EKSPOSISI AYUB 1:1-5
Pdt.Budi Asali, M.Div.
Ayub 1:1-5 - “(1) Ada seorang laki-laki di tanah Us bernama Ayub; orang itu saleh dan jujur; ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. (2) Ia mendapat tujuh anak laki-laki dan tiga anak perempuan. (3) Ia memiliki tujuh ribu ekor kambing domba, tiga ribu ekor unta, lima ratus pasang lembu, lima ratus keledai betina dan budak-budak dalam jumlah yang sangat besar, sehingga orang itu adalah yang terkaya dari semua orang di sebelah timur. (4) Anak-anaknya yang lelaki biasa mengadakan pesta di rumah mereka masing-masing menurut giliran dan ketiga saudara perempuan mereka diundang untuk makan dan minum bersama-sama mereka. (5) Setiap kali, apabila hari-hari pesta telah berlalu, Ayub memanggil mereka, dan menguduskan mereka; keesokan harinya, pagi-pagi, bangunlah Ayub, lalu mempersembahkan korban bakaran sebanyak jumlah mereka sekalian, sebab pikirnya: ‘Mungkin anak-anakku sudah berbuat dosa dan telah mengutuki Allah di dalam hati.’ Demikianlah dilakukan Ayub senantiasa.”.
Pendahuluan:
Ada banyak hal yang tidak diketahui tentang kitab Ayub, seperti:
1) Kapan Ayub hidup.
Tetapi kita bisa memperkirakan kapan Ayub hidup dengan cara memperkirakan usia Ayub pada waktu ia mati. Dan ini bisa kita perkirakan dengan cara sebagai berikut:
Ayub 1:2 - “Ia mendapat tujuh anak laki-laki dan tiga anak perempuan.”.
Untuk mengetahui perkiraan pada umur sekitar berapa orang pada saat itu kawin / punya anak pertama, kita bisa membaca text di bawah ini:
Kejadian 11:10-26 - “(10) Inilah keturunan Sem. Setelah Sem berumur 100 tahun, ia memperanakkan Arpakhsad, dua tahun setelah air bah itu. (11) Sem masih hidup limaratus tahun, setelah ia memperanakkan Arpakhsad, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. (12) Setelah Arpakhsad hidup 35 tahun, ia memperanakkan Selah. (13) Arpakhsad masih hidup empat ratus tiga tahun, setelah ia memperanakkan Selah, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. (14) Setelah Selah hidup 30 tahun, ia memperanakkan Eber. (15) Selah masih hidup empat ratus tiga tahun, setelah ia memperanakkan Eber, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. (16) Setelah Eber hidup 34 tahun, ia memperanakkan Peleg. (17) Eber masih hidup empat ratus tiga puluh tahun, setelah ia memperanakkan Peleg, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. (18) Setelah Peleg hidup 30 tahun, ia memperanakkan Rehu. (19) Peleg masih hidup dua ratus sembilan tahun, setelah ia memperanakkan Rehu, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. (20) Setelah Rehu hidup 32 tahun, ia memperanakkan Serug. (21) Rehu masih hidup dua ratus tujuh tahun, setelah ia memperanakkan Serug, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. (22) Setelah Serug hidup 30 tahun, ia memperanakkan Nahor. (23) Serug masih hidup dua ratus tahun, setelah ia memperanakkan Nahor, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. (24) Setelah Nahor hidup 29 tahun, ia memperanakkan Terah. (25) Nahor masih hidup seratus sembilan belas tahun, setelah ia memperanakkan Terah, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. (26) Setelah Terah hidup 70 tahun, ia memperanakkan Abram, Nahor dan Haran.”.
Lalu ia mengalami segala macam bencana yang tidak kita ketahui berapa lamanya.
Percakapan Ayub dengan ‘sahabat-sahabat’nya mungkin berlangsung setelah 7 hari dimana mereka hanya berdiam diri (Ayub 2:13).
Ayub 2:11-13 - “(11) Ketika ketiga sahabat Ayub mendengar kabar tentang segala malapetaka yang menimpa dia, maka datanglah mereka dari tempatnya masing-masing, yakni: Elifas, orang Teman, dan Bildad, orang Suah, serta Zofar, orang Naama. Mereka bersepakat untuk mengucapkan belasungkawa kepadanya dan menghibur dia. (12) Ketika mereka memandang dari jauh, mereka tidak mengenalnya lagi. Lalu menangislah mereka dengan suara nyaring. Mereka mengoyak jubahnya, dan menaburkan debu di kepala terhadap langit. (13) Lalu mereka duduk bersama-sama dia di tanah selama tujuh hari tujuh malam. Seorangpun tidak mengucapkan sepatah kata kepadanya, karena mereka melihat, bahwa sangat berat penderitaannya.”.
