MENGENAL ALLAH TRITUNGGAL

Pdt.Samuel T. Gunawan,M.Th.
MENGENAL ALLAH TRITUNGGALSUB BAGIAN : MENGENAL ALLAH TRITUNGGAL.

I. PROLOG

II. ISTILAH DAN DEFINISI

III. PENTINGNYA AJARAN ALLAH TRITUNGGAL

IV. PENGERTIAN YANG BENAR TENTANG TRITUNGGAL

V. PENGERTIAN YANG SALAH TENTANG TRITUNGGAL 

I. PROLOG: 

Siapakah Allah orang Kristen? Apakah Ia sama dengan Allah yang dikenali dan disembah agama-agama lain? Pertanyaan ini benar-benar penting. Orang Kristen mengklaim bahwa Allah Tritunggal adalah satu-satunya Allah yang hidup dan benar, klaim ini bukan suatu bentuk arogansi rohani, tetapi lebih merupakan manifestasi dari iman yang lahir dari ajaran Alkitab. Ketika orang Kristen ditanya, “siapakah Tuhan itu?” jawabannya selalu sampai pada satu tempat yaitu Tritunggal. Kita percaya kepada satu Tuhan yang mengungkapkan diriNya sebagai kesatuan dari tiga pribadi yang berbeda: Bapa, Anak dan Roh Kudus.[1] 

Tritunggal merupakan terminologi Kristen untuk merangkum pengajaran Alkitab mengenai Allah yang menyatakan diriNya dalam ketunggalan dan kemajemukan.[2] Hanya ada satu Allah, tetapi kesatuan Allah itu berada dalam tiga pribadi yang hakikat keilahianNya sama. Allah yang esa bukanlah tiga Allah ataupun tiga manifestasi dari satu Allah, melainkan Allah adalah tiga pusat kesadaran pribadi yang sepenuhnya ilahi, dimana setiap pribadi setara dan sekekal pribadi lainnya, yang bersama-sama membentuk satu keberadaan Allah.[3]

Tritunggal memiliki signifikansi praktis paling besar bagi kita.[4] Allah Tritunggal adalah sebuah doktrin yang mendasar bagi iman Kristen. Kepercayaan atau ketidakpercayaan pada Tritunggal menandai Kekristenan sejati atau bukan.[5] Meskipun kata “Tritunggal” tidak terdapat dalam Alkitab, tetapi doktrin itu secara gamblang diajarkan di Alkitab. Sejarah meneguhkan kebenaran ajaran Tritunggal ini, sekalipun sejak abad gereja mula-mula telah timbul ajaran yang berusaha untuk menentang ajaran Tritunggal ini. 

John Calvin menyatakan, “Tetapi ada satu tanda khusus lainnya yang dengannya Dia menunjuk diriNya, untuk memberikan lebih banyak pengetahuan yang intim tentang naturNya. Meskipun Dia menyatakan keesaanNya, Dia menyampaikan kepada kita disting bahwa Dia bereksistensi di dalam tiga pribadi”.[6]

Secara ringkas saya memberi formulasi teologis Alkitabiah ajaran Tritunggal Kristen itu sebagai berikut, bahwa “Allah adalah satu dalam esensi dan tiga dalam substansi”. Rumusan Tritunggal ini sama dengan formulasi ortodoksi yang menyatakan “satu ousia dalam tiga hupostasis”. Kata “ousia” menunjuk kepada esensinya, sedang kata “hupostasis” menunjuk kepada substansinya. Istilah Tritunggal memang tidak muncul di dalam Alkitab, tetapi kata tersebut telah membedakan ajaran Kristen sejati dengan ajaran-ajaran yang menyimpang dari kebenaran sejak zaman gereja mula-mula. 

Alasannya sederhana: Jika kita keliru tentang siapa Tuhan itu, sisa teologi kita tidak ada artinya. Hal itu seperti kehilangan langkah pertama di dalam sepuluh persamaan aljabar. Tidak perduli betapa baiknya kita melakukan kesembilan langkah terakhir, apabila langkah pertama hasilnya sudah salah, jawaban terakhir tidak akan pernah benar.[7] Selain itu, penting untuk diingat bahwa rencana dan tindakan penyelamatan pun adalah karya Allah Trinitas. 

Ketika kita datang kepada Bapa, maka satu-satunya jalan bagi kita untuk dapat mencapaiNya adalah melalui Yesus Kristus. Dan keinginan yang membuat kita mencari Bapa ini datang dari Roh Kudus yang bekerja di dalam kita. Allah Trinitas berkarya membawa kita masuk dalam keselamatan itu.

Meskipun sangat penting, namun sebagian besar orang Kristen menganggap ajaran Tritunggal ini sebagai hal yang membosankan yang hanya dapat dipelajari dan dipahami sepenuhnya oleh ahli-ahli Alkitab dan teologi saja. Bagaimanapun, memikirkan konsep bahwa tiga dapat menjadi satu tanpa melepaskan kekhasan masing-masing sambil tetap mempertahankan kesatuan mereka telah membuat kebanyakan orang bingung. 

Namun bukannya berusaha memahami ajaran ini, sebagian besar orang Kristen justru memilih untuk hanya mempercayai saja tanpa suatu pemahaman yang memadai.[8] Ajaran Tritunggal walaupun sulit dan mengandung misteri, tidak membebaskan kita untuk tidak mempelajari dan menelitinya. Karena ajaran ini merupakan ajaran Alkitabiah kita tidak boleh menghindarinya. Namun, ajaran ini perlu ditangani dengan sangat hati-hati dan teliti.

II. ISTILAH DAN DEFINISI

Misteri Tritunggal memang telah membingungkan banyak orang sepanjang berabad-abad lamanya. Tetapi Alkitab mencatat banyak bukti mengenai Allah Tritunggal meskipun kata itu tidak muncul di dalam Alkitab. 

