1 PETRUS 3:8-12 (3 TINDAKAN AGAR SATU PIKIRAN DAN 3 PENGHIBURAN)

Pdt. Budi Asali, M.Div.

1 Petrus 3: 8: “Dan akhirnya, hendaklah kamu semua seia sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara, penyayang dan rendah hati,”.
1 PETRUS 3:8-12 (3 TINDAKAN AGAR SATU PIKIRAN DAN 3 PENGHIBURAN)
otomotif, gadget, bisnis
Sekarang Petrus memberikan perintah umum yang berlaku untuk semua.

1) “seia sekata”.

Ini merupakan terjemahan yang kurang tepat.

KJV/Lit: ‘of one mind’ (= dari satu pikiran).

a) Adanya banyak ayat Kitab Suci yang sejalan dengan kata-kata ini menunjukkan bahwa ini merupakan sesuatu yang ditekankan oleh Kitab Suci bagi Gereja / orang-orang kristen.

Roma 12:16 - “Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama; janganlah kamu memikirkan perkara-perkara yang tinggi, tetapi arahkanlah dirimu kepada perkara-perkara yang sederhana. Janganlah menganggap dirimu pandai!”.

2Korintus 13:11 - “Akhirnya, saudara-saudaraku, bersukacitalah, usahakanlah dirimu supaya sempurna. Terimalah segala nasihatku! Sehati sepikirlah kamu, dan hiduplah dalam damai sejahtera; maka Allah, sumber kasih dan damai sejahtera akan menyertai kamu!”.

Filipi 4:2 - “Euodia kunasihati dan Sintikhe kunasihati, supaya sehati sepikir dalam Tuhan”.

b) Ada 3 tindakan agar mempunyai satu pikiran.

1. Berdoa untuk tercapainya kesatuan pemikiran tersebut.

Pulpit Commentary: “Divisions, St. Paul says, mean that we are still carnal (2Cor. 3:4): ... The Christians must long and pray for that unity for which the blessed Lord prayed in his great high-priestly prayer” [= Perpecahan, kata St. Paulus, berarti bahwa kita tetap bersifat daging (2Kor 3:4): ... Orang-orang kristen harus merindukan dan berdoa untuk kesatuan itu untuk mana Tuhan berdoa dalam doa imam besarnya] - hal 140.

Catatan: mungkin 2Kor 3:4 itu seharusnya adalah 1Korintus 3:4 - “Karena jika yang seorang berkata: ‘Aku dari golongan Paulus,’ dan yang lain berkata: ‘Aku dari golongan Apolos,’ bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi yang bukan rohani?”.

2. Pengajaran dan pengertian Firman Tuhan yang seragam.

Matthew Poole: “be of one mind in the things of faith, and then this implies the consent of the understanding, and the next, that of the affections” (= bersatu-pikiranlah dalam hal-hal dari iman, dan lalu ini secara tidak langsung menunjuk pada persetujuan dari pengertian, dan setelah itu, persetujuan dari kasih / perasaan) - hal 909.

Alan M. Stibbs (Tyndale): “they should have a common mind, a mind informed by God’s Word and Spirit. What Peter describes and desires, therefore, is not just human agreement together, but agreement reached by each and all receiving the truth of God (cf. Eph. 4:13-15)” [= mereka harus mempunyai pikiran yang sama, suatu pikiran yang diberi informasi oleh Firman Allah dan Roh. Karena itu, apa yang Petrus gambarkan dan inginkan, bukanlah hanya persetujuan manusia bersama-sama, tetapi persetujuan yang dicapai oleh setiap dan semua yang menerima kebenaran Allah (bdk. Efesus 4:13-15)] - hal 128-129.

Efesus 4:11-15 - “(11) Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, (12) untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, (13) sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, (14) sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, (15) tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala”.

Dalam hampir semua gereja jaman sekarang, dimana gembala sidang berkhotbah hanya 1 x sebulan (dan bahkan ada yang gembala sidangnya tidak pernah berkhotbah sama sekali), dan lalu setiap minggu mereka berganti-ganti pengkhotbah, jelas tidak mungkin bisa ada kesatuan pandangan / pengertian tentang Firman Tuhan. Yang terjadi adalah suatu jemaat dengan pemikiran / pengertian yang seperti ‘gado-gado’.

