CARA PANDANG KRISTEN MELIHAT SAKIT PENYAKIT DAN RESPONNYA YANG BENAR

Pdt. Tumpal Hutahaean. 
CARA PANDANG KRISTEN MELIHAT SAKIT PENYAKIT DAN RESPONNYA YANG BENAR

Virus Corona (Covid 19) menjadi tema utama yang menguasai semua media sosial di dunia. Bahkan Covid 19 ini telah merubah perilaku manusia dengan manusia, manusia dengan alam, manusia dengan benda, manusia dengan politik, bahkan manusia dengan uang dan waktu. Apakah dengan adanya Covid 19 ini, ada perubahan sikap manusia terhadap Tuhan juga?

Jawabannya: pasti ada. Perubahan yang positif, manusia semakin sadar akan dirinya hanya sebagai manusia biasa yang bisa mati setiap saat dan membuatnya semakin mau dekat dengan Tuhan sebagai Pencipta dan Penebusnya secara pribadi. Perubahan negatifnya, manusia semakin mundur imannya karena merasiokan semua kekhawatirannya dan ketakutannya dalam menghadapi Covid 19 ini tanpa iman dan ketaatan dan akibatnya ia melindungi diri secara berlebihan/paranoid (affective disorder) dan tidak melakukan ketaatannya terhadap Tuhan.

Jika ada pertanyaan kepada kita dalam konteks sekarang ini, maka pertanyaannya pasti berkenaan dengan merebaknya Covid 19. Manakah yang lebih penting: kesehatan secara rohani atau kesehatan secara jasmani? Bisakah keduanya dimiliki oleh orang Kristen dalam menyikapi Covid 19 ini? 

Bagi kita sebagai anak-anak Tuhan, kesehatan secara rohani pasti lebih penting daripada kesehatan secara lahiriah saja (baca 2 Korintus 12:7-10). Dalam konteks ini Rasul Paulus tetap kuat dan setia dalam melayani Tuhan walaupun tubuhnya ada sakit penyakit. Dan tidak ada alasan bagi Rasul Paulus untuk mundur dalam melayani Tuhan karena sakit. Hal yang menarik adalah Rasul Paulus menyadari semua penyakit itu adalah kehendak Allah supaya hidupnya menyaksikan kekuatan Tuhan yang melampaui dirinya sendiri.

Bagaimana dengan orang Kristen yang menyatakan bahwa kesehatan lahiriah itu penting karena kebahagiaan hidup ditemukan di dalam tubuh yang sehat? Artinya mereka mengatakan bahwa tubuh yang sehat adalah kunci kebahagiaan. Oleh karena itu mereka menolak mengadakan pertemuan dengan siapapun dan melakukan isolasi diri. Apakah ini artinya orang ini menjaga kesehatan hanya untuk menunjukkan tanggung jawab untuk mengasihi dirinya sendiri? Di mana kasihnya terhadap Tuhan? Bukankah Tuhan memberikan kepada kita tubuh yang sehat agar kita semakin efektif dalam melayani Tuhan (baca Filipi 2:30)?

Kiranya melalui PA khusus ini kita semakin memahami apa kata Alkitab tentang sakit penyakit dan bagaimana seharusnya sikap kita secara iman dalam merespons Covid 19 ini dengan benar dan bijaksana di dalam Tuhan.

PEMBAHASAN

DARI MANA ASAL MUASAL SAKIT PENYAKIT? (baca Kejadian 3:16 dan Roma 5:12)

Pada mulanya manusia diciptakan oleh Allah baik adanya dan sempurna (Kejadian 1:26-28). Tetapi rancangan Tuhan berubah ketika Adam dan Hawa jatuh dalam dosa (Kejadian 3). Sebagai konsekuensinya Hawa merasakan sakit pada saat melahirkan (Kejadian 3:16). Dan dosa mengakibatkan Adam dan Hawa bisa mengalami kematian dan kematian ini masuk ke dunia sebagai akibat dari keberdosaan manusia (Roma 5:12). Jadi, jelaslah bahwa sakit penyakit adalah salah satu konsekuensi akibat manusia jatuh ke dalam dosa.

