MEMPERKENALKAN HERMENEUTIKA ALKITAB

Pdt.Budi Asali, M.Div.
MEMPERKENALKAN HERMENEUTIKA ALKITAB
I) Arti ‘Hermeneutics’.

Kata ‘Hermeneutics’ berasal dari kata bahasa Yunani HERMENEUO, yang berarti ‘menjelaskan’, ‘menafsirkan’, atau ‘menterjemahkan’.

Jadi, Hermeneutics adalah ilmu yang mengajarkan prinsip-prinsip, hukum-hukum, dan metode-metode penafsiran Alkitab.

II) Mengapa kita memerlukan Hermeneutics (hermeneutika)?

1) Karena adanya Historical Gap.

Ini timbul karena adanya perbedaan waktu. Penulis Kitab Suci hidup pada jaman dulu, dan kejadian-kejadian yang ditulisnya juga terjadi pada jaman dulu, dan semua ini tentu sangat berbeda dengan jaman sekarang.

Orang tua sering berkata kepada anaknya: ‘Dulu saya ....’. Tetapi dulu memang berbeda dengan sekarang!

Dulu nabi-nabi berjalan kaki karena tidak ada mobil; haruskah pendeta jaman sekarang juga demikian? Dulu puji-pujian menggunakan rebana, gambus, kecapi, dsb karena belum ada piano, organ dsb; haruskah puji-pujian jaman sekarang meniru mereka? Dulu anggur dan minyak sering dipakai sebagai obat (Markus 6:13 Lukas 10:34 Yesaya 1:6), dan karenanya Paulus dan Yakobus menganjurkannya (1Timotius 5:23 Yakobus 5:14). Haruskah kita sekarang, setelah ada obat-obatan modern yang lebih manjur, tetap mengikuti anjuran mereka?

2) Karena adanya Cultural Gap (perbedaan kebudayaan).

Mereka adalah bangsa yang berbeda, dan tinggal di tempat yang berbeda, dan mempunyai kebiasaan-kebiasaan / tradisi yang berbeda pula dengan kita.

Kebiasaan orang di Amerika dan Indonesia pada jaman yang sama sudah banyak berbeda, misalnya:

· tentang peluk cium.

· tentang menyapa dengan kata-kata ‘How are you’.

· pengucapan ‘I love you’ antara suami dengan istri.

Tentu kita di Indonesia tidak bisa begitu saja mengimport tradisi Amerika tersebut.

Demikian juga kebiasaan / kebudayaan orang-orang jaman Kitab Suci tidak bisa begitu saja ditiru, seperti:

¨ penggunaan tudung kepala bagi perempuan dalam kebaktian (1Korintus 11:5-6,13-15).

¨ Sarai menamai [NIV: called (= menyebut / memanggil)] Abraham tuannya (1Petrus 3:6).

¨ pertemuan di pintu gerbang kota (Rut 3:1).

¨ perendahan / pengabaian terhadap perempuan.

3) Karena adanya Linguistic Gap (perbedaan bahasa).

Kitab Suci ditulis dalam bahasa Ibrani, Yunani dan Aramaic. Tidak mungkin bisa menterjemahkan bahasa-bahasa itu dengan sempurna ke dalam bahasa kita, karena adanya perbedaan dalam persoalan:

a) Grammar (= Tata bahasa).

· Adanya Tenses (seperti: past tense, future tense, perfect tense, dsb).

Mungkin tidak ada bahasa dalam dunia ini yang lebih njlimet tensesnya dibandingkan dengan bahasa Yunani. Ini menyebabkan pada waktu diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, maka tenses bahasa Inggrisnya tidak mencukupi sehingga tidak bisa menterjemahkan dengan tepat. Lebih-lebih kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang boleh dikatakan tidak mengenal tenses.

· Adanya gender / jenis kelamin dari kata.

Dalam bahasa Ibrani setiap kata benda dan kata sifat mempunyai jenis kelamin, atau laki-laki atau perempuan, sedangkan dalam bahasa Yunani bahkan ada 3 macam, yaitu laki-laki, perempuan dan netral. Pada waktu diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris atau Indonesia, maka semua ini hilang, padahal jenis kelamin ini bisa mempengaruhi penafsiran.

b) Vocabulary / perbendaharaan kata yang tidak ada.

Kalau kita menterjemahkan dari satu bahasa ke bahasa lain, kita akan sering mengalami kesukaran dalam hal ini, yaitu tidak adanya kata yang cocok, yang artinya betul-betul sama.

Sebagai contoh, kata bahasa Yunani ‘PRAUS’ yang diterjemahkan ‘lemah lembut’ / ‘meek’ (Mat 5:5), padahal ‘lemah lembut’ / ‘meek’ mempunyai perbedaan arti dengan PRAUS. Kata PRAUS ini tidak mempunyai terjemahan yang tepat, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris.

Illustrasi: kalau mau menterjemahkan kata bahasa Jawa ‘ketlusupen’ ke dalam bahasa Indonesia, kita juga tidak akan menemukan kata yang tepat. Kita harus menjelaskannya dengan beberapa kalimat.

c) Ungkapan-ungkapan seperti pada:

· Mat 26:25,64 - kata-kata ‘Engkau telah mengatakannya’ artinya adalah ‘ya’.

· Yos 7:19 dan Yohanes 9:24 - istilah ‘give glory to the Lord / God’ (NIV) / ‘berilah kemuliaan kepada Tuhan / Allah’ merupakan suatu desakan untuk bersumpah.

· Lukas 14:26 - ‘membenci’ berarti ‘kurang mengasihi / mengasihi lebih sedikit’.

· Matius 16:16 dimana Petrus mengakui Yesus sebagai ‘Anak Allah’.

Orang-orang Saksi Yehovah berpendapat bahwa karena Yesus adalah Anak Allah, maka Ia bukan Allah.

Tetapi ingat bahwa suatu istilah dalam Kitab Suci harus diartikan sesuai dengan pengertian penulisnya / orang jaman itu tentang istilah tersebut, dan bukan dengan pengertian orang jaman sekarang tentang istilah tersebut.

Tentang istilah ‘Anak Allah’ yang digunakan oleh Yesus terhadap diriNya sendiri, banyak orang menyalahartikan istilah ini, dengan mengatakan bahwa istilah ‘Anak Allah’ menunjukkan bahwa dulu hanya ada Allah saja, yang lalu beranak, dsb. Karena itu jelas bahwa Yesus tidak setua / sekekal BapaNya. Tetapi ini adalah penafsiran yang menggunakan pengertian orang jaman seka­rang tentang istilah itu.

Kalau kita melihat pada Yoh 10:33b dan Yoh 5:18b maka akan terli­hat dengan jelas bahwa pada jaman itu menyebut diri Anak Allah berarti menganggap diri sehakekat dengan Allah, dan itu adalah sama dengan menyamakan diri dengan Allah atau menganggap diri setara dengan Allah.

Yoh 5:18b - “Ia mengatakan bahwa Allah adalah BapaNya sendiri dan dengan demikian menyamakan diriNya dengan Allah”.

[Catatan: kata Yunani yang diterjemahkan ‘menyamakan’ dalam Yohanes 5:18 adalah kata yang sama dengan kata Yunani yang diterjemahkan ‘setara’ dalam Filipi 2:6].

Yoh 10:33b - “karena Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diriMu dengan Allah” (bdk. Yoh 10:36b).

Illustrasi: kalau kita mendengar seseorang menceritakan / mengatakan sesuatu dan kita sama sekali tidak bisa mempercayai kebenaran kata-katanya, maka kita mungkin akan berkata: ‘Gombal’. Ini merupakan suatu ungkapan, yang artinya kira-kira adalah ‘omong kosong’. Bagi kita ini bisa dimengerti, tetapi bagaimana kiranya bagi orang asing yang baru belajar bahasa Indonesia? Apakah ia tidak bingung mendengar ungkapan ini?

Ketiga hal ini bisa ‘menghalangi’ kita untuk mengerti Kitab Suci. Dengan Hermeneutics, sebagian halangan bisa diatasi. Tentu saja disamping itu kita juga harus belajar tentang latar belakang jaman dahulu, bahasa asli Kitab Suci, dsb.

III) Beberapa hal penting yang mendahului Hermeneutics.

A) Alkitab adalah Firman Allah.

1) Kalau seseorang tidak menerima Alkitab sebagai Firman Allah, maka tidak ada gunanya ia belajar Hermeneutics. Orang yang mulai dari suatu kesesatan, tidak bisa diharapkan akan mencapai suatu kebe-naran.

Sayangnya, ada banyak orang / ‘hamba Tuhan’ yang tidak mem-percayai bahwa Alkitab adalah Firman Allah.

IV) Prinsip Hermeneutika
--
I) Jangan melepas ayat dari kontexnya (Out of context).

Supaya kita tidak melepas ayat dari kontexnya, maka kita harus:

1) Memperhatikan seluruh kontex, dan kadang-kadang kita bahkan harus memperhatikan juga kontex sebelum dan sesudah kontex yang kita bahas. Ini penting sekali kita lakukan pada waktu mendengar suatu pelajaran atau membaca buku. Pada saat pengajar / penulis mengajarkan sesuatu dan memberikan satu ayat Kitab Suci sebagai dasar, maka kita perlu melihat kontex dari ayat itu untuk melihat apakah ayat itu ditafsirkan secara out of context atau tidak. Perlu diingat bahwa banyak sekali orang menggunakan / menafsirkan ayat tanpa mempedulikan kontexnya.

Contoh:

a) Matius 28:20b - “Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman”, sering dikutip oleh pendeta dalam upacara pemberkatan nikah untuk memberikan janji penyertaan Tuhan bagi orang-orang yang menikah. Tetapi kalau kita lihat dari kontexnya (baca mulai Mat 28:18), maka jelaslah bahwa janji penyertaan Tuhan dalam Mat 28:20b itu hanya berlaku bagi orang-orang kristen yang mengabarkan Injil. Ini tidak berarti bahwa Yesus tidak menyertai orang kristen yang tidak memberitakan Injil. Yesus memang menyertai semua orang kristen, tetapi untuk itu harus digunakan ayat yang sesuai seperti Ibr 13:5b atau Yohanes 14:16.

b) Matius 5:37a, yang berbunyi: “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak”, sering dikutip untuk menekankan kejujuran / melarang dusta, tetapi kalau kita lihat kontexnya (baca mulai Mat 5:33), maka jelaslah bahwa Mat 5:37a sama sekali tidak berhubungan dengan kejujuran, tetapi berhubungan dengan sumpah (demikian juga dengan Yak 5:12).

c) Matius 15:24 (Yesus berkata: “Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel”) dan Kisah Para Rasul 11:2-3,19 (dimana orang-orang kristen hanya memberitakan Injil kepada orang Yahudi saja) dikutip dalam pembukaan suatu Kitab Suci agama lain, untuk menyerang kekristenan dan menunjukkan bahwa Yesus sebetulnya datang hanya untuk bangsa Yahudi saja. Tetapi, kalau kita membaca seluruh kontexnya, yaitu Mat 15:21-28 dan Kis 11:1-20, maka jelaslah bahwa bagian-bagian itu sama sekali tidak mengajarkan demikian.

d) 1Korintus 14:33,40 sering dikutip oleh banyak orang untuk menyerang aliran lawannya, yang dianggapnya sebagai ajaran yang kacau.

Contoh:

· Orang Saksi Yehovah menggunakan ayat ini untuk menyerang doktrin tentang Allah Tritunggal yang dianggapnya sebagai suatu kekacauan.

“Tetapi, dengan berkukuh bahwa Tritunggal adalah misteri yang begitu membingungkan karena berasal dari wahyu ilahi, mereka menciptakan problem besar lain. Mengapa? Karena dalam wahyu ilahi itu sendiri tidak ada pandangan demikian mengenai Allah: ‘Allah ... bukan Allah yang suka pada kekacauan,’ - 1 Korintus 14:33” - ‘Haruskah Anda Percaya Kepada Tritunggal?’, hal 4-5.

· Pdt. dr. Yusuf B. S. menggunakan ayat ini untuk menyerang ajaran Calvinisme / Predestinasi yang dianggapnya sebagai kekacauan.

“Itu (doktrin Predestinasi) bertentangan dengan tawaran yang sudah diberikanNya kepada manusia misalnya: Yoh 1:12 / 3:16 dan sebagainya. Ia selalu berkata: ‘Barangsiapa yang mau percaya ...’, ‘Siapa yang mau ...’ Kalau ternyata sudah ditentukan lebih dahulu, itu berarti Allah bohong, ini tidak mungkin! Allah itu tidak kusut (1Kor 14:33), dan tidak mungkin berdusta (Tit 1:2 / Ibr 6:18 / Bil 23:19)” - ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 42.

Padahal kalau dilihat kontexnya (seluruh 1Kor 14), maka jelas terlihat bahwa yang dimaksud dengan ‘kekacauan’ dalam 1Kor 14:33 adalah ‘kekacauan dalam kebaktian’ [misalnya kalau semua orang berbahasa Roh (1Kor 14:27-28) atau semua orang bernubuat (1Kor 14:29-32)], dan yang dimaksud dengan ‘Allah menghendaki damai sejahtera dan keteraturan’ adalah ‘Allah menghendaki keteraturan / ketertiban dalam kebaktian’. Jadi ayat-ayat tersebut tidak berhubungan dengan ajaran yang kacau atau hidup seseorang yang kacau, atau rumah tangga yang kacau, tetapi dengan kebaktian yang kacau dan tidak tertib. Menggunakan ayat ini untuk menyerang ajaran yang dianggap kacau, merupakan suatu penafsiran / penggunaan ayat yang out of context!

e) 2Korintus 8:9 sering dipakai oleh para pengajar Theologia Kemakmuran untuk mengatakan bahwa orang kristen harus kaya secara jasmani. Tetapi kalau saudara membaca kontexnya mulai 2Kor 8:1, maka saudara akan melihat bahwa yang Paulus maksudkan dengan ‘supaya kamu menjadi kaya’ dalam 2Kor 8:9 adalah kaya secara rohani.

f) Matius 6:33 juga sering digunakan oleh para pengajar Theologia Kemakmuran untuk mendukung ajaran mereka. Mereka menafsirkan bahwa kata-kata ‘semuanya itu akan ditambahkan kepadamu’ dalam Mat 6:33 itu menunjukkan bahwa Allah akan memberikan segala sesuatu kepada mereka sehingga mereka akan menjadi kaya. Tetapi ini lagi-lagi merupakan suatu penafsiran yang tidak mempedulikan kontexnya / out of context, karena kalau saudara membaca kontexnya, yaitu Matius 6:25-34, saudara akan melihat bahwa yang dibicarakan adalah kebutuhan pokok manusia, seperti makanan, minuman, dan pakaian. Jadi, berdasarkan kontex, haruslah ditafsirkan bahwa kata ‘semuanya’ dalam Matius 6:33 itu menunjuk pada kebutuhan pokok manusia.

g) Banyak orang menggunakan Matius 10:19-20 untuk mengatakan bahwa kalau pendeta mau berkhotbah ia tidak perlu mempersiapkan khotbah, karena Tuhan berjanji akan memberikan pimpinan dalam berkhotbah. Ini lagi-lagi merupakan penafsiran yang out of context, karena kalau kita membaca Mat 10:17-18 maka kita akan melihat dengan jelas bahwa janji itu diberikan oleh Tuhan pada saat kita ditangkap dan diadili karena iman kita kepada Yesus. Jadi jelas bahwa janji ini tak berlaku untuk pendeta yang mau berkhotbah dalam kebaktian biasa.

h) Dalam bukunya yang berjudul ‘Jangan Batasi Allah Bila Ingin Bahagia Sejahtera’, Morris Cerullo berkata:

“Kehendak Tuhan ialah mencurahkan berkatNya atas diri anda dan memenuhi segala kebutuhan anda. Tuhan menghendaki agar anda dapat hidup sehat, berbahagia dan serba berkelimpahan” (hal 34).

Sebagai dasar Kitab Sucinya, Morris Cerullo lalu mengutip 3Yoh 2 (terjemahan lama), yang berbunyi: “Hai kekasihku, aku berdoa supaya engkau selamat dan sehat walafiat di dalam segala sesuatu, sebagaimana jiwamupun selamat”.

Padahal kalau saudara melihat ayat itu dalam surat 3 Yohanes, maka saudara bisa melihat dengan jelas bahwa itu adalah salam yang diberikan oleh rasul Yohanes kepada Gayus, kepada siapa surat itu sebetulnya ditujukan.

Menggunakan salam yang ditujukan kepada individu tertentu, sebagai suatu dasar dari ajaran yang berlaku untuk semua orang / umum, jelas merupakan suatu penafsiran yang out of context.

2) Memperhatikan fokus / arah / tujuan dari kontex itu.

Dalam menafsirkan suatu ayat, kita harus menafsirkannya sesuai / searah dengan fokus / arah / tujuan kontex, contohnya:

a) 1Korintus 6:19 penekanan kontexnya adalah bahwa kita harus suci karena Allah diam di dalam tubuh kita. Tetapi orang yang tidak mempedulikan fokus dari kontex ini lalu bisa mendapatkan ajaran Trichotomy dari ayat ini, dengan menafsirkan bahwa Bait Allah terdiri dari 3 bagian, yaitu: Pelataran / halaman, Ruang Suci, Ruang Maha Suci. Jadi manusia yang adalah Bait Allah juga terdiri dari 3 bagian: tubuh, jiwa, dan roh.

Penafsiran seperti ini bukan hanya tidak sesuai dengan arah kontex yang berbicara tentang keharusan menguduskan diri, tetapi juga tidak sesuai dengan arti kata Yunaninya, karena dalam bahasa Yunani ada 2 kata yang bisa diartikan Bait Allah. Kata yang pertama adalah HIERON dan kata yang kedua adalah NAOS. Kata HIERON menunjuk pada seluruh Bait Allah beserta pelatarannya, dan kata ini digunakan misalnya dalam Yoh 2:14,15 (orang-orang itu berjualan di Pelataran / halaman Bait Allah, bukan dalam Ruang Suci atau Ruang Maha Suci). Tetapi kata NAOS hanya menunjuk pada Ruang Suci dan Ruang Maha Suci, dan tidak mencakup Pelataran / halamannya, dan kata inilah yang digunakan dalam 1Korintus 6:19 (juga dalam 1Korintus 3:16), sehingga sebetulnya ‘Bait Allah’ di sini hanya terdiri dari 2 bagian, bukan 3 bagian!

b) Yohanes 15:1-7 penekanan kontexnya adalah: kita harus terus bersekutu dengan Tuhan. Ada ajaran sesat, yang tanpa mempedulikan fokus ini, lalu berkata: Bapa adalah pengusaha dan Yesus adalah pokok anggur, maka jelaslah bahwa Yesus diciptakan oleh Bapa.

II) Jangan menafsirkan ayat sehingga menentang ayat lain.

1) Calvin: “Scripture interprets Scripture” (= Kitab Suci menafsirkan Kitab Suci). Jadi kita harus membanding-bandingkan semua bagian-bagian Kitab Suci yang berhubungan dengan ayat yang sedang kita tafsirkan, untuk bisa mendapatkan arti yang benar dari ayat tersebut.

Contoh:

a) Banyak orang yang menggunakan ayat-ayat seperti Matius 7:7 Markus 11:23-24 Yoh 15:7b untuk mengajarkan bahwa asal kita betul-betul berdoa dengan iman, maka Tuhan pasti akan mengabulkan semua permintaan kita, apapun adanya permintaan itu.

Tetapi penafsiran ini dilakukan tanpa menghiraukan ayat-ayat seperti:

· Matius 7:11 yang mengatakan bahwa Tuhan hanya memberi yang baik kepada kita. Jelas bahwa yang dimaksud ‘baik’ adalah dari sudut Tuhan, bukan dari sudut kita.

