1 TESALONIKA 5:19-22 (MEMADAMKAN ROH)
Pdt.Budi Asali, M.Div.
1Tesalonika 5:19-22 - “(1 Tesalonika 5:19) Janganlah padamkan Roh, (20) dan janganlah anggap rendah nubuat-nubuat. (21) Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik. (22) Jauhkanlah dirimu dari segala jenis kejahatan.”.
otomotif, gadget, bisnis |
I) ROH KUDUS SEBAGAI TERANG / API.
Kata-kata dalam 1Tesalonika 5: 19 - “Janganlah padamkan Roh”, menunjukkan Roh Kudus sebagai terang / api.
Bdk. Wahyu 4:5 - “Dan dari takhta itu keluar kilat dan bunyi guruh yang menderu, dan tujuh obor menyala-nyala di hadapan takhta itu: itulah ketujuh Roh Allah.”.
KJV: ‘seven lamps of fire burning before the throne’ [= 7 lampu api menyala di hadapan takhta].
NIV: ‘Before the throne, seven lamps were blazing’ [= Di hadapan takhta, 7 lampu sedang menyala / berkobar-kobar].
Herbert Lockyer: “Moffat translates the phrase, ‘Never quench the fire of the Spirit.’” [= Moffat menterjemahkan ungkapan ini, ‘Jangan pernah memadamkan api dari Roh’.] - ‘The Holy Spirit of God’, hal 219.
Herbert Lockyer mengutip kata-kata Campbell Morgan: “To quench presupposes the presence of the Spirit as a fire.” [= Memadamkan mensyaratkan kehadiran Roh sebagai api.] - ‘The Holy Spirit of God’, hal 219.
Calvin: “‘Quench not the Spirit.’ This metaphor is derived from the power and nature of the Spirit; for as it is the proper office of the Spirit to illuminate the understandings of men, and as he is on this acount called our light, it is with propriety that we are said to quench him, when we make void his grace.” [= ‘Janganlah padamkan Roh’. Kiasan ini didapatkan dari kuasa dan sifat alamiah dari Roh; karena sebagaimana merupakan tugas yang benar dari Roh untuk menerangi pengertian manusia, dan sebagaimana Ia karena ini disebut terang kita, maka adalah tepat kalau dikatakan bahwa kita memadamkanNya, pada waktu kita menyia-nyiakan kasih karuniaNya.] - hal 298.
II) BISAKAH ORANG KRISTEN MEMADAMKAN ROH SECARA MUTLAK?
1) ‘Memadamkan Roh’ tak berarti mengeluarkan Roh Kudus dari diri orang percaya.
Herbert Lockyer: “We can quench the fire of the Spirit in our own heart. ... it must be clearly understood that the quenching of the Spirit has nothing to do with casting Him out of our life. Such an action is impossible, since upon His entrance he becomes our eternal Inhabitant. The quenching is simply related to the manifestation of the Spirit’s presence and power.” [= Kita dapat memadamkan api dari Roh dalam hati kita sendiri. ... harus dimengerti dengan jelas bahwa pemadaman Roh tidak ada hubungannya dengan mengeluarkan Dia dari kehidupan kita. Tindakan seperti itu mustahil, karena dengan masuknya Ia ke dalam diri kita, Ia menjadi Penghuni kita yang kekal. Pemadaman itu hanya berhubungan dengan manifestasi dari kehadiran dan kuasa Roh.] - ‘The Holy Spirit of God’, hal 221.
Bdk. Yohanes 14:16 - “Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya,”.
Ini definisi yang diberikan oleh Herbert Lockyer, tetapi saya tak terlalu percaya definisi itu.
2) Bisakah orang Kristen memadamkan Roh secara mutlak?
Calvin: “Those, however, who infer from this that it is in man’s option either to quench or to cherish the light that is presented to him, so that they detract from the efficacy of grace, and extol the powers of free will, reason on false grounds. For although God works efficaciously in his elect, and does not merely present the light to them, but causes them to see, opens the eyes of their heart, and keeps them open, yet as the flesh is always inclined to indolence, it has need of being stirred up by exhortation. But what God commands by Paul’s mouth, He himself accomplishes inwardly. In the mean time, it is our part to ask from the Lord, that he would furnish oil to the lamps which he has lighted up, that he may keep the wick pure, and may even increase it.” [= Tetapi mereka yang menyimpulkan dari sini bahwa merupakan pilihan manusia untuk memadamkan atau memelihara terang yang diberikan kepadanya, sehingga mereka merendahkan keefektifan dari kasih karunia, dan meninggikan kuasa dari kehendak bebas, berargumentasi pada dasar yang salah. Karena sekalipun Allah bekerja secara efektif dalam orang-orang pilihan, dan tidak semata-mata memberikan terang kepada mereka, tetapi membuat mereka melihat, membuka mata hati mereka, dan menjaga mata mereka tetap terbuka, tetapi karena daging selalu cenderung pada kemalasan, ia perlu untuk digerakkan / dibangunkan oleh desakan / peringatan. Tetapi apa yang Allah perintahkan oleh mulut Paulus, Ia sendiri laksanakan di dalam. Sementara itu, adalah bagian kita untuk meminta dari Tuhan supaya Ia menyediakan minyak bagi lampu-lampu yang telah Ia nyalakan, supaya Ia bisa menjaga sumbu murni, dan bahkan bisa meningkatkannya.] - hal 298.
