12 ALASAN MENGAPA KRISTUS HARUS MATI DI KAYU SALIB ?

Pdt. Samuel T. Gunawan, M.Th.

Alkitab banyak menggambarkan penderitaan Kristus. Yesaya 52:14 menyatakan, “Seperti banyak orang akan tertegun melihat dia- begitu buruk rupanya, bukan seperti manusia lagi, dan tampaknya bukan seperti anak manusia lagi.” Yesus amat menderita selama diadili, disiksa dan disalibkan (Matius pasal 27, Markus pasal 15, Lukas pasal 23, Yohanes pasal 19). 
12 ALASAN MENGAPA KRISTUS HARUS MATI DI KAYU SALIB ?
gadget, otomotif, bisnis
Sengeri apapun penderitaan-Nya secara fisik, itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan penderitaan rohani yang harus dijalani-Nya. 2 Korintus 5:21, “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah”. Yesus menanggung dosa seluruh dunia di atas diri-Nya (1 Yohanes 2:2). 

Adalah dosa yang mengakibatkan Yesus berseru, “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Matius 27:46). Jadi sekeji apapun penderitaan jasmaniah Yesus, itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Dia harus menanggung dosa-dosa kita dan mati bagi dosa-dosa kita (Roma 5:8).

Yesaya 53, khususnya ayat 3 dan 5 menubuatkan penderitaan Yesus, “Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kita pun dia tidak masuk hitungan. “ Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh.

” Mazmur 22:14-18 adalah bagian Alkitab lain yang menubuatkan penderitaan sang Mesias, “Seperti air aku tercurah, dan segala tulangku terlepas dari sendinya; hatiku menjadi seperti lilin, hancur luluh di dalam dadaku; kekuatanku kering seperti beling, lidahku melekat pada langit-langit mulutku; dan dalam debu maut Kauletakkan aku. Sebab anjing-anjing mengerumuni aku, gerombolan penjahat mengepung aku, mereka menusuk tangan dan kakiku. Segala tulangku dapat kuhitung; mereka menonton, mereka memandangi aku. Mereka membagi-bagi pakaianku di antara mereka, dan mereka membuang undi atas jubahku.”

Penting untuk mengerti bahwa kematian Kristus adalah suatu kematian yang sungguh-sungguh unik, karena kematianNya merupakan kematian untuk pendamaian yang berbeda dari kematian manusia biasa. Karya Kristus di kayu salib menyatakan kematian Kristus dalam keunikannya sebab itu merupakan satu-satunya kematian yang memungkinkan adanya penebusan. 

Seluruh struktur Kekristenan terbentuk atas dasar kematian Kristus tersebut. Karena bagaimanapun harus dipahami bahwa bukanlah ajaran-Nya, etika hidup, ataupun teladan-Nya, tetapi kematian-Nya di kayu salib yang menyelamatkan manusia. Berikut ini 12 (dua belas) alasan kematian Kristus di kayu salib, yaitu :

1. Kematian Kristus untuk memenuhi rencana dan tujuan kekal Allah.

Kematian Kristus untuk memenuhi rencana dan tujuan kekal Allah (Wahyu 13:8; 1 Petrus 1:18-20; Kisah Para Rasul 2:22-23). Kematian Kristus di kayu salib telah dinubuatkan dalam Alkitab (1 Korintus 15:3; Bandingkan Matius 5:17-18; 11:13; Lukas 24:27, 44-45). Jadi kematian Kristus bukanlah kebetulan tetapi merupakan rencana dan tujuan kekal Allah untuk penyelamatan manusia berdosa melalui karya pendamaian-Nya. 

Jadi, jika ada yang mengatakan “misalnya Kristus ketabrak gerobak dan mati atau Kristus mati karena usia tua, identitas Kristus tetaplah sang korban”, maka saya katakan dengan tegas bahwa penyataan seperti itu menghina Allah dan sangat menyesatkan! Pernyataan seperti itu bukanlah apa yang dikatakan oleh Injil ! Itu pernyataan yang absurd karena mengajarkan Kristus yang lain, bukan Kristus yang diajarkan Alkitab.

