7 PERKATAAN SALIB - Pdt. DR. Stephen Tong

Pdt. DR. Stephen Tong
7 PERKATAAN SALIB - Pdt. DR. Stephen Tong
PRAKATA

Suara apakah yang mungkin terdengar dari mulut orang-orang yang tersiksa sampai mati di atas bukit Golgota? Bukankah caci-maki, balas dendam, suara kutukan yang keras, suara tangisan yang mengerikan, atau jeritan yang mengakibatkan meremangnya bulu kuduk? Ini sangat biasa bagi prajurit-prejurit yang memaku manusia di atas salib dan bagi penonton di sekitarnya.

Namun sejarah mencatat satu-satunya kasus yang terkecuali, yaitu pada waktu Yesus Kristus disalib. Tidak lebih dan tidak kurang, Ia mengucapkan tujuh kalimat. Ke-tujuh kalimat ini menenun satu gambaran drama kosmos, yang menyatakan keagungan jiwa Sang Penebus, mengungkapkan kebesaran rencana penebusan Allah bagi manusia, mengejutkan sang raja kerajaan gelap, yang menerangi jiwa-jiwa yang tersesat untuk selamanya. Renungkanlah semuanya melalui buku ini, yang pernah kami khotbahkan pada tahun 1982 di Gereja Kristus Ketapang, Jakarta. Kami masih ingat tujuh hari itu kami berdiam di rumah Pdt. H.F. Tan alm., dengan sangat serius, merenungkan dan mempersiapkan firman Allah selama kebaktian sepekan. Seri khotbah ini merupakan usulan Pdt. H.F. Tan, yang baru kami layani 15 tahun kemudian. Tahun ini kami bukukan seri khotbah tersebut supaya menjadi berkat terus-menerus.

Kami mengasihi karena Tuhan mengasihi lebih dulu dan mengirim Anak-Nya (1 Yohanes 4:8-11). Siapa yang tidak mengasihi Tuhan, terkutuklah ia (1 Korintus 16:22).

Juli, 1992
Pdt. DR. Stephen Tong
PERKATAAN 1 :
“Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat”

Bacaan : Lukas 23:26-34

Yesus Kristus adalah Firman Allah yang menjelma menjadi manusia. Rahasia inkarnasi adalah rahasia ibadat. Bagi mereka yang takut kepada Allah dan sungguh-sungguh menaklukkan diri dan rasio di bawah kuasa Allah, maka Roh Kudus bekerja. Roh yang menaungi Maria untuk melahirkan Kristus juga adalah Roh yang menghembuskan nafas Ilahi ke dalam rasio orang percaya. Sehingga orang percaya boleh mengerti bahwa Firman menjadi manusia merupakan satu doktrin dan satu fakta yang terbesar di dalam sejarah.

Melalui datangnya Kristus ke dalam dunia ini, manusia boleh mendengar langsung perkataan-perkataan Allah yang diucapkan dengan mulut inkarnasi, di dalam bahasa manusia. Kristus adalah Firman yang menjadi daging. Maka dengan mulut manusia dan bahasa manusia, Ia mulai mencetuskan kepada manusia akan perkataan-perkataan yang kekal. Firman itu berfirman di dalam dunia dengan bahasa manusia.

Tetapi heran, pada waktu Yesus Kristus diadili, Dia tidak berfirman, tidak berkata-kata. Firman menjadi tenang. Firman yang mengajar di jalan, Firman yang berteriak di dalam Bait Allah, Firman yang mengajar di atas kapal, Firman yang berkata-kata di persimpangan jalan untuk memanggil orang bertobat kepada Dia, sekarang tenang dan diam. Ini karena Allah mempunyai satu sifat: Jika manusia berusaha melampaui Dia, maka Allah tinggal diam dan tidak menjawab apa-apa! Pilatus, Herodes dan betapa banyaknya orang yang mempunyai kuat kuasa di dalam agama, mereka tidak lagi layak mendengarkan perkataan Yesus Kristus. Jikalau Tuhan masih mau berkata kata, biarlah kita menyediakan hati yang lunak, rela dan taat untuk menerima perkataan-Nya, meskipun perkataan-Nya tidak selalu menyenangkan kita. Karena Firman itu yang menghidupkan kita! “Manusia hidup bukan hanya dari roti, melainkan dari Firman yang diucapkan dari mulut Allah.” (Matius 4:4).

Pada waktu Kristus diadili, baik di hadapan Kayafas dan Hanas, Ia tidak berkata apa-apa. Demikian pula pada waktu di hadapan orang Yahudi. Pada waktu di hadapan Pilatus. Ia tidak banyak berkata apa-apa. Di hadapan politikus, pemimpin agama dan massa yang begitu banyak, Dia diam, tenang dan tidak berkata apa-apa. Tuhan yang tidak berkata apa-apa dipukul, dicambuk, diadili dan ditimpakan dengan salib, kayu yang berat dan kasar, kejam dan ganas.

Waktu Dia memikul salib, Alkitab tidak mengatakan Dia berteriak, bersungut-sungut, atau mengatakan perkataan apapun juga. Alkitab mengatakan tentang Dia dalam kitab Yesaya: “Lihatlah Hamba-Ku yang tidak berteriak di tengah jalan, lihatlah Hamba-Ku yang tidak kecewa dan tidak putus asa. Dia tidak memasyhurkan nama-Nya di hadapan orang banyak. Dia tidak membesar-besarkan diri di hadapan umum. Dia begitu tenang, seperti domba yang dibawa pergi ke tempat penyembelihan.” (band. Yesaya 52:13 – 53:12).

Menuju puncak Golgota, Yesus memikul salib yang berat, yang melelahkan dan menjadi satu beban bagi fisik-Nya. Namun Dia tetap tenang dan memikulnya sengan saegala kerelaan, karena cinta Allah dinyatakan secara nyata bagi Anda dan saya, di dalam diri-Nya. Pada waktu Yesus Kristus sudah dipaku, Alkitab juga tidak mengatakan bahwa paku itu mengakibatkan teriakan-Nya. Waktu Dia dipaku, Ia mengalami kesakitan yang begitu hebat dan dahsyat. Tapi Alkitab mengatakan bahwa Dia tidak berkata apa-apa. Salib diangkat dan ditancapkan seperti orang yang mendirikan sebatang pohon atau bendera. Maka seluruh berat badan-Nya hanya ditahan oleh beberapa paku yang melubangi tangan serta kaki-Nya. Bertambahlah sakit yuang dialami-Nya. Darah setetes demi setetes keluar dari tubuh-Nya yang pecah bagi Anda dan saya. Darah yang mahal, darah yang demikian suci, darah dari Domba yang tidak bercacat cela, sekarang mulai mengalir! Inilah merupakan satu Batu Karang kekal yang sudah pecah. Tubuh yang diremukkan untuk membuka satu jalan yang baru bagi Anda dan saya menuju kepada Bapa.

Sebelum Yesus dipaku, secara tradisi orang-orang yang menyalibkan Dia memberikan semacam minuman kepada-Nya untuk membius Dia. Alkitab mengatakan bahwa Tuhan tidak minum. Apakah sebabnya? Apakah Tuhan tidak mempunyai kesopanan untuk menerima kebaikan hati orang lain? Karena Dia tahu bahwa kedatangan-Nya ke atas kayu salib bukanlah untuk melarikan diri, melainkan untuk menjalankan kehendak Allah, yaitu rencana penebusan Allah yang tidak bisa digantikan oleh orang lain. Hanya Kristus saja, Allah yang menjadi manusia yang menjadi satu-satunya Oknum yang boleh menanggung tugas yang begitu berat. Tugas untuk substitusi, mengganti orang berdosa. Di dalam keadaan bagaimanakah Dia rela menanggung dosa Anda dan saya? Bukan dalam keadaan dibius sehingga Ia bisa melarikan diri dari sakit dan kekejaman itu. Bukan! Melainkan di dalam kesadaran yang begitu kuat, kesadaran yang total. Dia rela sadar dan menerima siksaan dan penderitaan. Dia tidak mau menerima penderitaan dalam keadaan dibius.

Waktu Anda dioperasi oleh dokter, Anda perlu obat bius. Waktu Yesus dipaku di atas kayu salib, Dia menolak pembiusan sebab cinta-Nya begitu besar. Dia mau menerima sengsara itu dengan seratus persen kesadaran sebagai manusia yang mengganti manusia. Puji Tuhan! Jikalau Tuhan Yesus tidak mempunyai sifat manusia yang penuh, manusia yang sejati, maka Dia tidak layak berdiri di tempat di mana Anda dan saya harus dihukum oleh Tuhan Allah. Dia berdiri sebagai manusia yang utuh. Dia Oknum yang mengganti Anda dan saya dengan penderitaan yang diterima dengan segala kesadaran. Setalah Dia merasakan kesakitan yang begitu dahsyat, saat itu Alkitab mengatakan bahwa Dia membuka mulut-Nya.

The more you speak, the less you influence
The less you speak, the more you influence

Orang yang selalu buka mulut, mempunyai perkataan yang nilainya tidak terlalu besar. Sepanjang diadili, Kristus tidak berkata-kata. Tetapi sekarang Ia membuka mulut-Nya dengan mata yang menengadah ke atas sehingga orang-orang yang berada di bawah salib boleh memperhatikan perkataan-Nya.

Apakah perkataan yang diucapkan oleh orang biasa apabila ia dipaku di atas kayu salib? Karena terlalu kejam dan ganasnya hukuman yang dijatuhkan kepada mereka, maka mereka tidak bisa tahan dan mengutuk orang di bawah yang memaku mereka. Orang yang membawa para hukuman ke Golgota adalah orang-orang yang dikutuk dan dicaci maki oleh para terhukum. Sekarang Yesus Kristus dipaku di atas kayu salib, dan orang-orang di bawah yang mendengarkan perkataan-Nya, maka terdengarlah perkataan yang pertama: Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.

Di dalam seluruh sejarah manusia, adakah perkataan yang lebih agung, lebih manis dan lebih baik dari perkataan Kristus di atas kayu salib yang pertama ini? Jikalau ada, tunjukkanlah kepada saya. Di dalam filsafat mana, di dalam pikiran manusia agung yang mana ada perkataan seperti ini? Inilah kalimat Tuhan Yesus yang pertama di atas kayu salib. Hal ini membuktikan bahwa Dia bukanlah manusia biasa. Ada ajaran yang menganggap bahwa yang dipaku di atas kayu salib bukanlah Yesus. Padahal jikalau bukan Yesus yang dipaku di atas kayu salib, tidak mungkin ada oknum lain yang bisa mengatakan perkataan seagung, semanis dan sebaik ini! Dari mulut-Nya mengalirkan madu dan air hidup yang berasal dari Tuhan. Dari bibir mulut Yesus Kristus mengalir karunia, kasih, pengampunan dan doa syafaat. Doa syafaat Kristus ini disertai dengan pengorbanan diri-Nya. Sambil berdoa bagi orang lain, sambil diri-Nya sendiri berkorban bagi orang yang didoakan. Tanpa pengorbanan diri, doa syafaat menjadi kosong. Yang keluar dari mulut Kristus pada waktu mengalami siksaan dan penderitaan, bukan perkataan kebencian, bukan bersungut-sungut, bukan caci maki, melainkan suatu doa yang manis: “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebeb mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.”

Di dalam terjemahan bahasa Indonesia ada satu kalimat pembukaan yang tidak diterjemahkan dalam ayat tersebut, yaitu kalimat: “Pada saat itu Yesus berkata….” Saat itu, saat yang bagaimana? Apa artinya saat itu? Apakah artinya “Yesus berkata pada saat itu?” Saat tambah saat tambah saat menjadi rentetan dari waktu. Waktu dibentuk oleh saat, tetapi betapa banyaknya waktu yang kita jalani berlalu tanpa arti-arti tertentu. Saat saat kita lewat tanpa arti. Waktu kita sadar, maka waktu kita sudah hilang. Kita sudah menghamburkan saat-saat yang penting. Hal ini belum pernah terjadi di dalam hidup Yesus Kristus. Setiap saat dalam hidup Yesus Kristus mempunyai arti tertentu. Setiap detik dalam hidup Yesus Kristus mempunyai arti tertentu. Arti yang unik, arti yang mutlak, arti yang berkualitatif dan memiliki perbedaan dengan waktu-waktu yang kita hamburkan dalam hidup kita masing-masing. Dua hal yang kita perlu gabungkan adalah: Pertama, rencana Allah yang kekal. Kedua, nilai saat saat yang sesuai dengan rencana Allah. Bila kita mempertemukan kedua hal ini, maka inilah satu nilai yang sungguh-sungguh berarti bagi hidup kita yang diciptakan oleh Allah.

Kristus tidak diciptakan oleh Allah, tetapi Kristus adalah Pencipta. Dia adalah Pencipta yang turun masuk ke dalam dunia ciptaan. Dia adalah Allah yang datang ke dalam dunia manusia dan mengunjungi manusia yang dicipta-Nya. Yang kekal menampilkan diri dalam kesementaraan dan dalam saat-saat, yang ditentukan-Nya, saat-saat yang Dia ciptakan sendiri. Dia Pencipta saat, masuk ke dalam saat. Dalam Injil Yohanes ada satu ayat yang amat jelas menyatakan satu existential moment dari Yesus Kristus yang sangat mengerikan. Dia berkata kepada Bapa: “Bapa lepaskanlah Aku dari saat ini” (Yohanes 12:27). Itulah satu doa yang berlainan dari semua doa manusia. Manusia selalu berdoa: “Lepaskanlah aku dari pencobaan, dari kepicikian, kesulitan dan segala penganiayaan.” Tetapi Yesus Kristus tidak berdoa demikian, melainkan: “Lepaskanlah Aku dari saat ini.” Di atas kayu salib, Yesus Kristus berada dalam saat yang klimaks, saat itu adalah saat di mana Dia berdoa, saat Dia berkata-kata kepada Tuhan Bapa-Nya dan juga Bapa kita masing-masing. Saat Kristus mengatakan kalimat pertama dapat kita uraikan sebagai berikut :

a. Saat Paling Lelah Secara Fisik

Sepanjang Yesus berdoa di Getsemani, maka Petrus, Yakobus dan Yohanes tertidur karena kelelahan. Siapakah Yesus Kristus? Yesus sudah menjadi manusia yang utuh seperti Anda dan saya, Dia juga perlu tidur. Jika ketiga murid-Nya sudah tertidur kelelahan pada waktu Yesus berdoa, maka sebenarnya itu adalah waktunya Yesus juga mengalami kelelahan. Tetapi kelelahan di Getsemani itu barulah permulaan dari kecapaian dan keletih-lesuan yang ditanggung-Nya sebelum Dia naik ke atas Golgota. Sepanjang malam itu Tuhan Yesus tidak memejamkan mata-Nya. Sepanjang malam itu Dia dibawa ke sana-sini. Dari Getsemani ke tempat Mahkamah agama orang Yahudi, lalu ke Pilatus, ke tempat Herodes. Sepanjang malam itu Yesus dibawa berjalan di tengah-tengah jalan Yerusalem. Hanya ada sinar bulan dan bintang yang kecil di tengah-tengah malam yang gelap. Di malam yang tidak adil, Ia mengalami enam kali pengadilan. Diadili, diadili, diadili, diadili, diadili dan diadili lagi! Hakim Alam Semesta diadili oleh hakim yang berdosa. Hakim, yang akan menyelesaikan segala sesuatu yang tidak beres di dalam alam semesta, sekarang dengan sengaja dan rela dihakimi oleh manusia yang berbuat segala kejahatan.

b. Saat Paling Sengsara

Paku sudah menembus kulit dan daging, tangan serta kaki-Nya. Kedua tangan dipaku, kedua kaki dipaku, darah menetes keluar dari tubuh-Nya. Makin berkurangnya darah berarti tekanan darah semakin rendah. Dengan berkurangnya darah, maka beredarnya oksigen dalam tubuh menjadi semakin berkurang, getaran urat nadi semakin cepat dan pernapasan terpicu menjadi lebih cepat dan dalam. Kesengsaraan yang diterima Tuhan tidak bisa kita mengerti. Di dalam kelelahan paling lelah, Ia mengingat manusia yang lelah. Di dalam keadaan paling sakit, Ia mengingat bahwa orang lain memerlukan Tuhan dan pengampunan-Nya. Di dalam keadaan paling sengsara, Ia menghentikan kemarahan Allah terhadap kita.

c. Saat Paling Tersendiri

Saat itu adalah saat yang paling tersendirti, saat yang paling kejam, saat yang paling tidak adil, saat di mana awan gelap harus menudungi matahari. Kita melihat bahwa Kristus telah mengalami ketidak-adilan yang memuncak dalam sejarah manusia. Saat itu adalah saat yang paling gelap. Moral menjadi gelap, agama menjadi gelap, politik menjadi gelap. Kalau Anda melihat orang yang moralnya gelap, agama yang menyeleweng dan politik yang gelap, janganlah heran karena sejak dahulu banyak kegelapan yang sudah terjadi.

Justru di dalam keadaan demikian Yesus Kristus berfirman. Perkataan yang keluar pada waktu orang mengalami kepicikan, kesulitan, kesengsaraan dan kesedihan, barulah menyatakan sampai di mana nilai watak orang itu. Yesus mengatakan: “Bapa…” Apakah artinya? Ketujuh kalimat di atas kayu salib, mulai dengan sebuah doa, diakhiri dengan doa, dan ditengah-tengahnya juga berisi doa. Kalimat pertama, kalimat keempat dan kalimat ke tujuh, ketiganya adalah doa. Pada kalimat pertama Ia mengucapkan “Bapa”, pada kalimat ke tujuh Ia mengucapkan “Bapa”, tetapi pada kalimat yang keempat, Ia mengucapkan “Allah-Ku, Allah-Ku…”

Jika anak Anda akhirnya dibunuh di hadapan regu tembak, bukankah Anda akan malu? Bagaimana jika di tengah tengah tembakan, ia masih bisa berteriak memanggil-manggil nama Anda: “Bapak, bapak!?” Bukankah teriakan Kristus ini merupakan suatu hal yang mempermalukan Allah bapa, bukankah ini bukti dari satu kegagalan yang besar? Bukankah semenjak manusia mengetahui istilah Allah, manusia suka menggabungkan istilah Allah dengan kuasa Allah, supaya boleh mengerjakan sesuatu bagi manusia? “Jikalau Engkau Allah, coba sembuhkan. Jikalau Engkau Allah yang berkuasa, coba kerjakan ini. Jikalau Engkau Allah, coba sekarang bukakan jalan bagiku. Oh, Allah, di manakah Engkau? Saya tidak akan percaya kepada Engkau kecuali aku melihat kuasa-Mu, ya Allah.”

Allah dikenal manusia melalui kuasa-Nya, Allah dikenal oleh manusia melalui kemuliaan-Nya. Bukankah ini juga merupakan satu konsep yang sudah disarikan di dalam konsep Mesianis Perjanjian Lama? Orang-orang Yahudi mengenal Allah dan Mesias-Nya hanya melalui kemuliaan kekuasaan militer. Bagi mereka, Mesias yang sengsara dan tersalib adalah satu hal yang tidak mungkin dan mempermalukan umat-Nya. Siapakah yang dipanggil oleh Yesus? Masakan Bapa mempunyai Anak yang begitu memalukan, gagal, remeh dan begitu susah sehingga dibunuh di atas kayu salib?

Tetapi Kristus tidak terhinakan oleh keadaan yang horisontal. Dia tidak dipengaruhi oleh relasi horisontal dari manusia terhadap diri-Nya. Dia tetap berpegang pada satu relasi vertikal. Banyak gereja yang hanya mempunyai hubungan vertikal, tidak mempunyai hubungan horisontal. Gereja yang terlalu egois. Gereja tidak seharusnya memiliki hubungan vertikal; semata-mata tanpa memiliki hubungan yang horisontal. Tetapi mau tidak mau saya harus mengatakan bahwa gereja sosial gospel yang hanya mementingkan hubungan horisontal dan mengabaikan hubungan vertikal, akan menjadi gagal, mundur, dingin, murtad dan menjual Tuhan pada waktu penganiayaan datang. Ini bukan perkataan pura-pura atau di luar fakta. Kita mau taat dan kembali kepada Kristus.

Kristus adalah seorang yang amat memperhatikan orang miskin. Ia adalah seorang yang begitu prihatin dan melayani umat manusia. Tetapi semua kekuatan pelayanan-Nya bagi orang miskin dan sesama-Nya di dunia adalah berdasarkan satu rahasia, yaitu hubungan antara Dia dengan Bapa yang begitu erat. Waktu orang mencaci maki, mengutuk, memaku dan membunuh Dia, Dia tetap memanggil Bapa. Di dalam penggilan-Nya, kita mengerti bahwa hubungan antara Yesus Kristus dengan Allah Bapa tidak mungkin digoncangkan oleh siapa pun. Di sinilah rahasia kemenangan, di sinilah contoh dan teladan yang baik bagi Anda dan saya yang menamakan diri orang Kristen.

Yesus Kristus memanggil Bapa. Ini adalah satu hubungan unik yang tidak ada bandingnya dan tidak bisa digantikan orang lain. Hanya Kristus yang boleh menyebut Bapa kepada Allah. Siapakah yang lebih dekat kepada Allah selain Yesus Kristus? Tidak ada. Siapakah yang mempunyai hubungan yang lebih baik dengan Allah selain dari Anak-Nya yang kudus dan suci yang diutus-Nya? Tidak ada. Yesus yang paling mengetahui sifat Allah yang penuh dengan kasih sayang. Allah juga adalah Allah yang adil. Kedua sifat ini harus kita mengerti secara pararel.

Jikalau Anda mengabarkan Injil bersaksi bagi Kristus, maka demi nama Yesus Kristus saya berkata: “Beritakanlah kasih Allah melalui keadilan Allah. Dan berkhotbahlah akan keadilan Allah melalui kasih-Nya.” Banyak orang yang salah mengerti akan kasih Allah, lalu mempermainkan anugerah Allah. Sebaliknya, orang yang salah mengerti akan keadilan Allah menjadi takut dan gentar, sehingga tidak ada damai sejahtera di dalam hatinya. Mari kita mengenal Allah yang kasih dan adil; Allah yang rahmani dan rahimi. Allah kita adalah Allah yang suci dan keras, Allah yang tidak berkompromi dengan dosa.

Doa Tuhan Yesus satu-satunya yang lengkap dicatat dalam Yohanes 17, mengatakan: “Bapa yang adil….” Apakah hubungan antara Bapa yang adil, dengan salib dan pengampunan dosa? Bukankah jika Bapa yang adil dan tidak berkompromi dengan dosa maka seharusnya tidak ada pengampunan atas dosa manusia? Bukankah tidak logis jika Allah yang kasih itu mengadili dan menghukum dosa? Ini tidak mungkinkah? Ini tidak adilkah? Bukankah hal ini yang menjadi batu sandungan bagi kaum liberal dan modernis? Bukankah mereka itu mengatakan: “Jikalau Allah itu kasih adanya, maka tidak ada hukuman dan neraka. Masakan Allah yang begitu kasih menyediakan neraka yang begitu kejam bagi manusia yang telah dicipta menurut peta dan teladan-Nya?” Akhirnya kaum liberal menemukan gang buntu dan harus membuat jalan yang dibuat sendiri yang disebut universalisme. Universalisme mengatakan bahwa semua orang bisa diselamatkan, tapi universalisme tidak mempunyai dasar Alkitab. Berbeda dengan rasul Yohanes yang mengerti akan Allah dengan pengertian yang pararel, yaitu Alah yang adil adalah Allah yang kasih. Maka dia menuliskan dalam surat 1 Yohanes 1:9, “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalajh setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.”

Pada awal permulaan pekerjaan Mesias, Ia dicobai oleh iblis. Yang dikatakan oleh iblis adalah, “Jikalau Engkau Anak Allah….” (Matius 4:3). Kristus adalah Anak Allah, tidak perlu ditambah-tambah dengan perkataan jikalau. Kristus adalah Anak Allah, ini satu kepastian yang tidak perlu diberikan tambahan. Allah tidak mencobai dan Allah tidak dicobai oleh siapapun (Yakobus 1:13). Iblis dapat mencobai Dia karena Yesus mempunyai natur manusia sejati.

Pada waktu Yesus berkata, “Bapa, ampunilah mereka”, maka di sini kita mengaitkan pengertian-Nya tentang sifat Ilahi yang tidak ada bandingnya. Di atas salib-Nya kedua tangan Allah terbuka. Tangan yang satu memberikan hukuman dan menyatakan keadilan-Nya. Tangan yang lain memberikan pengampunan dan anugerah-Nya bagi manusia. Maka saat itu juga Yesus Kristus berdoa kepada Bapa-Nya: “Ya Bapa, ampunilah mereka…..” Ia tidak mengatakan, “Bapa ampunilah Aku.” Ia tidak perlu minta maaf, tidak perlu minta ampun.

Hidup, perkataan, pikiran, tingkah laku dan segala yang dikerjakan oleh Kristus berdasarkan pada kebenaran yang berada pada diri Nya sendiri. Kristus tidak perlu minta maaf karena Dia adalah satu-satunya manusia yang tidak berdosa. Betapa banyaknya orang yang pada waktu sakit keras mulai memikirkan betapa banyaknya dosa yang telah diperbuat. Betapa banyaknya orang yang pada waktu menghadapi kematian barulah meminta pengampunan dari Tuhan. Tapi hal demikian tidak ada di dalam diri Yesus Kristus, bahkan Ia berdoa: “Bapa ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.”

Inilah kalimat yang mencetuskan kasih di tengah-tengah kasih, kalimat yang mencetuskan keheranan di tengah tengah keheranan. Dalam kepicikan dan kesulitan yang begitu besar, Yesus berkata: “Ampunilah mereka.” Jikalau Stefanus bisa meneladani Yesus Kristus (Kisah Para Rasul 8:59-60), juga orang-orang yang agung dalam sejarah kekristenan memakai kalimat ini, adalah karena Kristus Sumber dari Cinta kasih yang paling murni, mutlak dan tidak berubah. Kristus memohonkan ampun bagi mereka yang memaku diri-Nya, yang mengejek, mencambuk dan yang murtad. Ia memohonkan pengampunan bagi mereka yang penyakitnya pernah disembuhkan, yang pernah ditolong-Nya dari kerasukan setan, tetapi yang tidak hadir pada saat Ia disalibkan. “Ya Bapa, ampunilah mereka…” Inilah Cinta di atas segala cinta. Inilah keajaiban di atas segala keajaiban. Inilah keagungan dan kehormatan, kesucian dan kemurnian di atas segala kebajikan yang pernah dinyatakan di dalam dunia ini.

Bandingkanlah perkataan para filsuf dan para pendiri agama yang lain serta orang-orang yang paling agung di dalam dunia dengan perkataan Kristus ini, maka kita akan melihat bahwa Yesus Kristus jauh lebih tinggi dari siapapun. Jauh lebih tinggi dari segala manusia ataupun malaikat, Dia adalah Allah. Pada waktu diikat, tubuh-Nya bisa diikat. Waktu Ia dipaku, tubuh-Nya bisa dipaku; waktu Ia disalibkan, tubuh-Nya tersalib. Tetapi Cinta kasih yang begitu agung tidak bisa dibatasi oleh paku, cinta kasih Kristus terus keluar. Cinta yang keluar dari Sumber Cinta itu sendiri adalah cinta yang keluar dari motivasi yang paling murni. Cinta itu sendiri menyatakan cinta! Meskipun manusia membunuh Dia, Kristus tetap mencintai manusia. Meskipun manusia sangat membenci Kristus, Dia tetap mencintai manusia. Meskipun manusia mengutuk Dia, Kristus tetap mencintai manusia.

Pada waktu paku pertama masuk ke dalam daging Yesus Kristus, maka pada saat yang sama darah pengampunan dosa keluar. Cinta kasih yang menembus segala batasan adalah Cinta kasih dari Allah. Cinta kasih ini adalah cinta yang mempunyai kemampuan untuk membalikkan dan menghentikan kemarahan Tuhan Allah atas orang berdosa. Siapakah yang cukup berkuasa untuk berkata: “Allah ampunilah mereka”? Hanya Yesus Kristus! Sebelum naik ke atas kayu salib, Dia pernah mengatakan: “Dosamu sudah diampuni.” (Markus 5:2). Orang Yahudi mempunyai satu pra-anggapan bahwa hanya Allah yang berkuasa mengampuni dosa. Mereka tidak percaya Yesus Kristus yang adalah inkarnasi Allah. Maka orang Yahudi tidak dapat menerima hal itu dan mengatakan bahwa Yesus menghujat Allah.

Maka sekarang Yesus tergantung di atas kayu salib, tergantung di antara manusia dan Allah. Perkataan-Nya: “Bapa ampunilah mereka” seolah-olah mengatakan satu kalimat yang tersembunyi: “Hukumlah Aku saja.” Kristus tahu akan sifat Allah yang pararel, yang kasih dan adil. Sekarang Allah yang suci menyatakan keadilan-Nya kepada Kristus. Allah menyatakan hukuman-Nya kepada Kristus, menyatakan kemarahan-Nya atas dosa kepada Kristus, bukan kepada mereka. Manusia perlu diselamatkan.

Kasih yang bisa memulihkan keadaan manusia dan menghentikan murka Allah adalah kasih dari kayu salib. Kasih dari kayu salib adalah kasih yang bisa menggabungkan langit dan bumi. Semenjak Adam jatuh dalam dosa, maka penghulu-penghulu malaikat dengan pedang yang mewakili keadilan Allah, telah memutuskan hubungan antara Tuhan Allah dengan manusia. Dan kasih di atas kayu salib telah menggabungkan manusia kembali kepada Tuhan Allah. Dengan kasih ini juga, manusia digerakkan untuk kembali kepada Tuhan.

“Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.”

Betulkah orang yang menyalibkan Dia tidak tahu apa yang mereka perbuat? Apakah orang yang membawa Dia ke Pilatus tidak mengetahui apa yang diperbuatnya? Apakah Pilatus yang menghakimi Yesus tidak mengetahui apa yang diperbuatnya? Mereka pasti mengetahui apa yang mereka perbuat! Kita tidak bisa mengatakan bahwa karena mereka tidak mengetahui apa yang mereka perbuat, maka Tuhan Yesus mengampuni orang itu.

Tidak ada dosa yang sama sekali tidak disadari oleh orang yang melakukannya. Kalau tidak sadar seratus persen, maka paling tidak orang yang melakukan dosa sadar lima puluh persen, mungkin orang itu sadar tiga puluh persen. Apakah arti kesadaran manusia dengan rasionya yang sudah jatuh ke dalam dosa itu, jika dibandingkan dengan pengertian yang Allah wahyukan? Apakah perbuatan manusia menjadi tidak baik karena pengetahuan manusia kurang? Apakah jika pengetahuan bertambah, maka perbuatan manusia menjadi lebih baik? Apakah jika perbuatan manusia tidak baik, maka pasti manusia yang melakukannya kurang berpengetahuan? Apakah jika pengetahuan sudah sungguh-sungguh baik maka manusia pasti berbuat baik? Apakah pendidikan dan pengetahuan tentang moral akan meningkatkan moralitas manusia? “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.”

Di sini ada hal yang harus kita pikirkan, yaitu antara perbuatan dan pengetahuan. Hal ini diperbincangkan oleh para filsuf Yunani lebih kurang lima ratus tahun sebelum Kristus mengatakan kalimat pertama di atas kayu salib. Orang-orang Sofis tidak mempercayai adanya sifat universal dari kebenaran, tapi Sokrates percaya. Sokrates percaya bahwa true knowledge is also equal to tyrue virtue, and true virtue is also equal to true happiness. Artinya: Pengetahuan yang sejati akan selalu seiring dengan kebajikan yang sejati, dan kebajikan yang sejati sama dengan kebahagiaan yang sejati. Orang yang sungguh mempunyai pengetahuan adalah orang yang sungguh baik, dan orang yang sungguh baik adalah orang yang sungguh bahagia. Bukan saja Sokrates, juga Plato dan sebagian ajaran Aristoteles serta orang-orang Stoa mulai memikirkan hal ini. Betulkah pengetahuan yang sejati mendatangkan perbuatan yang sejati? Betulkah pengetahuan tentang kebaikan mendatangkan perbuatan yang baik?

Perkataan Yesus Kristus ini seolah-olah memiliki persamaan dengan teori di atas karena Dia mengatakan: “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Tetapi kalau kita mengutip lagi Yakobus 4:17, maka kita akan mengetahui bahwa pengetahuan akan yang bajik tidak merupakan jaminan aka perbuatan yang bajik. Orang yang tahu akan perbuatan yang baik tapi tidak menjalankannya, itulah dosa. Manusia tahu, bahwa Allah itu ada, tetapi ia tidak mau menjadikan Allah sebagai Allah. Manusia memperilahkan diri dan tidak menjadikan Allah sebagai Allahnya (Roma 1:32). Alkitab mengajarkan bahwa pengetahuan akan yang baik, tidak sama dengan kebajikan. Orang yang mengetahui hal yang baik, tidak pasti berbuat baik.

Mereka tahu apa yang mereka perbuat, tetapi apa sebab perbuatan mereka, itulah yang tidak diketahuinya. Mereka tahu apa yang mereka perbuat, tetapi di dalam kesadaran rasio manusia yang sudah jatuh, tidak mungkin mempunyai satu penglihatan yang jelas untuk mengetahui seluruh konsekuensi dari perbuatan mereka. Semenjak Adam berbuat dosa, bukankah soal-soal tentang sudut pandang, pengetahuan dan epistemology menjadi kacau balau? Iblis berkata kepada Hawa: “….pada waktu memakannya, maka matamu akan terbuka dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.” (Kejadian 3:5). Setelah matanya terbuka dan tahu, maka manusia tahu bahwa ia tidak memakai pakaian. Sejak hari itulah pengetahuan manusia mulai kabur dan rusak. Dan di dalam kerusakan rasio ini manusia tidak mengetahui dengan sesungguhnya konsekuensi dari dosa secara menyeluruh.

Yesus Kristus berkata, “Ya Bapa, ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Ini jangan disalah-tafsirkan dengan anggapan bahwa dosa yang dilakukan dengan kesadaran yang tidak penuh, akan mendapatkan pengampunan. Ayat ini juga tidak dapat diartikan bahwa pengampunan dosa dapat terlaksana tanpa adanya pengorbanan. Juga tidak berarti bahwa pengampunan dosa dapat terlaksana tanpa pertobatan. Apa yang dikatakan Kristus di atas kayu salib melawan universalisme dan semua ajaran yang menjanjikan keselamatan melalui jasa manusia.

Sokrates berkata: “Kalau seseorang tahu, dia tidak akan berbuat jahat. Kalau seseorang berbuat jahat adalah karena dia tidak memiliki pengetahuan yang sungguh-sungguh.” Kristus berkata: “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Apakah perbedaan antara Kristus dengan Sokrates? Kristus mengatakan hal ini ketika Ia sedang dipaku di atas kayu salib mengalirkan darah bagi orang yang didoakan-Nya. Sedangkan Sokrates mungkin sedang duduk dengan santai di kursi kerjanya. Kematian Kristus bukanlah titik terakhir. Dia yang mati dengan begitu sulitnya, akan bangkit dan naik ke sorga dan kemudian turunlah Roh Kudus. Yesus melihat akan orang-orang yang sekarang memaku Dia adalah orang-orang yang sebagian akan disadarkan oleh Roh Kudus kembali kepada Dia. Pada hari Pentakosta, Petrus yang penuh Roh Kudus, akan berkhotbah dan berkata-kata kepada orang-orang di Yerusalem termasuk mereka yang memaku Kristus. “Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti, bahwa Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus.” (Kisah Para Rasul 2:36).

Yesus bukan memohonkan pengampunan yang tanpa pengorbanan, bukan pengampunan yang sifatnya otomatis, juga bukan pengampunan yang sifatnya universal. Pengampunan hanya melalui Dia, yang mengalirkan darah, berkorban mati bagi Anda dan saya. Pengampunan dosa itu akan dikerjakan Roh Kudus yang akan dikirim, sehingga melalui pemberitaan Injil menginsyafkan mata kita yang sudah buta sehingga dicelikkan kembali. Melihat akan seluruh konsekuensi akibat dosa, Kristus berdoa: “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.”

Selain konsekuensi akibat kejatuhan dosa, alasan berbuat dosa dan kerusakan total diri manusia, apakah lagi yang manusia tidak ketahui? Ada. Yang tidak mereka ketahui adalah bahwa Kristus yang sedang disalibkan adalah satu-satunya Oknum yang bisa membuang dosa mereka. Orang yang memaku Dia hanya tahu menjalankan tugasnya. Orang yang memaki-maki Yesus hanya tahu bagaimana cara melampiaskan kemarahan, kebencian dan iri hati. Orang yang menuding-nuding dan meludahi Dia, hanya mengetahui kegagalan Yesus Kristus dan mereka tidak mengetahui bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya Oknum yang bisa membereskan dosa dan memperdamaikan manusia berdosa dengan Tuhan Allah Pencipta.

Tahukah apa yang Anda sudah perbuat dalam hidup Anda? Pengampunan dosa berlaku bagi diri Anda karena Yesus Kristus sudah pernah berdoa bagi diri Anda di atas kayu salib: “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Maukah Anda merendahkan diri dan berkata: “Tuhan, ampuni saya yang berdosa ini”?

PERKATAAN 2 :

“Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.”

Bacaan : Lukas 23:35-43

Manusia yang berdosa, bukan berbuat salah kepada dirinya sendiri atau pada orang lain, tetapi manusia berdosa justru berbuat salah kepada Tuhan. Daud menuliskan: “Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah berbuat dosa dan melakukan apa yang Engkau anggap jahat, supaya Engkau ternyata adil dalam putusan-Mu, bersih dalam penghukuman-Mu.” (Mazmur 51:6).

Dosa terbesar yang bisa dilakukan manusia adalah penghinaan terhadap utusan Allah yaitu Yesus Kristus. Tidak ada dosa yyang lebih besar daripada menghina salib dan segala sengsara yang ditanggung oleh Yesus Kristus. Tidak ada dosa yang lebih besar daripada tidak percaya akan Yesus Kristus. Meskipun manusia mencapai klimaks dosa semacam demikian, anugerah pengampunan Allah mencapai klimaks yang lebih tinggi dan berkata: “Ya Bapa, ampunilah mereka…” Biarlah hati kita terharu dan tergerak oleh kasih Allah di atas kayu salib.

