TETAP BERIMAN DIMASA COVID 19 YANG SULIT?

Pdt.Samuel T. Gunawan, M.Th.
Ayat renungan: Daniel 3:16-18, Lalu Sadrakh, Mesakh dan Abednego menjawab raja Nebukadnezar: "Tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini. Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu."
TETAP BERIMAN DIMASA COVID 19 YANG SULIT?
gadget, bisnis, otomotif
Banyak orang Kristen pasti mampu mengatakan bahwa ia tetap beriman saat kondisi yang dialami baik-baik saja atau tanpa masalah yang serius dan menakutkan. Tetapi bagaimana reaksinya jika ia sedang menghadapi masalah-masalah yang serius / sulit, menakutkan, bahkan mengancam nyawanya sendiri. Contohnya: keadaan kita sekarang dalam masa pandemi Covid-19 ? Di mana dalam contoh Sadrakh, Mesakh, dan Abednego dalam ayat bacaan di atas, imannya dipertaruhkan!

Terkadang, Allah menguji iman seseorang melalui masalah-masalah. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa kenyamanan dan kekakayaan dapat membuat seseorang terjatuh. Karena kenyamanan dapat membuat seseorang terbuai; sedangkan kekayaan dapat membuat seseorang angkuh dan melupakan Tuhan (Ulangan 8 7-14; Bandingkan 1 Timotius 6:9-10; Amsal 30:8-9). Dalam Akitab, Allah juga menguji iman melalui masalah-masalah. Dan seseorang yang beriman sejati akan mampu bertahan dan melewati masalah-masalah itu tanpa mengkompromikan imanya, apalagi menyangkali Tuhan. Dimasa-masa yang sulit itulah iman seseorang sedang diuji. Pada waktu menghadapi masa sulit yang mengancam nyawa murid-murid-Nya, justru Yesus menanyakan iman mereka dengan berkata, “where is your faith?”, pada saat para murid-Nya berkata, “Master, Master, we perish!” (Lukas 8:24-25).

Dalam ayat bacaan Daniel 3:1-31, kita melihat bagaimana Sadrakh, Mesakh dan Abednego diperhadapkan pada masalah yang serius dan yang mengancam nyawa mereka. Di sini iman dan kesetiaan mereka kepada Allah dipertaruhkan. Kita tahu bahwa kesulitan terkadang datang karena pekerjaan setan, kelalaian sendiri, imbas dari kesalah orang lain, dan ujian dari Allah. Tetapi kesulitan disini bukanlah masalah yang dicari-cari atau akibat kelalaian sendiri, melainkan akibat dari penolakan untuk kompromi dan penyangkalan iman terhadap Allah yang benar. Dan kita melihat pada akhirnya Sadrakh, Mesakh dan Abednego mampu tertahan dan melawati ujian iman ini. Pertanyaannya: “bagaimanakah mereka dapat bertahan dan melawati ujian yang begitu berat ini? Setidaknya ada dua hal yang dapat kita lihat dalam diri mereka, yaitu: Pengenalan akan Allah (Daniel 11:32) dan komitemen yang kokoh pada Allah yang mereka percayai (Daniel 1:8-20).

Pertama, pengenalan akan Allah. Beberapa orang Kristen merasa senang apabila dapat melihat dan mengalami kuasa Tuhan, tetapi mereka tidak ingin mengenal Tuhan. Mereka hanya mencari kuasa atau kekuatan Tuhan dan tidak mencari kehendak-Nya. Menarik untuk memperhatikan doa Musa berikut ini, “Maka sekarang, jika aku kiranya mendapat kasih karunia di hadapan-Mu, beritahukanlah kiranya jalan-Mu kepadaku, sehingga aku mengenal Engkau, supaya aku tetap mendapat kasih karunia di hadapan-Mu. Ingatlah, bahwa bangsa ini umat-Mu"(Keluaran 33:13). Doa Musa tersebut dikabulkan oleh Tuhan, karena dalam mazmur 103:7 dikatakan “Ia telah memperkenalkan jalan-jalan-Nya kepada Musa, perbuatan-perbuatan-Nya kepada orang Israel”. Perhatikan dalam ayat ini dikatakan bahwa Allah menunjukkan jalan-jalan-Nya, yaitu kehendak-Nya kepada Musa, tetapi kepada orang Israel Dia hanya menunjukkan perbuatan-perbuatan-Nya. Banyak orang ingin melihat mujizat-mujizat yang spektakuler, tetapi tidak rindu mengetahui isi hati-Nya. Itulah sebabnya walaupun bangsa Israel telah melihat perbuatan Tuhan yang ajaib, mereka masih sempat memberontak kepada-Nya. Mereka tidak mengenal kehendak Tuhan.