Karena itu, sebetulnya dalam gereja ajaran harus didominasi oleh satu orang, yang mengajar sebagian besar ajaran dalam gereja itu. Tetapi inipun akan sia-sia kalau jemaatnya hanya sebagian yang mau belajar, karena antara yang belajar dan yang tidak belajar tidak akan terjadi kesamaan pemikiran! Karena itu ajaklah jemaat yang lain untuk ikut Pemahaman Alkitab. Khususnya kalau majelis tidak ikut Pemahaman Alkitab, ini betul-betul gawat, karena nanti akan terjadi banyak pikiran dalam majelis, dan ini sangat mudah menjadi gegeran.

Juga Sekolah Minggu, kalau ada guru-guru yang tidak pernah kebaktian ataupun ikut Pemahaman Alkitab di gereja ini, maka guru-guru itu tidak seharusnya diijinkan mengajar. ‘Ilmu mereka yang berbeda’ akan menyebabkan anak-anak yang diajar tidak bisa mempunyai satu pemikiran. Paling banter orang-orang seperti itu boleh menjadi pembantu guru.

3. Persekutuan dengan Roh Kudus / Tuhan.

Pulpit Commentary: “the best means for promoting that unity is that each individual Christian should strive to live in the fellowship of the Spirit. The more that one Spirit fills all the members of the Church, the nearer will they be drawn to one another, and to the one Lord who is the Head of the body which is the Church” [= cara yang terbaik untuk memajukan kesatuan itu adalah bahwa setiap individu Kristen berjuang untuk hidup dalam persekutuan Roh. Makin Roh memenuhi semua anggota-anggota dari Gereja, makin dekat mereka akan ditarik satu kepada yang lain, dan kepada satu Tuhan yang adalah Kepala dari tubuh, yang adalah Gereja] - hal 140.

c) Tentu saja ini tidak boleh diartikan bahwa semua orang kristen harus mempunyai pemikiran yang sama secara persis.

Pulpit Commentary: “That does not mean unanimity of sentiment and action in all matters; for that is manifestly impossible. Variety of thought and feeling and action there must obviously be; but there is, of course, a limit to this variety. The Church cannot fulfil her calling as the ‘pillar and ground of the truth’ unless there be a consent of opinion as to what that truth in its essential features is. We have different work, different positions in the Church, and sometimes different views as to the best things to do; but if Christian love is to be maintained, as the different colours into which the prism diverges the light - red, and purple, and orange, and the rest - all blend and are lost in the pure white ray they form, so we must learn the secret of blending our differences in a holy unanimity” (= Itu tidak berarti kebulatan suara dari perasaan dan tindakan dalam semua persoalan; karena itu jelas tidak mungkin. Pasti ada beraneka-ragam pemikiran dan perasaan dan tindakan; tetapi tentu saja harus ada batas terhadap keaneka-ragaman ini. Gereja tidak dapat memenuhi panggilannya sebagai ‘tiang / pilar dan dasar dari kebenaran’ kecuali di sana ada persetujuan pandangan berkenaan dengan apa kebenaran itu dalam ciri-ciri hakikinya. Kita mempunyai pekerjaan yang berbeda, posisi yang berbeda dalam Gereja, dan kadang-kadang pandangan yang berbeda berkenaan dengan hal-hal terbaik yang harus dilakukan; tetapi jika kasih Kristen harus dipelihara, sebagaimana warna-warna yang berbeda ke dalam mana prisma menyebarkan cahaya - merah, dan ungu, dan oranye, dan sisanya - semua bercampur dan hilang dalam sinar berwana putih yang mereka bentuk, demikian juga kita harus belajar tentang rahasia dari pencampuran dari perbedaan-perbedaan dalam kebulatan / kesatuan yang kudus) - hal 154-155.

Saya berpendapat bahwa pikiran yang bersifat dasar / pokok, harus sama. Tetapi detail-detail dan cara pelaksanaannya bisa berbeda-beda.

Misalnya:

1. Semua harus setuju bahwa penambahan jemaat harus dilakukan dengan penginjilan. Tetapi cara melakukan bisa berbeda-beda, misalnya: ada yang ingin mengadakan KKR besar-besaran, ada yang menginginkan jemaat dilatih dengan metode penginjilan E. E., dan ada juga yang mengusulkan untuk membeli banyak traktak dan semua jemaat harus membagi-bagikannya, dan sebagainya.

