10 KESALAHAN-KESALAHAN LOGIKA (LOGICAL FALLACY)

Pdt.Samuel T. Gunawan. 
10 KESALAHAN-KESALAHAN LOGIKA (LOGICAL FALLACY)
Kesalahan logika (logical fallacy) merupakan kesalahan kesimpulan yang dicapai atas dasar logika atau penalaran yang tidak sehat, misalnya “Dadang lahir di bawah bintang Scorpio, maka hidupnya akan penuh penderitaan”. Kesalahan logika dapat terjadi pada siapapun juga, betapa pun tinggi intelegensi seseorang atau betapa lengkapnya informasi yang dimilikinya. Tetapi, semakin orang tahu bagaimana berpenalaran tertib, semakin kuranglah kemungkinannya terjerumus ke dalam kesalahan logis. Berikut ini 10 kesalahan logika, yang diadaptasi dari W. Poespoprodjo dan EK. T. Gilarso dalam buku Logika Ilmu Menalar. 

1. Generalisasi Tergesa-gesa

Kesalahan logika ini merupakan akibat dari induksi yang salah karena berdasar pada sampling hal-hal khusus yang tidak cukup, atau karena tidak memakai batasan (seperti: banyak, sering, kadang-kadang, jarang, hampir selalu, di dalam keadaan tertentu, beberapa, kebanyakan, sebagian besar, sejumlah kecil, dan lain sebagainya). Sebagai contoh, perhatikan pernyataan berikut: “semua pegawai negeri malas”. Berhubung pegawai negeri banyak, dan di antara mereka memang juga ada yang pemalas, maka ada orang yang mempunyai kesan bahwa “pegawai negeri malas”. Tetapi, apabila diteliti lebih seksama, maka pernyataan tersebut belum pasti kebenarannya, karena ternyata, terdapat juga pegawai negeri yang tidak malas. 

2. Non Sequitur (Belum Tentu)

Kesalahan logika non sequitur adalah istilah bahasa Latin yang berarti “ia tidak mengikut (it does not follow)” yang diartikan dengan “belum tentu”, merupakan kesalahan yang terjadi karena premis yang salah dipakai. Non sequitur merupakan loncatan sembarangan dari suatu premis ke kesimpulan yang tidak ada kaitannya dengan premis tadi. Hubungan premis dan kesimpulan hanya semu, hubungan yang sesungguhnya tidak ada. Perhatikan dua contoh Kesalahan logika non sequitur berikut: (1) Dia orang yang pandai, maka perilakunya pasti aneh. (2) Santi suka mengganggu anak lelaki. Ia agaknya suka sekali pacaran.

3. Analogi Palsu

Analogi adalah suatu perbandingan yang dipakai untuk mencoba membuat suatu idea dapat dipercaya atau guna membuat suatu konsep yang sulit menjadi jelas. Penggunaan analogi yang baik dan benar akan sangat berguna. Ilmu berkembang karena pemakaian analogi secara baik dan benar. Namun demikian, ada juga orang memakai analogi palsu dalam penalaran atau argumentasinya. 

Analogi palsu adalah suatu bentuk perbandingan yang mencoba membuat idea atau gagasan terlihat benar dengan cara membandingkan dengan idea atau gagasan lain yang sesungguhnya tidak mempunyai hubungan dengan idea atau gagasan yang pertama tadi. Misalnya apabila seorang menyamakan “kepala negara” dengan “kepala manusia” yang dipotong maka akan matilah manusia tersebut; begitu pula apabila kepala negara dibunuh, maka negara itu akan hancur. Jelaslah contoh ini menunjukkan analogi palsu. 

Perhatikan dua contoh analogi palsu berikut ini: (1) Membuat isteri bahagia adalah seperti membuat anjing kesayangan bahagia; Belai kepalanya sesering mungkin, dan beri makanan yang baik sebanyak mungkin. (2) Hidup ini laksana orang mampir ke warung; begitu kebutuhannya tercukupi, ia pergi meninggalkannya. 

4. Penalaran Melingkar 

Penalaran melingkar (circular logical) adalah kesalahan logika karena penalar menempatkan kesimpulannya ke dalam premisnya, dan kemudian memakai premis tersebut untuk membuktikan kesimpulannya. Jadi kesimpulan dan premisnya sama (begging the question). Perhatikan dua contoh penalaran melingkar (sirkular) berikut : (1) Pendidikan patut diinginkan karena orang terdidik patut diingini. (2) Kehidupan abadi pasti ada karena kenyataan tidak dapat matinya jiwa manusia menjamin hal itu.

5. Deduksi Cacat

Pada saat menggunakan suatu premis yang cacat dalam menarik suatu kesimpulan deduktif, besar kemungkinan kesimpulannya juga cacat. Penggunaan premis yang cacat sangat sering terjadi, karena itu sebelum mengambil kesimpulan perlu untuk meneliti premis-premis yang diajukan. Misalnya, ada premis seperti ini, “Matius pasti seorang Kristen yang baik”. Premis mayor kesimpulan tersebut mungkin seperti ini, “Barangsiapa secara teratur pergi ibadah ke gereja adalah Kristen yang baik”. Tetapi premis tersebut tidak dapat dijadikan sandaran karena banyak orang yang secara teratur pergi ibadah ke gereja tidak berperilaku baik sebagai seorang Kristen diluar gereja. 