Dengan kata-kata ini Calvin menyatakan bahwa 1Tesalonika 5: 19 ini tidak boleh diartikan bahwa kita bisa menolak pekerjaan dari kasih karunia Allah dalam diri kita. Pekerjaan Allah dalam diri kita itu efektif / pasti berhasil, tetapi tetap ada tanggung jawab bagi kita untuk melakukan yang terbaik. Karena itu diberikan semacam ancaman / peringatan, supaya kita melakukan apa yang terbaik, seakan-akankita bisa secara mutlak memadamkan Roh. Ini sama seperti dalam persoalan keselamatan; sekalipun Allah menjamin keselamatan kita tidak mungkin hilang, tetapi kita tetap dituntut untuk melakukan apa yang terbaik, seakan-akankeselamatan itu bisa hilang.
Pulpit Commentary: “Yet provision is made in the covenant of grace that the fire once kindled will never be quenched.” [= Tetapi perlengkapan / persediaan dibuat dalam perjanjian kasih karunia supaya api yang pernah satu kali dinyalakan tidak akan pernah dipadamkan.]- hal 113.
Bandingkan dengan ayat-ayat ini:
Matius 12:20 - “Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskanNya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkanNya, sampai Ia menjadikan hukum itu menang.”.
2Timotius 2:13 - “jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’”.
Semua ini saya berikan di sini, bukan supaya saudara meremehkan peringatan Paulus dalam ay 19 ini. Semua ini bertujuan untuk memberikan kita rasa aman, tetapi ay 19 ini tetap harus diperhatikan. Itu adalah tanggung jawab kita!
III) BAGAIMANA KITA BISA MEMADAMKAN ROH?
Di atas telah saya bahas bahwa pemadaman Roh secara mutlak tidak mungkin bisa terjadi dalam diri orang kristen yang sejati. Jadi, yang saya bicarakan di bawah ini adalah pemadaman Roh yang tidak mutlak. Maksudnya, karena tindakan-tindakan tertentu, maka untuk sementaraRoh Kudus itu sepertinya padam.
Pemadaman Roh bisa dilakukan:
1) Pada diri orang Kristen lain.
Herbert Lockyer: “We can put out the fire of the Spirit in another’s heart. ... Whatever we do, let us see to it that we never quench the ardor of a young Christian, even though his testimony is faulty. ... Let us never throw cold water over the efforts of another by unsympathetic criticism and cold looks and words. Let us encourage the fervor, enthusiasm, and passion of those whose zeal may not be altogether according to knowledge. Do we realize that the tongue of criticism can quench the tongue of fire?” [= Kita bisa memadamkan api dari Roh dalam hati orang lain. ... Apapun yang kita lakukan, hendaklah kita menjaga supaya kita tidak pernah memadamkan semangat dari seorang Kristen muda, sekalipun kesaksiannya salah. ... Janganlah kita pernah menyiramkan air dingin kepada usaha dari orang lain dengan kritik yang tidak simpatik dan pandangan dan kata-kata yang dingin. Hendaklah kita mendorong semangat / kegairahan, antusiasme, dan keinginan bekerja dari mereka yang semangatnya mungkin tidak sepenuhnya sesuai dengan pengetahuan. Apakah kita menyadari bahwa lidah kritikan bisa memadamkan lidah api?] - ‘The Holy Spirit of God’, hal 220-221.
Pada satu sisi, orang Kristen tidak boleh melakukan apapun yang bisa memadamkan Roh dalam diri orang Kristen lain, tetapi pada sisi lain, orang Kristen tidak boleh membiarkan orang Kristen lain memadamkan Roh dalam dirinya. Jadi jangan terlalu sensitif terhadap kritik orang lain, karena itu belum tentu benar.
2) Pada diri kita sendiri.
Secara umum, kita bisa memadamkan Roh dalam diri kita sendiri dengan dosa. Mungkin karena itu, Paulus mengatakan ay 22: “Jauhkanlah dirimu dari segala jenis kejahatan.”.