Karena itu saat mempelajari Tritunggal ini kita perlu memperhatikan hal-hal berikut : 

(1) Ajaran tentang Tritunggal sebagaimana beberapa ajaran dasar lainnya (misalnya, seperti ajaran tentang pemilihan) mengandung misteri. 

(2) Ajaran Tritunggal ini bagaimana pun rumitnya adalah ajaran Alkitab. Ajaran ini mungkin sulit dipahami namun tidak membuatnya menjadi tidak benar. Kesulitan dipahami tidak sama dengan ketidakbenaran. 

(3) Karena Allah tidak terbatas dan kita terbatas, tentu saja kita tidak akan dapat sepenuhnya memahami Allah Tritunggal. Tetapi keterbatasan pengertian kita tidak berarti ajaran Tritunggal itu tidak benar. 

(4) Perlu ditegaskan bahwa Alkitab tidak mencoba untuk menjelaskan sepenuhnya ajaran Tritunggal ini, tetapi mengajarkannya. Dan karena Alkitab mengajarkannya maka kita menerimannya.

Karena itu, dalam penyusunan pendirian kita tentang Tritunggal, metode teologi kita akan diuji. Hal ini disebabkan ajaran Allah Tritunggal ini tidak diajarkan secara eksplisit dalam Alkitab, karena itu kita harus menggabungkan pokok-pokok bahasan yang saling melengkapi, menarik kesimpulan dari berbagai ajaran Alkitab tersebut, dan kemudian mengungkapkan pengertian kita tentang hal tersebut. 

Kita juga perlu mengingat bahwa formulasi doktrin ajaran Allah Tritunggal ini telah memiliki sejarah yang panjang dan rumit, karena itu kita juga harus menilai berbagai formulasi yang lampau dari ajaran ini dan mengungkapkan kembali ajaran ini dalam cara dan rumusan yang sesuai dengan zaman sekarang.[9]

Istilah “tritunggal” merupakan padanan untuk kata Inggris “trinity”. Kata “trinity” sendiri merupakan singkatan dari kata “triunity”, yaitu gabungan dari kata “tree” yang berarti “tiga” dan “unity” yang berarti “kesatuan”. 

Pemunculan pertama kali dari kata ini harus ditelusuri sampai pada zaman Theophilus dari Antiokhia1 atau Tertulianus. Keduanya hidup pada waktu yang hampir bersamaan (Theophilus mati sekitar tahun 181-188 M, sedangkan Tertulianus pada tahun 220 M). 

Jadi kata ini digunakan untuk menekankan kesatuan di antara pribadi dalam Trinitas tetapi juga menekankan keterpisahan dan kesetaraan dari tiga pribadi dalam Tritunggal. Kata “trinity” sendiri berasal dari bahasa Latin “trinite” yang berarti “keadaan menjadi tiga”. 

Sebuah definisi yang baik tentang Trintas menyatakan “Ada satu Allah yang benar dan satu-satunya, tetapi di dalam keesaan dari Keallahan ini ada tiga Pribadi yang sama kekal dan setara, sama di dalam hakekat tetapi beda di dalam Pribadi”[10]

Catatan: Untuk tambah wawasan tentang doktrin Allah Tritunggal lihat penjelasan dari Dr. Deky H.Y. Nggadas di Vidio ini
Alkitab jelas menunjukkan adanya “keesaan Allah” dan juga menunjukkan adanya “kejamakan Allah”. Namun harus diakui, tidaklah mudah membuat definisi dari Tritunggal, hal ini dikaitkan dengan perlunya keseimbangan penekanan dari keesaan dan ketigaan Allah. 

Penekanan yang berlebihan pada keesaan atau ketigaan dapat menyebabkan kekeliruan dan kesesatan. Ketika kita mempertimbangkan kebenaran bahwa Allah adalah esa dan Allah adalah tiga, seperti yang dinyatakan dalam Alkitab, maka dalam melakukannya, kita menemukan bahwa di dalam pewahyuan Alkitab tentang Allah, ada dua pandangan berkenaan dengan pernyataan-pernyataan ini. 

Jika salah satu pandangan terlalu ditekankan maka hasilnya adalah ajaran sesat. Jika salah satu pandangan terlalu menekankan fakta bahwa Allah adalah satu, maka ini akan jatuh dalam ajaran sesat Unitarianisme, yaitu sebuah angka matematik satu Allah. Di sisi lain, jika ada pandangan yang terlalu menekankan fakta bahwa Allah itu tiga, maka hasilnya adalah ajaran sesat Triteisme, yakni penyembahan terhadap tiga Allah yang berbeda. [11]

Karena itu, dua pandangan ekstrem yang keliru tentang Allah yang harus dihindari adalah : 

(1) Pandangan ekstrim yang terlalu menekankan “kejamakan dalam diri Allah” dengan mengabaikan “kesatuanNya”. Pandangan ini harus dihindari karena dapat mengakibatkan menjadi “Triteisme”, yaitu kepercayaan kepada tiga Allah. Ini salah, karena mengabaikan ketunggalan Allah sebagaimana yang dinyatakan dalam Alkitab. 

(2) Pandangan ekstrem yang terlalu menekankan “kesatuan Allah” dengan mengabaikan “kejamakan dalam diri Allah”. Pandangan ini salah karena hanya mengutamakan ayat-ayat yang menunjukkan keesaan Allah dan mengabaikan kejamakan Allah, dengan menekankan bahwa Allah itu tunggal secara mutlak. Ini keliru dan menyebabkan “Unitarianisme” yang dengan sengaja mengabaikan kejamakan dalam diri Allah.

