ILMU PENAFSIRAN ALKITAB (HERMENEUTIK)

Pdt.Budi Asali, M.Div.
ILMU PENAFSIRAN ALKITAB (HERMENEUTIK)

1. Pengantar Hermeneutik. 

I) Arti ‘Hermeneutik’. 

Kata ‘Hermeneutik’ berasal dari kata bahasa Yunani HERMENEUO, yang berarti ‘menjelaskan’, ‘menafsirkan’, atau ‘menterjemahkan’. 

Jadi, Hermeneutics adalah ilmu yang mengajarkan prinsip-prinsip, hukum-hukum, dan metode-metode penafsiran Alkitab. 

II) Mengapa kita memerlukan Hermeneutik ? 

1) Karena adanya Historical Gap. 

Ini timbul karena adanya perbedaan waktu. Penulis Kitab Suci hidup pada jaman dulu, dan kejadian-kejadian yang ditulisnya juga terjadi pada jaman dulu, dan semua ini tentu sangat berbeda dengan jaman sekarang. 

Orang tua sering berkata kepada anaknya: ‘Dulu saya ....’. Tetapi dulu memang berbeda dengan sekarang! 

Dulu nabi-nabi berjalan kaki karena tidak ada mobil; haruskah pendeta jaman sekarang juga demikian? Dulu puji-pujian menggunakan rebana, gambus, kecapi, dsb karena belum ada piano, organ dsb; haruskah puji-pujian jaman sekarang meniru mereka? Dulu anggur dan minyak sering dipakai sebagai obat (Markus 6:13 Lukas 10:34 Yesaya 1:6), dan karenanya Paulus dan Yakobus menganjurkannya (1Timotius 5:23 Yakobus 5:14). Haruskah kita sekarang, setelah ada obat-obatan modern yang lebih manjur, tetap mengikuti anjuran mereka? 

2) Karena adanya Cultural Gap (perbedaan kebudayaan). 

Mereka adalah bangsa yang berbeda, dan tinggal di tempat yang berbeda, dan mempunyai kebiasaan-kebiasaan / tradisi yang berbeda pula dengan kita. 

Kebiasaan orang di Amerika dan Indonesia pada jaman yang sama sudah banyak berbeda, misalnya: 

· tentang peluk cium. 

· tentang menyapa dengan kata-kata ‘How are you’. 

· pengucapan ‘I love you’ antara suami dengan istri. 

Tentu kita di Indonesia tidak bisa begitu saja mengimport tradisi Amerika tersebut. 

Demikian juga kebiasaan / kebudayaan orang-orang jaman Kitab Suci tidak bisa begitu saja ditiru, seperti: 

¨ penggunaan tudung kepala bagi perempuan dalam kebaktian (1Kor 11:5-6,13-15). 

¨ Sarai menamai [NIV: called (= menyebut / memanggil)] Abraham tuannya (1Petrus 3:6). 

¨ pertemuan di pintu gerbang kota (Rut 4:1). 

¨ perendahan / pengabaian terhadap perempuan. 

3) Karena adanya Linguistic Gap (perbedaan bahasa). 

Kitab Suci ditulis dalam bahasa Ibrani, Yunani dan Aramaic. Tidak mungkin bisa menterjemahkan bahasa-bahasa itu dengan sempurna ke dalam bahasa kita, karena adanya perbedaan dalam persoalan: 

a) Grammar (= Tata bahasa). 

· Adanya Tenses (seperti: past tense, future tense, perfect tense, dsb). 

Mungkin tidak ada bahasa dalam dunia ini yang lebih njlimet tensesnya dibandingkan dengan bahasa Yunani. Ini menyebabkan pada waktu diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, maka tenses bahasa Inggrisnya tidak mencukupi sehingga tidak bisa menterjemahkan dengan tepat. Lebih-lebih kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang boleh dikatakan tidak mengenal tenses. 

· Adanya gender / jenis kelamin dari kata. 

Dalam bahasa Ibrani setiap kata benda dan kata sifat mempunyai jenis kelamin, atau laki-laki atau perempuan, sedangkan dalam bahasa Yunani bahkan ada 3 macam, yaitu laki-laki, perempuan dan netral. Pada waktu diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris atau Indonesia, maka semua ini hilang, padahal jenis kelamin ini bisa mempengaruhi penafsiran. 

b) Vocabulary / perbendaharaan kata yang tidak ada. 

Kalau kita menterjemahkan dari satu bahasa ke bahasa lain, kita akan sering mengalami kesukaran dalam hal ini, yaitu tidak adanya kata yang cocok, yang artinya betul-betul sama. 

Sebagai contoh, kata bahasa Yunani ‘PRAUS’ yang diterjemahkan ‘lemah lembut’ / ‘meek’ (Mat 5:5), padahal ‘lemah lembut’ / ‘meek’ mempunyai perbedaan arti dengan PRAUS. Kata PRAUS ini tidak mempunyai terjemahan yang tepat, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. 

Illustrasi: kalau mau menterjemahkan kata bahasa Jawa ‘ketlusupen’ ke dalam bahasa Indonesia, kita juga tidak akan menemukan kata yang tepat. Kita harus menjelaskannya dengan beberapa kalimat. 

c) Ungkapan-ungkapan seperti pada: 

· Mat 26:25,64 - kata-kata ‘Engkau telah mengatakannya’ artinya adalah ‘ya’. 

· Yos 7:19 dan Yohanes 9:24 - istilah ‘give glory to the Lord / God’ (NIV) / ‘berilah kemuliaan kepada Tuhan / Allah’ merupakan suatu desakan untuk bersumpah. 

· Lukas 14:26 - ‘membenci’ berarti ‘kurang mengasihi / mengasihi lebih sedikit’. 

· Mat 16:16 dimana Petrus mengakui Yesus sebagai ‘Anak Allah’. 

Para Saksi Yehuwa berpendapat bahwa karena Yesus adalah Anak Allah, maka Ia bukan Allah. 

Tetapi ingat bahwa suatu istilah dalam Kitab Suci harus diartikan sesuai dengan pengertian penulisnya / orang jaman itu tentang istilah tersebut, dan bukan dengan pengertian orang jaman sekarang tentang istilah tersebut. 

Tentang istilah ‘Anak Allah’ yang digunakan oleh Yesus terhadap diriNya sendiri, banyak orang menyalahartikan istilah ini, dengan mengatakan bahwa istilah ‘Anak Allah’ menunjukkan bahwa dulu hanya ada Allah saja, yang lalu beranak, dsb. Karena itu jelas bahwa Yesus tidak setua / sekekal BapaNya. Tetapi ini adalah penafsiran yang menggunakan pengertian orang jaman seka­rang tentang istilah itu. 

Kalau kita melihat pada Yoh 10:33b dan Yoh 5:18b maka akan terli­hat dengan jelas bahwa pada jaman itu menyebut diri Anak Allah berarti menganggap diri sehakekat dengan Allah, dan itu adalah sama dengan menyamakan diri dengan Allah atau menganggap diri setara dengan Allah. 

Yoh 5:18b - “Ia mengatakan bahwa Allah adalah BapaNya sendiri dan dengan demikian menyamakan diriNya dengan Allah”. 

[Catatan: kata Yunani yang diterjemahkan ‘menyamakan’ dalam Yoh 5:18 adalah kata yang sama dengan kata Yunani yang diterjemahkan ‘setara’ dalam Fil 2:6]. 

Yoh 10:33b - “karena Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diriMu dengan Allah” (bdk. Yoh 10:36b). 

Illustrasi: kalau kita mendengar seseorang menceritakan / mengatakan sesuatu dan kita sama sekali tidak bisa mempercayai kebenaran kata-katanya, maka kita mungkin akan berkata: ‘Gombal’. Ini merupakan suatu ungkapan, yang artinya kira-kira adalah ‘omong kosong’. Bagi kita ini bisa dimengerti, tetapi bagaimana kiranya bagi orang asing yang baru belajar bahasa Indonesia? Apakah ia tidak bingung mendengar ungkapan ini? 

Ketiga hal ini bisa ‘menghalangi’ kita untuk mengerti Kitab Suci. Dengan Hermeneutics, sebagian halangan bisa diatasi. Tentu saja disamping itu kita juga harus belajar tentang latar belakang jaman dahulu, bahasa asli Kitab Suci, dsb. 

III) Beberapa hal penting yang mendahului Hermeneutik. 

A) Alkitab adalah Firman Allah. 

1) Kalau seseorang tidak menerima Alkitab sebagai Firman Allah, maka tidak ada gunanya ia belajar Hermeneutics. Orang yang mulai dari suatu kesesatan, tidak bisa diharapkan akan mencapai suatu kebe-naran. 

Sayangnya, ada banyak orang / ‘hamba Tuhan’ yang tidak mem-percayai bahwa Alkitab adalah Firman Allah. 

2) Macam-macam pandangan tentang Alkitab. 

a) Pandangan Liberal. 

Golongan Liberal beranggapan bahwa ‘Kitab Suci bukanlah Firman Allah’, atau bahwa ‘Kitab Suci mengandung Firman Allah’. 

Kalau dikatakan bahwa ‘cincin ini mengandung emas’, maka itu berarti bahwa cincin ini tidak terbuat dari emas murni, tetapi ada campuran logam lain. Demikian juga kalau dikatakan bahwa ‘Kitab Suci mengandung Firman Allah’, maka itu berarti bahwa dalam Kitab Suci ada bagian-bagian yang adalah Firman Allah, dan ada juga bagian-bagian yang bukan Firman Allah. Dan bagian-bagian yang bukan Firman Allah itu tentu saja bisa salah. 

Contoh: 

1. Dalam Majalah ‘PENUNTUN’ terbitan GKI Jawa Barat, vol 2, No 6, Januari - Maret 1996, ada artikel yang berjudul ‘Keselamatan dalam pandangan Yesus’, ditulis oleh Pdt. Jahja Sunarya, S. Th., dan dalam artikel itu ada kata-kata sebagai berikut: 

“Jelas, betapa berartinya peranan penulis dalam menampilkan Yesus. Jika demikian, apakah tidak mungkin penulis telah menambahi atau mengurangi, bahkan keliru dalam menafsirkan / mengerti, pengajaran Yesus? Jawabnya tentu saja mungkin. Sebab ternyata injil yang tertua, yaitu injil karangan Markus, ditulis sekitar tahun 60. Itu berarti injil ini ditulis setelah sekitar tahun 30 (tigapuluh) saat peristiwa Yesus terjadi. Kita dapat membayangkan kesulitan Markus ketika menyusun Injilnya. Ia harus memilah-milah kisah-kisah lisan yang ada dan ingatan-ingatan yang tidak beraturan untuk menyajikannya dalam wujud tulisan yang memiliki alur logika yang jelas dan teratur” - hal 181. 

2. Dalam Majalah ‘Kairos’, bulan Mei 1994, ada surat pembaca dari Robert Setio Ph. D. (yang sekarang menjadi pendeta GKI) yang mengatakan sebagai berikut: 

“Liputan Kairos tentang proses pembuatan Alkitab dalam edisi bulan Maret yang baru lalu merupakan sumbangan yang berharga bagi umat Kristen di Indonesia (GKI) yang, dalam bayangan saya, jarang atau bahkan tidak pernah sama sekali mendengar ‘rahasia’ tersebut. Liputan tersebut sekaligus juga merupakan peringatan bagi golongan tertentu yang begitu saja menyamakan Firman Allah dengan Alkitab. Bukankah proses terjadinya Alkitab itu rumit dan melalui seleksi serta penafsiran yang bisa jadi memiliki motif politik / ideologis?” - hal 5. 

Golongan Liberal memang mempunyai ciri khas merendahkan otoritas Kitab Suci, baik dalam hidup, kepercayaan, maupun ajaran mereka. Karena itu kalau saudara bertemu dengan orang (khu-susnya hamba Tuhan!) yang dengan gampang mengabaikan / me-ngesampingkan / menyalahkan Kitab Suci, saudara perlu berhati-hati, karena mungkin sekali itu adalah orang dari golongan Liberal. 

Kalau saudara bertemu dengan orang yang mengatakan bahwa ‘Kitab Suci hanya mengandung Firman Allah’, maka tanyakanlah pertanyaan-pertanyaan ini: 

· Kalau memang ‘Alkitab hanya mengandung Firman Allah’, lalu bagian mana yang adalah Firman Allah, dan bagian mana yang bukan Firman Allah? 

· Apa kriteria yang engkau pakai untuk menentukan bagian yang satu sebagai Firman Allah dan bagian yang lain sebagai bukan Firman Allah? Dan dari mana engkau mendapatkan kriteria seperti itu? 

· Dengan otoritas apa / siapa engkau bisa menetapkan bagian yang satu sebagai Firman Allah dan bagian yang lain sebagai bukan Firman Allah? Bukankah seharusnya Kitab Suci yang adalah Firman Allah itulah yang menghakimi manusia (Yoh 12:47-48), dan bukan manusia yang menghakimi Kitab Suci? 

b) Pandangan Liberal yang terselubung. 

Satu hal lagi yang perlu diwaspadai adalah orang / gereja Liberal yang slogannya tetap benar, yaitu ‘Alkitab / Kitab Suci adalah Firman Allah’, tetapi: 

1. Penguraian slogan itu bertentangan dengan slogannya. 

Dengan kata lain, slogannya benar, yaitu bahwa ‘Alkitab adalah Firman Allah’, tetapi pada waktu slogan itu diuraikan / dijabar-kan, maka terlihat bahwa maksudnya sama sekali bukanlah bahwa ‘Alkitab adalah Firman Allah’. 

Contoh: 

a. Dalam Majalah ‘PENUNTUN’ yang dikeluarkan oleh GKI Jawa Barat, vol. 1, No. 2, Januari - Maret 1995, hal 116, bagian ‘Pengantar Redaksi’, ada kata-kata sebagai berikut: “Tulisan yang menyoroti tema sajian ini disiapkan oleh Pdt. Eka Darmaputera, Ph.D. Sementara ia menegaskan bahwa firman Allah itu senantiasa lebih luas dari Alkitab, ia pun menekankan bahwa Alkitab itu betul-betul firman Allah yang sampai kepada manusia dalam matra ganda, yang tidak tercampur tetapi juga tidak terpisah, yaitu matra ilahi adikodrati dan matra insani kodrati. Dengan pendekatan seperti ini, ia berusaha menem-patkan posisinya seimbang di antara kalangan yang menekan-kan bahwa Alkitab adalah firman Allah dan kalangan yang menegaskan bahwa Alkitab mengandung firman Allah”. 

Selanjutnya dalam artikel berjudul ‘Alkitab dan Firman Allah’ yang ditulis oleh Pdt. Eka Darmaputera, Ph. D. dalam majalah tersebut di atas, dikatakan sebagai berikut: 

“Kalau Anda bertanya kepada saya: ‘Apakah saya percaya Alkitab adalah Firman Allah?’, maka dengan segera dan tanpa ragu saya akan menjawab, ‘Ya, saya percaya dengan segenap hati!’. Saya pun sungguh-sungguh berharap agar setiap warga jemaat dan setiap pendeta (khususnya, seluruh anggota dan pendeta GKI) juga mengaminkannya. Apa sebab? Sebab itu pula yang kita ‘amin’ kan sebelum kita menerima baptisan dan pentahbisan kita !” (hal 121). 

Dilihat dari kata-kata ini, maka kelihatannya Pendeta. tersebut mempunyai pandangan / slogan yang injili. Tetapi dalam bagian lain dari artikel yang sama ia berkata sebagai berikut: 

· “Apakah sisi lain dari kebenaran yang harus kita pahami? Yaitu ini: bahwa sekalipun kita mengamini bahwa ‘Alkitab adalah firman Allah’, itu samasekali tidak berarti bahwa Alkitab adalah identik dengan firman Allah, atau bahwa firman Allah adalah identik dengan Alkitab! TIDAK! ... Yang ingin saya kemukakan adalah, bahwa ‘Alkitab’ dan ‘Firman Allah’ adalah dua pengertian yang berbeda. Tidak identik. Saya percaya dengan segenap hati bahwa ‘Alkitab adalah firman Allah’, namun itu tidak berarti bahwa saya percaya ‘firman Allah identik dengan Alkitab’” (hal 122). 

· “Firman Allah, secara teologis, adalah Yesus Kristus, bukan Alkitab!” (hal 123). 

· “Dengan demikian, yang ingin saya katakan adalah: Alkitab tetap mempunyai otoritas tertinggi bagi orang kristen dalam pemahaman dan ajaran imannya, tanpa mengidentikkan Alkitab itu dengan firman Allah sendiri” (hal 123). 

· “Penulis-penulis Alkitab adalah manusia-manusia seperti kita, yang di samping keterbatasan-keterbatasan pribadi-nya, juga dibentuk oleh lingkungan sosio-kultural mereka dan oleh tingkat perkembangan peradaban serta ilmu pengetahuan di zaman mereka. Keterbatasan manusiawi ini memang dapat teratasi sekiranya Tuhan hanya memakai mereka sebagai ‘benda-benda’ mati, seperti pena atau pensil yang kita pakai untuk menuliskan kehendak kita. Namun jelas sekali, Tuhan tidak memakai mereka dengan cara seperti itu. Sebab sekiranya cara itulah yang dipakai oleh Tuhan, maka pastilah seluruh Alkitab paling sedikit akan mempunyai gaya bahasa dan mempergunakan kosa kata yang sama. Ternyata tidak! Perhatikan betapa berbedanya bentuk dan gaya kitab Kejadian dengan kitab Tawarikh, antara kitab Imamat dan kitab Mazmur, antara kitab Yesaya dan kitab Kidung Agung, dan sebagainya. Perhatikan pula gaya yang amat pribadi dari surat-surat Paulus. Itu berarti Tuhan memakai para penulis itu dengan seluruh kepribadian mereka, dengan segala kelebihan dan ... keterbatasan mereka! Benar bahwa Alkitab itu diwahyukan oleh Allah. Namun wahyu itu disampaikan kepada kita melalui manusia. Manusia yang dipakai oleh Allah bukan sebagai pena atau pensil, melainkan sebagai pribadi-pribadi yang hidup. Keadaan-nya dapat Anda bayangkan demikian. Anda ingin me-nyampaikan sebuah berita dukacita kepada seseorang yang mengalami musibah ditinggalkan kekasihnya secara tiba-tiba oleh karena kecelakaan. Namun Anda tidak menyam-paikan berita ini secara langsung kepada yang bersang-kutan. Anda meminta pertolongan beberapa orang untuk menyampaikan berita itu. Apa yang terjadi? Orang-orang itu akan menyampaikan berita yang sama. Tetapi sekali-gus, berita yang sama itu akan disampaikan dalam bentuk dan cara yang amat berbeda-beda. Saya bayangkan, pasti tidak ada seorangpun yang secara langsung akan menga-takan: ‘Hei, Bung, kekasih Anda mati kecelakaan sore tadi!’. Masing-masing akan menambahkan bumbu-bumbu dan bunga-bunga untuk berita yang satu itu, sesuai dengan gaya mereka masing-masing. ... Kalau kita membaca Alki-tab, kita harus menerima kedua-duanya. Disitu kita ber-hadapan dengan yang sepenuhnya ilahi dan sekaligus yang sepenuhnya manusiawi, dan menghargai yang manusiawi sebagai sarana untuk berjumpa dengan yang ilahi. Di dalam dan melalui yang terbatas dan tidak sempurna, Allah mau menyatakan kehendakNya yang kudus, kekal, mutlak dan universal. Itulah sebabnya Alkitab tidak hanya dibaca, apalagi sekedar untuk dipajang! Alkitab adalah firman Allah yang harus senantiasa kita gumuli, kita pela-jari, kita cermati. Supaya ketika kita membaca Alkitab, kita berjumpa dengan Firman Allah!” (hal 128-129). 

b. Hal yang serupa juga dilakukan oleh Pendeta Yohanes Bambang Mulyono, S. Th. dari GKI yang menulis buku yang berjudul ‘Tuhan ajarlah aku’. Ada bagian-bagian dari buku itu yang seolah-olah menunjukkan bahwa ia percaya bahwa ‘Alkitab adalah Firman Allah’, misalnya: 

· “kita juga tidak setuju dengan paham liberalisme yang menolak Alkitab sebagai firman Allah” (hal 28). 

· “Oleh karena itu penulisan Alkitab merupakan hasil inspirasi dan pengilhaman Roh Kudus sendiri (bdk. 2Timotius 3:16)” (hal 131). 

· “Sebagai jemaat Allah kita mengakui kewibawaan Alki­tab sebagai Firman Allah yang menuntun kepada keselamatan dan menjadi dasar normatif bagi kehidupan serta tingkah laku kita” (hal 211). 

Tetapi dalam bagian lain dari bukunya ia menunjukkan ‘warna asli’nya, karena ia berkata: 

¨ “Oleh karena itu firman Allah sejati tidak pernah hanya merupakan suatu kumpulan ayat-ayat dalam Kitab Suci. Pendewa-dewaan kumpulan ayat-ayat dalam Kitab Suci sebenarnya sama saja dengan pemberhalaan. Iman kristen menyadari, bahwa firman Allah sejati menjelma menjadi Yesus Kristus yang adalah Anak Allah. Artinya firman Allah sejati tidak pernah menjelma menjadi sebuah ‘buku yang turun dari sorga’” (hal 77). 

¨ “Atas dasar pemikiran yang demikian, theologia Alkitab tidak pernah mendudukkan Alkitab sejajar dengan Fir-man Allah sendiri. Alkitab adalah alat yang dipakai oleh Allah untuk menyampaikan firmanNya. Sedangkan firman Allah yang sejati (realitas obyek­tif-ilahi) menjelma menjadi manusia yang kelihatan dan yang menyejarah. Sebab itu sikap penghargaan kita yang tinggi terhadap Alkitab sebagai alat dari firman Allah tidak boleh melebihi peng-hargaan kita kepada Yesus Kristus. Jadi Alkitab berada di bawah kuasa pribadi Yesus Kristus, tidak boleh seba-liknya!” (hal 214). 

Dari kedua contoh di atas ini kita bisa melihat bahwa kalau dalam suatu khotbah / tulisan seorang pendeta terdapat suatu kalimat / kata-kata yang benar / injili, itu belum menjamin bahwa ia pasti bukan orang Liberal. 

2. Prakteknya berbeda dengan slogannya. 

Dengan kata lain, sekalipun slogannya benar, yaitu ‘Alkitab adalah Firman Allah’, tetapi ternyata prakteknya sama sekali tidak menunjukkan kepercayaan terhadap Alkitab sebagai Firman Allah. 

Contoh: ada ‘hamba Tuhan’ / gereja yang menyebut Alkitab sebagai Firman Allah, tetapi dalam prakteknya mereka tidak menekankan pengajaran Alkitab, dan bahkan sering tidak menggubris Alkitab, dan bahkan menginjak-injak Alkitab, misal-nya dengan mau melakukan pemberkatan nikah kristen dengan non kristen, atau bahkan secara terang-terangan mengijinkan pelaksanaan hal ini dalam tata gereja mereka, padahal hal ini jelas bertentangan dengan 2Kor 6:14 - “Janganlah kamu meru-pakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?”. 

Karena itu, kalau saudara bertemu dengan seorang pendeta / pengkhotbah / gereja yang mempunyai slogan yang benar, jangan terlalu cepat percaya. Selidikilah lebih jauh / teliti bagaimana pendeta / pengkhotbah / gereja itu menguraikan slogannya, dan selidikilah juga apakah prakteknya sesuai dengan slogannya. 

Mana yang lebih berbahaya: ‘Liberalisme yang terang-terangan’ atau ‘Liberalisme yang terselubung’? Jawabannya jelas adalah ‘Liberalisme yang terselubung’. Sama seperti uang palsu yang makin mendekati aslinya tentu lebih membahayakan dari pada uang palsu yang tidak terlalu mirip dengan uang aslinya, demikian juga Liberalisme yang terselubung, yang lebih mirip dengan ajaran yang Alkitabiah / Injili, tentu lebih berbahaya dari pada Liberalisme yang terang-terangan, yang terlihat pertentangannya secara menyolok dengan ajaran yang Alkitabiah / Injili. 

c) Pandangan Neo-Orthodox. 

Tokoh dari pandangan ini adalah Karl Barth, yang mengajar / beranggapan bahwa Kitab Suci menjadi / adalah Firman Allah, kalau Allah memakainya untuk berbicara kepada kita (atau, kalau kita merasakan Allah berbicara kepada kita melalui FirmanNya). Tetapi kalau Allah tidak memakainya untuk berbicara kepada kita (atau, kalau kita tidak merasakan bahwa Allah berbicara kepada kita melalui FirmanNya), maka Kitab Suci bukanlah Firman Allah. 

Jadi Kitab Suci adalah Firman Allah secara subyektif, bukan secara obyektif. 

Ini jelas juga merupakan ajaran yang sesat, karena kalau demikian, Firman Allah tidak bisa menghakimi manusia pada akhir jaman (bdk. Yoh 12:47-48 Ro 2:12), karena manusia yang tidak merasa bahwa Allah menegur dosanya, sebetulnya tidak pernah menerima teguran dari Firman Allah. 

Ada ajaran populer dalam kalangan Kharismatik yang mirip dengan ajaran Neo-Orthodox ini, yaitu ajaran tentang ‘RHEMA’. Orang-orang Kharismatik membedakan kata-kata Yunani ‘RHEMA’ dan ‘LOGOS’ (yang sebetulnya keduanya berarti ‘kata’ / ‘firman’) dengan cara sebagai berikut: 

1. John F. MacArthur, Jr., seorang anti Kharismatik, dalam bukunya yang berjudul ‘The Charismatics’, hal 69, berkata bahwa Charles Farah, seorang profesor di Oral Roberts University mengatakan sebagai berikut: “LOGOS is the objective, historic word and RHEMA is the personal, subjective word” (= LOGOS adalah firman yang bersifat sejarah dan obyektif dan RHEMA adalah firman yang bersifat pribadi dan subyektif). 

Dan dalam buku yang sama hal 70 John F. MacArthur, Jr. berkata bahwa Charles Farah juga berkata bahwa: 

· “The LOGOS becomes RHEMA when it speaks to you” (= LOGOS menjadi RHEMA kalau itu berbicara kepadamu). 

· “The LOGOS is legal while the RHEMA is experiential” [= LOGOS itu bersifat hukum (?) sedangkan RHEMA adalah sesuatu yang dialami]. 

· “The LOGOS does not always become the RHEMA, God’s word to you’”(= LOGOS tidak selalu menjadi RHEMA, firman Allah bagimu). 

2. Orang Kharismatik sering berkata: ‘Kalau RHEMAnya turun ...’. 

Ini berarti bahwa ia mendapat suatu pimpinan / perintah secara pribadi dari Tuhan, langsung kepada hati / pikirannya. Dan RHEMA yang turun itu bisa berupa ayat Kitab Suci ataupun tidak. 

Dasar Kitab Suci yang dipakai oleh orang-orang Kharismatik: 

· Lukas 3:2 - ‘datanglah firman (RHEMA) Allah kepada Yohanes’. 

· Markus 14:72 dan Matius 26:75 (dua ayat ini paralel) - Petrus teringat akan kata-kata (RHEMA) Tuhan Yesus. 

· Juga Lukas 24:8 dan Kisah Para Rasul 11:16 menggunakan kata RHEMA. 

Kesalahan ajaran ini: 

a. Markus 14:72 dan Matius 26:75 paralel dengan Luk 22:61, tetapi, kalau Mark 14:72 dan Mat 26:75 menggunakan RHEMA, maka Luk 22:61 ternyata menggunakan LOGOS! 

Demikian juga, kalau Lukas 24:8 dan Kis 11:16 menggunakan kata RHEMA, maka Kis 20:35 menggunakan LOGOS, padahal ketiga ayat ini sama-sama berbicara tentang seseorang yang teringat akan kata-kata Yesus! 

Dari contoh-contoh ini terlihat bahwa LOGOS dan RHEMA digunakan secara interchangeable (= bisa dibolak-balik) dan tidak ada batasan yang terlalu jelas antara RHEMA dan LOGOS! 

Karena itu membedakan RHEMA dan LOGOS seperti yang dilakukan oleh orang-orang Kharismatik, adalah sesuatu yang tidak berdasar! 

b. Orang-orang Kharismatik berkata bahwa kalau firman itu berbicara kepada kita, maka LOGOS itu berubah menjadi RHEMA. 

Tetapi dalam Kis 2:41 4:4 8:14 11:1 13:48 sekalipun firman itu jelas berbicara kepada orang-orang itu (karena mereka bertobat), tetapi toh digunakan kata LOGOS dan bukannya RHEMA! 

Demikian juga 1Pet 1:23 menggunakan kata LOGOS, padahal firman di sini adalah firman yang melahirbarukan (ini lahir baru dalam arti luas)! 

c. Ajaran yang berkata “The LOGOS does not always become the RHEMA, God’s word to you” (= LOGOS tidak selalu menjadi RHEMA, firman Allah bagimu), jelas sekali berbau ajaran sesat Neo Orthodox, karena ajaran Neo Orthodox juga berkata bahwa kata-kata dalam Kitab Suci hanya menjadi firman Allah kalau berbicara kepada kita. 

d. Ajaran Kharismatik tentang RHEMA ini berbahaya, karena ini menyebabkan banyak orang lalu mencari RHEMA tersebut dalam hati mereka, sehingga lalu mengabaikan Kitab Suci! 

Memang Roh Kudus bisa mengingatkan kita akan Firman Tuhan (Yoh 14:26), tetapi kalau kita tidak pernah belajar / mengerti Kitab Suci / Firman Tuhan, maka tidak ada sesuatu yang bisa Ia ingatkan kepada kita! Karena itu, belajar Kitab Suci dengan sungguh-sungguh dan tekun haruslah menjadi prioritas dalam hidup kita! 

d) Pandangan Orthodox. 

Kitab Suci adalah Firman Allah secara obyektif. Jadi, apakah Kitab Suci itu diberitakan atau tidak, didengar oleh manusia atau tidak (bdk. Yeh 2:5,7 3:11b), dimengerti atau tidak, ditaati atau tidak, Kitab Suci tetap adalah Firman Allah. Dan pada waktu manusia mendengar pemberitaan Kitab Suci, apakah ia merasakan Allah menggunakannya untuk berbicara kepadanya atau tidak, Kitab Suci itu tetap adalah Firman Allah. 

Inilah pandangan yang benar yang harus kita terima. 

3) Bukti bahwa Alkitab adalah Firman Allah. 

a) Pengakuan dari dalam Alkitab sendiri. 

1. Dalam Alkitab berulang-ulang dikatakan ‘Allah berfirman’. 

Contoh: Yer 1:2,4,7. 

2. Dalam Alkitab berulangkali dikatakan bahwa Allah menyuruh orang menuliskan FirmanNya. 

Contoh: Kel 34:27 Yeremia 30:1-2 Yer 36:2-4,28,32 Wah 1:11,19. 

3. Roma 3:1-2 secara jelas menyebutkan bahwa Alkitab (Perjanjian Lama) adalah Firman Allah (yang dipercayakan kepada orang Israel / Yahudi). 

Ro 3:1-2 - “Jika demikian, apakah kelebihan orang Yahudi dan apakah gunanya sunat? Banyak sekali, dan di dalam segala hal. Pertama-tama: sebab kepada merekalah dipercayakan firman Allah”. 

4. Kata-kata nabi / penulis Perjanjian Lama dianggap sebagai kata-kata Tuhan / Roh Kudus. 

Contoh: 

· bandingkan Yesaya 7:14 dengan Mat 1:22. 

Yesaya 7:13-14 - “Lalu berkatalah nabi Yesaya: ... Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengan-dung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel”. 

Matius 1:22-23 - “Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi: ‘Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel’ - yang berarti: Allah menyertai kita”. 

· bandingkan Maz 95:7b-9 dengan Ibr 3:7. 

b) Bukti-bukti lain. 

1. Alkitab bisa bersatu dan harmonis, padahal Alkitab ditulis dalam jangka waktu 1500-1600 tahun, oleh kurang lebih 40 orang, yang: 

· hidup pada jaman yang berbeda. 

· mempunyai latar belakang yang berbeda (ada yang petani, gembala, nabi, nelayan, raja, dsb). 

· banyak yang tidak kenal satu sama lain. 

Illustrasi: 

Kalau saya memberikan 40 buku kepada 40 orang dan menyuruh mereka menuliskan suatu karangan sesuka hati mereka, maka hasilnya pasti tidak akan bisa dikumpulkan menjadi satu buku. Mengapa? Karena isinya pasti akan berten-tangan satu sama lain, atau sama sekali tidak berhubungan satu sama lain. 

Tetapi kalau saya mengontrol / mengarahkan 40 orang itu, misalnya dengan menyuruh si A mengarang tentang mata manusia, si B tentang telinga manusia, si C tentang jantung manusia, si D tentang paru-paru manusia dst, maka besar kemungkinan hasilnya bisa dibukukan menjadi satu, menjadi buku biologi. 

Jadi, kalau hasil dari 40 penulis Alkitab itu bisa dibukukan menjadi suatu buku yang bersatu dan harmonis, maka pastilah ada ‘Satu Orang’ yang menguasai / mengontrol dan meng-arahkan ke 40 penulis tersebut. Dan siapakah yang bisa menguasai / mengontrol dan mengarahkan 40 orang yang hidup dalam jangka waktu 1500-1600 tahun? Hanya ada ‘Satu Orang’ yang bisa melakukan hal itu, dan itu adalah Allah sendiri. 

2. Alkitab tidak bisa habis dipelajari. 

Kalau saudara mempelajari buku lain, bagaimanapun tebalnya buku itu, maka pada suatu saat buku itu akan habis dipelajari dan saudara tidak akan bisa menambah pengetahuan apa-apa lagi dari buku itu. Tetapi Alkitab sudah dipelajari oleh jutaan manusia selama ribuan tahun, dan tidak ada seorangpun yang bisa tamat belajar Alkitab! 

Ada yang mengatakan bahwa kalau buku lain itu seperti bak, yang sekalipun besar, tetapi kalau terus diambili airnya, maka airnya akan habis. Tetapi Alkitab seperti sebuah sumber, yang sekalipun terus diambili airnya, tidak akan pernah habis. 

Kalau saudara belajar Alkitab, sekalipun makin lama saudara akan makin banyak mengerti tentang Alkitab, tetapi anehnya saudara akan melihat bahwa makin banyak juga hal-hal yang belum saudara mengerti tentang Alkitab. 

Manusia tidak bisa mempelajari Alkitab secara tuntas, apalagi mengarangnya! 

3. Semua nubuat / ramalan dalam Alkitab terjadi dengan tepat. 

Manusia bisa meramal dengan: 

· ilmu pengetahuan. 

Misalnya: ramalan cuaca, ramalan akan terjadinya gerhana, ramalan dari dokter tentang umur seseorang (yang sudah sakit berat). 

· kuasa gelap. 

Ini macamnya banyak sekali, seperti penggunaan jailangkung, cucing, ramalan dengan melihat garis tangan (guamia), dsb. 

Tetapi ramalan-ramalan itu pasti kadang-kadang meleset. 

Tetapi semua nubuat / ramalan dalam Kitab Suci terjadi dengan tepat. Memang ada nubuat / ramalan yang belum terjadi, seperti nubuat tentang kedatangan Kristus untuk keduakalinya. Tetapi tidak ada satupun nubuat yang meleset. 

Contoh: Maz 22:2,8,9,16,17,19 Yes 7:14 Mikha 5:1 Yes 53:3-7,9 Mat 24:2 dll. 

Ini membuktikan bahwa semua nubuat itu berasal dari Tuhan! 

Sekarang mari kita membandingkan 2 kelompok ayat di bawah ini: 

1. Ayat-ayat yang menunjukkan bahwa hanya Allah yang bisa menubuatkan / meramalkan apa yang akan terjadi: 

· Yesaya 41:26-27 - “(26) Siapakah yang memberitahukannya dari mulanya, sehingga kami mengetahuinya, dan dari dahulu, sehingga kami mengatakan: ‘Benarlah dia?’ Sungguh, tidak ada orang yang memberitahukannya, tidak ada orang yang mengabarkannya, tidak ada orang yang mendengar sepatah katapun dari padamu. (27) Sebagai yang pertama Aku memberitahukannya kepada Sion, dan Aku memberikan orang yang membawa kabar baik kepada Yerusalem”. 

