SEJARAH DAN PERKEMBANGAN GERAKAN KHARISMATIK
Pdt.Samuel T.Gunawan, M.Th.
Anggapan yang menyatakan bahwa Kharismatik itu baru, tidak sepenuhnya benar. Memang benar bahwa Kharismatik sebagai sebuah gerakan yang terformulasi dan tersistem baru hadir di pertengahan abad ke 20, tetapi konsep-konsep dari ajaran dan prakteknya sudah ada sejak gereja mula-mula, terus mengalir disepanjang sejarah gereja dan tetap eksis hingga kini.
Sama halnya pada waktu Martin Luther menggemakan “kebenaran yang diterima dengan iman” berdasarkan Roma 1:16-17. Bukankah ajaran dan konsep tersebut telah ada di dalam Kitab Suci jauh sebelum Luther menemukannya? Tetapi mengapa baru ditemukan oleh Luther sewaktu dia mengajar sebagai profesor ilmu Alkitab di Universitas Wittenberg, Jerman pada tahun 1514 M? Merupakan kekeliruan jika menganggap ajaran Luther tersebut baru ada di abad ke 16 hanya karena Luther baru menemukannya pada saat itu.[1] Demikian juga kekeliruan yang sama terjadi dengan menganggap ajaran Kharismatik itu eksistensinya baru ada di abad ke 20 ini.
Melalui penelitian yang jujur dan seksama terhadap catatan sejarah gereja, akan memperlihatkan dan menjelaskan kepada kita bahwa ajaran dan praktek karunia-karunia rohani terus berlangsung selama berabad-abad, sejak zaman para rasul hingga saat ini. Karena itu, pada bab ini saya akan menyajikan suatu tinjauan terhadap sejarah dan perkembangan Kharismatik. Tujuan penelitian historikal adalah “untuk membuat rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan objektif, dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasi serta mensintesis bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat”.[2]
MEMPERKENAL PENELITIAN HISTORIKAL
Penelitian historis berkaitan dengan makna terpendam dan saling berhubungan antara peristiwa-peristiwa lampau dan suatu masalah. Penelitian historis pada umumnya dapat dimasukkan dalam kelompok penelitian dengan paradigma kualitatif. Walaupun demikian, ada juga penelitian historis yang bersifat kuantitatif.[3]
1. Istilah Sejarah
Istilah “sejarah” mempunyai arti yang sama dengan kata Inggris “history”, kata Jerman “geschichte”, dan kata Belanda “geschieedenis”. Semua istilah itu mengandung arti yang sama, yaitu cerita tentang peristiwa dan kejadian pada masa lampau.[4] Peristiwa dan kejadian itu benar-benar terjadi pada masa lampau.[5] Sedangkan kata Yunani untuk “sejarah” adalah “historĂ©sai” yang berarti “menyelidiki” atau “mengetahui” (Bandingkan Galatia 1:18).[6] Sejarah adalah sesuatu yang terjadi pada waktu lampau dalam kehidupan umat manusia.
Dengan demikian sejarah tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia dan bahkan berkembang sesuai dengan perkembangan kehidupan manusia dari tingkat yang sederhana ketingkat yang lebih maju atau modern.[7]
Kamus Umum Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa sejarah mengandung tiga pengertian, yaitu: (1) Sejarah berarti silsilah atau asal-usul; (2) Sejarah berarti kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau; (3) Sejarah berarti ilmu, pengetahuan, cerita pelajaran tentang kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau serta riwayat.[8] Jadi, sejarah adalah suatu peristiwa dan kejadian yang benar-benar terjadi dalam kehidupan manusia di masa lampau.
2. Definisi Sejarah
Borg dan Gall mendefinisikan penelitian sejarah sebagai “pencarian sistematis mengenai fakta-fakta yang berhubungan dengan pertanyaan tentang masa lampau dan penafsiran fakta”.[9] Definisi Borg dan Gall menekankan penafsiran yang sesungguhnya adalah penafsiran baru sebab fakta itu sendiri adalah tafsiran orang yang membuat sumber sejarah.[10] Marc Bloch mendefinisikan sejarah sebagai “ilmu tentang manusia di dalam kerangka waktu”.[11]
Ada tiga kata kunci dalam definisi Marc Bloch di atas, yaitu: ilmu, manusia, dan waktu. (1) Sejarah adalah ilmu dalam arti sejarah adalah kumpulan seperangkat penyelidikan yang berisi analisis dokumen dan bukti-bukti lain yang dilakukan dengan penuh keteraturan dan objektivitas. (2) Sejarah adalah ilmu tentang manusia dalam arti sejarah berkaitan dengan manusia secara individu dan kelompok dalam pemahaman konkret dan dengan pemahaman terhadap manusia dalam situasi yang konkret. (3) Sejarah adalah ilmu tentang manusia dalam kerangka waktu dalam arti waktu dalam sejarah bukan sesuatu yang abstrak, tetapi hal yang konkret dan realitas yang hidup dengan karakter yang terus berubah dan berkembang secara konstan.[12]
Untuk dapat menyajikan sebuah peristiwa yang telah terjadi dimasa lampau menjadi sebuah kisah sejarah maka ada aturan keilmuan yang harus dipenuhi. Dengan aturan itu, maka kebenaran sebuah kisah sejarah akan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Artinya, ia dapat mendekati kebenaran adanya sebuah peristiwa yang benar-benar terjadi di masa lampau. Kita memang tidak akan pernah bisa menghadirkan masa lalu itu sebagai satu totalitas dari kisah yang lengkap dan utuh; dan memang tidak semua kejadian dapat diingat dengan pasti, karena ingatan manusia terbatas. Lalu bagaimana cara agar masa lalu itu tidak hilang begitu saja tanpa makna? Memahami terminologi sejarah akan membantu kita untuk menjawab pertanyaan tersebut.
3. Pentingnya Sejarah
Andreas Subagyo menyatakan, “Penelitian kesejarahan penting dalam teologi dan ilmu keagamaan. Dengan penelitian tersebut, orang dapat belajar dari kekeliruan dan penemuan-penemuan di masa lampau. Orang dapat terbantu dalam menetapkan pembaharuan-pembaharuan, dan sedikit banyak dapat memperkirakan kecenderungan di masa depan. Misalnya, mempertimbangkan kesinambungan masa lampau dan masa kini, memperhatikan kesejajaran masa kini dengan masa lalu, dan membandingkan sejarah yang sama di tempat-tempat yang berbeda”.[13]
Walaupun secara harafiah arti sejarah hanya menerangkan serangkaian catatan peristiwa atau kejadian yang telah lalu, tetapi bagi seseorang yang memahami arti sebuah kehidupan, sejarah bukan hanya sekedar catatan masa lampau. Sejarah mempunyai makna penting, antara lain:
(1) Sejarah adalah bagian dari kehidupan manusia. Sejarah mempunyai makna penting sebab sejarah tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan. Tidak ada kehidupan berarti tidak ada sejarah;
(2) Sejarah memberi makna bagi kehidupan. Adalah bijak bagi manusia untuk memahami sejarahnya, karena di dalam sejarah dan melalui sejarah itu hidup ada maknanya. Itu sebabnya mengapa manusia harus tahu sejarah dan belajar dari sejarah; dan
(3) Sejarah mengandung nilai-nilai dan pelajaran berharga. Sejarah mempunyai makna penting karena dari serangkaian peristiwa-peristiwa yang terjadi itu, terkandung nilai-nilai dan pelajaran penting yang berharga bagi kehidupan. Bahkan tidak jarang akan membawa konsekuesi sejarah bagi generasi berikutnya, bagai mata rantai yang terus terjalin. Karena itu, betapa besarnya nilai sejarah dalam dan bagi kehidupan manusia. [14]
4. Terminologi Sejarah
Terminologi sejarah atau istilah teknis kesejarahan penting untuk diketahui karena akan bermanfaat bagi kita dalam memahami sejarah.
(1) Periodisasi sejarah adalah pembagian era atau waktu berdasarkan pengamatan terhadap ciri-ciri atau karakterisasi peristiwa-peristiwa setiap periode;
(2) Kronologis sejarah ialah penyajian peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam setiap periode secara urut dan sistematis dari awal sampai akhir sesuai urutan waktu kejadian;
(3) Heuristik ialah seni dan usaha yang dilakukan untuk melacak dan menemukan dokumen-dokumen;
(4) Verifikasi sejarah ialah pengujian keaslian sumber (autentisitas) dan keabsahan sumber untuk dipercaya (kredibilitas);
(5) Interpretasi atau tafsir sejarah adalah yaitu kesan, pendapat dan pandangan teoritis terhadap dokumen sejarah dengan mengadakan analisis serta sintesis;
(6) Historiografi atau penulisan sejarah ialah cara untuk merekonstruksi suatu gambaran masa lampau berdasarkan data dan informasi yang diperoleh, disusun menurut periodesasi, secara kronologis dan sistematis sebagai suatu kesatuan yang koheren sesuai ketentuan keilmuan;[15]
(7) Sumber sejarah ialah jejak-jejak yang berisi informasi tentang sebuah peristiwa atau aktivitas yang menjadi sumber penulisan sejarah;
(8) Bukti sejarah ialah sumber sejarah yang dapat membenarkan terjadinya sebuah peristiwa;
(9) Fakta sejarah adalah pernyataan awal peneliti yang memuat kebenaran tentang sebuah kejadian atau peristiwa sejarah berdasarkan hasil analisis dokumen sejarah; dan
(10) Sejarawan adalah seorang ahli sejarah yang bertugas melaporkan peristiwa-peritiwa yang merupakan fakta masa lalu dan menguraikan hubungan antara peristiwa-peristiwa yang telah terjadi itu sehingga membentuk gambaran lengkap. Hubungan antara peristiwa-peristiwa telah terjadi itu dijalin dengan memberikan tafsiran dan ulasan sehingga mudah dipahami.
INTERPRETASI SEJARAH
Interpretasi sejarah atau tafsiran sejarah merupakan gambaran yang dihasilkan oleh perasaan atau pikiran manusia. Tafsir sejarah berisi pendapat dan pandangan teoritis terhadap dokumen sejarah dengan mengadakan analisis serta sintesis. Ada tiga hal penting di dalam tafsir sejarah, yaitu: peranan sejarawan, subjek sejarah, dan objektivitas.
1. Peranan Seorang Sejarawan
Sejarah disusun oleh manusia berdasarkan fakta-fakta atau peninggalan masa lalu. Para penyusun sejarah ini disebut sejarawan, atau subjek sejarah. Karena itu penelitian sejarah juga disebut penelitian subjektif karena hanya ada dalam pikiran dan pengamatan sejarawan. Sumber sejarah itu berasal dari kesaksian manusia sehingga tidak memiliki realitas objektif, tetapi hanya merupakan simbol dari hal-hal yang pernah nyata pada masa lampau.[16]
R.G. Colling menyatakan bahwa sejarawan berfokus pada kejadian yang terjadi di dalam dan di luar sebuah peristiwa dan melihat kejadian di masa lalu sebagai kesatuan dari kedua dimesi tersebut.[17] Dimensi luar sebuah kejadian terdiri dari fakta-fakta yang ditemukan melalui investigasi. Dimensi dalam sebuah kejadian terbentuk dari pikiran, maksud, motif, kepercayaan orang-orang dimana tindakan, institusi, dan semua pengalaman dan ekspresi lain diungkapkan sebagai satu kesatuan.[18] Karena itu tujuan sejarawan adalah mengerti alam bawah sadar, pikiran, nilai kepercayaan, tujuan dan ekspresi manusia dalam ruang dan waktu. Sejarawan juga mempertimbangkan perubahan dimensi-dimensi ini dari segi waktu dan di dalam berbagai konteks yang berbeda.
2. Objektivitas dan Subjektivitas
Para sejarawan dituntut untuk objektif dalam usaha menyusun sejarah. Objektivitas ini didasarkan atas tanggung jawab pada kebenaran objek sejarah. Fakta-fakta atau peninggalan masa lalu disebut objek sejarah, baik yang bersifat artifak maupun yang berwujud dokumen tertulis.[19] Fakta atau peninggalan masa lalu dalam wujud dokumen sejarah, akan memiliki arti sejarah apabila sudah mendapat interpretasi atau tafsiran yang dapat dipercaya mengenai bahan-bahan yang otentik. Karena itu, “Tugas ahli sejarah adalah mencari sumber-sumber informasi, mengevaluasi kebenarannya, melakukan ‘penyelidikan’, berdisiplin akan artinya dan dengan imajinasi merekontruksi ‘apa yang terjadi”.[20]
Tafsiran sejarah merupakan gambaran yang dihasilkan oleh perasaan atau pikiran manusia. Tafsiran sejarah ini disebut subjektivitas. Seorang sejarawan harus berusaha untuk seobjektif mungkin dalam menyusun sejarah. Tetapi, bagaimana pun juga subjektivitas dalam penulisan sejarah tidak bisa dihindari. Bagaimanapun juga objektivitas diusahakan, subjektivitas itu pasti akan ada, dan seorang sejarawan dapat tenggelam dalam subjektivitas.