Dan semua percakapan-percakapan Ayub dengan ‘sahabat-sahabat’nya itu (termasuk waktu Tuhan bicara dengan Ayub), mungkin berlangsung hanya dalam waktu beberapa hari saja (Ayub 3:1-42:9).
Dan lalu Tuhan memulihkan segala sesuatu.
Ayub 42:12 - “TUHAN memberkati Ayub dalam hidupnya yang selanjutnya lebih dari pada dalam hidupnya yang dahulu; ia mendapat empat belas ribu ekor kambing domba, dan enam ribu unta, seribu pasang lembu, dan seribu ekor keledai betina.”.
Ini pasti butuh waktu cukup lama, bertahun-tahun.
Juga dikatakan bahwa Ayub mempunyai 10 orang anak lagi (Ayub 42:13).
Ayub 42:13 - “Ia juga mendapat tujuh orang anak laki-laki dan tiga orang anak perempuan;”.
Kecuali ia punya anak kembar, ini pasti butuh waktu cukup lama, bisa 10-20 tahun.
Dan setelah semua itu, muncul Ayub 42:16-17.
Ayub 42:16-17 - “(16) Sesudah itu Ayub masih hidup seratus empat puluh tahun lamanya; ia melihat anak-anaknya dan cucu-cucunya sampai keturunan yang keempat. (17) Maka matilah Ayub, tua dan lanjut umur.”.
itu banyak penafsir menyimpulkan bahwa Ayub mencapai usia sekitar 200 tahun.
Sekarang setelah bisa memperkirakan usia Ayub pada saat ia mati, kita bisa memperkirakan kapan ia hidup. Usia sepanjang ini lebih panjang dari usia Abraham (175 tahun - Kejadian 25:7) dan Ishak (180 tahun - Kejadian 35:28), lebih-lebih dari Yakub (147 tahun - Kejadian 47:28), Yusuf (110 tahun - Kej 50:22), Musa (120 tahun - Ulangan 34:7), dan Yosua (110 tahun - Yosua 24:29). Usia sepanjang itu ada pada jaman Terah (ayah Abraham, yang mati pada usia 205 - Kejadian 11:32). Karena itu ada yang menganggap bahwa Ayub hidup pada jaman Abraham atau bahkan sebelumnya.
2) Kapan kitab Ayub ditulis.
Ada yang beranggapan bahwa kitab Ayub bahkan lebih kuno dari kitab Kejadian.
3) Siapa penulis kitab Ayub.
Matthew Poole memberikan 3 kemungkinan yaitu Ayub sendiri, Elihu, atau Musa.
Francis I. Andersen (Tyndale): “We do not know who wrote the book of Job or when he lived. Nor do we know where. If several persons were involved, we still know nothing about them. ... A wide range of dates has been proposed, extending from the time of Moses to the Hellenistic period.” [= Kita tidak tahu siapa yang menulis kitab Ayub atau kapan ia hidup. Juga kita tidak tahu dimana. Jika ada beberapa orang yang terlibat (dalam penulisan kitab Ayub), kita tetap tidak mengetahui apa-apa tentang mereka. ... Ada jangka waktu yang lebar yang diusulkan, membentang mulai jaman Musa sampai jaman Yunani.] - hal 61.
Ayub 1: 1: “ADASEORANG LAKI-LAKI DI TANAH US BERNAMA AYUB; ORANG ITU SALEH DAN JUJUR; IA TAKUT AKAN ALLAH DAN MENJAUHI KEJAHATAN.”.
1) Cerita Ayub bukanlah sekedar suatu illustrasi, dongeng, atau perumpamaan, tetapi merupakan cerita sejarah, yang sungguh-sungguh terjadi.
Perhatikan ay 1a yang berbunyi: ‘Adaseorang laki-laki di tanah Us bernama Ayub’.
Ada penafsir yang mengatakan bahwa cara membuka cerita tentang Ayub dalam Ayub 1:1a ini bisa menunjuk pada:
a) Cerita sejarah (seperti dalam 1 Samuel 25:2 - ‘Ketika itu ada seorang laki-laki di Maon, yang mempunyai perusahaan di Karmel. Orang itu sangat kaya: ia mempunyai 3.000 ekor domba dan 1.000 ekor kambing’).
b) Perumpamaan (seperti dalam 2Sam 12:1 - ‘Ada 2 orang dalam suatu kota: yang seorang kaya, yang lain miskin’).
