MALEAKHI 2:1-9 (IMAN DAN HUKUMAN)

Pdt.Budi Asali, M.Div.
MALEAKHI 2:1-9 (IMAN DAN HUKUMAN)
I) Imam yang seharusnya:

1) Seseorang yang menghormati dan memuliakan Allah (Maleakhi 2: 2).

Ay 2 (NIV): to honor (= menghormati).

KJV / Lit: to give glory (= memuliakan / memberi kemuliaan).

Memuliakan Allah adalah tugas dan tujuan hidup yang seharus­nya dari setiap orang kristen (1Korintus 10:31). Jadi, jelas juga harus merupakan tugas dan tujuan hidup imam / hamba Tuhan.

Imam / hamba Tuhan bisa memuliakan Allah:

a) Melalui dirinya / kehidupannya sendiri.

b) Dengan mendorong jemaatnya memuliakan Allah.

Misalnya dengan mendorong jemaat untuk hidup suci, untuk melayani Tuhan / memberitakan Injil, untuk lebih banyak memuji Tuhan melalui doa dan nyanyian puji-pujian.

2) Seseorang yang takut kepada Allah (Maleakhi 2: 5).

Dalam ay 5 ini dikatakan tentang adanya perjanjian (covenant) antara Allah dan Lewi / imam. Allah memberikan hidup dan sejahtera kepada mereka, sedangkan mereka harus takut kepada Allah.

Seorang hamba Tuhan tidak takut kepada Allah, kalau:

a) Ia berbuat dosa seenaknya.

b) Ia takut kepada manusia / jemaatnya sendiri.

Misalnya:

· takut kepada jemaat yang kaya, yang merupakan donatur gereja.

· takut untuk menegur dosa jemaat / menjalankan siasat gerejani terhadap jemaat yang memang hidup dalam dosa yang nyata.

· takut menolak permintaan pemberkatan nikah antara kristen dan non kristen.

Penerapan:

Kalau saudara adalah seorang hamba Tuhan, pikirkan / renungkan: apakah saudara takut kepada Allah? Atau saudara lebih takut kepada manusia?

3) Mengajar Firman Tuhan (Maleakhi 2: 6,7 bdk. Imamat 10:11 2Taw 17:7-9 Nehemia 8:7-9 Hosea 4:6).

Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa mengajar Firman Tuhan adalah tugas imam, dan bahkan boleh dikatakan sebagai tugas utama imam / hamba Tuhan.

Penerapan:

· Banyak pendeta yang mengutamakan bezoek, counseling, rapat, organisasi, dll, sehingga tidak terlalu serius dalam mengajar Firman Tuhan. Ini salah!

· Ada gereja yang mencari pendeta tanpa peduli pendeta itu bisa mengajar Firman Tuhan atau tidak. Ini juga salah.

Supaya seorang imam / hamba Tuhan bisa mengajar Firman Tuhan, maka jelas bahwa ia harus belajar! Perhatikan Ezra 7:6,10. Ezra adalah imam dan ia mahir Kitab Suci dan juga meneliti / belajar Kitab Suci, baru mengajar. Hamba Tuhan tidak boleh terus melayani sehingga ia sendiri tidak punya kesempatan untuk belajar!!

Penerapan:

Kalau saudara sebagai jemaat / majelis sudah tahu akan tugas hamba Tuhan untuk belajar dan mengajar Firman Tuhan, maka berusahalah supaya hamba Tuhan di gereja saudara bisa belajar dan mengajar dengan baik, misalnya dengan:

a) Tidak mengganggu dia pada jam belajarnya.

b) Menangani tugas-tugas yang bisa saudara tangani, atau meng-operkannya kepada orang lain yang bisa menanganinya, sehingga hamba Tuhan bisa bebas dari tugas-tugas remeh dan bisa ber-konsentrasi pada tugas utamanya (bdk. Kisah Para Rasul 6:1-7).

c) Menyediakan buku-buku theologia / tafsiran dsb untuk hamba Tuhan.

d) Mendoakan pendeta saudara supaya ia bisa belajar dan menga­jar dengan baik. Ini sesuatu yang penting!

Sekarang, kalau hamba Tuhan sudah belajar dan mengajar sekuat tenaga, tetapi kalau jemaat tidak mau belajar dari dia, maka semua akan sia-sia. Jadi, kewajiban jemaat adalah mencari pengajaran dari hamba Tuhan (Maleakhi 2: 7). Sudahkah itu saudara lakukan dengan tekun? Apakah saudara mengikuti acara Pemahaman Alkitab di gereja saudara dengan tekun?