Sebab untuk dijadikan sejarah, objek sejarah haruslah ditafsirkan oleh subjek sejarah. Karena itu, kepada para sejarawan selalu dituntut, supaya ia dengan sadar dan jujur mengikatkan diri pada objek dan berpikir secara objektif. Ini artinya subjektivitasnya harus diusahakan seobjektif mungkin, ia harus menghindari subjektivisme atau kesewenang-wenangan subjek, misalnya dalam mengadakan seleksi, interpretasi, dan dalam menyusun periodisasi.
Jadi seorang sejarawan harus bertumpu pada dasar yang dipertanggungjawabkan. Jika tidak, maka suatu karya sejarah akan jatuh nilainya. Dan, apabila seorang sejarawan dengan sengaja berlaku tidak objektif dengan membelokkan atau memutarbalikan sejarah, maka perbuatan ini disebut dengan perbuatan yang tidak jujur dan tercela.
Secara keilmuan, hal seperti ini tidak dibenarkan. Tetapi bila seorang sejarawan menyampaikan suatu sudut pandang atau pendapatnya mengenai suatu peristiwa sejarah, maka hal ini sah-sah saja, dan tafsiran ini bisa saja berbeda dengan sejarawan lainnya. Subjektivitas dalam penulisan sejarah inilah yang menyebabkan tulisan sejarah bisa berbeda satu dengan yang lainnya, padahal objek yang ditulis sama. Misalnya dalam menulis mengenai orang, kelompok, masyarakat, peristiwa atau fakta yang sama, dua orang sejarawan bisa saja menghasilkan tulisan yang berbeda.
Ringkasnya, karena sejarah ditulis oleh orang-orang yang berbeda maka hasilnya bisa berbeda walau pun objeknya sama. Hal ini karena informasi yang kurang lengkap, sudut pandang yang berbeda, dan tafsir sejarah yang melibatkan subjektivitas sejarawan.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tafsir Sejarah
Tentu saja ada faktor-faktor yang menyebabkan keanekaragaman tafsiran sejarah. Beberapa dari faktor penyebabnya adalah sebagai berikut :
(1) Dasar-dasar yang berlainan dari keyakinan moral, pandangan hidup dan pendapat tentang alam dan manusia. Sejarawan yang berbeda latar belakang ini akan menghasilkan tulisan sejarah yang berbeda satu sama lain, karena ia akan dipengaruhi oleh filsafat atau kepercayaan yang ia yakini. Misalnya, sejarawan Muslim akan berbeda dengan sejarawan Kristen saat menulis tentang tokoh tokoh historis seperti Kristus atau Muhammad.
(2) Sifat senang atau tidak senang yang dimiliki oleh peranan pribadi, baik terhadap seseorang atau kelompok tertentu. Misalnya, seorang sejarawan A mengagumi orang-orang besar, sedangkan sejarawan B memiliki antipati yang kuat terhadap orang-orang besar. Maka, sejarawan A membuat seluruh ceritanya berpusat pada ide-ide dan tindakan-tindakan dari tokoh pujaannya. Sedangkan sejarawan B dengan caranya sendiri menulis tindakan-tindakan dan perbuatan yang sama itu sesuatu yang aneh, kacau, tidak pantas, tidak setia, jahat dan tidak dibenarkan.
(3) Praduga atau anggapan-anggapan yang dihubungkan dengan masuknya atau terlibatnya sejarawan yang bersangkutan menjadi anggota suatu kelompok atau golongan tertentu. Hal ini menyebabkan tafsiran atau kesimpulan yang dibuat oleh sejarawan tersebut akan berpihak pada kelompok atau golongan tertentu tersebut. Karena itu netralitas profesional seorang sejarawan dipertaruhkan disini.
(4) Teori-teori atau pandangan-pandangan yang bertentangan mengenai interpretasi sejarah. Misalnya, seorang sejarawan A adalah seorang Calvinis dan melihat semua peristiwa sejarah yang terjadi dari sudut pandang kedaulatan Allah, mengikat dirinya pada tulisan-tulisan John Calvin dan five point Calvinics khususnya yang diekspresikan dalam Institutes of the Christian Religion.
Sedangkan sejarawan B adalah seorang Arminian yang mengikat diri pada dokumen the Remonstance dan teologi Jacobus Arminius yang sangat bertolak belakang dengan Calvinik. Walaupun mungkin saja kedua sejarawan ini bisa setuju terhadap beberapa konklusi satu sama lainnya, tetapi tidak dapat dihindari beberapa hal lainnya yang tidak dapat diterimanya karena berbeda dengan pandangan kelompok atau golongannya tersebut. Perbedaan ini juga dapat terjadi diantara sejarawan Katolik, sejarawan Protestan, sejarawan Pentakostal, dan sejarawan Kharismatik.[21]
CHARISMATA DI DALAM LINTASAN SEJARAH
Secara historis, charismata (karunia-karunia Roh) telah ada sejak zaman rasul-rasul. Salah satu maksud dari Roh Kudus dicurahkan pada hari Pentakosta adalah untuk memperlengkapi para murid dan orang percaya dengan karunia-karuniaNya dan kuasaNya sehingga dapat bersaksi dan melayani Tuhan, serta membangun tubuh Kristus (Roma 12:3-9; 1 Korintus 12:4-31).
Sangatlah penting dan menolong untuk melihat alur sejarah Kharismatik dan bagaimana kebenaran yang Alkitabiah ini berkembang progresif disepanjang sejarah. Melalui sejarah ringkas ini kita dapat melihat bahwa karunia-karunia Roh Kudus terus aktif disepanjang sejarah gereja melalui orang-orang atau kelompok-kelompok yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Orang-orang atau kelompok-kelompok ini ada yang tidak saling mengenal satu dengan lainnnya dan tidak memiliki hubungan sama sekali.
Melalui penelitian yang jujur dan seksama terhadap catatan sejarah gereja kita dapat melihat bahwa ajaran dan praktek karunia-karunia rohani terus berlangsung selama berabad-abad sampai saat ini. Karena itu, fokus utama dari penyajian sejarah ringkas ini adalah untuk menarik “benang merah” berlangsungnya karunia-karunia Roh Kudus dari zaman para rasul hingga saat ini.
Periodisasi sejarah gereja yang umumnya dipakai oleh sejarawan gereja dapat dibagi dalam empat periode, yaitu : (1) Sejarah Gereja Abad Permulaan (100-590 M); (2) Sejarah Gereja Abad Pertengahan (590-1517 M); (3) Sejarah Gereja pada Masa Reformasi (1517-1750 M); (4) Sejarah Gereja Modern (1750 M-Sekarang).[1]
Penggunaan periodisasi sejarah didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan berikut: (1) bahwa peristiwa-peristiwa masa lalu begitu banyak sehingga perlu dikelompokkan dan ditata sehingga lebih mudah dimengerti; (2) bahwa pengelompokan peristiwa-peristiwa masa lalu yang beraneka ragam tersebut bertujuan untuk penyederhanaan. Karena itu, dalam usaha untuk mengerti peristiwa rumit dan terkadang simpang siur tersebut diperlukan penyederhanaan.
Mengingat bahwa tujuan dari buku ini adalah untuk menarik “benang merah” yang menunjukan bahwa charismata, yaitu karunia-karunia dari Roh Kudus terus aktif disepanjang sejarah gereja sampai saat ini, maka saya tidak akan menggunakan periodisasi sebagaimana disebutkan diatas, hal ini dimaksudkan agar kita tetap fokus pada tujuan tersebut. Jadi, secara ringkas saya akan memperlihatkan bahwa karunia-karunia Roh Kudus terus aktif disepanjang sejarah gereja dengan memakai orang-orang atau kelompok-kelompok tertentu dalam sejarah. Sumber utama bagian ini adalah tulisan Ralph Manohey, “Tanda-tanda dan Keajaiban-keajaiban Di dalam Sejarah Gereja” [2]
1. Justin Martyn (± 100-165 M)[3]
Justin adalah seorang apologis (seorang yang mempertahankan sebuah doktrin dengan argumen-argumen yang sesuai dengan logika) Kristen yang telah mempelajari semua filsafat besar pada zamannya. Dalam bukunya Second Apology ±150 M, dalam pembicaraannya mengenai nama-nama, arti dan kuasa dari Allah dan Kristus, Justin menulis mengenai pengusiran roh-roh jahat dan kesembuhan. Dalam dialognya dengan Trypho (seorang Yahudi yang terpelajar), Justin mengarahkan pembicaraannya pada penggunaan karunia-karunia roh pada saat sekarang. Lebih kurang pada tahun 150 M, Justin Martyn mendirikan sekolah pemuridan dalam sebuah rumah di Roma dan juga mencatat “tanda-tanda dan keajaiban-keajaiban (pengusiran setan, kesembuhan-kesembuhan dan nubuat-nubuat)”. Justin Meninggal sebagai Martir di Roma.
2. Irenaeus (140-203 M)[4]
Irenaeus adalah seorang Bishop di kota Lyons. Dia mendokumentasikan kharismata (pengusiran roh-roh jahat, pengelihatan-penglihatan, nubuat-nubuat) yang baru terjadi, dan mengajarkan bahwa antikris adalah seorang Yahudi dari suku Dan, juga Kristus akan benar-benar memerintah dalam kerajaan 1000 tahun. Kelima buku yang di tulis yang berjudul Against Heresies ditujukan terhadap penyesatan Gnotisisme. Untuk membuktikan kesalahan tersebut ia mengatakan, “beberapa orang mengetahui dahulu mengenai hal-hal yang akan datang mereka melihat penglihatan-pengalihatan dan mengutarakan pernyataan nubuat. Dan yang lainnya masih menyembuhkan orang-orang sakit dengan menumpangkan tangan atas orang-orang sakit tersebut, dan mereka dipulihkan.
3. Montanisme (±120-175 M)
Munculnya Montanisme dipimpin oleh seorang yang baru bertobat bernama Montanus (± 156 M) di Phrygia. Montanisme adalah suatu gerakan yang puritan, kenabian, kharismatik, penuh kesukaan, penuh nubuat dan mujuzat-mujizat yang besar yang mengklaim untuk disebut sebagai kelahiran zaman baru dari kuasa Roh Kudus. Montanus mengalami pengalaman Pentakosta pada waktu ia dibaptis dalam air. Dia berbicara dalam bahasa lidah dan mulai bernubuat, menyatakan bahwa Parakletos, yaitu Roh Kudus yang dijanjikan dalam injil Yohanes sedang memakai dirinya sebagai alat untuk menyampaikan pesan-pesan-Nya.
Dalam tahun 206 M, Tertullianus bergabung dengan para pengikut aliran Montanisme. Pada tahun 203 M gerakan tersebut dicabut hak-haknya dan kemudahan-kemudahan yang dimilikinya sebagai anggota dari Gereja-Gereja Kristen oleh Sinode Ikonium, tetapi meskipun mengalami tekanan dan aniaya, gerakan tersebut tetap bergerak di “bawah tanah” sampai (kurang lebih) tahun 880 M. John Wesley dengan tokoh-tokoh lainnya di beberapa abad kemudian percaya bahwa aliran Montanisme adalah “gerakan kebangunan rohani” yang asli dan banyak difitnah karena iri hati, kedegilan, kesesatan dari pemimpin-pemimpin Gereja pada zaman itu yang menentang manisfestasi dari Kuasa Roh Kudus.[5]
4. Tertullianus (± 160-220 M)[6]
Banyak detail yang bisa diketahui mengenai kehidupan Tertullianius. Ia dibesarkan di tengah kebudayaaan kafir di Carthago. Tertullianus menjadi Kristen dan bergabung dengan aliran Montanus sekitar tahun 206 Masehi. Dia adalah pengarang yang cukup produktif. Dalam penulisan bukunya yang berjudul To Scapula, bab yang kelima, dia memberikan catatan mengenai pengusiran roh jahat dan kesembuhan. Dia juga menuliskan, “Kristus memerintahkan mereka untuk pergi dan mengajar segala bangsa. Demikianlah yang telah dilakukan para Rasul. Darah para Martir telah menjadi benih. Karena itu tidak ada bangsa lain yang tidak beragama Kristen”.
