BAPTISAN ROH KUDUS ADALAH PERISTIWA YANG TERJADI SATU KALI
Pdt.Samuel T. Gunawan, M.Div.
Pentakosta menandai dimulainya gereja sebagai suatu tubuh yang berfungsi melalui pencurahan Roh Kudus. Sebelum naik ke surga, Kristus berjanji tidak lama lagi murid-muridNya akan dibaptis dengan Roh Kudus (Kisah Para Rasul 1:5).
Peristiwa “pencurahan Roh Kudus” pada hari Pentakosta tersebut indentik dengan “baptisan Roh Kudus” yang dijanjikan oleh Kristus kepada murid-muridNya. Petrus menyebutnya sebagai penggenapan nubuat Nabi Yoel (Kisah Para Rasul 2:16). Peristiwa pentakosta ini menandai ditempatkannya orang percaya di dalam Tubuh Kristus (1 Korintus 12:13; Efesus 1:22,23). Berdasarkan penjelasan di atas ada empat hal yang perlu diperhatikan.
ARTI BAPTISAN ROH KUDUS
Baptisan Roh Kudus Pada Hari Pentakosta Terjadi Hanya Satu Kali dan Tidak Terulang Lagi. Untuk memahami arti baptisan Roh Kudus, kita dapat memperhatikan kata-kata Paulus dalam 1 Korintus 12:13, “Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh”.
Kalimat dalam 1 Korintus 12:13 ini menggunakan bentuk aorist tense (past principle tense), yaitu menunjuk kepada suatu peristiwa yang sudah lewat, yang terjadi hanya satu kali dan tidak akan pernah terulang lagi. Ini berarti bahwa baptisan Roh Kudus itu hanya terjadi satu kali, yaitu pada hari Pentakosta di Yerusalem.
Setiap orang percaya secara status telah dibaptiskan ke dalam tubuh Kristus bersama-sama dengan orang-orang pilihan atau yang telah bertobat dan percaya kepada Kristus di segala zaman, sejak hari Pentakosta itu. Roh Kudus telah mempersatukan orang percaya kepada kematian dan kebangkitan Kristus. Tetapi secara pribadi, baptisan Roh Kudus itu kita terima pada saat kita percaya kepada Kritus dan menerima Roh Kudus, pada saat regenerasi (kelahiran baru).
TUJUAN BAPTISAN ROH KUDUS
Tujuan dari Baptisan Roh Kudus Ini adalah Ditempatkannya Orang-Orang Percaya ke dalam Tubuh Kristus. Dalam 1 Korintus 12:13 semua orang percaya disebutkan sebagai objek baptisan, Roh Kudus merupakan “unsur” yang ke dalam mana atau dengan (en) mana mereka dibaptiskan, dan tujuan baptisan adalah agar orang-orang percaya dapat membentuk satu tubuh (eis hen sõma). Subjek yang membaptis tidak disebutkan dalam ayat ini, tetapi bila dikaitkan dengan ayat-ayat lain dalam Perjanjian Baru maka subjek yang membaptis adalah Yesus Kristus (Bandingkan Matius 3:11; Markus 1:8; Lukas 3:16; Yohanes 1:33).
Selanjutnya, frase “kita semua” ini menunjukkan bahwa baptisan Roh Kudus itu bukan merupakan pengalaman yang dirasakan oleh sebagian orang percaya saja dan sebagian yang lainnya tidak, sehingga harus mencarinya. Baptisan Roh Kudus juga bukan pengalaman yang terjadi sesudah pertobatan dan bergantung pada kondisi seseorang. Baptisan Roh Kudus dialami oleh semua orang yang telah percaya kepada Kristus. Pada saat pertobatan, setiap orang yang telah percaya kepada Kristus menerima baptisan Roh Kudus. Melalui baptisan Roh Kudus itu mereka dipersatukan kepada kematian dan kebangkitan Kristus, sehingga menjadi bagian dari anggota tubuh Kristus.