Perhatikan dua contoh deduksi cacat berikut: (1) Lukas tumbuh dalam keluarga tanpa seorang ayah. Ia akan jadi masalah disekolahnya. (2) Markus adalah putera seorang guru besar yang sangat pandai. Studi Markus di universitas tentu juga akan cemerlang.

6. Pikiran Simplisitis

Pikiran simplisitis disebut juga penalaran polarisasi adalah kesalahan logika karena si penalar terlalu menyederhanakan masalah. Masalah yang begitu rumit disederhanakan menjadi dua kutub yang berlawanan atau dirumuskan hanya ke dalam dua segi, yaitu hitam-putih, atau dirumuskan sebagai hanya dua pilihan ini atau itu. 

Perhatikan contoh kesalahan logika yang disebut pikiran simplisitis berikut: (1) Anda memilih di dalam setiap pemilihan umum atau anda warga negara yang buruk. (2) Dalam perjuangan untuk kemenagan politik hanya ada dua pilihan: anda itu kawan atau lawan. (3) Kehidupan bangsa tidak berbeda dengan kehidupan keluarga; apabila anda berhasil mengatur kehidupan keluarga, maka akan berhasil pula mengatur kehidupan bangsa.

7. Argumen ad Hominem

Kesalahan logika ini terjadi karena tidak memperhatikan masalah yang sesungguhnya dan menyerang orangnya atau pribadinya. Contohnya, seorang anggota gereja yang berusaha menunjukkan bahwa pendeta yang tidak disukainya itu adalah pendeta yang jelek cara berkhotbahnya. Maka ia menyerang caranya pendeta tersebut berpakaian, menyerang kehidupan sosialnya, menyerang gaya tubuhnya, menyerang gaya bicaranya dan berbagai segi lainnya dari pendeta tersebut, yang sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan kemampuan berkhotbahnya. 

Godaan untuk menyerang pribadi orang memang seringkali kuat, khususnya pada keadaan emosional meningkat. Tetapi seorang penalar yang tertib akan mengendalikan diri dan tetap hanya membidik pada masalahnya serta melancarkan penalaran sehat. 

8. Argumen ad Populum

Sasaran kesalahan logika argumen ad populum adalah kelompok, bukan masalahnya. Argumen ad populum sering terdapat pada ceramah atau pidato yang diarahkan pada orang atau kelompok yang kurang maju daya kritiknya, karena orang atau kelompok seperti itu tidak cukup informasi sehingga lebih mudah diarahkan untuk membenci kelompok lainnya. 

9. Otoritas Palsu

Otoritas terkadang diperlukan untuk memberi bobot pada penalaran. Pengutipan pendapat atau pandangan seorang ahli (ekspert) parlu diberi perhatian dan sangat dibenarkan. Misalnya ketika seseorang akan beragumentasi tentang keberadaan Allah, sepantasnya digunakan argumentasi kosmolgikal dari Thomas Aquinas. Tetapi kesalahan logika dari otoritas palsu adalah dipakainya otoritas orang-orang ternama untuk suatu hal yang bukan bidangnya. Misalnya, Enstein dipakai otoritasnya dalam menulis tentang nutrisi anak balita. 

10. Kasalahan Logika Kausalitas

Kesalahan logika ini adalah penyimpulan yang salah karena salah interpretasi terhadap hubungan sebab akibat (kausalitas). Kesalahan logika ini sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Penyebabnya karena salah dalam mengindetifikasi sebab (kausalitas) sesuatu. Perlu diperhatikan bahwa sesuatu yang mendahului sesuatu yang lain tidak harus atau tidak tentu menjadi penyebab dari sesuatu yang terjadi kemudian. 


Misalnya, “Budi sakit setelah ia membuang surat berantai ke tempat sampah”. Menyimpulkan bahwa budi sakit setelah ia membuang surat berantai ke tempat sampah adalah hal yang tidak pasti, karena bisa saja budi sudah ada gejala-gejala sakit sebelumnya; atau memang tidak ada hubungannya sama sekali.

Terkadang terjadi suatu peristiwa yang terjadi bersamaan (konsidensi) dianggap sebagai sebab dari sesuatu. Di dalam ilmu logika kesalahan logika ini disebut “cum hoc ergo propter hoc (bersama itu maka karenanya)” atau kesalahan logika konsidensi. 

Pada saat suatu peristiwa terjadi bersamaan, ada dugaan bahwa yang satu adalah sebab dari yang lain meskipun keduanya benar-benar tidak ada hubungan apapun. Misalnya, “pada saat botol itu ditanam, pak Titus meninggal”. Jadi, kesimpulan sebagian orang bahwa kematian pak Titus disebabkan penanaman botol tersebut. 10 KESALAHAN-KESALAHAN LOGIKA (LOGICAL FALLACY).
https://teologiareformed.blogspot.com/
Next Post Previous Post