5. Novatianus (210-280 M)[7]
Novatianus seorang Roma ini, tercatat dalam sejarah karena dua alasan: (1) Dia adalah orang yang diangkat menjadi seorang Paus oleh partai Puritan dari sebuah gereja untuk menentang Paus yang sesungguhnya. (2) Ia memberikan pengajaran lengkap mengenai ketritunggalan Allah kepada gereja-gereja di negara Barat. Di dalam pasal 29 dari bukunya yang berjudul Treatise Concerning the Trinity (tulisan sistematis mengenai ketritunggalan secara lengkap) ia menulis tentang Roh Kudus, “Karena Dialah yang menempatkan nabi-nabi di dalam Gereja, memberi instruksi kepada para guru, mengarahkan bahasa lidah, memberikan kuasa dan penyembuhan, melakukan pekerjaan-pekerjaan yang ajaib, memberikan karunia membedakan roh...” [8]
6. Gregorius Thaumaturgus (±213-270 M)[9]
Gregorius Thaumaturgus adalah murid dari Origenes, seorang teolog yang terkenal dari Alexandria. Dibawah pengawasan Origenes, Gregorius menjadi Kristen yang setia beribadah kepada Tuhan. Origenes mendidik muridnya dengan cara mengajukan berbagai pertanyaan dan mengajari Gregorius berpikir secara kritis, menyelidiki filsafat, fisika dan etika. Gregorius kemudian hari memuji Origenes sebagai seorang yang menjadi pengantaranya melalui karunia ilahi, berbicara seperti orang yang bernubuat dan menafsirkan kata-kata mistik yang menyampaikan perkataan ilahi. Salah seorang anak rohani Gregorius adalah Basil dari Kapadokia.
Dalam karya Basil yang sangat terkenal On the Holy Spirit, ia menyataan bahwa Gregorius seharusnya ditempatkan pada jajaran para rasul dan para nabi sebagai seorang yang juga oleh Roh Kudus sama seperti para rasul. Secara khusus Basil melaporkan bahwa oleh peran serta Roh Kudus, Gregorius mempunyai kuasa luar biasa atas roh-roh jahat, dan memiliki karunia rohani begitu hebat sehingga penginjilannya sangat berhasil. Basil mencatat beberapa mujizat yang dihubungkan dengan pelayanan Gregorius Thaumaturgus, antara lain karunia mujizat dan kuasa oleh Roh Kudus.
7. Santo Antonius (±251-356 M)[10]
Pengenalan kita tentang Antonius ini banyak bergantung pada biografinya yang ditulis oleh Athanasius. Pasal 40 dalam biografi tersebut menunjukkan pekerjaan Antonius yang bersifat supernatural, khususnya yang berurusan dengan roh-roh jahat.
8. Santo Hilarion (±291-371 M)
Hilarion adalah seorang yang hidup secara askestis (menghindari hal-hal yang duniawi), berpendidikan, dan bertobat di Alexandria. Pada waktu ia berada di padang pasir selama 22 tahun, ia menjadi sangat terkenal karena reputasinya yang mencakup seluruh kota yang ada di Palestina. St. Jerome dalam bukunya tentang Kehidupan Santo Hilarion (Life of Saint Hilarion) menceritakan sejumlah mujizat, kesembuhan dan pengusiran setan yang terjadi sepanjang pelayanan Hilarion. St. Jerome bahkan menuliskan “tidak ada cukup waktu bila aku ingin menceritakan semua tanda-tanda dan keajaiban-keajaiban yang pernah dilakukan oleh Hilarion”.[11]
9. Gregorius dari Nyssa[12]
Gregorius dari Nyssa adalah adik kandung dari Basil yang Agung. Ia dilahirkan di Kaesarea, Kapadokia dalam sebuah keluarga yang kaya dan saleh. Benih-benih kesalehan Gregorius ditanamkan oleh neneknya yang bernama Macrina dan ibunya sendiri Emmelia. Dia disebut Gregorius dari Nyssa karena pada tahun 372 M ia dipanggil untuk menjadi uskup di kota Nyssa. Gregorius dari Nyssa adalah salah seorang pengikut dari Gregorius Thaumaturgus, sebagaimana saudaranya Basil. Dia pernah menulis essai tentang Gregorius Thaumaturgus, yang menjelaskan keberhasilannya yang dihubungkan dengan mukjizat dan fenomena adikodrati yang menghasilkan pertobatan masal.[13]
10. Basil Agung Kapadokia (±330-379 M)[14]
Dari antara semua Bapa gereja mula-mula, tidak seorang pun yang lebih cemas mengenai hal-hal yang berasal dari Roh Kudus dibanding Basil dari Kapadokia. Tulisannya, On the Holy Spirit, mungkin adalah yang terbesar dari semua karya yang pernah dihasilkan dalam Gereja Kristen. Ia hidup di wilayah yang sama dengan Gregorius Thaumaturgus, yaitu di Asia Kecil, dan ia adalah anak rohani dari Gregorius Thaumaturgus. Sebab itu tidak heran apabila dalam tulisannya, Basil langsung merujuk pada Gregorius Thaumatargus dalam karya tentang Roh Kudus.
Basil memahami bahwa orang Kristen yang bersemangat adalah pneumatophor, sebuah wadah yang aktif, pembawa dan penyalur Roh Kudus dan karunia-karuniaNya. Salah satu aspek yang unik dari konsep Basil mengenai Gereja ialah bahwa Gereja adalah suatu badan Kharismatik, setiap orang melaksanakan karunia-karunia yang unik secara terpisah, dan tanpa karunia-karunia itu seluruh komunitas Gereja akan menjadi miskin. Basil mengharapkan bahwa orang-orang yang melaksnakan kepemimpinan dan pemeliharaan haruslah senior secara rohani yang mempunyai karunia membedakan bermacam-macam roh dan karunia menyembuhkan orang sakit. Mereka juga harus mampu menubuatkan masa depan.[15]
11. Ambrosius (±339-397 M)[16]
Ambrosius adalah seorang awam yang diangkat oleh para pengikutnya sebagai bishop di Kota Milan. Pada waktu ia diteguhkan untuk menjadi bishop tindakan pertamanya adalah membagi-bagikan kekayaannya kepada orang-orang miskin. Ambrosius adalah seorang pengkhotbah dan guru yang terkemuka serta sangat berani dalam mengemukakan pendapatnya. Ambrosius menyatakan bahwa Allah masih memberikan kesembuhan-kesembuhan dan bahasa-bahasa Roh. Di dalam tulisan-tulisannya, Ambrosius mendokumentasi kesembuhan-kesembuhan dan glosolalia (berbicara dengan bahasa Roh).[17]
12. Augustinus dari Hippo (±354-430 M)[18]
Augustinus adalah seorang bapak gereja mula-mula yang paling terkenal. Augustinus melayani sebagai bishop dari Hippo. Augustinus dibaptis oleh Ambrosius di Milan pada hari Paskah tahun 387 M. Tak diragukan, Augustinus adalah bapak Gereja yang paling berpengaruh di Barat. Dia yang mewujudkan sebagian besar teologi Barat, termasuk pandangan tradisional Barat mengenai pribadi dan pekerjaan Roh Kudus. Tetapi sayang, hal yang tidak diketahui oleh kebanyakan teolog dan sejarawan Gereja ialah bahwa di dalam diri Augustinus terdapat dinamika pelayanannya dan pengakuannya terhadap tempat mujizat bagi pelayanan yang berhasil.[19]
Walau beberapa sarjana mengemukakan pendapat bahwa Augustinus skeptis terhadap karunia-karunia rohani pada awal karirnya, tetapi pada akhir hidupnya pada saat ia menulis bukunya yang terkenal “Kota Allah (The City of God)” sekitar tahun 413-427 M, mujizat-mujizat telah menjadi bagian dari pengalamannya sendiri.[20] Augustinus mengargumentasikan bahwa hal-hal yang terjadi dan terekam dalam Perjanjian Baru dapat dipercaya secara mutlak. Kemudian ia menulis di dalam bukunya yang ke 22 pasal 28 mengenai mujizat-mujizat yang terjadi pada zamannya. Agustinus menyatakan bahwa “mujizat-mujizat masih tetap ada. Dan Allah yang mengerjakan mujizat-mujizat yang ada di dalam Kitab Suci menggunakan berbagai cara yang dipilihNya sendiri”.[21]
13. Gregorius Agung (±540-604 M)[22]
Gregorius Agung adalah seorang Paus dari tahun 590 - 640 M. Bukunya “Dialogues” telah menyederhanakan doktrin yang dinyatakan di dalam buku Augustinus yang berjudul “The City of God”, dan sangat berpengaruh selama abad pertengahan. Karya ini ditulis dengan tujuan tunggal, yang mencatat mujizat-mujizat yang dilakukan orang-orang kudus Italia pada masa hidupnya. Ia memahami bahwa mujizat-mujizat perlu dalam Gereja mula-mula untuk menyertai kegiatan pemberitaan Injil.
Jadi, mujizat-mujizat juga perlu pada masa hidupnya untuk membuat para penyembah berhala bertobat dan juga mungkin perlu untuk memperdalam iman dari orang-orang Kristen yang sudah di baptis. Gregorius mengakui bahwa mujizat-mujizat masih terus di alami oleh orang Kristen. Diantara mujizat yang tercatat dalam bukunya “Dialogues” adalah penyembuhan berbagai jenis penyakit ringan, menghidupkan orang mati kembali, pengusiran roh-roh jahat, menubuatkan masa depan, dan pelepasan dari bahaya.[23]
14. St. Vladimir-Pangeran Rus (±988 M)[24]
Kejadian-kejadian di bawah ini menjelaskan mengenai bagaimana tanda-tanda ajaib memimpin pada suatu pertobatan dan baptisan Kristiani dari Vladimir, pangeran dari Rus (dikemudian hari menjadi Rusia). Kejadian-kejadian ini terjadi menjelang akhir dari 1000 tahun yang pertama dari Kekristenan. Dengan campur tangan Tuhan, pada saat itu Vladimir menderita penyakit mata, dan tidak bisa melihat dan jiwanya sangat tertekan. Sang puteri, isterinya mengatakan kalau ia ingin disembuhkan dari penyakit ini, ia harus dibaptis dengan segera, kalau tidak, penyakit ini tidak bisa disembuhkan.
Waktu Vladimir mendengar hal ini, ia berkata, “kalau hal ini benar terbukti, pastilah Allah orang Kristen itu sangat hebat”. Lalu ia memerintahkan agar ia segera dibaptiskan. Bishop dari Kherson bersama dengan pendeta sang putri, setelah menyampaikan kabar baik, membaptis Vladimir, dan pada waktu bishop tadi menumpangkan tangan padanya, Vladimir mendapat kembali pengelihatannya. Setelah mengalami hal itu Vladimir memuliakan Tuhan dan berkata, “aku sekarang telah mengenal satu-satunya Allah yang benar”. Setelah melihat mujizat itu pengikut Vladimir yang lain juga ikut dibaptiskan.
15. St. Francis dari Assisi (1181-1226 M)[25]
St. Francis adalah pendiri dari ordo Franciskan. Ia memiliki pelayanan kesembuhan secara ekstensif. Kejadian di bawah ini dipilih dari sejumlah besar mujizat yang terjadi dalam pelayanan Francis. Pada satu waktu, ketika ia menyebarkan benih-benih kehidupan seperti biasanya, seorang prajurit kota itu menjamunya, dan prajurit itu mempunyai satu anak yang lumpuh dan lemah tubuhnya, dan anak itu disembuhkan.
16. Masyarakat Waldensian[26]
Istilah “Waldensian” diambil dari nama Peter Valdes (Latin: Waldo). Ini adalah suatu gerakan yang terjadi pada abad pertengahan yang karakteristiknya taat pada Injil, penyangkalan diri yang keras, tidak suka kepada pelayanan pendeta-pendeta yang tidak layak, percaya nubuatan dan kepenuhan Roh. Mengenai urapan bagi yang sakit, mereka menganggap hal tersebut sebagai ujian iman, dan mengakui secara jujur dari hati bahwa orang-orang sakit, jika mereka minta, dapat diurapi dengan minyak urapan oleh seseorang yang berdoa bersama-sama mereka sehingga kesembuhan tubuh bisa berjalan efektif, sesuai dengan ajaran yang telah disebutkan para rasul; dan mereka mengakui bahwa urapan semacam ini yang dilakukan sesuai dengan rancangan dan praktik kerasulan akan menyembuhkan dan memberi keuntungan.[27]
17. Vincent Ferrer (1350-1419 M)[28]
Vincent adalah pengkhotbah Dominika yang lahir di Valencia, dan dikenal sebagai “Malaikat Penghakiman”, dia berkhotbah di seluruh Eropa hampir selama 20 tahun. The New Catholic Encyclopedia merekam kejadian-kejadian berikut ini. Vincent bertobat, dan dari sakit hampir mati. Di dalam suatu penglihatan ia diutus oleh Tuhan … “untuk pergi ke seluruh dunia memberitakan Kristus”. Setelah setahun lewat Benedict mengijinkan Vincent pergi. Dalam bulan November 1399 M, mulai dari kota Avignon, ia menghabiskan waktu 20 tahun untuk memberitakan Injil seperti para rasul.