AKIBAT DARI BAPTISAN ROH KUDUS
(1) Menjadikan setiap orang percaya sebagai bagian dari anggota tubuh Kristus (1 Korintus 12:13), yang saling memperlengkapi, saling membutuhkan, saling mendukung, saling merasakan, dan saling memperhatikan. Melalui kesatuan dalam Kristus itulah kita harus sama-sama merasakan sukacita dan penderitaan, karena kita semua adalah tubuh Kristus (1 Korintus 12:14-27).
(2) Membuat setiap orang percaya dapat menerima karunia-karunia Roh, dimana setiap orang memiliki karunia yang berbeda (1 Korintus 12:7-11; Roma 12:4-9). Dalam 1 Korintus 12:13 mengatakan “...kita semua diberi minum dari satu Roh.” Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa setiap karunia yang dimiliki oleh orang-orang percaya, meskipun berbeda-beda, semuanya berasal dari satu Roh yang sama, yaitu Roh Kudus.
(3) Memperlengkapi orang percaya dengan karunia-karuniaNya dan kuasa sehingga dapat bersaksi dan melayani Tuhan (Roma 12:3-9; 1 Korintus 12:4-31). Kata Yunani untuk “karunia-karunia” adalah “charismata” bentuk tunggalnya “charis”. Karunia-karunia yang diberikan oleh Roh kudus kepada setiap orang percaya berbeda satu sama lain tetapi sama pentingnya. Tujuan dari karunia-karunia Roh adalah memampukan orang-orang percaya untuk melakukan berbagai bentuk pelayanan guna pembangunan tubuh Kristus.
Dengan demikian tidak satupun dari orang percaya yang tidak diberi karunia Roh. Berdasarkan pengertian ini dapat dikatakan bahwa “seluruh gereja Yesus Kristus adalah karismatik”. Tanpa pertolongan Roh Kudus, kita tidak mungkin memiliki kuasa untuk bersaksi dan melayani. Itulah sebabnya sebelum murid-murid-Nya pergi bersaksi dan melayani, mereka diperintahkan untuk menunggu di Yerusalem, sampai mereka menerima baptisan Roh Kudus dan diperlengkapi dengan kuasa Roh Kudus (Lukas 24:47-49; Kisah Para Rasul 1:4-5,8).
(4) Mengakibatkan perubahan pola pikir atau cara pandang kita terhadap semua orang percaya. Paulus mengingatkan jemaat Korintus, bahwa baik orang Yahudi maupun Yunani, baik budak maupun orang merdeka, kalau mereka sudah percaya kepada Kristus, mereka adalah satu tubuh di dalam Kristus (1 Korintus 12:13).
Paulus mengingatkan hal ini supaya mereka, dalam mewujudkan kasih dan pelayanannya, melakukan tanpa memandang muka, suku, atau status sosial, yang dapat menimbulkan perpecahan di dalam jemaat (1 Kor. 12:25; bandingkan dengan Yakobus 2:1-4). Kita satu di dalam tubuh Kristus, karena itu mereka yang mengaku sudah percaya kepada Kristus, tetapi masih memiliki sikap yang membeda-bedakan atau merendahkan sebagian orang percaya karena suku atau status sosial yang berbeda, belum betul-betul menerima pembaharuan yang sesungguhnya. Mereka belum mengerti makna satu tubuh di dalam Kristus.
(5) Mengakibatkan kita mampu menghasilkan buah Roh Kudus (Galatia 6:22-23). Buah Roh Kudus disini ditulis dalam bentuk tunggal yaitu kata Yunani “karpos”. Walaupun buah Roh itu satu (bentuknya), tetapi majemuk (sifatnya). Kesatuan dan banyak segi dari buah Roh ini mencerminkan integritas dan keharmonisan. Dengan kata lain buah Roh Kudus hanya satu, tetapi memiliki sembilan rasa. Buah Roh Kudus berasal dari dalam dan tidak ditambah dari luar. Ini adalah hasil kehidupan baru saat orang percaya dibaptis Roh Kudus.
