EMPAT KEUNIKAN PENDERITAAN YESUS KRISTUS

Senny Pellokila,S.E.

Yesus Kristus merupakan Firman yang telah menjadi manusia (Yohanes 1:1) dan pernah tinggal diantara kita. Kedatangan-Nya sangat diharapkan oleh banyak orang Israel (Lukas 2:28), tetapi keberadaan-Nya ditolak oleh orang yang menantikan dia (Yohanes 1:11). 
EMPAT KEUNIKAN PENDERITAAN YESUS KRISTUS
gadget, bisnis, otomotif
Sebagai seorang manusia sejati Ia juga mengalami sifat dan permasalahan manusia: Ia lahir dari seorang wanita (Matius 1:8 – 2:11), Ia berkembang secara normal (Lukas 2:40, Lukas 2:52), Ia mempunyai nama manusia (Mat 1:21), Ia pernah lelah (Yohanes 4:6), lapar (Matius 4:2), haus (Yohanes 19:28), pernah tidur (Matius 8:24), dicobai (Lukas 4:13, Matius 4:1-11), dan mengharapkan kekuatan dari Bapak-Nya yang di sorga (Markus 1:35, Yohanes 6:15) 

Hidupnya sangat singkat umur 30 tahun barulah Ia keluar melayani (Lukas 3:23)3, dan Ia hanya melayani kurang lebih 3,5 tahun, dalam pelayanan-Nya Ia hanya punya 12 murid, Ia tidak pernah mendirikan gereja, tetapi setelah kematian dan kebangkitan-Nya berjuta orang rela menderita dan mati demi nama-Nya.

Ia mempunyai sejarah kehidupan yang begitu berbeda dengan manusia umumnya: Pada waktu lahir meminjam palungan, (Lukas 2:7) Selama karya-Nya tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap (Lukas 9:58), pada waktu hidup dikagumi (Lukas 19:37-38) tetapi pada waktu mati dipinjamkan kuburan (Lukas 23:53, Mat 27:60). Ia sangat tahu bahwa Ia datang untuk menderita, ditolak oleh pemimpin-pemimpin agama, imam-imam kepala dan akhirnya dibunuh (Markus 8:31, 9:31). 

Hidupnya penuh keunikan dan penderitaan, Alexander White mengatakan: “On every Page of the four gospel, you will read how went about doing good with all patience and long-suffering and loving-kindness. Oleh karena itulah saya tertarik untuk menulis satu bagian dari karya Kristus yaitu keunikan penderitaan-Nya.

II. KEUNIKAN PENDERITAAN YESUS KRISTUS

Kristus mengalami penderitaan baik tubuh maupun jiwa. Hal ini dikarenakan bahwa tubuh dan jiwa manusia seluruhnya telah dipengaruhi oleh dosa, maka hukuman atas dosa juga mencakup keduanya. Oleh karena itu Kristus harus mengalami penderitaan pada tubuh dan jiwa-Nya agar ia bisa menebus dosa manusia secara sempurna. Karena jika Ia tidak punya pengalaman-pengalaman manusia maka Ia tidak pernah merasakan apa yang manusia alami, maka penderitaan dan penebusannya tidak mempunyai nilai.

Pada waktu Kristus dicambuki dan disalibkan jelas itu merupakan penderitaan jasmani. Pada waktu Ia dihina, diludahi, nyaris ditelanjangi di depan umum, dan terutama ditinggalkan oleh Bapa-Nya, itu merupakan penderitaan jiwa atau rohani. Jadi dalam hal ini penderitaan Kristus bukanlah sekadar rasa sakit fisik yang tercakup dalam esensi penderitaan-Nya tetapi juga rasa sakit yang disertai penderitaan rohani dan kesadaran sebagai seorang pengantara atas dosa umat manusia yang ditanggung-Nya.

Tetapi walaupun ia mengalami penderitaan tubuh dan jiwa yang hampir sama dengan manusia pada umumnya tetapi penderitaan tersebut adalah penderitaan yang unik, yang begitu berbeda dengan penderitaan yang dialami manusia pada umumnya, ada 4 (empat) keunikan penderitan Yesus Kristus:

1. Yesus Kristus Mengalami Penderitaan Sepanjang Hidup-Nya.

Berkhof menyatakan, kita cenderung berpikir bahwa penderitaan Kristus di kayu salib merupakan penggenapan dari seluruh penderitaan-Nya, tetapi sesungguhnya keseluruhan hidup-Nya adalah penderitaan7. Ada dua alasan yang menunjukkan bahwa Kristus mengalami penderitaan selama hidup-Nya.

