mati saja, dan orang toh bisa membacanya. Jadi, tak ada alasan mereka tak bisa membaca YHWH. Ini argumentasi yang salah dan tolol. Semua kata lain tetap bisa dibaca karena tetap digunakan sehari-hari. Itu berbeda dengan kasus YHWH ini, yang ratusan tahun tak digunakan, sehingga tak diketahui lagi pengucapannya.

Kalau dalam hal kata yang masih sering mereka pakai saja bisa terjadi hal yang membingungkan seperti dalam kasus Mal 2:3 dan Kel 3:15 di atas, apalagi dalam hal kata / nama YHWH yang ratusan tahun tidak pernah diucapkan!

Encyclopedia Britannica 2007: “the God of the Israelites, his name being revealed to Moses as four Hebrew CONSONANTS (YHWH) CALLED THE TETRAGRAMMATON. AFTER THE EXILE (6TH CENTURY BC), and especially from the 3rd century BC on, Jews ceased to use the name Yahweh for two reasons. As Judaism became a universal religion through its proselytizing in the Greco-Roman world, the more common noun elohim, meaning ‘god,’ tended to replace Yahweh to demonstrate the universal sovereignty of Israel’s God over all others. At the same time, the divine name was increasingly regarded as too sacred to be uttered; it was thus replaced vocally in the synagogue ritual by the Hebrew word Adonai (‘My Lord’), which was translated as Kyrios (‘Lord’) in the Septuagint, the Greek version of the Old Testament. The Masoretes, who from about the 6th to the 10th century worked to reproduce the original text of the Hebrew Bible, replaced the vowels of the name YHWH with the vowel signs of the Hebrew words Adonai or Elohim. Thus, the artificial name Jehovah (YeHoWaH) came into being. Although Christian scholars after the Renaissance and Reformation periods used the term Jehovah for YHWH, in the 19th and 20th centuries biblical scholars again began to use the form Yahweh. Early Christian writers, such as Clement of Alexandria in the second century, had used a form like Yahweh, and this pronunciation of the tetragrammaton was never really lost. Other Greek transcriptions also indicated that YHWH should be pronounced Yahweh” [= Allah dari orang-orang Israel, namaNya dinyatakan kepada Musa sebagai empat huruf mati dalam bahasa Ibrani (YHWH) yang disebut tetragrammaton. Setelah pembuangan (abad ke 6 S.M.), dan khususnya sejak abad ke 3 S.M. dst., orang-orang Yahudi berhenti menggunakan nama Yahweh karena dua alasan. Karena Yudaisme menjadi agama yang bersifat universal melalui pe-Yahudi-an dalam dunia Yunani-Romawi, kata benda yang lebih umum ELOHIM, berarti ‘allah’, cenderung untuk menggantikan Yahweh untuk menunjukkan kedaulatan universal dari Allah Israel di atas semua yang lain. Pada saat yang sama, nama ilahi itu makin lama makin dianggap terlalu keramat untuk diucapkan; dan karena itu nama itu lalu digantikan pengucapannya dalam upacara di sinagog oleh kata Ibrani ADONAY (‘Tuhanku’), yang diterjemahkan sebagai KURIOS (‘Tuhan’) dalam Septuaginta, versi Yunani dari Perjanjian Lama. Ahli-ahli Taurat Yahudi, yang dari sekitar abad ke 6 sampai abad ke 10 bekerja untuk menyalin text orisinil dari Alkitab Ibrani, menggantikan huruf-huruf hidup dari nama YHWH dengan huruf-huruf hidup dari kata-kata Ibrani ADONAY atau ELOHIM. Maka, nama buatan / tiruan / palsu Yehovah (YeHoWaH) tercipta. Sekalipun ahli-ahli bahasa Kristen setelah jaman Renaissance dan Reformasi menggunakan istilah Yehovah untuk YHWH, dalam abad ke 19 dan 20 ahli-ahli alkitab mulai menggunakan lagi bentuk YAHWEH. Penulis-penulis Kristen mula-mula, seperti Clement dari Alexandria pada abad ke 2, telah menggunakan suatu bentuk seperti Yahweh, dan pengucapan / pelafalan dari tetragrammaton ini tidak pernah sungguh-sungguh hilang. Transkrip / tulisan-tulisan Yunani yang lain juga menunjukkan bahwa YHWH seharusnya diucapkan / dilafalkan YAHWEH].

Catatan:

· Renaissance adalah: ‘the great revival of art, literature, and learning in Europe in the 14th, 15th, and 16th centuries, which began in Italy and spread from the medieval world to the modern’ (= kebangunan besar dari seni, literatur, dan pengetahuan di Eropa pada abad ke 14, 15, dan 16, yang mulai di Italia dan menyebar dari dunia pertengahan kepada dunia modern) - Webster’s New World Dictionary.

· saya tak setuju dengan kata-kata yang saya beri garis bawah ganda.

Perlu diperhatikan bahwa kutipan itu sendiri mengatakan bahwa nama ‘Yahweh’ baru digunakan mulai abad 19! Kalau pengucapan dari nama ‘Yahweh’ itu tidak pernah betul-betul hilang, mengapa tidak digunakan selama belasan, atau bahkan puluhan, abad?

Bandingkan juga dengan kutipan-kutipan di bawah ini:

Herman Hoeksema: “Without pretending to be able to solve this problem, we regard it not improbable that the original pronunciation of the name was Jahweh, hv@h.ya” (= Tanpa berpura-pura untuk bisa menyelesaikan problem ini, kami menganggapnya bukan tidak mungkin bahwa pengucapan orisinil dari nama itu adalah Yahweh, hv@h.ya) - ‘Reformed Dogmatics’, hal 68.

Herman Hoeksema: “Hence, the question arises as to the proper vocalization and pronunciation of the name. The answer to this question can only be conjectured, and Hebrew scholars have suggested different possibilities” (= Karena itu muncul pertanyaan berkenaan dengan pemberian huruf hidup dan pelafalan / pengucapan dari nama itu. Jawaban terhadap pertanyaan ini hanya bisa diduga / diterka, dan ahli-ahli bahasa Ibrani telah mengusulkan kemungkinan-kemungkinan yang berbeda-beda) - ‘Reformed Dogmatics’, hal 68.

Herman Bavinck: “Because of the Jewish dread to pronounce this name, its original pronunciation, derivation, and meaning were lost” (= Karena rasa takut orang-orang Yahudi untuk mengucapkan nama ini, pengucapan orisinilnya, dari mana kata itu diturunkan, dan artinya, hilang) - ‘The Doctrine of God’, hal 102.

Herman Bavinck: “Because of the Jewish dread of pronouncing this name its original pronunciation was forgotten” (= Karena rasa takut dari orang-orang Yahudi untuk mengucapkan nama ini, pengucapan orisinilnya telah dilupakan) - ‘The Doctrine of God’, hal 103.

Adam Clarke (tentang Im 24:16): “the Jews never pronounce this name, and so long has it been disused among them that the true pronunciation is now totally lost” (= orang-orang Yahudi tidak pernah mengucapkan nama ini, dan begitu lama itu tidak pernah digunakan di antara mereka sehingga pengucapan yang benar sekarang hilang secara total).

The International Standard Bible Encyclopedia, vol II: “The pronunciation of YHWH in the OT can never be certain, since the original Hebrew text used only consonants” (= Pengucapan dari YHWH dalam PL tidak pernah bisa pasti, karena text Ibrani yang orisinil / asli hanya menggunakan huruf-huruf mati) - hal 507.

Dalam NASB pada bagian awal ada bab berjudul ‘Principles of Translation’, dan di sana ada kata-kata sebagai berikut: “It is known that for many years YHWH has been transliterated as Yahweh, however no complete certainty attaches to this pronunciation” (= Diketahui bahwa untuk banyak tahun YHWH telah ditransliterasikan sebagai Yahweh, tetapi tidak ada kepastian sepenuhnya yang diberikan pada pengucapan ini).

Adam Clarke (tentang Kel 3:15): “‘This is my name for ever.’ The name here referred to is that which immediately precedes, Yahweh ‘Elohiym, which we translate the ‘LORD GOD,’ the name by which God had been known from the creation of the world (see Gen. 2:4), and the name by which he is known among the same people to the present day. Even the heathens knew this name of the true God; and hence, out of our ‘Yahweh’, Jehovah, they formed their Jao, Jeve, and Jove; so that the word has been literally fulfilled, This is my memorial unto all generations. ... Diodorus Siculus says, that ‘among the Jews, Moses is reported to have received his laws from the God named Jao, Iaoo, i. e., Jeue, Jove, or Jeve; for in all these ways the word Yahweh may be pronounced; and in this way I have seen it on Egyptian monuments” [= ‘Ini adalah namaKu selama-lamanya’. Nama yang ditunjuk di sini adalah itu yang persis mendahuluinya ‘Yahweh Elohim’, yang kita terjemahkan ‘Tuhan ALLAH’, nama dengan mana Allah telah dikenal sejak penciptaan dunia / alam semesta (lihat Kej 2:4), dan nama dengan mana Ia dikenal di antara bangsa yang sama sampai jaman sekarang. Bahkan orang-orang kafir mengetahui / mengenal nama dari Allah yang benar ini; dan karena itu, dari ‘Yahweh’, ‘Yehovah’, mereka membentuk nama-nama Jao, Jeve, Jove mereka; sehingga firman ini telah digenapi secara hurufiah, ‘’Inilah tanda peringatanKu kepada semua generasi’. ... Diodorus Siculus mengatakan bahwa di antara orang-orang Yahudi Musa dilaporkan telah mendapatkan hukum Tauratnya dari Allah yang bernama Jao, Iaoo, yaitu Jeue, Jove, atau Jeve; karena dengan semua cara ini kata Yahweh bisa diucapkan; dan dengan cara ini saya telah melihatnya pada monumen-monumen Mesir].

Catatan: menurut Encyclopedia Britannica 2007 ‘Diodorus Siculus’ adalah seorang ahli sejarah Yunani yang hidup pada jaman Julius Caesar dan Augustus, dan dari pernyataan-pernyataannya terlihat bahwa ia berkeliling di Mesir pada tahun 60-57 SM dan menghabiskan waktu beberapa tahun di Roma.

Penekanan saya dari kata-kata Adam Clarke di atas ini: ada macam-macam pengucapan dari nama YHWH! Jadi, tidak ada kepastian.

Adam Clarke (tentang Keluaran 34:6-7): “It has long been a question, what is the meaning of the word hvhy JEHOVAH, Yehovah, Yehue, Yehveh or Yeve, Yeue, Yao, Iao, Jhueh, and Jove; for it has been as variously pronounced as it has been differently interpreted. Some have maintained that it is utterly inexplicable, these of course have offered no mode of interpretation” (= Sudah lama merupakan suatu pertanyaan, apa arti dari kata hvhy JEHOVAH, Yehovah, Yehue, Yehveh atau Yeve, Yeue, Yao, Iao, Jhueh, dan Jove; karena kata itu telah diucapkan dengan cara bermacam-macam sama seperti kata itu telah diartikan dengan cara yang berbeda-beda. Sebagian orang mempertahankan / mempercayai bahwa kata itu sama sekali tidak bisa dijelaskan, dan tentu saja orang-orang ini tidak memberikan cara penafsiran dari kata ini) - dari Clarke’s Commentary, vol I, hal 475.

The International Standard Bible Encyclopedia (dengan topik ‘God, names of’): “Origen’s transliteration, Iao, the form in Samaritan, Iabe” (= Pentranliterasian Origen, Iao, bentuknya dalam bahasa Samaria, Iabe
Bambang Noorsena: “Sedangkan bacaan Yahweh baru muncul pada awal atau pertengahan abad ke-19 Masehi, berdasarkan rekonstruksi para pakar biblika. Pengucapan Yahweh tersebut, antara lain didasarkan atas beberapa transkripsi teks Yunani atas kata Ibrani tersebut: IAOUE, IAOUAI, dan IABE yang berasal dari sekitar abad pertama sebelum dan sesudah Masehi. Karya Klement dari Iskandariya, Stromata, dan keterangan sejarahwan Yahudi Flavius Josephus mengenai bacaan tetagrammaton, juga dijadikan acuan. Bacaan manakah yang benar? Belum ada kepastian sampai sekarang. Pelafalan YAHWEH mungkin didukung oleh penggalan kata ini pada ungkapan Halelu-Yah (Pujilah Yah), sebaliknya lafal Jehovah mungkin juga bisa dilacak dari nama-nama diri seperti Yeho-ram, Yeho-shafat, Yeho-shua, dan sebagainya.”.

Bahkan para Saksi Yehuwa, yang begitu fanatik dengan nama Allah ini, mengakui bahwa pembacaan / pengucapan yang benar dari nama ini tidak diketahui.

Saksi-Saksi Yehuwa:

· “orang-orang modern menyusun nama Yehuwa, yang tidak dikenal oleh semua orang pada jaman dulu, orang Yahudi ataupun orang Kristen; karena ucapan yang benar dari nama itu, yang ada dalam naskah Ibrani, karena sudah lama tidak digunakan, kini tidak diketahui lagi” - ‘Bertukar Pikiran mengenai Ayat-Ayat Alkitab’, hal 420.

· “Bentuk manakah dari nama ilahi yang benar - Yehuwa atau Yahweh? Tidak seorang pun dewasa ini dapat merasa pasti bagaimana nama itu mula-mula diucapkan dalam bahasa Ibrani. Mengapa tidak? Bahasa Ibrani dari Alkitab pada mulanya ditulis dengan huruf mati saja, tanpa huruf hidup. Ketika bahasa itu digunakan sehari-hari, para pembaca dengan mudah menyisipkan huruf-huruf hidup yang tepat. Tetapi, lambat laun, orang Yahudi mempunyai gagasan takhyul bahwa adalah salah untuk mengucapkan nama pribadi Allah dengan keras, jadi mereka menggunakan ungkapan-ungkapan pengganti. ... Jadi ucapan yang semula dari nama ilahi sama sekali tidak diketahui lagi” - ‘Bertukar Pikiran mengenai Ayat-Ayat Alkitab’, hal 423,424.

d) Bagaimana dengan pengucapan ‘Jehovah’ / ‘Yehovah’?

Di atas sudah saya jelaskan bahwa setiap kali bertemu dengan nama YHWH, mereka membacanya ADONAY (= Tuhan). Lalu pada suatu saat, ada orang-orang yang memasukkan bunyi huruf-huruf hidup dari kata ADONAY, yaitu A - O - A ke sela-sela dari YHWH itu, sehingga didapatkan YAHOWAH, dan seorang dosen saya mengatakan bahwa dalam aksen Jerman (entah dari mana kok tahu-tahu ada aksen Jerman), ini lalu berubah menjadi YEHOWAH atau YEHOVAH. Pulpit Commentary dalam tafsirannya tentang Im 24:11 mengatakan bahwa perubahan YAHOWAH menjadi YEHOWAH itu disebabkan karena: “the laws of the Hebrew language required the first a to be changed into e, and hence the name Jehovah” (= hukum-hukum dari bahasa Ibrani mengharuskan huruf a yang pertama untuk diubah menjadi huruf e, dan karena itu menjadi Jehovah) - hal 383.

Catatan: perlu diketahui bahwa dalam bahasa Ibrani, huruf V dan W adalah sama.

The New Bible Dictionary (dengan topik ‘God, names of’): “YHWH was considered too sacred to pronounce; so ADONAY (my Lord) was substituted in reading, and the vowels of this word were combined with the consonants YHWH to give ‘Jehovah’, a form first attested at the beginning of the 12th century AD” [= YHWH dianggap terlalu keramat untuk diucapkan; maka ADONAY (Tuhanku) dijadikan pengganti dalam pembacaan, dan huruf-huruf hidup dari kata ini dikombinasikan dengan huruf-huruf mati YHWH untuk memberikan ‘Jehovah’, suatu bentuk yang pertama-tama ditegaskan pada permulaan abad ke 12 M.] - hal 478.