Tetapi penafsir yang lain mengatakan bahwa pembukaan cerita dalam ay 1a ini sudah menunjukkan bahwa ini adalah cerita sejarah, karena adanya nama Ayub maupun nama tempat dimana ia tinggal (beda dengan 2 Samuel 12:1 dimana baik nama orang maupun nama tempat tidak disebutkan).
Barnes’ Notes: “the book opens with the appearance of reality; and the express declaration that there was such a man, the mention of his name and of the place where he lived, show that the writer meant to affirm that there was in fact such a man.” [= kitab ini dibuka / dimulai dengan kenyataan; dan pernyataan yang jelas bahwa di sana ada seseorang, penyebutan namanya dan tempat dimana ia hidup menunjukkan bahwa penulis kitab ini bermaksud untuk menegaskan bahwa dalam faktanya memang ada orang seperti itu.] - hal 90.
Ada juga penafsir yang menambahkan bahwa bagian-bagian Kitab Suci lain yang menggunakan cerita Ayub menunjukkan bahwa Ayub adalah seorang yang betul-betul ada dalam sejarah.
Bandingkan dengan:
1. Yeh 14:14,20 - “(14) biarpun di tengah-tengahnya berada ketiga orang ini, yaitu Nuh, Daniel dan Ayub, mereka akan menyelamatkan hanya nyawanya sendiri karena kebenaran mereka, demikianlah firman Tuhan ALLAH. ... (20) dan biarpun Nuh, Daniel dan Ayub berada di tengah-tengahnya, demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan ALLAH, mereka tidak akan menyelamatkan baik anak laki-laki maupun anak perempuan, melainkan mereka akan menyelamatkan hanya nyawanya sendiri karena kebenaran mereka.”.
2. Yakobus 5:11 - “Sesungguhnya kami menyebut mereka berbahagia, yaitu mereka yang telah bertekun; kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub dan kamu telah tahu apa yang pada akhirnya disediakan Tuhan baginya, karena Tuhan maha penyayang dan penuh belas kasihan.”.
Matthew Poole: “this was no fiction or parable, as some have dreamed, but a real history,”[= ini bukan fiksi atau perumpamaan, seperti yang dimimpikan oleh sebagian orang, tetapi sejarah yang sungguh-sungguh,] - hal 921.
Ini perlu dicamkan untuk menghadapi orang-orang Liberal, yang menafsirkan banyak cerita sejarah sebagai dongeng atau perumpamaan.
2) ‘Adaseorang laki-laki’ (ay 1a).
KJV: ‘There was a man’ [= di sanaada seseorang / seorang laki-laki].
Pulpit Commentary: “A man. Job first appears before us as a man. ... Only a man. Not a demi-god, not an angel. Frail as a man, feeble, and fallible.” [= Seorang manusia / laki-laki. Ayub muncul / tampak di hadapan kita sebagai seorang manusia. ... Hanya seorang manusia. Bukan setengah allah / dewa, bukan seorang malaikat. Rapuh seperti manusia, lemah, dan bisa berbuat salah.] - hal 28.
Memang nabi-nabi, rasul-rasul dsb, semua adalah manusia biasa yang sama seperti kita.
Bdk. Yakobus 5:17-18 - “(17) Elia adalah manusia biasa sama seperti kita, dan ia telah bersungguh-sungguh berdoa, supaya hujan jangan turun, dan hujanpun tidak turun di bumi selama tiga tahun dan enam bulan. (18) Lalu ia berdoa pula dan langit menurunkan hujan dan bumipun mengeluarkan buahnya.”.
Jadi, kalau nanti kita melihat bagaimana hebatnya Ayub maupun dosa-dosa Ayub, kita perlu mengingat bahwa Ayub bukanlah malaikat atau setengah allah. Ia adalah manusia biasa sama seperti kita.
Penerapan: pada waktu menyoroti seorang hamba Tuhan, kita juga perlu mengingat bahwa ia adalah manusia biasa, bukan superman rohani!
3) ‘Ayub’ dan ‘tanah Us’.
Tidak diketahui dengan pasti tentang arti dari nama ‘Ayub’ maupun dimana ‘tanah Us’.
Tentang ‘tanah Us’, Matthew Poole mengatakan bahwa itu mungkin ada di Edom(bdk. Ratapan 4:21), atau bagian dari Arab, tidak jauh dari Syeba (Ayub 1:15) dan Kasdim (Ayub 1:17).
Ratapan 4:21 - “Bergembira dan bersukacitalah, hai puteri Edom, engkau yang mendiami tanah Us, juga kepadamu piala akan sampai, engkau akan jadi mabuk lalu menelanjangi dirimu!”.