A. Akibat Inkarnasi Kristus
Kristus adalah Allah yang harus dihormati, ditinggikan, dimuliakan, tetapi Ia rela menjadi manusia berdosa. Berkhof mengatakan: Ia harus mengambil rupa seorang hamba, padahal Ia adalah Allah semesta langit. Ia yang tidak berdosa setiap hari harus berhubungan dengan manusia berdosa. Hidup-Nya yang kudus harus menderita di dalam dunia yang terkutuk karena dosa. Surat Ibrani 2:9 menyatakan: “Tetapi Dia untuk waktu yang singkat dibuat lebih rendah daripada malaikat-malaikat…” Bukan sama dengan malaikat-malaikat yang adalah ciptaan-Nya tetapi lebih rendah. Maka sulit dibayangkan penderitaan yang dialami Kristus akibat perubahan kedudukan tersebut. 

Berkhof merinci penderitaan-Nya sebagai berikut:

(1) Kenyataan bahwa Ia adalah Tuhan atas alam semesta harus menempati kedudukan manusia, bahkan kedudukan sebagai budak atau hamba yang terikat, dan bahwa Ia yang memiliki segala hak untuk memerintah sekarang harus diperintah dan harus taat. 

(2) Kenyataan bahwa Ia yang murni dan kudus harus hidup dalam lingkungan dan suasana yang sudah dicemari dosa, tiap hari harus bergaul dengan orang berdosa, dan senantiasa harus diingatkan tentang betapa besarnya dosa yang harus dipikul-Nya oleh karena dosa umat-Nya. 

(3) Kemahatahuan dan Kesadaran-Nya yang sempurna dan antisipasinya yang jelas sejak awal kehidupan-Nya tentang penderitaan yang akan dialami-Nya nanti, jelas tidak menimbulkan kegembiraan.

Bahkan Nifrik dan Boland mengatakan: Jika Injil Matius menceritakan bahwa Yesus mengusir roh-roh jahat dan menyembuhkan banyak orang, itu tidak bisa diartikan sebagai tanda kekuasaan atau kemuliaan karena Ia adalah Allah, tetapi sebagai tanda bahwa Yesus hamba Tuhan yang menderita,

Matius 8:16-17 “menjelang malam dibawa kepada Yesus banyak orang yang kerasukan setan dan dengan sepatah kata Yesus mengusir roh-roh itu dan menyembuhkan semua orang… Hal itu terjadi supaya genaplah firman yang disampaikan oleh Nabi Yesaya: Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita”.

Jadi karena Kristus rela menjadi manusia menyebabkan Ia harus mengalami penderitaan sepanjang hidup-Nya.

B. Akibat Ketaatan-Nya Kepada Allah
Kristus menderita bukan karena Ia tidak taat pada Allah, tetapi Ia menderita karena ketaatan-Nya. Dan ketaatan ini haruslah ketaatan yang sempurna, karena sekali ia jatuh dalam dosa / tidak taat pada Allah maka Ia tidak layak menjadi juruselamat. Iblis berusaha untuk menjatuhkan Dia (Matius 4:1-11, Lukas 4:1-13)11 tetapi tidak berhasil, bahkan dalam Lukas 4:13 dikatakan Iblis menunggu kesempatan yang tepat untuk menjatuhkan Dia. 

Hal itu menunjukkan dua hal: (1) Ada suatu continuitas dalam pencobaan terhadap diri Tuhan Yesus. (2) Kata kesempatan (Yunani: kairos) menunjukkan bahwa Iblis mencari kesempatan di mana Tuhan Yesus betul-betul lemah secara fisik sehingga bisa tidak kuat menghadapi pencobaan.

Tujuan Iblis mencobai agar seseorang itu tidak taat pada Allah dan meninggalkan Allah, maka Iblis akan mencobai terus-menerus orang yang dekat dengan Tuhan. Secara logika kalau seseorang itu bisa bertahan dalam menghadapi pencobaan, maka Iblis pasti akan berusaha dengan pencobaan yang lebih berat atau lebih kuat untuk menjatuhkan dia, maka menurut penulis dalam hidup-Nya, Kristus menghadapi pencobaan yang semakin lama semakin berat. 

