1 SAMUEL 21:1-9 (DUSTA DAUD DAN BERTEMU AHIMELEKH)
Pdt.Budi Asali, M.Div.
I) Problem dengan 1 Samuel 21: 1.
1 Samuel 21: 1: “Sampailah Daud ke Nob kepada Ahimelekh, imam itu. Dengan gemetar Ahimelekh pergi menemui Daud dan berkata kepadanya: ‘Mengapa engkau seorang diri dan tidak ada orang bersama-sama dengan engkau?’”.
1) Ada beberapa problem dalam bagian ini:
a) Siapa imam besar pada waktu itu dan yang memberikan roti kudus itu kepada Daud, Ahimelekh atau Abyatar?
1 Samuel 21: 1 ini mengatakan Ahimelekh, tetapi Markus 2:25-26, yang jelas menunjuk pada peristiwa dalam 1Samuel 21 ini, mengatakan Abyatar.
Mark 2:25-26 - “(25) JawabNya kepada mereka: ‘Belum pernahkah kamu baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya kekurangan dan kelaparan, (26) bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah waktu Abyatar menjabat sebagai Imam Besar lalu makan roti sajian itu - yang tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam - dan memberinya juga kepada pengikut-pengikutnya?’”.
Bagian yang saya garis bawahi itu kurang tepat terjemahannya.
NIV: ‘in the days of Abiathar the high priest’ (= pada jaman Abyatar sang imam besar).
NASB: ‘in the time of Abiathar the high priest’ (= pada jaman Abyatar sang imam besar).
Apakah bagian-bagian Kitab Suci ini bertentangan?
Penjelasan:
1. Abyatar, sang anak, bertindak sebagai penolong bagi ayahnya, Ahimelekh, sang imam besar.
Wycliffe Bible Commentary: “It is also possible that the son (Abiathar) acted as coadjutor to his father (Ahimelech), as Eli’s sons apparently did (cf. 1 Sam 4:4)” [= Juga mungkin bahwa sang anak (Abyatar) bertindak sebagai penolong bagi ayahnya (Ahimelekh), seperti yang secara jelas dilakukan oleh anak-anak Eli (bdk. 1Samuel 4:4)].
2. Abyatar menjadi pengantara antara Daud dan Ahimelekh, sehingga roti bisa diberikan kepada dia. Atau roti yang diberikan itu adalah bagian dari Abyatar sendiri.
Jamieson, Fausset & Brown: “In Markus 2:6, Abiathar is named as the high priest, not Ahimelech his father, as here. In explanation, it has been advanced that Abiathar was Sagan, the high priest’s vicar; for which, however, there is no authority, as Abiathar is not mentioned in this narrative. A more probable supposition is, that the bread given was through the friendly intercession of Abiathar with the high priest, or perhaps was Abiathar’s own portion (Lev. 24:9). Both these conjectures are rendered probable by the close and unbroken friendship which afterward subsisted between David and him” [= Dalam Mark 2:6, Abyatar disebut sebagai imam besar, bukan Ahimelekh, ayahnya, seperti di sini. Sebagai penjelasan, diajukan bahwa Abyatar adalah Sagan, wakil dari imam besar; tetapi untuk mana tidak ada otoritas, karena Abyatar tidak disebutkan dalam cerita ini. Anggapan yang lebih memungkinkan adalah bahwa roti diberikan melalui pengantaraan yang bersahabat dari Abyatar dengan imam besar, atau mungkin roti itu adalah bagian Abyatar sendiri (Im 24:9). Kedua dugaan ini dijadikan mungkin oleh persahabatan yang dekat dan tak terputus yang belakangan ada antara Daud dengan dia].
Catatan: Markus 2:6 itu pasti salah cetak. Seharusnya adalah Markus 2:26.
Tetapi pandangan ini tak menjelaskan bagaimana Abyatar bisa disebut sebagai imam besar dalam Markus 2:25-26.
3. Ada kemungkinan memang ada kesalahan penyalinan.
Wycliffe Bible Commentary: “When Mk 2:26 assigns this action to the days of Abiathar, the high priest, the statement rests upon the copyist’s memory, in which Ahimelech is confounded with his son Abiathar” (= Pada waktu Markus 2:26 menyebutkan tindakan ini kepada jaman Abyatar, sang imam besar, pernyataan itu didasarkan pada ingatan sang penyalin, dalam mana Ahimelekh dikacaukan dengan anaknya, Abyatar).
Saya bisa menerima kalau penyalin manuscripts melakukan kesalahan, tetapi saya menolak setiap pandangan yang mengatakan bahwa penulis Kitab Suci yang asli melakukan kesalahan. Pandangan seperti ini bertentangan dengan:
· doktrin tentang pengilhaman Roh Kudus.
· doktrin tentang ‘inerrancy of the Bible’ (= ketidak-bersalahan Alkitab).
4. Kata-kata ‘in the days of Abiathar the high priest’ (= pada jaman Abyatar sang imam besar) sebetulnya tidak ada.
· Dalam ayat-ayat paralel dari Markus 2:25-26, yaitu dalam Matius dan Lukas, kata-kata EPI ABIATHAR ARKHIEREOS [= on (in the time of) Abiathar the high priest (= pada / pada jaman dari Abyatar sang imam besar)] itu tidak ada.
Matius 12:3-4 - “(3) Tetapi jawab Yesus kepada mereka: ‘Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar, (4) bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan bagaimana mereka makan roti sajian yang tidak boleh dimakan, baik olehnya maupun oleh mereka yang mengikutinya, kecuali oleh imam-imam?”.
Lukas 6:3-4 - “(3) Lalu Yesus menjawab mereka: ‘Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan oleh Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar, (4) bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan mengambil roti sajian, lalu memakannya dan memberikannya kepada pengikut-pengikutnya, padahal roti itu tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam?’”.
· Bahkan dalam Injil Markus sendiri, dalam beberapa manuscripts, bagian itu tidak ada. Dan manuscripts yang mempunyai bagian ini berbeda satu dengan yang lain (William L. Lane, NICNT, hal 116, footnote).
Jadi, ada kemungkinan bahwa bagian itu sebetulnya tidak ada, tetapi seorang penyalin manuscripts memberikan catatannya sendiri (yang sebetulnya salah), dan penyalin selanjutnya mengira bahwa catatan dari penyalin yang terdahulu itu adalah bagian dari Firman Tuhan, dan lalu menyalinnya ke dalam text (William L. Lane, NICNT, hal 115).
5. Para penterjemah keliru menafsirkan maksud dari Markus. Markus sebetulnya bukan memaksudkan ‘pada jaman Abyatar sang imam besar’. Markus menuliskan ‘Abyatar’ hanya untuk menunjuk pada bagian dari kitab Samuel dimana peristiwa itu terjadi.