Karena itulah, perlu dipahami bahwa ajaran Allah Tritunggal merupa­kan satu-satunya cara untuk menyelaraskan ayat-ayat Alkitab yang menyatakan keesaan dan kejamakan Allah tersebut. Hanya dengan menerima doktrin Allah Tritunggal, maka kita bisa menyelaraskan ayat-ayat Alkitab yang menyatakan keesaan dan kejamakan Allah. 

Menolak doktrin Allah Tritunggal berarti menolak pewahyuan Allah mengenai hal ini, yang pada akhirnya menolak keilahian Kristus dan kepribadian Roh Kudus. Dan ini berarti, harus menghadapi kontradiksi (pertentangan) dalam Alkitab yang tidak mungkin bisa dijelaskan.

III. PENTINGNYA AJARAN ALLAH TRITUNGGAL

Pentinnya ajaran tentang Allah Tritunggal terlihat dari pernyataan-pernyataan para ahli Alkitab dan teologi berikut ini. Teolog Pentakostal William W. Menzies dan Stanley M. Horton menyebutkan bahwa doktrin Tritunggal adalah doktrin yang vital dan mendesak. 

Mereka menuliskan, “Kita menghadapi suatu misteri besar karena hanya ada satu Allah, hanya ada satu Tritunggal, kita tidak mempunyai analogi yang memadai, atau perbandingan, untuk membantu kita memahami Tritunggal Keallahan. (Pribadi ilahi yang ada dalam kesatuan yang terdiri atas Pribadi yang berbeda. 

Walaupun sulit untuk memahami kebenaran ini, doktrin tersebut vital dan mendesak. Sejarah gereja mengandung kisah-kisah tragis dari kelompok-kelompok yang gagal menunjukkan penghargaan yang layak terhadap konsep Tritunggal”.[12] 

Teolog Kharismatik J. Rodman William mengatakan bahwa “Ketika kesaksian dalam Alkitab semakin terbuka, jelaslah bahwa Allah dinyatakan ada dalam tiga pribadi — yaitu, Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Calvin berbicara tentang ini sebagai ‘pengetahuan yang lebih intim tentang sifat Allah’, sebab ‘sementara Dia menyatakan kesatuanNya, Dia juga dengan jelas menyatakan kepada kita bahwa Dia ada dalam tiga Pribadi’. Pemahaman kita yang penuh tentang Allah sangat diperkaya dengan memahami realitas tiga PribadiNya.”[13]

Michael Horton, seorang teolog Calvinis mengatakan, “Dalam doktrin Tritunggal, tulis Herman Bavink, berdetak jantung seluruh pewahyuan Allah tentag penebusan manusia. Sebagai Bapa, Anak, dan Roh Kudus, Allah ada di atas kita, di depan kita, dan di dalam kita. Doktrin Tritunggal, Allah sebagai satu hakikat dan tiga pribadi, membentuk dan membangun seluruh iman dan tindakan orang Kristen”.[14] 

Paul Enns, seorang teolog Injili Dispensasional menjelaskan bahwa ajaran Allah Tritunggal penting karena ajaran ini merupakan sebuah doktrin yang fundamental bagi iman Kristen. Kepercayan atau ketidakpercayaan pada Tritunggal menandai Ortodoksi atau bukan Ortodoksi.[15]

Millard J. Erickson, teolog Injili covenantal Historis menjelaskan pentingnya ajaran Allah Tritunggal bagi iman Kristen, yaitu : 

(1) Ajaran Allah Tritunggal berkaitan dengan siapakah Allah itu, bagaimana Dia, bagaimana cara kerjaNya, dan bagiamana Ia harus didekati. Misalnya, masalah keilahian Kristus yang dalam sejarah telah diperdebatkan dengan hebatnya, sangat terkait dengan pengertian kita tentang Tritunggal. Artinya, pandangan kita tentang Tritunggal akan sangat mempengaruhi pandangan kita tentang Kristus. 

(2) Pandangan kita tentang Tritunggal juga akan menjawab beberapa pertanyaan yang bersifat praktis. Siapakah yang harus kita sembah: Allah Bapa saja, Allah Anak saja, Allah Roh Kudus saja? Ataukah Allah Tritunggal? Kepada siapa kita harus berdoa? Apakah karya masing-masing Pribadi ilahi itu harus dipertimbangkan secara terpisah dari karya Pribadi-Pribadi yang lain? Apakah Kristus dan Roh Kudus harus dianggap setara dan sehakikat dengan Bapa? Atau haruskah diturunkan kepada status lebih rendah? [16]

Yakub B. Susabda, seorang teolog Injili Reformed menyebutkan tiga alasan mengapa pengenalan akan Allah Tritunggal ini penting, yaitu : 

(1) Allah orang Kristen adalah Allah yang hanya mau dikenal dan disembah sebagai Bapa, Putra dan Roh Kudus. Allah memang esa, tetapi mengenal keesaanNya saja tidaklah menyelamatkan. Seluruh rencana keselamatan Allah hanya daat dipahami dan diimani dalam hubungan dengan keunikan diri Allah, penyingkapan diriNya yang progresif, rencana dan cara kerjaNya. Allah ingin kita mempercayai dan mengimani Dia bukan hanya sebagai Allah yang esa, yang mengingatkan dan mengajarkan jalan keselamatan dan kehidupan yang diperkenanNya, tetapi ia menginginkan kita mengenalNya sebagaimana Dia ada, yaitu Bapa, Putra dan Roh Kudus dengan keunikanNya masing-masing. Alkitab menegaskan bahwa bahwa Allah tidak mungkin dapat dikenali diluar dari apa yang Dia sendiri singkapkan (Matius 16:17; Bandingkan Yohanes 14:6; 15:16). 

