PENAFSIRAN: ARMENIAN VS REFORMED KITAB YEHEZKIEL
Pdt.Budi Asali, M.Div.
PENAFSIRAN: ARMENIAN VS REFORMED KITAB YEHEZKIEL. Yehezkiel 3:20 - “Jikalau seorang yang benar berbalik dari kebenarannya dan ia berbuat curang, dan Aku meletakkan batu sandungan di hadapannya, ia akan mati. Oleh karena engkau tidak memperingatkan dia, ia akan mati dalam dosanya dan perbuatan-perbuatan kebenaran yang dikerjakannya tidak akan diingat-ingat, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu”.
gadget, education, insurance |
Yehezkiel18:24 - “Jikalau orang benar berbalik dari kebenarannya dan melakukan kecurangan seperti segala kekejian yang dilakukan oleh orang fasik - apakah ia akan hidup? Segala kebenaran yang dilakukannya tidak akan diingat-ingat lagi. Ia harus mati karena ia berobah setia dan karena dosa yang dilakukannya”.
Yehezkiel 18:26 - “Kalau orang benar berbalik dari kebenarannya dan melakukan kecurangan sehingga ia mati, ia harus mati karena kecurangan yang dilakukannya”.
Yehezkiel 33:13 - “Kalau Aku berfirman kepada orang benar: Engkau pasti hidup! - tetapi ia mengandalkan kebenarannya dan ia berbuat curang, segala perbuatan-perbuatan kebenarannya tidak akan diperhitungkan, dan ia harus mati dalam kecurangan yang diperbuatnya”.
Yehezkiel 33:18 - “Jikalau orang benar berbalik dari kebenarannya dan melakukan kecurangan, ia harus mati karena itu”.
I) Penafsiran Arminian / salah.
1) Inti dari penafsiran Arminian tentang text-text di atas adalah bahwa ‘orang benar’ diartikan sebagai orang yang betul-betul percaya dan betul-betul sudah dibenarkan. Jadi text-text tersebut di atas mereka artikan bahwa orang kristen sejati bisa murtad sehingga lalu kehilangan keselamatannya.
Pdt. Jusuf B. S.: “Orang yang sudah dibenarkan di dalam Kristus, tetapi kemudian berbalik berbuat dosa, tidak mau bertobat, sampai mati tetap hidup di dalam dosa, keselamatannya hilang, ia mati dalam dosa” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 45.
Ia lalu mengutip Yehezkiel 33:13 sebagai dasar.
Adam Clarke tentang Yehezkiel 3:20:
“From these passages we see that a righteous man may fall from grace, and perish everlastingly. Should it be said that it means the self-righteous, I reply, this is absurd; for self-righteousness is a fall itself, and the sooner a man falls from it the better for himself. Real, genuine righteousness of heart and life is that which is meant. Let him that standeth take heed lest he fall” (= Dari text-text ini kita melihat bahwa seorang yang benar bisa jatuh dari kasih karunia, dan binasa secara kekal. Jika dikatakan bahwa itu berarti kebenaran diri sendiri, saya menjawab bahwa ini menggelikan; karena kebenaran diri sendiri itu sendiri merupakan suatu kejatuhan, dan makin cepat seseorang jatuh dari padanya, makin baik untuk dirinya sendiri. Kebenaran yang sungguh-sungguh dan asli / sejati dari hati dan kehidupan adalah apa yang dimaksudkan di sini. ‘Sebab itu siapa yang menyangka bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh’) - hal 432.