Tetapi, bukankah setiap dosa juga ‘mendukakan Roh’ (Efesus 4:30)? Lalu, apa bedanya ‘memadamkan Roh’ dengan ‘mendukakan Roh’?
Saya tidak bisa mendapatkan hal ini dari buku-buku tafsiran, tetapi menurut pendapat saya sendiri, semua dosa ‘mendukakan Roh’, tetapi hanya dosa-dosa yang dipelihara terus menerus yang ‘memadamkan Roh’.
Tetapi dosa adalah sesuatu yang komplex. Karena itu ini perlu diperinci.
a) Kemalasan.
Ini bisa dalam persoalan belajar Firman Tuhan, berdoa, melayani, dsb.
Calvin: “We must, therefore, be on our guard against indolence, by which the light of God is choked in us.” [= Karena itu, kita harus berjaga-jaga terhadap kemalasan, dengan mana terang dari Allah dicekik di dalam kita.] - hal 298.
b) Pengabaian.
Herbert Lockyer: “Neglect. Fire have to be tended. Busy here and there, even with things legitimate, we are apt to forget the fire at home and out it goes. How descriptive of ourselves! Busy here and there, we forget to feed the fires of our inner life. ... We forget to heap on the fuel. We fail to pray without ceasing. When communion with God, the study of the Scripture, and full obedience to the Spirit are not daily practiced, the fire dies down.” [= Pengabaian. Api harus diurus / dipelihara. Sibuk di sana sini, bahkan dengan hal-hal yang sah / bukan dosa, kita cenderung untuk melupakan api di rumah dan api itu padam. Betul-betul suatu penggambaran tentang diri kita sendiri! Sibuk di sana sini, kita lupa untuk ‘memberi makan’ pada api dalam kehidupan rohani kita. ... Kita lupa untuk memberi bahan bakar. Kita gagal untuk berdoa tanpa henti. Pada saat persekutuan dengan Allah, tindakan belajar Kitab Suci, dan ketaatan penuh kepada Roh tidak dipraktekkan setiap hari, api padam.] - ‘The Holy Spirit of God’, hal 221-222.
Pulpit Commentary: “2. The fire may be quenched by neglecting it quite as much as by casting water upon it. This is the tendency of neglect. 3. Sin has a tendency to quench the Spirit, as water quenches fire. We ought to stir up our gifts and graces that they may shine the brighter, and give both light and heat around us.” [= 2. Api bisa dipadamkan dengan mengabaikannya sama seperti dengan menyiramkan air padanya. Ini adalah kecenderungan dari pengabaian. 3. Dosa mempunyai kecenderungan untuk memadamkan Roh, seperti air memadamkan api. Kita harus mengobarkan karunia-karunia dan kasih karunia kita sehingga mereka bisa bersinar lebih terang, dan memberikan terang dan panas di sekitar kita.] - hal 113.
Pulpit Commentary: “It is our part to stir up the gift of God that is in us; to watch very carefully lest, through sin or carelessness or indifference, the holy fire lose its brightness and its power. ... An unclean life, says Chrysostom, quenches that holy fire; so does apathy, indifference in religion. Sin is like water poured upon the flame. ... Indifference gradually quenches the fire.” [= Merupakan bagian kita untuk mengobarkan karunia Allah yang ada dalam diri kita; untuk berjaga-jaga dengan sangat hati-hati, supaya jangan, melalui dosa atau kecerobohan atau ketidak-pedulian / sikap acuh tak acuh, api yang kudus itu kehilangan terang dan kuasanya. ... Suatu kehidupan yang najis, kata Chrysostom, memadamkan api yang kudus itu; demikian juga sikap acuh tak acuh, ketidak-pedulian dalam agama. Dosa adalah seperti air yang dicurahkan pada nyala api. ... Ketidak-pedulian / sikap acuh tak acuh memadamkan api secara bertahap.] - hal 119.
Jadi, sama seperti api bisa dipadamkan (dengan segera) dengan menyiramkan air kepadanya, ataupun secara perlahan-lahan dengan mengabaikannya, demikian juga Roh bisa dipadamkan (dengan segera / cepat) dengan berbuat dosa, atau secara perlahan-lahan dengan pengabaian!
Pulpit Commentary: “what those who have felt the power of the Spirit have to fear is the repression of enthusiasm. ... there is not needed outward irregularity to quench the Spirit. The essential thing is the withdrawing of the mind from the range of the Divine revelation, the paying no heed to the Divine voice, ... the neglecting to follow up good impressions by a decisive step for Christ.” [= bagi mereka yang pernah merasakan kuasa Roh, apa yang harus mereka takuti adalah penekanan semangat / kegairahan. ... tidak diperlukan sesuatu dari luar yang luar biasa untuk memadamkan Roh. Hal yang perlu adalah penarikan pikiran dari daerah / batasan dari wahyu Ilahi, ketidak-pedulian pada suara Ilahi, ... pengabaian untuk mengikuti pengaruh yang baik dengan suatu langkah yang menentukan untuk Kristus.] - hal 127.