William L. Lane (NICNT): “An attractive proposal is that Mark’s intention has been misunderstood in the translation of the passage. The same grammatical construction occurs in Ch 12:26, where it must be translated ‘have you not read in the book of Moses, in the passage concerning the Bush, how God spoke unto him ...?’ The construction is designed to call attention to the section of a biblical book where the reference is found, in the above instance Ex. 3:1ff. In Ch. 2:26 Mark may have inserted the reference to Abiathar to indicate the section of Samuel scroll in which the incident could be located” (= Suatu usul yang menarik adalah bahwa maksud dari Markus telah disalah-mengerti dalam penterjemahan text ini. Susunan gramatika yang sama terjadi dalam Mark 12:26, dimana itu harus diterjemahkan ‘tidakkah kamu baca dalam kitab Musa, dalam text mengenai semak duri, bagaimana Allah berbicara kepadanya ...?’ Susunannya direncanakan untuk menarik perhatian pada bagian dari suatu kitab dari Alkitab dimana referensi itu ditemukan, dalam contoh di atas Kel 3:1-dst. Dalam Mark 2:26, Markus mungkin telah memasukkan referensi mengenai Abyatar untuk menunjukkan bagian dari gulungan Samuel dalam mana peristiwa itu bisa ditemukan) - hal 116.
Markus 12:26 - “Dan juga tentang bangkitnya orang-orang mati, tidakkah kamu baca dalam kitab Musa, dalam ceritera tentang semak duri, bagaimana bunyi firman Allah kepadanya: Akulah Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub?”.
Kata-kata yang saya garis bawahi itu dalam bahasa Yunani adalah EPI TOU BATOU, yang terjemahan hurufiahnya adalah ‘on the bush’ (= tentang semak duri).
Perhatikan kemiripan dengan Markus 2:26 yang mengatakan EPI ABIATHAR ARKHIEREOS [= on (in the time of) Abiathar the high priest (= pada / pada jaman dari Abyatar sang imam besar)].
Keberatan terhadap pandangan ini: Dalam kitab Samuel nama ‘Abyatar’ baru muncul dalam 1Sam 22, satu pasal setelah pasal yang sedang kita bahas ini.
Tetapi keberatan ini tidak terlalu kuat. Penunjukannya hanya bersifat kira-kira.
6. Pulpit Commentary tentang Injil Markus, hal 88, mengatakan bahwa dalam Mark 2:25-26 disebutkan ‘Abyatar’, sekalipun sebetulnya yang sedang menjadi imam besar pada saat itu adalah Ahimelekh (ayah Abyatar), karena pada saat Ahimelekh mati, Abyatar menggantikan dia sebagai imam besar, dan ia menjadi imam besar yang jauh lebih baik dari ayahnya, dan karena itu di sini namanyalah yang disebutkan, seakan-akan ia sudah menjadi imam besar.
Pulpit Commentary menambahkan: “The words may properly mean ‘in the days when Abiathar was living who became high priest, and was more eminent than his father.’” (= Kata-kata itu secara tepat berarti ‘pada jaman dimana Abyatar hidup, yang menjadi imam besar, dan lebih menonjol dari ayahnya’) - hal 88.
7. Kedua nama yaitu ‘Ahimelekh’ dan ‘Abyatar’ digunakan oleh kedua orang ini.
William Hendriksen: “The two names, Ahimelekh and Abyatar, were borne by both father and son” (= Kedua nama, Ahimelekh dan Abyatar, dipakai oleh baik ayah maupun anak) - hal 106.
Karena itu, dalam 1Samuel 22:20 dikatakan Abyatar adalah anak Ahimelekh, sedangkan dalam 2Sam 8:17 dikatakan sebaliknya.
8. Memang Ahimelekh adalah imam besar pada saat itu, tetapi sebentar lagi ia dibunuh Saul, dan Abyatar menjadi imam besar.
Pada waktu Markus menuliskan ‘in the days of Abiathar the high priest’ (= pada jaman Abyatar sang imam besar), itu tidak salah, karena saat itu memang adalah jaman dari Abyatar. Bahwa ia disebut sebagai ‘imam besar’ padahal sebetulnya pada saat itu ia belum menjabat imam besar, itu juga bukan hal yang aneh dalam Kitab Suci, karena menceritakan suatu peristiwa pada masa lalu, dengan menggunakan istilah yang berlaku pada jaman si penulis menuliskan peristiwa itu, merupakan sesuatu yang sering terjadi dalam Kitab Suci, misalnya:
a. Dalam Matius 10:4 Yudas Iskariot disebutkan sebagai ‘yang mengkhianati Dia’.
Kata Yunani yang diterjemahkan ‘mengkhianati’ adalah paradouV (PARADOUS), yang merupakan sebuah ‘aorist participle’ (= participle bentuk lampau). Mengapa digunakan bentuk lampau padahal pada saat itu ia belum mengkhianati Yesus? Memang pada saat itu ia belum mengkhianati Yesus, tetapi pada waktu Matius menuliskan bagian ini, ia sudah mengkhianati Yesus, dan karena itu dituliskan demikian.
b. Nama ‘Betel’ sudah digunakan dalam Kej 12:8 dan Kej 13:3, padahal penamaan Betel baru terjadi dalam Kej 28:19 - “Ia menamai tempat itu Betel; dahulu nama kota itu Lus”. Kalau memang tempat itu baru dinamai Betel dalam Kej 28:19 mengapa dalam Kej 12:8 dan Kejadian 13:3 sudah disebut Betel? Karena pada waktu penulis kitab Kejadian (Musa) menuliskan cerita tentang Abraham dalam Kej 12 dan Kej 13 ini, tempat itu sudah dinamakan Betel.
c. Nama ‘Eben-Haezer’ baru diberikan dalam 1Samuel 7:12, tetapi dalam 1Samuel 4:1 dan 1Sam 5:1 nama itu sudah digunakan.
d. 1Petrus 3:18-20 - “(18) Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam keadaanNya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh, (19) dan di dalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara, (20) yaitu kepada roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah, ketika Allah tetap menanti dengan sabar waktu Nuh sedang mempersiapkan bahteranya, di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu”.
Text ini sebetulnya membicarakan Yesus sebagai Allah, yang memberitakan Injil melalui Nuh, kepada orang-orang yang masih hidup sebelum air bah datang. Orang-orang itu disebut ‘roh-roh yang di dalam penjara’ karena pada waktu Petrus menuliskan bagian ini, mereka sudah mati dan berada di neraka.
b) Apakah Abyatar adalah anak dari Ahimelekh atau sebaliknya?
1Samuel 22:20 menunjukkan bahwa Abyatar adalah anak dari Ahimelekh.
1Samuel 22:20 - “Tetapi seorang anak Ahimelekh bin Ahitub, namanya Abyatar luput; ia melarikan diri menjadi pengikut Daud”.
Tetapi dalam bagian-bagian lain dikatakan bahwa Ahimelekh adalah anak dari Abyatar, yaitu dalam:
· 2Samuel 8:17 - “Zadok bin Ahitub dan Ahimelekh bin Abyatar menjadi imam; Seraya menjadi panitera negara”.
· 1Taw 18:16 - “Zadok bin Ahitub dan Ahimelekh bin Abyatar menjadi imam; Sausa menjadi panitera”.
· 1Taw 24:6 - “Dan Semaya bin Netaneel, panitera itu, seorang Lewi, menulis nama mereka di depan raja, di depan pembesar-pembesar, imam Zadok, Ahimelekh bin Abyatar dan di depan kepala-kepala puak para imam dan orang Lewi; setiap kali satu puak diambil dari Eleazar, dan demikian pula satu puak dari Itamar”.
