1 PETRUS 1:13-25 (KEKUDUSAN DAN KASIH PERSAUDARAAN)

Pdt. Budi Asali, M.Div.
1 Petrus 1: 13: “Sebab itu siapkanlah akal budimu, waspadalah dan letakkanlah pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu pada waktu penyataan Yesus Kristus”.

1) ‘Sebab itu siapkanlah akal budimu’.
1 PETRUS 1:13-25 (KEKUDUSAN DAN KASIH PERSAUDARAAN)
otomotif, gadget, bisnis
NASB: ‘Therefore, gird your minds for action’ (= Karena itu, sabukilah pikiranmu untuk bertindak).

KJV: ‘Wherefore gird up the loins of your mind’ (= Karena itu, sabukilah pinggang dari pikiranmu).

Jadi dalam ayat ini Petrus menggambarkan pikiran sebagai pinggang yang harus disabuki. Latar belakang kata-kata ini adalah pakaian orang Timur yang longgar, sehingga untuk bisa bergerak dengan cepat maka pada bagian pinggang harus diketatkan dengan sabuk.

Bandingkan dengan:

· 1Raja-raja 18:46 - “Tetapi kuasa TUHAN berlaku atas Elia. Ia mengikat pinggangnya dan berlari mendahului Ahab sampai ke jalan yang menuju Yizreel”.

· 2Raja-raja 4:29 - “Maka berkatalah Elisa kepada Gehazi: ‘Ikatlah pinggangmu, bawalah tongkatku di tanganmu dan pergilah. Apabila engkau bertemu dengan seseorang, janganlah beri salam kepadanya dan apabila seseorang memberi salam kepadamu, janganlah balas dia, kemudian taruhlah tongkatku ini di atas anak itu.’”.

· Lukas 12:35 - “Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala”.

Pulpit Commentary: “To gird up the loins is the preparation for activity” (= Menyabuki pinggang adalah persiapan untuk aktivitas) - hal 49.

Dalam ayat ini penyabukan pinggang itu ditujukan pada pikiran. Jadi artinya pikiran harus ada dalam keadaan selalu siap untuk melakukan kewajiban / tanggung jawab kita atau untuk menahan serangan / pencobaan / ujian.

Apa yang menyebabkan pikiran tidak siap?

Calvin mengatakan bahwa pikiran kita dipenuhi oleh hal-hal duniawi dan kekuatiran, dan ini menyebabkan kita tidak siap. Jadi, kita harus melepaskan diri dari keduniawian dan membuang semua kekuatiran.

Alexander Nisbet mengatakan bahwa pikiran / perasaan yang dimaksudkan adalah:

a) Keputus-asaan.

b) Pikiran yang ditujukan pada hal-hal yang berdosa.

c) Pikiran yang menganggap tinggi diri sendiri atau menganggap rendah orang lain.

d) Pikiran yang duniawi dan senang pesta pora.

Pikiran-pikiran seperti ini merupakan halangan dalam bergerak / melakukan aktivitas, dan harus dibereskan. Bandingkan dengan Kolose 3:1 - “Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah”.

Jay E. Adams: “Action must be taken in your mind. Here the word for ‘mind’ is DIANOIA (a word that signifies thinking through questions; the term has to do with the use of the intellect in reaching an understanding of problems). ... The Christian cannot expect to please God if he is not willing to work hard at thinking” [= Tindakan harus diambil dalam pikiran. Di sini kata untuk ‘pikiran’ adalah DIANOIA (suatu kata yang menunjukkan berpikir melalui pertanyaan-pertanyaan; istilah ini berurusan dengan penggunaan intelek dalam mencapai suatu pengertian tentang problem-problem). ... Orang Kristen tidak bisa berharap untuk menyenangkan Allah jika ia tidak mau bekerja keras untuk berpikir] - hal 26,27.

Jay E. Adams: “The great emphasis upon experience and emotion that is overwhelming Western society (and many evangelical churches too!) is sheer poison because it leads to interpretation of God’s truth through experience rather than interpretation of experience through God’s truth. The bible must interpret experience; it may not be interpreted by it. Of course, experience may issue the call for biblical interpretation - it does all the time - but the interpreter must develop a very sensitive exegetical conscience by which he is able to come to the well with an empty bucket to draw the pure water of life. Much thought, mental struggle, etc. lie behind such willingness” (= Penekanan yang besar pada pengalaman dan emosi yang membanjiri masyarakat Barat (dan banyak gereja-gereja injili juga!) merupakan racun belaka, karena hal itu membimbing pada penafsiran kebenaran Allah melalui pengalaman dan bukannya penafsiran pengalaman melalui kebenaran Allah. Alkitab harus menafsirkan pengalaman; Alkitab tidak boleh ditafsirkan oleh pengalaman. Tentu saja, pengalaman bisa menyebabkan dibutuhkannya penafsiran yang alkitabiah - itu selalu demikian - tetapi si penafsir harus mengembangkan hati nurani yang sangat sensitif dalam melakukan exposisi, dengan mana ia bisa datang pada sumur dengan ember yang kosong untuk mengambil air kehidupan yang murni. Banyak pemikiran, pergumulan mental / batin, dsb. terletak di belakang kemauan seperti itu) - hal 27.

Catatan: kata-kata yang saya garis-bawahi itu maksudnya adalah: kita tidak boleh datang kepada Alkitab dengan sudah mempunyai konsep yang tetap, karena dengan demikian kita akan memaksakan konsep itu ke dalam Alkitab (eisegesis). Kita harus datang kepada Alkitab tanpa konsep apapun, atau kalau kita mendatangi Alkitab dengan sudah memiliki suatu konsep, maka kita tidak boleh memaksakan penafsiran Alkitab sehingga sesuai dengan konsep kita itu. Sebaliknya, kita harus menafsirkan Alkitab dengan pikiran yang jujur dan adil tanpa dipengaruhi oleh konsep tersebut, dan kita harus mempunyai sikap yang siap mengubah konsep itu bila memang tidak sesuai dengan Alkitab. Baru dengan cara ini kita bisa melakukan exposisi yang benar dan mengambil air kehidupan atau kebenaran yang murni.

Jay E. Adams: “The believer who refuses to think, who takes the course of least resistance (drifting with the crowd or circumstances) or follows his feelings, sins against God. Christianity places no premium on ignorance; it is (as its history exhibits) not anti-intellectual” [= Orang percaya yang menolak untuk berpikir, yang mengambil jalan yang paling sedikit halangannya (hanyut dengan orang banyak atau sikon) atau mengikuti perasaannya, berdosa terhadap Allah. Kekristenan tidak menghargai kebodohan / ketidaktahuan; kekristenan tidak bertentangan dengan intelektual, dan hal itu ditunjukkan oleh sejarahnya] - hal 28.

2) ‘Waspadalah’.

KJV/RSV: ‘be sober’ (= waraslah).

NIV: ‘be self-controlled’ (= kuasailah dirimu).

NASB: ‘keep sober in spirit’ (= tetaplah waras dalam roh).

Ada bermacam-macam arti / penafsiran tentang bagian ini:

a) Artinya harus berpikiran sehat, dan tidak ada di bawah kontrol dari emosi.

Jay E. Adams mengatakan bahwa ini menunjukkan bahwa orang kristen tidak boleh hidup dikuasai perasaan. Perasaan harus tunduk pada pikiran yang dikuasai oleh Kitab Suci.

Pulpit Commentary: “Christian enthusiasm should be thoughtful, not excited and disorderly” (= Semangat Kristen harus disertai pikiran, bukan kegembiraan yang meluap-luap dan ketidak-teraturan) - hal 8.

Tetapi perlu juga dicamkan bahwa orang biasanya jatuh ke dalam extrim kiri atau extrim kanan. Kalau orang Kharismatik dan Pentakosta biasanya mempunyai emosi atau semangat tanpa pikiran / pengetahuan, maka orang Protestan biasanya mempunyai pikiran / pengetahuan tanpa semangat. Yang benar adalah mempunyai pikiran / pengetahuan dan semangat!

b) Albert Barnes mengatakan bahwa mungkin terjemahan / arti yang paling benar adalah ‘prudent’ (= bijaksana).

c) Calvin mengatakan bahwa ini maksudnya kita tidak dimabukkan oleh daya tarik dunia.

Calvin lalu menambahkan: “when one plunges himself into these, he must necessarily become sleepy and stupid, and he forgets God and the things of God” (= pada waktu seseorang menerjunkan dirinya sendiri ke dalam hal-hal ini / hal-hal duniawi, ia pasti menjadi mengantuk dan bodoh, dan melupakan Allah dan hal-hal dari Allah) - hal 44.

Karena itu hati-hati terhadap daya tarik dunia, misalnya mobil mewah / super mewah. Atau bahkan handphone. Bukan berarti tak boleh pakai / punya handphone, tetapi tak perlu tiap bulan ganti dengan model yang terbaru! Juga pakaian, perhiasan, dandanan, model rambut, dan sebagainya.

3) ‘letakkanlah pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu pada waktu penyataan Yesus Kristus’.

a) ‘letakkanlah pengharapanmu seluruhnya’.

Ada 2 macam terjemahan maupun penafsiran tentang bagian ini.

KJV: ‘hope to the end’ (= berharaplah sampai akhir).

RSV/NIV: ‘set your hope fully’ (= tetapkanlah harapanmu secara penuh).

NASB: ‘fix your hope completely’ (= tetapkanlah harapanmu dengan sepenuhnya).

Barnes mendukung terjemahan KJV dan menafsirkan bahwa kita tidak boleh menjadi lemah atau bosan dalam menghadapi pencobaan / ujian, dan tidak boleh meninggalkan pengharapan Injil, tetapi harus terus berharap sampai kita mati.

Bandingkan dengan Ibrani 10:35-39 - “(35) Sebab itu janganlah kamu melepaskan kepercayaanmu, karena besar upah yang menantinya. (36) Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu. (37) ‘Sebab sedikit, bahkan sangat sedikit waktu lagi, dan Ia yang akan datang, sudah akan ada, tanpa menangguhkan kedatanganNya. (38) Tetapi orangKu yang benar akan hidup oleh iman, dan apabila ia mengundurkan diri, maka Aku tidak berkenan kepadanya.’ (39) Tetapi kita bukanlah orang-orang yang mengundurkan diri dan binasa, tetapi orang-orang yang percaya dan yang beroleh hidup”.

Calvin memberikan penafsiran yang berbeda. Ia mengatakan bahwa terjemahannya adalah ‘perfectly hope’ (= berharaplah dengan sempurna / sepenuhnya). Dan ia berkata bahwa selama pikiran kita masih dipenuhi hal-hal duniawi, maka kita akan terombang-ambing antara Allah dan dunia, sehingga tidak bisa mempunyai pengharapan yang kokoh.

Pulpit (hal 8) juga sependapat dengan Calvin dan mengatakan bahwa kita harus mempunyai pengharapan yang penuh dan tetap.

Pulpit Commentary: “Peter is not encouraging to persistence but to completeness in our hope. The characteristic which he would have all Christians cultivate refers, not to its duration, but to its degree” (= Petrus tidak mendorong pada ketekunan, tetapi pada kelengkapan / kesempurnaan, dalam pengharapan kita. Sifat yang khas yang ia inginkan untuk diusahakan oleh semua orang Kristen, menunjuk bukan pada lamanya pengharapan itu, tetapi pada tingkat dari pengharapan itu) - hal 32.

Pulpit Commentary: “‘perfectly;’ equivalent to ‘without any admixture of doubt.’” (= ‘dengan sempurna’; sama dengan ‘tanpa campuran keragu-raguan apapun’) - hal 50.

b) ‘atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu’.

KJV: ‘for the grace that is to be brought unto you’ (= untuk kasih karunia yang akan dibawakan bagimu).

Pulpit Commentary (hal 8) mengatakan bahwa kata Yunani yang digunakan adalah PHEROMENEN (feromenhn), yang merupakan suatu participle dalam bentuk present. Karena itu tidak seharusnya diartikan untuk menunjuk pada masa yang akan datang. Ia mengatakan bahwa kasih karunia ini adalah kasih karunia yang berkepanjangan, tidak henti-hentinya, dan makin lama makin besar. Kasih karunia ini diterima pada waktu kita pertama-tama mengenal Kristus sebagai Juruselamat, tetapi lalu bertambah pada waktu kita bertumbuh dalam pengenalan terhadap Dia; dan akan dinyatakan secara luar biasa pada saat Kristus datang keduakalinya.

William Barclay: “For the Christian the best is always still to come. He can live with gratitude for all the mercies of the past, with resolution to meet the challenge of the present and with the certain hope that in Christ the best is yet to be” (= Bagi orang Kristen hal yang terbaik selalu akan datang. Ia bisa hidup dengan rasa terima kasih untuk semua belas kasihan pada masa lalu, dengan ketetapan hati untuk menghadapi tantangan saat ini, dan dengan harapan yang pasti bahwa dalam Kristus yang terbaik masih akan datang) - hal 183.

c) ‘pada waktu penyataan Yesus Kristus’.

Untuk kata ‘penyataan’ / ‘revelation’ digunakan kata bahasa Yunani APOKALUPSIS, dan ini merupakan kata yang sering dipakai untuk menunjuk pada kedatangan Yesus yang keduakalinya (bdk. 2Tesalonika 1:7 1Petrus 1:7 1Petrus 4:13).

Calvin: “the object of Peter was to call us away beyond the world; for this purpose the fittest thing was the recollection of Christ’s coming. For when we direct our eyes to this event, this world becomes crucified to us, and we to the world” (= tujuan Petrus adalah untuk memanggil kita mengatasi dunia ini; untuk tujuan ini hal yang paling cocok adalah mengingat kedatangan Kristus. Karena pada waktu kita mengarahkan mata kita pada peristiwa ini, dunia ini menjadi disalibkan terhadap kita, dan kita disalibkan terhadap dunia)- hal 45.

