MAKSUD KATA KITA DALAM KEJADIAN 1:26-27
Pdt. Esra Alfred Soru, MPdK.
Kejadian 1:26-27 mencatat penciptaan manusia oleh Allah.gadget, bisnis, otomotif |
Kejadian 1:26-27 – (26)Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi." (27) Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.
Dan satu hal yang menyolok adalah penggunaan kata bentuk jamak yang menunjuk pada diri Allah yang muncul dalam ayat 26.
Kejadian 1:26 - Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, ….”
Penggunaan kata bentuk jamak ini menarik mengingat bahwa Alkitab dengan tegas mengatakan bahwa Allah itu esa / satu.
Ulangan 6:4 - Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!
1 Raja-Raja 8:60 - supaya segala bangsa di bumi tahu, bahwa TUHAN-lah Allah, dan tidak ada yang lain
Nah, jika Allah itu esa/satu, maka pada saat Ia menciptakan manusia, logis untuk mengatakan “Baiklah Aku menciptakan manusia menurut gambar dan rupa Ku…” tetapi yang nampak dalam Kejadian 1:26 tidaklah demikian melainkan menggunakan kata bentuk jamak “Kita”. Kalau begitu, apa maksud kata “Kita” dalam Kejadian 1: 26 ini? Sepanjang sejarah penafsiran Alkitab, muncul beragam penafsiran :
1. Ada yang mengatakan bahwa ini adalah jamak kehormatan (Plural Majestaticus).
Untuk memahami apa yang dimaksud dengan jamak kehormatan ini, perhatikan penjelasan Stephen Tong berikut ini :
Stephen Tong – Semua agama di Timur mempunyai kebiasaan memanggil dewa mereka dengan istilah jamak, bukan tunggal. Bagi mereka istilah dalam bentuk tunggal tidak cukup lengkap untuk menjelaskan mengenai dewa/ilah karena dewa/ilah lebih besar dari manusia. Ilah itu begitu besar, sehingga manusia tidak boleh menyebutnya dengan memakai kata benda tunggal, harus jamak. Meskipun hanya satu dewa, tetap tidak diizinkan menyebutnya dengan singular form, harus plural form. Ini adalah bentuk bahasa agama yang berlaku pada 1500 tahun sebelum Yesus lahir di Timur Tengah, yang disebut sebagai majestic pluralism. (Peta & Teladan Allah, hal. 8).
Karena itu mereka beranggapan bahwa kata “Kita” dalam Kejadian 1:26 hanyalah sekedar sapaan penghormatan kepada Allah dalam tradisi religius orang Timur Tengah. Tetapi ada 2 keberatan terhadap pandangan ini :
Dan satu hal yang menyolok adalah penggunaan kata bentuk jamak yang menunjuk pada diri Allah yang muncul dalam ayat 26.
Kejadian 1:26 - Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, ….”
Penggunaan kata bentuk jamak ini menarik mengingat bahwa Alkitab dengan tegas mengatakan bahwa Allah itu esa / satu.
Ulangan 6:4 - Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!
1 Raja-Raja 8:60 - supaya segala bangsa di bumi tahu, bahwa TUHAN-lah Allah, dan tidak ada yang lain
Nah, jika Allah itu esa/satu, maka pada saat Ia menciptakan manusia, logis untuk mengatakan “Baiklah Aku menciptakan manusia menurut gambar dan rupa Ku…” tetapi yang nampak dalam Kejadian 1:26 tidaklah demikian melainkan menggunakan kata bentuk jamak “Kita”. Kalau begitu, apa maksud kata “Kita” dalam Kejadian 1: 26 ini? Sepanjang sejarah penafsiran Alkitab, muncul beragam penafsiran :
1. Ada yang mengatakan bahwa ini adalah jamak kehormatan (Plural Majestaticus).
Untuk memahami apa yang dimaksud dengan jamak kehormatan ini, perhatikan penjelasan Stephen Tong berikut ini :
Stephen Tong – Semua agama di Timur mempunyai kebiasaan memanggil dewa mereka dengan istilah jamak, bukan tunggal. Bagi mereka istilah dalam bentuk tunggal tidak cukup lengkap untuk menjelaskan mengenai dewa/ilah karena dewa/ilah lebih besar dari manusia. Ilah itu begitu besar, sehingga manusia tidak boleh menyebutnya dengan memakai kata benda tunggal, harus jamak. Meskipun hanya satu dewa, tetap tidak diizinkan menyebutnya dengan singular form, harus plural form. Ini adalah bentuk bahasa agama yang berlaku pada 1500 tahun sebelum Yesus lahir di Timur Tengah, yang disebut sebagai majestic pluralism. (Peta & Teladan Allah, hal. 8).