Vincent mengunjungi kembali sebuah kota sesuai dengan kehendak Roh Kudus dan sesuai permintaan, dia mengunjungi tempat-tempat melalui Spanyol, Perancis Selatan, Lombardy, Switzerland, Perancis Utara, dan negara-negara lainnya. Dengan berani, Vincent memberitakan tentang kebutuhan untuk bertobat dan datangnya penghakiman. Dia jarang tinggal di suatu tempat lebih dari sehari kecuali kalau orang-orang di daerah itu sudah terlalu lama diabaikan atau kekafiran mereka masih sangat kuat. Mujizat-mujizat yang terjadi secara alamiah dan penuh kasih karunia selalu menyertai langkah-langkahnya. The Catholic Encyclopedia Dictionary juga mencatat: “Dikatakan oleh banyak orang bahwa Vincent memiliki karunia bahasa Roh …”
18. Collete dari Corbi (1447 M)[29]
Pada tahun 1410 M dia menetapkan sebuah perjanjian di Besancon. Pada tahun 1415 M dia memperkenalkan pembaharuan pada suatu biara Cordeliers di Dole, dan segera sesudah itu juga memperkenalkan pembaharuan hampir di seluruh biara yang ada di Lorraine, Champagne, dan Picardy. Pada tahun 1416 M dia mendirikan sebuah rumah bagi ordonya di Poligny di kaki Gunung Jura dan sebuah rumah yang lain di Auxonne. “Saya amat ingin melihat Collete ajaib ini, yang membangkitkan orang karena saya tidak tahu bagaimana harus menjelaskan hal itu, kecuali melalui pengalaman”, tulis Duschess dari Bourbon, karena pekerjaan-pekerjaan dan mujizat-mujizat dari putri tukang kayu itu sangat terkenal dan telah menjadi pembicaraan semua orang.
19. Martin Luther (1483-1546 M)[30]
Martin Luther adalah seorang doktor teologi dan sebagai profesor di University of Wittenberg. Martin Luther, seorang tokoh reformasi generasi pertama yang terkenal dan disegani dari Jerman. Ia adalah seorang pembaharu, nabi, penginjil, pengajar, dan yang memiliki karunia bahasa lidah dan menafsirkan karunia bahasa lidah. Ia juga memiliki karunia-karunia lainnya.[31]
20. John Calvin (1509-1564 M)[32]
John Calvin adalah seorang pemimpin reformasi di Swiss. Ia adalah generasi kedua dalam jajaran pelopor dan pemimpin gerakan reformasi pada abad ke 16, namun perannya sangat besar dalam gereja-gereja reformatoris. Jika Luther adalah seorang profesor-rahib, maka Calvin adalah seorang sarjana-pengacara. Walaupun Luther dan John Calvin tidak pernah bertemu, tetapi Calvin menghormati Sang Reformator Jerman tersebut, dan mengorganisir pemikiran Protestan yang dicetuskan Luther. Calvin sangat bergantung pada Roh Kudus. Bagi Calvin, rahasia terbesar dari kekudusan ialah karya internal dari Roh Kudus. Dan karya terbesar Roh Kudus ialah membawa kita ke dalam kesatuan dengan Kristus.[33]
Dalam karya klasiknya Institutes of the Christian Relegion, Calvin banyak berbicara tentang Pribadi dan pekerjaan Roh Kudus. Dalam teologinya, Calvin mengusahakan adanya keseimbangan di antara firman Tuhan yang tertulis dan Roh Kudus, serta penekanan akan kebutuhan mutlak orang Kristen akan kuasa Roh Kudus untuk dapat menjalani kehidupan yang benar di dalam Kristus.[34] Tentang bahasa Roh Calvin menuliskan: “Saat ini, ahli-ahli teologia … dengan keras menentang mereka. Karena jelas bahwa Roh Kudus di sini meninggikan bahasa roh dengan pujian yang tak henti-hentinya, kita boleh bersiap-siap mencari tahu roh apa yang sedang menggerakkan para pembaharu ini, yang dapat menahan cercaan yang demikian banyak melanda mereka … Namun demikian, Paulus memuji pemakaian bahasa Roh. Ia sangat jauh dari keinginan untuk menghancurkan dan membuang bahasa roh itu”.[35]
21. Kelompok Huguenot (Menjadi Organisasi pada tahun 1559 M)[36]
Kelompok Huguenot adalah nama sebutan untuk aliran Calvinis yang ada di Perancis. Henry Baird menulis dalam buku kaum Huguenot tentang beberapa peristiwa yang terjadi dalam kelompok religius ini sebagai berikut: “Orang sinting yang malang ini”, katanya “percaya bahwa mereka sungguh-sungguh diilhami oleh Roh Kudus. Mereka benubuat tanpa direncanakan, tanpa maksud jahat dan dengan sedikit persiapan mereka selalu dengan beraninya mengatakan tempat, hari dan orang yang mereka katakan dalam nubuatan-nubuatan mereka.”[37]
22. Valentine Greatlakes (1638 M)[38]
David Robertson menulis dalam artikelnya “Dari Epidauros ke Lourdes: Kisah penyembuhan oleh iman, tentang seorang Irlandia bernama Grearlakes”. Valentine Greatlakes adalah seorang Protestan yang tinggal di Irlandia dan melarikan diri ke Inggris tahun 1641, dan pada saat pecah perang, pemberontakan Irlandia. Selama beberapa saat ia melayani di bawah Cromwell. Pada tahun 1661, setelah masa kesulitan, ia menjadi yakin bahwa Allah telah memberinya kuasa untuk menyembuhkan penyakit Scrofula.
Ketika ia mulai berusaha untuk menyembuhkan penyakit raja, kawan-kawan dan kenalannya menjadi heran bahwa ia dapat melenyapkan penyakit tersebut. Keberhasilan yang menakjubkan ini membuat ia mencoba tangannya atas penyakit-penyakit lainnya, misalnya, epilepsi, kelumpuhan, tuli, infeksi, dan gangguan sistem syaraf, dan ia melihat bahwa jamahannya juga berhasil bagi penyakit-penyakit tersebut. Segera kabar tentang kemampuannya yang ajaib ini tersebar luas sehingga ia didatangi oleh banyak orang sakit. Kumpulan yang datang padanya begitu banyak sehingga ia tidak dapat menampung mereka semua, bahkan sekalipun ia bekerja dari pukul 6.00 pagi sampai 6.00 malam.
23. Kaum Quakers (1640 M-sekarang)[39]
Asal usul kelompok Quakers dimulai oleh kelompok Puritan di Inggris pada tahun 1640 M. Pemimpin pertama mereka adalah George Fox, yang berkhotbah tentang zaman baru dari Roh Kudus. Mereka ditentang baik oleh kelompok Puritan dan kelomok Anglikan. Ciri khas dari pertemuan kaum Quakers ditandai oleh orang-orang yang menunggu Roh Kudus berbicara melalui mereka dan oleh “Goncangan Tubuh (Quaking)” pada saat Allah berjalan diantara mereka.
Berikut ini adalah beberapa cuplikan dari jurnal Fox: “Dalam tahun 1648 M, ketika saya sedang duduk di dalam rumah seorang teman di Nottinghamsire (karena pada saat itu kuasa Allah telah membuka beberapa orang untuk menerima Firman Kehidupan dan Pendamaian), saya melihat ada retakan yang besar yang akan melanda bumi dan sebuah asap besar yang mengikuti keretakan itu; dan setelah keretakan itu akan ada goncangan yang hebat. Ini adalah bumi yang berada di dalam hati orang-orang yang harus digoncangkan sebelum benih Allah dibangkitkan dari muka bumi. Dan inilah yang terjadi: kuasa Tuhan mulai menggoncangkan mereka dan pertemuan-pertemuan besar mulai kami adakan, ada kuasa-kuasa yang agung dan pekerjaan Tuhan terjadi di antara orang-orang, membuat takjub baik orang awam maupun pendeta-pendeta yang ada di sana”.[40]
24. Kelompok Moravian (± 1700-1760 M)[41]
Count Van Zinzendorf mendirikan kota perlindungan dekat Dresden, Jerman yang disebut dengan Herrhutt. Orang-orang Kristen yang teraniaya datang dari seluruh Eropa untuk menjadikannya rumah mereka. Pada musim panas tahun 1727 M terjadi kunjungan khusus dari Roh Kudus yang datang pada desa itu. Dari sini, dimulailah perseketuan doa yang tanpa batas, 24 jam tiap hari selama lebih dari 100 tahun. Ketika memimpin kebaktian sore di Herrhutt pada tanggal 10 Agustus, Rothe begitu diliputi hadirat Allah sehingga ia tiarap ke tanah. Seluruh sidang mengikuti sikap gembalanya dan mereka tetap bersama hingga tengah malam, memuji Allah dan saling berjanji, dengan banyak linangan air mata dan menaikkan doa ucapan syukur dengan sungguh-sungguh untuk tetap tinggal bersama dalam kasih dan kesatuan.[42]
25. Kelompok Janzen (± tahun 1731 M)[43]
“Pengharapan akan mujizat dan tanda-tanda ajaib supranatural telah menjadi pandangan dari hampir sebagian besar anggota kelompok Janzen pada akhir abad ke 17 M”, demikian tulis Robert Kreiser dalam bukunya Mujizat-mujizat, Goncangan dan Politik Gerejani pada Permulaan Abad ke Delapan Belas di Paris. Sebuah mujizat yang tercatat adalah kesembuhan dari keponakan perempuan Pascal dalam bulan Maret 1656 M. Marguerite telah menderita cukup lama karena cacat yang parah pada saluran air mata sehingga membuat cacat pada ujung matanya. Ia disembuhkan ketika sebuah “duri suci” disentuhkan pada matanya. Mujizat ini didukung oleh bukti-bukti yang mantap dari ilmu kedokteran hingga sangat mengesankan masyarakat.
26. John Wesley (1703-1791 M)[44]
John Wesley adalah pendiri dari Gereja Metodis, disebut-sebut sebagai cikal bakal Pentakostalisme, sebab gerakan pentakosta banyak sekali mengadopsi pemikiran dan pendekatan teologisnya. John Wesley dilahirkan pada tahun 1703 M, sedangkan Charles Weslesy 1707 M dari latar belakang Gereja Anglikan, dari keluarga Kristen yang saleh. Mereka belajar di Universitas Oxford dan menjadi anggota Holiness Club (Kelompok Kekudusan). Kelompok ini merupakan persekutuan rohani yang bertujuan menekankan pembaruan rohani melalui disiplin membaca Alkitab setiap hari, berdoa dan kesalehan pribadi.
Bersama dengan adiknya, Charles Wesley (yang menggubah banyak himne gereja), John Wesley menekankan pentingnya “bukti” atas keselamatan pribadi. Ia berkelana ke Amerika Serikat sebagai misionaris di koloni Georgia, namun tanpa kepastian keselamatan. Ia belum mendapatkan tanda ilahi akan keselamatan. Hingga pada tanggal 24 Mei 1738 M, ia mengalami “pertobatan” yang dinanti-nantikan itu! Kejadian ini dikenal lewat tulisan John Wesley sendiri dalam The Aldersgate Experience. Menurut informasi, pertobatannya ini terjadi pada saat sang pemimpin kelompok kecil membacakan pendahuluan dari Tafsiran Surat Roma dari Martin Luther.
Wesley menulis, “Kira-kira pada jam 8.45, pada saat pembacaan mengenai perubahan yang dikerjakan Allah dalam hati melalui iman kepada Yesus Kristus, tiba-tiba saya merasakan hati saya menjadi hangat secara ajaib. Saya menghayati secara mendalam bahwa saya beriman kepada Kristus, Kristus saja bagi keselamatan saya”.
Dalam Journalnya ia menulis: Rabu, 15 Agustus 1750 M, “ketika saya membaca buku yang ganjil dalam perjalanan saya, The General Delusion of Christian with Regard to Prophecy, saya benar-benar diyakinkan tentang apa yang telah saya perkirakan; Bahwa kaum Montanis, pada abad kedua dan ketiga, adalah benar-benar orang Kristen yang Alkitabiah; Bahwa alasan yang terkuat mengapa karunia yang ajaib itu kemudian hilang ialah bukan hanya bahwa iman dan kesucian telah hilang, tetapi juga orang-orang yang Ortodoks, kering dan formil itu kemudian bahkan menghinakan semua karunia yang mereka sendiri tidak miliki dan menganggapnya sebagai kegilaan atau kepalsuan.