2. Kematian Kristus merupakan ekspresi tertinggi dari kasih Allah.

Kematian Kristus merupakan manifestasi kekayaan kasih dan anugerah Allah (Yohanes 3:16; Roma 5:7-8; Efesus 1:17; 1 Yohanes 3:16). Allah begitu mengasihi manusia untuk alasan-Nya sendiri, sehingga Ia mengaruniakan Anak-Nya Kristus untuk mati bagi dosa-dosa kita. Besarnya kasih Allah kepada kita ditunjukkan melalui dua hal, yaitu : (1) melalui besarnya pengorbanan-Nya untuk menyelamatkan manusia dari hukum dosa; (2) besarnya ketidaklayakan manusia dalam mendapatkan keselamatan dariNya. Ketika manusia jatuh dalam dosa, Allah menyediakan jalan untuk menyelamatkan manusia melalui kematian Kristus di kayu salib. 

Dengan demikian, keselamatan itu berpusat pada karya Kristus melalui kematian-Nya di kayu salib sebagai pernyataan kasih Allah yang terbesar (Yohanes 3:16). Allah telah memberikan pemberian terbesar (the greatest gift). Kata Yunani yang terjemahkan dengan “mengaruniakan” dalam Yohanes 3:16 adalah “edoken”, yaitu kata kerja aktif yang berarti “memberikan, menyerahkan, atau mengorbankan”. 

Allah mengorbankan Anak-Nya sendiri merupakan demonstrasi tertinggi kasihNya bagi manusia. Rasul Paulus menyatakan, “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa” (Roma 5:8). 

Ketika kita masih berdosa, Kristus mati bagi kita! Kita yang berdosa adalah kita yang penuh kesombongan, egois, kepahitan, penuh dendam, gosip, memfitnah, memandang rendah, penuh kebencian, hujat, serakah, sumpah serapan, iri hati, tidak adil berdusta, menipu, mencuri, membunuh, memperkosa, dan seterusnya. 

Ketika kita masih berdosa itulah Kristus telah mati untuk kita. Bahkan dalam keadaan jatuh kita sebagai orang berdosa dengan hati memberontak terhadap Dia, Allah memilih mengasihi kita dengan kasih-Nya yang tak bersyarat (Bandingkan Efesus 1:4). Ekspresi kasih-Nya yang pertama dan tertinggi adalah pengorbanan Kristus di kayu salib bagi kita. Salib adalah pengingat konstan bahwa Allah mengasihi kita!

3. Kematian Kristus merupakan tujuan utama inkarnasi (penjelmaan).

Kematian Kristus merupakan tujuan utama Inkarnasi (Yohanes 1:14; Roma 8:3; Galatia 4:4). Kata “inkarnasi” merupakan istilah teologi yang berasal dari bahasa Latin “in” yang artinya “di dalam” dan “carn” yang artinya “daging”. Jadi kata inkarnasi secara harafiah berarti “di dalam daging”. Meskipun kata inkarnasi tersebut tidak terdapat di dalam Alkitab, namun komponen kata tersebut “dalam” dan “daging” ada di dalam Alkitab. Misalnya, gagasan dan konsep inkarnasi tersebut muncul dalam Yohanes 1:14 dan Roma 8:3. Frase “menjadi manusia” dalam Yohanes 1:14, adalah frase Yunani “sarks egeneto” yang secara harafiah berarti “menjadi daging”. 

Kata “sarks” yang diterjemahkan “manusia” dalam ayat tersebut sebenarnya secara harfiah berarti “daging”. Maksudnya dari ayat ini ialah bahwa Pribadi kedua Trinitas yaitu Logos, mengambil rupa manusia bagi dirinya sendiri. Rasul Paulus menyatakan, bahwa Alllah telah “.. mengutus Anak-Nya sendiri dalam daging, yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa karena dosa, Ia telah menjatuhkan hukuman atas dosa di dalam daging” (Roma 8:3). 

Harus diingat, inkarnasi bukanlah tujuan melainkan adalah sarana untuk suatu. Tujuan inkrnasi adalah agar Kristus mati di salibkan. Karena Allah tidak dapat mati, maka harus ada inkarnasi, Allah menjadi manusia sehingga Ia bisa mati bagi dosa manusia (Markus 10:54; Ibrani 9:26).

4. Kematian Kristus merupakan suatu pendamaian.

Kematian Kristus merupakan suatu pendamaian (Yohanes 1:14; Roma 8:3; Galatia 4:4). Kristus telah diutus oleh Bapa ke dalam dunia dengan satu tugas khusus, karena itu Ia disebut dengan sebutan “Rasul” (Apostle). Penulis Kitab Ibrani dengan jelas mengatakan demikian, “Sebab itu, hai saudara-saudara yang kudus, yang mendapat bagian dalam panggilan sorgawi, pandanglah kepada Rasul dan Imam Besar yang kita akui, yaitu Yesus” (Ibrani 3:1). 