Apakah rasa sakit selalu bernilai negatif? Dari sisi yang lain, rasa sakit bernilai baik untuk manusia setelah jatuh dalam dosa. Bisa dibayangkan jika anak-anak kita tidak mengerti bahwa menyakiti teman dengan cara memukul tubuhnya adalah suatu kesalahan. Ketika anak kita terjatuh, ada rasa sakit, terkena api sakit, mendapatkan hukuman dari orang tuanya ia juga merasakan sakit. Semua ini baik supaya anak dapat mengerti konsep yang benar dan tidak sembarangan berbuat jahat terhadap orang lain serta mereka sadar bahwa dalam setiap kesalahan mereka bisa mendapatkan konsekuensi dari Allah.

Di sisi yang lain, jika anggota tubuh kita tidak merasa sakit maka ini justru lebih berbahaya karena jenis penyakit ini lebih menakutkan seperti kusta.

Jadi rasa sakit menyadarkan kita bahwa kita harus punya penguasaan diri dalam segala hal (Amsal 23:10) dan rasa sakit mendorong kita untuk berdoa kepada Tuhan untuk meminta pemulihan. Rasa sakit mengajarkan kita agar memiliki kerendahan hati untuk berobat ke dokter ketika kita sakit.

APA HUBUNGAN ANTARA IMAN DAN SAKIT PENYAKIT?

Allah bisa mengizinkan sakit penyakit menghinggapi tubuh anak-anak-Nya, seperti Rasul Paulus (2 Korintus 12:7-10). Ketika Allah mengizinkan penyakit ada di dalam tubuh kita, imanlah yang menyadarkan kita bahwa sakit penyakit itu adalah berkat tersembunyi untuk melatih iman dan ketekunan kita sebagai pengikut Kristus. Ini membuat kita bisa bersyukur dan berbahagia seperti apa kata Yakobus “Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan” (Yakobus 1:2-3).

Dalam menghadapi keragaman setiap sakit penyakit, kita tidak bisa menggeneralisasi semua sumbernya pasti sama dan akibatnya juga sama. Alkitab memberikan kepada kita keragaman untuk mengenal sumber penyakit dengan tujuan berbeda-beda, sesuai dengan konteksnya. Yang menjadi pertanyaan kita, bagaimana kita dapat membedakan sumber-sumber penyakit dan mengapa Allah izinkan semuanya itu? 

1.Penyakit yang datangnya dari Tuhan untuk melatih iman dan mental anak-anak Tuhan (Ibrani 12:6-12). 

2.Penyakit yang dizinkan Tuhan supaya nama Tuhan dipermuliakan melaluinya (Yohanes 9:3). 

3.Penyakit normal karena kelemahan fisik (1 Timotius 5:23; Matius 12:15 14:14, 19:2) dan akibat umur (Mazmur 90:10). 

4.Penyakit akibat dosa atau hukuman dari Tuhan seperti Gehazi ( 2 Raja-Raja 5), raja Uzia (2 Tawarikh 26:16-22), Nebukadnezar (Daniel 4). 

5.Penyakit akibat perilaku yang salah dari diri kita sendiri (bandingkan Efesus 6:3). 

6.Penyakit karena Iblis (2 Korintus 12:7-10, Ayub, Lukas 9:37-43; 13:10-16) 

APAKAH SETIAP ORANG KRISTEN PASTI SEHAT ?

Hidup sehat adalah anugerah dan jika kita diizinkan Tuhan mengalami sakit yang bukan karena dosa, maka itupun adalah anugerah. Jika kita diberikan oleh Tuhan kesehatan secara rohani dan kesehatan secara lahiriah, maka itupun adalah anugerah agar kita semakin efektif dalam melayani Tuhan. Iman kita kepada Tuhan tidak terlepas dari “Kasih” kita terhadap Tuhan. Artinya, iman kita akan berelasi dengan seluruh aspek kehidupan kita, baik pada waktu sehat maupun sakit, baik pada waktu lancar atau tidak lancar, baik pada waktu kaya atau miskin, dan lain sebagainya.

Jika kita sungguh-sungguh mengasihi Tuhan, maka kita akan selalu terdorong untuk memahami kehendak Tuhan atas kehidupan kita secara menyeluruh, termasuk ketika Allah mengizinkan kita sakit (2 Korintus 12:7-10). 

