PENDERITAAN YESUS (DARI PENGADILANNYA HINGGA KEMATIANNYA DI SALIB)

(DARI MALAM PERJAMUAN TERAKHIR HINGGA PENANGKAPAN DITAMAN GETSEMANI)

Pdt. Samuel T. Gunawan, M.Th.
Jadi, di dalam minggu itu benar-benar minggu penuh dengan penderitaan bagi Yesus. Penderitaan-penderitaan Yesus ini benar-benar nyata. Malam sebelum disalibkan pada saat Perjamuan Terakhir Yesus sudah mengungkapkan jalan penderitaan yang harus dilaluiNya. 
7 MAKNA PENTING KEBANGKITAN KRISTUS DAN BUKTI-BUKTI YANG MENEGUHKANNYA
gadget, bisnis, otomotif
Karena penderitaan dan penyaliban ini sudah diketahui oleh-Nya, maka malan itu Yesus kemungkinan mulai mengalami stress. Stress adalah istilah kedokteran dan secara harafiah diartikan sebagai tekanan atau ketegangan yang memiliki kecenderungan mengganggu tubuh. Stress pada Yesus datang dari ketegangan tubuh ketika beradaptasi menghadapi kenyataan bahwa Ia akan menderita dan mati dengan cara disalibkan. 

Kita tahu bahwa lama sebelum penyaliban Kristus tahu bahwa Ia akan mati dengan cara disalibkan (Bandingan Yohanes 12:27,23). Karena telah mengetahui apa yang akan terjadi disertai dengan ketegangan saat makan bersama pengkhianat, dapat menyebabkan Yesus tidak nafsu makan. Secara medis, mengetahui lebih dulu dapat mengakibatkan respon fisik diluar kemauan sperti tachycardia (detak jantung yang cepat), nausea (muntah), pusing, gemetar, diaphoresis (berkeringat), dan mungkin sakit kepala. 

Ketika seseorang menghadapi situasi yang sulit, satu bagian otak tertentu akan mengeluarkan zat kimia yang disebut neurotransmitter, dan kelenjar adrenalin akan mengeluarkan hormon sperti cortisol (yaitu cortisone), epinephrine (yaitu adrenalin), dan norepinephrine (yaitu noradrenalin). Hormon dan zat kimi itu menekan jantung dan menyebabkan tachycardia; mendorong kelenjar eringat mengeluarkan keringat; pembuluh darah akan mengalir deras, dan menyebabkan pusing, dan perubahan sistem syaraf menimbulkan sakit kepala dan gemetar. 

Kondisi fisik diluar kemauan ini dikenal dalam istilah kedokteran sebagai proses “lawan atau lari”. Ini adalah tahap pertama respon terhadap stress, yaitu melawan penyebab stress atau melarikan diri. Ada kemungkinan jika pada saat itu homon stress (cortisol, norepinephrine, dan epinephrine) dalam pembuluh darah Yesus dapat diukur, hormon tersebut pastilah sangat tinggi, karena ini memang merupakan respon alami untuk mengantisipasi hal-hal mengerikan yang akan datang.

Setelah Perjamuan Terakhir, Yesus dan murid-muridNya pergi ke Taman Getsemani untuk Berdoa. Ketika Yesus berdoa, kegalauan mentalNya tidak tertahankan sehingga Ia berkata, HatiKu sangat sedih, seperti mau mati rasanya” (Markus 14:34). 

Di sini para penafsir Alkitab terbagi atas dua pendapat, yaitu 

(1) Yesus sedih tetapi tidak menangis karena ia sedang berada dalam tingkat kesedihan yang tinggi, sehingga tidak bisa menangis, dan 

(2) Yesus sedih disertai dengan ratapan dan tangisan sesuai dengan Ibrani 5:7. 

Saya berpendapat bahwa Yesus sedang menghadapi stress tingkat tinggi. Hal ini disebabkan kegalauan jiwaNya tidak diragukan semakin meningkat dalam hitungan jam (Lukas 22:43-44). 

Fenomena yang dialami Yesus ini dikenal sebagai “hematidrosis” dan telah dilaporkan terjadi dalam situasi stress berat. Pembuluh kapiler yang mengalirkan darah ke kelanjar keringat tiba-tiba pecah, terbuka, dan membocorkan darah kesaluran keringat yang mengakibatkan darah bercampur keringat. 

