1 PETRUS 3:13-17 (MENDERITA KARENA RAJIN BERBUAT BAIK)


Pdt. Budi Asali, M.Div.

1 Petrus 3: 13: “Dan siapakah yang akan berbuat jahat terhadap kamu, jika kamu rajin berbuat baik?”.
1 PETRUS 3:13-17 (MENDERITA KARENA RAJIN BERBUAT BAIK)
otomotif, gadget, bisnis
1) ‘jika kamu rajin berbuat baik?’.

KJV: ‘if ye be followers of that which is good?’ (= jika kamu adalah pengikut-pengikut dari apa yang baik?).

NIV: ‘if you are eager to do good?’ (= jika engkau sungguh-sungguh berbuat baik?).

RSV: ‘if you are zealous for what is right?’ (= jika engkau bersemangat untuk apa yang baik?).

Yunani: ZELOTAI.

Ada orang yang berbuat baik, tetapi tidak bersemangat dalam melakukannya. Ini masih kurang baik. Kita harus bersemangat dalam melakukan apa yang baik!

Yesus sendiri adalah orang yang bersemangat.

Yohanes 2:17 (KJV): ‘And his disciples remembered that it was written, The zeal of thine house hath eaten me up’ (= Dan murid-muridNya ingat bahwa ada tertulis, Semangat tentang rumahMu telah menelan / menghabiskan Aku).

Pulpit Commentary: “The presence or absence of zeal affects the character beneficially or injuriously. Its absence is accompanied by spiritual declension; its presence promotes the true prosperity of the Church and the advance of the gospel; and these in turn react upon the individual character and further its highest development and everlasting well-being”(= Ada atau tidaknya semangat mempengaruhi karakter secara menguntungkan atau secara merugikan. Tidak adanya semangat disertai dengan penurunan rohani; adanya semangat memajukan kemakmuran yang sejati dari Gereja dan kemajuan dari injil; dan selanjutnya hal-hal ini bereaksi pada karakter individu dan melanjutkan perkembangannya yang tertinggi dan kesejahteraannya yang kekal) - hal 150.

2) “Dan siapakah yang akan berbuat jahat terhadap kamu, jika kamu rajin berbuat baik?”.

Pulpit Commentary: “If God’s eye is over the righteous, and his ear open to their prayer, who shall harm them? St. Peter does not mean - Who will have the heart to harm you? He knew the temper of the Jews and heathens; he knew also the Saviour’s prophecies of coming persecution too well to say that. ... None can do real harm to the Lord’s people; they may persecute them, but he will make all things work together for their good” (= Jika mata Allah ada pada orang benar, dan telingaNya terbuka terhadap doa mereka, siapa yang akan merugikan / membahayakan mereka? Santo Petrus tidak memaksudkan - Siapa yang akan sampai hati untuk merugikan / membahayakan kamu? Ia tahu watak dari orang-orang Yahudi dan orang-orang kafir; ia juga mengetahui dengan terlalu baik nubuat-nubuat tentang penganiayaan yang mendatang untuk mengatakan hal itu. ... Tidak ada apapun yang bisa betul-betul merugikan / membahayakan umat Tuhan; mereka bisa menganiaya mereka, tetapi ia akan membuat segala hal bekerja bersama-sama untuk kebaikan mereka) - hal 131.

Tetapi banyak penafsir menafsirkan bahwa ayat ini artinya adalah: kalau kita bersemangat dalam berbuat baik, maka biasanya orang-orang tidak akan berbuat jahat kepada kita.

Matthew Henry: “This will be the best and surest way to prevent suffering; for who is he that will harm you? v. 13. This, I suppose, is spoken of Christians in an ordinary condition, not in the heat of persecution. ‘Ordinarily, there will be but few so diabolical and impious as to harm those who live so innocently and usefully as you do.’” (= Ini adalah cara yang terbaik dan paling pasti untuk mencegah penderitaan; karena siapa yang akan merugikan / membahayakan kamu? ay 13. Ini saya anggap diucapkan tentang orang-orang Kristen dalam keadaan normal, bukan dalam panasnya penganiayaan. ‘Biasanya, hanya ada sedikit orang yang begitu kejam dan jahat sehingga merugikan / membahayakan mereka yang hidup dengan begitu tak berdosa dan begitu berguna seperti yang kamu lakukan).

Bdk. Amsal 16:7 - “Jikalau TUHAN berkenan kepada jalan seseorang, maka musuh orang itupun didamaikanNya dengan dia”.

1 Petrus 3: 14: “Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan berbahagia. Sebab itu janganlah kamu takuti apa yang mereka takuti dan janganlah gentar”.

1) “Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan berbahagia”.
Pulpit Commentary mengatakan bahwa ‘kebenaran’ di sini kelihatannya sama dengan ‘that which is good’ pada 1 Petrus 3: 13 akhir. Jadi, kata-kata ini jelas memberikan perkecualian terhadap kata-kata dalam ay 13. Pada umumnya, kalau kita hidup baik, orang-orang tidak akan berbuat jahat kepada kita, tetapi kadang-kadang hal itu tetap terjadi. Tetapi dalam hal itu, kita menderita karena kebenaran.

Bdk. Matius 5:10-12 - “(10) Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. (11) Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. (12) Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.’”.

Pulpit Commentary: “Christians had often to suffer, not only because of their confession of Christ, but because of the purity of their lives, which was a standing reproach to the heathen” (= Orang-orang Kristen sering harus menderita, bukan hanya karena pengakuan tentang Kristus, tetapi karena kemurnian hidup mereka, yang merupakan suatu celaan yang berdiri kepada orang-orang kafir) - hal 131.

Yohanes 3:19-20 - “(19) Dan inilah hukuman itu: Terang telah datang ke dalam dunia, tetapi manusia lebih menyukai kegelapan dari pada terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat. (20) Sebab barangsiapa berbuat jahat, membenci terang dan tidak datang kepada terang itu, supaya perbuatan-perbuatannya yang jahat itu tidak nampak”.

Ini menyebabkan orang bisa memusuhi kita pada waktu kita berbuat baik.

2) “Sebab itu janganlah kamu takuti apa yang mereka takuti dan janganlah gentar”.

Bdk. Yesaya 8:12 - “‘Jangan sebut persepakatan segala apa yang disebut bangsa ini persepakatan, dan apa yang mereka takuti janganlah kamu takuti dan janganlah gentar melihatnya”.

Calvin: “whence is it that we are overwhelmed with fear, and think ourselves lost, when danger is impending, except that we ascribe to mortal man more power to injure us than to God to save us?” (= dari mana itu sehingga kita dikuasai oleh rasa takut, dan mengira diri kita terhilang, pada waktu bahaya mendatang, kecuali bahwa kita menganggap manusia yang fana lebih mempunyai kuasa untuk menyakiti kita dari pada Allah untuk menyelamatkan kita?) - hal 107.

Adam Clarke: “He who fears God need have no other fear” (= Ia yang takut kepada Allah tidak perlu mempunyai rasa takut yang lain) - hal 859.
Jamieson, Fausset & Brown: “He that fears God has none else to fear” (= Ia yang takut kepada Allah tidak mempunyai siapapun yang lain untuk ditakuti).