Penyakit, kesehatan, kesuksesan, dan kegagalan bisa dipakai oleh Tuhan untuk mematangkan iman kita (Ibrani 12:6) dan menguji iman kita. Jika ada anak Tuhan yang ketika tubuhnya semakin sehat malah semakin mengasihi dirinya sendiri dan malah semakin melayani dirinya sendiri, bahkan melebihi kasihnya kepada Tuhan dan sesama manusia, maka orang Kristen seperti ini dapat dikatakan sedang mengalami sakit rohani dan sedang memberhalakan dirinya sendiri dalam kesombongan.

Kasih kepada diri sendiri yang berlebihan merupakan upaya manusia untuk melayani dirinya sendiri dan untuk meraih tubuh yang sehat tanpa mengejar kesehatan rohani merupakan perjuangan yang semu (bandingkan 1 Timotius 4:8). Hal ini bukan berarti kita tidak boleh berolah raga, justru kita wajib menjaga keseimbangan hidup dengan komprehensif dan salah salah satunya dengan olah raga dan tidak makan sembarangan dan istirahat yang cukup dan melakukan olah raga rohani melebihi olah raga secara fisik.

Jika hidup kita hanya memperhatikan kesehatan lahiriah saja atau melakukan olah raga jasmani saja dan melupakan pentingnya olah raga rohani. Orang seperti ini jika diberikan sakit penyakit, maka sudah pasti imannya tidak hidup atau bercahaya di kala sulit atau sakit. Kita boleh memerhatikan kesehatan tubuh kita, dengan tujuan agar kita semakin dipakai Tuhan dan semakin mau memuliakan Tuhan karena tubuh kita adalah bait Roh Kudus (1 Korintus 6:19-20).

Saya percaya sakit penyakit jika diizinkan Tuhan maka dapat memberikan kesempatan kepada seseorang untuk mengalami kasih karunia Allah yang spesial. Rasul Paulus berkata “Tetapi jawab Tuhan kepadaku: ‘Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.’ Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku” (2 Korintus 12:9). 

Rasul Paulus sedang membahas tentang “duri dalam daging” yang mengganggunya. Rasul Paulus menyatakan bahwa kasih karunia Allah telah dianugerahkan kepadanya. Itu memungkinkan dia untuk bertahan menghadapi sakit penyakit itu. Jadi kita percaya Allah akan menganugerahkan kasih karunia kepada anak-anak-Nya agar dapat menanggung sakit penyakit tertentu, entah itu kanker, pneumonia, stroke, Covid 19, dan lain sebagainya. 

Kita tidak percaya dengan ajaran teologi sukses yang menyatakan bahwa anak- anak Tuhan bebas dari sakit penyakit, penderitaan, kesulitan hidup dan kemiskinan. Ajaran seperti ini tidak berdasarkan Alkitab tetapi berdasarkan ajaran positive thinking, new age movement, materialisme, dan hedonisme.

BERKAT APA YANG TERSEMBUNYI UNTUK ORANG KRISTEN JIKA DIIZINKAN TUHAN MENGALAMI SAKIT PENYAKIT DAN RESPON KITA MENGHADAPI COVID 19 ? 
1.Semakin belajar mengandalkan kuasa Tuhan – pembentukan karakter rohani (2 Korintus 12:7-10). 

2.Melatih kita untuk semakin taat terhadap perintah Tuhan dan semakin berkomitmen untuk menghidupi Firman-Nya (Mazmur 119:71). 

3.Melatih menjadi anak-anak Tuhan yang kuat iman dan mentalnya (Ibrani 12:6-12). 

4.Membersihkan kita dari kejahatan atau keberdosaan yang terlihat dan yang tidak terlihat (Amsal 20:30). 

5.Menjadi berkat bagi orang lain atau untuk melayani orang lain dalam situasi yang sama (2 Korintus 1:3-4). 