Hal ini bisa menyebabkan rasa sakit yang hebat di kulit karena peradangan dan pembangkakan di bawah kulit dalam kelenjar keringat. Namun dalam kondisi ini saya tidak yakin bahwa Yesus menangis. Karena stress tingkat tinggi ini menyebabkan Yesus justru tidak dapat menangis. Jadi pada saat itu, Yesus merasakan kesedihan yang dalam (Matius 26:38), Ia merasa ketakutan hingga berkeringat hebat seperti titik-titik darah. Dampak dari stress Kristus ini bukan air mata melainan keringat yang luar biasa bercampur darah (Lukas 22:44). 

Karena stress yang tinggi seorang malaikat diutus untuk menguatkanNya (lukas 22:43). Dan yang terpenting dalam teks Matius, Markus dan Lukas tidak ada menyebutkan bahwa Kristus sedih hingga Ia sampai menangis sewaktu berdoa di taman Getsemani. Yesus bisa stress karena memang dalam natur kemanusiaanNya, Kristus juga memiliki dan merasakan kelemahan-kelemahan manusia, hanya tidak berdosa (Ibrani 4:15).

Lalu bagaimana dengan Ibrani 5:7 yang mengatakan bahwa “Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan”. Sedangkan di dalam Ibrani 5:7 dikatakan demikian, “Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan”. 

Kata kerja Yunani yang dipakai untuk “ratap tangis” dalam ayat ini adalah kata kerja “kraugazo” yang berarti menangis dengan penderitaan yang dalam”. 

Menurut beberapa penafsir Alkitab, Ibrani 5:7 ini merujuk pada peristiwa di taman Getsemani. Dimana setelah Perjamuan Terakhir, Yesus dan murid-muridNya pergi ke Taman Getsemani untuk Berdoa. Ketika Yesus berdoa, kegalauan mentalNya tidak tertahankan sehingga Ia berkata, “HatiKu sangat sedih, seperti mau mati rasanya” (Markus 14:34). 

Walaupun Matius, Markus maupun Lukas tidak ada menyebutkan bahwa Kristus sedih hingga Ia sampai menangis sewaktu Ia berdoa di taman Getsemani. Namun frase, “Ia telah mempersembahkandoa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut” nampaknya mendukung peristiwa di taman Getsemani sebagai rujukan Ibrani 5:7 tersebut. Stress tingkat tinggi yang dialami Yesus pada peristiwa di taman Getsemani itu sebenarnya menyebabkan Yesus tidak bisa menangis. 

Puncak dari stress tersebut secara medis dikenal dengan fenomena “hematidrosis” yang terjadi dalam situasi stress paling berat. Fenomena “hematidrosis” terjadi ketika pembuluh kapiler yang mengalirkan darah ke kelanjar keringat tiba-tiba pecah, terbuka, dan membocorkan darah kesaluran keringat yang mengakibatkan darah bercampur keringat. Hal ini bisa menyebabkan rasa sakit yang hebat di kulit karena peradangan dan pembengkakan di bawah kulit dalam kelenjar keringat. Namun dalam kondisi ini saya tidak yakin bahwa Yesus menangis. 

Karena stress tingkat tinggi ini menyebabkan Yesus justru tidak dapat menangis. Jadi kapan Yesus manangis pada peristiwa di taman Getsemani itu jika merujuk pada Ibrani 5:7, kemungkinan secara medis, Ia bisa menangis ketika sistem sarafnya mulai nyaman atau mencapai suatu tahap bisa menerima keadaan yang akan terjadi atasNya, itu terjadi persis ketika ia berkata “bukan kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang jadi” dan ketika seorang malaikat diutus untuk memberiNya kekuatan (Lukas 22:43). 

Yesus merasakan kesedihan yang dalam (Matius 26:38), Ia merasa ketakutan hingga berkeringat hebat seperti titik-titik darah. Dampak dari stress Kristus ini bukan saja menghasilkan keringat yang luar biasa bercampur darah, tetapi setelah Ia bisa menerima keadaan keharusan kematianNya Ia menangis, bukan karena kalah melainkan karena kemenangan atas pergumulanNya yang sangat hebat itu (Lukas 22:44).

Probelem fisik lainnya yang mungkin mempengaruhi Yesus pada saat itu adalah bahwa keringat pada suhu dingin dimalam hari kemunginan besar membuat Yesus kedinginan dan gemetar, yang sangat tidak mengenakkan. Mungkin Yesus pada kondisi ini mengalami penurunan suhu badan (hypothrmia) terutama jika ada angin semilir yang dingin. 