Barnes’ Notes: “the apostle gives this direction to Timothy, ‘I put thee in remembrance that thou stir up (anazoopurein, kindle up, cause to burn) the gift of God;’ 2 Tim. 1:6. Anything that will tend to damp the ardor of piety in the soul; to chill our feelings; to render us cold and lifeless in the service of God, may be regarded as ‘quenching the Spirit.’ Neglect of cultivating the Christian graces, or of prayer, of the Bible, of the sanctuary, of a careful watchfulness over the heart, will do it. ... It is a great rule in religion that all the piety which there is in the soul is the fair result of culture. A man has no more religion than he intends to have; he has no graces of the Spirit which he does not seek; he has no deadness to the world which is not the object of his sincere desire, and which he does not aim to have. Any one, if he will, may make elevated attainments in the divine life; or he may make his religion merely a religion of form, and know little of its power and its consolations.” [= sang rasul memberikan pengarahan ini kepada Timotius, ‘Aku mengingatkan engkau agar engkau mengobarkan (ANAZOOPUREIN, menyalakan, menyebabkan terbakar) karunia Allah’; 2Tim 1:6. Apapun yang cenderung untuk mengurangi / mencekik / mematikan semangat kesalehan dalam jiwa; mendinginkan perasaan kita; membuat kita dingin dan tidak mempunyai kehidupan dalam pelayanan Allah, bisa dianggap sebagai ‘memadamkan Roh’. Pengabaian penumbuhan kasih karunia - kasih karunia Kristen, atau doa, Alkitab, tempat kudus / gereja, penjagaan yang hati-hati terhadap hati, akan memadamkan Roh. ... Merupakan suatu peraturan yang besar dalam agama bahwa semua kesalehan yang ada dalam jiwa merupakan hasil yang wajar dari pemeliharaan / pengusahaan / pengolahan. Seseorang tidak mempunyai agama lebih dari yang ia ingin dapatkan; ia tidak mempunyai kasih karunia - kasih karunia dari Roh yang tidak ia cari; ia tidak mati terhadap dunia jika itu bukan merupakan keinginannya yang sungguh-sungguh dan jika ia tidak bertujuan untuk mendapatkan. Siapapun, jika ia mau, bisa membuat pencapaian yang tinggi dalam kehidupan ilahi; atau ia bisa membuat agamanya semata-mata suatu agama lahiriah, dan mengetahui hanya sedikit dari kuasa dan penghiburan-penghiburannya.].
2Timotius 1:6 - “Karena itulah kuperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamuoleh penumpangan tanganku atasmu.”.
Barnes’ Notes (tentang 2Timotius 1:6): “However rich the gifts which God has bestowed upon us, they do not grow of their own accord, but need to be cultivated by our own personal care.” [= Betapapun kayanya karunia-karunia yang Allah berikan kepada kita, mereka tidak bertumbuh dengan sendirinya, tetapi perlu untuk diusahakan oleh perhatian / perawatan kita sendiri.].
Matthew Henry (tentang 2Tim 1:6): “He exhorts him to stir up the gift of God that was in him. ... It is meant of all the gifts and graces that God had given him, to qualify him for the work of an evangelist, the gifts of the Holy Ghost, the extraordinary gifts that were conferred by the imposition of the apostle’s hands. These he must stir up; ... He must take all opportunities to use these gifts, and so stir them up, ... otherwise it would decay.” [= Ia menasehatinya untuk mengobarkan karunia Allah yang ada di dalam dia. ... Ini dimaksudkan tentang semua karunia-karunia dan kasih karunia - kasih karunia yang telah Allah berikan kepadanya, untuk membuatnya memenuhi syarat untuk pekerjaan seorang penginjil, karunia-karunia dari Roh Kudus, karunia-karunia yang luar biasa yang diberikan kepadanya oleh penumpangan tangan rasul. Hal-hal ini harus ia kobarkan; ... Ia harus menggunakan semua kesempatan untuk menggunakan karunia-karunia ini, dan dengan demikian mengobarkannya, ... kalau tidak itu akan membusuk.].
Tetapi awas, jangan ‘menggunakan’ karunia-karunia yang tidak saudara miliki, atau melayani di tempat saudara tidak berkarunia! Perhatikan bagian yang saya garis-bawahi dari kutipan di atas.