Wesley menulis sebuah surat pada gereja Thomas pada bulan Juni 1746 M di mana ia menuliskan: Saya tak pernah tahu bahwa Allah pernah menahan diriNya untuk menyatakan kuasa ilahiNya dan melakukan mujizat-mujizatNya pada tingkat apapun hingga akhir dunia ini. Saya tak dapat mengingat di mana pun dalam Alkitab yang mengajar kita bahwa mujizat-mujizat itu hanya terbatas pada zaman rasul-rasul saja hingga zaman Cyprianic atau zaman apapun saja …. Saya sama sekali tidak pernah menemukan baik pada Perjanjian Lama ataupun Perjanjian Baru yang menyatakan hal ini. Rasul Paulus memang pernah berkata satu kali tentang dua karunia Roh yang ajaib (maka saya rasa tentu tujuannya dapat dimengerti), “Nubuat ataupun bahasa lidah, akan berhenti.” Namun ia tidak mengatakan bahwa karunia ataupun mujizat-mujizat itu akan berhenti, sebelum mereka semua ditelan dalam visi Allah”.[45]
27. Kelompok Baptis (sekitar tahun 1734 M)[46]
Dari Inggris, kelompok Baptis dari Amerika menerima tradisi meletakkan tangan setelah baptisan air “untuk penerimaan lebih lanjut Roh Kudus yang dijanjikan atau untuk tambahan karunia Roh Kudus …” karena “Seluruh pemberitahuan Injil telah diteguhkan pada zaman dahulu dengan tanda-tanda dan mujizat-mujizat, keajaiban-keajaiban dan dari Roh Kudus secara umum.” Sejarawan Gereja Baptis, Edward Hiscox menunjuk pada catatan-catatan awal dari asosiasi Filadelfia dimana ada indikasi bahwa bermacam-macam karunia Roh Kudus telah bekerja dalam gereja-gereja di tempat tersebut sekitar tahun 1743 M.
28. Gerakan Kekudusan
Jembatan Metodisme yang lahir pada abad ke-18 M dan Pentakostal pada abad ke-20 M adalah gerakan Kekudusan yang berkembang di Amerika dan Inggris, namun juga di Jerman bahkan sampai ke Afrika Selatan. Sebagian pemeluknya berasal dari Metodis, tetapi sebagian lagi dari Presbyterian dan Calvinis.
Salah satu teolog Reformed Calvinis yang masuk ke dalam gerakan ini adalah pengkhotbah bernama Jonathan Edwards[47] dan George Whitefield.[48] Namun di Amerika juga, persekutuan Kekudusan kebanyakan bersifat Metodis. Salah satunya dipimpin oleh seorang pengkhotbah Kebangunan Rohani, Charles G. Finney (1792-1875 M).[49] Ia menekankan kemampuan manusia untuk mengadakan kebangunan rohani gereja. Ia membangun sistem doktrin yang disebut sebagai “Gerakan Keselamatan,” yang dicirikan oleh keharusan memiliki pengalaman yang lebih dalam dari seseorang yang telah menerima keselamatan, yaitu “baptisan di dalam Roh Kudus.” Finney menyebutnya sebagai “suatu perasaan seperti gelombang-gelombang listrik yang berjalan melalui Anda bagaikan gelombang-gelombang kasih yang memecah.”
29. Pentakostal Awal (1901, 1906 M)[50]
Kita harus menyebut nama Charles Fox Parham dan William J. Seymour sebagai para pelopor gerakan Pentakostal awal (klasik). Keduanya berasal dari latar belakang gerakan Kekudusan, dan dipengaruhi oleh teologi Arminian. Di awal tahun 1900 M, Parham membuka Bethel Bible School of Topeka, di Kansas. Ketika mengajarkan Kisah Para Rasul, ia mengajak murid-muridnya untuk bersiap diri bila pada suatu saat menerima karunia-karunia yang sama seperti yang dicurahkan pada Pentakosta di Yerusalem
Dampak pengajaran ini sangat hebat. Pengajaran ditambah dengan doa-doa yang bersemangat, penuh antusias, dan mereka tahan berdoa berjam-jam, ditambah dengan berpuasa. Mereka sungguh-sungguh menantikan “karunia Pentakosta”. Hingga pada pergantian tahun, 1 Januari 1901 M, salah satu murid Parham bernama Agnes N. Ozman berbicara dalam bahasa lidah ketika Parham berdoa dan menumpangkan tangan, lalu diikuti oleh murid-murid lainnya dan akhirnya Parham sendiri. Di sinilah awal munculnya ajaran bahwa bahasa lidah (glossolalia) adalah bukti pertama dari baptisan Roh Kudus yang dilakukan lewat penumpangan tangan. Maka mulailah Parham menjadikan peristiwa ini sebagai inti khotbah-khotbahnya. Ia menentang pandangan bahwa karunia rohani supranatural sudah berhenti bersama dengan wafatnya para rasul.
Gebrakan gerakan Pentakostal selanjutnya terjadi pada tahun 1906 M melalui William Joseph Seymour, seorang pendeta Afrika-Amerika. Ia adalah mantan murid Parham, dan mendengar pengajaran hanya dari luar ruang kelas karena alasan ras. Tidak puas dengan pengajaran Parham, maka Seymour memutuskan untuk mandiri. Ia meggunakan bangunan di Jalan Azusa, di Los Angeles, dan organisasinya terkenal dengan Azusa Street Mission. Pada tanggal 9 April 1906 M, suatu manifestasi bahasa lidah yang luar biasa terjadi dalam skala yang sangat besar di antara jemaat Azusa. Karena pertumbuhan yang sangat cepat, maka mereka pindah ke Jalan Azusa No. 312 dengan menempati gereja Metodis tua.
Seymour segera menerbitkan surat kabar Apostolic Faith untuk menyebarkan ajaran bahasa lidah. Namun sayangnya, kejayaan itu tidak berlangsung lama. Parham dan Seymour saling menuduh bahwa mereka menjadi alat Iblis. Dalam pertemuan Azusa itu, ternyata yang datang tidak hanya orang Kristen, tetapi juga dihadiri oleh kaum spiritualis, cenayang (perantara dengan dunia orang mati), hipnotisi, dan orang-orang yang suka hal-hal gaib. Dan karena tumpukan masalah yang terjadi pada aras kepemimpinan, kejayaan Misi Azusa makin redup. Pada tahun 1923 M, Azusa diambil alih oleh berbagai badan misi Pentakostal, dan akhirnya terbagi menjadi berbagai gereja: Church of God in Christ, Assemblies of God, United Pentecostal Church dan Pentecostal Church of God.
PERKEMBANGAN GERAKAN KHARISMATIK MASA KINI
Harus diakui, sebagian dari penganut gerakan Kharismatik mewarisi karakteristiknya dari banyak gerakan yang mendahuluinya, tetapi dalam perkembangannya, gerakan Kharismatik memiliki beberapa aliran yang kemudian mengelompokkan para pengikutnya.[1] Berbagai kelompok itu antara lain: Pentakostal Modern, Full Gospel Bussinisman Fellowship Internasional (FGBMFI), Gerakan Hujan Akhir (Later Rain Movement), Gerakan Perkataan Iman (Word of Faith Movement), Kharismatik-Katolik, dan Gerakan Gelombang Ketiga (The Third Wave Movement).
Walaupun pada awalnya Kharismatik adalah suatu gerakan, tetapi saat ini secara umum Kharismatik dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok utama, yaitu: (1) Kharismatik independen, yaitu persekutuan Kharismatik yang bersifat oikumenikal tetapi tidak berada dibawah suatu denominasi tertentu; (2) Kharismatik yang beradaptasi, yaitu para penganut Kharismatik yang memilih tetap berada dalam denominasi-denominasi gereja tradisional dan keberadaannya diakui oleh donominasi-denominasi tradisional tersebut; (3) Kharismatik denominasional, yaitu Kharismatik yang memilih untuk membentuk wadah atau organisasi tersendiri yang berbeda dari denominasi-deniminasi lainnya.[2]
1. Pentakostal Modern
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa pelopor pentakostal awal (pentakostal klasik) adalah Charles F. Parham tahun 1901 M dan William J. Seymor tahun 1906 M). Pentakostal Klasik ini menekankan pada ajaran baptisan Roh Kudus yang berbeda dari pengalaman pertobatan, atau baptisan Roh Kudus adalah “subsequence” (pengalaman selanjutnya) setelah pertobatan. Menurut gerakan ini, baptisan Roh Kudus harus ditandai dengan berbahasa roh.
Tetapi, saat ini sebagian dari pentakostal telah meninggalkan ajaran tersebut, dan tidak lagi menganggap bahasa roh sebagai bukti dari baptisan Roh, kita menyebutnya sebagai Pentakostal Modern (Kharismatik-Pentakostal).[3] Gereja Hillsong di Australia adalah contoh gereja Pentakostal yang mengadopsi praktik dan kepercayaan Khrismatik, yang telah, pada waktunya juga mempengaruhi denominasi Gereja Sidang-Sidang Jemaat Allah Australia. Penganut Kharismatik dari golongan Pentakostal ini kebanyakan menolak keutamaan glossolalia yang diberlakukan oleh Pentakostal klasik pendahulunya.
2. Gerakan Hujan Akhir (Later Rain Movement)
Kelompok ini oleh sebagian orang digolongkan ke dalam Pentakostalisme karena hadir sebelum kelahiran gerakan Kharismatik, yaitu tahun 1948 M. Tokoh-tokohnya antara lain Willian Branham, yang menerapkan penumpang tangan dalam pelayanan kesembuhan ilahinya; Frankin Hall, yang menekankan doa dan puasa, dan konsep otonomi gereja lokal Assambly of God (Gereja Sidang Jemaat Allah); serta J. Preston Eby. Sarana publikasi mereka yang terkenal adalah Feast of Tabernacles, yang diredaksi oleh John Warnock, dan kemudian diteruskan oleh Bill Britton. Melalui gerakan ini Allah menghidupkan kembali kebenaran dari ajaran penumpangan tangan, nubuatan, pelayanan lima jawatan dan melancarkan kembali karunia-karunia Roh. Tokoh lainnya dari gerakkan ini antara lain adalah Reginald Layzel, James Beall, Ray Jacson, Ralp Mahoney, Dick Iverson, dan Kevin J. Conner.[4]
3. Full Gospel Businessman Fellowship International (FGBMFI)[5]
Gerakan Kharismatik arus utama ini ialah gerakan misi yang menjangkau para pembisnis, pengusaha dan kalangan menengah ke atas. Gerakan ini Dipelopori oleh Demos Shakarian tahun 1953 M. Didukung oleh David J. duPlussis yang mempelopori hubungan Kharismatik dengan Dewan Gereja-Gereja se Dunia (DGI) dan gerakan oikomenikal. Tokoh penting lainnya dalam gerakan ini adalah Dennis J. Bennet, seorang pendeta Episkopal (Anglikan) di Los Angles, tahun 1960 M.
Pada dasarnya, para anggota FGBMFI ini berpandangan bahwa kepenuhan Roh Kudus adalah berkat rohani dan kelengkapan kuasa Roh Kudus atas perorangan yang tidak eksklusif bagi kelompok Pentakostal saja. Memang FGBMFI tidak memiliki visi untuk mendirikan gereja lokal atau denominasi, tetapi memperbaharui gereja lokal (denominasi) yang telah ada. Inilah karakteristik sentral gerakan Kharismatik arus utama.
Demos Shakarian, adalah seorang petani jutawan dengan latar belakang Pentakostal, adalah pelopor lahirnya gerakan Kharismatik ini. Shakarian mengalami baptisan Roh Kudus pada usia 13 tahun pada tahun 1926 M, dengan disertai kesembuhan pada telinganya. Ia bekerja sama dengan Dr. Charles S. Price setelah kesembuhan adiknya, yang mengalami kecelakaan fatal, melalui penumpangan tangannya. Kerinduaannya adalah mendukung segala upaya untuk kebaktian-kebaktian kebangunan rohani.
Pada tahun 1951 M, ia mengatakan kerinduannya untuk membentuk FGBMFI kepada Oral Robert. Allah meneguhkan kerinduannya itu melalui penglihatan. Peristiwa bersejarah itu diawali dengan pertemuan Morning Breakfast antara Shakarian dengan Oral Roberts dalam suatu konvensi nasional perdana para pelayan kesembuhan ilahi tahun 1953 M, dimana Oral Roberts menjadi pembicaranya. Dari pertemuan ini lahirlah FGBMFI, yang akhirnya berkembang menjadi pertemuan konvensi berskala besar, suatu organisasi pengusaha Kristen yang dipenuhi Roh Kudus dan berbahasa Roh. Misi mereka adalah bersaksi kepada orang Kriten non-Pentakostal dengan sarana majalah bulanan mereka yang bernama Voice.
Kelahiran gerakan Kharismatik semakin kuat dengan kehadiran David J. duPlessis, sebagai pelopor dalam hubungan dengan Dewan Gereja-Gereja se Dunia (DGI) di New York. Hubungannya yang terus meningkat dengan para pemimpin kelompok oikumenikal inilah yang menjadi pembuka jalan bagi penerimaan gereja akan kehadiran gerakan Kharismatik.[6]
Dennis J. Bennet, adalah orang ketiga yang berperan besar dalam kelahiran gerakan Kharismatik ini. Semula ia melayani di gereja Kongregasional sejak tahun 1949-1950 di San Diego, California. Tetapi kemudian tahun 1951 M ia menjadi vikarius di Paul’s Episcopal Church, serta menjadi imam tahun 1952 M, di situ, dan menjabat rektor di Mark’s Episcopal Church di Van Nuys (tahun 1953).