Adam Clarke tentang Yehezkiel 18:24:
“Can a man who was once holy and pure, fall away so as to perish everlastingly? YES. For God says, ‘If he turn away from his righteousness;’ not his self-righteousness, the gloss of theologians: for God never speaks of turning away from that, for, in his eyes, that is a nonentity. There is no righteousness or holiness but what himself infuses into the soul of man, and as to self-righteousness, i.e., a man’s supposing himself to be righteous when he has not the life of God in his soul, it is the delusion of a dark and hardened heart; therefore it is the real righteous principle and righteous practice that God speaks of here. And he tells us, that a man may so ‘turn away from this,’ and so ‘commit iniquity,’ and ‘acts as the wicked man,’ that his righteousness shall be no more mentioned to his account, ... So then, God himself informs us that a righteous man may not only fall foully, but fall finally” (= Bisakah seseorang yang pada suatu saat pernah kudus dan murni, jatuh / murtad sehingga binasa secara kekal? YA. Karena Allah berkata: ‘Jika ia berbalik dari kebenarannya’; bukan kebenarannya sendiri, komentar dari para ahli theologia: karena Allah tidak pernah mengatakan tentang berbalik dari hal itu, karena di mataNya, hal itu tidak ada. Tidak ada kebenaran atau kekudusan kecuali apa yang Ia sendiri masukkan ke dalam jiwa manusia, dan berkenaan dengan kebenaran diri sendiri, yaitu anggapan orang bahwa dirinya benar padahal ia tidak mempunyai kehidupan Allah dalam jiwanya, itu merupakan suatu khayalan dari hati yang gelap dan dikeraskan; karena itu adalah prinsip kebenaran dan praktek kebenaran yang sejati yang Allah bicarakan di sini. Dan Ia memberitahu kita, bahwa seseorang bisa ‘berbalik dari hal ini’ dan ‘melakukan kejahatan’, dan ‘bertindak seperti orang jahat’, sehingga kebenarannya tidak akan diperhitungkan lagi, ... Maka demikianlah, Allah sendiri menginformasikan kepada kita bahwa seorang yang benar bukan hanya bisa jatuh secara buruk / jahat, tetapi juga jatuh pada akhirnya / sampai akhir) - hal 471.
2) Keberatan terhadap penafsiran ini:
a) Dalam Yehezkiel 33:13, yang jelas merupakan ayat yang paralel dengan Yehezkiel 18:24 ini, justru disebutkan bahwa orang itu mempercayai ‘kebenarannya’.
Yehezkiel 33:13 - “Kalau Aku berfirman kepada orang benar: Engkau pasti hidup! - tetapi ia mengandalkan kebenarannya dan ia berbuat curang, segala perbuatan-perbuatan kebenarannya tidak akan diperhitungkan, dan ia harus mati dalam kecurangan yang diperbuatnya”.
Bdk. penggunaan kata ‘kebenaran’ dalam:
· Roma 10:3 - “Sebab, oleh karena mereka tidak mengenal kebenaran Allah dan oleh karena mereka berusaha untuk mendirikan kebenaran mereka sendiri, maka mereka tidak takluk kepada kebenaran Allah”.
· Galatia 5:4 - “Kamu lepas dari Kristus, jikalau kamu mengharapkan kebenaran oleh hukum Taurat; kamu hidup di luar kasih karunia”.
· Fil 3:6,9 - “tentang kegiatan aku penganiaya jemaat, tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat. ... dan berada dalam Dia bukan dengan kebenaranku sendiri karena mentaati hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan”.
b) Mereka menafsirkan text-text tersebut di atas tanpa mempedulikan ayat-ayat lain dalam Kitab Suci, seperti Yohanes 8:31 1Yohanes 2:18-19 2Yoh 9 yang jelas mengatakan bahwa hanya orang kristen KTPlah yang bisa murtad, sedangkan orang kristen sejati pasti bertahan sampai akhir.
II) Penafsiran Reformed / benar.
1) Inti dari penafsiran Reformed tentang text-text tersebut di atas adalah bahwa yang dimaksud dengan ‘orang benar’ dalam text-text itu hanyalah orang yang kelihatannya benar, atau orang benar secara lahiriah, atau orang kristen KTP.