(2) Iman kepada Allah Tritunggal adalah salah satu keunikan iman Kristen yang membedakannya dari iman semua agama-agama lain. Tanpa pengenalan akan Ketritunggalan Allah, perbedaan antara iman Kristen dengan iman agama-agama lain akan menjadi kabur. Demi membangun jembatan komunikasi dan semangat kesatuan serta toleransi, kita tidak boleh mengorbankan ajaran essensial Allah Tritunggalini hanya supaya kita bisa diterima oleh pemeluk kepercayaan agama-agama lainnya. Alkitab menegaskan bahwa diluar kepercayaan kepada Allah Tritunggal tidak ada keselamatan (1 Yohanes 4:2-3). 

(3). Pengenalan Allah Tritunggal bukanlah pengenalan rasional tetapi pengenalan iman yang lahir kebenaran Alkitab. Penalaran manusia tidak dapat memahami Tritunggal dengan tuntas, demikian pula logika tidak dapat menjelaskannya dengan tuntas. Tetapi karena Alkitab menyatakannya maka kita menerimanya. [17]

IV. PENGERTIAN YANG BENAR TENTANG TRITUNGGAL

Pengkuan iman Athanasius menyatakan, “so the Father is God, the Son is God, and the Holy Spirit is God; And yet they are not three Gods, but one God” (maka demikianlah Bapa adalah Allah, Anak adalah Allah, dan Roh Kudus adalah Allah; dan meskipun demikian mereka bukanlah tiga Allah melainkan satu Allah yang Esa). Secara ringkas kita menggambarkan Allah Tritunggal sebagai berikut, bahwa “Allah adalah satu dalam esensi dan tiga dalam substansi”.[18] 

R.C. Sproul menjelaskan bahwa keesaan dari Allah dinyatakan sebagai esensiNya atau keberadaanNya, sedangkan keragamannya diekspresikan dalam tiga substansi atau pribadi.[19] 

Formula ini memang merupakan misteri dan paradoks tetapi tidak kontradiksi, juga bukannya tidak masuk akal sebagaimana dijelaskan oleh Michael Horton, “Bukankah suatu kontradiksi jika kita berkata kita percaya bahwa Allah itu satu dan juga tiga? Tentu ya, jika itu berarti bahwa Allah itu satu dan tiga secara hakikat, atau satu dan tiga secara pribadi. Tetapi pengakuan iman Kristen adalah Allah itu satu secara hakikat dan tiga secara pribadi. Ini tentu saja merupakan misteri. Kita tidak akan pernah dapat sepenuhnya memahami bagaimana Allah yang satu itu ada dalam tiga pribadi. 

Namun ini bukanlah suatu kontradiksi”.[20] Suatu kontradiksi dan pelanggaran terhadap hukum logika paling mendasar (hukum non kontradiksi) akan terjadi jika kita mengatakan bahwa “Allah adalah satu dalam esensi (A) dan tiga dalam esensi (Non A) atau Allah adalah tiga substansi (B) dan satu substansi (non B) pada saat yang sama dan dalam pengertian yang sama”. Namun secara logis Kekristenan menggambarkan bahwa “Allah adalah satu dalam A (esensi) dan tiga dalam B (substansi)”. Sekali lagi, rumusan ini bukanlah kontradiksi dan juga bukannya tidak masuk akal (irasional) tetapi masuk akal walaupun melampaui akal. 

Melampaui akal (suprarasional) tidaklah sama dengan tidak masuk akal (irasional). Ibarat sebuah segitiga, pada saat yang bersamaan ia memiliki tiga sudut namun tetap satu segitiga. Setiap sudut tidak sama dengan keseluruhan segitiga. Atau, konsep Tritungal ini dapat digambarkan dengan angka satu berpangkat tiga (1 x 1 x 1 = 1 ), bukan 1 + 1 + 1 = 3 (triteisme atau politeisme). Allah adalah satu Allah yang termanifestasi secara kekal dan bersama-sama di dalam tiga pribadi. Berikut ini merupakan ringkasan ajaran tentang Tritunggal. [21]

1. Allah Adalah Satu Dalam Esensi.

Esensial kesatuan dari Allah didasarkan pada Ulangan 6:4, “dengarlah, hai orang Isreal: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!” Kata “esa” adalah kata Ibrani “ekhad” yang berarti “gabungan kesatuan; satu kesatuan”. Pernyataan ini menekankan bukan hanya keunikan dari Allah tetapi juga kesatuan dari Allah (Bandingkan Yakobus 2:19). 

Ini berarti bahwa ketiga Pribadi secara esensi tidak terbagi. Kesatuan dari esensi ini juga menekankan bahwa ketiga Pribadi dari Tritunggal tidak berarti bertindak secara mandiri dan terpisah. Pernyataan ini penting dalam menangkal ajaran sesat Arianisme dan Socianisme yang menolak kesatuan esensi Anak dan Roh Kudus dengan Bapa.

2. Allah Adalah Tiga Dalam Pribadi.

Walau istilah “Pribadi” cenderung menimbulkan pemahaman keliru tentang kesatuan dalam Tritunggal, tetapi kata ini terus dipertahankan karena tidak ada kata lain yang lebih mendekati kebenaran yang disingkapkan Alkitab tentang Allah Tritunggal ini. 

Istilah “Pribadi” banyak menolong dalam menjelaskan Tritunggal, karena kata itu menekankan bukan hanya suatu manifestasi tetapi juga pribadi sebagai persona (individu). 

Dengan menyatakan bahwa Allah adalah tiga dalam kaitan dengan pribadi hal ini menekankan bahwa 

(1) adanya distingsi persona dalam Keallahan; 

(2) setiap Pribadi memiliki esensi yang sama dengan Allah; dan 

(3) setiap Pribadi memiliki kepenuhan Allah. Jadi, dalam Allah tidak ada tiga pribadi bersama dan terpisah satu sama lain, tetapi hanya perbedaan pribadi diantara esensi Ilahi. 