Pulpit Commentary: “We cherish the Spirit by earnest desires for his influence, by a diligent use of the means of grace, by a spirit of trust and dependence, and by compliance with his secret impressions.” [= Kita memelihara Roh dengan keinginan yang sungguh-sungguh akan pengaruhNya, dengan penggunaan cara / jalan kasih karunia dengan rajin, dengan roh yang percaya dan bergantung, dan dengan ketundukan / penyesuaian dengan pengaruhNya yang rahasia.] - hal 107-108.
Catatan: ‘the means of grace’ [= cara / jalan kasih karunia] merupakan suatu istilah theologia, yang sukar diterjemahkan. Mungkin bisa diartikan sebagai hal-hal yang diberikan oleh Allah untuk mendapatkan kasih karunia ilahi (berkat-berkat rohani). Ini bisa menunjuk kepada Kitab Suci / Firman Tuhan, kebaktian, doa, iman, pelayanan, persekutuan dengan saudara-saudara seiman, dsb. (https://en.wikipedia.org/wiki/Means_of_grace).
BACA JUGA: PENJELASAN JANGAN MENGHAKIMI (LUKAS 6:37)
c) Kesombongan / pemuliaan diri sendiri.
Herbert Lockyer: “Self-glorification. The love of self-praise and of self-born aims and wishes can cause the spiritual fire to burn very low upon the altar of the heart. James Denny reminds us that ‘there always have been men in the world so clever that God could make no use of them; they could never do His work, because they were so lost in the admiration of their own.’ If we do well, the Devil is the first to tell us so! If we fail, then he is the first to discourage us and whisper, ‘What’s the use of you trying to speak?’” [= Pemuliaan diri sendiri. Kasih / kesenangan pada pujian terhadap diri sendiri dan terhadap tujuan-tujuan dan keinginan-keinginan yang dilahirkan diri sendiri, bisa menyebabkan api rohani menyala sangat rendah pada mezbah dari hati. James Denny mengingatkan kita bahwa ‘selalu ada orang-orang dalam dunia yang begitu pandai sehingga Allah tidak bisa menggunakan mereka; mereka tidak pernah bisa melakukan pekerjaanNya, karena mereka begitu terhilang dalam kekaguman terhadap diri mereka sendiri’. Jika kita melakukan sesuatu dengan baik, setan adalah yang pertama memberitahu kita akan hal itu! Jika kita gagal, maka ia adalah yang pertama yang membuat kita kecil hati dan berbisik, ‘Apa gunanya engkau berusaha untuk berbicara?’] - ‘The Holy Spirit of God’, hal 222-223.
Apakah saudara adalah orang yang narsis? Orang yang selfie belum tentu narsis, tetapi orang yang narsis pasti selalu selfie! Orang yang bercermin belum tentu narsis, tetapi orang yang narsis pasti selalu bercermin! Ini semua tentang ke-narsis-an dalam dunia sekuler, dan ditujukan pada bentuk jasmani seseorang.
Lalu bagaimana sikap narsis dalam dunia rohani? Bisa bangga akan kesalehannya, bangga karena keberhasilan pelayanannya, bangga akan karunia-karunianya, bangga akan setiap pencapaian (atau yang ia anggap sebagai pencapaian) secara rohani.
Selalu pikirkan: kalau kita bisa baik, apalagi secara rohani, itu karena kasih karunia Allah. Sebaliknya kalau kita buruk, itu karena diri kita sendiri. Kalau kita selalu merenungkan hal ini, kita tidak akan pernah menjadi seorang narsis.
d) Menganggap rendah nubuat (bdk. 1Tesalonika 5: 20).
1Tesalonika 5: 20: “dan janganlah anggap rendah nubuat-nubuat.”.
Ingat bahwa ‘nubuat’ sebetulnya bukan berarti ‘ramalan’ tetapi seadanya ajaran / firman Tuhan!
Calvin mengatakan (hal 298) bahwa ada orang-orang yang menyamakan ‘memadamkan Roh’ dengan ‘menganggap rendah nubuat’. Tetapi Calvin sendiri menganggap bahwa ‘memadamkan Roh’ bisa dilakukan dengan bermacam-macam cara, dan ‘menganggap rendah nubuat’ hanya merupakan salah satu dari banyak cara itu.
Calvin: “as the Spirit of God illuminates us chiefly by doctrine, those who give not teaching its proper place, do, ... ‘quench the Spirit,’ ... Let every one, therefore, who is desirous to make progress under the direction of the Holy Spirit, allow himself to be taught by the ministry of the prophets.” [= karena Roh Allah menerangi kita terutama dengan doktrin / pengajaran, mereka yang tidak memberikan pengajaran tempat yang benar, memang ... ‘memadamkan Roh’, ... Karena itu, hendaklah setiap orang yang ingin membuat kemajuan di bawah pimpinan dari Roh Kudus, mengijinkan dirinya sendiri untuk diajar oleh pelayanan dari nabi-nabi.] - hal 299.