John B. Taylor (Tyndale) tentang Yehezkiel 3:20:
“What is meant by the righteous man (20)? We must be careful not to read New Testament doctrine back into the Old and interpret this in the full light of Pauline justification. The righteous (Heb. saddiq) was essentially the man who showed by his good living his adherence to the covenant. It went without saying that he was dutiful in carrying out the requisite religious observances, but the 8th-century prophets make it clear that many performed these enthusiastically and yet were far from righteous. ... In view of this it is clear that righteousness was not thought of as an indelible characteristic: it could all too easily be lost, and then the man’s former righteous acts counted for nothing” [= Apa yang dimaksud dengan ‘orang benar’ (20)? Kita harus berhati-hati untuk tidak memasukkan ajaran Perjanjian Baru ke dalam Perjanjian Lama dan menafsirkan hal ini dalam terang sepenuhnya dari pembenaran dari ajaran Paulus. Orang benar (Ibr. tsaddiq) adalah orang yang oleh hidupnya yang baik menunjukkan kesetiaan / ketaatannya pada perjanjian. Jelas bahwa ia patuh dalam melaksanakan hal-hal agamawi, tetapi nabi-nabi abad ke 8 membuat jelas bahwa ada banyak orang melakukan hal-hal ini dengan antusias tetapi jauh dari kebenaran. ... Mengingat hal ini adalah jelas bahwa kebenaran tidaklah dianggap sebagai sifat yang tak dapat dihilangkan / dihapuskan: itu bisa hilang dengan mudah, dan lalu tindakan-tindakan benar yang terdahulu dari orang itu dianggap tidak ada] - hal 70,71.
Catatan: saya tidak tahu apakah John B. Taylor memang orang Reformed atau tidak, tetapi pandangannya tentang text-text di atas sama seperti orang-orang Reformed.
Charles Lee Feinberg tentang Yehezkiel 3:20:
“The words of this passage in Ezekiel have been taken erroneously to teach ‘falling from grace.’ The phrase is found in Galatians 5:4 where the context makes the meaning clear. The belief in falling from grace is true of all legalists who abandon the basis of grace for works of their own. ... The misunderstanding appears in the interpretation of what transpires with the ‘righteous’ man. From the context of this passage and the general teaching of Scripture, we must conclude that the ‘righteous’ person of this chapter was not one who had the root of regeneration, but one who was righteous in outward appearance and deed only. His individual acts of righteousness would not be reckoned because he was ultimately found lacking in the basic element of true righteousness. Final perseverance was the only method whereby the prophet could know and judge. All that is meant here with regard to the characteristic ‘righteous’ is an outward conformity to the way of obedience and righteousness. In the Old Testament period when one truly trusted God he manifested it by delighting in God’s Word and obeying His law. Of course, there was numerous occasions, as implied here, where conformity to the law was not accompanied by inward grace” (= Kata-kata dari text dalam Yehezkiel ini secara salah telah dipakai untuk mengajarkan ajaran ‘jatuh dari kasih karunia’. Ungkapan ini ditemukan dalam Galatia 5:4 dimana kontextnya membuat artinya menjadi jelas. Kepercayaan tentang jatuh dari kasih karunia adalah benar tentang semua orang yang mempercayai keselamatan karena perbuatan baik, yang meninggalkan landasan kasih karunia dan menggantikannya dengan perbuatan baik mereka sendiri. ... Kesalahmengertian timbul dalam penafsiran tentang apa yang terjadi dengan orang ‘benar’ ini. Dari kontext dari text ini, dan dari ajaran umum dari Kitab Suci, kita harus menyimpulkan bahwa orang yang benar dari pasal ini bukanlah seseorang yang sudah dilahirbarukan, tetapi seseorang yang benar hanya dalam penampilan dan tindakan lahiriah saja. Tindakan-tindakan kebenarannya tidak dianggap karena ia tidak mempunyai elemen dasari dari kebenaran yang sejati. Ketekunan sampai akhir adalah satu-satunya metode dengan mana sang nabi bisa tahu dan menghakimi / menilai. Semua yang dimaksudkan di sini berkenaan dengan sifat ‘benar’ adalah kesesuaian lahiriah dengan jalan ketaatan dan kebenaran. Dalam jaman Perjanjian Lama pada saat seseorang betul-betul mempercayai Allah, ia mewujudkannya dengan menyenangi Firman Allah dan mentaati hukumNya. Tentu saja, ada banyak peristiwa, seperti yang secara tak langsung ditunjukkan di sini, dimana kesesuaian dengan hukum tidak disertai dengan kasih karunia yang ada di dalam) - ‘The Prophecy of Ezekiel’, hal 29-30.