1 Petrus 1: 14: “Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu”.

1) ‘Hiduplah sebagai anak-anak yang taat’.

Kata ‘hiduplah’ sebetulnya tidak ada!

KJV/RSV/NIV/NASB: ‘As obedient children’ (= Seperti anak-anak yang taat).

Calvin mengatakan bahwa tujuan pengangkatan kita sebagai anak adalah supaya kita taat. Ia menambahkan bahwa ketaatan merupakan perbedaan antara orang kristen / anak dan orang non kristen / bukan anak.

Calvin: “though obedience does not make us children, as the gift of adoption is gratuitous, yet it distinguishes children from aliens” (= sekalipun ketaatan tidak membuat kita menjadi anak-anak, karena karunia pengadopsian merupakan kasih karunia, tetapi ketaatan membedakan anak-anak dari orang asing) - hal 45.

2) ‘dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu’.

a) Kata ‘dan’ sebetulnya juga tidak ada.

NIV: ‘do not conform to the evil desires you had when you lived in ignorance’ (= janganlah menyesuaikan diri dengan keinginan-keinginan jahat yang kamu miliki pada saat kamu hidup dalam kebodohan / ketidaktahuan).

b) ‘jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu’.

William Barclay: “As we read the records of that world into which Christianity came we cannot but be appalled at the sheer fleshliness of life within it. There was desperate poverty at the lower and of the social scale; but at the top we read of banquets which costs thousands of pounds, where peacocks’ brains and nightingales’ tongues were served and where the Emperor Vitellius set on the table at one banquet two thousand fish and seven thousand birds. Chastity was forgotten. Martial speaks of a woman who had reached her tenth husband; Juvenal of a woman who had eight husbands in five years; and Jerome tells us that in Rome there was one woman who was married to her twenty-third husband, she herself being his twenty-fist wife. Both in Greece and in Rome homosexual practices were so common that they had come to be looked on as natural. It was a world mastered by desire, whose aim was to find newer and wilder ways of gratifying its lusts” (= Pada waktu kita membaca catatan dari dunia ke dalam mana kekristenan datang, kita hanya bisa merasa jijik pada kehidupan yang semata-mata bersifat daging yang ada di dalamnya. Di sana ada kemiskinan yang sangat menyedihkan pada masyarakat kelas bawah; tetapi pada masyarakat kelas atas kita membaca tentang pesta-pesta yang menghabiskan ribuan pounds, dimana dihidangkan otak dari burung merak dan lidah dari burung bulbul, dan dimana kaisar Vittelius menghidangkan di meja pada suatu pesta 2000 ikan dan 7000 burung. Kesucian sexual dilupakan. Martial berbicara tentang seorang perempuan yang telah mencapai suaminya yang ke 10; Juvenal berbicara tentang seorang perempuan yang mempunyai 8 suami dalam 5 tahun; dan Jerome menceritakan kepada kita bahwa di Roma ada seorang perempuan yang menikah dengan suaminya yang ke 23, sedangkan ia sendiri merupakan istri yang ke 21 dari suami tersebut. Baik di Yunani maupun di Roma praktek-praktek homosex begitu umum sehingga hal itu dipandang sebagai sesuatu yang wajar. Itu merupakan suatu dunia yang dikuasai oleh keinginan, yang tujuannya adalah untuk menemukan cara yang lebih baru dan lebih liar untuk memuaskan nafsunya) - hal 187.

Kalau dalam dunia yang begitu rusak saat itu Tuhan tetap menuntut supaya mereka tidak menuruti hawa nafsu, dan hidup kudus (1 Petrus 1: 14,15,16), maka tidak ada alasan bahwa dalam dunia kita saat ini (di Indonesia ini) kita boleh berkompromi dengan dosa!

Barnes membandingkan dengan Roma 12:2 - “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna”, dan lalu berkata: “The Christian is to be as different from what he was himself before conversion as he is from his fellow-men. He is to be governed by new laws, to aim at new objects, and to mould his life in accordance with new principles” (= Orang Kristen harus berbeda dengan dirinya sendiri sebelum pertobatan maupun dengan sesama manusianya. Ia harus diperintah / dikuasai oleh hukum yang baru, mengarahkan diri pada tujuan-tujuan yang baru, dan membentuk hidupnya sesuai dengan prinsip-prinsip yang baru) - hal 1402.

Sebelum pertobatan ada hidup yang egois, duniawi, memuaskan hawa nafsu, hidup yang disesuaikan dengan pandangan dunia / kebanyakan orang, tanpa mempedulikan kehendak Allah. Sekarang tidak boleh lagi hidup seperti itu.

c) ‘pada waktu kebodohanmu’.

Saat dimana mereka belum bertobat disebut oleh Petrus sebagai ‘pada waktu kebodohanmu’. NIV: ‘when you lived in ignorance’ (= pada waktu kamu hidup dalam ketidaktahuan).

Ini perlu dicamkan / diingat pada waktu kita mempertahankan hidup lama kita atau kita kembali atau ingin kembali pada hidup lama kita. Ini sama dengan mempertahankan kebodohan, kembali / ingin kembali pada kebodohan!

Ada yang bertanya: karena ia menujukan ini kepada orang Yahudi, yang sudah mengenal Hukum Taurat, mengapa ia mengatakan ‘ignorance’ (= kebodohan / ketidaktahuan), seakan-akan mereka adalah orang kafir?

Calvin: “To this I answer, that it hence appears how profitless is all knowledge without Christ. ... Such were the Jews; ... they had a veil over the eyes, so that they did not see Christ in the Law. The doctrine in which they had been taught was indeed a true light; but they were blind in the midst of light, as long as the Sun of Righteousness was hid to them” (= Terhadap pertanyaan ini saya menjawab bahwa dari sini terlihat betapa tidak bergunanya semua pengetahuan tanpa Kristus. ... Demikianlah keadaan orang-orang Yahudi itu; ... mereka mempunyai kerudung yang menutupi mata mereka, sehingga mereka tidak melihat Kristus dalam hukum Taurat. Ajaran dalam mana mereka diajar memang adalah terang yang benar; tetapi mereka buta di tengah-tengah terang, selama Sang Surya Kebenaran tersembunyi dari mereka) - hal 46,47.

1 Petrus 1: 15-16: “tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus”.

1) ‘hendaklah kamu menjadi kudus’.

Arti dari kata ‘kudus’ ialah:

a) ‘Berbeda dengan’ atau ‘terpisah dari’.

Contoh:

1. Hari Sabat disebut hari yang kudus (Kejadian 2:3). Jadi dulunya semua hari sama saja, tetapi lalu hari ke 7 / hari Sabat itu dijadikan hari yang ‘berbeda dengan yang lain’ atau ‘terpisah dari yang lain’.

2. Bangsa Israel disebut bangsa yang kudus (Imamat 20:24,26). Dulunya semua bangsa sama saja, tetapi lalu bangsa Israel dijadikan bangsa yang berbeda dengan yang lain / terpisah dari yang lain.

3. Orang Kristen disebut orang kudus (Efesus 1:1 1Petrus 2:9). Dulunya orang kristen sama seperti yang lain, yaitu orang berdosa, tetapi lalu dipisahkan dari yang lain / dijadikan berbeda dengan yang lain.

Kita disebut kudus. Itu tidak berarti kita harus hidup terpisah dari dunia (Yohanes 17:15 1Korintus 5:9-10), dan karena itu kekristenan bertentangan dengan ‘ascetisme’ (= ajaran yang mengharuskan hidup sebagai pertapa). Tetapi itu berarti bahwa kita harus hidup berbeda dengan dunia.

Roma 12:2 - “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna”.

Tentu saja perbedaan hidup kita dengan dunia ini tidak boleh diartikan seakan-akan kita harus hidup secara exentrik, tetapi harus diartikan bahwa kita harus berbeda dengan dunia dalam hal-hal yang berdosa. Misalnya:

· dunia berdusta, kita harus jujur.

· dunia berselingkuh / berzinah, kita harus setia pada pasangan hidup.

· dunia bekerja atau bersenang-senang pada hari Sabat, kita harus memelihara hari Sabat dengan beristirahat dari pekerjaan sehari-hari dan berbakti.

· dunia menyontek dalam ulangan / ujian, kita harus jujur.

· dunia tidak peduli Tuhan, kita harus mengasihi dan hidup bagi Tuhan.

· dunia mementingkan hal-hal duniawi, kita harus mementingkan hal-hal rohani / surgawi.

b) Diperuntukkan bagi Allah.

Contoh:

1. Sabat digunakan untuk berbakti kepada Allah (Im 19:30 26:2 Lukas 4:16).

2. Bangsa Israel menjadi milik Allah (Imamat 20:26).

3. Orang Kristen adalah milik Allah (1 Petrus 2:9 Yohanes 17:9-10).

Karena kita adalah milik Allah, maka kita harus hidup bagi Allah.

c) Suci.

Orang kristen disebut kudus / suci bukan karena hidupnya suci, tetapi karena dalam Kristus kita suci (1Yohanes 1:7 Titus 1:15). Tetapi bagaimanapun juga, sebutan ini juga menyebabkan kita harus berusaha hidup suci.

Efesus 4:1 - “Sebab itu aku menasihatkan kamu, aku, orang yang dipenjarakan karena Tuhan, supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu”.

2) ‘di dalam seluruh hidupmu’.

KJV: ‘in all manner of conversation’ (= dalam semua cara pembicaraanmu / tingkah lakumu / hidupmu). Bandingkan dengan ay 19 dimana terjadi hal yang sama.

Dalam tafsirannya tentang Fil 1:27, dimana KJV juga menggunakan kata ‘conversation’, Albert Barnes mengatakan: “The word ‘conversation’ we now apply almost exclusively to oral discourse, or to talking. But it was not formerly confined to that, and is never so used in the Scriptures. It means conduct in general - including, of course, our manner of speaking, but not limited to that - and should be so understood in every place where it occurs in the Bible” (= Sekarang kita menggunakan kata ‘conversation’ hampir sepenuhnya pada percakapan melalui mulut, atau pada pembicaraan. Tetapi dulunya kata itu tidak dibatasi seperti itu, dan tidak pernah digunakan secara itu dalam Kitab Suci. Kata itu berarti tingkah laku secara umum, dan tentu saja mencakup cara kita berbicara, tetapi tidak dibatasi pada hal itu, dan harus dimengerti seperti itu di setiap tempat dimana kata itu muncul dalam Kitab Suci) - hal 1026.

Calvin: “There is then no part of our life which is not to be redolent with this good odour of holiness” (= Jadi tidak ada suatu bagianpun dari kehidupan kita yang tidak harus berbau harum dengan bau yang baik dari kekudusan) - hal 47.

Penerapan: kita harus kudus dalam pekerjaan / study, kehidupan sex, keluarga, pergaulan, pacaran, pesta, piknik, bersenang-senang, hobby, olah raga, kata-kata, tingkah laku, hati pikiran, motivasi, pelayanan, dan sebagainya. Tidak ada suatu bagian hiduppun yang boleh dikecualikan!

3) ‘sama seperti Dia yang kudus’.

a) Ini menunjukkan bahwa model atau teladan kita dalam kekudusan adalah Allah sendiri!

Bandingkan dengan Matius 5:48 - “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna”.

Calvin: “We are too ready to look to men, so as to follow their common way of living” (= Kita terlalu siap untuk memandang kepada manusia, sehingga mengikuti cara hidup mereka yang umum) - hal 47.

Calvin: “Hence we learn what Christians ought to propose to themselves as an object throughout life, that is, to resemble God in holiness and purity” (= Jadi, kita belajar apa yang seharusnya diusulkan / direncanakan oleh orang Kristen sebagai tujuan bagi diri mereka sendiri dalam sepanjang kehidupan, yaitu menyerupai Allah dalam kekudusan dan kemurnian) - hal 45-46.

b) Pengudusan positif saja?

Alexander Nisbet mengatakan bahwa kalau dalam ay 14 ditekankan pengudusan secara negatif, maka sekarang ditekankan pengudusan secara positif, dimana mereka harus hidup kudus seperti Allah. Tetapi saya berpendapat bahwa ini bukan hanya mencakup pengudusan positif tetapi juga negatif.

4) ‘yang telah memanggil kamu’.

Pulpit Commentary: “The calling is the fulfilment of the election: ‘Whom he did predestinate, them he also called.’” (= Panggilan merupakan penggenapan dari pemilihan: ‘Siapa yang ditentukanNya / dipredestinasikanNya, mereka juga dipanggilNya’) - hal 9.

Catatan: kutipan ayat diambil dari Roma 8:30.

Dengan kata lain, seperti yang dikatakan oleh Matthew Poole, panggilan yang adalah panggilan yang efektif (internal / effectual call), yang pasti mempertobatkan orang yang dipanggil.

5) ‘sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus’.

1 Petrus 1: 16 ini dikutip dari Imamat 11:44.

Kudusnya Allah merupakan alasan mengapa kita harus kudus. Baca juga: studi kata kudus

1 Petrus 1: 17: “Dan jika kamu menyebutNya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini”.

1) ‘jika kamu menyebutNya Bapa’.

Barnes’ Notes: “The word ‘Father’ here is used evidently not to denote the Father in contradistinction to the Son, but as referring to God as the Father of the universe” (= Jelas bahwa kata ‘Bapa’ di sini digunakan bukan untuk menunjukkan Bapa dalam pertentangannya dengan Anak, tetapi menunjuk kepada Allah sebagai Bapa dari alam semesta) - hal 1402.