Tidak terlalu banyak orang yang mendengarkan dan memperhatikan perkataan Kristus yang pertama di atas salib, kecuali mereka yang simpatik dan yang cinta kepada-Nya. Orang-orang itu sudah menunggu lama di bawah kayu salib Kristus. Kristus yang tidak berbicara, tinggal diam di hadapan Herodes, Pilatus, Kayafas, dan tidak berkata apa-apa. Sekarang, waktu Kristus membuka mulut-Nya, jiwa mereka yang kering dan kosong langsung mendapatkan satu irisan dan juga satu penghiburan yang terbesar. Perkataan yang keluar dari mulut Kristus adalah perkataan yang paling manis, indah, penuh berkat dan yang memuaskan segala tulang sumsum manusia yang pernah hidup di dunia ini. Ia tidak mengeluarkan kutukan, sungut-sungut ataupun keluhan, tapi pengampunan. Layaklah kita memuji Kristus sampai kekekalan.

Selain dari orang yang mengikut dan mencintai Dia, ada pula orang-orang lain yang tidak memperhatikan perkataan Krsitus melainkan hanya memperhatikan peristiwa yang luar biasa. Mereka yang memaku Dia hanya tahu bahwa setelah itu mereka akan mendapatkan upah. Mereka yang melontarkan kebencian, dengki dan iri hati hanya mengetahui bahwa itulah ajal dari orang yang mengkhianati agama Yahudi. Pikiran-pikiran kejahatan sudah menguasai, mengotori dan mengacaukan ketenangan hati mereka sehingga tidak mungkin lagi mengindahkan perkataan yang indah dari Tuhan. Bukankah kita juga sering tidak bisa mendengar jelas akan firman Tuhan ketika dosa menguasai kita? Bukankah walaupun mengikuti kebaktian di gereja dan mendengarkan khotbah-khotbah yang indah tetap tidak mempengaruhi hidup kita? Tetapi Roh Tuhan tidak mungkin tidak bekerja jika firman Tuhan sudah dikabarkan.

Dari bawah kayu salib ada suara-suara yang terus mencaci-maki Yesus dan berkata: “Orang lain Ia selamatkan, biarlah sekarang Ia menyelamatkan diri-Nya sendiri, jika Ia adalah Mesias, orang yang dipilih Allah” dan “Jika Engkau adalah raja orang Yahudi, selamatkanlah diri-Mu!” Ejekan-ejekan dan olok-olokan yang sudah dilontarkan kepada-Nya, bagaikan pedang yang sedang memecahkan hati dan jiwa Tuhan Yesus yang demikian mencintai umat manusia. Tetapi Tuhan Yesus tidak membalas dendam. Ia tenang. Di dalam ketenangan Ia menunggu dan menyerahkan seluruh hidup kepada Bapa yang telah merencanakan, mengutus dan memimpin Dia selama tiga puluh tiga setengah tahun hidup di dalam dunia yang begitu gawat, najis, kotor dan remeh. Yesus bisa membayangkan akan dunia yang begitu remeh dan sorga yang agung di mana semua malaikat dan penghulu-penghulu malaikat yang harus mernyembah sujud dan menjunjung tinggi Dia sebagai Raja.

Puncak kesengsaraan yang diterima-Nya berasal dari ejekan perampok-perampok yang turut disalibkan bersama-sama dengan Dia. Siapakah perampok ini? Berhakkah mereka mengolok-olok Yesus Kristus? Mereka adalah orang yang berdosa, merampok, membakar dan melakukan segala macam kejahatan. Apakah orang semacam demikian berhak mengejek Yesus? Jika kita melihat Matius 27:44 dan Markus 15:32, maka jelas bahwa bukan hanya satu perampok saja, melainkan kedua perampok yang disalibkan di sebelah kanan dan kiri Tuhan, juga turut mengejek Dia.

Di tengah-tengah manusia, Yesus diangkat tinggi sebagai Orang yang terkutuk. Di tengah-tengah orang berdosa yang turut disalibkan, Yesus disalibkan di tengah. Artinya Ia dianggap sebagai Orang yang paling berdosa di antara orang berdosa yang turut disalibkan. “Orang menempatkan kubur-Nya di antara orang-orang fasik, di dalam kuburan orang kaya,dan dalam mati-Nya Dia ada di antara penjahat-penjahat, sekalipun Ia tidak berbuat kekerasan dan tipu tidak ada di dalam mulut-Nya.” (Yesaya 53:9 NIV)

Jika kita diejek oleh orang yang lebih pandai dari kita, maka kadang-kadang kita masih bisa menerima hal itu.Tetapi jika kita diejek oleh orang yang tidak keruan, tidak bermoral, tidak berpengetahuan, tidak mempunyai kebajikan dan tidak mempunyai apa pun seperti kedua perampok yang ikut mengejek Yesus Kristus, bisakah kita tahan? Sebagai manusia kita tidak bisa tahan akan ejekan orang yang sama-sama dipaku seperti itu.Tetapi Yesus Kristus tetap tenang karena Dia tahu bahwa doa-Nya di atas kayu salib (Lukas 24:34) adalah juga bagi kedua perampok itu.

Bukankah dari sejak dahulu Kristus mempunyai kesabaran yang terus menunggu orang yang mengejek Dia untuk bertobat? Kesabaran-Nya begitu besar, tetapi kesabaran itu bukanlah kesabaran yang bersifat kompromi dan menyetujui agar manusia terus berbuat dosa. Jangan salah mengerti! Kesabaran dan toleransi Allah adalah agar memberikan kesempatan bagi kita untuk bertobat!

Dalam setiap zaman, ada gejala yang berupa arus massal. Gejala yang umum terjadi atas orang-orang yang menonton peristiwa penyaliban yaitu mengejek mereka yang disalibkan. Itu adalah suatu arus massal. Gejala-gejala pengrusakan, perampokan dan kejahatan massal terjadi karena ada orang-orang yang terjun ke dalamnya. Demikianlah terjadi dalam dunia pemikiran, dunia fisik dan juga dunia rohani. Apakah Anda memuji Tuhan karena melihat orang lain atau karena mengetahui bahwa memuji Tuhan itu memang seharusnya? Apakah Anda mengikuti suatu kegiatan gereja hanya karena ikut-ikutan gejala umum? Pada waktu arus massal bergelombang menuju kepada jiwa-jiwa, betapa banyaknya pemuda/pemudi yang terjun ke dalamnya. Demikianlah kedua perampok ini turut ambil bagian di dalam arus massal yang mengejek Yesus.

Jauh lebih mudah bagi orang yang menderita siksaan untuk melemparkan perkataan jahat kepada orang lain ketimbang perkataan yang baik. Di dalam teriakan dan ejekan massa, kita dapat pula mendengarkan teriakan dari seorang perampok yang tidak bertobat: “Jika Engkau adalah raja orang Yahudi, selamatkanlah diri-Mu!” Ia berteriak agar Yesus turun dari salib dan menyelamatkan diri. Ini merupakan satu seruan dari Iblis! Ini merupakan satu seruan dari konsep Kristologi yang salah. Ini merupakan satu penyangkalan terhadap Kristus, dan sama sekali berbeda dengan konsep Kristologi yang dikatakan dalam Alkitab! Jikalau Kristus tidak mengalami kesengsaraan dan dipaku di atas kayu salib, maka tidak ada jalan pengampunan dan tidak ada pengantara yang bisa memperdamaikan manusia dengan Tuhan Allah.

Teriakan dari perampok yang berfilsafat iblis ini, bukan dimulai dari Golgota, melainkan dari padang belantara di mana Kristus menerima pencobaan dari iblis sebelum memulai pelayanan Mesias (Matius 4:8-10). Iblis mengatakan pada Yesus agar menyembah dia dan berjanji akan memberikan segala kerajaan dunia dan kemegahannya. Perkataan iblis menyembunyikan satu kalimat yang lain, yaitu: ”Jangan naik ke Golgota, sebab jika Engkau naik ke Golgota maka Engkau akan disiksa, diludahi dan akan dipermalukan.” Tetapi Yesus mengetahui perkataan yang ada dibalik perkataan iblis yang indah, yang menjanjikan segala kuasa dan kemuliaan dunia itu. Yesus Kristus menjawab: “Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan Allahmu dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti.” Jikalau tidak ada salib yang remeh, hina dan pengalaman yang pahit, maka tidak ada proses menuju kepada kemuliaan.

Sebelum Yesus Kristus bangkit, Ia harus mengalami kematian. Sebelum Dia memperoleh kemuliaan, Ia harus dipermalukan. Ini merupakan proses untuk menguji ketaatan Dia di hadapan Tuhan Allah. Sekarang datang lagi suara iblis melalui mulut perampok yang tidak bertobat, memberikan tantangan agar Yesus turun dari salib. Tetapi Kristus tidak menerima cara semacam demikian. Perampok itu pastilah seorang yang fisiknya kuat tetapi orang ini adalah seorang yang tidak mempunyai tanggung jawab dan pendirian di hadapan Allah melainkan seorang yang ikut-ikutan orang lain. Perampok ini juga memiliki pengenalan akan dosa tetapi tidak sadar akan arti dosa.

Pada waktu kedua anak Harun (imam besar yang pertama) dihukum mati oleh Tuhan (Bilangan 10:1-7), maka Musa mengatakan kepada Harun agar jangan menangis karena kematian anaknya, tetapi menangis karena dosa mereka! Ini penting sekali. Betapa banyaknya orang yang tidak sadar akan dosa, tetapi hanya sadar akan hukuman. Waktu berbuat dosa, manusia merasa bebas, enak dan tidak merasa apa-apa sampai akhirnya hukuman dan siksaan datang mereka baru sadar bahwa hukuman itu terlalu berat. Celakalah mereka yang mempunyai kesadaran akan hukuman dosa lebih daripada kesadaran akan arti dosa. Dan berbahagialah orang yang sadar akan arti dosa lebih dari hukuman dosa.

Perampok ini adalah seorang yang amat menyadari hukuman atas dosanya tetapi tidak menyadari akan kewajiban yang harus ditanggungnya karena berdosa kepada Tuhan Allah. Perampok ini tidak mengindahkan titik pusat dari wahyu Tuhan yang amat penting, yaitu pada waktu Kristus sengsara. Dia mungkin mengenal Kristus dari Perjanjian Lama yang dibacanya sejak kecil, karena orang Yahudi harus masuk ke dalam rumah sembahyang sejak mereka berumur lima tahun. Perampok ini belajar firman Tuhan, tetapi ia menerima konsep yang hanya separuh benar dan ia mungkin pergi ke rumah sembahyang/ sinagoge tapi mengerti firman Tuhan belum tuntas. Pengenalan yang tidak tepat dan tuntas mengakibatkan dirinya mempunyai iman yang goncang dan rohani yang timpang. Orang ini mengetahui Kristus, tetapi hanya percaya Kristus sebagai Penyelamat dengan kuasa-kuasa dunia yang besar dan tidak percaya jika Kristus tidak memiliki kuasa dunia yang besar.

Bukankah hari ini kita melihat ada banyak kepercayaan seperti ini? Bukankah hari ini banyak orang yang mengenal Kristus hanya sebagai Tuhan yang menyembuhkan penyakit? Bagaimana jika Tuhan tidak menyembuhkan dan tidak melepaskan kesulitan serta kepicikan yang Anda alami? Apakah Anda akan tetap percaya kepada Dia? Perampok ini mengambil konsep yang salah dan tidak mengetahui kesengsaraan Kristus sebagai pusat wahyu Allah dalam Alkitab. Perampok ini tidak takut akan Allah dan tidak bersedia untuk berjumpa dengan Allah.

Nabi Amos menyerukan seruan agung bagi segala zaman: “Bersiaplah untuk berjumpa dengan Tuhan Allahmu!” (Amos 4:12). Tetapi orang ini yang sudah hendak mati disalibkan dan melihat dengan matanya sendiri akan darah yang terus mengalir setetes demi setetes, tetap tidak bersedia bertemu dengan Tuhan Allah. Semakin menderita, semakin ia mencaci-maki Allah dan mengutuk orang lain, apakah ini sikap dari rohani Anda? Dalam keadaan seperti ini, kita melihat satu perubahan hidup yang besar pada perampok uang lain. Orang yang mempunyai pengalaman sama, tidak tentu mempunyai kesimpulan dan reaksi yang sama. Respons dari perampok yang satu, berlainan dari respons perampok yang ini. Ada satu pertobatan yang terjadi padanya.

Sengsara Kristus secara badaniah di kayu salib tidak berbeda dengan sengsara mereka yang disalibkan bersama-sama dengan Dia. Mungkin ada ribuan bahkan jutaan orang yang pernah dihukum mati di atas kayu salib dan mengalami kesengsaraan yang sama seperti Yesus Kristus, tetapi Kristus dan status-Nya yang berbeda secara kualitatif dengan semua orang, menjadi pusat perhatian kita. Kristus rela menderita. Setiap detik-detik yang kejam dan ganas sama-sama dilewati oleh Tuhan dan dua orang perampok. Kristus dan dua perampok itu sama-sama mengalirkan darah, tergantung di salib, disiksa, dan urat syaraf yang sudah dipaku, membuat para perampok itu menggeliat-geliat dan berteriak-teriak karena sakit yang tidak tertahankan. Setiap mereka membuat satu gerakan, maka sakit makin bertambah karena syaraf mereka dirangsang oleh penderitaan itu. Dan perampok yang bertobat ini mengalami perubahan yang hebat.

Atas pengaruh siapakah perubahan itu terjadi? Dan terjadi karena apa? Alkitab tidak memberitahu kita dengan jelas. Tetapi sikap Kristus di atas kayu salib dilihat oleh perampok itu, sehingga ia melihat, meskipun Kristus mengalami keadaan yang begitu menyakitkan dan pedih namun tetap tidak berteriak-teriak seperti dirinya. Orang yang darahnya terus mengalir akan mengakibatkan jantungnya berdebar lebih cepat dari biasa sehingga darah terus mengalir dengan kecepatan yang terus bertambah sehingga tidak ada satu detik pun orang itu bisa tenang. Orang itu tidak mungkin menenangkan jiwanya dan menghentikan sakitnya karena tidak ada waktu lagi.

Di tengah-tengah keadaan antara kematian dan kesakitan ada satu keberadaan yang kejam, pedih dan amat sulit ditanggung. Mungkin di bawah ada orang-orang yang khusus datang dari jauh untuk menyaksikan perampok ini mengalami hukuman atas segala pembunuhan dan kejahatan yang pernah dilakukannya. Pastilah banyak suara-suara yang mengejek dan mengutuk dia di bawah sana, tetapi bukan itu yang diperlukannya. Mungkin ia merindukan suara ibunya yang selalu memberikan nasihat agar rajin belajar di sekolah, namun sekarang ibunya tidak ada lagi.

Ia mungkin mengingat pula akan suara teman-temannya yang berperilaku buruk serta mengajaknya untuk tidak belajar di sekolah melainkan pergi mencuri kecil-kecilan, memakai obat bius, berjudi dan membuat kejahatan. Suara-suara seperti itulah yang menjadikan hidupnya rusak. Kini ia menyesal karena telah mendengarkan dan menerima suara-suara dari kawannya yang jelek. Dan banyak lagi suara-suara yang didengarnya dalam keadaan setengah sadar, mungkin suara dari kepala perampok yang menerima dia sebagai anggota. Ia mungkin pula membayangkan teriakan-teriakan dari orang-orang yang pernah dibunuhnya dan membayangkan akan mata orang yang mati ditangannya karena hati nurani terus bekerja dalam jiwanya. Sampai akhirnya suara Pilatus yang memutuskan bahwa dirinya harus disalibkan, maka tangis dan penyesalannya sudah terlambat.

Apa sebabnya orang tidak mempunyai kesadaran tentang akibat dosa sebelum melakukannya? Mengapa harus menunggu sampai sudah jatuih kedalam perzinahan, gagal dan berada dalam tangan setan, baru ada penyesalan? Semua orang bisa menangis akibat dosanya, tetapi berbahagialah mereka yang menangis sebelum berbuat dosa. Lebih berbahagia adalah mereka yang menangis sebelum berbuat dosa dan takut akan Allah, daripada mereka yang menangis sesudah berbuat dosa dan dihukum. Waktu perampok yang bertobat ini memutar tubuhnya dan tangannya yang dipaku tertarik, maka satu kepedihan yang luar biasa dialaminya.

Pada waktu itulah didengarnya satu perkataan dari Orang yang disalibkan di sebelahnya: “Ya Bapa, ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Mungkin air mata bercucuran dari perampok ini yang dari hati nurani yang paling dalam membutuhkan penghiburan dan haus akan kepuasan cinta yang dicarinya ke sana-sini. Meskipun kedua tangannya tidak bisa lagi menghapus air matanya dan juga butiran pasir yang ditiupkan angin ke muka dan matanya tetapi sinar matanya mulai tertuju kepada Kristus yang terpaku. “Lihatlah Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia!”

Yesus Kristus tidak takut dilihat. Barangsiapa mengkonsentrasikan mata rohaninya kepada Kristus, tidak mungkin orang itu tidak digerakkan oleh Tuhan. Di tengah-tengah kepicikan, kesedihan, sengsara dan kefasikan, ia dapat melihat air muka Yesus yang penuh dengan kasih, keadilan, keberanian, bijaksana dan penuh dengan rahmat Allah serta mendoakan orang berdosa, dan ini tidak pernah terjadi pada orang lain. Perkataan Kristus yang pertama telah merubah konsepnya yang semula. Beberapa hal yang terjadi pada perampok yang bertobat:

1. Mengubah Arah

Kita semua dilahirkan dalam aliran hidup Adam dan menuju kepada kebinasaan. Kita dilahirkan dengan membawa dosa asal yang menuju kepada kerusakan dan pemberontakan kepada Allah. Puji Tuhan! Karena waktu cinta kasih Tuhan dan penerangan Roh Kudus tiba kepada hati kita, maka hal yang pasti kita kerjakan yaitu merubah arah.

Mengapa ada orang yang sudah ratusan bahkan ribuan kali mendengarkan firman Tuhan tetap tidak bertobat dan berpaling kepada Tuhan? Apakah karena orang itu merasa dosanya terlalu besar di hadapan Allah? Apakah dosanya lebih besar dari dosa perampok yang disalibkan itu? Apakah manusia mempunyai banyak kesempatan untuk bertobat? Siapa yang menjamin bahwa kesempatan untuk bertobat itu banyak? Apakah orang harus menunggu agar dirinya dapat hidup lebih saleh supaya dapat bertobat? Siapakah yang menjamin bahwa hidup manusia dapat diubahnya sendiri sehingga menjadi lebih saleh?

Jikalau Matius 27:44 mengatakan bahwa kedua perampok yang disalibkan bersama-sama dengan Yesus mengejek Dia, maka dalam Lukas 23:40 mengatakan bahwa yang mengejek tersisa satu orang dan perampok yang bertobat ini tidak mengejek Yesus. Ada satu perubahan drastis yang terjadi dalam rohaninya.

2. Mengenal Arti Dosa Dan Bertobat

Janganlah menyesali akan hukuman, tetapi sesalilah dosa. Pada waktu sudah berbuat dosa kepada Tuhan, Daud mengatakan bahwa ia rela menerima hukuman yang harus ditanggungnya. Hukuman tidak disesali, tetapi yang disesali adalah perbuatan dosanya. Perampok ini berkata: “Tidakkah engkau takut, juga tidak pada Allah, sedang engkau menerima hukuman yang sama? Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita.” (Lukas 23:40-41). Dia sadar bahwa dirinya patut dihukum dan layak menerima hukuman yang setimpal.

3. Menerima Karya Kristus

Dia melihat keindahan, kemanisan, keajaiban dan rahasia Ilahi yang terus memancar dari Kristus. Bunga plastik dan bunga yang asli mungkin memiliki bentuk yang sama tetapi pasti memiliki harum yang berbeda. Bunga plastik kelihatan tahan lama dan bunga yang asli terlihat mudah menjadi layu. Tetapi bunga asli yang ada saat ini, memiliki zat yang sama dengan bunga pertama yang ada sebelum Adam diciptakan dan dari situ sampai sekarang tanpa henti terus-menerus berbunga. Bunga manakah yang lebih tahan lama? Bunga plastik dan bunga yang asli berbeda karena jika bunga plastik diperas dan disuling hasilnya akan menjadi bau, sedangkan bunga yang asli mengeluarkan keharuman. Keharuman yang berada di dalam hidupnya. Demikianlah Kristus Sumber dari hidup. Diri-Nya adalah hidup dan kebangkitan.

Waktu Dia disiksa dan diperas, maka yang keluar dari diri-Nya bukanlah kepahitan, kejahatan atau balas dendam, melainkan cinta kasih, keadilan dan kesucian sehingga menarik perhatian perampok itu untuk bertanya dalam hatinya: “Siapakah Dia? Bukankah sakit yang diderita-Nya sama dengan sakit yang kuderita? Tetapi mengapa respons Dia berbeda? Mengapa Dia mempunyai satu ketabahan dan kekuasaan yang begitu berani untuk menanggung kesengsaraan yang tidak bisa kutahan? Aku tidak akan mengerti Dia dan tidak bisa tahu apa sebabnya Yesus yang disalibkan mempunyai kekuatan yang demikian.”

4. Iman Yang Tertuju Pada Yesus Kristus

Integrasi antara Yesus dan Kristus merupakan hal yang begitu penting di dalam reaksi kita kepada Allah. Gabungan antara Yesus dan Kristus menjadikan iman dalam hati perampok yang bertobat. Perampok ini mengetahui bahwa Yesus yang dipaku ini adalah Kristus. Siapakah Kristus? Kristus adalah Pewaris Kerajaan Allah. Raja di atas segala raja. Mungkin ia pernah mendengarkan dari kecil cerita tentang Kristus di rumah ibadat. Lalu ia berdoa kepada Yesus: “Yesus, ingatlah akan aku apabila Engkau datang sebagai Raja.” Inilah integrasi antara Yesus dan Kristus yang adalah Pewaris Kerajaan Allah, dalam iman perampok itu.

Si perampok tidak berencana untuk mati pada hari itu. Tetapi kematian selalu tiba pada waktu yang tidak direncanakan. Kematian selalu terlihat terlalu cepat di luar dugaan, dan jika seorang harus mati secara disalibkan, bukankah lebih baik jika ia tidak pernah dilahirkan di dalam dunia? Perampok ini mengetahui bahwa dirinya akan segera mati. Ia sadar bahwa hidupnya berlainan dengan Yesus dan matinya juga berbeda. Yesus tenang dan ia tidak tenang. Meskipun ia tidak bersedia untuk mati, tetapi waktu kematian adalah fakta yang harus diterima. Dosa yang mengakibatkan pergolakan dan tidak adanya ketenangan di dalam hati manusia harus diselesaikan. Sudahkan Anda bersedia untuk berjumpa dengan Tuhan pada waktu kematian datang?

Pertanyaan lain yang timbul dalam hati perampok ini adalah: “Apakah hubungan Kristus dengan saya?”. Ini merupakan pertanyaan terbesar dan terpenting yang mungkin ditanyakan oleh orang berdosa. Roh Kudus bekerja dalam perkataan Kristus yang pertama sehingga menumbuhkan iman dalam hati orang ini. Iman dalam hatinya adalah iman yang jauh lebih besar dari iman siapa pun. Jangan kita meremehkan perampok ini, ia adalah orang yang pertama menerima pembasuhan dari darah Yesus Kristus! Jikalau Tuhan Allah memperbolehkan perampok ini menjadi orang pertama yang menerima pembasuhan darah Yesus, maka pasti ada sesuatu hal yang boleh kita terima bagi iman kepercayaan. Iman perampok ini lebih besar dari iman Paulus, Petrus dan semua rasul yang terbesar di dalam sejarah. Beberapa alssan yang menjadi pertimbangan adalah:

  1. Sang perampok sudah menjalani suatu pengadilan yang adil yang datang dari Alah sendiri. Dia melihat akan kebenaran Tuhan. Dari mulutnya mengatakan: Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita.” Ini adalah pengakuan yang agung, pengenalan yang tepat dan ini selalu tidak terjadi pada mereka yang menerima vonis dari pengadilan. Dia mengakui keadilan Allah dan tidak mengakui keadilan Pilatus. Ia mengetahui bahwa Pilatus tidak adil, sebab jika Pilatus adil maka dirinya sendiri akan dihukum dan Yesus akan dilepaskan. Perampok ini menyatakan bahwa apa yang terjadi pada dirinya adalah suatu hal yang adil, menyatakan bahwa ia mengenal keadilan Allah. Tuhan memperbolehkan Kristus mati secara demikian dan ia mengerti serta mengintegrasikan antara Kristus yang harus menderita sengsara dan tidak ada jalan lain untuk mengenal kebenaran Allah.
  2. Melalui Kristus yang tabah dan menahan sakit, sang perampok mengenal sifat Ilahi Kristus. Ia mengenal Kristus sebagai Allah, bukan manusia biasa. Betapa sulitnya mengubah konsep orang-orang Yahudi untuk percaya bahwa Yesus adalah Allah. Setiap kali Yesus Kristus berkhotbah untuk meyakinkan manusia tentang keilahian-Nya, maka Dia berdiri dan berteriak. Setiap kali Yesus mengajar tentang Kerajaan Allah, Ia duduk. Ini merupakan suatu hal yang menarik perhatian, apa sebabnya Kristus berdiri pada waktu berkhotbah dan duduk pada waktu mengajar? Waktu Kristus mengajar, sebagai Raja Ia mendidik orang, tetapi pada waktu berteriak tentang keilahian-Nya, Ia menyatakan diri sebagai manusia yang mempunyai sifat ilahi, Allah yang bersifat manusia. Kristus mempunyai kedua sifat itu, yaitu sifat Allah dan sifat manusia. Pengertian seperti ini jarang dimiliki oleh manusia. Nikodemus hanya sampai pada pengertian bahwa Allah menyertai Yesus tetapi belum mengerti bahwa Yesus Kristus sendiri adalah Allah. Ia melihat bahwa Yesus Kristus berdoa kepada Bapa-Nya, bukan kepada bapak di dunia yang melihat anak yang dihukum mati tetapi kepada Allah Pencipta alam semesta.
  3. Perampok ini mengenal akan anugerah pengampunan. Bagi Anda dan saya, istilah ini tidak banyak berarti apa-apa. Tetapi bagi perampok yang tidak memiliki pengampunan lagi sehingga dunia membuang dia, hukum Taurat mengutuk dia dan tata negara kerajaan Roma juga membuang dia, Pilatius menjatuhkan hukuman kepada dia dan tentara Romawi memaku tangannya. Dia tahu bahwa dirinya adalah orang yang terbuang dan tidak memiliki pengharapan lagi, dan dalam keadaan demikian dia mendengar suara Yesus yang mengatakan: “Ya Bapa, ampunilah mereka….”, bukankah ini satu hal yang menyadarkannya? Penebusan menjadi satu sinar cahaya yang begitu terang menerpa masuk ke dalam hatinya dan cahaya ini memberikan satu pengharapan yang baru dalam hatinya yang bukan saja mengenal Yesus sebagai Allah, tetapi juga sebagai Penebus. Kristus sebagai Penebus dosa yang bukan saja menyelesaikan hal politik dan militer dalam dunia tetapi juga yang menyelesaikan hal yang paling inti dan pokok, yaitu hubungan manusia yang sudah tidak berdamai dengan Allah.
  4. Perampok ini melihat akan kemuliaan dalam kekekalan Kristus dan mengetahui bahwa Kerajaan-Nya itu pasti datang! Ia percaya bahwa hidup tidak akan lewat begitu saja. Ia mengetahui bahwa Kristus yang saat ini disalib, akan menerima Kerajaan-Nya. Apakah rasul-rasul Yesus Kristus juga memiliki pengertian semacam demikian pada saat Ia disalibkan? Mungkin pada waktu sang perampok memanjatkan doa kepada Yesus, tidak ada seorang pun rasul yang ada di situ. Yohanes mungkin ke Golgota setelah si perampok mengatakan doanya kepada Tuhan. Semua rasul pergi karena terlalu kecewa, pengharapan mereka yang besar atas Kristus sudah tidak ada bahkan Yesus Kristus yang sudah mereka ikuti tiga setengah tahun sekarang gagal dan digantung di atas kayu yang kasar. Jika kita bandingkan, maka iman kepercayaan antara perampok dan para rasul mempunyai perbedaan yang telalu besar. Orang pertama yang ditebus dan dibasuh dengan darah Kristus adalah orang yang percaya bahwa salib bukanlah titik akhir, tetapi proses menuju kemuliaan.

Waktu Tuhan Yesus sudah bangkit dan menampakkan diri kepada rasul-rasul, barulah mereka di dalam keadaan curiga dan bimbang, mengetahui bahwa ada kemungkinan bahwa Kristus sudah bangkit. Tidak perlu bagi Yesus untuk bangkit dahulu dan menyatakan diri untuk memanggil perampok itu beriman kepada-Nya karena dia memiliki iman yang tidak perlu melihat mujizat kebangkitan Kristus dalam sejarah. Imannya langsung menuju kepada kekekalan. Perampok ini mempunyai iman yang bukan main besarnya. Ia berkata: “Yesus, ingatlkah akan aku apabila Engkau datang sebagai Raja.”

Setelah itu, kita akan melihat apa yang terjadi di atas kayu salib. Kristus adalah Manusia yang bersifat paradoks.

  1. Paradoks Kristus adalah paradoks yang terbesar di dalam sejarah. Tidak ada seorang pun di dalam sejarah yang lebih gagal dari Dia, tetapi di dalam kegagalan-Nya mengandung kesuksesan yang lebih besar dari siapa pun di dalam sejarah.
  2. Tidak ada orang yang dipermalukan lebih daripada Kristus; tetapi dalam keadaan dipermalukan itu Kristus menyatakan kemuliaan yang lebih dari segala orang yang pernah hidup di dalam dunia.
  3. Tidak ada seorang pun yang mengalami keadaan selemah Kristus yang tidak membela diri dan rela dibawa untuk dipaku seperti domba yang dibawa ke tempat pemotongan. Di dalam kelemahan Yesus Kristus yang paling hebat telah mengandung satu kuasa yang tidak ada bandingnmya.

Kita harus bersyukur pada Dia, inilah paradoks. Orang-orang yang berkumpul di bawah kaki Yesus Kristus tidak melihat paradoks ini, tetapi mereka hanya melihat kelemahan dan kebodohan Kristus yang diejek, diolok-olok dan tidak mempunyai kemuliaan. Tetapi perampok yang disalibkan bersama Dia melihat kemuliaan-Nya; Ia mempunyai mata rohani yang paradoksikal, yang menembusi akan kelemahan Kristus, sehingga beriman kepada kemuliaan. Ia melihat Kristus yang mengalami keadaan dipermalukan tetapi menuju kepada kemuliaan. Kristus yang mengalami kelemahan tetapi menuju kepada kuasa yang besar. Paulus mengatakan bahwa jika Allah itu bodoh, maka kebodohan Allah jauh lebih berbijaksana daripada kepandaian manusia; jika Allah itu lemah, maka kelemahan Allah itu jauh lebih perkasa daripada kekuatan manusia (1 Korintus 1:27-29). Itu artinya paradoks. Salib menjadi satu tanda yang memalukan bagi orang yang tidak percaya, tetapi salib menjadi satu tanda yang mulia bagi setiap orang yang ditebus. Keadaan paradoks ini menjadi titik permulaan bagi perampok ini untuk beriman kepada Yesus Kristus.

“Yesus, ingatlah akan aku apabila Engkau datang sebagai Raja”, demikianlah doa perampok yang bertobat kepada Yesus Kristus. Doanya merupakan satu perkataan terputus-putus atau pun rintihan (kata-kata yang diucapkannya menurut Injil bahasa Yunani, menggunakan kata kerja yang sepotong-sepotong dan tata kalimatnya belum sempurna). Ia tidak tahu kapan Yesus akan menerima takhta Kerajaan-Nya, yang diketahuinya adalah hari ini adalah hari yang gelap. Yang dia tahu adalah hari ini darahnya akan menetes sampai titik yang terakhir dan dirinya akan terpisah dari dunia. Yang dia tahu adalah bahwa hari ini adalah hari kecelakaan bagi dirinya dan juga bagi Yesus, tetapi ia mempunyai iman yang begitu agung, berfokus tepat pada sasaran dan berbobot. Ia tetap yakin, meskipun tidak mengetahui kapan Kristus akan menerima Kerajaan Sorga.

Meski sang perampok mempunyai pengenalan yang amat dangkal terhadap Kristus, tetapi ia tahu bahwa kematian bukanlah akhir dari segalanya. Ia tahu bahwa setelah kematiannya ia akan segera berjumpa dengan Allah. Ia memikirkan bagaimanakah berjumpa dengan Allah padahal seumur hidupnya penuh dengan dosa? Seumur hidupnya dipakai untuk merampok, berjudi, berzinah dan segala macam kejahatan. Bagaimanakah orang seperti itu dapat bertemu dengan Allah? Maka perampok itu menyeruikan doanya kepada Yesus. Ia tahu bahwa dirinya patut mati, ia menyesal akan dosanya dan tahu bahwa Yesus Kristus mengampuni dosanya. Jika dirinya tahu akan dihukum secara itu, tentulah ia tidak akan mau menjadi perampok. Jikalau dirinya tahu bahwa ada pengadilan Tuhan di alam semesta, tentu ia tidak akan sembarangan melanggar kesucian Allah. Jika dirinya tahu… jika….jika…..Tetapi jika sekarang sudah lewat, kesempatan tidak kembali! Matahari yang tenggelam akan terbit kembali tetapi manusia mati tidak akan ada kesempatan untuk hidup lagi. Semuanya sudah terlambat namun ia hanya meminta satu hal, yaitu agar Yesus mengingat dia……

Jawaban Yesus kepada perampok yang bertobat yaitu kalimat ke-dua di atas kayu salib: “Amin! Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.”

Salib Kristus yang bersinar sekarang mengeluarkan cahaya yang ke-dua. Cahaya yang ke-satu yaitu cahaya yang mengampuni dosa dan cahaya yang ke-dua adalah penerimaan orang yang berdosa untuk kembali ke dalam Kerajaan Allah. Jawaban Kristus dalam bahasa aslinya yaitu Amin, artinya Ia bukan menerima seruan dari perampok yang tidak bertobat yang menyodorkan kepada-Nya Kristus yang tanpa salib. Kristologi tanpa salib. Yesus tidak mengaminkan Kristologi tanpa salib. Tetapi Yesus mengaminkan Kristologi dengan salib.

Perampok yang bertobat ini seolah-olah berkata kepada-Nya: “Saya tahu Engkau harus mati. Saya tidak minta Engkau turun dari salib, karena jika Engkau turun maka Engkau tidak bisa mengampuni dosa. Dengan mati di atas kayu salib, barulah Engkau bisa mengampuni dosa. Saya sadar bahwa pengampunan perlu pengaliran darah, perlu salib, itu adalah satu ketetapan Allah. Saya tidak minta Engkau turun, tetapi saya percaya bahwa Engkau yang tidak turun adalah Yesus yang akan naik ke atas takhta menjadi Raja di atas segala raja.”

Yesus menyambut dengan kata amin kepada iman dengan Kristologi yang begitu agung, baik, murni dan teguh. Segala kerelaan, kebenaran dan kesungguhan hati Kristus dicurahkan kepada setiap orang yang bertobat di bawah pengenalan Kristologi yang benar. Barangsiapa yang bertobat secara emosional tetapi tidak mengenal siapa Kristus dengan iman yang benar, maka pertobatannya tidak menjamin dirinya diselamatkan. Betapa banyaknya penginjil yang mengadakan kebaktian untuk memanggil orang bertobat dengan cara menggugah emosi orang semata-mata tanpa memberitakan Kristus dan salib-Nya. Kristus adalah satu-satunya Juruselamat dan tanpa pengaliran darah-Nya di kayu salib tak ada pengampunan dosa. Hal seperti ini tidak pernah mereka beritakan. Yesus mengaminkan iman kepercayaan yang dibangun atas pengenalan akan Kristologi yang benar.

Tuhan Yesus mengatakan: “Amin! Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini...” Hari ini adalah satu kalimat yang agung. Hari ini ….adalah kalimat yang berisi satu kepercayaan dan jaminan kepada manusia yang bertobat akan keselamatan dan hidup kekal. Keselamatan dan hidup kekal dimulai pada waktu Anda bertobat, bukan dimulai pada waktu Anda mati. Orang Kristen tidak perlu berdoa bagi orang mati supaya orang itu mudah-mudahan mendapat tempat di sisi Tuhan. Baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, tidak pernah ada dan tidak mungkin ada ajaran maupun doa bagi orang mati, juga doa yang mengatakan mudah-mudahan orang yang mati itu di terima di sisi Tuhan. Doa semacam itu tidak perlu, karena doa semacam itu berisi satu tanda tanya dan pengharapan akan hidup setelah kematian yang belum memiliki jaminan yang penuh. Tetapi apa yang diberikan oleh Kristus adalah jaminan hidup kekal yang dimulai pada hari orang bertobat dan menerima Dia menjadi Tuhan dan Juruselamat.

Sejak Kristus mati disalibkan sampai sekarang sudah berlangsung kira-kira dua puluh abad. Kita yang diselamatkan diberikan jaminan hidup kekal tanpa perlu menanti, bukan pula pada hari kiamat, tetapi pada hari ini juga, hari pertobatan. Kristus berkata: “Amin! Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga Engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di Firdaus.” Apakah Anda melihat keagungan kepercayaan, jaminan dan janji dari Yesus Kristus kepada orang percaya? Barangsiapa percaya kepada Yesus Kristus, ia mendapat hidup yang kekal.

Kristus adalah satu-satunya Oknum yang pernah dilahirkan dan hidup di dunia sebagai manusia yang boleh mengatakan kalimat kedua di atas kayu salib ini. Dia adalah Tuhan yang menjawab kepada Musa: “Aku adalah Aku.” Yesus Kristus adalah satu-satunya manusia yang pernah dilahirkan dalam dunia, tetapi yang mempunyai keberadaan dari kekal sampai kekal. Jika kita mengetahui Kristus, mengenal Dia dan menuruti perintah-Nya, maka kita tahu bahwa kita sudah keluar dari maut dan masuk ke dalam hidup (1 Yohanes 5:1-13). Jaminan Kristus adalah jaminan yang agung yang membedakan Kristen dengan segala agama.

“Engkau beserta dengan Aku.” Perkataan di atas kayu salib ini dapat kita bandingkan dengan perkataan malaikat yang kepada Maria dan Yusuf memerintahkan agar bayi yang akan dilahirkan Maria disebut Immanuel. Apakah artinya Immanuel? Allah beserta kita. Yesus Juruselamat akan disebut Immanuel dan sekarang Immanuel yang disalibkan yang adalah Immanuel, menjanjikan Immanuel kepada orang pertama yang dibasuh dengan darah-Nya. “Amin. Dengan sesungguhnya Aku berkata kepadamu, hari ini juga engkau akan bersama-sama dengan Aku….” Beberapa jam kemudian setelah Kristus melontarkan jawaban yang begitu agung kepada perampok ini, maka hari itu juga sesudah matahari terbenam prajurit-prajurit datang memotong kaki perampok yang tidak bertobat, juga kaki perampok yang bertobat. Dan waktu itu Kristus ditombak karena mereka melihat bahwa Ia sudah mati. Siapakah yang mati lebih dahulu? Kristus atau perampok itu? Kristus mati lebih dahulu. Pada jam tiga Kristus mati. Prajurit-prajurit memotong kaki kedua orang lain yang disalibkan bersama Kristus karena mereka belum mati.

