YESUS DAN PERSEPULUHAN (5)
Pdt.Samuel T. Gunawan, M.Th.
PERSPULUHAN (PASAL 5) YESUS DAN PERSEPULUHAN: SUATU PEMBUKTIAN TEOLOGIS BAHWA YESUS MEMBERIKAN, MENGAJAR DAN MELEGITIMASI PERSEPULUHAN
gadget, bisnis, otomotif |
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa praktek persepuluhan telah ada sebelum hukum Taurat ada, dan bahwa praktek pemberian persepuluhan tersebut bagi bangsa Israel di kemudian hari diatur dalam dihukum Taurat sebagai sesuatu yang diwajibkan untuk dilaksanakan.
Selanjutnya, pada bagian ini kita akan mempelajari tentang Yesus dan persepuluhan, dengan mencari jawaban atas dua pertanyaan penting yang muncul secara konstan, yaitu: (1) Apakah Yesus membayar persepuluhan? (2) Apakah Yesus mengajar dan melegitimasikan persepuluhan?
KETAATAN YESUS YANG SEMPURNA TERHADAP HUKUM TAURAT
Meskipun tidak ada ayat spesifik yang menyebutkan bahwa Yesus memberi persepuluhan, tetapi bukan berarti Yesus tidak memberi persepuluhan. Namun justru dapat dipastikan bahwa tidak ada ayat di dalam yang menunjukkan ataupun mengindikasikan Yesus tidak membayar persepuluhan.
Para penulis Perjanjian Baru, khususnya para penulis kitab Injil memang tidak bermaksud menyajikan secara detail setiap tahap dari rentetan peristiwa dalam kehidupan Yesus, namun apa yang ditulis merupakan hal-hal yang dianggap penting yang berhubungan dengan penyelamatan. Tetapi perlu diketahui bahwa Yesus hidup dan melayani pada masa Perjanjian Lama dimana persepuluhan sebagai kewajiban yang mengikat dalam hukum Taurat masih berlaku. Secara teologis masa Perjanjian Baru dimulai setelah peristiwa kematian Yesus di kayu salib.
Donald C. Stamps menjelaskan, “Yesuslah yang mengadakan perjanjian yang baru (diatheke)... Kedudukan Yesus Kristus selaku pengantara perjanjian yang baru (Ibrani 8:6; 9:15; 12:24) berlandaskan kematianNya sebagai korban (Matius 26:28; Markus 14:24; Ibrani 9:14-15; 10:29; 12:24).”[1]
The Learning Bible Contemporary English Version ketika menjelaskan Matius 26-26-28 mengatakan demikian, “Yesus memakai roti dan anggur untuk menunjukkan bahwa hidupNya akan dikorbankan demi pengampunan dosa. Pengorbanan ini menjadi dasar Perjanjian Baru antara Allah dan umatNya yang baru.”[2]
Jadi jelaslah bahwa Yesus hidup dan melayani pada masa Perjanjian Lama. Dan selama hidupNya itu Ia taat pada hukum Taurat. Galatia 4:4-5 merupakan salah satu ayat Alkitab yang dapat menjadi petunjuk dalam menjelaskan ketaatan Yesus yang sempurna terhadap hukum Taurat.
Merril C. Tenney mengatakan, “Umat Kristen mula-mula dikenal dengan ‘sekte orang Nasrani’ (kisah Para Rasul 24:5,14), yang dianggap sebagai suatu cabang dari kepercayaan induk Yudaisme. Yesus sendiri adalah orang Yahudi yang lahir dalam sebuah keluarga Yahudi (Matius 1:16), dan disunat sama seperti bocah-bocah Yahudi lainnya (Lukas 2:21).
Sebagai seorang anak, Ia dibawa ke Yerusalem untuk mengikuti upacara perayaan Paskah (lukas 2:41), dan sepanjang hidup-Nya Ia menjalankan adat kebiasaan bangsa Yahudi serta hidup ditengah-tengah masyarakatnya”.[3] Hal ini sesuai dengan penegasan Alkitab tentang Yesus yang menyatakan demikian, “Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat. Ia diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak” (Galatia 4:4-5).