Apalagi pencobaan yang semakin berat itu juga terjadi pada saat secara fisik Kristus begitu lemah, yaitu pencobaan pada waktu masa penyaliban. Pencobaan yang sangat berat itu terlihat dari doa Kristus yang menolak cawan tersebut sebanyak 3 kali, walaupun akhirnya tetap taat pada Allah. Dan kondisi paling lemah secara fisik pun dialami, karena mulai dari hari Kamis Ia tidak tidur, kemudian dianiaya dan dicambuk sebanyak 39 kali sebelum digantung di kayu salib pada hari Jumat, sehingga pada waktu di salib, secara fisik Ia tidak mampu lagi bertahan, tetapi Ia tetap taat kepada Allah.

Jadi karena hidup-Nya yang suci, yang terus taat kepada Allah, maka Ia menghadapi pencobaan yang semakin lama semakin berat. Dan kondisi/perasaan kesucian seperti ini tidak pernah dialami oleh siapapun di dunia.

2. Yesus Kristus Mengalami Penderitaan Bukan Karena Kesalahan-Nya

Kalau seseorang itu menderita karena kesalahannya, itu adalah hal yang wajar karena ia harus menanggung konsekuensi akibat kesalahan yang dibuat. Tetapi hal itu tidak berlaku bagi diri Yesus. Karena Perjanjian Baru yang mengkisahkan tentang hidup Yesus, secara jelas menunjukkan bahwa Ia tanpa dosa dan tidak pernah berbuat dosa selama hidup-Nya. 

Bahkan kepada orang-orang Yahudi yang menekan Dia, Ia menentang mereka, “Siapakah diantaramu yang membuktikan Aku berbuat dosa?” (Yohanes 8:46) Bahkan Pilatus seorang penguasa Romawi mengatakan: “Saya tidak menemukan kesalahan apapun pada-Nya”. Dalam hal ini penilaian Pilatus sangat obyektif karena ia bukan Yahudi sehingga tidak berpengaruh dengan kesukuan.

Walaupun Ia tidak bersalah tetapi tetap menderita. Kenapa? Selain karena Ia taat kepada Allah seperti pada point 1b, penderitaan tersebut juga dialami karena Ia menanggung dosa-dosa kita. Yesaya 53:6 menulis: Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi Tuhan telah menimpakan kepada-Nya kejahatan kita sekalian. 

Thiessen mengatakan: Penderitaan yang dialami oleh Kristus bukan merupakan penderitaan seorang sahabat yang menaruh rasa simpati, melainkan penderitaan yang bersifat menggantikan dari Anak Domba Allah karena dosa seisi dunia. Maksudnya: kalau seorang “sahabat” berarti ada hubungan relasi di antara keduanya tetapi “menggantikan” berarti mutlak terjadi walaupun tidak ada hubungan relasi keduanya. Kristus pada waktu mati untuk kita, kita adalah seteru Allah bukan sahabat Allah (Roma 5:8). Kita adalah orang-orang berdosa sehingga tidak mungkin bisa menebus diri kita sendiri. Maka Kristuslah yang layak menanggung dosa manusia.

Dalam kehidupan di dunia mungkin ada sahabat yang mau mati bagi sahabatnya tetapi jarang ada orang yang menderita bahkan sampai mati untuk musuhnya yang dibencinya, dan kalaupun ada orang yang mau menderita dan mati bagi musuhnya tetap tidak ada nilainya. Tetapi dengan kematian Kristus, maka umat manusia yang adalah seteru Allah ditebus dosanya jika mereka mau berbalik kepada Allah.

Maka Kristus menderita sampai mati bukan karena Ia bersalah tetapi karena menanggung kesalahan manusia.

Dalam kehidupan di dunia mungkin ada sahabat yang mau mati bagi sahabatnya tetapi jarang ada orang yang menderita bahkan sampai mati untuk musuhnya yang dibencinya, dan kalaupun ada orang yang mau menderita dan mati bagi musuhnya tetap tidak ada nilainya.