Karena itu, kita perlu mengenal Tuhan secara utuh. Artinya, kita tidak hanya mengenal dan mengalami kuasa dan mukjizat Tuhan, tetapi juga mengenal kehendak Tuhan. Justru apabila kita hidup dan berjalan dalam kehendak-Nya, kita akan melihat kuasa-Nya menyertai kita sepanjang waktu. Perlu kita ketahui: (1) Iman kita tidak bertambah kuat hanya dengan melihat mukjizat. Iman kita bertambah kuat sejalan dengan bertambahnya pengenalan kita akan Tuhan. Dalam Daniel 11:32 disebutkan bahwa “.. umat yang mengenal Allahnya akan tetap kuat dan akan bertindak”. (2) Pengenalan akan Tuhan tidak terjadi dalam satu hari. Ini merupakan proses dan semuanya diawali dengan kemauan (baca Daniel 1). Keinginan kita yang utama biarlah kerinduan untuk mengenal Tuhan lebih lagi seperti kerinduan rasul Paulus (Filipi 3:10).

Kedua, Komitmen yang kokoh pada Allah. Apakah arti komitmen? Mungkin sebagian dari kita ada yang mengerti dan dapat menjelaskan dengan baik; sementara mungkin sebagian lainnya bingung dan belum jelas apa artinya komitmen. Atau mungkin juga sebagian dari kita tidak tahu apa arti kata komitmen itu. W.J.S Poerwadarminta menyebutkan komitmen sebagai, “perjanjian untuk melakukan sesuatu; atau kesanggupan” (Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka: Jakarta, hal 608). Komitmen juga diartikan sebagai “kesepakatan atau kontrak antara dua pihak atau lebih untuk melaksanakan sesuatu secara bersama-sama”. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Baru, Pustaka Phoenix: Jakarta, hal 470). Jadi komitmen adalah suatu janji pada diri kita sendiri ataupun orang lain yang tercermin dalam tindakan kita, Artinya, sekali kita berjanji, maka kita akan selalu mempertahankan janji itu sampai akhir.

Jadi komitmen adalah : (1) Sesuatu yang membuat seseorang membulatkan hati dan tekad demi mencapai sebuah tujuan, sekalipun ia belum dapat mengetahui hasil akhir dari tujuan tersebut. (2) Berjerih payah dan berkorban demi menyelesaikan tujuannya, sekalipun semua orang meninggalkannya. (3) Sesuatu yang membuat seseorang rela meninggalkan segala sesuatu yang berharga demi memenuhi panggilan hidupnya, walau harga yang harus dibayar tidak sedikit dan medan yang ditempuh tidak ringan. (4) Sesuatu yang membuat seseorang memikul resiko dan konsekuensi dari keputusannya tanpa mengeluh, dan menjalaninya dengan penuh rasa syukur sebagai bagian dari kehidupan yang terus berproses. (5) Sesuatu yang membuat seseorang berani setia dan percaya, meski harapannya tidak kunjung terpenuhi dan tidak ada yang dapat dijadikan jaminan olehnya.

Dari segi iman Kristen, Allah mempunyai hak, kedaulatan dan kuasa tertinggi untuk menuntut kepatuhan dari ciptaan, karena Dialah sang Pencipta dan Tuhan segala bangsa. Sebagai pengikut Kristus, satu-satunya komitmen tertinggi dan terpenting dalam hidup kita adalah komitmen kepada Allah di dalam Kristus. Setiap komitmen dan tindakan penting lainnya harus di dasarkan pada komitmen itu. Rasul Paulus menasihati, “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna” (Roma 12:1-2). Disini, orang percaya diingatkan untuk berubah, yaitu perubahan kearah yang positif yaitu: baik, yang berkenan kepada Allah dan dewasa (sempurna).