The Learning Bible Contemporary English Version menjelaskan ayat ini demikian, “Yesus adalah putra seorang perempuan Yahudi yang bernama Maria (Matius 1:18-25; Lukas 1:25-56; 2:1:20), dan sebagai seorang Yahudi Ia menaati hukum Taurat”. [4] Ketaatan Yesus pada hukum Taurat ini tentunya termasuk dalam pemberian persepuluhan.
Sebagai tambahan, menurut hukum Yahudi usia seorang anak di golongkan dalam 8 fase, yaitu : Yaled (usia bayi), Yonek (usia menyusu), Olel (lebih tua dari usia menyusu), Gemul (usia disapih), Taph (usia mulai berjalan), Ulem (usia anak-anak), Na’ar (usia menjelang remaja), dan Bahar (usia remaja). Dari catatan tentang kehidupan Yesus dalam Injil, kita hanya membaca 3 fase usia saja yang ditulis, yaitu bayi (yeled), usia menyusu (Yonek), yaitu ketika Ia diserahkan di Bait Allah di hadapan Simeon dan Hanna, dan remaja (bahar) saat berusia 12 tahun ketika diajak Yusuf dan Maria ke Yerusalem. Mengapa demikian? Penjelasan yang paling memuaskan karena 3 fase (yaled, Yonek, dan Bahar) itu memang dianggap oleh Para penulis Injil sebagai hal yang paling penting sehubungan dengan ketaatan pada hukum Taurat dan kebudayaan Yahudi saat itu.
Dalam pemahaman saya,
(1) Fase Yaled (kelahiran) penting dicatat oleh penulis Injil karena hal ini berhubungan dengan eksistensi Kristus sebagai manusia yang lahir dari perawan dengan cara yang unik.
(2) Fase Yonek (sunat dan penyerahan) penting dicatat penulis Injil karena fase ini berhubungan dengan covenan (perjanjian) kekal Allah dengan Abraham nenek moyang Israel (Kejadian 17:10-14).
(3) Fase Bahar (usia 12 tahun) [5] penting dicatat karena pada usia itu seorang anak laki-laki Yahudi diteguhkan dalam suatu upacara yang disebut “Mitzvah”.[6] Upacara ini secara literal menunjukkan bahwa seorang anak remaja mulai bertanggung jawab secara penuh atas segala perbuatannya di hadapan Tuhan.
Dalam rangkaian ritual Yahudi itu, Yesus harus melakukan “aliyah (naik)” dan “Bemah (menghadap mimbar untuk menerima kuk hukum Taurat)”. Upacara ini dilakukan pada hari Sabat, karena itu disebut juga “thepilin Shabat”.[7] Pada usia 12 tahun ini adalah masa persiapan Yesus untuk menjadi anggota penuh Asosiasi Sinagoge Yahudi.[8] Anggota penuh Asosiasi Sinagoge Yahudi harus berusia 13 tahun.[9]
Catatan pinggir The Learning Bible Contemporary English Version menjelaskan Lukas 2:42 tersebut demikian, “Pada umur 12 tahun, anak laki-laki Yahudi mulai dipersiapkan untuk berperan penuh dalam jemaat (maksudnya sinagoge) pada umur 13 tahun nanti”.[10] Ada kemungkinan pada usia 13 tahun tersebut termasuk awal dimulainya kewajiban seorang Yahudi memberi persepuluhan, karena pada saat itu ia sudah dianggap mampu untuk bertanggung jawab dan berperan penuh dalam sinagoge.
YESUS SECARA IMPLISIT MENGAJAR PERSEPULUHAN
Setelah menarik kesimpulan bahwa Yesus membayar persepuluhan sebagai bagian dari ketaatan-Nya pada hukum Taurat, maka berikutnya kita akan menjawab pertanyaan apakah Yesus mengajarkan tentang persepuluhan?