Pernyataan tersebut merupakan suatu perbedaan yang penting dari Modalisme atau Sabellianisme, yang mengajarkan bahwa satu Allah hanya memanifestasikan diriNya dalam tiga cara yang berbeda.

3. Setiap Pribadi Memiliki Relasi Yang Berbeda.

Diantara Tritunggal ada suatu relasi yang diekspresikan dalam arti subsistensi. Bapa tidak dilahirkan dan tidak berasal dari Pribadi manapun; Anak secara kekal berasal dari Bapa (Yohanes 1:18; 3:16,18; 1 Yohanes 4:9). 

Istilah-istilah yang digunakan untuk menjelaskan relasi diantara Trinitas adalah “generatio” dan “prosesi”. Istilah “generation” digunakan untuk menjelaskan bahwa dalam relasi Tritunggal Anak secara kekal lahir dari Bapa, Roh Kudus secara kekal berasal dari Bapa dan Anak (Yohanes 14:26; 16:7). 

Istilah “prosesi” digunakan untuk menjelaskan relasi Trinitarian Bapa dan Anak mengutus Roh Kudus. Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa istilah-istilah ini digunakan untuk menjelaskan relasi di antara Tritunggal dan tidak untuk menunjukkan bahwa salah satu pribadi lebih rendah dari pribadi-pribadi lainnya.[22]

4. Ketiga Pribadi Setara Dalam Kekekalan Dan Otoritas.

Meskipun istilah “generatio” dan “prosesi” dapat digunakan dalam hubungan dengan fungsi di antara Tritunggal, adalah penting untuk menyadari bahwa ketiga Pribadi adalah setara dalam kekekalan dan otoritas. Bapa diakui sebagai kekal dan berotoritas paling tinggi (1 Korintus 8:6); Anak juga diakui setara dengan Bapa dalam segala hal (Yohanes 5:21-23); Demikian juga Roh Kudus diakui setara dengan Bapa dan Anak (Matius 12:31)

5. Opera Ad Intra dan Opera Ad Extra

Istilah “Pribadi” dalam Tritunggal tidak dipakai untuk menunjukkan bahwa ada tiga Allah yang berbeda. Karena hanya ada satu Allah. Allah adalah satu keberadaan, adalah satu kesatuan, kesatuan dalam kejamakan. Esensi Ilahi tidak terbagi-bagi diantara ketiga Pribadi Ilahi tetapi secara penuh dengan segala kesempurnaan atribut Allah berada dalam setiap Pribadi. 

Kesatuan Tritunggal di Alkitab selalu dibicarakan dalam hal esensiNya seperti, misalnya : ketidakterbatasan, kemahatahuan, kemahakuasaan, kemahahadiran, kekekalan dan atribut-tribut lainnya. Bukan hanya itu, kesatuan dalam Keallahan juga termasuk kesatuan pikiran dan kehendak Ilahi. Karena Keallahan memiliki satu pikiran dan satu kehendak maka dengan demikian Keallahan hanya memiliki satu roh. [23] 

Menurut John Calvin Roh adalah hakikat dari seluruh esensi.[24] Itu sebabnya Westmister Shorter Cathechisme (Pertanyaan 4) mendeskrispsikan Allah sebagai berikut, “Allah adalah Roh, tidak terbatas, kekal, dan tidak berubah, dalam keberadaan, hikmatNya, KuasaNya, KekudusanNya, keadilanNya, kebaikanNya dan kebenaranNya.”[25] Dan sekali lagi, harus dimengerti bahwa kesatuan (keesaan) Allah selalu berada dalam area esensiNya.


Millard J. Erickson menjelaskan bahwa ketigaan dan keesaan Allah tidak dalam pengertian yang sama.[26] Formulasi Ortodoks menegaskan bahwa pada setiap saat Allah adalah tiga Pribadi namun pada saat yang sama mempertahankan kesatuan esensinya. 

Formulasi Ortodoks ini tidak mengatakan bahwa Allah Tritunggal itu satu sekaligus tiga menurut pengertian yang sama. Merupakan hal yang salah jika formulasi itu mengatakan bahwa Tritunggal itu satu esensi dan tiga esensi, atau Tritunggal itu satu Pribadi dan tiga Pribadi. 

Jadi saat kita membicarakan tentang ketigaan kita tidak boleh membuatnya menjadi bertentangan dengan kesatuanNya. Karena perbedaan Pribadi dalam Tritunggal tidak dimaksudkan sama artinya dengan perbedaan esensiNya. Ketigaan berkaitan dengan diversitas Keallahan tetapi bukan dalam esensi. 

Menurut penafsiran Ortodoks, distingsi Pribadi dalam Keallahan ini tidak pernah dibicarakan dalam area esensi Allah tetapi dalam area yang dikenal dengan istilah teologi “opera ad extra” dan “opera ad intra”. Secara tradisional para teolog menyebut “trinitas ekonomis” untuk istilah opera ad extra dan “trintas ontologis” untuk istilah opera ad intra.[27] 

Istilah opera ad extra mengacu kepada tindakan-tindakan yang dilakukan oleh ketiga Pribadi dalam kaitannya dengan dunia, penciptaan, providensi, dan anugerah. Ini adalah tindakan-tindakan yang bebas, karena Allah tidak berkewajiban untuk menciptakan atau mendatangkan keselamatan setelah kejatuhan. 

Istilah opera ad extra ini dikaitkan dengan Tritunggal ekonomis dimana Tritunggal dinyatakan dalam ciptaan dan keselamatan, yang bertindak dalam dunia kita di dalam sejarah. Sedangkan istilah opera ad intra mengacu pada tindakan-tindakan yang dilakukan oleh ketiga Pribadi dalam kaitannya dengan relasi-relasi internal Keallahan, tanpa berkaitan dengan ciptaan. 