Catatan: untuk 1Taw 18:16, KJV menyebutkan bukan Ahimelekh tetapi Abimelekh, dan NIV memberikan footnote yang mengatakan bahwa beberapa manuscripts Ibrani menyebutkan Ahimelekh, tetapi mayoritas manuscripts Ibrani menyebutkan Abimelekh. Tetapi untuk 2Sam 8:17 semua manuscripts menyebutkan Ahimelekh!
Jadi, yang mana yang benar? ‘Ahimelekh adalah anak dari Abyatar’ (2Samuel 8:17) atau ‘Abyatar adalah anak dari Ahimelekh’ (1Samuel 22:20)?
1. J. A. Alexander (hal 54) mengatakan bahwa ada 2 kemungkinan:
a. Memang ada kesalahan dalam penyalinan manuscripts.
b. Nama Ahimelekh (Abimelekh) dan Abyatar merupakan nama-nama warisan dalam keturunan imam dan kadang-kadang kedua nama digunakan oleh orang yang sama.
2. Ahimelekh mempunyai anak bernama Abyatar (1Samuel 22:20), dan Abyatar mempunyai anak yang dinamakan Ahimelekh (2Sam 8:17 1Taw 18:16 1Taw 24:6).
William Hendriksen: “is it not possible that Ahimelech had a son by the name of Abiathar, who in turn had a son named Ahimelech” (= bukankah mungkin bahwa Ahimelekh mempunyai seorang anak dengan nama Abyatar, yang selanjutnya mempunyai seorang anak yang dinamakan Ahimelekh) - hal 107.
Persamaan nama seperti ini bukan saja tidak merupakan sesuatu yang aneh, tetapi sebaliknya merupakan sesuatu yang lazim, bagi mereka.
Bdk. Lukas 1:59-61 - “(59) Maka datanglah mereka pada hari yang kedelapan untuk menyunatkan anak itu dan mereka hendak menamai dia Zakharia menurut nama bapanya, (60) tetapi ibunya berkata: ‘Jangan, ia harus dinamai Yohanes.’ (61) Kata mereka kepadanya: ‘Tidak ada di antara sanak saudaramu yang bernama demikian.’”.
c) Apakah Daud ‘seorang diri’ atau bersama para pengikutnya?
Dalam ay 1b Ahimelekh bertanya kepada Daud: ‘Mengapa engkau seorang diri dan tidak ada orang bersama-sama dengan engkau?’.
Tetapi dalam Matius, Markus, dan Lukas, dikatakan bahwa pada saat itu Daud bersama dengan para pengikutnya.
Mat 12:3-4 - “(3) Tetapi jawab Yesus kepada mereka: ‘Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar, (4) bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan bagaimana mereka makan roti sajian yang tidak boleh dimakan, baik olehnya maupun oleh mereka yang mengikutinya, kecuali oleh imam-imam?”.
Markus 2:26 - “bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah waktu Abyatar menjabat sebagai Imam Besar lalu makan roti sajian itu - yang tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam - dan memberinya juga kepada pengikut-pengikutnya”.
Lukas 6:3-4 - “(3) Lalu Yesus menjawab mereka: ‘Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan oleh Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar, (4) bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan mengambil roti sajian, lalu memakannya dan memberikannya kepada pengikut-pengikutnya, padahal roti itu tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam?’”.
Pengharmonisan:
1. Kata-kata ‘seorang diri’ dan ‘tidak ada orang bersama-sama engkau’ hanya diartikan secara relatif, karena biasanya ia disertai jauh lebih banyak orang yang berkedudukan tinggi, sedangkan pada saat itu ia hanya disertai sedikit orang yang hanya merupakan hamba-hamba / orang-orang rendahan saja.
Matthew Henry: “He had some with him (as appears Mk. 2:26), but they were only his own servants; he had none of the courtiers, no persons of quality with him, as he used to have at other times, when he came to enquire of the Lord. He says (Ps. 42:4) he was wont to go with a multitude to the house of God; and, having now but two or three with him, Ahimelech might well ask, Why art thou alone?” [= Ada beberapa orang yang bersama dia (seperti terlihat dari Markus 2:26), tetapi mereka hanya hamba-hambanya sendiri; ia tidak mempunyai anggota-anggota istana, orang-orang yang berkwalitas / berkedudukan tinggi bersamanya, seperti yang biasanya ia punyai pada saat-saat lain, pada waktu ia datang untuk bertanya kepada Tuhan. Ia berkata (Mazmur 42:5) ia biasa pergi dengan orang banyak ke rumah Allah; dan sekarang mempunyai hanya dua atau tiga orang dengan dia, Ahimelekh bisa saja bertanya: Mengapa engkau seorang diri?].
Mazmur 42:5 - “Inilah yang hendak kuingat, sementara jiwaku gundah-gulana; bagaimana aku berjalan maju dalam kepadatan manusia, mendahului mereka melangkah ke rumah Allah dengan suara sorak-sorai dan nyanyian syukur, dalam keramaian orang-orang yang mengadakan perayaan”.
KJV: ‘When I remember these things, I pour out my soul in me: for I had gone with the multitude, I went with them to the house of God, with the voice of joy and praise, with a multitude that kept holyday’ (= Pada waktu aku mengingat hal-hal ini, aku mencurahkan jiwaku di dalam aku: karena aku telah pergi dengan orang banyak, aku pergi dengan mereka ke rumah Allah, dengan suara sukacita dan pujian, dengan orang banyak yang merayakan hari raya).
Illustrasi: kalau saya selalu pergi ke rumah saudara bersama istri dan anak saya, lalu suatu hari saya datang ke rumah saudara bersama pembantu saya, maka saudara bisa saja bertanya: ‘Lho, kok sendirian?’.
2. Daud memang membawa orang-orang, tetapi pada waktu menghadap Ahimelekh ia meninggalkan orang-orang itu di suatu tempat dan ia menghadap sendirian (Pulpit Commentary, hal 395).
Bdk. 1 Samuel 21: 2: “Jawab Daud kepada imam Ahimelekh: ‘Raja menugaskan sesuatu kepadaku, katanya kepadaku: Siapapun juga tidak boleh mengetahui sesuatu dari hal yang kusuruh kepadamu dan yang kutugaskan kepadamu ini. Sebab itu orang-orangku telah kusuruh pergi ke suatu tempat”.
2) Dalam menghadapi bagian-bagian Kitab Suci yang kelihatannya kontradiksi, atau dalam usaha untuk mengharmoniskan bagian-bagian tersebut, ada 2 hal yang penting untuk diingat:
a) John Murray: “Oftentimes, though we may not be able to demonstrate the harmony of Scripture, we are able to show that there is no necessary contradiction” (= Seringkali, sekalipun kita tidak bisa menunjukkan keharmonisan Kitab Suci, kita bisa menunjukkan bahwa di sana tidak harus terjadi kontradiksi) - ‘Collected Writings of John Murray’, vol I, hal 10.
b) E. J. Young: “When therefore we meet difficulties in the Bible let us reserve judgment. If any explanation is not at hand, let us freely acknowledge that we do not know all things, that we do not know the solution. Rather than hastily to proclaim the presence of an error is it not the part of wisdom to acknowledge our ignorance?” (= Karena itu pada waktu kita menjumpai problem dalam Alkitab baiklah kita menahan diri dari penghakiman. Jika tidak ada penjelasan yang tersedia, baiklah kita dengan bebas mengakui bahwa kita tidak mengetahui segala sesuatu, bahwa kita tidak mengetahui penyelesaiannya. Dari pada dengan tergesa-gesa menyatakan adanya kesalahan, tidakkah merupakan bagian dari hikmat untuk mengakui ketidak-tahuan kita?) - ‘Thy Word Is Truth’, hal 182.
