AGAMA YAHUDI / YUDAISME DAN KESELAMATAN
Pdt.Budi Asali, M.Div.
Orang kristen sering diidentikkan dengan orang Yahudi, dan agama Kristen sering diidentikkan dengan agama Yahudi / Yudaisme. Mungkin karena menggunakan Perjanjian Lama yang sama, dan nabi-nabinya sama, dan khususnya karena Yesus adalah orang Yahudi. Padahal sebetulnya Kristen sama sekali tidak sama dengan agama Yahudi / Yudaisme, dan sampai saat ini mayoritas orang Yahudi adalah orang-orang yang anti Kristen / menolak pandangan Kristen. Dalam hal apa saja pandangan / kepercayaan mereka bertentangan dengan kekristenan?
gadget, education, insurance |
Pendahuluan:
I) Pandangan terhadap Yesus.
1) Janji Allah tentang Mesias / Yesus dalam Kitab Suci.
Mesias / Yesus sudah dijanjikan oleh Allah sejak dari kejatuhan Adam ke dalam dosa.
Kejadian 3:14-15 - “Lalu berfirmanlah TUHAN Allah kepada ular itu: ‘Karena engkau berbuat demikian, terkutuklah engkau di antara segala ternak dan di antara segala binatang hutan; dengan perutmulah engkau akan menjalar dan debu tanahlah akan kaumakan seumur hidupmu. Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.’”.
Catatan: Ini digenapi pada saat kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus.
Setelah itu janji tentang Yesus itu diberikan lagi pada jaman Abraham.
Kejadian 12:1-3 - “(1) Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: ‘Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu; (2) Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. (3) Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat.’”.
Dan setelah itu masih banyak janji-janji dalam Perjanjian Lama tentang Mesias / Yesus, dan orang-orang Yahudi menanti-nantikan penggenapan janji tersebut.
2) Konsep-konsep yang salah dari orang-orang Yahudi tentang Mesias.
a) Mesias hanyalah manusia biasa / keturunan Daud, bukan Tuhan / Allah.
Matius 22:41-46 - “(41) Ketika orang-orang Farisi sedang berkumpul, Yesus bertanya kepada mereka, kataNya: (42) ‘Apakah pendapatmu tentang Mesias? Anak siapakah Dia?’ Kata mereka kepadaNya: ‘Anak Daud.’ (43) KataNya kepada mereka: ‘Jika demikian, bagaimanakah Daud oleh pimpinan Roh dapat menyebut Dia Tuannya, ketika ia berkata: (44) Tuhan telah berfirman kepada Tuan / Tuhan ku: duduklah di sebelah kananKu, sampai musuh-musuhMu Kutaruh di bawah kakiMu. (45) Jadi jika Daud menyebut Dia Tuannya, bagaimana mungkin Ia anaknya pula?’ (46) Tidak ada seorangpun yang dapat menjawabNya, dan sejak hari itu tidak ada seorangpun juga yang berani menanyakan sesuatu kepadaNya”.
Gelar yang paling umum untuk Mesias adalah ‘Anak Daud’, karena orang-orang Yahudi mempercayai bahwa Mesias akan lahir dari keturunan Daud (bdk. Yohanes 7:42).
Yesus bertanya kepada orang-orang Farisi: ‘Apakah pendapatmu tentang Mesias? Anak siapakah Dia?’. Mereka menjawab: ‘Anak Daud.’.
Yesus lalu bertanya lagi dengan mengutip Mazmur 110:1 (yang diakui oleh semua orang Yahudi sebagai Mazmur tentang Mesias): ‘Jika demikian, bagaimanakah Daud oleh pimpinan Roh dapat menyebut Dia Tuan (Tuhan) nya, ketika ia berkata: Tuhan telah berfirman kepada Tuan (Tuhan) ku: duduklah di sebelah kananKu, sampai musuh-musuhMu Kutaruh di bawah kakiMu. Jadi jika Daud menyebut Dia Tuan (Tuhan) nya, bagaimana mungkin Ia anaknya pula?’.