· 1Yohanes 5:14 yang mengatakan bahwa Tuhan hanya mengabulkan permintaan kita kalau hal itu sesuai dengan kehendakNya / rencanaNya. Bdk. Mat 6:10 Mat 26:39b dimana Yesus mengajar kita supaya menundukkan doa kita kepada kehendak Allah.

· 2Korintus 12:7-10 yang menunjukkan bahwa orang seperti rasul Pauluspun doanya bisa tidak dikabulkan.

b) Banyak orang menyoroti ayat-ayat seperti Mat 12:15b Matius 14:36 Matius 15:30 (yang menunjukkan bahwa Yesus menyembuhkan semua orang), lalu mengatakan bahwa Tuhan selalu mau menyembuhkan semua orang, dan karena itu orang kristen harus sembuh dari penyakit. Tetapi penafsiran ini dilakukan tanpa menghiraukan ayat-ayat seperti:

· 2Kor 12:7-10 yang menunjukkan bahwa Paulus tidak disembuhkan dari duri dalam dagingnya.

· Yohanes 5:1-9 dimana sekalipun ada banyak orang yang sakit (Yoh 5:3), tetapi hanya satu orang yang disembuhkan oleh Yesus, yaitu orang yang lumpuh selama 38 tahun.

· Lukas 5:15-16 dimana pada waktu ada banyak orang datang kepadaNya untuk disembuhkan, Yesus justru meninggalkan mereka dan mengundurkan diri ke tempat-tempat yang sunyi.

c) Banyak orang berdasarkan Matius 19:6 dan Mal 2:16 mengatakan bahwa orang kristen mutlak tidak boleh bercerai. Tetapi penafsiran ini dilakukan tanpa menghiraukan ayat-ayat seperti Matius 5:32 dan Mat 19:9 yang mengatakan secara jelas bahwa ada satu keadaan dimana seorang kristen boleh menceraikan pasangannya, yaitu kalau pasangannya berzinah (perzinahan fisik). Bdk. Yeremia 3:8.

d) Dalam Perjanjian Lama ada banyak tokoh saleh, seperti Daud, Salomo, Abraham, dsb yang menganut polygamy. Dan Tuhan tidak mengapa-apakan mereka, bahkan memberkati mereka. Berdasarkan hal ini banyak orang lalu berkata bahwa polygamy memang diijinkan oleh Tuhan. Tetapi penafsiran ini dilakukan tanpa menghiraukan ayat-ayat seperti Roma 7:2-3 yang mengatakan bahwa pernikahan kedua merupakan suatu perzinahan, kecuali kalau pasangannya telah mati..

e) Banyak orang berdasarkan Matius 7:1-2 mengatakan bahwa kita sama sekali tidak boleh menyalahkan orang, menganggapnya sesat dsb, karena ini semua adalah menghakimi. Tetapi penafsiran seperti ini bertentangan dengan:

· Mat 7:6,15-dst, krn kita tidak akan dapat mentaati ayat-ayat ini kecuali kita lebih dulu menilai (menghakimi) siapa yang termasuk dalam golongan babi, anjing, dan nabi palsu.

· Yohanes 7:24 dimana Yesus berkata: “Janganlah menghakimi menurut apa yang nampak, tetapi hakimilah dengan adil”.

· bagian-bagian dimana Yesus, rasul-rasul, nabi-nabi menyalahkan orang, menganggapnya sesat dsb.

f) Banyak orang yang secara extrim mengharuskan untuk menghan-curkan semua patung, tak peduli itu adalah patung berhala atau patung seni. Ini mereka dasarkan pada Kel 20:4. Tetapi penafsiran seperti ini bertentangan dengan Keluaran 25:18-20 dan Bil 21:4-9 dimana Tuhan sendiri menyuruh membuat patung.

g) Banyak orang berdasarkan Matius 5:34 melarang sumpah secara mutlak. Tetapi penafsiran ini bertentangan dengan:

· ayat-ayat dimana Paulus berulangkali bersumpah (Roma 1:9 Roma 9:1 2Kor 1:23 dsb).

· Kel 22:10-11 dimana dalam kasus tertentu Tuhan justru mengha-ruskan sumpah.

· Ibrani 6:16 - “Sebab manusia bersumpah demi orang yang lebih tinggi, dan sumpah itu menjadi suatu pengokohan baginya, yang mengakhiri segala bantahan”.

h) Banyak orang berdasarkan Matius 18:15-17 mengatakan bahwa semua peneguran harus dilakukan di bawah 4 mata. Tetapi ini bertentangan dengan:

· Galatia 2:11-14 dimana Paulus menegur Petrus di depan banyak orang.

· 1Timotius 5:20 yang jelas menunjukkan bahwa ada kasus dimana penegurannya harus dilakukan di depan orang banyak.

Charles Hodge: “The Bible, however, is the word of God and therefore self-consistent. Consequently if a passage admits of one interpretation inconsistent with the teaching of the Bible in other places, and of another interpretation consistent with that teaching, we are bound to accept the latter. This rule, simple and obvious as it is, is frequently violated, not only by those who deny the inspiration of the Scriptures, but even by men professing to recognize their infallible authority” (= Bagaimanapun juga Alkitab adalah Firman Allah dan karena itu konsisten dengan dirinya sendiri. Sebagai konsekwensinya jika suatu text memungkinkan satu penafsiran yang tidak konsisten dengan ajaran Alkitab di tempat-tempat lain, dan suatu penafsiran lain yang konsisten dengan ajaran itu, kita harus menerima penafsiran yang terakhir. Peraturan ini, sekalipun kelihatannya sederhana dan jelas, sering dilanggar, bukan hanya oleh mereka yang menyangkal pengilhaman Kitab Suci, tetapi bahkan oleh mereka yang mengaku mengenali otoritasnya yang tidak bisa salah) - ‘Systematic Theology’, vol III, hal 167.

2) Dari semua ini jelas sekali terlihat bahwa hafalan ayat Kitab Suci adalah sesuatu yang penting! Karena itu berusahalah untuk bisa menghafal banyak ayat Kitab Suci. Satu kunci dalam kesuksesan menghafal ayat adalah banyak menggunakannya / memberitakannya. Kalau saudara menjadi pengkhotbah, guru sekolah minggu, atau penginjil pribadi dan saudara banyak menggunakan ayat Kitab Suci dalam mengajar / menyampaikannya kepada orang lain, maka saudara pasti akan bisa mengingat / menghafal banyak ayat Kitab Suci.

3) Hal-hal yang bisa menolong kalau kita belum banyak hafal ayat Kitab Suci:

a) Menggunakan headnote atau footnote dalam Kitab Suci untuk melihat bagian paralel dari bagian yang kita bahas.

Contoh: Apa artinya kata ‘benci’ dalam Lukas 14:26? Kita bisa melihat pada footnote (di bawah Lukas 14:35) tertulis Matius 10:37-38, yang menjelaskan arti kata ‘benci’ dalam Lukas 14:26.

Catatan:

· Dalam hal ini ada keuntungannya kalau saudara menggunakan Kitab Suci bahasa Inggris, karena footnotenya lebih lengkap, dengan catatan saudara memilih Kitab Suci bahasa Inggris yang mempunyai footnote (ada Kitab Suci bahasa Inggris yang sama sekali tidak mempunyai footnote).

· headnote dan footnote bukan termasuk Firman Tuhan, dan karenanya tidak mutlak benar.

Contoh pemberian headnote yang salah:

* Matius 25:14-30 (perumpamaan tentang talenta), pada headnotenya tertulis Lukas 19:12-27 (perumpamaan tentang uang mina), padahal 2 perumpamaan itu berbeda.

* Yohanesw 2:13-25 (Yesus menyucikan Bait Allah), pada headnotenya tertulis Matius 21:12-13 Markus 11:15-17 Lukas 19:45-46, padahal penyucian Bait Allah dalam Injil Yohanes berbeda dengan penyucian Bait Allah dalam Matius, Markus dan Lukas, karena yang dalam Yohanes terjadi pada awal pelayanan Yesus, sedangkan yang dalam Matius, Markus dan Lukas terjadi pada akhir pelayanan Yesus.

b) Menggunakan Concordance (= konkordansi) / Nave’s Topical Bible, Thompson Bible, dsb.

Misalnya: kita mendengar khotbah tentang persembahan persepu-luhan. Kita bisa mengechek pada Nave’s Topical Bible dengan melihat pada bagian ‘TITHES’ (= persembahan persepuluhan) dimana tertulis:

“TITHES. Paid by Abraham to Melchizedek, Gen 14:20; Heb 7:2-6. Jacob vows a tenth of all his property to God, Gen 28:22. Mosaic laws instituting, Lev 27:30-33; Num 18:21-24; Deut 12:6,7,17,19; 14:22-29; 26:12-15. Customs relating to, Neh 10:37-38; Amos 4:4; Heb 7:5-9. Tithe of tithes for priests, Num 18:26; Neh 10:38. Stored in the temple, Neh 10:38,39; 12:44 13:5,12; 2Chro 31:11,12; Mal 3:10. Payment of, resumed in Hezekiah's reign, 2Chro 31:5-10. Under Nehemiah, Neh 13:12. Withheld, Neh 13;10; Mal 3:8. Customary in later times, Matt 23:23; Luke 11:42; 18:12. Observed by idolators, Amos 4:4,5.” (= Persembahan persepuluhan. Dibayarkan oleh Abraham kepada Melkisedek, Kej 14:20; Ibr 7:2-6. Yakub menazarkan sepersepuluh dari semua miliknya kepada Allah, Kej 28:22. Hukum Musa menetapkannya, Im 27:30-33; Bil 18:21-24; Ul 12:6,7,17,19; 14:22-29; 26:12-15. Kebiasaan yang berhubungan dengan, Neh 10:37-38; Amos 4:4; Ibr 7:5-9. Persembahan persepuluhan dari persembahan persepuluhan untuk imam, Bil 18:26; Neh 10:38. Disimpan di Bait Allah, Neh 10:38,39; 12:44 13:5,12; 2Taw 31:11,12; Mal 3:10. Pembayaran dari, dilanjutkan dalam pemerintahan Hizkia, 2Taw 31:5-10. Di bawah Nehemia, Neh 13:12. Ditahan, Neh 13;10; Mal 3:8. Kebiasaan pada masa belakangan, Mat 23:23; Luk 11:42; 18:12. Ditaati oleh penyembah berhala, Amos 4:4,5).

Dengan melihat bagian ini kita bisa melihat semua ayat-ayat dalam Kitab Suci tentang tithe / persembahan persepuluhan, sehingga kita dengan mudah bisa mengecheck apakah khotbah itu bertentangan dengan bagian lain dari Kitab Suci atau tidak.

c) Menggunakan buku-buku tafsiran, tetapi tentu saja harus memilih buku tafsiran yang baik. Disamping itu, kalau menggunakan buku tafsiran, sedapat mungkin gunakan beberapa buku tafsiran, bahkan sebanyak mungkin buku tafsiran, karena dengan demikian kalau ada satu yang memberi penafsiran yang salah, maka yang lain bisa mengoreksi.

III) Telitilah siapa yang berbicara dalam suatu ayat.

Kalau Tuhan yang berbicara, itu pasti betul. Kalau manusia yang berbicara, bisa betul, bisa salah. Kalau setan yang berbicara, bisa betul, bisa salah.

Contoh:

· dalam Ayub 22:4-dst, kata-kata Elifas salah.

· dalam Ayub 4:17, kata-kata Elifas betul.

· dalam Lukas 4:6, kata-kata setan salah.

· dalam Lukas 4:41, kata-kata setan betul.

IV) Telitilah untuk siapa firman itu ditujukan.

Ada orang kristen yang berkata bahwa semua janji Tuhan adalah Ya dan Amin untuk dirinya. Kelihatannya hebat dan beriman, tetapi sebetulnya salah! Mengapa? Karena tidak semua perintah maupun janji Tuhan berlaku untuk setiap orang.

1) Ada bagian-bagian yang memang ditujukan untuk semua orang, misalnya: Kel 20:3-17 (10 Hukum Tuhan), Yohanes 3:16, dsb.

2) Ada bagian-bagian yang ditujukan untuk bangsa Israel pada masa itu saja, atau pada jaman Perjanjian Lama saja, misalnya:

· perintah untuk menumpas habis suatu bangsa (Ul 7:1-2). Holy War (= Perang suci) seperti ini tidak mungkin ada lagi dalam jaman sekarang.

· bagian-bagian seperti Kel 23:20-33 Im 26:1-46 (berkat dan kutuk).

· perintah untuk mendirikan Kemah Suci (Kel 25-dst). Kalau pada jaman Perjanjian Baru orang Yahudi mendirikan lagi Kemah Suci / Bait Allah, maka itu justru adalah dosa.

· perintah untuk sunat dan mengadakan Perjamuan Paskah (Kej 17:10-dst Kel 12-13).

· perintah untuk mengorbankan binatang pada waktu berbuat dosa (Im 4-5).

· perintah untuk menggunakan abu lembu merah untuk penyucian dosa (Bil 19:1-10).

Ef 2:15 merupakan dasar penghapusan ceremonial law (= hukum yang berhubungan dengan upacara keagamaan). Kalau ini masih kurang meyakinkan, bacalah Ibr 10:1-18, yang membandingkan korban binatang dalam Perjanjian Lama, dan korban Kristus dalam Perjanjian Baru. Lalu perhatikan secara khusus:

* Ibr 10:9b yang berbunyi: “Yang pertama Ia hapuskan, supaya menegakkan yang kedua”.

‘Yang pertama’ jelas menunjuk pada korban binatang dalam Perjanjian Lama, sedangkan ‘yang kedua’ jelas menunjuk pada korban Kristus.

* Ibrani 10:18 yang berbunyi: “Jadi apabila untuk semuanya itu ada pengampunan, tidak perlu lagi dipersembahkan korban karena dosa”.

Kalau saudara masih juga belum puas, bacalah Ibr 8-9, dan perhatikan khususnya:

* Ibrani 8:7 - “Sebab, sekiranya perjanjian yang pertama itu tidak bercacat, tidak akan dicari lagi tempat untuk yang kedua”.

* Ibrani 8:13 - “Oleh karena Ia berkata-kata tentang perjanjian yang baru, Ia menyatakan yang pertama sebagai perjanjian yang telah menjadi tua. Dan apa yang telah menjadi tua dan usang, telah dekat kepada kemusnahannya”.

* Ibrani 9:9-10 - “Itu adalah kiasan masa sekarang. Sesuai dengan itu dipersembahkan korban dan persembahan yang tidak dapat menyempurnakan mereka yang mempersembahkannya menurut hati nurani mereka, karena semuanya itu, di samping makanan dan minuman dan pelbagai macam persembahan, hanyalah peraturan-peraturan untuk hidup insani, yang hanya berlaku sampai tibanya waktu pembaharuan”.

Semua ini jelas menunjukkan bahwa ceremonial law, termasuk korban dan penyucian Perjanjian Lama sudah tidak berlaku lagi pada jaman Perjanjian Baru sekarang ini.

Karena itu, kalau pada jaman sekarang (jaman Perjanjian Baru) orang melakukan kembali ceremonial law seperti itu, maka itu merupakan penghinaan terhadap pengorbanan Kristus. Kalau hal ini dilakukan oleh bangsa Yahudi yang non kristen, maka sekalipun ini tetap salah, tetapi ini tidak mengherankan, karena mereka memang hidup dalam jaman Perjanjian Lama dan tidak mengakui Perjanjian Baru. Tetapi kalau ada orang kristen, lebih-lebih pendeta kristen, yang menyetujui hal itu, ini betul-betul kegilaan dan kesesatan! Tidak ada orang / bangsa manapun dalam jaman Perjanjian Baru ini yang bisa disucikan dengan apapun (termasuk dengan ‘lembu merah’) selain dengan darah Kristus. Dengan kata lain, supaya seseorang atau suatu bangsa (termasuk bangsa Israel / Yahudi) bisa disucikan, maka ia / mereka harus percaya kepada Yesus sebagai Juruselamat dan Tuhan!

Mungkin ada orang yang menggunakan Bilangan 19:10, yang menunjukkan bahwa itu adalah ‘ketetapan untuk selama-lamanya’, untuk menentang apa yang saya katakan di sini.

Untuk menjawab ini saya ingin mengingatkan bahwa dalam Kej 17:13 sunat juga disebut sebagai ‘perjanjian yang kekal’! Apakah saudara mau mengatakan bahwa jaman sekarang kita juga harus disunat? Ini jelas tidak mungkin (bdk. Gal 5:2-6 Gal 6:12-15). Calvin menganggap bahwa yang kekal bukan pelaksanaan sunat itu, tetapi artinya. Juga sunat merupakan TYPE / gambaran / bayangan dari baptisan, dan karena itu pada waktu baptisan tiba maka sunat harus disingkirkan.

Demikian juga dengan perayaan Paskah Perjanjian Lama (Passover), yang dalam Kel 12:14 disebutkan sebagai ‘ketetapan untuk selamanya’. Ini merupakan TYPE / gambaran / bayangan dari Kristus (1Kor 5:7 - “Sebab anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus”), dan karena itu pada waktu Kristusnya datang, mati dan bangkit, maka hal ini harus disingkirkan.

Jadi, sekalipun sunat dan Paskah disebut ‘perjanjian yang kekal’ / ‘ketetapan untuk selamanya’, itu tidak berarti pelaksanaan sunat dan Paskah itu kekal. Maka demikian juga dengan persoalan lembu merah!

3) Ada bagian-bagian yang ditujukan untuk orang kristen / percaya saja, seperti: Ro 8:28 1Kor 10:13 Yeremia 29:11 (bdk. Yeremia 21:10).

Karena itu, dalam menghibur atau mengcounsel orang kafir / kristen KTP, jangan menggunakan ayat-ayat ini dan menerapkannya bagi mereka.

4) Ada bagian-bagian yang ditujukan untuk orang-orang tertentu saja, misalnya:

· Mat 28:20b, ditujukan hanya untuk orang yang memberitakan Injil.

· Mat 10:16-20, ditujukan hanya untuk orang-orang kristen yang dihadapkan kepada penguasa-penguasa. Bagian ini tidak berlaku untuk pengkhotbah yang mau berkhotbah dalam kebaktian biasa!

5) Ada bagian-bagian yang ditujukan untuk 1 individu saja, mis:

· Lukas 1:26-35 - untuk Maria saja.

· Matius 1:20,21 - untuk Yusuf saja.

· Matius 14:28,29 - untuk Petrus saja.

· Matius 19:21 - untuk pemuda kaya itu saja.

Catatan: Ini bukan berarti bahwa bagian-bagian yang bukan untuk kita itu tidak ada artinya sama sekali. Kita bisa menarik ‘pelajaran’ yang berharga dari bagian-bagian itu, misalnya:

¨ Mat 14:28-29 memang tidak berarti bahwa kita boleh mencoba untuk berjalan di atas air, tetapi bagian itu mengajar kita untuk tetap percaya dan memandang pada Yesus dalam setiap keadaan.

¨ Mat 19:21 memang tidak berarti bahwa kita harus menjual semua harta kita dan membagi-bagikannya pada orang miskin. Tetapi bagian ini mengajarkan bahwa kita harus mengasihi Kristus lebih dari harta kita.

6) Ada bagian-bagian yang hanya ditujukan untuk orang-orang tertentu pada satu saat saja.

Misalnya kata-kata Yesus dalam Mat 10:5-10. Orang-orang kristen yang extrim sering menggunakan bagian ini sebagai dasar untuk mengatakan bahwa kitapun diperintahkan oleh Yesus untuk membangkitkan orang mati. Ini salah, karena kata-kata ini hanya berlaku untuk para murid pada saat itu saja. Apa alasannya untuk mengatakan bahwa kata-kata ini hanya berlaku untuk para murid pada saat itu saja? Alasannya: pada saat itu mereka hanya boleh memberitakan Injil kepada orang-orang Israel / Yahudi saja, sedangkan Mat 28:19 menyuruh untuk memberitakan Injil kepada segala bangsa. Juga pada saat itu mereka dilarang membawa bekal, tetapi dalam Luk 22:36 mereka disuruh membawa bekal. Jadi jelas bahwa perintah dalam Mat 10:5-dst itu sudah dianulir / dihapuskan oleh Yesus sendiri!