Catatan: Charles Lee Feinberg kelihatannya bukan orang Reformed, dan itu terlihat dari komentarnya tentang Yehezkiel 18:24, tetapi penafsirannya tentang Yehezkiel 3:20 sesuai dengan penafsiran Reformed.
Charles Lee Feinberg tentang Yehezkiel 18:24:
“Ezekiel introduced another factor in verses 21-24. He took the hypothetical case of a wicked man who radically changes, and forsakes his wicked ways in order to do God’s righteous will. The implication is clear that man has the ability to determine his final condition. Such a man will not die but surely live. Thus, not only is a man free from his father’s misdeeds; he can also break with his own ungodly past if his heart desires. ... His past will be no deterrent to the blessing of God. The standing of the individual is determined by his final choice of good or evil” (= Yehezkiel mengajukan faktor yang lain dalam ay 21-24. Ia mengambil suatu kasus tentang seorang jahat yang berubah secara radikal, dan meninggalkan jalannya yang jahat supaya bisa melakukan kehendak yang benar dari Allah. Pengertian / maksudnya jelas bahwa seorang manusia mempunyai kemampuan untuk menentukan keadaan akhirnya. Orang seperti itu tidak akan mati tetapi pasti hidup. Jadi, bukan hanya seseorang itu bebas dari kelakuan buruk ayahnya; tetapi ia juga bisa memutuskan hubungan dengan masa lalunya sendiri yang jahat, jika hatinya menginginkannya. ... Masa lalunya tidak akan menjadi penghalang bagi berkat Allah. Kedudukan dari setiap orang ditentukan oleh pilihan akhirnya tentang baik atau jahat) - ‘The Prophecy of Ezekiel’, hal 102-103.
Catatan: kelihatannya ia tidak mempercayai doktrin ‘Total Depravity (= Kebejatan total)’ atau ‘Total Inability (= Ketidakmampuan total)’ dari Calvinisme. Ia tidak memperhatikan ayat-ayat seperti Yoh 6:44,65 yang menunjukkan bahwa manusia tidak mungkin datang kepada Kristus kalau bukan karena Allah menariknya / mengaruniakannya.
Calvin tentang Yeh 3:20:
“Here it may be asked, how can the just turn aside, since there is no righteousness without the spirit of regeneration? But the seed of the Spirit is incorruptible, (1Pet. 1:23,) nor can it ever happen that his grace is utterly extinguished; for the Spirit is the earnest and the seal of our adoption, for God’s adoption is without repentance, as Paul says. (Rom. 11:29.) Hence it may seem absurd to say, that the just recedes and turns aside from the right way. That passage of John is well known - if they had been of us, they had remained with us, (1John 2:19,) but because they have departed, that falling away proves sufficiently that they were never ours. But we must here mark, that ‘righteousness’ is here called so, which has only the outward appearance and not the root: for when once the spirit of regeneration begins to flourish, as I have said, it remains perpetually” [= Di sini bisa ditanyakan: bagaimana orang benar bisa menyimpang / berbalik, karena tidak ada kebenaran tanpa kelahiran baru? Tetapi benih dari Roh tidak dapat binasa (1Petrus 1:23), juga tidak pernah bisa terjadi bahwa kasih karuniaNya dipadamkan secara total; karena Roh itu adalah jaminan dan meterai dari pengadopsian kita, karena pengadopsian Allah tidak akan disesali, seperti yang dikatakan oleh Paulus (Roma 11:29). Karena itu adalah menggelikan untuk mengatakan bahwa orang benar mundur dan menyimpang dari jalan yang benar. Text dari Yohanes merupakan text yang terkenal - ‘jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita’ (1Yohanes 2:19), tetapi karena mereka telah meninggalkan kita, kemurtadan itu membuktikan secara cukup bahwa mereka tidak pernah termasuk pada kita. Tetapi di sini kita harus memperhatikan, bahwa ‘kebenaran’ di sini disebut demikian, yang hanya mempunyai penampilan lahiriah dan tidak mempunyai akarnya: karena kalau satu kali roh kelahiran baru mulai tumbuh dengan subur, seperti yang telah saya katakan, itu akan tinggal secara kekal] - hal 159.