Herlianto mengatakan, “Bagaimana pengajaran persepuluhan dalam Perjanjian Baru? Apakah Yesus dan para Rasul mengajarkannya? Kelihatannya tidak, persepuluhan tidak diajarkan oleh Yesus dan para Rasul kecuali disinggung dalam beberapa ayat... Yesus tidak mengajarkan persepuluhan”. [11] Untuk itu kita akan memulai dengan ayat-ayat yang menghubungkan Yesus dengan persepuluhan. Ayat-ayat Perjanjian Baru yang menghubungkan Yesus dengan persepuluhan terdapat dalam Matius 23:23; Lukas 11:42, 18:9-14.
1. Analisis teologis Matius 23:23 (Bandingkan Lukas 11:42)
Mari kita perhatikan : “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan”. Penjelasan-penjelasan saya mengenai teks ini sebagai berikut :
(1) Konteks keseluruhan dari Matius 23 ini adalah kecaman terhadap orang Farisi [12] dan ahli Taurat [13] yang disampaikan oleh Yesus secara terbuka kepada orang banyak (publik) dan kepada murid-murid-Nya (Matius 23:1), ini terjadi di Bait Allah di Yerusalem (Matius 24:1).
Donald C. Stamps menjelaskan, “Kata-kata Yesus dalam pasal 23 ini merupakan kecaman yang paling pedas. Perkataan-Nya ditujukan kepada para pemimpin agama dan guru palsu yang telah menolak setidak-tidaknya sebagian dari firman Allah dan menggantikannya dengan gagasan dan penafsiran mereka sendiri (Matius 23:28; Bandingkan Matius 15:3-9; Markus 7:6-9).
(2) Dalam ayat-ayat tersebut Yesus tidak melarang para murid-Nya dan orang banyak untuk menaati hukum Taurat, tetapi Ia justru untuk menaati yang diajarkan oleh ahli-ahli Taurat dan orang Farisi, sejauh ajaran dan tafsiran yang mereka sampaikan sesuai dengan hukum Musa. Karena memang, ahli-ahli Taurat dan orang Farisi menambahkan banyak hal pada hukum Taurat yang digambarkan di sini dengan istilah “beban-beban berat” (Matius 23:4) yang ditaruh dipundak orang lain sementara mereka tidak mau menyentuhnya.
Perbuatan ahli-ahli Taurat dan orang Farisi yang menambahkan “beban-beban” yang tidak ada dalam hukum Taurat, inilah yang dilarang oleh Kristus untuk ditiru. Jika kita membandingkan debat Yesus dengan dan orang Farisi dan ahli Taurat dalam Matius 15:1-9, di situ Yesus jelas menyebutkan bahwa apa yang dilakukan orang-orang Farisi dan ahli Taurat itu adalah menuntut orang untuk melaksanakan tradisi (ayat 2,3,9) dan ajaran manusia tetapi mengabaikan (melanggar) perintah Allah.
The Learning Bible Contemporary English Version menjelaskan demikian, “Kaum Farisi mengajarkan hukum Taurat dan hukum-hukum lainnya yang tidak terdapat dalam kitab Suci. Tafsiran mereka atas hukum-hukum tersebut dimuat dalam Misnah dan Talmud.”.[14] Jadi, melakukan tradisi dan perintah manusia yang melanggar perintah Allah inilah yang dilarang Yesus untuk ditiru. Jadi disini Yesus tidak melarang untuk melakukan perintah Allah, yaitu hukum Taurat, melainkan melarang melakukan tradisi dan ajaran manusia yang berlawanan dengan perintah Allah.