2. Semua harus setuju bahwa jemaat harus diakrabkan. Tetapi tentang cara mencapai hal itu, bisa ada bermacam-macam pandangan, seperti mengadakan perjamuan kasih, mengadakan camp, mengadakan piknik, mengadakan acara makan pada saat Natal / HUT gereja, dsb.

3. Semua harus setuju bahwa persekutuan doa itu penting dan harus diadakan. Tetapi tentang bagaimana caranya mencapai hal itu, bisa ada perbedaan pendapat. Ada yang menginginkan jamnya dilakukan sebelum Pemahaman Alkitab, ada yang sesudah Pemahaman Alkitab, ada yang pada hari Minggu, ada yang mengusulkan supaya diberi acara makan, dsb.

Kalau pikiran dasarnya sama, maka perbedaan kecil-kecil itu lebih mudah diharmoniskan. Tetapi kalau pikiran pokok / dasarnya sudah lain, maka akan sukar mengharmoniskannya.

d) Tidak adanya kesatuan pikiran menyebabkan kita gegeran, dan itu pasti melemahkan kita dalam pertempuran melawan setan / kejahatan.

Jay E. Adams: “When Christians fight one another, they weaken their war against evil. An army, divided against itself, will lose” (= Pada waktu orang-orang kristen berkelahi satu dengan yang lain, mereka melemahkan perang mereka terhadap kejahatan. Suatu pasukan, yang terpecah terhadap dirinya sendiri, akan kalah) - hal 102.

2) “seperasaan”. Ini kurang tepat terjemahannya.

KJV: ‘having compassion one of another’ (= mempunyai belas kasihan satu terhadap yang lain). Ini juga agak kurang tepat terjemahannya.

RSV: ‘sympathy’ (= simpati).

NIV: ‘be sympathetic’ (= bersikap / mempunyai simpati).

NASB: ‘sympathetic’ (= bersimpati).

William Barclay: “One thing is clear, sympathy and selfishness cannot co-exist. So long as the self is the most important thing in the world, there can be no such thing as sympathy; sympathy depends on the willingness to forget self and to identify oneself with the pains and sorrows of others. Sympathy comes to the heart when Christ reigns there” (= Satu hal adalah jelas, simpati dan keegoisan tidak bisa ada bersama-sama. Selama ‘si aku’ adalah hal yang terpenting dalam dunia ini, tidak bisa ada simpati; simpati tergantung pada kerelaan untuk melupakan diri sendiri dan mengindentikkan diri sendiri dengan rasa sakit dan kesedihan dari orang-orang lain. Simpati datang pada hati pada waktu Kristus memerintah di sana) - hal 226-227.

Calvin: “every one condoles with us in adversity as well as rejoices with us in prosperity, so that every one not only cares for himself, but also regards the benefit of others” (= setiap orang turut berdukacita dengan kita dalam kemalangan dan juga bersukacita dengan kita dalam kemakmuran, sehingga setiap orang bukan hanya memperhatikan dirinya sendiri, tetapi juga mempedulikan kepentingan orang-orang lain) - hal 102.

Roma 12:15 - “Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis!”.

1Korintus 12:26 - “Karena itu jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita; jika satu anggota dihormati, semua anggota turut bersukacita”.

3) “mengasihi saudara-saudara”.

Ini kasih yang khusus untuk saudara seiman.

Sekalipun kita memang juga harus mengasihi orang-orang kafir, tetapi jelas bahwa kasih kepada saudara-saudara seiman harus lebih ditekankan.

Galatia 6:10 - “Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman”.

4) “penyayang”.

KJV: ‘be pitiful’ (= berbelas kasihanlah).

RSV: ‘a tender heart’ (= hati yang lembut).

NIV: ‘be compassionate’ (= berbelas kasihanlah).

NASB: ‘kindhearted’ (= baik hati).

Calvin: “we are not only to help our brethren and relieve their miseries, but also to bear with their infirmities” (= kita bukan hanya menolong saudara-saudara kita dan meringankan kesengsaraan mereka, tetapi juga sabar dengan kelemahan-kelemahan mereka) - hal 102.