Matthew Henry mengatakan: “Kamu tidak perlu takut terhadap apa saja yang dapat mereka lakukan untuk menyerang kamu dengan kengerian, juga tidak perlu banyak gelisah atau khawatir akan kegeraman atau kekuatan musuh-musuhmu.” Amatilah, pertama, selalu mengikuti apa yang baik adalah jalan terbaik yang dapat kita ambil untuk terhindar dari bahaya. Kedua, menderita karena kebenaran merupakan kehormatan dan kebahagiaan orang Kristen. Men derita demi kebenaran, demi hati nurani yang baik, atau kewajiban apa saja dari orang Kristen, merupakan suatu kehormatan besar. Kegembiraannya lebih besar daripada siksaannya, kehormatannya lebih besar daripada aibnya, dan keuntungannya jauh lebih besar daripada kerugiannya. Ketiga, orang-orang Kristen tidak mempunyai alasan untuk takut terhadap ancaman atau kegeraman siapa saja dari musuh-musuh mereka. “Musuh-musuhmu adalah musuh-musuh Allah, wajah- Nya menentang mereka, kuasa-Nya mengatasi mereka. Mereka adalah sasaran kutukan-Nya, dan tidak dapat melakukan apa-apa kepadamu tanpa seizin Dia. Oleh sebab itu, janganlah kamu gelisah karena mereka.”

1 Petrus 3: 15-16: “(15) Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat, (16) dan dengan hati nurani yang murni, supaya mereka, yang memfitnah kamu karena hidupmu yang saleh dalam Kristus, menjadi malu karena fitnahan mereka itu”.

1) “Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan!”.

a) Terjemahan.

KJV: ‘But sanctify the Lord God in your hearts’ (= Tetapi kuduskanlah Tuhan Allah dalam hatimu).

NIV: ‘But in your hearts set apart Christ as Lord’ (= Tetapi dalam hatimu kuduskanlah / pisahkanlah Kristus sebagai Tuhan).

KJV berbeda karena menterjemahkan dari manuscript yang berbeda. Sekalipun beberapa penafsir mengatakan tidak bisa tahu yang mana manuscript yang lebih dipercaya, tetapi ada beberapa yang mengatakan bahwa manuscript yang dipakai oleh KJV itu salah.

b) Kata-kata ini membuktikan bahwa Yesus Kristus adalah Allah.

Bagaimana bisa demikian?

1. Bdk. Yes 8:12b-13 - “(12b) ... apa yang mereka takuti janganlah kamu takuti dan janganlah gentar melihatnya. (13) Tetapi TUHAN (YAHWEH) semesta alam, Dialah yang harus kamu akui sebagai Yang Kudus; kepadaNyalah harus kamu takut dan terhadap Dialah harus kamu gentar”.

Bagian yang saya garis bawahi diterjemahkan secara agak berbeda oleh KJV.

KJV: ‘Sanctify the LORD of hosts himself’ (= Kuduskanlah TUHAN semesta alam sendiri).

Jadi, kalau dalam Yesaya 8:12-13 ada perintah untuk menguduskan YAHWEH, maka dalam 1Pet 3:15a perintahnya adalah untuk menguduskan Kristus. Ini menunjukkan bahwa Yesus adalah YAHWEH.

Pulpit Commentary: “St. Peter here substitutes the Saviour’s Name where the prophet wrote, ‘the Lord of hosts, Jehovah Sabaoth’ - a change which would be nothing less than impious if the Lord Jesus Christ were not truly God” (= Santo Petrus di sini menggantikan dengan Nama sang Juruselamat dimana sang nabi menulis ‘TUHAN semesta alam, Yehovah Tsebbaoth’ - perubahan mana merupakan sesuatu yang tidak kurang dari suatu ketidak-hormatan terhadap Allah, seandainya Tuhan Yesus Kristus bukan sungguh-sungguh Allah) - hal 131-132.

Pulpit Commentary: “Peter, the Jew, who knew that perhaps the very highest title which could be ascribed to Jehovah was ‘the Lord of hosts,’ did not hesitate to give that title to Christ. Peter had known him in the humiliation of his human life; he had even washed Peter’s feet, yet Peter uses his name and that of ‘the Lord of hosts’ as convertible terms - speaks of these two as one. Peter, at least, had no doubt of the Deity of Jesus” (= Petrus, si orang Yahudi, yang tahu bahwa mungkin gelar tertinggi yang bisa diberikan kepada Yehovah adalah ‘TUHAN semesta alam’, tidak ragu-ragu untuk memberikan gelar itu kepada Kristus. Petrus telah mengenalNya dalam perendahan dari kehidupan manusiaNya; Ia bahkan telah mencuci kaki Petrus, tetapi Petrus menggunakan namaNya dan nama ‘TUHAN semesta alam’ sebagai istilah-istilah yang dapat ditukar - berbicara tentang kedua nama ini sebagai satu nama. Sedikitnya, Petrus tidak ragu-ragu tentang Keilahian Yesus) - hal 156.

2. Bdk. Yesaya 29:23 - “Sebab pada waktu mereka, keturunan Yakub itu, melihat apa yang dibuat tanganKu di tengah-tengahnya, mereka akan menguduskan namaKu; mereka akan menguduskan Yang Kudus, Allah Yakub, dan mereka akan gentar kepada Allah Israel”.

Kalau dalam Yesaya 29:23 ini (dan juga dalam Doa Bapa Kami - Mat 6:9b) yang dikuduskan adalah Allah, dan dalam 1Petrus 3:15 Petrus mengatakan bahwa kita harus menguduskan Yesus dalam hati kita, maka ini lagi-lagi menunjukkan Yesus sebagai Allah!

c) Apa artinya menguduskan Kristus dalam hati kita sebagai Tuhan?

Pulpit Commentary: “‘Sanctify him,’ the apostle says (as the Lord himself teaches us to say, in the first words of the Lord’s Prayer); that is, regard him as most holy, awful in sanctity; serve him with reverence and godly fear” [= ‘Kuduskanlah Dia’, sang rasul berkata (seperti Tuhan sendiri mengajar kita untuk berkata, dalam kata-kata pertama dari Doa Bapa Kami); yaitu; anggaplah Dia sebagai paling kudus, hebat dalam kekudusan; layanilah Dia / beribadahlah kepadaNya dengan hormat dan rasa takut yang saleh] - hal 132.

Pulpit Commentary: “we are bidden to sanctify him, to regard him as alone holy, the Most Holy One, holiest of holies; to hallow his holy Name, to reverence his most sacred presence within us, and in all awe and love and thankfulness to offer unto him the deepest adoration of our hearts” (= kita diminta untuk menguduskan Dia, menganggap Dia saja sebagai kudus, Yang Maha Kudus, yang paling kudus dari yang kudus; untuk menguduskan namaNya, untuk menghormati kehadiranNya yang paling kudus / keramat di dalam diri kita, dan dalam segala kekaguman / kekhidmatan dan kasih dan rasa syukur mempersembahkan kepadaNya pemujaan yang terdalam dari hati kita) - hal 142.

Jay E. Adams: “it is plainly to recognize Christ as Lord” (= ini secara sederhana adalah mengakui Kristus sebagai Tuhan) - hal 109.

Alexander Nisbet: “they should reverence and adore in their hearts the sovereignty and holiness of God” (= mereka harus menghormati dan memuja dalam hati mereka kedaulatan dan kekudusan Allah) - hal 136.

Catatan: Alexander Nisbet menggunakan terjemahan KJV.

RSV: ‘but in your hearts reverence Christ as Lord’ (= tetapi dalam hatimu hormatilah / takutilah Kristus sebagai Tuhan).