Nelson’s Bible Dictionary (dengan topik ‘God, Names of’): “The divine name Yahweh is usually translated Lord in English versions of the Bible, because it became a practice in late Old Testament Judaism not to pronounce the sacred name YHWH, but to say instead ‘my Lord’ (Adonai) - a practice still used today in the synagogue. When the vowels of Adonai were attached to the consonants YHWH in the medieval period, the word Jehovah resulted” [= Nama ilahi ‘Yahweh’ biasanya diterjemahkan ‘Lord’ (= Tuhan) dalam versi-versi Alkitab bahasa Inggris, karena menjadi suatu praktek dalam Yudaisme Perjanjian Lama belakangan, untuk tidak mengucapkan nama keramat / kudus YHWH, tetapi mengatakan ‘Tuhanku’ (ADONAY) sebagai gantinya - suatu praktek yang masih digunakan jaman ini dalam sinagog. Pada waktu huruf-huruf hidup dari ADONAY diberikan pada huruf-huruf mati YHWH pada jaman abad pertengahan, kata Yehovah dihasilkan].

a D o N a Y

¯ ¯ ¯

Y H W H ® YaHoWaH ® YeHoWaH / YeHoVaH

Encyclopedia Britannica memberikan penjelasan yang agak berbeda. Encyclopedia Britannica mengatakan bahwa bunyi huruf-huruf hidup yang dimasukkan di sela-sela YHWH itu diambil bukan hanya dari kata ADONAY (= Tuhan), tetapi juga dari kata ELOHIM (= Allah). Dari kata yang pertama didapatkan A - O - A dan dari kata yang kedua didapatkan E - O - I. Penggabungannya dimasukkan ke sela-sela YHWH. Untuk bunyi huruf hidup pertama, yang diambil adalah E, untuk yang kedua diambil O, dan untuk yang ketiga diambil A. Jadi, muncul YEHOWAH / YEHOVAH.

Encyclopedia Britannica 2007: “The Masoretes, who from about the 6th to the 10th century worked to reproduce the original text of the Hebrew Bible, replaced the vowels of the name YHWH with the vowel signs of the Hebrew words Adonai or Elohim. Thus, the artificial name Jehovah (YeHoWaH) came into being” [= Para ahli Taurat Yahudi, yang dari kira-kira abad ke 6 sampai abad ke 10 bekerja untuk mereproduksi text orisinil dari Alkitab Ibrani, menggantikan huruf-huruf hidup dari nama YHWH dengan tanda-tanda huruf-huruf hidup dari kata-kata Ibrani Adonai atau Elohim. Maka, nama buatan YEHOVAH (YeHoWaH) tercipta].

a D o N a Y

¯ ¯ ¯
Y H W H ® YeHoWaH / YeHoVaH

e L o H i M

Louis Berkhof rupanya juga sependapat, karena ia berkata: “And therefore in reading the Scriptures they substituted for it either ’Adonai or ’Elohim; and the Masoretes, while leaving the consonants intact, attached to them the vowels of one of these names, usually those of ’Adonai” [= Dan karena itu dalam membaca Kitab Suci mereka (orang-orang Yahudi) menggantikannya atau dengan ADONAY atau ELOHIM; dan ahli-ahli Taurat Yahudi, sementara mereka membiarkan huruf-huruf mati itu utuh, melekatkan kepada huruf-huruf mati itu huruf-huruf hidup dari salah satu dari nama-nama ini, biasanya huruf-huruf hidup dari ADONAY] - ‘Systematic Theology’, hal 49.

Dari penjelasan ini bisa dinyatakan bahwa penyebutan YEHOVAH (atau dalam bahasa Inggris ‘Jehovah’), sebenarnya pasti salah, karena bunyi huruf hidupnya diambil dari kata ADONAY, atau dari ADONAY dan ELOHIM.

e) Bagaimana dengan pengucapan ‘Yahweh’?

1. Adanya kata Ibrani ‘YAH’, yang dianggap merupakan singkatan / kependekan dari Yahweh. Kata ‘YAH’ ini muncul sekitar 50 x dalam Perjanjian Lama.

Contoh:

Maz 68:19 - “Engkau telah naik ke tempat tinggi, telah membawa tawanan-tawanan; Engkau telah menerima persembahan-persembahan di antara manusia, bahkan dari pemberontak-pemberontak untuk diam di sana, ya TUHAN Allah”.

Kata-kata yang diterjemahkan ‘Tuhan Allah’ ini adalah ‘YAH ELOHIM’, dimana kata ‘YAH’ dianggap sebagai kependekan dari ‘YAHWEH’.

Mazmur 68:5 - “Bernyanyilah bagi Allah, mazmurkanlah namaNya, buatlah jalan bagi Dia yang berkendaraan melintasi awan-awan! NamaNya ialah TUHAN; beria-rialah di hadapanNya!”.

KJV: ‘by his name JAH’.

2. Adanya kata Ibrani ‘HALELUYAH’, yang berasal dari kata HALELU, yang berarti ‘pujilah’, dan kata YAH, yang dianggap sebagai singkatan dari YAHWEH.

Pdt. Yakub Sulistyo:

“Kata ‘Haleluyah’, bukankah kata ini sering disebut oleh semua umat Nasrani? Namun pemahaman kata ‘Haleluyah’ selama ini berarti Pujilah Tuhan, malah ada yang mengatakan bahwa Haleluyah itu bahasa sorga yang tidak berarti. Padahal ‘Haleluyah’ itu artinya Pujilah Yah (kependekan dari Yahweh)”.

Tanggapan Pdt. Budi Asali:

Sekalipun potongan kata YAH mungkin bisa didapatkan dari kedua hal di atas, tetapi potongan kata WEH-nya tidak. Disamping itu, di antara huruf kedua dan ketiga dari YHWH memungkinkan ada bunyi huruf hidup. Jadi, tetap bisa ada banyak kemungkinan, seperti YAHWUH, YAHWIH, YAHWEH, YAHWOH, YAHWAH, YAHIWUH, YAHOWEH, YAHEWIH, dan sebagainya.

Di atas saya katakan ‘mungkin’ karena memang belum tentu bahwa potongan pertama adalah YAH. Mengapa? Karena adanya nama-nama yang kelihatannya berasal dari Yehovah, seperti Yosafat, atau Yehosafat.

Unger’s Bible Dictionary: “JEHOSH’APHAT (je-hosh’a-fat; ‘Jehovah judged’). The name of a king (see article below) of Judah and of other persons in the Bible” [= Yehoshaphat (Ye-hosha-fat; ‘Yehovah menghakimi’). Nama dari seorang raja (lihat artikel di bawah) dari Yehuda dan dari orang-orang lain dalam Alkitab].

Catatan: agak aneh kalau di atas dikatakan bahwa kata / nama ‘Yehovah’ baru muncul antara abad 6-10 M. (bahkan The New Bible Dictionary mengatakan abad 12 M.), tetapi ternyata nama raja seperti Yosafat / Yehosafat (1Raja 15:24), sudah mengandung kata ‘Yeho’ yang kelihatannya berasal dari nama ‘Yehovah’ itu. Bahkan nama ‘Yosafat’ itu sudah dipakai oleh orang lain yang hidup pada jaman Daud (2Sam 8:16), yang hidup kira-kira 1000 tahun sebelum Kristus. Dan lebih lagi, nama Yosua, yang merupakan kependekan dari Yehosua, jelas juga mengandung kata ‘Yeho’.

Keanehan ini kelihatannya juga dipikirkan oleh penulis dictionary di bawah ini; hanya alasannya berbeda.

Fausset’s Bible Dictionary: “If JEHOVAH had been a name of more recent introduction, the whole nation would never have accepted it with such universal reverence” (= Jika Yehovah merupakan suatu nama yang baru-baru saja diperkenalkan, seluruh bangsa tidak akan pernah menerimanya dengan suatu rasa hormat / takut yang bersifat universal seperti itu).

Kesimpulan saya dalam persoalan ini: pembacaan nama ‘YAHWEH’ hanya merupakan suatu dugaan / tebakan, yang sekalipun memungkinkan, tetapi tidak mempunyai kepastian.

f) Yesus tak pernah mengajarkan pengucapan nama YHWH.

Pada jaman Yesus hidup dan melayani dalam dunia ini, saya yakin bahwa Ia tidak pernah menyebutkan / memberitahu para muridNya bagaimana pengucapan yang benar dari YHWH itu. Mengapa saya berpendapat demikian? Karena seandainya Ia memberitahu, maka rasul-rasul akan meneruskannya dengan generasi ke generasi, dan kita pasti akan tahu bagaimana mengucapkan YHWH itu.

Tetapi ada bantahan dari kelompok Yahweh-isme ini. Mereka menganggap / mengajarkan bahwa pada masa hidupNya di dunia ini, Yesus mengajarkan nama Yahweh ini. Bahkan Gary Mink mengatakan bahwa banyak dari kelompok Yahweh-isme ini yang beranggapan bahwa missi utama Yesus adalah membawa nama Yahweh ke dalam dunia ini. Juga guru-guru nama keramat / kudus ini menegaskan, bahwa Yesus ditangkap, diadili, dan dibunuh karena Ia mengucapkan nama Yahweh!

Gary Mink (internet): “One of the keystone doctrines of the sacred name movement is that our Savior preached and taught the name Yahweh to the Jewish people of his time. One or another sacred name group may say Jesus taught one or another of the numerous possible English transliterations of yhwh. Numbers of sacred name people believe the primary mission of Jesus was bringing the name Yahweh to the world. It is supposed that the Messiah spoke this name often to the Jewish people, taught the importance and pronunciation of this name to his followers, said it and read it when he referred to the Old Testament, and used this name when he addressed God. Sacred name teachers boldly assert that Jesus was arrested, tried, and killed because he said the name Yahweh” (= Salah satu doktrin dasar dari gerakan nama kudus / keramat adalah bahwa Juruselamat kita mengkhotbahkan / memberitakan dan mengajarkan nama Yahweh kepada orang-orang Yahudi pada jamanNya. Salah seorang dari kelompok nama kudus / keramat ini mengatakan bahwa Yesus mengajarkan salah satu dari banyak kemungkinan transliterasi bahasa Inggris dari YHWH. Banyak dari orang-orang dari nama kudus / keramat ini percaya bahwa missi utama Yesus adalah membawa nama Yahweh ke dunia. Mereka menganggap bahwa Sang Mesias sering membicarakan / mengucapkan nama ini kepada orang-orang Yahudi, mengajarkan pentingnya dan pengucapan dari nama ini kepada para pengikutNya, mengatakan nama itu dan membaca nama itu pada waktu Ia menunjuk pada Perjanjian Lama, dan menggunakan nama ini pada waktu Ia berbicara kepada Allah. Guru-guru nama kudus / keramat dengan berani menegaskan bahwa Yesus ditangkap, diadili, dan dibunuh karena Ia mengatakan / mengucapkan nama Yahweh).

Apa yang dikatakan Gary Mink di atas ini memang benar. Bandingkan dengan kata-kata Teguh Hindarto di bawah ini.

Teguh Hindarto: “Dalam MattiYahu (= Matius) 26:59-65 dilaporkan demikian: ‘ha Raashey Kohanim (Imam-imam kepala), malah seluruh Sanhedrin (Mahkamah Agama) mencari kesaksian palsu terhadap Yahshua, supaya Ia dapat dihukum mati, tetapi mereka tidak memperolehnya, walaupun tampil banyak saksi dusta. Tetapi akhirnya tampillah dua orang, yang mengatakan: ‘Orang ini berkata: Aku dapat merubuhkan Bait Elohim dan membangunnya kembali dalam tiga hari.’ Lalu Kohen ha Gadol (Imam Besar) itu berdiri dan berkata kepada-Nya: ‘Tidakkah Engkau memberi jawab atas tuduhan-tuduhan saksi-saksi ini terhadap Engkau?’ Tetapi Yahshua tetap diam. Lalu kata Kohen ha Gadol (Imam Besar) itu kepada-Nya: ‘Demi Elohim yang hidup, katakanlah kepada kami, apakah Engkau Mesias, Putra Elohim, atau tidak.’ Jawab Yahshua: ‘Engkau telah mengatakannya. Akan tetapi, Aku berkata kepadamu, mulai sekarang kamu akan melihat Bar Enosh (Putra Manusia) duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di atas awan-awan di langit.’ Maka Kohen ha Gadol (Imam Besar) itu mengoyakkan pakaiannya dan berkata: ‘Ia menghujat Elohim. Untuk apa kita perlu saksi lagi? Sekarang telah kamu dengar hujat-Nya. Perhatikan frasa, ‘Bait Elohim’ dalam ayat 61 dan ‘duduk di sebelah kanan Yang Maha Kuasa’ dalam ayat 64, dari rangkaian ayat di atas. Dalam TaNaKh (= Perjanjian Lama Ibrani), tidak pernah disebutkan ‘Bet Elohim’ , melainkan ‘Bet Yahweh’ . Ini bukti bahwa penulis Perjanjian Baru berbahasa Yunani, melakukan ‘euphemisme’ terhadap nama Yahweh. Adapun pernyataan kedua, mengutip TaNaKh, yaitu Mazmur 110:1 dan Daniel 7:13 yang digabungkan menjadi satu. Dalam Mazmur 110:1, nama Yahweh muncul, namun dalam naskah Perjanjian Baru berbahasa Greek/Yunani, dituliskan ‘tes dunameos’ (Yang Maha Kuasa). Fakta ini kembali membuktikan bahwa penyalin Kitab Perjanjian Baru berbahasa Yunani, menggunakan bentuk euphemisme terhadap nama Yahweh dengan sebutan pengganti. Yang menarik, dalam ayat 65, Imam Besar merobek pakaian Yahshua dan mengatakan bahwa Yahshua mengucapkan perkataan hujat. Bandingkan dengan literatur Yahudi yang disebut Misnah Sanhendrin 7:5 sbb: ‘Dia yang menghujat, layak dihukum hanya ketika dia mengucapkan sepenuhnya Nama Tuhan. Berkata Rabbi Yahshua ben Qorha, ‘Setiap hari pemeriksaan persidangan, mereka menguji saksi dengan nama pengganti…Pada suatu kali pemeriksaan selesai, mereka tidak akan membunuh dia yang menggunakan euphemisme, namun mereka mengeluarkan setiap orang dan menanyakan kesaksian yang teramat penting dengan berkata padanya, ‘katakan apa yang sesungguhnya kamu dengar?’ Dan dia mengatakan apa yang dia dengar. Dan hakim menginjak kaki mereka dan merobek pakaian mereka…’ Bukankah kemarahan Imam Besar membuktikan bahwa Yahshua mengucapkan nama Yahweh sepenuhnya, sehingga Dia dituduh menghujat dan pakaiannya dirobek?”.

Gary Mink (internet): “If the movement’s leaders are to support their doctrine, there is certainly an obvious need for them to have Jesus at some point speak the name Yahweh. None of the writers of the New Testament wrote that Jesus said this name. Therefore, having him speak this name is left to the sacred name bible creator. As they create these bibles in the image of their teaching, they are able to insert the name Yahweh into the mouth of Jesus as often as they like. They do this without textual authority, without logic, or without the least regard for the events as they actually happened” (= Jika pemimpin-pemimpin dari gerakan ini mau mendukung ajaran mereka, jelas ada suatu kebutuhan yang nyata bagi mereka untuk membuat Yesus pada saat tertentu mengucapkan nama Yahweh. Tidak ada dari penulis-penulis Perjanjian Baru menuliskan bahwa Yesus mengatakan / mengucapkan nama ini. Karena itu, membuat Dia mengatakan / mengucapkan nama ini terserah pada pencipta Alkitab nama kudus / keramat. Pada waktu mereka menciptakan Alkitab-Alkitab ini dalam khayalan pengajaran mereka, mereka bisa memasukkan nama Yahweh ke dalam mulut Yesus sesering yang mereka sukai. Mereka melakukan ini tanpa otoritas text Kitab Suci, tanpa logika, atau tanpa kepedulian sedikitpun pada peristiwa-peristiwa sebagaimana peristiwa-peristiwa itu terjadi).

Kalau mereka mempercayai bahwa missi utama Yesus datang ke dunia adalah untuk menyatakan nama Yahweh, mengajarkan pengucapan yang benar dari nama itu, maka:

1. Ini jelas menunjukkan kesesatan mereka, karena missi utama Yesus datang ke dunia jelas adalah untuk mati di salib untuk menebus dosa-dosa kita, tanpa mana sama sekali tidak ada jalan ke surga!