Perhatikan bagian yang saya garis bawahi itu. Kalau kita mempunyai hati yang baik / lembut / berbelas-kasihan, maka kita bukan hanya menolong saudara-saudara kita yang ada dalam kesengsaraan, tetapi kita juga sabar kalau, karena kelemahan-kelemahan mereka, mereka lalu melakukan kesalahan-kesalahan kepada kita.

William Barclay: “There is a sense in which pity is in danger of becoming a lost virtue. The conditions of our own age tend to blunt the edge of the mind to sensitiveness in pity. As C. E. B. Cranfield puts it: ‘We got used to hearing on the radio of a thousand-bomber raid as we ate our breakfast. We have got used to the idea of millions of people becoming refugees.’ We can read of the thousands of casualties on the roads with no reaction within our hearts, forgetting that each means a broken body or a broken heart for someone. It is easy to lose the sense of pity and still easier to be satisfied with a sentimentalism which feels a moment’s comfortable sorrow and does nothing. Pity is the very essence of God and compassion of the very being of Jesus Christ; a pity so great that God sent his only Son to die for men, a compassion so intense that it took Christ to the Cross. There can be no Christianity without compassion” (= Ada arti tertentu dalam mana belas kasihan ada dalam bahaya untuk menjadi sifat baik / kebaikan yang hilang. Keadaan dari jaman kita cenderung untuk menumpulkan pikiran kita kepada kepekaan dalam belas kasihan. Seperti C. E. B. Cranfield mengatakannya: ‘Kita terbiasa mendengar radio tentang ribuan pembom yang melakukan serangan udara pada waktu kita makan pagi. Kita telah terbiasa dengan gagasan / pemikiran tentang jutaan manusia menjadi pengungsi’. Kita bisa membaca tentang ribuan korban di jalan tanpa ada reaksi dalam hati kita, melupakan bahwa setiap hal itu berarti tubuh yang patah / rusak atau hati yang patah untuk seseorang. Adalah mudah untuk kehilangan perasaan belas kasihan, dan lebih mudah lagi untuk merasa puas dengan sentimentalisme yang merasa untuk sesaat kesedihan yang secukupnya, dan tidak melakukan apa-apa. Belas kasihan adalah inti / hakekat dari Allah dan belas kasihan adalah inti dari Yesus Kristus; suatu perasaan kasihan yang begitu besar sehingga Allah mengutus AnakNya untuk mati bagi manusia, suatu belas kasihan yang begitu hebat sehingga menyebabkan Kristus tersalib) - hal 227.

5) “rendah hati”.

KJV: ‘be courteous’ (= sopanlah).

RSV/Lit: ‘a humble mind’ (= suatu pikiran yang rendah hati).

NIV: ‘humble’ (= rendah hati).

NASB: ‘humble in spirit’ (= rendah hati dalam roh).

Di sini ada problem text. KJV menggunakan manuscript yang dianggap sebagai manuscript yang kurang bisa dipercaya (Pulpit Commentary, hal 130).

Kerendahan hati merupakan sesuatu yang penting, karena kesombongan dan kebanggaan

menyebabkan kita merendahkan sesama kita.

1Petrus 5:5 - “Demikian jugalah kamu, hai orang-orang muda, tunduklah kepada orang-orang yang tua. Dan kamu semua, rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain, sebab: ‘Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati.’”.

1 Petrus 3: 9: “dan janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, atau caci maki dengan caci maki, tetapi sebaliknya, hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat. Sebab:”.

1) “dan janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, atau caci maki dengan caci maki”.

a) Ada banyak cerita tentang balas dendam dalam Kitab Suci, seperti:

1. Kejadian 4:23-24 - “(23) Berkatalah Lamekh kepada kedua isterinya itu: ‘Ada dan Zila, dengarkanlah suaraku: hai isteri-isteri Lamekh, pasanglah telingamu kepada perkataanku ini: Aku telah membunuh seorang laki-laki karena ia melukai aku, membunuh seorang muda karena ia memukul aku sampai bengkak; (24) sebab jika Kain harus dibalaskan tujuh kali lipat, maka Lamekh tujuh puluh tujuh kali lipat.’”.

2. Absalom membalas dendam kepada Amnon yang telah memperkosa adiknya, yaitu Tamar (2Sam 13).

3. Yoab membunuh Abner untuk membalas dendam atas kematian adiknya, yaitu Asael (2 Samuel 3:22-27).

4. Juga Yohanes dan Yakobus ingin membalas perlakuan jahat dari orang-orang Samaria, yang melarang mereka melewati daerahnya (Lukas 9:51-56).

b) Juga ada banyak ayat Kitab Suci yang menentang balas dendam.

