AJARAN: VISUALISASI, TEOLOGIA SUKSES DAN BERPIKIR POSITIF

AJARAN: VISUALISASI, TEOLOGIA SUKSES DAN BERPIKIR POSITIF
AJARAN: VISUALISASI, TEOLOGIA SUKSES DAN BERPIKIR POSITIF. Pembaca tentu mengenal penginjil Korea yang bernama Paul Yonggi Cho. Memang kehadiran penginjil ini cukup spektakuler menurut ukuran abad ke-20, sebab perkembangan jemaatnya cukup pesat sejak awal tahun 1960-an yang melesat dari beberapa ribu jemaat menjadi ratusan ribu jemaat, dan di tahun 1990 sudah mempunyai 500.000 jemaat. 

Yonggi Cho dengan FULL GOSPEL CHURCH juga mengadakan seminar-seminar Pertumbuhan Gereja baik di negerinya sendiri (Korea) maupun di banyak negara.

Di Indonesia, Paul Yonggi Cho banyak dikenal melalui khotbah-khotbahnya dalam bentuk kaset dan buku-buku yang dicetak dan diterjemahkan ke bahasa Indonesia yang antara lain berjudul “DIMENSI KEEMPAT”, dan Seminar Pertumbuhan Gereja yang diadakan di Indonesia juga merupakan tangan kanan dari seminar sejenis di Korea. 

Pengaruh dan ajarannya juga dipopulerkan melalui pendukung-pendukungnya di Indonesia seperti misalnya Mawar Sharon dan Bethany dan mempengaruhi banyak penginjil-penginjil lain, persekutuan-persekutuan doa, dan Praise Center yang menjamur belakangan ini. Ajarannya yang mencolok yang sekarang banyak menghiasi kelompok-kelompok diatas adalah ajaran mengenai “Kemakmuran, Kelimpahan dan Kesembuhan Ilahi” yang cukup menjadi ciri dominan gerakan ini.

Memang setiap perkembangan baru tentu mendatangkan pertanyaan, demikian juga yang terjadi di sekeliling penginjil Paul Yonggi Cho. Adanya suara-suara yang mendukung namun ada pula suara-suara kritik tidak bisa dianggap sebagai perasaan iri hati, tetapi perlu dilihat apakah sebenarnya praktek-praktek dan ajaran penginjil ini perlu dipertanyakan atau tidak. 

Beberapa ajaran Cho yang paling banyak disorot yaitu soal ketuhanan yang dipercayainya termasuk konsep DIMENSI KEEMPAT, soal praktek visualisasi, soal praktek doa, yang kelihatannya begitu hebat. Diskusi kita kali ini adalah membahas tentang praktek Visualisasi ajaran Cho dipandang dari sudut Alkitab.

AJARAN VISUALISASI

Ajaran tentang visualisasi dan sejenisnya diajarkan oleh Paul Yonggi Cho. Sejak ia masih miskin ia biasa berdoa dengan visualisasi membayangkan sofa dan sepeda dan menasihati para gadis untuk mendapat jodoh pun kita dapat melakukannya melalui visualisasi sang pria!

Dalam bukunya “Kehidupan Yang Berhasil” kita dapat melihat ciri-ciri ajaran ini dengan jelas dengan 2 aspek:

Pertama, bahwa Pikiran kita mempunyai kekuatan yang dapat dimanfaatkan. Artinya pikiran kita mempengaruhi kehidupan kita, jadi segala sesuatu dapat terjadi atau tidak terjadi disebabkan oleh daya pikiran kita.

Kedua, bahwa Penglihatan kita juga mempunyai kekuatan seperti yang dikatakannya:

“Jika saudara memusatkan penglihatan saudara terus menerus pada suatu benda, maka terbitlah suatu kuasa yang mentakjubkan untuk menciptakan sesuatu yang baik ataukah yang jahat” (Kehidupan Yang Berhasil, hal. 3).

Pandangan Paul Yonggi Cho mengenai kekuatan pikiran (mind power) dan penglihatan (visualisasi) dianggap sebagai penyebab berhasilnya segala sukses yang diperolehnya selama ini, sebab baik mengenai pembangunan gereja yang bisa menampung sampai 10.000 jemaat dan jumlah jemaat yang mencapai 500.000 lebih dikatakan berkali-kali sebagai hasil doa yang menggunakan kekuatan pikiran dan penglihatan.

Khusus mengenai visualisasi diberikan contoh bahwa Hawa (Kejadian. 3:6) karena ia melihat buah pohon terlarang itu maka penglihatannya itu mempunyai kekuatan untuk mengubah kemauannya dan kejadian yang menimpanya. Abram karena terus menerus membayangkan visualisasi mengenai tanah perjanjian dan bintang-bintang, maka ahirnya ia memperolehnya!

“Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: ‘Pandanglah sekelilingmu dan lihatlah dari tempat engkau berdiri itu ke timur dan ke barat, utara dan selatan, sebab seluruh negeri yang kaulihat itu akan Kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu untuk selama-lamanya” (Kejadian. 13:14-15)

“Lalu TUHAN membawa Abram ke luar serta berfirman: ‘Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya’. Maka firman-Nya kepadanya, ‘Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu’.” (Kejadian. 15:5)

Dalam hubungan dengan visualisasi diatas, Paul Yonggi Cho mengatakan bahwa:

“Melihat atau memandang adalah syarat mutlak untuk memiliki. Jika saudara tidak melihat apa-apa, maka saudara tidak akan memiliki apa-apa” (Kehidupan Yang Berhasil, hal. 4).

Dalam kasus Abram yang melihat bintang-bintang dikatakan oleh Cho bahwa:

“Akhirnya janji itu dipenuhi dalam jumlah yang sama seperti bintang yang dilihatnya itu: karena penglihatan itu membuat ia mengandung dan melahirkan kenyataan (Kehidupan Yang Berhasil, hal. 5).

Beberapa contoh lain disajikan oleh Paul Yonggi Cho untuk menunjukkan kekuatan visualisasi itu seperti kasus Istri Lot yang menoleh kebelakang yang mengakibatkannya menjadi tiang garam (Kejadian. 19:26), dan peristiwa Yakub dengan Laban mengenai anak-anak domba (Kejadian. 30:37-39) dimana dikatakan bahwa:

“Yakub mengubah gambaran tentang dirinya dan masa depannya dengan melihat pada pohon-pohon yang bercoreng-coreng, berbelang-belang dan berbintik-bintik dan Allah bisa bekerja dalam kehidupannya” (Kehidupan Yang Berhasil, hal. 6).

Paul Yonggi Cho mengemukakan bahwa pengertian itu dijelaskan oleh Roh Kudus kepadanya, dan beberapa contoh lain adalah seperti kasus Kaleb dan Yosua yang melihat tanah perjanjian dengan penglihatan dan pikiran positif, dan Daud yang menghadapi Goliat dengan membayangkan kemenangan!

