6 KESALAHAN ORANG YAHUDI (YOHANES 5:30-47)
Ev. Solomon Yo.
Pendahuluan
Khotbah hari ini akan kita fokuskan pada analisis dan kritik yang diberikan Tuhan Yesus akan kegagalan orang Yahudi dalam mempelajari dan menghidupi agama mereka dengan demikian kita dapat terhindar dari kesalahan yang sama seperti yang mereka lakukan. Orang Yahudi memiliki keagamaan dan perilaku agama yang sangat luar biasa.
Adapun yang menjadi latar belakangnya, yaitu:
1) mereka menerima wahyu dari Allah. Tuhan Yesus sendiri mengkonfirmasi Taurat sebagai wahyu dari Allah dan bahwa Ia datang bukan untuk meniadakannya tapi untuk menggenapinya,
2) pada masa Yesus Kristus, orang Yahudi telah mencapai puncak yang hebat dalam sistem agama Yahudi. Mereka telah melalui masa-masa didikan yang panjang termasuk pembuangan ke Asyur dan Babel sampai akhirnya mereka menjadi monoteisme yang paling ketat,
3) orang Yahudi sangat rajin mempelajari Kitab Suci, mereka mengabdikan diri sepenuhnya pada agama. Namun sangatlah disayangkan, semua kehebatan itu tidaklah berarti apa-apa di hadapan Tuhan Yesus. Tuhan Yesus membukakan kesalahan-kesalahan fatal yang mereka lakukan, antara lain:
1. Giat mempelajari Kitab Suci tetapi gagal menemukan esensi Kitab Suci
Perhatikan, orang Yahudi bukan sekedar membaca Kitab suci tetapi mereka menyelidiki, mempelajari, menghafalkan bahkan secara harafiah mereka menaruh ayat-ayat Kitab Suci itu di tubuh mereka. Sungguh ironis, mereka begitu giat menyelidiki Kitab Suci namun mereka gagal untuk memahami esensi Kitab Suci; mereka tidak pernah menemukan Yesus Kristus yang adalah inti dari Kitab Suci.
Di satu sisi, mereka mempelajari Kitab Suci dengan harapan dapat memperoleh hidup kekal (Yohanes 5:39); namun ironis, mereka menolak Kristus sang pemberi hidup kekal itu, bahkan mereka menyalibkan Dia. Perhatikan, orang yang membaca Alkitab belumlah cukup untuk membuktikan apakah seseorang beriman benar atau seseorang itu sudah mempunyai pemahaman yang benar tentang Alkitab. Orang Yahudi menyelidiki Alkitab tapi mereka justru jauh dari Allah dan mereka tidak diperkenan Allah.
Taurat diberikan setelah Allah berjanji akan memberikan seorang Juruselamat. Jadi jelaslah, Taurat bukan pondasi keselamatan yang utama. Hanya anugerah Tuhanlah kalau kita diselamatkan. Namun sayang, orang Yahudi tidak pernah memahami hal ini, mereka justru membuat agama lain, Yudaisme yang terdiri dari tafsiran Taurat dan tentu saja, semua peraturan agama yang sangat memberatkan hidup mereka akibatnya agama yang dijalankan tidak lebih hanya sekedar ritual dan formalitas belaka.
Ingatlah, kalau Tuhan memberikan kedewasaan rohani dan kebebasan yang positif maka kita harus bertanggung jawab. Hendaklah semua ibadah yang kita lakukan bukan sekedar formalitas belaka karena kita tahu dan menyadari apa yang menjadi esensi di balik semua kehidupan keagamaan yang kita jalankan. Celaka kalau kita mempelajari Kitab Suci tapi kita justru gagal menemukan Kristus yang sejati.
Hari ini banyak orang merasa telah mengenal Kristus; tapi hati-hati, Kristus yang beritakan adalah Kristus yang palsu, yakni Kristus hanya sebagai Penyembuh dan Pemberi berkat, dan masih banyak lagi. Marthin Luther dalam bukunya menyatakan tentang perbedaan theologi salib dan theologi kemuliaan.