Tetapi satu hal yang menarik adalah perampok yang sudah mendapat jawaban dari Yesus Kristus sudah menjadi tenang dan tidak berbicara apa-apa lagi. Perampok yang bertobat sudah mempunyai ketenangan seluruh hidupnya di hadapan Tuhan Allah. Dan kepercayaannya akan janji Kristrus, memberikan kestabilan rohaninya sampai ia boleh berjumpa dengan Kristus. Perampok ini tidak ribut, tidak bertanya, tidak sangsi dan mendapatkan kekuatan yang terbesar untuk menahan sakit yang sementara karena dia menerima janji Kristus yang begitu agung: “Hari ini juga engkau akan beserta dengan Aku di dalam Firdaus.” Puji Tuhan!

Di dalam kalimat Kristus yang ke-dua di atas kayu salib ini kita mendapat doktrin-doktrin yang begitu kuat untuk melawan ajaran-ajaran yang sesat yang pernah timbul di segala zaman. Apakah perampok ini diselamatkan karena dibaptis? Tidak. Apakah perampok ini diselamatkan karena terus mengikuti kebaktian? Tidak. Apakah perampok ini diselamatkan karena melakukan hidup beragama dan segala syariat Taurat? Tidak. Hal ini tidak berarti bahwa Anda yang sudah bertobat tidak perlu dibaptis, tidak perlu mengikuti Perjamuan Kudus ataupun tidak perlu mengikuti kebaktian dalam gereja. Melainkan Anda harus menjalankannya karena itu untuk mengingat akan Tuhan dan mempersekutukan Anda dengan orang beriman yang lain. Demi nama Yesus Kristus, saya berkata kepada Anda: “Keselamatan tidak berdasarkan melakukan hidup keagamaan dan mengikuti segala syariat Taurat atau mengumpulkan amal jasa diri manusia sendiri.” Keselamatan adalah anugerah Allah. Sola gratia. Tidak ada yang lain yang boleh ditambahkan kepada anugerah Allah sebab anugerah Alah itu sempurna dan mutlak. Jikalau ada orang yang menambahkan anugerah Allah dengan jasa manusia untuk bersama-sama mengerjakan keselamatan maka orang itu adalah orang yang sudah dipengaruhi oleh bidat-bidat.

Puji Tuhan! Karena orang pertama dalam Perjanjian Baru ini yang dibasuh dengan darah Tuhan adalah orang yang diselamatkan di luar jasa manusia, di luar kelakuan manusia, di luar kelayakan manusia. Kita mengenal doktrin sola gratia, semua dari anugerah dan hanya dari anugerah, tidak ada yang lain lagi. Kita diselamatkan bukan karena hak, bukan karena beribadat, bukan pula karena kita mencintai Tuhan, melainkan karena Tuhan mencintai kita dengan anugerah yang cuma-cuma dan berharga kepada kita.

Tuhan berkata: “Hari ini juga engkau akan bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.” Perkataan ini melawan doktrin tentang api penyucian. Apakah perampok yang bertobat ini perlu masuk ke dalam api penyucian? Tidak. Berarti doktrin tentang api penyucian (purgatory) tidak pernah ada di dalam Alkitab. Jika doktrin api penyucian itu ada, maka orang yang seperti perampok yang banyak dosanya ini perlu masuk ke dalam api penyucian berartus-ratus kali. Tetapi Tuhan Yesus menjamin bahwa perampok itu akan bersama-sama dengan Dia di Firdaus. Doktrin api penyucian tidak akan bisa berdiri di hadapan Tuhan Yesus yang mengatakan jaminan itu.

Perkataan Kristus yang ke-dua ini juga melawan akan universalisme. Di dalam Kristus dan melalui kuasa Roh Kudus, Allah menyelamatkan orang bertobat dan bukan semua orang akan diselamatkan melainkan hanya mereka yang percaya kepada Kristus dan menerimanya sebagai Tuhan dan Juruselamatnya pribadi. Yesus tidak berkata: “Hari ini semua akan beserta dengan Aku di Firdaus.” Yesus juga tidak mengatakan bahwa kedua perampok yang disalibkan bersama-sama dengan Dia, baik yang bertobat maupun yang tidak akan dirangkul-Nya dan dibawa-Nya ke Firdaus, tidak. Yesus berkata: “Hari ini juga, engkau akan bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.” Berarti orang lain tidak dibawa-Nya ke Firdaus melainkan hanya orang yang bertobat dan mengenal Kristus dengan sesungguhnya. Mereka yang tidak bertobat dan mempermainkan doktrin-doktrin Alkitab serta memperalat Kitab Suci untuk mencarikeuntungan bagi agama sendiri akan binasa beserta dengan dosanya sendiri. Hanya mereka yang bertobat akan diselamatkan.

Perkataan Yesus juga melawan doktrin yang mengatakan bahwa jiwa orang mati itu tertidur. Yesus Kristus tidak mengatakan hal itu, melainkan orang mati yang bertobat akan berserta dengan Dia. Yesus Kristus dan orang tebusan-Nya akan memiliki satu hubungan yang tidak pernah ada di dunia, dalam kesadaran bukan ketiduran. Dari abad ke abad kita melihat betapa banyaknya doktrin yang tidak beres mengenai hidup setelah mati. Semua akan menjadi rusak, gugur dan suram jika dibandingkan dengan kalimat Kristus yang ke-dua yang diucapkan-Nya di atas kayu salib. “Verily, verily, I tell unto you, today you will be with Me in paradise.” F.B. Meyer mengatakan:

Engkau meminta kepada-Ku: “Hari itu….”
Aku berkata : “Hari ini….”
Engkau meminta kepada-Ku: “Ingatlah aku….”
Aku berkata: “Aku beserta denganmu, bukan hanya ingat.”
Engkau minta Aku mengingat engkau di dalam Kerajaan-Ku
Aku berkata: “Di dalam Firdaus juga.”
Aku mencintai engkau, jauh lebih dari doamu yang terindah
Aku memberi anugerah kepadamu,
jauh lebih berarti dari imanmu yang paling baik
Meskipun imanmu tepat, meskipun doamu baik,
tapi belum pernah melampaui anugerah dan janji-Ku
yang jauh lebih besar dari iman dan doa permintaanmu.

Sudahkah Anda berdoa kepada Tuhanh dan mengenal Kristus yang harus sengsara? Janji dan anugerah-Nya tidak kosong belaka. Barangsiapa yang akan datang kepada Kristus akan dijawab-Nya: “Amin! Hari ini engkau bersama Aku di dalam Firdaus.”

Beberapa jam setelah disalibkan, jiwa Kristus masuk ke dalam Firdaus dan malaikat-malaikat menyambut Dia. Tetapi di luar dugaan malaikat-malaikat, Kristus membawa jiwa yang lain! Waktu dilihat dengan teliti, malaikat-malaikat melihat bahwa jiwa itu adalah jiwa yang paling rusak, paling jelek dan mempunyai satu bayang-bayang yang mengagetkan. Waktu Kristus menyuruh membuka pintu Firdaus, maka yang masuk adalah Kristus dan buah sulung dari Golgota yaitu perampok yang kedua kakinya sudah dipotong. Tetapi walaupun demikian, lebih baik baginya masuk ke dalam sorga dengan kedua kaki yang sudah dipotong daripada masuk ke neraka dengan kaki yang lengkap. Di dalam Firdaus, di dalam kekekalan, suatu hari saya juga akan berjumpa dengan Tuhan dan dengan perampok itu.

Kiranya kita berkata kepada Tuhan: “Berilah iman kepadaku seperti yang telah Engkau berikan kepada perampok itu, yang telah menggabungkan pengertian akan Yesus dengan Kristus. Menggabungkan sengsara Kristus dengan Kerajaan Sorga. Menggabungkan pengampunan-Nya dengan diri kita yang tidak layak.” Dan Tuhan berkata: “Amin! Aku berkata kepadamu, sesungguhnya engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.”

PERKATAAN KETIGA:

“Wanita, inilah anakmu…..inilah ibumu.”

Bacaan : Yohanes 19:23-27

Yesus mengatakan perkataan pertama di atas salib, bukan kepada manusia. Segala sesuatu yang datang kepada-Nya dari manusia tidak akan mempengaruhi hubungan-Nya dengan Allah Bapa. Segala siksaan dan sengsara yang diderita-Nya memang adalah salah satu tujuan kedatangan-Nya ke dalam dunia. Hal ini tidak bisa merusak hubungan vertikal antara Kristus sebagai Anak yang suci dengan Bapa yang suci.

“Ya Bapa, ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Dari sini-lah titik tolak timbulnya cinta kasih yang paling agung yang keluar dari Sumber Kasih itu sendiri ke dalam sejarah manusia. Di luar Kristus tidak ada sumber kasih yang lain yang boleh dibandingkan dengan-Nya yang menjadi Sumber Kasih yang murni dan mutlak sejati. Kristus mengatakan kalimat pertama itu di atas salib, yang merupakan satu teori yang dibarengi dengan fakta, satu doa yang diiringi pencurahan darah diri sendiri. Tanpa pengorbanan, doa syafaat bagi pengampunan dosa orang lain itu hanya doa yang kosong. Kristus tidak hanya mendirikan semacam teori pengampunan dosa yang tidak memerlukan pengorbanan atau tidak perlu substitusi. Kristus mati bagi orang-orang yang didoakan-Nya, Kristus mati berkorban bagi orang-orang yang memusuhi Dia dan darah-Nya sudah bersedia menerima mereka yang suatu saat mengalami pengenalan akan Dia.

Jika kalimat pertama ditujukan Kristus kepada Allah yang Mahasuci, maka kalimat yang ke-dua ditujukan-Nya kepada orang yang maha jahat. Demikianlah Kristus menjadi Pengantara antara Allah dan manusia. Mediator between The Holy God and sinful man. Mediator between The Highest God anda wicked man. Sekarang Kristus menjadi Pengantara antara Allah yang Mahatinggi dan suci dengan manusia yang paling jahat dan najis. Di antara dua ekstrim ini, Yesus Kristus ada di tengah-tengah Allah dan manusia. Dia dikirim ke dalam dunia untuk menjadi Pengantara. Hanya ada satu Allah, di tengah-tengah Allah dan manusia hanya ada satu Pengantara. Dia adalah Kristus yang pernah turun menjadi manusia. Apakah orang yang sudah hampir mati masih boleh mendapatkan pengharapan akan hidup? Apakah orang yang sudah tidak mempunyai pengharapan masih boleh dihiburkan? Apakah orang yang sudah meneteskan darah menuju kepada kuburan masih mempunyai pegangan untuk boleh diselamatkan? Ya!

Jawaban yang tegas muncul dari Kekristenan, jawaban yang tegas muncul dari salib dan Golgota. Itulah sebuah jawaban positif dari Allah. Kristus memberikan jawaban yang tegas dan positif mewakili Kekristenan, dengan semangat yang begitu hebat dan tidak ada bandingnya di dalam dunia. Orang yang paling besar dosanya pun masih bisa diselamatkan! Tidak ada satu dosa yang terlalu besar sehingga tidak bisa diampuni oleh Yesus Kristus. Tidak ada satu dosa yang terlalu besar sehingga darah Kristus tidak berkuasa menghapuskannya. Tidak ada satu hal pun yang merintangi manusia sehingga Kristus tidak bisa menyelesaikan, kecuali tanpa iman dan menolak Kristus sebagai satu-satunya jalan pengampunan, satu-satunya Mediator atau Pengantara antara Allah dan manusia. Di dalam kalimat pertama dan ke-dua kita melihat Kristus sebagai satu-satunya Pengantara. Kristus sebagai satu-satunya yang memperdamaikan manusia dengan Allah. Kristus satu-satunya Juruselamat yang memberikan pengharapan kepada manusia anak-anak Adam. Anak-anak pemberontak dan anak-anak murtad. Bagi anak-anak yang sudah melupakan janji Allah, Kristus menyediakan jalan untuk boleh kembali.

Sesudah menyatakan pekerjaan sebagai Pengantara yang menyatukan manusia dengan Allah, maka Kristus melihat kembali kepada mereka yang memaku Dia dan orang-orang di bawah salib yang menonton-Nya. Tontonan ini terlalu hebat karena yang di atas kayu salib bukan saja dua orang perampok tetapi juga Orang terkenal. Pada waktu hidup-Nya Kristus adalah orang yang paling terkenal di zaman-Nya. Gubernur Pilatus sudah berjam-jam melihat Dia dan akhirnya menjatuhkan hukuman kepada-Nya, Herodes juga berjumpa dengan Dia. Banyak politikus Romawi, hakim-hakim, ahli-ahli Taurat dan pemimpin-pemimpin agama Yahudi yang tertinggi sampai kepada rakyat jelata bahkan pengemis-pengemis pernah melihat Dia. Waktu Yesus berkhotbah, berpuluh-puluh ribu orang berduyun-duyun datang mendengarkan Dia (Lukas 12). Begitu banyak orang mengenal nama-Nya, begitu banyak orang yang sudah menerima kesembuhan dari Dia; begitu banyak orang yang sudah mendengar khotbah yang begitu dahsyat dari Dia dan begitu banyak orang sudah menerima anugerah yang mengalir keluar dari hidup-Nya yang ajaib itu. Nama-Nya sudah disiarkan di sana-sini. Dia pernah membangkitkan orang mati lebih banyak dari nabi siapa pun dalam sejarah. Dia menyembuhkan orang yang timpang, mencelikkan mata orang yang buta, meluruskan orang yang bongkok dan menghentikan air mata seorang ibu yang harus menghantar anak tunggalnya pergi ke kuburan.

Yesus Kristus dengan pekerjaan-Nya yang ajaib dan kuasa-Nya yang besar telah menggemparkan zaman itu, maka nama-Nya disiarkan di sana-sini. Bahkan orang dari Yunani datang mencari Dia. Nama Yesus bukan saja termashur di Galilea, tanah Yudea dan Samaria melainkan telah termashur ke daerah Yunani. Orang Yunani yang telah banyak dipengaruhi oleh Sokrates, Plato dan Aristoteles dan menjadi bangsa yang penuh dengan filsafat, mengirim orang kepada Yesus untuk menawarkan kemungkinan bagi Dia mengajar orang Yunani. Dan menurut orang banyak, tidak mungkin Orang yang begitu termashur sekarang disalibkan. Ini merupakan satu hal yang tidak mungkin terbayangkan. Bagaimana Orang yang begitu baik sekarang disalibkan? Sekarang, orang-orang di bawah salib boleh memikirkan apa artinya politik, hukum dan agama. Jika di bawah kolong langit masih ada keadilan, cinta kasih dan arti agama yang sesungguhnya, mengapa Yesus Kristus di paku diatas kayu salib? Apa artinya agama? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu terus timbul di antara massa yang menonton penyaliban. Masa yang tidak dapat dihitung banyaknya.

Beribu-ribu bahkan mungkin puluhan ribu orang yang pergi ke Golgota menonton Orang terkenal yang disalibkan. Tuhan Yesus melihat kepada orang-orang yang ada di bawah salib. Dia yang ada di atas salib melihat kepada massa yang terbentuk dari macam-macam orang. Ada orang yang tidak tahu apa-apa, ada orang yang terheran-heran tidak mengerti, ada yang sekedar mampir untuk melihat peristiwa yang hebat. Ada sekelompok orang lain yang sekedar ikut-ikutan. Itulah orang-orang yang pada beberapa waktu sebelumnya ikut-ikutan berteriak: “Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel!” Pada saat Yesus masuk ke kota Yerusalem, beribu-ribu orang berbaris di tengah jalan bagaikan menyambut raja yang agung. Tetapi orang-orang yang berteriak-teriak “Hosana! Hosana!” adalah juga orang-orang yang berteriak-teriak: “Salibkan Dia! Salibkan Dia!” Itulah perubahan massa. Massa tidak dapat diterima sepenuhnya. Massa tidak dapat disandari, juga tidak bisa dipercaya.

Soren Aabye Kierkegaard mengatakan dalam bukunya bahwa massa itu bagaikan seekor anjing yang menggoyangkan ekor pada waktu ia baik dan menggigit tuannya sendiri pada waktu ia marah. Massa adalah orang-orang yang selalu tidak mengetahui arah tujuan mereka. Dari atas salib Yesus melihat manusia yang suka berubah. Ia melihat manusia yang dicipta menurut peta dan teladan Alllah dengan sifat kekekalan yang begitu mulia tetapi yang sekarang sudah tidak memiliki kemuliaan yang sesungguhnya. Yesus melihat lagi sekelompok yang lain yang simpatik kepada diri-Nya. Sebagai manusia, Yesus terhibur karena orang-orang seperti itu. Jikalau di bawah kayu salib tidak ada orang-orang yang simpatik kepada Yesus, maka dunia ini terlampau kejam. Di dalam kesengsaraan, kesulitan dan air mata pasti ada beberapa orang yang dikirim oleh Tuhan untuk menghibur Anda. Di dalam dunia yang penuh dengan kekejaman, kepedihan dan penganiayaan, Tuhan tidak meninggalkan orang yang cinta akan Dia.

Pada waktu Yesus melihat dari kayu salib, darah menetes dari kepala-Nya yang sudah tertusuk oleh mahkota duri, Darah-Nya tercampur oleh keringat dan masuk ke dalam luka-luka yang lain, sehingga mengakibatkan keperihan yang besar. Selain dari prajurit-prajurit yang menjalankan tugas, ahli-ahli Taurat yang bersyukur atas kematian-Nya, penonton, pengawas keamanan, perampok-perampok yang berteriak-teriak kesakitan di atas salib yang lain, orang-orang yang mengolok-olok dan mengejek Yesus di bawah salib dan orang-orang yang mencaci-maki perampok-perampok, Yesus juga mendengar suara tangisan dari beberapa perempuan. Siapakah yang mengatakan bahwa perempuan itu lemah? Yang berjiwa berani adalah perempuan. Perempuan-perempuan yang berjalan kaki mengikuti sampai di bawah salib, mempunyai satu keberanian yang terlalu besar. Ketabahan, keberanian dan ketekunan seperti ini, tidak bisa dibandingkan dengan pria-pria. Di manakah Petrus, Thomas, Andreas, Filipus dan Natanael? Di manakah rasul-rasul yang lain? Di manakah rasul-rasul yang mengatakan bahwa mereka tidak akan meninggalkan Yesus meskipun sampai mati? Mereka semua sudah pergi.

Alkitab mengatakan bahwa ada perempuan-perempuan di dekat salib Tuhan Yesus. Perempuan mempunyai peranan yang penting di dalam melayani Tuhan. Para ibu hendaklah menjadi ibu yang agung, perempuan-perempuan hendaklah menjadi wanita Kristen yang agung. Wanita yang bukan hanya berdiri di sisi pohon natal dan yang bukan hanya berdiri di pinggir peti mati. Banyak orang Kristen yang bisa disebut sebagai orang Kristen di pinggir pohon natal, artinya waktu pohon natal keluar orang tersebut ikut keluar dan waktu pohon natal pergi, orang itu ikut pergi. Orang Kristen di pinggir peti mati adalah orang yang tidak pernah mau mendengar firman Tuhan sampai dokter mengatakan pada dirinya bahwa ajalnya sudah dekat dan peti mati sudah tersedia. Pada waktu dekat dengan peti mati orang tersebut cepat-cepat menjadi orang Kristen dan menerima Tuhan, itulah orang Kristen di pinggir peti mati. Perempuan-pertempuan yang dilihat oleh Yesus pada waktu mengalami kesengsaraan-Nya yang terbesar adalah perempuan-perempuan yang mengikut Dia sampai di pinggir kayu salib. Di pinggir salib, bukan di pinggir pohon natal dan bukan di pinggir peti mati. Di pinggir salib, mereka menyatakan hati yang begitu mulia dan agung kepada Yesus Kristus yang mereka kasihi.

Di antara perempuan-perempuan itu ada ibu Yesus Kristus, ibu Yohanes istri Zebedeus, dan ada juga seorang bernama Maria Magdalena. Mereka adalah orang-orang yang pernah menerima anugerah-Nya, orang-orang yang mencintai Dia. Ibu-ibu yang ada di situ melihat Yesus Kristus. Betapa sulitnya bagi seorang wanita untuk merebut tempat paling depan di antara ribuan orang yang berjejal di satu tempat. Kekuatan apa yang ada pada perempuan-perempuan ini? Kekuatan cinta kepada Tuhan!

Perempuan-perempuan yang sudah tua ini naik ke bukit Golgota bukan dalam suasana gembira melainkan dengan hati yang hancur karena Orang yang paling mereka cintai, hormati dan disembah sujud oleh mereka adalah Orang yang sekarang di paku di atas kayu salib. Mereka menjejakkan kaki di bukit Golgota dan duduk dan berlutut di bawah salib Kristus. Pada waktu itu tidak seorang pun yang bisa mengatakan perkataan apa pun selain dari menangis dan merasa simpatik. Dan simpatik mereka pun pernah ditolak oleh Kristus secara terhormat. Yesus Kristus mengatakan: “Hai puteri-puteri Yerusalem, janganlah kamu menangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu.” (Lukas 23:28). Apa arti kalimat ini? Kalimat ini berarti: Kristus yang menanggung dosa tidak perlu akan simpatik dari manusia. Kristus tahu bahwa manusialah yang memerlukan kasih-Nya dan bukan Dia yang memerlukan kasih manusia. Jelaslah pada waktu Kristus mau disalibkan untuk menanggung dosa manusia, Ia mempunyai satu kesadaran yang begitu jernih. Ia mempunyai pemikiran dan prinsip yang begitu ketat yaitu bahwa Dialah yang akan menanggung segala dosa dan manusia tidak mempunyai bagian di dalam mengerjakan keselamatan.

Siapakah isteri Zebedeus? Ibu dari Yohanes dan Yakobus. Orang yang beberapa hari sebelumnya pernah berdoa supaya kedua anaknya kelak dalam kerajaan sorga boleh duduk di sebelah kanan dan kiri Tuhan (Matius 20:20-22). Ibu dari Yohanes dan Yakobus ini ingin agar keluarganya menonjol lebih dari murid-murid lain yang mengikut Yesus Kristus. Secara jasmaniah, kedua anak dari Zebedeus mempunyai hubungan darah dengan Yesus Kristus. Mereka juga mempunyai harta benda yang jauh lebih banyak dari para murid yang lain. Di antara pengikut Yesus, ada yang kaya dan ada yang miskin. Yohanes dan Yakobus tampaknya lebih kaya dari orang-orang lain yang mengikut Yesus. Ibu ini mau agar kedua anaknya menjadi orang yang paling penting di dalam Kerajaan Allah. Ia akan puas jika melihat kedua anaknya mempunyai kedudukan yang paling tinggi. Perempuan lain yang ada di bawah salib adalah Maria Magdalena. Tuhan pernah mengusir tujuh setan dari tubuhnya. Maria Magdalena mengetahui dengan sesungguhnya akan arti kuasa Allah melalui Kristus. Dia mengetahui dengan sesungguhnya akan anugerah yang besar yang pernah dialaminya. Anugerah dan kuasa Allah dimengerti oleh Maria Magdalena karena pengalaman pribadinya selama bertahun-tahun diikat oleh iblis, sudah dilepaskan dari padanya.

Kristus melihat lagi seorang yang paling menyedihkan diri-Nya sebagai manusia. Ibu-Nya. Ibu-Nya sendiri. Siapakah ibu yang suka melihat jika anaknya di paku di atas kayu salib? Siapakah ibu yang tidak mengharapkan anaknya berumur panjang? Ibu mana yang tidak mengharapkan agar anaknya sehat-sehat dan mengalami hari-hari yang lancar? Pada waktu mudanya, Maria begitu mengharapkan kedatangan Mesias. Pada waktu mudanya, Maria adalah seorang perawan yang begitu hormat dan takut kepada Allah, beriman dan siang malam berdoa di hadapan Tuhan. Dia seorang wanita yang tenang dan tidak banyak bicara tetapi dia bukanlah orang biasa. Dia adalah orang berbijaksana, beribadat dan mempunyai teologi yang kuat dan memiliki pengenalan akan Tuhan yang tepat. Di dalam nyanyian pujian Maria kepada Allah yang disebut Magnificat (Lukas 1:46-56), kita dapat melihat pengenalannya akan Perjanjian Lama. Istilah yang dipakainya untuk memuji Tuhan, menunjukkan bahwa dirinya bukan manusia biasa melainkan seorang gadis yang luar biasa dan sungguh-sungguh cinta kepada Tuhan serta mengutamakan Allah lebih daripada yang lain.

Maria adalah anak gadis yang diterima dengan baik oleh Tuhan. Ia diberkati lebih besar dari pada orang lain. Ia dikunjungi oleh Gabriel, penghulu malaikat yang besar. Jika kita perhatian maka tidak ada seorang gadis yang mendapat berkat begitu besar untuk menerima kunjungan dari penghulu malaikat Gabriel. Pada waktu Gabriel menyatakan diri kepada Maria, Maria begitu takut, hormat dan menerima perkataan-perkataan nubuat yang ajaib yang keluar dari pada Gabriel: “Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah yang Mahatinggi. Dan Tuhan Alah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhurnya, dan Ia akan menjadi Raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan. Ia kan disebut sebagai Yang Kudus dari Allah.” (Lukas 1:31-33).

Hal-hal ini didengar oleh Maria sebelum ia menikah. Meskipun ia sudah bertunangan dengan Yusuf, tetapi ia belum menikah. Di dalam watak yang begitu suci dan murni, Maria mendengar perkataan-perkataan ini. Perkataan-perkataan yang memberikan satu penghartapan dan satu kekuatan yang terbesar di dalam dunia. Dan tidak ada satu orang gadis pun yang pernah menerima pengharapan yang besar seperti ini.

“Hendaklah engkau menamai Dia Yesus.” Yusuf juga pernah menerima perkataan ini dan Maria juga. Mereka berdua menerima nama yang sama untuk anak yang akan dilahirkan yaitu Yesus. Waktu mendengarkan semua janji ini, ia segera mengaitkannya dengan kehidupannya sendiri. Maria bukan seorang yang beribadat dengan cara emosionil saja melainkan ia amat rasionil. Ia bertanya, “Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?” Dan Gabriel mengatakan pula kepadanya bahwa Roh Kudus akan turun atas dia dan kuasa Allah akan menaunginya. Bagi Maria, perkataan-perkataan Gabriel ini menimbulkan kontradiksi yang besar. Ia tahu bahwa hal ini adalah satu kebahagiaan yang didampingi oleh satu bahaya yang besar. Ada kewajiban, tetapi ada juga bahaya. Betapa banyak orang yang sudah menerima bahagia dan berkat dari Tuhan, tetapi tidak menghiraukan kewajiban yang harus dijalankan oleh mereka di dalam dunia ini.

Maria tahu bahwa dia memang diberkati oleh Allah tapi di hadapan manusia dia akan diejek, diolok-olok selama bertahun-tahun yang akan datang. Setiap kali orang yang melihat dia akan mengatakan: “Inilah orang yang hamil sebelum menikah!” Orang lain akan menganggapnya sebagai perempuan yang tidak beres dan anak yang dilahirkannya akan disebut sebagai anak haram. Perkataan semacam ini amat tidak enak didengar sekalipun oleh seorang pelacur ataupun seorang wanita yang tidak setia dalam hidup seks. Bagaimana mungkin perkataan seperti ini didengarkan oleh seorang perawan yang begitu suci, mencintai Tuhan dan begitu hormat kepada Allah?

Maria tahu bahwa mulai dari hari datangnya Gabriel mengabarkan berita itu, maka sejak itu hidupnya akan mengalami bahagia yang didampingi dengan bahaya. Ejekan-ejekan, umpatan-iumpatan, olok-olokan dan tertawaan dari masyarakat yang tidak habis-habis, akan menimpa dirinya. Sebagai seorang perempuan yang belum menikah, apakah dia mempunyai kekuatan? Sebagai seorang yang pendiam, Maria tidak membela diri dan tidak berkata apa-apa. Alkitab menyiratkan bahwa Maria adalah tipe seorang yang berpikir apabila mendengarkan hah-hal yang ganjil atau supra rasionil. Dia adalah tipe orang yang mempergunakan fungsi rasio dengan baik, namun dia juga tahu bahwa apa yang dialami dan ditemukan olehnya adalah hal-hal yang supra rasionil.

Ada dua hal yang kontras dialami oleh Maria, yaitu perkataan dari malaikat Gabriel dan nubuat dari Simeon. Yang dinubuatkan oleh Simeon, berlainan dengan yang dikatakan oleh Gabriel (band. Lukas 12:31-33 dengan Lukas 2:34-35). Pada waktu Yesus sudah dilahirkan dan di bawa ke Yerusalemn, Simeon menubuatkan beberapa hal yang penting tentang Yesus yang baru dilahirkan itu. Tuhan Yesus dibawa ke dalam bait Allah (Lukas 2:25-35). Di sana Simeon mengucapkan kalimat-kalimat penting tentang Yesus: 1). Karena Ia adalah Kristus, maka banyak orang yang dibangkitkan; 2). Karena Ia adalah Kristus, maka banyak pula orang yang dijatuhkan; 3). Hati manusia dapat dinyatakan karena kedatangan Kristus; 4). Hati Maria akan ditusuk dengan pedang.

Maria tidak mengerti apa arti nubuat itu. Gabriel mengatakan kepadanya bahwa anak yang dilahirkannya itu adalah Mesias yang adalah Raja yang mempunyai kedudukan di atas takhta Daud untuk selama-lamanya. Simeon menubuatkan bahwa hatinya sendiri akan ditusuk dengan pedang? Apa artinya? Perkataan kontradiktif dari Simeon ini disimpan dalam hatinya. Di tengah-tengah dari dua perkataan (Simeon dan Gabriel) ini, Maria sudah mengambil satu sikap yang menjadi contoh bagi setiap orang Kristen di dunia dan contoh bagi semua wanita Kristen di dunia. Di dalam Magnificat (Nyanyian pujian dari Bunda Maria) terdapat perkataan seperti ini:

Jiwaku memuliakan Tuhan

Dan hatiku bergembira karena Allah Juruselamatku

Di sini Maria mengaku bahwa dirinya memerlukan Juruselamat. Ia adalah seoirang biasa yang hidup di bawah aliran hidup Adam yang mempunyai dosa asal. Maria perlu akan Juruselamat. Maria menjunjung tinggi Juruselamat. Maria bersukacita karena Tuhan Yesus adalah Juruselamat. Perkataan yang agung ini keluar dari mulut Maria menyatakan bahwa dia bersedia untuk keadaan yang bagaimana pun untuk anak yang dilahirkannya. Anak yang akan dilahirkannya ini berlainan dengan semua anak yang lain. Hal ini belum pernah dialami oleh wanita mana pun sepanjang sejarah, dari Hawa sampai Maria hidup dan sampai sekarang bahkan sampai kiamat, tidak ada orang lain yang mengalami pengalaman seperti yang dialaminya. Maria sudah mengambil sikap yang positif dan tegas, “Hatiku membesarkan Tuhan dan rohku bersukacita karena Juruselamatku.” Sikap seperti ini digerakkan oleh Roh Kudus dan telah menjadi arah yang benar dalam membimbing Maria menempuh kesulitan-kesulitan yang akan datang.

Kalimat nubuatan dari Simeon adalah kalimat yang sulit. Kalimat yang kontradiktif dan irrasional: “Dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri.” Ditembus oleh pedang artinya ditusuk dengan pedang sampai sedalam-dalamnya hingga ujung pedang keluar dari punggung. Kini kita akan melihat tusukan pedang apa yang pernah dialami oleh hidup Maria.

1. Pada waktu Yesus berumur 12 tahun (Lukas 2)

Yesus di bawa ke Yerusalem dalam suatu perayaan tradisi orang Yahudi. Tradisi Yahudi mengajar untuk membawa setiap anak orang Yahudi yang berumur dua belas tahun menuju Yerusalem. Semacam upacara agama akan dilaksanakan di situ. Pelaksanaannya ialah dengan memberikan satu jubah yang ditumpangkan di atas bahunya dan anak tersebut diberi satu sebutan dalam bahasa Ibrani: Bar Mizwah, yang artinya Anak Taurat. Yesus di bawa ke Yerusalem oleh Maria dan Yusuf, dipakaikan jubah dan ditumpangkan tangan dan diberi satu sebutan yang baru yaitu Anak Taurat. Yesus adalah Ben Mizwah.

Waktu mereka pulang, di tengah-tengah massa dalam perjalanan pulang, mereka menginsyafi keadaan bahwa anak mereka tidak bersama mereka lagi. Lalu ibu dan bapa Yesus kembali ke Bait Allah dengan perjalanan berhari-hari sampai mereka tiba di Yerusalem. Di sana mereka melihat Yesus yang berumur dua belas tahun sedang berbicara dengan para ahli Taurat. Yesus bertanya jawab dengan mereka dan menyatakan satu bijaksana yang luar biasa. Waktu itu Maria sebagai ibu-Nya mengatakan kepada Dia: “Nak, mengapakah engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau.” Pertanyaan ini dijawab oleh Yesus: “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu bahwa Aku harus berada di rumah Bapa-Ku?” Terjemahan lain dari perkataan Yesus adalah: “Tidak tahukah engkau bahwa Aku harus selalu menaruh niat Bapa-Ku di dalam hati-Ku?” Waktu Yesus berkata: “Niat Bapa-Ku di dalam hati-Ku.” “Di dalam rumah Bapa-Ku” maka dengan perkataan ini Ia mengaku dengan terus terang bahwa Bapa di sorga-lah yang mengutus Dia, bukan bapa di dunia.

Inilah pertama kali Maria merasa ditusuk dengan perkataan Yesus, karena tidak pernah ada seorang anak kecil yang pernah mengatakan hal semacam itu. Kalau dilihat dari sudut pandang manusia, Yesus seolah-olah tidak lagi menghormati akan orangtua-Nya. Alkitab berkata bahwa Maria tidak berkata apa-apa dan menaruh perkataan itu dalam hatinya serta membawa Yesus pulang ke Nazaret. Tuhan kita mempunyai satu perasaan tanggung-jawab untuk menjalankan kehendak Allah Bapa yang mengutus Dia. Dan di sini ada satu kesulitan relasi antara ayah-ibu dan Yesus Kristus.

2. Perjamuan di Kana (Yohanes 2)

Yesus Kristus berada di dalam pesta pernikahan dan Maria ada di situ juga. Di situlah Yesus melakukan mujizat yang pertama dari tiga puluh lima kali mujizat yang dicatat dalam Injil. Waktu itu para tamu yang datang begitu banyak dan tuan rumah mulai kewalahan menyediakan minuman bagi mereka. Hal ini dilihat dan diketahui bukan oleh tuan rumah sendiri melainkan oleh seorang wanita bernama Maria.

Apakah sebabnya Maria memberitahu kepada Yesus? Motivasi apa yang mendorongnya memberitahu kepada Yesus? Kenapa bukan memberitahu hal itu kepada tuan rumah? Maria adalah seorang ibu yang baik. Seorang ibu yang dari hati sedalam-dalamnya meneliti dan melihat bahwa anaknya ini adalah anak yang ajaib dan dia tahu di dalam Yesus ada kuasa. Tetapi waktu Maria memberitahukan hal itu, Tuhan Yesus menjawab dia: “Wanita, apakah hubungannya Aku dengan engkau?” Maria ditusuk sekali lagi.

Ini adalah tusukan yang kedua, Menyebut ibu-nya sendiri sebagai wanita, bukanlah merupakan hal yang tidak hormat pada zaman itu, tetapi bagaimana pun sebagai seorang ibu, Maria menginginkan anaknya menyebut dia ibu, bukan wanita. Tetapi Kristus tidak mau ada campur tangan orang lain atau oknum mana pun di dalam pekerjaan Ilahi, meskipun dari ibu yang paling dikasihi-Nya dan paling dekat dengan Dia. Sebagai manusia, Kristus menghormati ibu-bapa-Nya dan Dia mengetahui kewajiban-Nya terhadap orang tua. Tetapi sebagai Allah, Dia mengetahui bahwa manusia tidak boleh turut campur dalam pekerjaan Allah, maka Dia menusuk dengan perkataan: “Wanita, apakah hubungan-Ku dengan engkau?”

3). Dari Masyarakat

Pada waktu Maria berada di masyarakat, ia menanggung ejekan dan cemoohan dari orang-orang di sekitarnya yang mengatakan dirinya sebagai wanita yang melahirkan bayi di luar pernikahan. Anak yang dilahirkan Maria dianggap sebagai anak haram. Kala Maria mendapat pertanyaan tentang siapa ayah dari anak pertamanya, ia tidak memiliki jawabannya. Pertanyaan seperti itu menusuk batinnya, tetapi dia tahu dan sudah mempersiapkan diri secara batin bahwa bagaimana pun, dirinya akan meperoleh sukacita dari Tuhan. Jikalau ia ditolak dari keluarga, itu soal kecil. Tidak bisa memperoleh sukacita dari manusia dan masyarakat itu soal kecil. Dia menganggap kecil akan penolakan dari manusia dan yang dipentingkannya adalah sukacita dari sorga karena Juruselamatnya.

4). Dari Pengajaran Yesus Kristus (Lukas 8:19-21)

Seorang ibu yang memperhatikan anaknya yang sedang bertumbuh besar tidak mengetahui kapan hari di mana anaknya itu akan berkata: “Sekarang Aku harus pergi menuju kepada kota yang lain untuk menjalankan tugas Bapa-Ku yang di sorga.” Yesus Kristus pergi dari rumah pada waktu umur-Nya 30 tahun untuk melakukan pekerjaan Mesias. Mengapa bukan pada usia 18, 21 atau 25 tahun? Ada dua penyebabnya:

  1. Menurut Taurat, orang yang belum berusia 30 yahun, tidak boleh menjadi imam. Kristus sebagai Imam, Raja dan Nabi harus menjalankan syariat Taurat karena dilahirkan di bawah Taurat (Galatia 4:4).
  2. Yusuf sudah mati dan adik-adik Tuhan Yesus yang dilahirkan Maria melalui perkawian dengan Yusuf, perlu pertolongan-Nya sebagai anak tertua yang mencari nafkah bagi keluarga.