· Yesaya 42:9 - “Nubuat-nubuat yang dahulu sekarang sudah menjadi kenyataan, hal-hal yang baru hendak Kuberitahukan. Sebelum hal-hal itu muncul, Aku mengabarkannya kepadamu.’”. 

· Yesaya 43:12 - “Akulah yang memberitahukan, menyelamatkan dan mengabarkan, dan bukannya allah asing yang ada di antaramu. Kamulah saksi-saksiKu,’ demikianlah firman TUHAN, ‘dan Akulah Allah”. 

· Yesaya 45:21 - “Beritahukanlah dan kemukakanlah alasanmu, ya, biarlah mereka berunding bersama-sama: Siapakah yang mengabarkan hal ini dari zaman purbakala, dan memberitahukannya dari sejak dahulu? Bukankah Aku, TUHAN? Tidak ada yang lain, tidak ada Allah selain dari padaKu! Allah yang adil dan Juruselamat, tidak ada yang lain kecuali Aku!”. 

· Yesaya 46:9-10 - “(9) Ingatlah hal-hal yang dahulu dari sejak purbakala, bahwasanya Akulah Allah dan tidak ada yang lain, Akulah Allah dan tidak ada yang seperti Aku, (10) yang memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: KeputusanKu akan sampai, dan segala kehendakKu akan Kulaksanakan”. 

· Yesaya 48:5 - “maka Aku memberitahukannya kepadamu dari sejak dahulu; sebelum hal itu menjadi kenyataan, Aku mengabarkannya kepadamu, supaya jangan engkau berkata: Berhalaku yang melakukannya, patung pahatanku dan patung tuanganku yang memerintahkannya”. 

2. Ayat-ayat dimana Allah menantang dewa-dewa / allah-allah lain / berhala-berhala dan nabi-nabi palsu mereka untuk menubuatkan / meramalkan apa yang akan terjadi: 

· Yes 41:22-23 - “(22) Biarlah mereka maju dan memberitahukan kepada kami apa yang akan terjadi! Nubuat yang dahulu, beritahukanlah apa artinya, supaya kami memperhatikannya, atau hal-hal yang akan datang, kabarkanlah kepada kami, supaya kami mengetahui kesudahannya! (23) Beritahukanlah hal-hal yang akan datang kemudian, supaya kami mengetahui, bahwa kamu ini sungguh allah; bertindak sajalah, biar secara baik ataupun secara buruk, supaya kami bersama-sama tercengang melihatnya!”. 

· Yesaya 43:9 - “Biarlah berhimpun bersama-sama segala bangsa-bangsa, dan biarlah berkumpul suku-suku bangsa! Siapakah di antara mereka yang dapat memberitahukan hal-hal ini, yang dapat mengabarkan kepada kita hal-hal yang dahulu? Biarlah mereka membawa saksi-saksinya, supaya mereka nyata benar; biarlah orang mendengarnya dan berkata: ‘Benar demikian!’”. 

· Yesaya 44:7 - “Siapakah seperti Aku? Biarlah ia menyerukannya, biarlah ia memberitahukannya dan membentangkannya kepadaKu! Siapakah yang mengabarkan dari dahulu kala hal-hal yang akan datang? Apa yang akan tiba, biarlah mereka memberitahukannya kepada kami!”. 

· Yesaya 45:21 - “Beritahukanlah dan kemukakanlah alasanmu, ya, biarlah mereka berunding bersama-sama: Siapakah yang mengabarkan hal ini dari zaman purbakala, dan memberitahukannya dari sejak dahulu? Bukankah Aku, TUHAN? Tidak ada yang lain, tidak ada Allah selain dari padaKu! Allah yang adil dan Juruselamat, tidak ada yang lain kecuali Aku!”. 

· Yesaya 47:13-15 - “(13) Engkau telah payah karena banyaknya nasihat! Biarlah tampil dan menyelamatkan engkau orang-orang yang meneliti segala penjuru langit, yang menilik bintang-bintang dan yang pada setiap bulan baru memberitahukan apa yang akan terjadi atasmu! (14) Sesungguhnya, mereka sebagai jerami yang dibakar api; mereka tidak dapat melepaskan nyawanya dari kuasa nyala api; api itu bukan bara api untuk memanaskan diri, bukan api untuk berdiang! (15) Demikianlah faedahnya bagimu dari tukang-tukang jampi itu, yang telah kaurepotkan dari sejak kecilmu; masing-masing mereka terhuyung-huyung ke segala jurusan, tidak ada yang dapat menyelamatkan engkau”. 

· Yesaya 48:14 - “Berhimpunlah kamu sekalian dan dengarlah! Siapakah di antara mereka memberitahukan semuanya ini? Dia yang dikasihi TUHAN akan melaksanakan kehendak TUHAN terhadap Babel dan menunjukkan kekuatan tangan TUHAN kepada orang Kasdim”. 

Jelas bahwa hanya Tuhan yang bisa menubuatkan masa depan, berhala tidak bisa. Dan memang, Kitab Suci agama lain mana yang mempunyai nubuat-nubuat seperti dalam Kitab Suci kita? Nubuat-nubuat yang digenapi secara sempurna dalam Kitab Suci kita ini membuktikan bahwa Kitab Suci kita memang adalah Firman Allah. 

4. Alkitab tahu bahwa bumi ini bulat, dan tidak disangga oleh tiang-tiang, jauh sebelum manusia mengetahuinya (Yes 40:22 Ayub 26:7). 

Yes 40:22a - “Dia yang bertakhta di atas bulatan bumi”. 

Ayub 26:7 - “Allah membentangkan utara di atas kekosongan, dan menggantungkan bumi pada kehampaan”. 

Dulu manusia beranggapan bahwa bumi ini datar seperti meja. Manusia baru mengetahui bahwa bumi ini bulat pada abad 15, tepatnya pada tahun 1492 (Columbus). Tetapi hal itu ternyata sudah tertulis dalam Kitab Yesaya (abad 7 SM, atau lebih dari 2000 tahun sebelum Columbus!), dan bahkan dalam kitab Ayub yang lebih kuno lagi! Dari mana penulis-penulis Alkitab itu mengetahui hal itu? Pada saat itu tidak ada seorang manu-siapun yang tahu tentang hal itu. Jelas bahwa mereka menge-tahui hal itu dari Allah! 

5. Alkitab tetap terpelihara sampai sekarang padahal: 

· Alkitab adalah buku yang paling kuno. Tidak ada buku yang setua Alkitab. Kitab Kejadian sudah berusia 3500 tahun! 

· Banyak orang menyerang Alkitab untuk menghancurkannya. Ada serangan yang bersifat fisik, dan ada serangan yang berupa ajaran-ajaran sesat. Misalnya seorang bernama Tom Paine menulis buku yang berjudul ‘The Age of Reason’ yang menyerang Alkitab, dan ia meramalkan bahwa bukunya akan laris di seluruh dunia sedangkan Alkitab hanya akan dijumpai di museum. Tetapi kenyataannya, sekarang Alkitab bisa dijumpai di mana-mana dan buku ‘The Age of Reason’ itu yang hanya bisa dijumpai di museum. Mirip dg cerita tadi, seorang bernama Voltaire mengatakan: 100 tahun setelah kematianku, Alkitab hanya akan ada di museum. Ternyata 100 tahun setelah kematiannya, tempat dimana ia mengucapkan kata-kata itu jatuh ke tangan ‘Geneva Bible Society’, dan ruangan itu diisi penuh dengan Alkitab dari lantai sampai langit-langitnya. 

Tetap terpeliharanya Alkitab, sekalipun diserang selama ribuan tahun, menunjukkan secara jelas bahwa Allah melindungi buku karanganNya itu! 

6. Alkitab bisa ‘berbicara’ kepada kita! 

Kesaksian: 

· Yesaya 40:27-31 Yesaya 41:8-10 berbicara kepada saya pada waktu Sekolah Theologia di Amerika. 

· Pada waktu saya dipanggil Tuhan, keluarga saya mengatai saya sebagai gila, karena meninggalkan ITS tingkat V untuk menjadi hamba Tuhan. Ternyata pada saat teduh bersama dengan keluarga, ayat yang diambil oleh buku saat teduhnya adalah dari Kis 26:24 (“Sementara Paulus menge-mukakan semuanya itu untuk mempertanggung-jawabkan pekerjaannya, berkatalah Festus dengan suara keras: ‘Engkau gila, Paulus! Ilmumu yang banyak itu membuat engkau gila.’”), dan lalu renungannya berkata: ‘Orang kristen sering dianggap gila oleh dunia, tetapi sebetulnya bukan orang kristen yang gila, tetapi dunialah yang gila’. 

4) Konsekwensi dari Alkitab sebagai Firman Allah. 

Satu hal yang perlu ditekankan adalah: kalau kita memang percaya bahwa Alkitab adalah Firman Allah, kita juga harus percaya bahwa Alkitab adalah satu-satunya Firman Allah. Memang semua agama mempunyai Kitab Sucinya sendiri-sendiri, dan setiap agama mengakui Kitab Sucinya sebagai Firman Allah. Tetapi, karena Kitab Suci dari agama yang satu bukan hanya berbeda tetapi bahkan bertentangan dengan Kitab Suci dari agama yang lain, maka tidak mungkin semua Kitab Suci - Kitab Suci itu adalah Firman Allah. Allah itu esa, dan Ia tidak berbi­cara dengan lidah yang bercabang. Karena itu, hanya ada satu Kitab Suci saja yang betul-betul adalah Firman Allah. Kalau kita mengakui Alkitab kita sebagai Firman Allah, maka kita tidak boleh mengakui Kitab Suci agama lain juga sebagai Firman Allah, dan karena itu kita juga tidak boleh menggunakan Kitab Suci agama lain sebagai dasar ajaran kita. Ini adalah sesuatu yang logis, bukan sikap fanatik yang picik / extrim dsb! 

B) Kanon Alkitab. 

1) Kanon dan pengkanonan Alkitab. 

Kita harus tahu kitab-kitab mana yang termasuk dalam Alkitab dan kitab-kitab mana yang tidak termasuk dalam Alkitab. Alkitab yang kita akui terdiri dari 66 kitab, yaitu 39 kitab-kitab Perjanjian Lama dan 27 kitab-kitab Perjanjian Baru, dan hanya kitab-kitab ini yang boleh dijadikan dasar ajaran / kepercayaan. 

a) Kanon Perjanjian Lama. 

Tentang kanon Perjanjian Lama tidak ada persoalan, karena pada jaman Yesus hidup di dunia ini, kanon Perjanjian Lama itu sudah lengkap, dan Yesus tidak mengubahnya sehingga dianggap sebagai menyetujuinya. 

‘Eerdmans’ Family Encyclopedia of the Bible’: “It is not possible to know for certain how the Old Testament came together in the collection of books we know now. But we do know which books made up the Old Testament in the period just before the birth of Jesus, and we can know which books Jesus and his apostles would have regarded as their ‘Bible’. ... It is clear that by the time of Jesus the Hebrew Scriptures usually consisted of the thirty-nine books we know today as the Old Testament” (= Tidak memungkinkan untuk mengetahui dengan pasti bagaimana Perjanjian Lama bisa terkumpul bersama-sama dalam kumpulan kitab-kitab yang kita ketahui sekarang. Tetapi kami tahu kitab-kitab mana yang membentuk Perjanjian Lama pada jaman persis sebelum kelahiran Yesus, dan kami tahu kitab-kitab mana yang dianggap oleh Yesus dan rasul-rasulNya sebagai ‘Alkitab’ mereka. ... Adalah jelas bahwa pada jaman Yesus Kitab Suci Ibrani umumnya terdiri dari 39 kitab yang kita kenal sekarang sebagai Perjanjian Lama) - hal 66. 

Halley’s Bible Handbook: “In Jesus’ day this book was called ‘The Scriptures,’ and was taught regularly and read publicly in synagogs. It was commonly regarded among the people as the ‘Word of God.’ Jesus himself repeatedly called it the ‘Word of God.’ ... These ‘Scriptures’ were composed of the 39 books which constitute our Old Testament, though under a different arrangement. ... when this group of books was completed, and set apart as the definitely recognized Word of God, is involved in obscurity. The Jews’ tradition was that it was done by Ezra” (= Pada jaman Yesus buku ini disebut ‘Kitab Suci’, dan diajarkan secara teratur dan dibacakan di depan umum dlm sinagog-sinagog. Pada umumnya itu dianggap di antara umat / bangsa itu sebagai ‘Firman Allah’. Yesus sendiri berulangkali menyebutnya ‘Firman Allah’. ... ‘Kitab Suci’ ini terdiri dari 39 kitab yang membentuk Perjanjian Lama kita, sekalipun dalam susunan yang berbeda. ... kapan kumpulan kitab-kitab ini diselesaikan, dan dipisahkan sebagai Firman Allah yang diakui dengan pasti, merupakan sesuatu yang kabur / tidak jelas. Tradisi Yahudi mengatakan bahwa itu dilakukan oleh Ezra) - hal 405. 

Halley’s Bible Handbook: “Josephus considered the Old Testament Canon as fixed from the days of Artaxerxes, time of Ezra. Here are his words: ‘We have but 22 books, containing the history of all time, books that are believed to be divine. Of these, 5 belong to Moses, containing his laws and the tradition of the origin of mankind down to the time of his death. From the death of Moses to the reign of Artaxerxes the prophets who succeeded Moses wrote the history of the events that occurred in their own time, in 13 books. The remaining 4 books comprise hymns to God and precepts for the conduct of human life. From the days of Artaxerxes to our own times every event had indeed been recorded; but these recent records have not been deemed worthy of equal credit with those which preceded them, on account of the failure of the exact succession of the prophets. There is practical proof of the spirit in which we treat our Scriptures; for, although so great an interval of time has now passed, not a soul has ventured to add or to remove or to alter a syllable, and it is the instinct of every Jew, from the day of his birth, to consider these Scriptures as the teaching of God, and to abide by them, and, if need be, cheerfully to lay down his life in their behalf.’” (= Yosephus menganggap kanon Perjanjian Lama sebagai tertentu dari jaman Artaxerxes, pada jaman Ezra. Inilah kata-katanya: ‘Kami mempunyai hanya 22 kitab, berisi / memuat sejarah dari semua jaman / waktu, kitab-kitab yang dipercaya sebagai ilahi. Dari kitab-kitab ini, 5 adalah milik Musa, berisikan hukum-hukumnya dan tradisi tentang asal mula dari umat manusia sampai saat kematiannya. Dari saat kematian Musa sampai masa pemerintahan Artaxerxes, nabi-nabi yang menggantikan Musa menulis sejarah dari kejadian-kejadian yang terjadi pada jaman mereka sendiri, dalam 13 kitab. 4 kitab yang tersisa terdiri dari nyanyian pujian bagi Allah dan peraturan-peraturan untuk tingkah laku dari kehidupan manusia. Dari jaman Artaxerxes sampai jaman kami setiap kejadian memang telah dicatat; tetapi catatan-catatan yang terakhir ini tidak dianggap sama layaknya dengan catatan-catatan yang lebih dulu, karena kegagalan dari penggantian / rangkaian yang tepat / terperinci dari nabi-nabi. Ada bukti praktis dari semangat dengan mana kami memperlakukan Kitab Suci kami; karena, sekalipun ada jangka waktu yang begitu lama telah berlalu, tidak satu jiwapun yang berani menambahkan atau membuang atau mengubah satu suku katapun, dan merupakan naluri dari setiap orang Yahudi, sejak saat kelahirannya, untuk menganggap Kitab Suci ini sebagai ajaran Allah, dan mentaatinya, dan jika diperlukan, dengan gembira menyerahkan nyawanya, demi kepentingannya) - hal 405-406. 

Halley’s Bible Handbook: “This testimony is of no small value. Josephus was born A. D. 37 in Jerusalem, of priestly aristocracy. He received an extensive education in Jewish and Greek culture. He was governor of Galilee and military commander in the wars with Rome, and was present at the destruction of Jerusalem. These words of Josephus are unquestionable testimony to the belief of the Jewish nation of Jesus’ day as to what books comprised the Hebrew Scriptures, and that that collection of books had been completed and fixed for 400 years preceding his time” (= Kesaksian ini tidak kecil nilainya. Yosephus dilahirkan pada tahun 37 M. di Yerusalem, dari keturunan imam. Ia menerima suatu pendidikan yang luas dalam kebudayaan Yahudi dan Yunani. Ia adalah gubernur dari Galilea dan komandan militer dalam perang dengan Roma, dan ia hadir pada saat penghancuran Yerusalem. Kata-kata Yosephus ini merupakan kesaksian yang tidak diragukan terhadap kepercayaan dari bangsa Yahudi dari jaman Yesus berkenaan dengan kitab-kitab apa yang dicakup oleh Kitab Suci Ibrani, dan bahwa kumpulan kitab-kitab itu telah diselesaikan / dilengkapi dan tetap / tertentu untuk 400 tahun sebelum jamannya) - hal 406. 

Halley’s Bible Handbook: “The Hebrew Old Testament contains exactly the same books as our English Old Testament, but in different arrangement: ... By combining the 2 books each of Samuel, Kings and Chronicles into one, and Ezra and Nehemiah into one, and the Twelve Minor Prophets into one, these 24 books are the same as our 39. Josephus further reduces the number to 22, to make it correspond to the Hebrew alphabet by combining Ruth with Judges, and Lamentations with Jeremiah” (= Perjanjian Lama bahasa Ibrani terdiri dari kitab-kitab yang persis sama seperti Perjanjian Lama bahasa Inggris kita, tetapi dalam susunan yang berbeda: ... Dengan menggabungkan 2 kitab masing-masing dari Samuel, Raja-raja dan Tawarikh menjadi satu, dan Ezra dan Nehemia menjadi satu, dan dua belas nabi-nabi kecil menjadi satu, 24 kitab-kitab ini sama seperti 39 kitab kita. Yosephus selanjutnya mengurangi jumlah bilangan menjadi 22, untuk mencocokkannya / menyamakannya dengan alfabet Ibrani, dengan menggabungkan Rut dengan Hakim-hakim, dan Ratapan dengan Yeremia) - hal 26. 

b) Kanon Perjanjian Baru. 

Tentang kanon Perjanjian Baru, agak sukar untuk menentukannya dan melalui proses yang cukup lama. 

‘Eerdmans’ Family Encyclopedia of the Bible’: “Although there is little direct evidence from the earliest years, we have a good idea of how the New Testament took on its present shape. The first gatherings of Christians probably followed the practice of the Jewish synagogues and had regular readings from the Old Testament during their meetings. Since they were worshipping Jesus Christ, it was natural to them to add an account of some part of his life and teaching. At first this may have been in the form of a first-hand account from someone who had known Jesus during his lifetime. But then, as the churches grew in numbers, and as the eye-witnesses began to die, it became necessary to write these stories down. This was the way the four Gospels (Matthew, Mark, Luke and John) came into being, and they obviously had an important place in the worship and life of the early churches. Then the apostles and other leaders had written a number of letters to various churches and individuals. Since these often gave general guidance on Christian life and beliefs, their usefulness for the whole church was soon recognized. Acts was accepted because it continued the story from Luke’s Gospel. It preserved the only full account of the beginnings of Christianity. We know that by the year AD 200 the church was officially using the four Gospels - and no others, although fictitious tales about Jesus and writings by other Christian leaders who came after the apostles were in circulation. But the mainstream church clearly accepted only the Gospels of Matthew, Mark, Luke and John as their authority for the life and teaching of Jesus. By this time, too, Paul’s letters were generally accepted as of equal importance with the Gospels. It was only later that the remaining books of the New Testament became generally accepted. Revelation, for example, was certainly read in the second century. But not until the third century was it circulating widely. Hebrews was read towards the end of the first century, but took longer to become accepted in the Western churches. It was not generally acknowledged by the church in the West until the fourth century, partly because of doubts as to whether Paul wrote it. It took longer, too, for 2Peter, 2 and 3 John, James and Jude to be accepted by the church as basic Scripture. Perhaps this was because of questions about the content of these books. The New Testament books were mainly used at first for public reading. If they were unsuitable for this purpose, their usefulness must have seemed limited. It is clear that no church council arbitrarily decided that certain books composed the New Testament. Rather, over a period of time, the church discovered that certain writings had a clear and general authority, and were helpful and necessary for their growth. At the Council of Laodicea (AD 363) and the Council of Carthage (AD 397) the bishops agreed on a list of books identical to our New Testament, except that at Laodicea Revelation was left out” [= Sekalipun hanya ada sedikit bukti langsung dari tahun-tahun yang paling awal, kita mempunyai gagasan yang baik tentang bagaimana Perjanjian Baru mendapatkan bentuknya yang sekarang ini. Pertemuan (kebaktian) mula-mula oleh orang-orang Kristen mungkin mengikuti praktek dari sinagog-sinagog Yahudi dan mempunyai pembacaan biasa / teratur dari Perjanjian Lama dalam pertemuan / kebaktian mereka. Karena mereka menyembah Yesus Kristus, maka adalah wajar bagi mereka untuk menambahkan suatu cerita tentang beberapa bagian dari kehidupan dan ajaranNya. Mula-mula ini mungkin ada dalam bentuk cerita tangan pertama dari orang yang telah mengenal Yesus selama masa hidupNya. Tetapi lalu, karena gereja bertumbuh dalam jumlah, dan karena para saksi mata itu mati, maka menjadi perlu untuk menuliskan cerita-cerita itu. Inilah yang menyebabkan adanya keempat Injil (Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes), dan keempat Injil ini jelas mendapatkan tempat yang penting dalam penyembahan dan kehidupan dari gereja-gereja mula-mula. Lalu rasul-rasul dan pemimpin-pemimpin menulis sejumlah surat kepada berbagai-bagai gereja dan individu. Karena surat-surat ini sering memberikan bimbingan umum tentang kehidupan dan kepercayaan Kristen, kegunaan surat-surat ini untuk seluruh gereja segera diakui. Kitab Kisah Rasul diterima karena kitab itu melanjutkan cerita dari Injil Lukas. Kitab ini memelihara satu-satunya cerita lengkap tentang permulaan kekristenan. Kita tahu bahwa pada tahun 200 M. gereja secara resmi menggunakan 4 Injil - dan tidak ada yang lain, sekalipun cerita-cerita fiksi tentang Yesus dan tulisan-tulisan dari pemimpin-pemimpin Kristen lain, yang datang setelah rasul-rasul, ada dalam peredaran. Tetapi aliran utama gereja secara jelas menerima hanya Injil-injil Matius, Markus, Lukas dan Yohanes sebagai otoritas mereka untuk kehidupan dan ajaran Yesus. Pada saat ini, juga, surat-surat Paulus secara umum diterima dan dianggap sama pentingnya dengan Injil-injil tersebut. Baru belakangan maka sisa kitab-kitab dari Perjanjian Baru diterima secara umum. Kitab Wahyu, misalnya, pasti dibaca pada abad kedua. Tetapi baru pada abad ketiga kitab ini beredar secara luas. Surat Ibrani dibaca pada akhir abad pertama, tetapi membutuhkan waktu lebih lama untuk diterima dalam gereja-gereja Barat. Surat Ibrani ini tidak diakui secara umum oleh gereja di Barat sampai abad keempat, sebagian disebabkan karena keraguan apakah Paulus menulisnya atau tidak. Juga 2Petrus, 2 dan 3 Yohanes, Yakobus, dan Yudas, membutuhkan waktu lebih lama untuk diterima oleh gereja sebagai Kitab Suci dasar. Mungkin ini disebabkan karena pertanyaan-pertanyaan tentang isi dari kitab-kitab ini. Kitab-kitab Perjanjian Baru mula-mula digunakan pada umumnya untuk pembacaan di depan umum. Jika mereka tidak cocok untuk tujuan ini, kebergunaan mereka pasti kelihatan terbatas. Adalah jelas bahwa tidak ada sidang gereja yang memutuskan secara mutlak bahwa kitab-kitab tertentu membentuk Perjanjian Baru. Tetapi sebaliknya, dalam jangka waktu tertentu, gereja mendapatkan bahwa tulisan-tulisan tertentu mempunyai otoritas yang jelas dan umum, dan membantu dan penting untuk pertumbuhan mereka. Pada sidang gereja Laodikia (tahun 363 M.) dan sidang gereja Carthage (tahun 397 M.) para uskup menyetujui suatu daftar kitab-kitab yang identik dengan Perjanjian Baru kita kecuali bahwa pada sidang gereja Laodikia kitab Wahyu dihapuskan / tidak dipertimbangkan] - hal 68. 

Catatan: sekalipun kelihatannya penentuan kanon Perjanjian Baru agak meragukan dan boleh dikatakan bersifat subyektif, tetapi perlu diingat bahwa Tuhan, yang adalah pengarang sesungguhnya dari Kitab Suci, pasti memimpin gereja dalam proses kanonisasi Perjanjian Baru tersebut. 

2) Ada orang / golongan / gereja yang menambahi Kitab Suci, seperti: 

a) Gereja Roma Katolik yang menambahi Alkitab dengan kitab-kitab Apocrypha / Deuterokanonika. 

Mula-mula ada 15 kitab Apocry­pha yang ditambahkan kepada Alkitab oleh orang Roma Katolik, yaitu: 

· Kitab Esdras yang pertama. 

· Kitab Esdras yang kedua. 

· Tobit. 

· Yudit. 

· Tambahan-tambahan pada kitab Ester. 

· Kebijaksanaan Salomo. 

· Yesus bin Sirakh. 

· Barukh. 

· Surat dari nabi Yeremia. 

· Doa Azarya dan Lagu pujian ketiga pemuda. 

· Susana. 

· Bel dan naga. 

· Doa Manasye. 

· Kitab Makabe yang pertama. 

· Kitab Makabe yang kedua. 

Catatan: Dalam Kitab Suci Roma Katolik bahasa Indonesia, no 10,11,12 dijadikan satu kitab, yaitu ‘Tambahan-tambahan pada kitab Daniel’. 

Tetapi 3 dari kitab-kitab Apocrypha ini akhirnya ditolak oleh Council of Trent, yaitu no 1, no 2 dan no 13, dan karena itu akhirnya hanya 12 kitab Apocrypha yang dimasukkan ke dalam Alkitab mereka. 

Loraine Boettner mengatakan bahwa: 

¨ Kitab Esdras yang kedua ditolak karena di dalamnya ada penolakan terhadap doa untuk orang mati (2Esdras 7:105) - ‘Roman Catholicism’, hal 80. 

¨ Sebetulnya ada lebih banyak lagi kitab-kitab Apocrypha yang lain, tetapi semua ini tidak pernah dimasukkan ke dalam Kitab Suci Roma Katolik. Mengapa? Loraine Boettner menjawab: 

“The Council of Trent evidently selected only books that would help them in their controversy with the Reformers, and none of these gave promise of doing that” (= Council of Trent dengan jelas menyeleksi hanya buku-buku yang akan membantu mereka dalam per-tentangan dengan para Reformator, dan tidak ada satupun dari buku-buku itu menjanjikan mereka untuk melakukan hal itu) - ‘Roman Catholicism’, hal 87. 

Ke 12 kitab-kitab Apocrypha ini tebalnya kira-kira 2/3 Perjanjian Baru. Dahulu, semua kitab-kitab ini diletakkan di antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, dan disebut dengan nama Deuterokanonika (= kanon yang kedua). Tetapi pada tahun 1992, Roma Katolik mengeluarkan ‘The Catechism of the Catholic Church’ (= Katekisasi Gereja Katolik), dimana diputuskan bahwa kitab-kitab Deuterokanonika itu diselipkan ke sela-sela kitab-kitab Perjanjian Lama, dan dianggap sebagai Perjanjian Lama! 

‘The Catechism of the Catholic Church’, nomer 120, berbunyi sebagai berikut: 

“It was by the apostolic Tradition that the Church discerned which writings are to be included in the list of the sacred books. This complete list is called the canon of Scripture. It includes 46 books for the Old Testament (45 if we count Jeremiah and Lamentations as one) and 27 for the New. The Old Testament: Genesis, Exodus, Leviticus, Numbers, Deuteronomy, Joshua, Judges, Ruth, 1 and 2 Samuel, 1 and 2 Kings, 1 and 2 Chronicles, Ezra and Nehemiah, Tobit, Judith, Esther, 1 and 2 Maccabees, Job, Psalms, Proverbs, Ecclesiastes, the Song of Songs, the Wisdom of Solomon, Sirach (Ecclesiasticus), Isaiah, Jeremiah, Lamentations, Baruch, Ezekiel, Daniel, Hosea, Joel, Amos, Obadiah, Jonah, Micah, Nahum, Habakkuk, Zephaniah, Haggai, Zachariah and Malachi” [= Oleh Tradisi rasulilah Gereja membedakan tulisan-tulisan mana yang harus dimasukkan dalam daftar kitab-kitab kudus. Daftar lengkap ini disebut kanon Kitab Suci. Itu mencakup 46 kitab untuk Perjanjian Lama (45 jika kita menghitung Yeremia dan Ratapan sebagai 1 kitab) dan 27 kitab untuk Perjanjian Baru. Perjanjian Lama: Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, Ulangan, Yosua, Hakim-Hakim, Rut, 1 dan 2 Samuel, 1 dan 2 Raja-Raja, 1 dan 2 Tawarikh, Ezra dan Nehemia, Tobit, Yudit, Ester, 1 dan 2 Makabe, Ayub, Mazmur, Amsal, Pengkhotbah, Kidung Agung, Kebijaksanaan Salomo, Sirakh, Yesaya, Yeremia, Ratapan, Barukh, Yehezkiel, Daniel, Hosea, Yoel, Amos, Obaja, Yunus, Mikha, Nahum, Habakuk, Zefanya, Hagai, Zakharia, dan Maleakhi]. 

‘The Catechism of the Catholic Church’, nomer 138, berbunyi sebagai berikut: 

“The Church accepts and venerates as inspired the 46 books of the Old Testament and the 27 books of the New” (= Gereja menerima dan menghormati 46 kitab-kitab Perjanjian Lama dan 27 kitab-kitab Perjanjian Baru sebagai diilhamkan). 

Catatan: bandingkan dengan Perjanjian Lama yang kita akui yang hanya terdiri dari 39 kitab! 

Sering ada yang mengatakan bahwa bukan orang Katolik yang menambahi Alkitab, tetapi orang Kristen Protestanlah yang mengurangi Alkitab. Ini merupakan omong kosongnya orang yang sama sekali tidak mengerti sejarah, karena Gereja Roma Katolik baru memasukkan kitab-kitab Deuterokanonika ke dalam Alkitab mereka (di antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) pada tahun 1546. Sebelum itu, Alkitab Katolik hanyalah Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru seperti yang digunakan oleh Kristen Protestan. 

Bahkan Encyclopedia Britannica 2000 mengatakan bahwa Alkitab Yahudipun hanya mencakup Perjanjian Lama, dan tidak mencakup Deuterokanonika. 


Jadi jelas bahwa bukan Kristen Protestan yang mengurangi Alkitab, tetapi Katoliklah yang menambahi Alkitab. 

Kristen Protestan menolak kitab-kitab Apocrypha / Deuterokanonika ini dengan alasan: 

1. Dalam Perjanjian Baru, ada kira-kira 260 kutipan langsung dari Perjanjian Lama, dan juga ada kira-kira 370 penggu­naan bagian-bagian Perjanjian Lama yang tidak merupakan kutipan langsung. Ini menunjukkan bahwa baik Yesus maupun rasul-rasul mengakui otoritas Perjanjian Lama sebagai Firman Allah, dan menggunakannya sebagai dasar hidup, iman dan ajaran mereka. Tetapi baik Yesus maupun rasul-rasul tidak pernah mengutip dari kitab-kitab Apocrypha / Deuterokanonika tersebut sebagai dasar ajaran mereka, padahal kitab-kitab Apocrypha / Deuterokanonika itu sudah ada / beredar pada jaman Tuhan Yesus hidup di dunia ini. Ini menunjukkan bahwa mereka tidak mengakui kitab-kitab Apocry­pha itu sebagai Firman Allah! 

2. Penulis kitab-kitab Apocrypha itu sendiri tidak menunjukkan dirinya sebagai penulis Firman Tuhan yang diberikan Allah kepada manusia. 

Untuk itu bandingkan Wah 22:18-19 yang terletak pada akhir Kitab Suci / Perjanjian Baru dengan 2Makabe 15:37b-38 yang terletak pada akhir dari kitab-kitab Deuterokanonika: 

Wah 22:18-19 berbunyi: “(18) Aku bersaksi kepada setiap orang yang mendengar perkataan-perkataan nubuat dari kitab ini: Jika seorang menambahkan sesuatu kepada perkataan-perkataan ini, maka Allah akan menambahkan kepadanya malapetaka-mala-petaka yang tertulis di dalam kitab ini. (19) Dan jikalau seorang mengurangkan sesuatu dari perkataan-perkataan dari kitab nubuat ini, maka Allah akan mengambil bagiannya dari pohon kehidupan dan dari kota kudus seperti yang tertulis di dalam kitab ini”. 

Dari Wahyu 22:18-19 ini terlihat dengan jelas otoritas dari tulisan rasul Yohanes ini sebagai Firman Tuhan yang tidak boleh ditambahi ataupun dikurangi. 

Sekarang bandingkan dengan 2Makabe 15:37b-38 yang ber-bunyi: “(37b) Maka aku sendiripun mau mengakhiri kisah ini. (38) Jika susunannya baik lagi tepat, maka itulah yang kukehendaki. Tetapi jika susunannya hanya sedang-sedang dan setengah-setengah saja, maka hanya itulah yang mungkin bagiku”. 

Ini sama sekali tidak menunjukkan orang yang menuliskan Firman Tuhan di bawah pengilhaman Roh Kudus! Perhatikan kata-kata ‘kukehendaki’ dan ‘hanya itulah yang mungkin bagi-ku’. Bagaimana kita bisa mempercayai otoritas tulisan seperti ini, sedangkan penulisnya sendiripun tidak yakin akan kebe-naran tulisannya! 

3. Dalam kitab-kitab Apocrypha itu ada kesalahan-kesalahan, seperti: 

* Yudit 1:1,7,11 menyebut Nebukadnezar sebagai raja Asyur di Niniwe (bdk. juga dengan Yudit 1:16 2:1,4,14,21 4:1), sedangkan kita tahu bahwa sebetulnya Nebukadnezar adalah raja Babilonia (Daniel 4:4-6,30). 

* Tobit 5:13 menceritakan tentang seorang malaikat yang bernama Rafael, yang berdusta dengan memperkenalkan dirinya sebagai ‘Azarya bin Ananias’, atau ‘Azarya anak laki-laki dari Ananias’. 

Bagaimana mungkin kitab-kitab yang mengandung kesalahan seperti itu bisa disetingkatkan dengan Kitab Suci / Firman Tuhan? 

4. Dalam kitab-kitab Apocrypha ada doktrin ‘salvation by works’ (= keselamatan karena perbuatan baik) yang sesat / tidak alkitabiah. 

Contoh: 

* Tobit 4:10 - “Memang sedekah melepaskan dari maut dan tidak membiarkan orang masuk ke dalam kegelapan”. 

* Tobit 12:9 - “Memang sedekah melepaskan dari maut dan menghapus setiap dosa”. 

* Tobit 14:10-11a - “Nak, ingatlah kepada apa yang telah diperbuat Nadab kepada bapa pengasuhnya, yaitu Ahikar. Bukankah Ahikar hidup-hidup diturunkan ke bagian bawah bumi? Tetapi Allah telah membalas kelaliman Nadab ke atas kepalanya sendiri. Ahikar keluar menuju cahaya, sedangkan Nadab turun ke kegelapan kekal, oleh karena ia telah berusaha membunuh Ahikar. Karena melakukan kebajikan maka Ahikar luput dari jerat maut yang dipasang baginya oleh Nadab. Sedangkan Nadab jatuh ke dalam jerat maut yang juga membinasakannya. Makanya anak-anakku, camkanlah apa yang dihasilkan oleh sedekah dan apa yang dihasilkan oleh kelaliman”. 

* Sirakh 3:3 - “Barangsiapa menghormati bapanya memulihkan dosa”. 

Doktrin ‘Salvation by works’ (= keselamatan karena perbuatan baik) yang sesat / tidak alkitabiah ini jelas bertentangan dengan ayat-ayat di bawah ini: 

Roma 3:27-28 - “(27) Jika demikian, apa dasarnya untuk bermegah? Tidak ada! Berdasarkan perbuatan? Tidak, melainkan berdasarkan iman! (28) Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat”. 