2) “Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu”.

a) ‘Pertanggungan jawab’.

KJV/NIV: ‘an answer’ (= suatu jawaban).

NASB: ‘a defense’ (= suatu pembelaan).

Yunani: APOLOGIA. Dari kata ini diturunkan kata ‘apologetics’, yang bisa diartikan sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara pembelaan iman Kristen terhadap serangan-serangan dari luar.

1. Ini bukan suatu permintaan maaf atas sesuatu yang salah yang kita percayai / ajarkan, tetapi suatu pembelaan, atas sesuatu yang benar yang kita percayai dan ajarkan.

Mengapa saya tahu-tahu berbicara tentang ‘permintaan maaf’? Karena kata bahasa Inggris ‘apology’ yang biasanya diartikan sebagai ‘permintaan maaf’ juga diturunkan dari kata APOLOGIA ini.

Adam Clarke: “The word a]pologia (APOLOGIA), which we translate ‘answer’, signifies ‘a defence’; from this we have our word ‘apology’, which did not originally signify an excuse for an act, but a defence of that act. The defence of Christianity by the primitive fathers are called ‘apologies’.” [= Kata a]pologia (APOLOGIA), yang kami terjemahkan ‘jawaban’, berarti ‘suatu pembelaan’; dari sini kita mendapatkan kata ‘apology’, yang pada mulanya tidak berarti suatu permintaan maaf untuk suatu tindakan, tetapi suatu pembelaan terhadap tindakan itu. Pembelaan terhadap kekristenan oleh bapa-bapa gereja jaman dulu disebut ‘apologies’] - hal 860.

Catatan: kata ‘apology’ bisa diartikan sebagai:

· suatu pengakuan dan pernyataan penyesalan tentang suatu kesalahan.

· suatu pembelaan terhadap suatu pandangan.

Bdk. Kisah Para Rasul 22:1 - “‘Hai saudara-saudara dan bapa-bapa, dengarkanlah, apa yang hendak kukatakan kepadamu sebagai pembelaan diri (Yunani: APOLOGIAS).’”.

Kalau saudara membaca cerita selanjutnya dalam Kis 22 itu, maka saudara akan melihat bahwa Paulus sama sekali tidak meminta maaf. Sebaliknya ia bersaksi tentang alasan mengapa ia menjadi kristen dan melakukan apa yang ia lakukan.

Bdk. juga dengan Filipi 1:7,16 Kisah Para Rasul 25:16 1Korintus 9:3 2Timotius 4:16 2Korintus 7:11.

Jadi jelas bahwa APOLOGIA bukan berarti ‘permintaan maaf’, dan karena itu:

a. Jangan pernah minta maaf terhadap orang-orang kafir, karena saudara beragama Kristen / percaya kepada Yesus / Kitab Suci!

Misalnya:

· dalam acara kumpul-kumpul dalam acara hari kemerdekaan (17 Agustusan), saudara diminta untuk berdoa, dan saudara lalu berkata: ‘Tetapi maaf lho, saya agama kristen, jadi doanya doa Kristen!’.

· saudara dikirimi makanan bekas sembahyangan, dan saudara mengatakan: ‘Maaf ya, saya agama kristen, dan saya tidak boleh makan makanan sembahyangan’.

Hal-hal seperti ini mungkin dianggap sebagai ‘sopan’ / ‘beretika’, tetapi semua sopan santun / etika yang tidak sesuai dengan Kitab Suci / Firman Tuhan harus dibuang!

b. Jangan pernah meminta maaf karena saudara mempercayai / menyatakan suatu kebenaran!

Baru-baru ini saya berkhotbah di suatu persekutuan, dan di situ ada orang baru dari Kanada. Pada saat berkhotbah, saya menyerang Toronto Blessing. Lalu waktu acara makan pemilik rumah memberitahu saya bahwa orang baru itu dari gereja Vineyard di Toronto (tempat Toronto Blessing meledak pertama kalinya). Dia pasti tersinggung. Tetapi haruskah saya meminta maaf atas apa yang saya katakan? Sama sekali tidak!

2. Pertanggungan jawab itu harus Alkitabiah dan logis, dan untuk bisa memberikannya, orang kristen harus belajar, dan berlatih dalam memberikannya.

Dalam persoalan ini, kita harus hati-hati dengan Matius 10:17-20 - “(17) Tetapi waspadalah terhadap semua orang; karena ada yang akan menyerahkan kamu kepada majelis agama dan mereka akan menyesah kamu di rumah ibadatnya. (18) Dan karena Aku, kamu akan digiring ke muka penguasa-penguasa dan raja-raja sebagai suatu kesaksian bagi mereka dan bagi orang-orang yang tidak mengenal Allah. (19) Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir akan bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga. (20) Karena bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh Bapamu; Dia yang akan berkata-kata di dalam kamu”.

Hati-hati dengan text ini, karena text ini tidak menjanjikan bahwa Tuhan akan memberikan kata-kata kepada kita dalam segala keadaan, tetapi hanya pada waktu diajukan ke mahkamah agama / pengadilan. Jadi, ini bukan alasan bagi seorang pengkhotbah untuk naik ke mimbar tanpa lebih dulu mempersiapkan khotbahnya. Dan jelas ini juga bukan alasan bagi orang kristen untuk tidak belajar dengan baik supaya bisa memberikan pembelaan terhadap iman Kristennya.

William Barclay mengatakan bahwa kata APOLOGIA itu mengandung kata LOGOS, dan ia lalu memberikan komentar sebagai berikut: “Here Peter has certain things to say about this Christian defence. ... It must be reasonable. It is a LOGOS that the Christian must give, and a LOGOS is a reasonable and intelligent statement of his position” (= Di sini Petrus mempunyai hal-hal tertentu untuk dikatakan tentang pembelaan Kristen ini. ... Itu harus logis / masuk akal. Adalah suatu LOGOS yang harus diberikan oleh orang kristen, dan suatu LOGOS adalah suatu pernyataan yang logis / masuk akal dan cerdas dari posisinya) - hal 230.

William Barclay: “It is one of the tragedies of the modern situation that there are so many Church members who, if they were asked what they believe, could not tell, and who, if they were asked why they believe it, would be equally helpless. The Christian must go through the mental and spiritual toil of thinking out his faith, so that he can tell what he believes and why” (= Merupakan salah satu dari tragedi-tragedi dari situasi modern bahwa ada begitu banyak anggota Gereja yang, jika ditanya apa yang mereka percayai, tidak bisa memberitahukan, dan yang, jika ditanya mengapa mereka mempercayainya, juga sama tidak berdayanya. Orang kristen harus berjalan melalui jerih payah yang bersifat mental / pemikiran dan rohani untuk memikirkan imannya, sehingga ia bisa memberitahukan apa yang ia percayai dan mengapa ia mempercayainya) - hal 231.

Pulpit Commentary: “We should take care that our faith is established on the holy Word of God; those who are able should pursue such other studies as may assist us in the defence of the faith” (= Kita harus memperhatikan supaya iman kita ditegakkan pada Firman Allah yang kudus; dan mereka yang mampu, harus mengejar pelajaran-pelajaran lain sehingga bisa menolong kita dalam pembelaan dari iman) - hal 143.

A. T. Robertson: “This attitude calls for an intelligent grasp of the hope and skill in presenting it” (= Sikap ini memerlukan suatu pengertian yang cerdas tentang pengharapan, dan keahlian dalam menyampaikannya) - ‘Word Pictures in the New Testament’, vol VI, hal 114.