TINJAUAN INJIL

Ajaran mengenai kekuatan pikiran dan visualisasi menunjukkan dengan jelas sinkritisme dengan ajaran perdukunan dan kebatinan, sebab justru praktek-praktek demikianlah yang banyak dipraktekkan dalam Zen Budhisme, Yoga, Taoisme, dan juga Gerakan Zaman Baru (New Age Movement). Hal ini dapat dimengerti karena pada dasarnya konsep ketuhanan yang diajarkan Cho dalam bentuk DIMENSI KEEMPAT memang sama dengan konsep perdukunan / kebatinan! 

Apakah Allah yang berpribadi dan hidup menggunakan metoda yang sama seperti ajaran kebatinan, perdukunan dan sihir (yang tidak mengakui hakekat Allah yang berpribadi) yang dalam Alkitab justru melarangnya? Ataukah ajaran Paul Yonggi Cho yang sudah keluar terlalu jauh dari Firman Allah sendiri?

Dalam kasus Hawa sungguh aneh kalau ditafsirkan bahwa visualisasinya yang membuat Hawa berdosa, sebab dari Alkitab sendiri kita melihat bahwa ia jatuh dan dihukum karena ketidaktaatannya akan Firman Tuhan dan juga karena diperdayakan oleh si ular (Kejadian 2:3 bandingkan dengan 2Korintus 11:3 dan 2Timotius 2:14).

Dalam kasus Abram dan tanah perjanjian (Kejadian. 13:14-15) juga aneh kalau ditafsirkan bahwa ia memperoleh tanah disebabkan kekuatan visualisasinya, sehingga apa yang dilihatnya itulah yang diperolehnya. Kita tahu keterbatasan bidang penglihatan seseorang, sehingga sekalipun Abram berdiri dipuncak gunung tinggi pun, penglihatannya ke semua arah tentu terbatas dan tidak mungkin melihat seluruh tanah yang terbentang dari Mesir ke sungai Efrat seperti yang dijanjikan TUHAN (Kejadian 15:18). 

Yang jelas diperolehnya tanah perjanjian itu adalah karena Janji Firman TUHAN (Kejadian 12:1-3) dan yang diterima Abram dengan iman, ketaatan, dan pengharapan. (Ibrani 11:8-10).

Mengenai soal visualisasi bintang-bintang yang dianggap sebagai mempunyai kekuatan yang menghidupkan benih Abram dan yang menghasilkan banyak keturunan sebanyak jumlah bintang-bintang yang dilihatnya, Alkitab sendiri berkata lain! Ingat dalam Kejadian 13:16 TUHAN juga memberi ilustrasi “seperti debu tanah banyaknya” disamping ilustrasi bintang. 

Dari Alkitab kita melihat bahwa Abram sendiri, sekalipun sudah disuruh melihat bintang-bintang, tetapi “ia masih ragu-ragu / kurang iman, itulah sebabnya “ia menyangkal istrinya karena takut dibunuh” (Kejadian. 12:13), “ia tak sabar dan kurang beriman sehingga mengawini Hagar” (Kej. 16) suatu cara kedagingan untuk memperoleh keturunan. Keraguannya lebih lagi terbukti ketika ia berkata: “Ah sekiranya Ismael diperkenankan hidup dihadapan-Mu” (Kejadian 17:18).

Diperolehnya keturunan oleh Abram dan Sarai adalah pemenuhan janji Allah (Kejadian 12:1-2, Kej. 17:1-2, Galatia 3:16-17). Janji TUHAN berkali-kali ditegaskan, bahwa dalam kunjungan TUHAN kepada Abram, janji itu ditegaskan lagi (Kejadian 15:4-6; Kejadian 18:10,14; Galatia 4:23,28). Dalam kitab Ibrani dengan jelas kita melihat peran iman Abraham yang dari keadaan jatuh bangun akhirnya mencapai iman yang dewasa yang ‘berserah dengan iman’ untuk menerima janji TUHAN sekalipun harus mengorbankan Ishak (Ibrani 11:11-12, 17-18 bandingkan dengan Kej. 22).

Sudah jelas bahwa ajaran Paul Yonggi Cho mengenai visualisasi merupakan penggeseran dari Theosentris (berpusat kepada Allah) kepada Antroposentris (berpusat kepada usaha manusia), dari janji Allah kepada kekuatan penglihatan manusiawi, suatu ajaran yang menyesatkan! Yohanes mengatakan dalam suratnya bahwa keinginan mata bisa menyesatkan dan berlawanan dengan Allah (1Yoh. 2:15-17). Dalam Alkitab berkali-kali dikatakan bahwa kekuatan penglihatan berlawanan dengan iman bahkan dalam kasus Abraham sendiri (Ibrani 1:1,3; 11:7-8; Yohanes. 20:29).

Kita perlu sadar bahwa ajaran visualisasi atau penglihatan BUKAN ajaran Injil, melainkan praktek ajaran perdukunan / kebatinan, karena itu perlu dijauhkan dari praktek-praktek kehidupan kristiani.

Pengaruh visualisasi sudah mempengaruhi beberapa gereja di Indonesia, seperti misalnya ada Persekutuan Injil yang “Menentukan target mentobatkan 1 juta jiwa sampai akhir tahun 2000” dengan memvisualkannya dalam doa-doa, bahkan ada Persekutuan Mahasiswa Gereja yang memproklamirkan visi “One hundred targets” (Pelita Kasih, Edisi VI / Maret 1990, hal. III), caranya antara lain dengan:

telah disediakan 100 kapasitas tempat duduk pada setiap kebaktian persekutuan mahasiswa, karena Tuhan sedang mengirimkan 100 jiwa seperti yang “telah” terlihat melewati visi dan impian iman.
Setiap pemimpin puji-pujian ataupun pembicara, harus mulai merasa telah berhadapan dengan 100 orang audience.

Angka 100 dalam ukuran cukup besar, terpampang mencolok disekitar mimbar. Juga stiker-stiker iman yang antara lain berbunyi “100 TARGETS – WE CAN DO IT…!”

Kita perlu saling mengingatkan agar kita kembali kepada janji dan kuasa Allah dalam pekabaran Injil tidak tergantung pada kekuatan visualisasi manusia, seperti pengakuan stiker diatas “We can do it”! Sekalipun Yonggi Cho mengaku bahwa ajaran visualisasinya dijelaskan oleh “Roh Kudus” kepadanya, kita perlu menolaknya sebagai Roh Kudus (oknum Tritunggal), sebab justru “roh-roh di udara” demikianlah yang juga mengajar para pengikut gerakan kebatinan / perdukunan dalam mengolah kekuatan batin manusia!

Akhirnya rasul Paulus berkata:

“Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia” (1Korintus. 2:9).

TEOLOGIA SUKSES

Teologia sukses sudah banyak didengar dan disebutkan, tetapi umumnya umat Kriten hanya mengertinya sebagai Teologia yang mengajarkan hidup berkelimpahan dan kemakmuran, dan sekalipun hal ini ada benarnya, dapat dipastikan banyak yang belum mengetahui ajaran sebenarnya. 