Gal 2:16a - “Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus”. 

Gal 2:21b - “... sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus”. 

Efesus 2:8-9 - “(8) Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, (9) itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”. 

b) Gereja-gereja Kharismatik yang mengajar berdasarkan pengalam-an, nubuat, Tuhan bicara, dsb. 

Memang secara sah / resmi mereka hanya mengakui 66 kitab dalam Alkitab kita sebagai Firman Allah, tetapi dalam prakteknya banyak dari mereka yang mengajar berdasarkan hal-hal lain di luar Alkitab, seperti pengalaman, nubuat, Tuhan bicara, mimpi, penglihatan dan sebagainya. 

· pengalaman. 

Memang tidak salah seseorang menyaksikan / mensharingkan apa yang ia alami, asal ia tidak menjadikan hal itu sebagai rumus, seakan-akan semua orang harus mengalami apa yang ia alami. Pengalaman seseorang hanya boleh dijadikan rumus, yang harus juga dialami oleh orang lain, kalau pengalaman itu mempunyai dasar Kitab Suci. Misalnya Kitab Suci jelas mengajar bahwa orang yang percaya kepada Yesus akan mendapatkan damai / sukacita (Mat 11:28 Yoh 14:27 Gal 5:22). Kalau seseorang bertobat / percaya kepada Yesus, dan ia lalu mengalami damai / sukacita, maka pengalaman itu boleh dijadikan rumus. Tetapi kalau seseorang sakit dan berdoa dan lalu sembuh, ini boleh disharingkan tetapi tidak boleh dijadikan rumus, karena Tuhan tidak menjanjikan untuk menyembuhkan semua orang kristen yang sakit. 

Tetapi, dalam kalangan Kharismatik, ada banyak pengalaman yang tidak mempunyai dasar Kitab Suci yang lalu dijadikan rumus, yang harus dialami oleh semua orang lain. Ini boleh dikatakan menambahi Kitab Suci. 

· nubuat, Tuhan bicara, dsb. 

Dalam kalangan Kharismatik juga banyak hal-hal seperti ini, dan banyak dari mereka tetap menerima ‘nubuat’ / ‘suara Tuhan’ itu sekalipun itu tidak sesuai dengan Kitab Suci. Ini jelas juga merupakan penambahan terhadap Kitab Suci. 

c) Penerimaan Kitab Suci agama lain sebagai Firman Allah. 

Di atas telah dijelaskan bahwa kita tidak bisa menerima Kitab Suci kita sebagai Firman Allah, dan juga menerima Kitab Suci - Kitab Suci agama lain sebagai Firman Allah karena, Kitab Suci - Kitab Suci ini saling bertentangan satu sama lain. 

Kalau seorang hamba Tuhan mengajar menggunakan Kitab Suci agama lain sebagai dasar, maka tidak peduli Hermeneutics apa yang ia gunakan, tentu akan menghasilkan ajaran yang tidak bisa dipertanggung-jawabkan dari sudut kekristenan. 

Catatan: kalau suatu gereja / seorang pendeta menambahi Kitab Suci, maka biasanya gereja / pendeta itu juga akan mengurangi Kitab Suci, yaitu bagian-bagian Kitab Suci yang bertentangan dengan apa yang ditambahkan kepada Kitab Suci oleh gereja / pendeta tersebut. 

3) Sebaliknya juga ada orang yang bukan menambahi kanon Alkitab, tetapi menguranginya, misalnya: 

· menolak Perjanjian Baru, seperti Yudaisme. 

· mengabaikan Perjanjian Lama. 

Ini tentu juga akan menghasilkan ajaran-ajaran yang salah. 

4) Dalam persoalan kanon Alkitab ini 2 hal lagi yang perlu diketahui: 

a) Dalam kebanyakan (tidak semua) Mazmur, ayat pertama, atau sebagian dari ayat pertama, dan bahkan kadang-kadang juga ayat kedua, sebetulnya tidak termasuk Kitab Suci. Karena itu dalam Akitab bahasa Inggris, bagian itu diletakkan di atas, tanpa diberi nomer ayat. 

Misalnya: Maz 3:1 Maz 4:1 Maz 32:1a Maz 52:1-2 Maz 54:1-2. 

Bagian ini, memang sering dipakai sebagai pembantu dalam penafsiran, yaitu untuk mengetahui latar belakang mazmur itu. Tetapi perlu dicamkan bahwa bagian ini tidak mutlak benar. 

b) Dalam Alkitab ada bagian-bagian yang diragukan / diperdebatkan keasliannya, seperti: 

1. Mark 16:8b-20 (dalam Kitab Suci Indonesia). 

Catatan: TB2-LAI meletakkan bagian ini dalam tanda kurung besar / tegak, dan dalam bagian Kata Pengantarnya (hal 3) dikatakan sebagai berikut: “Dalam edisi kedua ini, teks-teks yang tidak terdapat dalam naskah-naskah yang dinilai paling baik atau kuno dicantumkan dalam tanda kurung tegak, misalnya dalam Matius 6:13. Nas-nas lain seperti Markus 16:9-20 dan Yohanes 7:53-8:11 juga diberi tanda kurung tegak”. 

Dalam persoalan Mark 16 ini, ada 4 golongan manuscript: 

· Memuat Mark 16:1-8a, tetapi tidak memuat Mark 16:8b dan Mark 16:9-20. 

· Memuat Mark 16:1-8a dan Mark 16:8b, tetapi tidak memuat Mark 16:9-20. 

· Memuat Markus 16:1-8a dan Mark 16:9-20, tetapi tidak memuat Mark 16:8b. 

· New Geneva Study Bible mengatakan bahwa ada beberapa manuscript yang memuat Mark 16:1-8a, Mark 16:8b, dan Mark 16:9-20. 

Catatan: dalam Mark 16 ini: 

¨ NIV memberikan headnote sebagai berikut: “the two most reliable early manuscripts do not have Mark 16:9-20” (= Dua manuscript yang paling kuno dan paling bisa dipercaya tidak mempunyai Markus 16:9-20). 

¨ NASB memberikan footnote: “Some of the oldest mss. do not contain vv 9-20” (= Beberapa dari manuscript yang paling kuno tidak mempunyai ay 9-20). 

¨ Dalam RSV diberikan footnote / catatan kaki yang berbunyi sebagai berikut: “Some of the most ancient authorities bring the book to a close at the end of verse 8. One authority concludes the book by adding after verse 8 the following: But they reported briefly to Peter and those with him all that they had been told. And after this, Jesus himself sent out by means of them, from east to west, the sacred and imperishable proclamation of eternal salvation. Other authorities include the preceding passage and continue with verses 9-20. In most authorities verses 9-20 follow immediately after verse 8; a few authorities insert additional material after verse 14” (= beberapa otoritas / manuscript yang paling kuno mengakhiri kitab ini pada akhir ayat 8. Satu otoritas / manu­script menyimpulkan kitab ini dengan menambahkan setelah ayat 8 kata-kata ini: Tetapi mereka menyampaikan secara singkat kepada Petrus dan mereka yang bersama dengan dia semua yang telah dicer­itakan kepada mereka. Sesudah ini, Yesus sendiri memberitakannya dengan perantaraan mereka, dari Timur ke Barat, proklamasi kese­lamatan yang kudus / sakral dan tak bisa binasa itu. Otoritas / manuscript yang lain memasukkan bagian sebelumnya dan melanjutkan dengan ayat 9-20. Dalam kebanyakan otoritas / manuscript ayat 9-20 langsung menyusul ayat 8; sedikit otoritas / manuscript mema­sukkan tambahan materi setelah ayat 14). 

¨ The New Scoffield Study Bible memberikan keterangan sebagai berikut: “Verses 9-20 are not found in the two most ancient manuscripts, the Sinaiticus and Vaticanus; others have them with partial omissions and variations. But the passage is quoted by Irenaeus and Hippolytus in the second and third century” (= Ayat-ayat 9-20 tidak ditemukan dalam dua manuscript yang paling kuno, Sinaiticus dan Vaticanus; manuscript-manuscript yang lain mempunyai ayat-ayat ini dengan penghapusan sebagian dan variasi-variasi / perbedaan-perbedaan. Tetapi bagian ini dikutip oleh Irenaeus dan Hippolytus dalam abad kedua dan ketiga). 

¨ New Geneva Study Bible memberikan keterangan sebagai berikut: “Scholars differ regarding whether these verses were originally part of this Gospel. Some important early Greek manuscripts lack these verses, other manuscripts have vv 9-20 (known as the ‘longer Ending’), and still others have a ‘Shorter Ending’ (roughly one verse long). A few manuscripts have both the ‘Shorter Ending’ and the ‘Longer Ending’. Because of these differences, some scholars believe that vv 9-20 were added later and not written by Mark. On the other hand, the verses are cited by writers from the late second century and are found in the overwhelming majority of existing Greek manuscripts of the Gospel of Mark. For other scholars, these facts establish the authenticity of the passage” [= Para ahli berbeda pendapat tentang apakah ayat-ayat ini merupakan bagian orisinil dari Injil ini. Beberapa manuscript Yunani kuno tidak mempunyai ayat-ayat ini, beberapa manuscript yang lain mempunyai ayat-ayat 9-20 (dikenal sebagai ‘Akhiran yang panjang’), dan ada lagi manuscript-manuscript yang lain yang mempunyai ‘Akhiran yang pendek’ (kira-kira panjangnya satu ayat). Sedikit manuscript mempunyai baik ‘Akhiran yang pendek’ maupun ‘Akhiran yang panjang’. Karena perbedaan-per-bedaan ini, beberapa ahli percaya bahwa ayat-ayat 9-20 ditambahkan belakangan dan tidak ditulis oleh Markus. Di lain pihak, ayat-ayat ini dikutip oleh penulis-penulis dari akhir abad kedua dan ditemukan dalam kebanyakan manuscript Yunani dari Injil Markus. Untuk para ahli yang lain, fakta-fakta ini menegakkan keaslian dari bagian ini]. 

Pengertian bahwa Mark 16:8b-20 merupakan bagian yang di-perdebatkan keasliannya merupakan hal yang penting, karena Markus 16:17-18 sering dipakai oleh banyak orang Kharismatik untuk mengajarkan ajaran-ajaran yang extrim, misalnya bahwa orang kristen harus berbahasa roh, bisa memegang ular berbisa dan minum racun tanpa mendapat celaka, dsb. Tetapi ingat, bahwa bukan ini yang menyebabkan banyak orang mencurigai bahwa bagian ini tidak asli. Yang menyebabkan kecurigaan adalah adanya perbedaan manuscript. 

2. Yohanes 7:53-8:11. 

Catatan: TB2-LAI juga meletakkan bagian ini dalam tanda kurung besar / tegak. 

Bahwa bagian ini adalah suatu bagian yang diragukan keasliannya, terlihat dari: 

· Di atas Yohanes 7:53, NIV menuliskan kata-kata ini: “The earliest and most reliable manuscripts do not have John 7:53-8:11” (= Manuscript-manuscript yang paling kuno dan paling dapat dipercaya tidak mempunyai Yohanes 7:53-8:11). 

· NASB meletakkan seluruh bagian ini dalam tanda kurung dan memberi catatan sebagai berikut: “John 7:53-8:11 is not found in most of the old manuscript” (Yoh 7:53-8:11 tidak ditemukan dalam mayoritas manuscript kuno). 

· Footnote / catatan kaki RSV berkata sebagai berikut: “The most ancient authorities omit 7.53-8.11; other authorities add the passage here or after 7.36 or after 21.25 or after Luke 21.38 with variations of text” (= Otoritas-otoritas yang paling kuno mem-buang 7:53-8:11; otoritas-otoritas yang lain menambahkan bagian ini di sini atau setelah 7:36 atau setelah 21:25 atau setelah Luk 21:38 dengan perbedaan-perbedaan text). 

· ASV meletakkan bagian ini dalam kurung dan lalu memberikan catatan kaki sebagai berikut: “Most of the ancient authorities omit John 7.53-8.11. Those which contain it vary much from each other” (= Mayoritas otoritas-otoritas kuno menghapus Yoh 7:53-8:11. Mereka yang mempunyainya berbeda banyak satu dengan yang lainnya). 

· Dalam NEB (New English Bible), bagian ini ditulis pada akhir dari Injil Yohanes, dan diberi footnote / catatan kaki yang berbunyi sebagai berikut: “This passage, which in the most widely received editions of the New Testament is printed in the text of John 7.53-8.11, has no fixed place in our ancient manuscripts. Some of them do not contain it at all. Some place it after Luke 21.38, others after John 7.36, or 7.52, or 21.24” (= Bagian ini, yang dalam edisi Perjanjian Baru yang paling banyak diterima dicetak dalam text dari Yoh 7:53-8:11, tidak mempunyai tempat yang tetap / tertentu dalam manuscript-manuscript kita yang kuno. Beberapa dari mereka tidak mempunyai bagian ini sama sekali. Beberapa menempatkan-nya setelah Luk 21:38, yang lain setelah Yoh 7:36, atau 7:52, atau 21:24). 

3. Yoh 5:3b,4. 

Catatan: TB2-LAI juga meletakkan bagian ini dalam tanda kurung besar / tegak. 

Bahwa bagian ini adalah bagian yang diragukan keasliannya, terlihat dari: 

· RSV dan NIV menghapus bagian ini dari textnya, dan hanya menuliskannya pada footnote (= catatan kaki). 

· NASB menuliskan bagian ini dalam textnya, tetapi meletakkannya dalam tanda kurung. 

4. Semua ayat-ayat yang dalam Kitab Suci Indonesia diletakkan dalam tanda kurung besar / tegak ® [.....]. 

Catatan: bagian yang ada dalam tanda kurung biasa ® (.....), tidak diragukan kebenarannya. Misalnya Yoh 1:38,42. 

Contoh bagian yang diletakkan dalam tanda kurung besar / tegak: 

a. Mat 6:13b. 

Perlu diperhatikan bahwa ini adalah akhir dari Doa Bapa Kami yang sangat terkenal itu! 

b. Mat 17:21. 

Pengertian bahwa ayat ini merupakan ayat yang diragukan keasliannya merupakan hal yang cukup penting karena ayat ini digunakan oleh banyak orang untuk mengajar bahwa kalau kita mau mengusir setan kita harus berdoa dan berpuasa. 

Ayat paralel dari Mat 17:21, yaitu Mark 9:29 termasuk bagian Kitab Suci yang asli, karena tidak ada dalam tanda kurung besar / tegak, tetapi Mark 9:29 ini hanya berbunyi: “JawabNya kepada mereka: ‘Jenis ini tidak dapat diusir kecuali dengan berdoa’” (kata ‘berpuasa’ tidak ada!). 

c. Mark 9:44,46. 

d. Markus 11:26. 

e. Mark 14:68c. 

f. Markus 15:28. 

g. Kisah Para Rasul 8:37. 

h. 1Yoh 5:7b-8a - ini sering dipakai sebagai dasar dari Allah Tritunggal. 

i. Dll. 

Saya sendiri condong untuk tidak menerima bagian-bagian ini sebagai Alkitab / Firman Allah. Memang sikap ini mempunyai resiko. Kalau bagian-bagian itu memang adalah Alkitab, maka itu berarti saya mengurangi Alkitab. Tetapi jangan lupa bahwa sikap menerima bagian-bagian itu sebagai bagian asli dari Alkitab, juga mempunyai resikonya sendiri. Kalau bagian-bagian itu memang bukan termasuk Alkitab, maka itu berarti mereka menambahi Alkitab. 

Juga perlu diperhatikan bahwa kalau saya menolak bagian-bagian ini sebagai Alkitab, ini sangat berbeda dengan orang-orang Liberal yang menolak bagian-bagian tertentu sebagai Firman Allah. Perbedaannya adalah dalam hal motivasi. Saya menolak bagian-bagian ini justru karena saya sangat meng-hormati Alkitab dan karena itu saya tidak mau Alkitab ditam-bahi dengan bagian-bagian yang sebetulnya tidak termasuk Alkitab. Tetapi kalau orang Liberal menolak bagian tertentu dari Alkitab, itu terjadi karena mereka tidak menghormati, bahkan sebaliknya meremehkan, Alkitab. 

C) Persoalan ‘Inerrancy of the Bible’ (= ketidakbersalahan Alkitab). 

1) Yang ‘inerrant’ (= tidak ada salahnya), adalah Kitab Suci asli (auto-graph), yang sudah tidak ada lagi. 

a) Manuscript-manuscript / naskah-naskah hasil salinan sudah tidak lagi inerrant, apalagi Kitab Suci yang sudah diterjemahan dari bahasa asli ke bahasa lain. 

Ini menyebabkan kita tidak perlu goyah imannya pada waktu ada orang yang membuktikan bahwa ada kontradiksi / kesalahan dalam Alkitab. Mengapa? Karena autograph sudah tidak ada lagi, se-hingga tidak ada orang yang bisa membuktikan bahwa auto-graphnya yang salah atau mengandung kontradiksi. Kalau salinan / copy mengandung kontradiksi / kesalahan, kita dengan mudah bisa berkata bahwa dalam hal itu telah terjadi kesalahan penyalinan. 

b) Ada orang kristen / hamba Tuhan yang mempercayai bahwa Alkitab kita yang sekarang inipun tidak ada salahnya. Ini adalah pandangan yang mungkin sekali tulus dan bermotivasi benar (untuk membela Tuhan / Firman Tuhan / kekristenan), tetapi bagaimanapun juga ini jelas merupakan pandangan yang salah dan bodoh! Hal ini bisa dibuktikan dari adanya: 

· perbedaan-perbedaan antara manuscript yang satu dan manuscript yang lain. 

· kontradiksi yang tidak mungkin bisa diharmoniskan dalam Kitab Suci. 

Misalnya: 2Taw 22:2 mengatakan bahwa Ahazia berusia 42 tahun pada waktu ia menjadi raja, tetapi bagian paralelnya, yaitu 2Raja 8:26, mengatakan bahwa Ahazia berusia 22 tahun pada waktu ia menjadi raja. Ini betul-betul kontradiksi yang tidak bisa diharmoniskan, dan semua orang yang bisa menggunakan logika / akal sehatnya pasti setuju bahwa 2 kebenaran tidak mungkin bisa bertentangan. Pada saat terjadi pertentangan antara 2 hal, maka pasti salah satu salah atau bahkan kedua-duanya salah. 

c) Mengapa Allah tidak menjaga supaya copy-copy / manuscript-manuscript itu juga inerrant? William G. T. Shedd menjawab pertanyaan ini sebagai berikut: 

“Why did not God inspire the copyists as well as the original authors? Why did he begin with absolute inerrancy, and end with relative inerrancy? For the same reason that, generally, he begins with the supernatural and end with the natural. For illustration, the first founding of his church, in both the Old and New dispensations, was marked by miracles; but the development of it is marked only by his operations in nature, providence and grace. The miracle was needed in order to begin the kingdom of God in this sinful world, but is not needed in order to its continuance and progress. And the same is true of the revelation of God in his written Word. This must begin in a miracle. The truths and facts of revealed religion, as distinguished from natural, must be supernaturally communicated to a few particular persons especially chosen for this purpose. Inspiration comes under the category of the miracle. It is as miraculous as raising the dead. To expect, therefore, that God would continue inspiration to copyists after having given it to prophets and apostles, would be like expecting that because in the first century he empowered men to raise the dead, he would continue to do so in all centuries” (= Mengapa Allah tidak mengilhami para penyalin sama seperti para pengarang orisinil? Mengapa Ia mulai dengan ketidakbersalahan yang mutlak dan mengakhiri dengan ketidak-bersalahan yang relatif? Karena alasan yang sama dimana Ia bia-sanya mulai dengan hal-hal supranatural dan mengakhiri dengan hal-hal yang natural / alamiah. Sebagai ilustrasi: pendirian pertama dari gereja, baik dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, ditandai oleh mujijat-mujijat; tetapi perkembangan gereja hanya ditandai oleh pekerjaanNya dalam alam, providensia dan kasih karunia. Mujijat itu dibutuhkan untuk memulai Kerajaan Allah dalam dunia yang berdosa ini, tetapi itu tidak dibutuhkan untuk kelanjutan dan kemajuannya. Dan hal yang sama juga benar untuk wahyu Allah dalam Firman tertulisNya. Ini harus dimulai dengan mujijat. Kebenaran dan fakta dari agama yang diwahyukan, berbeda dengan yang alamiah, harus diberikan secara supranatural kepada beberapa orang tertentu yang dipilih secara khusus untuk tujuan ini. Pengilhaman termasuk kategori mujijat. Itu sama mujijatnya dengan pembangkitan orang mati. Karena itu, mengharapkan bahwa Allah terus mengilhami para penyalin setelah memberikannya kepada nabi-nabi dan rasul-rasul, sama seperti mengharapkan bahwa karena pada abad pertama Ia memberikan kuasa kepada manusia untuk mem-bangkitkan orang mati, Ia akan terus melakukan hal itu dalam semua abad) - ‘Calvinism: Pure and Mixed’, hal 135-136. 

d) Satu hal lagi yang ingin saya persoalkan adalah suatu pertanyaan yang mungkin sekali akan muncul dalam persoalan ini, yaitu: apa gunanya kita mempercayai bahwa Alkitab asli (autograph) itu inerrant / tidak ada salahnya, padahal autograph / Alkitab asli itu sudah tidak ada lagi, dan manuscript-manuscript / naskah-naskah yang ada sudah tidak lagi inerrant? Bukankah itu menjadi sama saja dengan kepercayaan bahwa autographnyapun ada salahnya? Saya menjawab: tidak sama. Mengapa? Karena jika autographnya ada salahnya, maka kita tidak mempunyai cara / jalan untuk mengetahui bagian mana yang salah dan bagian mana yang benar. Tetapi jika manuscript yang salah, kita bisa mengetahui hal itu, karena biasanya akan terjadi perbedaan manuscript yang satu dengan manuscript yang lain. 

e) Sekalipun Kitab Suci kita yang sekarang ini ada salahnya, tetapi hal ini tidak perlu menggoncangkan iman kita terhadap Kitab Suci, karena: 

· persentase kesalahan itu sangat kecil, mungkin di bawah 1 %, dan dengan membanding-bandingkan manuscript-manuscript yang ada, seringkali kita bisa tahu yang mana yang salah dan yang mana yang benar. Lihat bagian tentang ‘Textual Criticism’ di bawah. 

· kita boleh percaya bahwa Allah pasti melindungi FirmanNya dari kesalahan-kesalahan yang fatal. Apa dasar dari keperca-yaan ini? Dasarnya adalah kebijaksanaan Tuhan. Tidak mung-kin Tuhan membiarkan kesalahan besar / fatal masuk ke dalam FirmanNya! 

f) Untuk mengatasi kesalahan-kesalahan yang ada dalam Kitab Suci, penting sekali untuk membanding-bandingkan beberapa terjemah-an Kitab Suci, misalnya Alkitab terjemahan baru, Alkitab terjemah-an lama, TB2-LAI, Alkitab bahasa Inggris (NASB, NIV, KJV, RSV, ASV, dll), Alkitab bahasa Jawa, Alkitab bahasa Belanda, Alkitab bahasa Tionghoa, dsb. Dengan membandingkan terjemahan-terjemahan Kitab Suci tersebut, kita dapat mendeteksi kesalahan-kesalahan itu dan mungkin mengoreksinya. 

Cara-cara lain yang bisa digunakan adalah dengan menggunakan buku-buku tafsiran, atau mengikuti Pemahaman Alkitab yang baik. 

Perlu diingat bahwa kita tidak selalu bisa tahu penjelasan yang pasti dari hal-hal yang kelihatannya bertentangan dalam Alkitab. Dalam hal ini perhatikan 2 kutipan di bawah ini. 

John Murray: “Oftentimes, though we may not be able to demonstrate the harmo­ny of Scripture, we are able to show that there is no neces­sary contradiction” (= Seringkali, sekalipun kita tidak bisa menunjukkan keharmonisan Kitab Suci, kita bisa menunjukkan bahwa di sana ti-dak harus terjadi kontradiksi) - ‘Collected Writings of John Murray’, vol I, hal 10. 

E. J. Young: “When therefore we meet difficulties in the Bible let us reserve judgment. If any explanation is not at hand, let us freely acknowledge that we do not know all things, that we do not know the solution. Rather than hastily to proclaim the presence of an error is it not the part of wisdom to acknowledge our ignorance?” (= Karena itu pada waktu kita menjumpai problem dalam Alkitab baiklah kita menahan diri dari penghakiman. Jika tidak ada penjelasan yang tersedia, baiklah kita dengan bebas mengakui bahwa kita tidak mengetahui segala sesuatu, bahwa kita tidak mengetahui penyelesai-annya. Dari pada dengan tergesa-gesa menyatakan adanya kesalahan, tidakkah merupakan bagian dari hikmat untuk mengakui ketidak-tahuan kita?) - ‘Thy Word Is Truth’, hal 182. 

Memang belajar Firman Tuhan itu tidak mudah. Tidak ada jalan pintas. Tetapi asal saudara sungguh-sungguh rindu pada Firman Tuhan dan senantiasa berdoa supaya Tuhan memimpin dan me-nolong saudara untuk mengerti FirmanNya, maka saudara boleh yakin bahwa Dia, yang adalah gembala yang baik, pastilah akan memimpin saudara pada jalan yang benar. 

2) Dasar dari kepercayaan terhadap ‘inerrancy of the Bible’. 

a) Kalau Kitab Suci memang adalah Firman Allah, bagaimana Allah bisa salah dalam berbicara? 

E. J. Young: “We must maintain that the original of Scripture is infallible for the simple reason that it came to us directly from God Himself” (= Kita harus mempertahankan bahwa Kitab Suci yang orisinil tidak ada salahnya karena alasan yang sederhana dimana Kitab Suci itu datang kepada kita langsung dari Allah sendiri) - ‘Thy Word Is Truth’, hal 87. 

Banyak orang Liberal yang mengatakan bahwa karena Allah menuliskan firmanNya menggunakan manusia, maka adanya faktor manusia ini memungkinkan, atau bahkan memastikan, terjadinya kesalahan dalam Kitab Suci. Terhadap pandangan seperti ini, ada 2 hal yang bisa diberikan sebagai jawaban: 

· perhatikan kata-kata E. J. Young yang berkata sebagai berikut: 

“If actual error is found in the Bible, it is God, not the human writers, who is responsible for that error. From this conclusion there is no escape” (= Jika betul-betul ada kesalahan ditemukan dalam Alkitab, maka Allahlah, bukan para penulis manusia, yang bertanggung jawab untuk kesalahan itu. Ini adalah kesimpulan yang tidak terhindarkan) - ‘Thy Word Is Truth’, hal 182. 

· Sekalipun Allah menggunakan manusia dalam menuliskan FirmanNya / Kitab Suci, itu tidak berarti bahwa Kitab Suci harus mengandung kesalahan, karena: 

* Allah mahakuasa! 

Tidak bisakah Ia menggunakan manusia sedemikian rupa sehingga Kitab Suci betul-betul tanpa salah? Dalam diri Yesus, yang juga mempunyai faktor manusia, Allah bisa menjaga sehingga Yesus suci murni. Lalu mengapa ini tidak bisa Ia lakukan dalam menulis FirmanNya? 

* Allah sudah mempersiapkan penulis manusia itu sedemikian rupa sehingga ia menjadi alat yang cocok sempurna untuk menuliskan firmanNya. Dengan demikian, sekalipun kepribadian, pengalaman, dan pemikiran dari penulis itu masuk ke dalam Kitab Suci yang ia tuliskan, tetapi semua itu cocok sempurna dengan yang Tuhan kehendaki, sehingga apa yang ia tuliskan betul-betul adalah firman Allah. 

E. J. Young mengutip kata-kata B. B. Warfield sebagai berikut: 

“As light that passes through the coloured glass of a cathedral window, we are told, is light from heaven, but is stained by the tints of the glass through which it passes; so any word of God which is passed through the mind and soul of a man must come out discoloured by the personality through which it is given, and just to that degree ceases to be the pure word of God. But what if this personality has itself been formed by God into precisely the personality it is, for the express purpose of communicating to the word given through it just the colouring which it gives it? What if the colours of the stained-glass window have been designed by the architect for express purpose of giving to the light that floods the cathedral precisely the tone and quality it receives from them? What if the word of God that comes to His people is framed by God into the word of God it is, precisely by means of the qualities of the men formed by Him for the purpose, through which it is given?” (= Sebagaimana sinar yang melalui kaca berwarna dari jendela suatu katedral, adalah sinar dari surga, tetapi dikotori oleh warna-warna dari kaca yang dilaluinya; begitu juga dikatakan bahwa firman Allah yang melalui pikiran dan jiwa manusia pasti keluar dengan dikotori oleh kepribadian melalui mana firman itu diberikan, dan sampai pada tingkat itu berhenti menjadi firman yang murni dari Allah. Tetapi bagaimana jika kepribadian ini telah dibentuk oleh Allah menjadi kepribadian yang persis cocok sehingga mewarnai firman yang melaluinya sesuai tujuan Allah? Bagaimana jika warna dari jendela dengan kaca berwarna telah direncanakan oleh sang arsitek, dengan tujuan memberikan sinar yang memasuki katedral itu sifat dan kwalitet yang diterimanya dari warna-warna itu, persis seperti yang dikehendakinya? Bagaimana jika firman Allah yang datang kepada umatNya dibentuk oleh Allah menjadi firman Allah, dengan memakai kwalitet dari orang-orang yang dibentuk olehNya untuk tujuan itu, melalui siapa firman itu diberikan?) - ‘Thy Word Is Truth’, hal 64. 

William G. T. Shedd: “The infallibility of Scripture is denied upon the ground that it contains a human element. The human is fallible and liable to error. If therefore the Bible has a human element in it, as is conceded, it cannot be free from all error. This is one of the principal arguments urged by those who assert the fallibility of Scripture. This objection overlooks the fact, that the human element in the Bible is so modified by the divine element with which it is blended, as to differ from the merely ordinary human. The written Word is indeed Divine-human, like the incarnate Word. But the human element in Scripture, like the human nature in our Lord, is preserved from the defects of the common human, and becomes the pure and ideal human. ... Those who contend that the Bible is fallible because it contains a human element commit the same error, in kind, with those who assert that Jesus Christ was sinful because he had a human nature in his complex person. Both alike overlook the fact that when the human is supernaturally brought into connection with the divine, it is greatly modified and improved, and obtains some characteristics that do not belong to it of and by itself alone” (= Ketidak-bersalahan Kitab Suci ditolak dengan dasar bahwa Kitab Suci mengandung elemen manusia. Elemen manusia ini bisa salah. Karena itu jika Alkitab mempunyai elemen manusia di dalamnya, seperti yang memang kita akui, maka Kitab Suci tidak bisa bebas dari semua kesalahan. Ini merupakan salah satu argumentasi utama yang diberikan oleh mereka yang menegaskan kebersalahan Kitab Suci. Keberatan ini melupakan / mengabai-kan fakta bahwa elemen manusia dalam Alkitab begitu dimodifi-kasi oleh elemen ilahi dengan apa elemen manusia itu dicampur-kan, sehingga berbeda dengan semata-mata manusia biasa. Firman yang tertulis memang adalah ilahi-manusiawi, seperti Firman yang berinkarnasi. Tetapi elemen manusia dalam Kitab Suci, seperti hakekat manusia dalam Tuhan kita, dijaga / dilindungi dari kesalahan dari manusia biasa / umum, dan men-jadi manusia yang murni dan ideal. ... Mereka yang berpendapat bahwa Alkitab bisa salah karena Alkitab mengandung elemen manusia, melakukan kesalahan yang sejenis, dengan mereka yang menegaskan bahwa Yesus Kristus berdosa karena Ia mempunyai hakekat manusia dalam pribadiNya yang komplex. Keduanya melupakan / mengabaikan fakta bahwa pada waktu elemen manusia itu dihubungkan secara supranatural dengan elemen ilahi, maka elemen manusia itu sangat dimodifikasi dan diperbaiki / ditingkatkan, dan mendapatkan beberapa sifat yang tidak dimilikinya dari dan oleh dirinya sendiri) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 101,102,103. 

b) Kalau Kitab Suci mengandung kesalahan, mengapa Tuhan mela-rang kita mengubah Kitab Suci, baik mengurangi maupun menam-bahi Kitab Suci? (Ul 4:2 Ul 12:32 Amsal 30:6 Mat 5:19 Wah 22:18-19). Bukankah seharusnya bagian yang salah itu bisa diubah atau dibuang dan diganti dengan yang benar? 

3) Apa pentingnya kepercayaan terhadap ‘inerrancy of the Bible’? 

Kepercayaan ini penting karena kalau kita mempelajari Kitab Suci dengan anggapan bahwa Kitab Suci itu mungkin ada salahnya, maka pada waktu kita melihat ada 2 bagian dari Kitab Suci yang kelihatan bertentangan, kita akan mengambil kesimpulan bahwa salah satu dari dua bagian itu adalah salah. Tetapi kalau kita beranggapan bahwa Kitab Suci tidak ada salahnya, maka kita akan berusaha untuk mengharmoniskan kedua bagian yang kelihatannya bertentangan itu. 

Contoh: 

Luk 14:26 (harus ‘membenci’ keluarga), kelihatannya bertentangan dengan Kel 20:12 (‘jangan membunuh’) dan Mat 22:39 (‘kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri’). Ayat yang bisa mengharmoniskan bagian-bagian tersebut adalah bagian paralel dari Luk 14:26 tersebut, yaitu Mat 10:37 (tidak boleh mengasihi keluarga lebih dari Yesus). 

William G. T. Shedd: 

“One or the other view of the Scriptures must be adopted; either that they were originally inerrant and infallible, or that they were originally errant and fallible. The first view is that of the church in all ages: the last is that of the rationalist in all ages. He who adopts the first view, will naturally bend all his efforts to eliminate the errors of copyists and harmonize discrepancies, and thereby bring the existing manuscripts nearer to the original autographs. By this process, the errors and discrepancies gradually diminish, and belief in the infallibility of Scripture is strengthened. He who adopts the second view, will naturally bend all his efforts to perpetuate the mistakes of scribes, and exaggerate and establish discrepancies. By this process, the errors and discrepancies gradually increase, and disbelief in the infallibility of Scripture is strengthened” (= Salah satu dari pandangan-pandangan tentang Kitab Suci ini harus diterima; atau Kitab Suci orisinilnya itu tidak bersalah, atau Kitab Suci orisinilnya itu bersalah. Pandangan pertama adalah pandangan dari gereja dalam segala jaman: pandangan yang terakhir adalah pandangan dari para rasionalis dalam segala jaman. Ia yang menerima pandangan pertama, secara alamiah akan berusaha untuk menyingkirkan kesalahan-kesalahan dari para penyalin dan mengharmoniskan ketidaksesuaian-ketidaksesuaian, dan dengan itu membawa manuscript itu lebih dekat kepada autograph yang orisinil. Melalui proses ini, kesalahan-kesalahan dan ketidaksesuaian-ketidaksesuaian berkurang secara bertahap, dan kepercayaan terhadap ketidakbersalahan Kitab Suci dikuatkan. Ia yang menerima pandangan yang kedua, secara alamiah akan berusaha untuk mengabadikan / meng-hidupkan terus-menerus kesalahan-kesalahan dari ahli-ahli Taurat / para penyalin, dan melebih-lebihkan dan meneguhkan ketidaksesuaian-ketidaksesuaian itu. Melalui proses ini, kesalahan-kesalahan dan ketidak-sesuaian-ketidaksesuaian bertambah secara bertahap, dan ketidak-percayaan kepada ketidakbersalahan Kitab Suci dikuatkan) - ‘Calvinism: Pure and Mixed’, hal 137. 