V) Ayat mudah dan ayat sukar.

Dalam Kitab Suci ada ayat-ayat yang mudah / jelas, tetapi ada juga ayat-ayat yang sukar. Adanya ayat-ayat yang sukar dalam Kitab Suci diakui oleh Kitab Suci sendiri (2Pet 3:15-16). Ada banyak pengajar sesat yang senang menggunakan ayat-ayat yang sukar (misalnya dari kitab Wahyu), supaya mereka bisa menafsirkannya semau mereka. Harus kita ingat bahwa kalau kita menafsirkan ayat yang sukar, maka kemungkinan untuk salah adalah besar. Sedangkan kalau kita menafsirkan ayat yang mudah, kemungkinan untuk salah adalah kecil. Jadi kita harus menggunakan ayat-ayat yang mudah / jelas dalam Kitab Suci untuk mengecheck penafsiran ayat-ayat sukar dalam Kitab Suci.

Contoh:

1) Wahyu 7:4-8 adalah ayat / bagian yang sukar. Ini dipakai oleh Saksi Yehovah untuk mengajar bahwa nanti hanya ada 144.000 orang yang akan masuk surga. Tetapi dalam Kitab Suci, ada ayat-ayat yang lebih jelas, yang jelas-jelas bertentangan dengan ajaran itu. Wah 7:9 mengatakan “tak terhitung banyaknya”. Yoh 3:16 mengatakan bahwa setiap orang yang percaya kepada Kristus akan mendapat hidup kekal, dan mustahil bahwa dalam sepanjang jaman hanya ada 144.000 orang yang percaya kepada Kristus.

2) Matius 5:5 adalah ayat yang sukar, dan ayat ini dipakai oleh Saksi Yehovah untuk mengajar bahwa manusia (selain yang 144.000 orang yang masuk surga) akan tinggal di bumi. Tetapi 2Pet 3:9-11 (bdk. Wah 21:1b) secara jelas mengatakan bahwa pada hari kedatangan Kristus yang kedua-kalinya, semua (termasuk bumi) akan dihancurkan.

3) 1Petrus 3:19-20 dan 1Petrus 4:6 adalah ayat-ayat sukar.

Ini dipakai oleh orang-orang tertentu untuk mengajarkan bahwa setelah kematian masih ada harapan bagi orang-orang yang tidak percaya [adanya penginjilan terhadap orang yang sudah mati, adanya ‘second chance’ (= kesempatan kedua) bagi mereka dsb]. Tetapi Luk 16:19-31 (cerita Lazarus dan orang kaya) secara jelas menunjukkan bahwa tidak ada lagi harapan bagi orang yang tidak percaya setelah mereka mati. Dan Mazmur 88:12-13 juga secara jelas menunjukkan bahwa kasih Tuhan tidak bisa diberitakan setelah kematian!

Jadi, supaya kita bisa menghindari ajaran-ajaran sesat / salah yang menggunakan ayat-ayat sukar sebagai dasar, maka kita perlu belajar Kitab Suci kita dan menghafalkan ayat-ayat yang mudah / jelas. Dengan demikian kita bisa mengecheck ajaran-ajaran yang menggunakan ayat sukar sebagai dasar. Awas! Ini tidak berarti, kita harus menghindari ayat-ayat sukar! Kita tidak menghindarinya! Tetapi kita mempelajari yang mudah lebih dahulu dan lalu menggunakan pengertian dari ayat-ayat yang mudah itu untuk menafsirkan ayat-ayat yang sukar.

VI) Bagian yang bersifat explicit dan implicit.

Kata explicit berarti ‘tersurat’, sedangkan kata implicit berarti ‘tersirat’.

Bagian yang bersifat explicit adalah bagian yang memberikan pernyataan / ajaran langsung, sedangkan bagian yang bersifat implicit adalah bagian yang memberikan pernyataan / ajaran tidak langsung.

Contoh:

1) Dalam pembicaraan sehari-hari:

Kalau si A berkata kepada si B: ‘Saya lapar’, maka si B dengan yakin bisa tahu bahwa si A sedang lapar, karena itu dikatakannya secara explicit. Tetapi si B juga bisa menduga-duga / menyimpulkan apa yang si A maksudkan secara implicit dengan kata-kata itu. Mungkin si A mengatakan dirinya lapar, dengan maksud supaya si B mengajaknya makan. Tetapi penafsiran implicit ini tentu tidak pasti benar, karena si B bisa saja salah dalam menarik kesimpulan seperti itu.

2) Dalam penafsiran Kitab Suci:

Yohanes 3:16 secara explicit mengajarkan bahwa:

· Allah mencintai dunia.

· Allah telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal.

· Yang percaya kepada Anak Allah tidak akan binasa tetapi akan mendapat hidup kekal.

Sedangkan secara implicit Yoh 3:16 mengajarkan bahwa: Yang tidak percaya kepada Anak Allah / Yesus akan binasa / masuk neraka.

Jelas bahwa penafsiran yang explicit lebih kuat dari pada penafsiran implicit, dan karenanya, kalau sesuatu yang implicit bertentangan dengan sesuatu yang explicit, maka yang implicitlah yang harus dibuang.

Tetapi bagaimanapun juga, mengambil pengajaran / arti secara implicit dari suatu ayat adalah penting dan sah. Tuhan Yesus sendiri menggunakan bagian yang implicit dari suatu ayat untuk mengajar. Dalam Mat 22:23-33, Ia menggunakan bagian yang implicit dari Kel 3:6 untuk membuktikan adanya kebangkitan / kehidupan setelah kematian.

Dan pada waktu mengucapkan Matius 4:10 Yesus mengutip Ulangan 6:13, tetapi kalau dalam Ul 6:13 secara explicit tidak ada kata ‘hanya’ (tetapi jelas ada secara implicit), maka waktu mengucapkan Mat 4:10 Yesus memberi kata ‘hanya’ secara explicit.

Catatan: dalam NIV dan NASB, Ul 6:13 menggunakan kata ‘only’ (= hanya), tetapi ini sebetulnya tidak ada. Dan NASB mencetaknya dengan huruf miring untuk menunjukkan bahwa kata itu tidak ada dalam bahasa aslinya.

Bolehnya menarik ajaran implicit ini menyebabkan adanya tindakan-tindakan yang bisa dinyatakan sebagai salah, sekalipun tidak ada dasar secara explicit. Contoh yang jelas adalah tentang merokok, menjadi morfinist, menggunakan ecstasy dsb. Sekalipun secara explicit tidak ada ayat yang melarang hal-hal itu, tetapi secara implicit ada, seperti:

¨ Mat 22:39 selain menyuruh kita mengasihi sesama, juga menyuruh kita mengasihi diri sendiri. Merokok, menjadi morfinist, menggunakan ecstasy, dsb jelas merusak tubuh / kesehatan kita sendiri, dan karenanya jelas bertentangan dengan ayat ini. Bahkan merokok juga merusak kesehatan orang-orang di sekitar si perokok dengan memaksa mereka menjadi perokok pasif. Jadi tindakan merokok ini juga tidak mengasihi sesama.

¨ 1Kor 10:23 yang berbunyi: “‘Segala sesuatu diperbolehkan,’ Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. ‘Segala sesua­tu diperbolehkan,’ Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun”.

Berdasarkan 1Korintus 10:23 ini, maka merokok itu jelas tidak boleh dilakukan, karena merokok itu bukan saja tidak berguna dan tidak membangun, tetapi bahkan merusak / merugikan kesehatan si perokok maupun orang-orang yang di sekitarnya, dan juga merupakan penghamburan uang secara tidak perlu / tidak ada gunanya!

¨ 1Korintus 6:12 yang berbunyi: “Segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apapun”.

Ayat ini mempunyai kemiripan dengan 1Kor 10:23 di atas, tetapi ada tambahannya yang berbunyi ‘aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apapun’. Ini lebih-lebih lagi menentang tindakan merokok, menjadi morfinist dsb, karena hal-hal itu jelas memperbudak orangnya.

Sekalipun mengambil pengajaran secara implicit adalah suatu tindakan yang sah, tetapi ada juga bahayanya, yaitu kalau mengambilnya salah.

Contoh:

· Mat 22:23-33 digunakan oleh banyak orang untuk mengajar bahwa nanti di surga kita tidak punya jenis kelamin. Tetapi bagian itu hanya mengatakan ‘tidak kawin dan tidak dikawinkan’, bukannya ‘tidak punya jenis kelamin’. Bandingkan dengan Luk 16:19-31, dimana Abraham disebut ‘Bapa’ (laki-laki).

· 1Tim 3:2,12 secara explicit mengajar bahwa penilik jemaat / diaken tidak boleh beristri lebih dari satu. Lalu ada orang yang menafsirkan secara implicit bahwa jemaat biasa boleh mempunyai istri lebih dari satu. Bandingkan ini dengan Ro 7:2-3 yang secara explicit melarang polygamy / polyandry.

· Yohanes 12:6 secara explicit mengatakan bahwa rombongan Tuhan Yesus mempunyai bendahara. Lalu para penganut Theologia Kemakmuran menafsirkan secara implicit dengan mengatakan bahwa Yesus itu kaya sehingga membutuhkan bendahara. Bandingkan ini dengan Luk 9:58 yang jelas menunjukkan kemiskinan Yesus.

· Ulangan 18:22 mengatakan bahwa kalau seorang nabi menubuatkan suatu tanda, dan lalu tanda itu tidak terjadi, maka itu menunjukkan bahwa ia adalah seorang nabi palsu. Itu dinyatakan secara explicit, dan karenanya itu pasti benar. Tetapi kalau kita mengambil arti secara implicit, yaitu: kalau nubuat dari nabi itu terjadi, berarti ia pasti adalah nabi asli, maka ini bertentangan dengan Ul 13:1-5 dan juga Mat 7:22-23. Karena itu arti implicit itu tidak boleh diambil!

Pulpit Commentary tentang Ul 18:20: “The failure of the word of a prophet was decisive proof that he had not spoken by Divine inspiration. Had his word not failed, it would not have followed that he was a true prophet, but it showed conclusively that he was a false one when his word did fail” (= Kegagalan perkataan seorang nabi merupakan bukti yang meyakinkan bahwa ia tidak berbicara oleh ilham Ilahi. Jika perkataannya tidak gagal, tidak berarti bahwa ia adalah seorang nabi yang sejati, tetapi itu menunjukkan secara meyakinkan bahwa ia adalah seorang nabi palsu pada saat perkataannya gagal) - hal 315.

Supaya terhindar dari penafsiran implicit yang salah, maka sesuatu yang implicit harus dicheck dengan bagian-bagian lain dari Kitab Suci, kalau bisa yang bersifat explicit.

Contoh:

¨ Dalam Yoh 3:16, kata-kata ‘... setiap orang yang percaya kepadaNya’ ditafsirkan secara implicit untuk mengajar bahwa setiap orang mampu datang kepada Kristus. Tetapi Yoh 6:44,65 menyatakan secara explicit bahwa manusia tidak mempunyai kemampuan untuk datang kepada Kristus (bdk. 1Kor 12:3). Manusia hanya bisa datang kepada Kristus, kalau Allah menarik dia / mengaruniakan kepadanya. Jadi, di dalam hal ini, penafsiran secara implicit dari Yoh 3:16 tadi harus dibuang!

¨ Filipi 2:12 dan Wahyu 2:10 ditafsirkan secara implicit untuk mengajarkan bahwa keselamatan bisa hilang. Tetapi Yoh 10:27-29 secara explicit menyatakan bahwa kita tidak mungkin kehilangan keselamatan. Jadi, di sini penafsiran implicit dari Fil 2:12 dan Wah 2:10 itu harus dibuang!

¨ Roma 7:18-19 ditafsirkan secara implicit untuk mengajarkan bahwa manusia bisa mempunyai kemauan yang baik, tetapi tetap tidak mempunyai kekuatan untuk melaksanakan kemauan yang baik itu. Tetapi bandingkan dengan Fil 2:13 - “karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaanNya”. Ini terjemahannya kurang jelas. Perhatikan terjemahan-terjemahan Kitab Suci bahasa Inggris di bawah ini:

KJV: “For it is God which worketh in you both to will and to do of his good pleasure” (= Karena Allahlah yang bekerja dalam kamu baik untuk menghendaki maupun untuk melakukandari kesenanganNya yang baik).

RSV: “for God is at work in you, both to will and to work for his good pleasure” (= karena Allah bekerja dalam kamu, baik untuk menghendaki maupun untuk mengerjakan untuk kesenanganNya yang baik).

NASB: “for it is God who is at work in you, both to will and to work for His good pleasure” (= karena Allahlah yang bekerja dalam kamu, baik untuk menghendaki maupun untuk mengerjakan untuk kesenanganNya yang baik).

NIV: “for it is God who works in you to will and to act according to his good purpose” (= karena Allahlah yang bekerja dalam kamu untuk menghendaki dan untuk berbuat menurut rencanaNya yang baik).

Jadi Fil 2:13 secara explicit mengatakan bahwa bukan hanya kekuatan untuk melakukan, tetapi juga kemauan yang baik, harus diberikan oleh Allah.

VII) Bagian yang bersifat Descriptive dan Didactic.

1) Bagian Kitab Suci yang bersifat Descriptive (= bersifat menggambarkan).

Bagian yang bersifat Descriptive adalah bagian yang berupa cerita yang terjadi sungguh-sungguh dan bersifat menggambarkan apa yang terjadi pada saat itu. Ini tidak boleh dipakai sebagai rumus / hukum / norma!

Illustrasi: Dalam hal ini, membaca dan menafsirkan Kitab Suci mempunyai persamaan dengan membaca dan menafsirkan surat kabar. Kalau saudara membaca surat kabar, dan di sana diceritakan tentang adanya orang yang terkena serangan jantung pada waktu nonton TV, maka hal ini tentu bukan norma / hukum. Cerita ini tentu tidak boleh ditafsirkan seakan-akan semua orang yang nonton TV pasti terkena serangan jantung. Juga kalau di surat kabar diceritakan adanya satu keluarga yang piknik ke Tretes dan lalu mengalami kecelakaan, sehingga mati semua. Ini tentu tidak boleh ditafsirkan seakan-akan semua orang yang piknik sekeluarga akan mengalami kecelakaan dan mati semua.

Contoh:

a) Kel 14, yang menceritakan peristiwa dimana Allah membelah Laut Teberau sehingga bangsa Israel bisa menyeberang di tanah kering, adalah suatu bagian yang bersifat Descriptive (menggambarkan apa yang terjadi pada saat itu). Ini bukan rumus / norma / hukum, artinya, kita tidak diperintahkan untuk menyeberangi laut dengan cara seperti itu!

b) Yos 6 yang menceritakan robohnya tembok Yerikho setelah dikelilingi selama 7 hari juga merupakan bagian yang bersifat Descriptive, sehingga tidak boleh dijadikan hukum / norma dalam peperangan.

c) Keluaran 16:13-16 yang menceritakan pemberian manna kepada bangsa Israel di padang gurun, jelas juga merupakan bagian yang bersifat Descriptive, sehingga tidak boleh dijadikan sebagai rumus / norma dalam kehidupan orang kristen di padang gurun.

d) Kis 5:18-19 dan Kis 12:3-11 menceritakan bahwa pada waktu rasul-rasul ditangkap dan dipenjarakan, Tuhan membebaskannya dengan menggunakan mujijat. Ini lagi-lagi merupakan bagian yang bersifat Descriptive, dan tidak boleh diartikan seakan-akan setiap orang kristen yang ditangkap / dipenjarakan pasti dibebaskan secara mujijat. Kenyataannya Yohanes Pembaptis dipenjarakan lalu dipenggal (Matius 14:3-12); Yesus sendiri ditangkap lalu disalibkan sampai mati, dan rasul Yakobus ditangkap lalu dipenggal (Kis 12:2).

e) Yoh 11 menceritakan bahwa Yesus membangkitkan Lazarus yang sudah mati selama 4 hari. Ini adalah bagian yang bersifat Descriptive, sehingga tidak boleh diartikan seakan-akan setiap orang kristen yang mati akan bangkit pada hari ke 4.

f) Kis 28:1-6 juga bersifat descriptive dan tidak dapat dipakai sebagai dasar untuk mengajar bahwa orang kristen tidak akan mengalami bahaya apa-apa kalau digigit ular berbisa.

g) Ada banyak bagian yang bersifat Descriptive dalam Kitab Suci tentang hal-hal yang dilakukan oleh Tuhan Yesus, yang bukan merupakan norma / hukum, dan karenanya tidak harus kita lakukan. Misalnya:

· Yesus tidak pernah menikah / pacaran. Ini tentu tidak berarti bahwa semua orang kristen tidak boleh pacaran / menikah.

· Yesus berpuasa 40 hari 40 malam di padang gurun (Matius 4:1-11 Lukas 4:1-13). Ini tidak berarti bahwa semua orang kristen harus berpuasa 40 hari 40 malam di padang gurun.

· Yesus dan Petrus berjalan di atas air (Matius 14:22-29). Ini tidak berarti bahwa setiap orang kristen harus bisa melakukan hal itu.

· Yesus hanya mempunyai 12 murid (Mat 10:1-4). Ini tidak boleh diartikan seakan-akan Sekolah Theologia / gereja hanya boleh mempunyai 12 murid / jemaat.

2) Bagian Kitab Suci yang bersifat Didactic (= bersifat pengajaran).

Bagian yang bersifat Didactic adalah bagian yang bersifat pengajaran (Yunani: DIDACHE), dan bisa berbentuk suatu pernyataan, janji, perintah atau larangan. Ini adalah rumus / hukum / norma bagi kita.

Contoh:

a) Kis 16:31 yang berbunyi “Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat” adalah bagian yang bersifat Didactic. Karena itu, ini merupakan hukum / norma, artinya setiap orang yang percaya kepada Yesus pasti selamat.

b) Filipi 4:4 yang berbunyi “Bersukacitalah senantiasa” adalah bagian yang bersifat Didactic. Ini adalah hukum / norma bagi kita, yang menyuruh kita bersukacita senantiasa.

c) 10 Hukum Tuhan dalam Kel 20:3-17 merupakan bagian yang bersifat Didactic, sehingga merupakan Hukum / Norma bagi kita semua.

Jadi, pada waktu mendengar suatu khotbah / ajaran, telitilah apakah text yang dipakai sebagai dasar itu adalah text yang bersifat descriptive atau didactic! Ini bisa menghindarkan saudara dari ajaran-ajaran yang salah / sesat!

Jaman sekarang, khususnya dalam kalangan Pentakosta / Kharismatik, karena kurangnya / tidak adanya pengertian tentang Hermeneutics, yang menyebabkan mereka tidak membedakan antara bagian yang bersifat Descriptive dan bagian yang bersifat Didactic, maka ada banyak pengajaran salah yang ditimbulkan karena mereka menggunakan bagian yang bersifat descriptive sebagai rumus / hukum / norma, seolah-olah itu adalah bagian yang bersifat didactic.

Contoh:

1. Mat 12:15b dan Mat 15:30 memang menggambarkan bahwa pada saat itu Yesus menyembuhkan semua orang sakit. Tetapi ini adalah bagian yang bersifat Descriptive, sehingga sebetulnya tidak boleh dijadikan hukum / norma. Tetapi banyak orang menggunakan bagian yang bersifat Descriptive ini sebagai hukum / norma, sehingga mereka berkata bahwa Yesus selalu menyembuhkan semua orang sakit. Ini menyebabkan mereka lalu mengajarkan bahwa setiap orang kristen harus sehat / sembuh dari penyakit, dan kalau tidak sembuh maka pasti orangnya kurang beriman atau berdosa.