Catatan: perhatikan bahwa berbeda dengan para penafsir Arminian, maka Calvin menafsirkan text-text tersebut dengan memperhatikan ayat-ayat Kitab Suci yang berhubungan dengan text-text itu.
Calvin tentang Yehezkiel 18:24:
“But here a question arises, Can a truly just person deflect from the right way? for he who is begotten of God is so free from the tyranny of sin that he devotes himself wholly to righteousness: and then if any do turn aside, they prove that they were always strangers to God. If they had been of us, says John, they would never have gone out from us. (1John 2:19.) And regeneration is an incorruptible seed: so we must determine that the faithful who are truly regenerate never fall away from righteousness, but are retained by God’s unconquered power: for God’s calling in the elect is without repentance. (Rom. 11:29.) Hence he continues the course of his grace even to the end. ... In what sense, then, does Ezekiel mean that the just fall away? That question is easily answered, since he is not here treating of the living root of justice, but of the outward form or appearance, as we commonly say. Paul reminds us that God knows us, but adds, that this seal remains. (2Tim 2:19.) God therefore claims to himself alone the difference between the elect and the reprobate, since many seem to be members of his Church who are only outwardly such. And that passage of Augustine is true, that there are many wolves within, and many sheep without” (= .... Allah mengklaim bagi dirinya sendiri saja perbedaan antara orang pilihan dan orang yang bukan pilihan, karena banyak orang kelihatannya adalah anggota-anggota dari GerejaNya yang hanya secara lahiriah demikian. Dan kata-kata dari Agustinus adalah benar, bahwa ada banyak serigala di dalam, dan banyak domba di luar) - ‘Commentary on Ezekiel’, hal 250.
Calvin tentang Yehezkiel 18:24:
“In fine, we see that the word ‘righteousness’ is referred to our senses, and not to God’s hidden judgment; so that the Prophet does not teach anything but what we perceive daily” (= Kesimpulannya, kita melihat bahwa kata ‘kebenaran’ dihubungkan dengan panca indera kita, dan bukannya dengan penghakiman / penilaian yang tersembunyi dari Allah; sehingga sang nabi tidak mengajar apapun kecuali apa yang kita rasakan / mengerti sehari-hari) - ‘Commentary on Ezekiel’, hal 251.
Calvin menekankan kata-kata ‘dan melakukan kecurangan seperti segala kekejian yang dilakukan oleh orang fasik’ (Yeh 18:24) dan mengatakan bahwa ada 3 golongan orang yang jatuh:
a) Orang yang betul-betul meninggalkan Tuhan dan melakukan segala macam kejahatan. Ini yang dibicarakan oleh Yehezkiel.
Calvin tentang Yehezkiel 3:20:
“here a falling away is intended, where any one casts himself headlong on impiety: hence to commit iniquity is to give oneself up entirely to impiety” (= di sini kemurtadan yang dimaksudkan, dimana seseorang menyerahkan dirinya kepada kejahatan: jadi ‘melakukan kejahatan’ adalah menyerahkan dirinya sepenuhnya pada kejahatan) - hal 160.
b) Orang yang jatuh karena kelemahan atau ketidaktahuan. Bukan ini yang dibicarakan oleh Yehezkiel.