Yoh 12:23-27 - “(23) Tetapi Yesus menjawab mereka, kataNya: ‘Telah tiba saatnya Anak Manusia dimuliakan. (24) Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. (25) Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal. (26) Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situpun pelayanKu akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa. (27) Sekarang jiwaKu terharu dan apakah yang akan Kukatakan? Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini? Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke dalam saat ini”.

Mat 20:28 - “sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang.’”.

2. Ini membuktikan bahwa mereka sendiri mengakui bahwa pengucapan nama ‘Yahweh’ itu memang sudah hilang! Kalau tidak, untuk apa mereka mengatakan bahwa Yesus datang dengan missi utama untuk menyatakan nama itu?

Juga Teguh Hindarto mengatakan penulis Perjanjian Baru melakukan euphemisme (= penghalusan / pelembutan bahasa), dengan mengganti nama ‘Yahweh’ dengan kata lain. Ini lucu, karena kalau memang pengucapan nama ‘Yahweh’ itu diancam hukuman mati seperti itu, bagaimana mungkin para saksi berani mengucapkan nama ‘Yahweh’, sekalipun pada saat mereka memberikan kesaksian?

Lalu dalam Mat 26:64, pada waktu Matius menggunakan kata-kata ‘Yang maha kuasa’, dan bukannya ‘Yahweh’, itu lagi-lagi dianggap sebagai suatu euphemisme.

Mat 26:64 - “Jawab Yesus: ‘Engkau telah mengatakannya. Akan tetapi, Aku berkata kepadamu, mulai sekarang kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di atas awan-awan di langit.’”.

Jadi, Teguh Hindarto menganggap bahwa dalam faktanya Yesus mengucapkan nama ‘Yahweh’ itu, tetapi Matius tidak mencatatnya seperti itu, melainkan menggunakan euphemisme dan menggantikannya dengan ‘Yang maha kuasa’. Ini sama sekali tidak masuk akal, karena euphemisme seperti ini akan membingungkan pembaca. Jadi, tidak mungkin Matius / penulis Kitab Suci lain melakukan euphemisme seperti ini.

Kalau, seperti yang dipercayai oleh Teguh Hindarto, Yesus berani mengucapkan nama ‘Yahweh’ itu, apa alasannya sehingga penulis-penulis Perjanjian Baru melakukan euphemisme? Apakah mereka tidak berani meneladani Yesus, yang adalah Tuhan dan Guru mereka yang memang seharusnya mereka teladani? Bdk. Yoh 13:13-15.

Karena itu, saya berpendapat bahwa penulis-penulis Perjanjian Baru sama sekali tidak melakukan euphemisme, tetapi mereka memang tidak merasa perlu untuk menuliskan nama ‘Yahweh’ dalam Perjanjian Baru, dan ini merupakan bukti bahwa kita memang tidak diharuskan menggunakan nama ‘Yahweh’.

Saya tidak mempedulikan kutipan dari Mishnah Sanhedrin yang diberikan oleh Teguh Hindarto di atas, karena saya lebih mempercayai Kitab Suci / Perjanjian Baru. Dan dalam Kitab Suci, alasan hukuman mati untuk Yesus disebutkan secara explicit dalam beberapa ayat, yaitu:

· Yoh 5:18 - “Sebab itu orang-orang Yahudi lebih berusaha lagi untuk membunuhNya, bukan saja karena Ia meniadakan hari Sabat, tetapi juga karena Ia mengatakan bahwa Allah adalah BapaNya sendiri dan dengan demikian menyamakan diriNya dengan Allah”.

· Yoh 10:33 - “Jawab orang-orang Yahudi itu: ‘Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diriMu dengan Allah.’”.

· Yoh 19:7 - “Jawab orang-orang Yahudi itu kepadanya: ‘Kami mempunyai hukum dan menurut hukum itu Ia harus mati, sebab Ia menganggap diriNya sebagai Anak Allah.’”.

Dan dalam Mat 26:64, pada saat / mengucapkan kata-kata ‘Engkau telah mengatakannya’, itu artinya adalah ‘Ya’. Jadi, Ia mengatakan ‘Ya’ terhadap pertanyaan dalam Mat 26:63 yang menanyakan apakah Ia Mesias / Anak Allah atau bukan.

Mat 26:63-64 - “(63) Tetapi Yesus tetap diam. Lalu kata Imam Besar itu kepadaNya: ‘Demi Allah yang hidup, katakanlah kepada kami, apakah Engkau Mesias, Anak Allah, atau tidak.’ (64) Jawab Yesus: ‘Engkau telah mengatakannya. Akan tetapi, Aku berkata kepadamu, mulai sekarang kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di atas awan-awan di langit.’”.


Hal lain yang sangat lucu adalah bahwa Teguh Hindarto mengatakan bahwa imam besar itu merobek pakaian Yesus! Saya baru kali ini mendengar kegilaan seperti itu!

Adam Clarke (tentang Matius 26:65): “‘The high priest rent his clothes.’ This rending of the high priest’s garments was expressly contrary to the law, Lev. 10:6, and 21:10. But it was a common method of expressing violent grief, Gen. 37:29,34; Job 1:20, and horror at what was deemed blasphemous or impious. 2 Kings 18:37; 19:1; Acts 14:14. All that heard a blasphemous speech were obliged to rend their clothes, and never to sew them up again” (= ‘Sang imam besar merobek pakaiannya’. Perobekan jubah imam besar ini bertentangan secara explicit dengan hukum Taurat, Im 10:6, dan 21:10. Tetapi itu merupakan suatu cara yang umum untuk menyatakan kesedihan yang sangat, Kejadian 37:29,34; Ayub 1:20, dan rasa ngeri pada apa yang dianggap bersifat menghujat dan jahat, 2Raja 18:37; 19:1; Kisah Para Rasul 14:14. Semua yang mendengar suatu ucapan yang bersifat menghujat wajib merobek pakaian mereka, dan tidak pernah menjahitnya kembali).

Ayat-ayat yang dipakai oleh kelompok Yahweh-isme untuk menunjukkan bahwa Yesus memang mengucapkan / mengajarkan nama Yahweh itu:

1. Yohanes 17:6,26 - “(6) Aku telah menyatakan namaMu kepada semua orang, yang Engkau berikan kepadaKu dari dunia. Mereka itu milikMu dan Engkau telah memberikan mereka kepadaKu dan mereka telah menuruti firmanMu. ... (26) dan Aku telah memberitahukan namaMu kepada mereka dan Aku akan memberitahukannya, supaya kasih yang Engkau berikan kepadaKu ada di dalam mereka dan Aku di dalam mereka.’”.

Tanggapan Pdt. Budi Asali:

a. Kalau dalam Yoh 17:6,26 kata ‘nama’ betul-betul menunjuk pada nama YHWH itu, bagaimana kelompok Yahweh-isme menafsirkan Yoh 17:11-12 - “(11) Dan Aku tidak ada lagi di dalam dunia, tetapi mereka masih ada di dalam dunia, dan Aku datang kepadaMu. Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam namaMu, yaitu namaMu yang telah Engkau berikan kepadaKu, supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita. (12) Selama Aku bersama mereka, Aku memelihara mereka dalam namaMu, yaitu namaMu yang telah Engkau berikan kepadaKu; Aku telah menjaga mereka dan tidak ada seorangpun dari mereka yang binasa selain dari pada dia yang telah ditentukan untuk binasa, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci”.

Dalam Kitab Suci, kata ‘nama’ bisa menunjuk pada bermacam-macam hal:

· betul-betul menunjuk pada ‘nama’ seseorang.

· menunjuk kepada ‘diri si pemilik nama’.

· menunjuk pada ‘karakter si pemilik nama’.

· menunjuk pada ‘kuasa si pemilik nama’.

· menunjuk pada ‘otoritas si pemilik nama’.

· dan sebagainya.

Dalam setiap pemunculan kata ‘nama’, kontext harus menentukan arti yang mana yang harus dipakai. Dalam persoalan Yoh 17:11-12 ini, tidak mungkin ‘nama’ betul-betul menunjuk pada ‘nama’. Saya sendiri menafsirkan bahwa kata ‘nama’ dalam Yoh 17:11-12 ini berarti ‘kuasa’. Cobalah baca text itu dengan mengartikan ‘nama’ sebagai ‘kuasa’, maka saudara akan melihat semuanya cocok / masuk akal. Tetapi kalau kata ‘nama’ betul-betul menunjuk pada ‘nama YAHWEH’, maka semua akan menjadi kacau!

F. F. Bruce (tentang Yoh 17:11-12): “The name of God in the OT denotes not only his character (as in verse 6), but also his power; Ps. 20:1 (‘the name of the God of Jacob protect you!’); Ps. 54:1 (‘Save me, O God, by thy name’; where ‘by the name’ stands in synonymous parallelism with ‘by thy might’); Prov. 18:10 (‘The name of the LORD is a strong tower’). By the Father’s power, imparted to Jesus, Jesus himself had guarded them as a treasure entrusted to him by the Father” [= Nama Allah dalam PL tidak hanya menunjukkan karakterNya (seperti dalam ay 6), tetapi juga kuasaNya; Maz 20:2 (‘nama Allah Yakub melindungi / membentengi engkau!’); Maz 54:3 (‘Ya Allah, selamatkanlah aku karena / oleh namaMu’; dimana ‘oleh nama’ berada dalam paralelisme yang sama dengan ‘karena / oleh keperkasaanMu’); Amsal 18:10 (‘nama TUHAN adalah menara yang kuat’). Oleh kuasa Bapa, yang diberikan kepada Yesus, Yesus sendiri telah menjaga mereka sebagai suatu harta yang dipercayakan kepadaNya oleh Bapa] - hal 332.

Maz 20:2 - “Kiranya TUHAN menjawab engkau pada waktu kesesakan! Kiranya nama Allah Yakub membentengi engkau!”.

Maz 54:3 - “Ya Allah, selamatkanlah aku karena namaMu, berilah keadilan kepadaku karena keperkasaanMu!”.

Amsal 18:10 - “Nama TUHAN adalah menara yang kuat, ke sanalah orang benar berlari dan ia menjadi selamat”.

Sekarang bandingkan penafsiran di atas ini dengan kata-kata Teguh Hindarto di bawah ini.

Teguh Hindarto: “Apakah Nama Yahweh mengandung kuasa? Jika nama Yahweh memiliki makna yang mendalam dan ada kaitannya dengan kata ‘HAYAH’ [berada, hadir, bertindak], maka nama Yahweh tentunya memiliki kuasa yang luar biasa. Dikatakan dalam Sefer Mishley [Amsal] 18:10], ‘migdal oz shem Yahweh, bo yaruts tsadiq we nisgav’ , yang artinya ‘nama Yahweh adalah menara yang kokoh, orang benar berlari menghampirinya dan menjadi selamat’. Ayat ini menegaskan bahwa nama Yahweh berkuasa untuk menyelamatkan. Bangsa Yisrael sebagai umat perjanjian Yahweh telah berkali-kali membuktikan kedahsyatan nama Yahweh. Yahweh telah menunjukkan keperkasaannya dengan menghukum elohim orang Mitsrayim dengan sepuluh tulah, dengan membelah Yam Suf [laut Suf] dengan angin timur yang kuat, dengan mengirimkan manna dari langit yang memelihara perjalanan orang Yishrael di padang gurun sehingga tidak kelaparan, dengan memayungi bangsa Yishrael dengan tiang awan pada waktu siang hingga tidak kepanasan dan dengan tiang api pada waktu malam, sehingga tidak kedinginan dan dikuasai gelap, dengan memberikan kemenangan dalam peperangan melawan para penyembah berhala. Bukti keperkasan nama Yahweh adalah ketika Nabi EliYah melawan lima ratus nabi Baal di gunung Horev dan Yahweh yang disembah dan dipanggil nama-Nya menjawab dengan api yang menyambar dari langit [1 Raj 18:20-46]”.

Catatan: ‘Yisrael’ = Israel; ‘Mitsrayim’ = Mesir.

Tanggapan Pdt. Budi Asali:

Ini merupakan tafsiran yang menggelikan, yang saya kira tidak membutuhkan tanggapan yang serius. Sudah jelas bahwa yang memiliki kuasa adalah ‘Yahweh’ sendiri, bukan ‘nama Yahweh’ tersebut! ‘Yahweh’ adalah seorang pribadi, dan karena itu bisa mempunyai kuasa, tetapi ‘nama Yahweh’ itu bukan pribadi, dan karena itu tidak mungkin mempunyai kuasa.

Betul-betul lucu bahwa dalam acara debat terbuka tanggal 14 Juni 2008 di GKRI GOLGOTA, Jl Dinoyo 19b, Surabaya, antara saya dan Pdt. Esra versus kelompok Yahweh-isme yang diwakili oleh Teguh Hindarto dan Kristian Sugiyarto, mereka mengatakan bahwa penafsiran kami dalam persoalan Yoh 17:6 ini merupakan suatu EISEGESIS! Saya berpendapat bahwa penafsiran mereka yang menuntut ayat Kitab Suci ditafsirkan apa adanya (kalau ‘nama’ ya harus berarti ‘nama’) adalah penafsiran orang naif yang tidak mengerti Hermeneutics. Semua ayat Kitab Suci harus ditafsirkan dengan memperhatikan ayat-ayat lain dalam Kitab Suci, supaya tidak terjadi penafsiran yang menabrak ayat lain. Dan itu yang saya lakukan dalam menafsirkan Yoh 17:6 ini.

b. Kalau dalam Yoh 17:6,26 kata ‘nama’ betul-betul menunjuk pada nama Yahweh itu, adalah aneh bahwa setelah Yesus memberitahukan nama Yahweh itu kepada para murid, Ia masih akan memberitahukan hal itu lagi!

Yoh 17:26 - “dan Aku telah memberitahukan namaMu kepada mereka dan Aku akan memberitahukannya, supaya kasih yang Engkau berikan kepadaKu ada di dalam mereka dan Aku di dalam mereka.’”.

Kalau cuma ‘nama YAHWEH’, apa perlu diberitahukan berulang-ulang? Apakah para murid itu begitu tolol, sehingga hanya diberitahu nama ‘Yahweh’ saja tak bisa mengerti, sehingga harus diulang-ulang? Ini sangat tidak masuk akal! Tetapi kalau ‘nama’ ditafsirkan ‘diri Allah’ itu sendiri, yang mencakup karakter, kehendakNya dsb, maka kalimat ini cocok. Mengapa? Karena pelajaran seumur hiduppun tidak akan cukup untuk bisa mengenal diri Allah dengan sempurna.

c. Kalau dalam Yoh 17:6,26 kata ‘nama’ betul-betul menunjuk pada nama YHWH itu, adalah aneh bahwa dalam sepanjang Perjanjian Baru, termasuk dari mulut Yesus sendiri, nama YHWH tidak pernah keluar barang satu kalipun! Pada waktu Yesus mengajarkan Doa Bapa Kami, Ia tidak menyuruh mereka untuk menyebut ‘Yahweh’ tetapi ‘Bapa’. Dan pada waktu Ia sendiri berdoa dalam Yoh 17:1-26, tidak satu kalipun Ia menyebut nama ‘Yahweh’.