Bahwa ini salah bisa terlihat dari ayat-ayat seperti 2Korintus 12:7-10 Filipi 2:26-27 1Timotius 5:23 2Tim 4:20 jelas menunjukkan bahwa orang kristen, yang beriman dan saleh sekalipun, bisa sakit dan bahkan tidak disembuhkan dari penyakit itu.

2. Kis 2:1-11 menceritakan apa yang terjadi pada hari Pentakosta dimana rasul-rasul kepenuhan Roh Kudus lalu berbahasa Roh / lidah. Ini adalah bagian yang bersifat Descriptive, tetapi banyak orang yang lalu menjadikan hal ini sebagai rumus / hukum / norma dan mereka mengajar bahwa orang yang menerima / dipenuhi Roh Kudus harus berbahasa Roh / lidah. Menghadapi ajaran seperti ini ada 3 hal yang harus diperhatikan, yaitu:

· Kis 2:1-11 bersifat descriptive, jadi tidak boleh dijadikan rumus / hukum / norma!

· Ajaran tersebut tidak konsekwen karena mereka mengharuskan bahasa Roh / lidahnya saja, tetapi tidak mengharuskan adanya tiupan angin yang keras dan lidah-lidah api, yang jelas juga ada dalam bacaan itu (Kis 2:2-3). Memang bahasa rohnya gampang dipalsukan, tetapi tiupan angin dan lidah api sukar / tidak dapat dipalsukan!

· 1Kor 12:7-11,28-30 bersifat didactic dan mengajarkan bahwa hanya sebagian orang kristen yang menerima karunia bahasa Roh. Karena 1Kor 12:7-11,28-30 bersifat didacticmaka bagian inilah yang harus dianggap sebagai norma / hukum / rumus!

3. Cerita tentang tokoh-tokoh yang kaya dalam Perjanjian Lama, seperti Abraham, Daud, Ayub, dsb merupakan bagian yang bersifat Descriptive, sehingga tidak boleh dijadikan norma. Tetapi para penganut Theologia Kemakmuran menggunakan bagian-bagian ini sebagai norma, sehingga mereka lalu mengatakan bahwa orang kristen harus kaya.

Ada 2 hal penting yang perlu diketahui:

1) Bagian yang bersifat Descriptive juga mengandung pengajaran, karena kalau tidak, tentu tidak akan ditulis dalam Kitab Suci.

Contoh:

a) Peristiwa Petrus berjalan di atas air (Matius 14:28-31) mengajar bahwa:

· Yesus / Allah berkuasa atas hukum alam, sehingga pada saat tertentu bisa saja ‘melindas’ hukum alam itu.

· Dalam menghadapi persoalan / bahaya, mata kita harus ditujukan kepada Yesus, supaya kita tetap beriman dan tidak takut / kuatir.

b) Peristiwa pemberian makan kepada 5000 orang (Yoh 6:1-14), mengajar kita bahwa:

· Allah sering tidak bisa diukur dengan matematik!

· sesuatu yang tidak berarti (5 roti dan 2 ikan), pada waktu dipersembahkan kepada Tuhan dengan hati yang tulus, bisa menjadi berkat bagi banyak orang.

c) Kita bisa menggunakan orang-orang saleh sebagai teladan hidup, asal tidak bertentangan dengan bagian Kitab Suci yang lain.

Misalnya kita boleh menjadikan iman Abraham dalam menantikan janji Tuhan sebagai teladan dalam hidup kita. Juga keberanian Daud, kesalehan Ayub, dsb. Tetapi polygamy yang dilakukan tokoh-tokoh saleh dalam Perjanjian Lama (1Raja 11:3), dan juga dusta Abraham dan Ishak (Kej 12:11-13 Kejadian 20:2 Kejadian 26:7), perzinahan Daud (2Sam 11), dsb, jelas tidak boleh dijadikan teladan karena bertentangan dengan Kitab Suci.

2) Kalau sesuatu yang bersifat Descriptive terjadi terus menerus tanpa kecuali, maka itu memungkinkan kita untuk menjadikan bagian itu sebagai rumus / hukum / norma.

Contoh:

a) Dalam Kitab Suci baptisan selalu dilakukan dengan air, dan karena itu maka hal ini menjadi rumus / norma.

b) Dalam Kitab Suci Perjamuan Kudus selalu dilakukan menggunakan roti dan anggur, dan karena itu maka hal ini menjadi rumus / norma.

c) Dalam Kitab Suci semua kesembuhan ilahi:

· terjadi secara sempurna (sembuh total).

· terjadi secara langsung / pada ketika itu juga (bukan secara proses perlahan-lahan).

Karena itu hal ini harus dijadikan norma / hukum.

VIII) Ayat dari sudut Allah dan dari sudut manusia.

Kalau kita tidak bisa membedakan kedua hal itu dalam Kitab Suci, maka kita tidak bisa terhindar dari kontradiksi. Kalau kita bisa membedakan kedua hal tersebut, maka kita bisa mengharmoniskan kedua bagian tersebut.

Contoh:

1) Dalam Kej 6:5,6 Kel 32:10-14 1Sam 15:11,35 Yes 38:1,5 Yer 18:8 Yun 3:10 dikatakan bahwa Allah itu menyesal dan mengubah keputusanNya. Ini merupakan ayat-ayat yang ditinjau dari sudut manusia!

Khususnya perhatikan Kel 32:10-14 dimana Allah menyesal / bertobat setelah dinasehati oleh Musa! Ini tentu tidak bisa diartikan secara hurufiah, tetapi harus dianggap sebagai sesuatu yang ditinjau dari sudut pandang manusia.

Perhatikan juga bahwa sekalipun kata-kata itu diucapkan oleh Allah sendiri, seperti dalam 1Sam 15:11, tetapi itu tetap merupakan ayat yang ditinjau dari sudut pandang manusia!

Dalam Bil 23:19 1Sam 15:29 & Yer 4:28 jelas dikatakan bahwa Allah tidak akan menyesal dan tidak akan mengubah rencanaNya. Ini peninjauan dari sudut Allah!

Catatan: perhatikan bahwa dalam satu pasal, yaitu dalam 1Sam 15, mula-mula dikatakan bahwa Allah menyesal (ay 11), lalu dikatakan Allah tidak menyesal (ay 29), dan akhirnya dikatakan Allah menyesal lagi (ay 35b). Kalau kita tidak membedakan dua sudut pandang ini, bagaimana kita bisa menafsirkan bagian-bagian tersebut

Jadi ditinjau dari sudut manusia, Allah memang kelihatannya bisa menyesal dan mengubah RencanaNya, tetapi ditinjau dari sudut Allah, hal itu tidak mungkin.

Illustrasi: Seorang sutradara menyusun naskah untuk sandiwara, dan ia juga sekaligus menjadi salah satu pemain sandiwara tersebut. Dalam sandiwara itu ditunjukkan bahwa ia mau makan, tetapi tiba-tiba ada telpon, sehingga ia lalu tidak jadi makan. Dari sudut penonton, pemain sandiwara itu berubah piki­ran / rencana. Tetapi kalau ditinjau dari sudut naskah / sutradara, ia sama sekali tidak berubah dari rencana semula, karena dalam naskah sudah direncanakan bahwa ia mau makan, lalu ada telpon, lalu ia mengubah rencana / pikirannya, dsb.

Pada waktu Kitab Suci berkata ‘Allah menyesal’ maka memang dari sudut manusia, Allahnya menyesal / mengubah rencanaNya. Tetapi dari sudut Allah / Rencana Allah, sebetulnya tidak ada perubahan, karena semua perubahan / penyesalan itu sudah direncanakan oleh Allah.

2) Kalau kita melihat Yoh 10:26-29 1Kor 1:8-9 Fil 1:6 1Yoh 2:18-19 Yudas 24 maka jelas sekali bahwa orang kristen tidak mungkin murtad atau dengan kata lain, sekali seseorang selamat ia akan tetap selamat. Ini peninjauan dari sudut Allah! Tetapi:

a) Dalam Yoh 6:60-66 1Tim 1:19-20 2Tim 2:17-18 ada orang-orang yang murtad. Ini peninjauan dari sudut manusia. Dari sudut manusia, orang-orang itu kelihatannya sudah percaya tetapi lalu murtad.

Kalau kita mau mengharmoniskan bagian ini dengan ayat-ayat yang meninjau dari sudut Allah, haruslah kita katakan bahwa orang-orang yang dari sudut manusia itu kelihatannya sudah percaya, sebetulnya belum sungguh-sungguh percaya. Karena itulah maka mereka bisa murtad.

b) Dalam Kol 1:23 Ibr 2:1 Ibr 3:14 Wah 2:10b ada peringatan supaya tidak murtad dan ada perintah untuk terus ikut Tuhan. Ini peninjauan dari sudut manusia!

Illustrasi: Bacalah Kis 27:22-25,34b lalu Kis 27:31,33-34a. Jelas bahwa Paulus bukan menentang kata-katanya sendiri. Tetapi mula-mula ia berbicara dari sudut pandang Allah (ay 22-25), dan sesudah itu ia berbicara dari sudut pandang manusia, untuk menekankan tanggung jawab mereka (ay 31,33-34a), lalu ia berbicara dari sudut pandang Allah lagi (ay 34b).

Kesimpulan dari semua ini: sekalipun keselamatan dijamin tidak bisa hilang, manusia tetap mempunyai tanggung jawab untuk memelihara keselamatannya / melakukan yang terbaik.

3) Dalam Kej 6:9 Lukas 1:6 Luk 2:25 Ayub 1:1,8 kita melihat adanya orang-orang yang saleh. Ini dari sudut pandang manusia (manusia memandang mereka sebagai orang yang saleh, atau, dibandingkan manusia yang lain mereka adalah orang yang saleh).

Dalam Roma 3:10-12,23 Yesaya 64:6 jelas dikatakan bahwa semua manusia adalah orang berdosa, dan segala kesalehannya seperti kain kotor. Ini dari sudut pandangan Allah. Di hadapan Allah yang maha suci, bagaimanapun salehnya seseorang, ia tetap penuh dengan dosa!

4) Ada banyak ayat dalam Kitab Suci yang menunjukkan kemahatahuan Allah. Ini jelas merupakan ayat-ayat dari sudut pandang Allah.

Tetapi ada ayat yang seolah-olah menunjukkan bahwa Allah itu tidak maha tahu, dan bahkan salah dalam memperkirakan. Misalnya

· Yer 3:7a - “PikirKu: Sesudah melakukan semuanya ini, ia akan kembali kepadaKu, tetapi ia tidak kembali”.

· Yeremia 3:19-20 - “Tadinya pikirKu: "Sungguh Aku mau menempatkan engkau di tengah-tengah anak-anakKu dan memberikan kepadamu negeri yang indah, milik pusaka yang paling permai dari bangsa-bangsa. PikirKu, engkau akan memanggil Aku: Bapaku, dan tidak akan berbalik dari mengikuti Aku. Tetapi sesungguhnya, seperti seorang isteri tidak setia terhadap temannya, demikianlah kamu tidak setia terhadap Aku, hai kaum Israel, demikianlah firman TUHAN”.

Ini jelas merupakan ayat-ayat dari sudut pandang manusia, atau ayat-ayat dimana Allah menyatakan diriNya sesuai dengan kapasitas pengertian manusia yang terbatas.
---
I) Nama (tempat, kota, gunung, orang).

Sekalipun suatu nama ada artinya, tetapi tidak selalu ada hubungannya dengan kontext. Jadi, kadang-kadang perlu / bisa dibahas (misalnya nama ‘Yesus’ dalam Mat 1:21); tetapi kadang-kadang tidak boleh dibahas karena memang tidak ada hubungannya dengan kontext [misalnya nama ‘Teofilus’ yang berarti ‘a friend of God’ (= sahabat Allah) dalam Kis 1:1 dan Luk 1:3].

II) Kata biasa (kata kerja, kata benda, kata sifat).

1) Suatu kata tidak selalu mempunyai arti yang sama.

Suatu kata sering mempunyai beberapa arti dan bisa saja pada suatu bagian diambil arti yang pertama dan pada bagian yang lain diambil arti yang kedua.

Misalnya kata ‘pencobaan / mencobai’, ‘iman’, ‘percaya’, ‘selamat’, ‘jiwa’, tidak selalu sama artinya.

Contoh: baca Yak 2:14-26.

Kalau kita sudah pernah membaca surat-surat Paulus, maka kita akan melihat bahwa kelihatannya bagian surat Yakobus ini ber­tentangan dengan banyak bagian surat-surat Paulus (Ro 3:28 kelihatannya bertentangan dengan Yak 2:24; Ro 4:1-4 dan Gal 3:6 kelihatannya bertentangan dengan Yak 2:21).

Ada beberapa hal yang perlu dimengerti untuk bisa memperdamai­kan / mengharmoniskan Paulus dan Yakobus:

a) Mereka mempunyai perbedaan tujuan.

Paulus menuliskan suratnya untuk orang-orang yang terpengaruh oleh ajaran Yahudi yang menekankan keselamatan karena perbuatan baik (bdk. Kis 15:1-2). Karena itu Paulus justru mene­kankan habis-habisan bahwa hanya imanlah yang menyebabkan kita diselamatkan (Ro 3:27-28 Gal 2:16,21 Ef 2:8-9).

Tetapi Yakobus menulis kepada orang-orang yang sekalipun mengaku sebagai orang kristen, tetapi hidupnya sama sekali tidak mirip hidup kristen. Karena itu ia justru menekankan perbuatan baik.

b) Mereka menggunakan kata-kata yang sama tetapi dengan arti yang berbeda.

1. Istilah ‘pekerjaan / perbuatan baik’.

Kalau Paulus menggunakan istilah ini maka ia memaksudkannya sebagai sesuatu yang digunakan untuk menyelamatkan diri kita. Karena itu maka ia berkata bahwa perbuatan baik tidak diperlukan (yang menyebabkan kita selamat hanyalah iman!).

Tetapi kalau Yakobus menggunakan istilah ini, ia memaksudkannya sebagai akibat / hasil dari keselamatan. Karena itu ia mengatakan bahwa perbuatan baik harus ada dalam diri orang kristen.

2. Istilah ‘iman / percaya’.

Kalau Paulus menggunakan istilah ini, maka ia menunjuk pada iman kepada Yesus Kristus (saving faith / iman yang menyela-matkan).

Tetapi kalau Yakobus menggunakan istilah ini, maka ia me-maksudkan ‘pengakuan percaya dengan mulut’ (bdk. Yak 2:14 - ‘seorang mengatakan bahwa ia mempunyai iman’).

3. Istilah ‘dibenarkan’.

Kalau Paulus menggunakan istilah ini, maka artinya adalah ‘orang-nya dibenarkan oleh Allah’.

Tetapi kalau Yakobus memakai istilah ini, maka maksudnya adalah ‘pengakuan orang itu yang dibenarkan’ (artinya: pengakuannya benar / tidak dusta).

Kesimpulan:

Dalam Yak 2:14-26 ini Yakobus punya satu tujuan pengajaran: pengakuan percaya tidak boleh / tidak bisa dipisahkan dari perbuatan baik. Sebaliknya pengakuan percaya harus dibuktikan kebenarannya melalui perbuatan baik.

Mungkin ia menuliskan bagian ini untuk memberi keseimbangan terhadap doktrin salvation by faith (= keselamatan oleh iman) yang diajarkan oleh Paulus, atau mungkin ia menuliskan bagian ini untuk memberi keseimbangan terhadap tulisannya sendiri tentang ‘hukum yang memerdekakan’ (Yak 1:25 2:12). Dengan demikian secara keselu­ruhan ia mengajarkan bahwa sekalipun orang kristen sudah dimer­dekakan dari dosa oleh iman kepada Kristus, itu tidak boleh diartikan bahwa orang kristen lalu merdeka untuk berbuat dosa!

2) Kadang-kadang suatu kata mengalami perkembangan dalam artinya.

Baik sekali untuk membahas perkembangan arti tersebut, tetapi kita harus membahas dalam bahasa aslinya, bukan bahasa Inggris / Indonesianya.

Contoh yang benar: membahas perkembangan kata ‘mamon’ dalam Mat 6:24.

Wiliam Barclay memberikan penjelasan tentang kata ‘Mamon’. Ia mengatakan bahwa ‘mamon’ berarti ‘milik secara materi’ / ’material possessions’ dan ini sebetulnya bukanlah suatu kata yang mengandung arti buruk.

Tetapi dalam sejarah ada perkembangan arti dari kata ‘mamon’ itu.

· mamon berasal dari suatu kata yang berarti ‘to entrust’ (= mempercayakan). Jadi, mula-mula mamon diartikan sebagai harta yang dipercayakan kepada bank / orang lain.

· lama kelamaan, mamon bukan lagi sesuatu yang dipercayakan tetapi menjadi sesuatu yang dipercayai.

· akhirnya, mamon menjadi dewa dalam hidup manusia dan lalu ditulis dengan huruf besar (Mamon).

Jadi, dari perkembangan arti kata ‘mamon’ ini terlihat bahwa mamon yang mula-mula tidak ada jeleknya itu makin lama makin menjerat manusia.

Contoh yang salah: membahas kata ‘kekuatan / power’ dalam Ro 1:16. Banyak orang yang membahas kata bahasa Inggris ‘dynamite’ (= dinamit) yang diturunkan dari kata bahasa Yunani DUNAMIS (yang diterjemahkan kekuatan / power dalam Ro 1:16 tersebut), padahal kata Yunani DUNAMIS belum tentu mengandung arti seperti dynamite. Ini dilakukan oleh sebuah buku Saat Teduh (‘Streams in the Desert’, vol I, April 8), yang menterjemahkan 2Kor 12:10, dengan mengubah kata-kata ‘maka aku kuat’ menjadi ‘then I am dynamite’ (= maka aku adalah dinamit).

III) Macam-macam arti kata.

Suatu kata bisa diartikan secara:

1) Literal / hurufiah.

2) Figurative / kiasan.

3) Symbolic / lambang.

Kalau salah pilih, tentu saja artinya jadi kacau. Misalnya seperti dalam Mat 16:5-12 Yoh 2:18-21 Yoh 11:11-13.

Contoh:

1) Kata ‘pedang’.

a) Bisa diartikan secara hurufiah, dalam arti betul-betul menunjuk pada pedang biasa.

Contoh:

· Mat 26:51 - Petrus membacok telinga hamba imam besar dengan pedang.

· Bil 22:29 - Bileam tidak mempunyai pedang untuk membunuh keledainya.

b) Bisa diartikan sebagai kiasan, dan menunjuk pada:

· hukuman / hak menghukum (Ro 13:4 - “Tidak percuma pemerintah menyandang pedang”).

· peperangan / pertengkaran / perpisahan (Mat 10:34 - “Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang”).

· peperangan / pertumpahan darah (2Sam 12:10 - karena Daud berzinah dan membunuh, maka Tuhan memberi hukuman yaitu: “pedang tidak akan menyingkir dari keturunanmu sampai selamanya”).

c) Bisa diartikan sebagai lambang dan menunjuk pada Firman Tuhan.

Contoh:

· Ef 6:17 - “pedang Roh, yaitu Firman Allah”.

· Ibr 4:12 - “Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita”.

Kadang-kadang tidak mudah untuk mengatakan apakah suatu kata termasuk hurufiah, kiasan atau lambang. Contohnya kata ‘pedang’ dalam Luk 22:35-38, yang akan saya jelaskan di bawah ini.

a. Dalam Luk 22:35-36a, Yesus dan murid-muridNya membicarakan peristiwa dalam:

· Luk 9:1-6 / Mat 10:5-15.

· Luk 10:1-12,17-20.

Saat itu orang-orang yang diutus oleh Yesus tidak kekurangan apa-apa sekalipun mereka pergi tanpa membawa apa-apa.

b. Luk 22:35-36 ini menunjukkan bahwa akan terjadi kontras yang sangat besar antara dulu dan sekarang. Dulu mereka enak, banyak orang mau menerima mereka, menjamu mereka dsb. Tetapi sekarang / sebentar lagi, keadaan akan berubah, dan hidup maupun pelayanan mereka akan menjadi sukar dan berat.