E. J. Young: “It is perfectly true that if we begin with the assumption that God exists and that the Bible is His Word, we shall wish to be guided in all our study by what the Scripture says. It is equally true that if we reject this foundational presupposition of Christianity we shall arrive at results which are hostile to supernatural Christianity. If one begins with the presuppo-sitions of unbelief, he will end with unbelief’s conclusions. If at the start we have denied that the Bible is God’s Word of if we have, whether consciously or not, modified the claims of the Scriptures, we shall come to a position which is consonant with our starting point. He who begins with the assumption that the words of the Scriptures contain error will never, if he is consistent, come to the point of view that the Scripture is the infallible Word of the one living and eternal God. He will rather conclude with a position that is consonant with his starting point. If one begins with man, he will end with man. All who study the Bible must be influenced by their foundational presuppositions” (= Adalah sesuatu yang benar bahwa jika kita mulai dengan anggapan bahwa Allah ada dan bahwa Alkitab adalah FirmanNya, kita akan ingin untuk dipimpin dalam seluruh pelajaran kita oleh apa yang Kitab Suci katakan. Juga adalah sesuatu yang sama benarnya bahwa jika kita menolak anggapan dasar dari kekristenan ini, maka kita akan sampai pada hasil yang bermusuhan terhadap ke-kristenan yang bersifat supranatural. Jika seseorang mulai dengan anggapan dari orang yang tidak percaya, ia akan berakhir dengan kesimpulan dari orang yang tidak percaya. Jika sejak awal kita telah menolak bahwa Alkitab adalah Firman Allah, atau jika kita, secara sadar atau tidak, mengubah claim / tuntutan dari Kitab Suci, kita akan sampai pada suatu posisi yang sesuai dengan titik awal kita. Ia yang mulai dengan anggapan bahwa kata-kata dari Kitab Suci mengandung kesalahan tidak akan pernah, jika ia konsisten, sampai pada pandangan bahwa Kitab Suci adalah Firman yang tak bersalah dari Allah yang hidup dan kekal. Sebaliknya ia akan menyimpulkan dengan suatu posisi yang sesuai dengan titik awalnya. Jika seseorang mulai dengan manusia, ia akan berakhir dengan manusia. Semua yang mempelajari Alkitab pasti dipengaruhi oleh anggapan dasarnya) - ‘Thy Word Is Truth’, hal 187. 

4) Serangan terhadap orang yang menolak ‘Inerrancy of the Bible’. 

Mungkin karena tidak bisa menjawab serangan yang menunjukkan kontradiksi atau kesalahan dalam Alkitab, maka ada orang yang lalu mengambil pandangan yang berkata bahwa Kitab Suci tidak ada salahnya kalau berbicara tentang keselamatan dan iman Kristen, tetapi Kitab Suci mungkin ada salahnya dalam persoalan sejarah, geografis, dan detail-detail kecil yang lain. 

Pandangan ini merupakan pandangan kompromi yang berbahaya karena: 

a) Kesalahan-kesalahan dalam hal kecil / remeh membuat kita mera-gukan kebenaran dari hal-hal yang besar. 

b) Sejarah sering menjadi dasar dari doktrin. 

Misalnya: 

1. Doktrin tentang dosa asal didasarkan pada fakta sejarah bahwa semua manusia berasal dari Adam. 

2. Doktrin penebusan dosa didasarkan pada fakta sejarah tentang kematian Kristus. 

3. Doktrin kebangkitan orang mati didasarkan atas fakta sejarah kebangkitan Kristus (1Kor 15:12-23). 

Karena itu kalau ternyata fakta-fakta sejarah ini salah atau bisa salah, maka itu berarti doktrin yang dibangun di atasnya juga salah atau bisa salah. 

E. J. Young: “History and faith cannot be divorced, the one from the other. Remove its historical basis and faith vanishes. ... To say that what the Bible relates of history is fallible, but what it relates of faith is infallible is to talk nonsense” (= Sejarah dan iman tidak bisa dice-raikan / dipisahkan satu dengan lainnya. Buanglah dasar sejarahnya dan iman akan lenyap. ... Mengatakan bahwa apa yang Alkitab ceri-takan tentang sejarah bisa salah, tetapi apa yang Alkitab ceritakan tentang iman tidak bisa salah, adalah omong kosong) - ‘Thy Word Is Truth’, hal 101. 

Orang yang mengatakan bahwa Kitab Suci (autographnya) ada salahnya perlu menunjukkan bagaimana ia bisa tahu yang mana yang salah dan yang mana yang benar, dan juga menjelaskan standard apa yang ia pakai untuk menyatakan kesalahan Kitab Suci itu, dan apa dasarnya ia memakai standard itu. Ia perlu ingat bahwa seharusnya Firman Tuhan itulah yang menghakimi kita (Yoh 12:48), dan bukannya kita yang menghakimi Firman Tuhan! 

Perhatikan juga beberapa kutipan kata-kata E. J. Young di bawah ini. 

E. J. Young: “if fallible human writers have given to us a Bible that is fallible, how are we ourselves, who most certainly are fallible, to detect in the Bible what is error and what is not?” (= jika para penulis manusia yang bisa salah telah memberikan kepada kita Alkitab yang bisa salah, bagaimana kita sendiri, yang jelas juga bisa salah, bisa mendeteksi dalam Alkitab mana yang salah dan mana yang tidak?) - ‘Thy Word Is Truth’, hal 75. 

E. J. Young: “If God is the Creator, and man a creature, there is no way in which man can set himself up as a judge of what God has revealed. There is no independent standard which man can drag in by which he can pass judgment upon the ‘reasonableness’ of God’s revelation” (= Jika Allah adalah Pencipta, dan manusia adalah makhluk ciptaan, maka tidak ada kemungkinan dimana manusia bisa menempatkan dirinya sendiri seba-gai hakim terhadap apa yang Allah nyatakan / wahyukan. Tidak ada standard yang independen / bebas / berdiri sendiri yang bisa dibawa oleh manusia dengan mana ia bisa menyampaikan penghakiman terhadap ‘logis’nya penyataan / wahyu Allah) - ‘Thy Word Is Truth’, hal 189. 

E. J. Young: “We are told that the view of approaching the Bible which we are defending in this book is old-fashioned and no longer tenable. Modern scholarship, it is asserted, has shown that this traditional (we should say, Biblical) way of coming to the Bible is no more possible. We must abandon such an old-fashioned approach to the Scriptures. If this claim of modern theology is correct then, of course, it follows that throughout the history of the Church men have been approaching the Bible in the wrong way. They have come to the Bible as to the authoritative Word of God and in the Bible they have found Jesus Christ the Saviour. They were wrong, however; they should not have regarded the Bible as the final authority. With the insights and contributions of modern scholarship, we have now learned the correct approach to the Bible. There is, however, a question which at this point should be raised. If we must now approach the Bible in a way different from that which the Church has always used, how do we know that in the future the way which now seems acceptable to us will not then have been superseded by something more suitable to the men of that time? In the years ahead the approach to the Bible which present-day scholarship advocates may be entirely out of date. If it is then out of date, the scholars of that time will presumably have to discover a method of approach which will be more relevant to their day, more in keeping with their thoughts and attitudes. Should this be the case, then it would clearly follow that the benefit and blessing which in the past has seemed to come to mankind from the Bible, really was not derived from the Bible itself but rather from man’s way of looking at the Bible at any given time. For nearly two thousand years the old approach to the Bible brought blessing. Today, we are told, this approach must go; it is not scientific. Today, a new approach is requisite. Very well, this new approach supposedly meets the needs of the present day. What, however, about the future? In the future, will not some other approach to the Bible be necessary? If such is the case, it is perfectly obvious that what brings help and blessing is not the Bible itself but the approach to the Bible which we find relevant for our own day. It is then not the Bible, but rather our way of looking at the Bible that is of importance; not the Bible, but what we bring to the Bible. Thus, in effect, the demand for a new approach to the Bible amounts to nothing other than a demand that we bring to the Bible what seems to us to be relevant to our time. This is subjectivism. He who rejects the Biblical view of Scripture, no matter how much it may be disguised, has set up the human mind as an arbiter to decide how the Bible is to be regarded” [= Dikatakan bahwa pandangan untuk mendekati Alkitab yang kami pertahankan dalam buku ini sudah kuno / ketinggalan jaman dan tidak lagi bisa dipertahankan. Ditegaskan bahwa ilmu pengetahuan / kesarjanaan modern telah menunjukkan bahwa cara tradisional (kami lebih suka menyebutnya ‘cara yang Alkitabiah’) untuk datang kepada Alkitab tidak lagi memungkinkan. Kita harus meninggalkan pendekatan kuno seperti itu terhadap Kitab Suci. Jika tuntutan dari theologia modern ini benar, maka jelaslah bahwa dalam sepanjang sejarah Gereja orang-orang telah mendekati Alkitab dengan cara yang salah. Mereka telah mendatangi Alkitab sebagai Firman Allah yang mempunyai otoritas, dan dalam Alkitab mereka telah menemukan Yesus Kristus, sang Juruselamat. Tetapi mereka salah; mereka sebenarnya tidak boleh menganggap Alkitab sebagai otoritas yang terakhir / menentukan. Dengan pengertian / pengetahuan dan sumbangan pemikiran dari ilmu pengetahuan / kesarjanaan modern, sekarang kita telah belajar pendekatan yang benar terhadap Alkitab. Tetapi di sini ada satu pertanyaan yang harus ditanyakan. Jika sekarang kita harus mendekati Alkitab dengan suatu cara yang berbeda dengan cara yang telah selalu dipakai oleh Gereja, bagaimana kita tahu, bahwa pada masa yang akan datang, cara yang sekarang bisa kita terima tidak akan digantikan oleh sesuatu yang lebih cocok untuk orang-orang pada jaman itu? Pada masa yang akan datang, pendekatan terhadap Alkitab yang pada saat ini dinasehatkan, mungkin sepenuhnya akan menjadi kuno / ketinggalan jaman. Jika itu menjadi kuno, maka para ahli pada jaman itu mungkin akan menemukan suatu metode pendekatan yang lebih relevan untuk jaman mereka, lebih sesuai dengan pemikiran dan pendirian mereka. Jika ini adalah kasusnya, maka jelaslah bahwa keuntungan dan berkat yang pada masa lalu kelihatannya datang kepada umat manusia dari Alkitab, sebetulnya bukan didapatkan dari Alkitab itu sendiri tetapi dari cara manusia memandang Alkitab pada satu saat tertentu. Selama hampir 2000 tahun pendekatan lama terhadap Alkitab telah membawa berkat. Sekarang dikatakan bahwa pendekatan ini harus dibuang; itu tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan. Sekarang dibutuhkan suatu pendekatan yang baru. Baiklah, pendekatan yang baru ini dianggap cocok untuk jaman ini. Tetapi bagaimana tentang masa yang akan datang? Pada masa yang akan datang, tidakkah diperlukan suatu pendekatan yang lain terhadap Alkitab? Jika demikian kasusnya, maka jelaslah bahwa apa yang membawa pertolongan dan berkat bukanlah Alkitab itu sendiri tetapi pendekatan terhadap Alkitab yang kita anggap relevan untuk jaman kita. Jadi yang penting bukanlah Alkitab, tetapi cara kita memandang pada Alkitab; bukan Alkitab, tetapi apa yang kita bawa kepada Alkitab. Jadi sebetulnya, tuntutan untuk adanya pendekatan yang baru terhadap Alkitab tidak lain adalah suatu tuntutan bahwa kita membawa kepada Alkitab apa yang kelihatan bagi kita sesuatu yang relevan dengan jaman kita. Ini adalah subyektivitas. Ia yang menolak pandangan yang Alki-tabiah tentang Kitab Suci, tidak peduli bagaimana hal itu disamarkan, telah menjadikan pikiran manusia sebagai wasit / hakim untuk memu-tuskan bagaimana Alkitab itu harus dilihat / diperhatikan] - ‘Thy Word Is Truth’, hal 190-191. 

5) Penjelasan lebih lanjut tentang arti ‘inerrancy of the Bible’. 

Dalam persoalan inerrancy ini perlu diingat beberapa hal yang penting: 

a) Tentang bilangan, Kitab Suci sering memberikan: 

1. Hanya perkiraan saja. 

Misalnya: pada waktu Tuhan Yesus memberi makan 5000 orang laki-laki. 

2. Pembulatan. 

Misalnya: Keluaran 12:40 menyebutkan 430 tahun, tetapi Kej 15:13 dan Kis 7:6 menyebutkan 400 tahun. Bilangan 400 ini mungkin merupakan pembulatan. 

b) Dalam persoalan pengutipan. 

Pada waktu mengutip, kutipan sering hanya diambil artinya lalu dikatakan dengan kata-kata sendiri (paraphrased). Ini pada umumnya terjadi pada waktu Yesus dan rasul-rasul, atau penulis Perjanjian Baru mengutip Perjanjian Lama. Ini tidak terlalu berbeda dengan seorang pengkhotbah yang mengutip ayat Kitab Suci dengan hanya mengambil artinya, atau dengan menggunakan kata-katanya sendiri tetapi tidak mengubah arti ayat tersebut. 

Juga kadang-kadang pengutipan dilakukan dari dua atau lebih ayat-ayat Perjanjian Lama, tetapi dijadikan satu kutipan. 

Walter C. Kaiser, Jr.: “The writers of the NT sometimes present in the form of a single citation an assemblage of phrases or sentences drawn from two or more OT sources” (= Penulis-penulis dari PL kadang-kadang menyajikan / memberikan dalam bentuk dari satu kutipan suatu kumpulan ungkapan-ungkapan atau kalimat-kalimat yang diambil dari dua atau lebih sumber-sumber PL) - ‘The Uses of the Old Testament in the New’, hal 4. 

Misalnya: 

1. Mat 21:13 - “dan berkata kepada mereka: ‘Ada tertulis: Rumah-Ku akan disebut rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun.’”. 

Ini diambil dari Yes 56:7 dan Yer 7:11. 

2. Kis 1:20 - “‘Sebab ada tertulis dalam kitab Mazmur: Biarlah perkemahannya menjadi sunyi, dan biarlah tidak ada penghuni di dalamnya: dan: Biarlah jabatannya diambil orang lain”. 

Ini diambil dari Maz 69:26 dan Maz 109:8. 

Walter C. Kaiser, Jr.: “A few citations present the unique problem of an unknown OT source” (= Beberapa kutipan memberikan problem yang unik dari sumber PL yang tidak diketahui) - ‘The Uses of the Old Testament in the New’, hal 4. 

Ia memberikan 4 ayat Perjanjian Baru yaitu Mat 2:23 Yoh 7:38 Ef 5:14 dan Yak 4:5. 

Dan ia lalu berkata: “Whereas approximate language may be found for most of those four citations, they nowhere occur in those exact words and, therefore, are ‘quotations of substance’ of the OT or ‘concise summaries of the teaching of various parts of the older Scriptures” [= Sementara kata-kata yang kurang lebih sama bisa ditemukan untuk sebagian besar dari keempat kutipan itu, mereka tidak terdapat dimanapun dalam kata-kata yang persis sama dan karena itu merupakan ‘kutipan-kutipan dari intisari’ dari PL atau ‘ringkasan-ringkasan singkat dari ajaran dari bagian-bagian yang bermacam-macam dari Kitab Suci yang lebih lama (PL)] - ‘The Uses of the Old Testament in the New’, hal 4. 

c) Pada waktu melukiskan sesuatu, Alkitab sering melukiskannya dari sudut peninjauan manusia, atau bagaimana kelihatannya hal itu oleh manusia. 

Misalnya: 

1. Maz 19:5-7 dan Yos 10:12-13 seolah-olah menunjukkan bahwa mataharilah yang beredar / mengelilingi bumi. Perlu diingat bahwa Kitab Suci bukanlah kitab ilmu pengetahuan, sehingga Kitab Suci menuliskan peristiwa itu bukan dari sudut ilmu pengetahuan, tetapi dari sudut penglihatan manusia. Karena mata manusia melihat bahwa matahari bergerak mengelilingi bumi, maka Kitab Suci menuliskan demikian. Jadi dalam hal ini tidak bisa dikatakan bahwa Kitab Suci bertentangan dengan ilmu pengetahuan. 

William G. T. Shedd: “The inspired writers were permitted to employ the astronomy and physics of the people and age to which they themselves belonged, because the true astronomy and physics would have been unintelligible. If the account of the miracle of Joshua had been related in the terms of the Copernican astronomy; if Joshua had said, ‘Earth stand thou still,’ instead of, ‘Sun stand thou still’; it could not have been understood” (= Penulis-penulis yang diilhami diijinkan untuk menggunakan ilmu perbintangan dan fisika dari orang dan jaman mereka sendiri, karena ilmu perbintangan dan fisika yang benar tidak akan dimengerti pada saat itu. Jika cerita tentang mujijat Yosua diceritakan dengan istilah-istilah dari ilmu perbintangan Copernicus; jika Yosua berkata: ‘Bumi berhentilah engkau’, dan bukannya ‘Matahari berhentilah engkau’; itu tidak bisa dimengerti pada saat itu) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 104. 

Shedd lalu menambahkan: “The modern astronomer himself describes the sun as rising and setting” (= ahli ilmu perbintangan modern sendiri menggambarkan matahari sebagai terbit dan terbenam) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 104. 

Shedd menambahkan lagi: “The purpose of the scriptures, says Baronius, is ‘to teach man how to go to heaven, and not how the heavens go.’” (= Tujuan dari Kitab Suci, kata Baronius, adalah ‘untuk mengajar manusia tentang jalan ke surga, dan bukannya bagaimana surga / langit berjalan’) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 104. 

2. Kej 1:14-16 menunjukkan bahwa Allah menciptakan benda-benda penerang, yaitu matahari, bulan dan bintang-bintang. Jelas bahwa sebetulnya bulan bukanlah benda terang, karena bulan hanyalah memantulkan sinar dari matahari, tetapi karena dari sudut mata manusia bulan itu terang, maka Kitab Suci menggambarkannya sebagai benda penerang. Disamping itu lalu dikatakan bahwa matahari dan bulan adalah benda pene-rang yang besar. Secara implicit ini menunjukkan bahwa bin-tang-bintang adalah benda penerang yang kecil. Padahal kita tahu bahwa bintang-bintang itu jauh lebih besar dari pada bulan dan bahkan banyak yang lebih besar dari matahari. Tetapi karena dari sudut mata manusia kelihatannya matahari dan bulan lebih besar dari bintang-bintang, maka Kitab Suci lalu menggambarkannya demikian. 

Seandainya Musa menuliskan berdasarkan fakta / pengetahuan modern, maka Kej 1:16 kira-kira akan berbunyi sebagai berikut: “Maka Allah menjadikan 2 benda yang kecil, yang satu adalah benda terang untuk menguasai siang dan yang lain adalah benda gelap yang memantulkan sinar untuk menguasai malam. Dan Allah juga menjadikan banyak bintang yang jauh lebih besar dari kedua benda tadi”. 

Coba pikirkan: mungkinkah orang-orang jaman dahulu bisa mengerti ayat ini? Apakah mereka tidak menjadi bingung semua dan menganggap Kitab Suci sebagai suatu omong kosong yang bertentangan dengan fakta? 

Karena itulah Musa tidak menuliskan menurut fakta / pengetahuan modern, tetapi menurut kelihatannya. Dan lagi-lagi ini tidak bisa dijadikan sebagai dasar untuk mengatakan bahwa Kitab Suci salah atau bertentangan dengan ilmu pengetahuan. 

d) Pada waktu Kitab Suci mencatat kata-kata setan atau manusia, yang adalah salah, itu tidak berarti Kitab Sucinya salah / tidak inerrant. Sekalipun kata-kata setan / manusia itu salah, tetapi mereka memang mengucapkan kata-kata salah itu dan Alkitab mencatatnya secara akurat, dan karena itu Alkitab tetap benar / inerrant. 

E. J. Young: “All that the Bible-believing Christian asserts when he declares that the Bible is inerrant is that the Bible in its statements is not contrary to fact. It records things as they actually were” (= Semua yang ditegaskan oleh orang kristen yang percaya Alkitab pada waktu ia menyatakan bahwa Alkitab tidak ada salahnya adalah bahwa Alkitab dalam pernyataannya tidak bertentangan dengan fakta. Alkitab mencatat hal-hal sebagaimana adanya hal-hal itu) - ‘Thy Word Is Truth’, hal 135. 

D) Textual Criticism / Lower Criticism. 

Ini adalah suatu usaha untuk menentukan kata-kata yang orisinil dari suatu text. Hal ini perlu karena manuscript yang asli (autograph) sudah tidak ada lagi, dan manuscript-manuscript / copy-copy sudah mengandung kesalahan-kesalahan. Pada waktu menghadapi adanya perbedaan manuscript, maka untuk mengetahui kata-kata yang orisinil harus dilakukan perbandingan manuscript-manuscript yang ada. 

Ada 2 rumus yang sering dipakai, yaitu: 

1) Makin kuno suatu manuscript, berarti makin dekat manuscript itu kepada autographnya, dan karenanya makin manuscript itu dipercaya. 

2) Bacaan yang lebih sukar / lebih tidak masuk akal, lebih dipercaya. 

Prinsip ini diambil berdasarkan suatu pemikiran logis bahwa penyalin manuscript itu lebih mungkin untuk mengubah dari yang tidak masuk akal menjadi yang masuk akal, dari pada mengubah dari yang masuk akal menjadi yang tidak masuk akal. 

Contoh: 

a) Mat 6:13b dan Mat 17:21 tidak ada dalam manuscript-manuscript yang kuno dan karena itu dianggap sebagai tambahan yang tidak ada dalam autographnya. 

b) Yoh 1:18 - ‘Anak Tunggal Allah’. 

Dalam istilah / bagian ini terdapat textual problem ( = problem text, dimana ada perbedaan antara manuscript yang satu dengan manuscript yang lain). Ada 4 golongan manuscript: 

1. the only begotten ( = satu-satunya yang diperanakkan). 

2. the only begotten Son ( = satu-satunya Anak yang diperanakkan). 

3. the only begotten Son of God ( = satu-satunya Anak Allah yang diperanakkan). 

4. only begotten God ( = satu-satunya Allah yang diperanakkan). 

Kebanyakan penafsir menganggap bahwa yang no 4. yang benar, dengan alasan: 

a. Ini didukung oleh manuscript yang paling kuno. 

b. Ini merupakan bacaan yang ‘lebih sukar’, atau yang lebih tidak masuk akal. Memang seperti sudah dikatakan di atas, kalau ada perbedaan manuscript, biasanya bacaan yang lebih sukar / lebih tidak masuk akal yang diterima, dengan suatu anggapan bahwa penyalin manuscript itu lebih mungkin untuk mengubah dari yang tidak masuk akal menjadi masuk akal, dari pada mengubah dari yang masuk akal menjadi yang tidak masuk akal. 

Dalam peristiwa ini, kalau yang benar adalah yang no 1. atau no 2. atau no 3., tidak mungkin penyalin manuscript itu lalu mengubah menjadi yang no 4.. Sebaliknya, kalau no 4. yang benar, mungkin sekali penyalin menganggap bacaan itu tidak masuk akal sehingga ia mengubahnya menjadi no 1. atau no 2. atau no 3. 

E) Historical Criticism / Higher Criticism. 

Ini mempelajari siapa yang mengarang suatu kitab, saat penulisan suatu kitab, dan juga situasi pada saat penulisan suatu kitab. Dengan kata lain, higher criticism ini mempelajari latar belakang dari suatu kitab dari Kitab Suci. Kitab-kitab tertentu seperti 1Korintus dan Galatia, tidak bisa dimengerti dengan baik / benar tanpa mengetahui latar belakangnya. 

F) Hanya ada satu penafsiran yang benar. 

Dalam penafsiran, hanya ada satu penafsiran yang benar, yaitu yang sesuai dengan apa yang Allah maksudkan dengan text itu. Ada banyak orang berkata: “Arti text itu adalah apa artinya menurut saya / bagi saya”. Kalau ini benar, maka kita tidak punya hak untuk berkata bahwa ajaran-ajaran bidat-bidat itu adalah sesat. 

Karena itu, kita tidak bisa membahas suatu text dan lalu menghasilkan banyak penafsiran, dan lalu berkata bahwa semua dipimpin Roh Kudus. Jadi, kalau ada banyak aliran dalam kekristenan, jangan sekali-kali berkata bahwa semua aliran ini dipimpin oleh Roh Kudus, dan mereka semua benar. Dua hal yang bertentangan tidak mungkin bisa benar semua! 

Jadi, kalau dalam suatu persoalan tertentu, misalnya tentang bahasa roh, atau tentang kesembuhan, dimana golongan Protestan berbeda / bertentangan dengan golongan Pentakosta / Kharismatik, maka hanya ada satu yang bisa benar. Karena itu kalau saudara mendengar seseorang dari aliran yang berbeda sedang mengajar / berkhotbah, jangan lalu berkata: ‘Oh itu pandangannya aliran itu, ini pandangan aliran saya. Tetapi dua-duanya benar’. Ini sikap yang salah. Saudara harus melihat argumentasi / dasar Kitab Suci orang itu beserta penafsirannya, dan membandingkan dengan argumentasi / dasar Kitab Suci saudara beserta penafsirannya, dan lalu mengambil kesimpulan yang mana yang benar. 

Tetapi sekalipun hanya ada 1 penafsiran yang benar, tetapi penerapannya bisa berbeda-beda / banyak. 

Misalnya: Ef 4:26 - “Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu”. 

Ef 4:26 ini artinya: kita tidak boleh menyimpan kemarahan / tidak boleh mendendam. Tetapi penerapannya bisa berbeda-beda untuk setiap orang, tergantung ia sedang dendam kepada siapa. 
IV) Exegesis dan Eisegesis. 

EXEGESIS merupakan penerapan dari prinsip-prinsip Hermeneutics, untuk bisa mengerti suatu text dengan benar. 

Kontras dengan Exegesis, adalah apa yang disebut Eisegesis, dimana orang justru memasukkan suatu pandangan ke dalam text Kitab Suci. Contoh tentang Eisegesis: 

1) Ajaran Dr. Paul Yonggi Cho tentang Abraham yang melihat bahwa bintang-bintang dalam Kej 15:5-6 berubah menjadi bayi-bayi. 

Kej 15:5-6 - “(5) Lalu TUHAN membawa Abram ke luar serta berfirman: ‘Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya.’ Maka firmanNya kepadanya: ‘Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.’ (6) Lalu percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.”. 

Dari sini ia lalu mendapatkan dasar bagi ajarannya tentang ‘dimensi ke empat’, dimana orang harus membayangkan apa yang diinginkannya dan dengan demikian ia akan memperoleh apa yang ia inginkan itu. 

Tetapi jelas bahwa text Kitab Suci dalam Kej 15:5-6 itu tidak pernah berkata bahwa bintang-bintang itu berubah menjadi bayi-bayi! Ini cuma imaginasi tolol dari Dr. Paul Yonggi Cho! 

2) Ajaran tentang Toronto Blessing yang didasarkan pada: 

a) Ibr 1:9 - “Engkau mencintai keadilan dan membenci kefasikan; sebab itu Allah, AllahMu telah mengurapi Engkau dengan minyak sebagai tanda kesukaan, melebihi teman-teman sekutuMu.’”. 

Kalau saudara membaca Ibr 1:9 ini maka sebetulnya saudara tidak akan mendapatkan apapun yang berhubungan dengan Toronto Blessing. Tetapi orang yang memang mencari-cari dasar bagi Toronto Blessing, lalu memasukkan ajaran itu ke dalam ayat tersebut. Jadi, hanya berdasarkan kata-kata ‘mengurapi Engkau dengan minyak sebagai tanda kesukaan’ [NIV: ‘by anointing you with the oil of joy’ ( = dengan mengurapi Engkau dengan minyak sukacita)], mereka lalu beranggapan bahwa Toronto Blessing itu memang dari Allah. 

Padahal kalau saudara perhatikan ayat itu, maka dengan mudah saudara bisa melihat bahwa ayat itu berbicara tentang Yesus. Yesuslah yang diurapi dengan minyak sukacita itu, dan karena itu Yesus memang hidup penuh sukacita, tetapi Yesus tidak pernah tertawa terbahak-bahak tanpa bisa ditahan selama berjam-jam seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang terkena Toronto Blessing! 

b) Kejadian 21:6 - “Berkatalah Sara: ‘Allah telah membuat aku tertawa; setiap orang yang mendengarnya akan tertawa karena aku.’”. 

Orang yang waras otaknya tentu tidak akan mendapatkan Toronto Blessing dari Kej 21:6 ini! Text ini sama sekali tidak berhubungan dengan Toronto Blessing, karena dalam text ini Sarai tertawa secara wajar. Ia tertawa karena senang atas kelahiran Ishak. Ini tentu berbeda dengan tertawanya orang yang terkena Toronto Blessing, karena orang-orang itu tertawa tanpa alasan. 

3) Ajaran tentang ‘nggeblak’ / ‘tumbang dalam Roh’ yang didasarkan pada Yoh 18:6. 

Yoh 18:6 - “Ketika Ia berkata kepada mereka: ‘Akulah Dia,’ mundurlah mereka dan jatuh ke tanah.””. 

Sebelum munculnya gerakan Kharismatik dengan phenomena nggeblaknya, tidak ada orang yang menafsirkan Yoh 18:6 ini dengan cara seperti itu. Tetapi setelah phenomena nggeblak itu muncul, orang lalu mencari-cari dasar Kitab Sucinya (yang sebetulnya tidak pernah ada) dan lalu mendapatkan Yoh 18:6 ini. Lalu pandangan nggeblak itu dimasukkan ke dalam Yoh 18:6 ini (EISEGESIS). 

HERMENEUTIK 2 Prinsip-prinsip Hermeneutics 

I) Jangan melepas ayat dari kontexnya (Out of context). 

Supaya kita tidak melepas ayat dari kontexnya, maka kita harus: 

1) Memperhatikan seluruh kontex, dan kadang-kadang kita bahkan harus memperhatikan juga kontex sebelum dan sesudah kontex yang kita bahas. Ini penting sekali kita lakukan pada waktu mendengar suatu pelajaran atau membaca buku. Pada saat pengajar / penulis mengajarkan sesuatu dan memberikan satu ayat Kitab Suci sebagai dasar, maka kita perlu melihat kontex dari ayat itu untuk melihat apakah ayat itu ditafsirkan secara out of context atau tidak. Perlu diingat bahwa banyak sekali orang menggunakan / menafsirkan ayat tanpa mempedulikan kontexnya. 

Contoh: 

a) Mat 28:20b - “Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman”, sering dikutip oleh pendeta dalam upacara pemberkatan nikah untuk memberikan janji penyertaan Tuhan bagi orang-orang yang menikah. Tetapi kalau kita lihat dari kontexnya (baca mulai Mat 28:18), maka jelaslah bahwa janji penyertaan Tuhan dalam Mat 28:20b itu hanya berlaku bagi orang-orang kristen yang mengabarkan Injil. Ini tidak berarti bahwa Yesus tidak menyertai orang kristen yang tidak memberitakan Injil. Yesus memang menyertai semua orang kristen, tetapi untuk itu harus digunakan ayat yang sesuai seperti Ibr 13:5b atau Yoh 14:16. 

b) Mat 5:37a, yang berbunyi: “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak”, sering dikutip untuk menekankan kejujuran / melarang dusta, tetapi kalau kita lihat kontexnya (baca mulai Mat 5:33), maka jelaslah bahwa Mat 5:37a sama sekali tidak berhubungan dengan kejujuran, tetapi berhubungan dengan sumpah (demikian juga dengan Yak 5:12). 

c) Mat 15:24 (Yesus berkata: “Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel”) dan Kis 11:2-3,19 (dimana orang-orang kristen hanya memberitakan Injil kepada orang Yahudi saja) dikutip dalam pembukaan suatu Kitab Suci agama lain, untuk menyerang kekristenan dan menunjukkan bahwa Yesus sebetulnya datang hanya untuk bangsa Yahudi saja. Tetapi, kalau kita membaca seluruh kontexnya, yaitu Mat 15:21-28 dan Kis 11:1-20, maka jelaslah bahwa bagian-bagian itu sama sekali tidak mengajarkan demikian. 

d) 1Kor 14:33,40 - “(33) Sebab Allah tidak menghendaki kekacauan, tetapi damai sejahtera. … (40) Tetapi segala sesuatu harus berlangsung dengan sopan dan teratur.”. 

1Kor 14:33,40 sering dikutip oleh banyak orang untuk menyerang aliran lawannya, yang dianggapnya sebagai ajaran yang kacau. 

Contoh: 

1. Saksi Yehuwa menggunakan ayat ini untuk menyerang doktrin tentang Allah Tritunggal yang dianggapnya sebagai suatu kekacauan. 

“Tetapi, dengan berkukuh bahwa Tritunggal adalah misteri yang begitu membingungkan karena berasal dari wahyu ilahi, mereka menciptakan problem besar lain. Mengapa? Karena dalam wahyu ilahi itu sendiri tidak ada pandangan demikian mengenai Allah: ‘Allah ... bukan Allah yang suka pada kekacauan,’ - 1 Korintus 14:33” - ‘Haruskah Anda Percaya Kepada Tritunggal?’, hal 4-5. 

2. Pdt. dr. Yusuf B. S. menggunakan ayat ini untuk menyerang ajaran Calvinisme / Predestinasi yang dianggapnya sebagai kekacauan. 

“Itu (doktrin Predestinasi) bertentangan dengan tawaran yang sudah diberikanNya kepada manusia misalnya: Yoh 1:12 / 3:16 dan sebagainya. Ia selalu berkata: ‘Barangsiapa yang mau percaya ...’, ‘Siapa yang mau ...’ Kalau ternyata sudah ditentukan lebih dahulu, itu berarti Allah bohong, ini tidak mungkin! Allah itu tidak kusut (1Kor 14:33), dan tidak mungkin berdusta (Tit 1:2 / Ibr 6:18 / Bil 23:19)” - ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 42. 

Padahal kalau dilihat kontexnya (seluruh 1Kor 14), maka jelas terlihat bahwa yang dimaksud dengan ‘kekacauan’ dalam 1Kor 14:33 adalah ‘kekacauan dalam kebaktian’ [misalnya kalau semua orang berbahasa Roh (1Kor 14:27-28) atau semua orang bernubuat (1Kor 14:29-32)], dan yang dimaksud dengan ‘Allah menghendaki damai sejahtera dan keteraturan’ adalah ‘Allah menghendaki keteraturan / ketertiban dalam kebaktian’. Jadi ayat-ayat tersebut tidak berhubungan dengan ajaran yang kacau atau hidup seseorang yang kacau, atau rumah tangga yang kacau, tetapi dengan kebaktian yang kacau dan tidak tertib. Menggunakan ayat ini untuk menyerang ajaran yang dianggap kacau, merupakan suatu penafsiran / penggunaan ayat yang out of context! 

e) 2Kor 8:9 - “Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinanNya.”. 

Ayat ini sering dipakai oleh para pengajar Theologia Kemakmuran untuk mengatakan bahwa orang kristen harus kaya secara jasmani. Tetapi kalau saudara membaca kontexnya mulai 2Kor 8:1, maka saudara akan melihat bahwa yang Paulus maksudkan dengan ‘supaya kamu menjadi kaya’ dalam 2Kor 8:9 adalah kaya secara rohani. 

f) Matius 6:33 - “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.”. 

Ayat ini juga sering digunakan oleh para pengajar Theologia Kemakmuran untuk mendukung ajaran mereka. Mereka menafsirkan bahwa kata-kata ‘semuanya itu akan ditambahkan kepadamu’ dalam Mat 6:33 itu menunjukkan bahwa Allah akan memberikan segala sesuatu kepada mereka sehingga mereka akan menjadi kaya. Tetapi ini lagi-lagi merupakan suatu penafsiran yang tidak mempedulikan kontexnya / out of context, karena kalau saudara membaca kontexnya, yaitu Mat 6:25-34, saudara akan melihat bahwa yang dibicarakan adalah kebutuhan pokok manusia, seperti makanan, minuman, dan pakaian. Jadi, berdasarkan kontex, haruslah ditafsirkan bahwa kata ‘semuanya’ dalam Mat 6:33 itu menunjuk pada kebutuhan pokok manusia. 

g) Matius 10:19-20 - “(19) Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir akan bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga. (20) Karena bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh Bapamu; Dia yang akan berkata-kata di dalam kamu.”. 

Banyak orang menggunakan Mat 10:19-20 untuk mengatakan bahwa kalau pendeta mau berkhotbah ia tidak perlu mempersiapkan khotbah, karena Tuhan berjanji akan memberikan pimpinan dalam berkhotbah. Ini lagi-lagi merupakan penafsiran yang out of context, karena kalau kita membaca Mat 10:17-18 maka kita akan melihat dengan jelas bahwa janji itu diberikan oleh Tuhan pada saat kita ditangkap dan diadili karena iman kita kepada Yesus. 

Mat 10:17-18 - “(17) Tetapi waspadalah terhadap semua orang; karena ada yang akan menyerahkan kamu kepada majelis agama dan mereka akan menyesah kamu di rumah ibadatnya. (18) Dan karena Aku, kamu akan digiring ke muka penguasa-penguasa dan raja-raja sebagai suatu kesaksian bagi mereka dan bagi orang-orang yang tidak mengenal Allah.”. 