Problem lainnya, Yesu mengalami kelemahan fisik karena asupan makanan dan air yang kurang, Ingat, selama minggu Paskah Yesus sudah mengetahui pengkhianatan dan kematian yang akan dialami, dan tidak diragukan, Dia gelisah. Stess mental yang berat bisa menyebabkan anorexia atau kehilangan nafsu makan. 

Saat Perjamuan Terakhir, Yesus memang makan dan dimimun, namun ada kemungkinan hanya sedikit. Akibatnya, ketika tiba di taman Getsemani dari perjalanan Yerusalem, Yesus mungkin sudah dehidrasi ringan. Jika demikain, hal ini akan diperparah denan kehilangan cairan tubuh dari kelringat, yang dalam istilah medis disebut kehilangan cairan yang tidak dapat dirasakan. 

Kurangnya asupan kalori dan cairan bisa menyebabkan tekanan darah rendah, keemahan fisik, pusing dan gemetaran. Mungkin Yesus mengalami Selain itu, jika seseorang tidak mendapat makanan yang cukup selama lebih dari 24 jam, maka cadangan glikogen yang menyuplai gula ke liver menjadi berkurang, dan tubuh akan membakar bahan bakar lainnya yang disebut keton, yang dibentuk dalam otot dan liver. Jadi saat tiba di taman Getsemani sebenarnya tubuh Yesus sudah dalam keadaan lemah.

Faktor lain yang perlu diketahui mengenai konsidi fisik Yesus saat berada di taman Getsemani adalah kurang tidur. Sepanjang minggu Paskah dapat dipastikan bahwa Yesus kurang istirahat, khususnya pada malam sebelum penyalibanNya. Sejak Perjamuan Terakhir, di taman Getsemani dan hingga penyalibanNya Yesus tidak tidur. Tidur sangat penting untuk perbaikan dan regenerasi berbagai sistem organ tubuh, dan untuk membuat fungsi otak dan sistem syaraf optimal. 


Jika tidak beristirahat secukupnya selama beberaa hari, seseorang akan mengalami kelemahan, kelelahan, mual, kelhilangan nafsu makan, sakit-sakit di otot, dan sakit kepala. Selain itu, respon terhadap tuga motorik mungkin terganggu, dan ini bisa menyebabkan kecelakaan dan terjatuh. Ditaman Getsemani ketika prajurit-prajurit menagkap-Nya, Yesus diperlakukan dengan kasar, bagai seorang penjahat. 

Dia mungkin di dorong-dorong yang bisa mengakibatkan lezet atau luka. Saat Kristus meninggalkan taman Getsemani untuk menghadap pengadilan Hanas, Kayafas, Herodes, dan Pilatus, kondi fisiknya sudah buruk karena perlakuan kasar para prajurit, stress, kurang makan dan minum, kurang tidur, dan kedinginan di udara malam. Yesus benar-benar menderita.

PENDERITAAN YESUS (DARI PENGADILANNYA HINGGA KEMATIANNYA DI SALIB)

Alkitab mencatat, “Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, Hamba-Mu yang kudus, yang Engkau urapi, untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendak-Mu” (Kisah Para Rasul 4:27-28). 

Supaya kita mengerti betapa mahalnya harga yang harus dibayar Kristus bagi dosa-dosa kita, berikut ini deskripsi singkat penderitaan yang dialami Kristus hingga kematianNya dikayu salib yang saya ringkas karya Lee Strobel, berdasarkan hasil investigasinya yang ditulis dalam buku The Case For Christ.

Pertama, Alkitab banyak menggambarkan penderitaan Yesus Kristus. Yesaya 52:14 menyatakan, “Seperti banyak orang akan tertegun melihat dia- begitu buruk rupanya, bukan seperti manusia lagi, dan tampaknya bukan seperti anak manusia lagi.” Yesus amat menderita selama diadili, disiksa dan disalibkan (Matius pasal 27, Markus pasal 15, Lukas pasal 23, Yohanes pasal 19). 

Sengeri apapun penderitaanNya secara fisik, itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan penderitaan rohani yang harus dijalaniNya. 2 Korintus 5:21, “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah”. Yesus menanggung dosa seluruh dunia di atas diriNya (1 Yohanes 2:2). 

Adalah dosa yang mengakibatkan Yesus berseru, “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Matius 27:46). Jadi sekeji apapun penderitaan jasmaniah Yesus, itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Dia harus menanggung dosa-dosa kita dan mati bagi dosa-dosa kita (Roma 5:8). 

Yesaya 53, khususnya ayat 3 dan 5 menubuatkan penderitaan Yesus, “Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan. “ Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh.