Calvin tentang Yehezkiel 18:24:
“By these words, ... he expresses a complete revolt, and he so mitigates the severity of the sentence, lest the minds of those who had only partially relapsed should despond” (= Dengan kata-kata ini, ... ia menyatakan suatu pemberontakan yang lengkap / sepenuhnya, dan ia mengurangi kekerasan dari kalimat ini, supaya pikiran dari mereka yang hanya kambuh sebagian jangan putus asa) - ‘Commentary on Ezekiel’, hal 249.
c) Orang yang seharusnya jatuh terus menuju kehancuran seandainya Allah tidak menjaganya, tetapi orang ini tidak membuang seluruh rasa takut kepada Allah dan keinginan untuk hidup benar / saleh.
Tentang orang golongan ke 3 ini Calvin menunjuk kepada Daud sebagai contoh.
Golongan ke 3 ini berbeda dengan yang dibicarakan oleh Yehezkiel dalam Yehezkiel 18:24 ini, dan ini terlihat dari kata-kata ‘dan melakukan kecurangan seperti segala kekejian yang dilakukan oleh orang fasik’.
NASB: ‘and does according to all the abominations that a wicked man does’ (= dan berbuat sesuai dengan semua kejijikan yang dilakukan orang jahat).
KJV: ‘and doeth according to all the abominations that the wicked man doeth’ (= dan berbuat sesuai dengan semua kejijikan yang dilakukan orang jahat).
Catatan: kata ‘all’ (= semua / segala) tidak ada dalam RSV/NIV, tetapi seharusnya ada.
Calvin tentang Yehezkiel 18:26:
“We have explained how the phrase, ‘the just should turn aside from their righteousness,’ ought to be understood, not that the elect ever utterly fall away, as many think their faith is extinguished, and every root of piety also in the sons of God; that is too absurd, because, as I have said, the gift of regeneration has perseverance always annexed to it: but here that righteousness which mankind recognise is intended” (= Kami telah menjelaskan bagaimana ungkapan ‘orang benar berbalik dari kebenaran mereka’ harus dimengerti, bukan bahwa orang pilihan pernah murtad secara total, seperti banyak orang berpikir bahwa iman mereka dipadamkan, dan juga setiap akar kesalehan dalam diri anak-anak Allah; itu terlalu menggelikan, karena seperti sudah saya katakan, karunia kelahiran baru selalu digabungkan dengan ketekunan: tetapi di sini kebenaran yang diakui oleh manusialah yang dimaksudkan) - ‘Commentary on Ezekiel’, hal 257.
2) Arti dari ‘batu sandungan’ (Yehezkiel 3:20).
Tentang batu sandungan dalam Yeh 3:20 ini Calvin menafsirkannya bukannya sebagai penyebab dari kemurtadan itu, tetapi sebagai hukuman dari Allah terhadap orang yang murtad ini.
Calvin tentang Yehezkiel 3:20:
“Punishment is here called a stumbling-block, when God demonstrates his vengeance against apostates” (= Hukuman di sini disebut sebagai batu sandungan, dimana Allah menunjukkan pembalasanNya terhadap orang-orang yang murtad) - hal 160-161.
Keil & Delitzsch tidak setuju dengan tafsiran Calvin tentang batu sandungan ini, dan mengatakan bahwa batu sandungan ini adalah apa yang menyebabkan orang itu berdosa / murtad. Memang sepanjang yang saya ketahui, dalam Kitab Suci kata ‘batu sandungan’ tidak pernah diartikan sebagai ‘hukuman’. Bandingkan dengan Yeremia 6:21 - “Sebab itu beginilah firman TUHAN: Sungguh, Aku akan menaruh batu sandungan di depan bangsa ini, supaya mereka jatuh tersandung oleh karenanya; bapa-bapa serta dengan anak-anak, tetangga dan temannya, semuanya akan binasa.’”.
