2 SAMUEL 1:17-27 (ISI NYANYIAN RATAPAN DAUD)

Pdt.Budi Asali, M.Div.
2 SAMUEL 1:17-27 (ISI NYANYIAN RATAPAN DAUD). 2 Samuel 1:17-27 - “(17) Daud menyanyikan nyanyian ratapan ini karena Saul dan Yonatan, anaknya, (18) dan ia memberi perintah untuk mengajarkan nyanyian ini kepada bani Yehuda; itu ada tertulis dalam Kitab Orang Jujur. (19) Kepermaianmu, hai Israel, mati terbunuh di bukit-bukitmu! Betapa gugur para pahlawan! (20) Janganlah kabarkan itu di Gat, janganlah beritakan itu di lorong-lorong Askelon, supaya jangan bersukacita anak-anak perempuan orang Filistin, supaya jangan beria-ria anak-anak perempuan orang-orang yang tidak bersunat! (21) Hai gunung-gunung di Gilboa! jangan ada embun, jangan ada hujan di atas kamu, hai padang-padang pembawa kematian! Sebab di sanalah perisai para pahlawan dilumuri, perisai Saul yang tidak diurapi dengan minyak. (22) Tanpa darah orang-orang yang mati terbunuh dan tanpa lemak para pahlawan panah Yonatan tidak pernah berpaling pulang, dan pedang Saul tidak kembali dengan hampa. (23) Saul dan Yonatan, orang-orang yang dicintai dan yang ramah, dalam hidup dan matinya tidak terpisah. Mereka lebih cepat dari burung rajawali, mereka lebih kuat dari singa. (24) Hai anak-anak perempuan Israel, menangislah karena Saul, yang mendandani kamu dengan pakaian mewah dari kain kirmizi, yang menyematkan perhiasan emas pada pakaianmu. (25) Betapa gugur para pahlawan di tengah-tengah pertempuran! Yonatan mati terbunuh di bukit-bukitmu. (26) Merasa susah aku karena engkau, saudaraku Yonatan, engkau sangat ramah kepadaku; bagiku cintamu lebih ajaib dari pada cinta perempuan. (27) Betapa gugur para pahlawan dan musnah senjata-senjata perang!”.
2 SAMUEL 1:17-27 (ISI NYANYIAN RATAPAN DAUD) - Pdt.Budi Asali, M.Div
I) Nyanyian ratapan Daud.

2 Samuel 1: 17-18: “(17) Daud menyanyikan nyanyian ratapan ini karena Saul dan Yonatan, anaknya, (18) dan ia memberi perintah untuk mengajarkan nyanyian ini kepada bani Yehuda; itu ada tertulis dalam Kitab Orang Jujur”.

1) Terjemahan.

KJV: ‘(17) And David lamented with this lamentation over Saul and over Jonathan his son: (18) Also he bade them teach the children of Judah (the use of) the bow: behold, it is written in the book of Jasher.’ [= (17) Dan Daud meratap dengan ratapan ini atas Saul dan atas Yonatan, anaknya: (18) Juga ia meminta mereka mengajar anak-anak Yehuda (penggunaan dari) busur: lihat, itu tertulis dalam kitab Yashar / orang jujur].

a) Sebenarnya kata-kata ‘the use of’ (= penggunaan dari) dalam KJV tidak ada, dan kebanyakan penafsir menganggap kata-kata itu harus dibuang, tetapi ada penafsir yang menganggap bahwa penyisipan / penyuplaian kata-kata itu perlu supaya kalimatnya jadi mempunyai arti.

NIV maupun NASB juga memberikan penyisipan (bagian yang saya garis-bawahi), yang seharusnya juga tidak ada.

NIV: ‘(17) David took up this lament concerning Saul and his son Jonathan, (18) and ordered that the men of Judah be taught this lament of the bow (it is written in the Book of Jashar):’.

NASB: ‘(17) Then David chanted with this lament over Saul and Jonathan his son, (18) and he told them to teach the sons of Judah the song of the bow; behold, it is written in the book of Jashar’.

b) Kata ‘bow’ (= busur) seharusnya memang ada, tetapi entah mengapa, kata itu dihapuskan dalam terjemahan Kitab Suci Indonesia.

2) Arti dari ‘bow’ (= busur).

Ada yang mengatakan bahwa ‘bow’ (= busur) merupakan nama alat musik. Tetapi pada umumnya para penafsir beranggapan bahwa kata ‘bow’ (= busur) ini merupakan judul dari nyanyian ratapan ini. Tetapi mengapa nyanyian ratapan ini diberi nama seperti itu?

a) Ada yang menganggap bahwa ini menunjuk pada keahlian orang-orang Filistin dalam menggunakan busur dan panah, sehingga berhasil membunuh Saul.

1Sam 31:3 - “Kemudian makin beratlah pertempuran itu bagi Saul; para pemanah menjumpainya, dan melukainya dengan parah”.

Penafsir dari The Biblical Illustrator menerima pandangan ini dan menerima juga penambahan kata-kata ‘the use of’ (= penggunaan dari) dalam KJV. Ia lalu menganggap bahwa Daud menyuruh sukunya (suku Yehuda) belajar menggunakan busur / panah, karena kekalahan Israel yang baru terjadi, disebabkan karena keahlian musuh / orang Filistin dalam menggunakan panah, dan kekurang-ahlian orang-orang Israel dalam menggunakan panah. Jadi, ini merupakan suatu perintah / anjuran untuk belajar dari kekalahan, dan belajar hal-hal yang baik dari musuh.

The Biblical Illustrator: Old Testament: “Learn the way to victory. David judged that if they were defeated by the bow they might yet win by the bow. It is right to learn from our adversaries. There is something to be learnt from Satan. If he goes about, let us be diligent; if he seeks whom he may devour, let us seek whom we may save; and if he watches carefully to find out our weak points, let us watch those whom we would bless to find out how we may best reach their hearts” (= Pelajarilah jalan menuju kemenangan. Daud menilai bahwa jika mereka dikalahkan oleh busur / panah, mereka juga bisa menang oleh busur / panah. Merupakan hal yang benar untuk belajar dari musuh-musuh kita. Ada sesuatu untuk dipelajari dari Iblis. Jika ia berkeliaran, hendaklah kita rajin; jika ia mencari siapa yang bisa ditelannya, hendaklah kita mencari siapa yang bisa kita selamatkan; dan jika ia memperhatikan dengan teliti untuk mengetahui kelemahan kita, hendaklah kita memperhatikan siapa yang akan kita berkati untuk mengetahui bagaimana kita bisa menjangkau hati mereka dengan cara yang terbaik).

Penerapan: misalnya belajar dari Saksi-Saksi Yehuwa, dalam kerajinan belajar ‘Firman Tuhan’, kerajinan dan semangat melayani dan memberitakan ‘Injil’, kerelaan mereka untuk berkorban untuk gerakan mereka, kedisiplinan mereka, dan dalam mendidik anak-anak untuk tenang dalam kebaktian!

Amsal 13:24 - “Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya”.

Amsal 29:15 - “Tongkat dan teguran mendatangkan hikmat, tetapi anak yang dibiarkan mempermalukan ibunya”.

Amsal 23:13-14 - “(13) Jangan menolak didikan dari anakmu ia tidak akan mati kalau engkau memukulnya dengan rotan. (14) Engkau memukulnya dengan rotan, tetapi engkau menyelamatkan nyawanya dari dunia orang mati”.

b) Ada yang menganggap bahwa kata ‘bow’ (= busur) ini menunjuk pada busur dari Yonatan.

Pulpit Commentary mengatakan bahwa kata ‘bow’ (= busur) ini tidak mungkin menunjuk pada keahlian menggunakan panah dari orang-orang Filistin, dan bahwa orang-orang Israel harus belajar dari mereka. Alasan yang diberikan adalah bahwa orang-orang Israel sendiri ahli dalam menggunakan panah.

1Taw 12:2 - “Mereka bersenjatakan panah, dan sanggup melontarkan batu dan menembakkan anak-anak panah dari busur dengan tangan kanan atau tangan kiri. Mereka itu dari saudara-saudara sesuku Saul, dari orang Benyamin”.

Karena itu, kata bow / busur itu harus menunjuk pada busur dari Yonatan. Bdk. 2 Samuel 1: 22 yang membicarakan panah (Inggris: ‘bow’) dari Yonatan.

2 Samuel 1: 22: “Tanpa darah orang-orang yang mati terbunuh dan tanpa lemak para pahlawan panah Yonatan tidak pernah berpaling pulang, dan pedang Saul tidak kembali dengan hampa”.