Ayub 1:15,17 - “(15) datanglah orang-orang Syeba menyerang dan merampasnya serta memukul penjaganya dengan mata pedang. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan.’ ... (17) Sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata: ‘Orang-orang Kasdim membentuk tiga pasukan, lalu menyerbu unta-unta dan merampasnya serta memukul penjaganya dengan mata pedang. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan.’”.
4) Kesalehan Ayub (ay 1b).
Ayub 1: 1b: “bernama Ayub; orang itu saleh dan jujur; ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.”.
Ini diakui oleh Allah sendiri (ay 8 2:3).
Ayub 1: 8: “Lalu bertanyalah TUHAN kepada Iblis: ‘Apakah engkau memperhatikan hambaKu Ayub? Sebab tiada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.’”.
BACA JUGA: TAFSIRAN AYUB 1:6-12
Ayub 2:3 - “Firman TUHAN kepada Iblis: ‘Apakah engkau memperhatikan hambaKu Ayub? Sebab tiada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. Ia tetap tekun dalam kesalehannya, meskipun engkau telah membujuk Aku melawan dia untuk mencelakakannya tanpa alasan.’”.
Bdk. Ayub 31:1 - “‘Aku telah menetapkan syarat bagi mataku, masakan aku memperhatikan anak dara?”.
Gambaran ay 1b tentang kesalehan Ayub: saleh, jujur, takut akan Allah, menjauhi kejahatan.
Ada beberapa hal yang perlu dibahas / dipersoalkan:
a) Ini tidak menunjukkan bahwa Ayub adalah orang yang suci murni tanpa dosa sedikitpun (bdk. Roma 3:10-12 Roma 3:23 Ayub 4:17 Ayub 25:4 Pkh 7:20).
Francis I. Andersen (Tyndale): “Job is not considered to be perfect or sinless. All the speakers in the book, including Job himself, are convinced that all men are sinful.” [= Ayub tidak dianggap sebagai sempurna atau tanpa dosa. Semua pembicara dalam kitab ini, termasuk Ayub sendiri, yakin bahwa semua manusia itu berdosa.] - hal 79.
Bdk. Ayub 9:20 (KJV): ‘If I justify myself, mine own mouth shall condemn me; if I say, I am perfect, it shall also prove me perverse’ [= Jika aku membenarkan diriku sendiri, mulutku sendiri akan menyalahkan aku; jika aku berkata: aku sempurna, itu juga akan membuktikan aku sesat].
Catatan: ini adalah kata-kata Ayub sendiri (bdk. Ayub 9:1).
b) Ayub saleh tetapi toh menderita bahkan sangat menderita, untuk jangka waktu yang cukup lama.
Beberapa komentar dari Francis I. Andersen (Tyndale) tentang kesalehan dan penderitaan yang luar biasa dari Ayub:
1. “The fact of Job’s genuine righteousness is essential to the book. It begins with a clash of opinion between Yahweh and the Satan on this point. The slanderer denies it; Yahweh sets out to prove it.” [= Fakta dari kebenaran sejati dari Ayub merupakan sesuatu yang penting bagi kitab ini. Kitab ini dimulai dengan suatu pertentangan pendapat antara Yahweh dan Setan tentang hal ini. Sang pemfitnah menyangkalnya; Yahweh bermaksud untuk membuktikannya.] - hal 79.
2. “The book of Job tells the story of a good man overwhelmed by troubles. He is stripped of his wealth, his family, his health. He does not know why God has done this to him. Only the reader knows that God is trying to prove to the Devil that Job’s faith is genuine.” [= Kitab Ayub menceritakan cerita tentang seorang yang baik yang dibanjiri dengan kesukaran. Ia dikuliti / ditelanjangi dari kekayaannya, keluarganya, kesehatannya. Ia tidak tahu mengapa Allah telah melakukan ini kepadanya. Hanya pembaca yang tahu bahwa Allah sedang mencoba untuk membuktikan kepada Setan bahwa iman Ayub itu asli / sejati.] - hal 15.
3. “Many thoughtful people, horrified by the helplessness of humanity in the face of natural disasters or outraged by the ruthless exploitation of ‘the downtrodden and the injured’ by the unscrupulous masters of political and economic power, have lost faith in the goodness of God. ‘If I had the power of God,’ they protest, ‘I could do more about these things than He seems to be doing!’”[= Banyak pemikir, menjadi takut oleh ketidak-berdayaan manusia terhadap bencana alam atau menjadi sakit hati oleh pemerasan yang kejam terhadap ‘orang yang tertindas dan terluka / menderita’ oleh penguasa yang jahat dari kekuatan politik dan ekonomi, telah kehilangan iman pada kebaikan Allah. Mereka memprotes: ‘Seandainya aku mempunyai kuasa Allah, aku bisa melakukan lebih banyak tentang hal-hal ini dari pada yang kelihatannya dilakukan oleh Allah!’] - hal 64.