Yoh 17:1-26 - “(1) Demikianlah kata Yesus. Lalu Ia menengadah ke langit dan berkata: ‘Bapa, telah tiba saatnya; permuliakanlah AnakMu, supaya AnakMu mempermuliakan Engkau. (2) Sama seperti Engkau telah memberikan kepadaNya kuasa atas segala yang hidup, demikian pula Ia akan memberikan hidup yang kekal kepada semua yang telah Engkau berikan kepadaNya. (3) Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus. (4) Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepadaKu untuk melakukannya. (5) Oleh sebab itu, ya Bapa, permuliakanlah Aku padaMu sendiri dengan kemuliaan yang Kumiliki di hadiratMu sebelum dunia ada. (6) Aku telah menyatakan namaMu kepada semua orang, yang Engkau berikan kepadaKu dari dunia. Mereka itu milikMu dan Engkau telah memberikan mereka kepadaKu dan mereka telah menuruti firmanMu. (7) Sekarang mereka tahu, bahwa semua yang Engkau berikan kepadaKu itu berasal dari padaMu. (8) Sebab segala firman yang Engkau sampaikan kepadaKu telah Kusampaikan kepada mereka dan mereka telah menerimanya. Mereka tahu benar-benar, bahwa Aku datang dari padaMu, dan mereka percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku. (9) Aku berdoa untuk mereka. Bukan untuk dunia Aku berdoa, tetapi untuk mereka, yang telah Engkau berikan kepadaKu, sebab mereka adalah milikMu (10) dan segala milikKu adalah milikMu dan milikMu adalah milikKu, dan Aku telah dipermuliakan di dalam mereka. (11) Dan Aku tidak ada lagi di dalam dunia, tetapi mereka masih ada di dalam dunia, dan Aku datang kepadaMu. Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam namaMu, yaitu namaMu yang telah Engkau berikan kepadaKu, supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita. (12) Selama Aku bersama mereka, Aku memelihara mereka dalam namaMu, yaitu namaMu yang telah Engkau berikan kepadaKu; Aku telah menjaga mereka dan tidak ada seorangpun dari mereka yang binasa selain dari pada dia yang telah ditentukan untuk binasa, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci. (13) Tetapi sekarang, Aku datang kepadaMu dan Aku mengatakan semuanya ini sementara Aku masih ada di dalam dunia, supaya penuhlah sukacitaKu di dalam diri mereka. (14) Aku telah memberikan firmanMu kepada mereka dan dunia membenci mereka, karena mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia. (15) Aku tidak meminta, supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka dari pada yang jahat. (16) Mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia. (17) Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firmanMu adalah kebenaran. (18) Sama seperti Engkau telah mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula Aku telah mengutus mereka ke dalam dunia; (19) dan Aku menguduskan diriKu bagi mereka, supaya merekapun dikuduskan dalam kebenaran. (20) Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepadaKu oleh pemberitaan mereka; (21) supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku. (22) Dan Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan, yang Engkau berikan kepadaKu, supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu: (23) Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka sempurna menjadi satu, agar dunia tahu, bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku. (24) Ya Bapa, Aku mau supaya, di manapun Aku berada, mereka juga berada bersama-sama dengan Aku, mereka yang telah Engkau berikan kepadaKu, agar mereka memandang kemuliaanKu yang telah Engkau berikan kepadaKu, sebab Engkau telah mengasihi Aku sebelum dunia dijadikan. (25) Ya Bapa yang adil, memang dunia tidak mengenal Engkau, tetapi Aku mengenal Engkau, dan mereka ini tahu, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku; (26) dan Aku telah memberitahukan namaMu kepada mereka dan Aku akan memberitahukannya, supaya kasih yang Engkau berikan kepadaKu ada di dalam mereka dan Aku di dalam mereka.’”.

Perhatikan semua bagian yang saya garis-bawahi. Itu adalah kata-kata yang Yesus gunakan untuk menyebut Bapa dalam doa. Ia menyebut ‘Bapa’, Allah’, ‘Engkau’, dan ‘Mu’. Tetapi tidak sekalipun keluar kata-kata YHWH / Yahweh / Yehovah dsb dari mulut Yesus, bahkan tidak dalam ‘terjemahan bajakan’ versi ILT! Mengapa?

d. Kalau istilah ‘nama’ harus selalu diartikan secara hurufiah, lalu bagaimana kelompok Yahweh-isme menafsirkan ayat-ayat di bawah ini?

Wah 3:12 - “Barangsiapa menang, ia akan Kujadikan sokoguru di dalam Bait Suci AllahKu, dan ia tidak akan keluar lagi dari situ; dan padanya akan Kutuliskan nama AllahKu, nama kota AllahKu, yaitu Yerusalem baru, yang turun dari sorga dari AllahKu, dan namaKu yang baru”.

Wahyu 14:1 - “Dan aku melihat: sesungguhnya, Anak Domba berdiri di bukit Sion dan bersama-sama dengan Dia seratus empat puluh empat ribu orang dan di dahi mereka tertulis namaNya dan nama BapaNya”.

Wahyu 22:4 - “dan mereka akan melihat wajahNya, dan namaNya akan tertulis di dahi mereka”.

e. Arti yang benar dari kata ‘nama’ dalam Yoh 17:6,26.

Jadi, kata-kata “Aku telah menyatakan namaMu kepada semua orang” dan “Aku telah memberitahukan namaMu kepada mereka” dalam Yoh 17:6,26 ini harus ditafsirkan bagaimana? Sama seperti sudah saya jelaskan di atas, bahwa ‘nama’ sering bukan betul-betul menunjuk pada ‘nama’nya, tetapi menunjuk kepada ‘orang yang mempunyai nama itu’, maka di sini juga harus diartikan demikian! Jadi, Yesus bukan menyatakan ‘nama YHWH’ ataupun pengucapan yang sebenarnya dari nama itu, tetapi Ia menyatakan ‘diri dari Allah’, dan ini jelas berhubungan dengan pengajaran tentang sifat-sifat Allah, kehendak Allah, dan sebagainya.

Karena itu, jelas bahwa Yoh 17:6,26 tak bisa dijadikan dasar bahwa Yesus memang mengajarkan pengucapan nama Yahweh itu.

2. Luk 4:18-20 - “(18) ‘Roh Tuhan ada padaKu, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku (19) untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.’ (20) Kemudian Ia menutup kitab itu, memberikannya kembali kepada pejabat, lalu duduk; dan mata semua orang dalam rumah ibadat itu tertuju kepadaNya”.

Kristian Sugiyarto: “Ketika Yahshua (Yesus) pada hari Sabat di Sinagoge membaca Kitab Yes. 61:1-2 sebagaimana dikisahkan pada Luk. 4:18-19, kitab berbahasa apa yang dibaca oleh Yesus? Ibrani bukan? Kedua ayat ini menulis Adonai YHWH 1 kali dan YHWH 2 kali; jika YHWH dibaca Adonai apakah akan ada yang terbaca Adonai Adonai?. Selain itu berarti nama ini ‘no meaning in term of nothing to do with the name of the Son Yahshua’. Thus, Yahshua should read Yahweh (instead of Adonai), sebab pada saat itulah Ia memproklamasikan bahwa diri-Nya diurapi oleh Yahweh sebagai Mesias (ay 21)”.

Tanggapan Pdt. Budi Asali:

a. Saya berpendapat bahwa Yesus membaca Yes 61 tersebut dari LXX.

Dalam hal ini saya tidak setuju dengan Bambang Noorsena yang mengatakan bahwa pada saat itu Yesus memang membaca dari Perjanjian Lama bahasa Ibrani. Saya menganggap Yesus mengutip dari LXX / Septuaginta. Alasannya: kalau Luk 4:18-19 ini dibandingkan dengan Yes 61 versi Ibrani maka memang terlihat perbedaan-perbedaan.

Luk 4:18-19 - “(18) ‘Roh Tuhan ada padaKu, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku (19) untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.’”.

Yes 61:1-2 - “(1) Roh Tuhan ALLAH ada padaku, oleh karena TUHAN telah mengurapi aku; Ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari penjara, (2) untuk memberitakan tahun rahmat TUHAN dan hari pembalasan Allah kita, untuk menghibur semua orang berkabung”.

Jamieson, Fausset & Brown dalam tafsirannya tentang Luk 4:19, Pulpit Commentary dalam tafsirannya tentang Luk 4:18, A. T. Robertson dalam tafsirannya tentang Luk 4:17, dan Vincent dalam tafsirannya tentang Luk 4:18, menganggap bahwa pada saat itu Yesus mengutip dari LXX / Septuaginta.

Jamieson, Fausset & Brown (tentang Luk 4:19): “The quotation is chiefly from the Septuagint version, used, it would seem, in the synagogues” (= Kutipan ini terutama dari versi Septuaginta, yang kelihatannya digunakan di sinagog-sinagog).

A. T. Robertson (tentang Luk 4:17): “It is a free quotation from the Septuagint” (= Ini adalah suatu kutipan bebas dari Septuaginta).

Pulpit Commentary (tentang Luk 4:18): “St. Luke here quotes, with a few important variations, from the LXX. of Isa 61:1,2” (= Santo Lukas di sini mengutip, dengan sedikit / beberapa perbedaan penting, dari LXX tentang Yes 61:1-2).

Vincent (tentang Luk 4:18): “‘To set at liberty.’ aposteilai. Literally, ‘to send away in discharge.’ Inserted from the Septuagint of Isa. 58:6” (= ‘Membebaskan’. APOSTEILAI. Secara hurufiah, ‘menyuruh pergi dalam pembebasan’. Dimasukkan dari Septuaginta tentang Yes 58:6).

b. Bagaimana tradisi Yahudi dalam membaca Kitab Suci di sinagog?

Alfred Edersheim: “Whether or not the LXX. was read in the Hellenist Synagogues, and the worship conducted, wholly or partly, in Greek, must be matter of conjecture. We find, however, a significant notice to the effect that among those who spoke a barbarous language (not Hebrew, the term referring specially to Greek), it was the custom for one person to read the whole Parashah (or lesson for the day), while among the Hebrew-speaking Jews this was done by seven persons, successively called up. This seems to imply that either the Greek text alone was read, or that it followed a Hebrew reading, like the Targum of the Easterns. More probably, however, the former would be the case, since both Hebrew manuscripts, and persons qualified to read them, would be difficult to procure. At any rate, we know that the Greek Scriptures were authoritatively acknowledged in Palestine, and that the ordinary daily prayers might be said in Greek” [= Apakah LXX dibacakan dalam sinagog-sinagog Yunani, dan kebaktian dipimpin, sebagian atau seluruhnya, dalam bahasa Yunani, merupakan suatu persoalan dugaan / tak pasti. Tetapi kami menemukan suatu pemberitahuan yang penting yang berarti bahwa di antara mereka yang berbicara dalam ‘bahasa barbar’ (‘bukan bahasa Ibrani’, istilah itu khususnya menunjuk pada ‘bahasa Yunani’), bahwa merupakan kebiasaan bagi seseorang untuk membaca seluruh ‘Parashah’ (atau ‘pelajaran untuk hari itu’), sementara di antara orang-orang Yahudi yang berbicara bahasa Ibrani ini dilakukan oleh 7 orang, yang dipanggil secara berturut-turut. Ini secara tak langsung kelihatannya menunjukkan bahwa atau hanya text bahasa Yunani saja yang dibacakan, atau bahwa itu disusul oleh suatu pembacaan bahasa Ibrani, seperti Targum dari orang-orang Timur. Tetapi lebih memungkinkan bahwa kasus yang pertamalah yang benar, karena baik manuscripts Ibrani, maupun orang-orang yang memenuhi syarat untuk membacanya, akan sukar untuk didapatkan. Bagaimanapun juga, kami tahu bahwa Kitab Suci bahasa Yunani diakui otoritasnya di Palestina dan bahwa doa-doa harian biasa mungkin diucapkan dalam bahasa Yunani] - ‘The Life and Times of Jesus the Messiah’, hal 19.

Catatan: ‘Targum’ adalah Alkitab Ibrani atau sebagian darinya yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Aram. Dari kata-katanya di atas ini, kelihatannya Alfred Edersheim menganggap bahwa yang dimaksud dengan ‘bahasa Ibrani’ pada saat itu adalah ‘bahasa Aram’. Ini sama seperti pandangan Herlianto.

c. Dan seandainya Yesus membaca dari Perjanjian Lama bahasa Ibrani, bukan hal yang aneh kalau Ia tetap mengikuti tradisi saat itu dengan membaca YHWH sebagai ADONAY (= Tuhan)! Tetapi bagaimana dengan ungkapan ADONAY YAHWEH yang ada pada awal Yes 61:1? Apakah lalu menjadi ‘ADONAY ADONAY’ (= Tuhan Tuhan)? Kristian Sugiyarto kelihatannya menganggap ini sebagai sesuatu yang aneh. Dalam acara debat terbuka tgl 14 Juni 2008, ia menunjukkan, entah dari mana, kata Yunani ‘KURIE KURIE’ (= Tuhan Tuhan), yang jelas ia anggap sebagai suatu keanehan. Dan saya jawab pertanyaannya dengan pertanyaan ini: Apakah kata-kata ‘KURIE KURIE’ (= Tuhan Tuhan) ini ‘lebih aneh’ dari ungkapan ‘Yah Yahweh’, yang terdapat misalnya dalam Yes 12:2?

Yes 12:2 - “Sungguh, Allah itu keselamatanku; aku percaya dengan tidak gementar, sebab TUHAN ALLAH itu kekuatanku dan mazmurku, Ia telah menjadi keselamatanku.’”.

KJV: ‘The LORD Jehovah’.

NKJV: ‘Yah, the LORD’.

d. Seandainya Yesus memang membaca dari Perjanjian Lama bahasa Ibrani, dan seandainya Ia memang membaca nama ‘Yahweh’ itu, pada saat Lukas mencatat peristiwa ini, dibawah pengilhaman Roh Kudus, ia mengubah kata-kata ‘Yahweh’ itu menjadi KURIOS (= Tuhan)! Jadi, para penganut Yahweh-isme itu tidak bisa mempertahankan pandangan mereka dengan menggunakan ayat ini.

Saya ingin menanyakan pertanyaan ini kepada kelompok Yahweh-isme: Pada waktu mereka melakukan exposisi terhadap suatu ayat dalam Kitab Suci, apakah mereka melakukannya berdasarkan text asli yang tertulis, atau berdasarkan apa yang diucapkan dalam faktanya? Jadi, kalau Yesus bicara bahasa Aram, dan lalu dicatat dalam Kitab Suci dengan menggunakan bahasa Yunani, yang mana yang mereka pakai sebagai dasar dalam melakukan exposisi terhadap ayat itu? Text Yunani, yang ada sampai sekarang? Atau bahasa Aramnya yang tidak pernah bisa diketahui dan hanya bisa ditebak-tebak?

Kalau mereka tetap berkeras dengan mengatakan bahwa mereka menggunakan bahasa Aramnya, saya ingin bertanya lagi: bagaimana kalau mereka membahas text dari kitab Kejadian tentang Adam dan Hawa? Kita bahkan tak tahu mereka berbicara dalam bahasa apa. Tetapi cerita tentang pembicaraan mereka dituliskan oleh Musa dalam bahasa Ibrani. Jadi, dalam melakukan exposisi tentang ayat-ayat seperti itu, kita mau menggunakan yang mana? Text tertulis, yang ada dalam bahasa Ibrani, atau bahasa pembicaraan mereka, yang tidak kita ketahui bahasa apa? Hanya orang yang tidak waras yang memilih yang kedua! Tetapi kalau demikian, konsekwensinya adalah: dalam pembahasan ayat-ayat yang memuat perkataan Yesus, kita juga harus membahas text tertulisnya, yang ada dalam bahasa Yunani, bukan kata-kata yang Yesus ucapkan, entah bahasa Aram atau Ibrani!

Jadi, saya tidak peduli pada waktu Yesus membaca Luk 4:18-20 itu Ia menyebut nama ‘Yahweh’ atau tidak. Yang jelas, pada waktu Lukas mencatatnya, tidak ada nama ‘Yahweh’, dan ada perubahan dari ‘Yahweh’ menjadi KURIOS! Dan ini yang harus kita jadikan dasar ajaran! Dan saya memang menggunakan ini sebagai dasar untuk mengajar bahwa kita tidak harus menggunakan nama Yahweh, tetapi boleh mengubahnya menjadi KURIOS (= Tuhan).

g) Claim dari kelompok Yahweh-isme bahwa mereka tahu secara pasti pengucapan yang benar dari nama YHWH.

1. Yakub Sulistyo mengartikan GRAMMATON menjadi 2 kata yang terpisah. GRAMMA artinya ‘huruf’; sedangkan TON artinya ‘bunyi’. Karena itu ia berpendapat bahwa TETRA GRAMMATON pasti bisa dibunyikan / dibaca.

Tanggapan Pdt. Budi Asali:

a. Seandainya Yakub Sulistyo benar, maka istilah TETRAGRAMMATON artinya menjadi aneh sekali, yaitu ‘empat huruf bunyi’. Bagaimana mungkin bisa ada istilah seperti itu?

Dimana-mana penafsir / ahli theologia / encyclopedia / dictionary / commentary, dsb, selalu mengartikan kata-kata TETRAGRAMMATON sebagai ‘empat huruf’. Tidak pernah saya menjumpai ada orang, kecuali Yakub Sulistyo, yang mengartikannya sebagai ‘empat huruf bunyi’.

b. Seandainya Yakub Sulistyo benar, maka tetap saja TETRAGRAMMATON itu menunjuk pada huruf-huruf YHWH (huruf matinya), bukan bunyi huruf hidupnya! Bunyi huruf hidupnya tetap tidak diketahui! Dan tanpa bunyi huruf hidup, maka huruf matinya tak mungkin bisa dibunyikan. Jadi, omongan Yakub Sulistyo ini betul-betul omong kosong besar!

c. Orang ini sok tahu bahasa Yunani, tetapi ngawur secara total.