Ada 2 peristiwa di masa lalu yang mengingatkan Daud tentang panah / busur dari Yonatan, yaitu peristiwa dalam 1Sam 18:4 dan 1Sam 20:1-43.

1Samuel 18:4 - “Yonatan menanggalkan jubah yang dipakainya, dan memberikannya kepada Daud, juga baju perangnya, sampai pedangnya, panahnya dan ikat pinggangnya”.

1Samuel 20:18-22 - “(18) Kemudian berkatalah Yonatan kepadanya: ‘Besok bulan baru; maka engkau nanti akan ditanyakan, sebab tempat dudukmu akan tinggal kosong. (19) Tetapi lusa engkau pasti akan dicari; engkau harus datang ke tempat engkau bersembunyi pada hari peristiwa itu, dan duduklah dekat bukit batu. (20) Maka aku akan memanahkan tiga anak panah ke samping batu itu, seolah-olah aku membidik suatu sasaran. (21) Dan ketahuilah, aku akan menyuruh bujangku: Pergilah mencari anak-anak panah itu. Jika tegas kukatakan kepada bujang itu: Lihat anak-anak panah itu lebih ke mari, ambillah! - maka datanglah, sebab, demi TUHAN yang hidup, engkau selamat dan tidak ada bahaya apa-apa. (22) Tetapi jika begini kukatakan kepada orang muda itu: Lihat anak-anak panah itu lebih ke sana! - maka pergilah, sebab TUHAN menyuruh engkau pergi”.

Adam Clarke: “It was the time when that covenant was made, and that affection expressed between them ‘which was greater than the love of women.’” (= Itu adalah saat dimana perjanjian itu dibuat, dan kasih dinyatakan di antara mereka ‘yang lebih besar dari pada cinta perempuan-perempuan’).

3) Ratapan Daud tentang Saul dan Yonatan.

Kalau Daud meratapi Yonatan, maka itu bukanlah sesuatu yang aneh, karena Yonatan adalah orang beriman, saleh, dan saling mengasihi dengan Daud. Tetapi bahwa Daud juga meratapi Saul merupakan sesuatu yang luar biasa.

a) Saul adalah orang jahat.

Bdk. Amsal 11:10 - “Bila orang benar mujur, beria-rialah kota, dan bila orang fasik binasa, gemuruhlah sorak-sorai”.

Tetapi Daud bukannya bersorak-sorai atas kematian Saul, melainkan meratapinya.

b) Saul bersikap jahat terhadap Daud, dan sangat menyengsarakan kehidupan Daud untuk waktu yang sangat lama. Ini seharusnya menimbulkan kebencian dalam diri Daud kepada Saul, tetapi yang terjadi adalah: Daud meratapi kematian Saul.

Lalu mengapa Daud meratapi kematian Saul?

1. Mungkin ia meratapi kematian Saul karena ia melihat bahwa dalam diri Saul ada hal-hal yang hebat, yang seharusnya bisa berguna untuk kemuliaan Tuhan, tetapi ternyata semua itu disia-siakan.

Pulpit Commentary: “He had known Saul as the chosen of God; equipped for high enterprise in the kingdom of God, and in a position to prepare the pathway for the coming of a mightier king. Splendid opportunities arose; strong influences were brought to bear; but all in vain. Life’s mission failed. The noble work was not done. Fine abilities were wasted. Dishonoured, abandoned by God, covered with shame - the shame of an abortive life - he passed away. Simple death would have been glory and blessing as compared with this. What was true of Saul may be true of others and, unhappily, is too often the fact. God has a purpose in the life of every human being, and our business in this world is to comprehend the nature of that purpose and realize it in our experience. It is an unutterable disaster if, knowing why we are here, and possessing all the appliances and means of carrying out God’s will, we nevertheless pass away as unprofitable servants (Matt. 25:26-30). There are instances of frequent occurrence in which splendid abilities, robust health, excellent social position, fine openings for usefulness, are all wasted by the dominance of unholy passions, and men have to witness the sad spectacle of early promise issuing in a dishonoured name and premature grave” [= Ia telah mengenal Saul sebagai orang yang dipilih oleh Allah; diperlengkapi untuk kegiatan yang tinggi dalam kerajaan Allah, dan dalam suatu posisi untuk mempersiapkan jalan bagi datangnya raja yang lebih kuat / hebat. Kesempatan yang sangat bagus muncul; pengaruh yang kuat dibawa untuk dipikul / diemban; tetapi semua sia-sia. Missi dari kehidupan gagal. Pekerjaan yang mulia tidak dilakukan. Kemampuan-kemampuan yang bagus terbuang. Terhina, ditinggalkan oleh Allah, dipenuhi dengan rasa malu - rasa malu dari kehidupan yang gagal - ia mati. Kematian yang biasa akan merupakan kemuliaan dan berkat dibandingkan dengan kematiannya ini. Apa yang benar untuk Saul bisa benar tentang orang-orang lain, dan menyedihkannya, ini sering merupakan fakta. Allah mempunyai tujuan / rencana dalam kehidupan dari setiap orang, dan urusan kita dalam dunia ini adalah untuk mengerti sifat dari tujuan / rencana itu dan mewujudkannya dalam pengalaman kita. Merupakan suatu bencana yang tak terkatakan jika, tahu mengapa kita ada di sini, dan memiliki semua alat-alat dan cara-cara untuk melaksanakan kehendak Allah, tetapi kita mati sebagai pelayan-pelayan yang tak berguna (Matius 25:26-30). Ada contoh-contoh dari kejadian yang sering terjadi dalam mana kemampuan-kemampuan yang sangat bagus, kesehatan yang sehat, posisi sosial yang sangat bagus, pembukaan yang baik untuk kebergunaan, semuanya terbuang oleh penguasaan dari nafsu-nafsu yang tidak kudus, dan orang-orang harus menyaksikan pemandangan yang menyedihkan tentang pengharapan awal yang menghasilkan suatu nama yang hina dan kubur yang terlalu dini] - hal 13.

2. Mungkin ia tidak melihat Saul sebagai musuh pribadi, tetapi sebagai raja yang berani, yang mati karena membela negara / bangsanya.

Pulpit Commentary: “We observe also the nobleness of David’s nature in his total silence concerning himself, and his generous eulogy, not of Jonathan only, but also of Saul. The mean envy and the implacable jealousy of the latter are no more remembered, and he sees in him, not the personal foe, but the brave king who has fallen in his country’s cause” (= Kita memperhatikan juga kemuliaan dari sifat Daud dalam diam totalnya ia berkenaan dengan dirinya sendiri, dan kata-kata pujiannya yang murah hati untuk orang mati, bukan hanya tentang Yonatan, tetapi juga tentang Saul. Iri hati yang jahat dan kecemburuan yang keras kepala dari Saul tidak lagi diingat, dan ia melihat dalam dia, bukan seorang musuh pribadi, tetapi raja yang berani yang telah jatuh / mati karena perkara dari negaranya).

Ini menunjukkan bahwa Daud memandang Saul secara positif, bukan secara negatif. Ia hanya memperhatikan hal-hal yang baik dalam diri Saul, tetapi melupakan hal-hal buruk dalam diri Saul. Menurut saya, sebenarnya kalau hal seperti ini dilakukan secara extrim, juga bukan merupakan sesuatu yang baik, karena akan menyebabkan kita terus membiarkan kesalahan-kesalahan dalam diri seseorang. Tetapi perlu diingat bahwa Daud melakukan hal ini terhadap Saul, yang sudah mati.

Penerapan: bagaimana cara saudara menilai seseorang? Ada orang-orang yang terlalu kritis, yang selalu hanya menyoroti kejelekan seseorang. Orang seperti ini sebetulnya merugikan dirinya sendiri, karena akan kecewa / marah terhadap semua orang.

3. Allah mengatur ratapan Daud sebagai suatu TYPE.

The Biblical Illustrator: Old Testament: “David weeping over Saul is a type of Christ weeping over Jerusalem which rejected Him” (= Tangisan Daud atas Saul merupakan TYPE dari tangisan Kristus atas Yerusalem yang menolakNya).

Tentang ratapan Yesus atas Yerusalem, lihat Matius 23:37-39 - “(37) ‘Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau. (38) Lihatlah rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi. (39) Dan Aku berkata kepadamu: Mulai sekarang kamu tidak akan melihat Aku lagi, hingga kamu berkata: Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!’”.