Jadi, segala sesuatu memang harus berubah, kecuali Allah, dan komitmen kita untuk mempersembahkan hidup kita kepada Allah dan menaatinya seharusnya juga tidak berubah. “Tetapi Petrus dan Yohanes menjawab mereka: "Silakan kamu putuskan sendiri manakah yang benar di hadapan Allah: taat kepada kamu atau taat kepada Allah. Sebab tidak mungkin bagi kami untuk tidak berkata-kata tentang apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar (Kisah Para Rasul 4:19-20). Yosua mendemonstrasinya arti komitmen pada Allah ketika ia berkata, “Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada TUHAN, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang sungai Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!" (Yosua 24:15).

Sadrakh, Mesakh dan Abednego adalah orang-orang yang mengenal Allah. Dan mereka tahu bahwa Allah itu setia dan tidak berubah. Mereka memiliki komitmen total pada Allah (Daniel 3:16-18). Membuat komitmen memang lebih mudah dari mempertahankannya. Karena itu, mempertahankan komitmen yang telah kita buat sangatlah penting. Bila kita tidak mampu mempertahankan komitmen yang telah kita buat, maka yang akan terjadi adalah kompromi dan penyangkalan iman terhadap Tuhan.

Akhirnya, dua pelajaran penting yang dapat kita petik hari ini, yaitu: Pertama, mengenal Allah secara secara utuh, baik pribadi maupun kuasa-Nya, melalui firman dan persekutuan dengan-Nya. Kedua, miliki komitmen yang kokoh untuk tetap mempercayai dan setia kepada Tuhan walau apapun yang terjadi. Kita tahu, Alkitab mengajarkan bahwa kehidupan di bumi adalah suatu ujian. Allah terus menerus menguji karakter, iman, ketaatan, kasih, integritas dan kesetiaan manusia. Kata-kata seperti pencobaan, pemurnian, dan ujian muncul lebih dari 200 kali dalam Alkitab. Ujian akan memaksimalkan kualitas hidup kita, mengembangkan karakter kita, dan ujian akan memberi kemampuan kepada kita untuk menentukan prioritas hidup kita (2 Tawarikh 32:31; 1 Korintus 10:13; Yakobus 1:12).

Kita tak pernah tahu keadaan di depan kita! Karena itu, apakah yang lebih baik selain daripada mempercayakan kehidupan kita kepada Tuhan? Perhatikanlah Ayub dalam Ayub 1-2, di mana Iblis ingin menghancurkan Ayub, dan Tuhan mengizinkan Iblis berbuat apa saja, kecuali membunuh Ayub. Tuhan mengizinkan ini untuk membuktikan kepada Iblis bahwa Ayub adalah orang benar dan memiliki komitmen yang kokoh pada Tuhan, bukan karena Tuhan telah memberkati dia dengan berlimpah. Tuhan berdaulat dan mengontrol segala sesuatu yang terjadi. Iblis tidak dapat berbuat apa-apa kecuali mendapatkan “ijin” dari Tuhan. Bahkan masa-masa sulit seperti yang dialami Ayub, bagi orang percaya menjadi sarana yang membawa kemuliaan bagi-Nya. Saya percaya, Virus Corona tidak akan menimpa orang percaya, dan jika ada orang percaya yang terinfeksi oleh Virus Corona, bahkan mati olehnya, itu karena Tuhan mengizinkan itu terjadi menurut rencana dan kehendak-Nya yang berdaulat.

Pengakuan iman Westminster menyatakan “Allah, Sang Pencipta Agung segala sesuatu, menopang, mengarahkan, mengatur, dan memerintah semua ciptaan, tindakan, dan perihal, dari yang terbesar, hingga yang terkecil, dengan providensinya yang paling bijaksana dan kudus, seturut pra pengetahuan-Nya yang sempurna, dan keputusan kehendak-Nya yang bebas dan tidak berubah, untuk memuji kemuliaan kebijaksanaan, kuasa, keadilan, kebaikan, dan kasih setia-Nya”. Jadi, tetaplah percaya kepada Tuhan bukan hanya di masa-masa yang baaik, tetapi juga dimasa-masa yang sulit ini.TETAP BERIMAN DIMASA COVID 19 YANG SULIT?
Next Post Previous Post