YESUS, TUHAN, MELENGKAPI DENGAN KEBAIKAN (IBRANI 13:20-21)
Pdt. Dr. Stephen Tong.
Maka Allah damai sejahtera, yang oleh darah perjanjian yang kekal telah membawa kembali Gembala Agung segala domba, yaitu Yesus, Tuhan kita, kiranya memperlengkapi kamu dengan segala yang baik untuk melakukan kehendak-Nya, dan mengerjakan di dalam kita apa yang berkenan kepada-Nya, oleh Yesus Kristus. Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin. (Ibrani 13:20-21)
Perhatikan: sebutan “Yesus adalah Gembala Agung” hanya muncul satu kali di seluruh Kitab Suci. Istilah “gembala” di Alkitab sering kali mengacu pada pemimpin gereja; Pendeta, lalu siapakah yang menggembalakan para Pendeta? Gembala Agung, begitu juga penggembalaan para Pendeta yang kurang sempurna juga akan di-cover oleh Gembala Agung.
Dengan syarat apakah Kristus ditetapkan sebagai Gembala yang Agung? Darah perjanjian yang kekal – statemen yang sangat dalam artinya: barangsiapa mau menjadi pemimpin, dia harus bersedia berkorban.
Celakalah dunia ini, kalau pemimpinnya adalah orang-orang yang tidak berjiwa menyangkal diri, berkorban, hanya berambisi memimpin. Sebagai hamba Tuhan, saya sering mengingatkan mahasiswa di sekolah teologia: bukan karena kau pintar berkhotbah, maka kau bisa menjadi hamba Tuhan. Di saat-saat kritis, bersediakah kau berkorban bahkan mati bagi domba-domba yang kau gembalakan? Menjadi pemimpin lahiriah memang gampang, tapi menjadi pemimpin yang mau membayar harga tidaklah gampang. Bukan saja begitu, Allah Pemberi damai sejahtera lewat perjanjian darah yang kekal telah membawa kembali Gembala Agung – Yesus Kristus dari antara orang mati.
Permisi tanya, Yesus bangkit dari kematian atas kuasa diri-Nya sendiri, atas kuasa Roh Kudus atau atas kuasa Allah Bapa? Saya kira, Alkitab memberi indikasi untuk ketiganya: Yesus bangkit sendiri, Yesus dibangkitkan oleh Roh, Yesus dibangkitkan oleh Bapa. Secara manusia, Dia mati dan dibangkitkan, tapi secara Ilahi, Dia sanggup bangkit sendiri. Dia pernah menyebut diri: I am the resurrection, maka saat Dia membangkitkan orang mati juga berbeda.
Di Perjanjian Lama ada dua orang nabi yang pernah membangkitkan orang mati: Elia dan Elisa. Elia membangkitkan anak seorang janda di Sarfat, Elisa membangkitkan anak lelaki perempuan Sunem. Di Perjanjian Baru ada dua orang rasul yang pernah membangkitkan orang mati: Petrus dan Paulus. Petrus membangkitkan seorang wanita yang bernama Dorkas, Paulus membangkitkan Eutikhus.
Baik Elia, Elisa, Petrus maupun Paulus, sebelum mereka membangkitkan, mereka berdoa minta kuasa Tuhan dulu, hanya Yesus Kristus seorang yang pernah tiga kali membangkitkan, tak satu kalipun perlu berdoa dulu: kataNya kepada anak perempuan Yairus yang berusia 12 tahun: talita kum, artinya: hai anak gadis, bangkitlah! Orang mati itu pun bangkit.
Waktu Dia berjumpa dengan iring-iringan orang yang akan menguburkan anak tunggal seorang janda di kota Nain, Dia memegang usungan itu sambil berkata, hai pemuda, Aku memerintahkan kau bangkit! Pemuda itupun bangkit. Waktu Dia berdiri di depan kubur Lazarus yang sudah mati 4 hari bahkan sudah membusuk, kataNya: Lazarus keluar! Maka orang mati itupun keluar dari kuburnya.
Mengapa Yesus tidak berdoa minta kuasa dari Allah untuk membangkitkan? Karena Dia sendiri adalah Allah, Dia adalah kebangkitan itu sendiri. Tapi kemudian, Yesus yang memiliki kuasa kebangkitan itu dibunuh, ini adalah satu paradoks yang terbesar, satu perkara yang sangat ironis, sekaligus dosa yang paling berani: manusia yang dicipta, memakai hidup yang dicipta merampas hidup sang Pencipta, sang Pemberi hidup yang inkarnasi, itu sebabnya di Kisah Para Rasul 3:15 tertulis, you had killed the master of life, bukan you have killed the life.