” Mazmur 22:14-18 adalah bagian Alkitab lain yang menubuatkan penderitaan sang Mesias, “Seperti air aku tercurah, dan segala tulangku terlepas dari sendinya; hatiku menjadi seperti lilin, hancur luluh di dalam dadaku; kekuatanku kering seperti beling, lidahku melekat pada langit-langit mulutku; dan dalam debu maut Kauletakkan aku. Sebab anjing-anjing mengerumuni aku, gerombolan penjahat mengepung aku, mereka menusuk tangan dan kakiku. Segala tulangku dapat kuhitung; mereka menonton, mereka memandangi aku. Mereka membagi-bagi pakaianku di antara mereka, dan mereka membuang undi atas jubahku.”

Kedua, pencabukan Romawi terkenal sangat kejam dan brutal. Biasanya dilakukan 39 kali, tetapi seringkali lebih banyak dari pada itu, tergantung dari suasana hati algojo yang melaksanakan hukum cambuk. Cambuk yang digunakan adalah kepangan tali kulit dengan bola-bola logam yang dijalin kedalamnya, serta potongan-potongan duri tajam atau tulang iga pada ujungnya. 

Dengan cemeti seperti ini maka bola-bola itu menyebabkan memar atau lebam yang dalam, duri tajam atau tulang iga akan mengiris daging pada tubuh dengan hebat. Punggung yang dipukul itu akan menjadi begitu tercabik-cabik sehingga sebagian dari tulang belakang kadangkala terlihat akibat irisan yang dalam, sangat dalam (bandingkan Mazmur 22:14-18). 

Pencabukan ini akan dilakukan kesegala arah, dari bahu turun ke punggung, pantat, dan kebagian belakang kaki. Seorang dokter peneliti hukum cambuk romawi mengatakan “Selagi pencambukan berlanjut, luka koyakan akan tercabik sampai ke otot-otot kerangka dibawahnya dan mengasilkan goresan-goresan daging berdarah yang gemetar”. 

Eusebeus, seorang sejarawan abad ketiga mendeskripsikan pencambukan dengan mengatakan “pembuluh-pembuluh si penderita terbuka telanjang, dan otot-otot, urat-urat, dan isi perut si korban dapat terlihat”. 

Dengan demikian dapat dipastikan banyak orang akan mati akibat pemukulan semacam ini sebelum mereka sampai disalib. Setidaknya, si korban akan mengalami kesakitan hebat dan keguncangan hipovolemik atau efek-efek kehilangan sejumlah besar darah. 

Akibat dari keguncangan hipovolemik ini adalah: jantung berdetak cepat untuk mencoba memompa darah yang tidak ada disana; tekanan darah turun, menyebabkan kepingsanan atau keadaan tidak sadarkan diri; ginjal berhenti menghasilkan urin untuk mempertahankan volume yang masih tinggal; orang tersebut menjadi sangat haus sewaktu tubuhnya sangat membutuhkan cairan untuk menggantikan volume darah yang hilang. 

Dapat dipastikan bahwa Kristus berada dalam keguncangan hipovolemik ini ketika Ia berjalan terhuyung-huyung ke lokasi hukuman mati di Kalvari, memikul batang kayu yang horizontal. Akhirnya Yesus tak sadarkan diri, dan serdadu Roma memerintahkan Simon dari Kirene untuk memikul salib bagiNya. 

Selanjutnya Alkitab mengatakan bahwa Yesus berkata “aku haus”, tetapi bukan air yang diterimanNya melainkan cuka. Karena efek-efek mengerikan dari pemukulan ini, sudah pasti bahwa Yesus sudah berada dalam kondisi yang serius sampai kritis bahkan sebelum paku-paku ditancap menembus kedua tangan dan kakiNya.

Ketiga, kondisi Yesus Kristus dilokasi penyaliban. Ketika Yesus tiba ditempat penyaliban inilah yang terjadi pada Kristus: Ia akan dibaringkan, dan kedua tangannya akan dipakukan dalam posisi terentang ke batang kayu horizontal. Balok salib ini, (yang dipikul Kristus dari tempat pencambukan) disebut patibulum, dan pada tahap ini balok tersebut dipisahkan dari batang kayu vertikal, yang secara permanen ditancapkan ditanah. 