3. Yesus Kristus Menderita Karena Ketidakpercayaan Umat-Nya

Yesus datang ke dalam dunia untuk menebus dosa umat manusia, dan secara khusus Ia datang kepada umat Pilihan-Nya yaitu “bangsa Israel” pada konteks itu. Dalam Injil Matius 15:24, di mana pada waktu seorang perempuan bukan Yahudi meminta pertolongan-Nya, Ia mengatakan: “Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel”. Tetapi ternyata umat-Nya tidak menerima Dia (Yohanes 1:11) bahkan dalam Yohanes 10:20-21 mereka mengatakan bahwa Ia kerasukan setan. 

Orang-orang di Nazareth yang merupakan tempat asal-Nya pun menolak Dia, mereka kecewa terhadap Dia karena menganggap Ia bukan Allah (Markus 6:1-4). Bahkan ironisnya saudara-saudara-Nya pun tidak percaya pada-Nya (Yohanes 7:3-5) mereka menganggap Ia sudah tidak waras lagi.
Akhirnya umat Pilihan (baca: Orang-orang Yahudi) inilah yang memakai segala kelicikan dan dusta untuk menyatakan kesalahan Yesus dihadapan penguasa-penguasa yang tidak adil dan meminta Barabas untuk dibebaskan dan Kristus disalibkan.

Maka sulit dibayangkan betapa hancurnya hati Yesus karena cinta-Nya kepada mereka, Ia rela datang ke dalam dunia dengan maksud mengorbankan diri-Nya untuk menyelamatkan mereka, tetapi ternyata mereka membalasnya dengan begitu keji.

4. Penderitaan Akibat Terputusnya Persekutuan Dengan Allah Bapa
Penderitaan Yesus Kristus semakin lama semakin hebat dan mencapai puncaknya di kayu salib. Salib merupakan pertemuan antara kasih dan keadilan Allah yang dinyatakan kepada Kristus, di satu pihak Allah begitu mengasihi manusia (Yohanes 3:16) tetapi di pihak lain manusia harus dihukum, maka sebagai substitusi Kristus harus menerima murka Allah atau murka Allah ditimpakan kepada-Nya. 

Stephen Tong menyatakan pada waktu Kristus berteriak Eli, Eli Lama Sabakhtani, hal itu menunjukkan perbedaan status di mana Ia berteriak sebagai orang berdosa, Ia berdiri menggantikan kita. Sehingga pada saat itu merupakan saat yang menyakitkan dalam hidup-Nya karena Ia terpisah hubungan persekutuan dengan Bapak. Penderitaan ini adalah penderitaan yang tidak bisa dialami oleh siapapun juga, Herman Hoeksema berkata: No one, therefore, even in hell, can even suffer what Christ suffered during His entire life and especiallu on the cross. For in first place, no one can posibbly taste the worth og God as the sinless one. And the second place, no one could possibly bear the complete burden of the warth of God against the sin of the world. Even in hell everyone will suffer according to his personal sin and his personal.

Yesus telah memikul murka Allah yang diakibatkan oleh pemberontakan manusia, Ia telah membuat segala-galanya menjadi penanggungan-Nya sendiri.

III. Kesimpulan Dan Implikasi

Penderita Kristus adalah penderitaan yang begitu unik, berbeda dengan siapapun, karena Ia mengalami penderitaan akibat inkarnasi (Allah yang menjadi manusia dan tinggal ditengah-tengah orang berdosa), Ia menghadapi kualitas pencobaan dan penderitaan yang begitu hebat dari siapapun juga, keberadaan-Nya ditolak oleh bangsa-Nya sampai keluarga-Nya, dan Ia satu-satu-Nya orang yang bisa menanggung murka Allah akibat dosa dari seluruh umat manusia.

Karena kesucian-Nya Kristus mengalami penderitaan akibat dosa umat-Nya, Ia yang tidak bersalah dinyatakan bersalah. Maka seharusnya sebagai umat yang sudah ditebus, dalam sikap hidup kita, kita harus memberikan yang terbaik kepada Allah, karena untuk tujuan hidup kita Ia juga telah memberikan yang terbaik yaitu melalui pengorbanan Anak-Nya yang tunggal. EMPAT KEUNIKAN PENDERITAAN YESUS KRISTUS. Soli Deo glory.
Next Post Previous Post