Satu-satunya jawaban yang bisa diberikan adalah: Mesias itu adalah Allah dan manusia. Sebagai manusia Ia adalah keturunan Daud, tetapi sebagai Allah Ia adalah Tuhan dari Daud! Karena orang-orang Farisi itu tidak mau mengakui Yesus sebagai Allah, maka mereka tidak bisa menjawab pertanyaan ini.
H. P. Liddon: “David’s Son is David’s Lord. ... David describes his great descendant Messiah as his ‘Lord’ (Psa. 110:1). ... He is David’s descendant; the Pharisees knew that truth. But He is also David’s Lord. How could He both if He was merely human? The belief of Christendom can alone answer the question which our Lord addressed to the Pharisees. The Son of David is David’s Lord because He is God; the Lord of David is David’s Son because He is God incarnate” [= Anak dari Daud adalah Tuhan dari Daud. ... Daud menggambarkan keturunannya yang agung, Mesias, sebagai ‘Tuhan’nya (Maz 110:1). ... Ia adalah keturunan dari Daud; orang-orang Farisi mengetahui kebenaran itu. Tetapi Ia juga adalah Tuhan dari Daud. Bagaimana Ia bisa adalah keduanya jika Ia hanya manusia semata-mata? Hanya kepercayaan dari orang-orang kristen yang bisa menjawab pertanyaan yang ditujukan oleh Tuhan kita kepada orang-orang Farisi. Anak dari Daud adalah Tuhan dari Daud karena Ia adalah Allah; Tuhan dari Daud adalah Anak dari Daud karena Ia adalah Allah yang berinkarnasi / menjadi manusia] - ‘The Divinity of the Lord and Saviour Jesus Christ’, hal 43.
b) Mesias adalah seorang raja duniawi yang hebat yang akan membebaskan mereka dari penjajahan Romawi.
Pada waktu orang-orang Yahudi dijajah oleh bangsa Romawi, mereka mempunyai konsep yang salah tentang Mesias yang dijanjikan oleh Allah tersebut. Mereka menganggap bahwa kalau Mesias itu datang, ia akan datang sebagai raja duniawi yang hebat dan akan membebaskan mereka dari belenggu penjajahan Romawi.
Dari mana mereka bisa mempunyai konsep seperti itu?
Yesaya 35:4 - “Katakanlah kepada orang-orang yang tawar hati: ‘Kuatkanlah hati, janganlah takut! Lihatlah, Allahmu akan datang dengan pembalasan dan dengan ganjaran Allah. Ia sendiri datang menyelamatkan kamu!’”.
Yeremia 23:5-6 - “(5) Sesungguhnya, waktunya akan datang, demikianlah firman TUHAN, bahwa Aku akan menumbuhkan Tunas adil bagi Daud. Ia akan memerintah sebagai raja yang bijaksana dan akan melakukan keadilan dan kebenaran di negeri. (6) Dalam zamannya Yehuda akan dibebaskan, dan Israel akan hidup dengan tenteram; dan inilah namanya yang diberikan orang kepadanya: TUHAN-keadilan kita”.
Yesaya 61:1-2 - “(1) Roh Tuhan ALLAH ada padaku, oleh karena TUHAN telah mengurapi aku; Ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari penjara, (2) untuk memberitakan tahun rahmat TUHAN dan hari pembalasan Allah kita, untuk menghibur semua orang berkabung”.
Bdk. Lukas 4:16-19,21-22 - “(16) Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan, dan menurut kebiasaanNya pada hari Sabat Ia masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Alkitab. (17) KepadaNya diberikan kitab nabi Yesaya dan setelah dibukaNya, Ia menemukan nas, di mana ada tertulis: (18) ‘Roh Tuhan ada padaKu, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku (19) untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.’ ... (21) Lalu Ia memulai mengajar mereka, kataNya: ‘Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya.’ (22) Dan semua orang itu membenarkan Dia dan mereka heran akan kata-kata yang indah yang diucapkanNya, lalu kata mereka: ‘Bukankah Ia ini anak Yusuf?’”.
Catatan: kata ‘membenarkan’ dalam ay 22 diterjemahkan berbeda-beda:
KJV: ‘bare him witness’ (= memberiNya kesaksian).
RSV/NIV: ‘spoke well of’ (= berbicara baik tentang).