Tetapi Jay E. Adams berkata: “Christian, God is your Father; Peter has made that point in order to encourage Christians to engage in that holy (different) sort of behavior that is fitting to children of God. ... The family name is at stake. Therefore, he says, be deeply concerned about how you behave” [= Orang Kristen, Allah adalah Bapamu; Petrus telah menyatakan hal itu untuk mendorong / menguatkan orang-orang Kristen untuk terlibat / ikut serta dalam jenis kelakuan yang kudus (berbeda) yang sesuai bagi anak-anak Allah. ... Nama keluarga dipertaruhkan. Karena itu, katanya, perhatikanlah secara mendalam bagaimana engkau berkelakuan] - hal 40.

Saya beranggapan penafsiran Jay E. Adams lebih sesuai dengan kontextnya.

2) ‘yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya’.

Jay E. Adams: “The word ‘judge’ refers to the judgment of a Father. It does speak of the final judgment of God among His people; but it also refers to the on-going judgment of God by which He trains and governs the members of His family (the verb is in the present tense)” [= Kata ‘menghakimi’ menunjuk pada penghakiman dari Bapa. Itu memang berbicara tentang penghakiman akhir dari Allah di antara umatNya; tetapi itu juga menunjuk pada penghakiman yang terus berlangsung dari Allah dengan mana Ia melatih dan memerintah anggota-anggota keluargaNya (kata kerja itu ada dalam bentuk present)] - hal 41-42.

Ada 2 hal yang perlu ditekankan dalam bagian ini:

a) Ini tidak mendukung ajaran Arminian.

Orang Arminian menggunakan ayat ini untuk menentang Predestinasi.

Adam Clarke: “God can be no respecter of persons. He approves or disapproves of men according to their moral character. He pities all, and provides salvation for all, but he loves those who resemble him in his holiness; and he loves them in proportion to that resemblance, i.e. the more of his image he sees in any, the more he loves him; and e contra” (= Allah tidak bisa memandang muka. Ia menerima atau tidak menerima manusia sesuai dengan karakter moral mereka. Ia mengasihani semua, dan menyediakan keselamatan untuk semua, tetapi Ia mengasihi mereka yang menyerupaiNya dalam kekudusanNya; dan Ia mengasihi mereka sebanding dengan penyerupaan itu, yaitu makin Ia melihat gambarNya dalam seseorang, makin Ia mengasihinya dan sebaliknya) - hal 847.

Ini merupakan pandangan Arminian dan mungkin bahkan lebih extrim dari pandangan Arminian. Bahwa ini merupakan pandangan yang salah terlihat dari:

1. Adanya orang yang sudah mati dalam dosa sebelum kedatangan Kristus, atau adanya orang yang tidak pernah mendengar Injil sampai mati. Ini secara jelas menunjukkan bahwa Allah memang tidak menyediakan keselamatan bagi orang-orang tersebut. Konklusi ini hanya bisa dihindarkan kalau saudara mempercayai ajaran sesat ‘penginjilan kepada orang mati’, yang dipopulerkan oleh Ev. Andereas Samudera, dan Ev. Joachim Huang, yang jelas bertentangan dengan ayat-ayat di bawah ini:

· Mazmur 88:11-13 - “(11) Apakah Kaulakukan keajaiban bagi orang-orang mati? Masakan arwah bangkit untuk bersyukur kepadaMu? Sela. (12) Dapatkah kasihMu diberitakan di dalam kubur, dan kesetiaanMu di tempat kebinasaan? (13) Diketahui orangkah keajaiban-keajaibanMu dalam kegelapan, dan keadilanMu di negeri segala lupa?”.

Catatan: semua pertanyaan dalam bagian ini jelas harus dijawab dengan kata ‘tidak’.

· Yesaya 38:18-19 - “(18) Sebab dunia orang mati tidak dapat mengucap syukur kepadaMu, dan maut tidak dapat memuji-muji Engkau; orang-orang yang turun ke liang kubur tidak menanti-nanti akan kesetiaanMu. (19) Tetapi hanyalah orang yang hidup, dialah yang mengucap syukur kepadaMu, seperti aku pada hari ini; seorang bapa memberitahukan kesetiaanMu kepada anak-anaknya”.

2. Kasih Allah (AGAPE) selalu digambarkan sebagai kasih yang tidak tergantung dari kehidupan dari orang yang dikasihi. Karena itu, sering diartikan sebagai ‘kasih walaupun’, artinya ‘Allah tetap mengasihi kita walaupun kita tidak layak dikasihi’. Ini jelas bertentangan dengan kata-kata Clarke di atas, yang mengatakan bahwa ‘Ia mengasihi mereka yang menyerupaiNya dalam kekudusanNya; dan Ia mengasihi mereka sebanding dengan penyerupaan itu, yaitu makin Ia melihat gambarNya dalam seseorang, makin Ia mengasihinya dan sebaliknya’.

3. Ini bertentangan dengan ayat-ayat di bawah ini:

a. Efesus 1:4-5 - “(4) Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapanNya. (5) Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anakNya, sesuai dengan kerelaan kehendakNya”.

b. Roma 9:11-13 - “(11) Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, - supaya rencana Allah tentang pemilihanNya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggilanNya - (12) dikatakan kepada Ribka: ‘Anak yang tua akan menjadi hamba anak yang muda,’ (13) seperti ada tertulis: ‘Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau.’”.

Bandingkan juga dengan Galatia 1:15 dan Yeremia 1:5 yang menunjukkan bahwa Allah sudah memilih Paulus dan Yeremia sejak mereka dalam kandungan / belum ada dalam kandungan!

· Galatia 1:15 - “Tetapi waktu Ia, yang telah memilih aku sejak kandungan ibuku dan memanggil aku oleh kasih karuniaNya”.

· Yeremia 1:5 - “‘Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.’”.

4. Clarke menggambarkan seakan-akan Allah tergantung manusia dan bukan sebaliknya!

Kesalahan Clarke adalah karena 1 Petrus 1: 17 ini sebetulnya mengatakan bahwa Allah tidak memandang muka hanya dalam penghakimanNya! Ia menerapkannya dalam persoalan keselamatan, dan dengan demikian menggunakan ayat ini secara out of context (= keluar / terlepas dari kontextnya).

Penggunaan ayat-ayat tentang keadilan Allah dan menerapkannya untuk persoalan keselamatan / predestinasi, merupakan sesuatu yang umum dalam kalangan Arminian, seperti yang juga dilakukan oleh Pdt. Jusuf B. S. yang berkata sebagai berikut:

“Allah itu adil, Ia tidak membedakan seseorang dari yang lain, ini berarti semua orang sama di hadapan Allah.

Roma 2:11 Sebab Allah tidak menilik atas rupa orang (TL).

Kisah Para Rasul 10:34 Lalu mulailah Petrus berbicara katanya: ‘Sesungguhnya aku telah mengerti, bahwa Allah tidak membedakan orang. (1Petrus 1:17, Kolose 3:25).

Allah sangat ingin manusia selamat, Allah tidak membedakan dan Allah tidak memaksa siapapun. Mengapa? Sebab Allah itu maha adil ...” - ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 18.

Keempat ayat yang dipakai oleh Pdt. Jusuf B. S. itu digunakan secara out of context (= keluar dari kontextnya)!

a. Kis 10:34-35 - “Lalu mulailah Petrus berbicara, katanya: ‘Sesungguhnya aku telah mengerti, bahwa Allah tidak membedakan orang. Setiap orang dari bangsa manapun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepadaNya’”.

Kita harus menafsirkan ayat ini sesuai dengan kontexnya. Kalau saudara membaca Kis 10:1 sampai Kisah Para Rasul 11:18 (cerita pertobatan Kornelius, yang bukan orang Yahudi) maka saudara akan melihat dengan jelas bahwa yang dimaksud dengan ‘Allah tidak membedakan orang’ dalam Kis 10:34 itu adalah bahwa Allah berkenan kepada baik Yahudi maupun non Yahudi yang takut akan Dia dan mengamalkan kebenaran. Jadi melalui seluruh bagian ini Allah ingin mengajarkan bahwa bukan orang Yahudi saja yang bisa diselamatkan, tetapi juga orang-orang non Yahudi.

b. 3 ayat yang lain semuanya berbicara tentang keadilan Allah dalam melakukan penghakiman.

· 1Petrus 1:17 adalah ayat yang sedang kita bahas saat ini, dan jelas bahwa ayat ini berbicara tentang keadilan Allah dalam penghakimanNya.

· Roma 2:11 - “Sebab Allah tidak memandang bulu” (TL: “Sebab Allah tiada menilik atas rupa orang”).

Kalau kita melihat kontex, yaitu Roma 2:9-12, maka terlihat dengan jelas bahwa yang dimaksud oleh Roma 2:11 adalah bahwa dalam menghakimi Allah tidak membedakan Yahudi dan Yunani / non Yahudi. Kalau jahat akan dihukum, kalau baik akan diberi pahala, tidak peduli mereka itu orang Yahudi atau Yunani / non Yahudi.

· Kolose 3:25 - “Barangsiapa berbuat kesalahan, ia akan menanggung kesalahannya itu, karena Tuhan tidak memandang orang”.

Jelas bahwa ketiga ayat ini sama-sama berbicara tentang penghakiman Allah, dan menunjukkan bahwa dalam melakukan penghakiman, Allah tidak membedakan orang. Tetapi Pdt. Jusuf B. S. menggunakan ayat-ayat ini secara out of context dan menerapkannya dengan Predestinasi, dan ini jelas merupakan penyalah-gunaan ayat Kitab Suci.

b) Ini tidak mendukung ajaran sesat ‘salvation by works’ (= keselamatan karena perbuatan baik).

1. Calvin mengatakan bahwa dengan kata-kata ‘menghakimi setiap orang menurut perbuatannya’, Petrus bukannya mengajarkan keselamatan karena perbuatan baik, tetapi hanya mengingatkan bahwa Allah tidak membeda-bedakan orang, dan menghakimi setiap orang menurut perbuatannya masing-masing. Bandingkan dengan:

· Wahyu 22:12 - “Sesungguhnya Aku datang segera dan Aku membawa upahKu untuk membalaskan kepada setiap orang menurut perbuatannya”.

· 2Korintus 5:10 - “Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat”.

2. Calvin mengatakan bahwa di sini ‘iman’ tercakup dalam ‘perbuatan’.

Calvin: “In this place faith also is included in the work” (= Di tempat ini ‘iman’ juga tercakup dalam ‘perbuatan’) - hal 49.

3) ‘maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini’.

a) Di dunia ini kita hanya tinggal sementara, dan karena itu disebut ‘menumpang’.

Ibrani 11:13 - “Dalam iman mereka semua ini telah mati sebagai orang-orang yang tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, tetapi yang hanya dari jauh melihatnya dan melambai-lambai kepadanya dan yang mengakui, bahwa mereka adalah orang asing dan pendatang di bumi ini”.

Penerapan: Kalau saudara adalah orang yang terlalu menekankan keduniawian, kekayaan, dsb, maka ingatlah baik-baik bahwa saudara hanya sedang menumpang untuk waktu yang singkat di dunia ini! Bukankah lebih baik saudara menekankan hidup yang akan datang / surga, dimana saudara akan tinggal untuk selama-lamanya?

b) Sekalipun hidup yang sekarang ini hanya sementara, tetapi ini menentukan hidup kita yang akan datang. Dan karena itu harus hidup dengan takut!

Pulpit Commentary: “We are sojourners here, life is short; but the character of that short life determines our eternal condition; therefore live in fear” (= Kita adalah orang-orang yang tinggal sementara di sini, hidup itu singkat; tetapi karakter dari hidup yang singkat itu menentukan keadaan kekal kita; karena itu hiduplah dalam ketakutan) - hal 9.

c) Apa artinya ‘takut’ di sini?

1. Calvin: “The fear that is mentioned, stands opposed to heedless security” (= Rasa takut yang disebutkan bertentangan dengan rasa aman yang ceroboh) - hal 49.

Ini menunjukkan bahwa sekalipun Calvin percaya dan mengajarkan tentang Predestinasi dan Keselamatan yang tidak bisa hilang, tetapi Calvin sama sekali tidak menganjurkan atau mengijinkan orang kristen hidup secara sembarangan!

2. Barnes’ Notes: “With true reverence or veneration for God and his law. Religion is often represented as the reverent fear of God, Deut. 6:2,13,24; Prov. 1:7; 3:13; 14:26,27”(= Dengan rasa hormat atau pemujaan yang benar untuk Allah dan hukumNya. Agama sering digambarkan sebagai rasa takut yang bersifat hormat kepada Allah, Ulangan 6:2,13,24; Amsal 1:7; 3:13; 14:26,27) - hal 1402.

3. Pulpit Commentary (hal 9) mengatakan bahwa ini tidak bertentangan dengan 1Yoh 4:18 yang berbunyi: “Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih”. Mengapa? Karena dalam 1Yohanes 4:18 rasa takut yang dimaksud adalah rasa takut dari seorang budak, rasa takut yang bersifat egois tentang kematian dan hukuman, sedangkan rasa takut yang dibicarakan oleh Petrus adalah rasa takut yang kudus, rasa takut seorang anak terhadap Bapanya, rasa takut akan menyedihkan / menyakiti hati Allah.

1 Petrus 1: 18-19: “Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat”.

1) ‘kamu telah ditebus’.

Secara tidak langsung ini menunjukkan bahwa dosa memperbudak / memperhamba orang yang melakukannya.

Pulpit Commentary: “The original idea of ‘redemption’ is, of course, purchase from slavery. ... The implication that all godless life is slavery lies in the very word ‘redemption.’” (= Gagasan yang orisinil tentang ‘penebusan’ tentu adalah pembelian dari perbudakan. ... Pengertian bahwa semua kehidupan yang jahat adalah perbudakan terletak di dalam kata ‘penebusan’) - hal 37.

Bdk. Yohanes 8:34 - “Kata Yesus kepada mereka: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa’.”.

Bahwa dosa itu memperbudak orang yang melakukannya bisa terlihat / terasa pada saat orang itu berusaha membuang dosa tersebut. Ketidak-mampuannya untuk membuang dosa itu menunjukkan bahwa ia diperbudak oleh dosanya.