Walaupun kita percaya dengan apa yang dikatakan Rasul Paulus “baik hidup atau mati adalah milik Tuhan” (Roma 14:8) dan “hidup adalah bagi Kristus dan mati adalah keuntungan” (Filipi 1:20-21), ini bukan berarti kita menanggapi ancaman dan kematian akibat Covid 19 dengan sikap yang tidak serius. Kita bukan bersikap tidak peduli dengan tindakan pemerintah dalam mengatasi perang terhadap Covid 19 ini. Dan sebaliknya kita juga tidak boleh paranoid, khawatir berlebihan, dan ketakutan berlebihan sampai kita takut sakit, takut mati, dan menganggap kematian karena Covid 19 ini adalah malapetaka atau aib. Jangan sampai pada akhirnya kita menyikapi ancaman Covid 19 ini dengan tidak beriman di dalam Tuhan dan tidak menjalankan ketaatan kita di saat-saat sulit ini untuk menjadi Garam dan Terang dunia.

Jadi bagaimana sikap kita yang benar dan bijaksana dalam menghadapi Covid 19 ini? 

1.Menjaga kestabilan iman seperti Rasul Paulus (Roma 14:8; Filipi 1:20-21). Ini berarti kita harus melihat hidup, penderitaan, dan kematian dengan fokusnya pada “Kristus dan keuntungan” dan bukan pada hidup kita sendiri. Jadi jika Allah mengizinkan kita meninggal, maka kita percaya bahwa kematian adalah pintu kebahagiaan untuk bertemu Tuhan di surga dan kita terlepas dari penderitaan, sakit, dan beban hidup di dunia. 

2.Memiliki keberanian yang suci dan kesetiaan seperti Luther (1483-1546) dalam menghadapi “black death” yang pada saat itu membunuh jutaan orang akibat pes. Luther tetap mengutamakan iman dan ketaatannya pada Tuhan (Christ alone), walaupun ia mau dibunuh oleh pemerintah Jerman pada saat itu. Dalam konteks pada saat itu salah seorang putrinya Luther meninggal akibat penyakit pes. Luther mengalami kesedihan, gejolak kemarahan, dan lain sebagainya. Namun pada akhirnya Luther tetap percaya pada kedaulatan Tuhan dan pemeliharaan Tuhan, dan ia tetap setia melayani Tuhan. 

3.Jangan mengganggap bahwa penderitaan dan kematian karena Covid 19 ini begitu menakutkan dan sepertinya sudah sangat dekat di depan kita atau keluarga kita. Akibatnya kita mengalami “affective disorder” yaitu respon emosi dan sikap yang berlebihan dan seperti tidak masuk akal lagi. Sikap yang seperti ini, justru yang membunuh daya tahan tubuh manusia dalam menghadapi Covid 19 ini (baca Yohanes 11:25-26 dan Amsal 17:22). 

Berdadasarkan data per tanggal 19 Maret 2020, data kematian akibat Covid 19 di Indonesia adalah 8%, dengan rincian 309 positif dan 25 orang meninggal, sedangkan di dunia berdasarkan data WHO, meninggal akibat Covid 19 adalah 4%, dengan rincian 209.839 orang positif dan 8.778 orang meninggal. 

Semua kebijakan Pemerintah dalam perang menghadapi Covid 19 ini harus kita taati. Bahkan kalau perlu kita dukung dan siap menjadi bagian dari tim Pemerintah dalam berperang menghadapi Covid 19 ini (Roma 13). 

Memiliki kepedulian iman dan kasih untuk setiap anak-anak Tuhan yang mengalami kelemahan iman, bahkan kemunduran iman karena Covid 19 ini (Galatia 6:1). Sebagai anggota tubuh Kristus, kita semua terpanggil untuk saling menguatkan dan bergandengan tangan dalam menghadapi Covid 19 ini dengan sikap sebagai pemenang bagi Allah. 

AKHIR KATA

Tuhan Yesus telah mati menggantikan kita untuk membayar dosa-dosa kita. Seperti yang dikatakan Rasul Petrus “Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh” (1 Petrus 3:18). Melalui iman-percaya dalam Yesus Kristus, Allah memberikan hidup kekal kepada setiap orang percaya, termasuk semua berkat di dalamnya. AMIN

Salah satu berkat itu adalah: “Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu” (Wahyu 21:4).CARA PANDANG KRISTEN MELIHAT SAKIT PENYAKIT DAN RESPONNYA YANG BENAR

SOLI DEO GLORIA
Next Post Previous Post