Karena itu mereka beranggapan bahwa kata “Kita” dalam Kejadian 1:26 hanyalah sekedar sapaan penghormatan kepada Allah dalam tradisi religius orang Timur Tengah. Tetapi ada 2 keberatan terhadap pandangan ini :
Jika tradisi ini benar sekalipun, itu harus tetap ditolak dalam kaitan dengan Kejadian 1:26 karena tradisi itu merupakan cara panggilan manusia kepada Allah sedangkan Kejadian 1:26 mengatakan bahwa Allahlah yang berbicara bukan manusia yang berbicara tentang Allah.
Kejadian 1:26 - Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, ….”
Selain itu kata ganti “Kita” ini juga muncul dalam Kejadian 3:22 yang dari formula kalimatnya tak mungkin diartikan sebagai jamak kehormatan.
Kejadian 3:22 - Berfirmanlah TUHAN Allah: "Sesungguhnya manusia itu telah menjadi seperti salah satu dari Kita, ….”
Dengan demikian pandangan tentang jamak kehormatan ini mesti ditolak.
2. Ada yang mengatakan bahwa ini adalah bentuk pemuliaan diri sendiri.
Pandangan ini mengakui bahwa memang dalam ayat tersebut Allahlah yang berbicara bukan sapaan manusia kepada Allah. Tetapi mereka lalu menafsirkan bahwa penggunaan bentuk jamak oleh Allah sendiri menunjukkan bahwa Allah sementara memuliakan diri-Nya sendiri. Tetapi Louis Berkhof menganggap bahwa ini adalah asumsi yang tidak masuk di akal.
Louis Berkhof – Mengapa harus ada pemuliaan diri sendiri dalam bentuk jamak kecuali jika memang ada pluralitas dalam diri Allah. (Teologi Ssistematika – Doktrin Manusia, hal. 6).
3. Ada yang mengatakan bahwa ini menunjuk pada Allah dan dewan surgawi (malaikat-malaikat-Nya).
Dikatakan bahwa Allah sementara mengajak malaikat-malaikat-Nya untuk turut mencipta manusia. Keberatan untuk pandangan ini adalah :
Di seluruh Alkitab tidak pernah dikatakan bahwa malaikat menjadi pencipta manusia.
Kejadian 1:26 - Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, ….”
Selain itu kata ganti “Kita” ini juga muncul dalam Kejadian 3:22 yang dari formula kalimatnya tak mungkin diartikan sebagai jamak kehormatan.
Kejadian 3:22 - Berfirmanlah TUHAN Allah: "Sesungguhnya manusia itu telah menjadi seperti salah satu dari Kita, ….”
Dengan demikian pandangan tentang jamak kehormatan ini mesti ditolak.
2. Ada yang mengatakan bahwa ini adalah bentuk pemuliaan diri sendiri.
Pandangan ini mengakui bahwa memang dalam ayat tersebut Allahlah yang berbicara bukan sapaan manusia kepada Allah. Tetapi mereka lalu menafsirkan bahwa penggunaan bentuk jamak oleh Allah sendiri menunjukkan bahwa Allah sementara memuliakan diri-Nya sendiri. Tetapi Louis Berkhof menganggap bahwa ini adalah asumsi yang tidak masuk di akal.
Louis Berkhof – Mengapa harus ada pemuliaan diri sendiri dalam bentuk jamak kecuali jika memang ada pluralitas dalam diri Allah. (Teologi Ssistematika – Doktrin Manusia, hal. 6).
3. Ada yang mengatakan bahwa ini menunjuk pada Allah dan dewan surgawi (malaikat-malaikat-Nya).
Dikatakan bahwa Allah sementara mengajak malaikat-malaikat-Nya untuk turut mencipta manusia. Keberatan untuk pandangan ini adalah :
Di seluruh Alkitab tidak pernah dikatakan bahwa malaikat menjadi pencipta manusia.