Ada 2 hal yang bisa kita dapatkan dari bagian ini:

· Text-text seperti Luk 9:1-6 / Mat 10:5-15 / Luk 10:1-12,17-20 tidak boleh dijadikan dasar untuk mengutus seorang hamba Tuhan / misionaris tanpa bekal apa-apa.

Luk 22:35-36 ini menunjukkan secara jelas bahwa Luk 9:1-6 / Mat 10:5-15 / Luk 10:1-12,17-20 itu berlaku untuk sementara saja!

· Tuhan tidak selalu mau melakukan mujijat. Kalau misalnya Tuhan itu mau selalu melakukan mujijat seperti:

* gagak yang memberi makan Elia.

* 5 roti dan 2 ikan untuk 5000 orang.

maka jelas bahwa murid-murid itu tetap tidak perlu membawa bekal, uang dsb.!

c. Luk 22:37 menunjukkan alasan mengapa kontras dulu dan sekarang itu akan terjadi.

· Luk 22:37 ini merupakan kutipan dari Yes 53:12.

Kristus yang adalah orang benar itu, harus dianggap sebagai ‘pemberontak’ [NIV/NASB: ‘transgressors’ (= pelanggar hukum)] supaya kita yang adalah pemberontak / pelanggar hukum (bdk. Yes 53:5) bisa dianggap sebagai orang benar! Bdk. 2Kor 5:21.

· Yesus mengutip Yes 53:12 ini untuk menunjukkan bahwa Firman Tuhan sudah menubuatkan bahwa Ia akan dianggap sebagai pemberon­tak / pelanggar hukum, dan sebentar lagi nubuat itu akan terge­napi:

* Mat 26:47,55 - Ia ditangkap seperti penyamun.

* Mat 26:65 - Ia dianggap sebagai penghujat.

* Mat 27:63 - Ia dianggap sebagai penyesat [NIV: deceiver (= penipu)].

* Salib adalah hukuman untuk orang yang sangat jahat dan terkutuk (Gal 3:13 Ul 21:23).

* Ia mati di antara 2 penjahat (bdk. Yes 53:9,12 Mark 15:27-28).

Karena Ia dianggap sebagai orang jahat, maka jelas bahwa murid-muridNya juga tidak akan diterima seperti dulu! Inilah yang menyebabkan hidup dan pelayanan murid-murid akan menjadi berat dan sukar.

d. Apa arti ‘pedang’ dalam Luk 22:36?

Adam Clarke: “I must confess that the matter about the swords appears to me very obscure. I am afraid I do not understand it, and I know of none who does” (= Saya harus mengakui bahwa persoalan tentang pedang ini kelihatan sangat kabur bagi saya. Saya tidak mengertinya dan saya tidak tahu ada orang yang mengerti hal ini).

Ada bermacam-macam penafsiran tentang kata ‘pedang’ dalam Luk 22:36 ini:

· Kata ini diallegorikan, dan diartikan sebagai Firman Tuhan (bdk. Ef 6:17). Bahkan ada orang yang menambahkan bahwa ‘2 pedang’ dalam Luk 22:38 menunjuk pada Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru!

Keberatan terhadap pandangan ini:

* Tidak ada alasan yang menyebabkan bagian ini boleh dialegorikan seperti itu. Dan kalaupun mau dialegorikan, apa dasarnya untuk mengatakan bahwa pedang melambangkan Firman Tuhan? Bahwa dalam Efesus 6:17 pedang menggambarkan Firman Tuhan, itu tidak berarti bahwa disini juga harus begitu! Disamping itu, kalau pedang diartikan sebagai Firman Tuhan, lalu apa artinya ‘menjual jubah’ di sini?

* Saat itu belum ada Perjanjian Baru!

* Pedang yang digunakan oleh Petrus dalam Matius 26:51 jelas adalah salah satu dari 2 pedang dalam Lukas 22:38! Jadi jelas bahwa itu adalah pedang sungguhan!

· Ada yang menghurufiahkan kata pedang dalam Luk 22:36 ini. Jadi mereka mengartikan bahwa Yesus betul-betul menyuruh mereka yang tidak mempunyai pedang untuk menjual jubahnya dan membeli pedang.

Keberatan terhadap pandangan ini: kalau memang Yesus menyu-ruh membeli pedang sungguhan, mengapa waktu Petrus meng-gunakan pedang itu, Yesus justru mene­gurnya (Mat 26:51-52)?

Jawab terhadap keberatan ini: Yesus memaksudkan pedang itu untuk melindungi diri mereka sendiri, bukan untuk melindungi Yesus.

Keberatan terhadap jawaban ini:

* bahwa orang kristen harus menjaga diri dengan pedang pada waktu mengalami masa sukar dalam pelayanan, adalah sesuatu yang bertentangan dengan seluruh Kitab Suci. Kekristenan tidak pernah boleh dipertahankan / disebarkan dengan kekerasan.

* setelah Yesus naik ke surga sekalipun tidak pernah ada murid yang betul-betul membawa pedang untuk menjaga diri.

· Di sini Yesus berbicara secara figurative (= dalam arti kiasan).

Ia tidak memaksudkan mereka betul-betul harus menjual jubah untuk membeli pedang. Seluruh ay 36 hanya menunjukkan bahwa hidup dan pelayanan akan menjadi sukar dan berat, dan karena itu mereka perlu untuk lebih berjaga-jaga / berhati-hati.

Ini adalah pandangan dari mayoritas penafsir, dan inilah pan-dangan yang saya terima.

e. Luk 22:38 menunjukkan bahwa murid-murid itu salah mengerti kata-kata Yesus. Mereka menghurufiahkan kata-kata Yesus itu!

Tetapi, kalau memang mereka salah mengerti, mengapa Yesus lalu berkata ‘sudah cukup’ (Luk 22:38b)?

Kata-kata ‘sudah cukup’ ini jelas tidak menunjuk pada 2 pedang yang ditunjukkan oleh murid-murid kepada Yesus, karena:

· Kalau kata-kata ini memang menunjuk pada 2 pedang itu, maka jelas bahwa ‘pedang’ dalam Luk 22:36 mempunyai arti hurufiah. Tetapi kalau ‘pedang’ dalam Luk 22:36 itu mempunyai arti hurufiah, maka jelas bahwa 2 pedang itu tidak mungkin cukup untuk 11 orang. Dengan demikian, kata-kata ‘sudah cukup’ dalam Luk 22:38 itu akan ber­tentangan dengan kata-kata ‘dan siapa yang tidak mempunyainya hendaklah ia menjual jubahnya dan membeli pedang’ dalam Luk 22:36.

· Terjemahan hurufiah dari kata-kata itu adalah ‘It is enough’ (bentuk tunggal), bukan ‘they are enough’ (bentuk jamak), sehingga tidak mungkin menunjuk pada dua buahpedang!

Kalau memang kata-kata ‘sudah cukup’ itu tidak menunjuk pada 2 pedang, lalu menunjuk kepada apa? Jelas menunjuk pada pembicaraan mereka. Jadi, Yesus menghentikan pembicaraan tentang hal itu, mungkin karena Ia merasa jengkel dengan kebodohan murid-murid yang selalu tidak mengerti apa yang Ia katakan, atau karena memang saat itu sudah tidak ada waktu bagiNya untuk menjelaskan hal itu.

2) Kata ‘api’.

a) Bisa diartikan secara hurufiah, dimana kata ‘api’ betul-betul menunjuk pada ‘api biasa’.

Contoh:

Bil 11:1-2 - karena Israel bersungut-sungut, Tuhan menjadi murka dan menghukum mereka dengan api.

Yoh 21:9 - “Ketika mereka tiba di darat, mereka melihat api arang dan di atasnya ada ikan dan roti”.

b) Bisa diartikan secara kiasan, dan menunjuk pada:

· hukuman (Mat 3:12 - “debu jerami itu akan dibakarnya dengan api yang tidak terpadamkan”).

· penderitaan / kesukaran (Maz 66:12 - “... kami telah menempuh api dan air; tetapi Engkau telah mengeluarkan kami sehingga bebas”).

· perlindungan (Zakh 2:5 - “Aku sendiri, demikianlah firman TUHAN, akan menjadi tembok berapi baginya di sekelilingnya”).

c) Bisa diartikan sebagai lambang, dan menunjuk pada:

· Firman Tuhan (Yer 23:29 - “Bukankah firmanKu seperti api, demikianlah firman TUHAN”).

· Roh Kudus (Kis 2:3 - ada lidah api yang hinggap pada orang-orang kristen dan mereka lalu penuh dengan Roh Kudus).

Sebetulnya api di sini adalah api biasa, tetapi ada yang menganggap bahwa api di sini juga merupakan simbol kehadiran Roh Kudus.

3) Kata ‘air’.

a) Bisa diartikan secara hurufiah, dan menunjuk pada air biasa, seperti dalam Kej 21:14-19 Mat 17:15  Mat 14:29.

b) Bisa diartikan sebagai kiasan dan menunjuk pada kesukaran / penderitaan, seperti dalam Maz 66:12.

c) Bisa diartikan sebagai lambang, dan menunjuk pada:

· Roh Kudus (Yeh 47:1-5).

· Firman Tuhan (Maz 1:2-3).

4) Kata ‘anggur’.

a) Bisa diartikan secara hurufiah dan menunjuk pada anggur biasa, seperti dalam Yoh 2:1-11 Luk 10:34.

b) Bisa diartikan sebagai kiasan dan menunjuk pada cinta, seperti dalam Kidung Agung 1:2.

c) Bisa diartikan sebagai lambang dan menunjuk pada darah Kristus (Mat 26:26-28).

Catatan: di sini anggur juga ada arti hurufiahnya, karena mereka juga minum anggur sungguh-sungguh, tetapi sekaligus juga melambangkan darah Kristus.

5) Kata ‘merpati’.

a) Bisa diartikan secara hurufiah, dan menunjuk pada merpati biasa, seperti dalam Kej 8:8 Yoh 2:16.

b) Bisa diartikan sebagai kiasan dan menunjuk pada ketulusan / innocency (= keadaan tidak bersalah), seperti dalam Mat 10:16.

c) Bisa diartikan sebagai lambang, dan menunjuk pada Roh Kudus seperti dalam Mat 3:16.

6) Kata ‘terang’.

a) Bisa diartikan secara hurufiah, dan menunjuk pada terang biasa, seperti dalam Kej 1:3,14-18.

b) Bisa diartikan sebagai kiasan dan menunjuk pada keadaan enak / diberkati, seperti dalam Amsal 4:18.

c) Bisa diartikan sebagai lambang, dan menunjuk pada:

· Firman Tuhan (Maz 119:105).

· Yesus (Yoh 1:5,9 Yoh 8:12 Yoh 9:5).

· Orang kristen (Mat 5:14 Ef 5:8).

7) Kata ‘angin / badai’.

a) Bisa diartikan secara hurufiah, dan menunjuk pada angin biasa, seperti dalam Kej 8:1b Mat 8:24.

b) Bisa diartikan sebagai kiasan dan menunjuk pada problem / penderitaan, seperti dalam Mat 7:25-27.

c) Bisa diartikan sebagai lambang, dan menunjuk pada Roh Kudus, seperti dalam Yoh 3:8 Yeh 37:9,10,14.

Kesalahan yang banyak terjadi pada jaman sekarang adalah menafsirkan suatu kata yang sebetulnya berarti hurufiah sebagai simbol / lambang.

Contoh:

· Yoh 2:1-11 - ‘anggur’ ditafsirkan sebagai cinta. Orang yang kehabisan cinta dalam pernikahan, dipulihkan oleh Yesus.

· Mat 14:29 - ‘air’ ditafsirkan sebagai Firman Tuhan; jadi Petrus berjalan di atas Firman Tuhan.

· Mat 17:15 - ‘air dan api’ ditafsirkan sebagai dosa satu dan dosa lain; jadi setan membanting orang itu dari satu dosa ke dosa lain.

· Bil 22:29 - Bileam tidak punya pedang, ditafsirkan: Bileam tidak punya Firman Tuhan.

· Kej 2:10-14 - ‘sungai’ ditafsirkan sebagai karunia.

· Yoh 21:1-14 - ‘ikan’ ditafsirkan sebagai bangsa.

· Kel 3:5 - ‘kasut’ ditafsirkan sebagai dosa. Orang yang mau datang kepada Tuhan harus meninggalkan dosa.

· Kis 20:7-12 - ‘jendela’ ditafsirkan sebagai perbatasan antara gereja dan dunia.

· 2Raja 5 - ‘kusta’ ditafsirkan sebagai dosa.

· Yoel 2:23 - ‘hujan awal’ ditafsirkan sebagai pencurahan karunia bahasa Roh pada hari Pentakosta, sedangkan ‘hujan akhir’ ditafsirkan sebagai pencurahan karunia bahasa Roh pada jaman ini (abad 20).

· Kej 3:7,21 - ‘daun-daun’ ditafsirkan sebagai agama-agama, sedangkan ‘kulit binatang’ ditafsirkan sebagai Kristus.

· Yoh 13:30 - kata ‘malam’ diartikan secara kiasan / lambang.

Wiliam Barclay: “Judas went out - and it was night. John has a way of using words in the most pregnant way. It was night for the day was late; but there was another night there. It is always night when a man goes from Christ to follow his own purposes. It is always night when a man listens to the call of evil rather than the summons of good. It is always night when hate puts out the light of love. It is always night when a man turns his back on Jesus” (= Yudas keluar - dan saat itu sudah malam. Yohanes mempunyai cara menggunakan kata-kata sehingga sarat dengan arti. Itu sudah malam karena hari itu sudah larut; tetapi ada ‘malam’ yang lain di sini. Selalu merupakan ‘malam’ kalau seseorang meninggalkan Kristus untuk mengikuti tujuan / rencananya sendiri. Selalu merupakan ‘malam’ pada waktu seseorang lebih mendengarkan panggilan kejahatan dari pada panggilan kebaikan. Selalu merupakan ‘malam’ pada waktu kebencian memadamkan terang dari kasih. Selalu merupakan ‘malam’ pada waktu seseorang menghadapkan punggungnya terhadap Yesus) - hal 147.

Thomas Whitelaw: “Perhaps also symbolical of the spiritual condition of the traitor, within whom, as well as round whom, it was night” (= Mungkin juga merupakan simbol dari kondisi rohani dari si pengkhianat, di dalam siapa, dan juga di sekitar siapa, itu adalah malam) - hal 295.

Pulpit Commentary: “The night into which Judas stepped forth was but a faint figure of the deeper night of a soul into which Satan had entered” (= Malam ke dalam mana Yudas melangkah merupakan suatu gambaran yang samar-samar dari malam yang lebih dalam dari sebuah jiwa ke dalam mana Setan telah masuk) - hal 200.

Leon Morris (NICNT): “‘Night’ is more than a time note. In view of the teaching of this Gospel as a whole it must be held to point us to the strife between light and darkness and to the night, the black night, that was in the soul of Judas (cf. 11:10). He had cut himself off from the light of the world and accordingly shut himself up to night” [= ‘Malam’ merupakan sesuatu yang lebih dari sekedar petunjuk waktu. Dari sudut pandang pengajaran dari Injil ini secara keseluruhan, itu harus dianggap sebagai menunjukkan kepada kita peperangan antara terang dan kegelapan dan pada malam, malam yang gelap, yang ada dalam jiwa Yudas (bdk. 11:10). Ia telah memotong dirinya sendiri dari terang dunia dan karena itu mengurung dirinya pada malam] - hal 628.

John G. Mitchell: “Not to have Jesus Christ in your heart and life means night. ... Here is Judas who spent three and a half years with his wonderful Savior. And when he left, he not only went out into the darkness at midnight, but he went out into impenetrable darkness” (= Tidak mempunyai Yesus dalam hati dan hidupmu berarti ‘malam’. ... Di sinilah Yudas yang melewatkan 3 1/2 tahun bersama dengan Juruselamatnya yang ajaib / luar biasa. Dan ketika ia pergi, ia tidak hanya pergi ke dalam kegelapan pada tengah malam, tetapi ia pergi keluar ke dalam kegelapan yang tak dapat ditembus) - hal 259.

William Hendriksen: “It was night when Judas left that room, night outside; night also inside the heart of Judas” (= Waktu itu hari sudah malam ketika Yudas meninggalkan ruangan itu, malam di luar; malam juga di dalam hati Yudas) - hal 250.

Bagaimanapun menariknya penafsiran yang alegoris ini, saya tetap menganggapnya sebagai salah. ‘Malam’ di sini bersifat hurufiah, seperti yang dikatakan oleh Barnes’ Notes.

Barnes’ Notes: “It was in the evening, or early part of the night. What is recorded in the following chapters took place the same night” (= Itu terjadi pada malam, atau bagian awal dari malam itu. Apa yang dicatat dalam pasal-pasal selanjutnya terjadi pada malam yang sama) - hal 331.

Hati-hati untuk tidak meniru kesalahan dalam contoh-contoh yang salah di atas! Yang hurufiah harus ditafsirkan sebagai hurufiah, bukan sebagai kiasan / lambang!

Suatu kesalahan yang juga sangat sering terjadi adalah dimana orang merohanikan sesuatu yang bersifat jasmani.

Contoh:

· Peristiwa Yesus menyembuhkan orang buta, diterapkan pada kebutaan rohani.

· Peristiwa Yesus menyembuhkan orang lumpuh, diterapkan pada kelumpuhan rohani.

· Peristiwa Yesus menyembuhkan orang mati, diterapkan pada kematian rohani.

Sebagai patokan perlu diketahui bahwa:

¨ Cerita sejarah (Historical Narrative) harus diartikan secara hurufiah.

¨ Syair mengandung banyak kiasan / figurative.

¨ Allegory / Apocaliptic literature mengandung banyak lambang / symbol.
---
I) Simile & Metaphor.

A) Simile.

Ciri-ciri Simile:

1) Ini adalah perbandingan yang dinyatakan (expressed comparison) antara 2 hal.

2) Selalu menggunakan kata ‘seperti’ (‘like / as’).

Contoh:

Yer 23:29 - “Bukankah firmanKu seperti api, demikianlah firman TUHAN dan seperti palu yang menghancurkan bukit batu?”.

3) Dalam membandingkan, maka 2 hal yang diperbandingkan itu tetap dipisah (tidak dicampur aduk).

Contoh:

Yes 55:10-11 - “Sebab seperti hujan dan salju turun dari langit dan tidak kembali ke situ, melainkan mengairi bumi, membuatnya subur dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, memberikan benih kepada penabur dan roti kepada orang yang mau makan, demikianlah firmanKu yang keluar dari mulutKu: ia tidak akan kembali kepadaKu dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya”.

Ay 10 membicarakan hal pertama (hujan dan salju), sedangkan ay 11 membicarakan hal ke 2 (firman Tuhan).

B) Metaphor.

Ciri-ciri Metaphor:

1) Ini juga merupakan suatu perbandingan antara 2 hal, tetapi perbandingannya tidak dinyatakan (‘unexpressed / implied comparison’).

2) Tidak ada kata ‘seperti’.

3) 2 hal yang diperbandingkan itu dicampur.

Contoh: Yoh 8:12 - ‘Akulah Terang Dunia’.

Di sini pencampuran itu tidak terlalu kelihatan, tetapi pencampuran itu akan lebih terlihat dalam Allegory yang merupakan ‘extended Metaphor’ (= Metaphor yang panjang).

C) Penafsiran Simile & Metaphor.

Satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam penafsiran Simile dan Metaphor adalah: baik Simile maupun Metaphor hanya menekan-kan adanya persamaan-persamaan tertentu antara 2 hal yang diper-bandingkan itu (jadi bukan segala sesuatunya sama!).