The Biblical Illustrator: Old Testament: “DAVID’S LAMENT OVER SAUL. ... I see in this the spirit of forgiveness. There was enough in Saul’s dealings with David to have dulled the poignancy of grief, and even to have called up resentment. David’s conduct seems an anticipation of the Christian precept, not only to forgive, but to love your enemies” (= RATAPAN DAUD ATAS SAUL. ... Saya melihat dalam ratapan ini roh pengampunan. Ada cukup banyak hal dalam penanganan Saul terhadap Daud untuk memudarkan kepedihan dari kesedihan, dan bahkan untuk menimbulkan kebencian. Tingkah laku Daud kelihatannya merupakan suatu antisipasi dari ajaran Kristen, bukan hanya untuk mengampuni, tetapi mengasihi musuh).

4) Kitab orang jujur.

KJV/NKJV: ‘the book of Jasher’ (= kitab Yasher).

RSV/NIV/NASB: ‘the book of Jashar’ (= kitab Yashar).

Kitab Suci bahasa Inggris mentransliterasikan kata Yashar dari kata bahasa Ibraninya. Artinya memang ‘orang jujur / orang lurus’. Istilah itu hanya muncul di sini dan dalam Yos 10:13.

Yosua 10:13 - “Maka berhentilah matahari dan bulanpun tidak bergerak, sampai bangsa itu membalaskan dendamnya kepada musuhnya. Bukankah hal itu telah tertulis dalam Kitab Orang Jujur? Matahari tidak bergerak di tengah langit dan lambat-lambat terbenam kira-kira sehari penuh”.

Matthew Henry: “It is written in the book of Jasher, there it was kept upon record, and thence transcribed into this history. ... Even songs would be forgotten and lost if they were not committed to writing, that best conservatory of knowledge” (= Itu tertulis dalam kitab Yashar, di sana itu dicatat, dan kemudian dituliskan ke dalam sejarah ini. ... Bahkan lagu-lagu akan dilupakan dan hilang jika mereka tidak dituliskan, yang merupakan pengawetan dari pengetahuan).

Catatan: ada bermacam-macam pandangan tentang kitab orang jujur ini, tetapi saya anggap tidak penting. Saya berikan kutipannya di bawah ini, tanpa terjemahan.

The Biblical Illustrator: Old Testament: “The book of Jasher: - There is great diversity of opinion as to ‘the book of Jasher,’ or, as it is given in the margin, ‘the book of the upright.’ It is mentioned only here and in Josh 10:13. Here are some of the opinions concerning it which seem to us more or less probable: 1. That it was a book of upright or authentic records or chronicles, probably those of the high priest, and from which much of the Old Testament history was compiled. 2. That Yashar ‘is better taken as a collective term for Israelites, like y’sharim in Num 23:10; Ps 111:1; and so translated Book of the Israelites, i.e. national book’ (Fuerst). The same theory is put thus by Mr. Aldis Wright: ‘The book of Jasher... so called because it contained the relation of the deeds of the people of Israel, who are elsewhere spoken of under the symbolical name Jeshurun. 3. That it was a collection of state poems, written by some one named Jasher, and probably a continuation of ‘the book of the wars of Jehovah’ (Num 21:14). 4. Others assert that it was a collection of national songs, and in proof of this allege that Yashar is equivalent to Hashshir, the song or poem. 5. That the book of Jasher contained the deeds of national heroes of all ages ‘celebrated in verse, and included Joshua’s victory over the five kings of the Amorites (Josh 10.), and David’s lament over Saul and Jonathan. 6. That it was a choice collection of ancient songs, and was called ‘the book of the just or upright,’ because it celebrated the praise of upright men. We may fairly conclude that it was written in verse ‘from the only specimens extant, which exhibit unmistakable signs of metrical rhythm’; but with regard to the contents nothing can be confidently affirmed” (= ).

Bil 21:14 - “Itulah sebabnya dikatakan dalam kitab peperangan TUHAN: ‘Waheb di Sufa dan lembah-lembah ke sungai Arnon”.

IVP Bible Background Commentary: Old Testament: “Book of Jashar. It is inferred that the Book of Jashar contained ancient poetic accounts of heroic deeds (the only other reference to it is in Josh 10:13). It has not been preserved. The title ‎Jashar ‎could be the adjective ‘upright’ or a form of the Hebrew verb ‘sing.’” (= ).

Sekarang, jelas bahwa kitab orang jujur / the book of Yashar ini sudah tidak ada. Ini jelas bukan termasuk dalam Alkitab. Lalu mengapa penulis kitab Samuel mengutip dari kitab ini? Hal-hal seperti ini digunakan oleh Yakub Tri untuk membenarkan dirinya pada waktu mengatakan Yudas mengutip dari kitab Henokh. Saya menjawab: tak ada salahnya penulis Alkitab mengutip kata-kata orang lain dari suatu kitab, selama ia melakukan pengutipan itu dibawah pimpinan Roh Kudus, tetapi itu sangat berbeda dengan kalau penulis Alkitab mengutip dari suatu kitab yang palsu(memalsu nama Henokh, yang jelas bukan penulis kitab itu) dan sesat. Saya tidak percaya Roh Kudus mau memimpin penulis Alkitab untuk mengutip dari suatu kitab yang palsu dan sesat!

II) Isi dari nyanyian ratapan Daud.

1) 2 Samuel 1: 19: “Kepermaianmu, hai Israel, mati terbunuh di bukit-bukitmu! Betapa gugur para pahlawan!”.

KJV: ‘The beauty of Israel is slain upon thy high places: how are the mighty fallen!’ (= Keindahan dari Israel terbunuh di bukit-bukitmu: betapa jatuh / gugur orang-orang perkasa).

Kata ‘the beauty’ (= keindahan) dalam bahasa Ibrani ada dalam bentuk tunggal, dan kata ‘the mighty’ (= orang perkasa) dalam bahasa Ibrani ada dalam bentuk jamak. Karena itu ada yang menafsirkan bahwa kata pertama menunjuk kepada Yonatan saja, dan kata kedua menunjuk kepada Saul dan Yonatan. Tetapi ada juga yang menganggap bahwa keduanya menunjuk kepada Saul dan Yonatan.

The Biblical Illustrator: Old Testament: “How is the mighty fallen! - fallen under the superior power of death! - Death, the king of terrors, the conqueror of conquerors; whom riches cannot bribe, nor power resist; whom goodness cannot soften, nor dignity and loyalty deter, or awe to a reverential distance. Death intrudes into palaces as well as cottages; and arrests the monarch as well as the slave. ... Death sweeps off thousands of our fellow-subjects every year. Our neighbours, like leaves in autumn, drop into the grave, in a thick succession; and our attendance upon funerals is almost as frequent and formal as our visits of friendship or complaisance. Yet how few realise the thought that they must die! Pilgrims and strangers imagine themselves everlasting residents; and make this transitory life their all, as if earth was to be their eternal home; as if eternity was but a fairy land, and heaven and hell but majestic chimeras” [= Betapa gugur orang-orang perkasa! - gugur di bawah kuasa yang lebih besar dari kematian! - Kematian, raja dari rasa takut / ngeri, penakluk dari penakluk-penakluk; yang tidak bisa disuap oleh kekayaan, ataupun ditahan / ditolak oleh kekuasaan; yang tidak bisa dilembutkan oleh kebaikan, ataupun dihalangi oleh martabat dan kesetiaan, atau dihormati / ditakuti pada suatu jarak yang terhormat (?). Kematian masuk ke dalam istana-istana maupun gubuk-gubuk; dan menawan / menangkap raja maupun budak. ... Kematian menyapu ribuan dari rekan warga negara kita setiap tahun. Tetangga / sesama kita, seperti daun-daun di musim gugur, jatuh ke dalam kuburan, dalam rangkaian / iring-iringan yang tebal; dan kehadiran kita di penguburan hampir sama sering dan teraturnya seperti kunjungan persahabatan atau kesopanan. Tetapi betapa sedikit yang menyadari pemikiran bahwa mereka harus mati! Peziarah-peziarah dan orang-orang asing mengkhayalkan tempat tinggal yang kekal; dan membuat kehidupan yang fana ini sebagai segala sesuatu, seakan-akan bumi akan menjadi rumah kekal mereka; seakan-akan kekekalan hanyalah merupakan tanah / negeri bohong, dan surga dan neraka hanyalah gagasan tak masuk akal yang megah].

Bdk. Ibrani 9:27 - “Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi”.

Mazmur 90:9-10,12 - “(9) Sungguh, segala hari kami berlalu karena gemasMu, kami menghabiskan tahun-tahun kami seperti keluh. (10) Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap. ... (12) Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana”.