2) ‘dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu’.

a) ‘cara hidupmu yang sia-sia’.

KJV: ‘your vain conversation’ (= pembicaraanmu / hidupmu yang sia-sia).

Ini jelas menunjuk pada kehidupan yang berdosa, dan kata ‘sia-sia’ menunjukkan bahwa kehidupan yang berdosa itu kosong dan sia-sia. Bandingkan dengan kitab Pengkhotbah yang berulang-ulang mengatakan bahwa ‘segala sesuatu adalah sia-sia’ (Pkh 1:2 2:1,15,19,23 3:19 5:9 6:12 7:6,15 9:9 12:8).

Adam Clarke: “Vain conversation. Empty, foolish, and unprofitable conduct, full of vain hopes, vain fears, and vain wishes” (= Pembicaraan / hidup yang sia-sia. Tingkah laku yang kosong, bodoh, dan tidak berguna, penuh dengan harapan yang sia-sia rasa takut yang sia-sia, dan keinginan yang sia-sia) - hal 847.

Calvin mengatakan bahwa tujuan kata-kata ini adalah: “that we might know that the whole life of man, until he is converted to Christ, is a ruinous labyrinth of wanderings” (= supaya kita tahu bahwa seluruh hidup manusia, sampai ia bertobat kepada Kristus, merupakan pengembaraan ruwet yang membinasakan / menghancurkan) - hal 50.

William Barclay: “Its basic trouble was that it was not going anywhere. Catullus writes to his Lesbia pleading for the delights of love. He pleads with her to seize the moment with its fleeting joys. ‘Suns can rise and set again; but once our brief light is dead, there is nothing left but one long night from which we never shall awake.’ If a man was to die like a dog, why should he not live like a dog? Life was a futile business with a few brief years in the light of the sun and then an eternal nothingness. There was nothing for which to live and nothing for which to die. Life must always be futile when there is nothing on the other side of death” (= Problem dasarnya adalah bahwa kehidupan seperti itu tidak mempunyai tujuan. Catullus menulis kepada Lesbia-nya dan meminta kesenangan cinta. Ia memintanya untuk meraih saat / momen dengan sukacitanya yang berlalu dengan cepat. ‘Matahari bisa terbit dan terbenam lagi; tetapi pada saat terang kita yang singkat ini mati, tidak ada yang tertinggal selain suatu malam yang panjang dari mana kita tidak akan pernah terbangun’. Jika seseorang harus mati seperti seekor anjing, mengapa ia tidak boleh hidup seperti seekor anjing? Hidup merupakan suatu urusan / usaha yang sia-sia dengan beberapa tahun yang pendek dalam terang dari matahari dan lalu suatu ketidak-adaan / kehampaan yang kekal. Tidak ada suatu apapun untuk hidup maupun untuk mati. Hidup pasti selalu sia-sia pada waktu di sana tidak ada suatu apapun setelah kematian) - hal 187.

Catatan: kata-kata bahkan di balik kematian hanya ada ‘nothing’ (= ketidak-adaan / kehampaan) ini merupakan pikiran orang kafir itu. Sebetulnya bukan nothing, tetapi hell / neraka!

b) ‘yang kamu warisi dari nenek moyangmu’.

Petrus menuliskan suratnya untuk orang Yahudi Kristen. Lalu mengapa ia mengatakan bahwa mereka mewarisi cara hidup yang sia-sia dari nenek moyang mereka? Itu karena Petrus melihat kehidupan mereka terpisah dari Kristus.

Calvin: “When, therefore, Peter condemned the doctrine of the fathers, he viewed it as unconnected with Christ, who is the soul and the truth of the Law” (= Karena itu, pada waktu Petrus mengecam ajaran dari bapa-bapa, ia memandangnya secara terpisah dari Kristus, yang merupakan jiwa dan kebenaran dari hukum Taurat) - hal 51.

Calvin melanjutkan: “But we hence learn, that as soon as men depart from Christ, they go fatally astray” (= Karena itu kita belajar bahwa begitu manusia meninggalkan Kristus, mereka tersesat secara fatal) - hal 51

Calvin: “in order that the redemption of Christ may be effectual and useful to us, we must renounce our former life, though derived from the teaching and practice of our fathers. Thrice foolish, then, are the Papists, who think that the name of Fathers is a sufficient defence for all their superstitions, so that they boldly reject whatever is brought forward from the Word of God” [= supaya penebusan Kristus bisa efektif dan berguna bagi kita, kita harus meninggalkan hidup kita yang lama, sekalipun itu diturunkan dari ajaran dan praktek bapa-bapa kita. Jadi sangatlah bodoh para pengikut Paus (orang Katolik), yang berpikir bahwa nama dari Bapa-bapa merupakan suatu pembelaan yang cukup bagi semua takhyul mereka, sehingga mereka dengan berani menolak apapun yang dikemukakan dari Firman Allah] - hal 51.

Catatan: Apa yang dikatakan Calvin ini berhubungan dengan pengajaran dalam Gereja Roma Katolik yang sangat meninggikan otoritas dari tulisan bapa-bapa gereja, dan bahkan menyejajarkannya dengan Kitab Suci / Firman Tuhan. Ini terlihat dari 2 kutipan di bawah ini.

‘Catechism of the Catholic Church’ (pada bagian kata pengantar yang ditulis oleh Paus Yohanes Paulus II):

“A catechism should faithfully and systematically present the teaching of Sacred Scripture, the living Tradition in the Church and the authentic Magisterium, as well as the spiritual heritage of the Fathers, Doctors and saints of the Church, to allow for a better knowledge of the Christian mystery and for enlivening the faith of the People of God. It should take into account the doctrinal statements which down the centuries the Holy Spirit has intimated to his Church. It should also help to illumine with the light of faith the new situations and problems which had not yet emerged in the past” (= Sebuah katekismus harus memberikan secara setia dan sistimatis ajaran dari Kitab Suci yang Kudus, Tradisi yang hidup dalam Gereja dan Magisterium yang asli, dan juga warisan rohani dari Bapa-bapa, Doktor-doktor dan orang-orang suci dari Gereja, sehingga memungkinkan pengetahuan yang lebih baik tentang misteri Kristen dan untuk menghidupkan iman dari Umat Allah. Katekismus itu harus memperhitungkan pernyataan-pernyataan doktrinal yang selama berabad-abad telah diberitahukan oleh Roh Kudus kepada GerejaNya. Katekismus itu juga harus menolong untuk menerangi dengan terang iman situasi dan problem yang baru yang belum muncul pada masa yang lampau) - hal 2.

“The Catechism of the Catholic Church, which I approved 25 June last and the publication of which I today order by virtue of my Apostolic Authority, is a statement of the Church’s faith and of catholic doctrine, attested to or illumined by Sacred Scripture, the Apostolic Tradition and the Church’s Magisterium. I declare it to be a sure norm for teaching the faith and thus a valid and legitimate instrument for ecclesial communion. May it serve the renewal to which the Holy Spirit ceaselessly calls the Church of God, the Body of Christ, on her pilgrimage to the undiminished light of the Kingdom!” (= Katekismus dari Gereja Katolik, yang saya setujui tanggal 25 Juni yang lalu dan yang saya perintahkan penerbitannya pada hari ini berdasarkan atas Otoritas Kerasulan saya, merupakan suatu pernyataan dari iman Gereja dan dari doktrin katolik, dibuktikan / didukung oleh Kitab Suci yang Kudus, Tradisi Kerasulan dan Magisterium Gereja. Saya menyatakan katekismus ini sebagai norma / standard bagi pengajaran iman dan karena itu suatu alat yang sah untuk persekutuan gereja. Kiranya katekismus ini bisa melayani pembaharuan kemana Roh Kudus dengan tak henti-hentinya memanggil Gereja Allah, Tubuh Yesus Kristus, dalam perjalanannya menuju terang yang tidak berkurang dari Kerajaan!) - hal 3.

3) ‘bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat’.

a) Ini menunjukkan bahwa tidak ada yang bisa menebus kita dari dosa kecuali darah dan pengorbanan Yesus.

Adam Clarke: “The meaning of the apostle is, evidently, that created things could not purchase the souls of men, else the sacrifice of Christ had not been offered; could any thing less have done, God would not have given up his only-begotten Son” (= Maksud dari sang rasul jelas adalah bahwa hal-hal yang dicipta tidak bisa membeli jiwa-jiwa manusia, karena kalau tidak demikian maka korban Kristus tidak akan diberikan; seandainya ada apapun yang kurang dari korban Kristus yang bisa dilakukan, Allah tidak akan menyerahkan AnakNya yang tunggal) - hal 847.

b) Ini menunjukkan bahwa Kristus merupakan penggenapan dari Type domba korban dalam Perjanjian Lama, khususnya domba Paskah.

Memang dalam Perjanjian Lama domba Paskah maupun korban harus tidak bercela dan tidak bercacat (Keluaran 12:5 Im 3:1,6 Im 22:19-25 Bil 28:3,9,11,19,31b). Kristus sesuai sebagai penggenapan Type ini karena Ia memang suci murni tanpa dosa.

4) Melalui seluruh ayat ini Petrus memberikan alasan lain mengapa kita / orang kristen harus menguduskan diri, yaitu karena penebusan kita dilakukan menggunakan darah Kristus.

Calvin: “Here is another reason, drawn from the price of our redemption, which ought always to be remembered when our salvation is spoken of. ... There is hence nothing which ought so much to stimulate us to the practice of holiness, as the memory of this price of our redemption. ‘Silver and gold’. For the sake of amplifying he mentions these things in contrast, so that we may know that the whole world, and all things deemed precious by men, are nothing to the excellency and value of this price” (= Di sini ada alasan yang lain, diambil dari harga penebusan kita, yang harus selalu diingat pada waktu membicarakan tentang keselamatan kita. ... Karena itu tidak ada apapun yang harus mendorong kita pada praktek kekudusan, seperti ingatan terhadap harga penebusan kita. ‘Emas dan perak’. Untuk menguatkan ia menyebutkan hal-hal ini sebagai perbandingan, sehingga kita tahu bahwa seluruh dunia, dan segala sesuatu yang dianggap berharga oleh manusia, bukanlah apa-apa dibandingkan dengan keunggulan dan nilai dari harga ini) - hal 49.

Kalau saudara sudah bersungguh-sungguh menguduskan diri tetapi saudara tetap merasa diri sangat kotor / berdosa, maka perhatikanlah kutipan-kutipan di bawah ini.

Pulpit Commentary: “God’s holiest servants feel their unworthiness the most; they are conscious, not only of many great sins in the past, but of much frailty and inconstancy always. There are strange inconsistencies and vacillations and falterings, even in the holiest lives” (= Pelayan-pelayan Allah yang paling kudus paling merasakan ketidak-layakan mereka; mereka menyadari bukan hanya tentang banyak dosa-dosa besar di masa yang lalu, tetapi juga tentang selalu adanya banyak kelemahan dan ketidak-teguhan / ketidak-setiaan. Ada ketidak-konsistenan dan kebimbangan dan kegoyahan yang aneh, bahkan dalam kehidupan yang paling kudus) - hal 19.

Charles Haddon Spurgeon: “the nearer a man lives to God the more intensely he has to mourn over his own evil heart; and the more his Master honors him in His service, the more the evil of the flesh vexes and teases him day by day” (= makin seseorang hidup dekat dengan Allah, makin hebat ia berkabung atas hatinya sendiri yang jahat; dan makin Tuannya menghormatinya dalam pelayananNya, makin kejahatan dari daging menjengkelkan dan menggodanya hari demi hari) - ‘Morning and Evening’, July 5, morning.

J. C. Ryle: “A truly sanctified person may be so clothed with humility that he can see in himself nothing but infirmity and defects” (= Orang yang benar-benar telah dikuduskan bisa dipakaiani dengan kerendahan hati sedemikian rupa sehingga ia tidak melihat apapun dalam dirinya sendiri kecuali kelemahan dan cacat) - ‘Holiness’, hal 18.

Bdk. Matius 25:37 - domba-domba itu tidak merasa berbuat baik.

J. C. Ryle: “Let us not expect too much from our own hearts here below. At our best we shall find in ourselves daily cause for humiliation, and discover that we are needy debtors to mercy and grace every hour. The more light we have, the more we shall see our own imperfection. Sinners we were when we began, sinners we shall find ourselves as we go on: renewed, pardoned, justified, yet sinners to the very last” (= Janganlah kita berharap terlalu banyak dari hati kita sendiri di bawah / di dunia ini. Sebaik-baiknya kita, kita tetap akan menemukan dalam diri kita sendiri hal-hal yang memalukan setiap hari, dan menemukan bahwa kita adalah orang berhutang yang membutuhkan belas kasihan dan kasih karunia setiap jam. Makin banyak terang yang kita miliki, makin kita melihat ketidak-sempurnaan kita. Kita adalah orang berdosa pada waktu kita mulai, kita akan mendapatkan diri kita sebagai orang berdosa pada waktu kita berjalan: diperbaharui, diampuni, dibenarkan, tetapi tetap adalah orang berdosa sampai akhir) - ‘Holiness’, hal 31.

J. C. Ryle: “Many appear to forget that we are saved and justified as sinners, and only sinners, and that we never can attain to anything higher, if we live to the age of Methuselah. Redeemed sinners, justified sinners and renewed sinners doubtless we must be - but sinners, sinners, sinners, we shall be always to the very last” (= Banyak orang kelihatannya lupa bahwa kita diselamatkan dan dibenarkan sebagai orang berdosa, dan bahwa kita tidak pernah bisa mencapai sesuatu yang lebih tinggi, bahkan jika kita hidup sampai pada usia Metusalah. Tidak diragukan lagi bahwa kita adalah orang berdosa yang telah ditebus, orang berdosa yang telah dibenarkan, dan orang berdosa yang telah diperbaharui - tetapi kita akan selalu adalah orang berdosa, orang berdosa, orang berdosa, sampai saat terakhir) - ‘Holiness’, hal 113.