Ini sama seperti kalau dalam pembicaraan sehari-hari saya berkata: ‘orang itu seperti keledai’, maka itu tentu tidak berarti bahwa orang itu berkaki empat, mempunyai ekor, berwarna abu-abu, dsb. Saya hanya memaksudkan adanya persamaan tertentu antara keledai dan orang itu, yaitu sama-sama bodoh.

Contoh:

Mat 5:13 - ‘kamu adalah garam dunia’.

Metaphor ini menunjukkan adanya persamaan tertentu antara garam dan orang kristen. Misalnya: garam mencegah kebusukan, mengenakkan makanan, mengasinkan / mempengaruhi makanan. Orang kristen juga harus demikian. Ini semua adalah persamaan-persamaan yang dapat diambil. Tetapi ada hal-hal yang tidak cocok antara orang Kristen dan garam. Misalnya:

· Garam berfungsi untuk membunuh bekicot; kita tentu tidak bisa berkata bahwa orang Kristen harus memusuhi / membunuh bekicot.

· Makanan yang terlalu banyak garam, rasanya justru jadi tidak enak; ini tentu tidak bisa dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa dalam dunia sebaiknya hanya ada sedikit orang Kristen.

Kalau hal ini tidak diperhatikan, dan kita menganggap bahwa 2 hal yang diperbandingkan itu sama dalam segala hal, maka sudah pasti akan terjadi ajaran yang kacau.

Contoh:

Salah satu ayat yang dipakai oleh orang yang pro Toronto Blessing adalah Yer 23:9 yang berbunyi: “Mengenai nabi-nabi. Hatiku hancur dalam dadaku, segala tulangku goyah. Keadaanku seperti orang mabuk, seperti laki-laki yang terlalu banyak minum anggur, oleh karena TUHAN dan oleh karena firmanNya yang kudus”.

Adanya kata-kata ‘seperti orang mabuk’ dan ‘seperti laki-laki yang terlalu banyak minum anggur’, dipakai sebagai dasar untuk mengatakan bahwa pada saat itu nabi Yeremia mengalami hal-hal seperti yang dialami oleh orang-orang yang terkena Toronto Blessing, seperti terhuyung-huyung, bergerak seperti orang sakit ayan, roboh dan berguling-guling di lantai, muntah-muntah, ngomong ngelantur tidak karuan, dsb.

Jadi, terlihat bahwa di sini orang yang pro Toronto Blessing ini menyamakan 2 hal yang diperbandingkan itu dalam segala hal (atau setidaknya mereka mengambil terlalu banyak persamaan), padahal ayat itu hanya memaksudkan persamaan tertentu saja antara Yeremia dan orang mabuk. Mungkin maksudnya hanya: Yeremia merasa lemas, sama seperti orang mabuk.

Harus diakui bahwa tidak selalu gampang diketahui persamaan yang mana yang boleh diambil, dan persamaan yang mana yang tidak boleh diambil. Untuk bisa mengetahui hal itu, tentu kita harus melihat:

¨ kontexnya.

¨ seluruh Kitab Suci.

Kalau kita mengambil persamaan yang ternyata menghasilkan ajaran yang out of context, atau ajaran yang menentang bagian lain dari Kitab Suci, maka itu berarti kita mengambil persamaan yang salah.

II) Parable (= perumpamaan).

A) Ciri-ciri Parable / perumpamaan.

1) Parable / perumpamaan adalah Simile yang panjang (extended Simile).

2) Dalam Parable / perumpamaan sering (tapi tidak selalu) digunakan kata ‘seperti’.

Contoh:

Mat 13:24 - “Yesus membentangkan suatu perumpamaan lain lagi kepada mereka, kataNya: Hal Kerajaan Sorga itu seumpama orang yang menaburkan benih yang baik di ladangnya”.

Kata ‘seumpama’ di sini seharusnya adalah ‘seperti’.

Tetapi pada waktu Yesus menceritakan perumpamaan dalam Matius 13:3-dst, Ia tidak menggunakan kata ‘seperti’.

3) 2 hal yang diperbandingkan (perumpamaan dan arti / penerapannya) tetap dipisahkan (tidak dicampur).

Contoh:

Dalam Matius 13:47-50, ay 47-48 adalah perumpamaannya, sedangkan penerapan / artinya ada pada ay 49-50.

4) Biasanya hanya menekankan 1 kebenaran rohani dan biasanya fokus / arah dari perumpamaan itu terlihat dengan jelas.

Contoh:

· Lukas 15:4-7 - Allah senang kalau orang berdosa bertobat.

· Lukas 18:1-8 - kita harus berdoa dengan tekun.

· Lukas 18:9-14 - harus berdoa / menghadap Tuhan dengan rendah hati / sadar akan keberdosaannya.

Tetapi kadang-kadang toh ada perumpamaan yang mengandung banyak kebenaran rohani dan yang fokus / arahnya tidak terlihat dengan jelas.

Contoh: Luk 16:19-31 (cerita tentang Lazarus dan orang kaya).

Catatan: apakah Lukas 16:19-31 itu adalah suatu perumpamaan atau bukan, adalah suatu hal yang banyak diperdebatkan.

B) Tujuan Parable.

1) Memperjelas suatu kebenaran sehingga lebih mudah dimengerti dan lebih mudah untuk diingat.

Contoh:

· Kalau Yesus hanya sekedar mengatakan: ‘Tekunlah berdoa’, maka murid-murid akan melupakannya dalam waktu yang singkat. Tetapi dengan memberikan Lukas 18:1-8, ajaran itu akan menancap dalam diri setiap murid.

· Kalau Yesus hanya mengajar: ‘Ampunilah sesamamu’, maka mungkin sekali murid-murid akan segera lupa. Tetapi dengan memberikan Mat 18:21-35 maka ajaran itu akan lebih mudah diingat.

2) Kebalikan dari yang no 1 tadi, kadang-kadang Parable / perumpamaan digunakan justru untuk menyembunyikan arti dari suatu ajaran.

Contoh:

Matius 13:10-15 - “Maka datanglah murid-muridNya dan bertanya kepadaNya: ‘Mengapa Engkau berkata-kata kepada mereka dalam perumpamaan?’ Jawab Yesus: ‘Kepadamu diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Sorga, tetapi kepada mereka tidak. Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan; tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya. Itulah sebabnya Aku berkata-kata dalam perumpamaan kepada mereka; karena sekalipun melihat, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak mendengar dan tidak mengerti. Maka pada mereka genaplah nubuat Yesaya, yang berbunyi: Kamu akan mendengar dan mendengar, namun tidak mengerti, kamu akan melihat dan melihat, namun tidak menanggap. Sebab hati bangsa ini telah menebal, dan telinganya berat mendengar, dan matanya melekat tertutup; supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik sehingga Aku menyembuhkan mereka’”.

Dari tanya jawab ini terlihat bahwa Yesus menggunakan perumpamaan supaya orang lain tidak mengerti apa yang Ia ajarkan, sehingga nubuat Yesaya tergenapi. Tetapi pada waktu Ia sendirian dengan murid-muridNya, Ia lalu menjelaskan arti perumpamaan itu kepada mereka (Mat 13:18-dst).

3) Untuk menegur.

Contoh:

· 2 Samuel 12:1-7.

Ini adalah cerita tentang nabi Natan yang ingin menegur Daud. Kalau dari semula Natan langsung menyatakan kesalahan Daud, mungkin sekali Daud tidak mau mendengarnya. Karena itu Natan lalu menggunakan suatu perumpamaan / cerita, dan setelah Daud bereaksi terhadap perumpamaan / cerita itu, barulah Natan menerapkan perumpamaan itu kepada diri Daud sendiri.

· Matius 21:33-45.

Di sini Yesus ingin menegur imam-imam dan orang-orang Farisi. Kalau Ia langsung menegur kesalahan mereka, pasti mereka akan langsung marah, sehingga mungkin Yesus tidak bisa menyelesaikan teguranNya. Karena itu Ia menceritakan suatu perumpamaan, dan setelah itu baru menerapkannya kepada diri mereka.

C) Menafsirkan Parable / perumpamaan.

1) Seringkali sebelum atau sesudah Parable / perumpamaan sudah diberikan artinya atau petunjuk yang jelas mengenai arti / arah / fokus / tujuan perumpamaan itu.

Contoh:

· Mat 18:21-35 - arti / petunjuknya ada pada ay 21,22,35.

· Matius 22:1-14 - arti / petunjuknya ada pada ay 14.

· Matius 25:1-13 - arti / petunjuknya ada pada ay 13.

Kalau arti / fokus sudah diberikan, maka kita tidak boleh memberikan arti / arah / fokus yang lain.

Contoh:

¨ Dalam Lukas 8:11, kata ‘benih’ menunjuk pada ‘Firman Allah’. Kita boleh menerapkan ‘benih’ ini pada ‘Injil’ karena ‘Injil’ adalah sebagian dari ‘Firman Allah’. Tetapi kalau kita mengartikannya sebagai ‘perbuatan baik’, atau ‘doa’, maka ini tentu salah.

¨ Perumpamaan dalam Matius 7:24-27, sudah diberi arti / fokus, yaitu setelah mendengar firman kita harus melaksanakannya.

Tetapi ada banyak pengkhotbah yang menguraikan bahwa batu yang dijadikan dasar / fondasi rumah itu adalah Kristus. Dengan demikian, perumpamaan ini bukan lagi mengkontraskan ‘orang yang mendengar tetapi tidak mentaati firman’ (ay 26a) dengan ‘orang yang mendengar firman dan mentaatinya’ (ay 24a), tetapi mengkontraskan ‘orang yang percaya kepada Kristus’ dengan ‘orang yang tidak percaya kepada Kristus’. Ini tentu saja salah, karena tidak sesuai dengan arah / fokus / tujuan perumpamaan yang sebenarnya.

¨ Lukas 15:1-32 penekanan kontexnya adalah: Tuhan mau menerima orang berdosa yang bertobat. Ada beberapa ajaran yang ‘aneh / lucu’ yang diciptakan oleh orang-orang yang tidak memperhatikan penekanan kontex ini, misalnya:

* William Barclay memberikan komentar bahwa Yesus tidak percaya ‘total depravity’ (= doktrin Calvinisme yang mengatakan bahwa manusia itu bejad total), karena dalam ay 17, anak bungsu itu sadar sendiri.

* Domba yang hilang menggambarkan orang yang tersesat karena kebodohannya, dan ia dicari oleh Tuhan. Mata uang yang hilang menggambarkan orang yang tersesat bukan karena kesalahannya, dan ia juga dicari oleh Tuhan. Anak yang hilang menggambarkan orang yang sesat secara sengaja, dan ia tidak dicari oleh Tuhan.

* Pelagianisme mengatakan bahwa anak bungsu kembali pada bapanya tanpa perantara; jadi, manusia bisa kembali kepada Allah tanpa melalui Kristus.

* Seorang pendeta menafsirkan ‘jubah’ dalam Lukas 15:22 sebagai ‘pengudusan’. Padahal penekanan kontex adalah penerimaan kembali sebagai anak, bukan pengudusan.

Tetapi ada perumpamaan yang tidak diberi arti / petunjuk, mungkin karena dianggap sudah cukup jelas.

Contoh: Lukas 16:19-31 Matius 13:31-32 Matius 13:33 Matius 13:44 Mat 13:45-46.

2) Dalam suatu perumpamaan ada fokus dan detail-detail.

Ada 2 pandangan yang bertentangan tentang penafsiran fokus dan detail-detail ini.

· Chrysostom mengatakan bahwa hanya fokusnya yang penting dan harus diperhatikan, sedangkan detail-detailnya hanya merupakan hiasan belaka, sehingga sama sekali tidak boleh dipedulikan.

· Cocceius mengatakan bahwa semua detail-detail adalah penting dan harus diperhatikan / dibahas.

Kedua pandangan ini sama-sama extrim dan salah. Pandangan yang pertama menimbulkan kerugian-kerugian tertentu, karena dengan mengabaikan detail-detail tertentu yang sebetulnya cukup penting, kita mengurangi apa yang bisa kita dapatkan dari Kitab Suci. Pandangan kedua adalah pandangan yang berbahaya karena dengan memperhatikan semua detail, mungkin sekali kita akan membahas detail yang sebetulnya tidak penting sehingga pembahasan akan keluar dari fokus.

Yang benar adalah: fokus dari parable harus diketahui lebih dulu. Detail-detail hanya ada artinya dan dianggap penting kalau detail-detail itu sesuai dengan arah fokus. Detail-detailyang tidak sesuai dengan arah fokus harus diabaikan.

Contoh:

Mat 13:24-30 fokusnya adalah: dalam kerajaan Allah, orang kristen asli dan orang kristen palsu terus ada bersama-sama sampai akhir jaman.

Ada detail-detail yang perlu diperhatikan karena sesuai dengan arah fokus, misalnya:

¨ orang kristen asli dan palsu itu mirip (gandum mirip dengan lalang).
¨ orang kristen palsu sengaja disusupkan oleh setan.

Tetapi ada detail-detail yang tidak sesuai dengan fokus dan harus diabaikan seperti: musuh menabur benih lalang pada waktu semua tidur (ay 25). Kalau detail yang tidak sesuai dengan fokus ini kita bahas dan kita lalu mengatakan bahwa Tuhan tidak tahu pada waktu setan bekerja, maka jelas timbul ajaran yang salah!

Contoh-contoh lain tentang detail-detail yang tidak sesuai dengan fokus perumpamaan:

à Luk 18:1-8 fokusnya adalah berdoalah dengan tekun. Bahwa Allah digambarkan sebagai seorang hakim yang lalim, ini adalah detail yang tidak sesuai dengan fokus. Ini harus diabaikan!

à Lukas 15:11-32 fokusnya adalah Tuhan senang orang berdosa itu bertobat. Bahwa anak bungsu itu kembali sendiri (tidak dicari / dibantu oleh ayahnya), itu adalah detail yang tidak sesuai dengan fokus. Karena itu tidak bisa dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa manusia bisa bertobat dengan kekuatannya sendiri (bdk. Yoh 6:44,65 yang secara explicit mengatakan bahwa manusia tidak bisa datang kepada Yesus kalau bukan karena perkerjaan Bapa yang menarik dia / mengaruniakan iman kepadanya).

3) Biasanya kata-kata dalam perumpamaan diartikan secara hurufiah dan biasanya tidak diartikan per kata / per bagian, tetapi secara keseluruhan.

Contoh:

Luk 15 menekankan bahwa Allah senang kalau ada orang yang bertobat.

Contoh yang salah:

Ada orang menafsirkan Lukas 10:25-37 (Perumpamaan tentang orang Samaria yang murah hati) sebagai berikut:

· ‘turun’ (ay 30) = turun secara rohani.

· ‘orang’ (ay 30) = orang berdosa.

· ‘penyamun’ (ay 30) = setan.

· ‘imam dan orang Lewi’ (ay 31,32) = agama dan perbuatan-perbuatan baik.

· ‘orang Samaria’ (ay 33) = Yesus.

· ‘minyak’ (ay 34) = Roh Kudus.

· ‘penginapan’ (ay 34) = gereja.

· ‘pemilik penginapan’ (ay 35) = pendeta / hamba Tuhan.

· ‘2 dinar’ (ay 35) = Kitab Suci (Perjanjian Lama + Perjanjian Baru).

Ini jelas adalah sesuatu yang salah karena perumpamaan tidak dimaksudkan untuk dibahas kata per kata. Disamping itu, pemba-hasan seperti itu jelas keluar dari fokus. Perhatikan bahwa perum-pamaan ini diceritakan oleh Yesus untuk menjawab pertanyaan dalam Luk 10:29 - “Dan siapakah sesamaku manusia?”. Kalau perumpamaan yang merupakan jawaban Yesus itu diartikan seperti itu, maka jelas bahwa jawaban itu sama sekali tidak cocok dengan pertanyaannya.

Tetapi kadang-kadang ada perumpamaan yang diartikan kata per kata. Tetapi dalam hal ini Kitab Suci sendiri memberikan artinya.

Contoh:

¨ Matius 13:18-23 - arti dari perumpamaan tentang penabur yang menabur di empat golongan tanah.

¨ Mat 13:36-43 - arti dari perumpamaan tentang lalang di antara gandum.

III) Allegory.

A) Ciri-ciri Allegory.

1) Allegory adalah metaphor yang panjang (extended metaphor).

2) Pada Allegory, 2 hal yang diperbandingkan (kiasan dan arti / pene-rapannya) dicampur-baurkan.

B) Contoh allegory.

1) Yohanes 15:1-8.

Kalau bagian ini diceritakan dalam bentuk Parable / perumpamaan, maka Yesus akan bercerita tentang hal pertama, yaitu pokok anggur, pengusaha kebun anggur, ranting-ranting anggur, daun-daun anggur yang perlu dibersihkan, buah anggur dsb sampai semua selesai, lalu barulah Ia akan bercerita tentang hal kedua yaitu arti / penerapannya.

Tetapi karena Ia menceritakannya sebagai suatu Allegory, maka bukan hal itu yang kita jumpai. Ia berpindah dari hal 1 ke hal 2 , lalu ke hal 1 lagi, lalu ke hal 2 lagi dst. Jadi jelas kedua hal yang diper-bandingkan itu tidak dipisahkan tetapi justru dicampur aduk. Inilah Allegory!

2) Yeh 23:1-dst.

Ay 1-4a merupakan kiasannya, tetapi ay 4b memberikan arti / penerapannya. Lalu ay 5a melanjutkan kiasannya, tetapi pada akhir ay 5 (‘Asyur’) dan ay 6 kembali pada arti / penerapannya. Ay 7a merupakan kiasannya, ay 7b merupakan arti / penerapannya, dst.

3) Yeh 13:10-15 - “Oleh karena, ya sungguh karena mereka menyesatkan umatKu dengan mengatakan: Damai sejahtera!, padahal sama sekali tidak ada damai sejahtera - mereka itu mendirikan tembok dan lihat, mereka mengapurnya - katakanlah kepada mereka yang mengapur tembok itu: Hujan lebat akan membanjir, rambun akan jatuh dan angin tofan akan bertiup! Kalau tembok itu sudah runtuh, apakah orang tidak akan berkata kepadamu: Di mana sekarang kapur, yang kamu oleskan itu? Oleh sebab itu beginilah firman Tuhan ALLAH: Di dalam amarahKu Aku akan membuat angin tofan bertiup dan di dalam murkaKu hujan lebat akan membanjir, dan di dalam amarahKu rambun yang membinasakan akan jatuh. Dan Aku akan meruntuhkan tembok yang kamu kapur itu dan merobohkannya ke tanah, supaya dasarnya menjadi kelihatan; tembok kota itu akan runtuh dan kamu akan tewasdi dalamnya. Dan kamu akan mengetahui bahwa Akulah TUHAN. Begitulah Aku akan melampiaskan amarahKu atas tembok itu dan kepada mereka yang mengapurnya dan Aku akan berkata kepadamu: Lenyap temboknya dan lenyap orang-orang yang mengapurnya”.

Catatan: yang saya garis-bawahi merupakan kiasannya, sedangkan yang saya cetak miring merupakan arti / penerapannya.

4) Yeh 19:1-9.

5) Maz 80:9-16.

6) 1Kor 3:10-15.

7) 1Kor 5:6-8.

8) Efesus 6:11-17.

C) Menafsirkan allegory.

Arti dari Allegory sudah ada pada Allegory itu sendiri. Memang kadang-kadang artinya tidak diberikan secara explicit, tetapi seluruh bagian itu bisa menunjukkan arti yang benar secara implicit.

Arti yang sudah ada ini tidak boleh diubah!

D) Beberapa hal penting berhubungan dengan Allegory.

1) Kitab Wahyu bukan Allegory karena tidak memberikan arti.

2) Suatu historical narrative (cerita sejarah) tidak boleh diallegorikan!

3) Type berbeda dengan Allegory.

Contoh Type: ular tembaga (Bil 21:4-9 Yoh 3:14-15).

Tentang Type ini kita akan membahasnya dalam pelajaran yang akan datang.