(3) Bahwa ketika Yesus mengecam ahli-ahli Taurat dan orang Farisi dalam Matius 23:23, Ia mencela mereka karena mengabaikan hal yang terpenting dalam hukum Taurat, dan bukan karena masalah persepuluhan. Justru disini Yesus menegaskan keharusan persepuluhan ketika Ia mengatakan “yang satu harus dilakukan, tetapi yang lain jangan diabaikan”.
Frase tersebut dalam bahasa Yunani adalah “εδει ποιησαι κακεινα μη αφιεναι - edei poiêsai kakeina mê aphienai” yang secara harafiah dapat diterjemahkan demikian, “seharusnya yang satu kalian lakukan dan yang lainnya jangan ditinggalkan”. Jadi, jika mengacu pada konteksnya, maka yang harus dilakukan adalah persepuluhan, dan yang jangan diabaikan adalah hal-hal yang terutama dalam hukum Taurat, yaitu keadilan, belas kasihan dan kesetiaan.
The Wycliffe Bible Commentary menjelsakan demikian, “Keadilan, belas kasihan, dan kesetiaan. Kewajiban-kewajiban dan etika rohani ini (bandingkan Mikha 6:8) merupakan hal yang terpenting dlam hukum Taurat sehingga merupakan hal yang terutama. Sekalipun masalah lainnya (persepuluhan) juga harus dilakukan oleh umat Allah”.[15] Tegasnya, semuanya harus dilakukan.
J. Wesley Brill menjelaskan demikian, “Dalam ayat-ayat itu Tuhan tidak menegur orang-orang Farisi dan para Ahli Taurat tentang persepuluhan, sebab mereka memberikan persepuluhan, meskipun dari selasih, adas manis, dan jintan, melainkan Tuhan menegur tentang keadilan, belas kasihan dan kesetiaan yang tidak ada pada mereka.
Tuhan Yesus berkata bahwa hal yang penting harus dilakukan. Tetapi perhatikanlah bahwa Tuhan juga berkata ‘dan yang lain jangan diabaikan’. Artinya mereka itu wajib melakukan hal yang lebih penting, tetapi janganlah mereka mengabaikan hal memberi persepuluhan, sampai kepada persepuluhan selasih, adas manis, dan jintan (rempah-rempah)”.[16] Jadi di sini secara implisit Yesus mengajarkan keharusan membayar persepuluhan tanpa harus mengabaikan keadilan, belas kasihan dan kesetiaan.
2 Analisis teologis Lukas 18:9-12
Mari kita perhatikan : “Dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini: ‘Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai. Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan penzina dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku”. Penjelasan-penjelasan saya mengenai teks ini sebagai berikut :
(1) Konteks ayat ini adalah perumpamaan Tuhan Yesus yang membandingkan antara orang Farisi dan pemungut cukai yang sama-sama pergi untuk berdoa di Bait Allah. Di dalam doanya, orang Farisi tersebut menganggap dirinya bukan orang jahat, tetapi justru melakukan hal-hal yang baik. Hal tersebut kontras dengan pemungut cukai yang mengakui dirinya sebagai orang berdosa dan membutuhkan belas kasih Tuhan.
(2) Yesus dalam konteks ayat-ayat tersebut tidak memberikan komentar negatif pada perilaku dan tindakan saleh orang Farisi tersebut, tetapi Yesus menyalahkan sikap hatinya yang penuh dengan kesombongan, di mana ia menganggap dirinya benar di hadapan Allah dan menganggap semua orang lain salah (Lukas 18:1).
Pakar teologi Injili, I. Howard Marshal mengatakan, “Orang Farisi itu adalah orang saleh yang hidup jujur dan tulus. Ia lebih daripada menaati hukum Taurat dengan secara teratur berpuasa pada hari-hari Senin dan Kamis, walaupun hukum Taurat hanya menuntut berpuasa sekali setahun pada hari Pendamaian Besar, dan dengan memberikan sepersepuluh dari segala penghasilannya. Dosanya ialah bahwa ia memuji dirinya sendiri arena kesalehannya, memandang rendah sesamanya manusia dan puas akan dirinya sendiri di depan hadirat Allah”.[17]
Jadi, dalam ayat-ayat ini Yesus tidak dalam rangka melarang memberikan persepuluhan, tetapi justru walau bersifat implisit, Yesus menegaskan tentang persepuluhan yang masih berlaku pada masa hidup dan pelayanan-Nya saat itu.