Jamieson, Fausset & Brown: “‘A reason’ - a reasonable account. This refutes Rome’s ‘I believe it, because the Church believes it.’” [= ‘Suatu alasan’ - suatu penjelasan yang masuk akal. Ini membantah kata-kata Roma (Katolik) ‘Aku mempercayainya, karena Gereja mempercayainya’].

Catatan: penafsir ini menggunakan terjemahan KJV: ‘and be ready always to give an answer to every man that asketh you a reason of the hope that is in you’ (= dan siap sedialah selalu untuk memberikan suatu jawab kepada setiap orang yang memintamu / menanyakan kepadamu suatu alasan tentang pengharapan yang ada di dalam kamu).

Barnes’ Notes: “No man ought to entertain opinions for which a good reason cannot be given; and every man ought to be willing to state the grounds of his hope on all proper occasions” (= Tidak ada orang yang harus memelihara pandangan-pandangan untuk mana suatu alasan yang baik tidak bisa diberikan; dan setiap orang harus mau untuk menyatakan dasar-dasar dari pengharapannya pada semua kesempatan yang tepat) - hal 1421.

Hal-hal lain yang harus dilakukan selain belajar adalah:

a. Menandai Alkitab / memberi catatan pada Alkitab. Misalnya:

· memberi warna merah untuk ayat-ayat untuk penginjilan, warna biru untuk ayat-ayat berkenaan dengan Saksi Yehuwa, warna kuning untuk Liberal, dsb.

· mencatat di bagian belakang Alkitab saudara ayat-ayat yang penting, misalnya ayat-ayat tentang keilahian Kristus, tentang Allah Tritunggal, dsb.

· mencatat ayat-ayat referensi dari ayat tertentu. Misalnya pada Roma 6:23 - ‘upah dosa ialah maut’, kita mencatat ayat referensinya yaitu Wahyu 21:8 (yang menunjukkan bahwa maut / kematian kedua itu menunjuk kepada neraka).

b. Menghafal ayat. Ini khususnya penting sekali dalam menghadapi Saksi-Saksi Yehuwa yang banyak sekali hafal ayat dan menggunakan ayat!

3. Pemberian pertanggung-jawaban / pembelaan tersebut bisa melibatkan argumentasi / perdebatan. Selama itu bukan suatu perdebatan yang ‘panas’, itu tidak salah. Alasannya:

a. Banyak tokoh Kitab Suci yang juga melakukannya. Contoh:

· Paulus sering berdebat, misalnya dalam:

* Kis 9:22,29 - “(22) Akan tetapi Saulus semakin besar pengaruhnya dan ia membingungkan orang-orang Yahudi yang tinggal di Damsyik, karena ia membuktikan, bahwa Yesus adalah Mesias. ... (29) Ia juga berbicara dan bersoal jawab dengan orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani, tetapi mereka itu berusaha membunuh dia”.

* Kisah Para Rasul 15:2 - “Tetapi Paulus dan Barnabas dengan keras melawan dan membantah pendapat mereka itu. Akhirnya ditetapkan, supaya Paulus dan Barnabas serta beberapa orang lain dari jemaat itu pergi kepada rasul-rasul dan penatua-penatua di Yerusalem untuk membicarakan soal itu”.

* Kisah Para Rasul 17:17-18 - “(17) Karena itu di rumah ibadat ia bertukar pikiran dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang yang takut akan Allah, dan di pasar setiap hari dengan orang-orang yang dijumpainya di situ. (18) Dan juga beberapa ahli pikir dari golongan Epikuros dan Stoa bersoal jawab dengan dia dan ada yang berkata: ‘Apakah yang hendak dikatakan si peleter ini?’ Tetapi yang lain berkata: ‘Rupa-rupanya ia adalah pemberita ajaran dewa-dewa asing.’ Sebab ia memberitakan Injil tentang Yesus dan tentang kebangkitanNya”.

* Kisah Para Rasul 18:4 - “Dan setiap hari Sabat Paulus berbicara dalam rumah ibadat dan berusaha meyakinkan orang-orang Yahudi dan orang-orang Yunani”.

* Kis 19:8-9 - “(8) Selama tiga bulan Paulus mengunjungi rumah ibadat di situ dan mengajar dengan berani. Oleh pemberitaannya ia berusaha meyakinkan merekatentang Kerajaan Allah. (9) Tetapi ada beberapa orang yang tegar hatinya. Mereka tidak mau diyakinkan, malahan mengumpat Jalan Tuhan di depan orang banyak. Karena itu Paulus meninggalkan mereka dan memisahkan murid-muridnya dari mereka, dan setiap hari berbicara di ruang kuliah Tiranus”.

* Kisah Para Rasul 22:1 - “‘Hai saudara-saudara dan bapa-bapa, dengarkanlah, apa yang hendak kukatakan kepadamu sebagai pembelaan diri.’”.

* Kis 26:24-25 - “(24) Sementara Paulus mengemukakan semuanya itu untuk mempertanggungjawabkan pekerjaannya, berkatalah Festus dengan suara keras: ‘Engkau gila, Paulus! Ilmumu yang banyak itu membuat engkau gila.’ (25) Tetapi Paulus menjawab: ‘Aku tidak gila, Festus yang mulia! Aku mengatakan kebenaran dengan pikiran yang sehat!”.

Kata-kata yang Paulus ucapkan dalam ay 25nya jelas merupakan suatu bantahan terhadap kata-kata Festus dalam ay 24.

* Kisah Para Rasul 28:23 - “Lalu mereka menentukan suatu hari untuk Paulus. Pada hari yang ditentukan itu datanglah mereka dalam jumlah besar ke tempat tumpangannya. Ia menerangkan dan memberi kesaksian kepada mereka tentang Kerajaan Allah; dan berdasarkan hukum Musa dan kitab para nabi ia berusaha meyakinkan merekatentang Yesus. Hal itu berlangsung dari pagi sampai sore”.

* 1Korintus 9:3 - “Inilah pembelaanku terhadap mereka yang mengeritik aku”.

* Filipi 1:7,16 - “(7) Memang sudahlah sepatutnya aku berpikir demikian akan kamu semua, sebab kamu ada di dalam hatiku, oleh karena kamu semua turut mendapat bagian dalam kasih karunia yang diberikan kepadaku, baik pada waktu aku dipenjarakan, maupun pada waktu aku membela dan meneguhkan Berita Injil. ... (16) Mereka ini memberitakan Kristus karena kasih, sebab mereka tahu, bahwa aku ada di sini untuk membela Injil”.

· Stefanus juga berdebat dalam Kis 6:9-10 - “(9) Tetapi tampillah beberapa orang dari jemaat Yahudi yang disebut jemaat orang Libertini - anggota-anggota jemaat itu adalah orang-orang dari Kirene dan dari Aleksandria - bersama dengan beberapa orang Yahudi dari Kilikia dan dari Asia. Orang-orang itu bersoal jawab dengan Stefanus, (10) tetapi mereka tidak sanggup melawan hikmatnya dan Roh yang mendorong dia berbicara”.

· Apolos juga berdebat dalam Kis 18:28 - “Sebab dengan tak jemu-jemunya ia membantah orang-orang Yahudi di muka umum dan membuktikan dari Kitab Sucibahwa Yesus adalah Mesias”.

b. Tuhan Yesus sendiri berjanji untuk memimpin / memberikan kata-kata pada waktu orang kristen dihadapkan pada pengadilan / mahkamah agama.