Istilah opera ad intra ini dikaitkan dengan Tritunggal ontologis atau Tritunggal imanen dimana Tritunggal dalam diriNya sendiri, atau ketiga Pribadi ketika berelasi satu dengan yang lain tidak disangkutkan dengan ciptaan.
V. PENGERTIAN YANG SALAH TENTANG TRITUNGGAL

Ajaran tentang Allah Tritunggal ini begitu jelas diungkapkan di dalam Alkitab dan begitu penting bagi kehidupan Kristen, tetapi mengapa begitu sulit dipahami? Harus diakui, tidak ada penjelasan yang dapat secara tuntas menjelaskan tentang Tritunggal bagaimana pun akan ada hal-hal yang tetap menjadi misteri, tetapi bukannya tidak masuk akal. Sebab bagaimana mungkin Tuhan yang tidak terbatas dapat dipahami dan dikenali secara tuntas olah manusia ciptaan yang terbatas? 

C.S. Lewis menggambarkan pergumulan kita untuk memahami sifat Tuhan seperti suatu mahluk yang terbatas pada dua dimensi, tetapi berusaha mengerti dunia tiga dimensi.[28] Walaupun penalaran dan logika manusia tidak dapat memahami dan menjelaskan Allah Tritunggal secara tuntas, namun gereja mula-mula dipaksa untuk mempelajari subjek ini dan mengukuhkan kebenarannya sehubungan dengan munculnya pengajaran sesat yang menentang Tritunggal. 

Gereja di dalam sejarahnya telah menentang ajaran-ajaran yang salah dari para penentang Tritunggal. Pada berbagai abad yang telah dilewati beberapa orang telah membentuk konsep-konsep yang salah dan tidak Alkitabiah tentang Tritunggal. Pandangan-pandangan keliru tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam lima pandangan utama,[29] yaitu :

1. Triteisme.

Pandangan ini menolak keesaan Allah dan percaya pada tiga Allah. Dalam sejarah gereja mula-mula, John Ascunages dan John Philoponus mengajarkan bahwa ada tiga Allah dan ketiganya berhubungan dalam asosiasi yang bebas. Kesalahan dari pengajaran ini karena meninggalkan kesatuan di antara Tritunggal sebagai akibatnya mereka mengajarkan tiga Allah bukan tiga pribadi dari Allah yang Esa. 

Pandangan ini sama dengan Hinduisme yang memiliki dewa tiga serangkai yaitu: Brahma, Wisnu dan Syiwa, tetapi pandangan ini sama sekali berbeda dari pandangan Kristen Alkitabiah tentang Tritunggal. Tritunggal Kristen bukan bahwa Allah itu tiga dalam pengertian yang sama dengan pengertian keesaanNya. Allah bukanlah tiga pribadi dan pada pengertian yang sama adalah satu pribadi; juga Allah bukanlah tiga Allah dan satu Allah pada pengertian yang sama. Ajaran Tritunggal Kristen mengajarkan bahwa hanya ada satu Allah yang berdistingsi dalam tiga pribadi; Ia adalah tiga pribadi dalam satu Allah.

2. Monarkianisme.

Monarkianisme adalah pendahulu dari Sabellianisme. Monarkianisme mengajarkan bahwa Allah Anak hanya merupakan mode lain dari pernyataan Allah Bapa. Ada dua bentuk dari Monarkianisme, yaitu Adopsionisme dan Modalisme. 

Dalam bentuk adopsianistiknya, Monarkianisme yang diajarkan oleh Theodotos dari Byzantium (210 AD) memandang Yesus sebagai manusia yang diberikan kekuatan oleh Roh Kudus pada saat baptisanNya. Dalam bentuk modalistiknya, Monarkianisme mengajarkan bahwa satu Allah yang secara beragam memanifestasikan dirinya dalam tiga bentuk atau mode keberadaan (Modalisme). 

Di Gereja Barat, Monarkianisme yang modalistik dikenal sebagai Patri-passianisme. Nuetus dan Praxeas adalah pemimpin-pemimpin dalam gerakan ini yang mengajarkan Patripassianisme, yaitu Allah Bapa yang berinkarnasi di dalam Anak juga menderita di dalam Anak, di saat penyaliban. Di Gereja Timur, Monarkianisme yang modalistik dikenal dengan Sabellianisme.

3. Sabellianisme.

Sabellius dari Ptolemais (200 AD) menyatakan bahwa Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah tiga bentuk eksistensi atau tiga manifestasi dari satu Allah. Menurut Pandangan ini, Trinitas bukan berkaitan dengan natur Allah, tetapi hanya cara Allah dalam menyatakan diriNya. 

Pandangan ini mengajarkan bahwa sebagai Bapa, Allah adalah Pencipta dan Pemberi Hukum; sebagai Anak, Allah adalah Penyelamat; sebagai Roh Kudus, Allah melahirkan kembali dan menguduskan. Atau dengan cara lainnya, Sebellianisme mengajarkan bahwa Allah dikenal sebagai Bapa dalam Perjanjian Lama, sebagai Anak dalam kitab-kitab Injil; dan sebagai Roh Kudus untuk zaman ini. 

Sabellianisme dalam setiap kasus, percaya pada satu Pribadi saja yang mewujudkan diri dengan tiga cara. Pandangan ini juga dikenal sebagai “Trinitas Ekonomi”, yaitu: satu Allah yang mewujudkan diriNya dalam jabatan-jabatan berbeda pada ekonomi (administrasi/dispensasi) yang berbeda. Di Gereja Timur, Sabellianisme juga dikenal sebagai Monarkianisme yang modalistik. Sabellius ini diikuti oleh Abelard (1079-1142 AD) yang menyatakan bahwa nama Bapa untuk menyatakan kuasa; Putra untuk menyatakan hikmat; Roh Kudus untuk menyatakan kebaikan.