YESUS SECARA IMPLISIT MELEGITIMASI PERSEPULUHAN
Yesus tidak hanya mengajar persepuluhan tetapi secara implisit melegitimasi persepuluhan pada masa hidupNya. Mari kita perhatikan, “Maka Ia bertanya kepada mereka: ‘Gambar dan tulisan siapakah ini?’ Jawab mereka: ‘Gambar dan tulisan Kaisar.’ Lalu kata Yesus kepada mereka: ‘Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah” (Matius 22:20-21). Berikut ini analisis teologisnya :
1. Konteks ayat ini adalah jawaban Yesus terhadap pertanyaan orang-orang Farisi yang mengirim murid-murid mereka dan orang-orang Herodian untuk menjebak Yesus dengan pertanyaan tentang pemberian pajak kepada Kaisar. Pertanyaan “apakah diperbolehkan membayar pajak kepada kaisar atau tidak’” adalah pertanyaan jebakan (ayat 15-17).
Apabila di jawab “ya” berarti Yesus mengkhianati bangsa-Nya dengan menyetujui memberi pajak kepada penjajah. Apabila dijawab “tidak” maka Yesus berarti membangkang dan bersalah kepada kaisar. Yesus mengetahui maksud dari pertanyaan jebakan itu, dan Ia tidak menjawab ya atau tidak (ayat 18), tetapi segera meminta mereka menunjukkan mata uang yang biasanya dipakai untuk membayar pajak tersebut. Dan mereka memberi-Nya satu mata uang dinar.
Selanjutnya, daripada menjawab pertanyaan tersebut Yesus justru bertanya balik kepada mereka: "Gambar dan tulisan siapakah ini?" Dengan tegas mereka menjawab "Gambar dan tulisan Kaisar” (ayat 20-21a). Kemudian Yesus dengan cara yang mengagumkan memberi jawaban atas pertanyaan mereka demikian: "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah" (ayat 21b). Jawaban tersebut yang akhirnya membuat mereka bungkam dan pergi meninggalkan-Nya.
2. Di dalam ayat ini Yesus memang tidak secara langsung membicarakan tentang persepuluhan, tetapi secara Implisit, jawaban Yesus terhadap utusan orang-orang Farisi terkandung makna bahwa Yesus melegitimasi pemberian persepuluhan. Ketika Yesus mengatakan, "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah". Apa yang Kaisar punya adalah pajak, dan apa yang Allah punya adalah kewajiban persepuluhan. Keduanya, menurut Yesus harus (wajib) diberikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Yesus dalam hal ini secara tidak langsung telah melegitimasi pemberian persepuluhan.
J. Wesley Brill menjelaskan demikian, “Apa yang wajib diberikan kepada Allah itu? Tentu persepuluhan milik Tuhan. Dalam hal ini Tuhan Yesus telah menyatakan tentang persepuluhan, dan dengan demikian hal memberikan persepuluhan kepada Tuhan disahkan oleh Tuhan Yesus sendiri”.[18]
Hal yang sama juga ditegaskan oleh Kevin J. Conner demikian, “Kita wajib memberikan kepada kaisar apa yang menjadi miliknya, dan memberi kepada Allah apa yang menjadi milikNya. Persepuluan adalah milik Allah. Pajak adalah milik kaisar (Lukas 20:25”.[19]
RINGKASAN :
Berdasarkan penafsiran data-data Perjanjian Baru yang menghubungkan Yesus dengan persepuluhan sebagaimana disajikan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Yesus hidup dan melayani pada masa Perjanjian Lama, yaitu masa dimana hukum Taurat berlaku sepenuhnya, karena itu dapat dipastikan bahwa Yesus membayar persepuluhan sebagai bagian dari ketaatanNya pada hukum Taurat (bandingkan Galatia 4:4-5).