Pada saat hal buruk seperti itu terjadi pada saudara, janganlah berkata seperti dalam kutipan di atas. Kalau saudara seorang anak Allah, percayalah bahwa Allah pasti mempunyai tujuan yang baik bagi saudara!
4. “It is especially the book for any who find themselves in ‘Job’s sick day’ as a result of some shattering experience.” [= Ini khususnya merupakan kitab untuk seadanya orang yang mendapati dirinya sendiri dalam ‘hari sakitnya Ayub’ sebagai akibat dari pengalaman yang menghancurkan.] - hal 9.
Ayub 1: 2: “Ia mendapat tujuh anak laki-laki dan tiga anak perempuan.”.
Ayub mempunyai 7 anak laki-laki dan 3 anak perempuan. Awas, ini ditulis bukan untuk ditiru! Tetapi dari kata-kata ini kita bisa memperkirakan secara kasar umur Ayub pada saat itu. Kalau menurut ukuran kita pada saat ini, Ayub sudah termasuk orang berumur (mungkin sekitar 50 tahun).
Ayub 1: 3: “Ia memiliki tujuh ribu ekor kambing domba, tiga ribu ekor unta, lima ratus pasang lembu, limaratus keledai betina dan budak-budak dalam jumlah yang sangat besar, sehingga orang itu adalah yang terkaya dari semua orang di sebelah timur.”.
Ayat ini menunjukkan besarnya harta Ayub, yang menyebabkan ia disebut sebagai orang terkaya di sebelah timur. Beberapa hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan hal ini:
1) Ayub adalah orang yang rajin bekerja.
Barnes’ Notes: “The fact that Job had so many oxen implies that he devoted himself to the cultivation of the soil as well as to keeping flocks and herds; comp. ver. 14.”[= Fakta bahwa Ayub mempunyai begitu banyak lembu jantan menunjukkan secara tidak langsung bahwa ia menekuni pengolahan tanah maupun pemeliharaan kawanan ternak; bdk. ay 14.] - hal 94.
Pulpit Commentary (hal 8) juga mengatakan bahwa adanya pembajak (Ayub 1: 14) dan penjaga ternak (Ayub 1: 15,16,17) menunjukkan bahwa Ayub bukan orang yang malas dalam bekerja / mencari uang.
2) Hubungan kesalehan dan pekerjaan.
Pulpit Commentary (hal 8) mengatakan bahwa Ayub bukan orang malas, dan ini menunjukkan bahwa kesalehan tidak bertentangan dengan aktivitas bisnis yang besar. Juga tidak menunjukkan bahwa pekerjaan pasti merusak / mengganggu pemeliharaan / pertumbuhan jiwa / kerohanian.
3) Hubungan dan perbandingan antara kesalehan dan kekayaan.
Matthew Henry: “He was prosperous and yet pious. Though it is hard and rare, it is not impossible, for a rich man to enter into the kingdom of heaven. With God even this is possible, and by his grace the temptations of worldly wealth are not insuperable.” [= Ia kaya tetapi saleh. Sekalipun itu sukar dan jarang, itu bukannya mustahil, bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam kerajaan surga. Dengan Allah, bahkan ini adalah mungkin, dan oleh kasih karuniaNya pencobaan-pencobaan dari kekayaan duniawi bukannya mustahil untuk dikalahkan.].
Pulpit Commentary: “Job was rich, material wealth being in his case allied with spiritual treasure, thus proving that, though good men are not always rich, as unfortunately rich men are not always good, it is yet by no means impossible to be both;”[= Ayub kaya, baik kekayaan materi maupun kekayaan rohani, dan dengan demikian membuktikan bahwa, sekalipun orang baik / saleh tidak selalu kaya, sama seperti orang kaya tidak selalu baik / saleh, tetapi bukannya tidak mungkin untuk menjadi keduanya;] - hal 8.
Pulpit Commentary: “1. Piety may be obtained by all; wealth can be secured only by a few. 2. Piety is useful to all; wealth is injurious to some. 3. Piety will abide with all; wealth can remain with none.” [= 1. Kesalehan bisa didapatkan oleh semua orang; kekayaan bisa diperoleh hanya oleh sedikit orang. 2. Kesalehan berguna bagi semua orang; kekayaan merugikan / berbahaya bagi sebagian orang. 3. Kesalehan akan tinggal / menetap dengan semua orang; kekayaan tidak bisa tinggal / menetap dengan siapapun.] - hal 9.