(6) Mengakibatkan kita memperoleh kepenuhan Roh Kudus. Kepenuhan Roh Kudus tidak dapat disamakan dengan baptisan Roh Kudus. Baptisan Roh Kudus hanya terjadi satu kali dan seterusnya, sedangkan kepenuhan Roh Kudus dapat terjadi berulang-ulang, bergantung pada tuntutan kehidupan yang suci dan benar dalam diri orang percaya itu. Pada hari Pentakosta, baptisan dan kepenuhan Roh Kudus terjadi serentak. Jadi, kepenuhan Roh Kudus dalam Peristiwa Pentakosta adalah akibat dari Baptisan Roh Kudus (Kisah Para Rasul 2:4; Bandingkan 10:25-46). Meskipun biasanya, kepenuhan Roh Kudus terjadi setelah baptisan Roh Kudus, tetapi keduanya bisa terjadi secara bersamaan seperti yang dialami para murid pada peristiwa Pentakosta tersebut diatas.
(7) Relasi yang Baru dengan Tuhan. Setelah dibaptis Roh Kudus, orang percaya dibawa ke dalam suatu relasi yang baru dengan Tuhan, suatu relasi yang akrab dan dinamis. Akrab, karena “.. Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: "ya Abba, ya Bapa!” (Roma 8:15); dinamis, karena Ia menyertai senantiasa, dan bekerja di dalam dan melalui orang percaya. Tuhan Yesus mengatakan “yaitu Roh Kebenaran... kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu” (Yohanes 14:17).
Karya Roh Kudus ini bersifat ganda yaitu “dari dalam” dan “dari luar”. Roh Kudus bekerja “dari dalam” pada saat Ia membaptis atau menganugerahkan keselamatan yang bersifat kekal, dan “dari luar” apabila ia memberikan kuasa atau karunia-karunia yang dapat hilang lagi jika tidak digunakan atau pun jika dipadamkan (bandingkan: 1 Korintus 14:1; 1 Tesalonika 5:19; 1 Timotius 4:14). Contoh kegiatan Roh Kudus yang “dari luar” ini ialah cara Ia bekerja pada masa Perjanjian Lama. Kepada orang-orang tertentu dan untuk tugas-tugas khusus yang sementara. Sedangkan pada masa Perjanjian Baru sesudah hari Pentakosta, Roh Kudus tidak hanya bekerja “dari luar”, melainkan juga “dari dalam” melalui baptisan Roh, kelahiran kembali, dan pemeteraian oleh Roh (2 Korintus 1:22).
8. Baptisan Roh Kudus tidak dibuktikan dengan berbahasa bahasa.(7) Pentakostalisme mengajarkan bahwa baptisan Roh Kudus atas orang percaya harus dibuktikan secara fisik dengan berbicara dalam bahasa lidah, sebagaimana yang terjadi pada hari Pentakosta (Kisah Rasul 2:4).(8) Bahasa asing dalam ayat itu menurut Pentakostalisme pada hakikatnya sama dengan karunia lidah dalam 1 Korintus 12:10,28, tetapi berbeda dalam penggunaannya.(9) Abraham Alex Tanusaputra, pendiri Gereja Bethany Indonesia mengatakan “Tanda awal (initial physical evidence) dari baptisan Roh Kudus adalah berkata-kata dalam bahasa Roh (speaking ini tongue)”.(10)
Pada umumnya ada empat bagian ayat yang dipakai penganut Pentakostalisme sebagai dasar untuk menunjukkan bahasa lidah sebagai tanda atau bukti fisik baptisan Roh Kudus, yaitu: (1) Peristiwa Pentakosta di Yerusalem dalam Kisah Para Rasul 2:4; (2) Peristiwa di Samaria dalam Kisah Para Rasul 8:14-17; (3) Peristiwa di rumah Kornelius di Kaisaria dalam Kisah Para Rasul 10:46; dan (4) Peristiwa di Efesus dalam Kisah Para Rasul 19:6. Pencetus “teori” bahasa roh sebagai bukti fisik baptisan Roh adalah Charles Fox Parham, rektor Sekolah Alkitab di Topeka, negara bagian Kansas.(11) Menyatakan bahwa bahasa lidah merupakan bukti fisik dari baptisan Roh kudus adalah sebuah kesimpulan sebenarnya tidak tepat.