Lukas 12:11-12 - “(11) Apabila orang menghadapkan kamu kepada majelis-majelis atau kepada pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa, janganlah kamu kuatir bagaimana dan apa yang harus kamu katakan untuk membela dirimu (Yunani: APOLOGESESTHE). (12) Sebab pada saat itu juga Roh Kudus akan mengajar kamu apa yang harus kamu katakan.’”.

Lukas 21:12-15 - “(12) Tetapi sebelum semuanya itu kamu akan ditangkap dan dianiaya; kamu akan diserahkan ke rumah-rumah ibadat dan penjara-penjara, dan kamu akan dihadapkan kepada raja-raja dan penguasa-penguasa oleh karena namaKu. (13) Hal itu akan menjadi kesempatan bagimu untuk bersaksi. (14) Sebab itu tetapkanlah di dalam hatimu, supaya kamu jangan memikirkan lebih dahulu pembelaanmu (Yunani: APOLOGETHENAI). (15) Sebab Aku sendiri akan memberikan kepadamu kata-kata hikmat, sehingga kamu tidak dapat ditentang atau dibantah lawan-lawanmu”.

Kalau orang kristen memang tidak boleh berdebat, dan harus berdiam diri seperti Yesus dalam menghadapi segala tuduhan, bagaimana mungkin Yesus menjanjikan hal ini kepada para pengikutNya?

b) “siap sedialah pada segala waktu”.

1. Perhatikan bahwa ini merupakan suatu perintah, sehingga kalau saudara tidak melakukannya, saudara berdosa.

Juga perhatikan bahwa Petrus tidak menujukan kata-kata ini hanya kepada hamba-hamba Tuhan / pendeta / penginjil, guru Sekolah Minggu dan sebagainya, tetapi kepada seadanya orang kristen, termasuk saudara!

Jadi, pada waktu agama / kepercayaan saudara diserang, saudara tidak boleh lari, menjadi marah, atau mendiamkan saja, dengan alasan ‘orang kristen harus cinta damai’ / ‘orang kristen tidak boleh gegeran’, dsb. Alasan-alasan bodoh dan tidak alkitabiah ini sering diberikan oleh banyak orang kristen / hamba Tuhan, hanya untuk menutupi ketidak-mampuan / kebodohan mereka atau rasa takut / sikap pengecut mereka, dengan kedok kesalehan. Jangan meniru kebodohan seperti ini! Saudara wajib untuk bisa memberikan pembelaan.

Kita tidak bisa / boleh meneladani Yesus dalam hal ini. Yesus diam saja di depan Pontius Pilatus maupun Herodes, karena Ia memang datang ke dunia dengan tujuan untuk mati disalib untuk menebus dosa-dosa kita. Kalau Dia menjawab, maka Ia tidak akan dihukum mati. Ingat bahwa tidak seluruh kehidupan Yesus harus kita teladani. Bahwa Yesus tidak kawin, puasa 40 hari, mati untuk menebus dosa, tidak berarti bahwa kita harus meneladani hal-hal itu. Juga pada saat Ia tidak menjawab pertanyaan Herodes / Pontius Pilatus.

Pulpit Commentary: “As they must live for Christ, so they must, when occasion serves, speak for him. ... men will sometimes ask for a reason of the hope that is in them. ... Christians had often to speak or to write in defence of their faith. We should be ready to do so still both for the glory of God and for the sake of the inquirer’s soul” (= Sebagaimana mereka harus hidup untuk Kristus, demikian juga mereka harus, pada waktu peristiwa / kesempatan itu memenuhi syarat, berbicara untuk Dia. ... kadang-kadang orang-orang akan meminta suatu alasan tentang pengharapan yang ada di dalam mereka. ... Orang-orang Kristen sering harus berbicara atau menulis dalam pembelaan iman mereka. Kita harus tetap siap untuk melakukannya baik untuk kemuliaan Allah maupun demi jiwa si penanya) - hal 142-143.

Calvin: “he requires such constancy in the faithful, as boldly to give a reason for their faith to their adversaries. And this is a part of that sanctification which he had just mentioned; for we then really honour God, when we neither fear nor shame hinders us from making a profession of our faith. ... He bids them only to be ready to give an answer, lest by their sloth and the cowardly fear of the flesh they should expose the doctrine of Christ, by being silent, to the derision of the ungodly. ... we ought to be prompt in avowing our faith, so as to set it forth whenever necessary, lest the unbelieving through our silence should condemn the religion we follow” (= ia menghendaki keteguhan / kesetiaan dalam diri orang-orang percaya, sehingga dengan berani memberikan alasan untuk iman mereka kepada musuh-musuh mereka. Dan ini adalah sebagian dari pengudusan yang baru ia sebutkan; karena kita sungguh-sungguh menghormati Allah, pada waktu rasa takut atau malu tidak menghalangi kita untuk membuat suatu pengakuan tentang iman kita. ... Ia hanya meminta mereka untuk siap sedia untuk memberi jawaban, supaya jangan karena kemalasan dan rasa takut dari daging yang bersifat pengecut, mereka berdiam diri dan membuka ajaran Kristus terhadap ejekan dari orang-orang jahat. ... kita harus cepat dalam mengakui iman kita, supaya bisa menyatakannya kapanpun diperlukan, supaya jangan orang-orang yang tidak percaya mengecam agama yang kita ikuti karena diam / bungkamnya kita) - hal 108.

Calvin: “This was also required by the state of the times; the Christian name was much hated and deemed infamous; many thought the sect wicked and guilty of many sacrileges. It would have been, therefore, the highest perfidy against God, if, when asked, they had neglected to give a testimony in favour of their religion” (= Ini juga diharuskan oleh keadaan dari saat itu; nama Kristen sangat dibenci dan dianggap sebagai nama buruk; banyak orang beranggapan bahwa sekte ini jahat dan bersalah tentang banyak pelanggaran hal-hal keramat. Karena itu, merupakan suatu pengkhianatan / kedurhakaan tertinggi terhadap Allah, jika pada waktu diminta / ditanya, mereka lalai untuk memberikan kesaksian untuk mendukung agama mereka) - hal 109.

Pulpit Commentary: “Christians ought to be able to give an account of their hope when asked, both for the defence of the truth and for the good of the asker. That account may be very simple; it may be the mere recital of personal experience - often the most convincing of arguments; it may be, in the case of instructed Christians, profound and closely reasoned. Some answer every Christian ought to be able to give” (= Orang-orang kristen harus bisa memberikan suatu pertanggung-jawaban tentang pengharapan mereka pada waktu diminta, baik demi pembelaan dari kebenaran maupun demi kebaikan dari orang yang meminta. Pertanggung-jawaban itu bisa sederhana; itu bisa sekedar merupakan cerita tentang pengalaman pribadi, yang sering merupakan argumentasi yang paling meyakinkan; dan dalam kasus orang-orang kristen yang telah diajar, itu bisa merupakan sesuatu yang mendalam dan diberi alasan yang seksama / teliti. Setiap orang kristen harus bisa memberikan jawaban) - hal 132.

2. Kata-kata ‘pada segala waktu’ menunjukkan bahwa orang kristen harus selalu siap untuk memberikan pertanggungan jawab / pembelaan, dan harus selalu siap untuk membicarakan agama / kepercayaannya.