Jadi jelas bahwa janji ini tak berlaku untuk pendeta yang mau berkhotbah dalam kebaktian biasa. 

h) Dalam bukunya yang berjudul ‘Jangan Batasi Allah Bila Ingin Bahagia Sejahtera’, Morris Cerullo berkata: 

“Kehendak Tuhan ialah mencurahkan berkatNya atas diri anda dan memenuhi segala kebutuhan anda. Tuhan menghendaki agar anda dapat hidup sehat, berbahagia dan serba berkelimpahan” (hal 34). 

Sebagai dasar Kitab Sucinya, Morris Cerullo lalu mengutip 3Yoh 2 (terjemahan lama), yang berbunyi: “Hai kekasihku, aku berdoa supaya engkau selamat dan sehat walafiat di dalam segala sesuatu, sebagaimana jiwamupun selamat”. 

Padahal kalau saudara melihat ayat itu dalam surat 3 Yohanes, maka saudara bisa melihat dengan jelas bahwa itu adalah salam yang diberikan oleh rasul Yohanes kepada Gayus, kepada siapa surat itu sebetulnya ditujukan. 

Menggunakan salam yang ditujukan kepada individu tertentu, sebagai suatu dasar dari ajaran yang berlaku untuk semua orang / umum, jelas merupakan suatu penafsiran yang out of context. 

2) Memperhatikan fokus / arah / tujuan dari kontex itu. 

Dalam menafsirkan suatu ayat, kita harus menafsirkannya sesuai / searah dengan fokus / arah / tujuan kontex, contohnya: 

a) 1Kor 6:19 - “Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, - dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?”. 

1Kor 6:19 penekanan kontexnya adalah bahwa kita harus suci karena Allah diam di dalam tubuh kita. Tetapi orang yang tidak mempedulikan fokus dari kontex ini lalu bisa mendapatkan ajaran Trichotomy dari ayat ini, dengan menafsirkan bahwa Bait Allah terdiri dari 3 bagian, yaitu: Pelataran / halaman, Ruang Suci, Ruang Maha Suci. Jadi manusia yang adalah Bait Allah juga terdiri dari 3 bagian: tubuh, jiwa, dan roh. 

Penafsiran seperti ini bukan hanya tidak sesuai dengan arah kontex yang berbicara tentang keharusan menguduskan diri, tetapi juga tidak sesuai dengan arti kata Yunaninya, karena dalam bahasa Yunani ada 2 kata yang bisa diartikan ‘Bait Allah’. Kata yang pertama adalah HIERON dan kata yang kedua adalah NAOS. Kata HIERON menunjuk pada seluruh Bait Allah beserta pelatarannya, dan kata ini digunakan misalnya dalam Yoh 2:14,15 (orang-orang itu berjualan di Pelataran / halaman Bait Allah, bukan dalam Ruang Suci atau Ruang Maha Suci). Tetapi kata NAOS hanya menunjuk pada Ruang Suci dan Ruang Maha Suci, dan tidak mencakup Pelataran / halamannya, dan kata inilah yang digunakan dalam 1Kor 6:19 (juga dalam 1Kor 3:16), sehingga sebetulnya ‘Bait Allah’ di sini hanya terdiri dari 2 bagian, bukan 3 bagian! 

b) Yoh 15:1-7 - “(1) ‘Akulah pokok anggur yang benar dan BapaKulah pengusahanya. (2) Setiap ranting padaKu yang tidak berbuah, dipotongNya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkanNya, supaya ia lebih banyak berbuah. (3) Kamu memang sudah bersih karena firman yang telah Kukatakan kepadamu. (4) Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. (5) Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa. (6) Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar. (7) Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firmanKu tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.”. 

Yoh 15:1-7 penekanan kontexnya adalah: kita harus terus bersekutu dengan Tuhan. Ada ajaran sesat, yang tanpa mempedulikan fokus ini, lalu berkata: Bapa adalah pengusaha dan Yesus adalah pokok anggur, maka jelaslah bahwa Yesus diciptakan oleh Bapa. 

II) Jangan menafsirkan ayat sehingga menentang ayat lain. 

1) Calvin: “Scripture interprets Scripture” (= Kitab Suci menafsirkan Kitab Suci). Jadi kita harus membanding-bandingkan semua bagian-bagian Kitab Suci yang berhubungan dengan ayat yang sedang kita tafsirkan, untuk bisa mendapatkan arti yang benar dari ayat tersebut. 

Contoh: 

a) Banyak orang yang menggunakan ayat-ayat seperti Mat 7:7 Mark 11:23-24 Yoh 15:7b untuk mengajarkan bahwa asal kita betul-betul berdoa dengan iman, maka Tuhan pasti akan mengabulkan semua permintaan kita, apapun adanya permintaan itu. 

Tetapi penafsiran ini dilakukan tanpa menghiraukan ayat-ayat seperti: 

· Mat 7:11 yang mengatakan bahwa Tuhan hanya memberi yang baik kepada kita. Jelas bahwa yang dimaksud ‘baik’ adalah dari sudut Tuhan, bukan dari sudut kita. 

· 1Yoh 5:14 yang mengatakan bahwa Tuhan hanya mengabulkan permintaan kita kalau hal itu sesuai dengan kehendakNya / rencanaNya. Bdk. Mat 6:10 Mat 26:39b dimana Yesus mengajar kita supaya menundukkan doa kita kepada kehendak Allah. 

· 2Kor 12:7-10 yang menunjukkan bahwa orang seperti rasul Pauluspun doanya bisa tidak dikabulkan. 

b) Banyak orang menyoroti ayat-ayat seperti Mat 12:15b Mat 14:36 Mat 15:30 (yang menunjukkan bahwa Yesus menyembuhkan semua orang), lalu mengatakan bahwa Tuhan selalu mau menyembuhkan semua orang, dan karena itu orang kristen harus sembuh dari penyakit. Tetapi penafsiran ini dilakukan tanpa menghiraukan ayat-ayat seperti: 

· 2Korintus 12:7-10 yang menunjukkan bahwa Paulus tidak disembuhkan dari duri dalam dagingnya. 

· Yohanes 5:1-9 dimana sekalipun ada banyak orang yang sakit (Yoh 5:3), tetapi hanya satu orang yang disembuhkan oleh Yesus, yaitu orang yang lumpuh selama 38 tahun. 

· Lukas 5:15-16 dimana pada waktu ada banyak orang datang kepadaNya untuk disembuhkan, Yesus justru meninggalkan mereka dan mengundurkan diri ke tempat-tempat yang sunyi. 

c) Banyak orang berdasarkan Mat 19:6 dan Mal 2:16 mengatakan bahwa orang kristen mutlak tidak boleh bercerai. Tetapi penafsiran ini dilakukan tanpa menghiraukan ayat-ayat seperti Mat 5:32 dan Mat 19:9 yang mengatakan secara jelas bahwa ada satu keadaan dimana seorang kristen boleh menceraikan pasangannya, yaitu kalau pasangannya berzinah (perzinahan fisik). Bdk. Yer 3:8. 

d) Dalam Perjanjian Lama ada banyak tokoh saleh, seperti Daud, Salomo, Abraham, dsb yang menganut polygamy. Dan Tuhan tidak mengapa-apakan mereka, bahkan memberkati mereka. Berdasarkan hal ini banyak orang lalu berkata bahwa polygamy memang diijinkan oleh Tuhan. Tetapi penafsiran ini dilakukan tanpa menghiraukan ayat-ayat seperti Ro 7:2-3 yang mengatakan bahwa pernikahan kedua merupakan suatu perzinahan, kecuali kalau pasangannya telah mati.. 

e) Banyak orang berdasarkan Matius 7:1-2 mengatakan bahwa kita sama sekali tidak boleh menyalahkan orang, menganggapnya sesat dsb, karena ini semua adalah menghakimi. Tetapi penafsiran seperti ini bertentangan dengan: 

· Mat 7:6,15-dst, karena kita tidak akan dapat mentaati ayat-ayat ini kecuali kita lebih dulu menilai (menghakimi) siapa yang termasuk dalam golongan babi, anjing, dan nabi palsu. 

· Yohanes 7:24 dimana Yesus berkata: “Janganlah menghakimi menurut apa yang nampak, tetapi hakimilah dengan adil”. 

· bagian-bagian dimana Yesus, rasul-rasul, nabi-nabi menyalahkan orang, menganggapnya sesat dsb. 

f) Banyak orang yang secara extrim mengharuskan untuk menghan-curkan semua patung, tak peduli itu adalah patung berhala atau patung seni. Ini mereka dasarkan pada Keluaran 20:4. Tetapi penafsiran seperti ini bertentangan dengan Kel 25:18-20 dan Bil 21:4-9 dimana Tuhan sendiri menyuruh membuat patung. 

g) Banyak orang berdasarkan Mat 5:34 melarang sumpah secara mutlak. Tetapi penafsiran ini bertentangan dengan: 

· ayat-ayat dimana Paulus berulangkali bersumpah (Ro 1:9 Roma 9:1 2Kor 1:23 dsb). 

· Keluaran 22:10-11 dimana dalam kasus tertentu Tuhan justru mengha-ruskan sumpah. 

· Ibrani 6:16 - “Sebab manusia bersumpah demi orang yang lebih tinggi, dan sumpah itu menjadi suatu pengokohan baginya, yang mengakhiri segala bantahan”. 

h) Banyak orang berdasarkan Mat 18:15-17 mengatakan bahwa semua peneguran harus dilakukan di bawah 4 mata. Tetapi ini bertentangan dengan: 

· Galatia 2:11-14 dimana Paulus menegur Petrus di depan banyak orang. 

· 1Timotius 5:20 yang jelas menunjukkan bahwa ada kasus dimana penegurannya harus dilakukan di depan orang banyak. 

Charles Hodge: “The Bible, however, is the word of God and therefore self-consistent. Consequently if a passage admits of one interpretation inconsistent with the teaching of the Bible in other places, and of another interpretation consistent with that teaching, we are bound to accept the latter. This rule, simple and obvious as it is, is frequently violated, not only by those who deny the inspiration of the Scriptures, but even by men professing to recognize their infallible authority” (= Bagaimanapun juga Alkitab adalah Firman Allah dan karena itu konsisten dengan dirinya sendiri. Sebagai konsekwensinya jika suatu text memungkinkan satu penafsiran yang tidak konsisten dengan ajaran Alkitab di tempat-tempat lain, dan suatu penafsiran lain yang konsisten dengan ajaran itu, kita harus menerima penafsiran yang terakhir. Peraturan ini, sekalipun kelihatannya sederhana dan jelas, sering dilanggar, bukan hanya oleh mereka yang menyangkal pengilhaman Kitab Suci, tetapi bahkan oleh mereka yang mengaku mengenali otoritasnya yang tidak bisa salah) - ‘Systematic Theology’, vol III, hal 167. 

2) Dari semua ini jelas sekali terlihat bahwa hafalan ayat Kitab Suci adalah sesuatu yang penting! Karena itu berusahalah untuk bisa menghafal banyak ayat Kitab Suci. Satu kunci dalam kesuksesan menghafal ayat adalah banyak menggunakannya / memberitakannya. Kalau saudara menjadi pengkhotbah, guru sekolah minggu, atau penginjil pribadi dan saudara banyak menggunakan ayat Kitab Suci dalam mengajar / menyampaikannya kepada orang lain, maka saudara pasti akan bisa mengingat / menghafal banyak ayat Kitab Suci. 

3) Hal-hal yang bisa menolong kalau kita belum banyak hafal ayat Kitab Suci: 

a) Menggunakan headnote atau footnote dalam Kitab Suci untuk melihat bagian paralel dari bagian yang kita bahas. 

Contoh: Apa artinya kata ‘benci’ dalam Luk 14:26? Kita bisa melihat pada footnote (di bawah Luk 14:35) tertulis Mat 10:37-38, yang menjelaskan arti kata ‘benci’ dalam Luk 14:26. 

Catatan: 

· Dalam hal ini ada keuntungannya kalau saudara menggunakan Kitab Suci bahasa Inggris, karena footnotenya lebih lengkap, dengan catatan saudara memilih Kitab Suci bahasa Inggris yang mempunyai footnote (ada Kitab Suci bahasa Inggris yang sama sekali tidak mempunyai footnote). 

· headnote dan footnote bukan termasuk Firman Tuhan, dan karenanya tidak mutlak benar. 

Contoh pemberian headnote yang salah: 

* Mat 25:14-30 (perumpamaan tentang talenta), pada headnotenya tertulis Luk 19:12-27 (perumpamaan tentang uang mina), padahal 2 perumpamaan itu berbeda. 

* Yoh 2:13-25 (Yesus menyucikan Bait Allah), pada headnotenya tertulis Mat 21:12-13 Mark 11:15-17 Luk 19:45-46, padahal penyucian Bait Allah dalam Injil Yohanes berbeda dengan penyucian Bait Allah dalam Matius, Markus dan Lukas, karena yang dalam Yohanes terjadi pada awal pelayanan Yesus, sedangkan yang dalam Matius, Markus dan Lukas terjadi pada akhir pelayanan Yesus. 

b) Menggunakan Concordance (= konkordansi) / Nave’s Topical Bible, Thompson Bible, dsb. 

Misalnya: kita mendengar khotbah tentang persembahan persepu-luhan. Kita bisa mengechek pada Nave’s Topical Bible dengan melihat pada bagian ‘TITHES’ (= persembahan persepuluhan) dimana tertulis: 

“TITHES. Paid by Abraham to Melchizedek, Gen 14:20; Heb 7:2-6. Jacob vows a tenth of all his property to God, Gen 28:22. Mosaic laws instituting, Lev 27:30-33; Num 18:21-24; Deut 12:6,7,17,19; 14:22-29; 26:12-15. Customs relating to, Neh 10:37-38; Amos 4:4; Heb 7:5-9. Tithe of tithes for priests, Num 18:26; Neh 10:38. Stored in the temple, Neh 10:38,39; 12:44 13:5,12; 2Chro 31:11,12; Mal 3:10. Payment of, resumed in Hezekiah's reign, 2Chro 31:5-10. Under Nehemiah, Neh 13:12. Withheld, Neh 13;10; Mal 3:8. Customary in later times, Matt 23:23; Luke 11:42; 18:12. Observed by idolators, Amos 4:4,5.” (= Persembahan persepuluhan. Dibayarkan oleh Abraham kepada Melkisedek, Kej 14:20; Ibr 7:2-6. Yakub menazarkan sepersepuluh dari semua miliknya kepada Allah, Kej 28:22. Hukum Musa menetapkannya, Im 27:30-33; Bil 18:21-24; Ul 12:6,7,17,19; 14:22-29; 26:12-15. Kebiasaan yang berhubungan dengan, Neh 10:37-38; Amos 4:4; Ibr 7:5-9. Persembahan persepuluhan dari persembahan persepuluhan untuk imam, Bilangan 18:26; Neh 10:38. Disimpan di Bait Allah, Neh 10:38,39; 12:44 13:5,12; 2Taw 31:11,12; Mal 3:10. Pembayaran dari, dilanjutkan dalam pemerintahan Hizkia, 2Taw 31:5-10. Di bawah Nehemia, Neh 13:12. Ditahan, Neh 13;10; Mal 3:8. Kebiasaan pada masa belakangan, Matius 23:23; Lukas 11:42; 18:12. Ditaati oleh penyembah berhala, Amos 4:4,5). 

Dengan melihat bagian ini kita bisa melihat semua ayat-ayat dalam Kitab Suci tentang tithe / persembahan persepuluhan, sehingga kita dengan mudah bisa mengecheck apakah khotbah itu bertentangan dengan bagian lain dari Kitab Suci atau tidak. 

c) Menggunakan buku-buku tafsiran, tetapi tentu saja harus memilih buku tafsiran yang baik. Disamping itu, kalau menggunakan buku tafsiran, sedapat mungkin gunakan beberapa buku tafsiran, bahkan sebanyak mungkin buku tafsiran, karena dengan demikian kalau ada satu yang memberi penafsiran yang salah, maka yang lain bisa mengoreksi. 

III) Telitilah siapa yang berbicara dalam suatu ayat. 

Kalau Tuhan yang berbicara, itu pasti betul. Kalau manusia yang berbicara, bisa betul, bisa salah. Kalau setan yang berbicara, bisa betul, bisa salah. 

Contoh: 

· dalam Ayub 22:4-dst, kata-kata Elifas salah. 

· dalam Ayub 4:17, kata-kata Elifas betul. 

· dalam Lukas 4:6, kata-kata setan salah. 

· dalam Lukas 4:41, kata-kata setan betul. 

IV) Telitilah untuk siapa firman itu ditujukan. 

Ada orang kristen yang berkata bahwa semua janji Tuhan adalah Ya dan Amin untuk dirinya. Kelihatannya hebat dan beriman, tetapi sebetulnya salah! Mengapa? Karena tidak semua perintah maupun janji Tuhan berlaku untuk setiap orang. 

1) Ada bagian-bagian yang memang ditujukan untuk semua orang, misalnya: Kel 20:3-17 (10 Hukum Tuhan), Yoh 3:16, dsb. 

2) Ada bagian-bagian yang ditujukan untuk bangsa Israel pada masa itu saja, atau pada jaman Perjanjian Lama saja, misalnya: 

a) Perintah untuk menumpas habis suatu bangsa (Ul 7:1-2). Holy War (= Perang suci) seperti ini tidak mungkin ada lagi dalam jaman sekarang. 

b) Bagian-bagian seperti Keluaran 23:20-33 Imamat 26:1-46 (berkat dan kutuk). 

c) Perintah untuk mendirikan Kemah Suci (Kel 25-dst). Kalau pada jaman Perjanjian Baru orang Yahudi mendirikan lagi Kemah Suci / Bait Allah, maka itu justru adalah dosa. 

d) Perintah untuk sunat dan mengadakan Perjamuan Paskah (Kej 17:10-dst Kel 12-13). 

e) Perintah untuk mengorbankan binatang pada waktu berbuat dosa (Im 4-5). 

f) Perintah untuk menggunakan abu lembu merah untuk penyucian dosa (Bil 19:1-10). 

Ef 2:15 merupakan dasar penghapusan ceremonial law (= hukum yang berhubungan dengan upacara keagamaan). Kalau ini masih kurang meyakinkan, bacalah Ibr 10:1-18, yang membandingkan korban binatang dalam Perjanjian Lama, dan korban Kristus dalam Perjanjian Baru. Lalu perhatikan secara khusus: 

1. Ibr 10:9b yang berbunyi: “Yang pertama Ia hapuskan, supaya menegakkan yang kedua”. 

‘Yang pertama’ jelas menunjuk pada korban binatang dalam Perjanjian Lama, sedangkan ‘yang kedua’ jelas menunjuk pada korban Kristus. 

2. Ibrani 10:18 yang berbunyi: “Jadi apabila untuk semuanya itu ada pengampunan, tidak perlu lagi dipersembahkan korban karena dosa”. 

Kalau saudara masih juga belum puas, bacalah Ibr 8-9, dan perhatikan khususnya: 

a. Ibrani 8:7 - “Sebab, sekiranya perjanjian yang pertama itu tidak bercacat, tidak akan dicari lagi tempat untuk yang kedua”. 

b. Ibrani 8:13 - “Oleh karena Ia berkata-kata tentang perjanjian yang baru, Ia menyatakan yang pertama sebagai perjanjian yang telah menjadi tua. Dan apa yang telah menjadi tua dan usang, telah dekat kepada kemusnahannya”. 

c. Ibrani 9:9-10 - “(9) Itu adalah kiasan masa sekarang. Sesuai dengan itu dipersembahkan korban dan persembahan yang tidak dapat menyempurnakan mereka yang mempersembahkannya menurut hati nurani mereka, (10) karena semuanya itu, di samping makanan dan minuman dan pelbagai macam pembasuhan, hanyalah peraturan-peraturan untuk hidup insani, yang hanya berlaku sampai tibanya waktu pembaharuan”. 

Semua ini jelas menunjukkan bahwa ceremonial law, termasuk korban dan penyucian Perjanjian Lama sudah tidak berlaku lagi pada jaman Perjanjian Baru sekarang ini. 

Karena itu, kalau pada jaman sekarang (jaman Perjanjian Baru) orang melakukan kembali ceremonial law seperti itu, maka itu merupakan penghinaan terhadap pengorbanan Kristus. Kalau hal ini dilakukan oleh bangsa Yahudi yang non kristen, maka sekalipun ini tetap salah, tetapi ini tidak mengherankan, karena mereka memang hidup dalam jaman Perjanjian Lama dan tidak mengakui Perjanjian Baru. Tetapi kalau ada orang kristen, lebih-lebih pendeta kristen, yang menyetujui hal itu, ini betul-betul kegilaan dan kesesatan! Tidak ada orang / bangsa manapun dalam jaman Perjanjian Baru ini yang bisa disucikan dengan apapun (termasuk dengan ‘lembu merah’) selain dengan darah Kristus. Dengan kata lain, supaya seseorang atau suatu bangsa (termasuk bangsa Israel / Yahudi) bisa disucikan, maka ia / mereka harus percaya kepada Yesus sebagai Juruselamat dan Tuhan! 

Mungkin ada orang yang menggunakan Bil 19:10, yang menunjukkan bahwa itu adalah ‘ketetapan untuk selama-lamanya’, untuk menentang apa yang saya katakan di sini. 

Untuk menjawab ini saya ingin mengingatkan bahwa dalam Kej 17:13 sunat juga disebut sebagai ‘perjanjian yang kekal’! Apakah saudara mau mengatakan bahwa jaman sekarang kita juga harus disunat? Ini jelas tidak mungkin (bdk. Gal 5:2-6 Gal 6:12-15). Calvin menganggap bahwa yang kekal bukan pelaksanaan sunat itu, tetapi artinya. Juga sunat merupakan TYPE / gambaran / bayangan dari baptisan, dan karena itu pada waktu baptisan tiba maka sunat harus disingkirkan. 

Demikian juga dengan perayaan Paskah Perjanjian Lama (Passover), yang dalam Kel 12:14 disebutkan sebagai ‘ketetapan untuk selamanya’. Ini merupakan TYPE / gambaran / bayangan dari Kristus (1Kor 5:7 - “Sebab anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus”), dan karena itu pada waktu Kristusnya datang, mati dan bangkit, maka hal ini harus disingkirkan. 

Jadi, sekalipun sunat dan Paskah disebut ‘perjanjian yang kekal’ / ‘ketetapan untuk selamanya’, itu tidak berarti pelaksanaan sunat dan Paskah itu kekal. Maka demikian juga dengan persoalan lembu merah! 

3) Ada bagian-bagian yang ditujukan untuk orang kristen / percaya saja, seperti: Ro 8:28 1Kor 10:13 Yer 29:11 (bdk. Yeremia 21:10). 

Roma 8:28 - “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.”. 

1Korintus 10:13 - “Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya.”. 

Yeremia 29:11 - “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada padaKu mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.”. 

Bdk. Yeremia 21:10 - “Sebab Aku telah menentang kota ini untuk mendatangkan kecelakaan dan bukan untuk mendatangkan keberuntungannya, demikianlah firman TUHAN. Kota ini akan diserahkan ke dalam tangan raja Babel yang akan membakarnya habis dengan api.’”. 

Karena itu, dalam menghibur atau mengcounsel orang kafir / kristen KTP, jangan menggunakan ayat-ayat ini dan menerapkannya bagi mereka. Ayat-ayat ini tidak berlaku bagi mereka! 

4) Ada bagian-bagian yang ditujukan untuk orang-orang tertentu saja, misalnya: 

a) Mat 28:20b, janji penyertaan di sini hanya ditujukan hanya untuk orang yang memberitakan Injil. 

b) Matius 10:16-20, janji pemberian kata-kata di sini hanya ditujukan hanya untuk orang-orang kristen yang dihadapkan kepada penguasa-penguasa. Bagian ini tidak berlaku untuk pengkhotbah yang mau berkhotbah dalam kebaktian biasa! 

5) Ada bagian-bagian yang ditujukan untuk 1 individu saja, mis: 

a) Lukas 1:26-35 - untuk Maria saja. 

b) Mat 1:20,21 - untuk Yusuf saja. 

c) Mat 14:28,29 - untuk Petrus saja. 

d) Matius 19:21 - untuk pemuda kaya itu saja. 

Catatan: Ini bukan berarti bahwa bagian-bagian yang bukan untuk kita itu tidak ada artinya sama sekali. Kita bisa menarik ‘pelajaran’ yang berharga dari bagian-bagian itu, misalnya: 

1. Mat 14:28-29 memang tidak berarti bahwa kita boleh mencoba untuk berjalan di atas air, tetapi bagian itu mengajar kita untuk tetap percaya dan memandang pada Yesus dalam setiap keadaan. 

2. Mat 19:21 memang tidak berarti bahwa kita harus menjual semua harta kita dan membagi-bagikannya pada orang miskin. Tetapi bagian ini mengajarkan bahwa kita harus mengasihi Kristus lebih dari harta kita. 

6) Ada bagian-bagian yang hanya ditujukan untuk orang-orang tertentu pada satu saat saja. 

Misalnya kata-kata Yesus dalam Matius 10:5-10 - “(5) Kedua belas murid itu diutus oleh Yesus dan Ia berpesan kepada mereka: ‘Janganlah kamu menyimpang ke jalan bangsa lain atau masuk ke dalam kota orang Samaria, (6) melainkan pergilah kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel. (7) Pergilah dan beritakanlah: Kerajaan Sorga sudah dekat. (8) Sembuhkanlah orang sakit; bangkitkanlah orang mati; tahirkanlah orang kusta; usirlah setan-setan. Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma. (9) Janganlah kamu membawa emas atau perak atau tembaga dalam ikat pinggangmu. (10) Janganlah kamu membawa bekal dalam perjalanan, janganlah kamu membawa baju dua helai, kasut atau tongkat, sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya.”. 

Orang Islam sering menggunakan text ini untuk mengatakan bahwa Yesus diutus hanya untuk orang Israel / Yahudi. Orang-orang kristen yang extrim sering menggunakan bagian ini sebagai dasar untuk mengatakan bahwa kitapun diperintahkan oleh Yesus untuk membangkitkan orang mati. Ini salah, karena kata-kata ini hanya berlaku untuk para murid pada saat itu saja. Apa alasannya untuk mengatakan bahwa kata-kata ini hanya berlaku untuk para murid pada saat itu saja? Alasannya: pada saat itu mereka hanya boleh memberitakan Injil kepada orang-orang Israel / Yahudi saja, sedangkan Mat 28:19 menyuruh untuk memberitakan Injil kepada segala bangsa. Juga pada saat itu mereka dilarang membawa bekal, tetapi dalam Luk 22:36 mereka disuruh membawa bekal. Jadi jelas bahwa perintah dalam Mat 10:5-dst itu sudah dianulir / dihapuskan oleh Yesus sendiri! 

Matius 28:19 - “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus,”. 

Lukas 22:36 - “Jawab mereka: ‘Suatupun tidak.’ KataNya kepada mereka: ‘Tetapi sekarang ini, siapa yang mempunyai pundi-pundi, hendaklah ia membawanya, demikian juga yang mempunyai bekal; dan siapa yang tidak mempunyainya hendaklah ia menjual jubahnya dan membeli pedang.”. 

V) Ayat mudah dan ayat sukar. 

Dalam Kitab Suci ada ayat-ayat yang mudah / jelas, tetapi ada juga ayat-ayat yang sukar. Adanya ayat-ayat yang sukar dalam Kitab Suci diakui oleh Kitab Suci sendiri (2Pet 3:15-16). 

2 Petrus 3:15-16 - “(15) Anggaplah kesabaran Tuhan kita sebagai kesempatan bagimu untuk beroleh selamat, seperti juga Paulus, saudara kita yang kekasih, telah menulis kepadamu menurut hikmat yang dikaruniakan kepadanya. (16) Hal itu dibuatnya dalam semua suratnya, apabila ia berbicara tentang perkara-perkara ini. Dalam surat-suratnya itu ada hal-hal yang sukar difahami, sehingga orang-orang yang tidak memahaminya dan yang tidak teguh imannya, memutarbalikkannya menjadi kebinasaan mereka sendiri, sama seperti yang juga mereka buat dengan tulisan-tulisan yang lain.”. 

Ada banyak pengajar sesat yang senang menggunakan ayat-ayat yang sukar (misalnya dari kitab Wahyu), supaya mereka bisa menafsirkannya semau mereka. Harus kita ingat bahwa kalau kita menafsirkan ayat yang sukar, maka kemungkinan untuk salah adalah besar. Sedangkan kalau kita menafsirkan ayat yang mudah, kemungkinan untuk salah adalah kecil. Jadi kita harus menggunakan ayat-ayat yang mudah / jelas dalam Kitab Suci untuk mengecheck penafsiran ayat-ayat sukar dalam Kitab Suci. 

Contoh: 

1) Wahyu 7:4-8 adalah ayat / bagian yang sukar. 

Wah 7:4 Dan aku mendengar jumlah mereka yang dimeteraikan itu: seratus empat puluh empat ribu yang telah dimeteraikan dari semua suku keturunan Israel. 

Wahyu 7:5 Dari suku Yehuda dua belas ribu yang dimeteraikan, dari suku Ruben dua belas ribu, dari suku Gad dua belas ribu, 

Wahyu 7:6 dari suku Asyer dua belas ribu, dari suku Naftali dua belas ribu, dari suku Manasye dua belas ribu, 

Wahyu 7:7 dari suku Simeon dua belas ribu, dari suku Lewi dua belas ribu, dari suku Isakhar dua belas ribu, 

Wahyu 7:8 dari suku Zebulon dua belas ribu, dari suku Yusuf dua belas ribu, dari suku Benyamin dua belas ribu. 

Ini dipakai oleh Saksi Yehuwa untuk mengajar bahwa nanti hanya ada 144.000 orang yang akan masuk surga. Tetapi dalam Kitab Suci, ada ayat-ayat yang lebih jelas, yang jelas-jelas bertentangan dengan ajaran itu. 

Wah 7:9 Kemudian dari pada itu aku melihat: sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka. 

Wahyu 7:9 mengatakan “tak terhitung banyaknya”. Yoh 3:16 mengatakan bahwa setiap orang yang percaya kepada Kristus akan mendapat hidup kekal, dan mustahil bahwa dalam sepanjang jaman hanya ada 144.000 orang yang percaya kepada Kristus. 

2) Matius 5:5 adalah ayat yang sukar, dan ayat ini dipakai oleh Saksi Yehuwa untuk mengajar bahwa manusia (selain yang 144.000 orang yang masuk surga) akan tinggal di bumi. 

Mat 5:5 Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi. 

Tetapi 2 Petrus 3:10-12 (bdk. Wah 21:1b) secara jelas mengatakan bahwa pada hari kedatangan Kristus yang kedua-kalinya, semua (termasuk bumi) akan dihancurkan. 

2 Petru 3:10 Tetapi hari Tuhan akan tiba seperti pencuri. Pada hari itu langit akan lenyap dengan gemuruh yang dahsyat dan unsur-unsur dunia akan hangus dalam nyala api, dan bumi dan segala yang ada di atasnya akan hilang lenyap. 

2Pet 3:11 Jadi, jika segala sesuatu ini akan hancur secara demikian, betapa suci dan salehnya kamu harus hidup 

2Pet 3:12 yaitu kamu yang menantikan dan mempercepat kedatangan hari Allah. Pada hari itu langit akan binasa dalam api dan unsur-unsur dunia akan hancur karena nyalanya. 

Wahyu 21:1 Lalu aku melihat langit yang baru dan bumi yang baru, sebab langit yang pertama dan bumi yang pertama telah berlalu, dan lautpun tidak ada lagi. 

3) 1Pet 3:18-20 dan 1Pet 4:6 adalah ayat-ayat sukar. 

1Petrus 3:18 Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh, 

1Petrus 3:19 dan di dalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara, 

1Petrus 3:20 yaitu kepada roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah, ketika Allah tetap menanti dengan sabar waktu Nuh sedang mempersiapkan bahteranya, di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu. 

1Petrus 4:6 Itulah sebabnya maka Injil telah diberitakan juga kepada orang-orang mati, supaya mereka, sama seperti semua manusia, dihakimi secara badani; tetapi oleh roh dapat hidup menurut kehendak Allah. 

Ini dipakai oleh orang-orang tertentu untuk mengajarkan bahwa setelah kematian masih ada harapan bagi orang-orang yang tidak percaya [adanya penginjilan terhadap orang yang sudah mati, adanya ‘second chance’ ( = kesempatan kedua) bagi mereka dsb]. Tetapi Luk 16:19-31 (cerita Lazarus dan orang kaya) secara jelas menunjukkan bahwa tidak ada lagi harapan bagi orang yang tidak percaya setelah mereka mati. Dan Maz 88:12-13 juga secara jelas menunjukkan bahwa kasih Tuhan tidak bisa diberitakan setelah kematian! 

Mazmur 88:11-13 - “(11) Apakah Kaulakukan keajaiban bagi orang-orang mati? Masakan arwah bangkit untuk bersyukur kepada-Mu? Sela (12) Dapatkah kasih-Mu diberitakan di dalam kubur, dan kesetiaan-Mu di tempat kebinasaan? (13) Diketahui orangkah keajaiban-keajaiban-Mu dalam kegelapan, dan keadilan-Mu di negeri segala lupa?”. 

Jadi, supaya kita bisa menghindari ajaran-ajaran sesat / salah yang menggunakan ayat-ayat sukar sebagai dasar, maka kita perlu belajar Kitab Suci kita dan menghafalkan ayat-ayat yang mudah / jelas. Dengan demikian kita bisa mengecheck ajaran-ajaran yang menggunakan ayat sukar sebagai dasar. Awas! Ini tidak berarti, kita harus menghindari ayat-ayat sukar! Kita tidak menghindarinya! Tetapi kita mempelajari yang mudah lebih dahulu dan lalu menggunakan pengertian dari ayat-ayat yang mudah itu untuk menafsirkan ayat-ayat yang sukar. 

VI) Bagian yang bersifat explicit dan implicit. 

Kata explicit berarti ‘tersurat’, sedangkan kata implicit berarti ‘tersirat’. 

Bagian yang bersifat explicit adalah bagian yang memberikan pernyataan / ajaran langsung, sedangkan bagian yang bersifat implicit adalah bagian yang memberikan pernyataan / ajaran tidak langsung. 

Contoh: 

1) Dalam pembicaraan sehari-hari: 

Kalau si A berkata kepada si B: ‘Saya lapar’, maka si B dengan yakin bisa tahu bahwa si A sedang lapar, karena itu dikatakannya secara explicit. Tetapi si B juga bisa menduga-duga / menyimpulkan apa yang si A maksudkan secara implicit dengan kata-kata itu. Mungkin si A mengatakan dirinya lapar, dengan maksud supaya si B mengajaknya makan. Tetapi penafsiran implicit ini tentu tidak pasti benar, karena si B bisa saja salah dalam menarik kesimpulan seperti itu. 

2) Dalam penafsiran Kitab Suci: 

Yoh 3:16 Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. 

Yohanes 3:16 secara explicit mengajarkan bahwa: 

a) Allah mencintai dunia. 

b) Allah telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal. 

c) Yang percaya kepada Anak Allah tidak akan binasa tetapi akan mendapat hidup kekal. 

Sedangkan secara implicit Yoh 3:16 mengajarkan bahwa: Yang tidak percaya kepada Anak Allah / Yesus akan binasa / masuk neraka. 

Jelas bahwa penafsiran yang explicit lebih kuat dari pada penafsiran implicit, dan karenanya, kalau sesuatu yang implicit bertentangan dengan sesuatu yang explicit, maka yang implicitlah yang harus dibuang. 

Tetapi bagaimanapun juga, mengambil pengajaran / arti secara implicit dari suatu ayat adalah penting dan sah. Tuhan Yesus sendiri menggunakan bagian yang implicit dari suatu ayat untuk mengajar. Dalam Matius 22:23-33, Ia menggunakan bagian yang implicit dari Kel 3:6 untuk membuktikan adanya kebangkitan / kehidupan setelah kematian. 

Matius 22:23 Pada hari itu datanglah kepada Yesus beberapa orang Saduki, yang berpendapat, bahwa tidak ada kebangkitan. Mereka bertanya kepada-Nya: 

Matius 22:24 "Guru, Musa mengatakan, bahwa jika seorang mati dengan tiada meninggalkan anak, saudaranya harus kawin dengan isterinya itu dan membangkitkan keturunan bagi saudaranya itu. 