3) Pentingnya kepercayaan terhadap ‘inerrancy of the Bible’ (= Ketidak-bersalahan Alkitab).
William G. T. Shedd: “One or the other view of the Scriptures must be adopted; either that they were originally inerrant and infallible, or that they were originally errant and fallible. The first view is that of the church in all ages: the last is that of the rationalist in all ages. He who adopts the first view, will naturally bend all his efforts to eliminate the errors of copyists and harmonize discrepancies, and thereby bring the existing manuscripts nearer to the original autographs. By this process, the errors and discrepancies gradually diminish, and belief in the infallibility of Scripture is strengthened. He who adopts the second view, will naturally bend all his efforts to perpetuate the mistakes of scribes, and exaggerate and establish discrepancies. By this process, the errors and discrepancies gradually increase, and disbelief in the infallibility of Scripture is strengthened” (= Salah satu dari pandangan-pandangan tentang Kitab Suci ini harus diterima; atau Kitab Suci orisinilnya itu tidak bersalah, atau Kitab Suci orisinilnya itu bersalah. Pandangan pertama adalah pandangan dari gereja dalam segala jaman: pandangan yang terakhir adalah pandangan dari para rasionalis dalam segala jaman. Ia yang menerima pandangan pertama, secara alamiah akan berusaha untuk menyingkirkan kesalahan-kesalahan dari para penyalin dan mengharmoniskan ketidaksesuaian-ketidaksesuaian, dan dengan itu membawa manuscript itu lebih dekat kepada autograph yang orisinil. Melalui proses ini, kesalahan-kesalahan dan ketidaksesuaian-ketidaksesuaian berkurang secara bertahap, dan kepercayaan terhadap ketidakbersalahan Kitab Suci dikuatkan. Ia yang menerima pandangan yang kedua, secara alamiah akan berusaha untuk mengabadikan / menghidupkan terus-menerus kesalahan-kesalahan dari ahli-ahli Taurat / para penyalin, dan melebih-lebihkan dan meneguhkan ketidaksesuaian-ketidaksesuaian itu. Melalui proses ini, kesalahan-kesalahan dan ketidaksesuaian-ketidaksesuaian bertambah secara bertahap, dan ketidak-percayaan kepada ketidakbersalahan Kitab Suci dikuatkan) - ‘Calvinism: Pure and Mixed’, hal 137.
E. J. Young: “It is perfectly true that if we begin with the assumption that God exists and that the Bible is His Word, we shall wish to be guided in all our study by what the Scripture says. It is equally true that if we reject this foundational presupposition of Christianity we shall arrive at results which are hostile to supernatural Christianity. If one begins with the presuppo-sitions of unbelief, he will end with unbelief’s conclusions. If at the start we have denied that the Bible is God’s Word of if we have, whether consciously or not, modified the claims of the Scriptures, we shall come to a position which is consonant with our starting point. He who begins with the assumption that the words of the Scriptures contain error will never, if he is consistent, come to the point of view that the Scripture is the infallible Word of the one living and eternal God. He will rather conclude with a position that is consonant with his starting point. If one begins with man, he will end with man. All who study the Bible must be influenced by their foundational presuppositions” (= Adalah sesuatu yang benar bahwa jika kita mulai dengan anggapan bahwa Allah ada dan bahwa Alkitab adalah FirmanNya, kita akan ingin untuk dipimpin dalam seluruh pelajaran kita oleh apa yang Kitab Suci katakan. Juga adalah sesuatu yang sama benarnya bahwa jika kita menolak anggapan dasar dari kekristenan ini, maka kita akan sampai pada hasil yang bermusuhan terhadap kekristenan yang bersifat supranatural. Jika seseorang mulai dengan anggapan dari orang yang tidak percaya, ia akan berakhir dengan kesimpulan dari orang yang tidak percaya. Jika sejak awal kita telah menolak bahwa Alkitab adalah Firman Allah, atau jika kita, secara sadar atau tidak, mengubah claim / tuntutan dari Kitab Suci, kita akan sampai pada suatu posisi yang sesuai dengan titik awal kita. Ia yang mulai dengan anggapan bahwa kata-kata dari Kitab Suci mengandung kesalahan tidak akan pernah, jika ia konsisten, sampai pada pandangan bahwa Kitab Suci adalah Firman yang tak bersalah dari Allah yang hidup dan kekal. Sebaliknya ia akan menyimpulkan dengan suatu posisi yang sesuai dengan titik awalnya. Jika seseorang mulai dengan manusia, ia akan berakhir dengan manusia. Semua yang mempelajari Alkitab pasti dipengaruhi oleh anggapan dasarnya) - ‘Thy Word Is Truth’, hal 187.
Dengan sikap yang bagaimana saudara mau datang kepada Kitab Suci? Kiranya Tuhan memberkati saudara.
II) Daud bertemu dengan Ahimelekh.
Mulai bagian ini Daud menjadi seorang pelarian.
John Wesley: “He who had been suddenly advanced to the highest honor, is as soon reduced to the desolate conditions of an exile. Such changes are there in this world, and so uncertain are its smiles” (= Ia yang telah dengan tiba-tiba naik ke tempat kehormatan yang tertinggi, dengan sama cepatnya direndahkan pada kondisi seorang pembuangan yang terpencil. Perubahan-perubahan seperti itu ada dalam dunia ini, dan begitu tidak pasti senyum dari dunia ini).
Karena itu kalau dunia ‘tersenyum’ kepada saudara, sehingga saudara ada dalam keadaan sehat, dan bisnis saudara lancar dan keuangan saudara baik, dan semua keluarga baik-baik saja, janganlah kaget kalau tahu-tahu semua itu berbalik, dan dunia ‘merengutkan’ wajah terhadap saudara. Semua itu memang tidak tetap, hanya Allah yang tetap tak berubah. Karena itu bersandarlah kepada Allah, bukan kepada ‘senyum’ dari dunia ini!
Mari kita sekarang mulai membahas bagian ini.
III) Dusta Daud.
1 Samuel 21: 2: “Jawab Daud kepada imam Ahimelekh: ‘Raja menugaskan sesuatu kepadaku, katanya kepadaku: Siapapun juga tidak boleh mengetahui sesuatu dari hal yang kusuruh kepadamu dan yang kutugaskan kepadamu ini. Sebab itu orang-orangku telah kusuruh pergi ke suatu tempat”.
1) Ada orang yang menganggap bahwa dusta Daud ini tidak salah, karena dilakukan dalam keadaan terpaksa.
Adam Clarke mengutip kata-kata seorang yang bernama Diphilus:
“I hold it right to tell a lie, in order to procure my personal safety; nothing should be avoided in order to save life” (= Saya menganggap benar untuk menceritakan suatu dusta, untuk mendapatkan keamanan pribadiku; tidak ada yang harus dihindari untuk menyelamatkan nyawa).