Banyak orang berpikir Kristus sebagai si pembuat mujizat tetapi orang lupa Kristus memerintahkan supaya mereka menutup mulut akan kejadian tersebut; orang lupa bahwa Yesus adalah Yesus yang rendah hati; dengan kuasa-Nya, Ia mampu merobohkan prajurit Roma tetapi Dia justru memilih jalan salib, Ia datang dengan penuh kerendahan dan kemiskinan. Sungguh amatlah disayangkan, hari ini orang justru menawarkan Yesus menurut versi manusia, Yesus yang dapat memenuhi segala keinginan mereka.
Allah yang Maha Kuasa itu kini tak ubahnya seperti seorang pembantu yang harus melayani dan menuruti semua keinginan kita; orang-orang berdosa menjadi lebih berkuasa dari Allah yang Maha Kuasa. Di hadapan salib kita bukanlah siapa-siapa, kita hanyalah orang berdosa yang seharusnya dibuang namun anugerah-Nya telah melepaskan kita dari belenggu dosa maka orang yang menyadari anugerah ini akan datang dengan hati hancur, ia akan mempersembahkan seluruh hidupnya untuk Tuhan.
Inilah paradoks dari theologi kemuliaan yang berbeda dengan theologi salib. Salib menyadarkan orang untuk kembali pada Allah; Kristus telah memberikan teladan indah bagi kita; dari sorga mulia Ia datang ke dunia dan dalam kerendahan. Biarlah kita sebagai anak Tuhan kita menemukan kemuliaan dalam Salib Kristus, kita akan dibuat kagum oleh-Nya. Salib yang dihinakan itu justru lambang mulia.
2. Asumsi dan motivasi pribadi orang Yahudi menghalangi untuk datang kepada Kristus
Dalam Yohanes 5:39 Tuhan Yesus berkata: “Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa olehnya kamu mempunyai hidup yang kekal...“ ketika membaca ayat ini sepintas orang tidak menemukan ada yang salah dengan sikap orang Yahudi ini malahan orang berpikir sikap mereka itu wajar dan baik karena senantiasa menyelidiki Kitab Suci dan rindu mendapatkan hidup kekal.
Namun Tuhan Yesus membukakan pada kita bahwa semua yang mereka lakukan itu salah sebab dalam menyelidiki Kitab Suci mereka tidak memberi diri mereka diterangi oleh Kitab Suci; karena hal itu dihalangi oleh asumsi mereka, yaitu asumsi bahwa tujuan Kitab Suci ialah untuk memberikan hidup kekal. Asumsi yang salah! Motivasi mereka salah mau mendapatkan hidup kekal, dan itu menjadi asumsi mereka dan asumsi itu menghalangi mereka untuk menemukan Kristus sebagai inti Kitab Suci akhirnya mereka menolak Kristus yang adalah Sumber hidup kekal.
Theologi Reformed menegaskan tentang Kedaulatan Allah, dan manusia harus tunduk pada Kedaulatan Allah. Namun orang telah berasumsi terlebih dahulu bahwa tunduk pada Allah akan membuat hidup kita sengsara. Ingat, manusia dicipta bukan untuk kebahagiaan dirinya sendiri tapi manusia dicipta untuk kemuliaan Allah dan justru ketika kita mencari kemuliaan Tuhan itulah kita akan mendapatkan kebahagiaan kekal. Asumsi kita seringkali menghalangi kita memahami suatu hal.
Sebagai contoh, ketika kita berkomunikasi atau mendengar seseorang berbicara, sebelumnya kita telah berasumsi, kita mengambil kesimpulan sebelum lawan bicara kita selesai berbicara, dan seringkali, asumsi yang kita ambil tersebut salah.
Jelaslah, motivasi mempengaruhi asumsi, asumsi kita menentukan apa yang kita lihat atau mengerti, apa yang kita lihat atau mengerti mempengaruhi tindakan dan sikap kita. Orang Yahudi ingin mendapatkan hidup kekal, mereka hanya fokus pada apa yang menjadi keinginannya maka keinginan ini membentuk asumsi sedemikian rupa sehingga menghalangi mereka menemukan Sang Pemberi Berkat Sejati bahkan mereka menolak dan memusuhi Sang Pemberi Berkat.