Mazmur 39:5-7 - “(5) ‘Ya TUHAN, beritahukanlah kepadaku ajalku, dan apa batas umurku, supaya aku mengetahui betapa fananya aku! (6) Sungguh, hanya beberapa telempap saja Kautentukan umurku; bagiMu hidupku seperti sesuatu yang hampa. Ya, setiap manusia hanyalah kesia-siaan! Sela (7) Ia hanyalah bayangan yang berlalu! Ia hanya mempeributkan yang sia-sia dan menimbun, tetapi tidak tahu, siapa yang meraupnya nanti”.

2) 2 Samuel 1: 20: “Janganlah kabarkan itu di Gat, janganlah beritakan itu di lorong-lorong Askelon, supaya jangan bersukacita anak-anak perempuan orang Filistin, supaya jangan beria-ria anak-anak perempuan orang-orang yang tidak bersunat!”.

a) Tidak bersunat.

IVP Bible Background Commentary: Old Testament: “Circumcision was practiced by many different peoples in the ancient Near East ... but not by the Philistines. The comment here has little to do with physical attributes or sociological practices, but is an ethnic designation that for the Israelites is a sign of the covenant” (= Sunat dipraktekkan oleh banyak bangsa yang berbeda di Timur Dekat kuno ... tetapi tidak oleh orang-orang Filistin. Komentar di sini hanya mempunyai sedikit hubungan dengan sifat-sifat fisik atau praktek-praktek kemasyarakatan, tetapi merupakan suatu penandaan etnis yang bagi orang-orang Israel merupakan tanda dari perjanjian).

b) Gat dan Askelon.

IVP Bible Background Commentary: Old Testament: “Gath and Ashkelon were two of the five principal cities of the Philistines” (= Gat dan Askelon adalah dua dari lima kota utama dari orang-orang Filistin).

Barnes’ Notes: “Gath, the royal city of Achish ... Askelon, the chief seat of worship” (= Gat, kota kerajaan dari Akhis ... Askelon, kedudukan utama dari penyembahan / ibadah).

The Bible Exposition Commentary: Old Testament: “Gath was the capital city of the Philistines where the leaders would rejoice at their victory, and Ashkelon was the chief religious center, where the people would give thanks to their idols for helping their army defeat Israel” (= Gat adalah ibu kota dari Filistin dimana para pemimpin akan bersukaria atas kemenangan mereka, dan Askelon adalah pusat agamawi yang terutama, dimana bangsa itu akan bersyukur kepada berhala-berhala mereka untuk menolong tentara mereka mengalahkan Israel).

c) Jangan memberitakan berita yang menyedihkan dalam kalangan kita ke kalangan musuh.

Sebetulnya kata-kata Daud di sini merupakan sesuatu yang aneh. Bukankah orang-orang Filistin pasti tahu kalau Saul dan Yonatan mati? Tetapi bagaimanapun pointnya adalah: jangan memberitakan apapun kepada musuh yang akan membuat mereka makin bersukacita dan makin bersemangat.

Keil & Delitzsch: “The tidings of this mourning were not to be carried out among the enemies of Israel, lest they should rejoice thereat. Such rejoicing would only increase the pain of Israel at the loss it had sustained” (= Kabar dari perkabungan ini tidak boleh dibawa ke antara musuh-musuh Israel, supaya jangan mereka bersukacita karenanya. Sukacita seperti itu hanya akan meningkatkan rasa sakit dari Israel karena kehilangan yang telah dideritanya).

Pulpit Commentary: “The sins of professors are to be the subject of silent sorrow, and, when possible, of Church discipline; not to be paraded before the world, as though such free publicity were a due chastisement for their unfaithfulness. The spirit that can readily go and ‘tell it in Gath’ is not the spirit of Christ” (= Dosa-dosa dari orang-orang percaya harus menjadi subyek / pokok dari kesedihan yang diam, dan pada waktu dimungkinkan, dari disiplin gereja; bukan untuk dipamerkan di hadapan dunia, seakan-akan publisitas bebas seperti itu merupakan hajaran yang pantas untuk ketidak-setiaan mereka. Roh / semangat yang bisa dengan mudah / cepat pergi dan ‘memberitakannya di Gat’ bukanlah roh / semangat Kristus) - hal 15.

The Biblical Illustrator : Old Testament: “Death is not the only fall. Men fall morally. The mighty men of the church fall like stars from heaven. The great preacher becomes a debauchee. The trusted professor is caught in fraud. The feet of the strong are tripped up. And there are men who delight in telling these things in Gath and Askelon!” (= Kematian bukanlah satu-satunya kejatuhan. Manusia jatuh secara moral. Orang-orang perkasa dari gereja jatuh seperti bintang-bintang dari surga / langit. Pengkhotbah yang besar menjadi seorang yang bejad. Orang percaya yang dipercayai ditangkap dalam penipuan / penggelapan. Kaki dari orang-orang kuat tersandung. Dan ada orang-orang yang senang dalam menceritakan hal-hal ini di Gat dan Askelon!).

3) 2 Samuel 1: 21: “Hai gunung-gunung di Gilboa! jangan ada embun, jangan ada hujan di atas kamu, hai padang-padang pembawa kematian! Sebab di sanalah perisai para pahlawan dilumuri, perisai Saul yang tidak diurapi dengan minyak”.

a) Ay 3b menunjukkan bahwa perisai Saul dilumuri dengan darah (darah Saul sendiri), dan tidak diminyaki. Perisai biasanya diminyaki kalau mau digunakan untuk perang (bdk Yes 21:5) karena bisa membuatnya lebih kuat dan sukar ditembus (Jamieson, Fausset & Brown).

Yesaya 21:5 - “Orang sibuk menyajikan hidangan, mengatur tempat-tempat duduk, makan, minum ........ Tiba-tiba kedengaran: ‘Hai para panglima! Siaplah tempur, minyakilah perisai!’”.

b) 2 Samuel 1: 3a merupakan kutukan pada gunung-gunung di Gilboa.

Keil & Delitzsch mengatakan bahkan alampun harus bergabung dalam perkabungan karena kematian Saul dan Yonatan ini. Karena itu hendaklah Allah menahan berkatNya dari gunung-gunung dimana para pahlawan itu gugur.

4) 2 Samuel 1: 22: “Tanpa darah orang-orang yang mati terbunuh dan tanpa lemak para pahlawan panah Yonatan tidak pernah berpaling pulang, dan pedang Saul tidak kembali dengan hampa”.

Matthew Henry: “His sword returned not empty, but satiated with blood and spoil, v. 22. His disgrace and fall at last must not make his former successes and services to be forgotten. Though his sun set under a cloud, time was when it shone brightly” (= Pedangnya tidak kembali dengan hampa, tetapi dikenyangkan dengan darah dan barang rampasan, ay 22. Hal yang memalukan dan kejatuhannya pada akhirnya tidak boleh membuat kesuksesan dan pelayanannya yang terdahulu dilupakan. Sekalipun mataharinya terbenam di bawah awan, ada saat dimana ia bersinar dengan terang).

5) 2 Samuel 1: 23: “Saul dan Yonatan, orang-orang yang dicintai dan yang ramah, dalam hidup dan matinya tidak terpisah. Mereka lebih cepat dari burung rajawali, mereka lebih kuat dari singa”.

The Bible Exposition Commentary: Old Testament: “Jonathan knew that his father had disobeyed God and sinned against David, yet he stayed at his side in the fight” (= Yonatan tahu bahwa ayahnya telah tidak mentaati Allah dan berdosa terhadap Daud, tetapi ia tetap ada di sisinya dalam pertempuran).

Keil & Delitzsch: “In death as in life, the two heroes were not divided, for they were alike in bravery and courage. Notwithstanding their difference of character, and the very opposite attitude which they assumed towards David, the noble Jonathan did not forsake his father, although his fierce hatred towards the friend whom Jonathan loved as his own soul might have undermined his attachment to his father”(= Dalam hidup maupun dalam kematian, kedua pahlawan itu tidak terpisah, karena mereka sama dalam keberanian. Sekalipun ada perbedaan di antara mereka dalam karakter, dan mereka mempunyai sikap yang sangat berlawanan terhadap Daud, Yonatan yang mulia tidak meninggalkan ayahnya, sekalipun kebencian yang dahsyat dari Saul terhadap sahabat, yang Yonatan kasihi seperti dirinya sendiri, bisa telah merusak / mengurangi kasih sayangnya kepada ayahnya).