Yesus Kristus menjalankan syariat Taurat dengan begitu tuntas dan setelah Yusuf meninggal, Dia tetap menyokong keluarga-Nya sehingga pada usia 30 tahun, barulah Ia keluar rumah untuk menjalankan tugas dari Bapa. Sebagai ibu, Maria merestui perjalanan Yesus yang pergi ke sana-sini mengabarkan Injil dan berseru: “Bertobatlah kamu karena Kerajaan Allah sudah dekat!” Orang banyak datang kepada Dia dan memperoleh penghiburan dan mendengarkan Injil. Kristus mendidik banyak orang dengan memberikan perumpamaan tentang Kerajaan Sorga, mengulurkan tangan-Nya yang telah mencipta alam semesta kepada orang sakit, mencelikkan mata orang buta, membuka telinga orang tuli, membuka mulut orang yang bisu dan menghidupkan orang yang sudah mati. Tangan-Nya melakukan pekerjaan yang besar.

Semua kabar yang baik ini dikabarkan kembali kepada Maria. Maria senang dan ingin sekali melihat pelayanan yang agung dari pada Allah. Maria teringat kembali kepada perkataan-perkataan dari malaikat Gabriel kepadanya: “Anakmu akan menjadi besar. Anakmu yang nama-Nya besar, Dia adalah Yang Suci dari Allah, Anak Allah yang Mahatinggi.” Satu dua kali Yesus pergi ke Yerusalem. Inikah proses menduduki takhta Daud? Maria berdoa supaya Yesus sukses. Bukanklah setiap ibu akan merasa senang melihat anaknya menjadi sukses? Namun Maria tetap juga mengingat bahwa sukacita terbesar ada di dalam Juruselamatnya, bukan di dalam kesuksesan lahiriah.

Satu kali saya bertanya kepada ibu saya: “Seandainya saya dibunuh mati karena Injil, apakah ibu rela? Ibu saya sendiri tidak rela melihat jika saya dibunuh karena mengabarkan Injil. Ibu saya suka melihat saya memberitakan Injil, tetapi ia tidak rela jika saya dibunuh. Hati ibu saya penuh kontradiksi,. Di satu sisi, ia senang melihat anak-anaknya menjadi hamba Tuhan. Tetapi di pihak lain, ia harus menyaksikan anak-anaknya pergi darinya. Ia tidak tahan jika saya dibunuh, apalagi jika hal itu terjadi di hadapannya. Ia mengatakan, jika Tuhan mau supaya saya dibunuh, memang Tuhan yang berdaulat, tetapi ibu saya tetap tidak ingin saya dibunuh. Itu sebab waktu merenungkan tentang Maria, ibu dari Yesus Kristus, kita dapat memiliki bayangan tentang apa yang pernah terjadi dalam hatinya.

Waktu Yesus berkhotbah di tengah lapang di Kapernaum, banyak orang yang datang dan di tengah-tengah orang banyak, ibu-Nya datang. Lalu orang-orang berkata kepada Yesus: “Lihatlah inilah ibu-Mu dan inilah saudara-Mu!” Orang-orang yang mendengarkan Yesus langsung memutar perhatiannya dari Yesus kepada suara yang mengatakan hal itu. Tuhan Yesus berteriak pula: “Siapakah ibu-Ku, siapakah saudara-Ku?” Lalu Ia menunjuk kepada orang-orang dan berkata: “Barangsiapa menjalankan kehendak Bapa-Ku, Ia adalah ibu-Ku, ia adalah saudara-Ku laki-laki, ia adalah saudara-Ku perempuan.”

Inilah tusukan ke-empat kepada Maria. Ibu yang datang melihat keunggulan anaknya dan mencari Yesus, seolah-olah tidak dihargai. Di satu pihak Maria melihat Yesus semakin maju, unggul dan terlihat mulai menaik ke arah kerajaan yang tinggi. Tetapi pada pihak yang lain, Maria mengetahui bahwa dirinya sedang mengalami tusukan-tusukan.

Menjadi seorang ibu dari seorang anak yang menyerahkan diri kepada Allah, perlu memikul salib. Jika Tuhan mau memanggil anak Anda menjadi hamba-Nya, bersediakah Anda memikul salib? Sudahkah Anda bersedia hati jika suatu waktu anak Anda memasuki sekolah teologi, berdiri menjadi saksi Tuhan, dan bahkan mungkin dibunuh? Sebagai manusia kita mengharapkan anak kita hidup baik-baik dan sukses. Tetapi kita perlu memikirkan kembali akan pisau-pisau yang pernah menusuk hati Maria. Pisau yang pernah menusuk hati Maria adalah pisau yang perlu kita tunggu dan terima dalam hati apabila kita sudah mencintai Tuhan.

Kristus yang mulai menjadi dewasa dan kelihatan akan segera menjadi raja adalah Kristus yang juga menusuk hati Maria tanpa Maria tahu penyebabnya. Namun tusukan-tusukan itu tidak lebih besar dari tusukan yang diterimanya ketika mendengar bahwa Krsitus sudah dijatuhi hukuman mati. Dengan cara apakah Kristus akan dihukum mati? Dengan cara yang paling susah, paling kejam dan paling menyedihkan, yaitu dengan cara disalibkan. Dapatkah kita membayangkan reaksi Maria waktu mendengar berita ini? Seorang ibu yang begitu halus perasaannya dan memiliki cinta demikian besar mendengar berita semacam itu. Lalu bagaimana pula Maria yang tinggal di Nazaret bisa tiba di Yerusalem? Padahal dari Nazaret ke Yerusalem harus ditempuh dengan perjalanan kaki yang cukup lama. Jarak antara seratus sampai dua ratus kilometer ditempuh Maria dengan berjalan kaki. Saat itu ia sudah berusia lanjut dan hari-hari di mana ia semakin dekat memasuki kota Yerusalem adalah hari-hari mendekatnya kematian Yesus.

Alkitab dengan jelas mengatakan kepada kita bahwa pada waktu Yesus di atas kayu salib, Maria sudah ada hadir di situ. Dengan kaki yang berat ia mendaki bukit Golgota dan di tengah-tengah perjalanan menuju Golgota, kita dapat membayangkan akan dia yang sudah lemah dipapah oleh saudara-saudaranya yaitu ibu dari Yakobus dan Yohanes. Ini terjadi di waktu pria-pria yang gagah yaitu murid-murid Tuhan Yesus, sudah pergi melarikan diri. Waktu Tuhan menyembuhkan dengan kuasa yang besar, para murid ada di situ tetapi waktu Tuhan di paku di atas kayu salib, maka mereka semua tidak ada. Petrus dan rasul-rasul yang berjanji untuk rela mati bersama Yesus dan tidak akan meninggalkan-Nya, kini tidak ada.

Maria ditolong dengan susah payah mendaki bukit Golgota. Di tengah-tengah jejak kaki Tuhan Yesus ia melihat tetesan darah yang mengalir dari mahkota duri, kepala dan tubuh Tuhan. Lukisan dari Grünewald pada halaman muka, amat berbeda dengan semua lukisan tentang penyaliban Kristus yang dilukis oleh seniman dunia yang lain. Kesan yang ditimbulkan lukisan itu amat dalam walaupun lukisan aslinya begitu kecil. Mahkota duri begitu besar di atas kepala-Nya dan karena beratnya tubuh maka salib menjadi sedikit miring. Karena sakit dan derita yang ditanggung, maka tangan Tuhan meregang tetapi wajah-Nya terlihat tenang. Di sebelah Yesus Kristus, berdirilah Yohanes Pembaptis memakai pakaian bulu unta yang berseru dengan lengan teracung kepada-Nya: “Lihatlah Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia!”

Allah dinyatakan sebagai Allah yang tidak terpengaruh waktu. Maka Yohanes Pembaptis yang sudah mati pun, tetap dihadirkan dalam lukisan peristiwa penyaliban Kristus. Cacat-cacat dan memar yang ditimbulkan oleh cambukan ada di seluruh tubuh Tuhan. Cambuk-cambuk yang digunakan pada waktu itu adalah cambuk yang ditambah dengan duri-duri yang terbuat dari besi. Daging orang yang terkena cambuk itu akan sobek dan tercabut dari tubuhnya sedikit demi sedikit. Dengan bilur-Nya Yesus menyembuhkan kita yang mempunyai penyakit murtad kepada Allah! Ia menyembuhkan kita yang tidak beriman kepada Allah. Nabi Yeremia berkata: “Hai Israel kembalilah. Hai anak-anak yang menamakan dirinya milik Tuhan kembalilah, karena Allah akan menyembuhkan penyakitmu yang murtad itu!” (Terjemahan lain dari Yeremia 3:22). Oleh bilur-Nya kita disembuhkan.

Pada waktu di Golgota, Maria adalah orang yang paling sedih. Ia melihat Yesus yang dilahirkan melalui dirinya, anak yang dicintai, dirawat, dipeliharanya, sekarang di seluruh tubuh-Nya penuh dengan cacat dan darah yang mengalir. Maria tertusuk di dalam hatinya. Airmata telah mengaburkan pandangannya. Ia teramat pucat. Peter Paul Riben melukis adegan penyaliban dan menggambarkan wajah Maria yang memandang ke atas salib lebih pucat dari semua orang lain. Maria tertusuk hatinya lebih dalam lagi. Maria tidak bisa tahan akan kejadian penyaliban. Bukankah Maria mencintai Tuhan? Tetapi apa yang terjadi padanya? Tuhan pernah berfirman kepadanya melalui Gabriel bahwa anak yang dilahirkannya akan menjadi Raja yang memerintah di atas takhta Daud, apakah itu hanya tipuan? Apakah Allah berbohong? Tetapi Maria pernah mengambil sikap yang bersukacita karena Juruselamat.

Bagaimanakah Yesus dapat menjadi Juruselamat Maria? Siapakah Yesus bagi Maria? Apakah hubungan antara Maria dengan Yesus? Anak atau Juruselamat? Maria itu ibu atau pengikut Yesus? Di sini Maria harus mengambil satu sikap yang benar di dalam relasi kekekalan. Di dalam kekekalan, siapakah Maria? Di dalam kekekalan, siapakah Yesus? Apakah artinya kelahiran Yesus melalui Maria? Dan apakah artinya Maria menjadi ibu dari Yesus? Apakah Maria menjadi ibu Yesus untuk selama-lamanya? Atau hanya pada waktu Yesus berada di dalam dunia? Apakah Maria menjadi ibu Yesus di dalam sifat kemanusiaan atau dalam sifat keilahian?

Yesus Kristus pernah berkata, “Wanita, apakah hubungan-Ku dengan engkau?” Dia pernah berkata pula: “Siapakah ibu-Ku, siapakah saudara-Ku? Barangsiapa menjalankan kehendak Bapa-Ku, dialah ibu-Ku, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan.” Maria mulai memikirkan satu hal yaitu bahwa dirinya hanyalah pengikut Kristus saja. Didalam pemikiran supra-rasionil antara Yesus sebagai anak dan Yesus sebagai Juruselamatnya, Maria selalu mempunyai sikap yang tenang dan diam. Dia bukannya bodoh, tidak fasih lidah, tidak mengerti Alkitab ataupun tidak mengerti kata-kata yang indah seperti syair, bahkan ia adalah seorang yang bijaksana. Maria bijaksana untuk tidak membuka mulutnya di dalam kontradiksi rohani. Kita harus belajar dari Maria untuk tidak membuka mulut dalam kontradiksi rohani yang kita hadapi dan tinggal diam sampai jawaban Tuhan nyata bagi kita.

Maria amat mengharapkan agar sebelum Yesus menghembuskan nafas terakhir, rahasia itu diberitahukan kepadanya. Dibandingkan dengan semua orang di dunia, orang yang paling dekat dengan Yesus adalah Maria. Yesus dilahirkan melalui kandungan Maria. Lagipula bukankah sebelum seseorang mati, ia menyampaikan pesan-pesan terakhirnya hanya kepada mereka yang paling dekat dengan orang itu? Bukankah Tuhan Yesus sudah berkata-kata kepada Allah Bapa? Bukankah Tuhan Yesus sudah menjawab pertanyaan perampok yang disalibkan berserta Dia? Jika Tuhan Yesus berbicara dan menjawab pertanyaan perampok, bukankah sudah waktunya bagi Maria untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan yang selama ini timbul dalam batinnya? Tidak. Namun Maria tetap tenang dan tidak bertanya. Maria tidak bisa berkata apa-apa, dia hanya bisa membiarkan waktu dan kekejaman memeras hatinya. Apakah itu nasib? Apakah itu satu hal yang harus dialaminya? Apakah itu kehendak Alah? Semua ini menjadi kabur karena dulu Maria mempunyai satu ide yang besar dan cita-cita yang agung terhadap anak-anak yang dilahirkannya. Sekarang semuanya tidak terjadi, bahkan kejadian penyaliban amat menyakitkan hatinya.

Setelah menanti-nanti, sekarang tibalah waktunya Yesus melihat kepada Maria, ibu-Nya. Ia melihat pula kepada Yohanes murid-Nya, lalu keluarlah kalimat ke-tiga dari atas kayu salib. Mata Yesus terkonsentrasi kepada kelompok yang kecil, minoritas yang sudah susah payah datang dari kota lain kepada-Nya. Kapankah Yohanes tiba di bukit Golgota? Apakah ia ada di situ sejak dari permulaan penyaliban? Yohanes pasti sudah mengetahui apa yang terjadi karena ia mengikuti rombongan orang yang menangkap Yesus di Getsemani dari dekat. Pada waktu Yesus dijatuhi hukuman mati, Yohanes cepat-cepat lari untuk memberitahukan orang-orang yang dekat kepada Yesus agar mereka datang melihat dan menghibur Yesus. Dua kaki dari seorang yang muda lari ke sana-sini dengan cepat memberi tahu kepada keluarga Kleopas dan keluarga yang lain. Dengan segala letih lesu dan susah payah akhirnya Yohanes tiba di Golgota berdiri di samping Maria, ibu Yesus. Yesus sekarang memandang Yohanes yang begitu muda dan berani dan kepada Maria. Ia berkata kepada ibu-Nya: “Wanita, inilah anakmu.” (terjemahan Yunani). Lalu Yesus berkata kepada Yohanes: “Inilah ibumu.” Yesus menyapa Maria dengan sebuatan wanita. Tetapi Yohanes disebutnya sebagai anak. Tetapi kepada Yohanes, Yesus tidak menyebutnya anak. Ia mengatakan: “Inilah ibumu.”

Kita harus memperhatikan bahwa Kristus memilih istilah yang tepat. Dalam hubungan Ilahi, Yesus adalam Pencipta semesta, termasuk Maria dan Yohanes. Tetapi dalam hubungan manusiawi, Yesus pernah meminjam rahim Maria. Sebagai Allah, sebagai Raja, sebagai Pencipta, sekarang Yesus memberikan perintah kepada ciptaan-Nya! Di sini Tuhan Yesus berdiri sebagai Pencipta, bukan sebagai anak.

Yohanes adalah orang yang Maria perlukan untuk memelihara dirinya pada masa tuanya. Sebagai anak yang dilahirkan di bawah hukum Taurat, Yesus harus menjalankan hukum Taurat, Ia harus menghormati ibu-bapa (Keluaran 20:12). Yesus tahu tugas-Nya. Maria adalah orang yang paling dekat dengan Dia, orang yang sudah menanggung beban dari sejak diri-Nya kecil. Tetapi di lain pihak sebagai Allah, Yesus juga tahu apa yang harus dilakukan untuk menjalankan penebusan. Yesus menyebut Maria sebagai wanita, tetapi ia tidak memberi sebutan apa-apa kepada Yohanes. Mengapa Yohanes yang diberi kepercayaan untuk memelihara Maria? Apakah karena kebetulan hanya Yohanes satu-satunya rasul yang kembali mengikut sampai ke Golgota? Di sini kita bisa melihat sebab-sebab tertentu:

Yohanes adalah murid Kristus yang paling muda. Dengan kemudaannya, ia boleh mempunyai kemungkinan berumur paling panjang, paling sehat dan paling kuat di antara murid-murid yang lain.

  1. Yohanes juga mempunyai kekayaan lebih dari murid-murid yang lain, sehingga ia mempunyai kesanggupan untuk merawat Maria lebih baik daripada yang lain.
  2. Yohanes adalah murid yang paling bertanggung jawab, ia berbeda dengan murid-murid lain yang berjanji kepada Tuhan untuk mengikut Dia sampai mati. Mengikuti gerakan massal adalah hal yang selalu terjadi dalam diri pemuda-pemudi, tetapi Yohanes tidak hanya bisa bicara melainkan menjalankan apa yang dikatakannya.
  3. Yohanes menyadari akan cinta Kristus kepadanya lebih dalam dari rasul-rasul yang lain. Dalam Injil, Yohanes selalu menyebut dirinya bukan dengan namanya melainkan dengan sebutan murid yang dikasihi Kristus. Apakah Tuhan Yesus pilih kasih dengan mencintai Yohanes lebih dari yang lain? Tidak. Alkitab tidak pernah mengatakan bahwa Yesus mengasihi Yohanes lebih dari yang lain, tetapi Yohanes sendiri yang menyebut dirinya sebagai murid yang dikasihi KristusBetapa banyak orang yang dikasihi Kristus, tetapi berapa banyak orang yang sadar akan harganya kasih itu? Yohanes mempunyai kesadaran lebih daripada murid-murid yang lain tentang kasih Kristus, itulah sebabnya ia disebut rasul kasih.

Rasul yang paling muda, tetapi yang satu-satunya berdiri di sisi kayu salib adalah Yohanes. Ayat yang teragung dalam Alkitab adalah “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Dia mengaruniakan Anak-Nya yang Tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yohanes 3:16). Siapakah yang menuliskan ayat tersebut? Yohanes. Semua ayat mengenai kasih, yang paling penting dan agung, dituliskan oleh Yohanes yang mempunyai pikiran yang lebih dalam daripada rasul-rasul yang lain. Yesus berkata kepada Yohanes: “Inilah ibumu.” Maria dan Yohanes mendengarkan dan taat pada apa yang dikatakan oleh Yesus, dan Alkitab mengatakan bahwa mulai hari itu Yohanes menerima Maria di rumahnya. Tradisi mengatakan bahwa Maria tinggal di rumah keluarga Yohanes dua belas tahun lamanya sampai Maria mati, baru kemudian Yohanes pergi mengabarkan Injil ke Efesus.

Apakah arti perkataan Yesus kepada Yohanes? Perkataan itu berarti bahwa Tuhan mau supaya setiap orang yang sudah menyadari cinta Tuhan atas dirinya, juga menanggung satu beban tanggung jawab dari Tuhan. Hanya dalam beberapa hari, hidup rohani Yohanes berubah jauh dari semula. Beberapa hari sebelum penyaliban, ia menginginkan supaya kelak duduk di sebelah kanan atau kiri Yesus, ia menginginkan kedudukan yang paling tinggi. Namun kini ia tahu bahwa itu bukan hidup rohani yang benar. Orang-orang Kristen yang belum mengerti arti salib dan Golgota, sering berlaku seperti Yohanes dan Yakobus yang meminta kedudukan yang paling tinggi dalam gereja bahkan jika perlu menggunakan kekerasan dan senjata untuk mencapai kekuasaan.

Siapa saja yang sudah mengalami salib dan cinta Tuhan Yesus, ia meninggikan cinta kasih Tuhan dan menanggung beban serta resiko di hadapan Tuhan seumur hidupnya. Bukan gila hormat, bukan gila kekuatan ataupun gila kekuasaan. Pelayanan yang sungguh, mutu yang baik dan tanggung jawab di hadapan Tuhan serta pengorbanan diri yang sungguh-sungguh, lebih berharga daripada hormat dan kuasa yang bisa diberikan oleh manusia.

Pemuda-pemudi, jika Anda dipanggil Tuhan untuk melayani Dia, maukah Anda mencintai Dia dengan bersedia hati dengan mutu dan bertanggung jawab sungguh-sungguh mengikuti-Nya dan bukan gila hormat manusia?

Salah satu hal yang paling lucu yang terjadi pada waktu Yohanes membawa Maria pulang ke rumahnya. Hal itu terjadi pada ibu Yohanes. Ibu Yohanes adalah saudara Maria dan sekaligus tuan rumah yang menerima Maria kakaknya di rumahnya dan ikut memikul tanggung jawab merawat dia selama bertahun-tahun. Ibu Yohanes yang pernah meminta agar kedua anaknya duduk di sebelah kanan dan sebelah kiri Yesus Kristus kini tahu bahwa bukan kedudukan yang membuktikan seseorang mencintai Tuhan, tetapi pelaksanaan kewajiban dan ketaatan dalam hidup sehari-hari yang sungguh. Itulah semangat Kekristenan.

Setelah menerima perkataan dari atas salib, Maria menemukan jawaban atas segala kontradiksi dalam hidupnya., Ia tenang kini. Pada masa mudanya Maria belum mengerti dengan jelas tetapi ia sudah berjanji menyerahkan diri pada kehendak Tuhan. Maria pernah berkata: “Hatiku memuliakan Tuhan, rohku bersukacita karena Juruselamatku.” Sekarang setelah mengerti pengobanan Yesus Kristus di atas kayu salib, Maria mengerti bahwa Yesus bukan hanya anak, tetapi Juruselamat.

Maria melihat Sang Juruselamat mati terpaku di atas kayu salib dalam keadaan begitu susah. Yesus mati bagi Maria. Lalu setelah itu Maria pulang bersama Yohanes dengan tenang. Maria tidak punya kedudukan bersama-sama dengan Kristus menggenapkan keselamatan. Ia bukan co-reedemer. Maria pernah di sebut oleh Elisabet (ibu Yohanes Pembaptis) sebagai ibu Tuhanku (Lukas 1:43), namun itu bukanlah mengarah kepada pengertian bahwa sifat Ilahi Kristus berasal dari Maria, melainkan menunjuk pada pengertian bahwa Yesus Kristus sungguh-sungguh dilahirkan melalui rahim perempuan bernama Maria. Yesus Kristus sudah mempunyai sifat Ilahi dan sifat kemanusiaan sejak Ia dilahirkan. Sifat dan tubuh jasmani Kristus, dilahirkan melalui Maria, tetapi sifat Ilahi Yesuis Kristus bukan dilahirkan oleh Maria karena Ia Anak Allah.

Pergumulan teologis dan pengertian akan rencana keselamatan Allah dalam Kristus dalam hati Maria sudah selesai. Sekarang ia pergi ke Yerusalem mengikut Yohanes dan tidak kembali lagi ke Nazaret kepada anak-anaknya yang lain. Yesus tidak menyerahkan Maria kepada adik-adik-Nya yang ada di Nazaret karena mereka belum menerima Dia sebagai Juruselamat.

Barangsiapa belum menerima Tuhan Yesus, orang itu tidak berhak menerima tugas kerohanian sekalipun hubungan antara mereka dengan orang yang sudah menerima Tuhan dekat sekali. Menerima Yesus sebagai Juruselamat dan bukan hanya anak, mengakibatkan Maria dengan rasul-rasul yang lain berlutut berdoa kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat (Kisah Para Rasul 1:15).

Adakah wanita-wanita yang mau meneladani hidup Maria? Adakah orang-orang muda yang mau meneladani hidup Yohanes?

PERKATAAN 4 :

“Eli, Eli, lama sabakhtani? Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”

Bacaan : Matius 27:45-50

Firman Allah yang menjadi daging, berfirman pada waktu Ia menderita di atas kayu salib. Jam Sembilan pagi. Kristus dipaku di atas kayu salib, dan pada tiga jam berikutnya Ia terpanggang oleh teriknya sinar matahari. Keringat mengalir masuk ke dalam lubang-lubang paku dan luka-luka Yesus Kristus. Keringat-Nya bercampur dengan darah. Kesakitan yang diderita-Nya tidak bisa di tahan oleh orang biasa, tetapi Kristus tetap tenang. Setelah tiga jam berada di bawah teriknya matahari, maka terjadilah satu hal yang ajaib, satu tanda yang besar yang dinyatakan dari langit. Satu kegelapan yang besar menudungi daerah itu.

Orang-orang yang mencaci maki di bawah salib mulai menjadi capai, orang-orang yang melontarkan penghinaan kepada Yesus Kristus mulai menjadi reda, suara-suara sungut dan kutukan dari perampok dan orang-orang yang mencaci maki mereka sudah menjadi lelah. Keadaan mulai menjadi sunyi, siapakah yang tahan terus menerus memaki orang selama berjam-jam? Mereka yang hanya sekedar menonton apa yang terjadi tidak menjadi heran akan kejadian tersebut. Mereka tidak tahu bahwa apa yang terjadi di Golgota saat itu merupakan satu peristiwa yang mempunyai makna sepanjang zaman. Orang-orang itu pulang setelah melihat bahwa tidak ada lagi hal-hal yang merangsang rasa ingin tahu mereka. Beratus-ratus bahkan beribu-ribu orang sudah turun dari Golgota. Mereka mulai pulang, lebih-lebih lagi karena kegelapan yang menudungi seluruh daerah itu. Kini terjadilah kesepian dan sunyi yang luar biasa di Golgota.

Apakah arti dari kegelapan yang besar yang menudungi bumi ini? Bukankah orang Yahudi pernah bertanya kepada Yesus Kristus tentang asal dari kuasa yang dinyatakan-Nya? (Matius 21:23). Yesus Kristus menjawab pertanyaan itu dengan pertanyaan pula, bukan dengan jawaban. Kristus balik bertanya kepada mereka, “Dari manakah baptisan Yohanes? Dari sorga atau dari manusia?” Lalu para tua-tua Yahudi tidak bisa menjawab, lalu mencari sesuatu untuk menuduh dan menjatuhkan hukuman mati agar membasmi Dia dari muka bumi. Di antara apa yang dikatakan mereka kepada Yesus adalah satu permintaan untuk menunjukkan tanda dari sorga (Matius 16:1). Tetapi saat itu Yesus Kristus tidak menjawab mereka dan tidak memperlihatkan tanda kepada mereka sampai pada waktu Ia dipaku di atas kayu salib.

Di atas kayu salib itulah, tanda ajaib yang diminta oleh orang Yahudi diberikan kepada mereka. Tanda ajaib itu bukanlah tanda yang menggirangkan, menggairahkan, memuaskan, memberikan pengharapan baru kepada mereka, melainkan satu tanda ajaib yang mengagetkan mereka. Kegelapan yang begitu besar telah menutupi seluruh daerah, sehingga orang tidak bisa menerobos ataupun mengusir kegelapan itu dari atas kepala mereka. Jikalau Yesus adalah orang biasa, maka waktu Dia dipaku sebagai seorang berdosa bahkan dipersamakan dengan perampok, bukan saja manusia akan senang karena keadilan Allah dinyatakan bahkan langit akan senang bukan? Tetapi kali ini terbalik. Matahari menjadi malu dan tidak berani melihat ini; seluruh angkasa menyatakan keajaiban. Alam semesta yang dicipta oleh Allah, mendadak memberikan satu pernyataan bahwa mereka tidak setuju akan hal yang amat tidak berperikemanusiaan yang terjadi di tanah yang menjadi pusat agama pada waktu itu.

Yang menuduh Kristus bukanlah orang kafir. Niat untuk menyalibkan dan membunuh Yesus Kristus bukan timbul dari pikiran orang yang tidak mengenal Allah. Justru ini adalah satu rencana pengkhianatan dari bangsa yang menamakan diri “kaum pilihan Allah”. Kristus dipaku, dihukum, dibunuh oleh orang-orang yang menamakan diri sebagai orang yang katanya beribadat kepada Allah, memiliki hukum Taurat, mencintai Allah dan mempunyai agama yang langsung diwahyukan oleh Tuhan. Apakah arti menjadi orang Kristen? Apakah arti menamakan diri sebagai orang yang mengenal Allah? Apakah perbedaan antara kita sebagai orang Kristen dengan orang lain yang atheis, kafir dan mereka yang tidak mengenal Yesus Kristus?

Kita dapat melihat segala kerusakan hati manusia yang dinyatakan secara total pada waktu Yesus Kristus dipaku di atas kayu salib. Salib Kristus adalah tempat di mana segala oknum harus menyatakan reaksi mereka. Setan menyatakan kejahatannya, manusia menyatakan dosa-dosa yang dilontarkan kepada Kristus di atas Golgota, dan Allah menyatakan keadilan-Nya ke atas Yesus Kristus; kedua perampok menyatakan reaksi mereka kepada Yesus Kristus; orang-orang di tengah jalan menyatakan kelalaian dan ketidak-pedulian mereka kepada salib Yesus Kristus. Salib Kristus adalah satu-satunya tempat di mana semua orang harus menyatakan reaksi mereka kepada Tuhan Juruselamat kita. Dengan demikian, apa yang telah dikatakan Simeon pada waktu Yesus Kristus di sunat pada hari ke delapan sudah digenapkan.

Kegelapan yang terjadi pada waktu penyaliban bukanlah kegelapan biasa, bukan pula awan tebal, juga bukan gerhana matahari karena gerhana matahari tidak mengakibatkan kegelapan sampai tiga jam lamanya, lagipula hari Paskah orang Yahudi adalah persis pada waktu bulan purnama, dan gerhana matahari tidak terjadi pada waktu bulan purnama. Jadi kegelapan tersebut adalah kegelapan yang luar biasa. Itu terjadi mulai jam dua belas siang, waktu di mana matahari bersinar paling terik dan paling besar sinarnya. Waktu matahari bersinar paling terang, waktu itu juga terjadi kegelapan paling gelap. Kuasa Allah luar biasa. Anak dari Allah yang mengadakan terang dari sejak dunia diciptakan, mengalami kegelapan yang terbesar.

Beberapa hal yang perlu kita perhatikan tentang Kristus:

  • Pada waktu Kristus dilahirkan, ada gembala-gembala yang melihat cahaya yang besar di tengah malam yang gelap.
  • Yesus Kristus pernah menyatakan terang yang jauh lebih besar dari cahaya matahari pada waktu Paulus ada di tengah perjalanan menuju Damsyik untuk menganiaya orang Kristen.

Bukankah Kristus dapat kita ibaratkan sebagai matahari kebenaran, kekekalan, keadilan dan mempunyai terang yang lebih besar dari matahari yang kita kenal dalam alam semesta? Tetapi janganlah kita lupakan bahwa ketika Kristus menanggung dosa Anda dan saya, Ia mengalami kegelapan yang paling gelap, dan kegelapan itu itu terjadi pada jam dua belas, waktu di mana seharusnya matahari bersinar paling terik. Inilah suatu paradoks yang tidak habis-habisnya kita pikirkan seumur hidup. Kristus adalah Tuhan Pemberi hidup, tetapi Dia menerima kematian di paku di atas kayu salib. Kristus adalah Pelepas bagi seluruh umat manusia, tetapi Dia diikat dan terbelenggu di atas kayu salib. Dia adalah Pemberi berkat bagi seluruh zaman dan semua bangsa, tetapi Dia sendiri menerima kutukan dan ejekan di atas kayu salib. Dia adalah terang, tetapi Dia menerima kegelapan paling besar di kayu salib.

Sesudah tiga jam kegelapan itu terjadi, barulah orang-orang menyadari bahwa matahari tidak bersinar (Lukas 23:44-45). Orang-orang yang memaku dan menjatuhkan hukuman dengan swemena-mena menjadi takut dan gentar. Pilatus tidak bisa menjelaskan mengapa matahari tidak bersinar. Pemimpin-pemimpin agama dan orang-orang Yahudi menjadi terkejut dan terdiam. Tidak ada suara di Golgota. Di tengah-tengah kegelapan mereka menjadi sunyi. Dalam kegelapan ini, Yesus Kristus tidak mengucapkan satu kalimat pun. Jadi suara apakah yang mengisi kesunyian pada waktu kegelapan itu? Keluhan dan kesusahan dari perampok-perampok di atas kayui salib yang tidak bisa tahan kesakitan.

Setelah tiga jam lewat, Kristus mengucapkan kalimat ke empat di atas salib. Apakah setelah disalibkan selama enam jam, manusia masih mempunyai kekuatan yang besar? Apakah setelah mengalirkan darah begitu banyak, manusia masih bisa meneriakkan suara yang keras? Tidak mungkin. Ini satu hal yang tidak logis. Sesudah enam jam mengalirkan darah terus menerus, menurut ilmu kedokteran, orang tersebut pasti menjadi lemah sekali dan tidak memiliki kekuatan apapun untuk mengucapkan sesuatu. Jika kita terluka dan luka itu terus mengalirkan darah tanpa henti, bukankah satu dua menit kemudian hati kita sudah mulai gelisah? Bagaimanakah jika itu terjadi selama enam jam? Darah dalam tubuh orang dewasa ada kira-kira lima liter. Lima liter darah yang keluar dari luka-luka yang besar, akan habis dalam waktu yang tidak terlalu lama. Tetapi dalam keadaan demikian, Yesus Kristus berteriak dengan suara yang keras! Suara yang timbul dari satu kekuatan yang bukan ditimbulkan oleh manusia biasa yang hendak mati, tetapi kekuatan yang membuktikan bahwa Kristus tidak lemah. Kristus berteriak: “Eli, Eli, lama sabakhtani!” artinya: “Allah-Ku, Allah-Ku, apakah sebabnya Engkau meninggalkan Aku?”

Suara itu bukan saja menggentarkan hati manusia yang ada di bukit Golgota, tapi suara yang begitu keras menggema di awan-awan dan seluruh alam semesta. My God, My God, why hast Thou forsaken Me? Kalimat ke empat ini begitu menggentarkan dan saya sendiri merasa tidak layak mengkhotbahkan kalimat ini. Perkataan Kristus ini adalah yang paling sulit dimengerti. Martin Luther pernah memikirkan ayat ini selama berjam-jam dan akhirnya dia berdiri sambil memukul dadanya dan berkata: “Siapakah dapat mengerti bahwa Allah meninggalkan Allah?” Allah-Nya Allah, hanya ditulis dalam Ibrani 1:8-9. Kristus adalah Allah Anak, Oknum, Kedua Tritunggal yang diutus oleh Allah Bapa, Oknum Pertama Tritunggal. Allah Oknum Kedua adalah Allah yang mencintai kebenaran, mencintai keadilan dan membenci segala dosa dan kefasikan. Allah Oknum Pertama mengurapi Dia dengan minyak sorgawi, minyak sukacita. Tapi kini di atas salib, Allah-Nya Allah mengurapi Allah dengan tudungan kegelapan yang agung. Kini Allah berteriak: “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”

Beberapa jam sebelum penyaliban, Kristus mengatakan satu kalimat kepada murid-murid-Nya bahwa mereka akan meninggalkan Dia, tapi Dia tidak akan menjadi takut karena Bapa-Nya beserta dengan Dia (Yohanes 16:32). Yesus berdoa di taman Getsemani kepada Bapa-Nya meminta agar cawan perpisahan disingkirkan tetapi bukan menurut kehendak Dia melainkan menurut kehendak Bapa. Tidak ada doa yang lebih memuncakkan ketaatan dari doa Yesus di taman Getsemani. Dia mengetahui apa yang akan terjadi pada diri-Nya. Pada waktu itu Kristus memilih tiga orang murid yang rohaninya paling baik dan paling dekat dengan Dia. Kristus mengharapkan agar mereka berjaga-jaga dan berdoa, tetapi ketiga orang ini tertidur. Kristus berdoa tiga kali dengan kalimat yang sama: “Ya Bapa, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.” (Matius 26:39). Berapa besar pergumulan yang dihadapi Kristus saat itu tidak mungkin kita mengerti, tetapi yang kita kita tahu adalah bahwa Kristus menyatakan ketaatan yang luar biasa, ketaatan yang tuntas kepada Allah. Bukan kehendak-Ku, tetapi kehendak-Mu yang jadi.

Apakah di antara Oknum Tritunggal ada kehendak yang saling berlawanan? Apakah kehendak Allah Bapa berbeda dengan kehendak Allah Anak? Tidak. Di dalam waktu, di mana Kristus menjadi manusia yang bersalut daging dan darah, Dia mempunyai kebebasan untuk tidak taat kepada Allah. Tetapi di dalam kemungkinan ini, Kristus tetap rela dan taat menyerahkan kehendak-Nya kepada kehendak Bapa. Apakah arti dari doa Yesus di Getsemani? Apakah Yesus takut mati? Tidak. Jika Yesus takut mati, Ia tidak akan berinkarnasi datang ke dalam dunia. Di dalam menyelamatkan manusia, perlu tiba satu saat yang paling sulit bagi Yesus Kristus, saat itu ialah di waktu Dia berteriak, “Allah-Ku, Allah-Ku, apakah sebabnya Engkau meninggalkan Aku?”

Di taman Getsemani, Kristus pernah menegur Petrus yang menghunus pedang memotong telinga Malkhus, demikian: “Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab barangsiapa menggunakan pedang, a kan binasa oleh pedang. Atau kau sangka, bahwa Aku tidak dapat berseru kepada Bapa-Ku, supaya Ia segera mengirim lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku?” Waktu Yesus Kristus mengalami kesulitan yang terbesar, malaikat-malaikat suci yang bersembah sujud kepada-Nya ikut melihat dengan teliti. Malaikat-malaikat ingin mengetahui segala sesuatu yang terjadi, karena Raja Sorga yang rela turun ke dalam dunia dan begitu sengsara adalah hal yang di luar dugaan dan kemampuan pikiran manusia (1 Petrus 1:12).

Malaikat-malaikat menyaksikan kelahiran Kristus, melayani Dia setelah dicobai di padang gurun, menjaga kubur Yesus, bersaksi atas kebangkitan-Nya, memberitahukan tentang kedatangan Kristus pada saat kenaikan-Nya dan kelak akan ikut datang ke dunia pada waktu kedatangan Kristus yang kedua kali. Iblis adalah malaikat jahat yang sudah jatuh. Dalam setiap langkah Kristus, baik sejak kelahiran sampai kenaikan Kristus ke Golgota, iblis berminat untuk menjatuhkan Kristus, membunuh Kristus, meremukkan Kristus. Tetapi malaikat yang baik, yang suci atau istilah khususnya malaikat yang terpilih, memperhatikan setiap langkah dan peristiwa teragung dalam sejarah dalam diri Yesus Kristus. Kalau Kristus mau meminta pertolongan pada malaikat, maka batalion-batalion malaikat akan turun dan Golgota akan menjadi tempat mayat-mayat bergelimpangan. Tetapi Yesus mempertahankan bibir mulut-Nya, Ia tidak mau memanggil malaikat.

Di Golgota, malaikat-malaikat tidak kelihatan, suara Allah tidak terdengar, kegelapan meraja-lela. Di dalam kehidupan kita mengikut Kristus, kadang-kadang Allah mengizinkan satu kegelapan yang besar di mana saat itu seolah-olah kita tidak bisa tahan. Kita mungkin berteriak: “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?” dan kita dapat sedikit mengerti akan perkataan Yesus. Tetapi tidak mungkin ada satu orang pun yang akan menyelami bahkan sampai kekekalan pun tidak mungkin pernah ada orang yang boleh mengerti tuntas akan perkataan Kristus yang keempat ini. Apakah sebabnya? Karena yang mengatakan kalimat ini bukanlah manusia yang berdosa. Jika Allah meninggalkan kita, maka memang kita orang yang berdosa. Tetapi mengapa Kristus ditinggalkan Allah padahal Dia tidak pernah berdosa?