4) Kitab Kidung Agung banyak diperdebatkan. Banyak orang yang menganggap kitab ini sebagai suatu Allegory yang menggambarkan percintaan antara Kristus dengan orang percaya. Tetapi Kidung Agung tidak memberikan arti. Jadi saya condong untuk mengambil kesimpulan bahwa Kidung Agung bukanlah suatu Allegory.
--
Pendahuluan:

Pada pelajaran tentang ‘Arti Kata’, saya mengatakan bahwa pada jaman sekarang banyak orang yang melambangkan / mengallegorikan bagian-bagian Kitab Suci yang bersifat hurufiah.

Contoh: kasut Musa dalam Kel 3:5 ditafsirkan sebagai lambang dari dosa. Ini salah! Salah satu cara untuk mengetahui bahwa suatu bagian itu bersifat hurufiah dan tidak boleh ditafsirkan sebagai lambang adalah kalau bagian Kitab Suci itu adalah suatu cerita sejarah (historical narative). Kel 3 itu jelas adalah cerita sejarah, sehingga pasti bersifat hurufiah, bukan lambang.

Tetapi bagaimana misalnya dengan Bil 21:4-9? Itu jelas adalah peristiwa sejarah! Tetapi mengapa Yoh 3:14-15 seakan-akan menganggapnya sebagai lambang? Ini sebetulnya bukan lambang tetapi TYPE!

I) Apakah Type itu?

A) Type adalah hal-hal dalam Kitab Suci yang ditentukan Allah sebagai bayangan dari hal-hal lain yang terjadi sesudahnya.

Jadi, ada 2 hal yang berhubungan, dimana hal pertama terjadi lebih dulu dan merupakan bayangan / Type dari hal kedua yang terjadi belakangan. Hal pertamanya disebut Type; dan hal keduanya disebut Anti-Type.

B) Macam-macam Type:

1) Orang.

Contoh: Adam adalah Type dari Kristus (Roma 5:14).

2) Binatang.

Contoh: domba untuk korban pengampunan dosa adalah Type dari Kristus yang dikorbankan untuk dosa kita (Yoh 1:29 1Pet 1:19 Wah 5,6,7).

3) Benda.

Contoh: tirai yang memisahkan Ruang Suci dan Ruang Maha Suci dalam Kemah Suci / Bait Allah, yang sobek waktu Kristus mati (Bdk. Kel 26:31-33 Mat 27:51 Ibr 9:3,8 Ibr 10:19-20). Ini merupakan Type dari keterpisahan Allah dan manusia, yang diperdamaikan oleh kematian Kristus.

Tetapi di sini ada sesuatu yang agak aneh, karena Type dan Anti-Typenya terjadinya bersamaan. Karena itu mungkin kita harus meninjaunya secara keseluruhan. Dalam Bait Allah ada tirai yang memisahkan Allah dan manusia, dan hanya Imam Besar boleh masuk ke Ruang Maha Suci, sebagai pengantara antara Allah dan manusia. Kematian Kristus merupakan Anti Type dari semua itu, karena dengan kematianNya Ia membereskan dosa dan memperdamaikan Allah dan manusia sehingga tidak ada lagi tirai ataupun imam besar.

4) Peristiwa.

Contoh: peristiwa ular tembaga (Bil 21:4-9 Yoh 3:14,15).

5) Jabatan.

Contoh: imam / imam besar (Ibr 2:17 Ibr 4:14,15).

6) Ketentuan.

Contoh: dalam Perjanjian Lama ada ketentuan dimana semua harus disucikan dengan darah, dan ini merupakan Type dari ketentuan dalam Perjanjian Baru dimana orang hanya bisa mendapat pengampunan dosa oleh darah Kristus (Ibr 9:19-22).

II) Ciri-ciri Type.

1) Baik Type maupun Anti-Typenya haruslah merupakan fakta dalam Kitab Suci!

Contoh: Adam adalah Type dari Kristus. Baik Adam maupun Kristus adalah fakta dalam Kitab Suci. Jadi ini memenuhi syarat Type yang pertama.

Syarat pertama ini memungkinkan kita membedakan Type dengan:

a) Allegory, karena dalam Allegory, bagian yang bersifat lambang itu bukanlah fakta.

Contoh: dalam Yoh 15:1-8 tanaman anggur itu bukanlah fakta, tetapi sekedar suatu cerita!

b) Parable / Perumpamaan, karena dalam Perumpamaan / Parable cerita yang dipakai tidak sungguh-sungguh terjadi.

Contoh: perumpamaan tentang anak yang hilang (Luk 15:11-32) jelas bukan merupakan fakta, tetapi sekedar suatu cerita.

2) Harus ada bukti / dasar bahwa suatu Type memang ditentukan / dimaksudkan Allah untuk menjadi bayangan dari Anti-Typenya. Tetapi, ada perbedaan pendapat tentang seberapa jelas bukti itu harus ada.

Ada 3 pendapat:

a) Bukti / dasar itu harus tertulis secara explicit dalam Kitab Suci.

Misalnya:

· Bil 21:4-9 bdk. Yoh 3:14-15

· Roma 5:14 secara explicit mengatakan bahwa Adam adalah Type dari Kristus.

· 1Korintus 5:7 - Anak Domba Paskah adalah Type dari Kristus.

b) Asal ada persamaan / analogi antara hal pertama dan hal kedua, maka hal pertama boleh dianggap sebagai Type dari hal kedua.

Misalnya:

· Elia / Henokh adalah Type dari Kristus, karena sama-sama diangkat ke surga.

Tidak satu bagian Kitab Sucipun yang mengatakan bahwa Elia / Henokh adalah gambaran dari Kristus, tetapi karena persamaannya, maka Elia / Henokh dianggap sebagai Type dari Kristus.

· semua nabi adalah Type dari Kristus, karena sama-sama mengajar Firman Tuhan.

· semua raja adalah Type dari Kristus, karena sama-sama raja.

· pengorbanan Ishak adalah Type dari pengorbanan Kristus, karena sama-sama anak tunggal.

c) Harus ada dasar Kitab Suci, tetapi tidak perlu secara explicit.

Misalnya:

· Bahtera Nuh adalah Type dari Kristus (Mat 24:37-39).

· Darah pada ambang pintu (Kel 12:12,13) adalah Type dari darah Yesus (Mark 14:12-16 1Kor 5:7).

Sukar dipastikan yang mana yang benar dari ketiga pandangan ini. Pandangan yang kedua jelas adalah pandangan yang berbahaya karena dengan mudah kita bisa berkata bahwa seadanya orang dalam Perjanjian Lama adalah Type dari Kristus karena sama-sama keturunan Adam. Ini jelas sesuatu yang salah! Tetapi kita juga sukar untuk menolak pandangan kedua ini secara mutlak. Keluarnya bangsa Israel dari Mesir lalu menuju Kanaan, sukar untuk ditolak sebagai Type dari orang Kristen yang dikeluarkan oleh Allah dari cengkeraman setan / dosa dan dibawa ke surga. Tetapi untuk ini, sepanjang yang saya ketahui, tidak ada bagian Kitab Suci yang secara explicit ataupun implicit mengatakan bahwa keluarnya bangsa Israel memang adalah Type dari dari keluarnya orang Kristen dari perbudakan dosa.

Petunjuk: kalau ingin tahu apakah suatu bagian Kitab Suci adalah suatu Type atau bukan, saudara harus membaca semua bagian Kitab Suci yang berhubungan dengan bagian tersebut. Untuk ini saudara bisa menggunakan footnote dari Alkitab, atau menggunakan buku-buku seperti Konkordansi, Nave's Topical Bible, Thompson Bible, dsb.

3) Harus ada persamaan / analogi antara Type dan Anti-Typenya.

Contoh: Bilangan 21:4-9 dan Yohanes 3:14-15.

· ular tembaga ditinggikan; Yesus disalib / diberitakan.

Catatan: dalam hal ini ada yang berpendapat bahwa peninggian ular analog dengan penyaliban Yesus, karena melalui penyaliban Yesus juga ditinggikan. Tetapi ada juga yang berpendapat bahwa dengan peninggian ular dimaksudkan supaya semua orang bisa melihatnya, dan dengan demikian analoginya bukan penyaliban Yesus tetapi pemberitaan tentang Yesus.

· yang memandang ular tembaga akan sembuh; yang percaya kepada Yesus akan selamat.

· ular tembaga adalah satu-satunya jalan kesembuhan; Yesus adalah satu-satunya jalan keselamatan.

4) Kadang-kadang sekalipun antara Type dan Anti-Type ada persamaannya, tetapi yang ditekankan bukannya persamaannya tetapi pertentangannya (dikontraskan).

Contoh: Adam adalah Type dari Kristus (Roma 5:14).

Memang ada persamaannya, yaitu kedua-duanya adalah wakil / kepala manusia. Tetapi Ro 5:15-19 dan 1Kor 15:21,22,45-47 lebih menunjukkan kontras antara Yesus dan Adam.

5) Type selalu mendahului Anti-Type, dan Typenya tidak berlaku lagi setelah Anti-Typenya datang.

Contoh:

· hukum-hukum yang berhubungan dengan upacara-upacara agama Yahudi (ceremonial law). Ini menunjuk kepada Kristus (Kolose 2:16-17), dan digenapi dengan kedatangan Kristus, sehinggga setelah Kristus datang, tidak perlu dilakukan lagi.

· Imam adalah Type dari Kristus. Setelah Kristus datang, imam tak diperlukan lagi. Kita tidak perlu mengaku dosa kepada imam / pendeta, tetapi kepada Allah melalui Kristus. Gereja Roma Katolik tetap mempunyai imam (pastor) dan jemaatnya mengaku dosa kepada pastor. Jadi mereka tetap berpegang pada Typenya sekalipun penggenapannya / Anti-Typenya sudah datang. Ini salah.

· domba untuk korban dosa adalah Type dari Kristus, sehingga setelah Kristus datang, kita tidak lagi perlu mempersembahkan domba kalau kita berbuat dosa.

· Kemah Suci / Bait Allah merupakan Type dari gereja. Karena itu jaman sekarang (setelah kematian dan kebangkitan Yesus) tidak boleh ada Bait Allah lagi.

· Bangsa Israel adalah Type dari gereja / orang kristen. Setelah adanya gereja / orang kristen, maka bangsa Israel tidak lagi bisa disebut sebagai bangsa pilihan Allah. Gereja / orang kristenlah yang merupakan orang pilihan Allah (1Petrus 2:9).

Catatan: hal ini menimbulkan pro kontra, karena ada yang berpendapat bahwa Israel tetap merupakan bangsa pilihan.

Syarat dimana ‘Type selalu mendahului Anti-Type’ ini menyebabkan bahwa kejatuhan ‘Bintang Timur / Putera Fajar’ dalam Yes 14:12-15 dan juga raja Tirus dalam Yeh 28:1-19 tidak mungkin merupakan Type dari kejatuhan setan. Dan karena kedua peristiwa itu merupakan fakta sejarah, maka keduanya juga tidak boleh dianggap sebagai perum-pamaan atau allegory yang menyimbolkan kejatuhan setan. Saya ber-pendapat bahwa kedua peristiwa itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan kejatuhan setan.

III) Contoh-contoh Type.

1) Melkizedek (Kej 14:17-20) adalah Type dari Kristus (Ibr 5:6 Ibr 7:1-17).

2) Batu karang yang mengeluarkan air (Kel 17:6) adalah Type dari Kristus (1Kor 10:3,4).

3) Ceremonial law (= hukum-hukum yang berhubungan dengan upacara keagamaan) adalah Type dari Kristus (Kol 2:16-17).

4) Hukum Taurat adalah Type dari keselamatan yang akan datang (Ibr 10:1).

5) Yunus adalah Type dari Kristus (Mat 12:38-41).

6) Sabat adalah Type dari istirahat kekal di surga (Ibr 4:1-11).

7) Daud adalah Type dari Kristus (ini banyak terlihat dalam Kitab Mazmur).

8) Salomo adalah Type dari Kristus (Mat 12:42).

9) Israel melewati Laut Merah adalah Type daripada baptisan (1Kor 10:1,2).

IV) Penafsiran Type.

1) Harus diperhatikan:

a) Hal-hal yang sama (analog) antara Type dan Anti-Type. Tetapi tidak boleh terlalu dicari-cari / dibuat-buat.

Contoh:

· dalam menafsirkan peristiwa ular tembaga (Bil 21:4-9), ada orang yang menafsirkan bahwa:

* tembaga lebih rendah dari emas. Ini dianggap menunjuk kepada kesederhanaan Kristus.

* tembaga mempunyai cahaya suram. Ini dianggap sebagai keilahian Kristus yang diselubungi kemanusiaanNya.

* tembaga yang padat menunjuk kepada kekuatan ilahi Yesus.

· kayu penaga dan emas dalam Kemah Suci (Kel 25:10-11) dianggap sebagai Type dari kemanusiaan dan keilahian Kristus.

Ini semua adalah persamaan yang terlalu dicari-cari.

b) Hal-hal yang berbeda antara Type dan Anti-Type, dimana Anti-Typenya selalu lebih mulia / agung / hebat dari Typenya.

Misalnya: Mat 12:41-42 Ibrani 3:3-6 Ibr 10:11-14.

c) Hal-hal yang bertentangan antara Type dan Anti-Type.

Misalnya: Roma 5:14-19 1Kor 15:21,22,45-47.

2) Anti-Type menunjukkan kebenaran secara lebih jelas / lengkap daripada Typenya.

Kita tidak akan mendapatkan apa-apa dari peristiwa ular tembaga atau batu karang yang mengeluarkan air, sebelum Anti-Typenya (yaitu Kristus) datang.

3) Hanya sebagian dari sesuatu hal yang adalah Type.

Jadi, sama seperti pada waktu menafsirkan Simile dan Metaphor, dimana hanya hal-hal tertentu saja yang disamakan, maka dalam penafsiran Type dan Anti-Typenya hanya hal-hal tertentu yang disamakan atau dikontraskan.

Misalnya: Daud adalah Type dari Kristus. Tetapi perzinahan Daud jelas bukan Type!

-AMIN-

Pdt. Samuel T. Gunawan,M.Th.
MEMPERKENALKAN HERMENEUTIKA ALKITAB
MEMPERKENALKAN HERMENEUTIKA ALKITAB. Hermeneutika dipahami dalam dua pengertian yaitu pengertian umum dan pengertian khusus. Dalam pengertian umum hermeneutika menunjuk kepada peraturan-peraturan yang dipergunakan untuk mencari arti sesungguhnya dari misalnya : kesenian, sejarah, literatur, ilmu purbakala dan penerjemahan. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari kita juga selalu menggunakan cara-cara tertentu entahkah disadari atau tidak disadari untuk menafsirkan atau menjelaskan hal-hal yang kita lihat atau dengar. Dalam pengertian khusus hermeneutika menunjuk kepada prinsip-prinsip penafsiran Alkitab. Hermeneutika Alkitabiah ialah bagian teologi yang mempelajari teori, prinsip, sistem dan metode penafsiran Alkitab.

Hermeneutika juga harus dipahami sebagai ilmu pengetahuan dan kesenian. Sebagai ilmu pengetahuan hermeneutika menerapkan cara-cara ilmiah dalam mencari arti sesungguhnya dari Alkitab. Sebagaimana ilmu pengetahuan lainnya maka hermeneutika mempunyai ciri-ciri ilmiah yaitu : mempunyai obyek, metode dan sistematis. Obyek hermeneutika adalah Alkitab itu sendiri. Prinsip-prinsip dan metode yang digunakan merupakan suatu sistem yang masuk akal, dapat diuji dan dipertahankan. Sebagai kesenian, hermeneutika harus menghasilkan sesuatu yang indah, harmonis dan utuh. Jadi, seorang interpreter Alkitab harus mampu menyelami perasaan penulis Alkitab, melihat keindahan bahasa tulisannya dan dapat merubah karya penafsiranya menjadi sesuatu yang indah untuk dibaca dan didengar.

PENGERTIAN HERMENEUTIKA ALKITAB

Secara etimologis kata “hermeneutika” yang dalam bahasa Inggris adalah “hermeneutics” berasal dari kata Yunani “hermeneutikos” yang berasal dari akar kata “hermeneuo” yang artinya menginterpretasikan, menjelaskan, menterjemahkan atau menafsirkan. Kata Ibraninya adalah “pathar”yang berarti “menafsir”. Dengan demikian, jika didefinisikan maka hermeneutika adalah bagian teologi yang bersifat ilmiah dan seni yang memperhatikan prinsip-prinsip dan peraturan tertentu dengan melibatkan diri penafsirnya untuk tujuan mencari maksud yang ingin disampaikan oleh penulis Alkitab. Definisi yang sederhana berbunyi“hermeneutika adalah ilmu yang mempelajari prinsip-prinsip penafsiran Alkitab”. [2]

TUJUAN HERMENEUTIKA ALKITAB

Setiap orang Kristen harus mempelajari Alkitab karena Alkitab adalah Firman Allah yang diwahyukan dan diinspirasikan oleh Allah sendiri, yang berisi segala pengetahuan tentang Allah dan hubungannya dengan semua karya dan ciptaanNya. Tetapi, bagaimana cara orang Kristen saat ini mengerti Alkitab dengan cara yang benar dan bertanggung jawab sebagaimana yang dimaksudkan oleh Allah ketika para penulis Alkitab pertama kali menerima pesanNya? Hal ini tidaklah mudah karena Alkitab ditulis ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Ini menjadi tugas hermeneutika dan maksud dari perlunya hermeneutika.

Adapun tujuan mempelajari hermeneutika adalah untuk : (1) Mempelajari dan memahami seperangkat prinsip-prinsip, aturan-aturan dan metode-metode yang memungkinkan kita mengerti apa yang dikatakan Alkitab sesuai dengan maksud para penulis Alkitab. Ini adalah tujuan hermeneutika sebagai ilmu pengetahuan; (2) Setelah memahami Alkitab dengan benar sesuai dengan maksud penulisnya, maka perlu bagi kita untuk menempatkannya pada konteks dimana kita sekarang berada sehingga kita mengerti apa pesan Alkitab bagi kita sekarang dan menerapkannya dalam konteks kita sekarang. Ini adalah tujuan hermeneutika untuk aplikasi; (3) Setelah mengerti Alkitab dengan benar dan mengaplikasikan kebenarannya dalam kehidupan kita sehari-hari, maka iman kita akan bertumbuh secara bertahap menuju kedewasaan. Ini adalah tujuan untuk pertumbuhan rohani; (4) Apabila ketiga tujuan di atas telah tercapai maka hal ini sekaligus memberikan kepada kita kemampuan untuk terhindar dari pengajaran-pengajaran sesat yang mencoba menafsirkan Alkitab dengan cara yang sembrono dan tidak bertanggung jawab. Ini adalah tujuan untuk tindakan preventif. [3]

PRINSIP-PRINSIP HERMENEUTIKA YANG SEHAT

Kata-kata dalam Alkitab harus diterima dalam arti harfiahnya. Kecuali hal yang diselidiki menunjukkan arti lain. Arti yang jelas dan wajar dari kata tersebut harus diterima dalam kita mempelajari arti suatu dokumen. Saya sendiri berpegang pada sistem hermeneutika harfiah karena saya yakin bahwa sistem inilah yang benar, sederhana dan jelas, selain itu sistem hermeneutika harfiah dapat di nilai sebagai sistem hermeneutika yang wajar. Sebab itu perlu bagi saya untuk menegaskan beberapa hal yang harus dipahami berkaitan dengan sistem penafsiran harfiah ini, yaitu: (1) Sistem penafsiran harfiah tidak berarti tidak mengakui adanya arti figuratif dari ayat-ayat tertentu dalam Alkitab; (2) Sistem penafsiran harfiah tidak berarti tidak mengakui adanya arti rohani dari ayat-ayat tertentu dalam Alkitab; (3) Sistem penafsiran harfiah tidak berarti mengabaikan tujuan aplikasi pribadi dalam penafsiran; (4) Sistem penafsiran harfiah tidak berarti tidak mengakui adanya arti yang dalam yang harus ditemukan dalam penafsiran.