Bandingkan dengan Yehezkiel 7:19 14:4,7 18:30 44:12 yang semuanya menunjukkan bahwa ‘batu sandungan’ itu adalah sesuatu yang menjatuhkan ke dalam dosa.
3) Text-text seperti ini tujuannya supaya orang kristen / orang benar tidak mengikut Tuhan dengan cara sembarangan.
Calvin tentang Yehezkiel 3:20:
“There is no encouragement to flatter ourselves into sloth and security, when God shows that unless we continue to the end, ... whatever else we attain unto, it is useless” (= Di sini tidak ada dorongan untuk mengumpak diri kita sendiri ke dalam kemalasan / kelambanan dan keamanan, pada saat Allah menunjukkan bahwa kecuali kita terus sampai akhir, ... apapun yang telah kita capai adalah sia-sia) - hal 160.
Calvin tentang Yehezkiel 18:24:
“that he may restrain within the bounds of duty those who have made some progress, and correct their sloth, and stir up their anxiety, he threatens, that unless they pursue the course of a holy and pious life to the end, their former righteousness will not profit them” (= supaya ia bisa mengekang dalam batasan-batasan kewajiban mereka yang telah membuat kemajuan tertentu, dan memperbaiki kemalasan / kelambanan mereka, dan membangkitkan kekuatiran mereka, ia mengancam, bahwa kecuali mereka melanjutkan jalan kehidupan yang kudus dan saleh sampai pada akhirnya, kebenaran mereka yang terdahulu tidak akan berguna bagi mereka) - ‘Commentary on Ezekiel’, hal 250.
BACA JUGA: TAFSIRAN KEJADIAN 3:14-15
Pulpit Commentary tentang Yehezkiel 33:18:
“In some sense, as in ver. 13, the righteousness of the past may become a stumbling-block. The man may trust in it, and be off his guard, ceasing to watch and pray, and so the temptation may prevail” (= Dalam arti tertentu, seperti dalam Yehezkiel 33:13, kebenaran pada masa lalu bisa menjadi batu sandungan. Orang itu bisa percaya kepadanya, dan menjadi tidak waspada, berhenti berjaga-jaga dan berdoa, dan dengan demikian pencobaan bisa menang) - hal 183.
4) Keberatan terhadap penafsiran Calvin / Reformed.
Yehezkiel 33:13 - “Kalau Aku berfirman kepada orang benar: Engkau pasti hidup! - tetapi ia mengandalkan kebenarannya dan ia berbuat curang, segala perbuatan-perbuatan kebenarannya tidak akan diperhitungkan, dan ia harus mati dalam kecurangan yang diperbuatnya”.
Dalam ayat ini Tuhan sendiri yang mengatakan bahwa orang itu pasti hidup. Karena itu jelaslah bahwa istilah ‘orang benar’ menunjuk kepada orang yang betul-betul adalah orang benar.
Jawab: Sekalipun Tuhan sendiri yang berbicara, Ia tetap sering berbicara dari sudut pandang manusia. Misalnya dalam Yeremia 18:8 1Samuel 15:11 - Tuhan sendiri yang berkata bahwa Ia menyesal. Ini tetap harus dianggap dari sudut pandang manusia, dan demikian juga semua ayat Kitab Suci yang mengatakan bahwa Allah menyesal, karena:
a) Allah yang maha tahu tidak mungkin menyesal.
b) 1Sam 15:29 mengatakan bahwa Allah bukanlah manusia sehingga harus menyesal.