Amsal 24:29 - “Janganlah berkata: ‘Sebagaimana ia memperlakukan aku, demikian kuperlakukan dia. Aku membalas orang menurut perbuatannya.’”.

Roma 12:14,17-21 - “(14) Berkatilah siapa yang menganiaya kamu, berkatilah dan jangan mengutuk! ... (17) Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! (18) Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang! (19) Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hakKu. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan. (20) Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya. (21) Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!”.

Lukas 6:27-28 - “(27) ‘Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; (28) mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu”.

1Tesalonika 5:15 - “Perhatikanlah, supaya jangan ada orang yang membalas jahat dengan jahat, tetapi usahakanlah senantiasa yang baik, terhadap kamu masing-masing dan terhadap semua orang”.

Catatan: ayat-ayat yang berbicara tentang ‘mata ganti mata, dan gigi ganti gigi’ bukanlah ayat yang mengijinkan balas dendam. Itu adalah ayat-ayat yang harus digunakan dalam pengadilan, supaya pengadilan menjatuhkan hukuman yang adil.

c) Balas dendam dilarang, baik itu dilakukan dengan kata-kata atau perbuatan.

Pulpit Commentary: “He forbids revenge in word, as well as in deed” (= Ia melarang balas dendam dengan kata-kata maupun dengan perbuatan) - hal 130.

Calvin: “In these words every kind of revenge is forbidden; ... though it is commonly thought that it is an instance of a weak and abject mind, not to avenge injuries, yet it is counted before God as the highest magnanimity” (= Dalam kata-kata ini semua jenis balas dendam dilarang; ... sekalipun pada umumnya dianggap bahwa tidak membalas suatu luka / rasa sakit / kerugian merupakan contoh dari pikiran yang lemah dan hina / rendah, tetapi itu diperhitungkan di hadapan Allah sebagai keluhuran budi yang tertinggi) - hal 102.

2) “tetapi sebaliknya, hendaklah kamu memberkati”.

Kitab Suci tidak hanya mengajar untuk tidak melakukan hal yang negatif (membalas dendam). Kitab Suci juga mengharuskan kita melakukan sesuatu yang positif (memberkati).

Calvin: “Nor is it indeed enough to abstain from revenge; but Peter requires also that we should pray for those who reproach us; for to ‘bless’ here means to pray, as it is set in opposition to the second clause. But Peter teaches us in general, that evils are to be overcome by acts of kindness. This is indeed very hard, but we ought to imitate in this case our heavenly Father, who make his sun to rise on the unworthy” (= Tidak cukup untuk hanya tidak membalas; tetapi Petrus mengharuskan juga bahwa kita berdoa untuk mereka yang mencela kita; karena ‘memberkati’ di sini artinya ‘berdoa’, karena itu dipertentangankan dengan anak kalimat yang kedua. Tetapi Petrus mengajar kita secara umum bahwa kejahatan-kejahatan harus dikalahkan oleh tindakan kebaikan. Ini memang sangat sukar, tetapi dalam kasus ini kita harus meniru Bapa surgawi kita, yang menerbitkan matahari bagi orang-orang yang tidak berharga) - hal 102-103.

Alan M. Stibbs (Tyndale): “The verb EULOGEIN, ‘to bless’, includes the ideas of speaking well of those who speak ill of us, showing them active kindness, i.e. bestowing blessings upon them, and praying God’s blessing upon them” (= Kata kerja EULOGEIN, ‘memberkati’, mencakup gagasan / pemikiran tentang berbicara secara baik tentang mereka yang berbicara buruk tentang kita, menunjukkan mereka kebaikan yang aktif, yaitu, memberikan berkat kepada mereka, dan mendoakan berkat Allah atas mereka) - hal 130.

3) “karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat”.

Kita dipanggil untuk membalas kejahatan dengan kasih. Tetapi karena hal ini kelihatan seperti tidak adil, maka Petrus lalu mengarahkan perhatian mereka kepada upah / pahala, seakan-akan ia mengatakan bahwa tidak ada alasan bagi kita untuk mengeluh, karena hal itu akan membawa keuntungan bagi diri kita sendiri. Kesabaran / kasih itu akan menyebabkan Allah memberikan berkatNya kepada kita (Calvin, hal 103).