Secara praktis kita lihat ciri-ciri ajaran ini dari kehidupan para “penginjil” yang mempopulerkannya yang umumnya hidup dalam kemewahan, bermobil mewah seperti Mercedes Benz (dengan harga diatas 200 juta rupiah), jika diundang berkhotbah ada kecenderungan minta diinapkan di hotel-hotel bintang 5, punya rumah besar dan kemegahan duniawi, kecenderungan untuk berlomba-lomba membangun gereja-gereja besar dan mewah, dan menggunakan acara-acara yang dihiasi segala bentuk glamor ala dunia show-biz. 

Bahkan ada gereja yang mempunyai motto “Successful BETHANY Family” yang dapat kita jumpai lewat stiker-stiker yang menempel di mobil-mobil di beberapa kota besar.

NABI-NABI SUKSES

Pengaruh ajaran sukses memang tidak bisa dilepaskan dari 3 tokohnya yang bila ditelusuri berasal dari pendeta Amerika Serikat yang bernama: Norman Vincent Peale di kota New York (Marble Collegiate Church), Robert Schuller di Los Angeles (Crystal Cathedral), dan Paul Yonggi Cho di Seoul, Korea (Yoido Full Gospel Church) yang buku-bukunya menjadi best-seller, diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa dan dibaca banyak orang termasuk orang-orang bukan Kristen! Selain itu banyak penginjil lain yang turut mempopulerkan ajaran sukses ini, seperti Morris Cerullo dan wakilnya di Indonesia bernama John Avanzini.

Pengajaran sukses dan kemakmuran bukan saja masuk ke Indonesia melalui buku-buku dan kaset-kaset khotbah “nabi-nabi” sukses di atas, namun dipopulerkan melalui KKR baik yang dilakukan oleh Yonggi Cho melalui Seminar-Seminar Pertumbuhan Gerejanya maupun oleh penginjil lainnya seperti Morris Cerullo yang beberapa kali mengadakan KKR di Indonesia, dan banyak penginjil Indonesia lainnya seperti Yakub Nahuway dan Benny Santoso di Jakarta, Abraham Alex Tanusaputra di Surabaya, dan Yusak Cipto di Bandung. 

Penyebaran ajaran sukses ini terjadi khususnya melalui Persekutuan-persekutuan Doa, Praise Center, maupun lagu-lagu pop rohani yang dipopulerkan yang umumnya berisi lirik yang menekankan penyembahan, pemuliaan kepada Allah, dan dambaan akan berkat! 

Sekalipun mirip dengan ajaran Pantekosta tradisional dalam menekankan ajaran persepuluhan, umumnya gerakan Pantekosta tradisional lebih menekankan menjahui keduniawian dan hal-hal kedagingan, tetapi gerakan “sukses” justru menganggap prestasi duniawi dan kedagingan sebagai tanda berkat! Kaset-kaset lagu rohani merupakan bisnis besar karena beromset luar biasa besar dan memang digandrungi umat karena sifatnya yang ringan, mudah dicerna, meninabobokan manusia, dan gampang diikuti.

AJARAN TEOLOGIA SUKSES

Ajaran kelimpahan, kemakmuran yang lebih dikenal dengan Teologia Sukses (Prosperity Gospel) umumnya mengatakan bahwa Karena Allah kita adalah Allah yang Mahabesar dan tidak terbatas maka hidup manusia beriman juga akan diberkati dengan kelimpahan harta kekayaan dan kesehatan sempurna dan bahwa kemiskinan adalah kutuk. 

Berkat materi perlu diminta sebagai hak dengan doa yang menuntut, diperoleh melalui hukum menabur dan menuai (2Korintus 9:6-10) dan hukum investasi dengan memberikan persepuluhan (Mal. 3:10) yang menghasilkan berkat yang berkelimpahan. Kelimpahan harus terlihat dalam jabatan yang sukses, harta kekayaan yang melimpah, gedung gereja dan rumah yang besar, dan kehidupan yang nikmat.

Banyak ayat-ayat diambil untuk menekankan ajaran kelimpahan, terutama yang populer adalah ayat-ayat:

“Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yohanes 10:10).

“Saudaraku yang kekasih, aku berdoa, semoga engkau baik-baik saja dalam segala sesuatu, sama seperti jiwamu baik-baik saja.” (3Yohanes 1:2)

“Karena kamu telah mengenal kasih Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh kemiskinan-Nya” (2Korintus 8:9).

Paul Yonggi Cho bahkan dalam bukunya “Kehidupan Yang Berkelimpahan” mengatakan bahwa Yesus seorang usahawan yang berhasil, ini ditunjukkan dengan contoh “anggur terbaik” dalam Perjamuan Kawin di Kana (Yohanes 2:1-11) dan Ia adalah teman usaha yang membuat kita berhasil seperti yang ditujukan dalam kasus sukses Petrus menjala banyak ikan ketika didampingi Yesus (Lukas 5:1-11).

Apakah Alkitab mengajarkan kelimpahan duniawi sebagai tujuan iman Kristen? Dan apakah memang kemiskinan dan penderitaan dikutuk Allah? Kalau kita membaca Khotbah di bukit kita akan memperoleh jawaban yang gamblang (Matius. 5:1-12). Doa Bapa Kami mengajar kita untuk minta makanan yang secukupnya untuk hari ini (Matius 6:11). Baca juga kecaman Yesus dalam Lukas 6:20-26. Kalau begitu apakah sebenarnya arti Hidup Berkelimpahan yang ada dalam beberapa ayat Alkitab? 

Memang Tuhan tidak menghendaki umat-Nya miskin atau hidup kekurangan, dan Tuhan tidak melarang orang menjadi kaya kalau itu dicapai dengan jujur dan rajin, tetapi Tuhan juga tidak ingin kita hidup berkelimpahan secara materi sedang orang lain miskin berkekurangan sebab banyak kemiskinan terjadi bukan karena dosa atau kemalasan, tetapi karena banyak hal lainnya, antara lain:
Kemiskinan yang disebabkan kemalasan atau hidup boros;

Kemiskinan yang disebabkan pembawaan dan nasib, seperti misalnya anak keluarga miskin dan bencana alam;

Kemiskinan yang disebabkan penindasan dan egoisme yang kaya (kapitalis);
Kemiskinan yang disebabkan Struktur Ekonomi.

Para penginjil sukses sering menafsirkan ayat-ayat secara harafiah dan lepas dari konteks sehingga tentu menghasilkan arti yang berbeda dan bahkan berlawanan! Misalnya, apakah benar bahwa kata kelimpahan dalam Yoh. 10:10 dimaksudkan kelimpahan materi? Tentu tidak, sebab melihat konteksnya tidak ada petunjuk yang membuktikan domba-domba kemudian memperoleh kalung mutiara atau kandang emas. Kelimpahan artinya pemeliharaan hidup oleh Gembala yang digambarkan dengan masuk pintu dan memperoleh rumput sebagai karunia keselamatan menuju hidup yang kekal (Yoh. 10:27).