Jadi, Allah telah mengutus Kristus ke dalam dunia melalui inkarnasi-Nya untuk melaksanakan tugas khusus, yaitu misi pendamaian. Ada tiga kata dalam bahasa Ibrani untuk pendamaian, yaitu : (1) khapar, yang berarti menutupi, diterjemahkan dengan kata “pendamaian atau penebusan (atonement)” sebanyak 76 kali dan pendamaian (rekonsiliasi) sebanyak 7 kali. 

Kata atonement ini hanya muncul satu kali dalam Perjanjian Baru (Roma 5:11, KJV) selebihnya menggunakan kata rekonsiliasi; (2) Khata, yang artinya mempersembahkan sebagai korban dosa. Kata ini hanya hanya sekali diterjemahkan rekonsiliasi dalam KJV (2 Tawarikh 29:24); (3) Ratsah, yang artinya membuat berkenan, memenuhi tuntutan (membayar) utang. Kata ini hanya sekali diterjemahkan rekonsiliasi dalam KJV (1 Samuel 29:4).

Sementara itu, tiga kata Perjanjian Baru untuk pendamaian semuanya dibentuk dari kata Yunani “allasso” yang berarti “mengubah”. 

(1) Diallasso, yang berarti mengubah permusuhan menjadi persahabatan. Kata ini hanya muncul satu kali tanpa kaitannya dengan keselamatan (Matius 5:24); 

(2) Katallasso, yang berarti mengubah permusuhan menjadi persahabatan dan digunakan pada pendamaian antara manusia dengan Allah (Roma 5:10,11; Roma 11:15; 2 Korintus 5:18-20) dan digunakan juga untuk menggambarkan seorang wanita yang kembali kepada suami (1 Korintus 7:11); 

(3) Apokatallasso, yaitu suatu bentuk intensif yang berarti berdamai sepenuhnya (Efesus 2:16; Kolose 1:20-22a). Kata atonement muncul hanya sekali dalam Perjanjian Baru KJV (Roma 5:11), ditempat kata itu yang seharusnya diterjemahkan reconciliation”. Kata “atonement” ini, dalam Perjanjian Lama dipakai untuk menerjemahkan kata Ibrani “kaphar” yang berarti “menutupi”, dipakai sebanyak 76 kali. Dengan demikian, istilah “atonement” itu sama dengan pendamaian atau rekonsiliasi.

5. Kematian Kristus merupakan suatu sakrifasi (pengorbanan)

Rasul Paulus memandang kematian Kristus sebagai kematian korban. Di dalam beberapa ayat referensi Paulus jelas menghubungkan kematian Kristus dengan ritual Perjanjian Lama dan konsep pengorbanan. Kata “hilastérion” atau yang diterjemahkan dengan “jalan pendamaian” yang digunakan Paulus dalam Roma 3:25 menunjuk langsung kepada korban dosa yang dipersembahkan oleh imam besar pada hari Pendamaian. Paulus menggambarkan kematian Kristus sebagai korban yang harum bagi Allah (Efesus 5:2). 

Selanjutnya, perkataan rasul Paulus “peri hamartias” atau yang diterjemahkan dengan “karena dosa” menunjuk pada kematian Kristus yang berkorban, atau “sebagai korban dosa”. Sekali lagi, Paulus membicarakan tentang Kristus sebagai domba Paskah yang tersembelih (1 Korintus 5:7). Kematian Kristus dipandang bukan sebagai kematian biasa saja, melainkan penyerahan hidup dan pengorbanan hidup. 

Penulis Kitab Ibrani menyatakan bahwa sebagai ganti korban bakaran, maka tubuh Kristus dipersembahkan sebagai korban (Ibrani 10:5-18). PengorbananNya terlihat dari kerelaanNya dalam menanggung hinaan dan penderitaan sampai Ia mati di kayu salib. Penulis Kitab Ibrani mengatakan bahwa Kristus, “mengalami maut bagi semua manusia” (Ibrani 2:9).

Aspek korban dari kematian Kristus terlihat dari beberapa ayat referensi yang berbicara tentang darahNya. Allah telah membuat Kristus menjadi jalan pendamaian melalui darahNya (Roma 3:25); kita dibenarkan oleh darahNya (Roma 5:9); Kita memiliki penebusan melalui darahNya (Efesus 1:7); Kita telah didekatkan kepada Allah oleh darah Kristus (Efesus 2:13); kita memiliki damai melalui darah yang dicurahkan di salib (Kolose 1:20). 

Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Penulis Kitab Ibrani yang menyatakan bahwa “tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan (Ibrani 9:22; Bandingkan Matius 26:26-29; Yohanes 19:34-35; 1 Yohanes 1:7). Darah Yesus yang berharga dan yang tidak mungkin bercacat adalah darah Perjanjian Baru (Wahyu 12:11; Ibrani 9). Semua darah korban perjanjian sebelumnya menunjuk pada darahNya. Darah Yesus menggenapi dan mengakhiri semua darah binatang korban. Darah Yesus adalah darah Perjanjian Kekal (Ibrani 13:20).

6. Kematian Kristus merupakan suatu mediasi (pengantaraan).

Kata Yunani “pengantara” dalam Perjanjian Baru adalah “mesites”, yang berarti “ pergi diantara, yakni secara sederhana, perwakilan, atau (dengan implikasi) seorang pendamai, seorang pensyafaat”. Seorang perantara adalah “seorang yang berada di tengah” atau “seorang yang menengahi antara pihak-pihak yang berbeda, untuk tujuan mendamaikan mereka”. Keunikan dari pengorbanan Kristus dan yang sangat penting adalah bahwa Kristus adalah korban dan sekaligus Imam Besar yang mempersembahkan korban itu. 

Dua pihak dalam sistem keimaman tergabung menjadi satu. Fokus utama dalam Kitab Keluaran dan Imamat terletak pada pelayanan imam besar, yang adalah pengantara di antara Allah dan bangsa Israel, dimana hari yang paling penting dalam satu tahun ialah Hari Raya Pendamaian (Yom Kippur) yang jatuh pada tanggal 10 dari bulan ketujuh (September-Oktober). Pada hari itu, imam besar memasuki Tempat Mahakudus lalu memercikkan darah dihadapan Tabut Perjanjian.

Karya Kristus dalam Ibrani 9:6-15 disamakan dengan Hari Raya Pendamaian di Perjanjian Lama. Kristus digambarkan sebagai Imam Besar yang memasuki tempat yang kudus untuk mempersembahkan korban. Namun korban yang dibawa oleh Kristus bukan domba jantan atau lembu jantan melainkan diriNya sendiri. 

Kebanyakan ayat Perjanjian Baru yang membandingkan antara Hari Raya Pendamaian dengan kematian Kristus menekankan tersedia-Nya jalan masuk ke Tempat Maha kudus. Pada waktu Kristus mati, tabir di Bait Suci terbelah dua (Matius 27:51), dan Kristus sebagai Imam Besar kita “masuk satu kali untuk selama-lamanya ke dalam tempat yang kudus ... dengan membawa darah-Nya sendiri” (Ibrani 9:12). 

Dengan demikian sebagai Imam Besar, Kristus melakukan pendamaian sebagai mediataor (pengantara). Rasul Paulus menjelaskan pekerjaan pengantaraan Kristus dalam pendamaian itu demikian, “Dan semuanya ini dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diri-Nya” (2 Korintus 5:18a). Kristus ditunjuk sebagai Imam Besar yang telah menjadi korban pendamaian bagi dosa (Ibrani 2:17; 9:15;12:24).

7. Kematian Kristus merupakan suatu propisiasi (peredaan murka)

Propisiasi berarti seorang berdosa yang melawan Allah dijauhkan dari murka karena Allah telah dipuaskan oleh suatu pembayaran. Paul Enns menjelaskan propisiasi sebagai berikut, “propisiasi berarti bahwa kematian Kristus secara penuh memuaskan semua tuntutan kebenaran Allah terhadap orang berdosa. Karena Allah adalah kudus dan benar, maka Ia tidak dapat mengabaikan dosa; melalui karya Yesus Kristus, Allah telah dipuaskan dan standar kebenaran-Nya telah dipenuhi”. 

Propisiasi adalah tindakan yang tertuju pada Allah, yaitu dengan meredakan murka atau mengalihkan murka Allah dengan korban tebusan. Kata Ibrani yang dipakai untuk menjelaskan propisiasi adalah “khapar” yang berarti “menutupi”, merupakan kata yang menyangkut upacara menutupi dosa dalam Perjanjian Lama (Imamat 4:35; 10:17). Sedangkan kata kerja Yunani “hilaskomai” artinya “untuk mempropisiasikan”, muncul dua kali di Perjanjian Baru (Lukas 18:13; Ibrani 2:7); Kata bendanya muncul tiga kali dalam Perjanjian Baru, yaitu “hilasmos” (1 Yohanes 2:2; 4:10) dan “hilasterion” di Roma 3:25).