1 Petrus 1: 20: “Ia telah dipilih sebelum dunia dijadikan, tetapi karena kamu baru menyatakan diriNya pada zaman akhir”.

1) ‘Ia telah dipilih sebelum dunia dijadikan’.

a) Kata ‘telah dipilih’ terjemahan hurufiahnya seharusnya adalah ‘diketahui lebih dulu’, tetapi ada yang menterjemahkannya ‘ditentukan lebih dulu’.

KJV: ‘was foreordained’ (= ditentukan lebih dulu).

NASB: ‘was foreknown’ (= diketahui lebih dulu).

Pulpit Commentary: “the foreknowledge of God implies the exercise of his will, therefore the ‘foreordained’ of the Authorized Version, though not here an exact translation, is true in doctrine” (= pengetahuan lebih dulu / pra-pengetahuan dari Allah secara tidak langsung menunjuk pada penggunaan kehendakNya, dan karena itu KJV menterjemahkan ‘ditentukan lebih dulu’, sekalipun di sini itu bukan merupakan terjemahan yang persis, tetapi itu benar dalam doktrin / pengajaran) - hal 10.

b) ‘sebelum dunia dijadikan’.

Ada yang menafsirkan bahwa kata-kata ini menunjuk pada permulaan jaman Yahudi.

Adam Clarke: “The phrase katabolh kosmou, foundation of the world, occurs often in the New Testament, and is supposed by some learned men and good critics to signify the commencement of the Jewish state. Perhaps it may have this meaning in Matt. 13:35; Luke 11:50; Eph. 1:4; Heb. 4:3; and 9:26” [= Ungkapan katabolh kosmou (KATABOLE KOSMOU), ‘penciptaan dunia / dunia dijadikan’, sering muncul dalam Perjanjian Baru, dan oleh sebagian orang terpelajar dan para pengkritik yang bagus dianggap menunjuk pada permulaan jaman Yahudi. Mungkin ungkapan itu bisa mempunyai arti ini dalam Matius 13:35; Lukas 11:50; Efesus 1:4; Ibrani 4:3; dan Ibrani 9:26] - hal 848.

Saya berpendapat bahwa ini adalah penafsiran bodoh yang sama sekali tidak berdasar. Semua penafsir lain menafsirkan kata-kata ini apa adanya.

William Barclay: “Jesus Christ is the eternal purpose of God. It was before the creation of the world that he was predestined for the work which was given him to do (verse 20). Here is a great thought. Sometimes we tend to think of God as first Creator and then Redeemer, as having created the world and then, when things went wrong, finding a way to rescue it through Jesus Christ. But here we have the vision of a God who was a Redeemer before he was Creator. His redeeming purpose was not an emergency measure to which he was compelled when things went wrong. It goes back before creation” [= Yesus Kristus adalah rencana kekal Allah. Sebelum penciptaan dunia Ia ditentukan untuk pekerjaan yang diberikan kepadaNya untuk dilakukan (ay 20). Di sini ada pemikiran yang besar / agung. Kadang-kadang kita cenderung berpikir tentang Allah mula-mula sebagai Pencipta dan lalu sebagai Penebus, atau bahwa Ia menciptakan dunia ini dan lalu pada waktu hal-hal menjadi kacau Ia mencari jalan untuk menyelamatkannya melalui Yesus Kristus. Tetapi di sini kita mendapatkan gambaran tentang Allah yang adalah seorang Penebus sebelum Ia menjadi Pencipta. Rencana PenebusanNya bukanlah merupakan suatu tindakan darurat yang terpaksa Ia lakukan pada waktu hal-hal menjadi kacau. Rencana penebusanNya sudah ada sebelum penciptaan] - hal 185.

Calvin: “It may yet be asked, As Adam did not fall before the creation of the world, how was it that Christ had been appointed the Redeemer? for a remedy is posterior to the disease. My reply, that this is to be referred to God’s foreknowledge; for doubtless God, before he created man, foresaw that he would not stand long in his integrity. Hence he ordained, according to his wonderful wisdom and goodness, that Christ should be the Redeemer, to deliver the lost race of man from ruin. For herein shines forth more fully the unspeakable goodness of God, that he anticipated our disease by the remedy of his grace, and provided a restoration to life before the first man had fallen into death” (= Mungkin dipertanyakan: Karena Adam tidak jatuh sebelum penciptaan dunia, bagaimana mungkin bahwa Kristus telah ditetapkan sebagai Penebus? karena obat seharusnya ada sesudah penyakitnya. Jawaban saya adalah bahwa ini menunjuk pada / berkenaan dengan pengetahuan lebih dulu dari Allah; karena tidak diragukan bahwa Allah, sebelum Ia menciptakan manusia, telah melihat lebih dulu bahwa manusia itu tidak akan bertahan lama dalam kebenaran. Karena itu Ia menentukan, sesuai dengan hikmat dan kebaikanNya yang sangat indah, bahwa Kristus harus menjadi Penebus, untuk membebaskan umat manusia yang terhilang dari kehancuran. Karena dalam hal inilah kebaikan Allah yang tak terkatakan itu bersinar makin terang, yaitu bahwa Ia mengantisipasi penyakit kita dengan obat kasih karuniaNya, dan menyediakan pemulihan pada kehidupan sebelum manusia pertama jatuh ke dalam kematian) - hal 52.

Pulpit Commentary: “The incarnation, death, and resurrection of Christ were not the result of a change of purpose to meet unforeseen circumstances; they were foreseen and foreordained in the eternal counsels of God” (= Inkarnasi, kematian, dan kebangkitan Kristus bukanlah merupakan akibat / hasil dari perubahan rencana untuk menghadapi keadaan yang tadinya tidak terlihat; hal-hal itu dilihat lebih dulu dan ditentukan lebih dulu dalam rencana kekal Allah) - hal 10.

2) ‘tetapi karena kamu baru menyatakan diriNya pada zaman akhir’.

a) ‘menyatakan diriNya’.

Calvin beranggapan bahwa kata-kata ini tidak hanya menunjuk pada penampilan diri Kristus, tetapi juga pada proklamasi Injil.

b) ‘pada zaman akhir’.

Alexander Nisbet: “the times after Christ’s incarnation are here called ‘The last times’” (= masa setelah inkarnasi Kristus di sini disebut ‘zaman akhir’) - hal 47.

Adam Clarke: “The Gospel dispensation, called the last times, as we have often seen, because never to be succeeded by any other” (= Jaman Injil, disebut jaman akhir, seperti yang telah sering kita lihat, karena tidak pernah digantikan oleh jaman yang lain) - hal 848.

c) ‘karena kamu’.

Ini tidak berarti bahwa Kristus tidak berguna untuk nenek moyang mereka. Tetapi, Kristus baru dinyatakan pada jaman itu, menunjukkan bahwa Allah lebih baik kepada orang-orang jaman itu dibandingkan dengan kepada nenek moyang mereka.

Calvin: “He again, by a comparison amplifies the grace of God, with which he had peculiarly favoured the men of that age. For it was not a common or a small favour that God deferred the manifestation of Christ to that time, when yet he had ordained him in his eternal council for the salvation of the world” (= Dengan menggunakan perbandingan ia menguatkan lagi kasih karunia Allah dengan mana Ia bermurah hati secara khusus kepada orang-orang pada jaman itu. Karena bukan merupakan suatu kebaikan / kemurahan hati yang biasa atau kecil bahwa Allah menunda perwujudan / penjelmaan Yesus Kristus sampai saat itu, sedangkan Ia telah menentukan Dia dalam rencana kekalNya untuk keselamatan dunia) - hal 51.

Kebaikan Allah yang lebih besar ini menyebabkan kita harus lebih berjuang dalam pengudusan diri.

Alexander Nisbet: “The more clearly Christ be held forth in any time, the more strongly are they that live in that time, and have that clearness, obliged to live to His honour in the study of holiness, ... They that live since the incarnation of Christ and the clearer outbreaking of the light of the Gospel which reveals Him, should think the Lord has had a special respect to them and has in a peculiar manner designed Christ for them and manifested Him to them that they may be more eminent in holiness and thankfulness to Him”(= Makin jelas Kristus ditawarkan pada masa yang manapun, makin besar kewajiban mereka, yang hidup pada jaman itu dan mempunyai kejelasan itu, untuk hidup bagi kehormatanNya dalam usaha pengudusan, ... Mereka yang hidup sejak inkarnasi Kristus dan penyebaran yang lebih jelas dari terang Injil yang menyatakan Dia, harus memikirkan bahwa Tuhan mengistimewakan mereka dan dengan cara yang khusus telah merencanakan Kristus bagi mereka dan menyatakanNya kepada mereka, sehingga mereka bisa lebih menonjol dalam pengudusan dan rasa syukur kepada Dia) - hal 47.

1 Petrus 1: 21: “Oleh Dialah kamu percaya kepada Allah, yang telah membangkitkan Dia dari antara orang mati dan yang telah memuliakanNya, sehingga imanmu dan pengharapanmu tertuju kepada Allah”.

1) ‘Oleh Dialah kamu percaya kepada Allah’.

a) Ada manuscripts yang berbeda dalam bagian ini.

Pulpit Commentary: “according to two of the most ancient manuscripts, ‘who through him are faithful towards God’” (= menurut dua manuscripts yang paling kuno, ‘yang melalui Dia setia kepada Allah’) - hal 10-11.

Tetapi boleh dikatakan tidak ada penafsir yang menganggap manuscripts ini sebagai benar.

b) Kata ‘oleh’ seharusnya adalah ‘through’ (= melalui).

Ini menunjukkan Kristus sebagai Pengantara.

Calvin: “there are two reasons why faith could not be in God, except Christ intervened as a Mediator: first, the greatness of the divine glory must be taken to the account, and at the same time the littleness of our capacity. Our acuteness is doubtless very far from being capable of ascending so high as to comprehend God. Hence all knowledge of God without Christ is a vast abyss which immediately swallows up all our thoughts. ... Let us, therefore, remember, that Christ is not in vain called the image of the invisible God, (Col. 1:15;) but this name is given to him for this reason, because God cannot be known except in him” [= ada dua alasan mengapa kita tidak bisa beriman kepada Allah, kecuali Kristus ikut campur sebagai Pengantara: pertama, kebesaran dari kemuliaan ilahi harus diperhitungkan, dan pada saat yang sama kecilnya kapasitas kita. Tak diragukan bahwa ketajaman pikiran kita masih sangat jauh dari mampu untuk naik begitu tinggi sehingga mengerti Allah. Karena itu semua pengetahuan tentang Allah tanpa Kristus merupakan jurang yang luas yang langsung menelan semua pemikiran kita. ... Karena itu baiklah kita mengingat bahwa Kristus tidaklah secara sia-sia disebut sebagai ‘gambar Allah yang tidak kelihatan’ (Kolose 1:15); nama / sebutan ini diberikan kepadaNya untuk alasan ini, karena Allah tidak bisa dikenal kecuali di dalam Dia] - hal 53.

Calvin: “It is hence evident that we cannot believe in God except through Christ, in whom God in a manner makes himself little, that he might accommodate himself to our comprehension; and it is Christ alone who can tranquilize consciences, so that we may dare to come in confidence to God” (= Karena itu jelaslah bahwa kita tidak bisa percaya kepada Allah kecuali melalui Kristus, di dalam siapa Allah boleh dikatakan membuat diriNya sendiri kecil, supaya Ia bisa menyesuaikan diriNya dengan pengertian kita; dan hanya Kristus sendirilah yang bisa menenangkan hati nurani kita, sehingga kita berani datang dengan yakin kepada Allah) - hal 54.

2) ‘yang telah membangkitkan Dia dari antara orang mati dan yang telah memuliakanNya, sehingga imanmu dan pengharapanmu tertuju kepada Allah’.

a) Bagian ini bertujuan meneguhkan iman mereka / pendengarnya.

Petrus berbicara tentang kebangkitan Kristus, supaya iman dan pengharapan mereka mempunyai dasar yang teguh. Bagaimana pembicaraan tentang kebangkitan dan pemuliaan Kristus bisa meneguhkan iman mereka? Alexander Nisbet mengatakan bahwa Petrus membicarakan kebangkitan Kristus dan pemuliaanNya, untuk menunjukkan bahwa penebusan Kristus telah diterima oleh Allah, dan itu sebabnya Kristus bisa bangkit dan dimuliakan. Juga semua ini menunjukkan bahwa kalau Kristus yang adalah kepala kita sudah dimuliakan / di surga, maka kita yang percaya / tubuhNya, pasti juga akan dimuliakan / masuk surga.

b) Menekankan salib / kematian atau kebangkitan?