Kalau ditafsirkan demikian maka berarti manusia juga dicipta dengan gambar dan rupa malaikat. Ini jelas ajaran yang tidak Alkitabiah.
Jikalau malaikat juga mencipta manusia maka kedudukan malaikat akan menjadi setara dengan Allah dan berhak atas penyembahan manusia. Padahal hal itu jelas dilarang dalam Alkitab!
Perhatikan baik-baik :
Kejadian 1:26-27 – (26) Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita,…" (27) Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.
Jelas bahwa kata ‘Kita’ dan ‘Nya’ menunjuk kepada Allah sendiri.
Jelas terlihat bahwa semua penafsiran itu tidak masuk akal. Jika demikian siapakah yang dimaksudkan dengan “KITA” dalam Kejadian 1:26 itu? Saya percaya ini menunjuk pada Allah Tritunggal (Bapa, Anak dan Roh Kudus) yang memang adalah Allah yang esa itu.
Stephen Tong – “…mengapa Allah menyebut "Kita" adalah bahwa Allah adalah Allah yang Tritunggal. Keesaan Allah yang di dalamnya ada Allah Bapa, Allah Anak, Allah Roh Kudus, menciptakan suatu dialog di antara ketiga Oknum itu sendiri. Allah dalam tiga Oknum ini sedang berdiskusi, merencanakan sesuatu bagi ciptaan teragung sehingga ditulis demikian jelas proses dari penciptaan itu. (Peta dan Teladan Allah, hal. 9).
Fakta ini menarik karena di dalam penciptaan yang lain, hanya dikatakan bahwa Allah berfirman dan semuanya jadi. Tetapi sewaktu menciptakan manusia tidak demikian formulanya melainkan : “Baiklah Kita menjadikan manusia…” (Kejadian 1:26). Kesan yang ditangkap adalah bahwa untuk menciptakan manusia, terlebih dahulu telah terjadi semacam “perundingan” atau “rapat” ilahi di antara oknum-oknum Tritunggal.
R. Soedarmo - Tuhan Allah waktu menjadikan makhluk-makhluk lain hanya berfirman saja “Jadilah ini” dan “Jadilah itu”. Tetapi ketika Tuhan akan menjadikan manusia, Ia bermusyawarah. (Ikhtisar Dogmatika, hal. 139).
Budi Asali - Allah berunding dulu sebelum menciptakan manusia (Kejadian 1:26-27). Ini adalah perundingan ilahi, karena dilakukan antar pribadi-pribadi dalam Allah Tritunggal. Ini tidak pernah Ia lakukan sebelumnya, pada waktu Ia menciptakan ciptaan yang lain. (Eksposisi Kitab Kejadian, hal.9).
Stephen Tong – Sebelum Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus mencipta, Mereka berdiskusi dan Allah berkata, 'Mari Kita menciptakan manusia menurut peta dan teladan Kita." (Peta dan Teladan Allah, hal. 9).
Semua ini menunjukkan bahwa manusia sangat berharga dan istimewa di hadapan Allah.
Anthony Hoekema - Ini mengindikasikan bahwa penciptaan manusia memiliki kelas tersendiri, karena ungkapan ini tidak dipakai untuk ciptaan lain yang mana pun…. Juga harus diperhatikan bahwa ada sebuah perencanaan yang mendahului penciptaan manusia: "Marilah Kita menjadikan manusia...." Hal ini sekali lagi menunjukkan keunikan dalam penciptaan manusia. Perencanaan ilahi seperti ini tidak pernah dikaitkan dengan ciptaan lain. (Manusia : Ciptaan Menurut Gambar Allah, hal. 16-17).