Dia mengatakan bahwa kata TON artinya ‘bunyi’? Dia mendapatkan itu dari mana? Saya menggunakan konkordansi untuk mencari semua kata ‘bunyi’ dalam Perjanjian Baru, dan lalu saya periksa bahasa Yunaninya, dan saya tidak menemukan satupun yang berasal dari kata TON! Saya juga periksa kamus Yunani, dan saya juga tidak menemukan kata TON.

W. E. Vine: “SOUND (NOUN AND VERB) A. Nouns. 1. phone, most frequently ‘a voice,’ is translated ‘sound’ in ... 2. echos, ‘a noise, a sound of any sort’ (Eng., ‘echo’), ... 3. phthongos, akin to phthengomai, ‘to utter a voice,’ ... B. Verbs. 1. echeo ... 2. execheo ... 3. salpizo ... 4. bolizo ” [= BUNYI (KATA BENDA dan KATA KERJA) A. Kata-kata benda. 1. PHONE, paling sering ‘suatu suara’, diterjemahkan ‘bunyi’ dalam ... 2. EKHOS, ‘suatu keributan, bunyi dari jenis apapun’ (Inggris: ‘echo’ / gema), ... 3. PHTHONGOS, berhubungan dekat dengan PHTHENGOMAI, ‘mengeluarkan suara’, ... B. Kata-kata kerja . 1. echeo ... 2. execheo ... 3. salpizo ... 4. bolizo] - ‘An Expository Dictionary of New Testament Words’, hal 1068.

d. Arti yang benar dari TETRAGRAMMATON.

Istilah NOMEN TETRAGRAMMATON berarti ‘name of four letters’ (= nama dari empat huruf). Adanya kata TETRA yang artinya ‘empat’ tidak memungkinkan kata benda yang mengikutinya berada dalam bentuk tunggal. Harus dalam bentuk jamak! Sedangkan kata GRAMMA adalah kata benda bentuk tunggal! Kata GRAMMATON adalah satu kata yang merupakan kata bentuk jamak dari kata benda GRAMMA (Genitive case)!

2. Ada yang mengatakan bahwa pengucapan YAHWEH bisa diketahui dengan belajar bahasa Ibrani.

Yakub Sulistyo, salah seorang dari kelompok Yahweh-isme, mengatakan bahwa ia bisa memastikan bahwa pengucapan yang benar adalah YAHWEH. Dan ia bisa tahu secara pasti dari belajar bahasa Ibrani. Ini kata-katanya.

Yakub Sulistyo:

“Mengenai huruf YHWH, memang semua kata Ibrani itu terdiri dari huruf mati semua pak!. Bagi saya hal itu tidak perlu dipusingkan karena huruf mati itu bukan berarti tidak bisa berbunyi dan bunyinya beda-beda. Coba bapak mempelajari bahasa Ibrani dengan lebih intensif, ada banyak CD dijual via internet oleh sekolah-sekolah theologia di Israel”.

“Huruf Yod He waw He dibaca Yahweh (huruf H dibelakang tidak kedengaran) jadi kalau ditulis bunyinya akan tertulisnya YAHWE, tentu saya tahu dari belajar bahasa Ibrani donk pak!. Coba deh bapak belajar secara serius, bukan dari orang-orang yang antisemit melainkan dari sudut ilmiah! Ada banyak CD2 pelajaran Ibrani di internet”.

“Saya tidak menebak huruf hidupnya, tetapi memang bunyinya demikian, justru bapaklah yang menebak sehingga bisa menulis ‘Seandainya yang benar adalah YUHWIH’, tolong bapak belajar bahasa Ibrani lebih serius lagi pak, sehingga bapak tidak akan mengatakan demikian!”.

Tanggapan Pdt. Budi Asali:

a. Adalah omong kosong bahwa dengan belajar bahasa Ibrani kita bisa tahu pengucapan yang pasti dari nama Yahweh.

Menurut saya, Yakub Sulistyo ini adalah seorang pendusta / penipu yang sok tahu, karena saya yakin secara mutlak bahwa tidak mungkin dengan belajar bahasa Ibrani, ada orang yang bisa tahu dengan pasti bagaimana mengucapkan YHWH itu. Saya memang bukan ahli bahasa Ibrani, tetapi saya belajar bahasa Ibrani secara cukup, untuk tahu bahwa tidak ada jalan untuk bisa tahu dengan pasti pengucapan dari YHWH!

Perlu juga diingat bahwa orang-orang yang saya kutip di atas (Bavinck, Hoeksema) adalah ahli-ahli theologia, yang pasti mengerti bahasa Ibrani, tetapi mereka tetap mengatakan tidak tahu dengan pasti bagaimana mengucapkan YHWH.

b. Ketidak-konsistenan penafsiran Yakub Sulistyo.

Perhatikan kata-kata Yakub Sulistyo di atas pada bagian yang saya kutip ulang di sini ini: “Huruf Yod He waw He dibaca Yahweh (huruf H dibelakang tidak kedengaran)”. Bukankah di atas ia sendiri mengatakan bahwa GRAMMA artinya ‘huruf’ dan TON artinya ‘bunyi’? Lalu mengapa huruf H (He) yang terakhir dalam pembacaan tak kedengaran bunyinya? Bukankah dengan demikian ia menabrak kata-katanya sendiri?

3. Pengucapan YAHWEH bisa didapat dari beberapa tulisan dari bapak-bapak gereja.

The New Bible Dictionary (dengan topik ‘God, names of’): “The pronunciation Yahweh is indicated by transliteration of the name into Greek in early Christian literature, in the form IAOUE (Clement of Alexandria) or IABE (Theodoret; by this time Gk. b had the pronunciation of v).” [= Pengucapan Yahweh ditunjukkan oleh pentransliterasian dari nama itu ke dalam bahasa Yunani dalam literatur Kristen yang mula-mula, dalam bentuk IAOUE (Clement dari Alexandria) atau IABE (Theodoret; pada saat ini b dalam Yunani diucapkan sebagai v)] - hal 478.

The International Standard Bible Encyclopedia, vol II: “the early Greek transliteration of the name by Clement of Alexandria and Theodoret, ... have led scholars to the view that ‘Yahweh’ is probably the closest equivalent to the original pronunciation” (= transliterasi Yunani yang mula-mula dari nama itu oleh Clement dari Alexandria dan Theodoret, ... telah membimbing para ahli kepada pandangan bahwa ‘YAHWEH’ mungkin adalah kata yang paling dekat dengan pengucapan yang orisinil / asli) - hal 507.

Encyclopedia Britannica 2007: “Although Christian scholars after the Renaissance and Reformation periods used the term Jehovah for YHWH, in the 19th and 20th centuries biblical scholars again began to use the form Yahweh. Early Christian writers, such as Clement of Alexandria in the second century, had used a form like Yahweh, and this pronunciation of the tetragrammaton was never really lost. Other Greek transcriptions also indicated that YHWH should be pronounced Yahweh” [= Sekalipun ahli-ahli bahasa Kristen setelah jaman Renaissance dan Reformasi menggunakan istilah Yehovah untuk YHWH, dalam abad ke 19 dan 20 ahli-ahli alkitab mulai menggunakan lagi bentuk YAHWEH. Penulis-penulis Kristen mula-mula, seperti Clement dari Alexandria pada abad ke 2, telah menggunakan suatu bentuk seperti Yahweh, dan pengucapan / pelafalan dari tetragrammaton ini tidak pernah sungguh-sungguh hilang. Transkrip / tulisan-tulisan Yunani yang lain juga menunjukkan bahwa YHWH seharusnya diucapkan / dilafalkan YAHWEH].

Tanggapan Pdt. Budi Asali:

a. Saya sangat meragukan bagian yang saya garis-bawahi dari kutipan dari Encyclopedia Britannica di atas.

Alasannya: hilangnya pengucapan YHWH itu dimulai abad 3-6 SM, sedangkan Clement hidup pada abad 2 M, yaitu 5-8 abad setelah hilangnya pengucapan nama YHWH itu. Jadi, bagaimana dia tahu pengucapan yang benar? Yesus dan rasul-rasul saja, tidak sekalipun pernah mengucapkan nama tersebut.

b. Argumentasi ini tidak mungkin bisa digunakan oleh kelompok Yahwehisme ini. Mengapa? Karena mereka sendiri berulangkali mengclaim bahwa nama YAHWEH tidak bisa ditransliterasikan ke dalam bahasa Yunani, karena bahasa Yunani tidak mempunyai huruf Y, H, dan W. Kalau sekarang mereka ternyata menggunakan argumentasi ini (pentranliterasian yang dilakukan oleh Clement dan Theodoret), maka mereka sendiri menentang claim tersebut.

Tetapi kalau mereka tidak menggunakan pentransliterasian dari Clement dan Theodoret, lalu dari mana mereka tahu pengucapan yang benar dari nama YHWH itu?

Hal ini saya tanyakan dalam debat terbuka di GKRI GOLGOTA tanggal 14 Juni 2008 yang lalu, dan hebatnya Teguh Hindarto menjawab dengan nada seolah-olah menyalahkan saya: ‘Pertanyaan anda memojokkan kami!’. Bukan main lucunya! Saya jawab: ‘Ini memang debat, pak!’.

Saya pikir-pikir ini seperti pemain catur, yang kena skak-mat, lalu menyalahkan lawannya dengan berkata ‘Anda men-skak mat saya!’

Di sini saya ingin menambahkan suatu text Kitab Suci yang seharusnya saya katakan dalam perdebatan itu, yaitu Mat 22:41-46 - “(41) Ketika orang-orang Farisi sedang berkumpul, Yesus bertanya kepada mereka, kataNya: (42) ‘Apakah pendapatmu tentang Mesias? Anak siapakah Dia?’ Kata mereka kepadaNya: ‘Anak Daud.’ (43) KataNya kepada mereka: ‘Jika demikian, bagaimanakah Daud oleh pimpinan Roh dapat menyebut Dia Tuannya, ketika ia berkata: (44) Tuhan telah berfirman kepada Tuanku: duduklah di sebelah kananKu, sampai musuh-musuhMu Kutaruh di bawah kakiMu. (45) Jadi jika Daud menyebut Dia Tuannya, bagaimana mungkin Ia anaknya pula?’ (46) Tidak ada seorangpun yang dapat menjawabNya, dan sejak hari itu tidak ada seorangpun juga yang berani menanyakan sesuatu kepadaNya”.

Pertanyaan saya kepada Teguh Hindarto: Apakah anda berani menyalahkan Yesus dalam serangannya kepada orang-orang Farisi dalam text di atas ini? Apakah Dia bersalah dengan memojokkan orang-orang Farisi itu? Saya ingin katakan ini kepada Teguh Hindarto: Orang-orang Farisi yang brengsek itu lebih ‘fair’ dari anda. Mereka sekedar diam, karena mereka tahu memang kalah debat dan tidak bisa menjawab serangan Yesus! Kalau anda mau bersikap ‘fair’, anda seharusnya juga bersikap seperti mereka. Lebih bagus lagi, anda bertobat dari kepercayaan anda yang tidak berdasar itu!

4. Pengucapan nama YHWH tidak hilang, karena sekalipun orang-orang Yahudi / bangsa Israel berhenti mengucapkan nama itu, tetapi imam besar tetap mengucapkannya sekali setahun di Ruang Maha Suci.

Catatan: saya belum pernah mendengar ada orang dari kalangan Yahweh-isme yang menggunakan argumentasi ini, tetapi karena saya anggap ini memungkinkan, maka saya membahasnya.

Easton’s Bible Dictionary (dengan topik ‘Jehovah’): “This name, the Tetragrammaton of the Greeks, was held by the later Jews to be so sacred that it was never pronounced except by the high priest on the great Day of Atonement, when he entered into the most holy place” (= Nama ini, Tetragrammaton dari orang-orang Yunani, dianggap terlalu keramat / kudus oleh orang-orang Yahudi belakangan sehingga nama itu tidak pernah diucapkan kecuali oleh imam besar pada hari besar Penebusan, pada waktu ia masuk ke dalam Ruang Maha Suci).

Encyclopedia Wikipedia: “on the Day of Atonement the High Priest uttered the name ten times in his prayers and benediction” (= pada hari Penebusan Imam Besar mengucapkan nama itu 10 x dalam doa-doanya dan pemberian berkat).

Tanggapan Pdt. Budi Asali:

a. Ada perbedaan pendapat yang menunjukkan ketidak-pastian atau keraguan berkenaan dengan hal ini.

Fausset’s Bible Dictionary (dengan topik ‘Jehovah’): “Maimonides restricts its use to the priests’ blessings and to the sanctuary; others to the high priest on the day of atonement, when entering the holy of holies” (= Maimonides membatasi penggunaannya pada berkat-berkat imam-imam dan pada Ruang Suci / Ruang Maha Suci; orang-orang yang lain membatasinya pada imam besar pada hari penebusan, pada saat memasuki Ruang Maha Suci).

Catatan: ‘Maimonides’ adalah seorang ahli filsafat Yahudi pada abad ke 12.

Smith’s Dictionary (dengan topik ‘Jehovah’): “According to Jewish tradition, it was pronounced but once a year, by the high priest on the day of atonement when he entered the holy of holies; but on this point there is some doubt” (= Menurut tradisi Yahudi, nama itu diucapkan hanya sekali setahun, oleh imam besar pada hari penebusan pada waktu ia memasuki Ruang Maha Suci; tetapi dalam hal ini ada keraguan).

b. Hanya mula-mula ada pengucapan oleh imam besar seperti itu, tetapi akhirnya imam besar juga berhenti mempraktekkan hal itu.

Pulpit Commentary (tentang Im 24:11): “It is said that the high priest continued to utter the very name Yahveh on the Day of Atonement long after it had ceased to be used in the reading of the Scriptures, and that when he did so, those who heard it prostrated themselves, saying, ‘Blessed be the Name!’ After a time, however, he ceased to pronounce it aloud on that day also, lest it should be learnt and used for magical purposes” (= Dikatakan bahwa imam besar melanjutkan pengucapan nama Yahweh pada hari Penebusan lama setelah nama itu telah berhenti digunakan dalam pembacaan Kitab Suci, dan bahwa pada saat ia mengucapkan nama itu, mereka yang mendengarnya meniarapkan diri mereka sendiri sambil berkata, ‘Diberkatilah / terpujilah Nama itu!’ Tetapi, setelah suatu jangka waktu, ia juga berhenti mengucapkannya dengan keras, supaya jangan itu dipelajari dan digunakan untuk tujuan-tujuan yang bersifat magic) - hal 383.

5. Pengucapan nama Yahweh tidak hilang karena dipertahankan oleh orang-orang Samaria.

Catatan: lagi-lagi argumentasi ini tidak saya dapatkan dari kelompok Yahweh-isme tetapi karena saya anggap memungkinkan, maka saya bahas di sini.

Encyclopedia Wikipedia: “Samaritan priests have preserved a liturgical pronunciation ‘Yahwe’ or ‘Yahwa’ to the present day” (= Imam-imam Samaria telah memelihara / menjaga pengucapan liturgi ‘Yahwe’ atau ‘Yahwa’ sampai jaman sekarang).

Tanggapan Pdt. Budi Asali:

Di sini tetap ada ketidak-pastian karena pengucapannya bisa ‘Yahwe’ atau ‘Yahwa’. Bagaimana mungkin mereka dikatakan memelihara / menjaga pengucapan nama Yahweh itu tetapi tetap bisa ada 2 kemungkinan?

Semua claim dari kelompok Yahweh-isme bahwa mereka tahu pengucapan yang benar dan pasti dari nama Yahweh, apapun dasarnya, adalah omong kosong yang bertentangan dengan kenyataan, bahwa dalam kalangan Yahweh-isme sendiri nama itu diucapkan dengan variasi yang luar biasa banyaknya.

Seorang penulis internet mengatakan bahwa inilah variasi dari pengucapan nama itu dalam kelompok Yahweh-isme itu sendiri.