William Barclay: “Peter has a connection of thought which is universal in the New Testament. Jesus Christ is not only the lamb who was slain; he is the resurrected and triumphant one to whom God gave glory. The New Testament thinkers seldom separate the Cross and the Resurrection; they seldom think of a sacrifice of Christ without thinking of his triumph. Edward Rogers, in ‘That they might have Life’, tells us that on one occasion he went carefully through the whole story of the Passion and the Resurrection in order to find a way to represent it dramatically, and goes on, ‘I began to feel that there was something subtly and tragically wrong in any emphasis on the agony of the Cross which dimmed the brightness of the Resurrection, any suggestion that it was endured pain rather that overcoming love which secured man’s salvation.’ He asks where the eyes of the Christian turn at the beginning of Lent. What do we dominantly see? ‘Is it the darkness that covered the earth at noon, swirling round the pain and anguish of the Cross? Or is it the dazzling, mysterious early-morning brightness that shone from an empty tomb?’ He continues, ‘There are forms of most earnest and devoted evangelical preaching and theological writing which convey the impression that somehow the Crucifixion has overshadowed the Resurrection and that the whole purpose of God in Christ was completed on Calvary. The truth, which is obscured only at grave spiritual peril, is that the Crucifixion cannot be interpreted and understood save in the light of the Resurrection.’” (= Petrus mempunyai hubungan pemikiran yang merupakan sesuatu yang bersifat universal dalam Perjanjian Baru. Yesus Kristus bukanlah hanya merupakan anak domba yang disembelih; Ia juga adalah orang yang bangkit dan menang kepada siapa Allah memberikan kemuliaan. Para pemikir Perjanjian Baru jarang memisahkan Salib dan Kebangkitan; mereka jarang memikirkan pengorbanan Kristus tanpa memikirkan kemenanganNya. Edward Rogers, dalam bukunya yang berjudul ‘Supaya mereka mempunyai Hidup’, menceritakan kepada kita bahwa pada suatu saat ia membaca dengan teliti seluruh cerita tentang masa penderitaan dan Kebangkitan untuk bisa menemukan suatu cara untuk menggambarkannya secara dramatis, dan ia melanjutkan: ‘Saya mulai merasakan bahwa ada suatu kesalahan yang halus dan tragis dalam penekanan pada penderitaan Salib yang menyuramkan terangnya Kebangkitan, ataupun dalam gagasan bahwa yang memastikan keselamatan manusia adalah rasa sakit yang ditahan dan bukannya kasih yang menang’. Ia bertanya kemana mata dari orang Kristen diarahkan pada masa Jum’at Agung - Paskah. Apa yang paling kita perhatikan? ‘Kegelapan yang menutupi bumi pada tengah hari, keramaian di sekitar rasa sakit dan penderitaan dari Salib? Atau terang yang menyilaukan dan misterius pada dini hari yang bersinar dari kubur yang kosong?’ Ia melanjutkan: ‘Ada khotbah injili dan tulisan theologia yang paling sungguh-sungguh dan bersifat pembaktian, yang memberikan kesan bahwa Penyaliban telah menggelapkan / mengaburkan Kebangkitan dan bahwa seluruh rencana Allah dalam Kristus diselesaikan di Kalvari. Kebenarannya, yang jika dikaburkan akan menimbulkan resiko / bahaya rohani yang hebat, adalah bahwa Penyaliban tidak bisa ditafsirkan dan dimengerti kecuali dalam terang dari Kebangkitan.’) - hal 185-186.

Sekalipun saya tidak menganggap bahwa kata-kata Barclay ataupun Edward Rogers sebagai kata-kata yang salah, tetapi saya menganggap bahwa kata-kata ini membutuhkan sesuatu yang lain untuk memberikan keseimbangan. Karena itu saya memberikan kutipan kata-kata John Stott di bawah ini sebagai penyeimbang.

John Stott: “Beberapa pengeritik beranggapan bahwa kita terlalu menekankan kematian Yesus dan mengabaikan Kebangkitan-Nya (padahal menurut pendapat mereka Kebangkitanlah yang menjadi inti dari pemberitaan para rasul dalam Kisah para Rasul). ... pemusatan pada Salib Yesus yang diperlukan dalam tugas penginjilan, adalah sesuai dengan Perjanjian Baru. Injil dalam Perjanjian Baru adalah ‘kabar baik’ mengenai apa yang telah dilakukan Allah bagi kita di dalam pribadi Yesus Kristus. Injil adalah pemberitaan tentang sesuatu yang telah digenapkan, yaitu penyelamatan yang telah dilaksanakan. Kalau demikian, apakah pelaksanaan itu dilakukan khususnya dalam kematian Yesus pada Salib? Apakah Injil Perjanjian Baru itu suatu Injil dari hal Salib? Banyak orang menentang hal ini. Banyak orang lebih suka meletakkan penekanan pada Penjelmaan, yang lain pada Kebangkitan ataupun Kenaikan. Di manakah selayaknya tekanan itu diletakkan? Tentu saja kita semua setuju bahwa pekerjaan Yesus, mulai dari kelahiran-Nya dalam kehinaan, sampai Ia kembali ke surga dalam kemuliaan, harus diterima sebagai suatu kesatuan. Kita semua sama berkeyakinan bahwa tanpa tabiat-Nya yang ilahi itu (sebagaimana dinyatakan dalam mujizat mengandungnya anak dara), tanpa kehidupan-Nya yang tanpa dosa, tanpa Kebangkitan dan Kenaikan-Nya ke surga, dan tanpa karunia Roh Kudus, maka kematian-Nya tidak berfaedah. Tetapi kami tetap yakin bahwa penekanan utama Perjanjian Baru diletakkan pada kematian-Nya sebagai Juruselamat dunia. ‘Akan tetapi,’ seorang pengeritik akan membantah, ‘bukankah telah nyata dalam pasal-pasal permulaan Kisah para Rasul bahwa pemberitaan para rasul itu mengutamakan Kebangkitan Tuhan Yesus?’. Memang, kita sependapat dengan itu, tetapi janganlah kita lupa bahwa pemberitaan yang mula-mula itu ditujukan kepada kaum Yahudi. Dalam memberitakan Injil kepada kamu Yahudi, inti pesan para rasul ialah ‘Yesus adalah Mesias.’ Bagaimanakah caranya mereka dapat membuktikan pernyataan yang mengherankan itu? Nampaknya Yesus jauh sekali bedanya dari pada Mesias. Pelayanan-Nya yang penuh pengharapan itu telah hancur luluh dalam suatu kehinaan yang dahsyat. Ia telah disalibkan sebagai seorang penjahat. Sebagian di antara mereka telah percaya bahwa Yesus adalah Mesias, tetapi Yesus ditinggalkan tergantung pada kayu salib seolah-olah dikutuk Allah (lihat Ulangan 21:23). Bagaimana Yesus yang tersalib itu adalah Kristus? Para Rasul memberi jawaban yang sederhana. ‘Kamu telah menyalibkan Dia; tetapi Allah telah membangkitkan Dia, dan kami adalah saksi-saksi tentang hal itu.’ Inilah tema pemberitaan yang selalu berulang dalam khotbah mereka kepada orang-orang sebangsanya, ... Meskipun kematian-Nya pada salib seolah-olah menyatakan Dia sebagai seorang penipu, Ia telah dibenarkan kembali oleh kebangkitan-Nya dari antara orang mati. ‘Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus’ (Kisah para Rasul 2:36; bdk 2:22-32; 3:13-15; 4:10; 5:30-32; 10:38-41). Rasul Paulus juga mulai dari titik tolak yang sama. ... Kita melihat bahwa dalam pemberitaan Injil kepada orang Yahudi, dan dalam hal menjelaskan kepada mereka sesuai dengan Firman Allah bahwa Yesus adalah Mesias (Kisah para Rasul 9:20,22; 13:28-37), ia bersaksi mengenai Kebangkitan, dan menjelaskan perlunya penderitaan Yesus (17:3; bandingkan dengan 3:18). Setelah sampai di Korintus dalam perjalanannya yang kedua, Paulus melanjutkan pelayanan ini dan ‘memberi kesaksian kepada orang-orang Yahudi, bahwa Yesus adalah Mesias’ (18:5). Tetapi segera setelah orang Yahudi menolak pemberitaan itu, ia mengambil suatu keputusan yang penting: ‘Mulai dari sekarang aku akan pergi kepada bangsa-bangsa lain’ (ayat 6). Dari ayat 11 kita melihat bahwa pelayanan Paulus di antara bangsa-bangsa lain itu berlangsung 18 bulan lamanya, dan tentu banyak orang telah bertobat. Oleh karena itu perlu kita perhatikan bahwa dalam suratnya yang pertama kepada Jemaat di Korintus, yang ditulis 4 atau 5 tahun sesudah pelayanan yang mula-mula itu, pemusatan pada Salib Kristus lebih jelas terlihat dari pada dalam bagian-bagian yang lain” - ‘Fundamentalisme dan Penginjilan’, hal 33-36.

John Stott lalu menambahkan ayat-ayat di bawah ini, yang menunjukkan bahwa Paulus memang menekankan salib / kematian Kristus dalam penginjilannya:

· 1Korintus 1:23 - “tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan”.

· 1Korintus 2:2 - “Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan”.

· 1Korintus 15:3 - “Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci”. Tetapi untuk ayat ini perlu diperhatikan bahwa ini disambung dengan 1Korintus 15:4 yang membicarakan kebangkitan Kristus.

· Galatia 6:14 - “Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia”.

Penerapan: karena itu kalau saudara memberitakan Injil ataupun memberikan kesaksian pertobatan, selalulah menekankan salib / kematian Tuhan Yesus Kristus untuk menebus dosa. Kalau salib dibuang, kekristenan hancur dan tidak lagi berbeda dengan agama lain, dan kalau salib dikaburkan, maka kekristenan juga kabur.

1 Petrus 1: 22: “Karena kamu telah menyucikan dirimu oleh ketaatan kepada kebenaran, sehingga kamu dapat mengamalkan kasih persaudaraan yang tulus ikhlas, hendaklah kamu bersungguh-sungguh saling mengasihi dengan segenap hatimu”.

KJV: ‘Seeing ye have purified your souls in obeying the truth through the Spirit unto unfeigned love of the brethren, see that ye love one another with a pure heart fervently’ (= Melihat bahwa engkau telah memurnikan jiwamu dalam mentaati kebenaran melalui Roh pada kasih persaudaraan yang tidak pura-pura, usahakanlah supaya engkau mengasihi dengan sungguh-sungguh satu sama lain dengan hati yang murni).

RSV: ‘Having purified your souls by your obedience to the truth for a sincere love of the brethren, love one another earnestly from the heart’ (= Setelah memurnikan jiwamu oleh ketaatanmu pada kebenaran untuk suatu kasih persaudaraan yang sungguh-sungguh, kasihilah satu sama lain dengan sungguh-sungguh dari hati).

1) ‘Karena kamu telah menyucikan dirimu oleh ketaatan kepada kebenaran’.

a) ‘Karena’.

Kata ‘karena’ di awal 1 Petrus 1: 22 ini sebetulnya tidak ada. Perhatikan terjemahan KJV/RSV di atas.

b) ‘kamu telah menyucikan dirimu oleh ketaatan kepada kebenaran’.

Ada 2 golongan penafsir dalam penafsiran bagian ini:

1. Ada penafsir-penafsir yang menganggap bahwa bagian ini menunjuk pada penyucian / pengudusan.

a. Calvin menganggap bahwa kata-kata ini tidak menunjuk pada apa yang telah mereka lakukan, tetapi pada apa yang harus mereka lakukan. Tetapi ini tidak disetujui oleh Editor dari Calvin’s Commentary. Saya berpendapat bahwa bentuk tensenya (perhatikan khususnya RSV di atas yang memberikan terjemahan yang hurufiah, khususnya pada awal ay 22 tersebut) tidak memungkinkan penafsiran dari Calvin.

b. Dalam KJV ada tambahan ‘through the Spirit’ (= melalui Roh).

KJV: ‘Seeing ye have purified your souls in obeying the truth through the Spirit unto unfeigned love of the brethren, see that ye love one another with a pure heart fervently’ (= Melihat bahwa engkau telah memurnikan jiwamu dalam mentaati kebenaran melalui Roh pada kasih persaudaraan yang tidak pura-pura, usahakanlah supaya engkau mengasihi dengan sungguh-sungguh satu sama lain dengan hati yang murni).

Pulpit Commentary: “The words ‘through the Spirit,’ are not found in the best manuscripts; they may be a gloss, but a true one” [= Kata-kata ‘melalui Roh’, tidak ditemukan dalam manuscripts yang terbaik; kata-kata itu mungkin adalah suatu komentar / keterangan (yang diberikan oleh penyalin manuscript), tetapi itu merupakan komentar / keterangan yang benar] - hal 11.

Kalau kita mau menerima tambahan KJV itu sebagai kebenaran, maka itu menunjukkan bahwa penyucian / ketaatan itu dilakukan bukan dengan kekuatan sendiri, tetapi melalui Roh Kudus. Ini tidak berarti bahwa kita tidak berusaha dengan sekuat tenaga. Kita memang harus berusaha dengan sekuat tenaga, tetapi kita harus sadar bahwa hanya dengan pertolongan Roh Kudus sajalah kita bisa maju dalam pengudusan. Karena itu, sambil berusaha menguduskan diri, kita harus banyak berdoa untuk hal itu.

c. Kata-kata ‘kepada kebenaran’ harus diperhatikan.

Penyucian terjadi oleh ketaatan pada kebenaran / Firman Tuhan. Jangan melakukan ‘penyucian’ yang tidak dituntut oleh Firman Tuhan, karena hal seperti itu bukanlah penyucian! Misalnya pantang daging, tidak mau membunuh binatang, dan sebagainya.

2. Ada penafsir-penafsir yang mengatakan bahwa bagian ini menunjuk pada iman / kepercayaan kepada Injil / Yesus.

Salah satu dari penafsir-penafsir itu adalah Jay E. Adams, yang berkata sebagai berikut:

a. Di sini tidak dikatakan ‘ketaatan pada perintah Allah’ (ini pasti menunjuk pada pengudusan) tetapi ‘ketaatan kepada kebenaran’ (ini belum tentu menunjuk pada pengudusan).

b. Akar dibalik kata ‘taat’ adalah ‘mendengarkan’ atau ‘memperhatikan’.

c. Dalam Kisah Para Rasul 15:9 dikatakan: “dan Ia sama sekali tidak mengadakan perbedaan antara kita dengan mereka, sesudah Ia menyucikan hati mereka oleh iman”. Kalau saudara perhatikan Kis 15:7 terlihat bahwa yang mengucapkan kata-kata ini adalah Petrus.