Adam Clarke: “‘Despise not prophesyings.’ Do not suppose that ye have no need of continual instruction; without it ye cannot preserve the Christian life, nor go on to perfection. God will ever send a message of salvation by each of his ministers to every faithful, attentive hearer. Do not suppose that ye are already wise enough; you are no more wise enough than you are holy enough. They who slight or neglect the means of grace, and especially the preaching of God’s holy word, are generally vain, empty, self-conceited people, and exceedingly superficial both in knowledge and piety.” [= ‘Jangan menganggap rendah nubuat’. Jangan menganggap bahwa engkau tidak membutuhkan pengajaran terus menerus; tanpa itu engkau tidak bisa memelihara / mempertahankan kehidupan Kristen, ataupun maju pada kesempurnaan. Allah akan selalu mengirimkan pesan keselamatan oleh setiap pelayanNya kepada setiap pendengar yang setia dan penuh perhatian. Jangan menganggap bahwa engkau sudah cukup bijaksana; engkau tidak cukup bijaksana sama seperti engkau tidak cukup kudus. Mereka yang meremehkan atau mengabaikan jalan / cara kasih karunia, dan khususnya pemberitaan firman yang kudus dari Allah, biasanya adalah orang-orang yang sombong, kosong, mempunyai pemikiran yang berlebihan tentang diri sendiri, dan sangat dangkal / lahiriah baik dalam pengetahuan maupun kesalehan.].
Kata-kata ‘janganlah anggap rendah nubuat’(1Tesalonika 5: 20) tidak boleh diextrimkan, seakan-akan kita harus menerima seadanya nubuat. Karena itu, Paulus langsung menyambung kata-kata ini dengan mengatakan ‘Ujilah segala sesuatu, dan peganglah yang baik’ (1Tesalonika 5: 21).
Bdk. Kis 17:11 - “Orang-orang Yahudi di kotaitu lebih baik hatinya dari pada orang-orang Yahudi di Tesalonika, karena mereka menerima firman itu dengan segala kerelaan hati dan setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian.”.
Calvin (tentang ay 21): “‘Prove all things.’ As rash men and deceiving spirits frequently pass off their trifles under the name of prophecy, ... as there are so many foolish and ignorant persons that from the pulpit blab out their worthless contrivances, while there are others, also, that are wicked and sacrilegious persons, who babble forth execrable blasphemies.” [= ‘Ujilah segala sesuatu’. Karena orang-orang yang ceroboh / kurang ajar / bodoh sering menipu dengan menyebut hal-hal remeh yang mereka ajarkan dengan sebutan ‘nubuat’, ... karena di sana ada begitu banyak orang-orang yang tolol dan tak mempunyai pengetahuan sehingga dari mimbar membicarakan penemuan-penemuan tak berharga mereka, sedangkan disana ada orang-orang lain juga, yang merupakan orang-orang yang jahat dan najis, yang mengocehkan hujatan-hujatan yang mengerikan / sangat buruk.].
Memang kalau kita melihat khotbah-khotbah di Youtube, betul-betul luar biasa banyak pengkhotbah-pengkhotbah yang hanya menyebarkan sampah, dan bahkan racun! Tetapi baik acaranya, maupun hal-hal lain yang menyertainya kelihatan megah dan hebat.
Juga kalau kita melihat gereja-gereja, kita menjumpai hal yang sama. Banyak gereja-gereja yang megah, dengan acara yang hebat-hebat, dengan pembicara-pembicara yang gelar-gelarnya luar biasa, tetapi pada waktu kita melihat isinya, itu hanya sampah atau racun!
Betul-betul kita harus mempraktekkan kata-kata ini: ‘Don’t judge a book by its covers.’ [= Jangan menilai sebuah buku dari sampulnya.].
Adalah aneh kalau dalam hal-hal duniawi, kita melakukan pengujian, karena takut mendapatkan yang palsu. Misalnya dalam persoalan uang palsu, atau emas palsu, atau berlian palsu. Tetapi dalam hal-hal rohani, Firman Tuhan, yang jauh lebih penting, kita bersikap acuh tak acuh, dan tidak mau melakukan pengujian apapun. Padahal firman / injil yang palsu, mujijat palsu, nubuat palsu dsb, sangat membahayakan!
Calvin mengatakan bahwa ada orang-orang yang karena pernah ditipu oleh ajaran sesat, lalu menolak seadanya ajaran. Dan ada orang-orang kelompok kedua, yang dengan bodohnya menerima segala sesuatu yang diajarkan oleh siapapun. Keduanya salah, karena yang pertama akan terhalang dalam kemajuan pengertian Firman Tuhan, dan yang kedua akan terombang-ambing oleh rupa-rupa angin pengajaran.