Pada waktu Kristus dibaptis oleh Yohanes Pembaptis, sorga terbuka dan Allah bapa berkata, “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan.” (Matius 3:16-17). Demikian pula pada peristiwa lain di bukit Hermon di mana Yesus mnembawa Petrus, Yakobus dan Yohanes bersama untuk berdoa, dan pada saat itu Yesus berbicara dengan Musa dan Elia. Pada waktu Petrus mengutarakan pendapatnya untuk membangun tiga buah kemah bagi kedua nabi Allah dan bagi Kristus sendiri, turunlah awan yang tyerang dan suara Allah Bapa dari sorga mengkonfirmasi sekali lagi akanb kasih-Nya kepada Kristus Anak-Nya dengan perkataan: “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia.” (Matius 17).

Saat-saat seperti itu adalah saat Kristus paling membutuhkan kesaksian Allah dan Allah Bapa tidak pernah meninggalkan Dia. Tetapi jika kedua peristiwa ini dibandingkan dengan keperluan pada waktu Kristus disalib, bukankah saat itu adalah momen di mana Kristus paling perlu mendapat kesaksian dari Allah Bapa? Waktu Yesus Kristus berbicara dengan orang-orang yang agung seperti Elia dan Musa, maka manusia yang mengikut Dia mulai tidak memperhatikan Kristus. Dan Kristus memerlukan kesaksian atas keunikan diri-Nya pada saat itu juga dari Allah Bapa. Dan pada kedua peristiwa tersebut, Allah memberikan kesaksian-Nya atas Anak-Nya. Tetapi kedua peristiwa itu tidak bisa dibandingkan dengan kebutuhan paling mendadak dan mendesak, yaitu pada waktu Kristus disalibkan. Tetapi pada saat paling perlu, Kristus mengatakan: “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”

Apakah sebabnya Yesus Kristus tidak berteriak: “Yudas, Yudas, mengapa engkau menjual Aku?” Mengapakah Yesus tidak berteriak “Petrus, Petrus, mengapa engkau tiga kali menyangkal Aku?” Mengapa Tuhan tidak berteriak, “Murid-murid-Ku, mengapa engkau meninggalkan Aku?” Mengapa Dia tidak berteriak: “Aku ini bukan orang berdosa, mengapa engkau memaku Aku?” Mengapa Tuhan tidak berkata: “Pilatus, Pilatus, apakah sebabnya engkau menjatuhkan hukuman kepadaKu?

Tuhan tidak memanggil nama Yudas, Petrus, Pilatus ataupun murid-murid-Nya yang lain, tetapi Tuhan tetap mengingat bahwa satu relasi yang penting bukanlah relasi yang bersifat horizontal. Relasi yang penting bagi Tuhan Yesus bukanlah soal manusia yang bisa menjual Dia. Yesus Kristus dipaku di atas kayu salib bukanlah karena kesuksesan Yudas yang bisa menjual Dia. Yesus disalib bukan karena Pilatus yang berkuasa menjatuhkan hukuman kepada-Nya, tetapi Yesus Kristus disalib karena satu sebab yaitu karena Allah sudah menetapkan untuk meremukkan Dia sebagai korban penebus dosa kita (Yesaya 53:10).

Kira-kira seribu tahun sebelum Yesus disalibkan, Daud menuliskan mazmur nomor 22 dan didalamnya sudah ada perkataan: “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?” Apakah teriakan Tuhan ini dihafal-Nya dari Mazmur 22:2? Jikalau Kristus harus menghafal ayat untuk mengisi kekosongan waktu dan berteriak-teriak, maka hal itu tidak mempunyai arti apa-apa. Memang perkataan Daud sama kalimatnya, sama artinya, sama hurufnya dan pernah diucapkan oleh Daud. Apakah Kristus mengutip Daud atau sebaliknya, Daud digerakkan oleh Roh Kudus untuk menuliskan perkataan ini? Bukan Kristus yang mengutip Daud, tetapi Daud digerakkan oleh Kristus untuk menuliskan penderitaan dan sengsara yang belum pernah diketahui sebelumnya dan akan dialami oleh Kristus.

Roh Kristus adalah Roh yang kekal yang sudah bekerja sebelum Dia inkarnasi, untuk menggerakkan nabi-nabi sebelum Dia melihat dengan jelas melalui kuasa Roh Kudus. Nabi-nabi sebelum Kristus melihat dan menubuatkan tentang Kristus. Itulah sebabnya dalam Perjanjian Lama kita melihat nubuat bahwa Kristus akan dijual dengan tiga puluh keping perak (Zakaria 11:12), dilahirkan di Betlehem (Mikha 5:1), mati di tengah-tengah orang berdosa, dikuburkan di dalam kuburan orang kaya (terj. King James Version dari Yesaya 53:9). Semua yang dituliskan dalam Perjanjian Lama harus digenapkan hanya oleh Kristus satu orang, khususnya nubuat-nubuat mengenai Mesias. Ini tidak lain karena Roh Kudus sudah bekerja sebelumnya menginspirasikan firman Tuhan kepada manusia.

Jika kalimat yang pertama di atas salib Kristus menyebut Bapa dan kalimat terakhir juga menyebut Bapa, mengapa pada waktu kalimat yang di tengah ini tidak menyebut Bapa melainkan Allah? Mengapa Kristus tidak berteriak: “Bapa-Ku, Bapa-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Tetapi mengapa Kristus berteriak: “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Bukankah ini satu hal yang menarik bagi kita? Kristus pernah mengatakan, “Aku dan Bapa-Ku adalah satu.” (Yohanes 10:30) dan “Aku tidak seorang diri, sebab Bapa menyertai Aku.” (Yohanes 16:32).

Perkataan Kristus keempat menunjukkan perbedaan status. Sekarang, Kristus berdiri sebagai orang berdosa. Yesus Kristus berdiri sebagai orang berdosa menggantikan Anda dan saya“Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.” (2 Korintus 5:21).

Sampai selama-lamanya kita tidak mungkin mengerti bagaimana Kristus yang tidak berdosa menjadi berdosa. Kita hanya bisa mengerti bahwa kita yang berdosa dianggap menjadi tidak berdosa melalui pembenaran oleh Kristus karena Dia mati bagi kita. Kita bisa mengerti dan tahu bahwa diri kita disucikan dan dikuduskan di hadapan Tuhan karena karya Kristus. Tetapi bagaimanakah kita bisa mengerti akan Kristus yang tidak berdosa dibuat menjadi berdosa? Bagaimanakah kita mengerti bahwa Dia yang benar, menjadi tidak benar karena kita? (1 Petrus 3:18). Namun, walaupun hal itu tidak dapat kita mengerti, Alkitab mengajarkan bahwa hal itu harus kita terima dengan iman.

  1. Kristus berteriak: “Allah-Ku, Allah-Ku….” Dia berteriak dengan status sebagai orang berdosa, bukan status sebagai Anak Allah meskipun pada waktu itu Dia adalah Anak Allah yang kekal juga. Cerintus, yang merupakan bidat abad pertama yang menjadi lawan dari rasul Yohanes mengajarkan bahwa dengan teriakan tersebut berarti Kristus sedang meninggalkan Yesus. Jadi teorinya, pada waktu Yesus dibaptiskan Yohanes Pembaptis, Kristus menaungi Yesus dan pada waktu disalibkan, Kristus meninggalkan Yesus. Pikiran semacam demikian sudah meracuni saksi-saksi Yehova. Padahal, arti teriakan Kristus bukan demikian. Teriakan Kristus inipun bukan merupakan perkataan Kristus sebagai Oknum Kedua kepada Bapa sebagai Oknum Pertama Allah Tritunggal yang kekal, tetapi teriakan Kristus dengan status sebagai Oknum penanggung seluruh dosa manusia termasuk Anda dan saya.
  2. Kristus berteriak: “Allah-Ku, Allah-Ku…” Kristus tetap memegang satu relasi vertikal yang tidak tergoncangkan. Tetapi bagaimana Allah meremukkan Dia padahal Allah adalah Allah-Nya? Jika kita renungkan, perkataan keempat ini berbeda saekali dengan keadaan jika kita tidak dimengerti oleh orang lain. Bagaimana Allah memberikan hukuman pada-Nya, padahal Allah itu adalah Allah Yesus Kristus? Di dalam kekekalan, kita yang sudah ditebus-Nya tidak akan pernah ditinggalkan oleh Kristus karena Kristus tidak ditinggalkan Allah dan Kristus adalah Allah.

Pada saat kelahiran-Nya, ada terang yang besar di tengah kegelapan; tetapi pada saat mati-Nya, ada kegelapan yang besar di tengah matahari yang bersinar terang. Di sini kita melihat adanya kontradiksi. Di tengah-tengah kegelapan, Dia menerima terang; di tengah-tengah terang, Dia menerima kegelapan. Kelahiran Kristus ajaib, kematian Kristus ajaib. Siapakah Yesus? Waktu lahir-Nya, Kristus membawa terang kepada dunia yang gelap, tetapi waktu mati-Nya Kristus yang adalah terang dunia, ditimpa oleh gelapnya dosa dunia. Dunia menimpakan dosa kepada diri-Nya dan Dia dikucilkan oleh Allah, tetapi Yesus Kristus menerimanya. Jikalau Yesus tidak rela menanggung dosa Anda dan saya, maka tidak ada seorang pun yang boleh menimpakan dosanya di atas diri Yesus. Jikalau Yesus tidak rela mentaati kehendak Allah, tidak ada seorang pun yang dapat memaksa Dia menjalankan kehendak Allah. Jikalau Yesus tidak dengan inisiatif menyerahkan nyawa-Nya, tidak ada seorang pun dapat merebut akan hidup-Nya. Semua ini adalah karena ketaatan dan kerelaan-Nya. Dia taat sampai mati di kayu salib.

Sekarang tibalah saat yang paling pekat, paling sedih, saat di mana Kristus harus mengatakan: “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Untuk mencari kita domba yang tersesat, maka Kristus datang ke dunia menjadi Gembala kita. Untuk mencari kita yang jauh dari Tuhan, aklhirnya Kristus harus menjauhkan diri dari Tuhan. Untuk mencari kita yang berdosa, maka Kristus dijadikan berdosa karena kita. Untuk menjadikan kita anak-anak Allah, maka Anak Allah harus turun dan menjadi Anak Manusia. Supaya kita boleh mendapat hidup di sorga, maka Dia harus turun ke dunia. Supaya kita boleh mendapat hidup yang kekal, Dia harus mati bagi kita. Pada waktu Dia berteriak: “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”, Kristus telah memberitahukan kepada kita bahwa perjalanan-Nya dari sorga mencari orang berdosa, telah sampai pada satu titik kebahayaan dan kesulitan serta kedalaman yang tidak akan bisa dicapai oleh manusia.

Dalam sepanjang sejarah gereja, orang-orang suci dianiaya dan mati sebagai martir karena memegang iman yang teguh kepada Yesus Kristus. Mereka tetap berpegang teguh akan janji Kristus dan menerima penyertaan Tuhan Allah. Tapi kematian Kristus berlawanan dengan kematian orang-orang kudus. Kristus adalah satu-satunya manusia yang pada waktu mati, tidak mendapatkan penyertaan atau pun pertolongan dari Tuhan Allah. Allah menutup muka-Nya terhadap Kristus. Allah adalah Allah yang adil, sehingga pada waktu Kristus mengangkut dosa manusia, Dia tidak menerima penyertaan dari Allah Bapa. Di sini kita melihat satu hal yang begitu paradoks, tapi juga merupakan satu fakta nyata. Kristus yang tidak lagi menerima kasih Allah, menjadi Pemberi kasih. Itu sebab Kitab Suci berkata, “Lebih berbahagia orang yang memberi daripada yang menerima.” Kristus menjadi Sumber bahagia dan selamat, karena di atas kayu salib Dia tidak bisa menerima cinta kasih dari manusia.

Di atas kayu salib, segala kesalahan kita domba-domba-Nya, telah ditimpakan kepada Dia. Allah mencintai Kristus. Allah tidak pernah tidak mengasihi Kristus. Tetapi saat itu, di atas kayu salib, murka Allah berkehendak meremukkan Dia. Dia menderita sampai setuntas-tuntasnya. Cinta-Nya begitu besar dan darah-Nya yang tidak bercampur anggur, mengalir sampai penghabisan. Inilah gambaran neraka. Gambaran neraka tidak bisa kita mengerti, tetapi kita dapat tahu dari perkataan puncak Kristus di atas kayu salib: “My God, My God, why hast Thou forsaken Me?”

Orang-orang yang mati di dalam dosa, tetap harus mengaku bahwa Allah adalah Allah, tetapi tidak ada lagi anugerah keselamatan yang turun atas diri mereka. Tidak ada lagi penghapusan atas dosa, tidak ada lagi penggantian. Yang ada pada mereka, pertama adalah satu pertanyaan yang tidak mempunyai jawaban. Dan yang kedua adalah satu relasi yang tidak mempunyai gabungan. Barangsiapa yang mau mengerti kedahsyatan murka Allah, harus melihat ke kayu salib. Barangsiapa yang mau mengetahui sampai tuntas akan keadaan yang mengerikan sekali, dia harus mengerti dari perkataan keempat yang diucapkan Kristus di atas kayu salib.

Kristus berkata: “Mengapa?….Mengapa?” Jikalau sampai mati kita tidak bertobat dan tidak menerima perkataan Kristus, maka apa yang akan kita kerjakan di dalam neraka adalah menanyakan satu pertanyaan: “Mengapa?” Anda akan menanyakan pada diri sendiri: Mengapa saya tidak menerima Juruselamat? Mengapa saya terkatung-katung? Mengapa saya cari dukun? Mengapa saya iri hati? Mengapa saya menolak Kristus? Mengapa saya selalu berbuat dosa? Mengapa saya tidak berdaya? Mengapa saya tidak merubah sikap yang mengeraskan hati? Mengapa saya tidak rela dipimpin Roh Kudus? Hanya pertanyaan: “Mengapa?…. mengapa?” Beratus-ratus, beribu-ribu, berpuluh-puiluh ribu, beratus-ratus ribu, berjuta-juta ribu kali Anda akan menanyakan mengapa. Dan pertanyaan ini akan diakhiri dengan pertanyaan: Mengapa, Tuhan meninggalkan aku? Dan di neraka hanya ada pertanyaan, di neraka hanya ada penyesalan atas tindakan yang jahat, tetapi di neraka tidak ada jalan akhir. Waktu kita mendengar ucapan keempat dari Kristus di atas kayu salib, maka kita mengerti satu keadaan dari neraka. Mengapa? Mengapa Allah meninggalkan? Tidak ada jawaban. Hanya ada kesesakan, hanya ada penyesalan, hanya ada pertanyaan tetapi tidak ada jawaban untuk selama-lamanya. Itulah nereka!

Apakah neraka? Neraka yaitu ditinggal oleh Allah. Itulah neraka. Apakah neraka? Apakah itu binasa? Neraka dan binasa yaitu hilang dari hadapan Alah untuk selama-lamanya. Dipalingkan dari muka Bapa yang penuh kasih untuk selama-lamanya. Itulah neraka. Saya harap Anda tidak menjadi orang yang seperti ini. Jika sekarang Anda berkata: “Aku tidak mau kembali kepada Tuhan”, Anda memalingkan muka terhadap khotbah-khotbah yang berani menegur dosa, Anda benci kepada firman Tuhan, Anda mencari ke sana-sini untuk menemukan pendeta yang bisa menghibur dan memperbolehkan Anda berbuat segala dosa, Anda mencari ke sana-sini gereja yang sesuai dengan keinginan kejahatan, Anda memilih agama yang cocok untuk bisa melampiaskan dosa, Anda memilih pendeta yang lebih sesuai dengan kejahatan, Anda memilih gereja yang bertoleransi akan segala kerusakan dan tidak menegur Anda.

Ada satu tempat di mana tidak ada teguran apa-apa. Ada satu tempat di mana tidak ada kebangunan rohani. Ada satu tempat di mana tidak ada khotbah yang keras. Itulah neraka. Orang yang ada di sana, tidak lagi ditegur, tidak lagi diperingatkan untuk bertobat dan meninggalkan dosa, tetapi dibiarkan untuk selama-lamanya. Ditinggalkan muka Allah yang penuh mulia. Orang demikian akan kehilangan itu untuk selama-lamanya.

Kini kita akan kembali merenungkan kejadian di Golgota. “My God, My God, whay hast Thou forsaken Me?” “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Ini merupakan satu keadaan jiwa yang kelu. Kalimat ini membuktikan bahwa Kristus sudah turun ke dalam tempat yang paling dalam, menerima hukuman yang paling kejam. Hukuman neraka harus timpa kepada Anak Allah yang tidak berdosa. Kristus pernah menerima siksaan dan pernah menerima hukuman neraka menanggung dosa kita sampai mengatakan perkataan keempat di kayu salib, “My God, My God, why hast Thou forsaken Me?” Itu seruan dari neraka. Itu seruan yang keluar dari hukuman keadilan yang diterima karena kejahatan.

Manusia tidak mungkin mengerti perkataan ini, kecuali dia sudah masuk neraka. Yang masuk neraka akhirnya juga tidak mungkin mengerti, karena yang masuk neraka adalah orang dengan keadaan berdosa, sedangkan Kristus tidak berdosa. Sekali lagi, perhatikan kalimat ini: Manusia tidak akan mengerti seratus persen kalimat ke-empat ini, kecuali dia mempunyai pengalaman berada di dalam neraka. Tetapi orang yang masuk ke dalam neraka adalah orang di dalam keadaan berdosa, sedangkan Kristus tidak berdosa. Mengapa yang tidak berdosa dibuat menjadi berdosa? Saya tidak mengerti. Saya hanya bisa mengatakan bahwa inilah titik terakhir dari perjalanan panjang Kristus mencari orang berdosa.

Kita mengetahui bahwa Kristus mencintai kita sampai akhir. Di dalam kalimat keempat di kayu salib, kita mengetahui cinta Kristus pada kita itu tuntas, sebab Dia sudah mengalami satu pengadilan Ilahi dan satu kekejaman hukuman neraka yang seharusnya Anda dan saya terima. Di sini buktinya cinta Tuhan Yesus pada kita. Keadilan dan kemarahan Allah berlaku tanpa kompromi. Siapakah saya? Siapakah Anda? Jangan kira para majelis, pendeta, penginjil atau setiap kita yang beroleh jabatan dalam pelayanan dapat memperoleh dispensasi dari Allah. Saya melihat banyak pendeta-pendeta tidak berani menegur kesalahan orang lain, karena orang itu memberikan banyak uang. Tetapi di hadapan Allah, tidak ada kecuali. Keadilan dan kemarahan Allah yang tidak berkompromi dinyatakan pada waktu Anak-Nya yang Tunggal mengucapkan perkataan yang keempat di kayu salib, “My God, My God, why hast Thou forsaken Me? Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”

Anda tidak mungkin bisa melarikan diri dari hukuman Allah, hanya karena Anda orang yang berkedudukan tinggi, orang kaya ataupun orang yang berasal dari keluarga Kristen. Tidak ada kecuali, tidak ada dispensasi. Hanya ada satu jalan, yaitu dengan datang dan menggabungkan diri dengan murka yang sudah diterima oleh Kristus di atas kayu salib. Maka barangsiapa berada di dalam Kristus, tidak ada lagi hukuman neraka. Kalimat ke-empat ini adalah kalimat paling kejam dan paling menyedihkan di dalam alam semesta! Anda tidak akan pernah menemukan kalimat yang sama di dalam buku apa pun yang lain di dunia ini. Kalimat ini tidak akan Anda temukan di dalam buku filsafat, buku agama, syair atau buku apapun yang Anda baca di dalam dunia ini. Anda tidak akan menemukan satu kalimat di dalam buku apapun yang lebih menakutkan dari pada kalimat keempat dari Kristus di atas kayu salib.

Allah meninggalkan Kristus. Kalimat yang paling tuntas, sulit dan kejam ini, justru menjadi titik akhir dari perjuangan yang keras. Dan mulai dari situ-lah titik akhir berhentinya segala peperangan. Jikalau Kristus tidak pernah ke situ, maka itu menjadi tempat bagi Anda dan saya. Jikalau Kristus belum pernah ke tempat itu maka kutukan harus diterima Anda dan saya. Jika Kristus tidak pernah ke situ, maka hukuman yang tuntas harus diterima Anda dan saya. Puji Tuhan! Barangsiapa yang mengerti perkataan “My God, My God, why hast Thou forsaken Me?” akan mendengar di dalam kalimat itu terkandung satu kalimat yang mengatakan: “My son, My son, I will not forsaken thee” (Anak-Ku, Anak-Ku, Aku tidak akan meninggalkan engkau. Karena Aku sudah pernah meninggalkan Kristus bagimu).

Barangsiapa yang pernah mengerti perkataan Kristus ini dan mematuhi Kristus, tidak akan dibuang oleh Bapa sampai selama-lamanya. Puji Tuhan! Semua ini mungkin terjadi karena Kristus pernah menderita bagi Anda dan saya. Roh-roh, jiwa-jiwa yang ditebus oleh Tuhan kiranya bersyukur kepada Dia dan berkata kepada-Nya:

“Ya Tuhan, aku mengerti kalimat ini. Aku mengerti Golgota. Di dalam keadaan yang paling sulit, Kristus sudah menjalani dengan taat. Dan melalui Dia, aku bisa memperbaharui hubungan dengan Tuhan Allah. Aku bersyukur.”

PERKATAAN 5 :

“Aku haus!”

Bacaan :Yohanes 19:28-29; Mazmur 22:14-16; Mazmur 69:21-22

Arti yang paling dalam mengenai keselamatan, ada dalam ke-tujuh perkataan Kristus di atas salib. Siapakah Anda dan saya yang boleh diberi pengertian oleh Roh Kudus untuk mengetahui akan rahasia cinta kasih Tuhan? Yang kita ketahui mungkin hanya sepersepuluh, seperseratus atau bahkan sepersejuta, tetapi puji Tuhan karena Dia tidak mau kita tidak mengetahui apa-apa tentang sengsara dan salib-Nya. Orang yang mengenal kesengsaraan Kristus adalah orang yang bisa mencintai Tuhan. Kita tidak mencintai Tuhan karena kita tidak sadar akan kasih Tuhan. Apakah sebabnya rasul Yohanes memberitakan kasih Allah lebih dalam daripada rasul-rasul yang lain? Karena Yohanes adalah satu-satunya rasul yang berada di bawah salib. Karena pengenalan akan salib dan sengsara Yesus Kristus mengakibatkan seseorang masuk ke dalam tempat Mahakudus dari kasih Tuhan Allah. Kita boleh mengasihi Allah juga.

Tuhan memperbolehkan kegelapan selama tiga jam menudungi Anak-Nya. Kegelapan yang lebih besar dari gerhana matahari. Di atas Golgota sama sekali tidak ada cahaya. Matahari tidak berani melihat kerusakan yang ditimpakan di atas kayu salib. Matahari tidak berani melihat kekejaman yang menganiaya Kristus tanpa peri kemanusiaan. Kesengsaraan dan penderitaan yang paling sulit dan paling kejam diterima oleh Yesus Kristus. Pada waktu kegelapan datang, tak seorang pun dapat melihat apa yang sedang terjadi pada tubuh Yesus Kristus karena di Golgota tidak ada alat penerangan. Tidak seorang pun tahu apakah tubuh-Nya menggeletar karena mengalirkan darah terlalu banyak. Pada saat itu Allah tidak mengizinkan siapa pun melihat apa yang terjadi pada tubuh Kristus.

Setelah tiga jam lewat dari jam dua belas, maka di dalam keadaan yang paling gelap itu terdengarlah satu suara yang mencetuskan satu kesengsaraan yang tidak terbandingkan dan tidak mungkin dimengerti oleh siapa pun: “Eli, Eli, lama sabakhtani? Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Inilah ucapan yang paling sedih dari hati yang paling penat dan pedih. Ucapan ini keluar dari hati yang paling menderita, yang jiwa-Nya diperas. Paku kasih sudah mencapai keseluruhan; penderitaan sudah mencapai jiwa yang terdalam dari Kristus yang bertempat mengambil status Anda dan saya. Kalimat ini satu kali tercetus dari mulut Yesus Kristus dan tidak pernah diulangi-Nya lagi.

Di dalam saat itu Allah menyatakan kuasa-Nya dan saat itu Allah menyatakan satu keadaan melalui keadaan paradoks yang tidak dimengerti oleh manusia. Itu Allah lakukan untuk menggenapi satu rencana yang sudah ditetapkan dari kekal sampai kekal. Allah merencanakan untuk menerima kita dan menghapuskan segala dosa kita melalui pengorbanan Anak-Nya. Allah mau memperdamaikan diri-Nya dengan kita dengan menetapkan untuk meremukkan Kristus. Peremukan itu sudah diteriakkan oleh Kristus dengan satu reaksi yang amat menakutkan.

Jam tiga adalah jam di mana kematian Kristus mendekat. Di dalam menit-menit terakhir, Kristus mengucapkan empat kalimat. Selama dipaku di atas kayu salib, Ia mengucapkan tujuh kalimat. Tiga kalimat pertama adalah kalimat yang berdoa kepada Allah. Doa untuk meminta pengampunan bagi orang berdosa, janji untuk menerima jiwa berdosa yang bertobat dan perkataan bagi Maria. Sedangkan kalimat yang ke-empat adalah satu teriakan yang menakutkan. Sekarang sesudah teriakan ke-empat itu, maka reaksi orang di bawah mungkin tercengang, entah pula mengejek, entah heran dan tidak mengerti apa yang seharusnya mereka perbuat. Tetapi sekarang mereka sadar bahwa matahari yang tadinya tertudungi awan gelap mulai bersinar kembali. Orang-orang di bawah salib melihat pada satu minuman yang tersedia di situ.

Pada waktu itu mereka hendak menunggu akan apa yang terjadi setelah Kristus berteriak: “Eli, Eli, lama sabakhtani?” Waktu itu ada orang berkata: “Mari kita melihat apakah Elia datang menyelamatkan Dia.” (Matius 27:49). Apakah ini satu ejekan, olokan atau satu ketakutan? Sesudah kegelapan itu menudungi seluruh daerah, maka siapa pun tidak bisa tenang lagi. Setiap orang yang mengalami kegelapan seperti itu, harus berpikir dan menyelidiki diri. Apakah gejala alam yang demikian itu timbul karena dosa manusia? Orang yang telah memaku dan menjatuhkan hukuman mati terhadap Kristus, baik Pilatus, Herodes, Kayafas, Hanas, prajurit-prajurit maupun rasul-rasul yang melarikan diri hingga orang-orang Yahudi yang meneriakkan: “Salibkan Dia!” bagi Kristus, harus bepikir: “Kapan kegelapan yang pekat akan berhenti?”

Salah satu pemikiran yang timbul dari mereka adalah jikalau Yesus yang mereka salibkan itu sungguh-sungguh Anak Allah, maka kegelapan itu terjadi karena kemarahan Allah kepada orang-orang yang menyalibkan Anak-Nya dan tulisan nubuat nabi Amos terjadi (Amos 8:9). Hal ini sungguh menakutkan mereka. Ejekan tidak mungkin dilontarkan lagi. Mereka memang sungguh-sungguh mengharapkan kedatangan Elia untuk menolong Kristus, karena dengan demikian maka segala sesuatu akan menjadi beres dan murka Allah tidak menimpa umat manusia.

Allah mempunyai rencana sendiri. Sesudah itu, karena Yesus tahu, bahwa segala sesuatu telah selesai, berkatalah ia – supaya genaplah yang ada tertulis dalam kitab suci: “Aku haus”. Kata pertama dari ayat ini adalah Sesudah itu, Sesudah apa? Apakah yang terjadi sesudah kegelapan lewat? Apakah sesudah Kristus berteriak: “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Apakah sesudah hal yang paling kejam dan paling sulit itu lewat? Yesus tahu bahwa peperangan yang paling sengit sudah lewat dan sesudah hal itu, Ia melihat satu hal: Segala sesuatu telah selesai.

Pada waktu Yesus Kristus bertahan di atas salib sampai jam tiga, sekarang Ia mengetahui bahwa segala hal sudah terjadi. Apakah yang sudah terjadi? Nubuat-nubuat tentang Mesias dan kematian-Nya sudah tergenapi. Nubuat-nubuat apa yang tergenapi di atas kayu salib itu? Allah menyediakan keselamatan bukan dengan rencana yang sembarangan. Paulus menulis dalam surat Efesus bahwa rencana keselamatan dari Allah sudah ada sebelum dunia diciptakan (Efesus 1:4). Allah sudah menetapkan kita yang ada di dalam Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya. Inilah satu rencana dari kekekalan, dari sejak dunia belum diciptakan.

Tidak ada rencana yang lebih besar daripada rencana keselamatan Allah di dalam Yesus Kristus. Rencana Allah sudah ada sebelum dunia diciptakan. Sesudah dunia diciptakan, rencana itu dilaksanakan. Darah yang pertama kali dialirkan setelah manusia jatuh di dalam dosa bukanlah darah manusia itu sendiri tetapi darah binatang yang Tuhan bunuh untuk mengganti Adam yang berdosa (Kejadian 3:21). Dalam Perjanjian Lama, Tuhan menyatakan dengan jelas bahwa sesudah Adam berbuat dosa, ia tidak mati pada hari itu juga. Adam tidak mengalirkan darah, tetapi Allah menghukum Adam dan Allah memberikan pakaian dari kulit binatang untuknya. Binatang bisa dikuliti setelah mati. Ada binatang yang mati. Ada binatang yang darahnya dialirkan. Adam yang berbuat dosa, tetapi binatang yang mengalirkan darah.

Ada pengganti. Di sini kita melihat bahwa penebusan dengan cara mengganti (Redemption by substitution) sudah menjadi wahyu pertama yang dinyatakan kepada manusia. Nubuat pertama dalam seluruh Kitab Suci sesudah manusia berdosa bukan dikatakan oleh mulut manusia. Manusia pertama yang berbuat dosa dan baru saja berbuat dosa, bagaimanakah ia bisa menjadi penyambung lidah Allah? Allah sendirilah yang mengucapkan nubuat itu. Allah sendiri berkata: “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau (ular) dan perempuan ini; benih perempuan (Kristus) akan berperang dengan ular. Kepala ular akan diremukkan oleh benih dari perempuan itu dan benih perempuan itu akan dilukai kakinya.” (terjemahan lain dari Kejadian 3:15). Peperangan rohani secara kosmos sudah ditetapkan oleh Allah dan kemenangan ada pada benih perempuan. Siapakah benih perempuan yang dimaksud? Terjemahan bahasa asli dari istilah benih perempuan itu, menunjuk kepada satu Oknum saja dan bukan banyak oknum. Manusia tidak mengerti nubuat itu, Hawa juga tidak mengerti nubuat itu.

Waktu Hawa melahirkan anak pertama, ia mengira bahwa anak pertamanya itu yang dinubuatkan oleh Allah (Kejadian 4:1). Tetapi Kain bahkan lebih jahat daripada Adam, maupun Hawa. Dosa melahirkan dosa, dosa makin besar dan jahat. Benih perempuan menjadi satu tanda tanya sepanjang sejarah berlangsung. Tetapi Tuhan mempunyai rencana yang agung dan kekal tidak berputus asa menunggu persiapan sejarah. Tuhan mengirimkan nabi-nabi-Nya satu demi satu untuk memberitakan pengharapan penebusan dosa bagi manusia.

Sampai pada nabi Yesaya, Tuhan mengatakan: “Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: “Sesungguhnya seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Immanuel.” (Yesaya 7:14). Allah telah menggerakkan Matius pada waktu mengutip ayat tersebut dalam Matius 1:23 untuk memakai satu istilah yang hanya boleh dikenakan kepada anak perawan yang belum menikah, kepada Maria ibu Yesus. Seorang perawan mengandung dan melahirkan seorang anak hanya terjadi satu kali, dan tidak boleh diulangi lagi di dalam sejarah. Siapakah benih dari anak perawan itu? Siapa kecuali Yesus Kristus? Siapakah saya? Saya adalah benih dari laki-laki dan perempuan. Siapakah Anda? Anda adalah benih dari laki-laki dan perempuan. Siapakah Yesus Kristus? Ia adalah benih dari perawan. Perawan itu adalah Maria. Maria melahirkan Yesus Kristus. Yesus adalah satu-satunya orang yang dari sejak kandungan, tidak menerima warisan dari dosa asal yang diturunkan Adam.

Itu sebabnya kedatangan Kristus menggenapi apa yang sudah diberitakan sebagai nubuat pertama oleh Tuhan Allah kepada Adam. Manusia tidak perlu putus asa lagi, tidak perlu kecewa lagi, karena Allah Tuhan Pencipta kita sudah menjalankan mujizat untuk menggenapi apa yang telah dijanjikan-Nya kepada manusia yang murtad kepada Allah. Banyak hal lagi nubuat tentang Kristus yang sudah digenapkan. Mikha 5:2 menubuatkan bahwa Mesias akan dilahirkan di Betlehem dan itu tergenapi pada waktu Yesus Kristus dilahirkan (tertulis dalam Lukas 2:1-7). Kristus disebut sebagai tunas yang keluar dari keturunan Daud (Yesaya 11:1, Yeremia 23:5) dan Kristus dilahirkan dari keturunan Daud juga (Matius 1:1-16). Dalam satu nubuat (Hosea 11:1), dikatakan bahwa Allah memanggil Anak-Nya dari Mesir dan itu terjadi dalam hidup Kristus pada waktu Ia dibawa menghindar ke Mesir dari ancaman pembunuhan oleh raja Herodes (Matius 2:13-15). Alkitab berkata kepada kita bahwa hati Yesus akan berkobar-kobar melihat kejadian di dalam bait Allah (Mazmur 69:10), hal itu terjadi dalam hidup Yesus Kristus (Yohanes 2:13-17). Dan Alkitab mengatakan bahwa Mesias akan memasuki bait Allah dengan menunggang keledai (Zakaria 9:9), itu tergenapi pada waktu Yesus Kristus memasuki bait Allah di Yerusalem menunggang seekor keledai muda (Matius 21:1-5).

Sekarang kita akan melihat belasan nubuat yang khusus berkata tentang kematian-Nya. Untuk menubuatkan kematian Kristus yang terjadi di Golgota, dari sejak Yudas menjual Dia, sampai Kristus menghembuskan nafas terakhir, di dalam beberapa jam itu saja, Allah memerlukan waktu kira-kira seribu tahun untuk menubuatkan hal-hal itu. Dari mulut Daud, Yesaya maupun dari pemazmur dan penulis lain, telah dengan begitu limpah dan lengkap menubuatkan tentang kematian Yesus Kristus. Nubuat-nubuat yang terjadi selama seribu tahun digenapi dalam satu hari. Nubuat sepanjang seribu tahun, dikonsentrasikan di dalam satu Oknum di dalam satu hari. Jika Yesus bukan Kristus, siapakah Dia? Jika apa yang terjadi pada-Nya bukan menurut rencana Allah, maka itu terjadi menurut rencana siapa? Yohanes 19:28 berbunyi: “Karena Yesus tahu bahwa segala sesuatu sudah terjadi…lalu Dia berteriak: “Aku haus!” Apakah arti ayat ini? Istilah segala sesuatu sudah terjadi, meliputi sepuluh hal yang sudah genap pada hari itu juga.