Dan Jay E. Adams mengatakan bahwa baik dalam ay 22 ini (‘menyucikan diri oleh ketaatan pada kebenaran’) maupun dalam Kis 15:9 (‘menyucikan hati mereka oleh iman’), Petrus berbicara tentang satu pengalaman penyucian yang sama. Juga ia mengatakan bahwa ‘memperhatikan kebenaran (dari Injil)’ dan ‘percaya / beriman kepada Injil’ adalah sama.

Kesimpulan: yang dimaksud di sini adalah: ‘setelah menyucikan dirimu sendiri oleh ketaatan kepada kebenaran ... (yaitu, dengan percaya / beriman kepada Injil ...)’.

Seorang penafsir / pengkhotbah dari Pulpit Commentary menafsirkannya secara sama dengan Jay E. Adams. Tetapi ia memberikan lebih banyak dasar Kitab Suci untuk pandangannya ini.

Pulpit Commentary: “Salvation is here spoken of as the purification of the soul in obeying the truth. ‘Seeing ye have purified your souls in obeying the truth;’ only another way of saying, ‘Seeing you have received this salvation of which I speak, which issues in holiness.’ For: ... This is a synonym for ‘believing the gospel;’ e.g. 2Thess. 1:8; Rom. 6:17; Heb. 5:9; Rom 10:16, in all of which ‘obey’ is evidently equivalent to ‘believe.’ The word is used by Peter in that sense in this Epistle (ch. 3:1 and 4:17)” [= Di sini keselamatan dibicarakan sebagai pemurnian / penyucian dari jiwa dalam mentaati kebenaran. ‘Melihat bahwa engkau telah memurnikan jiwamu dalam mentaati kebenaran’ hanyalah merupakan cara lain untuk berkata: ‘Melihat engkau telah menerima keselamatan yang aku bicarakan ini, yang menghasilkan kekudusan’. Karena: ... Ini merupakan suatu sinonim untuk ‘mempercayai Injil’; contoh: 2 Tesalonika 1:8; Roma 6:17; Ibrani 5:9; Roma 10:16, dalam mana kata ‘taat’ jelas berarti ‘percaya’. Kata ini digunakan oleh Petrus dalam arti itu dalam surat ini (3:1 dan 4:17)] - hal 52.

2Tes 1:8 - “dan mengadakan pembalasan terhadap mereka yang tidak mau mengenal Allah dan tidak mentaati Injil Yesus, Tuhan kita”.

Roma 6:17 - “Tetapi syukurlah kepada Allah! Dahulu memang kamu hamba dosa, tetapi sekarang kamu dengan segenap hati telah mentaati pengajaran yang telah diteruskan kepadamu”.

Catatan: Menurut saya Roma 6:17 ini tidak cocok; di sini artinya adalah mentaati Firman Tuhan.

Ibrani 5:9 - “dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya”.

Catatan: menurut saya ini bisa diartikan percaya ataupun taat. Kalau diartikan taat, tidak berarti mengajarkan keselamatan karena perbuatan baik, tetapi menunjukkan bahwa perbuatan baik merupakan bukti iman / keselamatan.

Roma 10:16 - “Tetapi tidak semua orang telah menerima kabar baik itu. Yesaya sendiri berkata: ‘Tuhan, siapakah yang percaya kepada pemberitaan kami?’”.

KJV: ‘But they have not all obeyed the gospel. For Esaias saith, Lord, who hath believed our report?’ (= Tetapi tidak semua mereka telah mentaati Injil. Karena Yesaya berkata: ‘Tuhan, siapakah yang percaya kepada pemberitaan kami?’).

1Petrus 3:1 - “Demikian juga kamu, hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, supaya jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan isterinya”.

1Petrus 4:17 - “Karena sekarang telah tiba saatnya penghakiman dimulai, dan pada rumah Allah sendiri yang harus pertama-tama dihakimi. Dan jika penghakiman itu dimulai pada kita, bagaimanakah kesudahannya dengan mereka yang tidak percaya pada Injil Allah?”.

KJV: ‘For the time is come that judgment must begin at the house of God: and if it first begin at us, what shall the end be of them that obey not the gospel of God?’ (= Karena waktunya telah datang bahwa penghakiman harus dimulai pada rumah Allah: dan jika penghakiman itu dimulai pada kita, bagaimana kesudahan dari mereka yang tidak mentaati Injil Allah?).

1Petrus 1:2 - “yaitu orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darahNya. Kiranya kasih karunia dan damai sejahtera makin melimpah atas kamu”.

Catatan: ada yang menganggap ‘taat’ di sini sebagai ‘taat’, dan ada yang menganggap sebagai ‘percaya’.

Tafsiran kedua ini juga didukung oleh Adam Clarke, dan Allan M. Stibbs (Tyndale).

Dari 2 penafsiran di atas ini saya mempunyai kecondongan pada penafsiran yang kedua.

2) ‘sehingga kamu (dapat) mengamalkan kasih persaudaraan yang tulus ikhlas, hendaklah kamu bersungguh-sungguh saling mengasihi dengan segenap hatimu’.

a) Perhatikan dan bandingkan dengan terjemahan-terjemahan di bawah ini.

KJV: ‘unto unfeigned love of the brethren, see that ye love one another with a pure heart fervently’ (= pada kasih persaudaraan yang tidak pura-pura, usahakanlah supaya engkau mengasihi satu sama lain dengan hati yang murni dengan sungguh-sungguh).

RSV: ‘for a sincere love of the brethren, love one another earnestly from the heart’ (= untuk suatu kasih persaudaraan yang sungguh-sungguh, kasihilah satu sama lain dengan sungguh-sungguh dari hati).

b) Kata ‘dapat’ seharusnya tidak ada.

Tetapi Jay E. Adams memberikan kata ‘dapat’ ini dan ia berkata bahwa percayanya mereka kepada Injil menyebabkan mereka dapat mengamalkan kasih persaudaraan yang tulus ikhlas.

Jay E. Adams: “Christian counselees who deny the possibility of loving another Christian can be faced with this passage. ‘Either it is possible,’ they may be told, ‘or you deny your own salvation. Christ cleansed us for this purpose.’” (= Orang Kristen yang meminta counseling, yang menyangkal kemungkinan untuk mengasihi orang Kristen yang lain bisa dihadapi dengan text ini. Kita bisa memberitahu mereka: ‘Atau itu merupakan sesuatu yang mungkin, atau kamu menyangkal keselamatanmu sendiri. Yesus Kristus membersihkan kita untuk tujuan ini’) - hal 50.

c) ‘kasih persaudaraan’.

Ini diterjemahkan dari kata Yunani PHILADELPHIA, yang berasal dari kata PHILEO (= love / mengasihi) atau PHILIA (= kasih) dan ADELPHOS (= brother / saudara).

Pulpit Commentary: “The word rendered ‘love of the brethren’ (jiladeljia) is scarcely found except in Christian writings” [= Kata yang diterjemahkan ‘kasih persaudaraan’ (jiladeljia) hampir tidak pernah ditemukan kecuali dalam tulisan-tulisan Kristen] - hal 11.

Ini menunjukkan bahwa kasih memang merupakan ciri khas orang Kristen. Bandingkan dengan Yohanes 13:34-35 - “(34) Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. (35) Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi”.

Penerapan: karena itu renungkanlah: apakah ada saudara seiman yang saudara benci atau tidak saudara senangi? Ingat bahwa Tuhan tidak sekedar berkata ‘janganlah saling membenci’ tetapi Ia berkata ‘hendaklah engkau saling mengasihi’.

d) Kata ‘tulus ikhlas’ terjemahan hurufiahnya adalah ‘tidak munafik’.

Banyak orang mengasihi, tetapi hanya dari luarnya saja (seperti: wajahnya tersenyum, kata-katanya ramah, dsb), sedangkan hatinya sama sekali tidak mengasihi. Ini adalah kasih yang munafik, yang tentu saja sebetulnya bukan kasih! Atau ada juga orang yang mengasihi dan mau berbuat baik kepada orang lain, asal itu mendatangkan keuntungan bagi dirinya sendiri. Ini adalah egoisme yang berselubungkan kasih!

Calvin: “nothing is more difficult than to love our neighbours in sincerity. For the love of ourselves rules, which is full of hypocrisy; and besides, every one measures his love, which he shews to others, by his own advantage, and not by the rule of doing good” (= tidak ada yang lebih sukar dari pada mengasihi sesama kita dalam ketulusan / kesungguhan. Karena kasih kepada diri kita sendiri memerintah / menguasai, yang penuh dengan kemunafikan; dan di samping itu, setiap orang menetapkan kasih yang ia tunjukkan kepada orang-orang lain, berdasarkan keuntungannya sendiri, dan bukan berdasarkan peraturan untuk berbuat baik) - hal 56.

e) ‘hendaklah kamu bersungguh-sungguh saling mengasihi’.

1. Kata Yunani yang diterjemahkan ‘hendaklah kamu ... mengasihi’ adalah AGAPESATE. Jadi Petrus pindah dari PHILEO / PHILIA kepada AGAPAO / AGAPE.

2. Alexander Nisbet: “the Apostle here makes former progress in holiness a motive to further progress therein” (= di sini sang Rasul membuat kemajuan dalam kekudusan pada masa lalu sebagai suatu dorongan untuk kemajuan yang lebih jauh lagi dalam hal itu) - hal 49.

3. Pulpit Commentary: “Christian love is due to love of God, and loves others because God does. ... How can one feel coldly where the father loves divinely?” (= Kasih Kristen disebabkan oleh kasih Allah, dan mengasihi orang-orang lain karena Allah mengasihi orang-orang itu. ... Bagaimana seseorang bisa merasa dingin dimana Bapa mengasihi secara ilahi?) - hal 52.

f) ‘dengan segenap hatimu’.

KJV: ‘with a pure heart fervently’ (= dengan sungguh-sungguh dengan hati yang murni).

1. Pulpit Commentary: “The word ‘pure’ is omitted in two of the most ancient manuscripts; it may be a gloss, but it is most true and suitable. Christian love must be from the heart, true and pure” (= Kata ‘murni’ dibuang / tidak ada dalam 2 manuscripts yang paling kuno; kata itu mungkin merupakan suatu komentar / keterangan dari penyalin, tetapi itu sangat benar dan cocok. Kasih Kristen harus dari hati, benar dan murni) - hal 11.

2. Pulpit Commentary: “The word rendered ‘fervently’ (eknetwV) means, literally, ‘intensely,’ with all the energies strained to the utmost. It is interesting to observe that the only other place where the adverb occurs is in Acts 12:5 ... where it is used of the prayer offered up for St. Peter himself” [= Kata yang diterjemahkan ‘dengan sungguh-sungguh’ (eknetwV) secara hurufiah berarti ‘dengan kuat’, dengan semua kekuatan dikerahkan sepenuhnya. Adalah sesuatu yang menarik untuk memperhatikan bahwa satu-satunya tempat lain di mana kata keterangan ini muncul adalah dalam Kisah Para Rasul 12:5 ... dimana kata itu digunakan tentang doa yang dinaikkan untuk Santo Petrus sendiri] - hal 11.

1 Petrus 1: 23: “Karena kamu telah dilahirkan kembali bukan dari benih yang fana, tetapi dari benih yang tidak fana, oleh firman Allah, yang hidup dan yang kekal”.

1) ‘Karena kamu telah dilahirkan kembali’.

a) Kata ‘karena’ pada awal ay 23 ini, yang juga ada dalam NIV/NASB, sebetulnya tidak ada. Perhatikan KJV/RSV di bawah ini.

KJV: ‘Being born again, not of corruptible seed, but of incorruptible, by the word of God, which liveth and abideth for ever’ (= Dilahirkan lagi, bukan dari benih yang bisa rusak / busuk, tetapi dari benih yang tidak bisa rusak / busuk, oleh firman Allah, yang hidup dan ada selama-lamanya).

RSV: ‘You have been born anew, not of perishable seed but of imperishable, through the living and abiding word of God’ (= Kamu telah dilahir-barukan, bukan dari benih yang bisa binasa / mati tetapi dari benih yang tidak bisa binasa / mati, melalui firman yang hidup dan kekal dari Allah).

b) Ada 2 pandangan mengapa di sini Petrus tahu-tahu berbicara tentang kelahiran baru:

1. Kelahiran baru ia jadikan suatu alasan lain mengapa kita harus menguduskan diri.

2. Pulpit Commentary menghubungkan dengan bukan dengan ‘pengudusan’, tetapi dengan ‘kasih persaudaraan’ yang dibicarakan dalam 1 Petrus 1: 22.

Pulpit Commentary: “It is the highest argument for brotherly love; the children of the one Father are all brethren; they should ‘love as brethren’ (ch. 3:8)” [= Ini merupakan argumentasi yang tertinggi untuk kasih persaudaraan; anak-anak dari satu Bapa semuanya adalah saudara; mereka harus ‘mengasihi sebagai saudara’ (pasal 3:8)] - hal 11.

2) ‘bukan dari benih yang fana, tetapi dari benih yang tidak fana, oleh firman Allah, yang hidup dan yang kekal’.

a) ‘Benih yang fana’ [‘corruptible / perishable seed’ (= benih yang bisa rusak / busuk / mati)].

Beberapa penafsir mengatakan bahwa ‘benih yang fana’ [‘Corruptible / perishable seed’ (= benih yang bisa rusak / busuk / mati)] menunjuk pada benih / sperma yang membuat kita mempunyai kehidupan secara jasmani.

b) ‘Benih yang tidak fana’ dan ‘firman Allah’.

Apa artinya ‘benih yang tidak fana’ [‘incorruptible / unperishable seed’ (= benih yang tidak bisa rusak / busuk / mati)]?

1. Banyak penafsir, seperti Calvin, menghubungkan ini dengan bagian selanjutnya, dan menganggap bahwa ‘benih yang tidak fana’ ini menunjuk pada ‘firman Allah’.