2. Yesus tidak hanya membayar persepuluhan, tetapi juga secara implisit Ia mengajarkan persepuluhan. Yesus tidak pernah melarang orang-orang pada zamannya untuk menaati hukum Taurat, termasuk membayar persepuluhan (Bandingkan Matius 23:23; Lukas 11:42, 18:9-14).
3. Yesus juga secara implisit melegitimasi (mengesahkan) persepuluhan di zaman-Nya ketika Ia mengatakan, "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah" (Matius 22:21b). Yang Kaisar punya adalah pajak, dan apa yang Allah punya adalah kewajiban persepuluhan. Keduanya, menurut Yesus harus (wajib) diberikan. Dengan demikian Yesus dalam hal ini secara tidak langsung telah melegitimasi pemberian persepuluhan.
REFERENSI
Archer, Gleason L., 2009. Encyclopedia of Bible Difficulties. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Clark, Howard, ed. 2010. The Learning Bible Contemporary English Version. Dicetak dan diterbitkan Lembaga Alkitab Indonesia : Jakarta
Brill, J. Wesley., 1993. Dasar Yang Teguh. Yayasan Kalam Hidup: Bandung.
Conner, Kevin J & Ken Malmin., 2004. Interprenting The Scripture. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Conner J. Kevin., 2004. A Practical Guide to Christian Bilief. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Conner, Kevin J., 2004. Jemaat Dalam Perjanjian Baru, terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Douglas, J.D., ed, 1993. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini. Jilid 2. Terjemahkan Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta.
Eaton, Michael 2008. Jesus Of The Gospel. Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta.
Ellis, Paul., 2014. Injil Dalam 20 Pertanyaan. Terjemahan, penerbit Light Publising : Jakarta.
Geisler, Norman L., 2000. Etika Kristen: Pilihan dan Isu, Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Jakarta.
Gunawan, Samuel., 2014. Apologetika Kharismatik: Kharismatik Yang Kukenal dan Kuyakini. Penerbit Bintang Fajar Ministries: Palangka Raya.
Guthrie, Donald, dkk., 1982. Tafsiran Alkitab Masa Kini. Jilid 1,2 & 3. Terjemahan. Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF : Jakarta.
Hill, Andrew E & John H. Walton., 1996. Survey Perjanjian Lama. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Huch, Larry., 2009. Berkat-berkat Atas Taurat Tuhan. Terjemahan, Penerbit Light Publising: Jakarta.
Lingenfelter, Sherwood & Marvin K. Mayers., 2008. Menggeluti Misi LintaS Budaya. Terjemahan, Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta.
Manohey, Ralph., 2009. Tongkat Gembala. Lembaga Pusat Hidup Baru: Jakarta.
Osbone, Grant R., 2012. Spiral Hermeneutika: Pengantar Komprehensif Bagi Penafsiran Alkitab. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Paago, Sonny., 2010. Hukum Tuhan. Penerbit Straight Path Fellowship Ministry Publising: Jakarta.
Park, Abraham,. 2010. Silsilah di Kitab Kejadian: Dilihat Dari Sudut Pandang Sejarah Penebusan. Terjemahan, Diterbitkan bersama PT. Grasindo & Yayasan Damai Sejahtera Utama : Jakarta.
Pandensolang, Welly., 2009. Kristologi Kristen. Penerbit YAI Press : Jakarta.
Pfeiffer F. Charles & Everett F. Harrison., ed. 1962. The Wycliffe Bible Commentary. Volume 1,2 & 3. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas Malang.
Prince, Derek., 1995. Membangun Jemaat Kristus, terjemahan, Penerbit Immanuel : Jakarta.