  1. Dia dijual oleh kawan-Nya sendiri (Mazmur 55:13-15), digenapi dalam Matius 26:47-56. Melalui pemazmur, Tuhan berkata bahwa jikalau musuh yang menjual-Nya, itu masih wajar. Tetapi yang menjual Kristus adalah kawan yang dekat, yang dipercaya. Yesus tidak dijual oleh orang Farisi, tetapi justru dijual oleh Yudas, yang siang malam selama tiga setengah tahun ada bersama dengan Dia.
  2. Dia akan dijual dengan tiga puluh keping perak (Zakaria 11:12), digenapi dalam Matius 26:15-16. Yudas telah menjual Yesus dengan upah tiga puluh keping perak. Yudas sudah menerima pikiran dari iblis dan menetapkan hatinya untuk berbuat kejahatan serta menjual Yesus Kristus. Yudas sudah mengambil tekad yang tidak akan berubah.
  3. Penggembala harus dibunuh dan domba-dombanya akan bercerai-berai (Zakaria 13:7), digenapi dalam Matius 26:56. Siapakah Yesus Kristus? Dia adalah Gembala. Gembala yang besar. Gembala yang sulung. Tetapi Alkitab berkata bahwa Gembala itu akan dibunuh dan domba-domba-Nya akan bercerai-berai ke sana ke mari. Pada waktu Yesus ditangkap, murid-murid-Nya pergi ke sana ke mari. Pada waktu dipaku di atas kayu salib, Dia tahu bahwa Dia akan menggembalakan domba-domba-Nya. Dan domba-domba di luar kandang akan dibawa-Nmya kembali untuk bersatu dengan domba-domba yang sudah ada di dalam kandang (Yohanes 10:16). Akulah Gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya (Yohanes 10:11). Yesus tahu bahwa diri-Nya adalah Gembala yang dipukul, yang dilukai. Waktu dipaku di atas kayu salib, baik Petrus, Andreas maupun murid-murid-Nya yang lain yang biasanya melayani Dia dengan giat kini tidak ada. Orang-orang Kristen yang biasanya sibuk melayani di dalam persekutuan kini tidak kelihatan lagi bahkan bayang-bayangnya sekalipun tidak. Karena apa? Karena sudah dinubuatkan bahwa domba-domba-Nya akan berkeliaran ke sana ke mari dan tersesat. Gembala yang baik sudah dipukul. Yesus tahu bahwa nubuat ini sudah tergenapi.
  4. Mesias akan dituduh dan difitnah oleh saksi-saksi dusta. Tuduhan-tuduhan itu akan menjadi penodaan bagi-Nya, tetapi Dia tidak berbicara apa-apa karena Dia rela menerima tanpa membalas segala perkataan jahat yang ditimpakan jkepada-Nya. Ini dinubuatkan oleh Tuhan melalui nabi-Nya dalam Mazmur 109:2-5, dan penggenapannya bersama dalam Matius 27:12. Pada waktu disalib, Dia melihat bahwa hal ini sudah terjadi. Semua tuduhan orang Yahudi yang ditimpakan kepada Yesus, didengarkan oleh Pilatus. Sebagai orang Romawi, tuduhan bahwa Kristus melakukan penghujatan terhadap Allah tidaklah penting bagi Pilatus. Tetapi bagi orang yahudi, hal itu sebaliknya. Bagi orang Yahudi, Yesus yang berani menyebut diri sebagai Anak Allah yaitu Kristus, adalah seorang penghujat. Itu adalah dosa besar! Satu-satunya manusia yang di hadapan umum berani mengatakan bahwa diri-Nya mengampuni dosa orang lain (matius 9:1-3; Markus 2:6-7) dan di hadapan umum berani mengatakan bahwa diri-Nya Kristus Anak Allah adalah Yesus (Yohanes 5:17-18). Tuduhan menghujat Allah yang didengar oleh Pilatus, tidaklah penting. Baginya, Yesus itu Anak Allah atau bukan, tidaklah penting. Yesus itu Kristus atau bukan, tidaklah penting. Tetapi kalau Yesus mengatakan bahwa diri-Nya adalah Raja orang Yahudi, maka tuduhan itu menjadi penting bagi Pilatus. Karena saat itu orang Yahudi ada di bawah jajahan orang Romawi, Pilatus adalah salah satu gubernur Romawi. Bagaiamana jika ternyata Yesus adalah raja baru bagi orangYahudi? Apakah Dia akan mengganti kedudukan Herodes? Bukankah Herodes adalah raja boneka orang Yahudi yang ditunjuk dan dikuasai oleh pemerintah Romawi? Bukankah Yesus ingin mengadakan satu pemberontakan politik? Bukankah Yesus ingin mengadakan satu revolusi? Maka Pilatus bertanya kepada-Nya: “Engkaukah raja orang Yahudi?” (Lukas 23:3). Yesus Kristus menjawab Pilatus: “Aku dilahirkan dalam dunia sebagai Raja dan Aku bersaksi tentang kebenaran.” (Yohanes 18:37-38). Pilatus bertanya lagi kepada Yesus: “Apakah kebenaran itu?” Pilatus bertanya demikian karena dia mempunyai satu dasar atau tradisi pengenalan kebenaran ala Romawi yang dipengaruhi oleh kebudayaan Yunani. Istilah kebenaran (Yunani: Aletheia) adalah satu istilah yang maknanya terus dicari oleh filsuf-filsuf Yunani seperti Protagoras, Georgias, Sokrates, Plato, Aristoteles, orang-orang Stoik, orang-orang Episkurian dan sampai Pilatus. Mungkin Pilatus pernah menerima pengaruh dari Seneca atau pemikir Yunani yang lain. Jika orang-orang Romawi sudah dipenuhi oleh filsafat Yunani yang begitu dalam menyelidiki tentang kebenaran, maka kebenaran macam apakah yang Yesus berani katakan? Demikian pikir Pilatus. Bukankah Yesus berkata bahwa kedatangan-Nya adalah untuk bersaksi tentang kebenaran? Apakah kebenaran? Pilatus hanya bertanya dan tidak menantikan jawabannya. Inilah sikap manusia yang tidak menghormati Tuhan. Dan Tuhan Yesus juga tidak menjawab Pilatus. Kini di atas kayu salib, semua umpatan-umpatan, fitnahan-fitnahan maupun segala olokan sudah terlewati. Nubuat ke-empat sudah lewat.
  5. Orang-orang akan mencambuk, memukuli, melukai serta meludahi muka-Nya. Berapa kali Krisitus menerima segala penghinaan, dera dan fitnahan? Pada waktu Kristus dihadapkan kepada Herodes, Herodes mengharapkan agar Dia mengadakan satu mujizat di hadapannya (Lukas 23:8). Tetapi di hadapan tentara Herodes, tidak ada satu mujizat pun yang akan diadakan-Nya untuk pamer atau pun untuk memuaskan rasa ingin tahu manusia. Herodes adalah manusia yang ingin mengetahui mijizat dan menyuruh Allah melayani dia. Herodes ingin supaya Yesus Kristus mendemonstrasikan dan memamerkan kuasa-Nya kepada dia. Di atas Golgota tidak ada hal ini. Di atas sengsara Kristrus, tidak ada hal ini. Pada waktu Yesus Kristus mendengarkan perkataan Herodes, Dia diam dan tidak menjawabnya. Dia memutar tubuh-Nya. Pukulan dan cambukan datang menghantam tubuh-Nya. Dia menerima segala pukulan dan cambukan yang merobek-robek daging dan kulit-Nya. Dia tetap membiarkan mereka. Nubuat sudah mengatakan bahwa Mesias akan membiarkan mereka memukul Dia dan membiarkan supaya badan-Nya dicambuk (Mikha 5:1; Yesaya 50:6). Dengan bilur-Nya Anda dan saya disembuhkan (Yesaya 53:3-8). Di dalam bilur-Nya ada keselamatan yang lengkap bagi kita. Penderitaan Kristus sudah dinubuatkan kira-kira tujuh ratus tahun sebelumnya. Dan itu digenapkan dalam Matius 26:67-68; 27:30. Inilah nubuat ke-lima yang sudah digenapi.
  6. Dia akan dihukum beserta dengan perampok-perampok. Kristus akan dihukum dengan para kriminal. Bahasa asli Ibrani menunjukkan bahwa Mesias akan mati di antara orang-orang (bentuk jamak) kriminal. Nubuat ini ada tujuh ratus tahun sebelum Yesus disalibkan (Yesaya 53:9, 15) dan digenapi dalam Markus 15:7, 28.
  7. Tangan dan kaki Mesias akan ditusuk. Orang-orang tidak akan mengerti bagaimana cara Mesias akan mati meskipun Perjanjian Lama sudah jelas mengatakan hal ini. Sampai pada satu hari Kristus mati, barulah kita mengetahui bagaimana Kristus akan mati. Kristus mati dengan tangan dan kaki tertembus paku. Masakan cara mati Kristus juga dinubuatkan dalam Alkitab? Ya, memang dinubuatkan. “Kekuatanku kering seperti beling, lidahku melekat pada langit-langit mulutku; dan dalam debu maut Kau letakkan aku. Sebab anjing-anjing mengerumuni aku, gerombolan penjahat mengepung aku, mereka menusuk tangan dan kakiku.” (Mazmur 22:16). Mazmur ini ditulis kira-kira seribu tahun sebelum Yesus dipakukan di atas kayu salib. Orang akan menusuk tangan dan kaki-Nya. Nubuat tentang penderitaan Mesias yang paling penting terdapat dalam Mazmur 22. Lalu di manakah ayat-ayat yang menggenapi hal ini? Di dalam ketiga Injil sinopsis (Matius, Markus, Lukas) tidak dikatakan bahwa tangan Yesus ditusuk. Tetapi Injil Yohanes mencatat bahwa setelah Yesus bangkit dan menampakkan diri kepada murid-murid-Nya, maka salah satu dari murid yang bernama Tomas tidak percaya hal itu. Akhirnya Tomas bertemu denganTuhan Yesus dan melihat dengan jelas akan bekas paku di tangan dan bekas tusukan tombak di lambung-Nya (Yohanes 20:25-29). Tomas tidak ada pada hari pertama kebangkitan Yesus. Tetapi pada hari ke delapan dari kebangkitan-Nya, Ia menemui Tomas dan menunjukkan kepada bekas tusukan paku.
  8. Pakaian-Nya akan direbut dan dibagi-bagi di antara orang-orang yang menyalibkan Dia (Mazmur 22:18), hal ini digenapi dalam Yohanes 19:23-24.
  9. Dia berdoa untuk orang-orang kriminal yang disalibkan bersama-sama Dia (Yesaya 51:12). Ini digenapi dalam Lukas 23:34. “Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.”
  10. Kegelapan menudungi Kristus (Amsal 8:9), ini tergenapi dalam Matius 27:45.

Sepuluh nubuat yang besar tentang kematian Kristus sudah tergenapi dalam satu hari. Sepanjang seribu tahun sebelum Kristus lahir ke dunia, sudah ada nubuat-nubuat tentang bagaimana Dia akan mati. Semua nubuatan itu terkonsentrasi pada satu Orang. Dan kini Kristus menggenapi semua nubuat itu. Apakah ini satu kebetulan? Tidak. Ini semua menunjukkan bahwa Yesus Kristus adalah Mesias. Selain sepuluh nubuat di atas, masih ada tujuh nubuat yang penting tentang kematian Kristus. Satu nubuat yang sedang terjadi kini adalah kehausan. “Aku haus!” Pada waktu Alkitab mengatakan pada waktu Yesus mengetahui bahwa segala hal ini sudah terjadi, berkatalah Ia supaya genaplah yang ada tertulis dalam Kitab Suci: “Aku haus!” Inilah ucapan ke-lima dari Kristus. Ucapan dari Kristus yang sengsara: “Aku haus!”

Ayat sebelumnya dari perkataan Kristus adalah supaya genaplah yang ada tertulis dalam Kitab Suci. Apakah Yesus sedang bersandiwara supaya apa yang ditulis dalam Perjanjian Lama menjadi genap dalam diri-Nya? Apakah Yesus berkata begitu supaya bisa menyatakan diri-Nya sebagai Kristus? Pikiran semacam demikian adalah pikiran jahat yang selalu mengganggu akan iman kita. Saya berkata kepada Anda bahwa hal ini tidak mungkin. Yesus bukan menggenapi hal itu untuk bersandiwara. Siapakah orang yang bisa menentukan diri sendiri untuk mati dengan tangan tertusuk? Apakah Yesus menentukan hal itu? Tidak. Siapakah yang bisa menentukan perundingan untuk menjual Yesus dengan tiga puluh keping perak? Siapakah yang menentukan harga Yesus dijual? Siapakah yang bisa menentukan bahwa jika Yesus berteriak : “Aku haus!”, maka orang akan memberi-Nya anggur asam? Ini semua sudah ditetapkan oleh Tuhan Allah dan disampaikan oleh nabi-nabi-Nya, bukan pengaturan manusia.

Pada waktu Yesus berteriak: “Aku haus!” maka orang memberikan anggur asam kepada Dia. Genaplah lagi apa yang sudah tertulis dalam Kitab Suci (Mazmur 69:122). Tentang kematian Kristus, Alkitab mengatakan bahwa tidak ada satu tulang pun dari pada-Nya yang akan patah (Mazmur 34:21). Yesus Kristus dinubuatkan akan dikuburkan dalam kuburan orang kaya. Kematian Yesus Kristus mempunyai nubuat-nubuat yang penting, dan tak ada satu pun dari nubuat-nubuat tersebut yang tidak terjadi.

Apakah arti perkataan: “Aku haus!” ? Semua perkataan dari atas kayu salib memiliki obyeknya kecuali perkataan yang satu ini. Pada waktu berkata: “Bapa, ampunilah mereka…”, Yesus berkata kepada Bapa. Pada waktu berkata: “….hari ini juga, engkau bersama Aku di Firdaus.”, Yesus berkata kepada perampok. Pada waktu Yesus berkata: “Wanita, lihatlah anakmu…”, Dia berkata kepada Maria. Pada waktu berkata: “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”, Yesus berkata kepada Allah. Selanjutnya pada waktu Dia mengatakan: “Sudah Genap!”, itu adalah satu perkataan kepada semua yang menunggu akan penggenapan pekerjaan Mesias. Dan terakhir, ketka Yesus berkata: “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku!”, Dia berkata kepada Allah. Tetapi di sini Dia berkata: “Aku haus!”

Siapakah yang berkata? Berkata kepada siapa? Mengapa berkata? Bukankah yang berkata di atas kayu salib: “Aku haus!” pernah duduk di pinggir perigi dan berkata kepada seorang perempuan Samaria: “Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi; tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal.” (Yohanes 4:13)? Kristus pernah memberikan penghaarapan kepada manusia bahwa barangsiapa yang datang kepada-Nya tidak akan haus lagi (Yohanes 6:35). TUHAN adalah Gembalaku, tak kan kekurangan aku. Kristus berjanji bahwa barangsiapa datang kepada-Nya akan dibawanya ke air yang tenang dan ke atas rumput yang hijau, tidak akan lapar dan dahaga (Mazmur 23:1-2).

Mengapa Kristus yang memberikan janji air hidup sekarang berteriak: “Aku haus!”? Bukankah Kristus yang sama adalah Kristus yang mengatakan: “Makanlah daging-Ku, minumlah darah-Ku. Sungguh Aku berkata kepadamu bahwa daging-Ku bisa dimakan dan darah-Ku boleh diminum. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, mempunyai hidup yang kekal di dalam dirinya.” (Yohanes 6:53-56). Tidak ada ceramah Kristus yang lebih sulit dimengerti daripada ceramah yang satu ini. Semua orang Yahudi, termasuk murid-murid-Nya sendiri menjadi terkejut. Dari kecil mereka belajar dan mengetahui bahwa Tuhan Allah jelas melarang orang Yahudi minum darah (Imamat 7:26-27). Taurat dengan jelas mengajar bahwa orang Yahudi tidak boleh minum darah. Tetapi Kristus dengan jelas berkata kepada mereka: “Minumlah darah-Ku!” “Yesus orang gila! Yesus orang sinting! Dia tidak mengenal Taurat!”, demikianlah orang Yahudi menyebut Dia. Tetapi Yesus berkata lagi: “Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkannya pada akhir zaman.”

Orang-orang Yahudi menjadi kacau mendengarkan teologi yang begitu dalam. Mereka tidak tahan mendengarkan Dia. Dalam Yohanes 6:2, diperkirakan ada dua belas ribu orang di sekeliling Yesus Kristus mengikuti Dia. Tetapi setelah mendengarkan pengajaran yang keras dari Tuhan, maka sisa orang yang tertinggal hanya belasan orang bahkan mungkin kurang dari itu (Yohanes 6:60-66). Dari dua belas ribu orang yang mengelilingi Dia akhirnya hanya sisa dua belas orang. Dari mana kita memperkirakan jumlah dua belas ribu orang tersebut? Kristus memberi makan kira-kira lima ribu orang laki-laki (Yohanes 6:10); bukankah dengan demikian kita dapat memperkirakan bahwa paling sedikit ada enam ribu orang perempuan dan sekitar seribu remaja dan anak-anak? Siapakah kaum yang lebih mayoritas dalam mengikuti kebaktian? Pria atau wanita? Tetapi setelah Kristus mengatakan “Darah-Ku boleh diminum, daging-Ku boleh dimakan!” maka semua lari karena tidak bisa mendengar perkataan itu. Yesus berkata kepada sisa orang yang tertinggal, yaitu murid-murid-Nya: “Apakah kamu tidak mau pergi juga?” Maka Petrus menjawab, mewakili orang Kristen suci dari sepanjang zaman: “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal…” (Yohanes 6:67-68). Petrus memang hebat, mengerti dan setia kepada Yesus Kristus. Inilah Yesus yang berkata di atas kayu salib: “Aku haus!”

Bukankah Kristus yang berkata: “Aku haus!” adalah Kristus yang di dalam kekekalan akan memberikan air hidup? Bukankah sungai air kehidupan akan keluar dari takhta Allah dan takhta Anak Domba? (Wahyu 22:1). Kristus, yang menghentikan haus, yang menjanjikan air hidup dan yang mengatakan bahwa barangsiapa yang datang kepada-Nya tidak akan dahaga, sekarang berkata: “Aku haus!” Bukankah pada waktu Musa membawa orang Isarael, maka Kristus menjadi Batu Karang rohani yang memberikan air hidup kepada orang Israel yang kehausan? (1 Korintus 10:1-4; Keluaran 17:6; Bilangan 20:11). Yang menyertai orang Israel keluar dari tanah Mesir dan masuk ke tanah Kanaan adalah Kristus dengan Roh-Nya. Pada waktu orang Israel dilanda kehausan besar, mereka bersungut-sungut kepada Musa: “Mengapa pula engkau memimpin kami keluar dari Mesir, untuk membunuh kami, anak-anak kami dan ternak kami dengan kehausan?” Engkau mengajak menjadi Kristen, sekarang pada waktu kami kehausan, Allah tidak mendengarkan kami. Lalu Musa berdoa kepada Allah dan Allah menuruh Musa untuk memukul Batu Karang. Batu Karang itu pecah dan air keluar.

Siapakah Batu Karang itu? Kristus. Kristus adalah air hidup yang memuaskan dahaga. Kristus adalah Batu Karang untuk segala zaman. Di atas Batu Karang Aku akan mendirikan gereja-Ku (Matius 16:18). Batu ini hanya boleh dipecahkan satu kali untuk mengalirkan air hidup bagi semua. Bukankah ini paradoks? Kristus yang memberikan air hidup adalah Kristus yang mengatakan, “Aku haus!” Siapakah Dia yang berteriak: “Aku haus!” Di antara tujuh perkataan salib, perkataan yang paling sulit dikhotbahkan adalah perkataan ini. Apa arti perkataan Kristus?

Kepada siapa perkataan “Aku haus!” ditujukan? Kepada Allahkah? Kepada murid-Nyakah? Kepada musuh yang memaku Diakah? Kepada siapa? Tidak ada jawaban. Perkataan ini bukanlah satu permintaan, tetapi pernyataan! Kristus tidak minta air. Kristus tidak perlu dipuaskan oleh manusia. Tidak ada satu manusia pun yang bisa memuasakan dahaga Kristus. Siapakah Anda, siapakah saya? Apakah di atas Golgota ada air yang bisa memuaskan dahaga Kristus? Siapakah yang boleh memuaskan Kristus? Kristus memuaskan kita, bukan kita yang memuaskan Dia. Kristus penolong kita, siapakah yang bisa menolong Dia? Dia pengampun dosa kita, siapakah yang bisa memberikan anugerah kepada Dia? Dia sumber anugerah, siapakah yang bisa memberi kepada Dia?

Dia pernah minta air kepada seorang perempuan Samaria. Saat itu, Kristus berkata: “Berilah Aku minum.” (Yohanes 4:7). Kini di atas kayu salib Kristus berkata: “Aku haus!” Dia tidak meminta minum. Di dalam kedua kasus ini, kita bisa melihat satu fakta. Pada waktu meminta air minum kepada perempuan Samaria, sebenarnya permintaan Kristus berisi satu pembukaan dari pengajaran-Nya tentang air hidup kepada manusia. Lapar, haus dan lelah menyertai Kristus yang pergi memberitakan Injil berjalan kaki. Dia mengabarkan Injil dengan susah payah. Dia duduk di pinggir perigi sementara murid-murid-Nya pergi ke kota membeli roti. Yesus tidak minum air ataupun roti sejak semula di pinggir perigi sampai penduduk Samaria datang meminta Dia untuk tinggal di sana dua hari. Para murid-Nya yang membeli roti mengajak Dia makan: “Rabi, makanlah.” Tetapi Kristus menjawab mereka: “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.”

Demikianlah pada waktu berteriak di atas kayu salib: “Aku haus!” Yesus bukan mengatakan satu permintaan. Itu adalah satu pernyataan yang sungguh-sungguh bahwa diri-Nya haus. Pada waktu orang memberikan anggur asam kepada-Nya, Yesus menerimanya. Sebenarnya, anggur asam tidak bisa menghentikan kehausan Kristus, karena yang diberikan itu hanya semacam buluh yang disusukkan ke dalam anggur asam dan disekakan ke mulut Kristus. Alkitab terjemahan lama mengatakan bahwa Kristus mencicipinya, bukan meminumnya. Yang paling penting, kita mengerti bahwa Kristus tidak memerlukan pertolongan dari manusia, tetapi Dia sedang menyatakan satu hal yaitu kesengsaraan yang diderita oleh-Nya secara fisik sudah mencapai sesuatu derajat tertentu (Daud menulis hal ini dalam Mazmur 22:16). Kehausan seperti itu sudah dinubuatkan. Dan sekarang Kristus berteriak: “Aku haus!”, supaya Dia menyatakan kepada manusia bahwa Dia adalah satu-satunya yang menggenapi semua nubuat dalam Perjanjian Lama. Selain Dia tidak ada Kristus. Dialah Kristus yang sesungguhnya.

I am thirsty! “Aku haus!” menunjukkan bahwa Kristus sungguh-sungguh manusia. Dia bukan Allah yang duduk di sorga dengan enaknya tanpa mengerti akan kesulitan kita masing-masing. Anda harus mengenal Kristus Tuhan Anda begitu rupa. Dia begitu mencintai Anda sehingga Dia mau datang ke dalam dunia untuk menjadi Imam. Apakah artinya Imam? Imam artinya orang yang berdiri di tengah-tengah antara Allah dan manusia. Imam bertugas untuk menyelesaikan permusuhan antara manusia dengan Allah dengan memberikan korban. Tetapi imam-imam di dalam Perjanjian Lama, harus mempersembahkan korban dari binatang. Kristus sendiri menjadi Imam sendiri menjadi kroban persembahan kepada Allah. Pada waktu Yesus Kristus menjadi Imam, Dia menyatakan cinta kasih-Nya. Kristus kita bukanlah Allah yang tidak mempedulikan kita. Dia adalah Allah yang ber-inkarnasi ke dalam dunia dengan tubuh yang bisa mengalami kekelahan, lapar, luka, berbilur, ditusuk dan bisa haus.

Selain daripada tidak bisa bernapas, kesulitan yang ditanggung dari manusia tidaklah lebih dari kehausan. Sudah enam jam Kristus mengeluarkan darah. Berliter-liter darah yang ada dalam tubuh-Nya terus keluar secara perlahan. “Aku mencurahkan hidup-Ku, mencurahkan darah-Ku sehingga kering seperti beling di tengah pasir. Aku begitu kering sehingga lidah-Ku melekat pada langit-langit mulut-Ku.” Selama enam, jam keringat-Nya sudah habis karena selama tiga jam pertama matahari bersinar dengan teriknya. Selama tiga jam dalam kegelapan, cairan dalam tubuh Krsitus terus keluar. Dapatkah air yang sudah keluar dari tubuh-Nya masuk lagi dan mengisi kebutuhan tubuh-Nya akan cairan? Kehausan sudah mnencapai keadaan maksimal. Dia harus berteriak: “Aku haus!”. Tetapi, apakah Kristus meminta pertolongan dari manusia?

Waktu duduk di bangku SMA, ada seorang teman saya yang melawan ajaran Kristen. Dia bertanya kepada saya: “Apakah Yesus itu Allah?” Saya menjawab: “Ya.” Lalu pertanyaan dilanjutkan: “Kalau begitu Yesus Mahakuasa dan pandai bersandiwara bukan?” Saya terheran mendengar pertanyaan seperti itu. Lalu teman saya menjelaskan pendapatnya bahwa karena Yesus itu Allah yang Mahakuasa, bukankah mudah bagi Dia untuk berpura-pura menjadi manusia dan menderita kesakitan supaya kita jatuh kasihan lalu percaya kepada-Nya? Bukankah mudah bagi Yesus untuk berpura-pura menderita padahal Dia sebenarnya tidak menderita? Itulah satu pertanyaan yang mengandung ancaman terhadap teologi yang ortodoks. Pikiran orang ini aneh sekali. Sejak saat itulah saya terangsang untuk berpikir lebih dalam tentang teologi. Kalau Yesus memang Allah, bisa melakukan mujizat, bukankah Dia bisa berpura-pura sakit, haus dan menderita lalu sesudah itu Ia boleh sukses memenangkan banyak jiwa? Setelah menyelidiki lebih dalam saya bisa tahu bahwa Kristus menjadi manusia adalah satu keharusan. Jikalau Kristus adalah Allah yang Mahatinggi di sorga, tetapi bukan Manusia yang hidup di dunia dan mengalami penderitaan, maka Kristus tidak bisa menjadi Pengantara antara Allah dan manusia.

Kristus Allah sejati dan Kristus Manusia sejati. Sebab Dia manusia sejati, maka Kristus sungguh-sungguh bisa haus dan lapar. Dia bisa sedih, takut, sakit, mempunyai perasaan tersendiri dan sebagainya. “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita. Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.” (Ibrtani 4:15).

“Aku haus!” Ini merupakan satu pernyataan sifat kemanusiaan yang sejati yang mengekspresikan penderitaan yang sungguh-sungguh! Sepanjang hidup kita, kita tidak akan pernah bisa mengerti kehausan apa yang dialami Kristus. Darah-Nya tercurah, semua keringat sudah keluar dan tidak diisi kembali. Kristus hampir mati. Dalam hal ini Krsitus mengalami satu hal yang paradoks.

Kristus yang mengatakan bahwa diri-Nya haus, adalah Kristus yang meminum cawan di Getsemani sampai pada tetes yang terakhir. “Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini daripada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.” (Lukas 22:43). Tiga kali Allah tidak menjawab doa Yesus Kristus. Allah Bapa tidak mau menyingkirkan cawan itu. Kita bisa yakin bahwa Kristus meminum seluruh cawan sampai kering. Tidak ada satu tetes pun yang tersisa. Dia minum cawan kemurkaan. Cawan yang menceraikan Dia dan Bapa dalam kesementaraan. Dalam kesementaraan Kristus diceraikan dengan Allah Bapa, untuk menggenapi rencana Allah di dalam kekekalan. Hanya Kristus yang sudah meminum sampai tetes terakhir dari cawan. Sekarang Ia mengeluarkan tetes terakhir dari tubuh-Nya. Kristus yang sudah meminum cawan kemurkaan Allah sampai tetes terakhir, adalah Kristus yang mencurahkan darah pengampunan bagi kita sampai terakhir. Kristus haus secara kekal.

Dalam perkataan ke-tiga di atas salib, Kristus harus memutuskan hubungan dengan orang yang paling mencintai-Nya, yaitu Maria ibu-Nya. Salam ucapan ke-empat, Kristus sementara putus hubungan dengan Allah Bapa-Nya. Di dalam keadaan demikian, Dia menderita kesusahan di dalam tubuhnya. “Aku haus!” Mengenai kehausan, ada satu ayat yang bisa menolong kita mengetahui hal ini. Ayat tersebut ada di dalam perkataan Tuhan Yesus, tentang orang kaya dan Lazarus yang miskin (Lukas 16:19-31). Yesus Kristus mengalami kehausan seperti orang kaya yang dihukum di dalam neraka. Api neraka dengan segala hukuman murka Allah sudah menghanguskan segala hal di dalam tubuh-Nya. Semua zat cair yang ada di dalam tubuh-Nya sudah kering. Kering total, sehingga seolah-olah Ia perlu tetesan air bagi tubuh-Nya. Keadaan sementara semacam demikian harus diterima oleh Kristus supaya Dia boleh menjadi Air Hidup yang sesungguhnya. Puji Tuhan!

Kristus pernah haus pada hari itu. Karena Dia pernah haus, maka dengan sesungguhnya kita yang percaya kepada-Nya tidak perlu haus untuk selama-lamanya! (Yohanes 4:13-14). Karena ia sudah pernah menanggung kehausan itu, maka air hidup yang sesungguhnya bisa diberikan-Nya kepada kita sehingga kita tidak haus. Yesus pernah haus di atas kayu salib. Puji Tuhan karena ada Air Hidup keluar dari takhta Anak Domba. Worthy is the Lamb who has been slained.

Rasul Yohanes menerima penglihatan dan menangis karena melihat bahwa tidak ada seorangpun baik di sorga maupun di bumi yang dianggap layak membuka gulungan kitab yang dimeteraikan. Saat itu, ada satu suara mengatakan: “Jangan engkau menangis! Sesungguhnya Singa dari Yehuda, yaitu Tunas Daud telah menang, sehingga Ia dapat membuka gulungan kitab itu dan membuka ke tujuh meterainya.” (Wahyu 5:1-5). Waktu Yohanes menyeka airmatanya dan melihat, ternyata yang dilihatnya bukanlah singa melainkan Domba. Dan domba itu ada bercacat. Itulah Domba yang sudah tersembelih. Siapakah Domba yang sudah tersembelih itu? Dialah Kristus yang dipaku di atas kayu salib. Puji Tuhan! “Engkau layak menerima gulungan kitab itu dan membuka meterai-meterainya; karena Engkau telah disembelih dan dengan darah-Mu Engkau telah membeli mereka bagi Allah dari tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa.” (Wahyu 5:9).

“Lalu ia menunjukkan kepadaku sungai air kehidupan, yang jernih bagaikan kristal; dan mengalir keluar dari takhta Allah dan takhta Anak Domba itu. Di tengah-tenmgah jalan kota itu, yaitu di seberang-menyeberang sungai itu, ada pohon-pohon kehidupan yang berbuah dua belas kali, tiap-tiap bulan sekali; dan daun pohon-pohon itu dipakai untuk menyembuhkan bangsa-bangsa.” (Wahyu 22:1-2)

“Roh dan pengantin perempuan itu berkata: “Marilah!” Dan barangsiapa yang haus, hendaklah ia datang, dan barangsiapa yang mau, hendaklah ia berkata: “Marilah!” Dan barangsiapa yang haus, hendaklah ia datang, dan barangsiapa yang mau, hendaklah ia mengambil air kehidupan dengan cuma-cuma.” (Wahyu 22:17).

Barangsiapa haus, hendaklah ia mengambil dari air kehidupan (yaitu Kristus) dengan cuma-cuma. Seruan dari atas kayu salib: ”Aku haus!” adalah seruan kehausan yang menghentikan segala kehausan. Kehausan dari kayu salib adalah kehausan yang menghentikan segala kehausan. Mulai hari itu, di sorga sudah disediakan satu takhta yang disebut sebagai takhta Anak Domba. Di sorga ada takhta Allah dan takhta Anak Domba, yang mengalirkan air kehidupan. Sudahkah Anda minum air dari Kristus, yang pernah haus untuk menggantikan Anda dan saya?

PERKATAAN 6 :

“Sudah genap!”

Bacaan : Yohanes 19:29-30

Tidak ada perkataan yang lebih mengerikan dalam hidup seseorang daripada perkataan Kristus yang ke-empat di atas kayu salib: “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Teriakan yang menakutkan ini menunjukkan sengsara neraka yang diterima Yesus Kristus. Pada waktu Anda mengalami hidup yang paling susah, dibuang oleh manusia, mengalami kepedihan yang terbesar, mungkin Anda akan berkata: “Di manakah Engkau ya Allah? Mengapa penyertaan-Mu menjadi kabur? Mengapa mata rohaniku menjadi samar? Mengapa aku tidak bisa melihat engkau ada di sini?” Tetapi ada perbedaan yang terlalu besar jika perkataan itu dibandingkan dengan perkataan Kristus yang ke-empat. Kristus adalah Anak Allah, Oknum yang kekal Pencipta langit dan bumi.

Pada waktu berada di atas kayu salib, Dia mempunyai status yang lain yaitu status mengganti Anda dan saya. Dia berada di atas kayu salib sebagai manusia tak berdosa dijadikan berdosa, “Sebab apa yang tidak mungkin dilakukan hukum Taurat karena tak berdaya oleh daging, telah dilakukan oleh Allah. Dengan jalan mengutus Anak-Nya sendiri dalam daging, yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa karena dosa, Ia telah menjatuhkan hukuman atas dosa di dalam daging.” (Roma 8:3). Terjemahan lain berbunyi: “Karena tubuh kita ini lemah adanya, sehingga Taurat tidak bisa menggenapkan sesuatu. Itulah sebabnya Allah mengutus Anak-Nya sendiri menjadi daging, supaya boleh dijatuhi hukuman mati di dalam daging-Nya.”

Kristus menanggung dosa Anda dan saya di dalam daging-Nya dan di atas kayu salib. Ia mengganti status orang berdosa. Orang yang dijadikan berdosa adalah Anak Allah yang tidak bercacat cela dan Yesus harus berteriak mengerikan. Kristus sendiri ditinggalkan Allah. Jika Kristus tidak pernah sementara ditinggalkan oleh Allah, kita tidak mungkin diterima oleh Allah di dalam kekekalan. Jikalau Kristus belum pernah mengalami kematian sampai hukuman neraka yang paling hebat, kita tidak mungkin mengalami kebahagiaan dan keindahan hidup di dalam sorga sampai selama-lamanya. Puji Tuhan karena Kristus sudah melewati hal itu dan sudah mengalami pengalaman yang paling pahit. Kristus sudah mengalami kematian yang begitu dahsyat dan ditinggalkan oleh Allah. Sesudah mengalami puncak dari kepahitan itu, Yesus mengetahui bahwa Dia sudah menggenapkan apa yang dinubuatkan dalam Perjanjian Lama. Dia adalah satu-satunya Oknum yang menggenapkan apa yang ditulis dalam Taurat, Mazmur dan kitab para nabi.

Perjanjian Lama dibagi dalam tiga kategori yang besar, yaitu: kitab Taurat, Mazmur dan kitab para nabi,. Ketiganya merupakan wakil dari seluruh Perjanjian Lama yang menjadi persiapan bagi kedatangan Mesias ke dalam dunia. Semua persiapan selama ribuan tahun ini sudah tergenapi dalam satu hari. Semua persiapan dan nubuat dari berbagai nabi-nabi telah digenapkan oleh satu Orang yaitu Yesus Kristus. Yesus mengatakan: “Aku haus!” Waktu mengatakan hal itu, tidak berarti bahwa Yesus meminta pertolongan dari manusia. Itu adalah saat terakhir Dia harus meninggalkan dunia. Jika dalam beberapa menit lagi Yesus Kristus harus meninggalkan dunia, apakah Ia masih memerlukan air minum? Untuk apa? Di dalam saat-saat dan detik-detik terakhir kematian Kristus, apakah artinya air yang menghentikan dahaga? Kristus tidak meminta pertolongan manusia dan sebenarnya tidak ada seorang pun yang berhak atau memiliki kesanggupan untuk menolong Kristus. Segala sesuatu yang bisa kita berikan bagi Tuhan bukan berasal dari diri kita sendiri tetapi berasal dari Tuhan Allah sendiri.

Tuhan yang mengatakan: “Aku haus!” adalah Tuhan Sumber Air Hidup. Tuhan yang mengatakan: “Aku haus!” adalah Tuhan yang bertakhta dari kekal sampai kekal. Dari takhta Allah dan Anak Domba yang tersembelih itu keluar satu sumber air hidup yang menghentikan kehausan siapa pun yang datang dan menerima hidup baru daripada-Nya (Wahyu 22:1). Karena Tuhan sudah pernah haus, maka kita yang percaya kepada-Nya tidak akan pernah kehausan lagi (Yohanes 6:35). Karena Dia pernah haus, maka dalam kekekalan kita tidak membutuhkan hal-hal lain lagi di luar Kristus. Seperti raja Daud yang mengatakan bahwa faedah atau keuntungan baginya tidak berada di luar Tuhan Allah, dan hanya di dalam Dia saja jiwanya memperoleh kepuasan (Mazmur 107:4-9), demikian pula setiap orang percaya dapat mengatakan hal yang sama.

Perkataan Yesus Kristus: “Aku haus!” bukanlah satu permintaan atau doa atau kebutuhan yang dinyatakan, baik kepada Allah atau pun kepada manusia. Tetapi satu ekspresi kesengsaraan yang sesungguhnya ditanggung oleh Dia yang mempunyai tubuh jasmaniah. Tubuh jasmaniah-Nya mengalami kesulitan yang begitu besar. Dia bukan hanya Allah yang berada di sorga yang mahatinggi, tetapi Dia juga adalah Allah yang berpartisipasi di dalam kesengsaraan manusia. Itu sebabnya, pada waktu kita mengalirkan air mata, Dia mengerti; waktu kita mengeluh, Ia tahu; waktu kita haus, Dia pernah mengalami kehausan lebih dari kita; waktu kita lapar, Kristus pernah tidak makan selama empat puluh hari. Segala sesuatu yang pernah dialami tubuh Anda yang menantikan kesempurnaan penebusan pernah dialami oleh Sang Penebus itu sendiri.

Orang yang tidak mengerti perkataan Kristrus mengira bahwa Ia memerlukan air. Lalu orang mencelupkan bunga karang ke dalam anggur asam dan dengan satu hisop, menghunjukkannya kepada Yesus supaya diminumnya. Alkitab mengatakan bahwa Kristus menerima minuman itu lalu mengatakan: “Genaplah! Istilah hisop yang dipergunakan dalam Kitab Suci bahasa asli, hampir memliki persamaan dengan istilah tombak. Jadi mungkin sekali bukan hisop yang dipergunakan tetapi tombak. Tombak itu dijulurkan kepada Yesus untuk membasahi bibir-Nya. Lalu, apakah arti anggur asam yang berada di situ? Sebelum Kristus dipaku, orang-orang sudah memberikan semacam minuman pembius untuk meringankan kesakitan yang mungkin akan diterima-Nya, tetapi minuman itu tidak diterima-Nya. Mengapa sekarang Kristus menerima anggur asam itu?

Pada waktu sebelum disalibkan, Kristus paling perlu akan minuman. Pada saat sebelumnya dari sejak peristiwa Getsemani sampai Golgota, sepanjang hari dari malam sampai siang hari berikutnya, Ia tidak minum apa-apa. Siapakah yang bisa tahan keadaan itu? Hanya Kristus yang pernah mempersiapkan diri dengan berpuasa selama empat puluh hari bagi pelayanan sebagai Mesias. Kristus mencintai kita sampai sedemikian rupa. Dalam seluruh perjalanan hidup-Nya untuk taat kepada Allah, Dia sudah mempersiapkan diri. Pada waktu akan disalibkan, kita dapat melihat dari dua sebab mengapa Kristus amat memerlukan minuman itu. Sebab pertama karena saat itu Dia terlalu haus dan sebab kedua karena mengalami sengsara yang terlalu besar. Orang yang disalibkan, harus mengalami pengalaman yang belum pernah dialami sebelumnya. Tidak pernah ada seorang pun boleh turun hidup-hidup dari salib. Orang yang disalibkan harus mati di atas kayu salib, maka setiap orang yang disalib mengalami pengalaman yang belum pernah dialami sebelumnya.

Ada dua alasan mengapa Kristus harus menolak minum anggur pembiusan. Alasan pertama, karena Dia tahu bahwa diri-Nya tidak boleh menderita sengsara dalam keadaan tidak sadar akan arti kesengsaraan dalam pengertian yanmg setuntas-tuntasnya. Oleh karena Dia harus mengalami penderitaan dan sengsara dengan keadaan setuntas-tuntasnya untuk mengganti Anda dan saya, maka Dia menolak minuman pembiusan. Tetapi beberapa jam setelah itu Dia mengatakan bahwa diri-Nya haus dan orang memberikan anggur asam kepada-Nya. Apakah sekarang Kristus meminumnya? Tidak. Terjemahan lain dari ayat tersebut mengatakan bahwa Kristus mencicipinya, lalu Ia mengatakan: “Genaplah”, lalu disambung pula dengan satu perkataan lagi: “Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” Lalu Ia mati.

Waktu orang memberi-Nya anggur asam, Yesus menerimanya dan mencicipinya tapi tidak diminumnya. Apakah arti tindakan Kristus? Yesus tidak menolak anggur asam yang diberikan kepada-Nya, karena jika ini ditolak-Nya maka Ia menjadi orang yang tidak mempunyai pengertian akan budi baik orang lain. Bagaimanapun, tentara yang memberikan anggur asam yang tidak enak kepada Kristus, sudah mempunyai itikad baik. Meskipun tentara itu tidak mengetahui apa-apa tentang Yesus dan tidak mengenal-Nya, tetapi dia sudah mempunyai satu perasaan tertentu karena pada saat kematian Kristus, seluruh langit ditudungi oleh satu kegelapan yang terbesar. Yang jauh lebih besar daripada gerhana matahari.