Ayat 3Yoh. 1:2 juga ditafsirkan secara harfiah lepas dari konteks. Memang benar bahwa Gayus yang dikirimi surat tentu diharapkan oleh Yohanes hidup dalam “baik-baik dan sehat-sehat saja dalam segala sesuatu” secara jasmani disamping jiwanya, tetapi apakah itu berarti merestui kehidupan berkelimpahan secara materi? Dari konteksnya jelas terlihat bahwa yang direstui Yohanes adalah kehidupan Gayus dalam kebenaran (ayat 3-4) dan ia dipuji karena ia berbuat sesuatu untuk saudara-saudara, kasih, dan menolong orang asing, dan ini dibandingkan dengan kenyataan sebaliknya yang dilakukan Diotrefes yang ingin menjadi orang terkemuka.

Dalam konteks surat 2Yoh., kita melihat anjuran Yohanes agar hidup dalam kebenaran dan kasih sesuai perintah Allah (ayat 4-6) dan dalam surat 1Yoh., Yohanes menekankan agar kita hidup menurut perintah-Nya sesuai firman dan wajib hidup seperti Kristus (2:1-6) dan agar kita mengasihi saudara (2:10), sebab “Siapa berharta dunia dan tidak mengasihi tetangga yang berkekurangan, bagaimana kasih Allah dapat tetap tinggal dalam dirinya?” (3:16-17). 

Dari kehidupan Yohanes yang sederhana (Kis. 4:13) bahwa diwaktu tuanya ketika menulis kitab Wahyu ia dibuang di pulau Patmos, dan mengaku sebagai saudara dan sekutu umat dalam kesusahan (Wahyu 1:9), jelas ia tidak memaksudkan kelimpahan sebagai harta benda yang dimiliki, tetapi tentunya sesuatu yang melimpah dari orang itu dan diberikan kepada orang lain.

Ayat 2Korintus 8:9 juga bukan dimaksudkan oleh Paulus sebagai kaya materi, tetapi adalah kaya dalam berbuah (pelayanan kasih). Ia memberi contoh jemaat Makedonia, yang sekalipun menderita dan miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan (ayat 1-3) bahkan mereka memberikan diri mereka (ayat 5). 

Sekalipun ayat 7 juga menyebut kaya harta, tetapi yang ditekankan adalah kaya dalam membantu dan pelayanan kasih. Hidup kaya menurut Paulus adalah dimana jemaat yang kaya yang berkelimpahan membantu yang miskin yang berkekurangan (2Korintus 8:13-15; 2Korintus. 9:6-14). Demikian juga cara hidup jemaat mula-mula (Kis. 4:33). Jelas bahwa penafsiran para penginjil sukses bertolak belakang dengan Injil yang diberitakan Yesus.

Hidup Yesus sendiri merupakan bukti nyata ajaran-Nya. Ia lahir dikandang, tidak mempunyai rumah, sebagai raja turun ke bumi mengosongkan diri dan taat sampai mati (Flp. 2), bahkan mati pun dikubur pemberian Yusuf dari Arimatea.

Beberapa ayat referensi:

Matius 7:13-14; Lukas 9:23; Yoh 16:33; Kis 14:22; Ro 5:3-4, 8:17, 8:36« Mzm 44:23; 2Korintus 6:4; Flp 1:29, 3:10-11; 1Tesalonika 2:2-4; 2Tim 1:8,12, 2:3,9, 3:12; 1Petrus 2:19-21, 4:1; Kolose 1:24; Yakobus 5:10

RAJA DAN ANAK RAJA

Belum pernah terjadi dalam sejarah di mana Tuhan begitu ditinggikan, di-Raja-kan dan disembah dengan semangat dan gairah demikian. Tuhan diangkat-angkat sebagai “Raja Mahakaya yang kemuliaan-Nya begitu ditinggikan”, tetapi ternyata juga belum pernah terjadi dalam sejarah dimana umat menganggap dirinya anak-anak raja dan hidup dalam pemuliaan diri sendiri, umat yang menganggap dirinya sebagai “kaum elistis, anak-anak raja yang sukses dan bahagia!”. 

Di kalangan penganut Teologi Sukses dipopulerkan lagi yang berbunyi: Aku anak Raja, kamu anak Raja, kita semua anak Raja.Motivasi mengaku diri anak Raja itu bukan untuk merendahkan diri dan menjadikan Tuhan sebagai Raja yang kehendak-Nya perlu ditaat, tetapi bermotivasikan pemuliaan diri sendiri. Kesan hak sebagai anak Raja itu terlihat dari ucapan Kalau mafia bisa naik mobil Lincoln Continental, mengapa anak-anak Raja (King’s Kids) tidak? (Fred Price, Faith, Foolishness or Presumption?,1979, hal. 74).

Pandangan yang menganggap diri sebagai anak Raja yang patut menikmati kekayaan dan kelimpahan anak Raja, juga dianut oleh Kenneth Hagin, seorang pelopor Prosperity Gospel di Amerika Serikat yang mengatakan:

Tuhan menghendaki anak-anak-Nya makan makanan terbaik, berpakaian pakaian terbaik, mengendarai mobil yang terbaik, dan mengendaki mereka untuk memperoleh segala sesuatu yang terbaik. (Keneeth Hagin, New Thresholds of Faith, 1980, hal. 54-55)

Yonggi Cho sendiri dalam mencari biaya untuk pembangunan gerejanya, membanggakan diri dan mengaku sebagai anak Raja demi mengejar fasilitas memperoleh kredit bank, tega membohongi sekretaris, tidak mau antri, mengaku sendiri sebagai utusan penguasa tertinggi, dan bahkan menjual jemaat. Dalam situasi ketika ditanya oleh sekretaris kepala bank, diakui olehnya terjadi hal berikut:

Tiba-tiba suatu gagasan timbul dalam benakku. “Saya adalah salah seorang dari penguasa tertinggi”, jawab saya. (Paul Yonggi Cho, Dimensi Keempat, hal. 138)

Roh Tuhan tetap mendesak saya. “Kau adalah anak Raja. Kau adalah orang penting. Bertindaklah sebagaimana kedudukanmu itu. Kau adalah manusia besar.” Lalu saya maju terus mengambil tempat duduk lalu menyilangkan kaki saya. (ibid., hal. 138)

[Kemudian ia minta tolong pemimpin bank untuk meminjam uang sebesar 50.000 dollar dengan menjanjikan]: “Bila anda ingin membantu saya sedikit saja, maka saya akan memberikan kepada anda 10.000 nasabah baru bagi anda pada awal tahun depan yang sudah dekat ini. (ibid. hal. 139).