Penerapan:

a) Pada waktu ada ketidak-senangan satu sama lain di antara anak-anak Tuhan / orang-orang Kristen, maka pemikiran tentang ‘musuh-musuh’ kita, baik orang-orang sesat, nabi-nabi palsu, orang-orang yang anti Kristen, khususnya setan sendiri, harus tetap membuat kita menjaga kesatuan kita!

b) Tetapi ingat bahwa Yonatan bersikap seperti ini terhadap Saul, yang secara lahiriah masih tetap berjuang untuk bangsa Israel. Sikap seperti ini tidak boleh diterapkan secara extrim dengan tetap setia kepada orang-orang yang betul-betul sesat!

Bdk. Ulangan 13:1-10 - “(1) Apabila di tengah-tengahmu muncul seorang nabi atau seorang pemimpi, dan ia memberitahukan kepadamu suatu tanda atau mujizat, (2) dan apabila tanda atau mujizat yang dikatakannya kepadamu itu terjadi, dan ia membujuk: Mari kita mengikuti allah lain, yang tidak kaukenal, dan mari kita berbakti kepadanya, (3) maka janganlah engkau mendengarkan perkataan nabi atau pemimpi itu; sebab TUHAN, Allahmu, mencoba kamu untuk mengetahui, apakah kamu sungguh-sungguh mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu. (4) TUHAN, Allahmu, harus kamu ikuti, kamu harus takut akan Dia, kamu harus berpegang pada perintahNya, suara-Nya harus kamu dengarkan, kepadaNya harus kamu berbakti dan berpaut. (5) Nabi atau pemimpi itu haruslah dihukum mati, karena ia telah mengajak murtad terhadap TUHAN, Allahmu, yang telah membawa kamu keluar dari tanah Mesir dan yang menebus engkau dari rumah perbudakan - dengan maksud untuk menyesatkan engkau dari jalan yang diperintahkan TUHAN, Allahmu, kepadamu untuk dijalani. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu. (6) Apabila saudaramu laki-laki, anak ibumu, atau anakmu laki-laki atau anakmu perempuan atau isterimu sendiri atau sahabat karibmu membujuk engkau diam-diam, katanya: Mari kita berbakti kepada allah lain yang tidak dikenal olehmu ataupun oleh nenek moyangmu, (7) salah satu allah bangsa-bangsa sekelilingmu, baik yang dekat kepadamu maupun yang jauh dari padamu, dari ujung bumi ke ujung bumi, (8) maka janganlah engkau mengalah kepadanya dan janganlah mendengarkan dia. Janganlah engkau merasa sayang kepadanya, janganlah mengasihani dia dan janganlah menutupi salahnya, (9) tetapi bunuhlah dia! Pertama-tama tanganmu sendirilah yang bergerak untuk membunuh dia, kemudian seluruh rakyat. (10) Engkau harus melempari dia dengan batu, sehingga mati, karena ia telah berikhtiar menyesatkan engkau dari pada TUHAN, Allahmu, yang telah membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari rumah perbudakan”.

Bandingkan juga dengan Imamat 10:1-7 - “(1) Kemudian anak-anak Harun, Nadab dan Abihu, masing-masing mengambil perbaraannya, membubuh api ke dalamnya serta menaruh ukupan di atas api itu. Dengan demikian mereka mempersembahkan ke hadapan TUHAN api yang asing yang tidak diperintahkanNya kepada mereka. (2) Maka keluarlah api dari hadapan TUHAN, lalu menghanguskan keduanya, sehingga mati di hadapan TUHAN. (3) Berkatalah Musa kepada Harun: ‘Inilah yang difirmankan TUHAN: Kepada orang yang karib kepadaKu Kunyatakan kekudusanKu, dan di muka seluruh bangsa itu akan Kuperlihatkan kemuliaanKu.’ Dan Harun berdiam diri. (4) Kemudian Musa memanggil Misael dan Elsafan, anak-anak Uziel, paman Harun, lalu berkatalah ia kepada mereka: ‘Datang ke mari, angkatlah saudara-saudaramu ini dari depan tempat kudus ke luar perkemahan.’ (5) Mereka datang, dan mengangkat mayat keduanya, masih berpakaian kemeja, ke luar perkemahan, seperti yang dikatakan Musa. (6) Kemudian berkatalah Musa kepada Harun dan kepada Eleazar dan Itamar, anak-anak Harun: ‘Janganlah kamu berkabung dan janganlah kamu berdukacita, supaya jangan kamu mati dan jangan TUHAN memurkai segenap umat ini, tetapi saudara-saudaramu, yaitu seluruh bangsa Israel, merekalah yang harus menangis karena api yang dinyalakan TUHAN itu. (7) Janganlah kamu pergi dari depan pintu Kemah Pertemuan, supaya jangan kamu mati, karena minyak urapan TUHAN ada di atasmu.’ Mereka melakukan sesuai dengan perkataan Musa”.

Matthew Henry: “Their brethren were cut off for their transgression by the immediate hand of God, and therefore they must not mourn for them lest they should seem to countenance the sin, or impeach the justice of God in the punishment. ... Note, The public concerns of God’s glory ought to lie nearer our hearts than any private affections of our own” (= Saudara-saudara mereka dibunuh karena pelanggaran mereka, langsung oleh tangan Allah, dan karena itu mereka tidak boleh berkabung untuk mereka, supaya jangan mereka kelihatannya menyetujui dosa, atau menuduh keadilan Allah dalam penghukuman itu. ... Perhatikan, perhatian / kepentingan umum tentang kemuliaan Allah seharusnya berada lebih dekat dengan hati kita dari pada kasih sayang pribadi apapun dari diri kita sendiri).

6) 2 Samuel 1: 24-25: “(24) Hai anak-anak perempuan Israel, menangislah karena Saul, yang mendandani kamu dengan pakaian mewah dari kain kirmizi, yang menyematkan perhiasan emas pada pakaianmu. (25) Betapa gugur para pahlawan di tengah-tengah pertempuran! Yonatan mati terbunuh di bukit-bukitmu”.

Daud bukan hanya meratapi kematian Saul dan Yonatan, tetapi lebih dari itu, ia meminta / memerintahkan orang-orang lain untuk juga meratapi kematian mereka. Perasaan / sikap / tingkah laku yang baik memang harus ditularkan kepada orang-orang lain.

7) 2 Samuel 1: 26: “Merasa susah aku karena engkau, saudaraku Yonatan, engkau sangat ramah kepadaku; bagiku cintamu lebih ajaib dari pada cinta perempuan”.

a) Tentu bukan seadanya ‘cinta perempuan’ yang dibicarakan oleh Daud. Perhatikan ‘cinta perempuan’ yang hebat dalam kutipan / cerita di bawah ini.