Barnes’ Notes: “A Christian should always be willing to converse about his religion. He should have such a deep conviction of its truth, of its importance, and of his personal interest in it; he should have a hope so firm, so cheering, so sustaining, that he will be always prepared to converse on the prospect of heaven, and to endeavour to lead others to walk in the path to life” (= Seorang Kristen harus selalu mau untuk berbicara tentang agamanya. Ia harus mempunyai keyakinan yang begitu dalam tentang kebenaran agamanya, tentang pentingnya agamanya, dan tentang kesenangan pribadinya terhadap agamanya; ia harus mempunyai suatu pengharapan yang begitu teguh, begitu menggembirakan, begitu mendukung, sehingga ia akan selalu siap untuk berbicara tentang prospek tentang surga, dan untuk berusaha untuk membimbing orang lain untuk berjalan di jalan yang menuju kepada kehidupan) - hal 1421.

Mengapa banyak orang kristen enggan berbicara tentang agamanya sendiri? Karena mereka sendiri tidak yakin akan kebenarannya, atau tentang pentingnya agama mereka, dan mereka sendiri tidak terlalu punya interest terhadap agamanya sendiri!

c) ‘kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu’.

1. Calvin mengatakan (hal 109) bahwa kata ‘pengharapan’ di sini menunjuk kepada ‘iman’.

2. ‘tentang pengharapan yang ada padamu’.

KJV: ‘the hope that is in you’ (= pengharapan yang ada di dalam engkau).

Calvin: “he speaks of that ‘hope that is in you’; for he intimates that the confession which flows from the heart is alone that which is approved by God; for except faith dwells within, the tongue prattles in vain. It ought then to have its roots within us, so that it may afterwards bring forth fruit of confession” (= ia berbicara tentang ‘pengharapan yang ada di dalam kamu’; karena ia mengisyaratkan bahwa pengakuan yang keluar dari hati saja yang direstui oleh Allah; karena kecuali iman tinggal di dalam, lidah mengoceh dengan sia-sia. Jadi itu harus mempunyai akar di dalam kita, sehingga selanjutnya itu bisa melahirkan buah pengakuan) - hal 109.

3. ‘tiap-tiap orang’.

a. Dari kata ‘tiap-tiap orang’ ini kelihatannya text ini membicarakan pembelaan biasa, bukan dalam pengadilan.

Kata APOLOGIA biasanya diartikan sebagai suatu pembelaan di depan pengadilan, seperti pada ayat-ayat di bawah ini.

Kisah Para Rasul 22:1 - “‘Hai saudara-saudara dan bapa-bapa, dengarkanlah, apa yang hendak kukatakan kepadamu sebagai pembelaan diri.’”.

Kisah Para Rasul 25:16 - “Aku menjawab mereka, bahwa bukanlah kebiasaan pada orang-orang Roma untuk menyerahkan seorang terdakwa sebagai suatu anugerah sebelum ia dihadapkan dengan orang-orang yang menuduhnya dan diberi kesempatan untuk membela diri terhadap tuduhan itu”.

Tetapi di sini Petrus mengatakan ‘tiap-tiap orang’, sehingga jelas menunjukkan bahwa ia memaksudkan suatu pembelaan biasa, di depan orang-orang yang menyerang kekristenan, pada setiap kesempatan.

Pulpit Commentary: “The word a]pologia is often used of a formal answer before a magistrate, or of a written defence of the faith: but here the addition ‘to every man,’ shows that St. Peter is thinking of informal answer on any suitable occasion” [= Kata a]pologia (APOLOGIA) sering digunakan tentang suatu jawaban resmi di depan hakim, atau tentang suatu pembelaan iman yang tertulis: tetapi di sini penambahan ‘kepada tiap-tiap orang’, menunjukkan bahwa Santo Petrus sedang memikirkan suatu jawaban tidak resmi pada seadanya peristiwa / kesempatan yang cocok / pantas] - hal 132.

Alan M. Stibbs (Tyndale): “The verb AITEIN, asketh, suggests ordinary conversation rather than an official enquiry” (= Kata kerja AITEIN, ‘meminta’, lebih menunjuk pada suatu pembicaraan biasa dari pada suatu pertanyaan resmi) - hal 135.

b. Kata-kata ‘tiap-tiap orang’ tidak bisa dimutlakkan, karena:

· Adanya ayat-ayat yang mengatakan bahwa orang-orang tertentu tidak perlu dijawab:

* Matius 7:6 - “‘Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik mengoyak kamu.’”.

* Amsal 26:4-5 - “(4) Jangan menjawab orang bebal menurut kebodohannya, supaya jangan engkau sendiri menjadi sama dengan dia. (5) Jawablah orang bebal menurut kebodohannya, supaya jangan ia menganggap dirinya bijak”.

Kedua ayat ini bukannya kontradiksi. Kadang-kadang kita harus melakukan ay 4nya dan kadang-kadang ay 5nya.

* Titus 3:10 - “Seorang bidat yang sudah satu dua kali kaunasihati, hendaklah engkau jauhi”.

* Yesaya 36:21 - “Tetapi orang berdiam diri dan tidak menjawab dia sepatah katapun, sebab ada perintah raja, bunyinya: ‘Jangan kamu menjawab dia!’”.

· Alexander Nisbet mengatakan (hal 138) bahwa Petrus tidak mengatakan bahwa kita harus ‘selalu menjawab tiap-tiap orang’, tetapi ia mengatakan bahwa kita harus ‘selalu siap untuk menjawab’.

· Adanya kata-kata ‘kepada tiap-tiap orang yang meminta kepadamu’.

Jamieson, Fausset & Brown: “‘To every man that asketh you.’ The last words limit the ‘always.’ Not to a railer; but to everyone who inquires honestly” (= ‘Kepada tiap-tiap orang yang meminta dari kamu’. Kata-kata yang terakhir membatasi kata ‘selalu’. Bukan kepada seorang pencemooh / pengejek; tetapi kepada setiap orang yang bertanya dengan jujur).

3)1 Petrus 3:15d “tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat”.

a) ‘tetapi’.

KJV tidak mempunyai kata itu, tetapi RSV/NIV/NASB mempunyainya, dan Pulpit Commentary mengatakan bahwa manuscripts yang terbaik menggunakan kata itu. Kalau kata ‘tetapi’ ini memang ada, maka itu lebih menekankan anak kalimat ini.

b) ‘dengan lemah lembut dan hormat’.

KJV: ‘fear’ (= takut).

NASB: ‘reverence’ (= hormat bercampur takut).

NIV: ‘respect’ (= hormat).

Pulpit Commentary: “The word ‘but’ (a]lla) is emphatic; argument always involves danger of weakening the spiritual life through pride or bitterness. We must sometimes ‘contend earnestly for the faith;’ but it must be with gentleness and awe. We should seek the spiritual good for our opponents; and we should entertain a solemn awe of the presence of God, with a trembling anxiety to think and to say only what is acceptable unto him” [= Kata ‘tetapi’ (a]lla / ALLA) ditekankan; argumentasi selalu melibatkan bahaya yang melemahkan kehidupan rohani melalui kesombongan atau kepahitan. Kadang-kadang kita harus ‘berdebat / berargumentasi dengan sungguh-sungguh untuk iman’; tetapi itu harus dilakukan dengan kelembutan dan takut / hormat. Kita harus mencari kebaikan rohani dari lawan-lawan kita; dan kita harus mempunyai rasa takut / hormat yang khidmat terhadap kehadiran Allah, dengan suatu keinginan untuk hanya memikirkan dan mengatakan apa yang bisa diterima olehNya] - hal 132.