Pulpit Commentary: “1. They that have piety can do without wealth. 2. They that have wealth cannot do without piety.” [= 1. Mereka yang mempunyai kesalehan bisa hidup tanpa kekayaan. 2. Mereka yang mempunyai kekayaan tidak bisa hidup tanpa kesalehan.] - hal 9.
Ayub 1: 4-5: “(4) Anak-anaknya yang lelaki biasa mengadakan pesta di rumah mereka masing-masing menurut giliran dan ketiga saudara perempuan mereka diundang untuk makan dan minum bersama-sama mereka. (5) Setiap kali, apabila hari-hari pesta telah berlalu, Ayub memanggil mereka, dan menguduskan mereka; keesokan harinya, pagi-pagi, bangunlah Ayub, lalu mempersembahkan korban bakaran sebanyak jumlah mereka sekalian, sebab pikirnya: ‘Mungkin anak-anakku sudah berbuat dosa dan telah mengutuki Allah di dalam hati.’ Demikianlah dilakukan Ayub senantiasa.”.
1) Kelihatannya anak-anak Ayub mempunyai rumah masing-masing (Ayub 1: 4: ‘di rumah mereka masing-masing’; Ayub 1: 18: ‘di rumah saudara mereka yang sulung’).
Francis I. Andersen (Tyndale): “In spite of the intimacy of the extended family, rich or royal children might each have their own residence, without necessarily being married (Gn. 25:5,6; Jdg. 10:4; 2Sa. 13:7; 14:24,31). Compare Job 1:18. Presumably the sisters were still living with their parents.” [= Sekalipun ada keintiman keluarga, anak-anak orang kaya atau raja bisa mempunyai tempat tinggal sendiri, sekalipun mereka tidak / belum menikah (Kej 25:5,6 Hakim 10:4 2 Samuel 13:7 14:24,31). Bandingkan Ayub 1:18. Diperkirakan bahwa saudara-saudara perempuan tetap tinggal dengan orang tua mereka.] - hal 80.
2) Anak-anak Ayub mengadakan pesta secara bergiliran.
Ada yang menganggap bahwa ini adalah pesta ulang tahun, yang tentu saja tidak bisa disalahkan. Jadi, jangan mengatakan bahwa karena mereka berpesta, dan itu merupakan hal yang salah / berdosa, maka mereka semua dibunuh dalam ay 19.
3) Ayub menguduskan anak-anaknya (ay 5).
Ayub 1: 5: “Setiap kali, apabila hari-hari pesta telah berlalu, Ayub memanggil mereka, dan menguduskan mereka; keesokan harinya, pagi-pagi, bangunlah Ayub, lalu mempersembahkan korban bakaran sebanyak jumlah mereka sekalian, sebab pikirnya: ‘Mungkin anak-anakku sudah berbuat dosa dan telah mengutuki Allah di dalam hati.’ Demikianlah dilakukan Ayub senantiasa.”.
a) Ayub melakukan hal ini setiap anak-anaknya selesai berpesta. Mengapa? Karena pesta / saat bersenang-senang merupakan pencobaan bagi banyak orang, sehingga memudahkan jatuh ke dalam dosa. Karena itu, hati-hatilah pada waktu sedang pesta / bersenang-senang!
b) Sebagai kepala keluarga, Ayub bertindak sebagai imam antara Allah dan keluarganya.
Pulpit Commentary: “In the old world, outside the Mosaic Law, the father of the family was the priest, to whom alone it belonged to bless, purify, and offer sacrifice.”[= Dalam dunia kuno, di luar hukum Musa, ayah dari keluarga merupakan imam, dan hanya ia yang boleh memberkati, menguduskan / menyucikan, dan mempersembahkan korban.] - hal 3.
Ingat bahwa ini terjadi pada jaman kuno. Kalau pada jaman Perjanjian Baru ayah menjadi imam, seperti dalam ajaran Pria Sejati, itu sesat, karena dalam Perjanjian Baru kita hanya punya satu Imam / Pengantara, dan itu adalah Yesus!
c) Korban bakaran (ay 5b bdk. Imamat 9:7 Keluaran 29:42 Bilangan 28:3,6,10,15,24,31).