Kata-kata Diphilus itu, khususnya bagian yang saya garis-bawahi, jelas konyol dan bodoh, karena kalau itu benar maka:
· Petrus pasti tak salah pada waktu menyangkal Yesus 3 x.
· orang kristen boleh mencuri, merampok, membunuh atau melacur kalau memang sangat membutuhkan makanan dan terancam mati kelaparan.
Banyak orang Kristen yang mengijinkan dusta dalam keadaan terpaksa, dengan dalih bahwa Yesus menyuruh kita untuk ‘cerdik seperti ular’ (Matius 10:16). Ini pengutipan sebagian yang kurang ajar, karena Yesus menyambung kata-kata itu dengan ‘dan tulus seperti merpati’, dan dusta tentu tak bisa dikatakan ‘tulus’ [Inggris: innocent (= tak berdosa)].
2) Semua penafsir yang nggenah menganggap bahwa dusta mutlak dilarang.
Adam Clarke sendiri tak menyetujui kata-kata Diphilus di atas, karena ia menyambung kutipan di atas dengan kata-katanya sendiri sebagai berikut:
“A pagan may say or sing thus; but no Christian can act this way, and save his soul, though he by doing so may save his life” (= Seorang kafir boleh mengatakan atau menyanyi seperti itu; tetapi tidak ada orang kristen yang boleh bertindak dengan cara ini, dan menyelamatkan jiwanya, sekalipun dengan melakukan itu ia bisa menyelamatkan nyawanya.).
Matthew Henry: “Here David did not behave like himself. He told Ahimelech a gross untruth, that Saul had ordered him business to despatch, that his attendants were dismissed to such a place, and that he was charged to observe secresy and therefore durst not communicate it, no, not to the priest himself. This was all false. What shall we say to this? The scripture does not conceal it, and we dare not justify it. It was ill done, and proved of bad consequence; for it occasioned the death of the priests of the Lord, as David reflected upon it afterwards with regret, 1Sam 22:22. It was needless for him thus to dissemble with the priest, for we may suppose that, if he had told him the truth, he would have sheltered and relieved him as readily as Samuel did, and would have known the better how to advise him and enquire of God for him. People should be free with their faithful ministers. David was a man of great faith and courage, and yet now both failed him, and he fell thus foully through fear and cowardice, and both owing to the weakness of his faith. Had he trusted God aright, he would not have used such a sorry sinful shift as this for his own preservation. It is written, not for our imitation, no, not in the greatest straits, but for our admonition” [= Di sini Daud tidak berkelakuan seperti dirinya sendiri. Ia menceritakan kepada Ahimelekh suatu ketidak-benaran yang besar / menyolok, bahwa Saul telah memerintahkan dia untuk membereskan suatu urusan, bahwa para pembantunya disingkirkan di suatu tempat, dan bahwa ia diminta untuk memperhatikan kerahasiaan dan karena itu tidak berani menyampaikannya kecuali kepada imam besar sendiri. Semua ini tidak benar. Apa yang akan kami katakan tentang hal ini? Kitab Suci tidak menyembunyikannya dan kami tidak berani membenarkannya. Ini dilakukan dengan buruk, dan dibuktikan oleh akibat yang jelek; karena hal itu menyebabkan kematian dari imam-imam Tuhan, seperti yang Daud pikirkan setelahnya dengan penyesalan, 1Samuel 22:22. Ia tak perlu menyembunyikan hal itu dari imam, karena kita boleh menganggap bahwa seandainya ia menceritakan kebenaran kepadanya, imam itu akan melindungi dan menolongnya dengan rela seperti yang telah dilakukan oleh Samuel, dan tahu dengan lebih baik bagaimana menasehatinya dan menanyakan Allah untuk dia. Orang-orang harus (berbicara dengan) bebas dengan pendeta-pendeta yang setia. Daud adalah seseorang dengan iman dan keberanian yang besar, tetapi sekarang keduanya hancur, dan ia jatuh dengan begitu buruk melalui rasa takut dan pengecut, dan keduanya disebabkan karena kelemahan dari imannya. Seandainya ia mempercayai Allah dengan benar, ia tidak akan menggunakan dusta yang berdosa dan menyedihkan seperti ini untuk melindungi dirinya sendiri. Ini dituliskan, bukan untuk kita tiru, tidak, bahkan tidak dalam kesukaran yang terbesar, tetapi sebagai peringatan bagi kita].
Jamieson, Fausset & Brown: “This was a direct falsehood, extorted through fear. David probably supposed, like many other persons, that a lie is quite excusable which is told for the sole purpose of saving the speaker’s life; ... But what is essentially sinful can never, from circumstances, change its immoral character; and David had to repent of this vice of lying” [= Ini merupakan suatu dusta yang terang-terangan, dihasilkan melalui rasa takut. Mungkin Daud menganggap, seperti banyak orang lain, bahwa suatu dusta bisa dimaafkan jika itu dikatakan hanya dengan tujuan menyelamatkan jiwa dari orang yang mengucapkannya; ... Tetapi apa yang secara hakiki adalah berdosa, tidak pernah, dari sikon, mengubah sifat tak bermoralnya; dan Daud harus bertobat dari kejahatan berdustanya ini].
Pulpit Commentary mengutip kata-kata Agustinus:
“Whoso thinketh that there is any kind of lie which is no sin deceiveth himself” (= Siapapun berpikir bahwa ada jenis dusta apapun yang bukan dosa, menipu dirinya sendiri) - hal 401.
Pulpit Commentary: “he was pressed by hunger and fear, and thereby tempted to invent a falsehood. If he had steadfastly set his face against the temptation his need would probably have been met in some other way. There is, strictly speaking, no such thing as a lie of necessity. A man my die of necessity, but not lie” (= ia ditekan oleh rasa lapar dan takut, dan dengan demikian dicobai untuk menciptakan suatu dusta. Seandainya ia dengan tabah / setia menghadapi pencobaannya, kebutuhannya mungkin akan dipenuhi dengan cara yang lain. Berbicara secara ketat, tidak ada apa yang dinamakan dusta karena keharusan / terpaksa. Seseorang boleh mati karena kebutuhan, tetapi tidak boleh berdusta) - hal 401.
3) Bdk. Efesus 4:25 - “Karena itu buanglah dusta dan berkatalah benar seorang kepada yang lain, karena kita adalah sesama anggota”.
Matthew Henry: “Of this sin the heathen were very guilty, affirming that a profitable lie was better than a hurtful truth; and therefore the apostle exhorts them to cease from lying, from every thing that is contrary to truth. This is a part of the old man that must be put off; and that branch of the new man that must be put on in opposition to it is speaking the truth in all our converse with others. It is the character of God’s people that they are children who will not lie, who dare not lie, who hate and abhor lying” (= Tentang dosa ini orang-orang kafir sangat bersalah, menegaskan bahwa dusta yang menguntungkan adalah lebih baik dari pada kebenaran yang merugikan; dan karena itu rasul-rasul mendesak mereka untuk berhenti dari dusta, dari segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran. Ini adalah bagian dari manusia lama yang harus ditanggalkan; dan sebaliknya ranting dari manusia baru yang harus dikenakan adalah mengucapkan kebenaran dalam semua pembicaraan kita dengan orang-orang lain. Merupakan karakter dari umat Allah bahwa mereka adalah anak-anak yang tidak akan berdusta, yang tidak berani berdusta, yang membenci dan jijik terhadap dusta).