Matius 22:25 Tetapi di antara kami ada tujuh orang bersaudara. Yang pertama kawin, tetapi kemudian mati. Dan karena ia tidak mempunyai keturunan, ia meninggalkan isterinya itu bagi saudaranya. 

Matius 22:26 Demikian juga yang kedua dan yang ketiga sampai dengan yang ketujuh. 

Matius 22:27 Dan akhirnya, sesudah mereka semua, perempuan itupun mati. 

Matius 22:28 Siapakah di antara ketujuh orang itu yang menjadi suami perempuan itu pada hari kebangkitan? Sebab mereka semua telah beristerikan dia." 

Matius 22:29 Yesus menjawab mereka: "Kamu sesat, sebab kamu tidak mengerti Kitab Suci maupun kuasa Allah! 

Matius 22:30 Karena pada waktu kebangkitan orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga. 

Matius 22:31 Tetapi tentang kebangkitan orang-orang mati tidakkah kamu baca apa yang difirmankan Allah, ketika Ia bersabda: 

Mat 22:32 Akulah Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub? Ia bukanlah Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup." 

Matius 22:33 Orang banyak yang mendengar itu takjub akan pengajaran-Nya. 

Keluaran 3:6 Lagi Ia berfirman: "Akulah Allah ayahmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub." Lalu Musa menutupi mukanya, sebab ia takut memandang Allah. 

Dan pada waktu mengucapkan Mat 4:10 Yesus mengutip Ul 6:13, tetapi kalau dalam Ul 6:13 secara explicit tidak ada kata ‘hanya’ (tetapi jelas ada secara implicit), maka waktu mengucapkan Mat 4:10 Yesus memberi kata ‘hanya’ secara explicit. 

Mat 4:10 Maka berkatalah Yesus kepadanya: "Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!" 

Ul 6:13 Engkau harus takut akan TUHAN, Allahmu; kepada Dia haruslah engkau beribadah dan demi nama-Nya haruslah engkau bersumpah. 

Catatan: dalam NIV dan NASB, Ul 6:13 menggunakan kata ‘only’ ( = hanya), tetapi ini sebetulnya tidak ada. Dan NASB mencetaknya dengan huruf miring untuk menunjukkan bahwa kata itu tidak ada dalam bahasa aslinya. 

Bolehnya menarik ajaran implicit ini menyebabkan adanya tindakan-tindakan yang bisa dinyatakan sebagai salah, sekalipun tidak ada dasar secara explicit. Contoh yang jelas adalah tentang merokok, menjadi morfinist, menggunakan ecstasy dsb. Sekalipun secara explicit tidak ada ayat yang melarang hal-hal itu, tetapi secara implicit ada, seperti: 

1. Mat 22:39 selain menyuruh kita mengasihi sesama, juga menyuruh kita mengasihi diri sendiri. Merokok, menjadi morfinist, menggunakan ecstasy, dsb jelas merusak tubuh / kesehatan kita sendiri, dan karenanya jelas bertentangan dengan ayat ini. Bahkan merokok juga merusak kesehatan orang-orang di sekitar si perokok dengan memaksa mereka menjadi perokok pasif. Jadi tindakan merokok ini juga tidak mengasihi sesama. 

2. 1Kor 10:23 yang berbunyi: “‘Segala sesuatu diperbolehkan,’ Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. ‘Segala sesua­tu diperbolehkan,’ Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun”. 

Berdasarkan 1Kor 10:23 ini, maka merokok itu jelas tidak boleh dilakukan, karena merokok itu bukan saja tidak berguna dan tidak membangun, tetapi bahkan merusak / merugikan kesehatan si perokok maupun orang-orang yang di sekitarnya, dan juga merupakan penghamburan uang secara tidak perlu / tidak ada gunanya! 

3. 1Kor 6:12 yang berbunyi: “Segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apapun”. 

Ayat ini mempunyai kemiripan dengan 1Kor 10:23 di atas, tetapi ada tambahannya yang berbunyi ‘aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apapun’. Ini lebih-lebih lagi menentang tindakan merokok, menjadi morfinist dsb, karena hal-hal itu jelas memperbudak orangnya. 

Sekalipun mengambil pengajaran secara implicit adalah suatu tindakan yang sah, tetapi ada juga bahayanya, yaitu kalau mengambilnya salah. 

Contoh: 

a. Mat 22:23-33 digunakan oleh banyak orang untuk mengajar bahwa nanti di surga kita tidak punya jenis kelamin. Tetapi bagian itu hanya mengatakan ‘tidak kawin dan tidak dikawinkan’, bukannya ‘tidak punya jenis kelamin’. Bandingkan dengan Luk 16:19-31, dimana Abraham disebut ‘Bapa’ (laki-laki). 

b. 1Tim 3:2,12 secara explicit mengajar bahwa penilik jemaat / diaken tidak boleh beristri lebih dari satu. Lalu ada orang yang menafsirkan secara implicit bahwa jemaat biasa boleh mempunyai istri lebih dari satu. Bandingkan ini dengan Ro 7:2-3 yang secara explicit melarang polygamy / polyandry. 

c. Yoh 12:6 secara explicit mengatakan bahwa rombongan Tuhan Yesus mempunyai bendahara. Lalu para penganut Theologia Kemakmuran menafsirkan secara implicit dengan mengatakan bahwa Yesus itu kaya sehingga membutuhkan bendahara. Bandingkan ini dengan Luk 9:58 yang jelas menunjukkan kemiskinan Yesus. 

d. Ul 18:22 mengatakan bahwa kalau seorang nabi menubuatkan suatu tanda, dan lalu tanda itu tidak terjadi, maka itu menunjukkan bahwa ia adalah seorang nabi palsu. Itu dinyatakan secara explicit, dan karenanya itu pasti benar. Tetapi kalau kita mengambil arti secara implicit, yaitu: kalau nubuat dari nabi itu terjadi, berarti ia pasti adalah nabi asli, maka ini bertentangan dengan Ul 13:1-5 dan juga Mat 7:22-23. Karena itu arti implicit itu tidak boleh diambil! 

Pulpit Commentary tentang Ul 18:20: “The failure of the word of a prophet was decisive proof that he had not spoken by Divine inspiration. Had his word not failed, it would not have followed that he was a true prophet, but it showed conclusively that he was a false one when his word did fail” [= Kegagalan perkataan seorang nabi merupakan bukti yang meyakinkan bahwa ia tidak berbicara oleh ilham Ilahi. Jika perkataannya tidak gagal, tidak berarti bahwa ia adalah seorang nabi yang sejati, tetapi itu menunjukkan secara meyakinkan bahwa ia adalah seorang nabi palsu pada saat perkataannya gagal] - hal 315. 

Supaya terhindar dari penafsiran implicit yang salah, maka sesuatu yang implicit harus dicheck dengan bagian-bagian lain dari Kitab Suci, kalau bisa yang bersifat explicit. 

Contoh: 

1) Dalam Yoh 3:16, kata-kata ‘... setiap orang yang percaya kepadaNya’ ditafsirkan secara implicit untuk mengajar bahwa setiap orang mampu datang kepada Kristus. Tetapi Yoh 6:44,65 menyatakan secara explicit bahwa manusia tidak mempunyai kemampuan untuk datang kepada Kristus (bdk. 1Kor 12:3). 

Joh 6:44 Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman. 

Joh 6:65 Lalu Ia berkata: "Sebab itu telah Kukatakan kepadamu: Tidak ada seorangpun dapat datang kepada-Ku, kalau Bapa tidak mengaruniakannya kepadanya." 

1Co 12:3 Karena itu aku mau meyakinkan kamu, bahwa tidak ada seorangpun yang berkata-kata oleh Roh Allah, dapat berkata: "Terkutuklah Yesus!" dan tidak ada seorangpun, yang dapat mengaku: "Yesus adalah Tuhan", selain oleh Roh Kudus. 

Manusia hanya bisa datang kepada Kristus, kalau Allah menarik dia / mengaruniakan kepadanya. Jadi, di dalam hal ini, penafsiran secara implicit dari Yoh 3:16 tadi harus dibuang! 

2) Fil 2:12 dan Wah 2:10 ditafsirkan secara implicit untuk mengajarkan bahwa keselamatan bisa hilang. 

Fil 2:12 Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir, 

Rev 2:10 Jangan takut terhadap apa yang harus engkau derita! Sesungguhnya Iblis akan melemparkan beberapa orang dari antaramu ke dalam penjara supaya kamu dicobai dan kamu akan beroleh kesusahan selama sepuluh hari. Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan. 

Tetapi Yoh 10:27-29 secara explicit menyatakan bahwa kita tidak mungkin kehilangan keselamatan. 

Joh 10:27 Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, 

Joh 10:28 dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku. 

Joh 10:29 Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar dari pada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa. 

Jadi, di sini penafsiran implicit dari Fil 2:12 dan Wah 2:10 itu harus dibuang! 

3) Ro 7:18-19 ditafsirkan secara implicit untuk mengajarkan bahwa manusia bisa mempunyai kemauan yang baik, tetapi tetap tidak mempunyai kekuatan untuk melaksanakan kemauan yang baik itu. 

Rom 7:18 Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. 

Rom 7:19 Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat. 

Tetapi bandingkan dengan Fil 2:13 - “karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaanNya”. Ini terjemahannya kurang jelas. Perhatikan terjemahan-terjemahan Kitab Suci bahasa Inggris di bawah ini: 

KJV: “For it is God which worketh in you both to will and to do of his good pleasure” ( = Karena Allahlah yang bekerja dalam kamu baik untuk menghendaki maupun untuk melakukan dari kesenanganNya yang baik). 

RSV: “for God is at work in you, both to will and to work for his good pleasure” ( = karena Allah bekerja dalam kamu, baik untuk menghendaki maupun untuk mengerjakan untuk kesenanganNya yang baik). 

NASB: “for it is God who is at work in you, both to will and to work for His good pleasure” ( = karena Allahlah yang bekerja dalam kamu, baik untuk menghendaki maupun untuk mengerjakan untuk kesenanganNya yang baik). 

NIV: “for it is God who works in you to will and to act according to his good purpose” ( = karena Allahlah yang bekerja dalam kamu untuk menghendaki dan untuk berbuat menurut rencanaNya yang baik). 

Jadi Fil 2:13 secara explicit mengatakan bahwa bukan hanya kekuatan, tetapi juga kemauan, untuk melakukan yang baik, harus diberikan oleh Allah. 

VII) Bagian yang bersifat Descriptive dan Didactic. 

1) Bagian Kitab Suci yang bersifat Descriptive (= bersifat menggambarkan). 

Bagian yang bersifat Descriptive adalah bagian yang berupa cerita yang terjadi sungguh-sungguh dan bersifat menggambarkan apa yang terjadi pada saat itu. Ini tidak boleh dipakai sebagai rumus / hukum / norma! 

Illustrasi: Dalam hal ini, membaca dan menafsirkan Kitab Suci mempunyai persamaan dengan membaca dan menafsirkan surat kabar. Kalau saudara membaca surat kabar, dan di sana diceritakan tentang adanya orang yang terkena serangan jantung pada waktu nonton TV, maka hal ini tentu bukan norma / hukum. Cerita ini tentu tidak boleh ditafsirkan seakan-akan semua orang yang nonton TV pasti terkena serangan jantung. Juga kalau di surat kabar diceritakan adanya satu keluarga yang piknik ke Tretes dan lalu mengalami kecelakaan, sehingga mati semua. Ini tentu tidak boleh ditafsirkan seakan-akan semua orang yang piknik sekeluarga akan mengalami kecelakaan dan mati semua. 

Contoh: 

a) Kel 14, yang menceritakan peristiwa dimana Allah membelah Laut Teberau sehingga bangsa Israel bisa menyeberang di tanah kering, adalah suatu bagian yang bersifat Descriptive (menggambarkan apa yang terjadi pada saat itu). Ini bukan rumus / norma / hukum, artinya, kita tidak diperintahkan untuk menyeberangi laut dengan cara seperti itu! 

b) Yos 6 yang menceritakan robohnya tembok Yerikho setelah dikelilingi selama 7 hari juga merupakan bagian yang bersifat Descriptive, sehingga tidak boleh dijadikan hukum / norma dalam peperangan. 

c) Kel 16:13-16 yang menceritakan pemberian manna kepada bangsa Israel di padang gurun, jelas juga merupakan bagian yang bersifat Descriptive, sehingga tidak boleh dijadikan sebagai rumus / norma dalam kehidupan orang kristen di padang gurun. 

d) Kis 5:18-19 dan Kis 12:3-11 menceritakan bahwa pada waktu rasul-rasul ditangkap dan dipenjarakan, Tuhan membebaskannya dengan menggunakan mujijat. Ini lagi-lagi merupakan bagian yang bersifat Descriptive, dan tidak boleh diartikan seakan-akan setiap orang kristen yang ditangkap / dipenjarakan pasti dibebaskan secara mujijat. Kenyataannya Yohanes Pembaptis dipenjarakan lalu dipenggal (Mat 14:3-12); Yesus sendiri ditangkap lalu disalibkan sampai mati, dan rasul Yakobus ditangkap lalu dipenggal (Kis 12:2). 

e) Yoh 11 menceritakan bahwa Yesus membangkitkan Lazarus yang sudah mati selama 4 hari. Ini adalah bagian yang bersifat Descriptive, sehingga tidak boleh diartikan seakan-akan setiap orang kristen yang mati akan bangkit pada hari ke 4. 

f) Kis 28:1-6 juga bersifat descriptive dan tidak dapat dipakai sebagai dasar untuk mengajar bahwa orang kristen tidak akan mengalami bahaya apa-apa kalau digigit ular berbisa. 

g) Ada banyak bagian yang bersifat Descriptive dalam Kitab Suci tentang hal-hal yang dilakukan oleh Tuhan Yesus, yang bukan merupakan norma / hukum, dan karenanya tidak harus kita lakukan. Misalnya: 

1. Yesus tidak pernah menikah / pacaran. Ini tentu tidak berarti bahwa semua orang kristen tidak boleh pacaran / menikah. 

2. Yesus berpuasa 40 hari 40 malam di padang gurun (Mat 4:1-11 Luk 4:1-13). Ini tidak berarti bahwa semua orang kristen harus berpuasa 40 hari 40 malam di padang gurun. 

3. Yesus dan Petrus berjalan di atas air (Mat 14:22-29). Ini tidak berarti bahwa setiap orang kristen harus bisa melakukan hal itu. 

4. Yesus hanya mempunyai 12 murid (Mat 10:1-4). Ini tidak boleh diartikan seakan-akan Sekolah Theologia / gereja hanya boleh mempunyai 12 murid / jemaat. 

2) Bagian Kitab Suci yang bersifat Didactic (= bersifat pengajaran). 

Bagian yang bersifat Didactic adalah bagian yang bersifat pengajaran (Yunani: DIDACHE), dan bisa berbentuk suatu pernyataan, janji, perintah atau larangan. Ini adalah rumus / hukum / norma bagi kita. 

Contoh: 

a) Kis 16:31 yang berbunyi “Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat” adalah bagian yang bersifat Didactic. Karena itu, ini merupakan hukum / norma, artinya setiap orang yang percaya kepada Yesus pasti selamat. 

b) Fil 4:4 yang berbunyi “Bersukacitalah senantiasa” adalah bagian yang bersifat Didactic. Ini adalah hukum / norma bagi kita, yang menyuruh kita bersukacita senantiasa. 

c) 10 Hukum Tuhan dalam Kel 20:3-17 merupakan bagian yang bersifat Didactic, sehingga merupakan Hukum / Norma bagi kita semua. 

Jadi, pada waktu mendengar suatu khotbah / ajaran, telitilah apakah text yang dipakai sebagai dasar itu adalah text yang bersifat descriptive atau didactic! Ini bisa menghindarkan saudara dari ajaran-ajaran yang salah / sesat! 

Jaman sekarang, khususnya dalam kalangan Pentakosta / Kharismatik, karena kurangnya / tidak adanya pengertian tentang Hermeneutics, yang menyebabkan mereka tidak membedakan antara bagian yang bersifat Descriptive dan bagian yang bersifat Didactic, maka ada banyak pengajaran salah yang ditimbulkan karena mereka menggunakan bagian yang bersifat descriptive sebagai rumus / hukum / norma, seolah-olah itu adalah bagian yang bersifat didactic. 

Contoh: 

1. Mat 12:15b dan Mat 15:30 memang menggambarkan bahwa pada saat itu Yesus menyembuhkan semua orang sakit. Tetapi ini adalah bagian yang bersifat Descriptive, sehingga sebetulnya tidak boleh dijadikan hukum / norma. Tetapi banyak orang menggunakan bagian yang bersifat Descriptive ini sebagai hukum / norma, sehingga mereka berkata bahwa Yesus selalu menyembuhkan semua orang sakit. Ini menyebabkan mereka lalu mengajarkan bahwa setiap orang kristen harus sehat / sembuh dari penyakit, dan kalau tidak sembuh maka pasti orangnya kurang beriman atau berdosa. 

Bahwa ini salah bisa terlihat dari ayat-ayat seperti 2Kor 12:7-10 Fil 2:26-27 1Tim 5:23 2Tim 4:20 jelas menunjukkan bahwa orang kristen, yang beriman dan saleh sekalipun, bisa sakit dan bahkan tidak disembuhkan dari penyakit itu. 

2. Kis 2:1-11 menceritakan apa yang terjadi pada hari Pentakosta dimana rasul-rasul kepenuhan Roh Kudus lalu berbahasa Roh / lidah. Ini adalah bagian yang bersifat Descriptive, tetapi banyak orang yang lalu menjadikan hal ini sebagai rumus / hukum / norma dan mereka mengajar bahwa orang yang menerima / dipenuhi Roh Kudus harus berbahasa Roh / lidah. Menghadapi ajaran seperti ini ada 3 hal yang harus diperhatikan, yaitu: 

a. Kis 2:1-11 bersifat descriptive, jadi tidak boleh dijadikan rumus / hukum / norma! 

b. Ajaran tersebut tidak konsekwen karena mereka mengharuskan bahasa Roh / lidahnya saja, tetapi tidak mengharuskan adanya tiupan angin yang keras dan lidah-lidah api, yang jelas juga ada dalam bacaan itu (Kis 2:2-3). Memang bahasa rohnya gampang dipalsukan, tetapi tiupan angin dan lidah api sukar / tidak dapat dipalsukan! 

c. 1Kor 12:7-11,28-30 bersifat didactic dan mengajarkan bahwa hanya sebagian orang kristen yang menerima karunia bahasa Roh. 

1Kor 12:7 Tetapi kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama. 

1Kor 12:8 Sebab kepada yang seorang Roh memberikan karunia untuk berkata-kata dengan hikmat, dan kepada yang lain Roh yang sama memberikan karunia berkata-kata dengan pengetahuan. 

1Kor 12:9 Kepada yang seorang Roh yang sama memberikan iman, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menyembuhkan. 

1Kor 12:10 Kepada yang seorang Roh memberikan kuasa untuk mengadakan mujizat, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk bernubuat, dan kepada yang lain lagi Ia memberikan karunia untuk membedakan bermacam-macam roh. Kepada yang seorang Ia memberikan karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menafsirkan bahasa roh itu. 

1Kor 12:11 Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendaki-Nya. 

1Kor 12:28 Dan Allah telah menetapkan beberapa orang dalam Jemaat: pertama sebagai rasul, kedua sebagai nabi, ketiga sebagai pengajar. Selanjutnya mereka yang mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, untuk menyembuhkan, untuk melayani, untuk memimpin, dan untuk berkata-kata dalam bahasa roh. 

1Kor 12:29 Adakah mereka semua rasul, atau nabi, atau pengajar? Adakah mereka semua mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, 

1Kor 12:30 atau untuk menyembuhkan, atau untuk berkata-kata dalam bahasa roh, atau untuk menafsirkan bahasa roh? 

Karena 1Kor 12:7-11,28-30 bersifat didactic maka bagian inilah yang harus dianggap sebagai norma / hukum / rumus! 

3. Cerita tentang tokoh-tokoh yang kaya dalam Perjanjian Lama, seperti Abraham, Daud, Ayub, dsb merupakan bagian yang bersifat Descriptive, sehingga tidak boleh dijadikan norma. Tetapi para penganut Theologia Kemakmuran menggunakan bagian-bagian ini sebagai norma, sehingga mereka lalu mengatakan bahwa orang kristen harus kaya. 

Ada 2 hal penting yang perlu diketahui: 

1) Bagian yang bersifat Descriptive juga mengandung pengajaran, karena kalau tidak, tentu tidak akan ditulis dalam Kitab Suci. 

Contoh: 

a) Peristiwa Petrus berjalan di atas air (Mat 14:28-31) mengajar bahwa: 

1. Yesus / Allah berkuasa atas hukum alam, sehingga pada saat tertentu bisa saja ‘melindas’ hukum alam itu. 

2. Dalam menghadapi persoalan / bahaya, mata kita harus ditujukan kepada Yesus, supaya kita tetap beriman dan tidak takut / kuatir. 

b) Peristiwa pemberian makan kepada 5000 orang (Yoh 6:1-14), mengajar kita bahwa: 

1. Allah sering tidak bisa diukur dengan matematik! 

2. Sesuatu yang tidak berarti (5 roti dan 2 ikan), pada waktu dipersembahkan kepada Tuhan dengan hati yang tulus, bisa menjadi berkat bagi banyak orang. 

c) Kita bisa menggunakan orang-orang saleh sebagai teladan hidup, asal tidak bertentangan dengan bagian Kitab Suci yang lain. 

Misalnya kita boleh menjadikan iman Abraham dalam menantikan janji Tuhan sebagai teladan dalam hidup kita. Juga keberanian Daud, kesalehan Ayub, dsb. Tetapi polygamy yang dilakukan tokoh-tokoh saleh dalam Perjanjian Lama (1Raja 11:3), dan juga dusta Abraham dan Ishak (Kej 12:11-13 Kej 20:2 Kej 26:7), perzinahan Daud (2Sam 11), dsb, jelas tidak boleh dijadikan teladan karena bertentangan dengan Kitab Suci. 

2) Kalau sesuatu yang bersifat Descriptive terjadi terus menerus tanpa kecuali, maka itu memungkinkan kita untuk menjadikan bagian itu sebagai rumus / hukum / norma. 

Contoh: 

a) Dalam Kitab Suci baptisan selalu dilakukan dengan air, dan karena itu maka hal ini menjadi rumus / norma. 

b) Dalam Kitab Suci Perjamuan Kudus selalu dilakukan menggunakan roti dan anggur, dan karena itu maka hal ini menjadi rumus / norma. 

c) Dalam Kitab Suci semua kesembuhan ilahi: 

1. Terjadi secara sempurna (sembuh total). 

2. Terjadi secara langsung / pada ketika itu juga (bukan secara proses perlahan-lahan). 

Karena itu hal ini harus dijadikan norma / hukum. 

VIII) Ayat dari sudut Allah dan dari sudut manusia. 

Kalau kita tidak bisa membedakan kedua hal itu dalam Kitab Suci, maka kita tidak bisa terhindar dari kontradiksi. Kalau kita bisa membedakan kedua hal tersebut, maka kita bisa mengharmoniskan kedua bagian tersebut. 

Contoh: 

1) Dalam Kej 6:5,6 Kel 32:10-14 1Sam 15:11,35 Yes 38:1,5 Yer 18:8 Yun 3:10 dikatakan bahwa Allah itu menyesal dan mengubah keputusanNya. Ini merupakan ayat-ayat yang ditinjau dari sudut manusia! 

Khususnya perhatikan Kel 32:10-14 dimana Allah menyesal / bertobat setelah dinasehati oleh Musa! 

Exo 32:10 Oleh sebab itu biarkanlah Aku, supaya murka-Ku bangkit terhadap mereka dan Aku akan membinasakan mereka, tetapi engkau akan Kubuat menjadi bangsa yang besar." 

Exo 32:11 Lalu Musa mencoba melunakkan hati TUHAN, Allahnya, dengan berkata: "Mengapakah, TUHAN, murka-Mu bangkit terhadap umat-Mu, yang telah Kaubawa keluar dari tanah Mesir dengan kekuatan yang besar dan dengan tangan yang kuat? 

Exo 32:12 Mengapakah orang Mesir akan berkata: Dia membawa mereka keluar dengan maksud menimpakan malapetaka kepada mereka dan membunuh mereka di gunung dan membinasakannya dari muka bumi? Berbaliklah dari murka-Mu yang bernyala-nyala itu dan menyesallah karena malapetaka yang hendak Kaudatangkan kepada umat-Mu. 

Exo 32:13 Ingatlah kepada Abraham, Ishak dan Israel, hamba-hamba-Mu itu, sebab kepada mereka Engkau telah bersumpah demi diri-Mu sendiri dengan berfirman kepada mereka: Aku akan membuat keturunanmu sebanyak bintang di langit, dan seluruh negeri yang telah Kujanjikan ini akan Kuberikan kepada keturunanmu, supaya dimilikinya untuk selama-lamanya." 

Exo 32:14 Dan menyesallah TUHAN karena malapetaka yang dirancangkan-Nya atas umat-Nya. 

Ini tentu tidak bisa diartikan secara hurufiah, tetapi harus dianggap sebagai sesuatu yang ditinjau dari sudut pandang manusia. 

Perhatikan juga bahwa sekalipun kata-kata itu diucapkan oleh Allah sendiri, seperti dalam 1Sam 15:11, tetapi itu tetap merupakan ayat yang ditinjau dari sudut pandang manusia! 

1Sa 15:10 Lalu datanglah firman TUHAN kepada Samuel, demikian: 

1Sa 15:11 "Aku menyesal, karena Aku telah menjadikan Saul raja, sebab ia telah berbalik dari pada Aku dan tidak melaksanakan firman-Ku." Maka sakit hatilah Samuel dan ia berseru-seru kepada TUHAN semalam-malaman. 

Dalam Bil 23:19 1Sam 15:29 & Yer 4:28 jelas dikatakan bahwa Allah tidak akan menyesal dan tidak akan mengubah rencanaNya. Ini peninjauan dari sudut Allah! 

Catatan: perhatikan bahwa dalam satu pasal, yaitu dalam 1Sam 15, mula-mula dikatakan bahwa Allah menyesal (ay 11), lalu dikatakan Allah tidak menyesal (ay 29), dan akhirnya dikatakan Allah menyesal lagi (ay 35b). Kalau kita tidak membedakan dua sudut pandang ini, bagaimana kita bisa menafsirkan bagian-bagian tersebut? 

Jadi ditinjau dari sudut manusia, Allah memang kelihatannya bisa menyesal dan mengubah RencanaNya, tetapi ditinjau dari sudut Allah, hal itu tidak mungkin. 

Illustrasi: Seorang sutradara menyusun naskah untuk sandiwara, dan ia juga sekaligus menjadi salah satu pemain sandiwara tersebut. Dalam sandiwara itu ditunjukkan bahwa ia mau makan, tetapi tiba-tiba ada telpon, sehingga ia lalu tidak jadi makan. Dari sudut penonton, pemain sandiwara itu berubah piki­ran / rencana. Tetapi kalau ditinjau dari sudut naskah / sutradara, ia sama sekali tidak berubah dari rencana semula, karena dalam naskah sudah direncanakan bahwa ia mau makan, lalu ada telpon, lalu ia mengubah rencana / pikirannya, dsb. 

Pada waktu Kitab Suci berkata ‘Allah menyesal’ maka memang dari sudut manusia, Allahnya menyesal / mengubah rencanaNya. Tetapi dari sudut Allah / Rencana Allah, sebetulnya tidak ada perubahan, karena semua perubahan / penyesalan itu sudah direncanakan oleh Allah. 

2) Kalau kita melihat Yoh 10:26-29 1Kor 1:8-9 Fil 1:6 1Yoh 2:18-19 Yudas 24 maka jelas sekali bahwa orang kristen tidak mungkin murtad atau dengan kata lain, sekali seseorang selamat ia akan tetap selamat. 

Joh 10:26 tetapi kamu tidak percaya, karena kamu tidak termasuk domba-domba-Ku. 

Joh 10:27 Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, 

Joh 10:28 dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku. 

Joh 10:29 Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar dari pada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa. 

1Co 1:8 Ia juga akan meneguhkan kamu sampai kepada kesudahannya, sehingga kamu tak bercacat pada hari Tuhan kita Yesus Kristus. 

1Co 1:9 Allah, yang memanggil kamu kepada persekutuan dengan Anak-Nya Yesus Kristus, Tuhan kita, adalah setia. 

Php 1:6 Akan hal ini aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus. 

1Jn 2:18 Anak-anakku, waktu ini adalah waktu yang terakhir, dan seperti yang telah kamu dengar, seorang antikristus akan datang, sekarang telah bangkit banyak antikristus. Itulah tandanya, bahwa waktu ini benar-benar adalah waktu yang terakhir. 

1Jn 2:19 Memang mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh termasuk pada kita; sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita. Tetapi hal itu terjadi, supaya menjadi nyata, bahwa tidak semua mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita. 

Jud 1:24 Bagi Dia, yang berkuasa menjaga supaya jangan kamu tersandung dan yang membawa kamu dengan tak bernoda dan penuh kegembiraan di hadapan kemuliaan-Nya, 

Ini peninjauan dari sudut Allah! Tetapi: 

a) Dalam Yoh 6:60-66 1Tim 1:19-20 2Tim 2:17-18 ada orang-orang yang murtad. Ini peninjauan dari sudut manusia. Dari sudut manusia, orang-orang itu kelihatannya sudah percaya tetapi lalu murtad. 

Kalau kita mau mengharmoniskan bagian ini dengan ayat-ayat yang meninjau dari sudut Allah, haruslah kita katakan bahwa orang-orang yang dari sudut manusia itu kelihatannya sudah percaya, sebetulnya belum sungguh-sungguh percaya. Karena itulah maka mereka bisa murtad. 

b) Dalam Kol 1:23 Ibr 2:1 Ibr 3:14 Wah 2:10b ada peringatan supaya tidak murtad dan ada perintah untuk terus ikut Tuhan. Ini peninjauan dari sudut manusia! 

Illustrasi: Bacalah Kis 27:22-25,34b lalu Kis 27:31,33-34a. Jelas bahwa Paulus bukan menentang kata-katanya sendiri. Tetapi mula-mula ia berbicara dari sudut pandang Allah (ay 22-25), dan sesudah itu ia berbicara dari sudut pandang manusia, untuk menekankan tanggung jawab mereka (ay 31,33-34a), lalu ia berbicara dari sudut pandang Allah lagi (ay 34b). 

Act 27:21 Dan karena mereka beberapa lamanya tidak makan, berdirilah Paulus di tengah-tengah mereka dan berkata: "Saudara-saudara, jika sekiranya nasihatku dituruti, supaya kita jangan berlayar dari Kreta, kita pasti terpelihara dari kesukaran dan kerugian ini! 

Act 27:22 Tetapi sekarang, juga dalam kesukaran ini, aku menasihatkan kamu, supaya kamu tetap bertabah hati, sebab tidak seorangpun di antara kamu yang akan binasa, kecuali kapal ini. 

Act 27:23 Karena tadi malam seorang malaikat dari Allah, yaitu dari Allah yang aku sembah sebagai milik-Nya, berdiri di sisiku, 

Act 27:24 dan ia berkata: Jangan takut, Paulus! Engkau harus menghadap Kaisar; dan sesungguhnya oleh karunia Allah, maka semua orang yang ada bersama-sama dengan engkau di kapal ini akan selamat karena engkau. 

Act 27:25 Sebab itu tabahkanlah hatimu, saudara-saudara! Karena aku percaya kepada Allah, bahwa semuanya pasti terjadi sama seperti yang dinyatakan kepadaku. 

Act 27:26 Namun kita harus mendamparkan kapal ini di salah satu pulau." 

Act 27:27 Malam yang keempat belas sudah tiba dan kami masih tetap terombang-ambing di laut Adria. Tetapi kira-kira tengah malam anak-anak kapal merasa, bahwa mereka telah dekat daratan. 

Act 27:28 Lalu mereka mengulurkan batu duga, dan ternyata air di situ dua puluh depa dalamnya. Setelah maju sedikit mereka menduga lagi dan ternyata lima belas depa. 

Act 27:29 Dan karena takut, bahwa kami akan terkandas di salah satu batu karang, mereka membuang empat sauh di buritan, dan kami sangat berharap mudah-mudahan hari lekas siang. 

Act 27:30 Akan tetapi anak-anak kapal berusaha untuk melarikan diri dari kapal. Mereka menurunkan sekoci, dan berbuat seolah-olah mereka hendak melabuhkan beberapa sauh di haluan. 

Act 27:31 Karena itu Paulus berkata kepada perwira dan prajurit-prajuritnya: "Jika mereka tidak tinggal di kapal, kamu tidak mungkin selamat." 

Act 27:32 Lalu prajurit-prajurit itu memotong tali sekoci dan membiarkannya hanyut. 

Act 27:33 Ketika hari menjelang siang, Paulus mengajak semua orang untuk makan, katanya: "Sudah empat belas hari lamanya kamu menanti-nanti saja, menahan lapar dan tidak makan apa-apa. 

Act 27:34 Karena itu aku menasihati kamu, supaya kamu makan dahulu. Hal itu perlu untuk keselamatanmu. Tidak seorangpun di antara kamu akan kehilangan sehelaipun dari rambut kepalanya." 

Act 27:35 Sesudah berkata demikian, ia mengambil roti, mengucap syukur kepada Allah di hadapan semua mereka, memecah-mecahkannya, lalu mulai makan. 

Act 27:36 Maka kuatlah hati semua orang itu, dan merekapun makan juga. 

Kesimpulan dari semua ini: sekalipun keselamatan dijamin tidak bisa hilang, manusia tetap mempunyai tanggung jawab untuk memelihara keselamatannya / melakukan yang terbaik. 

3) Dalam Kej 6:9 Luk 1:6 Luk 2:25 Ayub 1:1,8 kita melihat adanya orang-orang yang saleh. Ini dari sudut pandang manusia (manusia memandang mereka sebagai orang yang saleh, atau, dibandingkan manusia yang lain mereka adalah orang yang saleh). 

Dalam Ro 3:10-12,23 Yes 64:6 jelas dikatakan bahwa semua manusia adalah orang berdosa, dan segala kesalehannya seperti kain kotor. Ini dari sudut pandangan Allah. Di hadapan Allah yang maha suci, bagaimanapun salehnya seseorang, ia tetap penuh dengan dosa! 

4) Ada banyak ayat dalam Kitab Suci yang menunjukkan kemahatahuan Allah. Ini jelas merupakan ayat-ayat dari sudut pandang Allah. 

Tetapi ada ayat yang seolah-olah menunjukkan bahwa Allah itu tidak maha tahu, dan bahkan salah dalam memperkirakan. Misalnya 

a) Yer 3:7a - “PikirKu: Sesudah melakukan semuanya ini, ia akan kembali kepadaKu, tetapi ia tidak kembali”. 

b) Yer 3:19-20 - “(19) Tadinya pikirKu: ‘Sungguh Aku mau menempatkan engkau di tengah-tengah anak-anakKu dan memberikan kepadamu negeri yang indah, milik pusaka yang paling permai dari bangsa-bangsa. PikirKu, engkau akan memanggil Aku: Bapaku, dan tidak akan berbalik dari mengikuti Aku. (20) Tetapi sesungguhnya, seperti seorang isteri tidak setia terhadap temannya, demikianlah kamu tidak setia terhadap Aku, hai kaum Israel, demikianlah firman TUHAN”. 

Ini jelas merupakan ayat-ayat dari sudut pandang manusia, atau ayat-ayat dimana Allah menyatakan diriNya sesuai dengan kapasitas pengertian manusia yang terbatas. 

HERMENEUTIK 3 
ARTI KATA 

I) Nama (tempat, kota, gunung, orang). 

Sekalipun suatu nama ada artinya, tetapi tidak selalu ada hubungannya dengan kontext. Jadi, kadang-kadang perlu / bisa dibahas (misalnya nama ‘Yesus’ dalam Mat 1:21); tetapi kadang-kadang tidak boleh dibahas karena memang tidak ada hubungannya dengan kontext [misalnya nama ‘Teofilus’ yang berarti ‘a friend of God’ (= sahabat Allah) dalam Kis 1:1 dan Luk 1:3]. 