Adam Clarke (hal 27) mengatakan bahwa adanya korban bakaran merupakan dasar untuk mengatakan bahwa Ayub hidup setelah ada hukum Taurat. Tetapi keberatannya adalah: kalau memang ia hidup setelah jaman Taurat, bagaimana ia melakukan semua ini padahal ia bukan imam?
Pulpit (hal xv, hal 2) tidak setuju dengan Clarke. Usia Ayub diperkirakan mencapai 200-250 tahun (bdk. Ayub 42:16), dan ini membuatnya sejaman dengan Terah / Abraham. Disamping itu, korban bakaran sudah ada jauh sebelum jaman Musa / Taurat.
Pulpit Commentary: “Burnt offerings were instituted soon after the Fall, as we learn from Gen. 4:4, and were in common use long before the Mosaic Law was given (see Gen. 8:20; 22:8,13; 31:54; Exod. 18:12 ...).” [= Korban bakaran diadakan segera setelah kejatuhan manusia ke dalam dosa, seperti yang kita pelajari dari Kejadian 4:4, dan sudah biasa dilakukan jauh sebelum hukum Musa diberikan (lihat Kejadian 8:20 22:8,13 31:54 Keluaran 18:12 ...).] - hal 3.
d) ‘mengutuki Allah’.
1. Apa yang sangat aneh di sini adalah bahwa kata ‘mengutuki’ ini secara hurufiah adalah ‘memberkati’. Adayang tetap menterjemahkan ‘memberkati’ dan mengartikan bahwa dosa yang Ayub maksudkan adalah dimana anak-anaknya ‘memberkati / memuji allah lain’. Tetapi pada umumnya para penafsir mengartikan ‘mengutuki Allah’. Hal seperti ini terjadi beberapa kali dalam Kitab Suci, yaitu dalam:
a. 1Raja-raja 21:10,13 - “(10) Suruh jugalah dua orang dursila duduk menghadapinya, dan mereka harus naik saksi terhadap dia, dengan mengatakan: Engkau telah mengutuk Allah dan raja. Sesudah itu bawalah dia ke luar dan lemparilah dia dengan batu sampai mati.’ ... (13) Kemudian datanglah dua orang, yakni orang-orang dursila itu, lalu duduk menghadapi Nabot. Orang-orang dursila itu naik saksi terhadap Nabot di depan rakyat, katanya: ‘Nabot telah mengutukAllah dan raja.’ Sesudah itu mereka membawa dia ke luar kota, lalu melempari dia dengan batu sampai mati.”.
b. Ayub 1:5,11 - “(5) Setiap kali, apabila hari-hari pesta telah berlalu, Ayub memanggil mereka, dan menguduskan mereka; keesokan harinya, pagi-pagi, bangunlah Ayub, lalu mempersembahkan korban bakaran sebanyak jumlah mereka sekalian, sebab pikirnya: ‘Mungkin anak-anakku sudah berbuat dosa dan telah mengutuki Allah di dalam hati.’ Demikianlah dilakukan Ayub senantiasa. ... (11) Tetapi ulurkanlah tanganMu dan jamahlah segala yang dipunyainya, ia pasti mengutukiEngkau di hadapanMu.’”.
c. Ayub 2:5,9 - “(5) Tetapi ulurkanlah tanganMu dan jamahlah tulang dan dagingnya, ia pasti mengutukiEngkau di hadapanMu.’ ... (9) Maka berkatalah isterinya kepadanya: ‘Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? KutukilahAllahmu dan matilah!’”.
2. Tetapi bagaimana mungkin kata ‘memberkati’ diartikan ‘mengutuki’? Untuk ini ada beberapa penafsiran:
a. Adam Clarke (tentang 1Raja-Raja 21:10): “Many think that the word BARACH signifies both to bless and curse; and so it is interpreted in most Lexicons:”[= Banyak orang yang beranggapan bahwa kata BARAKH berarti baik ‘memberkati’ maupun ‘mengutuk’; dan demikianlah ditafsirkan dalam kebanyakan kamus:] - hal 472.
b. Ini merupakan suatu euphemisme, yaitu suatu penghalusan bahasa, karena kata-kata ‘mengutuki Allah’ merupakan sesuatu yang terlalu mengerikan untuk diucapkan.