Prince, Derek., 2005. Fondations Rightouness Living. Jilid 1. Terjemahan, Penerbit Derek Prince Ministries Indonesia: Jakarta.
Ryrie, Charles C., 1991. Teologi Dasar. Jilid 1 & 2, Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta.
Sandison, George & Staff., 2013. Bible Answers for 1000 Difficult Questions. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Schulzt, Samuel J., 1983. Pengantar Perjanjian Lama : Taurat Dan Sejarah. Terjemahan Penerbit Gandum Mas : Malang.
Stamps, Donald C., ed, 1995. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Stassen, Glen & David Gushee., 2008. Etika Kerajaan: Mengikut Yesus dalam Konteks Masa Kini, Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Susanto, Hasan., 2003. Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru, jilid I & II. Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Teo, Steven., 2008. Persepuluhan: Kunci Kebebasan Finansial. Terjemahan, Penerbit Andi: Yogyakarta.
Vincent, Alan., Heaven On Earth. Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta.
Wahono, S. Wismoady., 2011. Disini Kutemukan: Petunjuk Mempelajari dan Mengajarkan Alkitab. Penerbit BPK Gunung Mulia: Jakarta.
Walker, Peter., 2015. Jesus and His World. Terjemahan, Penerbit Kalam Hidup : Bandung.
Wolf, Herbert., 2004. Pengenalan Pentateukh. Terjemahan, penerbit Gandum Mas : Malang.
Zuck, Roy B, editor., 2010. A Biblical of Theology The Old Testament. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Zuck, Roy B, editor., 2011. A Biblical of Theology The New Testament. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Profil : Samuel T. Gunawan, SE, M.Th adalah pendeta dan teolog Protestan Kharismatik, Gembala di GBAP Bintang Fajar Palangka Raya; Mengajar Filsafat dan Apologetika Kharismatik di STT AIMI, Solo.
Artikel-artikelnya dapat ditemukan di : (1) Google dengan mengklik nama Samuel T. Gunawan;
(2) Website/ Situs : e-Artikel Kristen Indonesia; (3) Facebook : Samuel T. Gunawan (samuelstg09@yahoo.co.id.).
[1] Stamps, Donald C., ed, 1995. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang, 2060.
[2] Howard, Clark, ed. 2010. The Learning Bible Contemporary English Version. Dicetak dan diterbitkan Lembaga Alkitab Indonesia : Jakarta, hal. 1610.
[3] Tenney, Merril C., Survei Perjanjian Baru, hal. 202.
[4] Howard, Clark, The Learning Bible Contemporary English Version, hal. 1911.
[5] Usia 12 bagi tradisi Yahudi zaman Yesus begitu penting. Menurut legenda Yahudi, pada usia 12 tahun Nabi Musa meninggalkan rumah putri Firaun, Samuel menerima suara yang berisi visi Ilahi, Salomo mulai menerima Hikmat Allah dan Raja Yosia menerima visi reformasi agung di Yerusalem.
[6] Pada usia 12 tahun seorang anak laki-laki Yahudi harus melakukan upacara yang disebut “Bar Mitzvah (anak Hukum Taurat)”. Sementara bagi anak perempuan upacaranya disebut “Bat Mitzvah”.
[7] Situmorang, Jonar, Kristologi: Menggali Fakta-fakta tentang Pribadi dan Karya Kristus, hal. 157-158.
[8] Pada zaman Yesus, sinagoge mempunyai peranan besar dalam pertumbuhan dan kelestarian Yudaisme.Sinagonge berfungsi sebagai balai sosial dimana penduduk Yahudi di kota yang bersangkutan berkumpul setiap minggu. Sinagonge adalah tempat pendidikan untuk mendidik masyarakat dalah hukum agama dan memperkenalkan anak-anak mereka pada kepercayaan nenek moyang. Sinagoge menggantikan kebaktian di Bait Allah yang tidak mungkin dilakukan karena jarak yang jauh atau ketiadaan biaya. Dalam sinagoge penyelidikan hukum menggantikan upacara kurban, rabi menggantikan imam, dan kepercayaan kelompok diterapkan pada kehidupan perorangan. (Tenney, Merril C., Survei Perjanjian Baru, hal. 113-114).
