1 KORINTUS 7:1-16 (PEMBAHASAN TIDAK KAWIN DAN YANG SUDAH KAWIN)

Pdt.Budi Asali, M.Div.
Bagian ini ditulis oleh Paulus untuk menjawab pertanyaan orang Korintus tentang perkawinan.

I) Untuk orang-orang yang belum / tidak kawin (1 Korintus 7: 1-9):

Paulus mengatakan bahwa tidak kawin adalah baik (1 Korintus 7:1)! Bandingkan juga dengan 1 Korintus 7: 7a,8,26-27,37-38,40. Dari ayat-ayat ini kelihatannya Paulus mempunyai pandangan yang rendah tentang pernikahan. Benarkah? Tidak mungkin!
1 KORINTUS 7:1-16 (ORANG YANG TIDAK KAWIN DAN YANG SUDAH KAWIN)
bisnis, gadget, otomotif
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

1) Kata-kata Paulus bahwa tidak kawin merupakan sesuatu yang baik bukanlah suatu peraturan yang berlaku secara umum.

Dasarnya:

a) Kejadian 2:18 mengatakan bahwa tidak baik kalau manusia (Adam) seorang diri saja.

b) Kejadian 1:28 dan Kejadian 9:1 memerintahkan manusia untuk berkembang biak.

c) Dalam 1Timotius 4:3 Paulus sendiri menyerang ajaran yang melarang orang untuk kawin. Juga dalam 1Timotius 5:14 Paulus menganjurkan janda-janda untuk kawin lagi1 (bdk. 1Korintus 7:8!).

d) Dalam Efesus 5:22-33 Paulus menggunakan pernikahan untuk menggambarkan hubungan Kristus dengan gereja! Kalau ia menggunakan pernikahan untuk menggambarkan sesuatu yang mulia, sukar bisa dibayangkan bahwa ia merendahkan pernikahan!

e) 1Korintus 7:26,28 jelas menunjukkan bahwa 1Kor 7 ditulis dalam suatu keadaan darurat!

Kesimpulan: tidak kawin hanya baik dalam keadaan khusus.

2) Dalam keadaan khusus seperti itu pun, tidak kawin hanya baik kalau orangnya mempunyai karunia untuk tidak kawin (1 Korintus 7: 7-9)!

Kata-kata Paulus dalam 1 Korintus 7: 7-9 tidak berarti bahwa Paulus sendiri tidak pernah kawin! Dasar pandangan bahwa Paulus pernah kawin:

a) Ia adalah seorang rabi / guru Yahudi yang taat, sedangkan dalam agama Yahudi, kawin merupakan suatu kewajiban.

b) Dalam Kisah Para Rasul 26:10 Paulus ikut memberi suara. Jadi, ia adalah anggota Sanhedrin, dan syarat keanggotaan Sanhedrin adalah ‘sudah kawin’.

Jadi, Paulus pernah kawin, tetapi mungkin istrinya sudah mati, atau istrinya menceraikan dia karena dia menjadi orang Kristen, tetapi yang jelas pada saat itu Paulus membujang lagi! Dan ia tidak menikah lagi.

Paulus lalu berkata bahwa ia ingin orang-orang itu seperti dia, tetapi ini hanya berlaku untuk orang-orang yang mempunyai karunia untuk hidup membujang! (1 Korintus 7: 7-9 bdk. Matius 19:10-12).

Sedangkan bagi orang-orang yang tidak mempunyai karunia membujang, lebih baik kawin (ay 9), karena:

· bahaya percabulan (1 Korintus 7: 2).

· supaya tidak hangus oleh hawa nafsu (1 Korintus 7: 9).

Catatan: ini tentu bukan satu-satunya alasan mengapa harus kawin! Dalam Kejadian 2 belum ada percabulan, tetapi sudah ada pernikahan.

Tetapi bagaimanapun, sex adalah salah satu tujuan pernikahan, dan karena itu, kalau kawin, harus memenuhi kewajiban terhadap pasangan (1 Korintus 7: 3-5)! Puasa sex hanya boleh dilakukan:

¨ dengan persetujuan bersama.

¨ untuk sementara waktu.

¨ ada tujuan, yaitu berdoa. Ini pasti doa yang khusus, bukan doa biasa. Mengapa? Karena orang Kristen harus berdoa senantiasa, sehingga kalau puasa sex ini untuk doa biasa, maka itu berarti puasa terus.

Kesimpulan: dalam keadaan khusus itu:

* tidak kawin merupakan sesuatu yang baik bagi orang yang mempunyai karunia membujang.

* yang tidak mempunyai karunia membujang, lebih baik kawin!

Tetapi ini tetap bukan perintah (1 Korintus 7: 6).

II) Untuk orang-orang yang sudah kawin (1 Korintus 7: 10-16).

Ada 2 grup:

1) Orang Kristen yang menikah dengan orang Kristen (1 Korintus 7: 10-11).