Kenyataan akan adanya murka Allah menimbulkan keharusan untuk meredakan murka itu. Adanya murka Allah atas manusia ini dinyatakan dengan jelas di dalam Alkitab. Lebih dari dua puluh kata yang berlainan dan yang digunakan sebanyak kira-kira 580 kali menyatakan murka Allah dalam Perjanjian Lama (2 Raja-raja 13:3; 23:26; Ayub 21:20; Yeremia 21:12; Yeheskiel 8:18; 16:38; 23:25; 24:13). 

Disetiap tempat selalu dinyatakan bahwa dosa merupakan penyebab murka Allah. Murka dalam Perjanjian Baru merupakan konsep dasar untuk menyatakan perlunya pendamaian. Perjanjian baru memakai kata yang terpenting, yaitu “orge” menyataan murka yang lebih tetap (Yohanes 3:36; Roma 1:18; Efesus 2:23; 1 Tesalonika 2:16; Wahyu 6:16); dan “thumos” menyatakan murka yang lebih bernafsu (Wahyu 14:10,19; 15:1,7; 16:1; 19:15). 

Kedua kata itu dengan jelas menyatakan permusuhan ilahi terhadap dosa secara pribadi. Untuk meredakan murka ini bukan merupakan soal balas dendam melainkan soal keadilan, dan hal itu menuntut pengorbanan Anak Allah.

Dengan demikian jelaslah bahwa propisiasi berhubungan dengan peredaan murka Allah. Karena Allah itu kudus, murkaNya ditujukan pada dan harus dialihkan supaya manusia dapat luput dari kehancuran kekal. Dan Allah menyediakan jalan keluar bagi dosa dengan mengutus Kristus sebagai pemenuhan tuntutan atas dosa-dosa manusia. AkibatNya, kematian Kristus memuaskan tuntutan Allah dan meredakan murka Allah. 

Kini, daripada meminta manusia melakukan sesuatu untuk mendapatkan perkenanNya, Allah justru meminta manusia untuk didamaikan denganNya melalui karya yang telah dituntaskan Kristus (2 Korintus 5:20). 

Rasul Yohanes menjelaskan bahwa peredaan murka ini bukan hanya bagi dosa orang-orang percaya, atau pilihan saja, tetapi juga bagi seluruh dunia ketika Ia berkata, “Dan Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia” (1 Yohanes 2:2). Kata “pendamaian” dalam ayat ini adalah terjemahan dari kata Yunani “hilasmos”, yang dalam King James Version diterjemahkan dengan “propitiation”.

8. Kematian Kristus merupakan suatu ekspiasi (penghapusan kesalahan)

Sementara propisiasi berhubungan dengan meredakan murka Allah, maka ekspiasi berhubungan dengan penghapusan kesalahan (dosa-dosa) manusia. Ekspiasi adalah penghapusan murka, dosa atau rasa bersalah seseorang. Ekspiasi berhubungan dengan perbaikan terhadap suatu kesalahan. Ekspiasi adalah tindakan yang tertuju pada dosa, yaitu dengan menghapus dan menetralisir dosa. Jadi, ekspiasi merupakan pembayaran untuk dosa akibat kesalahan, yang membuat si pendosa dibebaskan dari berutang dosa. Yohanes Pembaptis seperti yang dicatat oleh rasul Yohanes menyebut Yesus dengan gelar “Anak Domba Allah” (Yohanes 1:29,36). 

Pada sebutan pertama, gelar ini diperjelas dengan keterangan tambahan “yang menghapus dosa dunia” (Yohanes 1:29). Kata “menghapus” dalam ayat itu adalah terjemahan dari kata kerja Yunani “airôn” yang berarti “menanggung atau menyingkirkan”. Kata kerja Yunani “ho airôn” yang berarti ‘mengangkut’, juga berarti “menghapus”. 

Pengertian yang paling logis yakni: perkataan itu menunjuk pada soal menebus dosa”. Komentar tambahan tentang arti Yohanes 1:29 adalah bahwa pelayanan Yohanes sendiri didasarkan pada kenyataan tentang dosa; pelayanan Kristus berkaitan dengan penghapusan dosa. Melalui kematianNya, Yesus memungkinkan penghapusan kesalahan dan kuasa dosa dan membuka jalan kepada Allah bagi seluruh dunia.