“YHVH YHWH Yahweh Yahveh Yaveh Yaweh Jehova Jehovah Jahova Jahovah Yahova Yahovah Yahowah Jahowa Jahowah Yahavah Jahavah Yahowe Yahoweh Jahaveh Jahaweh Yahaveh Yahaweh Jahuweh Yahuweh Jahuwah Yahuwah Yahuah Yah Jah Yahu Yahoo Yaohu Jahu Yahvah Jahvah Jahve Jahveh Yahve Yahwe Yauhu Yawhu Iahu Iahou Iahoo Iahueh”.

h) Serangan saya dalam persoalan ini.

Sekarang serangan saya adalah sebagai berikut: Kalau Tuhan memang mengharuskan kita menggunakan / menyebut namaNya, mengapa gerangan Ia mengatur dalam sepanjang sejarah, sehingga namaNya hilang pengucapannya, dan jaman sekarang ini tak ada yang tahu bagaimana seharusnya mengucapkan nama YHWH itu?

Bambang Noorsena: “Dan yang lebih penting lagi, secara teologis patut dipertanyakan: Kalau memang benar, ‘nama ilahi’ itu, -- sesuai dengan tafsiran harfiah para pemujanya, -- benar-benar dikehendaki Sang Pencipta, mengapa TUHAN membiarkan ‘nama’-Nya hilang dari sejarah, dan muncul kembali hanya dalam bacaan kira-kira? Selanjutnya, kaitan pemeliharaan ‘nama itu’ dalam Perjanjian Baru, patut pula dipertanyakan. Menanggapi asumsi mereka bahwa teks asli Perjanjian Baru berbahasa Ibrani telah hilang, mengapa Sang Pencipta tidak menjaga ‘Kitab Suci’-Nya sendiri, dan membiarkan tangan-tangan nakal manusia menggerayangi teks-teks suci yang memuat ‘nama’ itu, yang semestinya dijaga sampai akhir zaman? Sebab sampai sekarang, ‘teks asli Ibrani Perjanjian Baru’ itu memang tidak pernah ada, kecuali hanya dalam pikiran orang-orang yang sedang mengigau di tidur siang mereka”.

Ada dari kelompok Yahweh-isme yang menganggap bahwa tidak jadi soal kalau bunyi huruf hidupnya salah, asal huruf matinya tetap dipertahankan. Atau bahkan, tidak jadi soal kalau tidak persis dengan pengucapan yang sebenarnya, asal bunyinya mirip.

Tanggapan Pdt. Budi Asali:

Menurut saya ini menggelikan. Kalau nama seseorang diubah huruf hidupnya bisa muncul yang aneh-aneh, seperti BUDI bisa menjadi BODO, BAMBANG menjadi BAMBUNG, DORA menjadi DURI, BATAK menjadi BOTAK, SIDIK menjadi SADUK, Liman menjadi Limun, Edi menjadi Idu, TEGUH menjadi TAGIH, Isa menjadi Asu, dan sebagainya.

Dan kalau asal bunyinya mirip, bagaimana kalau nama BUDI diganti menjadi BUDDHA?

2) LXX / Septuaginta maupun Perjanjian Baru, mengubah Yahweh menjadi KURIOS (= Lord / Tuhan) atau THEOS (= God / Allah).

a) LXX / Septuaginta.

1. Penterjemahan Perjanjian Lama dari bahasa Ibrani menjadi bahasa Yunani.

Eerdmans’ Family Encyclopedia of the Bible: “One of the most important translation is the Greek version of the Old Testament, the Septuagint. ... Another early document, The Letter of Aristeas, suggests that the Septuagint was compiled for Jews living in Egypt during the reign of Pharaoh Ptolemy Philadelphus (285-246 BC)” [= Salah satu dari terjemahan yang terpenting adalah versi bahasa Yunani dari Perjanjian Lama, Septuaginta. ... Dokumen awal lainnya, Surat dari Aristeas, menunjukkan bahwa Septuaginta disusun bagi orang-orang Yahudi yang hidup di Mesir sepanjang pemerintahan Firaun Ptolemy Philadelphus (285-246 SM)] - hal 66.

2. LXX / Septuaginta menjadi Alkitab (satu-satunya Alkitab / the Bible) bagi orang-orang kristen abad-abad awal.

Eerdmans’ Family Encyclopedia of the Bible: “Greek speaking Jews and many Christians used the Septuagint in the first Christian centuries. ... Greek was the main language of the Roman Empire, and several other Greek versions of the Old Testament were in use during the first Christian centuries” (= Orang-orang Yahudi yang berbicara dalam bahasa Yunani dan banyak orang-orang kristen menggunakan Septuaginta pada abad-abad awal Kristen. ... Bahasa Yunani adalah bahasa utama dari kekaisaran Romawi, dan beberapa versi bahasa Yunani lainnya dari Perjanjian Lama digunakan dalam abad-abad Kristen awal) - hal 66.

Eerdmans’ Family Encyclopedia of the Bible: “For many Christians in the first century ‘the Bible’ was the Greek translation of the Old Testament (the Septuagint) which was begun in the third century BC” [= Bagi banyak orang Kristen pada abad pertama ‘Alkitab’ / ‘satu-satunya Alkitab’ adalah terjemahan Yunani dari Perjanjian Lama (Septuaginta) yang dimulai pada abad ke 3 SM] - hal 69.

3. Pentingnya LXX / Septuaginta.

Nelson’s Bible Dictionary (dengan topik ‘Bible versions and translations’): “The Septuagint was based on a Hebrew text much older than most surviving Hebrew manuscripts of the Old Testament. Occasionally, this Greek Old Testament helps scholars to reconstruct the wording of a passage where it has been lost or miscopied by scribes as the text was passed down across the centuries. An early instance of this occurs in Genesis 4:8, where Cain’s words to Abel, ‘Let us go out to the field,’ are reproduced from the Septuagint in the RSV and other modern versions. These words had been lost from the standard Hebrew text, but they were necessary to complete the sense of the English translation” (= Septuaginta didasarkan pada text Ibrani yang jauh lebih tua dari manuscripts Ibrani Perjanjian Lama yang masih ada. Kadang-kadang, Perjanjian Lama bahasa Yunani ini menolong para ahli Kristen untuk merekonstruksi penyusunan kata-kata dari suatu text dimana itu telah hilang atau disalin secara salah oleh ahli-ahli Taurat ketika text itu berjalan melewati abad-abad. Suatu contoh awal tentang hal ini terjadi dalam Kej 4:8, dimana kata-kata Kain kepada Habel ‘Marilah kita pergi ke padang’ direproduksi dari Septuaginta dalam RSV dan versi-versi modern lainnya. Kata-kata ini telah hilang dari text Ibrani standard, tetapi kata-kata ini perlu untuk melengkapi arti dari terjemahan bahasa Inggris).

Catatan: tentang Kej 4:8 akan saya bahas di belakang.

The International Standard Bible Encyclopedia (dengan topik ‘Septuagint’): “The Greek version of the Old Testament commonly known as the Septuagint holds a unique place among translations. Its importance is manysided. Its chief value lies in the fact that it is a version of a Hebrew text earlier by about a millennium than the earliest dated Hebrew manuscript extant (916 AD), ... The main value of the Septuagint is its witness to an older Hebrew text than our own” [= Versi Yunani dari Perjanjian Lama yang lazim disebut Septuaginta memegang suatu tempat yang unik di antara terjemahan-terjemahan. Pentingnya terjemahan ini bersegi banyak. Nilainya yang terutama terletak dalam fakta bahwa itu adalah suatu versi dari suatu text bahasa Ibrani yang lebih awal / tua kira-kira sekitar 1000 tahun dari pada manuscript Ibrani yang paling kuno yang masih ada (916 M.), ... Nilai utama dari Septuaginta adalah kesaksiannya pada suatu text Ibrani yang lebih tua dari yang kita miliki].

4. Bahaya / kesukaran dalam penggunaan LXX / Septuaginta ini.

The International Standard Bible Encyclopedia (dengan topik ‘Septuagint’): “But before we can reconstruct this Hebrew text we need to have a pure Greek text before us, and this we are at present far from possessing. The Greek text has had a long and complex history of its own. Used for centuries by both Jews and Christians it underwent corruption and interpolation, and, notwithstanding the multitude of materials for its restoration, the original text has yet to be recovered. We are much more certain of the ipsissima verba of the New Testament writers than of the original Alexandrian version of the Old Testament. This does not apply to all portions alike. The Greek Pentateuch, e.g., has survived in a relatively pure form. But everywhere we have to be on our guard against interpolations, sometimes extending to whole paragraphs. Not a verse is without its array of variant readings” [= Tetapi sebelum kita bisa merekonstruksi text Ibrani ini kita perlu mempunyai text Yunani yang murni di hadapan kita, dan pada saat ini kita tidak mempunyainya. Text Yunani itu mempunyai sejarah yang panjang dan komplex dari dirinya sendiri. Digunakan selama berabad-abad oleh baik orang-orang Yahudi dan orang-orang kristen text Yunani itu mengalami kerusakan dan penambahan, dan sekalipun ada banyak bahan untuk pemulihannya, tetapi text orisinilnya masih harus ditemukan. Kita jauh lebih pasti tentang kata-kata yang persis dari penulis-penulis Perjanjian Baru dari pada versi Alexandrian orisinil dari Perjanjian Lama. Ini tidak berlaku untuk semua bagian secara sama. Versi Yunani dari Pentateuch (lima kitab Musa), misalnya, masih ada dalam bentuk yang relatif murni. Tetapi dimana-mana kita harus berjaga-jaga terhadap penambahan-penambahan, kadang-kadang memperpanjang sampai seluruh paragraf. Tak ada satu ayatpun yang tidak dihiasi dengan pembacaan yang berbeda].

5. LXX / Septuaginta menterjemahkan / mengubah ‘Yahweh’ menjadi ‘KURIOS’ (= Lord / Tuhan).

Walter Martin: “the roll of papyrus (LXX) which contains the latter part of Deuteronomy and the divine name only proves that one copy did have the divine name (YHWH), whereas all other existing copies use KYRIOS and THEOS, which the Witnesses claim are ‘substitutes.’ ... the Septuagint with minor exeptions always uses KYRIOS and THEOS in place of the tetragrammaton” [= gulungan papirus (LXX) yang mempunyai bagian terakhir dari kitab Ulangan dan nama ilahi itu hanya membuktikan bahwa satu copy / naskah memang mempunyai nama ilahi (YHWH), sedangkan semua naskah lain yang ada menggunakan KURIOS dan THEOS, yang oleh Saksi-Saksi Yehuwa diclaim sebagai ‘pengganti-pengganti’. ... Septuaginta dengan perkecualian yang sangat sedikit selalu menggunakan KURIOS dan THEOS di tempat dari tetragrammaton] - ‘The Kingdom of the Cults’, hal 74.

Herman Hoeksema: “From this practice must undoubtedly also be explained the fact that the Septuagint uniformly translates hvhy by Kurios” [= Dari praktek ini secara tidak diragukan harus juga dijelaskan fakta bahwa Septuaginta secara seragam menterjemahkan hvhy (YHWH) dengan Kurios (KURIOS)] - ‘Reformed Dogmatics’, hal 68.

William Barclay (tentang Mark 12:35-37a): “This word ‘Lord’ (the Greek KURIOS) is the regular translation of Jahweh (Jehovah) in the Greek version of the Hebrew scriptures” [= Kata ‘Tuhan’ ini (Yunani KURIOS) merupakan terjemahan biasa / umum dari YAHWEH (Yehovah) dalam versi Yunani dari Kitab Suci Ibrani] - hal 298.

William Barclay (tentang Ro 10:9-10): “The word for Lord is KURIOS. ... In the Greek translation of the Hebrew scriptures it is the regular translation of the divine name, Jahweh or Jehovah” [= Kata untuk Tuhan adalah KURIOS. ... Dalam terjemahan Yunani dari Kitab Suci Ibrani, itu merupakan terjemahan biasa / umum dari nama ilahi, Yahweh atau Yehovah] - hal 139.

William Barclay (tentang Ro 10:9-10): “In the Greek translation of the Hebrew scriptures it is the regular translation of the divine name, Jahweh or Jehovah” (= Dalam terjemahan Yunani dari Kitab Suci Ibrani, itu merupakan terjemahan biasa / tetap dari nama ilahi, Yahweh atau Yehovah) - hal 139.

William Barclay (tentang 1Kor 12:1-3): “The word for Lord was KURIOS ... It was the word by which the sacred name Jehovah was rendered in the Greek translation of the Old Testament scriptures” [= Kata untuk Tuhan adalah KURIOS ... Itu merupakan kata dengan mana nama yang keramat Yehovah diterjemahkan dalam terjemahan Yunani dari Kitab Suci Perjanjian Lama] - hal 107.

W. E. Vine: “KURIOS is the Sept. and N.T. representative of Heb. Jehovah (‘LORD’ in Eng. versions), see Matt. 4:7; Jas. 5:11” [= Dalam Septuaginta dan Perjanjian Baru, KURIOS adalah wakil dari kata Ibrani Yehovah (LORD / TUHAN dalam versi-versi Inggris), lihat Mat 4:7; Yak 5:11] - ‘An Expository Dictionary of New Testament Words’, hal 688.

The International Standard Bible Encyclopedia, vol II: “Greek kyrios is usually translated ‘Lord’ in the English versions and is the equivalent of Heb. YHWH in the LXX (e.g., Isa. 40:3; HR, II, 800-839)” [= Kata bahasa Yunani KURIOS biasanya diterjemahkan ‘Lord / Tuhan’ dalam versi-versi Inggris dan merupakan kata yang sama artinya dengan kata bahasa Ibrani YHWH dalam LXX (contoh: Yes 40:3; HR, II, 800-839)] - hal 508.

6. Yesus dan rasul-rasul, yang menggunakan LXX / Septuaginta, tidak pernah mengkritik perubahan Yahweh menjadi KURIOS ini, dan dengan demikian dianggap merestuinya.

Dalam debat terbuka dengan kelompok Yahweh-isme, tentang hal ini Kristian Sugiyarto lalu menyerang dengan pertanyaan: ‘Ya, Yesus menggunakan Septuaginta, tetapi Septuaginta yang mana?’. Jadi, mungkin sekali maksudnya adalah bahwa Septuaginta yang digunakan oleh Yesus menggunakan YHWH, sedangkan yang kita miliki sekarang, tidak mempunyai YHWH tetapi digantikan oleh KURIOS.

Tetapi kalau dilihat dari kutipan-kutipan yang saya berikan di atas, jelas bahwa MAYORITAS dari Septuaginta mengubah YHWH menjadi KURIOS! Jadi, kemungkinan sangat besar Yesus juga menggunakan Septuaginta yang seperti itu. Dan seandainya ini masih dianggap kurang kuat, karena hanya merupakan ‘kemungkinan’, maka mari kita sekarang melihat Perjanjian Baru.

b) Perjanjian Baru.

1. Dalam seluruh Perjanjian Baru, tidak ada nama YAHWEH / YHWH.

Di depan sudah dijelaskan dengan contoh-contoh dimana Perjanjian Baru, pada waktu mengutip ayat-ayat Perjanjian Lama yang menggandung nama Yahweh, pada umumnya mengubahnya menjadi KURIOS (= Lord / Tuhan), atau menjadi THEOS (= God / Allah). Tidak sekalipun Perjanjian Baru mempertahankan Tetragrammaton YHWH ini!

John Calvin: “we know from the common custom of the Greeks that the apostles usually substitute the name kurioj (Lord) for Jehovah” [= kita / kami tahu dari kebiasaan umum dari orang-orang Yunani bahwa rasul-rasul biasanya menggantikan nama kurioj (Tuhan) untuk Yehovah] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XIII, no 20.

Catatan: hati-hati dengan kata ‘usually’ (= biasanya) yang saya garis-bawahi itu. Itu tidak berarti ada yang lalu dituliskan YAHWEH. Maksudnya, biasanya kata YAHWEH digantikan dengan KURIOS (= Tuhan), tetapi kadang-kadang dengan kata Yunani THEOS (= Allah).