Pulpit Commentary: “Christians bless others, not in order that they should inherit a blessing, but because it is God’s will and their duty; and that duty follows from the fact that God has made them inheritors of his blessing” (= Orang-orang kristen memberkati orang-orang lain, bukan supaya mereka mewarisi suatu berkat, tetapi karena itu adalah kehendak Allah dan kewajiban mereka; dan kewajiban itu merupakan akibat dari fakta bahwa Allah telah membuat mereka pewaris-pewaris dari berkatNya) - hal 130-131.

1 Petrus 3: 10: “‘Siapa yang mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik, ia harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-ucapan yang menipu.”.

1 Petrus 3: 10-12 diambil dari Mazmur 34:13-17 - “(13) Siapakah orang yang menyukai hidup, yang mengingini umur panjang untuk menikmati yang baik? (14) Jagalah lidahmu terhadap yang jahat dan bibirmu terhadap ucapan-ucapan yang menipu; (15) jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik, carilah perdamaian dan berusahalah mendapatkannya! (16) Mata TUHAN tertuju kepada orang-orang benar, dan telingaNya kepada teriak mereka minta tolong; (17) wajah TUHAN menentang orang-orang yang berbuat jahat untuk melenyapkan ingatan kepada mereka dari muka bumi”.

1) “‘Siapa yang mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik”.

a) ‘Mencintai hidup’.

Pulpit Commentary: “Perhaps the meaning is best given by Bengel, ... ‘Who wishes to live so that he will not weary of life;’ so that he may love it, so that he may have a life really worth living” (= Mungkin artinya secara terbaik diberikan oleh Bengel, ... ‘Yang ingin untuk hidup sehingga tidak bosan akan kehidupan’; sehingga ia mencintai kehidupan itu, sehingga ia mempunyai kehidupan yang sungguh-sungguh layak / berharga untuk dihidupi) - hal 131.

Alan M. Stibbs (Tyndale): “To give up evil in word and deed, to do what is good, to seek to establish and to maintain peaceful relations with one’s fellows is the way to enjoy true and satisfying life” (= Membuang kejahatan dalam kata-kata dan tindakan, melakukan apa yang baik, berusaha untuk menegakkan dan memelihara hubungan yang damai dengan sesama adalah cara / jalan untuk menikmati kehidupan yang sejati dan memuaskan) - hal 131.

Bandingkan kontrasnya dengan orang yang digambarkan dalam Pkh 2:17-18,20 - “(17) Oleh sebab itu aku membenci hidup, karena aku menganggap menyusahkan apa yang dilakukan di bawah matahari, sebab segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin. (18) Aku membenci segala usaha yang kulakukan dengan jerih payah di bawah matahari, sebab aku harus meninggalkannya kepada orang yang datang sesudah aku. ... (20) Dengan demikian aku mulai putus asa terhadap segala usaha yang kulakukan dengan jerih payah di bawah matahari”.

Kata-kata ‘mencintai hidup’ dalam 1Petrus 3:10 ini berbeda dengan ‘mencintai nyawa’ yang merupakan tindakan yang dikecam oleh Kristus dalam Yoh 12:25.

Yohanes 12:25 - “Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal”.

‘Mencintai nyawa’ dalam Yohanes 12:25 ini dikecam Kristus, karena itu adalah ‘mencintai nyawa sendiri secara egois’. Sedangkan dalam 1Petrus 3:10 ini Petrus mengajar kita untuk hidup dengan baik, sehingga membuat kita merasakan kehidupan yang sejati.

b) ‘Melihat hari-hari baik’.

1. Ini tidak ada hubungannya dengan ‘hari baik’ yang dipilih orang untuk menikah, pindah rumah dsb, yang semuanya hanya didasarkan pada takhyul.

2. Kata-kata ‘melihat hari-hari baik’ tidak harus diartikan secara jasmani, tetapi dalam pandangan Allah. Jadi bisa saja apa yang bagi manusia kelihatan sebagai ‘hari yang buruk’, bagi Allah merupakan hari yang baik yang Ia anugerahkan kepada kita.