Calvin: “unless our minds are endued with meekness, contentions will immediately break forth. And meekness is set in opposition to pride and vain ostentation, and also to excessive zeal” (= kecuali pikiran kita dibimbing / dibentuk dengan kelembutan, perbantahan / pertikaian akan segera meledak. Dan kelembutan diatur sebagai lawan dari kesombongan dan sikap pamer yang sia-sia, dan juga dari semangat yang berlebih-lebihan) - hal 109.

Calvin: “To this he justly adds ‘fear’; for where reverence for God prevails, it tames all the ferocity of our minds, and it will especially cause us to speak calmly of God’s mysteries. ... all boasting must be put aside, all contention must be relinquished” (= Terhadap ini ia secara benar menambahkan ‘takut’; karena dimana ada rasa takut terhadap Allah, itu menjinakkan semua keganasan dari pikiran kita, dan khususnya itu akan menyebabkan kita mengucapkan misteri Allah dengan tenang. ... semua kebanggaan harus disingkirkan, semua pertikaian harus dilepaskan) - hal 109,110.

William Barclay: “No debates have been so acrimonious as theological debates; no differences have caused such bitterness as religious differences” (= Tidak ada perdebatan yang begitu sengit seperti perdebatan theologia; tidak ada perbedaan yang menyebabkan kepahitan seperti perbedaan agama) - hal 231.

Adam Clarke: “Do not permit your readiness to answer, nor the confidence you have in the goodness of your cause, to lead you to answer pertly or superciliously to any person” (= Jangan mengijinkan kesediaanmu untuk menjawab, ataupun keyakinanmu tentang baiknya perkara / gerakanmu, membimbingmu untuk menjawab dengan tidak sopan atau dengan sombong kepada siapapun) - hal 860.

William Barclay: “His defence must be given with gentleness. There are many people who state their beliefs with a kind of arrogant belligerence. Their attitude is that anyone who does not agree with them is either a fool or a knave and they seek to ram their beliefs down other people’s throat. The case for Christianity must be presented with winsomeness and with love, and with that wise tolerance which realizes that it is not given to any man to possess the whole truth. ‘There are as many ways to the stars as there are men to climb them.’ Men may be wooed into the Christian faith when they cannot be bullied into it” (= Pembelaannya harus diberikan dengan kelembutan. Ada orang-orang yang menyatakan kepercayaan mereka dengan suatu jenis kesenangan berkelahi yang sombong. Sikap mereka adalah bahwa setiap orang yang tidak setuju dengan mereka adalah orang tolol atau orang rendahan, dan mereka berusaha untuk mencekokkan kepercayaan mereka kepada orang-orang lain. Kasus dari kekristenan harus disajikan dengan cara yang menarik dan dengan kasih, dan dengan toleransi yang bijaksana, yang menyadari bahwa tidak ada orang yang memiliki seluruh kebenaran. ‘Ada sama banyaknya jalan menuju bintang-bintang dengan banyaknya orang-orang yang menaikinya’. Manusia bisa dibujuk ke dalam iman Kristen pada waktu mereka tidak bisa digertak ke dalamnya) - hal 231.

Catatan: menurut saya, kata-kata William Barclay ini berbau Liberalisme, yang selalu mempunyai ‘toleransi yang bijaksana’ seperti itu. Dengan kedok bahwa tidak ada orang yang mengetahui seluruh kebenaran, sebetulnya mereka tidak mempunyai keyakinan terhadap apa yang mereka percayai. Memang tidak ada orang yang mengetahui seluruh kebenaran, tetapi kalau kebenaran itu berupa keilahian Kristus, atau bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga, atau bahwa Alkitab adalah Firman Tuhan, maka itu merupakan suatu kebenaran yang pasti benar, dan dalam hal ini, siapapun menolak kebenaran itu harus kita anggap sebagai orang bodoh / sesat!


Satu hal yang agak mengherankan saya pada waktu mempelajari bagian ini adalah: kata ‘lemah lembut’ di sini diterjemahkan dari kata Yunani PRAUTETOS. Kata ‘kelemah-lembutan’ dalam Galatia 5:23 (buah Roh) diterjemahkan dari kata Yunani PRAUTES. Sedangkan kata ‘lemah lembut’ dalam Matius 5:5 berasal dari kata Yunani PRAEIS. Semuanya jelas berasal dari kata dasar yang sama yaitu PRAUS, dan tentang kata ini Barclay menjelaskan sebagai berikut:

a) Ia mengatakan bahwa Aristotle sering mendefinisikan suatu sifat di antara dua sifat yang extrim. Misalnya: murah hati terletak diantara pelit / kikir dan boros.

PRAUS terletak diantara ‘marah yang berlebih-lebihan’ dan ‘tidak pernah marah’. Jadi, orang yang PRAUS bukannya tidak pernah marah, juga bukannya marah yang berlebihan, tetapi selalu marah pada saat yang tepat.

b) Kata PRAUS juga digunakan terhadap binatang yang sudah dijinakkan / dikuasai sehingga tunduk sepenuhnya kepada pemilik / majikannya. Jadi dalam arti yang kedua ini orang yang PRAUS adalah orang dikuasai / tunduk sepenuhnya kepada Tuhan.

c) Dalam bahasa Yunani, PRAUS sering dikontraskan dengan sombong. Jadi PRAUS mengandung arti ‘rendah hati’.

Kelihatannya dari 3 arti ini, arti ketigalah yang harus ditekankan dalam 1Petrus 3:15b ini. Dalam suatu kamus Yunani dikatakan bahwa selain ‘gentleness’ (= kelembutan), kata ini memang bisa diartikan ‘humility’ (= kerendahan hati).

‘Lemah lembut’ bukan berarti lemah gemulai seperti putri Solo, juga bukan suatu sikap yang lemah / tidak tegas. Tidak berarti bahwa kita harus menggunakan kata-kata ‘itu kurang tepat’ dan yang sejenisnya! Kita harus tetap mempunyai ketegasan dengan menggunakan kata-kata ‘itu sesat!’, atau setidaknya ‘itu salah!’, sekalipun diucapkan dengan lembut / tidak kasar.

Bandingkan dengan Galatia 1:6-9 dan Matius 23:13-36. Jelas bahwa baik Paulus maupun Yesus sendiri tidak bisa dikatakan mengucapkan kata-kata yang ‘lemah lembut’ dalam arti seperti kita menggunakan istilah itu. Karena itu, jangan menafsirkan kata-kata ‘lemah lembut’ itu sehingga bertentangan dengan kedua text ini, dan juga text-text lain yang menunjukkan bahwa Yesus, rasul-rasul dan nabi-nabi selalu mempunyai sikap yang keras terhadap nabi-nabi palsu.