The Biblical Illustrator: Old Testament: “The love of woman: - A young man named James Rivers was engaged to be married to a young woman named Ellen Boone. The time for their wedding was not far off when the war broke out. Then the wedding was put off. James went to the war. Battle after battle was fought, and he conducted himself like a brave soldier as he was. He was promoted again and again. His letters home were all full of hope and encouragement. The time passed swiftly on, and everyone was hoping that the sad strife would soon be ended. Then came the greatest struggle of the war. Thousands fell on both sides and sorrow took her seat by many firesides. Ellen Boone received a letter one day written in a strange hand. She hastily tore it open, and read as follows: ‘Dear Ellen, - These lines are written for me by the ward master of the hospital. In the last battle I lost my arms. They have both been taken off close to the shoulder, and now I am a cripple for life. I send this note to tell you that you mustn’t think anything more of marrying me. I can never care for you now, as a husband ought to care for a good wife, as you would be. You are released from all the precious promises you have given me. They say I am doing well. Our regiment was badly cut up. Affectionately yours, James Rivers.’ No answer was ever written to that letter. James Rivers was alone for a few days in the great hospital, but he was not alone one day longer than it took to make a certain journey. One afternoon there were quiet footsteps on the hospital stairs and a lady was seen walking hastily down the aisle that led to the place where the armless soldier was lying. All the patients in the hospital were astonished when they saw her kneel down at his bedside and put her arms tenderly round his neck. And then she spoke the best words of all her life: ‘James, don’t mind the lost arms too much. You are dearer to me now than when you had them. I will never let you leave me again.’” (= Cinta dari perempuan: - Seorang laki-laki muda bernama James Rivers berjanji untuk menikah dengan seorang perempuan muda bernama Ellen Boone. Saat pernikahan mereka sudah dekat ketika pecah perang. Lalu pernikahan itu ditunda. James pergi berperang. Pertempuran demi pertempuran dilakukan, dan ia bersikap sebagai seorang tentara yang berani. Ia dipromosikan / naik pangkat berulang-ulang. Surat-suratnya ke rumah semuanya penuh dengan pengharapan dan memberikan semangat. Waktu berlalu dengan cepat, dan setiap orang berharap supaya perang itu akan segera berakhir. Lalu datanglah pertempuran besar dari perang itu. Ribuan orang jatuh / mati dari kedua pihak dan kesedihan ada di banyak tempat duduk dekat perapian. Pada suatu hari Ellen Boone menerima sebuah surat yang ditulis oleh tangan yang tak dikenal. Dengan tergesa-gesa ia membuka surat itu, dan membaca sebagai berikut: ‘Ellen yang terkasih, - Baris-baris ini dituliskan untukku oleh pimpinan bangsal rumah sakit. Dalam pertempuran yang terakhir aku kehilangan lengan-lenganku. Keduanya dipotong dekat dengan bahu, dan sekarang aku cacat seumur hidup. Aku menuliskan surat ini untuk memberitahumu supaya jangan berpikir lagi untuk menikahiku. Sekarang aku tidak pernah bisa memeliharamu, sebagaimana seorang suami seharusnya memelihara seorang istri yang baik, sebagaimana engkau akan jadi. Engkau dibebaskan dari semua janji-janji berharga yang telah engkau berikan kepadaku. Mereka berkata aku baik-baik saja. Resimen kami dipotong-potong / dikalahkan dengan buruk. Dengan penuh kasih sayang, James Rivers.’ Tak ada jawaban yang pernah ditulis kepada surat itu. James Rivers berada sendirian untuk beberapa hari dalam rumah sakit yang besar, tetapi ia tidak sendirian satu haripun lebih lama dari yang dibutuhkan untuk membuat perjalanan tertentu. Suatu siang / sore hari ada langkah-langkah kaki yang tenang di tangga rumah sakit dan seorang wanita terlihat berjalan dengan tergesa-gesa di lorong yang mengarah pada tempat dimana tentara yang tak berlengan itu terbaring. Semua pasien di rumah sakit itu terheran-heran ketika mereka melihatnya berlutut pada sisi ranjang tentara itu dan merangkulkan lengannya dengan lembut pada lehernya. Dan lalu ia mengatakan kata-kata terbaik dalam seluruh hidupnya: ‘James, jangan terlalu pikirkan lengan-lengan yang hilang. Engkau lebih aku sayangi sekarang dari pada ketika engkau mempunyai lengan-lengan itu. Aku tidak akan pernah membiarkan engkau meninggalkan aku lagi’.).

b) Bagi Daud, cinta Yonatan lebih dari ‘cinta perempuan’!

Matthew Henry: “See here, [1.] That nothing is more delightful in this world than a true friend, that is wise and good, that kindly receives and returns our affection, and is faithful to us in all our true interests. [2.] that nothing is more distressful than the loss of such a friend; it is parting with a piece of one’s self. It is the vanity of this world that what is most pleasant to us we are most liable to be distressed in. The more we love the more we grieve” [= Lihatlah di sini, (1) Bahwa tak ada apapun yang lebih menyenangkan dalam dunia ini dari pada seorang sahabat yang sejati, yang bijaksana dan baik, yang dengan baik menerima dan membalas kasih kita, dan yang setia kepada kita dalam semua kepentingan kita yang benar. (2) bahwa tidak ada apapun yang lebih menyedihkan dari pada kehilangan sahabat seperti itu; itu adalah berpisah dengan potongan dari diri kita sendiri. Merupakan kesia-siaan dari dunia ini bahwa apa yang paling menyenangkan bagi kita adalah apa yang paling bisa menyebabkan kita sedih. Makin kita mengasihi, makin kita sedih].

The Biblical Illustrator: Old Testament: “JONATHAN WAS THE MODEL OF - A LOVING - FRIEND. A friend is good for nothing unless he really loves us. And the better he loves us, the more his friendship is worth. ... There is a well-known story of two men, who lived about four hundred years before the birth of Christ, that comes in very nicely here. Their names were Damon and Pythias. They were educated men, and what were called - philosophers - in those days, and were very warm friends. Some one accused Damon to Dionysius, the king of the country, of doing something that made him very angry. Kings, in those days, had the power of life and death in their own hands. So Dionysius ordered Damon to be put to death. Before this sentence was executed, Damon begged to be allowed to go home ‘and arrange the affairs of his family.’ The king said he might go, if he could get some one to take his place in prison, and to die for him, if he did not come back by the time fixed for the execution. As soon as his friend Pythias heard of this, he came and offered to take his place. He was put in prison, and Damon went to visit his family. The day fixed for the execution arrived, and Damon had not returned. He had to cross the sea to get back, and the wind had been ahead for several days. A platform had been erected, on which the execution was to take place, and the king sat by, on a sort of throne. Pythias was brought out for execution. He asked permission to say a few words to the crowd of spectators. Permission was granted. ‘My countrymen,’ said he, ‘this is a happy day for me. I am not only willing, but glad to die in the place of my friend Damon. I am thankful that the wind has kept him back. He will be here to-morrow. And it will be found that he has done nothing wrong. He is an honest, upright, honourable man, and I am glad of the opportunity to shed my blood in order to save his life. Executioner, do your duty.’ Just as he had finished speaking, a voice was heard in the distance crying - ‘Stop the execution!’ The crowd around the scaffold took up the cry, and exclaimed, in a voice of thunder - ‘Stop the execution!’ The execution was stopped. Presently, panting, and out of breath, Damon appeared. He mounted the scaffold. He embraced his friend Pythias; and said how happy he was that a change of wind had allowed him to get there just in time to save his life. ‘And now,’ said he, ‘I am ready to die.’ ‘If I may not die for you,’ said Pythias, ‘I ask the king to let me die with you; for I have no wish to live any longer in this world, when my friend Damon, whom I have loved so truly, is taken out of it.’” (= YONATAN ADALAH MODEL DARI - SEORANG SAHABAT YANG MENGASIHI. Seorang sahabat tidak baik untuk apapun kecuali ia betul-betul mengasihi kita. Dan makin ia mengasihi kita, makin bernilai persahabatannya. ... Ada suatu cerita yang terkenal tentang dua orang laki-laki, yang hidup sekitar 400 tahun sebelum kelahiran Kristus, yang cocok untuk dimasukkan di sini. Nama mereka adalah Damon dan Pythias. Mereka adalah orang-orang yang terpelajar - ahli-ahli filsafat - pada jaman itu, dan mereka adalah sahabat-sahabat yang sangat hangat. Seseorang menuduh Damon kepada Dionysius, raja dari negara itu, tentang melakukan sesuatu yang membuatnya sangat marah. Raja-raja, pada jaman itu, mempunyai kuasa atas hidup atau mati dalam tangan mereka. Demikianlah Dionysius memerintahkan supaya Damon dibunuh / dihukum mati. Sebelum hukuman mati dilaksanakan, Damon memohon untuk diijinkan untuk pulang ‘dan mengatur urusan-urusan keluarganya’. Raja mengatakan bahwa ia boleh pergi, jika ia bisa mendapatkan seseorang untuk menggantikan tempatnya dalam penjara, dan untuk mati bagi dia, jika ia tidak kembali pada waktu yang ditentukan untuk pelaksanaan hukuman mati itu. Begitu sahabatnya, Pythias, mendengar tentang hal ini, ia datang dan menawarkan untuk menggantikan tempatnya, dan Damon pergi untuk mengunjungi keluarganya. Hari yang ditentukan untuk pelaksanaan hukuman mati itu tiba, dan Damon belum kembali. Ia harus menyeberangi laut untuk kembali, dan angin ada di depan selama beberapa hari. Sebuah panggung telah didirikan, dimana pelaksanaan hukuman mati itu akan dilakukan, dan raja duduk di dekatnya, pada semacam takhta. Pythias dibawa keluar untuk dihukum mati. Ia minta ijin untuk mengatakan beberapa kata-kata kepada kerumunan penonton. Ijin diberikan. ‘Saudara-saudara sebangsaku’, katanya, ‘ini merupakan hari yang menyenangkan bagiku. Aku bukan hanya mau / rela, tetapi gembira untuk mati di tempat dari sahabatku, Damon. Aku bersyukur bahwa angin telah mencegahnya kembali. Ia akan ada di sini besok. Dan akan didapati bahwa ia tidak melakukan apapun yang salah. Ia adalah seorang laki-laki yang jujur, lurus, terhormat, dan aku gembira akan kesempatan untuk mencurahkan darahku untuk menyelamatkan nyawanya. Algojo, lakukanlah kewajibanmu’. Begitu ia selesai berbicara, suatu suara terdengar berteriak dari jauh - ‘Hentikan pelaksanaan hukuman mati itu!’ Orang banyak di sekitar tempat penggantungan mengambil / menerima teriakan itu, dan berseru dengan suara seperti petir - ‘Hentikan pelaksanaan hukuman mati itu!’. Pelaksanaan hukuman mati itu dihentikan. Pada saat itu, dengan terengah-engah, dan kehabisan nafas, Damon muncul. Ia naik ke tempat penggantungan. Ia merangkul sahabatnya, Pythias; dan berkata betapa senangnya ia karena perubahan angin telah mengijinkan ia untuk sampai di sana persis pada waktunya untuk menyelamatkan nyawanya. ‘Dan sekarang’, katanya, ‘Aku siap untuk mati’. ‘Jika aku tidak boleh mati untukmu’, kata Pythias, ‘Aku minta kepada raja untuk membiarkan aku mati bersamamu; karena aku tidak ingin hidup lebih lama lagi dalam dunia ini, pada waktu sahabatku Damon, yang telah aku kasihi dengan begitu sungguh-sungguh, diambil darinya’.).