Dari peristiwa di atas kita melihat betapa konsep “anak Raja” itu membuat seseorang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan seakan-akan sebagai anak raja seseorang harus memperoleh fasilitas dan koneksi apapun.

Banyak lagu pujian dan penyembahan juga memberikan gambaran pemuliaan diri manusia itu, yang menganggap diri sebagai rajawali:

Tuhan adalah kekuatanku,

Bersama Dia ku ‘kan tak goyang.

Ku ‘kan terbang tinggi bagai rajawali,

Dan melayang tinggi dalam kemuliaan-Nya.

Biar bumi berguncang dan badai menerpa,

Ku ‘kan terbang tinggi bersama-Nya.

Dari lirik lagu diatas sekarang jelas ibarat balon udara yang dipanaskan agar membumbung tinggi yang maksudnya agar penumpangnya bisa ikut terbang membumbung tinggi bersama balon itu. Tuhan dirajakan dan dimuliakan dengan motivasi agar manusia ikut dijadikan anak Raja dan ikut menjadi mulia dan membumbung tinggi pula. Ini jelas mirip dengan konsep perdukunan / kebatinan / Gerakan Zaman Baru yang menganggap bahwa manusia adalah bagian dari sifat ilahi dan juga memiliki sifat ilahi tersebut.

TINJAUAN INJIL

Memang Yesus tidak melarang orang-orang menyembah-Nya sebagai Raja saat memasuki Yerusalem (Matius 21:1-11), dan waktu ditanya Pilatus, Yesus tidak menyangkal bahwa misi kedatangan-Nya adalah untuk menjadi raja (Matius 27:37). Tetapi Yesus sendiri menekankan bahwa kerajaan-Nya berbeda dengan kerajaan dunia. Dan waktu memasuki Yerusalem Ia tidak naik kuda Romawi yang gagah, tetapi naik keledai muda, binatang tunggangan yang bodoh dan lamban. Itu menunjukkan Yesus bukan Raja yang elit, yang ingin ditinggi-tinggikan dalam kemegahan, kekayaan, dan kemewahan-Nya.

Jawab Yesus: “Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini; jika Kerajaan-Ku dari dunia ini, pasti hamba-hamba-Ku telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi, akan tetapi kerajaan-Ku bukan dari sini.” (Yoh. 18:36)

Para murid Yesus semasa Yesus hidup berlomba mengejar kedudukan sebagai pemimpin nomor satu dan terbesar bahkan sebagai raja. Tetapi Yesus mengingatkan mereka, bahwa ukuran sorgawi berbeda dengan ukuran duniawi! (Luk. 22:24-26).

Rasul Petrus dalam 1Pet. 2:9 memiliki maksud umat rajani itu menunjuk kepada mereka yang berduka dan menanggung berbagai pencobaan (1:6-7), taat akan kebenaran dan hidup dalam saling mengasihi sesuai firman (1:23-24), pendatang dan perantau yang menjauhkan diri dari keinginan-keinginan daging yang berjuang melawan jiwa (2:11), mereka yang meneladani penderitaan Kristus (2:18-25), mereka yang tidak berhias secara lahir, berpakaian indah dan berhiaskan emas, melainkan berhiaskan batiniah dan berhiaskan roh yang lemah lembut (3:3-4), mengasihi, memberi tumpangan, dan melayani (4:7-11), dan yang mengalami ujian siksa nyala api! 

Gambaran ini jelas berbeda dengan anggapan Teologi Sukses mengenai imamat yang rajani yang ditafsirkan sebagai kelompok umat yang kaya dan berkelimpahan seperti raja duniawi! Berdasarkan ayat-ayat di atas memang tidak tepat bila kita menganggap diri kita lebih dari sepatutnya apalagi sebagai “anak-anak Raja” yang manja, gampangan, kaya, dan hidup bermewah-mewah. Tetapi marilah kita menjadi “anak-anak Allah” yang melayani Tuhan dan sesama yang bersedia menolong yang berkekurangan sebagai konsekuensi dalam menjalankan misi Injil.

AJARAN BERPIKIR POSITIF DAN PENGEMBANGAN DIRI

Berpikir Positif atau Positive Thingking merupakan ajaran yang sangat ditekankan di kalangan Teologi Sukses dan diajarkan oleh Peale, Schuller, dan Yonggi Cho maupun umumnya penginjil-penginjil sukses lainnya. Dalam bentuknya yang dikaitkan dengan kekristenan, kita menjumpai juga seminar-seminar dengan nama Positive Thinking (Norman Vincent Peale), Possibility Thinking (Robert Schuller), dan Positive Confession (Kenneth Hagin). 

Ketiga penulis terakhir ini adalah “pendeta-pendeta” yang buku-bukunya banyak dibaca oleh orang Kristen maupun oleh lingkungan pengusaha! Ajaran ini memang menarik karena meletakkan aktivitas menghadapi hidup di tangan manusia khususnya kemampuan berpikirnya, karena itu dapatlah dimaklumi kalau pengaruhnya menyebar ke mana-mana termasuk di kalangan bukan Kristen.

Sebenarnya penggalian kemampuan berpikir manusia sebagai suatu “kekuatan” yang bisa dimanfaatkan sudah lama dikembangkan oleh orang-orang, setidaknya, dikalangan psikologi sudah dikembangkan oleh William Jones dan Abraham Maslow. Di kalangan Kristen, pandangan ini dikembangkan oleh Marry Baker Eddy, pelopor Christian Science, dimana baginya:

Materi tidak merupakan realitas atau hanya merupakan realitas semu saja. Iblis, dosa, penyakit, dan maut tidak ada, dan hanya merupakan buah pikiran saja. (Science & Health With Key To The Scripture).

Menurut Peale, tugas manusia adalah meyakinkan diri bahwa hanya pikiran-pikiran yang baik sajalah yang memenuhi batin / bawah sadar, sebab batin / bawah sadar hanya akan mengembalikan apa yang masuk ke dalamnya. Sama seperti dengan ajaran Christian Science yang menekankan pengobatan melalui pikiran, begitulah pusat ajaran Peale juga berkisar pada kekuatan pikiran / batin yang dianggap bersifat ilahi. 

Positive Thinking biasanya diiringi dengan praktek Positif Imagination/ visualisasi dan Self-Talk (kata-kata sugesti). Pada prinsipnya dalam positive thinking ada anggapan bahwa pikiran kita mempunyai kekuatan dalam diri sendiri dan kekuatan itu dapat dikembangkan untuk mencapai potensinya yang penuh. 

Di sini kekuatan itu dianggap sudah inheren dalam diri manusia, jadi segala sesuatu bisa terjadi atau tidak terjadi bila kita menggunakan kekuatan pikiran kita. Dalam positive thinking iman sering diberi pengertian yang berbeda dalam arti iman dalam Alkitab. Dalam positive thinking, iman diberi pengertian yang artinya kemampuan mengolah kekuatan pikiran atau kekuatan batin (inner power) itu, seperti dalam ucapan Peale:

Harapan manusia satu-satunya adalah menyatukan dirinya dengan suatu kekuatan yang lebih super daripada dunia materi, karena itu Tuhan adalah juga suatu “kekuatan batin” (inner spiritual power) di mana manusia tinggal menggalinya…sederhana saja, terimalah iman. Percayalah bahwa Anda sudah menerima dan Anda akan menerimanya (You Can Win, 1938, hal. 120, 151).