Paku yang ditancapkan ditangan dan kaki Yesus adalah paku besar yang panjangnya 5 sd 7 inci (12 sd 18 cm) dan meruncing ke suatu ujung tajam. Paku ini ditancapkan menembus pergelangan tangan sekitar 1 inci dibawah telapak tangan. Ini adalah posisi pemakuan yang kokoh yang akan mengunci posisi tangan. 
PENDERITAAN YESUS (DARI PENGADILANNYA HINGGA KEMATIANNYA DI SALIB)
Tetapi akibatnya, paku ini akan menembus dan meremukkan tempat dimana urat syaraf tengah berada, ini adalah urat syarat terbesar yang menuju ketangan. Rasa sakit yang amat sangat sakit dan tak tertahankan. Dengan demikian, sebenarnya tidak ada satu kata pun yang dapat mendeskripsikan penderitaan hebat yang ditimbulkan selama penyaliban. 

Kemudian, Yesus dinaikkan selagi balok horizontal dipasangkan ketiang (balok) vertikal, selanjutnya paku-paku ditancapkan menembus kedua kakiNya. Karena disana ada urat syaraf kaki, maka rasa sakit akibat penancapan paku ini sama dengan yang terjadi pada pergelangan tangan. Urat syaraf yang hancur dan putus, suatu kondisi yang amat sangat menyakitkan. Dalam posisi tergantung ini, kedua lengan Kristus langsung terentang dan kedua bahuNya akan berubah posisi. Dengan posisi dan kondisi demikian Kristus tergantung dikayu salib.

Keempat, kematian Yesus Kristus dilokasi penyaliban. Orang yang digantung dikayu salib dalam posisi vertikal akan mengalami suatu kematian perlahan yang diakibatkan oleh asfiksiasi yaitu sesak nafas karena kekurangan oksigen dalam darah, ini karena: tekanan-tekanan pada otot dan diafragma membuat dada berada pada posisi menarik nafas. 

Agar dapat bernafas individu harus mendorong kakinya agar tekanan pada otot-otot dapat dihilangkan untuk sesaat. Ketika melakukan itu paku akan merobek kaki, lalu akhirnya mengunci posisi terhadap tulang-tulang tumit kaki. Setelah dapat menarik nafas, orang itu kemudian akan dapat rileks dan menarik nafas lagi. 

Kemudian ia harus mendorong tubuhnya naik untuk menghembuskan nafas, menggesek punggungnya yang berdarah ke kayu salib yang kasar. Ini akan berlangsung terus menerus sampai kepayahan sepenuhnya, dan orang itu tidak akan mampu mengangkat diri dan bernafas lagi. 

Saat nafas orang tersebut semakin perlahan, ia mengalami apa yang disebut asidosis pernafasan yaitu karbon dioksida dalam darah larut sebagai asam karbonik, menyebabkan keasaman darah meningkat. Ini menyebabkan detak jantung yang tidak menentu, inilah saat-saat menjelang kematian. Kita ingat inilah saat-saat dimana Yesus berkata “Ya, Bapa, ke dalam tanganMu, kuserahkan nyawaKu”. Dan kemudian Ia mati akibat berhentinya detak jantung. 

Keguncangan hipovolemik akan menyebabkan jantung berdebar dengan kencang terus menerus yang akan mengakibatkan kegagalan jantung, menyebabkan terkumpulnya cairan dalam membran disekitar jantung yang disebut pericardia effusion, dan ini juga terjadi disekitar paru-paru yang dikenal pleural effusion. 

Inilah yang menyebabkan serdadu Roma menusukkan tombak ke pinggang kananNya (diantara tulang-tulang rusuk) untuk menegaskan bahwa Yesus telah mati. Tombak yang ditusuk itu menembus paru-paru kanan dan ke jantung. Saat tombak itu ditarik keluar, sejumlah cairan (pericardial effusion dan pleural effusion) keluar. Ini terlihat sebagai cairan jernih seperti air diikuti dengan banyak darah. (Yohanes 19:4). 

Dengan demikian kesimpulanNya, sama sekali tidak ada keraguan bahwa Yesus benar-benar mati, sebagai korban bagi dosa seluruh dunia. Rasul Paulus mengatakan, “Dan sekarang, saudara-saudara, aku mau mengingatkan kamu kepada Injil yang aku beritakan kepadamu dan yang kamu terima, dan yang di dalamnya kamu teguh berdiri. 

Oleh Injil itu kamu diselamatkan, asal kamu teguh berpegang padanya, seperti yang telah kuberitakan kepadamu -- kecuali kalau kamu telah sia-sia saja menjadi percaya. Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci, bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci” (1 Korintus 15:1-4).

Ikuti saya di google news untuk membaca artikel lainnya :


Next Post Previous Post