Juga, menurut saya, kita harus mempertimbangkan 2 kasus yang berbeda. Kalau kita menghadapi seorang individu yang mempunyai pandangan sesat / salah, maka tentu kita harus menggunakan cara yang halus (tetapi tetap tegas) lebih dulu. Tetapi kalau kita membahas tentang seorang pendeta populer yang memberitakan ajaran sesat (seperti Bambang Noorsena, Jusuf Roni, Yesaya Pariadji, dsb.), atau kalau kita membahas tentang suatu ajaran sesat, seperti Saksi Yehuwa, kita harus menggunakan serangan yang keras. Mengapa? Karena dalam kasus kedua ini, ada 2 kelompok orang yang terlibat, yaitu kelompok dari orang-orang sesat / penyesat, dan kelompok dari orang-orang yang berpotensi untuk disesatkan. Demi kelompok kedua ini, kita harus menyatakan kesalahan / kesesatan itu dengan cukup keras.

Illustrasi: Bagaimana saudara akan mengatakan kepada anak saudara, kalau sebuah warung di dekat rumah saudara menjual makanan beracun? Apakah dengan mengatakan bahwa makanan yang dijual warung itu ‘kurang enak’, ‘tidak terlalu baik untuk kesehatan’, dsb.? Atau dengan mengatakan secara tegas dan keras bahwa makanan warung itu beracun dan akan mematikan bila dimakan?

4) 1 Petrus 3:16a“dan dengan hati nurani yang murni”.

KJV: ‘Having a good conscience’ (= dengan mempunyai hati nurani yang baik).

Kita hanya bisa mempunyai hati nurani seperti ini kalau:

a) Pikiran / hati kita diterangi secara benar oleh Firman Tuhan, sehingga kita tahu apa yang benar dan apa yang salah. Tanpa ini, kita bisa didorong untuk melakukan sesuatu yang kita anggap baik, padahal kita sedang menentang Tuhan.

Bandingkan dengan:

· Yohanes 16:2 - “Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah”.

· Kisah Para Rasul 26:9 - “Bagaimanapun juga, aku sendiri pernah menyangka, bahwa aku harus keras bertindak menentang nama Yesus dari Nazaret”.

b) Kita hidup dalam kekudusan / ketaatan.

Dengan demikian, maka kehidupan kita akan mendukung pembelaan kita terhadap iman kita.

Calvin: “What we say without a corresponding life has but little weight; hence he joins to confession a good conscience. For we see that many are sufficiently ready with their tongue, and prate much, very freely, and yet with no fruit, because the life does not correspond” (= Apa yang kita katakan tanpa kehidupan yang sesuai dengannya, tidak akan mempunyai pengaruh; karena itu, ia menggabungkan ‘pengakuan’ dengan ‘hati nurani yang baik’. Karena kita melihat bahwa banyak orang yang cukup siap dengan lidah mereka, dan berbicara banyak, dengan sangat bebas, tetapi tanpa buah, karena kehidupannya tidak sesuai) - hal 110.

Calvin: “they who prattle much about the gospel, and whose dissolute life is a proof of their impiety, not only make themselves objects of ridicule, but also expose the truth itself to the slanders of the ungodly. ... the defence of the tongue will avail but little, except the life corresponds with it” (= mereka yang banyak mengoceh tentang injil, tetapi yang kehidupannya yang tidak dikekang / tidak bermoral merupakan bukti dari ketidak-salehannya; bukan hanya membuat diri mereka sendiri sebagai obyek dari tertawaan / ejekan, tetapi juga membuka kebenaran itu sendiri terhadap fitnahan dari orang-orang jahat. ... pembelaan lidah tidak akan berguna, kecuali kehidupannya sesuai dengannya) - hal 110.

Pulpit Commentary: “An apology may be learned, well-expressed, eloquent; but it will not be convincing unless it comes from the heart, and is backed up by the life” (= Suatu pembelaan mungkin terpelajar, dinyatakan dengan baik, fasih; tetapi itu tidak akan meyakinkan kecuali itu datang dari hati, dan didukung oleh kehidupan) - hal 132.

Pulpit Commentary: “A good life without words is a better defence of religion than the most learned apology without a godly life” (= Suatu kehidupan yang baik tanpa kata-kata adalah pembelaan agama yang lebih baik dari pada pembelaan yang paling terpelajar tanpa kehidupan yang baik) - hal 143.

Karena itu, sebagai orang kristen kita harus selalu berjuang untuk maju dalam pengetahuan tentang Firman Tuhan dan juga maju dalam kekudusan.

Barnes’ Notes: “A true Christian should aim, by incessant study and prayer, to know what is right, and then always do it, no matter what may be the consequence” (= Seorang Kristen yang sejati harus bertujuan, dengan belajar dan berdoa tanpa henti-hentinya, untuk mengetahui apa yang benar, dan lalu selalu melakukannya, tak peduli apa konsekwensinya) - hal 1422.

5)1 Petrus 3:16b  “supaya mereka, yang memfitnah kamu karena hidupmu yang saleh dalam Kristus, menjadi malu karena fitnahan mereka itu”.

Pulpit Commentary: “‘they may be put to shame’; that is, ‘proved to be liars’” (= ‘mereka menjadi malu’, artinya, ‘dibuktikan sebagai pendusta-pendusta’) - hal 132.

1 Petrus 3: 17: “Sebab lebih baik menderita karena berbuat baik, jika hal itu dikehendaki Allah, dari pada menderita karena berbuat jahat”.

Calvin menekankan kata-kata ‘jika hal itu dikehendaki Allah’, dan lalu memberi komentar sebagai berikut: “in these words he reminds us, that if we suffer unjustly, it is not by chance, but according to the divine will; and he assumes, that God wills nothing or appoints nothing but for the best reason. Hence the faithful have always this comfort in their miseries, ... that they are led by him to the contest, in order that they may under his protection give a proof of their faith” (= dalam kata-kata ini ia mengingatkan kita, bahwa jika kita menderita secara tidak adil, itu bukan karena kebetulan, tetapi sesuai dengan kehendak ilahi; dan ia beranggapan bahwa Allah tidak menghendaki apapun atau menetapkan apapun kecuali untuk alasan yang terbaik. Karena itu, orang-orang setia / beriman selalu mempunyai penghiburan ini dalam kesengsaraan mereka, ... bahwa mereka dibimbing olehNya kepada pertandingan, supaya di bawah perlindunganNya mereka bisa memberikan suatu bukti dari iman mereka) - hal 111.

Bdk. Lukas 21:12-15 - “(12) Tetapi sebelum semuanya itu kamu akan ditangkap dan dianiaya; kamu akan diserahkan ke rumah-rumah ibadat dan penjara-penjara, dan kamu akan dihadapkan kepada raja-raja dan penguasa-penguasa oleh karena namaKu. (13) Hal itu akan menjadi kesempatan bagimu untuk bersaksi. (14) Sebab itu tetapkanlah di dalam hatimu, supaya kamu jangan memikirkan lebih dahulu pembelaanmu. (Lukas 21:15) Sebab Aku sendiri akan memberikan kepadamu kata-kata hikmat, sehingga kamu tidak dapat ditentang atau dibantah lawan-lawanmu”.

Jay E. Adams: “Why does such unjust suffering occur? Never by chance; not because God has lost control of things. God is behind the trial and in the trial, working out His plan. Nothing can happen but what He has determined” (= Mengapa penderitaan yang tidak adil seperti itu terjadi? Tidak pernah karena kebetulan; bukan karena Allah telah kehilangan kontrol atas hal-hal. Allah ada di belakang pencobaan dan di dalam pencobaan, mengerjakan rencanaNya. Tidak ada apapun yang bisa terjadi kecuali apa yang telah Ia tentukan) - hal 111.

Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
-o0o-
Next Post Previous Post