Robert Schuller dalam tulisan editorialnya pada majalah “Possibilities” mengemukakan bahwa “The me I see, the me I’ll be.” Pasific Institute di Amerika Serikat, mengajarkan slogan-slogan positif yang ditujukan pada diri sendiri seperti antara lain:

“I am the authority over me –

I am a super sales person and grow every day in every way –

If it’s going to be, it’s up to me.” Positive thinking ini kemudian populer melalui gerakan Pengembangan Pribadi dengan nama seperti New Conciousness Movement, Human Potential Movement, Creative Imagination, Self Motivation, Self Actualization, Self Realization, Self Esteem, Transformation, Mind Power, Success Motivation, Personal Development, New Humanism, dll. 

Pada prinsipnya gerakan-gerakan Pengembangan Pribadi itu mengajak orang-orang untuk menyadari kemampuan pikiran dan batinnya yang tidak terbatas untuk mencapai kehidupan yang damai, sukacita, cinta, sukses dan kelimpahan bumi ini. 

Bahkan dikatakan bahwa “pencerahan rohani merupakan kunci sukses perusahaan”. Dengan adanya janji-janji demikian dapat dimaklumi kalau banyak perusahaan melatih karyawan-karyawannya ke arah praktek demikian, dan dunia profesional diisi dengan seminar-seminar yang mempopulerkan falsafah olah pikiran dan batin itu. Gerakan-gerakan Pengembangan Pribadi percaya akan adanya “kekuatan” (power), “pikiran” (mind) atau “potensi alam semesta” atau Universal Power atau Universal Mind / Self. Manusia dianggap mempunyai potensi atau kekuatan demikian yang tidak terhingga. 

Jadi tugas manusia adalah menggali kekuatan atau potensi diri itu semaksimal mungkin (self actualization atau self realization) untuk mencapai kemanusiaan yang penuh (New Humanity) dan mencapai hidup sukses secara materi dan duniawi.Kegiatan gerakan Pengembangan Pribadi juga masuk ke Indonesia, baik melalui buku-buku, seminar-seminar, maupun dipopulerkan melalui mimbar-mimbar gereja, dengan topik-topik Berpikir Positif, Orang Kristen Tidak Mungkin Gagal, dan sebagainya. 

Kenneth Hagin mengaku dan membela diri sebagai seorang “positive thinker” dengan menjawab pertanyaan yang ditunjukkan kepadanya yang ditulisnya dalam bukunya berikut:

Seseorang mengemukakan, “Anda berbicara Positive Thinking!” Benar! Saya penganut Positive Thinker terbesar yang pernah ada: Tuhan! (The Word of Faith, November 1984, hal. 3).

Memang pada umumnya mereka yang mempopulerkan positive thinking membela dirinya seakan-akan Yesus adalah pemikir positif terbesar dan bahwa 2 pelopor positive thinking justru adalah pendeta (Peale dan Schuller). 

Akan tetapi kalau kita pelajari benar-benar, dalam buku-buku mereka, mereka hanya mengambil ayat-ayat lepas dari konteks dan dimengerti bukan dengan pengertian Yesus dan para rasul, tetapi secara ilmu jiwa modern dan Gerakan Zaman Baru (New Age Movement)!Memang gerakan-gerakan pengembangan pribadi menarik untuk diikuti termasuk oleh orang Kristen, sebab sifatnya praktis dan menarik, karena tujuannya untuk meningkatkan kemampuan diri sendiri tanpa bantuan orang lain. 

Berarti, manusia adalah subyek kemajuan dirinya sendiri (antroposentris), manusia menjadi juruselamat bagi dirinya sendiri, dari anugerah Allah kepada usaha manusia (humanisme), dan lebih dari itu bahkan melatih orang membebaskan dirinya dari otoritas luar termasuk otoritas Tuhan tentunya. Manusia dapat membebaskan diri dari kelemahan diri, dan manusia mempunyai potensi atau kekuatan untuk menentukan masa depan dan tujuan hidupnya sendiri, entah itu melalui berpikir, membayangkan maupun kata-kata positif. 

Namun, dengan demikian hakekat realitas dosa dalam diri manusia diabaikan, dan hanya dianggap sebagai ketidakseimbangan pribadi atau belum digalinya potensi diri manusia saja. Dosa, kejahatan atau kelemahan sangat diabaikan sebab hanya dianggap sebagai penolakan akan potensi diri sendiri atau hasil pikiran kita yang berpikir negatif saja. Seorang instruktur Positive Thinking mengemukakan:

Bila kita berpikir positif, hal-hal yang negatif dalam diri kita akan berangsur-angsur tergeser oleh yang positif itu, dan pada akhirnya yang negatif itu akan terhilangkan.

Dengan berpegang pada ajaran Alkitab, kita dapat mengetahui bahwa jati diri (self) manusia itu penuh dengan kejahatan dan dosa sejak semula (Kejadian 6:5, 8:21; Matius 15:19; Rm. 7:18-20). Disangkalinya atau diabaikannya hakikat kejahatan dan dosa yang melekat dalam hati atau jati diri manusia tidak otomatis menghilangkan hakikat itu. 

Bagaimanapun perkembangan kemampuan otak manusia dan teknologi, kita melihat bahwa kejahatan tidak pernah berkurang dan malah ikut berkembang makin canggih. Dan ini tidak akan berubah sekalipun kita memikirkannya secara “positif”. Dari ayat-ayat di atas menjadi jelas bagi kita bahwa ajaran-ajaran berpikir positif dan “Gerakan Pengembangan Pribadi” bukanlah ajaran Yesus. 

Gerakan Pengembangan Pribadi menganggap dalam dirinya mempunyai potensi ilahi yang dapat dikembangkan sendiri di luar Tuhan, hal mana berarti mendiskreditkan Allah penciptanya. Tetapi, umat Kristen telah dibarui hidupnya, sehingga dalam pengakuan akan kelemahan dan dosa dirinya itulah, kuasa Tuhan dianugerahkan kepadanya, sehingga ia menjadi seorang yang baru!

PENYUSUPAN ZAMAN BARU KE DALAM GEREJA

Tidak mengherankan bila kita mendapati bahwa ajaran Zaman Baru telah menyelusup masuk secara tidak kentara ke dalam gereja. Para penganut Zaman Baru menjunjung tinggi apa yang mereka istilahkan sebagai kekristenan esoterik – kepercayaan yang bersifat mistik dan eksperimental, percaya akan wahyu yang berkelanjutan, non-ortodoks, dan menganut ajaran-ajaran pokok dari agama-agama lain. 