c) Keluaran 32:7-14 - “Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: ‘Pergilah, turunlah, sebab bangsamu yang kaupimpin keluar dari tanah Mesir telah rusak lakunya. Segera juga mereka menyimpang dari jalan yang Kuperintahkan kepada mereka; mereka telah membuat anak lembu tuangan, dan kepadanya mereka sujud menyembah dan mempersembahkan korban, sambil berkata: Hai Israel, inilah Allahmu yang telah menuntun engkau keluar dari tanah Mesir.’ Lagi firman TUHAN kepada Musa: ‘Telah Kulihat bangsa ini dan sesungguhnya mereka adalah suatu bangsa yang tegar tengkuk. Oleh sebab itu biarkanlah Aku, supaya murkaKu bangkit terhadap mereka dan Aku akan membinasakan mereka, tetapi engkau akan Kubuat menjadi bangsa yang besar.’ Lalu Musa mencoba melunakkan hati TUHAN, Allahnya, dengan berkata: ‘Mengapakah, TUHAN, murkaMu bangkit terhadap umatMu, yang telah Kaubawa keluar dari tanah Mesir dengan kekuatan yang besar dan dengan tangan yang kuat? Mengapakah orang Mesir akan berkata: Dia membawa mereka keluar dengan maksud menimpakan malapetaka kepada mereka dan membunuh mereka di gunung dan membinasakannya dari muka bumi? Berbaliklah dari murkaMu yang bernyala-nyala itu dan menyesallah karena malapetaka yang hendak Kaudatangkan kepada umatMu. Ingatlah kepada Abraham, Ishak dan Israel, hamba-hambaMu itu, sebab kepada mereka Engkau telah bersumpah demi diriMu sendiri dengan berfirman kepada mereka: Aku akan membuat keturunanmu sebanyak bintang di langit, dan seluruh negeri yang telah Kujanjikan ini akan Kuberikan kepada keturunanmu, supaya dimilikinya untuk selama-lamanya.’ Dan menyesallah TUHAN karena malapetaka yang dirancangkanNya atas umatNya”.
BACA JUGA: KEUTAMAAN KRISTUS
Kalau bagian ini mau diartikan secara hurufiah, menjadi sesuatu yang sangat menggelikan, karena Tuhan menyesal setelah dinasehati oleh Musa. Lebih-lebih kalau kita melihat dalam terjemahan KJV/RSV, dimana untuk kata ‘menyesal’ digunakan kata ‘repent’ (= bertobat), maka penafsiran secara hurufiah ini menjadi makin tidak masuk akal.
5) Tidak bisakah kita menafsirkan ayat-ayat tersebut dengan cara lain, misalnya dengan menganggap bahwa Yehezkiel berbicara hanya sebagai suatu pengandaian, yang tidak betul-betul bisa terjadi?
Jawab: tidak bisa. Karena kontextnya tidak memungkinkan penafsiran seperti itu.
Misalnya Yehezkiel 18:24 didahului oleh Yehezkiel 18:21-23 - “Tetapi jikalau orang fasik bertobat dari segala dosa yang dilakukannya dan berpegang pada segala ketetapanKu serta melakukan keadilan dan kebenaran, ia pasti hidup, ia tidak akan mati. Segala durhaka yang dibuatnya tidak akan diingat-ingat lagi terhadap dia; ia akan hidup karena kebenaran yang dilakukannya. Apakah Aku berkenan kepada kematian orang fasik? demikianlah firman Tuhan ALLAH. Bukankah kepada pertobatannya supaya ia hidup?”.
Bagian ini jelas bukan sekedar merupakan suatu pengandaian yang tidak bisa betul-betul terjadi! Dan karena itu Yehezkiel 18:24, yang merupakan kebalikan dari Yehezkiel 18:21-22, jelas juga bukan sekedar merupakan suatu pengandaian, tetapi sesuatu yang betul-betul bisa terjadi.
Dengan cara yang sama bandingkan:
· Yehezkiel 18:26 dengan Yeh 18:27-28.
· Yehezkiel 33:13 dengan Yehezkiel 33:14-16.
· Yehezkiel 33:18 dengan Yeh 33:19.
Kesimpulan / penutup.
Ayat-ayat tersebut di atas tidak menunjukkan bahwa keselamatan bisa hilang, tetapi bagaimanapun ayat-ayat itu mengharuskan kita untuk mengikut Tuhan dengan sungguh-sungguh.
Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div: meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
-AMIN-