Pada jaman sekarang, orang hanya menginginkan mujizat, tanda ajaib; mereka berasumsi bahwa mujizat itu berkat Tuhan dan akan memuliakan Tuhan. Asumsi yang salah! Berkat atau mujizat telah menutupi pikiran mereka, sehingga mereka tidak dapat melihat Kebenaran sejati. Ketika kita memahami kebenaran Firman dengan rendah hati, menundukkan diri untuk mau dibentuk Firman dengan sungguh maka Tuhan akan menyingkapkan rahasia Ilahi dimana kebenaran itu melampaui cara berpikir kita dan kita akan dibuat kagum oleh-Nya.
Biarlah kita meneladani sikap Sadrakh, Mesakh dan Abednego yang percaya bahwa Allah sanggup menolong dan kalaupun Allah tidak menolong pun mereka tidak akan menyembah patung yang didirikan Nebukadnezar meski nyawa mereka terancam. Doktrin yang benar menjadikan mereka mempunyai sikap hati yang benar; mereka berserah pada kedaulatan dan bijaksana Allah karena mereka tahu, jalan Tuhan adalah yang terbaik.
Pertanyaannya sekarang adalah ketika kita membaca Kitab Suci sudahkah pikiran dan hati kita diperbaharui? Hati-hati, hari ini Gereja dan orang-orang Kristen menggambarkan Kristus yang semakin merosot keunikan-Nya sehingga Ia dianggap sederajat dengan tokoh agama lain bahkan lebih rendah tak ubahnya seperti agama kafir yang hanya memuaskan keinginan nafsu duniawi belaka maka tidaklah heran kalau orang tidak dapat melihat keagungan dan keunikan Kristus. Salib merupakan misteri paradoks kemuliaan dan kekuatan yang tersembunyi dalam kerendahan dan kelemahan.
3. Tiada tempat dalam hati mereka bagi Firman Allah
Tuhan Yesus membukakan dengan jelas bahwa orang-orang Yahudi itu tidak mendengar suara Tuhan, rupa-Nya pun tidak pernah mereka lihat, firman-Nya tidak menetap sebab mereka tidak percaya kepada Dia (Yohanes 5:37-38). Orang Yahudi, orang yang luar biasa dalam keagamaan, mereka menyelidiki dan mempelajari Firman namun dengan tegas, Tuhan menyatakan bahwa dalam hati mereka tidak ada tempat bagi Firman Tuhan.
Pertanyaannya adalah bagaimana dengan sikap kita? Apakah kita terlalu sibuk mempelajari Alkitab sehingga kita sendiri tidak memberi tempat bagi Firman Allah sehingga akhirnya kita tidak mendapatkan berkat dari Firman? Tanda bahwa kita memberi tempat bagi Firman dalam hati kita ialah kita senantiasa rindu mendengar suara Sang Gembala yang Agung; kita membiarkan Firman Tuhan membentuk kita untuk semakin serupa Dia.
Ingat, jangan mempermainkan Firman karena Firman Tuhan akan menjadi penghakiman bagi kita. Hendaklah kita senantiasa merenungkan Firman-Nya siang dan malam dan menjadikan Firman sebagai filsafat hidup dan prinsip hidup kita dan bukan hanya merenungkan dan melupakannya, tapi hendaklah kita peka akan suara-Nya dan memberi diri untuk senantiasa dibentuk oleh Firman-Nya. Firman Tuhan adalah harta yang sangat berharga, sudahkah kita mencarinya seperti mencari harta yang sangat bernilai?
4. Dalam hati mereka tidak ada kasih akan Allah
Esensi agama adalah kasih. Tuhan Yesus meringkas hukum Taurat menjadi dua, yakni mengasihi Allah dan mengasihi manusia dimana kasih kepada Allah itulah mendasari orang dapat mengasihi manusia. Adalah percuma semua kesalehan, semua ibadah, semua ritual agama yang kita lakukan kalau kita tidak mengasihi Allah. Tanpa kasih kepada Allah maka agama menjadi agama yang egosentris, agama yang hanya sekedar memenuhi kebutuhan pribadi manusia.