Pulpit Commentary (tentang 1Raja-raja 21:10): “The Lexicographers are not agreed as to how this word, the primary meaning of which is to kneel, hence to pray, to bless, came to signify curse or blaspheme. According to some, it is an euphemism, the idea of cursing God being altogether too horrible for the Jew to express in words; whilst others derive this signification from the fact that a curse is really a prayer addressed to God;” [= Para penulis / penyusun kamus tidak sependapat tentang bagaimana kata ini, yang arti utamanya adalah ‘berlutut’, dan karenanya ‘berdoa’, ‘memberkati’, bisa berarti ‘mengutuk’ atau ‘menghujat’. Menurut sebagian orang, ini adalah suatu euphemisme, (karena) gagasan tentang pengutukan terhadap Allah merupakan sesuatu yang terlalu mengerikan bagi seorang Yahudi untuk dinyatakan dalam kata-kata; sementara yang lain mendapatkan arti ini dari fakta bahwa suatu kutukan sebetulnya merupakan suatu doa yang ditujukan kepada Allah;] - hal 509.
Catatan: ‘euphemism’ = ‘to use a good and auspicious word for an evil or inauspicious’ [= menggunakan kata yang baik dan menyenangkan untuk kata yang jahat / jelek dan tidak menguntungkan]. Dengan kata lain euphemisme ini adalah penghalusan bahasa.
Francis I. Andersen (Tyndale): “The word translated cursed here and in 1:11; 2:5,9 (cf. 1Ki. 21:10,13), is literally ‘blessed’. It could be a euphemism, introduced by the scribes, to avoid even reading such a horrid expression. ... It could be, however, that out of such a practice the word actually acquires the opposite meaning when the context determines.” [= Kata yang diterjemahkan ‘mengutuk’ di sini dan dalam 1:11; 2:5,9 (bdk. 1Raja 21:10,13), secara hurufiah adalah ‘memberkati’. Itu bisa merupakan euphemism, diperkenalkan oleh penulis, untuk menghindari pembacaan dari ungkapan yang begitu mengerikan. ... Tetapi bisa terjadi bahwa dari praktek seperti itu kata itu betul-betul mendapatkan arti yang berlawanan pada waktu kontex menentukan hal itu.] - hal 81.
Catatan: perlu diperhatikan bahwa dalam Kel 22:28 tetap digunakan kata ‘mengutuki’ sekalipun digunakan terhadap Allah.
Keluaran 22:28 - “‘Janganlah engkau mengutuki Allah dan janganlah engkau menyumpahi seorang pemuka di tengah-tengah bangsamu.”.
KJV/RSV: ‘revile’ [= memaki-maki].
NIV: ‘blaspheme’[= menghujat].
NASB: ‘curse’[= mengutuk].
c. Orang sering memberkati pada waktu berpisah, sehingga ‘memberkati’ akhirnya diartikan ‘mengucapkan selamat jalan’ atau ‘menyuruh pergi / mengusir’, dan akhirnya diartikan ‘menghujat’ / ‘mengutuk’.
Keil & Delitzsch (tentang 1Raja 21:10): “to bless God, i.e. to bid Him farewell, to dismiss Him, as in Job 2:9, equivalent to blaspheming God.” [= memberkati Allah, yaitu mengucapkan selamat jalan kepadaNya, menyuruhNya pergi, seperti dalam Ayub 2:9, sama dengan menghujat Allah.] - hal 271.
e) Kalau Ayub menguatirkan bahwa anak-anaknya mengutuki Allah, mungkin maksudnya adalah bahwa mereka bukannya betul-betul mengutuki / memaki-maki Allah, tetapi bahwa mereka melupakan / mengabaikan Allah. Memang di atas telah saya katakan bahwa pesta dan bersenang-senang, sekalipun sebetulnya bukanlah dosa, tetapi mempunyai kecenderungan untuk menyebabkan hati seseorang melupakan Allah.
Bdk. Lukas 21:34 - “‘Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat.”.
f) Dosa yang ia takutkan terjadi di kalangan anak-anaknya ini, adalah dosa ke dalam mana Setan menginginkan Ayub jatuh (1:11 2:5), dan ke dalam mana istrinya mencobainya (2:9).
Ayub 1:11 - “Tetapi ulurkanlah tanganMu dan jamahlah segala yang dipunyainya, ia pasti mengutuki Engkau di hadapanMu.’”.
Ayub 2:5 - “Tetapi ulurkanlah tanganMu dan jamahlah tulang dan dagingnya, ia pasti mengutuki Engkau di hadapanMu.’”.
Ayub 2:9 - “Maka berkatalah isterinya kepadanya: ‘Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!’”.
g) Ayub 1: 5b ini menunjukkan bahwa Ayub sangat memperhatikan kerohanian anak-anaknya! Bagaimana dengan saudara? Banyak orang tua kristen yang memperhatikan kesehatan dan pendidikan dan pergaulan anak-anaknya, tetapi mengabaikan kerohaniannya.EKSPOSISI AYUB 1:1-5.
Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div: meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
-AMIN-