9. Kematian Kristus merupakan suatu substitusi (korban pengganti)

Kematian Kristus disebut sebagai korban pengganti. Kata Inggris “vicarious” berarti “dilaksanakan dengan cara mengadakan subsitusi (menggantikan)”. Doktrin penggantian ini penting sebab berhubungan dengan pemuasan yang sempurna atas tuntutan kebenaran dari Allah yang kudus melalui pembayaran yang sempurna dari Kristus untuk dosa.


Atas dasar inilah Allah dapat mendeklarasikan orang berdosa yang percaya sebagai orang yang benar dan menerima mereka dalam persekutuan tanpa ada kompromi dari pihakNya. Semua dosa orang percaya ditanggung oleh Kristus, yang sepenuhnya menebus mereka dan membayar untuk mereka melalui kematianNya. 

Ada dua preposisi (kata depan) Yunani yang menekankan sifat korban pengganti dari kematian Kristus, yaitu : 

(1) preposisi “anti” yang mempunyai arti “persamaan, penukaran, atau pengganti”. Kata “anti” tidak pernah mempunyai arti yang lebih luas dari “demi” atau “atas nama”; 

(2) preposisi “huper” yang mempunyai arti “untuk kepentingan” dan juga kadang kala di berarti “pengganti”. Contoh penggunaan preposisi “anti” terdapat dalam Matius 20:28; Markus 1045, sedang contoh penggunaan preposisi “huper” (Galatia 3:13; 1 Timotius 2:6; 2 Korintus 5:1; 1 Petrus 3:18). Ada lagi ayat Alkitab, selain yang disebutkan sebelumnya di atas, yang menekankan korban penggantian Kristus bagi manusia (Yesaya 53:5; 1 Petrus 2:24; 2 Korintus 5:21).

Dengan demikian yang dimaksud dengan korban penggantian (substitusi) adalah bahwa Kristus mati bagi orang berdosa dan atau kematianNya menggantikan orang berdosa menanggung hukuman yang seharusnya ditanggung oleh orang berdosa yang percaya kepadaNya. Kesalahan orang berdosa yang percaya diperhitungkan kepadaNya secara demikian sehingga Ia mewakili mereka menanggung hukuman mereka. Namun, ada orang yang mengganggap bahwa jika Kristus mati sebagai pengganti, tentu semua orang secara otomatis akan selamat. 

Ini merupakan pemikiran yang keliru. Mengapa? Karena kematian Kristus sebagai korban pengganti memiliki dua aspek, yaitu : (1) Kristus mati bagi orang berdosa (preposisi Yunani “huper”); dan (2) Kristus mati menggantikan orang berdosa yang percaya (preposisi Yunani “anti”). Aspek yang pertama menghubungan kematian Kristus dengan manfaatnya yang bersifat universal bagi orang-orang berdosa, sedangkan aspek yang kedua menghubungkan kematian Kristus sebagi pengganti orang berdosa yang percaya kepadaNya. 

Jadi, Seperti kata Sir Robert Anderson, “bahwa Kristus mati bagi manfaat dari orang berdosa (huper) dan bukan sebagai ganti orang berdosa (anti) karena huper terutama selalu digunakan dalam pemberitaan Injil kepada mereka yang bukan orang-orang yang diselamatkan. Hanya setelah orang berdosa menerima dengan iman kematian Kristus bagi dirinya, barulah ia menerima aspek penggantian (anti) dari kematian Kristus itu”.

10. Kematian Kristus merupakan suatu redempsi (penebusan)

Kata penebusan bukanlah ajaran yang hanya khas Perjanjian Baru. Faktanya, pada KJV kata “redeem” (tebus) dengan berbagai variasinya muncul sebanyak 139 dalam Perjanjian Lama, dan hanya 22 kali dalam Perjanjian Baru. Kata penebusan berasal dari kata Yunani “agorazo” yang berarti “membeli dari pasar”. Seringkali kata ini berhubungan dengan penjualan budak dipasar. 

Kata “agorazo” ini digunakan untuk menggambarkan orang percaya yang dibeli dari pasar budak dosa dan dibebaskan dari ikatan dosa. Harga pembayaran untuk kebebasan orang percaya dan pembebasan dari dosa adalah kematian Kristus (1 Korintus 6:20; 7:23; Wahyu 5:9; 14:3,4). 