Adam Clarke: “Truth was but of small account among many of even the best pagans, for they taught that on many occasions a lie was to be preferred to the truth itself. Dr. Whitby collects some of their maxims on this head. ... ‘A lie is better than a hurtful truth.’ ... ‘Good is better than truth.’ ... ‘When telling a lie will be profitable, let it be told.’ ... ‘He may lie who knows how to do it, ...in a suitable time.’ ... ‘There is nothing decorous in truth but when it is profitable; yea, sometimes ... truth is hurtful, and lying is profitable to men.’ ... Having been brought up in such a loose system of morality, these converted Gentiles had need of these apostolic directions; Put away lying; speak the truth: Let lying never come near you; let truth be ever present with you” (= Kebenaran adalah suatu yang bernilai kecil di antara banyak orang-orang kafir yang terbaik sekalipun, karena mereka mengajar bahwa dalam banyak peristiwa suatu dusta harus lebih dipilih dari pada kebenaran. Dr. Whitby mengumpulkan beberapa dari pepatah mereka di bawah judul ini. ... ‘Suatu dusta lebih baik dari pada kebenaran yang merugikan’. ... ‘Baik lebih baik dari pada benar’. ... ‘Pada waktu mengatakan suatu dusta akan menguntungkan, biarlah itu dikatakan’. ... ‘Ia yang tahu bagaimana melakukannya, boleh berdusta ... pada waktu yang cocok’. ... ‘Tidak ada apapun yang terhormat dalam kebenaran tetapi pada waktu itu menguntungkan; ya, kadang-kadang ... kebenaran itu merugikan, dan berdusta itu menguntungkan bagi manusia’. ... Dibesarkan dalam suatu sistim moral yang kendor seperti itu, orang-orang non Yahudi yang bertobat ini membutuhkan pengarahan-pengarahan rasuli ini; Buanglah dusta; katakanlah kebenaran: Janganlah dusta pernah mendekatimu; biarlah kebenaran selalu hadir denganmu).
Barnes’ Notes: “that lying is the universal vice of the pagan world. ... He who is in the habit of concealing the defects of an article in trade, or of commending it for more than its real value - ‘let him put away lying.’ ... he, or she, who instructs a servant to say that they are not at home, when they are at home: or that they are sick, when they are not sick or that they are engaged, when they are not engaged - ‘let them put away lying.’ ... he that is in the habit of giving a coloring to his narratives; of conveying a false impression by the introduction or the suppression of circumstances that are important to the right understanding of an account - ‘let him put away lying.’ ... he that is in the habit of making promises only to disregard them - ‘let him put away lying.’ The community is full of falsehoods of that kind, and they are not all confined to the people of the world. Nothing is more important in a community than simple ‘truth’ - and yet, it is to be feared that nothing is more habitually disregarded. ... ‘For we are members one of another.’ We belong to one body - the church - which is the body of Christ; ... The idea is, that falsehood tends to loosen the bonds of brotherhood. In the ‘human body’ harmony is observed. The eye never deceives the hand, nor the hand the foot, nor the heart the lungs. The whole move harmoniously as if the one could put the utmost confidence in the other - and falsehood in the church is as ruinous to its interests as it would be to the body if one member was perpetually practicing a deception on another” (= bahwa dusta adalah kejahatan universal dari dunia kafir. ... Ia yang terbiasa menyembunyikan cacat dari suatu barang dalam perdagangan, atau memujinya lebih dari nilai sebenarnya - ‘buanglah dusta’. ... Ia, yang menyuruh seorang pelayan untuk mengatakan bahwa mereka tidak di rumah, pada waktu mereka ada di rumah: atau bahwa mereka sakit, pada waktu mereka tidak sakit, atau bahwa mereka sibuk pada waktu mereka tidak sibuk - ‘buanglah dusta’. ... ia yang terbiasa memberi warna pada cerita-ceritanya; menyampaikan kesan yang salah oleh penyampaian itu, atau menahan / menyembunyikan peristiwa-peristiwa yang penting untuk pengertian yang benar dari suatu cerita - ‘buanglah dusta’. ... ia yang terbiasa membuat janji hanya untuk mengabaikannya - ‘buanglah dusta’. Masyarakat penuh dengan dusta dari jenis itu, dan hal-hal itu tidak hanya ada dalam diri orang-orang dunia. Tidak ada yang lebih penting dalam suatu masyarakat dari pada ‘kebenaran’ yang sederhana - tetapi dikuatirkan bahwa tidak ada yang secara terbiasa lebih diabaikan. ... ‘Karena kita adalah sesama anggota’. Kita termasuk dalam satu tubuh - gereja - yang adalah tubuh Kristus; ... Gagasannya adalah, bahwa dusta / kepalsuan cenderung untuk melonggarkan ikatan persaudaraan. Dalam ‘tubuh manusia’, keharmonisan dijalankan. Mata tidak pernah menipu tangan, atau tangan menipu kaki, atau jantung menipu paru-paru. Seluruhnya bergerak secara harmonis seakan-akan yang satu bisa meletakkan keyakinan yang sepenuhnya pada yang lain - dan dusta / kepalsuan dalam gereja sama menghancurkannya seperti jika dalam suatu tubuh satu anggota terus menerus mempraktekkan suatu tipuan terhadap yang lain).
4) Kalau saudara masih menganggap enteng dusta, perhatikan Wahyu 21:8 yang menunjukkan bahwa pendusta akan dibuang ke dalam neraka. Juga Kis 5:1-11 yang menunjukkan bahwa Ananias dan Safira dihukum mati karena berdusta.
5) Daud kelihatannya bertobat dari dusta ini.
Ini terlihat dari 1Sam 22:22 - “berkatalah Daud kepada Abyatar: ‘Memang pada hari itu juga ketika Doeg, orang Edom itu, ada di sana, aku telah tahu, bahwa pasti ia akan memberitahukannya kepada Saul. Akulah sebab utama dari pada kematian seluruh keluargamu”.
IV) Ahimelekh memberikan roti kudus dan pedang Goliat kepada Daud.
1) Roti kudus.
1 Samuel 21: 3-4: “(3) Maka sekarang, apa yang ada padamu? Berikanlah kepadaku lima roti atau apapun yang ada.’ (4) Lalu jawab imam itu kepada Daud: ‘Tidak ada roti biasa padaku, hanya roti kudus yang ada; asal saja orang-orangmu itu menjaga diri terhadap perempuan.’”.
a) Syarat menjaga diri / tak bersetubuh dengan perempuan (ay 4b).
Matthew Henry mengatakan bahwa apa yang dikatakan oleh Ahimelekh tentang syarat tak bersetubuh dengan perempuan, tidak mempunyai dasar. Mungkin itu ia ambil dari Kel 19:15, tetapi jelas bahwa sebetulnya itu tak ada hubungannya dengan peristiwa ini.
Keluaran 19:15 - “Maka kata Musa kepada bangsa itu: ‘Bersiaplah menjelang hari yang ketiga, dan janganlah kamu bersetubuh dengan perempuan.’”.