BACA JUGA: ARTI KATA "KITA" UNTUK ALLAH (KEJADIAN 1:26)
Jika Allah saja begitu menghargai manusia dan menganggapnya begitu istimewa, maka sudah seharusnya manusia sendiri memandang manusia itu sebagai sesuatu yang berharga dan istimewa. Dalam hal ini :
1. Manusia harus menghargai dirinya sendiri.
Seorang manusia harus belajar untuk menilai dirinya sebagaimana Allah menilainya dan jikalau Allah sangat menghargai dan menganggap seorang manusia begitu istimewa maka seorang manusia harus juga melihat dirinya demikian adanya. Karena itu janganlah kita menjadi orang yang rendah diri hanya karena wajah tidak secantik dan setampan orang lain. Janganlah kita menjadi orang yang rendah diri hanya karena kulit tidak seterang orang lain. Janganlah kita menjadi orang yang rendah diri hanya karena rambut tidak selurus orang lain. Janganlah kita menjadi orang yang rendah diri hanya karena otak tidak sepintar orang lain. Janganlah kita menjadi orang yang rendah diri hanya karena uang tidak sebanyak orang lain. Janganlah kita menjadi orang yang rendah diri hanya karena nama tidak setenar orang lain. Janganlah kita menjadi orang yang rendah diri hanya karena lidah tidak sefasih orang lain. Janganlah kita menjadi orang yang rendah diri hanya karena kesehatan tidak sebaik orang lain, dll. Rendah diri menunjukkan bahwa kita kurang menghargai diri kita sendiri sebagaimana Allah menghargainya.
2. Manusia harus menghargai orang lain.
Karena orang lain juga adalah manusia seperti kita maka kita juga harus belajar untuk menghargai orang lain sebagaimana Allah juga menghargai mereka. Kita tidak boleh menganggap remeh orang lain, memperlakukan mereka secara berbeda apalagi menghina mereka hanya karena wajah mereka tidak secantik dan setampan kita, kulit mereka tidak seterang kita, rambut mereka tidak selurus kita dan lain sebagainya. Saya pernah mendengar ada orang berkomentar tentang seseorang. Ia berkata : “Bayangkan sudah hitam, keriting, hidup lagi!”. Jadi menurut orang ini seharusnya orang hitam dan keriting itu tidak boleh hidup. Ini jelas adalah penghinaan. Kita tidak boleh menganggap remeh orang lain, memperlakukan mereka secara berbeda apalagi menghina mereka hanya karena otak mereka tidak sepintar kita, uang mereka tidak sebanyak uang kita, nama mereka tidak setenar nama kita, lidah mereka tidak sefasih kita, kesehatan mereka tidak sebaik kita, dan lain sebagainya. Ingat, Anda adalah makhluk yang istimewa dan berharga di mata Tuhan, demikian juga sesama manusia Anda. Hargailah dirimu dan orang lain juga!. MAKSUD KATA "KITA" DALAM KEJADIAN 1:26-27.
Perhatikan baik-baik :
Kejadian 1:26-27 – (26) Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita,…" (27) Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.
Jelas bahwa kata ‘Kita’ dan ‘Nya’ menunjuk kepada Allah sendiri.
Jelas terlihat bahwa semua penafsiran itu tidak masuk akal. Jika demikian siapakah yang dimaksudkan dengan “KITA” dalam Kejadian 1:26 itu? Saya percaya ini menunjuk pada Allah Tritunggal (Bapa, Anak dan Roh Kudus) yang memang adalah Allah yang esa itu.
Stephen Tong – “…mengapa Allah menyebut "Kita" adalah bahwa Allah adalah Allah yang Tritunggal. Keesaan Allah yang di dalamnya ada Allah Bapa, Allah Anak, Allah Roh Kudus, menciptakan suatu dialog di antara ketiga Oknum itu sendiri. Allah dalam tiga Oknum ini sedang berdiskusi, merencanakan sesuatu bagi ciptaan teragung sehingga ditulis demikian jelas proses dari penciptaan itu. (Peta dan Teladan Allah, hal. 9).
Fakta ini menarik karena di dalam penciptaan yang lain, hanya dikatakan bahwa Allah berfirman dan semuanya jadi. Tetapi sewaktu menciptakan manusia tidak demikian formulanya melainkan : “Baiklah Kita menjadikan manusia…” (Kejadian 1:26). Kesan yang ditangkap adalah bahwa untuk menciptakan manusia, terlebih dahulu telah terjadi semacam “perundingan” atau “rapat” ilahi di antara oknum-oknum Tritunggal.
R. Soedarmo - Tuhan Allah waktu menjadikan makhluk-makhluk lain hanya berfirman saja “Jadilah ini” dan “Jadilah itu”. Tetapi ketika Tuhan akan menjadikan manusia, Ia bermusyawarah. (Ikhtisar Dogmatika, hal. 139).