Pulpit Commentary: “days of suffering may be good days in the truest sense” (= hari-hari penderitaan bisa merupakan hari-hari baik dalam arti yang paling benar) - hal 131.

2) “ia harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-ucapan yang menipu.”.

a) Bagian ini dan selanjutnya (sampai dengan ay 11) merupakan hal-hal yang harus dilakukan supaya kita bisa mencintai hidup dan melihat hari-hari baik.
1 PETRUS 3:8-12 (3 TINDAKAN AGAR SATU PIKIRAN DAN 3 PENGHIBURAN)
otomotif, gadget, bisnis
b) Yang pertama ditekankan adalah ‘membuang dosa dengan lidah’.

Calvin: “The first thing he points out are the vices of the tongue; which are to be avoided, so that we may not be contumelious and insolent, nor speak deceitfully and with duplicity” (= Hal pertama yang ditunjukkannya adalah kejahatan dari lidah; yang harus dihindarkan, sehingga kita tidak menjadi seorang yang menghina dan kurang ajar, juga tidak berbicara secara menipu dan bermuka dua) - hal 104.

c) Contoh dari orang-orang yang menggunakan lidahnya secara salah.

Mazmur 12:3-5 - “(3) Mereka berkata dusta, yang seorang kepada yang lain, mereka berkata dengan bibir yang manis dan hati yang bercabang. (4) Biarlah TUHAN mengerat segala bibir yang manis dan setiap lidah yang bercakap besar, (5) dari mereka yang berkata: ‘Dengan lidah kami, kami menang! Bibir kami menyokong kami! Siapakah tuan atas kami?’”.

1 Petrus 3: 11: “Ia harus menjauhi yang jahat dan melakukan yang baik, ia harus mencari perdamaian dan berusaha mendapatkannya.”.

1) “Ia harus menjauhi yang jahat dan melakukan yang baik,”.

Kalau tadi Petrus menyuruh membuang penggunaan yang salah dari kata-kata / lidah, maka sekarang ia menyuruh membuang perbuatan yang salah, dan juga memerintahkan untuk melakukan perbuatan baik.

2) “ia harus mencari perdamaian dan berusaha mendapatkannya.”.

Bdk. Ibrani 12:14a - “Berusahalah hidup damai dengan semua orang”.

Kata ‘mencari’ dan ‘berusaha’ menunjukkan bahwa tidak mudah untuk mendapatkan perdamaian. Pada waktu kita mencari / mengusahakannya, ‘perdamaian’ itu bisa justru ‘lari’ dari diri kita.

Bdk. Mazmur 120:7 - “Aku ini suka perdamaian, tetapi apabila aku berbicara, maka mereka menghendaki perang”.

Jadi, dibutuhkan ketekunan untuk mencari / mengusahakan perdamaian ini!

Calvin: “It is not enough to embrace it when offered to us, but it ought to be followed when it seems to flee from us. It also often happens, that when we seek it as much as we can, others will not grant it to us. On account of these difficulties and hindrances, he bids us to seek and pursue it” (= Tidak cukup untuk memeluknya pada waktu itu ditawarkan kepada kita, tetapi itu harus diikuti / dikejar pada waktu itu lari dari kita. Juga sering terjadi, pada waktu kita mencarinya dengan sekuat tenaga, orang-orang lain tidak memberikannya kepada kita. Karena kesukaran-kesukaran dan halangan-halangan ini, ia meminta kita untuk mencari dan mengejarnya) - hal 104.


Pulpit Commentary: “Let him seek it as a hidden treasure, and pursue it as if it might escape from him” (= Hendaklah ia mencarinya seperti harta terpendam, dan mengejarnya seakan-akan itu bisa lolos dari dia) - hal 131.

1 Petrus 3: 12: “Sebab mata Tuhan tertuju kepada orang-orang benar, dan telingaNya kepada permohonan mereka yang minta tolong, tetapi wajah Tuhan menentang orang-orang yang berbuat jahat.’”.

Ada 3 penghiburan di sini:

1) “mata Tuhan tertuju kepada orang-orang benar”.
Orang-orang benar di sini adalah orang-orang yang dibenarkan karena iman kepada Yesus Kristus, dan hidup benar.

2) “telingaNya kepada permohonan mereka yang minta tolong”.

Ini menunjukkan bahwa Tuhan mau mendengar doa orang-orang benar!