Rasul Paulus menggunakan istilah penebusan untuk menggambarkan transaksi Kristus untuk membebaskan kita dari dosa dan hukumannya, sehingga kita menerima pengampunan dari Allah. Paulus mengatakan, “Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa” (Efesus 1:7; Kolose 1:14). Kita “dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam darah Kristus Yesus” (Roma 3:24).

Tiga kata Yunani lainnya untuk menjelaskan tentang penebusan adalah : (1) exagorazo, yang berarti “membayar harga, menebus, membeli dari pasar, mengambil alih dari kuasa pihak lain”. Kata ini digunakan dua kali berhubungan dengan Kristus menebus atau melepaskan orang percaya dari kutuk dan kuasa hukum Taurat (Galatia 3:13; 4:5); (2) lutro, yang berarti “membebaskan melalui pembayaran tebusan”. Kata kerjanya muncul tiga kali dalam Lukas 24:21; Titus 2:14; 1 Petrus 1:18-19. 

Sedangkan kata benda “lutron” digunakan dua kali dalam Matius 20:28; Markus 10:45 (tebusan), dan kata benda “lutrosis digunakan tiga kali dalam Lukas 1:16; 2:38; Ibrani 9:12 (kelepasan); (3) apolutrosis, yang berarti “kelepasan yang terjadi karena pembayaran tebusan”. Digunakan sembilan kali berkenanan dengan penebusan dari dosa (Lukas 21:28; Roma 3:24; 1 Korintus 1:30; Efesus 1:7, 14; 3:30; Kolose 1:14; Ibrani 9:15). 

Jadi, Alkitab menunjukkan keadaan manusia yang pada dasarnya telah berada di bawah kuasa dosa, dan dari keadaan tersebut ia tidak berdaya membebaskan dirinya. Untuk membebaskan manusia, suatu tebusan dibayar. Kristus membayar tebusan yang diperlukan itu dengan kematianNya sendiri.

11. Kematian Kristus merupakan suatu amnesti (pengampunan).

Pengampunan merupakan tindakan legal dari Allah di mana Ia mengangkat tuduhan-tuduhan yang diberikan kepada orang berdosa karena pemuasan atau penebusan yang tepat untuk dosa-dosa itu telah dilakukan. Dasar obyektif yang menjamin pengampunan kepada semua orang percaya adalah pencurahan darah Kristus melalui kematian-Nya di kayu salib yang mendamaikan, karena “tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan (Ibrani 9:22). 

Jadi kematian Kristus mengakibatkan pengampunan bagi orang berdosa. Allah tidak dapat mengampuni dosa tanpa pembayaran yang seharusnya. Kematian Kristus menyediakan alat yang sah secara hukum, sehingga Allah dapat mengampuni dosa. 

Pengampunan untuk selamanya menyelesaikan masalah dosa dalam hidup orang percaya, yaitu semua dosa yang telah lalu, sekarang dan dimasa yang akan datang (Kolose 2:13). Status hukum kita dihadapan Allah tetap tidak berubah, bahwa sekarang tidak ada penghukuman bagi kita yang ada di dalam Kristus (Roma 8:1). Kristus membayar dosa-dosa kita tanpa membedakan masa lalu, sekarang, dan dosa-dosa pada masa yang akan datang (1 Korintus 15:3). 

Tidak ada petunjuk di dalam Alkitab bahwa kematian Kristus hanya menebus dosa-dosa sebelum keselamatan kita, tetapi tidak efektif untuk dosa-dosa yang berikutnya. Ketika berdosa, kita masih dibenarkan di dalam Kristus – Diadopsi sebagai anak-anak Allah.

Ada beberapa kata Yunani yang digunakan untuk menjelaskan pengampunan, yaitu :

(1) charizomai, yang berarti “mengampuni berdasarkan anugerah”. Dalam Kolose 2:13 mendeklarasikan bahwa Allah telah “mengampuni (kharisamenos) segala pelanggaran kita”;

(2) aphiem, yang berarti “melepaskan atau membebaskan” atau “menyuruh pergi”. Kata ini paling umum digunakan untuk pengampunan. Bentuk kata benda ini digunakan dalam Efesus 1:7 dimana kata itu menekankan dosa orang percaya yang telah diampuni atau disuruh pergi kerena kekayaan dari anugerah Allah yang dinyatakan dalam kematian Kristus. Pengampunan adalah sisi negatif dari keselamatan, sedangkan sisi positifnya adalah pembenaran (jastifikasi). Tidak ada pembenaran tanpa pengampunan!