Bennet yang pertama kali mengumumkan pengalaman Kharismatisnya di hadapan anggota jemaat gereja lokalnya di Van Nuys yang menyebabkan pemecatannya tahun 1959 M. Setelah ia dipecat dari gereja terakhir karena mengalami baptisan Roh Kudus, ia ditawari menggembalakan gereja St. Luke, gereja yang nyaris ditutup karena mengalami kemunduran. Akhirnya, gereja ini menjadi pusat penyebaran gerakan Kharismatik di seluruh Amerika. Ia juga mendirikan Episcopal Charismatic Fellowship dan Christian Association.[7]
Jadi dapat dikatakan bahwa, awal publikasi kelahiran Gerakan Kharismatik dimulai di kalangan Episkopalian tahun 1959 M, saat John & Joan Baker mengalami baptisan Roh Kudus dengan tanda bahasa Roh, disusul oleh Dennis Bennet dan Frank Maguire pada tahun yang sama, bersama dengan beberapa orang dari persekutuan-persekutuan doa di Moneterey Park dan Van Nuys, St. Luke, dan persekutuan yang disertai nubuat dan penafsiran bahasa roh.
4. Gerakan Perkataan Iman (Word of Faith Movement)
Gerakan Perkatan Iman adalah gerakan yang berakar dari gerakan Positive Confession Theology. Sebelum digolongkan ke dalam kelompok tersendiri dalam gerakan Kharismatik, gerakan Positive Confession Theology ini telah hadir terlebih dahulu dengan tokoh pencetusnya, Essek W. Kenyon. Keyakinannya membuat nyata segala yang tidak kelihatan melalui perkataan, karena iman adalah perkataan pengakuan.
Sedangkan kata kunci dalam ajarannya adalah kuasa kata-kata (power of tongue). Gerakan ini kemudian dipopulerkan oleh beberapa orang Kharismatik, dan sekaligus membuatnya menjadi salah satu kelompok tersendiri dalam gerakan Kharismatik yang kemudian dikenal sebagai Word of Faith Movement (WFM), dengan tokoh-tokohnya antara lain: Kenneth Hagin, Kenneth Copeland, Charles Capps, Frederick KC. Price, dan Benny Hinn.[8]
Akar pengajaran mereka sebenarnya berasal dari E.W. Kenyon, tetapi yang lain menyatakan bahwa New Tought Movement pun memiliki sumbangsih dalam kelahiran aliran ini. New Tought Movement ini dipelopori oleh Phineha P. Quimby yang belajar spiritisme, okultisme dan hipnotisme serta berhasil menyembuhkan Mary Baker Patterson Eddy (pendiri gerakan Christian Science) dan mengarah kepada kesehatan, kemakmuran, dan kebahagiaan.
Pendapat lainnya mengatakan bahwa Positive Confession Theology ini merupakan gabungan antara ajaran William Branham, E.W. Kenyon, dan John G. Lake. Sebenarnya, justru kelompok Word of Faith Movement inilah yang banyak dikritik kalangan Injili di luar negeri. [9] Namun, seperti yang telah diungkapkan berulang-ulang, tidak semua anggota Kharismatik setuju dengan ajaran Word of Faith Movement. Akibatnya, kritikan yang ditujukan kepada Word of Fait Movement ini justru digunakan untuk mendiskreditkan seluruh gerakan Kharismatik.
5. Gerakan Gelombang Ketiga (tahun 1980 M)
Kelompok ini menyebut dirinya sebagai Gerakan Gelombang Ketiga (The Third Wave Movement).[10] Gerakan ini menyebut gerakan Pentakostal sebagai The First Wave Movement dan gerakan Kharismatik sebagai The Second Wave Movement. Mereka tidak menyebut diri sebagai anggota gerakan Pentakostal maupun Kharismatik. Sekalipun begitu, ajaran mereka tentang karunia-karunia rohani tidak jauh berbeda dengan ajaran Kharismatik yang telah ada. Hanya saja dalam gerakan ini bahasa roh kurang ditekankan dan bukan keharusan serta dipandang sebagai karunia yang dimiliki untuk efektivitas pelayanan dan bahasa doa.
Kelompok ini umumnya menerima pengalaman Pentakostal dan Kharismatikal, tetapi menolak terminologi Pentakostal. Baptisan Roh Kudus dipandang tidak terpisah dari pengalaman pertobatan (kelahiran baru), tetapi seorang dapat mengalami berkali-kali dipenuhi Roh Kudus. Pengurapan dan kuasa Roh Kudus lebih penting dibandingkan dengan pengalaman. Konteks pelayanan gerakan ini umumnya adalah tubuh Kristus dan kebersamaan. Kelompok yang rajin mendorong gereja agar terbuka terhadap “tanda dan mukjizat” (sign and wonders) sebagai perwujudan pekerjaan Roh Kudus diakhir zaman ini memiliki beberapa pemimpin, yaitu Pastor John Wimber, yang mungkin dapat disebut sebagai pelopor bersama Dr. C. Peter Wagner, profesor di Fuller Theological Seminary.
Gerakan ini banyak menjangkau kaum intelektual dan para akademisi di kalangan Protestan-Injili. Tokoh-tokoh Kharismatik dari kalangan intelektual dan akademisi yang telah tergabung dalam kelompok ini antara lain: C. Peter Wagner, pakar pertumbuhan Gereja, professor Sosiolog dan Antropologi dari Fuller Theological Seminary, Pasadena, California, AS; Jeck Deere, profesor Perjanjian Lama pada Dallas Theological Seminary tetapi dikeluarkan dari institusi itu karena mengalami pengalaman supranatural bersama Roh Kudus; Wayne Grudem, profesor Teologi Sistematika dan Alkitab di Trinity Evangelicl Divinity School, Deerfield Illinois, AS; Peter H. Davis, professor Studi Alkitab dan Perjanjian Baru di Canadian Teological Seminary, Regina, Kanada; Charles H. Kraft, professor Antropologi dan Komunikasi Antar Budaya di Fuller Tehological Seminary, Pasadena, California. AS; Jeffrey Niehaus, professor dan Ahli Perjanjian Lama, lulusan Liverpool dan pengajar di Gordon-Conwell Theological Seminary, di South Hamilton, AS, doktor (Ph.D) dalam bidang sastra Inggris dan Amerika; David C. Lewis, seorang Antropolog Budaya, seorang peneliti dari Cambrige University, Inggris; Gary S. Greig, seorang Arkeolog dan Ilmu Mesir Kuno, pakar dalam bidang Bahasa dan Peradaban Timur Tengah.[11] Dengan kehadiran orang-orang ini, masihkah kita menganggap bahwa gerakan Kharismatik itu anti rasional dan intelektualitas?
Menyusul Gerakan Gelombang Ketiga ini kemudian muncul New Apostolic Reformation Movement atau Gerakan Reformasi Rasuli Baru (Tahun 1999).[12] Menurut C. Peter Wagner, Reformasi Rasuli Baru adalah karya Tuhan yang luar biasa pada penghujung abad ke 20, yang secara signifikan sedang mengubah wajah Kristen Protestan di seluruh dunia.
Selama hampir 500 tahun, gereja-gereja Kristen sebagian besar berfungsi dalam berbagai jenis struktur denominasi tradisional, secara khusus dasawarsa 1990-an, meski akarnya dapat ditelusuri kembali satu abad sebelumnya, bentuk-bentuk dan prosedur-prosedur kerja yang baru kini sedang muncul dalam bidang-bidang semacam pemerintahan gereja lokal, hubungan antar gereja, pengaturan keuangan, penginjilan, misi, doa, pemilihan dan pelatihan kepemimpinan, peran dari kuasa adikodrati, penyembahan, aspek-aspek penting lainnya dalam kehidupan gereja. Beberapa dari perubahan-perubahan ini sedang terlihat dalam diri denominasi-denominasi mereka sendiri, namun sebagian besar mereka mengambil jejaring rasuli yang disusun dengan longgar. Dihampir semua bagian dunia, gereja-gereja rasuli baru ini menyususn segmen kekristenan yang paling cepat pertumbuhannya.[13]
6. Pembaharuan Kharismatik Katolik (1967 M)
Meskipun kaum Kristen Karismatik tidak eksklusif dalam satu denominasi saja, teologi Karismatik tidak secara khas serta merta mengikuti kaum Protestan. Gerakan Karismatik juga muncul dalam tubuh Gereja Katolik, dan Paus Yohanes Paulus II juga dikabarkan memiliki seorang Kharismatik yang menjadi rujukannya.
Awal gerakan Kharismatik dilingkungan Gereja Roma Katolik berlangsung di DuQuesne University, Pittburg-Pennsylvania dan Notre Dame University, South Bend, Indiana, Tahun 1967. Peristiwa kharismatikal ini terjadi dikalangan mahasiswa dilingkungan perguruan tinggi. Hal ini menepis pendapat yang mengatakan bahwa Kharismatik bersifat anti intelektual.[14] Pembaharuan di antara umat Katolik ini menyebar keseluruh dunia dalam waktu yang sangat singkat. Saat ini, pembaharuan Kharismatik ini bisa ditemukan di berbagai tempat dikalangan Katolik.[15] Di dalam tubuh Gereja Katolik Roma secara Internasional, gerakan ini terutama sekali menjadi populer di kalangan Filipino (orang-orang Filipina) dan komunitas Hispanik di Amerika Serikat, dan di Filipina sendiri. Para pastor/pendeta maupun awam Kharismatik seringkali mengadakan kebaktian-kebaktian kebangunan rohani (KKR) di berbagai tempat, sekalipun harus mengadakan perjalanan-perjalanan yang jauh dari tempat domisilinya.
Gerakan Kharismatik ini kemungkinan besar adalah sub gerakan terbesar yang ada di kalangan Katolik Roma, bersama-sama dengan Katolik Tradisionalis. Hal ini menerangkan suatu situasi sulit bagi banyak otoritas gereja, yang mungkin tidak menyetujui pengajaran Kharismatik, namun kesulitan untuk menentangnya, karena gerakan ini didukung oleh anggota-anggota paling berkuasa di Gereja. Otoritas Gereja juga menghadapi situasi di mana mereka harus terus menerus memastikan bahwa inovasi-inovasi apa pun yang muncul di tubuh jemaat adalah konsisten dan tidak bertentangan dengan Alkitab dan doktrin Gereja Katolik Roma.
BUKTI SEJARAH YANG DIABAIKAN
Jelaslah bahwa kegiatan Roh Kudus dalam Gereja Kristen tidak berubah secara drastis setelah tahun 100 M. Memang kurun waktu yang segera menyusul zaman para rasul menunjukkan penyusutan vitalitas Kharismatik. Akan tetapi karunia-karunia Roh Kudus itu terus berfungsi secara terbuka di dalam Gereja abad ke-2, dan di kelompok-kelompok yang dianggap kurang penting, misalnya kelompok Montanis dari masa itu dan seterusnya sebagaimana yang telah saya perlihatkan melalui sejarah ringkas diatas.
Kita juga melihat, tidak adanya penghentian mujizat, penyembuhan dan tanda ajaib lainnya dalam periode ini, walaupun kadang-kadang ada pernyataan beberapa Bapak Gereja yang berlawanan, termasuk Origenes. Sikap seperti ini wajar, sebagaimana Paulus dalam suratnya kepada Jemaat di Kolose mengingatkan jemaat agar “Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus” (Kolose 2:8). Dalam konteks ayat tersebut, Paulus memerintahkan jemaat untuk berhati-hati terhadap filsafat dan ajaran palsu, bukan melarang penggunaan karunia-karunia yang dari Roh Kudus, yaitu menurut kehendak Kristus.
Kita tahu, baik Gereja Roma maupun Gereja Timur memiliki aliran sastra yang dikenal dengan nama hagiografi, atau riwayat hidup orang kudus, yang memberikan contoh yang tidak terkira banyaknya mengenai dinamika jangkauan pemberitaan Injil dari orang-orang yang dikuasai Roh Kudus. Diakui bahwa kita harus memperlakukan cerita-cerita ini dengan penilaian yang kritis, karena kecenderungan pada periode itu untuk tidak bersikap kritis.[16] Bagaimanapun juga, faktanya tetap ada bahwa mukjizat, tanda, dan kuasa merupakan bagian yang diharapkan dari kehidupan orang Kristen, paling tidak bagi kelompok elite rohani yang telah melampaui orang-orang yang se zaman dengan mereka dalam hidup kudus dan ibadah kepada Allah.