Bdk. Efesus 4:11-14 - “(11) Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, (12) untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, (13) sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, (14) sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan,”.
Paulus ingin kita berada di antara kedua sikap extrim ini. Kita harus memeriksa, dengan Kitab Suci, sebelum menolak atau menerima ajaran apapun.
Sebagai contoh memeriksa ajaran dengan menggunakan Kitab Suci, saya ingin menunjuk kepada 2 buah buku, yang berjudul:
1. 40 hari di alam maut (Mary Kathryn Baxter). Pada beberapa tahun yang lalu, buku ini sudah terbit dengan judul ‘Wahyu Tuhan Yesus tentang neraka’.
2. Kumpulan kesaksian perjalanan ke sorga dan neraka (Pdt. Petrus Agung Purnomo - Editor).
Dalam kedua buku ini, kebanyakan dari orang-orang yang mengaku telah melihat neraka, atau mendapat wahyu dari Tuhan tentang neraka, mengatakan bahwa mereka melihat setan menyiksa orang-orang yang masuk ke neraka.
Apakah ini sesuai dengan Kitab Suci? Jelas tidak, bahkan ini bertentangan dengan Kitab Suci, karena:
a. Kitab Suci mengatakan bahwa pada saat ini setan belum masuk ke neraka. Setan baru akan dibuang ke neraka pada saat Yesus datang keduakalinya / penghakiman akhir jaman.
Wahyu 20:10 - “dan Iblis, yang menyesatkan mereka, dilemparkan ke dalam lautan api dan belerang, yaitu tempat binatang dan nabi palsu itu, dan mereka disiksa siang malam sampai selama-lamanya.”.
b. Kalau nanti setan dibuang ke neraka, maka ia disiksa, bukan menyiksa. Ini bahkan diketahui oleh setan sendiri.
Matius 8:29 - “Dan mereka itupun berteriak, katanya: ‘Apa urusanMu dengan kami, hai Anak Allah? Adakah Engkau ke mari untuk menyiksa kami sebelum waktunya?’”.
Bagaimana mungkin orang-orang ini mendapat wahyu dari Tuhan yang ternyata bertentangan dengan
Kitab Suci? Dari semua ini saya hanya melihat adanya 2 kemungkinan:
(1) Orang-orang ini hanya membual; mereka tidak pernah melihat atau mendapat wahyu dari Tuhan tentang neraka.
(2) Orang-orang ini memang mendapat wahyu, tetapi bukan dari Tuhan, melainkan dari setan.
Yang manapun yang benar dari 2 kemungkinan ini, tetap menunjukkan bahwa mereka adalah orang sesat / nabi palsu, dan buku-buku itu juga adalah buku-buku sesat!
e) Macam-macam dosa yang lain.
Pulpit Commentary: “We quench the Spirit by the commission of grievous sins, by the indulgence of sensuality, covetousness, pride, and the irascible passions, and by formality and lukewarmness in our religion.” [= Kita memadamkan Roh dengan melakukan dosa-dosa yang menyedihkan, dengan menuruti / memuaskan hawa nafsu, ketamakan, kesombongan, dan perasaan mudah marah, dan dengan formalitas dan kesuaman dalam agama kita.] - hal 107.
Adam Clarke: “This Spirit is represented as being quenched when any act is done, word spoken, or temper indulged, contrary to its dictates. It is the Spirit of love, and therefore anger, malice, revenge, or any unkind or unholy temper, will quench it ... It has been observed that fire may be quenched as well by heaping earth on it as by throwing water on it; and so the love of the world will as effectually grieve and quench the Spirit as any ordinary act of transgression.” [= Roh ini digambarkan sebagai dipadamkan pada waktu ada tindakan apapun yang dilakukan, kata-kata apapun yang diucapkan, atau kemarahan yang dituruti, bertentangan dengan perintahNya. Ia adalah Roh kasih, dan karena itu kemarahan, kebencian, balas dendam, atau kemarahan yang tidak baik atau tidak kudus, akan memadamkanNya ... Telah ditinjau bahwa api bisa dipadamkan baik dengan menumpuk tanah padanya maupun dengan menyiramkan air padanya; dan demikian juga cinta akan dunia ini akan secara efektif menyedihkan dan memadamkan Roh seperti tindakan pelanggaran biasa yang manapun.].
Barnes’ Notes: “Worldliness, vanity, levity, ambition, pride, the love of dress, or indulgence in an improper train of thought, will do it.” [= Keduniawian, kesia-siaan, kesembronoan, ambisi, kesombongan, kecintaan pada pakaian / penampilan, atau pemuasan dalam suatu rentetan pemikiran yang tidak benar, akan melakukannya (memadamkan Roh).].