12. Kematian Kristus merupakan suatu jastifikasi (pembenaran).

Hasil lebih lanjut dari kematian Kristus adalah pembenaran bagi orang berdosa yang percaya. Pengampunan dan pembenaran, sekalipun merupakan dua ide yang terpisah, di dalam keselamatan yang dikemukakan Alkitab merupakan aspek positif dan aspek negatif dalam satu tindakan Allah membersihkan pendosa dari dosa-dosanya.

Pembenaran merupakan tindakan hukum Allah sebagai hakim yang mendeklarasikan orang berdosa yang percaya sebagai orang yang dibenarkan. Rasul Paulus dalam Roma 5:1 mengatakan, “Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus”.

Kata “dibenarkan” berasal dari kata Yunani “dikaiothentes“. Kata dasar “dikaioo” memiliki baik aspek negatif maupun aspek positif. 

(1) Secara negatif hal itu berarti mengangkat dosa orang percaya; 

(2) Secara positif hal itu berarti menganugerahkan kebenaran Kristus atas orang percaya (Roma 3:24,28; 5:9; Galatia2:16). 

Atau dengan cara lainnya, bahwa pembenaran adalah : 

(1) dilihat dari aspek negatif berarti penghapusan terhadap hukuman atas dosa. Pembenaran bukan menyatakan seseorang tidak bersalah; pembenaran menyatakan bahwa tuntutan hukum telah dipenuhi sehingga si pendosa yang percaya pada Kristus kini bebas dari hukuman (Roma 8:1); dan 

(2) dilihat dari aspek positif pembenaran berarti pemulihan ke dalam keadaan berkenan kepada Allah. Pembenaran berarti tindakan Allah yang menyatakan orang percaya benar dalam kapasitasNya sebagai Allah yang berkuasa, bukan berdasarkan keadaan bagaimanapun dari orang percaya, atau oleh apapun yang telah dicapai oleh orang percaya itu, tetapi semata-mata oleh iman pada diri dan karya Kristus. 

Pembenaran adalah tindakan yudisial yang menempatkan orang percaya pada posisi dimana Ia diperlakukan seakan-akan ia memang secara pribadi benar. Pembenaran bukan mengakibatkan dihasilkannya kebenaran manusia, tetapi kebenaran Allah bagi semua orang yang percaya (Roma 3:22).


Jadi, pembenaran adalah anugerah yang diberikan Allah kepada orang berdosa yang percaya (Roma 3:24). Dasar dari pembenaran adalah kematian Kristus (Roma 5:9), terpisah dari pekerjaan manusia dalam bentuk apapun (Roma 4:5). Pembenaran ini diterima pada saat seseorang memiliki iman kepada Kristus (Roma 5:1,17-18). 

Perlu ditegaskan bahwa bukan iman yang menyebabkan seseorang dibenarkan, melainkan Kristus. Tetapi iman adalah alat yang melaluinya kita menerima kebenaran Kristus (Roma 5:1). Dasar bagi pembenaran kita adalah kebenaran Kristus yang sempurna, yang dimaksudkan adalah seluruh karya yang Kristus lakukan bagi kita di dalam menderita hukuman yang harus dijatuhkan atas dosa kita, dan secara sempurna menaati hukum Taurat bagi kita. 

Kebenaran yang sempurna ini, yang diimputasikan atau diperhitungkan kepada kita ketika kita melalui iman menjadi satu dengan Kristus, adalah dasar yang menandai secara total bagi pembenaran kita. Jadi melalui pembenaran, Allah mempertahankan integritas-Nya dan standar-Nya, dan bersamaan dengan itu Ia dapat masuk dalam persekutuan dengan orang berdosa yang percaya, karena kebenaran Kristus telah diperhitungkan kepada mereka. 

Karena itu kita dapat menyimpulkan seperti yang ditunjukkan Paulus bahwa pembenaran di hadapan Allah adalah tindakan Ilahi yang di dalamnya Allah menyatakan bahwa seseorang sepenuhnya bebas dan dipulihkan berkenan kepada-Nya oleh iman saja, tanpa pekerjaan atau usaha apapun dari manusia, atas dasar iman kepada kematian Kristus, dan bahwa keseluruhan pelaksanaan tersebut seutuhnya disebabkan oleh anugerah Allah... Di dalam Kristus kita dijadikan orang benar Allah (2 Korintus 5:21).12 ALASAN MENGAPA KRISTUS HARUS MATI DI KAYU SALIB ?
Next Post Previous Post