c) Hubungan / cinta Yonatan terhadap Daud dianggap sebagai TYPE dari hubungan / cinta Kristus terhadap orang-orang Kristen.

The Biblical Illustrator: Old Testament: “There is a beautiful Greek story, which may be mythical in its origin, but bears in it a beautiful moral. It is said a prince, his wife, and two sons were taken prisoners by a neighbouring monarch, and were brought before him. Said the king to the prince, ‘If I let your elder son go free, what givest thou me?’ And the prince made answer, saying, ‘I will give thee half my possessions.’ ‘And if I let your younger son go free what givest thou me?’ And the prince answered, ‘I will give thee the other half of my domains.’ The monarch spoke again, saying, ‘If I let the princess go free, what wilt thou give me?’ Now the prince had given all away for the redemption of his sons, and knew not what answer to make; but anon he said, ‘If thou lettest my wife go free, I will give thee myself.’ So pleased was the monarch that he let them all free. As they went homeward the prince said to his consort, ‘Didst thou see the beauty of the king’s countenance?’ ‘Nay,’ said the princess. ‘Didst thou see the glory of his court?’ ‘Nay,’ again said the princess. ‘Didst thou see the splendour of his throne?’ ‘Nay,’ again replied his wife, ‘for I had only eyes to see him who was willing to give himself for me.’ Oh, my soul, Jesus was not only willing but did give Himself for thee. Have only eyes for Him” (= Ada suatu dongeng Yunani yang indah, yang boleh saja asal usulnya merupakan dongeng, tetapi mengandung di dalamnya suatu ajaran moral yang indah. Dikatakan bahwa seorang pengeran, istrinya, dan dua anak laki-lakinya ditangkap oleh raja dari kerajaan tetangganya, dan dibawa ke hadapannya. Kata raja itu kepada sang pangeran, ‘Jika aku membiarkan anak sulungmu pergi dengan bebas, apa yang engkau berikan kepadaku?’ Dan pangeran itu menjawab, dengan berkata, ‘Aku akan memberimu setengah dari milikku’. ‘Dan jika aku membiarkan anak bungsumu pergi dengan bebas apa yang engkau berikan kepadaku?’ Dan pangeran itu menjawab, ‘Aku akan memberikan setengah yang lain dari daerah kekuasaanku’. Sang raja berbicara lagi, dan berkata, ‘Jika aku membiarkan sang putri (istri pangeran) pergi dengan bebas, apa yang akan engkau berikan kepadaku?’ Pangeran itu telah memberikan semua untuk penebusan anak-anak laki-lakinya, dan tidak tahu harus menjawab apa; tetapi segera ia berkata, ‘Jika engkau membiarkan istriku pergi dengan bebas, aku akan memberikan diriku sendiri kepadamu’. Begitu senang raja itu sehingga ia membebaskan mereka semua. Pada waktu mereka dalam perjalanan pulang, sang pangeran berkata kepada istrinya, ‘Apakah engkau melihat keindahan dari wajah raja?’ ‘Tidak’, kata sang putri. ‘Apakah engkau melihat kemuliaan dari istananya?’ ‘Tidak’ kata sang putri lagi. ‘Apakah engkau melihat kemegahan dari takhtanya?’ ‘Tidak’, jawab istrinya lagi, ‘karena aku hanya mempunyai mata untuk melihat dia yang rela memberikan dirinya sendiri untuk aku’. O, jiwaku, Yesus bukan hanya mau / rela, tetapi betul-betul memberikan diriNya sendiri untuk engkau. Arahkan matamu hanya kepada Dia)

The Biblical Illustrator: Old Testament: “THE LOVE OF JONATHAN WAS WONDERFULLY CONSTANT. No change in David’s circumstances altered the character of his friendship. When David was an outlaw, when Saul was seeking his life, Jonathan remains true (See 1 Sam 23:16). Whatever changes human friendship may know, the love of Jesus, like Himself, is the same ‘yesterday, to-day, and for ever.’” [= KASIH YONATAN SECARA LUAR BIASA TAK BERUBAH. Tak ada perubahan dari keadaan Daud yang mengubah karakter / sifat dari persahabatannya. Pada waktu Daud adalah seorang buronan, pada waktu Saul sedang berusaha membunuhnya, Yonatan tetap benar / setia (lihat 1Samuel 23:16). Perubahan apapun yang ada dalam persahabatan manusia, kasih Yesus, seperti diriNya sendiri, tetap sama, ‘kemarin, hari ini, dan untuk selama-lamanya’.].

Ibrani 13:8 - “Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya”.

The Biblical Illustrator: Old Testament: “We still have expressions of His love. It was the misfortune of David that he had to speak in the past tense - ‘Thy love to me was wonderful.’” [= Kita tetap mempunyai ungkapan / pernyataan kasihNya. Merupakan suatu kemalangan dari Daud bahwa ia harus berbicara dalam bentuk lampau / past tense - ‘Kasihmu bagiku adalah (bentuk lampau) luar biasa / sangat indah’].

The Biblical Illustrator: Old Testament (tentang 2 Samuel 1:26): “THE LOVE OF CHRIST WAS WONDERFUL WHEN WE CONSIDER THOSE HE LOVED. ... There was nothing lovely in us. It is as natural for anything lovely to draw forth our admiration as for the magnet to attract the iron or the flower to attract the bee. There was great reason why Jonathan should love David. But when we come to consider our Lord’s love for us, we have to say - What was there in me that could merit esteem, Or give the Creator delight? It is recorded that a minister once announced his intention of being in the vestry of his Church, for a certain time on a certain day, to meet any one who might have scriptural difficulties, that he might try to solve them. Only one came. ‘What is your difficulty,’ said the minister. The man answered, ‘My difficulty is in the ninth chapter of Romans, where it says, ‘Jacob have I loved, but Esau have I hated.’ ‘Yes,’ said the minister, ‘there is great difficulty in that verse; but which part of the verse forms your difficulty?’ ‘The latter part, of course,’ said the man. ‘I cannot understand why God should hate Esau.’ The minister’s reply was this: ‘The verse has often been a difficulty to me, but my difficulty has always been in the first part of the verse; I never could understand how God could love that wily, deceitful, supplanting scoundrel, Jacob.’” (= KASIH KRISTUS ITU SANGAT INDAH PADA WAKTU KITA MEMPERTIMBANGKAN MEREKA YANG IA KASIHI. ... Tidak ada yang bagus dalam diri kita. Merupakan sesuatu yang alamiah / wajar untuk apapun yang bagus untuk menarik kekaguman kita seperti magnet menarik besi, atau bunga menarik lebah. Ada alasan yang besar / agung mengapa Yonatan mengasihi Daud. Tetapi pada waktu kita mempertimbangkan kasih Tuhan kita bagi kita, kita harus mengatakan - Ada apa di dalam diriku yang bisa layak mendapatkan penghargaan, Atau memberikan sang Pencipta kesenangan? Ada tercatat bahwa seorang pendeta suatu kali mengumumkan maksudnya untuk berada di suatu tempat di Gerejanya, untuk waktu tertentu pada hari tertentu, untuk menemui siapapun yang mungkin mempunyai kesukaran berkenaan dengan Kitab Suci, supaya ia bisa mencoba untuk membereskannya. Hanya satu orang yang datang. ‘Apa kesukaranmu’, kata sang pendeta. Orang itu menjawab, ‘Kesukaranku ada dalam pasal ke 9 dari Roma, dimana dikatakan, ‘Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau’. ‘Ya’, kata sang pendeta, ‘ada kesukaran yang besar dalam ayat itu; tetapi bagian yang mana dari ayat itu yang membentuk kesukaranmu?’ ‘Bagian yang terakhir, tentu saja’, kata orang itu. ‘Saya tidak bisa mengerti mengapa Allah harus membenci Esau’. Jawaban sang pendeta adalah ini: ‘Ayat ini telah sering merupakan suatu kesukaran bagiku, tetapi kesukaranku selalu ada dalam bagian pertama dari ayat itu; aku tidak pernah bisa mengerti bagaimana Allah bisa mengasihi Yakub yang cerdik / licik, penuh tipu daya / dusta, bajingan pengganti itu’.).