Herbert Lockyer: “Insufficient materials. Scarcity of paper and wood can hinder the progress of a fire. Lack of air or insufficient coal are also responsible for a slow-burning fire. Very often the fire of faith is kindled, but it soon dies, leaving nothing but ashes. Surrender to Christ was not complete. Materials were insufficient. There was not enough knowledge, repentance, or submission. Has your first love gone? Have you a cold heart? Can it be that you have ashes where there ought to be a blaze?” [= Material / bahan bakar yang tidak cukup. Kurangnya kertas dan kayu bisa menghalangi kemajuan dari api. Kurangnya udara atau batu bara juga bisa menyebabkan api yang lambat membakar. Sangat sering api dari iman dinyalakan, tetapi segera padam, tidak meninggalkan apapun kecuali abu. Penyerahan kepada Kristus tidak sempurna. Material tidak cukup. Di sana tidak ada pengetahuan, pertobatan, ketundukan yang cukup. Apakah kasih semula / pertamamu hilang? Apakah kamu mempunyai hati yang dingin? Mungkinkah bahwa engkau mempunyai abu dimana seharusnya ada nyala api?] - ‘The Holy Spirit of God’, hal 221.
Perlu dicamkan bahwa semua dosa-dosa yang saya bicarakan di atas, hanyalah contoh. Semua dosa, kalau dipelihara, akan memadamkan Roh!
IV) APA AKIBATNYA KALAU ORANG KRISTEN MEMADAMKAN ROH?
1) Kekerasan hati, kegelapan pikiran, kehilangan kepekaan, kehilangan kesenangan pada apa yang baik.
Pulpit Commentary: “The result in the following out of trial is a state of mind in which there is an insensibility to the importance of the Divine call and warning. Conviction of sin or uneasiness about it ceases; interest in what is good dies out.” [= Hasil dari mengikuti pencobaan sampai akhir adalah suatu keadaan pikiran yang tidak dapat merasakan pentingnya panggilan dan peringatan Ilahi. Kesadaran terhadap dosa atau ketidak-nyamanan tentangnya berhenti; kesenangan terhadap apa yang baik padam / musnah.]- hal 127.
Adam Clarke: “... will quench it so that it will withdraw its influences; and then the heart is left in a state of hardness and darkness.” [= ... akan memadamkanNya sehingga Ia akan menarik pengaruh-pengaruhNya; dan lalu hati ditinggalkan dalam keadaan keras dan gelap.].
Dan dalam keadaan seperti itu, tidak mungkin seorang kristen bisa merasakan damai dan sukacita!
2) Orang Kristen itu tetap akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api.
James Elder Cumming: “By disobedience, .... we may - and we do - ‘quench the Spirit,’ and put out the fire of God in the heart! Then what remains? Ashes; the ashes of the fire that was there, once! And what more? ‘Saved, yet so as by fire’; and that not the fire of the Spirit, but the fire of ‘the day’ that is coming to try and to burn up whatever may not bear the flame.” [= Oleh ketidak-taatan, ... kita bisa - dan kita memang - ‘memadamkan Roh’, dan memadamkan api Allah dalam hati! Lalu apa yang tersisa? Abu; abu dari api yang pernah ada di sana! Dan apa lagi? ‘Diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api’; dan itu bukan api dari Roh, tetapi api dari ‘hari’ yang sedang mendatang untuk menguji dan membakar apapun yang tidak tahan terhadap nyala api.] - ‘A Handbook on the Holy Spirit’, hal 195.
Bdk. 1Korintus 3:10-15 - “(10) Sesuai dengan kasih karunia Allah, yang dianugerahkan kepadaku, aku sebagai seorang ahli bangunan yang cakap telah meletakkan dasar, dan orang lain membangun terus di atasnya. Tetapi tiap-tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun di atasnya. (11) Karena tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus. (12) Entahkah orang membangun di atas dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami, (13) sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji oleh api itu. (14) Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah. (15) Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api.”.
Sebetulnya secara strict text ini tidak berbicara tentang orang kristen yang memadamkan Roh, tetapi tentang orang yang membangun di atas dasar Yesus Kristus, tetapi membangunnya dengan kayu, rumput kering atau jerami. Tetapi tindakan membangun seperti ini memang termasuk dalam ‘ketidak-taatan’!
PENUTUP.
Apakah saudara ingin hal-hal ini terjadi pada diri saudara? Kalau tidak, berusahalah untuk tidak memadamkan Roh tetapi sebaliknya mengobarkan api Roh Kudus dalam diri saudara!
Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div: meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
-AMIN-