Mungkinkah Dia; Penguasa hidup seluruh dunia dibunuh oleh hidup yang Dia cipta? Sama seperti air yang ada di dalam gelas tak mungkin dibelah dengan pedang yang paling tajam sekalipun, begitu juga the life in Jesus Christ; master of life tak mungkin dimatikan.
Tapi inilah rahasia firman Tuhan: Dia yang tak mungkin dibunuh sengaja mengenakan tubuh, menjadi manusia yang mungkin dibunuh, demi membuktikan diriNya tak mungkin dibunuh – Dia mengalahkan kematian dengan bangkit dari antara orang mati, menjadi Juruselamat, Gembala Agung.
Ibrani 13:21, Lewat Gembala Agung, Allah berjanji memperlengkapi kita dengan segala perbuatan bajik guna menjalankan kehendakNya– urutan yang sama sekali terbalik dari urutan yang ada di konsep kita, bukan melakukan kehendak Tuhan agar diperhitungkan sebagai kebajikan melainkan melengkapi kita dengan segala kebajikan, agar kita bisa menjalankan kehendakNya.
Jadi, apa yang dimaksud dengan to accomplish you in all good works, bukankah keselamatan yang kita miliki sudah sempurna? Ya, keselamatan memang telah membuat kita menjadi orang benar, anak Allah, keselamatan yang kita terima sudah sempurna, kita tak perlu percaya pada statemen seperti : kau yang tidak dibaptis selam belum sempurna, kau yang tidak berkarunia lidah belum sempurna…… Karena semua itu hanyalah embel-embel yang orang tambahkan pada kualitas kesempurnaan yang sudah sempurna.
Padahal kuasa yang ada di dalam darah Kristus, di dalam kematian dan kebangkitanNya sudah sempurna, cukup untuk memperdamaikan kita dengan Allah, karena Dialah satu-satunya Pengantara, jadi tak perlu ditambah Maria, karunia lidah, sunat …….hal-hal yang membuat Injil tampak kurang sempurna.
Lalu mengapa di Ibrani 13:21 dikatakan supaya kamu dilengkapi di dalam segala kebajikan? Ayat itu mengindikasikan, status keselamatan kita memang sudah sempurna, tapi kondisi kita; hidup kita sehari-hari, belum sempurna, belum mencerminkan hidup baru yang sudah kita miliki. Yesus berkata pada Simon, mulai hari ini, namamu bukan lagi Simon tapi Petrus (batu kecil yang dipakai untuk membangun istana rohani, yang berdiri di atas fondasi Yesus Kristus).
Permisi tanya setelah Yesus mengganti namanya, Yesus memanggil dia Simon atau Petrus? Simon. Apa sebabnya? Ditinjau secara status, Petrus sudah menyandang nama baru, tapi ditinjau dari faktanya, sifatnya masih belum berubah. Kapan Yesus memanggil dia Petrus? Setelah Yesus bangkit, kataNya, “beritahukan pada Petrus……”. Yesus sudah memberinya nama baru tapi Dia tidak langsung memanggilnya dengan nama barunya, karena Petrus hanya memiliki status tapi belum ditunjang oleh fakta.
Banyak orang Kristen juga seperti itu, jiwanya sudah diselamatkan, tapi kehidupannya belum sempurna, maka Gembala Agung itu akan menyempurnakan kita dalam segala kebajikan. Baca Efesus 2:10, karena kita dicipta ulang di dalam Kristus Yesus, supaya kita hidup didalamnya (kebajikan); live within the goodness. Kebajikan yang mana? Yang Allah persiapkan.
Mengindikasikan adanya so many works to do, tapi yang harus kita lakukan adalah kebajikan yang Allah siapkan untuk kita. Untuk itu, kita perlu mencari kehendakNya dalam melakukan kebajikan yang Dia persiapkan bagiku dan bagimu, agar kita tidak menghambur-hamburkan anugerahNya. Mari kita menghitung waktu kita dengan cara: plus, minus, kali, bagi. Dengan begitu one life will be so effective, so efficient, to be the vessel in God’s hand.
Kita adalah karya Tuhan, recreated in Christ. The first creation is in Adam, the second creation is in Christ. The first creation is in the sinners’ body, the second is in the holy body ofChrist – Church, lalu kita diperlengkapi dengan segala kebaikan, menjadi semakin dan semakin sempurna. Dengan syarat atau prinsip apakah kita berbuat baik:
1. Mengenal Tuhan dengan sungguh-sungguh.
Mengenal Tuhan sebagai Penciptaku, Penebusku adalah satu perkara, mengenal Tuhan secara detail: Tuhan itu suci, bajik, punya rencana atas seluruh dunia, memimpinku secara pribadi adalah perkara lain, adalah pengenalan yang lebih mendalam. Semua orang Indonesia mengenal Presiden Megawati, tapi hanya suaminya yang mengenal sifatnya, tradisi yang dianutnya, cara kerjanya, tabiatnya….. mengapa? Karena dia mengenal isterinya lewat hubungan pribadi yang tidak dimiliki oleh orang lain.