Bdk. Roma 9:13 - “seperti ada tertulis: ‘Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau.’”.

The Biblical Illustrator: Old Testament: “All human friendship must be subordinate to the love of that Friend who laid down His life for us, and who is faithful when all others desert us” (= Semua persahabatan manusia harus tunduk kepada kasih dari Sahabat itu, yang telah meletakkan nyawaNya bagi kita, dan yang setia pada waktu semua orang lain meninggalkan kita).

Bdk. Yohanes 15:13-15 - “(13) Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. (14) Kamu adalah sahabatKu, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu. (15) Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari BapaKu”.

Lagu “What a Friend we have in Jesus”. (No 397).

What a Friend we have in Jesus, (= Betul-betul seorang Sahabat kita punyai dalam Yesus)

All our sins and griefs to bear! (= Menanggung semua dosa dan kesedihan kita!)

What a privilege to carry (= Betul-betul suatu hak untuk membawa)

Everything to God in prayer! (= Segala sesuatu kepada Allah dalam doa!)

O what peace we often forfeit, (= O betapa kita sering kehilangan damai,)

O what needless pain we bear, (= O betapa kita menanggung rasa sakit yang tidak perlu,)

All because we do not carry (= Semua karena kita tidak membawa)

Everything to God in prayer! (= Segala sesuatu kepada Allah dalam doa!)

Have we trials and temptations? (= Apakah kita mempunyai penderitaan dan pencobaan?)

Is there trouble anywhere? (= Apakah ada kesukaran dimana-mana?)

We should never be discouraged, (= Kita tidak pernah boleh kecil hati)

Take it to the Lord in prayer. (= Bawalah itu kepada Tuhan dalam doa.)

Can we find a friend so faithful (= Bisakah kita menemukan sahabat yang begitu setia)

Who will all our sorrows share? (= Yang mau menanggung semua kesedihan kita?)

Jesus knows our every weakness, (= Yesus tahu setiap kelemahan kita)

Take it to the Lord in prayer (= Bawalah itu kepada Tuhan dalam doa)

Are we weak and heavy-laden, (= Apakah kita lemah dan berbeban berat,)

Cumbered with a load of care? (= Dibebani dengan suatu beban kekuatiran?)

Precious Saviour, still our refuge (= Juruselamat yang kekasih, tetap perlindungan kita)

Take it to the Lord in prayer. (= Bawalah itu kepada Tuhan dalam doa.)

Do thy friends despise, forsake thee? (= Apakah sahabatmu merendahkan, meninggalkanmu?

Take it to the Lord in prayer; (= Bawalah itu kepada Tuhan dalam doa;)

In His arms He’ll take and shield thee, (= Dalam lenganNya Ia akan membawa dan melindungimu,)

Thou wilt find a solace there. (= Engkau akan mendapatkan penghiburan disana.)

8) 2 Samuel 1: 27: “Betapa gugur para pahlawan dan musnah senjata-senjata perang!”.

III) Perenungan terhadap kata-kata Daud tentang Saul.

Daud sama sekali tidak membicarakan kejelekan Saul, tetapi sebaliknya mengagungkan hal-hal yang baik dari padanya. Dan hal itu diabadikan dalam kitab orang jujur, dan lalu dalam text yang kita bahas sekarang ini.

Pertanyaannya:

1) Kalau Daud hanya membicarakan kebaikan Saul ketelah kematian Saul, padahal Saul jelas adalah orang kristen KTP, dan hidup sangat jahat (khususnya di akhir hidupnya), apakah kita juga harus berbicara hanya tentang hal-hal baik saja tentang nabi-nabi palsu, setelah kematian mereka?

Ada beberapa hal yang perlu dingat sebagai perbandingan:

a) Saul betul-betul diangkat oleh Tuhan sendiri, nabi-nabi palsu itu tidak.

b) Saul bukan seorang nabi, bukan pemberita firman, tetapi hanya seorang raja.

c) Secara lahiriah, Saul tetap berjuang di pihak bangsa Israel. Ini tidak bisa disamakan dengan nabi-nabi palsu!

d) Tentang Yudas Iskariot, para murid yang lain, ataupun para penulis Perjanjian Baru, tidak membicarakan apapun yang baik!

2) Sekalipun Daud memuji-muji Saul setelah kematiannya, kemana Saul pergi pada saat mati?

The Biblical Illustrator: Old Testament: “How many an one would be ‘lifting up his eyes in hell, being in torment,’ as having lived ‘without God in the world,’ whose manly form the artist’s chisel has preserved from being forgotten, and whose earthly virtues are graven on the marble beneath. This is an awful truth; but it is one which is too much and too fatally overlooked. Our fellow-creatures may forgive us, but we may yet go into eternity unpardoned by God. And this, not because man is kinder to his fellow than God is to His creatures. No! but because of the unwillingness of sinful man to seek pardon in that way in which alone God dispenses it, and in which, while He passes by transgression, His law is honoured, His truth is maintained, and the respect due to His moral government is ensured. In the atonement effected by the Son of God, to which all sacrifice pointed, and which was made known from the earliest time with sufficient clearness to meet the case of sinful men, that way of forgiveness is discovered - God, for Christ’s sake, forgives men their trespasses. To this propitiation all are invited, with the assurance that none who come in faith and repentance shall be rejected” (= Alangkah banyaknya orang yang akan ‘mengarahkan matanya ke atas dalam neraka, pada waktu mereka ada dalam siksaan’, karena telah hidup ‘tanpa Allah dalam dunia ini’, yang bentuk kejantanannya telah dipelihara / diawetkan oleh pahat dari artis supaya tidak dilupakan, dan yang kebaikan, sifat baik duniawinya diukir pada marmer di bawahnya. Ini merupakan suatu kebenaran yang tidak menyenangkan; tetapi ini adalah kebenaran yang terlalu banyak dan terlalu diabaikan secara fatal. Sesama kita, yang adalah makhluk ciptaan, bisa mengampuni kita, tetapi kita tetap pergi ke dalam kekekalan tanpa diampuni oleh Allah. Dan ini, bukan karena manusia itu lebih baik kepada sesamanya dari pada Allah bagi makhluk-makhluk ciptaanNya. Tidak! tetapi karena ketidakmauan dari manusia berdosa untuk mencari pengampunan dengan cara itu, dalam mana Allah sendiri membagikan / menyalurkannya, dan dalam mana, sementara Ia mengabaikan pelanggaran, hukumNya dihormati, kebenaranNya dipelihara, dan hormat yang seharusnya bagi pemerintahan moralNya dijamin. Dalam penebusan yang dihasilkan oleh Anak Allah, pada mana semua korban menunjuk, dan yang dinyatakan sejak waktu yang paling awal dengan kejelasan yang cukup untuk menemui kasus dari orang-orang berdosa, supaya jalan pengampunan itu ditemukan - Allah, demi Kristus, mengampuni manusia atas pelanggaran-pelanggaran mereka. Kepada perdamaian ini semua diundang, dengan suatu kepastian / jaminan bahwa tidak ada yang datang dalam iman dan pertobatan akan ditolak).

Renungkan hal ini: apa bagusnya, dan apa gunanya, orang banyak berbicara baik tentang diri saudara setelah / pada saat kematian saudara, kalau dalam faktanya saudara masuk neraka?? Karena itu, cepatlah percaya dan terima Kristus sebagai Juru selamat saudara, karena tanpa mempunyai Yesus sebagai Juru selamat saudara, itulah yang akan terjadi pada saudara!
Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
-AMIN-
Next Post Previous Post