Banyak jemaat yang kerjanya hanya mencari nasehat / counsel­ing pada waktu mereka ada problem, tetapi dalam hidup sehari-hari tidak mau belajar Firman Tuhan. Ini salah. Kalau saudara mau rajin belajar Firman Tuhan, itu akan menyebabkan saudara tak lagi membutuhkan counseling dari pendeta pada saat saudara mengalami problem (kecuali itu adalah problem yang besar). Ini akan mengurangi tugas counseling pendeta sehingga ia bisa lebih berkonsentrasi pada belajar dan mengajar Firman Tuhan, yang merupakan tugas utamanya.

4) Seorang yang jujur (Maleakhi 2: 6).

Ay 6: ‘kecurangan tidak terdapat pada bibirnya’.

KJV: iniquity was not found in his lips (= kesalahan tidak ditemukan pada bibirnya).

NIV: nothing false was found on his lips (= tidak ada yang palsu yang ditemukan pada bibirnya).

NASB: unrighteousness was not found on his lips (= ketidak-benaran tidak ditemukan pada bibirnya).

Jadi maksudnya adalah bahwa seorang imam / hamba Tuhan harus punya mulut yang bisa dipercaya, tidak boleh dusta, mencla-mencle, membual, memfitnah, menyebarkan gossip, membolak-balik omongan dsb! Ini penting sekali karena ia adalah seorang pengajar Firman Tuhan. Kalau dalam hal sehari-hari ia tidak bisa dipercaya kata-katanya, maka bagaimana jemaat bisa mempercayai kata-katanya pada waktu ia mengajarkan Firman Tuhan?

Bahkan pada waktu berkhotbah / mengajar, seorang hamba Tuhan tidak boleh membual ataupun menceritakan suatu kejadian dengan melebih-lebihkan. Ini sama dengan dusta, dan kalau ada jemaat yang mengetahui hal itu, itu akan mengurangi / meng­hancurkan kepercayaan mereka terhadap kata-kata hamba Tuhan itu!

5) Seorang yang hidup saleh (ay 6).

Maleakhi 2: 6: ‘mengikuti Aku’.

NIV: walked with me (= berjalan dengan Aku).

Bdk. Kej 5:24 Kej 6:9 dimana dikatakan oleh NIV bahwa Henokh dan Nuh berjalan dengan Allah (walked with God).

Seseorang tak mungkin bisa mengikut Tuhan atau berjalan dengan Tuhan, kalau hidupnya tidak saleh.

Ada beberapa hal yang perlu diketahui tentang ‘hidup saleh’:

a) Hidup saleh bukan berarti hidup yang suci murni.

Jemaat sering menuntut hamba Tuhannya suci karena mereka beranggapan bahwa hamba Tuhan adalah seorang ‘Superman rohani’. Kalau pendetanya salah sedikit, maka langsung menjadi bahan pembicaraan di mana-mana. Ingat bahwa pendeta saudara juga adalah manusia biasa seperti saudara, yaitu manusia berdosa yang penuh dengan kelemahan. Kalau saudara melihat pendeta saudara berbuat dosa, penting untuk membe­dakan apakah ia jatuh ke dalam dosa atau hidup di dalam dosa!

b) Hidup saleh berarti hidup sesuai Kitab Suci / Firman Tuhan, bukan sesuai tuntutan jemaat / orang banyak / tradisi!

Jemaat sering menuntut pendeta dengan tuntutan-tuntutan yang tidak ada dasar Kitab Sucinya.

Contoh:

· pendeta harus alim dan pendiam, tidak boleh guyon / tertawa terbahak-bahak di muka umum, dsb.

· pendeta tidak boleh makan di warung.

· pendeta tidak boleh nonton bioskop / ikut fitness center.

Tuntutan yang tidak punya dasar Kitab Suci seperti ini tidak perlu dituruti oleh pendeta / hamba Tuhan!!

c) Hidup saleh bukan hanya berhubungan dengan kasih dan kesa­baran.

Memang hidup saleh mencakup kasih dan kesabaran, tetapi bukan hanya itu saja. Juga harus ada ketegasan, kejujuran, kedisiplinan, semangat dalam pelayanan, dsb.

Mengapa hal ini perlu ditekankan? Karena saat ini ada banyak jemaat yang menilai saleh tidaknya seseorang, hanya dari sabar tidaknya orang itu. Kalau orang itu sabar, tak peduli ia suka berdusta, suka ngaret, melakukan pelayanan dengan tak bertanggung jawab, dsb, ia tetap dianggap seba­gai orang saleh. Ini salah sama sekali!

6) Punya pengaruh positif terhadap jemaat (ay 6 akhir).

Ay 6b: ‘banyak orang dibuatnya berbalik dari pada kesalahan’.