Dengan kata lain, sistem penafsiran harfiah yang saya maksud bukanlah sistem harfiah yang kaku seperti yang dianut oleh kaum literalisme. Selama ini memang kata “harfiah” seperti yang pernah katakan oleh Charles C. Ryrie, selalu dikonotasikan dengan “sebagai tidak mau mengerti ungkapan dan sebagainya,” yang sebenarnya tidaklah demikian.[4] Karena itu sebutan hermeneutika yang wajar untuk hermeneutika harfiah lebih bisa diterima. Berikut ini beberapa prinsip dasar dari hermeneutika yang sehat yang diadaptasi dari berbagai literatur terpercaya. Prinsip-prinsip dasar ini juga disebut sebagai prinsip-prinsip umum. [5]

1. Tafsirkan Menurut Konteksnya

Prinsip pertama adalah menafsirkan kata, frase, kalimat dan ayat dengan terlebih dahulu mempetimbangkan konteksnya. Secara umum konteks diartikan sebagai hubungan pikiran yang menyatukan sebagian (konteks dekat) atau keseluruhan tulisan (konteks jauh). Sehubungan dengan Alkitab, “konteks” diartikan sebagai hubungan pikiran yang menyatukan satu bagian perikop tertentu, atau satu pasal tertentu atau satu kitab tertentu dalam Alkitab, atau bahkan keseluruhan Alkitab. Mengapa mempelajari konteks sangat penting? Pertama, karena tanpa mempelajari konteksnya maka pengertian kita terhadap ayat tersebut menjadi tidak lengkap, khususnya jika ada kaitan pengertian yang tidak dapat dilepaskan satu dengan yang lain, misalnya: janji yang bersyarat. Kedua, tanpa mengikutsertakan konteks seringkali kita tidak melihat kaitan pengertian yang lebih luas sehingga sering memberi arti yang salah, misalnya : kata-kata yang sama tetapi memiliki arti yang berbeda.

2 Mempelajari Arti Kata Aslinya

Salah satu prinsip penting dalam menafsir adalah menafsirkan sesuai dengan arti kata atau kata-kata yang tepat sebagaimana dimaksudkan oleh penulis aslinya. Masalah utama yang harus diperhatikan adalah bagaimana menemukan definisi kata itu dan apa artinya yang tepat sesuai dengan konteks zaman atau budaya waktu penulisan. Satu hal yang perlu diingat dalam melakukan studi kata adalah bahwa kata-kata dalam Alkitab kita sekarang merupakan hasil terjemahan dari bahasa asli Alkitab yaitu Ibrani, Aram dan Yunani, karena itu penyelidikan lebih lanjut harus dilakukan dengan membandingkan kata-kata yang ada dalam Alkitab bahasa Ibrani dan Yunani tersebut.

3. Tafsirkan Secara Tata Bahasa

Setiap kata dalam kalimat tidak terisolasi atau tidak berdiri sendiri. Kata yang disusun bersama-sama memberi kombinasi arti yang membangun alur pikiran. Arti dari kata itu sering ditentukan dari hubungannya dengan kata-kata yang lain dalam kalimat. Tata bahasa sendiri tidak memperlihatkan arti sesungguhnya dari kata itu, tapi memperlihatkan kemungkinan arti lain yang terdapat dalam kata atau kalimat itu. Tata bahasa terdiri dari beberapa unsur penting, misalnya: subjek, objek, kata kerja, kata keterangan waktu, tempat, cara, kata ganti dan kata sambung. Masing-masing unsur ini akan memberikan bentukan kata dan hubungan kata dalam kalimat.Karena kata-kata adalah wahana dari pikiran dan karena arti dari sesuatu bagian atau paragraf harus ditentukan oleh penyelidikan kata-kata yang ada di dalamnya dan hubungannya dalam kalimat, maka menentukan arti tata bahasa dari teks haruslah menjadi titik awal dari suatu penafsiran wajar.

4. Menangkap Maksud dan Tujuan Penulisnya

Adakalanya penulis-penulis Alkitab memberikan petunjuk dengan jelas mengenai maksud dan tujuan mereka menuliskan kitab atau surat. Tetapi kebanyakan penulis Alkitab tidak jelas menunjukkan tujuan penulisan kitab itu. Untuk itu pembaca harus membaca dengan teliti seluruh isi kitab, khususnya dengan mempelajari garis besarnya. Setelah menemukan tujuan dan maksud penulisan kitab, maka penafsir harus menjadikan itu sebagai pedoman untuk menafsir dengan tepat.

5. Pelajari Latar Belakang Penulisan Kitab dalam Alkitab

Karena Alkitab telah ditulis oleh penulis Alkitab di era sejarah yang berbeda dengan kita saat ini, maka Alkitab hanya bisa dimengerti sepenuhnya dalam terang sejarah terkait. Jadi kita perlu tahu juga latar belakang geografis, historis, kultural, dan politis dari proses pengalihan yang ditulis Alkitab. Sebelum kita bisa mengerti cara memberlakukan berita Alkitab pada zaman sekarang, kita harus terlebih dahulu memastikan bagaimana hal itu diaplikasikan pada waktu pertama kalinya ditulis. Kalau kita mencoba menafsirkan dan memberlakukan dalam hidup kita, kita akan segera masuk dalam berbagai kesulitan. Seringkali suatu pernyataan, kata, kebiasaan, atau peristiwa di dalam kebudayaan atau waktu tertentu akan bisa dimengerti dalam perspektif yang berlainan dengan pengertian yang kita berikan saat ini dalam kebudayaan kita.

6. Bandingkan Ayat yang Satu dengan Ayat Lain dalam Alkitab

Kepengarangan ganda dari Alkitab membuatnya perlu, tidak saja untuk mengetahui maksud penulis yang insani tetapi juga maksud Allah. Maksud Allah mungkin tidak sepenuhnya dinyatakan dalam tulisan asli penulis insani tetapi dinyatakan ketika ayat yang satu dibandingkan dengan ayat yang lain. Kita harus terbuka untuk mendapatkan arti sepenuhnya, yang memberi jalan kepada arti yang lebih penuh dalam pikiran pengarang ilahi dari Alkitab. Bilamana kita membandingkan ayat dengan ayat, kita dapat menemukan maksud yang lebih penuh dari pengarang ilahi. Prinsip ini disebut juga ayat menafsirkan ayat atau “Alkitab menafsirkan dirinya sendiri”.

7. Mengetahui Sifat Pewahyuan yang Progresif

Untuk bisa menafsirkan secara sederhana tetapi konsisten, harus mengakui bahwa pewahyuan Alkitab diberikan secara progresif. Artinya bahwa dalam proses pewahyuan pesanNya kepada manusia, Allah bisa menambah atau bahkan mengubah dalam suatu waktu apa yang Dia telah berikan sebelumnya. Sangat jelas Perjanjian Baru menambah banyak yang belum dinyatakan dalam Perjanjian Lama. Apa yang Allah nyatakan sebagai kewajiban suatu saat bisa dibatalkan kemudian. Contoh : Seperti larangan makan daging babi, pernah mengikat umat Allah, kini dibatalkan (1 Timotius 4:3). Kegagalan untuk mengenal sifat progresif ini, dalam pewahyuan, akan membangkitkan kontradiksi yang tidak bisa diselesaikan antara bagian-bagian Alkitab kalau diartikan secara harfiah dan wajar. Perhatikan contoh-contoh berikut dari Alkitab yang akan berkontradiksi jika diartikan secara sederhana atau harfiah kecuali jika kita mengenal adanya perubahan karena adanya kemajuan (progres) dalam pewahyuan : Matius 10:5-7 dan 28:18-20; Lukas 9:3 dan 22:36; Kejadian 17:10 dan Galatia 5:2; Keluaran 20:8 dan Kisah Para Rasul 20:7. Perhatikan juga perubahan penting dinyatakan dalam Yohanes 1:17; 2 Korintus 3:7-11. Mereka yang tidak secara konsisten memakai prinsip pewahyuan yang progresif ini dalam penafsiran terpaksa kembali pada penafsiran secara alegoris, mistis atau kadang-kadang mengabaikan saja bukti yang ada.

DAFTAR PUSTAKA: MEMPERKENALKAN HERMENEUTIKA ALKITAB

Achenbach, Reinhard., 2012. Kamus Ibrani-Indonesia Perjanjian Lama. Terjemahan, Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih: Jakarta.

Aritonang, Jan S, 1995. Berbagai Aliran di Dalam di Sereja. Cetakan ke 12. Penerbit BPK Gunung Mulia: Jakarta.

Arrington, French L., 2004. Christian Doctrine A Pentacostal Perspective, 3 Jilid. Terjemahan, Penerbit Departemen Media BPS GBI : Jakarta.

Boland, B.J., 1984. Intisari Iman Kristen. Penerbit BPK Gunung Mulia : Jakarta.

Brill, J. Wesley., 1993. Dasar Yang Teguh. Yayasan Kalam Hidup: Bandung.

Braga, James., 1982. Cara Menelaah Alkitab, Penerbit Gandum Mas : Malang.

Conner, Kevin J., 1993. Pengetahuan Dasar Alkitab, diktat. Harvest International Theological Seminary/Harvest Publication House: Jakarta.

___________., 2004. A Practical Guide To Christian Belief, terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.

___________., 2004. Jemaat Dalam Perjanjian Baru, terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.

Conner, Kevin J & Ken Malmin., 1983. Interprenting The Scripture. Edisi Indonesia dengan judul Hermeneuka, Terjemahan 2004. Penerbit Gandum Mas: Malang.

Cornish, Rick., 2007. Five Minute Theologian. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.

___________., 2007. Five Minute Apologist. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.

Cox, Alan D., 1988. Penafsiran Alkitabiah : Prinsip-prinsip Hermeneutik. Yayasan Lembaga Sabda : Yokyakarta.

Daun, Paulus., 1994. Bidat Kristen Dari Masa Ke Masa. Penerbit, Yayasan Daun Family: Manado.

___________., 2010. Seri Buku Teologi Sistematika (Prolegomena, Bibliologi, Teologi Proper. Penerbit, Yayasan Daun Family: Manado.

Dieleman, Jaap, 2012., The Coming Of The King Of Kings. Terjemahan, Penerbit Andi Offset: Yogyakarta

Douglas, J.D., ed, 1996. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jilid I dan II. Terj, Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF : Jakarta.

Drewes, B.F & Julianus Mojau., 2003. Apa itu teologi? Pengantar Kedalam Ilmu Teologi. Penerbit BPK Gunung Mulia : Jakarta.

Drewes, B.F, Wilfrid Haubech & Heinrich Vin Siebenthal., 2008. Kunci Bahasa Yunani Perjanjian Baru. Jilid 1 & 2. Penerbit BPK Gunung Mulia : Jakarta.

Enns, Paul., 2004.The Moody Handbook of Theology, jilid 1 & 2. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.

Erickson J. Millard., 2003. Christian theology. 3 Jilid. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.

Ferguson, B. Sinclair, David F. Wright, J.I. Packer., 2009. New Dictionary Of Theology. jilid 2, terjemahkan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.

Fisher, Don L., 1987. Pra Hermeneutik. Penerbit Gandum Mas : Malang.

Greig, Gary. S & Kevin N. Spinger, ed., 2001. The Kingdom And The Power. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.

Grudem, Wayne., 1994. Systematic Theology: A Introduction to a Biblical Doctrine. Zodervan Publising House : Grand Rapids, Michigan.

Guthrie, Donald., 2010. New Tastemant Theology. 2 Jilid, Terjemahan. Penerbit BPK : Jakarta.

Gutrie, Donald., 1990 New Tastament Introduction. Edisi Indonesia dengan judul Pengantar Perjanjian Baru, Jilid 2, diterjemahkan (2009), Penerbit Momentum: Jakarta.

Handiwijono, Harun, 1999. Iman Kristen, Penerbit BPK Gunung Mulia : Jakarta.

Hoekema, Anthony A., 2010. Saved by Grace. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.

Holmes, Arthur F., 2009. All Truth is God’s Truth. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.

Iverson, Dick., 1994. The Holy Spirit Today, Diktat. Terjemahan, Harvest International Teological Seminary, Harvest Publication House: Jakarta.

___________., 1994. Present Day Truths. Terjemahan, Inonesia Harvest Outreaach: Jakarta.

Ladd, George Eldon., 1999, Teologi Perjanjian Baru. Jilid I dan II. Terj, Penerbit Kalam Hidup : Bandung.

LaHaye, Tim., 1988. Mempelajari Alkitab Secara Praktis. Terj, Yayasan Kalam Hidup : Bandung.

Letham, Robert., 2011. The Holy Trinity: In Scripture, History, Theology, and Worship. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.

Lim, David., 2005. Spiritual Gifts: A Fressh Lock. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.

Margianto, Yoppi., 2004. Belajar Sendiri Bahasa Yunani Berdasarkan Injil Yohanes. Penerbit Andi Offset : Yoyakarta.

Mounce, William D., 2011. Basics of Biblical Greek, edisi 3. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.

Menzies, William W & Robert P., 2005. Spirit and Power. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.

Menzies, William W & Stanley M. Horton., 2003. Bible Doctrines: A Pentecostal Perspektive.. Terjemahan, Penerbit, Gospel Press: Batam.

Milne, Bruce., 1993. Knowing The Truth : A Handbook of Christian Belief. Terjemahan, Penerbit BPK : Jakarta.

Naftalino, A., 2011. Teologi Kristen Terpadu dalam Lautan Konsepsi Pluralisme Agama. Dipublikasikan oleh Logos Heaven Light Publicizing: Bekasi.

_____________., 2012. Teologi Kristen Terpadu 2. Dipublikasikan oleh Logos Heaven Light Publicizing: Bekasi.

Ngandas, Deky Hidnas Yan., 2013. Paradigma Eksegetis Penting dan Harus. Penerbit Indie Publising: Depok.

Nieftrik, G.C. van dan Boland, B.J., 1993. Dogmatika Masa Kini. Penerbit BPK Gunung Mulia: Jakarta.

Pratt, Richard L, Jr., 1995. Menaklukan Segala Pikiran Kepada Kristus. Terjemahan, Penerbit Seminari Alkitab Asia Tenggara : Malang.

Pandensolang, Welly., 2010. Gramatika dan Sintaksis Bahasa Yunani Perjanjian Baru. Penerbit YAI Press : Jakarta.

______________________., 2010. Gramatika dan Sintaksis Bahasa Ibrani Perjanjian Lama. Penerbit YAI Press : Jakarta.

Prince, Derek., 2004. The Holy Spirit in You. Terjemahan, Penerbit Derek Prince Ministries Indonesia : Jakarta.

___________., 2005. Fondations Rightouness Living. Terj, Penerbit Derek Prince Ministries Indonesia : Jakarta.

Ryrie, Charles C., 1991. Basic Theology. Jilid 1 & 2, Terjemahan, Penerbit ANDI Offset : Yogyakarta.

Schafer, Ruth., 2004. Belajar Bahasa Yunani Koine: Panduan Memahami dan Menerjemahkan Teks Perjanjian Baru. Penerbit BPK Gunung Mulia : Jakarta.

Sproul, R.C., 1997. Essential Truths of the Christian Faith. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.

Stamps, Donald. C, ed., 1994. Full Life Bible Studi. Penerbit Gandum Mas : Malang.

Soedarmo, R.,1984. Ikhtisar Dogmatika. BPK Gunung Mulia : Jakarta.

Stott, John R.W., 2000. Memahami Isi Alkitab. Terj. Diterbitkan oleh Persekutuan Pembaca Alkitab : Jakarta.

Susanto, Hasan., 2003. Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru, jilid I & II. Penerbit Literatur SAAT : Malang.

___________., 2011. Hermeneutika: Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab. Penerbit Literatur SAAT : Malang.

Tabb, Mark, ed., 2011. Theology. Terjemahan, Penerbit Yayasan Gloria : Yogyakarta.

Tenney, Merril C., 1985. New Testament Survey. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.

Thiessen, Henry C., 1992. Lectures in Systematic Theology, direvisi Vernon D. Doerksen. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.

Tong, Stephen., 2011. Iman, Rasio dan Kebenaran. Penerbit Momentum : Jakarta.

Towns, Elmer L., 2011. Inti Kekristenan: Apa sebenarnya Kekristenan itu? Terjemahan, Penerbit Nafiri Gabriel : Jakarta Barat.

Vincent, Alan, Charles C., 2011. Heaven On Earth. Terjemahan, Penerbit ANDI Offset : Yogyakarta.

Wagner, C. Peter, 1998. Berdoa dengan Penuh Kuasa. Terjemahan, penerbit Nafiri Gabriel: Jakarta.

__________________., 1999. Gereja-Gereja Rasuli Yang Baru. Terjemahan, Penerbit Immanuel : Jakarta.

Walton, John H dan Andrew E. Hill., 1991. A Survey of The Old Tastament. Terj, Penerbit Gandum Mas : Malang.

Warren, Rick., 1995. Metode Penafsiran Alkitab Yang Dinamis. Terjemahan, Penerbit Yayasan ANDI : Yokyakarta.

[1] Penulis, memposisikan diri sebagai teolog Protestan-Kharismatik, Pendeta dan Gembala di GBAP Jemaat El Shaddai; Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE) dari Universitas Negeri Palangka Raya; M.Th in Christian Leadership (2007) dan M.Th in Systematic Theology (2009) dari STT-ITC Trinity. Setelah mempelajari Alkitab lebih dari 15 tahun menyimpulkan tiga keyakinannya terhadap Alkitab yaitu : (1) Alkitab berasal dari Allah. Ini mengkonfirmasikan kembali bahwa Alkitab adalah wahyu Allah yang tanpa kesalahan dan Alkitab diinspirasikan Allah; (2) Alkitab dapat dimengerti dan dapat dipahami oleh pikiran manusia dengan cara yang rasional melalui iluminasi Roh Kudus; dan (3) Alkitab dapat dijelaskan dengan cara yang teratur dan sistematis.

[2] Lihat, Susanto, Hasan., 2011. Hermeneutika: Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab. Penerbit Literatur SAAT: Malang, hal 3-11.

[3] Bandingkan dengan, Susanto, Hasan., 2011. Hermeneutika: Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab. Penerbit Literatur SAAT : Malang, hal 11-19.

[4] Lihat, Ryrie, Charles C., 1991. Basic Theology. Jilid 1, Terjemahan, Penerbit ANDI Offset : Yogyakarta, hal 144-153;

[5] Studi lebih lanjut mengenai prinsip-prinsip hermeneutika ini dapat dibaca dalam: Ryrie, Charles C., 1991. Basic Theology. Jilid 1, Terjemahan, Penerbit ANDI Offset : Yogyakarta, hal 144-153; Kevin J. Conner, & Ken Malmin, Interprenting The Scripture. Penerbit Gandum Mas: Malang; James Braga, Cara Menelaah Alkitab, Penerbit Gandum Mas: Malang; Alan D. Cox, Penafsiran Alkitabiah: Prinsip-prinsip Hermeneutik. Yayasan Lembaga Sabda: Yokyakarta; Don L. Fisher, Pra Hermeneutik. Penerbit Gandum Mas: Malang; Tim LaHaye, Mempelajari Alkitab Secara Praktis. Yayasan Kalam Hidup: Bandung; Hasan Susanto, Hermeneutika: Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab, Penerbit LiteraturSAAT: Malang; John R.W Stott, Memahami Isi Alkitab. Diterbitkan oleh Persekutuan Pembaca Alkitab: Jakarta; R.C. Sproul, Mengenali Alkitab, Penerbit, Literatur SAAT: Malang; dan Rick Warren, Metode Pemahaman Alkitab Yang Dinamis, Penerbit ANDI: Yogyakarta; Dll.MEMPERKENALKAN HERMENEUTIKA ALKITAB.https://teologiareformed.blogspot.com/
Next Post Previous Post