Bersikeras bahwa tidak ada satu pun dari cerita-cerita tersebut dapat dipercayai, sementara pada waktu yang sama kita menerima cerita-cerita serupa dari Gereja abad pertama yang dilaporkan di dalam Kitab Suci sebagai dapat dipercaya, menunjukkan bahwa kita memaksakan dugaan kita sendiri pada data tersebut.[17]
Berkurangnya aktivitas karunia-karunia Roh Kudus setelah zaman para rasul tersebut, tidaklah berarti aktivitas Kharismatik tidak ada sama sekali. Berkurang tidaklah sama dengan tidak ada. Dick Iverson mengamati, “bahwa semenjak matinya para rasul sampai abad-abad kegelapan,[18] secara diam-diam telah terjadi banyak perubahan di dalam gereja. Mungkin sekali, penyebab utama kemerosotan yang dialami Gereja waktu itu ialah mulai dicampuradukkannya kehidupan gereja dengan kebiasaan-kebiasaan agama kafir dan budaya duniawi... Tetapi saat gereja mulai menjadi populer masalah komitmen mulai kurang dititik beratkan sehingga makin mengendor”. [19]
Hasil pengamatan saya, bahwa di abad-abad pertengahan sebagaimana yang disebut oleh Dick Iverson sebagai “abad-abad kegelapan”, gereja mengalami kemerosotan yang sangat memprihatinkan. Pada masa itu terjadi hal-hal antara lain: (1) Perang salib yang begitu berdarah dan memakan banyak korban; (2) Penindakan kejam (inkwisisi) terhadap orang-orang atau kelompok-kelompok yang berani menentang ajaran gereja, yang menjadi lembaran hitam dalam sejarah gereja; (3) Kompromi dengan dunia semakin menjadi-jadi karena begitu banyak orang yang belum lahir baru menjadi anggota gereja; (4) Dimulainya peraturan-peraturan gereja yang bersifat lembaga-formal, dan menghalangi kebebasan rohani yang semula dinikmati di dalam gereja abad-abad permulaan; dan (5) Sikap kompromistis terhadap kekafiran telah menyusup dalam kepemimpinan gereja, sehingga dalam pembuatan keputusan-keputusan dan penetapan peraturan gereja sudah tidak sesuai dengan ajaran dan praktek gereja abad pemulaan.[20]
Walau demikian, setelah zaman para Rasul dan gereja abad permulaan, masih ada orang-orang atau kelompok yang menujukkan komitmen mereka kepada Kristus dan ajaran Gereja mula-mula, sebagaimana yang saya tunjukkan dalam ringkasan sejarah di atas. Aliran sungai yang bersumber dari Roh Kudus, terus mengalir disepanjang sejarah gereja melalui orang-orang atau kelompok-kelompok yang berkomitmen pada Kristus dan ajaranNya serta ajaran para rasul, seperti: Justin Martyn, Irenius, Montanus, Tertullianus, Novatianus, Gregorius Thaumaturgus, Basil Agung, Ambrosius, Gregorius Agung, Martin Luther, John Calvin, John Wesley, Jonathan Edward, Charles G. Finney, A.B. Simpson, William J. Seymour, Demos Shakarian dan lainnya, yang pada akhirnya bermuara di “samudera” gerakan Kharismatik yang melanda seluruh dunia hingga saat ini. Tetapi mengapa fakta sejarah yang penting ini diabaikan begitu saja. Sehingga seolah-olah karunia-karunia Roh Kudus absen pada masa-masa abad pertengahan sampai masa-masa reformasi gereja. Setidaknya ada empat alasan yang bisa diamati, yaitu :
1. Sikap Kompromistis Gereja Abad Pertengahan
Gereja abad pertengahan telah mengambil sikap kompromi terhadap kekafiran yang telah menyusup dalam kepemimpinan gereja. Gereja disibukkan dengan pembuatan berbagai keputusan dan penetapan peraturan gereja yang sudah tidak sesuai dengan ajaran dan praktek gereja abad permulaan, termasuk penolakan terhadap anugerah dan karunia-karunia Roh Kudus. Gereja telah jatuh ke dalam rutinitas dan legalitas formal semata. Munculnya gerakan kaum Protestanisme abad ke 16 M, Pietisme di abad ke 17-18 M dan Pentakostalisme di abad 19 M sesungguhnya merupakan reaksi terhadap kesuaman gereja yang telah jatuh ke dalam rutinitas dan legalitas formal semata. Jadi sebenarnya semangat reformasi itu tidak hanya terjadi dan berhenti pada zaman Martin Luther dan John Calvin saja, tetapi akan terus mewarnai sejarah gereja. Dan ini merupakan suatu tanda bahwa kebenaran sejati tidak bisa dikurung di dalam batasan teologis dogmatis.[21]
2. Fokus Gerakan Reformasi Pada Masa Itu
Reformasi Protestan muncul diakhir abad ke 14 mencapai puncaknya pada masa Martin Luther dan John Calvin di abad ke 16. Gerakan Protestanisme ini dikenal juga sebagai “gerakan pembaharuan” atau “gerakan reformasi”. Gerakan ini menjadi titik balik perkembangan doktrinal di gereja, dimana reformasi telah mengubah otoritas gereja dan kepausan dari Katolisisme, yang telah berkembang lebih dari seribu tahun sebelumnya. Reformasi telah mengembalikan kebenaran dasar “keselamatan oleh iman”, dan menempatkan Alkitab ke dalam otoritas tertinggi, serta mengembalikan gereja kearah yang benar.
Representatif dari gerakan pembaharuan ini adalah John Wycliffe (1325-1384 M), tokoh reformasi di Inggris; Marthin Luther (1483-1546 M) tokoh reformasi di Jerman; Ulrich Zwingli (1484-1531 M) dan John Calvin (1509-1564 M) tokoh reformasi di swiss. Sayangnya, fokus gerakan reformasi dalam menghadapi kepausan dari Katolisisme pada masa itu menyebabkan kurangnya perhatian pada fungsi karunia-karunia Roh Kudus, bahkan oleh kalangan tertentu pada masa itu hal tersebut sengaja diabaikan. Lebih tragis lagi, Benjamin B. Warfield, Profesor dari Princenton Theological Seminary, melangkah lebih jauh dengan mengatakan bahwa karunia-karunia yang “ajaib” dari Roh Kudus telah padam bersamaan dengan meninggalnya para rasul, dan karunia-karunia itu tidak diperlukan lagi sebab kanon Alkitab sudah rampung.[22] Pandangan Warfield ini adalah representasi dari kelompok Sessasionisme sampai saat ini.
3. Pengaruh Pandangan Sessasionisme
Stanley M. Burgess, Profesor Bidang Studi Agama di Southwest Missiouri State University telah mengamati dan menjelaskan sebagai berikut ini.[23] Penekanan penganut Sessasionisme bahwa karunia-karunia Roh Kudus yang nyata dalam Gereja abad pertama tidak perlu dan tidak juga berfungsi lagi setelah kanon Perjanjian Baru selesai telah terbukti banyak memberikan pengaruh hingga saat ini. Wakil dari pendapat ini adalah Benjamin B. Warfield (1851-1921), profesor teologi di Princeton. Warfield terutama memusuhi orang-orang yang mengakui adanya karunia-karunia rohani yang istimewa. Ia merasa bahwa meraka ini menggantikan kesempurnaan Alkitab dengan keagamaan yang subyektif.
Pandangan Sessasionisme ini masih bergema hingga saat ini, dan sekarang ditujukan pada pelayanan mujizat, penyembuhan, bahasa roh, dan pelayanan berdasarkan karunia-karunia rohani dari gereja-gereja Pentakostal dan Kharismatik, dan Gerakan Gelombang Ketiga dari kaum Injili. Para penganut Sessasionisme menyatakan bahwa karunia-karunia rohani kurang berhubungan dengan Injil atau kurang penting bagi pemberitaan Injil dalam Perjanjian Baru. Mereka bersikeras bahwa karunia-karunia mujizat, penyembuhan dan karunia-karunia lainnya sudah berhenti pada atau menjelang akhir abad pertama.
Dengan menerima pernyataan ini, maka para penganut Sessasionisme harus melakukan hal-hal berikut, yaitu: (1) Mengabaikan atau mencela apa yang dulu pernah terjadi di antara kelompok-kelompok Protestan yang dianggap kurang penting sejak masa reformasi, seperti kelompok Quaker, Shaker, Irving, Pentakostal, dan Kharismatikal abad ke-20 dan kelompok Injili Gelombang Ketiga; (2) Mengabaikan catatan tradisi Katolik Roma dan tradisi Kristen Timur. Padahal, penyelidikan yang jujur ke dalam sejarah kerohanian tradisi Katolik Roma dan tradisi Kristen Timur tersebut menuntun para sarjana untuk menyimpulkan bahwa Roh Kudus telah menghiasi Gereja sesudah zaman rasuli dengan karunia-karunia dan vitalitas charismata sama dengan yang dialami selama abad pertama.[24]
Stanley M. Burgess juga menjelaskan bahwa penganut Sessasionisme sudah dipengaruhi oleh gerakan Pencerahan atau masa Age of Reason (kurun waktu kepercayaan akan kemampuan akal), yang sudah menuntun banyak orang untuk mengingkari kebenaran apa pun dalam sejarah Kristen yang jatuh di luar kategori yang diterima oleh rasionalisme. Akibatnya, hal ini sudah menghasilkan “pembersihan” sejarah agama, yang membersihkannya dari noda-noda “antusiasme” atau dari tingkah laku yang dianggap tidak rasional dan dari semua laporan mengenai hal adikodrati. Hasilnya adalah sesuatu yang Stanley M. Burgess disebut “demitologisasi” orang-orang kudus, yaitu percobaan untuk mengingkari banyak cerita dalam tradisi Kristen yang penuh dengan karunia-karunia Kharismatik seperti mukjizat, tanda, dan keajaiban.[25]
4. Kekeliruan Beberapa Pengajar Pentakostal
Masih menurut Stanley M. Burgess, dalam abad ke-20, beberapa orang pengajar Pentakostal tanpa disadari sudah menambah kebingungan dengan mengajarkan bahwa Roh Kudus entah bagaimana “absen secara deistik” dalam kurun waktu 1800 tahun, yaitu antara tahun 100 M sampai dengan 1900 M, dan bahwa kedatangan Roh Kudus yang kedua kali terjadi di antara mereka pada permulaan abad ke 20 ini. Ini cocok dengan pemahaman mereka mengenai nubuat Nabi Yoel mengenai hujan awal dan hujan akhir. Beberapa orang Pentakostal tampaknya kurang memperlihatkan penghargaan terhadap gelombang-gelombang pembaruan Kristen yang lebih awal. Akibatnya ialah bahwa kita sudah kehilangan satu pasal seluruhnya dalam sejarah kekristenan, yaitu: kisah orang-orang Kristen pasca zaman rasuli. Mereka telah bersaksi dengan kuasa Roh Kudus kepada orang yang belum bertobat, dan pemberitaan mereka telah ditekankan dan dipercayai karena ditegaskan oleh peristiwa-peristiwa adikodrati.[26]
KESIMPULAN HASIL PENGAMATAN
Berdasarkan pengamatan dari catatan sejarah ringkas di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Karunia-Karunia Roh Kudus Tetap Eksis Disepanjang Sejarah Gereja
Secara historis, charismata ada sejak zaman rasul-rasul. Melalui penelitian yang seksama terhadap catatan sejarah gereja memperlihatkan dan menjelaskan bahwa ajaran dan praktek karunia-karunia rohani terus berlangsung selama berabad-abad hingga saat ini. Berdasarkan sejarah ringkas yang telah disajikan di atas kita dapat melihat dan menarik “benang merah” bahwa karunia-karunia Roh Kudus terus aktif disepanjang sejarah gereja melalui orang-orang atau kelompok-kelompok yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Orang-orang atau kelompok-kelompok ini ada yang tidak mengenal satu dengan lainnnya dan tidak memiliki hubungan sama sekali. Kesimpulan yang sama dikemukan oleh Budiman, seorang teolog Protestan dan Dosen Perjanjian Baru sebagai berikut, “Pemeriksaan data-data sejarah gereja membuktikan, bahwa sesudah zaman para rasul berabad-abad lamanya masih ada manifestasi karunia-karunia Roh”.[27]
2. Berbagai Kelompok dalam Gerakan Kharismatik
Gerakan Kharismatik, dalam sejarah perkembangannya masa kini memiliki beberapa aliran yang kemudian mengelompokkan para pengikutnya ke dalam berbagai kelompok seperti: Pentakostal Modern, Full Gospel Bussinisman Fellowship Internasional (FGBMFI), Gerakan Hujan Akhir (Later Rain Movement), Gerakan Perkataan Iman (Word of Faith Movement), Kharismatik Gerakan Gelombang Ketiga (The Third Wave Movement), dan Katolik Kharismatik. Dengan demikian, suatu ajaran yang populer di satu kelompok Kharismatik tertentu, belum tentu diterima dan diajarkan oleh kelompok lainnya. Misalnya, tidak semua kalangan Kharismatik terbuka terhadap Toronto Blessing atau pun ajaran dari Word of Faith Movement. Karena itu, kekeliruan yang dilakukan satu kelompok Kharismatik tidak seharusnya digunakan untuk mendiskreditkan seluruh gerakan Kharismatik. Demikian juga, seharusnya tidaklah dapat secara otomatis menyamakan satu kelompok Kharismatik dengan kelompok Kharismatik lainnya hanya karena sama-sama berada dalam satu gerakan Kharismatik.