Ini menunjukkan adanya pengaruh positif terhadap jemaat. Tentu saja tak bisa diartikan bahwa semua jemaat harus menda­pat pengaruh yang positif. Ini karena dalam jemaat yang manapun pasti ada orang-orang yang tegar tengkuk! Karena itu jangan menghakimi seorang hamba Tuhan hanya dengan melihat satu atau beberapa jemaatnya hidup dalam dosa.

Pengaruh positif ini pasti ada kalau hamba Tuhan itu betul-betul mengajar Firman Tuhan!

7) Harus mau mendengar dan memperhatikan teguran Tuhan (ay 2).

Hidup saleh (no 5 di atas) hanya bisa terjadi kalau hamba Tuhan itu mau mendengar dan memperhatikan teguran Tuhan, baik dari Kitab Suci, dari khotbahnya sendiri, maupun dari orang lain / majelis / jemaatnya sendiri!

Dengan kata lain, seorang hamba Tuhan harus tunduk kepada Firman Tuhan! Bahwa ia mengajarkan Firman Tuhan tidak berarti bahwa ia lebih tinggi dari Firman Tuhan! Sebagai pembe­rita Firman Tuhan, ia hanya bagaikan seorang jongos yang menyampaikan kata-kata tuannya, dan karena itu ia tidak lebih tinggi dari Firman Tuhan yang ia beritakan!

Tapi banyak hamba Tuhan memutar-balikkan Firman Tuhan untuk keuntungannya dirinya sendiri, untuk menutupi kesalahannya, dsb. Ini bukan hamba Tuhan yang tunduk pada Firman Tuhan tetapi ‘hamba Tuhan’ yang menginjak-injak Firman Tuhan!

II) Imam dalam kenyataannya:

Ternyata para imam pada jaman Maleakhi itu tidak memenuhi syarat-syarat seorang imam, karena mereka adalah orang yang:

1) Tidak menghormati / memuliakan Allah (ay 2).

Ada macam-macam hal yang bisa ia lakukan sehingga ia tidak menghor-mati / memuliakan Allah:

a) Melayani demi kemuliaan diri sendiri / gerejanya.

Hamba Tuhan yang melayani demi kemuliaan dirinya / gereja­nya sendiri biasanya punya ciri khas, seperti:

· marah kalau ‘domba’nya dicuri oleh pendeta / gereja lain.

Ia seharusnya sadar bahwa domba itu bukanlah dombanya tetapi domba Tuhan!

· tidak peduli pada mundur atau bahkan hancurnya gereja lain.

· menganggap gereja baru sebagai saingan, sehingga sangat tidak senang dengan berdirinya gereja baru. Anehnya, kalau ada rumah ibadat agama lain yang didirikan, atau bahkan ada rumah pelacuran yang didirikan, ia tidak peduli.

· menganggap hamba Tuhan lain (apalagi yang lebih hebat dari dirinya sendiri) sebagai saingan.

b) Mencuri kemuliaan Allah dengan mau menerima pujian / sanjungan yang seharusnya untuk Allah.

c) Membiarkan jemaat tidak hormat pada Allah (bdk. Mal 1:10 dimana mereka membiarkan rakyat mempersembahkan binatang cacat).

2) Tidak memperhatikan teguran (ay 2 akhir).

Mungkin mereka mendengar teguran itu, tapi mereka tidak memasukkan ke dalam hati.

Seorang hamba Tuhan, karena salah satu tugasnya adalah menegur orang berdosa, seringkali menjadi sukar untuk mene­rima suatu teguran! Sikap seperti ini harus diwaspadai oleh setiap hamba Tuhan!

3) Membuat banyak orang tergelincir (Maleakhi 2: 8).

Dalam ay 8 dikatakan ada 2 hal yang mereka lakukan yang menyebabkan orang tergelincir, yaitu:

a) Kehidupan yang berdosa (ay 8: ‘menyimpang dari jalan’).

Perlu diingat oleh seorang hamba Tuhan, bahwa kalau jemaat biasa hidup brengsek, maka effek negatifnya tidaklah sepa­rah seperti kalau seorang hamba Tuhan hidup brengsek. Seorang hamba Tuhan yang hidup brengsek akan membuat banyak orang tergelincir! Karena itu, kalau seorang jemaat biasa saja harus menyucikan dirinya, maka seorang hamba Tuhan lebih-lebih lagi harus menyucikan dirinya!

b) Pengajaran yang salah (ay 8: ‘membuat banyak orang terge­lincir de-ngan pengajaranmu’).

Seorang hamba Tuhan yang tidak serius dalam belajar maupun mengajar, harus sadar bahwa ajarannya bisa menyebabkan banyak orang tergelincir. Ini bisa terjadi dengan:

· hadirnya / adanya sesuatu yang negatif / sesat dalam ajarannya.