Budi Asali - Allah berunding dulu sebelum menciptakan manusia (Kejadian 1:26-27). Ini adalah perundingan ilahi, karena dilakukan antar pribadi-pribadi dalam Allah Tritunggal. Ini tidak pernah Ia lakukan sebelumnya, pada waktu Ia menciptakan ciptaan yang lain. (Eksposisi Kitab Kejadian, hal.9).
Stephen Tong – Sebelum Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus mencipta, Mereka berdiskusi dan Allah berkata, 'Mari Kita menciptakan manusia menurut peta dan teladan Kita." (Peta dan Teladan Allah, hal. 9).
Semua ini menunjukkan bahwa manusia sangat berharga dan istimewa di hadapan Allah.
Anthony Hoekema - Ini mengindikasikan bahwa penciptaan manusia memiliki kelas tersendiri, karena ungkapan ini tidak dipakai untuk ciptaan lain yang mana pun…. Juga harus diperhatikan bahwa ada sebuah perencanaan yang mendahului penciptaan manusia: "Marilah Kita menjadikan manusia...." Hal ini sekali lagi menunjukkan keunikan dalam penciptaan manusia. Perencanaan ilahi seperti ini tidak pernah dikaitkan dengan ciptaan lain. (Manusia : Ciptaan Menurut Gambar Allah, hal. 16-17).
BACA JUGA: ARTI KATA "KITA" UNTUK ALLAH (KEJADIAN 1:26)
Jika Allah saja begitu menghargai manusia dan menganggapnya begitu istimewa, maka sudah seharusnya manusia sendiri memandang manusia itu sebagai sesuatu yang berharga dan istimewa. Dalam hal ini :
1. Manusia harus menghargai dirinya sendiri.
Seorang manusia harus belajar untuk menilai dirinya sebagaimana Allah menilainya dan jikalau Allah sangat menghargai dan menganggap seorang manusia begitu istimewa maka seorang manusia harus juga melihat dirinya demikian adanya. Karena itu janganlah kita menjadi orang yang rendah diri hanya karena wajah tidak secantik dan setampan orang lain. Janganlah kita menjadi orang yang rendah diri hanya karena kulit tidak seterang orang lain. Janganlah kita menjadi orang yang rendah diri hanya karena rambut tidak selurus orang lain. Janganlah kita menjadi orang yang rendah diri hanya karena otak tidak sepintar orang lain. Janganlah kita menjadi orang yang rendah diri hanya karena uang tidak sebanyak orang lain. Janganlah kita menjadi orang yang rendah diri hanya karena nama tidak setenar orang lain. Janganlah kita menjadi orang yang rendah diri hanya karena lidah tidak sefasih orang lain. Janganlah kita menjadi orang yang rendah diri hanya karena kesehatan tidak sebaik orang lain, dll. Rendah diri menunjukkan bahwa kita kurang menghargai diri kita sendiri sebagaimana Allah menghargainya.
2. Manusia harus menghargai orang lain.
Karena orang lain juga adalah manusia seperti kita maka kita juga harus belajar untuk menghargai orang lain sebagaimana Allah juga menghargai mereka. Kita tidak boleh menganggap remeh orang lain, memperlakukan mereka secara berbeda apalagi menghina mereka hanya karena wajah mereka tidak secantik dan setampan kita, kulit mereka tidak seterang kita, rambut mereka tidak selurus kita dan lain sebagainya. Saya pernah mendengar ada orang berkomentar tentang seseorang. Ia berkata : “Bayangkan sudah hitam, keriting, hidup lagi!”. Jadi menurut orang ini seharusnya orang hitam dan keriting itu tidak boleh hidup. Ini jelas adalah penghinaan. Kita tidak boleh menganggap remeh orang lain, memperlakukan mereka secara berbeda apalagi menghina mereka hanya karena otak mereka tidak sepintar kita, uang mereka tidak sebanyak uang kita, nama mereka tidak setenar nama kita, lidah mereka tidak sefasih kita, kesehatan mereka tidak sebaik kita, dan lain sebagainya. Ingat, Anda adalah makhluk yang istimewa dan berharga di mata Tuhan, demikian juga sesama manusia Anda. Hargailah dirimu dan orang lain juga!. MAKSUD KATA "KITA" DALAM KEJADIAN 1:26-27.