3. Prinsip Pemersatu dalam Gerakan Kharismatik Bersifat Pneumatologis[28]
Prinsip pemersatu gerakan Kharismatik adalah Pneumatologis (bersifat pneumatologi yang berorientasi pada karunia-karunia Roh Kudus). Di masa lalu, gerakan Kharismatik telah dianut oleh orang-orang atau kelompok-kelompok yang hidup pada zaman yang berbeda, bahkan ada yang tidak mengenal satu dengan lainnya.
Saat ini, gerakan Kharismatik ini telah dianut oleh orang-orang dari beragam denominasi, seperti: Pentakostal Katolik, Protestan (evangelikal), dan lain sebagainya.[29] Latar belakang yang beragam ini menyebabkan ketidaksepahaman doktrinal dalam hal-hal tertentu, misalnya : tentang baptisan air, penganut Kharismatik dari kalangan Pentakostal dan Baptis akan tetap menerapkan baptisan selam, sedangkan penganut Kharismatik dari latar belakang Protestan, Calvinik, Lutheran dan Prebysterian tetap menerapkan baptisan percik, beda lagi dengan penganut Kharismatik dari Katolik. Masih ada perbedaan-perbedaan satu dengan lainnya dari kelompok-kelopok Kharimatik ini. Tetapi uniknya, walaupun berbeda, dalam keragaman ini para penganut Kharismatik bisa bersatu tentang karya-karya dan karunia-karunia Roh Kudus masa kini. Itu sebabnya, tidaklah berlebihan jika saya menyimpulkan bahwa prinsip pemersatu dalam gerakan Kharismatik itu bersifat pnematologis.
DAFTAR PUSTAKA
Alley, John Kingsley., 2007. Pewahyuan Rasuli: Reformasi Dalam Gereja. terjemahan, Penerbit Metanonia : Jakarta.
Aritonang, Jan S, 1995. Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja. Cetakan ke 12. Penerbit BPK Gunung Mulia: Jakarta.
Badikra, I. Wayan., 2006. Sejarah. Penerbit Erlangga : Jakarta.
Bannet, Paul., 2012. The Birth of Christianity. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Berkhof, H & I.H. Enklaar., 2013. Sejarah Gereja. Cetakan ke 30. Penerbit BPK: Jakarta.
Cornish, Rick., 2005. Lima Menit Sejarah Gereja. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.
Djaja, Wahyudi & Nur Siwi Ismawati., 2005. Sejarah. Penerbit Cempaka Putih: Klaten.
End, Th. Van Den., 2007. Harta Dalam Bejana: Sejarah Gereja Ringkas. Penerbit BPK : Jakarta.
Enns, Paul., 2004.The Moody Handbook of Theology, jilid 2. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Ferguson, Sinclair B, D.F. Wraight & J.I Packer, ed. 2009. New Dictionary of Theology. Jilid 1, Terjemahan, Literatur SAAT: Malang.
Greig, Gary. S & Kevin N. Spinger, ed., 2001. Kebutuhan Gereja Saat Ini. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Hall, David W & Peter A. Lillback, 2009. Penuntun Ke Dalam Teologi Institutes Calvin. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Harianto GP., 2012. Pengantar Misiologi: Misiologi Sebagai Jalan Menuju Pertumbuhan. Penerbit ANDI: Yogyakarta.
Hughes, Robert Don., 2011. Sejarah. Terjemahan, Penerbit Yayasan Gloria : Yogyakarta.
Hugiono & P.K, Poerwantana., 1992. Pengantar Ilmu Sejarah. Penerbit Rineka Cipta : Jakarta.
Iverson, Dick., 1994. Kebenaran Masa Kini. Terjemahan, Indonesia Harvest Outreaach: Jakarta.
Ira C., 2009. Semakin Dibabat Semakin Merambat. Penerbit BPK Gunung Mulia: Jakarta.
Kochhar, S.K., 2008. Teaching Of History. Terjemahan, Penerbit Grasindo : Jakarta.
Manohey, Ralph., 2009. Tongkat Gembala. Lembaga Pusat Hidup Baru: Jakarta.
Menzies, William W & Robert P., 2005. Roh Kudus dan Kuasa. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Naftalino, A., 2011. Teologi Sejarah Garis Peradaban. Dipublikasikan oleh Logos Heaven Light Publicizing: Bekasi.
______________. Teologi Kristen Terpadu dalam Lautan Konsepsi Pluralisme Agama. Dipublikasikan oleh Logos Heaven Light Publicizing: Bekasi.
______________., 2012. Teologi Kristen Terpadu 2. Dipublikasikan oleh Logos Heaven Light Publicizing: Bekasi.
Pazmino, Robert W., 2012. Fondasi Pendidikan Kristen. Terjemahan, Penerbit Sekolah Tinggi Teologi Bandung Berkerjasama dengan BPK Gunung Mulia.
Ruck, Anne., 2007. Sejarah Gereja Asia. Penerbit BPK : Jakarta.
Ryrie, Charles C., 2005. Dispensasionalism. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Samuel, Wilfred J., 2007. Kristen Kharismatik. Terjemahan. Penerbit BPK : Jakarta.
Shaw, Mark., 2003. Sepuluh Pemikiran Besar dalam Sejarah Gereja. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.
Silalahi, Djaka Christianto., 2001. Kharismatik Bercampur dengan Perdukunan? Penerbit ANDI Offset : Yogyakarta.
SJ, L. Sugiri, dkk., 1995. Gerakan Kharismatik: Apakah itu? Penerbit BPK : Jakarta.
Stearns, Robert, Chuck Pierce & Larry Kreider., 2013. Today’s Church. Terjemahan, Penerbit Andi: Yogyakarta.
Subagyo, Andreas., 2004. Pengantar Riset Kuantitatif dan Kualitatif. Penerbit Kalam Hidup: Bandung.
Sumrall, Lester., 1995. Pioneers Of Faith. Terjemahan, Penerbit Immanuel : Jakarta.
Tan, John R., 2006. Dinamika Pertumbuhan Iman Kristen. Diterbitkan Yayasan Sinar Nusantara: Jakarta.
Tanusaputra, Abraham Alex, 2005., Batu Penjuru. Diterbitkan oleh House of Blessing : Surabaya.
Urban, Linwood., 2006. Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen. Penerbit BPK Gunung Mulia : Jakarta.
Wendell, Francois., 2010. Calvin: Asal Usul dan Perkembangan Pemikiran Religiusnya. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Wellem, F.D., 1996. Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh Di Dalam Sejarah Gereja. Penerbit BPK: Jakarta.
Wagner C. Peter., 1999. Gereja-Gereja Rasuli Yang Baru. Terjemahan, Penerbit Immanuel : Jakarta.
Wongso, Peter., 1992. Sejarah Gereja. Seminari Alkitab Asia Tenggara: Malang.
[1] Sumber referensi pembahasan tentang Kharismatik ini adalah buku-buku antara lain: Aritonang, Jan S, 1995. Berbagai Aliran di Dalam dan disekitar Gereja. Cetakan ke 12. Penerbit BPK Gunung Mulia: Jakarta; Samuel, Wilfred J., 2007. Kristen Kharismatik. Terjemahan. Penerbit BPK : Jakarta; Silalahi, Djaka Christianto., 2001. Kharismatik Bercampur dengan Perdukunan? Penerbit ANDI Offset : Yogyakarta; SJ, L. Sugiri, dkk., 1995. Gerakan Kharismatik: Apakah itu? Penerbit BPK : Jakarta; Greig, Gary. S & Kevin N. Spinger, ed., 2001. Kebutuhan Gereja Saat Ini. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang; Menzies, William W & Robert P., 2005. Roh Kudus dan Kuasa. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
[2] Bandingkan dengan: Samuel, Wilfred J., 2007. Kristen Kharismatik. Terjemahan. Penerbit BPK : Jakarta, hal. 49.
[3] Stanley M. Burges menyebutnya dengan istilah Pentakosta Kontemporer. (Lihat, Stanley M. Burges, Pemberitaan Injil dengan Karunia-karunia Mukjizat dalam Gereja Mula-mula Setelah Zaman Alkitab, dalam Greig, Gary. S & Kevin N. Spinger, ed., Kebutuhan Gereja Saat ini, hal. 341).
[4] Pembahasan tentang pemulihan kebenaran-kebenaran ini dapat dilihat dalam buku : Iverson, Dick., 1994. Kebenaran Masa Kini. Terjemahan, Inonesia Harvest Outreaach: Jakarta; Manohey, Ralph., Tongkat Gembala. Lembaga Pusat Hidup Baru: Jakarta.
[5] Aritonang, Jan S, Berbagai Aliran di Dalam dan Disekitar Gereja. hal. 198-206.
[6] Ibit, hal 200-202.
[7] Ibit, hal 203-206.
[8] Untuk kritik terhadap Gerakan Perkataan Iman ini, lihat: Tan, John R., 2006. Dinamika Pertumbuhan Iman Kristen. Penerbit Yayasan Sinar Nusantara: Jakarta, hal. 23-40.
[9] Ibit.
[10] Greig, Gary. S & Kevin N. Spinger, ed., Kebutuhan Gereja Saat Ini, hal. 27-29; Silalahi, Djaka Christianto., Kharismatik Bercampur dengan Perdukunan? hal. 25-37; Menzies, William W & Robert P., 2005. Roh Kudus dan Kuasa. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang; 45-47.
[11] Greig, Gary. S & Kevin N. Spinger, ed., Kebutuhan Gereja Saat Ini, hal. 11-15;
[12] Wagner C. Peter., 1999. Gereja-Gereja Rasuli Yang Baru. Terjemahan, Penerbit Immanuel : Jakarta, hal. 13-27; Lihat juga: Stearns, Robert, Chuck Pierce & Larry Kreider., 2013. Today’s Church. Terjemahan, Penerbit Andi: Yogyakarta, hal. 93-111; Alley, John Kingsley., 2007. Pewahyuan Rasuli: Reformasi Dalam Gereja. terjemahan, Penerbit Metanonia : Jakarta.
[13] Ibit.
[14] Aritonang, Jan S., Berbagai Aliran di Dalam dan Disekitar Gereja. hal. 206-27.
[15] Menzies, William W & Robert P., Roh Kudus dan Kuasa, hal 43-44.
[16] Stanley M. Burges menyebutnya dengan istilah Pentakostal Kontemporer. (Lihat, Stanley M. Burges, dalam Greig, Gary. S & Kevin N. Spinger, ed. Kebutuhan Gereja Saat Ini, hal. 340).
[17] Ibid.
[18] Istilah “abad-abad kegelapan” ialah istilah yang digunakan untuk menjukkan abad pertengahan, yaitu masa sekitar abad ke 6 s.d awal abad ke 16 M, sebelum reformasi gereja.
[19] Iverson, Dick., Kebenaran Masa Kini, hal 38.
[20] Tentang sejarah abad pertengahan dapat dilihat dalam : Wongso, Peter., Sejarah Gereja, hal. 87-146.
[21] Bandingkan dengan Pendapat: Naftalino, A., Teologi Kristen Terpadu 2, hal. 229-234.
[22] Silalahi, Djaka Christianto., Kharismatik Bercampur dengan Perdukunan? hal 249.
[23] Penjelasan bagian ini bersumber dari penjelasan Stanley M. Burges, Pemberitaan Injil dengan Karunia-karunia Mukjizat dalam Gereja Mula-mula Setelah Zaman Alkitab, dalam Greig, Gary. S & Kevin N. Spinger, ed., Kebutuhan Gereja Saat Ini, hal. 340.
[24] Ibit.
[25] Ibit.
[26] Ibit.
[27] Budiman., 1995. Menentukan Sikap Terhadap Gerakan Kharismatik, dalam buku Gerakan Kharismatik Apakah itu? Penerbit BPK Gunung Mulia: Jakarta, hal. 215.
[28] Pada Pasal 7 saya memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai prinsip pemersatu gerakan Kharismatik yang bersifat pneumatologis ini.
[29] Aritonang, Jan S, 1995. Berbagai Aliran di Dalam di Sereja. Cetakan ke 12. Penerbit BPK Gunung Mulia: Jakarta, hal 194-215; Silalahi, Djaka Christianto., 2001. Kharismatik Bercampur dengan Perdukunan? Penerbit ANDI Offset : Yogyakarta, hal. 243-260.SEJARAH DAN PERKEMBANGAN GERAKAN KHARISMATIK. https://teologiareformed.blogspot.com/