Satu tanda tanya tentang siapa Kreistus tentu muncul dari hati tentara itu. Ucapan Kristus lain dari pada yang lain, reaksi-Nya, semangat dan seluruh cara Kristus mati, berlainan dengan yang lain. Serdadu-serdadu Romawi ini mempunyai satu perasaan takut dan pada waktu Kristus mengatakan bahwa diri-Nya haus, mereka memberikan anggur asam kepada-Nya. Tindakan tentara ini didukung oleh satu motivasi yang baik dan ditunjukkan pada waktu paling gelap. Pada waktu keadaan paling gawat masih ada sebagian orang yang mempunyai hati nurani yang berfungsi walau sedikit. Yesus Kristus tidak perlu minum. Tetapi Dia juga tidak perlu menolak itikad baik dari orang lain. Maka minuman itu diterima-Nya. Penerimaan ini merupakan satu penghargaan Kristus kepada orang yang mempunyai hati nurani yang baik.

Tuhan Yesus belum pernah menghina segala perbuatan yang tidak berasal dari motivasi yang jahat. Tuhan Yesus tidak pernah menghina segala pelayanan terhadap Dia meskipun itu sedikit. Minuman dari tentara itu, tidak berarti apa-apa bagi Kristus. Dia adalah Raja segala raja, tetapi Dia tetap menghargai pemberian minuman tersebut. Jikalau Kristus berdoa bagi musuh-Nya, masakan Dia tidak menghargai orang yang mempunyai hati yang baik terhadap Dia? Kristus bukan saja menjadi Juruselamat, Dia juga adalah Guru bagi etika yang paling agung. Yesus Kristus bukan saja menjadi Anak Allah yang menebus dosa kita, tetapi Dia juga yang menjadi teladan hidup dan Filsuf kehidupan yang terbaik bagi manusia.

Tindakan dari serdadu yang memberikan minum kepada Klristus sudah ditetapkan oleh Roh Kudus untuk dicatat dal;am Alkitab, dan untuk diingat selama-lamanya oleh orang. Yesus tidak mengatakan apa-apa kepada serdadu setelah menerima anggur itu, tetapi Ia berteriak: “Tetelesthai! Genaplah!” Apa arti perkataan ini? Sesudah Dia menjalankan ketaatan dan menuju kepada kesengsaraan terakhir di Golgota, kita harus mengerti bahwa Golgota bukan titik akhir pelayanan Kristus, melainkan satu proses yang menuju kepada kebangkitan. Apa yang dianggap habis oleh manusia adalah satu permulaan dari tindakan Allah. Pada waktu manusia mengalami kesulitan yang terbesar, timbullah pengharapan yang baru. Pada waktu orang percaya sudah mengalami satu kepedihan yang paling tuntas, di situlah kemenangan hidup rohani tiba kepada orang itu.

Tuhan Allah berfirman: “Sebab rancangan-Ku, bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman Tuhan. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu.” (Yesaya 55:8-9). Bagi konsep manusia, setiap hari dimulai dari pagi, siang dan diakhiri dengan malam. Bagi Tuhan Allah, setiap hari dimulai dari malam dan diakhiri dengan siang. Konsep ini adalah filsafat dan pikiran dari Tuhan Allah sendiri. Cara manusia hidup dalam dunia adalah mulai dengan pagi diakhiri dengan malam yang gelap, tetapi cara Allah adalah kebalikannya. Kitab Kejadian menuliskan hal ini dengan kalimat, “…jadilah petang (malam) dan jadilah pagi, maka itulah hari pertama…dst.” Manusia memulai dengan bersukacita, diakhiri dengan berdukacita. Manusia berbuat dosa sebanyak-banyaknya, akhirnya di hukum di dalam neraka selama-lamanya. Cara Allah memulai adalah dari kegelapan malam, lalu diakhiri dengan terang siang. Kristus lahir di dunia pada malam yang gelap dan mati pada waktu siang. Barangsiapa yang mengerti cara Allah bekerja, orang itu akan mengerti perkataan Kristus yang ke-enam: “Genaplah!”

Jika Kristus tidak mengalami kesulitan dan malam yang paling gelap, maka tidak ada sinar cahaya yang bisa datang kepada-Nya. Jikalau Kristus tidak mengalami sengsara dan kematian, maka tidak ada kebangkitan yang datang kepada Dia. Jikalau Kristus tidak mengalami pengaliran darah dan penyerahan jiwa, maka tidak ada mahkota kemenangan atas kematian yang bisa diberikan kepada-Nya. Hanya jika Kristus sudah melewati itu semua, barulah Ia bisa berkata: “Tetelesthai!” Hanya sesudah Kristus berteriak “Eli, Eli, lama sabakhtani?”, barulah Ia bisa mengatakan: “Tetelesthai!” Setelah mengatakan “Genaplah!” tidak lama kemudian Yesus menundukkan kepala, menghembuskan nafas terakhir dan hari mulai senja. Pada waktu hari mulai senja, kemenangan mulai dinyatakan. Pada waktu kegelapan akan datang, Dia sudah bersedia menjelajah ke dalam kemenangan yang agung. Kristus berseru pada waktu matahari mulai turun. Dia berteriak pada waktu matahari mulai terbenam. Dia berteriak, “Tetelesthai!”

Pada waktu jam 9 di mana matahari mulai naik, Dia meminta pengampunan bagi manusia. Pada waktu jam 12, di mana matahari bersinar paling terik, Dia mengalami kegelapan yang terbesar dan berteriak: “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Pada waktu jam 3 sore di mana matahari mulai turun, Dia mengatakan: “Genaplah!” Kemuliaan dan kemenangan Allah di dalam Kristus, bukan dinyatakan sesudah Kristus bangkit, tetapi sudah dinyatakan sebelum Kristus menghembuskan nafas yang terakhir. Jikalau Kristus mati di dalam kegagalan dan setelah itu baru ada cerita tentang kebangkitan, maka kita boleh ragu-ragu akan kebangkitan dalam Kristus. Tetapi kebangkitan orang percaya dalam Kristus merupakan satu hal yang pasti terjadi, karena sebelum mati Kristus sudah mengatakan: “Genaplah!” Ucapan ke-enam ini merupakan ucapan yang amat bermakna dan berharga.

Persis sebelum ucapan terakhir dan menyerahkan nyawa-Nya kepada Allah, Kristus sudah melihat akan kemenangan-Nya. Pahlawan kita yang agung, berani dan berhasil, sudah melihat kemenangan-Nya di dalam kepedihan dan kebahayaan yang paling dahsyat. Jikalau kita membandingkan perkataan Kristus di atas kayu salib dengan perkataan semua orang yang paling agung di dunia pada segala zaman, maka kita akan menemukan perbedaan yang terlalu besar.

Kalimat terakhir dari Sun Yat Sen adalah: “Oh, kawan-kawan seperjuanganku, revolusi di Tiongkok belum selesai. Haruslah engkau terus berusaha.”, lalu dia mati. Sun Yat Sen tahu bahwa dia tidak pernah bisa menggenapi tugas yang ada padanya. Perkataan semacam ini terus kita dengar dari orang-orang paling besar dan paling agung. Perkataan terakhir dari Ludwig van Beethoven adalah: “Masakah aku hanya menulis beberapa not dan harus melepaskan tangan untuk bertemu kematian?” Siapakah orang yang paling agung? Siapakah orang yang sungguh-sungguh agung? Perkataan terakhir dari Sokrates adalah: “Aku masih belum menyelesaikan satu hal, aku masih berhutang satu ekor ayam.” Dia belum menyelesaikan pekerjaannya sendiri, dia belum mernyelesaikan hutangnya sendiri. Tetapi pada waktu Kristus mati di atas kayu salib, Dia tidak berhutang kepada orang lain, melainkan Dia membayar hutang semua orang yang berhutang kepada Allah. Perkataan terakhir dari Muhammad adalah: “Jangan kira aku bisa menyelamatkan kamu. Kamu harus beramal baik supaya kamu bisa diperkenan oleh Allah.” Bayangkan dan bandingkan. Bandingkanlah semua perkataan dari Hannibal, Mao Ze Dong, Stalin, Kennedy, Gengis Khan, Charlemagne, Napoleon, atau perkataan terakhir siapa pun, dengan perkataan terakhir dari Kristus. Kristus berkata: “Genaplah!”

Di dalam perkataan ke-enam tersimpanlah segala pengharapan yang ada pada orang Kristen yang beriman kepada Yesus Kristus. Ucapan “Tetelesthai!” bukan berarti sudah hancur atau habisnya sesuatu, tetapi satu teriakan kemenangan seperti yang diraih oleh seorang pelari yang mencapai garis akhir dan memenangkan perlombaan. Sepanjang jalan yang letih dan payah di dalam perlombaan yang penuh dengan keringat dan kecapaian di dalam seluruh urat, daging dan seluruh tubuh. Pada waktu melewati saat terakhir melewati batas akhir, berhentilah segala letih-lesu dengan perkataan: “Genaplah!” Inilah kalimat teragung yang pernah diucapkan oleh manusia di dalam seluruh sejarah. Kalimat ini diucapkan oleh Yesus Kristus, bunyinya: “Tetelesthai!” Di dalam perkataan ini, air mata Anda harus berhenti, beban Anda harus diletakkan, sikap hidup yang pesimis harus berubah menjadi penuh dengan pengharapan, karena Kristus mengatakan kalimat ini di atas kayu salib.

Lihatlah tiga relasi antara perkataan pertama, ke-empat dan ke-enam di atas salib. Perkataan pertama: “Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Di sini kita melihat akan cinta kasih yang tidak ada bandingnya. Kalimat ke-empat: “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” ini merupakan siksa yang tidak ada bandingnya. Kalimat ke-enam: “Genaplah!” merupakan kemenangan yang tidak ada bandingnya. Kasih yang tidak ada bandingnya, sengsara yang tidak ada bandingnya, dan akhirnya datanglah kemenangan yang tidak ada bandingnya.

Dari sudut yang lain, kita dapat mengerti akan perkataan pertama dalam arti kemurahan Allah yang luar biasa. Pada perkataan ke-empat, kita mengerti akan kemurkaan Allah yang luar biasa. Pada kalimat ke-enam, kita mengerti satu kuasa Allah yang luar biasa. Dalam kalimat pertama, Kristus menyatakan Allah sebagai Allah yang Mahamurah yang menyediakan pengampunan bagi manusia yang datang kepada Kristus. Di dalam kalimat yang ke-empat, Kristus menyatakan Allah sebagai Allah yang Mahaadil, sehingga Anak Tunggal-Nya sendiripun harus menerima hukuman pada waktu Ia dijadikan berdosa mengganti Anda dan saya. Pada kalimat ke-enam, Kristus menyatakan Allah sebagai Allah yang Mahakuasa.

Jikalau tidak berdasarkan kalimat ke-enam di atas salib, maka tidak ada pengumuman agung di dalam Amanat Agung Kristus dalam Matius 28:18 yang berbunyi: “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi.” Mengenal akan kasih, keadilan dan kuasa Allah adalah unsur pokok dalam Gereja yang memberitakan Injil dengan penuh kuasa ilahi.

Salib adalah tempat di mana kasih dan keadilan Allah bertemu, maka salib merupakan tempat di mana kuasa Allah dinyatakan. Salib adalah titik penerimaan dari murka Allah, maka salib menjadi titik permulaan untuk mengalirkan kasih Allah. Salib adalah titik permulaan di mana kesucian Allah untuk menghukum dosa dinyatakan, maka salib menjadi titik permulaan di mana Allah mengampuni orang berdosa dengan kuasa-Nya yang baru dan ajaib. Allah menciptakan alam semesta dan berhenti dari pekerjaan mencipta pada hari ke-enam. Kristus mengatakan perkataan ke-enam di atas salib: “Genaplah!” Penciptaan digenapkan pada hari ke-enam dan keselamatan dinyatakan dalam ucapan ke-enam di atas salib. Kesempurnaan kegenapan ini akan dinyatakan seluruhnya dalam kekekalan di dalam perkataan malaikat yang ke-tujuh (Wahyu 16:17).

Di antara penggenapan-penggenapan ini, ada penggenapan status dan ada penggenapan total. Ada penggenapan kualitatif dan ada penggenapan kuantitatif. Yang sudah dijanjikan, pasti akan digenapi oleh Kristus sendiri. Melalui Anak yang menggenapkan pekerjaan penciptaan, Bapa menciptakan segala sesuatu. Melalui Anak yang menggenapkan karya penebusan, Bapa menyelamatkan manusia. Anak Domba Allah terpuji dan mulia. Biarlah segala zaman tidak melupakan salib-Nya.

“Genaplah!” Kristus tidak perlu lagi mengulangi salib karena di dalam perkataan-Nya semua sudah selesai. Kristus tidak perlu lagi mengalirkan darah, tidak perlu lagi letih-lesu, tidak perlu lagi bilur-bilur, meneteskan keringat seperti darah, mahkota duri, salib dan penghukuman Allah. Karena di dalam kalimat ini semua itu sudah selesai. Inilah satu kemenangan yang total. Inilah akhir dari perjalanan panjang selama 33,5 tahun dalam dunia. Setiap detik Kristus bertahan, berjuang dan melawan pencobaan iblis sampai pada detik terakhir di atas kayu salib Ia berkata: “Tetelesthai!”

Waktu Kristus meneriakkan kalimat ini, Allah Bapa di dalam sorga boleh tersenyum dan melihat ketaatan yang tuntas dari Hamba-Nya yang mengganti dosa manusia. Semenjak Adam berontak kepada Allah, maka tak ada seorang pun di dalam dunia yang bisa memuaskan tuntutan Allah di dalam ketaatan. Semenjak Adam meninggalkan kehendak Allah, maka semua keturunan Adam hanya tahu memberontak, berzinah, berjudi, tidak setia kepada suami dan berbuat segala kejahatan serta dengan sewenang-wenang mempergunakan segala kebebasan yang sudah Tuhan berikan padahal kebebasan itu harus kita pertanggung-jawabkan secara pribadi dengan serius di dalam kekekalan.

Allah melihat dan mencari manusia yang taat kepada-Nya. Tidak ada seorang pun yang berbuat baik (Roma 3:11-12). Manusia berbuat baik dengan motivasi yang tidak murni dan egois. Allah mencari dengan standard-Nya yang paling suci. Adakah manusia yang sungguh-sungguh mencari dan mencintai Dia dengan setuntas-tuntasnya? Tidak ada. Satu-satunya orang yang dilahirkan dari perempuan yang menggenapi tuntutan Bapa di sorga adalah Dia yang mengatakan: “Tetelesthai!” Kristus taat sampai tuntas, sampai sempurna. Karena ketaatan Kristus, maka setiap orang yang mau datang kepada Kristus memiliki pengharapan hidup kekal.

Perkataan Kristus ke-enam ini mempunyai arti terlalu besar dan terlalu dalam. “Tetelesthai” memberikan pengharapan yang terbesar bagi Anda dan saya yang tadinya terjerumus di dalam kebinasaan serta menunggu hukuman yang terakhir dalam neraka yang kekal. Karena Kristus yang taat, maka barangsiapa yang menerima Kristus diterima oleh Allah. Mulai saat “Tetelesthai!” diucapkan dari mulut Yesus Kristus, maka saat itu juga siapa pun yang datang kepada Kristus boleh diterima oleh Allah dan tidak ada seorang pun yang ditolak. Puji Tuhan, bersyukurlah kepada-Nya, mulia bagi Kristus, Anak Domba yang tersembelih. Kristus hanya perlu satu kali mati dan tidak perlu Ia menjalani kehidupan sebagai manusia lagi.

Apakah pengaruh dari empat perkataan terakhir Kristus yang diteriakkan-Nya? Empat dari tujuh kalimat terakhir di atas salib diucapkan Kristus dengan teriakan keras dan terdengar bukan saja oleh orang-orang di bawah kayu salib. “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” dikatakan dengan teriakan yang keras. “Aku haus!” dikatakan dengan teriakan yang keras. “Genaplah!” dikatakan dengan teriakan yang keras. “Bapa, Aku menyerahkan Roh-Ku di dalam tangan-Mu!” juga dikatakan dengan teriakan yang keras. Apakah arti teriakan-teriakan yang begitu berlainan dengan tiga perkataan sebelum terjadinya kegelapan yang menudungi daerah itu?

Karena satu pernyataan Tuhan yang ajaib yang menyatakan bahwa kematian Kristus bukan terjadi karena Ia kalah oleh kematian. Kematian-Nya bukan karena harus meletakkan jiwa-Nya di dalam keadaan pasrah dan pasif, melainkan kematian yang berdasarkan kerelaan dan inisiatif. Kristus menyerahkan nyawa-Nya di dalam status kebebasan diri-Nya sendiri. Kristus berkata: “Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawa-Ku untuk menerimanya kembali. Tidak seorang pun mengambilnya dari pada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali.” (Yohanes 10:17-18).

Orang yang belum mengenal Kristus berpikir bahwa kayu salib adalah kegagalan yang terbesar. Jika dibandingkan dengan pendiri-pendiri agama yang lain, Kristus kelihatan terlalu gagal. Confusius (Khong Hu Cu) mempunyai tiga ribu murid, tetapi Kristus mempunyai 12 murid inti, 70 murid dan 120 murid. Yesus mempunyai pengikut yang lebih sedikit dibandingkan Confusius. Di antara pengikut Confusius tidak ada seorang pun yang menjual dia, tetapi di antara murid Kristus yang paling inti ada seorang yang menjual-Nya karena menginginkan tiga puluh keping perak. Bahkan di antara murid-murid Kristus yang dicintai-Nya, ada satu orang yang menyangkali Dia sampai tiga kali, dan ada lagi murid-murid lain yang melarikan diri pada waktu Kristus disalibkan, kecuali Yohanes. Confusius dijunjung tinggi oleh para muridnya, tetapi Yesus dijual oleh murid-Nya. Confusius hidup tujuh puluh dua tahun. Buddha hidup delapan puluh tahun. Musa hidup seratus dua puluh tahun. Muhammad hidup enam puluh dua tahun. Semua pendiri-pendiri agama meninggal pada usia yang normal dan alamiah. Hanya Kristus satu-satunya pendiri agama yang mati dibunuh dengan kekejaman yang tidak terbandingkan. Bagaimana kita bisa percaya bahwa Kristus itu sukses? Tetapi, apakah Kristus gagal?

Sebelum Buddha, Confusius, Muhammad dan Musa meninggal dunia, mereka masing-masing mempunyai waktu yang cukup panjang untuk mengajarkan doktrin mereka dan mempengaruhi masyarakat. Mereka mempunyai waktu puluhan tahun panjangnya, tetapi Kristus hanya mempunyai waktu tiga setengah tahun. Pada waktu Yesus di paku di atas kayu salib, Ia belum pernah mendirikan sekolah Kristen walaupun hanya sebuah. Dia belum pernah menulis otobiografi, belum pernah mengumpulkan data-data bagi murid-murid-Nya mengabarkan Injil. Kristus belum pernah mendirikan partai politik. Dilihat dari sudut pandang manusia pada umumnya, Kristuis tidak membangun satu perbuatan jasa yang besar. Dia terlihat gagal total, hidup dalam ancaman besar, minoritas, hidup tersendiri, tidak menikah, tidak mempunyai pengikut yang sungguh-sungguh banyak dan tidak memiliki jasa ataupun karir yang mempunyai pengaruh yang besar, berusia pendek dan akhirnya mati dalam keadaan paling pedih. Pendiri-pendiri agama dan semua poilitikus-polkitikus yang paling besar dalam dunia, berbeda dengan Yesus Kristus.

Yesus berteriak: “Tetelesthai!” Suara ini terdengar menerobos ke dalam dunia-dunia yang lain selain kepada orang yang ada di bawah kayu salib, yaitu: (1) Dunia malaikat; (2) Dunia manusia dalam segala zaman; (3) Dunia dalam alam maut.

1. Dunia Malaikat

Apakah yang didengar oleh para malaikat? Satu pengumuman kemenangan yang sudah lama ditunggu. Waktu malaikat melihat Kristus turun ke dalam dunia, mereka tidak mengerti hal itu. Kristus adalah Raja dari segala malaikat, mengapa Dia mau turun ke dalam dunia? Mengapa Raja mau turun ke dalam palungan binatang? Ada apa di sana? Sesudah Kristus turun ke dalam dunia, tidak ada satu langkah pun di dalam peristiwa-peristiwa di dalam sejarah di mana Kristus taat kepada Bapa-Nya, yang tidak diperhatikan oleh malaikat-malaikat.

Malaikat-malaikat memperhatikan saat kelahiran-Nya, saat dicobai, saat di Getsemani, saat di kayu salib, waktu dikubur, waktu bangkit, waktu naik ke sorga, dan setiap saat Injil Kristrus dikabarkan. Waktu kita mengabarkan berita Kristus dan salib-Nya dan ada orang yang bertobat dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat setelah mendengarkan Injil, maka malaikat-malaikat di sorga bersukacita karena orang itu (Lukas 15:10). Bukankah mereka semua (malaikat-malaikat) adalah roh-roh yang melayani, yang diutus untuk melayani mereka yang harus memperoleh keselamatan? (Ibrani 1:14). Malaikat melihat, terheran dan tidak mengerti. Pada waktu Kristus berteriak: “Tetelesthai!” maka keheranan mereka terjawab, kesuksesan yang dinanti-nanti sudah datang. Keheranan yang terbesar dari dunia malaikat sudah memperoleh jawaban. Yang ditunggu-tunggu oleh para malaikat adalah kemenangan dan proklamasi yang heran dan terbesar dari Kristus.

2. Dunia manusia dalam segala zaman

Perkataan Kristus ini juga adalah satu proklamasi yang paling memberikan sukacita bagi dunia manusia. Puji Tuhan. Mulai dari hari Kristus berkata: “Tetelesthai!” dunia tidak perlu takut kepada iblis. Kita mempunyai satu jaminan, seperti yang dikatakan oleh syair sebuah lagu:

Di kaki salib Yesus, aku aman berteduh
Naungan kukuh dan kekal, lindungan yang teguh
Di kaki Yesus Kristus, tempat istirahat yang tenang
Bagiku yang penat, ku terima damai yang penuh
Dan lenyaplah beban yang berat
Di bawah kaki Yesus Kristus
Air mataku dihapus, bebanku ditanggung
Di bawah kaki Yesus Kristus
Pengharapanku dijernihkan
Dan pandanganku diarahkan ke dalam sorga yang kekal

Mulai hari itu, pengharapan menjadi penuh. Arah hidup jelas menuju kepada kekekalan dan menikmati kemuliaan Tuhan selama-lamanya. Tidak ada satu zaman pun di mana manusia di dalam Kristus bisa menjadi putus asa. Meskipun zaman itu gelap, penuh dengan penganiayaan, ataupun kesusahan, namun jika manusia kembali ke bawah kaki salib, sukacita terbesar diberikan.

3. Dunia dalam alam maut

“Tetelesthai!” menembusi dunia kegelapan alam maut dan menggoncangkan dasar neraka. Kuasa kegelapan dan kuasa neraka harus berhenti pada waktu Yesus Kristus mengatakan ucapan ke-enam. Bukankah penguasa langit atau penguasa maut yaitu iblis pernah dengan segala kegiatan mencoba untuk merusakkan hidup Yesus di dalam dunia dengan pencobaan yang terus menerus tanpa henti? Tetapi setan dan segala pesuruhnya gagal terus-menerus. Lalu mereka membongkar segala kebencian dan serangan yang paling sengit yaitu dengan berikhtiar membunuh Yesus Kristus. Kegelapan yang diizinkan oleh Allah untuk menudungi Yesus juga datang dari iblis. Tetapi segala usaha dan kegiatan dari kuasa gelap, akhirnya berhenti dengan gentar pada waktu mendengar perkataan “Tetelesthai!” diucapkan oleh Tuhan Yesus. Dunia malaikat mengalami keheranan yang terbesar, dunia manusia di segala zaman mengalami sukacita yang terbesar, dunia neraka mengalami gomncangan yang terbesar. Inilah Kristus yang mencintai Anda dan mencintai saya.

Waktu Yesus Kristus mengatakan “Tetelesthai!”, apakah yang Dia katakan kepada Bapa yang mengutus-Nya datang ke dalam dunia? Waktu Kristus datang ke dalam dunia, ada satu status yang tidak ditulis dalam ke-empat Injil tetapi ditulis seribu tahun sebelumnya oleh Daud dalam Mazmur 40:8-9. Kalimat tersebut juga dikutip oleh penulis surat Ibrani dalam Ibrani 10:7-8. Kalimat tersebut berbunyi: “Ya, Allah-Ku, Aku datang untuk melakukan kehendak-Mu.” Pada umur dua belas tahun, Kristus mengatakan: “Tidak tahukah kamu bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?” (Terjemahan lain: “Bukankah Aku harus menaruh di dalam hati-Ku satu niat yang mengerjakan pekerjaan Bapa yang mengurus Aku?” (Lukas 2:49). Waktu bertemu perempuan Samaria di pinggir perigi, Yesus berkata pula: “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.” (Yohanes 4:34). Kristus berdebat dengan orang-orang Yahudi dan mengatakan: “Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga.” (Yohanes 5:17). Di dalam Yohanes 17:4, Kristus berkata: “Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya.”

Hanya satu-satunya Orang yaitu Yesus Kristus yang dari lahir-Nya, masa remaja, masa permulaan mengerjakan pekerjaan Mesias, sampai mati di atas kayu salib, tidak putus-putus untuk taat kepada Bapa. Sekarang Ia berkata kepada Bapa: “Tetelesthai!”, semua pekerjaan yang Bapa serahkan kepada-Nya sudah diselesaikan-Nya. Kalimat ini tidak akan pernah diucapkan oleh mulut kedua selain Kristus. Kalimat ini tidak mungkin diucapkan oleh yang lain, baik sebelum Kristus maupun sesudah Kristus. Tidak ada satu manusia pun yang sungguh-sungguh bisa menempati posisi seperti Kristus. Kristus sudah taat kepada Bapa.

Murka Allah sudah berhenti di atas diri Kristus waktu Dia berkata: “Tetelesthai!” Murka Bapa tidak lagi turun kepada anak-anak manusia yang menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat karena Kristus sudah taat. Kristus sudah menggenapi segala rencana Allah. Murka Allah sudah diterima dan dihentikan oleh Kristus. Penebusan hutang dosa sudah dikerjakan oleh Kristus. Manusia akan terus menuju kepada neraka, tetapi Kristus telah menghentikan jalan menuju kebinasaan itu dengan mengorbankan diri. Semua yang dinubuatkan oleh nabi-nabi, sudah digenapkan dalam diri-Nya. Kristus adalah satu-satunya Oknum yang boleh, pernah dan mendapat kesaksian yang diberikan oleh Bapa demikian: “Inilah Anak-Ku yang Ku-kasihi.”

Bagi setiap orang di dunia, perkataan Kristus ke-enam di atas kayu salib ini berarti satu pernyataan bahwa kutukan Taurat sudah diterima oleh Kristus. Manusia salah, jika mengira bahwa mereka bisa menjalankan hukum Taurat ataupun menyempurnakan Taurat. Barangsiapa yang berusaha diselamatkan melalui melakukan segala syariat Taurat adalah orang yang akan kecewa belaka. Barangsiapa yang berusaha diperkenan oleh Allah melalui melakukan hukum Taurat harus mengetahui bahwa hal itu tidak mungkin. Kalimat ini kerapkali diucapkan oleh Paulus (Roma 3:28; Galatia 2:1`6, 21; 5:4), yang sejak kecil dididik oleh profesor Taurat terbesar di zaman itu, Gamaliel (Kisah Para rasul 5:34; 22:3). Tidak ada seorang pun yang bisa bersandar pada kekuatan sendiri untuk menjalankan hukum Taurat. Hal ini bukan saja dikatakan oleh Paulus dengan kerapkali, tetapi juga dikatakan oleh Yakobus. “Sebab barangsiapa menuruti seluruh hukum itu (Taurat), tetapi mengabaikan satu bagian dari padanya, ia bersalah terhadap seluruhnya” (Yakobus 2:9).

Jika kita mengunci pintu mobil, kita akan mengunci semua pintu dan jika ada barang satu pintu yang tidak terkunci, maka itu berarti bahwa pintu mobil belum terkunci dan pencuri dapat mencurinya. Demikianlah jika manusia melanggar satu dari hukum Allah, itu berarti manusia melanggar seluruh hukum Allah. Tiga pintu yang terkunci dari mobil berpintu empat sama artinya dengan tidak mengunci pintu mobil. Perhiasan kalung emas dibentuk dari mata-mata rantai yang kecil-kecil. Jika salah satu dari mata rantai itu putus, maka kalung akan hilang. Tak perlu memutuskan semua mata rantai untuk membuat kalung tersebut hilang. Pelanggaran terhadap satu hukum Taurat, sama artinya dengan melanggar seluruh Taurat.

Apakah manusia dapat bersandar dengan perbuatan melakukan Taurat supaya diselamatkan? Apakah manusia bisa menjalankan Taurat? Manusia tidak bisa menggenapkan hukum Taurat. Kristus sudah menggenapkan hukum Taurat bagi manusia. Kuasa dosa sudah ditanggung oleh Kristus. Dia mempunyai kuasa yang terbesar, yang tidak terbatas, karena Dia adalah Allah. Dosa dari segala sudut, penjuru, bangsa, bahasa, masyarakat, dan segala tempat di dunia dibebankan kepada Dia. Dia bisa menanggungnya. Worthy is The Lamb, patutlah Anak Domba Allah menerima segala kemuliaan, kuasa, kerajaan, bijaksana dan segala kepujian sampai selama-lamanya. Karena Dia pernah mempergunakan darah-Nya untuk menebus manusia kembali kepada Allah (Wahyu 5:9). Dosa sudah dihapuskan.

Kristus mengatakan: “Tetelesthai!” kepada dunia, berarti manusia tidak perlu takut lagi akan kematian. Di dalam Kristus ada hidup kekal. Di dalam perjuangan yang sengit di mana Kristus sudah berteriak: “My God, My God, why hast Thou forsaken Me?” kini dilanjutkan dengan “Tetelesthai!”, sudah selesai. Setan sudah kalah, kita tidak perlu takut akan kematian. Penghulu kematian yaitu iblis sudah dikalahkan oleh Kristus. Arti lain dari “Tetelesthai” adalah: Janganlah takut akan kutukan Taurat karena itu sudah Kristus terima. Tuntutan yang keras dari Taurat sudah digenapi. Janganlah takut akan kematian, karena Kristus sudah mati bagi kita. Demikianlah perkataan Kristus bagi umat manusia sepanjang zaman.

Barangsiapa yang datang kepada Dia akan mendengarkan lagi perkataan yang lebih indah sebagai manifestasi dari perkataan “Tetelesthai!”, yaitu: gereja akan menjadi mempelai perempuan Kristus dalam kekekalan. Setiap kita yang dicintai oleh-Nya, tak akan pernah dikalahkan oleh kuasa neraka. Anak Tuhan bisa dianiaya, dibunuh, dipenggal, dilemparkan ke dalam mulut singa, dilemparkan ke dapur api, disiram minyak dan dibakar seperti lilin. Tetapi bagi gereja, yaitu orang-orang yang dikasihi Kristus, Dia berkata dari atas salib: “Tetelesthai!” Dia berkata pula: “Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa. Takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka.” (Matius 10:28). Setiap umat tebusan Tuhan Yesus diberikan kelepasan dari kutukan Taurat, hukuman dosa dan dari pada kematian serta kuasa setan. Bukan saja demikian, pintu sorga terbuka bagi kita.

Waktu Kristus mengatakan: “Tetelesthai!”, kuasa neraka berhenti dan pintu sorga terbuka. Waktu itu dalam bait Allah yang besar di Yerusalem ada satu tirai yang karena besarnya harus diangkat oleh tiga ratus orang. Pada saat itu juga tirai tersebut robek dari atas sampai ke bawah. Tirai yang besar ini memisahkan ruangan suci dan ruangan mahasuci dalam bait Allah di Yerusalem (Kemegahan bait suci tersebut tertulis dalam Lukas 21:5-6; Markus 13:1-2; Matius 24:1-2). Sedangkan bait Allah tersebut sudah dibangun kira-kira empat puluh enam tahun, waktu Kristus menubuatkan kehancurannya (Yohanes 2:20), pembangunannya diteruskan sampai belasan tahun setelah penyaliban Kristus, jadi total pembangunan bait suci tersebut memakan waktu kira-kira lima puluh empat tahun. Tirai yang besar di bait Allah yang robek dari atas sampai ke bawah (Lukas 27:51) adalah salah satu tanda mujizat yang dinyatakan dari Golgota. Apa arti tanda itu? Artinya: jalan menuju sorga sudah terbuka. Di dalam Yesus Kristus kita mempunyai pengharapan terbesar yang tidak ada lagi bandingnya. Anak yang terhilang sekarang sudah boleh pulang kembali kepada Allah. Kristus sudah menang. Haleluya! Seumur hidup kita dapat diam dalam pangkuan Tuhan yang kekal dan tidak berubah.

Pada waktu Napoleon Bonaparte berperang dengan Wellington, maka para tentara Inggris di bawah pimpinan Wellington membuat satu cara untuk mengirimkan pesan dari medan peperangan kepada pusat komando. Dari satu lokasi strategis, mereka membuat huruf-huruf yang paling besar dan dipasang tinggi-tinggi supaya dapat dibaca oleh pusat komando, karena saat itu belum ada telegraf, telepon atau alat komunikasi lainnya. Huruf-huruf tersebut dibaca melalui teleskop. Waktu mereka memberikan pesan terakhir kepada komando pusat di daratan Inggris, maka beberapa huruf tertutup awan dan kabut sehingga yang dapat terbaca adalah “Wellington defeated”. Pusat komando amat sedih dan gelisah. Tapi tidak lama kemudian ada angin yang meniup habis semua kabut dan terlihatlah seluruh kalimat yaitu “Wellington defeated Napoleon in Waterloo. Puji Tuhan. Kabut gelap pernah menudungi bukit Golgota, sehingga yang seolah terjadi adalah “Yesus kalah”, tetapi sebenarnya yang terjadi adalah “Yesus kalahkan iblis di Golgota.” Yesus Kristus menang!

PERKATAAN 7 :

“Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku!”

Bacaan : Matius 27:50-61 ; Lukas 23:44

Tidak mungkin seseorang tidak akan berbahagia, ketika ia mengingat kematian Kristus, mengerti akan kasih-Nya, dan membagi-bagikan kasih Kristus kepada sesama. Tidak ada seorang pun yang tidak berbahagia, karena ia dapat dengan sungguh-sungguh melayani Kristus yang sudah mati dan bangkit dengan pengabdian yang penuh. Firman Tuhan adalah sumber kekuatan dan satu keajaiban yang memberikan iman yang sejati.

Kegenapan yang digenapkan Yesus Kristus adalah kegenapan yang bersifat paradoks. Menurut pandangan manusia, Kristus tidak menggenapkan apa-apa, Kristus tidak menyukseskan apa-apa, dan Kristus tidak menghasilkan apa-apa. Menurut manusia, seseorang yang bergantung di atas kayu salib tidak memiliki kesuksesan ataupun keunggulan apa pun. Akan tetapi, dari permulaan kitab suci sampai pada akhirnya, kita dididik oleh Tuhan Allah untuk tidak melihat segala sesuatu secara lahiriah. Allah mendidik kita untuk tidak melihat segala sesuatu hanya dengan pandangan mata lahiriah yang sudah ditipu oleh iblis. Biarlah kita memiliki pandangan seperti pandangan Tuhan Allah sendiri yang melihat sampai ke batin. Manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati sanubari (1 Samuel 16:7). Bagi manusia, Kristus dilihat sebagai manusia yang tidak memiliki keunggulan ataupun kesuksesan, tetapi sebagai manusia yang gagal. Namun, Yesus Kristus yang kelihatan gagal adalah Yesus Kristus yang meneriakkan perkataan, “Tetelesthai! Genaplah!”

Apakah yang telah digenapkan-Nya? Apakah Dia sudah mendirikan satu gedung yang besar? Sekolah Kristen yang mewah? Buku Kristen yang tebal? Sistem pendidikan yang baru? Sistem filsafat yang melawan sistem filsafat yang lain? Tidak. Tetapi apa yang digenapkan Yesus Kristus di atas kayu salib adalah apa yang tidak mungkin digenapkan oleh politik, militer, ekonomi, kebudayaan, pendidikan, filsafat, dan segala ilmu dunia. Di dalam perkataan Kristus yang ke-enam, manusia boleh melemparkan jangkar pengharapannya. Manusia boleh mengembuskan napas yang terakhir dengan satu jaminan yang pasti. Genaplah! Kristus mengucapkan, “Genaplah!”

Kristus mengucapkan: “Genaplah” dengan satu kepastian yang sungguh. Perkataan ini menembus dunia malaikat dan mencengangkan mereka, menembus dunia manusia dan memberi pengharapan terbesar kepada mereka, menembus alam maut dan menggoncangkan neraka.

Jika Tuhan mengatakan “Gagallah!” maka meskipun Dia bangkit, kita tidak mengetahui dalam hal apa Dia menjanjikan jaminan keselamatan. Akan tetapi, karena Tuhan Yesus mengatakan “Genaplah!” maka inilah jaminan yang pasti akan kebangkitan kita! Tidak ada seorang pun pernah memiliki kegagalan secara lahiriah lebih dari apa yang dinyatakan Yesus, Orang Nazaret yang tergantung diatas kayu salib. Namun sesungguhnya, tidak ada seorang pun yang pernah mencapai kemenangan, kesuksesan, dan keunggulan yang lebih besar dari apa yang pernah dinyatakan Yesus Kristus yang mati terpaku semacam itu.

Di atas kematian Yesus Kristus ada satu perubahan atau transformasi yang besar atas segala konsep, sistem, dan segala arah di dalam alam semesta. Arah manusia berdosa yang menuju kepada neraka karena melawan Tuhan Allah harus berubah di muka kayu salib. Segala sistem yang lama harus berubah menjadi sistem yang baru, menurut arah sinar cahaya yang keluar dari takhta Allah dan Anak Domba yang pernah disembelih di atas Golgota.