[9] Pandensolang, Welly., 2009. Kristologi Kristen. Penerbit YAI Press : Jakarta, hal 158.
[10] Howard Clark, ed. 2010. The Learning Bible Contemporary English Version. Dicetak dan diterbitkan Lembaga Alkitab Indonesia : Jakarta, hal. 1666.
[11] Sumber : www.yabina.org
[12] Orang-orang Farisi adalah salah satu sekte Yudaisme yang paling berpengaruh dan banyak pengikutnya dalam masa Perjanjian Baru. Kelompok ini berasal dari orang-orang yang meisahkan diri (parash) pada zaman Makabe, dan pada tahun 135 SM telah berdiri dengan kokoh dalam Yudaisme. Teologi mereka didasarkan pada seluruh Perjanjian Lama ( hukum Taurat dan kitab Para Nabi) dan tulisan para imam. Selain itu mereka juga menjunjung tinggi hukum lisan atau adat istiadat nenek moyang yang mereka taati sampai hal-hal yang sekecil-kecilnya. Mereka menjalankan kewajiban doa puasa pada hari Senin dan Kamis, membayar persepuluhan dari harta mereka dengan sangat teliti (Matius 23:23; Lukas 11:42). Mereka memelihara hukum Sabat dengan sangat ketat, hingga menyembuhkan orang sakit atau sekedar memetik bulir gandum sambil berjalan pun tidak mereka perkenankan (Matius 12:1-2). Mereka juga sangat menekankan makanan halal dan haram, bahkan menajiskan orang yang makan tanpa mencuci tangan lebih dahulu (Matius 15:1-9). Paulus, sebelum bertobat dan mengikut Yesus, pada mulanya adalah anggota dari kelompok ini (Filipi 3:5: Galatia 1:14). Kaum Farisi mengajarkan hukum Taurat dan hukum-hukum lainnya yang tidak terdapat dalam kitab Suci. Tafsiran mereka atas hukum-hukum tersebut dimuat dalam Misnah dan Talmud.
[13] Ahli-ahli Taurat adalah orang-orang Yahudi yang bekerja sebagai pegawai pemerinatah atau sebagai ahli hukum (Lukas 5:17) dengan pengetahuan yang luas mereka pandai menafsirkan hukum Taurat dan memiliki kemampuan berdebat. Karena itu kita menemukan mereka sering berdebat dengan Yesus (Matius 9:3; 15:1; Markus 2:16; 7:1-2; Lukas 5:30; 6:7). Orang-orang Farisi dan imam-imam mempekerjakan ahli-ahli Taurat menjadi semacam penasihat hukum mereka. Orang-orang Farisi bersama dengan ahli-ahli Taurat melihat bahwa Yesus merupakan ancaman bagi tegaknya pelaksanaan hukum Taurat dan hukum-hukum adat istiadat lainnya.
[14] Howard Clark, ed. The Learning Bible Contemporary English Version, hal. 1537.
[15] Pfeiffer F. Charles & Everett F. Harrison., ed. 1962. The Wycliffe Bible Commentary. Volume 3. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas Malang, hal. ...
[16] Brill, J. Wesley., Dasar Yang Teguh. Yayasan Kalam, hal. 269.
[17] Guthrie, Donald, dkk., 1982. Tafsiran Alkitab Masa Kini. Jilid 3. Terjemahan. Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF : Jakarta, hal 237.
[18] Brill, J. Wesley., Dasar Yang Teguh. Yayasan Kalam, hal. 269.
[19] Conner, Kevin J., Jemaat Dalam Perjanjian Baru, hal. 594.YESUS DAN PERSEPULUHAN.