Untuk grup ini Paulus berkata:

a) Tidak boleh bercerai (1 Korintus 7: 10,11b).

· ‘bukan aku, tetapi Tuhan’ (1 Korintus 7: 10).

Artinya: ada peraturan dari Tuhan Yesus sendiri (bdk. Matius 5:32 Matius 19:6).


· Rupa-rupanya Paulus takut bahwa kata-katanya dalam ay 1 (tidak kawin adalah sesuatu yang baik) akan menyebabkan orang-orang yang sudah kawin lalu bercerai, sehingga ia lalu melarang perceraian.

b) Kalau toh terjadi perceraian, maka orang yang bercerai itu:

· tidak boleh kawin lagi dengan orang lain.

· boleh rujuk dengan suami / istri yang diceraikan.

2) Orang Kristen yang menikah dengan orang non Kristen (1 Korintus 7: 12-16).

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam ayat-ayat ini:

a) ‘Kepada orang-orang lain’ (1 Korintus 7: 12).

Lit: ‘to the rest’ (= kepada sisanya).

Tadi dalam 1 Korintus 7: 10-11 ia berbicara kepada orang Kristen yang menikah dengan orang Kristen; sekarang ia berbicara kepada grup yang lain, yaitu orang Kristen yang menikah dengan orang non Kristen.

b) Ini sama sekali tidak berarti bahwa orang Kristen boleh menikah dengan orang non Kristen!! Bagian ini ditujukan bukan kepada orang-orang yang akan kawin, tetapi kepada orang-orang yang sudah kawin! Jadi, mungkin waktu menikah, kedua-duanya kafir, lalu salah satu bertobat / menjadi Kristen.

Kalau berbicara tentang pernikahan yang akan dilakukan, maka tentu saja orang Kristen tidak boleh menikah dengan orang non Kristen (bdk. 1Korintus 7:39 2Korintus 6:14)!!
1 KORINTUS 7:1-16 (PEMBAHASAN TIDAK KAWIN DAN YANG SUDAH KAWIN)
tutorial
Gereja / pendeta yang mau melakukan pemberkatan nikah antara orang Kristen dengan orang non Kristen, apa pun alasannya, adalah gereja / pendeta yang tidak menghiraukan otoritas Kitab Suci / Firman Tuhan!

c) ‘Aku, bukan Tuhan’ (1 Korintus 7: 12).

Ini tidak berarti bahwa bagian ini bukan Firman Tuhan! Ini kebalikan dari 1 Korintus 7: 10 tadi, sehingga artinya: untuk bagian ini tidak ada peraturan dari Tuhan Yesus sendiri. Tetapi bagian ini tetap adalah Firman Tuhan (bdk. 1 Korintus 7: 25)!

Sekarang mari kita perhatikan apa yang Paulus katakan kepada grup yang kedua ini:

1. Kalau yang non Kristen mau bercerai, yang Kristen tidak terikat (1 Korintus 7: 15).

Artinya: yang Kristen tidak harus mati-matian mempertahankan pernikahan itu. Juga setelah perceraian, yang Kristen boleh menikah lagi.

2. Kalau yang non Kristen mau kawin terus, yang Kristen tidak boleh bercerai (1 Korintus 7: 12-13). Mengapa?

a. Suami / anak dikuduskan oleh istri yang Kristen (1 Korintus 7: 14).

· keinginan cerai dari pihak Kristen, mungkin disebabkan ia menganggap bahwa pernikahan itu (khususnya hubungan sex) akan menajiskan dia. Juga anak-anaknya akan najis. Paulus berkata bahwa pandangan ini tidak benar. Justru yang Kristen akan menguduskan pasangan yang tidak Kristen beserta anak-anaknya.


· ‘Kudus’ di sini sama sekali tidak berarti ‘selamat’ atau ‘diampuni’ atau ‘disucikan’, dsb. Ingat bahwa kata ‘kudus’ arti sebenarnya adalah ‘berbeda dengan’. Jadi artinya adalah bahwa mereka akan berbeda dengan orang dunia, karena adanya anggota keluarga yang Kristen itu. Misalnya:

¨ ikut mendapat perlindungan Tuhan.

¨ adanya doa, pemberitaan Injil, teguran dari pasangan yang Kristen.

b. Allah memanggil kita untuk hidup dalam damai (1 Korintus 7: 15b).

Jadi, perceraian tidak boleh terjadi karena inisiatif dari pihak Kristen.

c. Siapa tahu yang Kristen bisa memenangkan jiwa pasangannya? (1 Korintus 7: 16 bdk. 1Petrus 3:1-2).

Lagi-lagi, ayat ini tidak boleh dipakai sebagai dasar untuk mengizinkan pernikahan dengan non Kristen dengan tujuan mendapatkan jiwa!

Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
-AMIN-
Next Post Previous Post