Pada waktu Yesus Kristus mengatakan “Tetelesthai!”, maka terbelahlah tirai yang memisahkan tempat suci dan tempat maha suci di bait Allah dari atas sampai kebawah. Bukan tangan manusia yang melakukannya, bukan pisau atau gunting, tetapi kuasa Allah sendiri yang menjalankan hal ini. Di dalam ke-empat Injil dicatat bahwa sebelum Kristus mati, Ia mengucapkan perkataan dengan seruan yang nyaring, suara teriakan yang keras. Jelas bagi kita bahwa itu adalah hal yang tidak logis, supra-rasional. Orang yang disalibkan diperkirakan akan mati dalam 2 hari sampai empat hari. Dan sejak hari pertama disalibkan, orang tersebut akan mengalami satu gejala yang tidak akan berubah sampai beberapa hari kemudian. Gejala itu timbul karena banyaknya darah yang mengalir keluar dari tubuh orang yang disalibkan. Darah yang berkurang akan makin mengental dan darah yang menuju ke bagian kepala akan berbeda jumlahnya dengan darah yang beredar di bagian tubuh yang lebih bawah. Lambat laun, karena kekurangan darah yang naik ke atas kepala, maka belum sampai satu hari, semua kekuatan di leher orang tersebut akan lenyap, sehingga orang yang disalibkan harus menundukkan kepala.

Gejala kekaburan atau kepusingan juga akan dialami tetapi orang tersebut belum akan mati. Belum mati, tetapi tidak akan mungkin hidup lagi seperti biasa. Tubuh akan menggetar, makin lama makin lemah dan manusia yang disalibkan akan mati secara perlahan. Detik demi detik ia akan mati dalam kekejaman dan kesulitan yang tidak mungkin ditolak. Lebih mudah mati digantung, ditembak, kursi listrik, atau dipenggal dibandingkan mati disalib. Beratnya tubuh yang tergantung mengakibatkan lubang paku menjadi besar dan untuk menjaga supaya seluruh tubuh tidak jatuh, maka orang tersebut diikat pada kaki dan tangannya. Akan tetapi, tali tersebut justru mengakibatkan kematian yang pelan-pelan karena darah yang mengalir keluar tertahan oleh ikatan tali.

Orang yang menyalibkan orang lain adalah orang yang suka melihat orang lain mati secara perlahan. Di dalam kondisi semacam itu, hanya Kristus satu-satunya yang berbeda dengan orang lain. Pada waktu mati Ia menengadah dan berkata kepada Allah dengan kekuatan yang luar biasa, Suara-Nya nyaring dan dengan teriakan, khususnya pada waktu mengatakan empat perkataan terakhir.

Pada saat orang normal tidak bisa berteriak karena tidak mampu, justru saat itu Kristus berteriak dengan keras. Sesudah enam jam disalibkan, siapakah yang bisa berteriak? Sesudah mengatakan “Genaplah!”, maka tirai di bait suci terbelah. Lalu Kristus mengatakan kalimat terakhir, “Bapa, Aku menyerahkan jiwa-Ku ke dalam tangan-Mu!” dan setelah itu, Dia mengembuskan napas yang terakhir. Ini satu mujizat. Ini satu hal yang luar biasa. Ini satu hal yang sama sekali berbeda dengan tradisi dan catatan sejarah.

Kristus satu-satunya yang menyerahkan nyawa-Nya di dalam kekuatan yang luar biasa. Jiwa Kristus bukan dirampas oleh kematian. Pada waktu hidup-Nya, Kristus dirampas. Keadilan bagi-Nya dirampas, hak-Nya dirampas, pembelaan-Nya dirampas, dan kebajikan bagi-Nya pun dirampas. Manusia tidak mempedulikan bahwa dengan tangan-Nya, Kristus menyembuhkan orang lain. Tangan yang menyembuhkan orang lain dipakukan. Kepala-Nya yang memikirkan firman Allah dan hal-hal ilahi dimahkotai mahkota duri. Kaki yang berjalan ke sana kemari mencari domba yang sesat adalah kaki yang ditusuk. Tuhan Yesus memiliki cinta yang tidak ada bandingnya. Tuhan Yesus Juru Selamat satu-satunya. Pada waktu disalibkan, Ia mengucapkan kalimat yang terakhir, “Ya Bapa, Aku menyerahkan Roh-Ku ke dalam tangan-Mu!”

Ucapan Kristus di atas kayu salib dimulai dengan “Bapa…” dan diakhiri dengan “Bapa…” Ini menjadi satu elemen paling pokok bagi pelayanan kita. Di atas kayu salib, Yesus Kristus tidak berkata banyak kepada manusia. Bagi Kristus yang penting adalah satu kesetiaan kepada Bapa. Yang mengutus Kristus adalah Bapa, dan yang akan menerima Kristus kembali ke sorga juga adalah Bapa. Jikalau yang memanggil Yesus Kristus adalah uang, maka Dia akan melayani uang. Akan tetapi, karena yang memanggil Kristus adalah Bapa,maka Kristus memiliki prinsip yang memulai pelayanan-Nya dengan Bapa dan mengakhirinya juga dengan Bapa. Allah Bapa yang memulai, Allah Bapa juga yang menjadi Penggenap. Bapa yang menciptakan segala sesuatu terjadi dan segala sesuatu ini juga akan disempurnakan oleh Bapa yang mengizinkan segala sesuatu ini terjadi. “The Creator is also The Consummator”. Allah yang mengerjakan pekerjaan kebajikan adalah Allah yang akan menggenapi pekerjaan kebajikan itu. Dan, Kristus yang telah diutus oleh Allah mengetahui bahwa Dia tidak boleh hidup untuk diri-Nya sendiri.

Sebagaimana apa yang pernah didoakan dan dinyatakan Kristus dalam ucapan yang agung di Getsemani, “Bapa, bukan kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi” (Lukas 22:42), demikian pula di atas kayu salib, Kristus mengucapkan tujuh kalimat yang menunjukkan relasi vertikal antara Dia dengan Allah Bapa. Kalimat pertama adalah “Ya, Bapa,ampunilah mereka …”, kalimat terakhir adalah “Ya, Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku!” Kristus memohonkan pengampunan bagi manusia berdosa kepada Bapa dengan kematian-Nya. Kristus yang mati bagi manusia menurut kehendak Bapa sekarang menyerahkan jiwa-Nya kepada Bapa. Perkataan pertama dimulai dengan “Bapa”, perkataan terakhir diakhiri dengan “Bapa”. Tetapi perkataan keempat yang ada di bagian tengah adalah “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Di tengah-tengah antara Alfa sampai Omega, ada lembah bayang-bayang maut.

Pada permulaan, dengan girang kita menjalankan kehendak Allah. Di saat terakhir, relakah kita menyerahkan seluruh hidup kepada Allah? Di tengah-tengah perjalanan panjang kehidupan, Allah mengizinkan orang yang menjalankan kehendak-Nya untuk mengalami bayang-bayang maut yang menakutkan. Lembah bayang-bayang maut adalah lembah yang pernah dijalani Kristus secara sendirian. Saat itu Bapa tidak mendampingi Dia. Kristus menjalaninya sendiri.

Itulah sebabnya, sejak hari itu, barangsiapa harus menjalani bayang-bayang maut boleh berkata kepada Tuhan Yesus, “Engkau beserta dengan aku.” Kristus sudah menjalani jalan itu. Apakah Anda takut akan hari depan? Bagi Kristus, hari depan kita adalah hari kemarin. Pada waktu Kristus mengatakan “Genaplah!” dan “Ya, Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku!”, janganlah kita lupa bahwa mengatakan hal seperti itu memerlukan iman kepercayaan yang bukan main besarnya. Pada waktu Yesus dibaptiskan, Allah Bapa bersaksi dengan langit yang terbuka dan suara yang nyaring, “Engkaulah Anak yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan.” (Lukas 3:22) Pada waktu di bukit Hermon, Yesus Kristus menyatakan diri-Nya dalam kemuliaan beserta dengan Musa dan Elia, Allah sekali lagi berkata dari langit, “Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia.” (Lukas 9:35) Tetapi justru di dalam kepicikan, kepedihan, dan sengsara yang paling besar yang dialami Kristus di atas kayu salib, Allah seolah-olah menudungi muka-Nya dan seakan-akan tidak melihat akan sengsara Yesus Kristus.

Saat Yesus berteriak, “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” adalah saat yang sungguh-sungguh mengerikan. Akan tetapi, pada waktu Yesus mengatakan “Sudah genap!”, Yesus mengatakannya di dalam keadaan yang tidak berubah apa-apa. Dia tetap tergantung di atas salib. Tidak ada pertolongan dari Allah. Orang-orang di bawah salib menunggu apakah pertolongan dari Allah akan datang. Orang-orang pernah mendengar bahwa pada waktu Kristus berdoa di bukit Hermon, Elia dan Musa datang mendampingi Dia.

Jadi, sekarang mereka menantikan apakah hal itu akan terulang lagi. Tetapi kondisi tidak berubah. Doa Kristus seakan-akan tidak dijawab. Kesulitan seolah-olah makin menjadi besar. Kelemahan makin menjadi nyata. Darah terus mengalir. Segala sesuatu makin menjadi gelap.Orang-orang di bawah salib tetap menghinakan Dia. Dengan demikian, apakah kesuksesan yang dinyatakan Kristus dengan perkataan “Genaplah”? Apakah yang dinyatakan-Nya dengan perkataan “Ya, Bapa, Aku menyerahkan nyawa-Ku ke dalam tangan-Mu”?

Dengan melihat Kristus, kita melihat manusia pertama di dalam sejarah yang menerjunkan diri ke dalam kekekalan di dalam keadaan yang tanpa kegentaran sama sekali. Kristus yang sudah menang memimpin kita masuk ke dalam kemuliaan. Dia menjadi teladan bagi Anda dan saya. Betapa banyak orang yang pada waktu hidupnya memiliki keberanian, tetapi pada waktu menghadapi kematian, segala keberaniannya hilang sama sekali. Tetapi Kristus didalam kalimat terakhir sebelum mengembuskan napas-Nya yang terakhir, memberi contoh bagi kita.

Jikalau segala kepicikan belum berubah, kepedihan masih dialami, bahaya masih mengancam, dan segala situasi tetap sama, padahal saat kematian kita semakin mendekat, bisakah kita tetap memanggil Allah sebagai Bapa kita? Apakah Allah tetap menjadi Bapa kita? Apakah dari dulu sampai sekarang Dia tetap menjadi Bapa Anda? Apakah kita tetap bisa melihat anugerah-Nya tetap mengelilingi kita?

Jika kita memanggil Allah sebagai Bapa, hanya karena kita sudah menikmati segala berkat dari-Nya, bagaimana jika semua berkat sudah tidak ada lagi? Bagaimana jika segala yang indah sudah hilang dan segala kepicikan kita alami? Apakah kita tetap memanggil Allah sebagai Bapa kita pada detik terakhir sebelum kita mati? Apakah Anda masih bisa memanggil Bapa? Apakah doa Anda masih didengarkan oleh-Nya? Ya. Karena Yesus Kristus menjadi teladan kita. “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.”

Istilah bahasa Yunani “serahkan” adalah istilah yang dipakai khusus pada waktu seseorang menyerahkan uangnya kepada pemegang uang yang paling dipercaya. Yesus Kristus tahu bahwa jiwa-Nya ada di dalam tangan Allah yang baik. Dia menyerahkan nyawa-Nya ke dalam tangan Bapa. Ini menjadi satu pengharapan bagi setiap orang. Johanes Calvin berkata bahwa pada waktu Kristus mnenyerahkan nyawa-Nya kepada Bapa, sebenarnya pada waktu itu juga Kristus mengumpulkan roh kita masing-masing yang percaya kepada-Nya beserta dengan Dia untuk diserahkan kepada Bapa. Dan waktu itu juga Kristrus memberikan satu jaminan keselamatan yang paling pasti bagi Anda dan saya. Puji Tuhan! Karena Kristus yang menjadikan Allah Bapa sebagai awal dan akhir pelayanan-Nya, sebagai awal dan akhir ketaatan-Nya, awal dan akhir seluruh perjalanan hidup-Nya, maka Dia yang taat total kepada Allah Bapa boleh berkata kepada kita yang taat kepada-Nya bahwa kita akan menerima hidup yang kekal! Karena ketaatan Kristus, maka seluruh ketaatan kita yang percaya kepada-Nya diterima oleh Allah melalui Kristus. Seluruh sejarah sekarang memutar arahnya. Di dalam Adam, semua manusia tidak taat. Tetapi di dalam Kristus, semua menjadi taat. Adam yang tidak taat membawa kematian bagi dunia yang murtad. Kristus yang taat, membawa hidup yang kekal dan pengharapan yang tidak berubah kepada orang-orang yang menaruh kepercayaan kepada Dia.

Apakah arti perkataan Kristus: “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku!”? Kristus mengetahui satu relasi Aku-Engkau kepada Allah. I and Thou relationship. Rohani setiap orang harus mengalami satu perubahan yang besar dan total. Perubahan itu adalah perubahan relasi. Rohani memerlukan satu perubahan relasi dan posisi. Orang yang rohaninya masih dangkal menjadikan Allah sebagai Ia (Subyek orang ketiga). Mazmur 23:1 berbunyi:

Tuhan adalah Gembalaku, tak kan kekurangan aku
Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau

Orang yang rohaninya dangkal; mempunyai sikap: Saya adalah sayaAllah adalah AllahSaya adalah sayaDia adalah Dia. Saya tidak mempunyai hubungan langsung dengan Dia. Pada waktu mendengar khotbah, yang didengarkan adalah tentang Dia. Pada waktu membaca buku, membaca tentang Dia. Waktu mengikuti kebaktian, mengetahui tentang Dia. Sesudah mengikuti kebaktian, saya tetap saya. Sesudah mendengarkan khotbah, tetap berdosa. Sesudah digerakkan oleh Tuhan, tetap berjudi, berzinah dan tetap melakukan hal yang jahat. Apa sebab orang percaya bisa melakukan hal itu? Karena orang tersebut masih mempunyai sikap bahwa Tuhan adalah Dia. Orang demikian mungkin sudah menerima baptisan, sidi, Perjamuan Suci, tetapi ia tetap mengambil posisi Aku-Dia kepada Allah, bukan mengambil posisi Aku-Engkau. Antara Allah dan orang tersebut belum memiliki satu hubungan pribadi yang langsung.

Sampai pada satu saat yang mengubah seluruh hidup Anda. Ketika Anda bergumul secara pribadi, berteriak kepada Allah secara pribadi, berada di dalam kesulitan dan berdoa berlutut secara pribadi kepada Dia dan mengalami satu kepicikan yang besar, maka barulah Anda mempunyai sikap yang lain. Anda memanggil Engkau kepada Allah. Mazmur 23 terbagi atas dua bagian. Antara tiga ayat pertama dan tiga ayat terakhir, menunjukkan satu perubahan relasi. Tiga ayat pertama menyebutkan:

Tuhan adalah Gembalaku, tak kan kekurangan aku.
Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau
Ia membimbing aku ke air yang tenang
Ia menyegarkan jiwaku.
Ia menuntut aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya.

Setelah melewati lembah bayang-bayang maut, maka berubahkah status dan relasi antara pemazmur dan Allah. Relasi antar aku dan Dia, sekarang berubah menjadi aku dan Engkau :

Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman,
Aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku;
Gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku.
Engkau menyediakan hidangan bagiku di hadapan lawanku
Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak,
Pialaku penuh melimpah.
Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku
Dan aku akan diam di rumah TUHAN sepanjang masa.

Apakah Allah adalah Ia di dalam hidup Anda? Atau, apakah Allah adalah Engkau di dalam hidup Anda? Kristus berjalan, bekerja dan bertindak menurut kehendak Bapa. Tidak meungkin ada orang yang mempunyai hubungan I-Thou yang lebih erat dengan Bapa selain daripada Kristus. Kristus telah memberikan jaminan kepada kita untuk tetap dapat mempunyai hubungan I-Thou dengan Allah meskipun di dalam keadaan kepicikan yang paling besar. Ujian yang begitu berat yang telah dialami oleh Ayub akhirnya diakhiri dengan satu kepercayaan iman yang teguh. Ayub berkata: “Meskipun Engkau membunuh aku, aku tetap percaya kepada-Mu.” (Ayub 13:15). Jika yang membunuh adalah Allah, tetap lebih baik daripada hidup bahagia yang diberikan oleh iblis. Jikalau yang membunuh adalah Allah, itu lebih baik daripada kita menerima berkat dari iblis.

Kristus yang tidak menerima segala tawaran akan segala kemuliaan dunia adalah Kristus yang menyerahkan diri-Nya kepada Bapa yang mengizinkan Dia mati begitu rupa. Kristus yang berkata: “Enyahlah engkau setan!” adalah Kristus yang mengatakan: “Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan Roh-Ku!” Kristus tidak pernah tertarik kepada segala kemuliaan dunia yang ditawarkan iblis. Di dalam keadaan yang begitu sengsara di mana Kristus sedang mengalirkan darah, Allah seolah-olah tidak mendengarkan doa-Nya. Keadaan sama sekali tidak berubah, manusia tidak melihat perubahan kondisi. Tetapi di dalam keadaan harus mati, Kristus menyerahkan Roh-Nya ke dalam tangan Bapa. Itulah iman!

Apakah Anda baru bisa beriman jika Allah mengubah situasi yang gelap menjadi terang benderang? Apakah Anda baru bisa beriman setelah segala sesuatu berubah menjadi seperti yang Anda inginkan? Apakah Anda baru bisa beriman jika Allah menyembuhkan penyakit Anda? Apakah Anda baru bisa beriman jika Allah memberikan segala kelancaran dalam usaha Anda? Dapatkah Anda percaya kepada Allah di dalam kepicikan? Di dalam penyakit? Di dalam menanggung bahaya yang terbesar? Allah adalah Allah yang mengizinkan segala sesuatu terjadi kepada Anda. Tetapi Allah adalah Allah yang belum pernah membiarkan Anda sendirian di dalam segala keadaan. Bersandarlah kepada Allah dengan kepercayaan yang penuh! Bersandarlah kepada Allah yang tidak pernah berubah. Biarpun segala sesuatu berubah, biarpun awan gelap menudungi, biarpun kepicikan tetap ada, Allah tetap adalah Bapa kita. Father is still my Father!

Kristus menjalankan kehendak Allah untuk menanggung dosa manusia. Allah Bapa telah menetapkan untuk meremukkan Dia dan membiarkan Dia mati di dalam keadaan yang sangat memalukan. Allah dimuliakan dengan iman yang ditunjukkan oleh Kristus yang menjadi teladan bagi segala zaman. Anak Allah berkata: “Ya Bapa, Aku menyerahkan Roh-Ku ke dalam tangan-Mu!” Di manakah tangan Allah? Tangan Allah tidak kelihatan. Ini merupakan satu loncatan iman menuju kepada kekekalan. Pemain akrobat dalam sirkus, berani meloncat tinggi-tinggi, karena ia tahu bahwa di bawah ada jaring-jaring yang mencegah kematian. Pada waktu kita harus menemui ajal dan menghembuskan nafas yang terakhir, kepada siapakah kita harus menyerahkan hidup kita?

Yesus Kristus menjadi teladan kita. Kita harus menyerahkan hidup kita ke dalam tangan Allah. Tangan yang menciptakan langit bumi, yang memelihara segala sesuatu, yang menunjang eksistensi segala planet dan sistem alam semesta, tangan yang telah membentuk Adam dari tanah liat, tangan yang telah memimpin orang Israel keluar dari Mesir, tangan yang menaungi Maria sehingga melahirkan Yesus. Tangan Pencipta yang tidak berubah, adalah tangan yang tidak kelihatan. Kita menerjunkan iman kepercayaan kita ke dalam tangan Allah yang belum terlihat oleh orang lain, tetapi hanya dilihat oleh iman itu sendiri.

Iman berarti penglihatan di dalam roh. Setelah Kristus mengatakan kalimat ke-tujuh ini, maka di dalam sejarah banyak orang yang mengikuti-Nya. Sebelumnya, di masa Perjanjian Lama sudah ada yang mengatakan kalimat: “Ke dalam tangan-Mulah kuserahkan nyawaku; Engkau membebaskan aku ya TUHAN, Allah yang setia.” (Mazmur 31:6). Tetapi itu berbeda dengan perkataan Kristus yang ke-tujuh di atas kayu salib. Pemazmur menyebut Allah, tetapi Kristus menyebut Bapa. Konsep Allah yang menjadi Bapa setiap pribadi orang percaya belum pernah ada sebelum Kristus mengajarkannya kepada kita. Dan Kristus memberi hak kepada setiap kita yang menerima Dia sebagai Juruselamat untuk menjadi anak-anak Allah (Yohanes 1:12). Kristus berkata kepada orang Yahudi yang tidak percaya kepada-Nya: “Iblislah yang menjadi bapamu” (Yohanes 8:41-47). Tetapi kepada murid-murid-Nya Kristus berkata bahwa Bapa-Nya adalah Bapa mereka juga (Matius 6:6, 14-15). Orang Yahudi yang tidak percaya kepada Kristus mempunyai konsep yang salah tentang Perjanjian Lama. Mereka rancu antara menyebut Abraham sebagai bapa mereka dengan menyebut Allah sebagai Bapa mereka (Yohanes 8:39, 41). Ini membuktikan konsep agama yang mereka terima sepanjang ribuan tahun adalah konsep yang salah tentang Perjanjian Lama. Dan Kristus berkata dengan sesungguhnya kepada mereka bahwa bapa mereka adalah iblis. Iblis mengajar manusia menjadi pembohong, karena dia adalah bapa dari segala pembohong.

Kristus mengatakan bahwa jika Abraham memang bapa mereka, niscaya mereka sudah datang kepada Kristus. Kristus menyatakan kebenaran, tetapi orang Yahudi bertekad untuk membunuh Dia. Perdebatan yang sengit terjadi antara Kristus dengan orang Yahudi. Kristus memberikan satu konsep tentang Bapa yang berlainan dengan konsep agama Yahudi yang tidak mengenal Allah sebagai Bapa. Doa pemazmur dalam terjemahan lain adalah “Allah, aku menyerahkan nyawaku kepada-Mu dan aku menunggu akan penebusan-Mu” (Mazmur 31:6). Doa Kristus adalah, “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan Roh-Ku.”

Antara Bapa dengan Kristus ada relasi yang intim, hubungan yang manis, pegangan yang teguh dan iman yang menjadi teladan bagi kita masing-masing. Memanggil Allah sebagai Bapa tidak ada dalam mazmur. Dan Kristus tidak perlu menambah satu kalimat seperti pemazmur: Aku menunggu penbebusan-Mu. Jiwa Kristus tidak perlu penebusan. Jiwa Kristus bukan satu jiwa yang perlu ditebus, tetapi Dialah Oknum yang menebus jiwa manusia yang lain. Kristus menjadi satu Sumber yang baru dari puncak segala pengharapan yang timbul dari kolong langit ini.

Sesudah Kristus mengatakan perkataan ini, maka tidak lama kemudian seorang Kristen bernama Polykarpus mati martir pada abad pertama dengan mengatakan perkataan seperti ini juga. Polykarpus diikat dan dibakar seperti lilin. Orang membujuknya untuk menyangkal Kristus dan mengutuk Dia. Tetapi Polykarpus menjawab orang itu dengan lembut dan penuh dengan cinta kasih: “Selama delapan puluh empat tahun Kristus demikian baik kepada saya. Saya sudah mengalami anugerah Tuhan yang begitu besar. Bagaimana engkau bisa mengajak saya untuk mengutuk Dia yang baik? Bagaimana engkau bisa mengajak saya untuk menyangkal Krsitus yang begitu baik dan berbudi kepada saya?” Akhirnya orang Romawi menyiram minyak kepada tubuhnya dan membakar Polykarpus. Api membakar tubuhnya dan pada saat terakhir hidupnya, Polykarpus berkata: “Tuhan Yesus, aku menyerahkan rohku kepada-Mu.”

Berartus-ratus tahun kemudian seorang pemuda kurang ajar yang pintar bernama Agustinus, yang kehidupannya tidak karuan dan jatuh dalam hidup seks yang tidak beres, bertobat. Agustinus melayani Tuhan dan menjadi uskup. Dalam hidup dan pelayanannya ada delapan puluh uskup yang dipengaruhi olehnya untuk melayani Tuhan. Seorang pemuda yang paling rusak akhirnya menjadi seorang pemuda yang paling bersih dan berpengaruh kepada yang lain. Waktu ia mati, Agustinus mengatakan: “Tuhan Yesus, aku menyerahkan nyawaku kepada-Mu.”

Beratus-ratus tahun kemudian ada seorang bernama Bernard of Clairvaux yang amat mencintai Tuhan. Dia selalu membaca Kitab Suci dan memikirkan bahwa dirinya adalah seorang yang bisa mati. Dia selalu membaca Kitab Suci di hadapan sebuah salib dan sebuah tengkorak untuk memikirkan dirinya yang seharusnya mati dan Kristus yang sudah mati bagi dirinya. Dia mengajarkan empat tahap cinta dari seorang manusia tebusan terhadap Allah. Menurut dia, tahap tertinggi dari cinta kepada Allah adalah mencintai Allah tanpa motivasi yang lain. Karena Allah adalah Kasih, maka kasih yang murni adalah kasih terhadap Kasih. Kasih menggabungkan manusia dengan Allah. Pada saat kematiannya, ia berkata: “Aku menyerahkan rohku kepada-Mu, ya Tuhan Yesus.” Ia mati di dalam ketenangan.

Beberapa ratus tahun kemudian, seorang bernama John Huss dari Bohemia ikut melaksanakan reformasi. Ia merenggutkan kebenaran, kesejatian dan kemurnian firman Tuhan keluar dari bidat-bidat yang tidak beres pada waktu itu. Dia berjuang mengajarkan kebenaran dengan keberanian. Akhirnya ia ditangkap dan dihukum mati dengan cara dibakar. Pada waktu mati, ia mengatakan perkataan yang sama: “Tuhan Yesus, aku menyerahkan rohku kepada-Mu.”

Semua orang suci yang agung telah menetapkan diri berada di dalam posisi yang sudah disediakan oleh Yesus Kristus. Salib adalah tempat yang teduh bagi jiwa kita. Salib adalah tempat yang damai dan sejahtera bagi kita. Kristus sudah menyerahkan diri-Nya kepada Bapa. Di dalam tangan Bapa, kita mendapatkan satu tempat dan status perhentian yang kekal karena iman kepada Yesus Kristus. Kristus mengatakan: “Bapa, Aku menyerahkan Roh-Ku ke dalam tangan-Mu!”, lalu Ia menghembuskan nafas-Nya yang terakhir. Jam tiga sore itu, Tuhan kita meninggalkan dunia.

Selama tiga puluh tiga setengah tahun hidup di dalam dunia, Kristus memberikan air hidup kepada manusia. Pada saat terakhir hidup-Nya, manusia memberikan anggur asam kepada-Nya. Selama tiga puluh tiga setengah tahun hidup di dalam dunia, Kristus memberikan pengharapan kepada hidup manusia. Manusia mengecewakan Dia. Selama tiga puluh tiga setengah tahun hidup di dalam dunia, tak pernah sehari pun Ia hidup dengan enak atau nyaman. Yesus Kristus adalah manusia paling miskin yang pernah hidup di bawah kolong langit. Dia mengatakan: “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.” (Lukas 9:58). Dia pernah menangis, tetapi Alkitab tidak pernah mencatat bahwa Dia pernah tertawa. Alkitab mencatat tiga kali Kristus menangis, dan tidak ada satu pun dari tangisan-Nya yang ditujukan bagi diri-Nya sendiri. Dia adalah Allah yang Mahakuasa. Dia adalah Allah yang melakukan mujizat dengan kuasa-Nya. Tiga puluh lima kali Dia melakukan mujizat, dan tidak ada satu mujizat pun yang dilakukan-Nya bagi faedah diri sendiri. Inilah Yesus Kristus. “Terkutuklah barangsiapa yang tidak mencintai Yesus Kristus.”

Siapakah Yesus Kristus yang Anda terima sebagai Juruselamat? Siapakah Dia? Sudahkah Anda mengenal-Nya? Pada waktu menghembuskan nafas-Nya yang terakhir, Dia berhenti hidup sebagai Anak Manusia yang penuh dengan sengsara. Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima Dia. ( Yohanes 1:11). Manusia yang dicipta oleh-Nya membuang Dia, memberikan tempat di Golgota bagi-Nya. Dengan cara kekejian, manusia berusaha supaya Dia mati di atas kayu salib. Mereka menertawakan Dia, mencobai Dia, meludahi Dia. Penghinaan yang terbesar, kekejaman yang paling keji dan kefasikan manusia yang tidak akan terlampaui lagi, sudah dialami oleh-Nya dengan rela. Cinta Tuhan begitu besar. Pada waktu menghembuskan nafas-Nya yang terakhir, behentilah Ia mengalami ketidak-adilan dari dunia. Berhentilah hidup-Nya dari dunia yang najis, yang menghina diri-Nya, dan Dia akan datang kembali di dalam hari yang besar itu. Tuhan Yesus menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya.

Tubuh Kristus ditusuk, tetapi Roh-Nya sudah diserahkan-Nya kepada Bapa. Hanyalah Tuhan Yesus yang berkata: “Janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka.” (Matius 10:28). Roh Kristus sudah diserahkan-Nya kepada Allah Bapa dan tubuh-Nya ditinggalkan-Nya di atas kayu salib.

“Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu! Perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku.” (Lukas 22”19b). Ingatlah hal ini setiap kali Anda menerima roti dan cawan anggur dari Perjamuan Kudus. Jangan bermain-main dengan Perjamuan Kudus. Janganlah mengira bahwa diri Anda akan lebih bahagia ataupun lebih mendapatkan keuntungan dengan mengikuti Perjamuan Kudus. Roti dan cawan anggur mengajak kita mengingat kembali akan Cinta yang begitu agung dari Tuhan Yesus. Siapakah manusia yang pernah taat kepada Allah Bapa seperti Kristus? Adakah? Adakah manusia yang pernah hidup sebelum atau sesudah Kristus, yang taat kepada Allah Bapa secara tuntas? Tidak ada dan tidak mungkin. Hanya satu orang manusia yang pernah taat dengan tuntas kepada Allah yaitu Yesus Kristus.

Oratorio Messiah yang ditulis oleh George Frederic Handel mempunyai salah satu lagu yang berjudul All we like sheep have gone astray, yang syairnya dipetik dari Yesaya 53:6. Allah menimpakan segala dosa kita kepada-Nya. Seluruh model lagu yang dimulai dengan nada ceria menjadi melankolis pada waktu bagian syair yang berisi tentang segala dosa kita ditimpakan kepada Kristus dinyanyikan. Lagu yang tadinya bernada lincah ke sana ke mari karena kekacauan, berubah menjadi melankolis pada saat syair di mana Allah menimpakan segala kejahatan kita kepada-Nya dinyanyikan. Kita semua seperti domba yang tersesat tetapi Allah telah menimpakan segala dosa kita ke atas-Nya.

Yesus Kristus, berbaring dan beristirahat, menunggu akan hari yang besar di mana Dia bangkit. Kemuliaan Allah akan dinyatakan dan Roh Kudus akan turun dan menyadarkan manusia akan dosanya. Kristus bukan gagal. Satu hari Dia akan melihat bahwa di Indonesia yang jaraknya beribu-ribu kilometer dari Golgota, ada orang-orang yang mencintai Dia dan mengingat Dia. Nyanyian terakhir dari oratorio St. Matthew Passion yang digubah oleh Johann Sebastian Bach berjudul Wirsetzenz uns mit Trannen Nieder berisi syair demikian:

Dengan tangisan,
Kami mengantar Engkau ke kuburan
Tuhanku, berbaringlah
Tuhanku, mengasolah di kuburan

Waktu teriakan terakhir sudah dikatakan dan hembusan nafas terakhir sudah terjadi, maka Tuhan Allah turun tangan dengan menggempakan bumi dan membangkitkan orang-orang mati dari kuburan mereka (Matius 27:51-53). Inilah satu hal yang menakutkan. Dengan mata jasmaniah-Nya, Yesus tidak melihat semua hal itu. Dia sudah menyerahkan semuanya kepada Allah Bapa-Nya. Yesus menghembuskan nafas-Nya yang terakhir. Mengapa mujizat itu terjadi? Apakah mujizat itu Allah lakukan untuk Kristus? Tidak. Yesus Kristus tetap melihat cahaya kemuliaan Allah meskipun di dalam kegelapan. Di dalam kepicikan sekalipun, Dia tetap melihat Allah yang tidak berubah setia. Di dalam ajal-Nya yang terakhir dan di dalam tetesan darah-Nya yang terakhir, Yesus Kristus tidak melihat perubahan situasi, tetapi hati-Nya yang taat kepada Allah juga belum pernah berubah. “Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.”

Alkitab berkata bahwa sesudah Kristus mati, maka orang-orang yang berada di Golgota dirundung suatu ketakutan yang besar (Matius 27:54). Injil Lukas mencatat bahwa orang-orang tersebut pulang dari Golgota sambil memukul-mukul diri karena kejadian itu (Lukas 23:48). Tetapi apakah dengan memukul diri bahkan sampai mati bisa menghentikan murka Allah? Tidak bisa. Apakah penyesalan atas dosa dengan airmata bisa merubah hidup manusia yang menuju kematian kekal? Tidak bisa. Apakah dengan menusuk diri dengan pisau bisa membuka pintu sorga? Tidak bisa. Apakah dengan melompat-lompat sambil menjambak rambut dan membenci diri sampai membakar diri sendiri bisa menghentikan pintu neraka yang sudah menunggu? Tidak bisa. Hanya satu hal yang bisa merubah semua ini. Bukan dengan penyesalan, bukan dengan memukul-mukul dada, dan bukan dengan cambuk menyiksa diri. Jangan lupa bahwa Yesuslah yang sudah mengalirkan darah. Dialah yang telah merubah situasi. Yesus berkata: “Tetelesthai! Sudah genap!”

Tuhan Yesus sudah bertahan menguduskan diri-Nya bagi orang lain dan sudah berjuang melawan dosa sampai mengalirkan darah (Ibrani 12:3-4). Allah belum pernah merugikan orang yang sungguh-sungguh mencintainya. Allah belum pernah membuang orang yang sungguh-sungguh menghormati Dia. Kristus sebagai Anak Allah dan Kristus sebagai Anak Manusia. Selain menjadi Penebus, Dia juga menjadi contoh yang baik bagi kita. Allah sudah menyediakan seorang bernama Yusuf dari Arimatea yang mempunyai banyak uang dan kedudukan di masyarakat untuk mempersiapkan kuburan yang terbaik bagi Yesus. Juga Nikodemus yang mempersiapkan berpuluh-puluh kilogram rempah-rempah dan kain kafan untuk menguburkan-Nya (Matius 27:57; Yohanes 19:38-40). Semua itu belum dilihat oleh Yesus sebelum mati, tetapi Allah tahu bahwa di dalam tangan-Nya, tidak ada satu hal pun yang salah.

Setelah mati, Tuhan Yesus menantikan akan kebangkitan-Nya dan pengenapan janji Allah kepada-Nya yang tercatat di dalam Mazmur 2 dan diulangi lagi dalam Yohasnes 17, di mana Bapa akan memberikan bangsa-bangsa menjadi milik Yesus Kristus. Bapa berkata kepada Kristus Anak-Nya: “Mintalah kepada-Ku, maka bangsa-bangsa akan Kuberikan kepada-Mu menjadi milik pusaka-Mu dan ujung bumi menjadi kepunyaan-Mu.” (Mazmur 2:8). Suatu hari segala kerajaan akan menjadi Kristus. Bapa yang akan memberikan-Nya kepada Kristus, bukan iblis. Iblis tidak berhak memberi segala hal itu kepada Kristus. Iblis berusaha berlaku seperti Allah, yang akan menyerahkan segala bangsa kepada Kristus (Matius 4:9-10). Kita harus mengetahui dengan jelas akan segala sesuatu yang datang kepada kita sebagai pemberian. Jika pemberian itu datang dari iblis, maka kita harus berkata seperti Kristus: “Enyahlah engkau. Yang kau tawarkan itu bukan hakmu, tetapi hak Allah. Tuhan Allah yang akan memberikan kepadaku sesuai dengan waktu Tuhan.” Adakah penawaran yang indah-indah dari dosa? Adakah penawaran dari iblis? Tolaklah, karena Tuhan sudah menyediakannya bagi kita.

Apakah arti dari janji Allah yang berkata bahwa segala bangsa akan menjadi milik Kristus dan ujung bumi akan menjadi milik pusaka Kristus? Artinya, akan ada orang yang akan dimiliki Yesus Kristus dari segala ujung bumi, segala tempat dan segala suku bangsa. Itulah orang yang menjadi Kristen melalui penginjilan di seluruh dunia. Tuhan akan bangkit, mendapatkan segala kuasa di sorga maupun di bumi dan mengutus rasul-Nya pergi mengabarkan Injil (Matius 28:18-20). Meskipun mereka tidak mempunyai pengetahuan yang banyak, kedudukan yang tinggi ataupun dana bagi pekabaran Injil, tetapi rasul-rasul Tuhan akan menggenapkan apa yang Bapa perkenan, yaitu melalui pekabaran Injil, orang-orang dari segala bangsa akan menjadi milik Kristus. Yesus orang Galilea, orang Nazaret, orang di Golgota, mencintai Anda dan saya. Dia mati dengan begitu sengsara dan begitu hina. Mungkinkah kekayaan raja-raja di dunia dibandingkan dengan Kristus? Mungkinkah kuasa-kuasa di dunia dibandingkan dengan Dia? Kristus yang mati di dalam sengsara adalah Kristus yang menang.

Kristus menunggu akan hari yang besar, selain dari hari kebangkitan-Nya atau pun hari kenaikan-Nya. Hari itu adalah hari di mana Dia akan datang kembali. Kelak semua orang tidak percaya akan melontarkan satu pertanyaan seperti Pilatus dan Kayafas: “Bagaimana kita harus menghadapi Dia?” Suatu hari kalimat Pilatus dan Kayafas ini akan diulangi lagi oleh semua orang yang tidak percaya kepada-Nya. Yesus Kristus sudah mati. Dia sudah tenang dan mengaso. Tetapi bisakah Anda tenang dan mengaso dalam kematian tanpa menerima Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat? Bisakah Anda mengaso dan tenang dalam kekekalan tanpa Kristus? Tidak! Kita hanya bisa beristirahat dalam kekekalan melalui ketaatan kepada Kristus.

Gereja akan menuju kepada hari penyempurnaan. Orang-orang yang pernah ditebus Kristus dengan darah-Nya, dari orang pertama sampai orang terakhir yang percaya, akan menjadi mempelai perempuan Kristus di dalam perkawinan rohani. Perkawinan itu adalah perkawinan kekal dan terjadi pada waktu Kristus datang untuk kedua kali. Kristus yang disalib adalah Kristus yang menang. Kristus yang dipermalukan adalah Kristus yang mulia. Dia dipermalukan sehina mungkin, tetapi akhirnya dipermuliakan sebesar-besarnya. Dialah Tuhan. Maukah menjadikan Dia sebagai Alfa dan Omega Anda? Maukah Anda menyerahkan seluruh hidup Anda ke dalam tangan-Nya? Terimalah ajakan Kristus yang mulia ini.

Amin.

Next Post Previous Post