Herman Bavinck: “In the N. T. the name Jehovah is explicated a few times by ‘the Alpha and the Omega,’ ‘who is and who was and who is to come,’ ‘the first and the last,’ ‘the beginning and the end,’ Rev. 1:4,8,17; 2:8; 21:6; 22:13. For the rest the LXX is followed, which substituted Adonai for it, which has been rendered ‘Lord’ (Kyrios) in the New Testament, derived from Kyros strength” [= Dalam PB nama Yehovah dijelaskan beberapa kali oleh ‘Alfa dan Omega’, ‘yang ada dan yang sudah ada yang akan datang’, ‘Yang Pertama dan Yang Terakhir / Terkemudian’, ‘Yang Awal dan Yang Akhir’, Wah 1:4,8,17; 2:8; 21:6; 22:13. Untuk sisanya LXX / Septuaginta diikuti, yang menggantikan Adonai untuknya, yang telah diterjemahkan ‘Lord’ (KURIOS) dalam Perjanjian Baru, diturunkan dari kata KUROS, yang artinya ‘kekuatan’] - ‘The Doctrine of God’, hal 109.

W. E. Vine: “KURIOS is the Sept. and N.T. representative of Heb. Jehovah (‘LORD’ in Eng. versions), see Matt. 4:7; Jas. 5:11” [= Dalam Septuaginta dan Perjanjian Baru, KURIOS adalah wakil dari kata Ibrani Yehovah (LORD / TUHAN dalam versi-versi Inggris), lihat Mat 4:7; Yak 5:11] - ‘An Expository Dictionary of New Testament Words’, hal 688.

Walter Martin: “It can be shown from literally thousands of copies of the Greek New Testament that not once does the tetragrammaton appear, not even in Matthew, possibly written in Hebrew or Aramaic originally, and therefore more prone than all the rest to have traces of the divine name in it, yet it does not! ... the New Testament never uses it at all” [= Bisa ditunjukkan dari ribuan naskah dari Perjanjian Baru berbahasa Yunani bahwa tidak sekalipun tetragrammaton (= 4 huruf / YHWH) muncul, bahkan tidak dalam Matius, yang naskah aslinya mungkin ditulis dalam bahasa Ibrani atau Aram, dan karena itu lebih condong daripada semua sisanya untuk mempunyai jejak dari nama ilahi di dalamnya, tetapi ternyata tidak ada! ... Perjanjian Baru tidak pernah menggunakannya sama sekali] - ‘The Kingdom of the Cults’, hal 74.

Catatan: bahwa Injil Matius bahasa aslinya adalah Ibrani atau Aram sangat diperdebatkan. Saya sama sekali tidak yakin bahwa Injil Matius ditulis dalam bahasa asli bahasa Ibrani atau Aram. Menurut saya, bahasa aslinya adalah bahasa Yunani, sama dengan seluruh Perjanjian Baru.

Ini merupakan otoritas yang lebih kuat lagi dari Septuaginta, untuk tidak mempertahankan nama Yahweh, dan juga untuk mengubahnya menjadi TUHAN / ALLAH.

Fakta bahwa Perjanjian Baru tidak pernah satu kalipun menggunakan nama ‘Yahweh’, dan pada waktu mengutip ayat-ayat Perjanjian Lama yang menggunakan nama ‘Yahweh’, selalu mengubahnya menjadi KURIOS atau THEOS, merupakan bukti mutlak yang sangat kuat, tidak tergoyahkan dan tidak terbantah, bahwa kita memang tidak harus menggunakan nama ‘Yahweh’ itu!

Hal ini juga membuktikan bahwa pengubahan dari ‘Yahweh’ menjadi ‘TUHAN’ atau ‘ALLAH’ merupakan sesuatu yang secara mutlak bisa dibenarkan! Ada otoritas ilahi, dari Perjanjian Baru, untuk melakukan hal ini. Karena itu, Kitab Suci Inggris maupun Indonesia bisa dibenarkan, dengan otoritas ilahi, dalam perubahan YHWH menjadi TUHAN / LORD / ALLAH / GOD.

2. Perjanjian Baru yang mempunyai YHWH / YAHWEH, sebenarnya adalah Perjanjian Baru yang dipalsukan! Ini dari dulu ada dalam kalangan Saksi-Saksi Yehuwa, dan sekarang makin banyak dalam kelompok Yahweh-isme.

Walter Martin: “Relative to the nineteen ‘sources’ the Watchtower uses (pp. 30-33) for restoring the tetragrammaton to the New Testament, it should be noted that they are all translations from Greek (which uses kyrios and theos, not the tetragrammaton) back into Hebrew, the earliest of which is A.D. 1385, and therefore they are of no value as evidence” [= Berhubungan dengan 19 ‘sumber’ yang digunakan Menara Pengawal (hal 30-33) untuk mengembalikan tetragrammaton kepada Perjanjian Baru, harus diperhatikan bahwa semua itu adalah terjemahan dari bahasa Yunani (yang menggunakan KURIOS dan THEOS, bukan tetragrammaton) kembali ke dalam bahasa Ibrani, dan yang paling awal adalah pada tahun 1385 M., dan karena itu semua itu tidak mempunyai nilai sebagai bukti] - ‘The Kingdom of the Cults’, hal 74.

Catatan: jadi, kalau Yakub Sulistyo, Kristian Sugiyarto ataupun Teguh Hindarto, dan kelompok Yahweh-isme yang lain, mengaku mempunyai Perjanjian Baru dalam bahasa Ibrani, itu juga pasti sama seperti ini. Itu bukan asli dalam bahasa Ibrani, tetapi diterjemahkan dari bahasa asli Yunani, dan dalam penterjemahan itu nama YHWH lalu dikembalikan. Tetapi itupun tidak dilakukan oleh semua versi Ibrani dari Perjanjian Baru. Juga perhatikan bahwa Walter Martin mengatakan bahwa terjemahan Perjanjian Baru ke dalam bahasa Ibrani yang paling awal adalah pada tahun 1385 M.!

Jadi, sekalipun harus diakui bahwa dalam banyak hal terjemahan dari Kitab Suci Indonesia keluaran Lembaga Alkitab Indonesia memberikan terjemahan yang salah, tetapi dalam persoalan penggantian nama ‘Yahweh’ menjadi ‘TUHAN’ atau ‘ALLAH’ ini, saya sepenuhnya mendukung terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia. Demikian juga saya mendukung sepenuhnya Alkitab-Alkitab bahasa Inggris yang mengubah nama ‘Yahweh’ menjadi ‘LORD’ atau ‘GOD’.

c) Argumentasi yang meyakinkan tetapi ‘tidak berguna’.

Dalam perdebatan melawan para penganut Yahweh-isme ini argumentasi yang seharusnya meyakinkan ini mungkin tidak ada gunanya. Mengapa?

1. Kelompok Yahweh-isme ini tidak menghormati otoritas dari Perjanjian Baru, tetapi lebih menghormati otoritas ajaran mereka. Mereka bahkan berani menyalahkan Perjanjian Baru.

Gary Mink (internet): “Their sacred name doctrine takes precedence over anything the New Testament has to say. To them, if the New Testament disagrees with their doctrine, it is the New Testament that is in error. Any discussion of the central issue of this study with such men is not a discussion of what the Scriptures say. It becomes a debate about what sacred name teachers think the Scriptures ought to say. The discussion is about their opinions and their conjectures. These people just do not believe what the New Testament says” (= Ajaran nama keramat / kudus mereka lebih diutamakan di atas apapun yang dikatakan oleh Perjanjian Baru. Bagi mereka, jika Perjanjian Baru tidak setuju dengan ajaran mereka, maka Perjanjian Barulah yang salah. Diskusi apapun tentang pokok persoalan tentang hal ini dengan orang-orang seperti itu bukanlah suatu diskusi tentang apa yang Kitab Suci katakan. Itu menjadi suatu perdebatan tentang anggapan dari guru-guru nama keramat / kudus tentang apa yang seharusnya dikatakan Kitab Suci. Diskusi ini adalah tentang pandangan-pandangan mereka dan dugaan-dugaan / perkiraan-perkiraan mereka. Orang-orang ini tidak percaya apa yang dikatakan oleh Perjanjian Baru).

Gary Mink (internet): “When the New Testament evidence is presented to sacred name teachers they unhesitatingly respond by saying the New Testament Scriptures are invalid. There are many degrees of variation among the movement’s teachers on the authority of the New Testament. Some deny all the New Testament. Others deny the writings of Paul and think he was apostate. Some allow only the Gospels. Even those who hold to the New Testament as much as their doctrine permits, assert that the New Testament has become so corrupted over the years that no one can have confidence in it concerning the name Yahweh and the name of Jesus” (= Pada saat bukti Perjanjian Baru diajukan kepada guru-guru nama kudus / keramat, mereka dengan segan menanggapi dengan mengatakan bahwa Kitab Suci Perjanjian Baru tidak sah. Ada banyak tingkat variasi / perbedaan di antara guru-guru dari gerakan ini tentang otoritas dari Perjanjian Baru. Sebagian menolak seluruh Perjanjian Baru. Yang lain menolak tulisan-tulisan dari Paulus dan menganggapnya sebagai orang yang murtad. Beberapa hanya mengijinkan Injil-Injil. Bahkan mereka yang mempercayai Perjanjian Baru sejauh yang diijinkan oleh ajaran mereka, menegaskan bahwa Perjanjian Baru telah menjadi begitu rusak selama banyak tahun sehingga tak seorangpun bisa mempunyai keyakinan terhadapnya berkenaan dengan nama Yahweh dan nama Yesus).

Gary Mink (internet): “When the sacred name advocate comes face to face with his nemesis, the New Testament, he is compelled to go either of two ways. He can choose to deny the sacred name doctrine or he can choose to deny the validity of the New Testament. But, he cannot have both the New Testament and his doctrine. These are mutually exclusive. One and all, sacred name teachers and their converts have become willing to say the New Testament is wrong. They are forced to confess that indeed they believe it is an invalid book” (= Pada waktu pendukung-pendukung nama kudus / keramat berhadapan muka dengan keadilanNya / kebenaranNya, Perjanjian Baru, ia terpaksa mengambil salah satu jalan. Ia bisa memilih untuk menolak ajaran nama kudus / keramat atau ia bisa memilih untuk menolak keabsahan dari Perjanjian Baru. Tetapi ia tidak bisa mempunyai keduanya, Perjanjian Baru dan ajarannya. Kedua hal ini saling berdiri sendiri-sendiri. Guru-guru nama kudus / keramat dan petobat-petobat mereka sekalian telah menjadi mau untuk mengatakan bahwa Perjanjian Baru adalah salah. Mereka terpaksa untuk mengakui bahwa mereka memang mempercayainya sebagai buku yang tidak sah).

Gary Mink (internet): “For sacred name people, the New Testament as it exists is not a book to be depended upon for instruction in matters that affect eternal life. Were it not for the words of sacred name teachers themselves, the foregoing statement might be thought of as an exaggeration. Below are presented two witnesses from among sacred name teachers. One is a missionary to India. The other is the leader of a well known know (?) sacred name group. They freely express their opinion concerning how much confidence should be placed in what the New Testament says. ‘If you are basing the foundation of your faith on the Greek New Testament I will have to say that is a very flimsy foundation.’ ‘Therefore, until the original documents (of the New Testament) are unearthed we must base all doctrine on the Old Testament.’ Such is the concept adopted by those who are willing to accept the sacred name doctrine. They are compelled by their doctrine to believe the New Testament is filled with error. According to the judgment of sacred name teachers, ones system of faith and practice cannot be based on the New Testament. They have accepted for themselves the dichotomy of being Old Testament Christians. Furthermore, they rejoice to have it so” [= Bagi orang-orang dari nama kudus / keramat, Perjanjian Baru sebagaimana itu ada sekarang bukanlah sebuah buku untuk disandari untuk instruksi dalam hal-hal yang mempengaruhi hidup kekal. Seandainya bukan karena kata-kata dari guru-guru nama kudus / keramat itu sendiri, pernyataan yang tadi itu bisa dianggap sebagai sesuatu yang berlebih-lebihan. Di bawah ini diberikan dua saksi dari antara guru-guru nama kudus / keramat. Yang satu adalah seorang misionaris bagi India. Dan yang lain adalah seorang pemimpin dari suatu kelompok nama kudus / keramat yang terkenal. Mereka dengan bebas menyatakan pandangan mereka mengenai berapa banyak keyakinan harus diletakkan pada apa yang dikatakan oleh Perjanjian Baru. ‘Jika engkau mendasarkan fondasi imanmu pada Perjanjian Baru bahasa Yunani, aku akan harus mengatakan bahwa itu adalah suatu fondasi yang tipis / lemah’. ‘Karena itu, sampai dokumen orisinil (dari Perjanjian Baru) ditemukan kita harus mendasarkan semua doktrin pada Perjanjian Lama’. Begitulah konsep yang diterima oleh mereka yang mau menerima ajaran nama kudus / keramat. Mereka dipaksa oleh ajaran mereka untuk percaya bahwa Perjanjian Baru penuh dengan kesalahan. Menurut penilaian dari guru-guru nama kudus / keramat, sistim iman dan praktek tidak bisa didasarkan pada Perjanjian Baru. Mereka telah menerima bagi diri mereka sendiri suatu sikap bercabang untuk menjadi orang-orang kristen Perjanjian Lama. Lebih jauh lagi, mereka bersukacita dalam menerimanya seperti itu].

Catatan: perlu diketahui bahwa dokumen asli / autograph dari Perjanjian Lama juga tidak ada!

Gary Mink (internet): “On the other hand, most people in the sacred name movement accept the New Testament as valid when it is convenient for their purposes to do so. The movement in general rejects the New Testament where the names Yahweh and Yahshua are not found, where Paul scolds them for Torah (law) keeping as a means to salvation, and where one or another of their teachings is contradicted” (= Pada sisi yang lain, kebanyakan orang dalam gerakan nama kudus / keramat menerima Perjanjian Baru sebagai sah / benar pada waktu itu sesuai untuk tujuan-tujuan mereka untuk menerimanya. Gerakan ini secara umum menolak Perjanjian Baru dimana nama-nama Yahweh dan Yahshua tidak ditemukan, dimana Paulus menghardik mereka untuk pemeliharaan hukum Taurat sebagai suatu cara / jalan kepada keselamatan, dan dimana salah satu ajaran-ajaran mereka ditentang).

Catatan: perhatikan kutipan terakhir ini, yang menunjukkan bahwa mereka menerima ketaatan terhadap hukum Taurat sebagai syarat keselamatan! Kalau ini benar, ini jelas menunjukkan bahwa mereka bukan sekedar salah, tetapi sesat!

Bdk. Ef 2:8-9 - “(8) Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, (9) itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”.

Gary Mink (internet): “The theory in both its parts shows the light regard sacred name teachers have for the authority of the New Testament. The lack of esteem for what the New Testament says and an unwillingness to accept what it does not say has become the impetus for a number of these teachers to think they can trample on the New Testament as though it were a work of fiction. The sacred name doctrine predisposes its converts to a profane disrespect for the New Testament writings. This has led a number of these teachers to deny Paul as being a legitimate apostle of our Lord. They claim God did not inspire his writings and he was nothing but a false apostle. Some few sacred name teachers deny the entire New Testament and want nothing to do with it” (= Teori ini dalam kedua bagiannya menunjukkan rasa hormat yang rendah dari guru-guru nama kudus / keramat bagi otoritas dari Perjanjian Baru. Kekurangan penghargaan untuk apa yang Perjanjian Baru katakan dan suatu ketidak-mauan untuk menerima apa yang tidak dikatakan oleh Perjanjian Baru telah menjadi suatu dorongan bagi sejumlah guru-guru ini untuk beranggapan bahwa mereka bisa menginjak-injak Perjanjian Baru seakan-akan itu adalah suatu pekerjaan fiksi. Ajaran nama kudus / keramat mempengaruhi / mencenderungkan petobat-petobatnya pada suatu rasa tidak hormat yang tidak senonoh terhadap tulisan-tulisan Perjanjian Baru. Ini telah membimbing sejumlah guru-guru ini untuk menyangkal Paulus sebagai seorang rasul yang sah dari Tuhan kita. Mereka mengclaim bahwa Allah tidak menginspirasikan tulisan-tulisannya dan ia tidak lain adalah seorang rasul palsu. Sebagian kecil dari guru-guru nama kudus / keramat menolak seluruh Perjanjian Baru dan tidak mau tahu apapun dengannya).