II) Kata biasa (kata kerja, kata benda, kata sifat). 

1) Suatu kata tidak selalu mempunyai arti yang sama. 

Suatu kata sering mempunyai beberapa arti dan bisa saja pada suatu bagian diambil arti yang pertama dan pada bagian yang lain diambil arti yang kedua. 

Misalnya kata ‘pencobaan / mencobai’, ‘iman’, ‘percaya’, ‘selamat’, ‘jiwa’, tidak selalu sama artinya. 

Contoh: baca Yak 2:14-26. 

Kalau kita sudah pernah membaca surat-surat Paulus, maka kita akan melihat bahwa kelihatannya bagian surat Yakobus ini ber­tentangan dengan banyak bagian surat-surat Paulus (Ro 3:28 kelihatannya bertentangan dengan Yak 2:24; Ro 4:1-4 dan Gal 3:6 kelihatannya bertentangan dengan Yak 2:21). 

Ada beberapa hal yang perlu dimengerti untuk bisa memperdamai­kan / mengharmoniskan Paulus dan Yakobus: 

a) Mereka mempunyai perbedaan tujuan. 

Paulus menuliskan suratnya untuk orang-orang yang terpengaruh oleh ajaran Yahudi yang menekankan keselamatan karena perbuatan baik (bdk. Kis 15:1-2). Karena itu Paulus justru mene­kankan habis-habisan bahwa hanya imanlah yang menyebabkan kita diselamatkan (Ro 3:27-28 Gal 2:16,21 Ef 2:8-9). 

Tetapi Yakobus menulis kepada orang-orang yang sekalipun mengaku sebagai orang kristen, tetapi hidupnya sama sekali tidak mirip hidup kristen. Karena itu ia justru menekankan perbuatan baik. 

b) Mereka menggunakan kata-kata yang sama tetapi dengan arti yang berbeda. 

1. Istilah ‘pekerjaan / perbuatan baik’. 

Kalau Paulus menggunakan istilah ini maka ia memaksudkannya sebagai sesuatu yang digunakan untuk menyelamatkan diri kita. Karena itu maka ia berkata bahwa perbuatan baik tidak diperlukan (yang menyebabkan kita selamat hanyalah iman!). 

Tetapi kalau Yakobus menggunakan istilah ini, ia memaksudkannya sebagai akibat / hasil dari keselamatan. Karena itu ia mengatakan bahwa perbuatan baik harus ada dalam diri orang kristen. 

2. Istilah ‘iman / percaya’. 

Kalau Paulus menggunakan istilah ini, maka ia menunjuk pada iman kepada Yesus Kristus (saving faith / iman yang menyelamatkan). 

Tetapi kalau Yakobus menggunakan istilah ini, maka ia memaksudkan ‘pengakuan percaya dengan mulut’ (bdk. Yak 2:14 - ‘seorang mengatakan bahwa ia mempunyai iman’). 

3. Istilah ‘dibenarkan’. 

Kalau Paulus menggunakan istilah ini, maka artinya adalah ‘orangnya dibenarkan oleh Allah’. 

Tetapi kalau Yakobus memakai istilah ini, maka maksudnya adalah ‘pengakuan orang itu yang dibenarkan’ (artinya: pengakuannya benar / tidak dusta). 

Kesimpulan: 

Dalam Yak 2:14-26 ini Yakobus punya satu tujuan pengajaran: pengakuan percaya tidak boleh / tidak bisa dipisahkan dari perbuatan baik. Sebaliknya pengakuan percaya harus dibuktikan kebenarannya melalui perbuatan baik. 

Mungkin ia menuliskan bagian ini untuk memberi keseimbangan terhadap doktrin salvation by faith [= keselamatan oleh iman] yang diajarkan oleh Paulus, atau mungkin ia menuliskan bagian ini untuk memberi keseimbangan terhadap tulisannya sendiri tentang ‘hukum yang memerdekakan’ (Yak 1:25 2:12). Dengan demikian secara keselu­ruhan ia mengajarkan bahwa sekalipun orang kristen sudah dimer­dekakan dari dosa oleh iman kepada Kristus, itu tidak boleh diartikan bahwa orang kristen lalu merdeka untuk berbuat dosa! 

2) Kadang-kadang suatu kata mengalami perkembangan dalam artinya. 

Baik sekali untuk membahas perkembangan arti tersebut, tetapi kita harus membahas dalam bahasa aslinya, bukan bahasa Inggris / Indonesianya. 

Contoh yang benar: membahas perkembangan kata ‘mamon’ dalam Mat 6:24. 

Wiliam Barclay memberikan penjelasan tentang kata ‘Mamon’. Ia mengatakan bahwa ‘mamon’ berarti ‘milik secara materi’ / ’material possessions’ dan ini sebetulnya bukanlah suatu kata yang mengandung arti buruk. 

Tetapi dalam sejarah ada perkembangan arti dari kata ‘mamon’ itu. 

a) Mamon berasal dari suatu kata yang berarti ‘to entrust’ [= mempercayakan]. Jadi, mula-mula mamon diartikan sebagai harta yang dipercayakan kepada bank / orang lain. 

b) Lama kelamaan, mamon bukan lagi sesuatu yang dipercayakan tetapi menjadi sesuatu yang dipercayai. 

c) Akhirnya, mamon menjadi dewa dalam hidup manusia dan lalu ditulis dengan huruf besar (Mamon). 

Jadi, dari perkembangan arti kata ‘mamon’ ini terlihat bahwa mamon yang mula-mula tidak ada jeleknya itu makin lama makin menjerat manusia. 

Contoh yang salah: membahas kata ‘kekuatan / power’ dalam Ro 1:16. Banyak orang yang membahas kata bahasa Inggris ‘dynamite’ [= dinamit] yang diturunkan dari kata bahasa Yunani DUNAMIS (yang diterjemahkan kekuatan / power dalam Ro 1:16 tersebut), padahal kata Yunani DUNAMIS belum tentu mengandung arti seperti dynamite. Ini dilakukan oleh sebuah buku Saat Teduh (‘Streams in the Desert’, vol I, April 8), yang menterjemahkan 2Kor 12:10, dengan mengubah kata-kata ‘maka aku kuat’ menjadi ‘then I am dynamite’ [= maka aku adalah dinamit]. 

III) Macam-macam arti kata. 

Suatu kata bisa diartikan secara: 

1) Literal / hurufiah. 

2) Figurative / kiasan. 

3) Symbolic / lambang. 

Kalau salah pilih, tentu saja artinya jadi kacau. Misalnya seperti dalam Mat 16:5-12 Yoh 2:18-21 Yoh 11:11-13. 

Contoh: 

1) Kata ‘pedang’. 

a) Bisa diartikan secara hurufiah, dalam arti betul-betul menunjuk pada pedang biasa. 

Contoh: 

1. Mat 26:51 - Petrus membacok telinga hamba imam besar dengan pedang. 

2. Bil 22:29 - Bileam tidak mempunyai pedang untuk membunuh keledainya. 

b) Bisa diartikan sebagai kiasan, dan menunjuk pada: 

1. Hukuman / hak menghukum (Ro 13:4 - “Tidak percuma pemerintah menyandang pedang”). 

2. Peperangan / pertengkaran / perpisahan (Mat 10:34 - “Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang”). 

3. Peperangan / pertumpahan darah (2Sam 12:10 - karena Daud berzinah dan membunuh, maka Tuhan memberi hukuman yaitu: “pedang tidak akan menyingkir dari keturunanmu sampai selamanya”). 

c) Bisa diartikan sebagai lambang dan menunjuk pada Firman Tuhan. 

Contoh: 

1. Ef 6:17 - “pedang Roh, yaitu Firman Allah”. 

2. Ibr 4:12 - “Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita”. 

Kadang-kadang tidak mudah untuk mengatakan apakah suatu kata termasuk hurufiah, kiasan atau lambang. Contohnya kata ‘pedang’ dalam Luk 22:35-38, yang akan saya jelaskan di bawah ini. 

Luk 22:35-38 - “(35) Lalu Ia berkata kepada mereka: ‘Ketika Aku mengutus kamu dengan tiada membawa pundi-pundi, bekal dan kasut, adakah kamu kekurangan apa-apa?’ (36) Jawab mereka: ‘Suatupun tidak.’ KataNya kepada mereka: ‘Tetapi sekarang ini, siapa yang mempunyai pundi-pundi, hendaklah ia membawanya, demikian juga yang mempunyai bekal; dan siapa yang tidak mempunyainya hendaklah ia menjual jubahnya dan membeli pedang. (37) Sebab Aku berkata kepada kamu, bahwa nas Kitab Suci ini harus digenapi padaKu: Ia akan terhitung di antara pemberontak-pemberontak. Sebab apa yang tertulis tentang Aku sedang digenapi.’ (38) Kata mereka: ‘Tuhan, ini dua pedang.’ JawabNya: ‘Sudah cukup.’”. 

a. Dalam Luk 22:35-36a, Yesus dan murid-muridNya membicarakan peristiwa dalam: 

(1) Luk 9:1-6 / Mat 10:5-15. 

(2) Luk 10:1-12,17-20. 

Saat itu orang-orang yang diutus oleh Yesus tidak kekurangan apa-apa sekalipun mereka pergi tanpa membawa apa-apa. 

b. Luk 22:35-36 ini menunjukkan bahwa akan terjadi kontras yang sangat besar antara dulu dan sekarang. Dulu mereka enak, banyak orang mau menerima mereka, menjamu mereka dsb. Tetapi sekarang / sebentar lagi, keadaan akan berubah, dan hidup maupun pelayanan mereka akan menjadi sukar dan berat. 

Ada 2 hal yang bisa kita dapatkan dari bagian ini: 

(1) Text-text seperti Luk 9:1-6 / Mat 10:5-15 / Luk 10:1-12,17-20 tidak boleh dijadikan dasar untuk mengutus seorang hamba Tuhan / misionaris tanpa bekal apa-apa. 

Luk 22:35-36 ini menunjukkan secara jelas bahwa Luk 9:1-6 / Mat 10:5-15 / Luk 10:1-12,17-20 itu berlaku untuk sementara saja! 

(2) Tuhan tidak selalu mau melakukan mujijat. Kalau misalnya Tuhan itu mau selalu melakukan mujijat seperti: 

(a) Gagak yang memberi makan Elia. 

(b) 5 roti dan 2 ikan untuk 5000 orang. 

maka jelas bahwa murid-murid itu tetap tidak perlu membawa bekal, uang dsb.! 

c. Luk 22:37 menunjukkan alasan mengapa kontras dulu dan sekarang itu akan terjadi. 

(1) Luk 22:37 ini merupakan kutipan dari Yes 53:12. 

Kristus yang adalah orang benar itu, harus dianggap sebagai ‘pemberontak’ [NIV/NASB: ‘transgressors’ (= pelanggar hukum)] supaya kita yang adalah pemberontak / pelanggar hukum (bdk. Yes 53:5) bisa dianggap sebagai orang benar! Bdk. 2Kor 5:21. 

(2) Yesus mengutip Yes 53:12 ini untuk menunjukkan bahwa Firman Tuhan sudah menubuatkan bahwa Ia akan dianggap sebagai pemberon­tak / pelanggar hukum, dan sebentar lagi nubuat itu akan terge­napi: 

(a) Mat 26:47,55 - Ia ditangkap seperti penyamun. 

(b) Mat 26:65 - Ia dianggap sebagai penghujat. 

(c) Mat 27:63 - Ia dianggap sebagai penyesat [NIV: deceiver (= penipu)]. 

(d) Salib adalah hukuman untuk orang yang sangat jahat dan terkutuk (Gal 3:13 Ul 21:23). 

Ia mati di antara 2 penjahat (bdk. Yes 53:9,12 Mark 15:27-28). 

Karena Ia dianggap sebagai orang jahat, maka jelas bahwa murid-muridNya juga tidak akan diterima seperti dulu! Inilah yang menyebabkan hidup dan pelayanan murid-murid akan menjadi berat dan sukar. 

d. Apa arti ‘pedang’ dalam Luk 22:36? 

Adam Clarke: “I must confess that the matter about the swords appears to me very obscure. I am afraid I do not understand it, and I know of none who does” [= Saya harus mengakui bahwa persoalan tentang pedang ini kelihatan sangat kabur bagi saya. Saya tidak mengertinya dan saya tidak tahu ada orang yang mengerti hal ini]. 

Ada bermacam-macam penafsiran tentang kata ‘pedang’ dalam Luk 22:36 ini: 

(1) Kata ini diallegorikan, dan diartikan sebagai Firman Tuhan (bdk. Ef 6:17). Bahkan ada orang yang menambahkan bahwa ‘2 pedang’ dalam Luk 22:38 menunjuk pada Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru! 

Keberatan terhadap pandangan ini: 

(a) Tidak ada alasan yang menyebabkan bagian ini boleh dialegorikan seperti itu. Dan kalaupun mau dialegorikan, apa dasarnya untuk mengatakan bahwa pedang melambangkan Firman Tuhan? Bahwa dalam Ef 6:17 pedang menggambarkan Firman Tuhan, itu tidak berarti bahwa disini juga harus begitu! Disamping itu, kalau pedang diartikan sebagai Firman Tuhan, lalu apa artinya ‘menjual jubah’ di sini? 

(b) Saat itu belum ada Perjanjian Baru! 

(c) Pedang yang digunakan oleh Petrus dalam Mat 26:51 jelas adalah salah satu dari 2 pedang dalam Luk 22:38! Jadi jelas bahwa itu adalah pedang sungguhan! 

(2) Ada yang menghurufiahkan kata pedang dalam Luk 22:36 ini. 

Jadi mereka mengartikan bahwa Yesus betul-betul menyuruh mereka yang tidak mempunyai pedang untuk menjual jubahnya dan membeli pedang. 

Keberatan terhadap pandangan ini: kalau memang Yesus menyuruh membeli pedang sungguhan, mengapa waktu Petrus menggunakan pedang itu, Yesus justru mene­gurnya (Mat 26:51-52)? 

Jawab terhadap keberatan ini: Yesus memaksudkan pedang itu untuk melindungi diri mereka sendiri, bukan untuk melindungi Yesus. 

Keberatan terhadap jawaban ini: 

(a) Bahwa orang kristen harus menjaga diri dengan pedang pada waktu mengalami masa sukar dalam pelayanan, adalah sesuatu yang bertentangan dengan seluruh Kitab Suci. Kekristenan tidak pernah boleh dipertahankan / disebarkan dengan kekerasan. 

(b) Setelah Yesus naik ke surga sekalipun tidak pernah ada murid yang betul-betul membawa pedang untuk menjaga diri. 

(3) Di sini Yesus berbicara secara figurative [= dalam arti kiasan]. 

Ia tidak memaksudkan mereka betul-betul harus menjual jubah untuk membeli pedang. Seluruh ay 36 hanya menunjukkan bahwa hidup dan pelayanan akan menjadi sukar dan berat, dan karena itu mereka perlu untuk lebih berjaga-jaga / berhati-hati. 

Ini adalah pandangan dari mayoritas penafsir, dan inilah pandangan yang saya terima. 

e. Luk 22:38 menunjukkan bahwa murid-murid itu salah mengerti kata-kata Yesus. Mereka menghurufiahkan kata-kata Yesus itu! 

Tetapi, kalau memang mereka salah mengerti, mengapa Yesus lalu berkata ‘sudah cukup’ (Luk 22:38b)? 

Jawab: Kata-kata ‘sudah cukup’ ini jelas tidak menunjuk pada 2 pedang yang ditunjukkan oleh murid-murid kepada Yesus, karena: 

(1) Kalau kata-kata ini memang menunjuk pada 2 pedang itu, maka jelas bahwa ‘pedang’ dalam Luk 22:36 mempunyai arti hurufiah. Tetapi kalau ‘pedang’ dalam Luk 22:36 itu mempunyai arti hurufiah, maka jelas bahwa 2 pedang itu tidak mungkin cukup untuk 11 orang. Dengan demikian, kata-kata ‘sudah cukup’ dalam Luk 22:38 itu akan ber­tentangan dengan kata-kata ‘dan siapa yang tidak mempunyainya hendaklah ia menjual jubahnya dan membeli pedang’ dalam Luk 22:36. 

(2) Terjemahan hurufiah dari kata-kata itu adalah ‘It is enough’ (bentuk tunggal), bukan ‘they are enough’ (bentuk jamak), sehingga tidak mungkin menunjuk pada dua buah pedang! 

Kalau memang kata-kata ‘sudah cukup’ itu tidak menunjuk pada 2 pedang itu, lalu menunjuk kepada apa? Jelas menunjuk pada pembicaraan mereka. Jadi, Yesus menghentikan pembicaraan tentang hal itu, mungkin karena Ia merasa jengkel dengan kebodohan murid-murid yang selalu tidak mengerti apa yang Ia katakan, atau karena memang saat itu sudah tidak ada waktu bagiNya untuk menjelaskan hal itu. 

2) Kata ‘api’. 

a) Bisa diartikan secara hurufiah, dimana kata ‘api’ betul-betul menunjuk pada ‘api biasa’. 

Contoh: 

1. Bil 11:1-2 - karena Israel bersungut-sungut, Tuhan menjadi murka dan menghukum mereka dengan api. 

2. Yoh 21:9 - “Ketika mereka tiba di darat, mereka melihat api arang dan di atasnya ada ikan dan roti”. 

b) Bisa diartikan secara kiasan, dan menunjuk pada: 

1. Hukuman (Mat 3:12 - “debu jerami itu akan dibakarnya dengan api yang tidak terpadamkan”). 

2. Penderitaan / kesukaran (Maz 66:12 - “... kami telah menempuh api dan air; tetapi Engkau telah mengeluarkan kami sehingga bebas”). 

3. Perlindungan (Zakh 2:5 - “Aku sendiri, demikianlah firman TUHAN, akan menjadi tembok berapi baginya di sekelilingnya”). 

c) Bisa diartikan sebagai lambang, dan menunjuk pada: 

1. Firman Tuhan (Yer 23:29 - “Bukankah firmanKu seperti api, demikianlah firman TUHAN”). 

2. Roh Kudus (Kis 2:3 - ada lidah api yang hinggap pada orang-orang kristen dan mereka lalu penuh dengan Roh Kudus). 

Sebetulnya api di sini adalah api biasa, tetapi ada yang menganggap bahwa api di sini juga merupakan simbol kehadiran Roh Kudus. 

3) Kata ‘air’. 

a) Bisa diartikan secara hurufiah, dan menunjuk pada air biasa, seperti dalam Kej 21:14-19 Mat 17:15 Mat 14:29. 

b) Bisa diartikan sebagai kiasan dan menunjuk pada kesukaran / penderitaan, seperti dalam Maz 66:12. 

Maz 66:12 - “Engkau telah membiarkan orang-orang melintasi kepala kami, kami telah menempuh api dan air; tetapi Engkau telah mengeluarkan kami sehingga bebas.”. 

c) Bisa diartikan sebagai lambang, dan menunjuk pada: 

1. Roh Kudus (Yeh 47:1-5). 

Yeh 47:1-5 - “(1) Kemudian ia membawa aku kembali ke pintu Bait Suci, dan sungguh, ada air keluar dari bawah ambang pintu Bait Suci itu dan mengalir menuju ke timur; sebab Bait Suci juga menghadap ke timur; dan air itu mengalir dari bawah bagian samping kanan dari Bait Suci itu, sebelah selatan mezbah. (2) Lalu diiringnya aku ke luar melalui pintu gerbang utara dan dibawanya aku berkeliling dari luar menuju pintu gerbang luar yang menghadap ke timur, sungguh, air itu membual dari sebelah selatan. (3) Sedang orang itu pergi ke arah timur dan memegang tali pengukur di tangannya, ia mengukur seribu hasta dan menyuruh aku masuk dalam air itu, maka dalamnya sampai di pergelangan kaki. (4) Ia mengukur seribu hasta lagi dan menyuruh aku masuk sekali lagi dalam air itu, sekarang sudah sampai di lutut; kemudian ia mengukur seribu hasta lagi dan menyuruh aku ketiga kalinya masuk ke dalam air itu, sekarang sudah sampai di pinggang. (5) Sekali lagi ia mengukur seribu hasta lagi, sekarang air itu sudah menjadi sungai, di mana aku tidak dapat berjalan lagi, sebab air itu sudah meninggi sehingga orang dapat berenang, suatu sungai yang tidak dapat diseberangi lagi.”. 

2. Firman Tuhan (Maz 1:2-3). 

Maz 1:2-3 - “(2) tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. (3) Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil.”. 

4) Kata ‘anggur’. 

a) Bisa diartikan secara hurufiah dan menunjuk pada anggur biasa, seperti dalam Yoh 2:1-11 Luk 10:34. 

b) Bisa diartikan sebagai kiasan dan menunjuk pada cinta, seperti dalam Kidung Agung 1:2. 

Kid 1:2 - “ - Kiranya ia mencium aku dengan kecupan! Karena cintamu lebih nikmat dari pada anggur,”. 

c) Bisa diartikan sebagai lambang dan menunjuk pada darah Kristus (Mat 26:26-28). 

Mat 26:26-28 - “(26) Dan ketika mereka sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-muridNya dan berkata: ‘Ambillah, makanlah, inilah tubuhKu.’ (27) Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: ‘Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. (28) Sebab inilah darahKu, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa.”. 

Catatan: di sini anggur juga ada arti hurufiahnya, karena mereka juga minum anggur sungguh-sungguh, tetapi sekaligus juga melambangkan darah Kristus. 

5) Kata ‘merpati’. 

a) Bisa diartikan secara hurufiah, dan menunjuk pada merpati biasa, seperti dalam Kej 8:8 Yoh 2:16. 

b) Bisa diartikan sebagai kiasan dan menunjuk pada ketulusan / innocency (= keadaan tidak bersalah), seperti dalam Mat 10:16. 

Mat 10:16 - “‘Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.”. 

c) Bisa diartikan sebagai lambang, dan menunjuk pada Roh Kudus seperti dalam Mat 3:16. 

Mat 3:16 - “Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke atasNya,”. 

6) Kata ‘terang’. 

a) Bisa diartikan secara hurufiah, dan menunjuk pada terang biasa, seperti dalam Kej 1:3,14-18. 

b) Bisa diartikan sebagai kiasan dan menunjuk pada keadaan enak / diberkati, seperti dalam Amsal 4:18. 

Ams 4:18 - “Tetapi jalan orang benar itu seperti cahaya fajar, yang kian bertambah terang sampai rembang tengah hari.”. 

c) Bisa diartikan sebagai lambang, dan menunjuk pada: 

1. Firman Tuhan (Maz 119:105). 

Maz 119:105 - “FirmanMu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.”. 

2. Yesus (Yoh 1:5,9 Yoh 8:12 Yoh 9:5). 

Yoh 1:5,9 - “(5) Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya. … (9) Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia.”. 

Yoh 8:12 - “Maka Yesus berkata pula kepada orang banyak, kataNya: ‘Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup.’”. 

3. Orang kristen (Mat 5:14 Ef 5:8). 

Mat 5:14 - “Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi.”. 

Ef 5:8 - “Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang,”. 

7) Kata ‘angin / badai’. 

a) Bisa diartikan secara hurufiah, dan menunjuk pada angin biasa, seperti dalam Kej 8:1b Mat 8:24. 

b) Bisa diartikan sebagai kiasan dan menunjuk pada problem / penderitaan, seperti dalam Mat 7:25-27. 

Mat 7:25-27 - “(25) Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu. (26) Tetapi setiap orang yang mendengar perkataanKu ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. (27) Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya.’”. 

c) Bisa diartikan sebagai lambang, dan menunjuk pada Roh Kudus, seperti dalam Yoh 3:8. 

Yoh 3:8 - “Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi engkau tidak tahu dari mana ia datang atau ke mana ia pergi. Demikianlah halnya dengan tiap-tiap orang yang lahir dari Roh.’”. 

Kesalahan yang banyak terjadi pada jaman sekarang adalah menafsirkan suatu kata yang sebetulnya berarti hurufiah sebagai simbol / lambang. 

Contoh: 

1) Yoh 2:1-11 - ‘anggur’ ditafsirkan sebagai cinta. Orang yang kehabisan cinta dalam pernikahan, dipulihkan oleh Yesus. 

2) Mat 14:29 - ‘air’ ditafsirkan sebagai Firman Tuhan; jadi Petrus berjalan di atas Firman Tuhan. 

3) Mat 17:15 - ‘air dan api’ ditafsirkan sebagai dosa satu dan dosa lain; jadi setan membanting orang itu dari satu dosa ke dosa lain. 

4) Bil 22:29 - Bileam tidak punya pedang, ditafsirkan: Bileam tidak punya Firman Tuhan. 

5) Kej 2:10-14 - ‘sungai’ ditafsirkan sebagai karunia. 

6) Yoh 21:1-14 - ‘ikan’ ditafsirkan sebagai bangsa. 

7) Kel 3:5 - ‘kasut’ ditafsirkan sebagai dosa. Orang yang mau datang kepada Tuhan harus meninggalkan dosa. 

8) Kis 20:7-12 - ‘jendela’ ditafsirkan sebagai perbatasan antara gereja dan dunia. 

9) 2Raja 5 - ‘kusta’ ditafsirkan sebagai dosa. 

10) Yoel 2:23 - ‘hujan awal’ ditafsirkan sebagai pencurahan karunia bahasa Roh pada hari Pentakosta, sedangkan ‘hujan akhir’ ditafsirkan sebagai pencurahan karunia bahasa Roh pada jaman ini (abad 20). 

11) Kej 3:7,21 - ‘daun-daun’ ditafsirkan sebagai agama-agama, sedangkan ‘kulit binatang’ ditafsirkan sebagai Kristus. 

12) Yoh 13:30 - kata ‘malam’ diartikan secara kiasan / lambang. 

Wiliam Barclay: “Judas went out - and it was night. John has a way of using words in the most pregnant way. It was night for the day was late; but there was another night there. It is always night when a man goes from Christ to follow his own purposes. It is always night when a man listens to the call of evil rather than the summons of good. It is always night when hate puts out the light of love. It is always night when a man turns his back on Jesus” [= Yudas keluar - dan saat itu sudah malam. Yohanes mempunyai cara menggunakan kata-kata sehingga sarat dengan arti. Itu sudah malam karena hari itu sudah larut; tetapi ada ‘malam’ yang lain di sini. Selalu merupakan ‘malam’ kalau seseorang meninggalkan Kristus untuk mengikuti tujuan / rencananya sendiri. Selalu merupakan ‘malam’ pada waktu seseorang lebih mendengarkan panggilan kejahatan dari pada panggilan kebaikan. Selalu merupakan ‘malam’ pada waktu kebencian memadamkan terang dari kasih. Selalu merupakan ‘malam’ pada waktu seseorang menghadapkan punggungnya terhadap Yesus] - hal 147. 

Thomas Whitelaw: “Perhaps also symbolical of the spiritual condition of the traitor, within whom, as well as round whom, it was night” [= Mungkin juga merupakan simbol dari kondisi rohani dari si pengkhianat, di dalam siapa, dan juga di sekitar siapa, itu adalah malam] - hal 295. 

Pulpit Commentary: “The night into which Judas stepped forth was but a faint figure of the deeper night of a soul into which Satan had entered” [= Malam ke dalam mana Yudas melangkah merupakan suatu gambaran yang samar-samar dari malam yang lebih dalam dari sebuah jiwa ke dalam mana Setan telah masuk] - hal 200. 

Leon Morris (NICNT): “‘Night’ is more than a time note. In view of the teaching of this Gospel as a whole it must be held to point us to the strife between light and darkness and to the night, the black night, that was in the soul of Judas (cf. 11:10). He had cut himself off from the light of the world and accordingly shut himself up to night” [= ‘Malam’ merupakan sesuatu yang lebih dari sekedar petunjuk waktu. Dari sudut pandang pengajaran dari Injil ini secara keseluruhan, itu harus dianggap sebagai menunjukkan kepada kita peperangan antara terang dan kegelapan dan pada malam, malam yang gelap, yang ada dalam jiwa Yudas (bdk. 11:10). Ia telah memotong dirinya sendiri dari terang dunia dan karena itu mengurung dirinya pada malam] - hal 628. 

John G. Mitchell: “Not to have Jesus Christ in your heart and life means night. ... Here is Judas who spent three and a half years with his wonderful Savior. And when he left, he not only went out into the darkness at midnight, but he went out into impenetrable darkness” [= Tidak mempunyai Yesus dalam hati dan hidupmu berarti ‘malam’. ... Di sinilah Yudas yang melewatkan 3 1/2 tahun bersama dengan Juruselamatnya yang ajaib / luar biasa. Dan ketika ia pergi, ia tidak hanya pergi ke dalam kegelapan pada tengah malam, tetapi ia pergi keluar ke dalam kegelapan yang tak dapat ditembus] - hal 259. 

Bagaimanapun menariknya penafsiran yang alegoris ini, saya tetap menganggapnya sebagai salah. ‘Malam’ di sini bersifat hurufiah, seperti yang dikatakan oleh Barnes’ Notes. 

Barnes’ Notes: “It was in the evening, or early part of the night. What is recorded in the following chapters took place the same night” [= Itu terjadi pada malam, atau bagian awal dari malam itu. Apa yang dicatat dalam pasal-pasal selanjutnya terjadi pada malam yang sama] - hal 331. 

Hati-hati untuk tidak meniru kesalahan dalam contoh-contoh yang salah di atas! Yang hurufiah harus ditafsirkan sebagai hurufiah, bukan sebagai kiasan / lambang! 

Suatu kesalahan yang juga sangat sering terjadi adalah dimana orang merohanikan sesuatu yang bersifat jasmani. 

Contoh: 

a) Peristiwa Yesus menyembuhkan orang buta, diterapkan pada kebutaan rohani. 

b) Peristiwa Yesus menyembuhkan orang lumpuh, diterapkan pada kelumpuhan rohani. 

c) Peristiwa Yesus menyembuhkan orang mati, diterapkan pada kematian rohani. 

Sebagai patokan perlu diketahui bahwa: 

1. Cerita sejarah (Historical Narrative) harus diartikan secara hurufiah. 

2. Syair mengandung banyak kiasan / figurative. 

3. Allegory / Apocaliptic literature mengandung banyak lambang / symbol. 

HERMENEUTIK 4 SIMILE & METAPHOR PARABLE & ALLEGORY 

I) Simile & Metaphor. 

A) Simile. 

Ciri-ciri Simile: 

1) Ini adalah perbandingan yang dinyatakan (expressed comparison) antara 2 hal. 

2) Selalu menggunakan kata ‘seperti’ (‘like / as’). 

Contoh: 

Yer 23:29 - “Bukankah firmanKu seperti api, demikianlah firman TUHAN dan seperti palu yang menghancurkan bukit batu?”. 

3) Dalam membandingkan, maka 2 hal yang diperbandingkan itu tetap dipisah (tidak dicampur aduk). 

Contoh: 

Yes 55:10-11 - “(10) Sebab seperti hujan dan salju turun dari langit dan tidak kembali ke situ, melainkan mengairi bumi, membuatnya subur dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, memberikan benih kepada penabur dan roti kepada orang yang mau makan, (11) demikianlah firmanKu yang keluar dari mulutKu: ia tidak akan kembali kepadaKu dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya”. 

Ay 10 membicarakan hal pertama (hujan dan salju), sedangkan ay 11 membicarakan hal ke 2 (firman Tuhan). 

B) Metaphor. 

Ciri-ciri Metaphor: 

1) Ini juga merupakan suatu perbandingan antara 2 hal, tetapi perbandingannya tidak dinyatakan (‘unexpressed / implied comparison’). 

2) Tidak ada kata ‘seperti’. 

3) 2 hal yang diperbandingkan itu dicampur. 

Contoh: Yoh 8:12 - ‘Akulah Terang Dunia’. 

Di sini pencampuran itu tidak terlalu kelihatan, tetapi pencampuran itu akan lebih terlihat dalam Allegory yang merupakan ‘extended Metaphor’ [= Metaphor yang panjang]. 

C) Penafsiran Simile & Metaphor. 

Satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam penafsiran Simile dan Metaphor adalah: baik Simile maupun Metaphor hanya menekankan adanya persamaan-persamaan tertentu antara 2 hal yang diperbandingkan itu (jadi bukan segala sesuatunya sama!). 

Ini sama seperti kalau dalam pembicaraan sehari-hari saya berkata: ‘orang itu seperti keledai’, maka itu tentu tidak berarti bahwa orang itu berkaki empat, mempunyai ekor, berwarna abu-abu, dsb. Saya hanya memaksudkan adanya persamaan tertentu antara keledai dan orang itu, yaitu sama-sama bodoh. 

Contoh: 

Mat 5:13 - ‘kamu adalah garam dunia’. 

Metaphor ini menunjukkan adanya persamaan tertentu antara garam dan orang kristen. Misalnya: garam mencegah kebusukan, mengenakkan makanan, mengasinkan / mempengaruhi makanan. Orang kristen juga harus demikian. Ini semua adalah persamaan-persamaan yang dapat diambil. Tetapi ada hal-hal yang tidak cocok antara orang Kristen dan garam. Misalnya: 

· Garam berfungsi untuk membunuh bekicot; kita tentu tidak bisa berkata bahwa orang Kristen harus memusuhi / membunuh bekicot. 

· Makanan yang terlalu banyak garam, rasanya justru jadi tidak enak; ini tentu tidak bisa dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa dalam dunia sebaiknya hanya ada sedikit orang Kristen. 

Kalau hal ini tidak diperhatikan, dan kita menganggap bahwa 2 hal yang diperbandingkan itu sama dalam segala hal, maka sudah pasti akan terjadi ajaran yang kacau. 

Contoh: 

Salah satu ayat yang dipakai oleh orang yang pro Toronto Blessing adalah Yer 23:9 yang berbunyi: “Mengenai nabi-nabi. Hatiku hancur dalam dadaku, segala tulangku goyah. Keadaanku seperti orang mabuk, seperti laki-laki yang terlalu banyak minum anggur, oleh karena TUHAN dan oleh karena firmanNya yang kudus”. 

Adanya kata-kata ‘seperti orang mabuk’ dan ‘seperti laki-laki yang terlalu banyak minum anggur’, dipakai sebagai dasar untuk mengatakan bahwa pada saat itu nabi Yeremia mengalami hal-hal seperti yang dialami oleh orang-orang yang terkena Toronto Blessing, seperti terhuyung-huyung, bergerak seperti orang sakit ayan, roboh dan berguling-guling di lantai, muntah-muntah, ngomong ngelantur tidak karuan, dsb. 

Jadi, terlihat bahwa di sini orang yang pro Toronto Blessing ini menyamakan 2 hal yang diperbandingkan itu dalam segala hal (atau setidaknya mereka mengambil terlalu banyak persamaan), padahal ayat itu hanya memaksudkan persamaan tertentu saja antara Yeremia dan orang mabuk. Mungkin maksudnya hanya: Yeremia merasa lemas, sama seperti orang mabuk. 

Harus diakui bahwa tidak selalu gampang diketahui persamaan yang mana yang boleh diambil, dan persamaan yang mana yang tidak boleh diambil. Untuk bisa mengetahui hal itu, tentu kita harus melihat: 

¨ kontexnya. 

¨ seluruh Kitab Suci. 

Kalau kita mengambil persamaan yang ternyata menghasilkan ajaran yang out of context, atau ajaran yang menentang bagian lain dari Kitab Suci, maka itu berarti kita mengambil persamaan yang salah. 

II) Parable [= perumpamaan]. 

A) Ciri-ciri Parable / perumpamaan. 

1) Parable / perumpamaan adalah Simile yang panjang (extended Simile). 

2) Dalam Parable / perumpamaan sering (tapi tidak selalu) digunakan kata ‘seperti’. 

Contoh: 

Mat 13:24 - “Yesus membentangkan suatu perumpamaan lain lagi kepada mereka, kataNya: Hal Kerajaan Sorga itu seumpama orang yang menaburkan benih yang baik di ladangnya”. 

Kata ‘seumpama’ di sini seharusnya adalah ‘seperti’. 

Tetapi pada waktu Yesus menceritakan perumpamaan dalam Mat 13:3-dst, Ia tidak menggunakan kata ‘seperti’. 

3) 2 hal yang diperbandingkan (perumpamaan dan arti / penerapannya) tetap dipisahkan (tidak dicampur). 

Contoh: 

Dalam Mat 13:47-50, ay 47-48 adalah perumpamaannya, sedangkan penerapan / artinya ada pada ay 49-50. 