· absennya / tidak adanya hal-hal yang positif dalam ajarannya (ajarannya tidak ada isinya).

Misalnya: kalau Injil dibuang, sehingga ajarannya hanya berisi ajaran moral dan etika saja.

4) Memandang bulu dalam pengajaran (Maleakhi 2: 9).

Mereka menegur dengan keras orang miskin yang jatuh dalam dosa, se-dangkan orang kaya yang berdosa dibiarkan saja. Ini jelas menunjukkan bahwa mereka takut kepada manusia (terten­tu) dan bukan kepada Allah.

III) Hukuman:

Seharusnya mereka menerima hidup dan sejahtera (Maleakhi 2: 5), tetapi dosa-dosa mereka merusakkan perjanjian dengan Allah (ay 8). Akibatnya, hukumanlah yang mereka terima.

Apa hukumannya?

1) Kutuk (Maleakhi 2: 2).

Pada waktu Israel taat, Allah mengubah kutuk menjadi berkat (bdk. Bileam yang ingin mengutuki, tetapi malah memberkati Israel - Bil 22-24). Tetapi, waktu imam-imam berdosa, tidak perlu ada orang yang mengutuki Israel, karena Allah sendiri mengubah berkat menjadi kutuk.

2) Maleakhi 2: 3: ‘mematahkan lenganmu’.

Bagian ini diterjemahkan dan ditafsirkan secara bermacam-macam! Mengapa?

Penjelasannya:

Abjad Ibrani sebetulnya hanya terdiri dari huruf mati saja. Dalam pengucapan, tentu saja ada huruf hidup, tetapi dalam penulisan, tidak digunakan huruf hidup, sehingga manu­script-manuscript ditulis hanya dengan huruf mati.

Bahasa Ibrani modern lalu menambahkan huruf hidup, tetapi dalam bagian ini penambahan yang dilakukan bisa dilakukan dengan 2 cara:

a) Ditambahkan huruf hidup sedemikian rupa sehingga bunyinya menjadi HAZERA yang artinya adalah the seed (=benih).

b) Ditambahkan huruf hidup sedemikian rupa sehingga bunyinya menjadi HAZROA yang artinya adalah the arm / shoulder (= lengan / bahu).

Illustrasi: huruf-huruf C-W-K bisa ditambah huruf hidup menjadi CEWEK atau COWOK atau COWEK.
Sekarang kalau diambil arti pertama yaitu ‘benih’, ada 2 penafsiran lagi:

· yang dimaksudkan adalah benih tanaman.

KJV menterjemahkan: ‘I will corrupt your seed’ (= Aku akan merusak benihmu).

Maksudnya, Tuhan akan menghukum dengan menghancurkan panen mereka.

· yang dimaksudkan adalah benih manusia.

NIV menterjemahkan: ‘I will rebuke your descendants’ (= Aku akan menghardik keturunanmu).

Juga RSV menterjemahkan: ‘I will rebuke your offspring’, yang artinya sama dengan NIV.

Jadi Tuhan akan menghukum dengan menghancurkan keturunan mereka.

Kalau diambil dari arti kedua, yaitu ‘bahu / lengan’, ada 2 penafsiran lagi:

¨ Yang dimaksudkan adalah lengan imam.

Karena itu maka Kitab Suci Indonesia menterjemahkan: ‘Aku akan mematahkan lenganmu’.

¨ Yang dimaksudkan di sini adalah lengan / bahu / paha binatang persembahan.

Kalau ada orang yang memberikan korban keselamatan, maka bagian paha (= lengan / bahu) dari binatang itu adalah bagian imam (bdk. Imamat 7:31,32 Ulangan 18:3). Inilah yang akan dihancurkan oleh Tuhan, se-hingga imam tidak mendapat bagian apa-apa.

3) Mereka direndahkan / dipermalukan (ay 3,9).

Sekalipun hamba Tuhan itu mulia di depan jemaat, tapi ia bisa hina didepan Tuhan!! Dan Tuhan bahkan bisa saja meren­dahkan hambaNya yang berdosa di depan manusia!

Kesimpulan:

Kalau hamba Tuhan berdosa, ia dihukum. Karena itu, hamba Tuhan harus sangat berhati-hati dalam kehidupan dan pelayanannya.

Tetapi kalau hamba Tuhan yang berdosa dihukum oleh Tuhan, mung­kinkah jemaat yang berdosa dibiarkan saja oleh Tuhan? Tidak mungkin! Jadi, bertobatlah dari dosa-dosa saudara, dan hiduplah sesuai kehendak Tuhan!


Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
-AMIN-
Next Post Previous Post