Dengan perkataan lain, itu adalah kekristenan yang lain dari ajaran yang berdasarkan pada wahyu Alkitab. Dalam dua dasawarsa terakhir ini teologi dalam berbagai gereja cenderung semakin dangkal: jemaat semakin tidak mengetahui isi Alkitab. Ini semua menimbulkan masalah yang serius, yaitu kurangnya kepekaan rohani dan ketidakmampuan untuk menguji roh-roh seperti yang diimbau di dalam Alkitab. Dalam iklim rohani yang demikianlah ajaran Zaman Baru secara tidak kentara menyusup masuk ke dalam gereja.

“INJIL UCAPKAN-DAN-TUNTUTLAH”

Pengakuan positif yang banyak dipraktikkan dalam Gerakan Iman (Word Faith Movement) mempercayai prinsip ini: Apa yang saya akui dengan mulut saya, saya miliki. Kepercayaan itu berlandaskan perkiraan bahwa sikap mental dan pemikiran manusia memiliki kemampuan untuk menentukan apa yang ia terima. Menurut kepercayaan itu ada hukum-hukum spiritual yang memerintah dalam alam semesta. 

Pengakuan positif menolong seseorang berada pada sisi baik dari hukum-hukum ini, sedangkan pengakuan negatif akan menghasilkan hal-hal yang negatif. Kesembuhan dan kemakmuran adalah warisan semua orang Kristen. Diajarkan bahwa dengan mengucapkan pernyataan yang positif, orang Kristen dapat memiliki kesehatan dan kekayaan. Konon kata-kata iman yang dicetuskan oleh seseorang merupakan tenaga yang berkuasa: “Iman adalah tenaga yang berkuasa…tenaga iman tersalur melalui kata-kata. 

Kata-kata yang penuh iman menyebabkan hukum Roh kehidupan berfungsi.” Itu merupakan contoh lainnya lagi dari gejala yang mengacaukan dalam kekristenan modern. Iman diperkecil artinya menjadi suatu tenaga (force). Allah dibuat menjadi tidak berpribadi. Ini sejalan dengan konsep Zaman Baru tentang iman – mempercayai bahwa pikiran kita mempunyai kuasa kesembuhan.

LOLOS DARI PENIPUAN

Tertipu adalah hal yang cukup buruk, apalagi tertipu dalam hal rohani. Konsekuensinya lebih besar dan berlangsung sepanjang kekekalan. Alkitab mengungkapkan bahwa kepalsuan hadir berdampingan dengan kebenaran. Ada banyak aspek dari kekristenan palsu: orang Kristen palsu (2Korintus 11:26), Injil palsu (Gal. 1:8), pengajar-pengajar palsu (2Korintus 11:26), tanda-tanda dan mukjizat-mukjizat palsu (Matius 24:24), kebenaran palsu (Rm. 10:3), gereja palsu (Why. 2:9), dan Kristus palsu (2Tesalonika 2:8-10) yang kelak akan menyatakan diri. Meloloskan diri dari penipuan bukanlah sesuatu yang mudah. 

Seseorang harus mengetahui penyebab penipuan, sifat-sifat penipuan, konsekuensi penipuan, dan jalan keluar dari penipuan. Kebohongan, penyimpangan, dan penyangkalan terhadap kebenaran Allah berasal dari sifat dasar Iblis. Iblis menyebarkan kebohongan dan kepalsuan dengan tujuan supaya dialah yang disembah, bukan Allah pencipta. 

Oleh karena itu, Iblis menjanjikan popularitas, kebebasan, kekayaan dan kenikmatan kepada manusia. Penipuan dalam hal rohani bermacam-macam bentuk dan warnanya, namun kita dapat mengenali empat ciri utama. Ajaran-ajaran yang menipu cenderung menurunkan Allah dari takhta-Nya, mendewakan manusia, menyangkal keberadaan dosa, atau meremehkan dosa, dan mendeskriditkan firman Allah. Mungkin Anda sudah menjadi orang Kristen, tetapi dalam beberapa hal Anda masih berpegang pada kepercayaan Zaman Baru, atau mempraktikkan beberapa kegiatan Zaman Baru. 

Anda dapat mengalami kemerdekaan dan kehidupan yang utuh di dalam Yesus Kristus apabila Anda mengakui dan menyesali keterlibatan Anda dengan kebatinan, mistik, okultisme, kepercayaan-kepercayaan Timur, dan lain-lain. Penipuan dan ajaran-ajaran sesat mengikat kita kepada Iblis dan rencana-rencananya. 

Kebenaran Allah memerdekakan kita dari keterikatan itu: “Maka kata-Nya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepada-Nya: ‘Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.’” (Yohanes 8:31-32). Oleh karena itu, pelajarilah firman Allah setiap hari dan biarkanlah Anda diperbaharui oleh kebenaran-Nya. Akui semua dosa yang Anda ketahui dan mintalah pengampunan dari Tuhan.Referensi:

Beberapa buah nabi palsu yang bisa kita lihat antara lain sebagai berikut:
Nubuat yang tergenapi tetapi nubuat itu menyesatkan dari ketaatan pada firman Tuhan (Ul. 13:1-5)

Nubuat yang tidak tergenapi (Ulangan 18:20-22)
Nabi yang mengajarkan dusta (Yesaya 9:14)

Nubuat palsu, tetapi disenangi umat (Yeremia 5:31)
Nubuat dan ramalan rekaan hati mereka sendiri (Yeremia 14:14)

Nubuat yang memberikan harapan sia-sia dan hiburan keselamatan, padahal seharusnya peringatan akan pertobatan (Yeremia 23:16-17)

Bernubuat sesuka hati dan memberi pengharapan dan hiburan kosong, padahal seharusnya menghadapi hukuman Tuhan (Yehezkiel 13:1-16)

Memberikan nubuat yang menghibur di tengah ketidakadilan dan ketimpangan sosial yang seharusnya diperbaiki (Yehezkiel 22:23-31)

Bernubuat karena uang dan nubuatannya merupakan hiburan kosong (Mi. 3:5-12)
Nabi-nabi yang ceroboh dan pengkhianat (Zef. 3:4)
Bernubuat dusta (Za. 13:1-6)

FOKUS KABAR BAIK (INJIL) MENURUT ALKITAB

“Lalu Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi” (Lukas 24:27, TB2-LAI).

“Ia berkata kepada mereka, ‘Inilah perkataan-Ku, yang telah Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu, yakni bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur’.” (Lukas 24:44, TB2-LAI).

Dari ayat diatas dapat kita ketahui bahwa seluruh kitab Musa dan seluruh kitab nabi-nabi berbicara tentang Yesus Kristus. Lalu bagaimana dengan keempat kitab Injil? Keempat kitab Injil dalam PB selalu bertumpu pada satu jalan, yaitu YESUS DARI NAZARET (J. Sidlow Baxter, Menggali Isi Alkitab 3, Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF Jkt, hal 21). 