4. Arianisme.

Arius, seorang Penatua yang anti Trinitarian dari Alexadria mengajarkan Allah yang kekal yang esa dari Anak yang diperanakkan oleh Bapa, dan karena itu, Anak memiliki permulaan (diciptakan). Jadi Arius mengsubordinasikan Anak pada Bapa. Ia juga mengajarkan bahwa Roh Kudus adalah yang pertama diciptakan oleh Anak, karena segala sesuatu dijadikan oleh Anak. Arius beranggapan bahwa Allah Bapa adalah satu-satunya yang sama sekali tidak mempunyai permulaan. Bapa menciptakan Anak dan Roh Kudus dari ketiadaan sebagai tindakan penciptaan awal. Anak disebut Allah karena Ia datang langsung dari Allah dan sudah diberi kuasa untuk menciptakan. Arius dan ajarannya dinyatakan sesat pada konsili Nicea tahun 325 AD.

5. Socinianisme.

Socinus, pada abad keenam belas mengajarkan pandangan yang mirip dengan Arianisme. Socinianisme mengajarkan bahwa adalah keliru untuk mempercayai Pribadi-Pribadi dari Trinitas memiliki satu hakikat yang esa. Paham ini mengajarkan bahwa hanya ada satu zat ilahi yang terdiri hanya satu Pribadi. Walau mengikuti Arius, tetapi Socinus melampaui Arianisme dalam penyangkalannya tentang pra eksistensi Anak dan menganggap Anak hanya seorang manusia. 

Socinus mendefinisikan Roh Kudus sebagai kebajikan atau tenaga (energi) yang mengalir (keluar) dari Allah kepada Manusia. Pandangan Socianisme ini mempengaruhi Unitarianisme Inggris dan Deisme Inggris. Kebanyakan penganut Unitarianisme bukan penganut Deisme, tetapi semua penganut Deisme mempunyai konsep Unitarian tentang Allah. Garis bidat adalah Arianisme ke Socianisme ke Unitarianisme ke Deisme. Unitarianisme Amerika adalah turunan langsung dari Unitarianisme Inggris. MENGENAL ALLAH TRITUNGGAL.

[1] Tabb, Mark, ed., 2011. Theology. Terjemahan, Penerbit Yayasan Gloria : Yogyakarta, hal. 81.

[2] Evans, Tony., 1999. Teologi Allah: Allah Kita Yang Maha Agung. Terjemahan, Penerbit Kalam Hidup : Bandung, hal. 60.

[3] Cornish, Rick., 2007. Five Minute Theologian. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung, hal. 104

[4] Van Til, Cornelius., 2010. An Introduction to Systematic Theolog: Prolegomena and the Doctrine of Revelation, Scripture, and God. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta, hal. 403.

[5] Enns, Paul., 2014.The Moody Handbook of Theology, jilid 1 (edisi revisi) Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang, hal 216-217.

[6] Van Til, Cornelius., 2010. hal. 403.

[7] Tabb, Mark, Theology, hal. 81.

[8] Ibid.

[9] Erickson J. Millard., 2003. Christian theology. Jilid 1, terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang, hal. 516.

[10] Ryrie, Charles C., 1991. Basic Theology. Jilid 1, Terjemahan, Penerbit Andi Offset : Yoyakarta, hal. 72.

[11] Conner, Kevin J., 2004. The Fondation of Christian Doctrine. Terjemahan, Pernerbit Gandum Mas: Malang, hal. 131.

[12] Menzies, William W & Stanley M. Horton., 2003. Bible Doctrines: A Pentekcostal Perspective. Terjemahan, Penebit Gandum Mas : Malang, hal. 54.

[13] William, J. Rodman., 1996. Renewal Theology: Systematic Theology from a Charismatic Perspective. Grand Rapids: Zondervan, hal 129.

[14] Horton, Michael., 2017. Core Christianity. Terjemahan, Penerbit Katalis : Yogyakarta, hal. 44.


[15] Enns, Paul., The Moody Handbook of Theology, hal 216-217.

[16] Erickson J. Millard., Christian theology, hal. 516.

[17] Susabda, Yakub B., 2010. Mengenal dan Bergaul Dengan Allah. Penerbit Andi Offset : Yoyakarta, hal. 215-222.

Istilah sinonim untuk kata “esensi (Yunani “ousia”) adalah kata “hakikat”. Sedangkan sinonim untuk kata “subtansi” (Yunani “hypostasis”) adalah “pribadi, oknum, persona”. Kata Yunani “hypostasis berarti “sesuatu yang memiliki sebuah eksistensi yang konkret”. Dalam hal Tritunggal kata ini berarti “pribadi”. Karena itu diakhir kontroversi abad ke 4 kata ini merujuk kepada apa yang berdistingsi di dalam Allah, bagaimana Dia adalah tiga. Sementara itu kata “ousia” dikhususkan untuk satu keberadaan Allah. (Letham, Robert., 2011. The Holy Trinity: In Scripture, History, Theology, and Worship. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta, hal. 527).

[19] Sproul, R.C., 1997. Essential Truths of the Christian Faith. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang, hal. 43-44.

[20] Horton, Michael., Core Christianity. hal. 45.

[21] Enns, Paul., The Moody Handbook of Theology, hal 216-217.