Begitu juga pengenalan kita terhadap Tuhan, kita hanya mengenal Tuhan lewat mendengar khotbah, membaca buku-buku, membaca Alkitab, atau sudah mengenal Dia lewat lahir baru, lewat sifat yang Dia berikan setiap kali kita membaca Alkitab dengan rendah hati? To know Him personally, to know Him in detail adalah hal yang tidak mudah.
Sama-sama mengenal Tuhan, ada orang hanya mengenal Dia secara supervisial, ada yang mengenal sampai ke dalam hatiNya. Pada malam ketika Yesus ditangkap, diadili, dua orang muridNya menyatakan sifat yang berbeda: Petrus mengikut Yesus dari kejauhan, tapi Yohanes, mengikuti Yesus sedekat mungkin, sampai-sampai bisikan yang keluar dari mulut Yesuspun didengarnya. Yohanes mengenal Tuhan dengan begitu teliti, begitu peka.
Waktu anak-anak saya berusia 9 tahun, saya mulai melatih mereka mencatat khotbah dan memeriksa catatan mereka, saya menemukan dua orang anak yang bisa menangkap dengan tepat, kalimat-kalimat penting tak pernah lolos dari perhatian mereka. Saya harap kita menjadi orang Kristen yang seperti itu: when Jesus says something secret, when He revealed His heart to us, we immediately understand.
Sama-sama sebagai orang Kristen, ada yang sudah mendengar puluhan tahun tetap tidak tahu apa-apa, hanya bisa membanggakan diri rajin berbakti. Sementara ada orang Kristen yang baru percaya sudah menyimpan kalimat-kalimat penting di lubuk hatinya yang terdalam. Paulus berkata, simpanlah segala bijaksana firman Tuhan yang begitu limpah di hatimu.
2. Pernah menderita.
Orang yang sejak kecil sampai dewasa bahkan sampai tua tak pernah menderita, tak pernah tahu apa itu lapar, miskin, sakit, ditipu orang; hidupnya selalu lancar… akan menjadi orang yang sangat kejam: waktu mereka melihat orang lain susah, mereka bukan saja tak berminat memperhatikan atau membantu, bahkan mencela orang yang mengasihi dan menolongnya. Tapi orang yang pernah mengalami penderitaan, dari dalam hidupnya akan mengalir cintakasih yang mendalam, itulah hal yang bajik, yang indah sekali.
Jendral Mc.Arthur di abad ke-20, yang memaksa kaisar Hirohito menyerah, pernah menulis suatu makalah yang membuatnya terkenal di seluruh dunia – the prayer of a father: “Tuhan, sebelum aku mati, kabulkanlah doaku, berilah kesulitan, penderitaan pada anak-anakku, letakkan mereka di tengah ombak yang ganas, tapi peliharalah mereka, agar mereka bukan saja tidak terjatuh bahkan masih sanggup mengangkat orang-orang yang berjatuhan di sekitar mereka.”
Makalah yang saya baca saat usia saya baru 20-an tahun itu sangat mengharukan hati saya: Tuhan, kalau bukan karena saya sudah menjadi piatu pada usia 3 tahun, dibesarkan di jaman perang, di jaman kelaparan, sakit penyakit, saya tidak akan menyadari ayah yang betul-betul agung bukanlah ayah yang hanya menginginkan anak-anaknya selalu hidup enak, lancar.
Fakta memberitahu kita: banyak orang berhasil menjadi orang yang agung, yang sukses, karena mereka pernah menderita. Alkitab juga mengajarkan: cara Tuhan menghibur kita bukan menggunakan syair yang enak didengar, bukan menepuk-nepuk bahu kita sambil menebar janji kosong, melainkan lewat penderitaan yang kita alami (2 Korintus 1). Di dalam penderitaan, kita menyaksikan bagaimana Tuhan mendidik, mempersiapkan kita mengerti penderitaan orang lain – itulah kebajikan.
How can we do good? Mengerti isi hati Tuhan, mengerti penderitaan orang lain. Itu sebabnya, saat kau mengalami kepicikan, sakit penyakit, kegagalan, patah hati, kemiskinan, dibuang, difitnah, diejek….. jangan kau bersungut-sungut, tapi bersyukurlah pada Tuhan: now is your time to train me, let me through the valley of the shadow of death, to be equipped with the victorious power, bisa berbuat bajik. Setelah kita dilengkapi dengan kebaikan-kebaikan itu, barulah kita bisa menjalankan kehendak Allah. Kiranya Tuhan memberkati kita. YESUS, TUHAN, MELENGKAPI DENGAN KEBAIKAN (IBRANI 13:20-21). Amin.-