Mat 13:47-50 - “(47) ‘Demikian pula hal Kerajaan Sorga itu seumpama pukat yang dilabuhkan di laut, lalu mengumpulkan berbagai-bagai jenis ikan. (48) Setelah penuh, pukat itupun diseret orang ke pantai, lalu duduklah mereka dan mengumpulkan ikan yang baik ke dalam pasu dan ikan yang tidak baik mereka buang. (49) Demikianlah juga pada akhir zaman: Malaikat-malaikat akan datang memisahkan orang jahat dari orang benar, (50) lalu mencampakkan orang jahat ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi.”. 

4) Biasanya hanya menekankan 1 kebenaran rohani dan biasanya fokus / arah dari perumpamaan itu terlihat dengan jelas. 

Contoh: 

a) Luk 15:4-7 - Allah senang kalau orang berdosa bertobat. 

b) Luk 18:1-8 - kita harus berdoa dengan tekun. 

c) Luk 18:9-14 - harus berdoa / menghadap Tuhan dengan rendah hati / sadar akan keberdosaannya. 

Tetapi kadang-kadang toh ada perumpamaan yang mengandung banyak kebenaran rohani dan yang fokus / arahnya tidak terlihat dengan jelas. 

Contoh: Luk 16:19-31 (cerita tentang Lazarus dan orang kaya). 

Catatan: apakah Luk 16:19-31 itu adalah suatu perumpamaan atau bukan, adalah suatu hal yang banyak diperdebatkan. Saya sendiri menganggapnya bukan perumpamaan. 

B) Tujuan Parable. 

1) Memperjelas suatu kebenaran sehingga lebih mudah dimengerti dan lebih mudah untuk diingat. 

Contoh: 

a) Kalau Yesus hanya sekedar mengatakan: ‘Tekunlah berdoa’, maka murid-murid akan melupakannya dalam waktu yang singkat. Tetapi dengan memberikan Luk 18:1-8, ajaran itu akan menancap dalam diri setiap murid. 

b) Kalau Yesus hanya mengajar: ‘Ampunilah sesamamu’, maka mungkin sekali murid-murid akan segera lupa. Tetapi dengan memberikan Mat 18:21-35 maka ajaran itu akan lebih mudah diingat. 

2) Kebalikan dari yang no 1 tadi, kadang-kadang Parable / perumpamaan digunakan justru untuk menyembunyikan arti dari suatu ajaran. 

Contoh: 

Mat 13:10-15 - “(10) Maka datanglah murid-muridNya dan bertanya kepadaNya: ‘Mengapa Engkau berkata-kata kepada mereka dalam perumpamaan?’ (11) Jawab Yesus: ‘Kepadamu diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Sorga, tetapi kepada mereka tidak. (12) Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan; tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya. (13) Itulah sebabnya Aku berkata-kata dalam perumpamaan kepada mereka; karena sekalipun melihat, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak mendengar dan tidak mengerti. (14) Maka pada mereka genaplah nubuat Yesaya, yang berbunyi: Kamu akan mendengar dan mendengar, namun tidak mengerti, kamu akan melihat dan melihat, namun tidak menanggap. (15) Sebab hati bangsa ini telah menebal, dan telinganya berat mendengar, dan matanya melekat tertutup; supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik sehingga Aku menyembuhkan mereka’”. 

Dari tanya jawab ini terlihat bahwa Yesus menggunakan perumpamaan supaya orang lain tidak mengerti apa yang Ia ajarkan, sehingga nubuat Yesaya tergenapi. Tetapi pada waktu Ia sendirian dengan murid-muridNya, Ia lalu menjelaskan arti perumpamaan itu kepada mereka (Mat 13:18-dst). 

3) Untuk menegur. 

Contoh: 

a) 2Sam 12:1-7. 

Ini adalah cerita tentang nabi Natan yang ingin menegur Daud. Kalau dari semula Natan langsung menyatakan kesalahan Daud, mungkin sekali Daud tidak mau mendengarnya. Karena itu Natan lalu menggunakan suatu perumpamaan / cerita, dan setelah Daud bereaksi terhadap perumpamaan / cerita itu, barulah Natan menerapkan perumpamaan itu kepada diri Daud sendiri. 

b) Mat 21:33-45. 

Di sini Yesus ingin menegur imam-imam dan orang-orang Farisi. Kalau Ia langsung menegur kesalahan mereka, pasti mereka akan langsung marah, sehingga mungkin Yesus tidak bisa menyelesaikan teguranNya. Karena itu Ia menceritakan suatu perumpamaan, dan setelah itu baru menerapkannya kepada diri mereka. 

C) Menafsirkan Parable / perumpamaan. 

1) Seringkali sebelum atau sesudah Parable / perumpamaan sudah diberikan artinya atau petunjuk yang jelas mengenai arti / arah / fokus / tujuan perumpamaan itu. 

Contoh: 

a) Mat 18:21-35 - arti / petunjuknya ada pada ay 21,22,35. 

b) Mat 22:1-14 - arti / petunjuknya ada pada ay 14. 

c) Mat 25:1-13 - arti / petunjuknya ada pada ay 13. 

Kalau arti / fokus sudah diberikan, maka kita tidak boleh memberikan arti / arah / fokus yang lain. 

Contoh: 

1. Dalam Luk 8:11, kata ‘benih’ menunjuk pada ‘Firman Allah’. Kita boleh menerapkan ‘benih’ ini pada ‘Injil’ karena ‘Injil’ adalah sebagian dari ‘Firman Allah’. Tetapi kalau kita mengartikannya sebagai ‘perbuatan baik’, atau ‘doa’, maka ini tentu salah. 

2. Perumpamaan dalam Mat 7:24-27, sudah diberi arti / fokus, yaitu setelah mendengar firman kita harus melaksanakannya. 

Tetapi ada banyak pengkhotbah yang menguraikan bahwa batu yang dijadikan dasar / fondasi rumah itu adalah Kristus. Dengan demikian, perumpamaan ini bukan lagi mengkontraskan ‘orang yang mendengar tetapi tidak mentaati firman’ (ay 26a) dengan ‘orang yang mendengar firman dan mentaatinya’ (ay 24a), tetapi mengkontraskan ‘orang yang percaya kepada Kristus’ dengan ‘orang yang tidak percaya kepada Kristus’. Ini tentu saja salah, karena tidak sesuai dengan arah / fokus / tujuan perumpamaan yang sebenarnya. 

3. Luk 15:1-32 penekanan kontexnya adalah: Tuhan mau menerima orang berdosa yang bertobat. Ada beberapa ajaran yang ‘aneh / lucu’ yang diciptakan oleh orang-orang yang tidak memperhatikan penekanan kontex ini, misalnya: 

a. William Barclay memberikan komentar bahwa Yesus tidak percaya ‘total depravity’ [= doktrin Calvinisme yang mengatakan bahwa manusia itu bejad total], karena dalam ay 17, anak bungsu itu sadar sendiri. 

b. Domba yang hilang menggambarkan orang yang tersesat karena kebodohannya, dan ia dicari oleh Tuhan. Mata uang yang hilang menggambarkan orang yang tersesat bukan karena kesalahannya, dan ia juga dicari oleh Tuhan. Anak yang hilang menggambarkan orang yang sesat secara sengaja, dan ia tidak dicari oleh Tuhan. 

c. Pelagianisme mengatakan bahwa anak bungsu kembali pada bapanya tanpa perantara; jadi, manusia bisa kembali kepada Allah tanpa melalui Kristus. 

d. Seorang pendeta menafsirkan ‘jubah’ dalam Luk 15:22 sebagai ‘pengudusan’. Padahal penekanan kontex adalah penerimaan kembali sebagai anak, bukan pengudusan. 

Tetapi ada perumpamaan yang tidak diberi arti / petunjuk, mungkin karena dianggap sudah cukup jelas. 

Contoh: Luk 16:19-31 Mat 13:31-32 Mat 13:33 Mat 13:44 Mat 13:45-46. 

2) Dalam suatu perumpamaan ada fokus dan detail-detail. 

Ada 2 pandangan yang bertentangan tentang penafsiran fokus dan detail-detail ini. 

a) Chrysostom mengatakan bahwa hanya fokusnya yang penting dan harus diperhatikan, sedangkan detail-detailnya hanya merupakan hiasan belaka, sehingga sama sekali tidak boleh dipedulikan. 

b) Cocceius mengatakan bahwa semua detail-detail adalah penting dan harus diperhatikan / dibahas. 

Kedua pandangan ini sama-sama extrim dan salah. Pandangan yang pertama menimbulkan kerugian-kerugian tertentu, karena dengan mengabaikan detail-detail tertentu yang sebetulnya cukup penting, kita mengurangi apa yang bisa kita dapatkan dari Kitab Suci. Pandangan kedua adalah pandangan yang berbahaya karena dengan memperhatikan semua detail, mungkin sekali kita akan membahas detail yang sebetulnya tidak penting sehingga pembahasan akan keluar dari fokus. 

Yang benar adalah: fokus dari parable harus diketahui lebih dulu. Detail-detail hanya ada artinya dan dianggap penting kalau detail-detail itu sesuai dengan arah fokus. Detail-detail yang tidak sesuai dengan arah fokus harus diabaikan. 

Contoh: 

Mat 13:24-30 fokusnya adalah: dalam kerajaan Allah, orang kristen asli dan orang kristen palsu terus ada bersama-sama sampai akhir jaman. 

Ada detail-detail yang perlu diperhatikan karena sesuai dengan arah fokus, misalnya: 

¨ orang kristen asli dan palsu itu mirip (gandum mirip dengan lalang). 

¨ orang kristen palsu sengaja disusupkan oleh setan. 

Tetapi ada detail-detail yang tidak sesuai dengan fokus dan harus diabaikan seperti: musuh menabur benih lalang pada waktu semua tidur (ay 25). Kalau detail yang tidak sesuai dengan fokus ini kita bahas dan kita lalu mengatakan bahwa Tuhan tidak tahu pada waktu setan bekerja, maka jelas timbul ajaran yang salah! 

Contoh-contoh lain tentang detail-detail yang tidak sesuai dengan fokus perumpamaan: 

à Luk 18:1-8 fokusnya adalah berdoalah dengan tekun. Bahwa Allah digambarkan sebagai seorang hakim yang lalim, ini adalah detail yang tidak sesuai dengan fokus. Ini harus diabaikan! 

à Luk 15:11-32 fokusnya adalah Tuhan senang orang berdosa itu bertobat. Bahwa anak bungsu itu kembali sendiri (tidak dicari / dibantu oleh ayahnya), itu adalah detail yang tidak sesuai dengan fokus. Karena itu tidak bisa dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa manusia bisa bertobat dengan kekuatannya sendiri (bdk. Yoh 6:44,65 yang secara explicit mengatakan bahwa manusia tidak bisa datang kepada Yesus kalau bukan karena pekerjaan Bapa yang menarik dia / mengaruniakan iman kepadanya). 

3) Biasanya kata-kata dalam perumpamaan diartikan secara hurufiah dan biasanya tidak diartikan per kata / per bagian, tetapi secara keseluruhan. 

Contoh: 

Luk 15 menekankan bahwa Allah senang kalau ada orang yang bertobat. 

Contoh yang salah: 

Ada orang menafsirkan Luk 10:25-37 (Perumpamaan tentang orang Samaria yang murah hati) sebagai berikut: 

· ‘turun’ (ay 30) = turun secara rohani. 

· ‘orang’ (ay 30) = orang berdosa. 

· ‘penyamun’ (ay 30) = setan. 

· ‘imam dan orang Lewi’ (ay 31,32) = agama dan perbuatan-perbuatan baik. 

· ‘orang Samaria’ (ay 33) = Yesus. 

· ‘minyak’ (ay 34) = Roh Kudus. 

· ‘penginapan’ (ay 34) = gereja. 

· ‘pemilik penginapan’ (ay 35) = pendeta / hamba Tuhan. 

· ‘2 dinar’ (ay 35) = Kitab Suci (Perjanjian Lama + Perjanjian Baru). 

Ini jelas adalah sesuatu yang salah karena perumpamaan tidak dimaksudkan untuk dibahas kata per kata. Disamping itu, pemba-hasan seperti itu jelas keluar dari fokus. Perhatikan bahwa perum-pamaan ini diceritakan oleh Yesus untuk menjawab pertanyaan dalam Luk 10:29 - “Dan siapakah sesamaku manusia?”. Kalau perumpamaan yang merupakan jawaban Yesus itu diartikan seperti itu, maka jelas bahwa jawaban itu sama sekali tidak cocok dengan pertanyaannya. 

Tetapi kadang-kadang ada perumpamaan yang diartikan kata per kata. Tetapi dalam hal ini Kitab Suci sendiri memberikan artinya. 

Contoh: 

¨ Mat 13:18-23 - arti dari perumpamaan tentang penabur yang menabur di empat golongan tanah. 

¨ Mat 13:36-43 - arti dari perumpamaan tentang lalang di antara gandum. 

III) Allegory. 

A) Ciri-ciri Allegory. 

1) Allegory adalah metaphor yang panjang (extended metaphor). 

2) Pada Allegory, 2 hal yang diperbandingkan (kiasan dan arti / pene-rapannya) dicampur-baurkan. 

B) Contoh allegory. 

1) Yoh 15:1-8. 

Kalau bagian ini diceritakan dalam bentuk Parable / perumpamaan, maka Yesus akan bercerita tentang hal pertama, yaitu pokok anggur, pengusaha kebun anggur, ranting-ranting anggur, daun-daun anggur yang perlu dibersihkan, buah anggur dsb sampai semua selesai, lalu barulah Ia akan bercerita tentang hal kedua yaitu arti / penerapannya. 

Tetapi karena Ia menceritakannya sebagai suatu Allegory, maka bukan hal itu yang kita jumpai. Ia berpindah dari hal 1 ke hal 2 , lalu ke hal 1 lagi, lalu ke hal 2 lagi dst. Jadi jelas kedua hal yang diperbandingkan itu tidak dipisahkan tetapi justru dicampur aduk. Inilah Allegory! 

2) Yeh 23:1-dst. 

Ay 1-4a merupakan kiasannya, tetapi ay 4b memberikan arti / penerapannya. Lalu ay 5a melanjutkan kiasannya, tetapi pada akhir ay 5 (‘Asyur’) dan ay 6 kembali pada arti / penerapannya. Ay 7a merupakan kiasannya, ay 7b merupakan arti / penerapannya, dst. 

3) Yeh 13:10-15 - “(10) Oleh karena, ya sungguh karena mereka menyesatkan umatKu dengan mengatakan: Damai sejahtera!, padahal sama sekali tidak ada damai sejahtera - mereka itu mendirikan tembok dan lihat, mereka mengapurnya - (11) katakanlah kepada mereka yang mengapur tembok itu: Hujan lebat akan membanjir, rambun akan jatuh dan angin tofan akan bertiup! (12) Kalau tembok itu sudah runtuh, apakah orang tidak akan berkata kepadamu: Di mana sekarang kapur, yang kamu oleskan itu? (13) Oleh sebab itu beginilah firman Tuhan ALLAH: Di dalam amarahKu Aku akan membuat angin tofan bertiup dan di dalam murkaKu hujan lebat akan membanjir, dan di dalam amarahKu rambun yang membinasakan akan jatuh. (14) Dan Aku akan meruntuhkan tembok yang kamu kapur itu dan merobohkannya ke tanah, supaya dasarnya menjadi kelihatan; tembok kota itu akan runtuh dan kamu akan tewas di dalamnya. Dan kamu akan mengetahui bahwa Akulah TUHAN. (15) Begitulah Aku akan melampiaskan amarahKu atas tembok itu dan kepada mereka yang mengapurnya dan Aku akan berkata kepadamu: Lenyap temboknya dan lenyap orang-orang yang mengapurnya”. 

Catatan: yang saya garis-bawahi merupakan kiasannya, sedangkan yang saya cetak miring merupakan arti / penerapannya. 

4) Yeh 19:1-9. 

5) Maz 80:9-16. 

6) 1Kor 3:10-15. 

7) 1Kor 5:6-8. 

8) Ef 6:11-17. 

C) Menafsirkan allegory. 

Arti dari Allegory sudah ada pada Allegory itu sendiri. Memang kadang-kadang artinya tidak diberikan secara explicit, tetapi seluruh bagian itu bisa menunjukkan arti yang benar secara implicit. 

Arti yang sudah ada ini tidak boleh diubah! 

D) Beberapa hal penting berhubungan dengan Allegory. 

1) Kitab Wahyu bukan Allegory karena tidak memberikan arti. 

2) Suatu historical narrative (cerita sejarah) tidak boleh diallegorikan! 

3) Type berbeda dengan Allegory. 

Contoh Type: ular tembaga (Bil 21:4-9 Yoh 3:14-15). 

Tentang Type ini kita akan membahasnya dalam pelajaran yang akan datang. 

4) Kitab Kidung Agung banyak diperdebatkan. Banyak orang yang menganggap kitab ini sebagai suatu Allegory yang menggambarkan percintaan antara Kristus dengan orang percaya. Tetapi Kidung Agung tidak memberikan arti. Jadi saya condong untuk mengambil kesimpulan bahwa Kidung Agung bukanlah suatu Allegory. 

Hermeneutik 5 
TYPE 
Pendahuluan: 

Pada pelajaran tentang ‘Arti Kata’, saya mengatakan bahwa pada jaman sekarang banyak orang yang melambangkan / mengallegorikan bagian-bagian Kitab Suci yang bersifat hurufiah. 

Contoh: kasut Musa dalam Kel 3:5 ditafsirkan sebagai lambang dari dosa. Ini salah! Salah satu cara untuk mengetahui bahwa suatu bagian itu bersifat hurufiah dan tidak boleh ditafsirkan sebagai lambang adalah kalau bagian Kitab Suci itu adalah suatu cerita sejarah (historical narative). Kel 3 itu jelas adalah cerita sejarah, sehingga pasti bersifat hurufiah, bukan lambang. 

Tetapi bagaimana misalnya dengan Bil 21:4-9? Itu jelas adalah peristiwa sejarah! Tetapi mengapa Yoh 3:14-15 seakan-akan menganggapnya sebagai lambang? Ini sebetulnya bukan lambang tetapi 

TYPE! 

I) Apakah Type itu? 

A) Type adalah hal-hal dalam Kitab Suci yang ditentukan Allah sebagai bayangan dari hal-hal lain yang terjadi sesudahnya. 

Jadi, ada 2 hal yang berhubungan, dimana hal pertama terjadi lebih dulu dan merupakan bayangan / Type dari hal kedua yang terjadi belakangan. Hal pertamanya disebut Type; dan hal keduanya disebut Anti-Type. 

B) Macam-macam Type: 

1) Orang. 

Contoh: Adam adalah Type dari Kristus (Ro 5:14). 

2) Binatang. 

Contoh: domba untuk korban pengampunan dosa adalah Type dari Kristus yang dikorbankan untuk dosa kita (Yoh 1:29 1Pet 1:19 Wah 5:6,7). 

3) Benda. 

Contoh: tirai yang memisahkan Ruang Suci dan Ruang Maha Suci dalam Kemah Suci / Bait Allah, yang sobek waktu Kristus mati (Bdk. Kel 26:31-33 Mat 27:51 Ibr 9:3,8 Ibr 10:19-20). Ini merupakan Type dari keterpisahan Allah dan manusia, yang diperdamaikan oleh kematian Kristus. 

Tetapi di sini ada sesuatu yang agak aneh, karena Type dan Anti-Typenya terjadinya bersamaan. Karena itu mungkin kita harus meninjaunya secara keseluruhan. Dalam Bait Allah ada tirai yang memisahkan Allah dan manusia, dan hanya Imam Besar boleh masuk ke Ruang Maha Suci, sebagai pengantara antara Allah dan manusia. Kematian Kristus merupakan Anti Type dari semua itu, karena dengan kematianNya Ia membereskan dosa dan memperdamaikan Allah dan manusia sehingga tidak ada lagi tirai ataupun imam besar. 

4) Peristiwa. 

Contoh: peristiwa ular tembaga (Bil 21:4-9 Yoh 3:14,15). 

5) Jabatan. 

Contoh: imam / imam besar (Ibr 2:17 Ibr 4:14,15). 

6) Ketentuan. 

Contoh: dalam Perjanjian Lama ada ketentuan dimana semua harus disucikan dengan darah, dan ini merupakan Type dari ketentuan dalam Perjanjian Baru dimana orang hanya bisa mendapat pengampunan dosa oleh darah Kristus (Ibr 9:19-22). 

II) Ciri-ciri Type. 

1) Baik Type maupun Anti-Typenya haruslah merupakan fakta dalam Kitab Suci! 

Contoh: Adam adalah Type dari Kristus. Baik Adam maupun Kristus adalah fakta dalam Kitab Suci. Jadi ini memenuhi syarat Type yang pertama. 

Syarat pertama ini memungkinkan kita membedakan Type dengan: 

a) Allegory, karena dalam Allegory, bagian yang bersifat lambang itu bukanlah fakta. 

Contoh: dalam Yoh 15:1-8 tanaman anggur itu bukanlah fakta, tetapi sekedar suatu cerita! 

b) Parable / Perumpamaan, karena dalam Perumpamaan / Parable cerita yang dipakai tidak sungguh-sungguh terjadi. 

Contoh: perumpamaan tentang anak yang hilang (Luk 15:11-32) jelas bukan merupakan fakta, tetapi sekedar suatu cerita. 

2) Harus ada bukti / dasar bahwa suatu Type memang ditentukan / dimaksudkan Allah untuk menjadi bayangan dari Anti-Typenya. Tetapi, ada perbedaan pendapat tentang seberapa jelas bukti itu harus ada. 

Ada 3 pendapat: 

a) Bukti / dasar itu harus tertulis secara explicit dalam Kitab Suci. 

Misalnya: 

1. Bil 21:4-9 bdk. Yoh 3:14-15 

2. Ro 5:14 secara explicit mengatakan bahwa Adam adalah Type dari Kristus. 

3. 1Kor 5:7 - Anak Domba Paskah adalah Type dari Kristus. 

b) Asal ada persamaan / analogi antara hal pertama dan hal kedua, maka hal pertama boleh dianggap sebagai Type dari hal kedua. 

Misalnya: 

1. Elia / Henokh adalah Type dari Kristus, karena sama-sama diangkat ke surga. 

Tidak satu bagian Kitab Sucipun yang mengatakan bahwa Elia / Henokh adalah gambaran dari Kristus, tetapi karena persamaannya, maka Elia / Henokh dianggap sebagai Type dari Kristus. 

2. Semua nabi adalah Type dari Kristus, karena sama-sama mengajar Firman Tuhan. 

3. Semua raja adalah Type dari Kristus, karena sama-sama raja. 

4. Pengorbanan Ishak adalah Type dari pengorbanan Kristus, karena sama-sama anak tunggal. 

c) Harus ada dasar Kitab Suci, tetapi tidak perlu secara explicit. 

Misalnya: 

1. Bahtera Nuh adalah Type dari Kristus (Mat 24:37-39). 

2. Darah pada ambang pintu (Kel 12:12,13) adalah Type dari darah Yesus (1Kor 5:7). 

Sukar dipastikan yang mana yang benar dari ketiga pandangan ini. Pandangan yang kedua jelas adalah pandangan yang berbahaya karena dengan mudah kita bisa berkata bahwa seadanya orang dalam Perjanjian Lama adalah Type dari Kristus karena sama-sama keturunan Adam. Ini jelas merupakan sesuatu yang salah! 

Petunjuk: kalau ingin tahu apakah suatu bagian Kitab Suci adalah suatu Type atau bukan, saudara harus membaca semua bagian Kitab Suci yang berhubungan dengan bagian tersebut. Untuk ini saudara bisa menggunakan footnote dari Alkitab, atau menggunakan buku-buku seperti Konkordansi, Nave's Topical Bible, Thompson Bible, dsb. 

3) Harus ada persamaan / analogi antara Type dan Anti-Typenya. 

Contoh: Bil 21:4-9 dan Yoh 3:14-15. 

a) Ular tembaga ditinggikan; Yesus disalib / diberitakan. 

Catatan: dalam hal ini ada yang berpendapat bahwa peninggian ular analog dengan penyaliban Yesus, karena melalui penyaliban Yesus juga ditinggikan. Tetapi ada juga yang berpendapat bahwa dengan peninggian ular dimaksudkan supaya semua orang bisa melihatnya, dan dengan demikian analoginya bukan penyaliban Yesus tetapi pemberitaan tentang Yesus. 

b) Yang memandang ular tembaga akan sembuh; yang percaya kepada Yesus akan selamat. 

c) Ular tembaga adalah satu-satunya jalan kesembuhan; Yesus adalah satu-satunya jalan keselamatan. 

4) Kadang-kadang sekalipun antara Type dan Anti-Type ada persamaannya, tetapi yang ditekankan bukannya persamaannya tetapi pertentangannya (dikontraskan). 

Contoh: Adam adalah Type dari Kristus (Ro 5:14). 

Memang ada persamaannya, yaitu kedua-duanya adalah wakil / kepala manusia. Tetapi Ro 5:15-19 dan 1Kor 15:21,22,45-47 lebih menunjukkan kontras antara Yesus dan Adam. 

5) Type selalu mendahului Anti-Type, dan Typenya tidak berlaku lagi setelah Anti-Typenya datang. 

Contoh: 

a) Hukum-hukum yang berhubungan dengan upacara-upacara agama Yahudi (ceremonial law). Ini menunjuk kepada Kristus (Kol 2:16-17), dan digenapi dengan kedatangan Kristus, sehingga setelah Kristus datang, tidak perlu dilakukan lagi. 

Kol 2:16-17 - “(16) Karena itu janganlah kamu biarkan orang menghukum kamu mengenai makanan dan minuman atau mengenai hari raya, bulan baru ataupun hari Sabat; (17) semuanya ini hanyalah bayangan dari apa yang harus datang, sedang wujudnya ialah Kristus”. 

b) Imam adalah Type dari Kristus. Setelah Kristus datang, imam tak diperlukan lagi. Kita tidak perlu mengaku dosa kepada imam / pendeta, tetapi kepada Allah melalui Kristus. Gereja Roma Katolik tetap mempunyai imam (pastor) dan jemaatnya mengaku dosa kepada pastor. Jadi mereka tetap berpegang pada Typenya sekalipun penggenapannya / Anti-Typenya sudah datang. Ini salah. 

c) Domba untuk korban dosa adalah Type dari Kristus, sehingga setelah Kristus datang, kita tidak lagi perlu mempersembahkan domba kalau kita berbuat dosa. 

d) Kemah Suci / Bait Allah merupakan Type dari gereja. Karena itu jaman sekarang (setelah kematian dan kebangkitan Yesus) tidak boleh ada Bait Allah lagi. 

e) Bangsa Israel adalah Type dari gereja / orang kristen. Setelah adanya gereja / orang kristen, maka bangsa Israel tidak lagi bisa disebut sebagai bangsa pilihan Allah. Gereja / orang kristenlah yang merupakan orang pilihan Allah (1Pet 2:9). 

Catatan: hal ini menimbulkan pro kontra, karena ada yang berpendapat bahwa Israel tetap merupakan bangsa pilihan. 

Syarat dimana ‘Type selalu mendahului Anti-Type’ ini menyebabkan bahwa kejatuhan ‘Bintang Timur / Putera Fajar’ dalam Yes 14:12-15 dan juga raja Tirus dalam Yeh 28:1-19 tidak mungkin merupakan Type dari kejatuhan setan. Dan karena kedua peristiwa itu merupakan fakta sejarah, maka keduanya juga tidak boleh dianggap sebagai perum-pamaan atau allegory yang menyimbolkan kejatuhan setan. Saya ber-pendapat bahwa kedua peristiwa itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan kejatuhan setan. 

III) Contoh-contoh Type. 

1) Melkizedek (Kej 14:17-20) adalah Type dari Kristus (Ibr 5:6 Ibr 7:1-17). 

2) Batu karang yang mengeluarkan air (Kel 17:6) adalah Type dari Kristus (1Kor 10:3,4). 

3) Ceremonial law (= hukum-hukum yang berhubungan dengan upacara keagamaan) adalah Type dari Kristus (Kol 2:16-17). 

4) Hukum Taurat adalah Type dari keselamatan yang akan datang (Ibr 10:1). 

5) Yunus adalah Type dari Kristus (Mat 12:38-41). 

6) Sabat adalah Type dari istirahat kekal di surga (Ibr 4:1-11). 

7) Daud adalah Type dari Kristus (ini banyak terlihat dalam Kitab Mazmur). 

8) Salomo adalah Type dari Kristus (Mat 12:42). 

9) Israel melewati Laut Merah adalah Type daripada baptisan (1Kor 10:1,2). 

IV) Penafsiran Type. 

1) Harus diperhatikan: 

a) Hal-hal yang sama (analog) antara Type dan Anti-Type. Tetapi tidak boleh terlalu dicari-cari / dibuat-buat. 

Contoh: 

1. Dalam menafsirkan peristiwa ular tembaga (Bil 21:4-9), ada orang yang menafsirkan bahwa: 

a. Tembaga lebih rendah dari emas. Ini dianggap menunjuk kepada kesederhanaan Kristus. 

b. Tembaga mempunyai cahaya suram. Ini dianggap sebagai keilahian Kristus yang diselubungi kemanusiaanNya. 

c. Tembaga yang padat menunjuk kepada kekuatan ilahi Yesus. 

2. Kayu penaga dan emas dalam Kemah Suci (Keluaran 25:10-11) dianggap sebagai Type dari kemanusiaan dan keilahian Kristus. 

Ini semua adalah persamaan yang terlalu dicari-cari. 

b) Hal-hal yang berbeda antara Type dan Anti-Type, dimana Anti-Typenya selalu lebih mulia / agung / hebat dari Typenya. 

Misalnya: Mat 12:41-42 Ibr 3:3-6 Ibr 10:11-14. 

c) Hal-hal yang bertentangan antara Type dan Anti-Type. 

Misalnya: Ro 5:14-19 1Kor 15:21,22,45-47. 

2) Anti-Type menunjukkan kebenaran secara lebih jelas / lengkap daripada Typenya. 

Kita tidak akan mendapatkan apa-apa dari peristiwa ular tembaga atau batu karang yang mengeluarkan air, sebelum Anti-Typenya (yaitu Kristus) datang. 

3) Hanya sebagian dari sesuatu hal yang adalah Type. 

Jadi, sama seperti pada waktu menafsirkan Simile dan Metaphor, dimana hanya hal-hal tertentu saja yang disamakan, maka dalam penafsiran Type dan Anti-Typenya hanya hal-hal tertentu yang disamakan atau dikontraskan. 

Misalnya: Daud adalah Type dari Kristus. Tetapi perzinahan Daud jelas bukan Type! 

Daftar isi

I) Pengantar Hermeneutics.............................................................................. 1

1) Arti ‘Hermeneutics’........................................................................................................ 1

2) Mengapa kita memerlukan Hermeneutics?.................................................................. 1

3) Beberapa hal penting yang mendahului Hermeneutics................................................ 3

a) Alkitab adalah Firman Allah...................................................................................... 3

1. Tanpa kepercayaan ini hermeneutics tak berguna............................................... 3

2. Macam-macam pandangan tentang Alkitab......................................................... 3

a. Pandangan Liberal............................................................................................ 3

b. Pandangan Liberal yang terselubung............................................................... 4

c. Pandangan Neo-Orthodox................................................................................ 8

d. Pandangan Orthodox...................................................................................... 10

3. Bukti bahwa Alkitab adalah Firman Allah........................................................... 11

4. Konsekwensi dari Alkitab sebagai Firman Allah................................................. 14

b) Kanon Alkitab.......................................................................................................... 14

1. Kanon dan pengkanonan Alkitab........................................................................ 14

2. Penambahan terhadap Alkitab............................................................................ 17

3. Pengurangan terhadap Alkitab............................................................................ 22

4. 2 hal yang perlu diketahui dalam persoalan kanon Alkitab................................ 22

c) Persoalan ‘Inerrancy of the Bible’........................................................................... 26

1. Yang inerrant hanya autograph........................................................................... 26

2. Dasar kepercayaan terhadap inerrancy.............................................................. 29

3. Pentingnya kepercayaan terhadap inerrancy..................................................... 32

4. Serangan terhadap orang yang menolak inerrancy........................................... 34

5. Penjelasan lebih lanjut tentang inerrancy........................................................... 37

d) Textual Criticism / Lower Criticism.......................................................................... 38

e) Historical Criticism / Higher Criticism...................................................................... 39

f) Hanya ada satu penafsiran yang benar................................................................... 39

4) Exegesis dan Eisegesis.............................................................................................. 40

II) Prinsip-prinsip Hermeneutics.................................................................. 42

1) Jangan melepas ayat dari kontexnya (Out of context)............................................... 42

2) Jangan menafsirkan ayat sehingga menentang ayat lain.......................................... 45

3) Telitilah siapa yang berbicara dalam suatu ayat........................................................ 49

4) Telitilah untuk siapa firman itu ditujukan..................................................................... 49

5) Ayat mudah dan ayat sukar........................................................................................ 52

6) Bagian yang bersifat explicit dan implicit.................................................................... 53

7) Bagian yang bersifat Descriptive dan Didactic........................................................... 56

8) Ayat dari sudut Allah dan dari sudut manusia............................................................ 59

III) ARTI KATA.............................................................................................................. 62

1) Nama (tempat, kota, gunung, orang).......................................................................... 62

2) Kata biasa (kata kerja, kata benda, kata sifat)........................................................... 62

3) Macam-macam arti kata.............................................................................................. 64

IV) SIMILE & METAPHOR, PARABLE & ALLEGORY........................................ 72

1) Simile & Metaphor......................................................................................................... 72

A) Simile...................................................................................................................... 72

B) Metaphor................................................................................................................. 72

C) Penafsiran Simile & Metaphor................................................................................ 73

2) Parable / perumpamaan.............................................................................................. 74 

A) Ciri-ciri Parable / perumpamaan............................................................................. 74

B) Tujuan Parable / perumpamaan............................................................................. 75

C) Menafsirkan Parable / perumpamaan.................................................................... 76

3) Allegory........................................................................................................................ 78

A) Ciri-ciri Allegory....................................................................................................... 78

B) Contoh allegory....................................................................................................... 79

C) Menafsirkan allegory.............................................................................................. 79

D) Beberapa hal penting berhubungan dengan Allegory........................................... 79

V) TYPE........................................................................................................................... 81

Pendahuluan.................................................................................................................... 81

1) Apakah Type itu?........................................................................................................ 81

2) Ciri-ciri Type................................................................................................................ 82

3) Contoh-contoh Type.................................................................................................... 85

4) Penafsiran Type.......................................................................................................... 85

Hermeneutics

ilmu penafsiran alkitab (revised)

C. H. Spurgeon: “Scripture best explain Scripture, as diamond cuts diamond. The Word of God carries its own keys for all its locks. It is profitable to study Scripture, not in fragments, but in connected paragraphs. It is well to see the glory of a star, but better to behold the whole constellation in which it shines” (= ) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of Our Lord’, vol 2, hal 97.

Ibrani 9:24 - “Sebab Kristus bukan masuk ke dalam tempat kudus buatan tangan manusia yang hanya merupakan gambaran saja dari yang sebenarnya, tetapi ke dalam sorga sendiri untuk menghadap hadirat Allah guna kepentingan kita”.

Kata ‘gambaran’ diterjemahkan dari kata Yunani ANTITUPA. Aneh, mengapa bukan TYPE tetapi ANTI-TYPE? Bukankah terbalik?

Charles Hodge: “we have in the New Testament an inspired, and, therefore, an infallible commentary on the Old Testament Scriptures” (= ) - ‘Systematic Theology’, vol III, hal 719.

Milton S. Terry: “The allegorical method of interpretation obtained an early prominence among the Jews of Alexandria. ... The allegorical method of interpretation is based upon a profound reverence for the Scriptures, and a desire to exhibit their manifold depths of wisdom. But it will be noticed at once that its habit is to disregard the common signification of words, and give wing to all manner of fanciful speculation. It does not draw out the legitimate meaning of an author’s language, but foists into it whatever the whim or fancy of an interpreter may desire. As a system, therefore, it puts itself beyond all well-defined principles and laws.” - ‘Biblical Hermeneutics’, hal 163,164.ILMU PENAFSIRAN ALKITAB (HERMENEUTIK).
Next Post Previous Post