1 Samuel 21: 5: “Daud menjawab imam itu, katanya kepadanya: ‘Memang, kami tidak diperbolehkan bergaul dengan perempuan, seperti sediakala apabila aku maju berperang. Tubuh orang-orangku itu tahir, sekalipun pada perjalanan biasa, apalagi pada hari ini, masing-masing mereka tahir tubuhnya.’”.
Word Biblical Commentary mengatakan bahwa ‘tidak melakukan hubungan sex’ merupakan praktek yang umum dari orang-orang yang terlibat dalam holy war / perang kudus (Ulangan 23:9-14 Yosua 3:5 2Sam 11:11-12).
b) Roti itu sebetulnya hanya boleh dimakan oleh imam.
Kata-kata ‘roti biasa’ dikontraskan dengan ‘roti kudus’ yang hanya boleh dimakan oleh imam-imam.
Bdk. Im 24:9 - “Roti itu teruntuk bagi Harun serta anak-anaknya dan mereka harus memakannya di suatu tempat yang kudus; itulah bagian maha kudus baginya dari segala korban api-apian TUHAN; itulah suatu ketetapan untuk selama-lamanya.’”.
Pulpit Commentary: “We see that while the Mosaic ritual was in full force of its obligation the priest at Nob felt warranted to suspend one of its most minute regulations in order to relieve pressing human want. ... IT IS ONLY THE LETTER OF THE LAW, or the minutiƦ of religion observance, that may be thus dealt with. There are supreme obligations which not even a question of life and death may overrule” [= Kita melihat bahwa sementara upacara agama dari hukum Musa masih mewajibkan dengan kekuatan penuh, imam di Nob merasa perlu untuk menyingkirkan satu dari peraturan-peraturan yang paling kecil untuk bisa mengurangi kebutuhan manusia yang menekan. ... HANYALAH HURUF DARI HUKUM, atau upacara agama yang kecil, yang boleh ditangani seperti itu. Ada kewajiban-kewajiban yang tertinggi yang bahkan tak boleh dilanggar oleh persoalan tentang mati atau hidup] - hal 407.
Ada 3 hal yang ingin saya soroti dari kutipan di atas ini:
1. Huruf dari hukum boleh dilanggar.
Apa maksudnya? Kadang-kadang hukum secara hurufiah (the letter of the law) bertentangan dengan makna sesungguhnya (the spirit of the law). Misalnya: Kitab Suci mengecam suap, ini huruf dari hukum. Tetapi apa tujuannya / makna sebenarnya? Supaya keadilan dan kebenaran ditegakkan. Tetapi pada saat kita tidak nyogok dan keadilan justru diinjak-injak, saya berpendapat bahwa nyogok diijinkan.
2. Dalam persoalan hukum moral, tidak ada sikon yang membolehkan kita untuk. melanggarnya.
Contoh: Sadrakh, Messakh dan Abednego tak mau menyembah patung sekalipun harus dimasukkan ke dapur api, Daniel tak mau berhenti berdoa kepada Allah sekalipun harus dimasukkan gua singa. Juga Petrus jelas disalahkan karena menyangkal Yesus demi menyelamatkan nyawanya. Abraham dan Ishak juga disalahkan pada waktu berdusta untuk melindungi diri / istrinya (Kej 12:10-dst Kej 26:6-dst).
3. Hukum yang bersifat upacara (ceremonial law) boleh dilanggar dalam keadaan tertentu.
Larangan memakan roti kudus bagi orang-orang yang bukan imam, hanyalah hukum yang bersifat upacara. Dalam urusan Daud dan para pengikutnya yang kelaparan, maka hukum upacara itu boleh dilanggar.
Adam Clarke: “To this history our Lord alludes, Mark 2:25, in order to show that in cases of absolute necessity a breach of the ritual law was no sin. It was lawful only for the priests to eat the shew-bread; but David and his companions were starving, no other bread could be had at the time, and therefore he and his companions ate of it without sin” (= Cerita sejarah inilah yang disinggung oleh Tuhan kita, Mark 2:25, untuk menunjukkan bahwa dalam kasus kebutuhan yang mutlak, pelanggaran terhadap hukum yang bersifat upacara bukanlah dosa. Roti itu hanya boleh dimakan oleh imam-imam; tetapi Daud dan kawan-kawannya kelaparan, tidak ada roti lain yang bisa didapatkan pada saat itu, dan karena itu ia dan kawan-kawannya memakannya tanpa berdosa).
Bdk. Mat 12:3-4 - “(3) Tetapi jawab Yesus kepada mereka: ‘Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar, (4) bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan bagaimana mereka makan roti sajian yang tidak boleh dimakan, baik olehnya maupun oleh mereka yang mengikutinya, kecuali oleh imam-imam?”.
1 Samuel 21: 6: “Lalu imam itu memberikan kepadanya roti kudus itu, karena tidak ada roti di sana kecuali roti sajian; roti itu biasa diangkat orang dari hadapan TUHAN, supaya pada hari roti itu diambil, ditaruh lagi roti baru”.
Dari 1Sam 22:10 kelihatannya Ahimelekh berani memberikan roti itu karena ia sudah menanyakan hal itu kepada Tuhan.
1Samuel 22:10 - “Ia menanyakan TUHAN bagi Daud dan memberikan bekal kepadanya; juga pedang Goliat, orang Filistin itu, diberikannya kepadanya.’”.
Memang ada pro dan kontra tentang kata-kata ini, tetapi kalaupun Ahimelekh tidak menanyakan tentang roti itu kepada Tuhan, pemberiannya memang bisa dibenarkan. Ini dinyatakan oleh Yesus sendiri dalam Matius 12:3-4 yang sudah saya kutip di atas.
2) Pedang Goliat.
1 Samuel 21: 8-9: “(8) Berkatalah Daud kepada Ahimelekh: ‘Tidak adakah padamu di sini tombak atau pedang? Sebab baik pedangku maupun senjataku, tidak dapat kubawa, karena perintah raja itu mendesak.’ (9) Kemudian berkatalah imam itu: ‘Pedang Goliat, orang Filistin, yang kaupukul kalah di Lembah Tarbantin, itulah yang ada di sini, terbungkus dalam kain di belakang efod itu. Jika engkau hendak mengambilnya, ambillah; yang lain tidak ada, hanya ini.’ Kata Daud: ‘Tidak ada yang seperti itu; berikanlah itu kepadaku.’”.
BACA JUGA: MARKUS 12:41-44 (PERSEMBAHAN JANDA MISKIN)
Dalam 1Samuel 17:51, ia menggunakan pedang itu untuk memenggal kepala Goliat. Tetapi memenggal kepala orang yang sudah mati berbeda dengan menggunakannya dalam perkelahian. Goliat adalah raksasa dengan tinggi badan sekitar 290 cm, sehingga pasti pedangnya besar dan berat sekali. Bagaimana mungkin Daud kuat menggunakan pedang itu dalam perkelahian? Ada yang mengatakan bahwa mungkin Daud sudah bertumbuh dalam perawakan dan kekuatan dibandingkan dengan waktu ia mau berkelahi dengan Goliat, dimana ia tidak bisa menggunakan peralatan perang Saul (1Samuel 17:38-39). Karena itu sekarang ia bisa menggunakan pedang Goliat.
Saya berpikir bahwa ada kemungkinan Daud bukannya mau menggunakan pedang itu, tetapi hanya memilikinya sebagai peringatan akan pertolongan Tuhan baginya pada waktu mengalahkan Goliat.