Keempat kitab Injil selalu berfokus terhadap Yesus Kristus, tentang kelahiran, masa remaja, tentang pelayanan, kematian di salib, kebangkitan, dan kenaikkan Yesus Kristus ke surga. Fokus pemberitaan Injil yang dilakukan oleh para rasul pun selalu bertumpu pada Yesus Kristus.

Hal ini dapat kita ketahui dari Kisah Para Rasul dan surat-surat kiriman.

“…Paulus mulai dengan sepenuhnya memberitakan firman dan bersaksi kepada orang-orang Yahudi bahwa Yesuslah Mesias” (Kis. 18:5, TB2-LAI).

“…Setibanya di Akhaya, ia (Apolos) menjadi sangat berguna bagi orang-orang yang percaya oleh anugerah Allah. Sebab dengan penuh semangat ia (Apolos) membantah orang-orang Yahudi di depan umum dan membuktikan dari Kitab Sucibahwa Yesuslah Mesias.” (Kis. 18:27b-28, TB2-LAI)

“Hai orang-orang Galatia yang bodoh, siapa yang telah mempesona kamu? Bukankah Yesus Kristus yang disalibkan itu telah dilukiskan dengan terang didepanmu?” (Galatia 3:1, TB2-LAI)

“Ingatlah hal ini: Yesus Kristus, yang telah dibangkitkan dari antara orang mati, yang telah dilahirkan sebagai keturunan Daud, itulah yang kuberitakan dalam Injilku.” (2Timotius 2:8, TB2-LAI)

Surat-surat kiriman menunjukkan banyaknya segi pengorbanan Tuhan Yesus bagi orang yang ditebus (J. Sidlow Baxter, Menggali Isi Alkitab 4, Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF Jkt, hal 10).

Dengan demikian dapat kita ketahui bahwa Alkitab, yaitu seluruh kitab dalam PL dan seluruh kitab PB selalu berfokus pada Yesus Kristus. Fokus Injil tersebut adalah: Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, bahwa Ia telah dikuburkan, Ia telah dibangkitkan dari kematian pada hari ketiga, Ia telah menampakkan diri kepada lebih dari lima ratus saudara sekaligus, selanjutnya Ia menampakkan diri kepada Yakobus, kemudian kepada semua rasul, dan yang terakhir Ia menampakkan diri kepada Paulus (1Korintus 15:3-8). 

Allah itu Roh, namun Ia rela menjadi manusia yang serba terbatas. Oleh karena kasih Allah, maka Ia rela berinkarnasi dalam Yesus Kristus menjadi manusia datang ke bumi ini untuk menyerahkan nyawa-Nya bagi tebusan dosa saya dan dosa Anda. Dengan kematian di salib dan kebangkitan Yesus Kristus, maka dosa saya dan dosa Anda dapat ditebus. Inilah suka-cita yang sejati. 

Kita yang sudah seharusnya binasa kekal dalam neraka, namun karena anugerah Allah dalam Yesus Kristus, maka manusia dapat didamaikan dengan Allah Bapa melalui Yesus Kristus. Melalui Yesus Kristus, manusia yang telah mati secara rohani menjadi hidup secara rohani. Berita suka-cita inilah yang sudah seharusnya menjadi fokus Injil, terutama pada masa saat ini, dimana kemajuan ilmu dan teknologi yang luar biasa pesat namun di sisi lain hati dan moral manusia makin jauh dari Tuhan. 

Kita melihat bahwa kebejatan moral manusia hingga abad ke-21 ini makin menjadi-jadi. Makin tinggi ilmu pengetahuan yang dimiliki seseorang tidak menjamin moral manusia makin baik. Justru kita melihat banyak kejahatan yang dilakukan oleh orang yang berilmu tinggi dan hukum tidak mampu menjerat kejahatan orang tersebut. Di sini kita melihat bahwa makin hari manusia bukannya makin tambah baik, namun makin jauh dari Allah. 

Kita –umat Kristen perlu berempati pada kenyataan sekarang ini: frekuensi dan kualitas kriminal makin meningkat dan sadis, penggunaan obat terlarang (narkotika, ganja, putaw, ecstacy) yang semakin meluas, korupsi yang telah berakar pada bangsa Indonesia dan hukum tidak mampu mengadili para koruptor, pelacuran usia anak-anak semakin meningkat, pemerkosaan yang kerap terjadi, penyebaran VCD porno dan gambar-gambar porno yang meluas, pemalsuan BBM, pemalsuan obat-obatan, dan berbagai krisis moral dan etika yang melanda Indonesia yang jika ditulis disini tidak akan cukup. Yesuslah yang menjadi kebutuhan manusia sepanjang masa dan abad. Yesus adalah pengharapan dunia. 

Diluar Yesus tidak ada pengampunan dosa. Tanpa Yesus tidak ada pengharapan keselamatan bagi manusia. Pemberitaan Injil ini menjadi tanggung jawab saya dan Anda, yang sebagai umat Kristus sudah ditebus oleh darah Yesus dan dipanggil keluar untuk mewartakan kabar suka-cita, bahwa hanya melalui 

Yesus maka manusia dapat berdamai dengan Allah. Hanya melalui Yesus maka dosa dapat diampuni. Semoga kita semakin giat mengabarkan Injil yang ber-Fokus kepada Yesus Kristus sesuai dengan ajaran Alkitab, dan melalui kuasa Roh Kudus yang melahirbarukan seseorang dan kemudian yang mempertobatkan seseorang terhadap dosa, sehingga damai Allah dalam Kristus Yesus nyata dalam hidup kita. Amin.

Bibliography.AJARAN: VISUALISASI, TEOLOGIA SUKSES DAN BERPIKIR POSITIF
Herlianto, M.Th. Teologi Sukses: Antara Allah dan Mamon. BPK, Jakarta.
Makalah Sahabat Awam No. 15: Dimensi Keempat dan Injil. Yayasan Bina Awam, Bandung.
Makalah Sahabat Awam No. 16: Teologi Sukses. Yayasan Bina Awam, Bandung.
Makalah Sahabat Awam No. 23: Manipulasi Ayat-ayat Alkitab. Yayasan Bina Awam, Bandung.
Makalah Sahabat Awam No. 33: Word Faith Movement. Yayasan Bina Awam, Bandung.
Makalah Sahabat Awam No. 42: Persepuluhan dan Penyalahgunaannya Pada Masa Kini. Yayasan Bina Awam, Bandung.
Herlianto, M.Th. Humanisme dan Gerakan Zaman Baru. Yayasan Kalam Hidup, Bandung.
Jonathan D. James. Gerakan Penipuan di Akhir Zaman. Lembaga Literatur Baptis, Bandung.
Paul Yonggi Cho, Kehidupan Yang Berhasil. Gandum Mas, Malang.AJARAN: VISUALISASI, TEOLOGIA SUKSES DAN BERPIKIR POSITIF.
Next Post Previous Post