Untuk mengenal pribadi Kristus dan keunikan-Nya maka kita harus mengalami kelahiran baru terlebih dahulu, dengan demikian setiap ajaran dan didikan Tuhan itu dapat membentuk dan mengubahkan hidup kita. Sungguh amatlah disayangkan, hari ini banyak orang yang mengaku mengasihi Allah namun sesungguhnya bukan Allah yang dikasihi melainkan diri sendiri. Terbukti, orang datang kepada Tuhan karena ingin mendapatkan berkat maka ketika berkat itu tidak diperoleh, orang meninggalkan Tuhan.
Orang bersikap munafik seolah-olah beribadah kepada Tuhan padahal semua ibadah itu dilakukan untuk kepentingan diri sendiri. Hendaklah kita mengevaluasi diri, di tengah kesibukan ibadah dan pelayanan apakah kita disana ada hati yang mengasihi Allah?
5. Mereka tidak melakukan kebenaran Firman
Orang Yahudi menganggap diri sebagai orang yang paling menghormati Kitab Suci, mereka mempelajari, menyelidiki dan menjaga kemurnian Taurat tapi dalam kenyataannya, mereka menyangkali Allah. Tuhan Yesus menegaskan bahwa kalau benar mereka percaya kepada Musa maka seharusnya mereka percaya kepada-Nya (Yohanes 5:46-47) tetapi faktanya, mereka menolak dan menghina Kitab Suci. Semua ibadah yang mereka lakukan hanya tampak secara fenomenanya saja padahal menipu diri; mereka sepertinya beribadah tetapi pada kenyataannya yang mereka lakukan justru berlawanan dengan keyakinan mereka sendiri. Mereka tidak mempercayai apa yang Musa katakan atau saksikan tentang Yesus.
Orang Yahudi tidak mengerti apa yang menjadi esensi dari ibadah itu. Ingat, jangan mempermainkan Firman Tuhan yang kudus dan suci adanya; karena Firman itu akan menjadi hakim yang menghakimi kita; orang yang taat akan diberkati tetapi bagi mereka yang meremehkan atau mengabaikan akan hancur dan binasa. Kita percaya pada Tuhan Yesus, menerima Kitab Suci sebagai Firman-Nya pertanyaannya apakah kita sudah melakukan semua perintah-Nya?
Kita sangat menghormati Kitab Suci, kita menegaskan bahwa Alkitab Ineran, Alkitab adalah firman yang diinspirasikan secara Ilahi sehingga Alkitab tidak bersalah dan Alkitab memiliki otoritas Ilahi namun kenyataannya kita yang seringkali lebih berotoritas dan mengatur Allah yang berdaulat supaya menuruti keinginan kita. Pertanyaannya adalah sudahkah kita melakukan apa yang menjadi kehendak Tuhan ataukah Firman hanya sekedar angin lalu saja?
BACA JUGA: AGAMA YAHUDI/YUDAISME DAN KESELAMATAN
Ada beberapa hal yang membuat orang tidak sampai kepada Yesus Kristus karena: 1) asumsi salah yang menghalangi berita Kitab Suci, 2) tidak memberi tempat bagi Firman Allah untuk memberitahukan kita tentang Yesus, 3) tidak mempunyai kasih kepada Allah sehingga tidak mendengar suara Tuhan; dan 4) karena tidak taat pada Firman. Hal ini terlihat dalam sikap menolak Kristus bertahta dalam kehidupan mereka. Biarlah melalui kegagalan-kegagalan orang Yahudi ini kita menjadi waspada dan melangkah dengan hati-hati. Biarlah kehidupan iman kita nyata dalam kehidupan sehari-hari dan kita dapat menjadi saksi di tengah dunia yang gelap. Amin.
https://teologiareformed.blogspot.com/