Calvin: “when he says, that the ears of the Lord are open to our prayers, he encourages us to pray” (= pada waktu ia berkata bahwa telinga Tuhan terbuka terhadap doa-doa kita, ia mendorong kita untuk berdoa) - hal 105.

3) “wajah Tuhan menentang orang-orang yang berbuat jahat”.

Ini merupakan sikap yang bertolak-belakang dengan sikap yang Tuhan tunjukkan terhadap orang-orang benar.

Tetapi perlu juga diketahui bahwa dalam pandangan mata kita yang cupet, hal-hal ini bisa kelihatan seperti terbalik. Kita hidup benar, tetapi seakan-akan Tuhan tidak peduli kepada kita maupun doa-doa kita. Sedangkan orang-orang yang jahat, seakan-akan diberkati sehingga hidup enak.

Pkh 8:14 - “Ada suatu kesia-siaan yang terjadi di atas bumi: ada orang-orang benar, yang menerima ganjaran yang layak untuk perbuatan orang fasik, dan ada orang-orang fasik yang menerima pahala yang layak untuk perbuatan orang benar. Aku berkata: ‘Inipun sia-sia!’”.

Yeremia 12:1-2 - “(1) Engkau memang benar, ya TUHAN, bilamana aku berbantah dengan Engkau! Tetapi aku mau berbicara dengan Engkau tentang keadilan: Mengapakah mujur hidup orang-orang fasik, sentosa semua orang yang berlaku tidak setia? (2) Engkau membuat mereka tumbuh, dan merekapun juga berakar, mereka tumbuh subur dan menghasilkan buah juga. Memang selalu Engkau di mulut mereka, tetapi jauh dari hati mereka”.

Mazmur 73:1-20 - “(1) Mazmur Asaf. Sesungguhnya Allah itu baik bagi mereka yang tulus hatinya, bagi mereka yang bersih hatinya. (2) Tetapi aku, sedikit lagi maka kakiku terpeleset, nyaris aku tergelincir. (3) Sebab aku cemburu kepada pembual-pembual, kalau aku melihat kemujuran orang-orang fasik. (4) Sebab kesakitan tidak ada pada mereka, sehat dan gemuk tubuh mereka; (5) mereka tidak mengalami kesusahan manusia, dan mereka tidak kena tulah seperti orang lain. (6) Sebab itu mereka berkalungkan kecongkakan dan berpakaian kekerasan. (7) Karena kegemukan, kesalahan mereka menyolok, hati mereka meluap-luap dengan sangkaan. (8) Mereka menyindir dan mengata-ngatai dengan jahatnya, hal pemerasan dibicarakan mereka dengan tinggi hati. (9) Mereka membuka mulut melawan langit, dan lidah mereka membual di bumi. (10) Sebab itu orang-orang berbalik kepada mereka, mendapatkan mereka seperti air yang berlimpah-limpah. (11) Dan mereka berkata: ‘Bagaimana Allah tahu hal itu, adakah pengetahuan pada Yang Mahatinggi?’ (12) Sesungguhnya, itulah orang-orang fasik: mereka menambah harta benda dan senang selamanya! (13) Sia-sia sama sekali aku mempertahankan hati yang bersih, dan membasuh tanganku, tanda tak bersalah. (14) Namun sepanjang hari aku kena tulah, dan kena hukum setiap pagi. (15) Seandainya aku berkata: ‘Aku mau berkata-kata seperti itu,’ maka sesungguhnya aku telah berkhianat kepada angkatan anak-anakmu. (16) Tetapi ketika aku bermaksud untuk mengetahuinya, hal itu menjadi kesulitan di mataku, (17) sampai aku masuk ke dalam tempat kudus Allah, dan memperhatikan kesudahan mereka. (18) Sesungguhnya di tempat-tempat licin Kautaruh mereka, Kaujatuhkan mereka sehingga hancur. (19) Betapa binasa mereka dalam sekejap mata, lenyap, habis oleh karena kedahsyatan! (20) Seperti mimpi pada waktu terbangun, ya Tuhan, pada waktu terjaga, rupa mereka Kaupandang hina”.

Kalau hal ini terjadi, mungkin Tuhan sedang menguji kita. Kita harus tetap beriman, bahwa apa yang dikatakan Firman Tuhan dalam bagian ini adalah benar.

Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
-o0o-
Next Post Previous Post