[22] Pembedaan ini menurut para teolog dapat dilihat berdasarkan perbedaan ontologis dan ekonomi. Istilah ontologis bermaksud memaparkan bahwa yang mana Allah melakukan dua tindakan yang menghasilkan tingkatan dalam Tritunggal. Para teolog mendeskripsikan tindakan ini melalui pendekatan dalam dua istilah, “generation” and “procession” atau lebih tepatnya “diperanakan” dan “dikeluarkan dari”. Ini menunjuk kepada istilah bahwa Allah Bapa sendiri tidak diperanakkan atau Ia mendahului pribadi-pribadi yang lain; Allah Putera secara kekal “diperanakan” oleh Bapa dan Roh Kudus keluar dari Bapa dan Anak (filique) dari kekal sampai kekal. Akan tetapi “hirarki” ini harus dilihat bahwa ini bukan tingkatan untuk menyatakan bahwa Allah Bapa lebih tinggi dari pribadi lainnya atau lebih dahulu ada dari yang lainnya, melainkan ini merupakan tingkatan logis derivasi dan tidak sama sekali menyiratkan subordinasi seperti yang diajarkan Origenes karena di lihat dari kepemilikan esensi Ilahi. Pembedaan Ontologis ini memudahkan untuk melihat Tritunggal secara ekonomis, atau dapat dikatakan pembedaan ontologis mendasari untuk melihat secara ekonomis. Ekonomis disini bermakna bahwa setiap pribadi dari Allah Tritunggal ini mempunyai fungsi masing-masing dalam satu tujuan, Artinya masing-masing pribadi mempunyai peranan masing-masing dalam penggenapan karya. Allah Bapa berperan sebagai landasan karya Ilahi akan penciptaan dunia, Anak berperan sebagai pembawa wahyu bagi manusia, dan menjadi peraantara dari kehendak Bapa untuk penciptaan dan berperan sebagai penebus umat manusia yang jatuh ke dalam dosa, sementara Roh Kudus merupakan Pribadi yang berkuasa melahirbarukan manusia dan menginsafkan manusia akan dosa dan sebagai penghibur, “Penolong” yang lain.

[23] Penekanan bahwa Allah itu roh dan satu adanya ini penting karena ada orang tertentu yang mengajarkan bahwa masing-masing Pribadi dalam Keallahan memiliki roh yang terpisah satu sama lain. Ini jelas salah dan bertentangan dengan pernyataan-pernyataan Alkitab yang menunjukkan kesatuan esensi Keallahan. Alkitab mengajarkan bahwa Allah adalah roh (Lihat Yohanes 4:23-24). T.F. Torrance menjelaskan demikian, “Allah itu Roh dan sesungguhnya dikenal dan disembah sebagai Roh, karena itu natur khususnya dan keberadaaan (ousia) Allah yang kekal, apakah sebagai Bapa, Anak atau Roh Kudus, maka … keterkaitan Mereka pada dasarnya harus dipahami dan diekspresikan hanya secara rohani…. Kita harus memikirkan istilah-istilah (Bapa dan Anak) itu sebagai rujukan tanpa gambar kepada Bapa dan Anak tanpa gangguan dari gambar-gambar mahluk atau bentuk-bentuk pemikiran yang materiil. Dengan menjalin erat dalam pikiran kita gambar Bapa melalui Anak dan gambar Anak melalui Roh, kita dimampukan untuk merujuk kepada gambar-gambar yang diambil dari hubungan-hubungan manusia kita dengan Keallahan (Godhead) dalam cara rohani dan bukan dalam cara materiil atau cara mahluk”. (Douglas F. Kelly dalam artikel “Allah Yang Benar Dan Tritunggal: Doktrin Calvin Tentang Trinitas Yang Kudus” dalam buku Penuntun Ke Dalam Theologi Institutes Calvin, Terjemahan, penerbit Momentum: Jakarta, hal. 72-73). Artinya, kita seharusnya berpikir tentang Allah dalam suatu cara rohani yang sepantasnya hanya dengan mengambil pemikiran-pemikiran kita dari Kitab Suci yang dinyatakan. Istilah sinonim untuk kata sinonim untuk kata Yunani “ousia”) adalah kata “hakikat” atau “esensi”.

[24] Menurut Douglas F. Kelly bahwa dalam Institutes buku 1 pasal 10 spiritualitas Allah yang tidak terbatas diajarkan oleh John Calvin. Menurut Auguste Lecerf bahwa doktrin tentang ketidakterbatasan Allah sebagai pondasi dari Calvinisme. Douglas F. Kelly mengutip pernyataan John Calvin sebagai berikut: “Karena tidak sesuatu pun dapat meniadakan pandangan bahwa seluruh esensi Allah itu rohani, yang terdiri dari Bapa, Anak, dan Roh. Ini dijelaskan di Kitab Suci. Karena sebagaimana di sana kita mendengar Allah menyebut Roh, demikian juga kita mendengar Allah menyebut Roh Kudus, sehingga kita memahami bahwa Roh adalah suatu hakikat dari seluruh esensi, yang dikatakan tentang Allah dan dari Allah”. (Douglas F. Kelly dalam artikel “Allah Yang Benar Dan Tritunggal: Doktrin Calvin Tentang Trinitas Yang Kudus”, hal. 72).

[25] Williamson, G.I., 2012. Westminster Confession Of Faith. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta, hal. 23.

[26] Erickson J. Millard., 2003. Christian theology. Jilid 1, hal. 541

[27] Ryrie, Charles C., Basic Theology. Jilid 1, hal. 72-73.

[28] Lewis, C.S., 2006. Mere Christianity. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung, hal. 225-227.

[29] Lihat: Conner, Kevin J., 2004. The Fondation of Christian Doctrine. Terjemahan, Pernerbit Gandum Mas: Malang, hal. 144-145; Enns, Paul., 2004.The Moody Handbook of Theology, jilid 1 Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang, hal. 215-216; Ryrie, Charles C., 1991. Basic Theology. Jilid, Terjemahan, Penerbit Andi Offset : Yoyakarta, hal. 75-79.MENGENAL ALLAH TRITUNGGAL.
Next Post Previous Post