Bdk. Wah 22:18-19 - “(18) Aku bersaksi kepada setiap orang yang mendengar perkataan-perkataan nubuat dari kitab ini: ‘Jika seorang menambahkan sesuatu kepada perkataan-perkataan ini, maka Allah akan menambahkan kepadanya malapetaka-malapetaka yang tertulis di dalam kitab ini. (19) Dan jikalau seorang mengurangkan sesuatu dari perkataan-perkataan dari kitab nubuat ini, maka Allah akan mengambil bagiannya dari pohon kehidupan dan dari kota kudus, seperti yang tertulis di dalam kitab ini.’”.

2. Kelompok Yahweh-isme ini mengatakan bahwa Perjanjian Baru telah diubah, yaitu dengan membuang semua nama Yahweh dari dalam Perjanjian Baru.

Gary Mink (internet): “These sacred name teachers promote the theory that over the centuries the New Testament has been corrupted by tampering. They claim the name Yahweh has been systematically removed from the New Testament and other words substituted for it” (= Guru-guru nama kudus / keramat ini mengajukan / mengembangkan teori bahwa selama berabad-abad Perjanjian Baru telah dirusak oleh pengubahan. Mereka mengclaim bahwa nama Yahweh telah dihapuskan secara sistimatis dari Perjanjian Baru dan kata-kata lain diberikan sebagai gantinya).

Tuduhan ini adalah tuduhan asal-asalan yang tidak bisa mereka buktikan.

Kata-kata kunci yang harus kita gunakan dalam menanyai mereka adalah: siapa yang mengubah manuscripts Perjanjian Baru, kapan perubahan itu dilakukan, dan bagaimana perubahan manuscripts Perjanjian Baru itu dilaksanakan, tanpa diketahui oleh siapapun?

Gary Mink (internet): “Of course, the sacred name teachers are not able to name one person in history who removed the name Yahweh from a single manuscript copy of the New Testament. There are over five thousand manuscripts copies, including those whole and in part, of the Greek New Testament in existence. Who took away the name Yahweh from all these books? Who took the name Yahweh out of the Aramaic Peshitta New Testament manuscripts and the Hebrew translation of Matthew’s Gospel? When was such a massive amount of tampering done? It would have been a monumental task to remove the name Yahweh from all these manuscripts. It would have been impossible for anyone or any group to accomplish such a task without hundreds of people knowing about it. Yet history knows nothing about such an occurrence. Sacred name teachers are silent about the details of this imagined event. They cannot tell who did it. They cannot tell when it happened. They cannot tell how it was done. Yet, their foremost doctrine depends on this being a verifiable historical fact. It is not. The reason no historical documentation confirms it is simple. It did not happen” (= Tentu saja, guru-guru nama kudus / keramat ini tidak bisa menyebutkan satu orang dalam sejarah yang menghilangkan nama Yahweh dari satu salinan manuscript Perjanjian Baru. Ada lebih dari 5.000 salinan manuscripts, termasuk yang menyeluruh atau sebagian, dari Perjanjian Baru Yunani. Siapa yang mengambil nama Yahweh dari semua kitab-kitab ini? Siapa mengambil nama Yahweh dari manuscripts Perjanjian Baru Peshita bahasa Aram dan terjemahan Ibrani dari Injil Matius? Kapan pengubahan yang jumlahnya begitu banyak seperti itu dilakukan? Merupakan suatu tugas yang sangat besar untuk membuang nama Yahweh dari semua manuscripts ini. Itu merupakan sesuatu yang mustahil bagi siapapun atau kelompok manapun untuk melakukan tugas seperti itu tanpa diketahui oleh ratusan orang tentang hal itu. Tetapi sejarah tidak mengetahui apapun tentang terjadinya hal seperti itu. Guru-guru nama kudus / keramat bungkam tentang detail-detail dari peristiwa khayalan ini. Mereka tidak bisa mengatakan siapa yang melakukannya. Mereka tidak bisa mengatakan kapan itu terjadi. Mereka tidak bisa mengatakan bagaimana itu dilakukan. Tetapi, doktrin mereka yang terutama tergantung pada bisa dibuktikannya hal ini sebagai fakta sejarah. Tetapi itu bukan fakta sejarah. Alasan mengapa tidak ada pendokumentasian sejarah yang meneguhkannya adalah sederhana. Itu tidak terjadi).

Gary Mink (internet): “Of course, they are unable to show from historical records when this tampering with the New Testament occurred or who did the tampering. The tampering exists only in the desire and in the imagination of sacred name teachers. Nor are they able to tell how more than five thousand Greek New Testament manuscripts spread over hundreds of thousands of square miles in a large number of countries could have all been tampered with. Not a single one having the Tetragrammaton exists today” (= Tentu mereka tidak dapat menunjukkan dari catatan sejarah kapan pengubahan Perjanjian Baru ini terjadi atau siapa yang melakukan pengubahan ini. Pengubahan ini hanya ada dalam keinginan dan dalam khayalan dari guru-guru nama kudus / keramat. Mereka juga tidak bisa memberitahu bagaimana lebih dari 5000 manuscripts Yunani Perjanjian Baru yang tersebar di ratusan atau ribuan mil persegi di sejumlah besar negara bisa semuanya telah diubah. Tidak ada satupun manuscript yang mempunyai Tetragrammaton ada pada saat ini).

Gary Mink (internet): “As we progress through this study, it should be kept in mind that sacred name teachers long ago decided the New Testament at some point in history underwent major alteration. They are unable to point out the time in history these changes occurred. Nor can they tell who took the name Yahweh out of the New Testament. Therefore, they cannot show why the name Yahweh was removed or how the name could have been removed from every manuscript of the New Testament known to man” (= Pada waktu kita maju melalui ajaran ini, harus dicamkan dalam pikiran kita bahwa guru-guru nama kudus / keramat sejak lama telah memutuskan bahwa Perjanjian Baru pada suatu titik dalam sejarah telah mengalami perubahan yang besar. Mereka tidak bisa menunjukkan saat dalam sejarah dimana perubahan-perubahan ini terjadi. Juga mereka tidak bisa mengatakan siapa yang mengeluarkan nama Yahweh dari Perjanjian Baru. Karena itu, mereka tidak bisa menunjukkan mengapa nama Yahweh disingkirkan atau bagaimana nama itu bisa disingkirkan dari setiap manuscript dari Perjanjian Baru yang dikenal orang).

Catatan: dalam hal ini ada persamaan antara kelompok Yahweh-isme ini dengan Islam, yang sekalipun mengakui bahwa Taurat, Zabur / Mazmur, dan Injil merupakan Firman Tuhan, tetapi juga mengatakan bahwa kitab-kitab itu sudah tidak asli, tetapi diubah oleh orang-orang kristen. Jadi, mereka lalu mengatakan bahwa Al-Quran harus menjadi penentu. Ajaran dalam kitab-kitab itu hanya dianggap sebagai kebenaran kalau sesuai dengan Al-Quran. Sedangkan yang tidak sesuai dengan Al-Quran dianggap salah / telah diubah. Tetapi sama dengan kelompok Yahweh-isme ini mereka juga tidak bisa membuktikan / menjelaskan kapan, dimana, oleh siapa, dan bagaimana mungkin ribuan manuscripts itu bisa diubah, tanpa diketahui seorangpun!

3. Kelompok Yahweh-isme ini lalu ‘membetulkan’ Alkitab yang mereka anggap salah itu, dengan cara membuat Alkitab sendiri, yang menggunakan nama Yahweh, dan lalu menggunakannya sebagai dasar untuk mengatakan bahwa nama Yahweh ada dalam Kitab Suci!

Gary Mink (internet): “The sacred name teachers usurp the authority to insert into the scriptural text anything they desire. They explain to their converts that evil scribes translated the New Testament from an original Hebrew into Greek and left out the name Yahweh. They further purport to know all the places in the original text from which this name was removed. The sacred name bible makers proceed to put the name Yahweh into the text of the New Testament. They summon enough audacity to refer to such action as a restoration. Neither the sacred name teachers nor their converts see anything amiss in this” (= Guru-guru nama kudus / keramat merampas otoritas untuk memasukkan ke dalam text Kitab Suci apapun yang mereka inginkan. Mereka menjelaskan kepada petobat-petobat mereka bahwa ahli-ahli Taurat yang jahat menterjemahkan Perjanjian Baru dari bahasa Ibrani orisinil ke dalam bahasa Yunani dan mengeluarkan nama Yahweh. Mereka selanjutnya mengaku mengetahui semua tempat dalam text orisinil dari mana nama ini disingkirkan. Pembuat-pembuat Alkitab nama kudus / keramat melanjutkan dengan memasukkan nama Yahweh ke dalam text Perjanjian Baru. Mereka mengumpulkan keberanian yang cukup untuk menunjuk pada tindakan itu sebagai suatu pemulihan. Baik guru-guru nama kudus / keramat maupun petobat-petobat mereka, tidak melihat apapun yang salah dalam hal ini).

Gary Mink (internet): “Adding the name Yahweh to the New Testament is not the only improvement sacred name teachers are bold enough to make to the Scriptures. They apparently think that if it is right to make some correction to the scriptures, it is right to make more. One and another they are happy to add other points of their doctrines into the scriptures” [= Menambahkan nama Yahweh pada Perjanjian Baru bukanlah satu-satunya perbaikan yang dibuat oleh guru-guru nama kudus / keramat dengan berani terhadap Kitab Suci. Mereka jelas beranggapan bahwa jika adalah benar untuk membuat beberapa pembetulan terhadap Kitab Suci, maka juga adalah benar untuk membuat lebih banyak pembetulan lagi. Satu dan lainnya (?), mereka gembira untuk menambahkan point-point lain dari ajaran-ajaran mereka ke dalam Kitab Suci].

Gary Mink (internet): “But, be warned. The movement’s reworked versions of the scriptures, all eight or nine of them, have put the name Yahweh or some other version of the Tetragrammaton in the mouth of Jesus as he read from Isaiah. They need Yahweh to be there and they have made it be there. By inserting the name Yahweh into the Scriptures, sacred name teachers graphically demonstrate how they reject and deny the validity of the New Testament” (= Tetapi hati-hatilah. Versi-versi Kitab Suci yang diolah lagi dari gerakan ini, semuanya 8 atau 9 dari mereka, telah memasukkan nama Yahweh atau versi lain dari Tetragrammaton dalam mulut Yesus pada waktu Ia membaca dari Yesaya. Mereka membutuhkan Yahweh ada di sana dan mereka membuatnya ada di sana. Dengan memasukkan nama Yahweh ke dalam Kitab Suci, guru-guru nama kudus / keramat mendemonstrasikan dengan tulisan bagaimana mereka menolak keabsahan dari Perjanjian Baru).

4. Tindakan menipu diri sendiri.

Gary Mink (internet): “Sacred name teachers and their converts are faced with the truth that their doctrine cannot be found in the Bible. That is, it cannot be found in any Bible except the ones they themselves have concocted. Perhaps it is of some comfort to sacred name people when they see the name Yahweh in a number of places in the New Testament. But, how can they overlook the fact they themselves put the name Yahweh into these bibles?” (= Guru-guru nama kudus / keramat dan petobat-petobat mereka dihadapkan pada kebenaran bahwa doktrin mereka tidak bisa ditemukan dalam Alkitab. Artinya, itu tidak bisa ditemukan dalam Alkitab manapun kecuali Alkitab-Alkitab yang telah mereka buat sendiri. Mungkin merupakan sesuatu yang menghibur bagi orang-orang dari nama kudus / keramat pada waktu mereka melihat nama Yahweh di banyak tempat dalam Perjanjian Baru. Tetapi, bagaimana mereka bisa mengabaikan fakta bahwa mereka sendiri memasukkan nama Yahweh ke dalam Alkitab-Alkitab ini?).

Gary Mink (internet): “In a footnote Clover comments on Matthew 5:33, ‘The sacred name has been restored to this passage in the ROSNB (The Restoration of Sacred Name Bible, the Assembly of Yahvah bible) and BE (The Sacred Scriptures, Bethel Edition, the Assemblies of Yahweh bible) translations.’ He refers to these counterfeit works as though they carried even a modicum of scriptural weight. Having first put the name Yahweh into their bibles, they quote from these same bibles in support of their doctrine and they are still able to keep a straight face. But the larger question is how can they do this and keep a straight conscience? All who love and uphold what the Scriptures say can only stand by and shake their heads in amazement” [= Dalam suatu catatan kaki, Clover mengomentari tentang Matius 5:33, ‘Nama kudus / keramat telah dikembalikan ke dalam text ini dalam ROSNB (Alkitab Pemulihan Nama Kudus / keramat, majelis dari Alkitab Yahweh) dan terjemahan-terjemahan BE (Kitab Suci Kudus / keramat, Edisi Betel, majelis dari Alkitab Yahweh)’. Ia menunjuk pada pekerjaan-pekerjaan palsu / tiruan ini seakan-akan pekerjaan-pekerjaan itu bahkan membawa sejumlah kecil bobot Kitab Suci. Setelah memasukkan nama Yahweh ke dalam Alkitab-Alkitab mereka, mereka mengutipnya dari Alkitab-Alkitab yang sama untuk mendukung ajaran mereka, dan mereka tetap bisa menegakkan wajah mereka. Tetapi pertanyaan yang lebih besar adalah, bagaimana mereka bisa melakukan hal ini dan tetap mempertahankan hati nurani yang lurus? Semua orang yang mengasihi dan menegakkan / menjunjung tinggi apa yang dikatakan oleh Kitab Suci hanya bisa berdiri di dekatnya dan menggelengkan kepala mereka dalam keheranan].

5. Kita harus menyesuaikan diri kita dengan Alkitab, atau menyesuaikan Alkitab dengan diri kita?

Gary Mink (internet): “It seems to me that I should change what I believe to fit God’s Word, rather than change God's Word to fit what I believe. Is a person allowed to throw out part of the Word just because it does not agree with his pet theory? If so, then another person can throw out something else. Before you know it, the Bible has been shredded” (= Bagi saya kelihatannya saya harus mengubah apa yang saya percayai untuk disesuaikan dengan Firman Allah, dan bukannya mengubah Firman Allah untuk disesuaikan dengan apa yang saya percayai. Apakah seseorang diijinkan untuk mengeluarkan bagian dari Firman hanya karena bagian itu tidak sesuai dengan teori kesayangannya? Jika demikian, maka orang yang lain bisa mengeluarkan sebagian yang lain. Sebelum engkau menyadarinya, Alkitab telah dicabik-cabik).

Illustrasi: Ada cerita tentang seorang pemanah ulung yang sampai ke suatu desa. Di sana ia melihat banyak pohon yang digambari dengan lingkaran-lingkaran untuk sasaran panah, dengan sebatang anak panah yang menancap persis di tengah-tengah lingkaran-lingkaran itu. Ia heran karena semua anak panah itu menancap persis di tengah-tengah, suatu hal yang ia sendiri, sebagai seorang pemanah ulung, tidak bisa melakukannya. Setelah bertanya-tanya, ia akhirnya bertemu dengan orang yang melakukan semua itu. Ia bertanya: ‘Bagaimana kamu bisa memanah semua sasaran itu dengan begitu tepat?’ Jawab orang itu: ‘O itu mudah, aku memanah dulu, baru menggambar lingkaran-lingkaran di sekeliling anak panah itu’.

Sebagai penutup bagian ini saya ingin memberikan 2 text Kitab Suci:

2Petrus 3:15-16 - “(15) Anggaplah kesabaran Tuhan kita sebagai kesempatan bagimu untuk beroleh selamat, seperti juga Paulus, saudara kita yang kekasih, telah menulis kepadamu menurut hikmat yang dikaruniakan kepadanya (16) Hal itu dibuatnya dalam semua suratnya, apabila ia berbicara tentang perkara-perkara ini. Dalam surat-suratnya itu ada hal-hal yang sukar difahami, sehingga orang-orang yang tidak memahaminya dan yang tidak teguh imannya, memutarbalikkannya menjadi kebinasaan mereka sendiri, sama seperti yang juga mereka buat dengan tulisan-tulisan yang lain”.

Yesaya 8:20 - “‘Carilah pengajaran dan kesaksian!’ Siapa yang tidak berbicara sesuai dengan perkataan itu, maka baginya tidak terbit fajar”.
-o0o-

Next Post Previous Post