2. Ada penafsir yang menentang penafsiran bahwa ‘benih yang tidak fana’ menunjuk pada ‘firman Allah’:

a. Ada yang menganggap ‘benih yang tidak fana’ ini sebagai ‘benih kehidupan / benih rohani’ yang ditanamkan Roh Kudus dalam kelahiran baru.

Editor dari Calvin’s Commentary: “Most commentators, like Calvin, represent the seed as the word; but the construction does not admit this; the words are, ‘Having been begotten from a seed, not corruptible, but incorruptible, through the living word of God, and for-ever abiding.’ The ‘seed’ denotes evidently the vital principle of grace, the new nature, the restored image of God; it is the same with what John means when he says, ‘His seed (that is, of God) remaineth in him.’ (1John 3:9.) Then ‘the word’ is set forth as the means or instrument by which this seed is implanted” [= Kebanyakan penafsir, seperti Calvin, melambangkan benih sebagai firman; tetapi konstruksi / susunannya tidak memungkinkan penafsiran ini; kata-katanya adalah: ‘Setelah dilahirkan dari benih, bukan yang bisa busuk / rusak, tetapi yang tidak bisa busuk / rusak, melalui firman Allah, dan tinggal / ada selama-lamanya’. Jelas bahwa ‘benih’ merupakan elemen kasih karunia yang perlu untuk kehidupan, sifat / kecenderungan yang baru, gambar Allah yang dipulihkan / diperbaiki; ini sama dengan apa yang Yohanes maksudkan pada waktu ia berkata: ‘benihNya (yaitu, benih Allah) tetap ada di dalam dia’ (1Yohanes 3:9). Jadi, ‘firman’ dinyatakan sebagai alat / cara atau instrumen dengan mana benih ini ditanamkan] - hal 57 (footnote).

b. ada yang menganggap ‘benih yang tidak fana’ ini sebagai ‘Roh Kudus’ sendiri.

Pulpit Commentary mengatakan (hal 11) bahwa dalam perumpamaan tentang orang yang menabur di 4 golongan tanah, ‘benih’ memang diartikan sebagai ‘firman’ (Lukas 8:11). Tetapi ia lalu menambahkan: “Here there seems to be a distinction. God’s elect are begotten again of incorruptible seed through the Word. The use of different prepositions, ek and dia, apparently implies a difference between the seed and the Word” (= Di sini kelihatannya ada perbedaan. Orang pilihan Allah dilahirkan lagi dari benih yang tidak bisa rusak / busuk melalui Firman. Penggunaan kata depan yang berbeda, ek dan dia, dengan jelas / kelihatannya menunjukkan perbedaan antara benih dan Firman) - hal 11-12.

Catatan: kata depan EK diterjemahkan ‘dari’, sedangkan kata depan DIA diterjemahkan ‘oleh’, tetapi seharusnya adalah ‘through’ / ‘melalui’.

Ia lalu menambahkan lagi dengan menghubungkan bagian ini dengan Yohanes 3:5-6 - “(5) Jawab Yesus: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. (6) Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh, adalah roh”.

Ia mengatakan bahwa kata-kata ‘apa yang dilahirkan dari daging’ sesuai dengan ‘benih yang fana’, sedangkan ‘apa yang dilahirkan dari Roh’ sesuai dengan ‘mereka yang dilahirkan kembali oleh benih yang tidak fana’.

Ia lalu menyimpulkan: “Then the incorruptible seed is the Holy Spirit of God, the Source of all spiritual life” (= Maka benih yang tidak bisa rusak / busuk itu adalah Roh Kudus Allah, Sumber dari semua kehidupan rohani) - hal 12.

Ia menambahkan lagi: “if the Holy Spirit of God is in the deepest sense, the Seed of the new birth, the Word is the instrument” (= jika Roh Kudus Allah dalam arti yang terdalam adalah benih dari kelahiran baru, Firman adalah alat / instrumen) - hal 12.

Catatan: keberatan saya terhadap 2 pandangan terakhir ini (pandangan dari Editor Calvin’s Commentary dan Pulpit Commentary) adalah bahwa kelihatannya mereka mengartikan kelahiran baru di sini sebagai kelahiran baru dalam arti sempit, tetapi mereka mengatakan bahwa kelahiran baru tersebut dilakukan menggunakan / melalui firman. Padahal doktrin Reformed tentang kelahiran baru dalam arti sempit mengatakan bahwa dalam hal ini tidak digunakan firman Allah. Dan orang-orang Reformed mengatakan bahwa baik dalam 1Petrus 1:22 maupun dalam Yakobus 1:18, kelahiran baru terjadi melalui firman, karena yang dimaksud adalah kelahiran baru dalam arti luas (mencakup iman dan pertobatan).

c) ‘firman Allah, yang hidup dan yang kekal’.

Calvin: “But as the construction of the Greek text is doubtful, we may read, ‘the living word of God,’ as well as, ‘the word of the living God.’” (= Tetapi karena konstruksi / susunan dari text Yunaninya meragukan, kita bisa membaca ‘firman yang hidup dari Allah’ atau ‘firman dari Allah yang hidup’) - hal 57.

Dengan kata lain, kata ‘hidup’ bisa menunjuk kepada ‘firman’ atau kepada ‘Allah’.

Calvin sendiri lebih setuju yang kedua - ‘the word of the living God’ (= firman dari Allah yang hidup). Jadi kata ‘hidup’ menunjuk kepada ‘Allah’, bukan kepada ‘firman’.

1 Petrus 1: 24-25: “Sebab: ‘Semua yang hidup adalah seperti rumput dan segala kemuliaannya seperti bunga rumput, rumput menjadi kering, dan bunga gugur tetapi firman Tuhan tetap untuk selama-lamanya.’ Inilah firman yang disampaikan Injil kepada kamu”.

1) Ini merupakan kutipan dari Yesaya 40:6-8 - “(6) Ada suara yang berkata: ‘Berserulah!’ Jawabku: ‘Apakah yang harus kuserukan?’ ‘Seluruh umat manusia adalah seperti rumput dan semua semaraknya seperti bunga di padang. (7) Rumput menjadi kering, bunga menjadi layu, apabila TUHAN menghembusnya dengan nafasNya. Sesungguhnyalah bangsa itu seperti rumput. (8) Rumput menjadi kering, bunga menjadi layu, tetapi firman Allah kita tetap untuk selama-lamanya.’”.

2) 1 Petrus 1: 24 menunjukkan bahwa ‘manusia dan segala kemuliaannya’ merupakan sesuatu yang fana dan tidak ada apa-apanya di hadapan Tuhan.

Alexander Nisbet: “Although it be much in the thoughts and desires of natural men that they might have a perpetual enjoyment of this life and the comforts of it, Psa. 49:11, yet themselves and all that they can glory in, is frail and fading, like grass and flowers of the grass; whereupon they should read their frailty and mortality and so be stirred up to provide for a better life and a more enduring substance than what they have here” (= Sekalipun ada banyak hal dalam pemikiran dan keinginan manusia duniawi supaya mereka bisa menikmati hidup dan kesenangan hidup secara kekal, Mazmur 49:12, tetapi mereka sendiri dan semua yang mereka banggakan adalah lemah dan memudar / berangsur-angsur hilang, seperti rumput dan bunga rumput; yang menyebabkan mereka harus menyadari kelemahan mereka dan bahwa mereka bisa mati, dan dengan demikian dibangkitkan untuk menyediakan / mempersiapkan suatu kehidupan yang lebih baik dan materi yang lebih tahan lama dari pada apa yang mereka miliki di sini) - hal 53.

Mazmur 49:12-13 - “(12) Kubur mereka ialah rumah mereka untuk selama-lamanya, tempat kediaman mereka turun-temurun; mereka menganggap ladang-ladang milik mereka. (13) Tetapi dengan segala kegemilangannya manusia tidak dapat bertahan, ia boleh disamakan dengan hewan yang dibinasakan”.

KJV: ‘Their inward thought is, that their houses shall continue for ever, and their dwelling places to all generations; they call their lands after their own names. Nevertheless man being in honour abideth not: he is like the beasts that perish’ (= Pemikiran mereka adalah bahwa rumah mereka akan berlanjut selama-lamanya, dan tempat tinggal mereka bagi semua generasi; mereka menamakan tanah mereka dengan nama mereka. Sekalipun demikian manusia dalam kehormatannya tidak menetap; ia adalah seperti binatang yang mati / binasa).

Footnote / catatan kaki NIV untuk Psalm 49:11 mengatakan bahwa perbedaan ini disebabkan karena terjemahan Kitab Suci Indonesia diambil dari Septuaginta (Perjanjian Lama berbahasa Yunani) atau Syria, sedangkan terjemahan KJV diambil dari text bahasa Ibraninya.

Bandingkan dengan:

· Ayub 14:1-2 - “(1) Manusia yang lahir dari perempuan, singkat umurnya dan penuh kegelisahan. (2) Seperti bunga ia berkembang, lalu layu, seperti bayang-bayang ia hilang lenyap dan tidak dapat bertahan”.

· Mazmur 103:15-16 - “(15) Adapun manusia, hari-harinya seperti rumput, seperti bunga di padang demikianlah ia berbunga; (16) apabila angin melintasinya, maka tidak ada lagi ia, dan tempatnya tidak mengenalnya lagi”.

· Yakobus 1:10 - “dan orang kaya karena kedudukannya yang rendah sebab ia akan lenyap seperti bunga rumput”.

· Mazmur 90:9-12 - “(9) Sungguh, segala hari kami berlalu karena gemasMu, kami menghabiskan tahun-tahun kami seperti keluh. (10) Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap. (11) Siapakah yang mengenal kekuatan murkaMu dan takut kepada gemasMu? (12) Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana”.

3) Terjemahan hurufiah dari 1 Petrus 1: 25: ‘tetapi firman Tuhan tetap untuk selama-lamanya. Dan inilah firman yang diberitakan sebagai kabar baik kepadamu’.

Jadi, Injil / Firman Tuhan dikatakan tetap untuk selama-lamanya. Itu tidak akan pernah menjadi usang / ketinggalan jaman, atau dihapuskan dan digantikan oleh sesuatu yang lain, seperti yang diajarkan oleh suatu agama yang lain.

Bandingkan dengan Yudas 3 - “Saudara-saudaraku yang kekasih, sementara aku bersungguh-sungguh berusaha menulis kepada kamu tentang keselamatan kita bersama, aku merasa terdorong untuk menulis ini kepada kamu dan menasihati kamu, supaya kamu tetap berjuang untuk mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus”.

NASB: ‘for the faith which once for all delivered to the saints’ (= untuk iman yang telah diberikan sekali dan selamanya kepada orang-orang kudus).

Dalam bahasa Yunaninya memang ada kata HAPAX yang artinya adalah ‘once’ (= satu kali).

Bagian akhir dari Yudas 3 ini menunjukkan bahwa tidak akan ada perubahan terhadap Injil, tidak akan ada Injil yang kedua / Injil yang lain dari Tuhan. Memang bisa ada Injil yang lain / berbeda, tetapi itu pasti bukan dari Tuhan, melainkan dari setan / manusia. Bandingkan dengan 2 text Kitab Suci di bawah ini.

· 2Korintus 11:4 - “Sebab kamu sabar saja, jika ada seseorang datang memberitakan Yesus yang lain dari pada yang telah kami beritakan, atau memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada yang telah kamu terima atau Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima”.

· Galatia 1:6-9 - “(6) Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, (7) yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus. (8) Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia. (9) Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia”.

Jadi adalah sesuatu yang mustahil kalau Tuhan membuang Kitab Suci kita yang sekarang ini / menganggap Kitab Suci ini tidak berlaku lagi, dan lalu menggantinya dengan Kitab Suci yang lain!

4) Calvin: “The Prophet does not shew what the word of God is in itself, but what we ought to think of it; for since man is vanity in himself, it remains that he ought to seek life elsewhere. Hence Peter ascribes power and efficacy to God’s word, according to the authority of the Prophet, so that it can confer on us what is real, solid, and eternal. For this was what the Prophet had in view, that there is no permanent life but in God, and that this is communicated to us by the word” [= Sang nabi (Yesaya) tidak menunjukkan apa firman Allah itu sendiri, tetapi apa yang harus kita pikirkan tentang firman Allah itu; karena manusia adalah kesia-siaan dalam dirinya sendiri, maka ia harus mencari kehidupan di tempat lain. Karena itu, Petrus menunjukkan kuasa dan kemujaraban firman Allah, menurut otoritas sang nabi, sehingga itu bisa memberikan kepada kita apa yang nyata, padat, dan kekal. Karena inilah yang ada dalam pemikiran sang nabi, bahwa tidak ada hidup yang kekal / permanen kecuali di dalam Allah, dan bahwa inilah yang diberikan kepada kita oleh firman]- hal 59.

Karena itu, rajinlah membaca dan belajar Firman Tuhan!

Calvin juga menambahkan bahwa ini merupakan suatu pujian terhadap khotbah / pemberitaan firman; karena Petrus menyatakan bahwa itu bisa memberikan hidup. Memang hanya Allah yang mempertobatkan manusia, tetapi Ia menggunakan pemberitaan firman yang dilakukan oleh manusia.

Calvin: “It is indeed certain that those who plant and those who water, are nothing; but whenever God is pleased to bless their labour, he makes their doctrine efficacious by the power of his Spirit; and the voice which is in itself mortal, is made an instrument to communicate eternal life” (= Memang pasti bahwa mereka yang menanam dan menyiram bukanlah apa-apa; tetapi pada waktu Allah berkenan memberkati usaha / pekerjaan mereka, Ia membuat ajaran mereka mujarab oleh kuasa RohNya; dan suara yang dalam dirinya sendiri adalah fana / bisa mati, dijadikan alat untuk memberikan hidup yang kekal) - hal 60.

Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
-o0o-
Next Post Previous Post