Penerapan:
Mengingat kemenangan atau penyertaan / pertolongan dan berkat Tuhan di masa lalu, merupakan sesuatu yang penting bagi kita untuk menghadapi masa depan, khususnya yang penuh bahaya / penderitaan.
V) Doeg, si pembawa bencana.
1) Doeg ditahan di hadapan Tuhan.
1 Samuel 21: 7: “Maka pada hari itu juga ada di sana salah seorang pegawai Saul, yang dikhususkan melayani TUHAN; namanya Doeg, seorang Edom, pengawas atas gembala-gembala Saul”.
KJV/RSV//NIV/NASB: ‘detained before the LORD’ (= ditahan di hadapan TUHAN).
Matthew Henry: “there was one of Saul’s servants then attending before the Lord, Doeg by name, ... whatever his business was, it is said, he was detained before the Lord. He must attend and could not help it, but he was sick of the service, snuffed at it, and said, What a weariness is it! Mal. 1:13. He would rather have been any where else than before the Lord, and therefore, instead of minding the business he came about, was plotting to do David a mischief and to be revenged on Ahimelech for detaining him. God’s sanctuary could never secure such wolves in sheep’s clothing” (= di sana ada satu dari pelayan-pelayan Saul yang pada saat itu hadir di hadapan Tuhan. Ia harus hadir dan tidak bisa berbuat lain dari itu, tetapi ia muak terhadap pelayanan, meremehkannya, dan berkata, Alangkah membosankannya! Mal 1:13. Ia lebih memilih di tempat lain manapun juga dari pada di hadapan Tuhan, dan karena itu, dari pada mengurusi urusannya sendiri, ia datang ke sana, merencanakan dengan diam-diam suatu kejahatan terhadap Daud, dan untuk membalas dendam kepada Ahimelekh karena telah menahan dia. Tempat kudus Allah tidak pernah bisa mengamankan serigala dalam pakaian domba seperti itu).
Sikap Doeg yang digambarkan Matthew Henry ini bertentangan dengan sikap pemazmur dalam Maz 84:2,3,5,11 - “(2) Betapa disenangi tempat kediamanMu, ya TUHAN semesta alam! (3) Jiwaku hancur karena merindukan pelataran-pelataran TUHAN; hatiku dan dagingku bersorak-sorai kepada Allah yang hidup. ... (5) Berbahagialah orang-orang yang diam di rumahMu, yang terus-menerus memuji-muji Engkau. Sela ... (11) Sebab lebih baik satu hari di pelataranMu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik”.
Apakah saudara rindu, senang dan krasan berada dalam gereja? Lebih dari di tempat lain? Atau sebaliknya, saudara muak berada di gereja, dan kalau ke gereja selalu ingin cepat-cepat pulang? Saudara lebih mirip dengan Doeg atau si pemazmur?
2) Does menyebabkan dusta Daud terbongkar.
Pulpit Commentary: “Little did David think of seeing Doeg the Edomite detained (literally, shut up) in the tabernacle, to witness his deception with quick eyes and ears, and ready to reveal it with a tongue ‘like a sharp razor, working deceitfully’ (Ps. 52:2). ... However cautious men may be in practising deceit, they can never calculate upon all the means by which it may be discovered” [= Daud tak pernah berpikir akan melihat Doeg, orang Edom itu, ditahan (secara hurufiah, dikurung) di Kemah Suci, untuk menyaksikan tipuannya dengan mata dan telinga yang cepat, dan siap untuk menyatakannya dengan lidah yang ‘seperti pisau cukur yang tajam, bekerja secara menipu’ (Maz 52:4). ... Bagaimanapun hati-hatinya orang dalam mempraktekkan tipuan, mereka tidak pernah bisa memperhitungkan semua cara oleh mana itu akan terbongkar] - hal 402.
Mazmur 52:1-4 - “(1) Untuk pemimpin biduan. Nyanyian pengajaran Daud, (2) ketika Doeg, orang Edom itu, datang memberitahukan kepada Saul, bahwa Daud telah sampai di rumah Ahimelekh. (3) Mengapa engkau memegahkan diri dengan kejahatan, hai pahlawan, terhadap orang yang dikasihi Allah sepanjang hari? (4) Engkau merancangkan penghancuran, lidahmu seperti pisau cukur yang diasah, hai engkau, penipu!”.
Bagian yang saya garis bawahi itu dalam KJV berbunyi: ‘like a sharp razor, working deceitfully’ (= seperti pisau cukur yang tajam, bekerja secara menipu).
3) Apa kurang ajarnya Doeg?
1Samuel 22:9-10: “(9) Lalu menjawablah Doeg, orang Edom itu, yang berdiri dekat para pegawai Saul, katanya: ‘Telah kulihat, bahwa anak Isai itu datang ke Nob, kepada Ahimelekh bin Ahitub. (10) Ia menanyakan TUHAN bagi Daud dan memberikan bekal kepadanya; juga pedang Goliat, orang Filistin itu, diberikannya kepadanya.’”.
Doeg melaporkan kepada Saul bahwa Ahimelekh memintakan petunjuk Tuhan untuk Daud, dan memberikan bekal dan pedang Goliat kepadanya.
Matthew Henry: “All this was true; but it was not the whole truth. He ought to have told Saul further that David had made Ahimelech believe he was then going upon the king’s business; so that what service he did to David, however it proved, was designed in honour to Saul, and this would have cleared Ahimelech, whom Saul had in his power, and would have thrown all the blame upon David, who was out of his reach” (= Semua ini benar; tetapi itu bukan seluruh kebenaran. Ia seharusnya memberitahu Saul lebih lanjut bahwa Daud telah membuat Ahimelekh percaya bahwa pada saat itu ia sedang melakukan urusan raja; sehingga pelayanan apa yang ia lakukan kepada Daud, bagaimanapun itu dibuktikan, ditujukan untuk menghormati Saul, dan ini akan membersihkan Ahimelekh, yang ada dalam kuasa Saul, dan akan melemparkan semua kesalahan kepada Daud, yang ada di luar jangkauannya).
Jadi kurang ajarnya Doeg bukan hanya melaporkan hal itu kepada Saul, tetapi juga menceritakan setengah kebenaran, yang pada hakekatnya adalah dusta / fitnah!
Dusta Daud kepada Ahimelekh, kekurang-ajaran Doeg yang hanya menceritakan setengah kebenaran, akhirnya menyebabkan semua imam dan penduduk Nob dibunuh. Perhatikan betapa berbahayanya penggunaan lidah yang salah!
Bdk. Yakobus 3:5-6 - “(5) Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar. Lihatlah, betapapun kecilnya api, ia dapat membakar hutan yang besar. (6) Lidahpun adalah api; ia merupakan suatu dunia kejahatan dan mengambil tempat di antara anggota-anggota tubuh kita sebagai sesuatu yang dapat menodai seluruh tubuh dan menyalakan roda kehidupan kita, sedang ia sendiri dinyalakan oleh api neraka”.
Karena itu, hati-hatilah dalam menggunakan lidah saudara; jangan biarkan lidah saudara menjadi alat setan!.1 SAMUEL 21:1-9 (DUSTA DAUD DAN BERTEMU AHIMELEKH)
-AMIN-