Berikut ini fakta-fakta yang menunjukkan bahwa bahasa lidah bukanlah bukti fisik baptisan Roh.
Pertama, dari empat peristiwa baptisan Roh dalam Kisah Para Rasul tersebut, ditemukan empat respon yang berbeda: (1) Pada peristiwa Pentakosta di Yerusalem terjadi manifestasi bahasa asing (15 macam bahasa); (2) Pada peristiwa di Samaria tidak terjadi manifestasi apa-apa; (3) Pada peristiwa di rumah Kornelius terjadi manifestasi bahasa roh; dan (4) Pada peristiwa di Efesus terjadi manifestasi bahasa roh dan nubuat. Berdasarkan perbedaan respon tersebut tidaklah logis menyimpulkan bahwa bahasa lidah merupakan bukti fisik dari baptisan Roh kudus, dan memaksa kesimpulan demikian merupakan bentuk ketidakkonsistenan.
Kedua, dalam peristiwa baptisan Roh tersebut terjadi kepenuhan Roh Kudus yang mengakibatkan terjadinya manifestasi “bahasa asing” (Kisah Para Rasul 2:4), “bahasa roh dan memuliakan Allah” (Kisah Para Rasul 10:44-46), “bahasa roh dan nubuat” (Kisah Para Rasul 19:6). Sedangkan pada peristiwa di Samaria tidak ada manisfestasi apapun pada saat peristiwa baptisan Roh Kudus. Mengapa? Jawaban yang paling memuaskan dari semua yang pernah diusulkan ialah: karena pada peristiwa baptisan Roh di samaria tersebut tidak terjadi kepenuhan Roh Kudus. Jadi, kepenuhan Roh Kuduslah yang menyebabkan terjadinya manisfestasi “bahasa roh, nubuat, dan bahasa asing” dalam ketiga peristiwa baptisan Roh tersebut. Sedangkan di Samaria kepenuhan Roh Kudus tidak terjadi, hanya baptisan Roh Kudus.
Ketiga, tidak ada ayat di bagian mana pun dalam Alkitab yang memerintahkan orang percaya untuk mencari baptisan Roh Kudus apalagi harus disertai bukti fisik bahasa lidah.(12) Sebaliknya, orang Kristen diperintahkan “hendaklah kamu penuh dengan Roh Kudus” (Efesus 5:18). Frase Yunani “plérousthe en pneumati” adalah bentuk present imperatif pasif, bukan bentuk aorist (masa lampau). Dalam pengertian ini, dipenuhi dengan Roh Kudus adalah suatu kegiatan yang harus terus-menerus dituntut atau dicari oleh orang-orang percaya.
Disini Paulus tidak pernah memerintahkan orang-orang percaya untuk menuntut atau mencari baptisan Roh Kudus, melainkan Ia memerintahkan orang-orang percaya agar senantiasa menuntut dipenuhi dengan Roh Kudus. Baptisan Roh Kudus adalah suatu peristiwa yang lampau yang terjadi hanya satu kali dan bersifat permanen; diterima pada saat seseorang percaya kepada Yesus Kristus dan mengalami kelahiran baru (pertobatan). Sedangkan dipenuhi dengan Roh Kudus adalah sesuatu yang harus dialami secara terus-menerus. Hal ini dapat terjadi berulang-ulang bergantung pada tuntutan kehidupan yang suci dan benar dalam diri orang percaya itu, yang memungkinkan mereka untuk terus mengalami kepenuhan Roh Kudus.
https://teologiareformed.blogspot.com/