NASB: ‘speaking well of’ (= berbicara baik tentang).
Lukas 4:18-19 diambil dari Yesaya 61:1-2. Di sini digunakan istilah ‘orang miskin’, ‘tawanan’, ‘orang buta’, ‘orang yang tertindas’, dan juga ‘pembebasan’, ‘penglihatan’, ‘membebaskan’.
1. Kata-kata ini jelas harus diartikan secara rohani, dan kata-kata ‘orang miskin’, ‘tawanan’, ‘orang buta’, dan ‘orang yang tertindas’, menunjukkan keadaan manusia tanpa Kristus.
Calvin: “The prophet shows what would be the state of the Church before the manifestation of the Gospel, and what is the condition of all of us without Christ” (= Sang nabi menunjukkan bagaimana keadaan Gereja sebelum manifestasi Injil, dan bagaimana keadaan semua kita tanpa Kristus).
Kita harus sadar bahwa tanpa Kristus keadaan kita secara rohani betul-betul buruk!
Bdk. Efesus 2:12 - “bahwa waktu itu kamu tanpa Kristus, tidak termasuk kewargaan Israel dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan, tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia”.
Kalau kita tidak sadar hal ini, kita tidak akan datang kepada Kristus.
2. Bahwa kata-kata tersebut memang mempunyai arti rohani dan bukan jasmani terlihat dari:
· Kis 26:17b-18 - “Aku akan mengasingkan engkau dari bangsa ini dan dari bangsa-bangsa lain. Dan Aku akan mengutus engkau kepada mereka, untuk membuka mata mereka, supaya mereka berbalik dari kegelapan kepada terang dan dari kuasa Iblis kepada Allah, supaya mereka oleh iman mereka kepadaKu memperoleh pengampunan dosa dan mendapat bagian dalam apa yang ditentukan untuk orang-orang yang dikuduskan”.
· Peristiwa dimana Yohanes Pembaptis masuk penjara, dan Kristus tidak membebaskannya (Mat 11:2-6). Ini menunjukkan bahwa bagian ini tidak bisa diartikan secara jasmani.
Jadi, ayat-ayat itu sebetulnya menjanjikan bahwa kalau Mesias itu datang, Ia akan mencelikkan orang yang buta secara rohani, Ia akan membebaskan orang yang ditawan oleh dosa / setan, dan sebagainya.
Tetapi orang-orang Yahudi menafsirkan kata-kata itu secara jasmani, dan karena itu mereka menanti-nantikan seorang Mesias yang hebat secara duniawi, dan yang akan membebaskan mereka dari penjajahan Romawi. Dan konsep ini bahkan juga ada dalam pikiran para murid Yesus.
Luk 24:21a - “Padahal kami dahulu mengharapkan, bahwa Dialah yang datang untuk membebaskan bangsa Israel”.
3) Konsep-konsep yang salah tentang Mesias itu menyebabkan orang-orang Yahudi menolak Yesus sebagai Mesias, dan bahkan membunuhNya / menyalibkanNya.
Waktu Yesus datang sebagai seorang anak tukang kayu yang miskin, dan Yesus mengclaim bahwa nubuat dalam Yes 61:1-2 tersebut sudah digenapi dalam diriNya, maka mereka menolak untuk mempercayaiNya, karena Yesus sama sekali tidak cocok dengan konsep mereka tentang Mesias. Perhatikan kata-kata ‘Bukankah Ia ini anak Yusuf?’ (Luk 4:22b).
Selanjutnya, pada waktu Yesus menyatakan diri sebagai Mesias / Anak Allah, mereka bukan hanya menolak untuk mempercayaiNya, tetapi juga menganggapNya sebagai orang yang menghujat Allah, dan karena itu mereka berulangkali mau membunuhNya, dan akhirnya betul-betul menjatuhkan hukuman mati kepadaNya.
Yohanes 5:17-18 - “(17) Tetapi Ia berkata kepada mereka: ‘BapaKu bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga.’ (18) Sebab itu orang-orang Yahudi lebih berusaha lagi untuk membunuhNya, bukan saja karena Ia meniadakan hari Sabat, tetapi juga karena Ia mengatakan bahwa Allah adalah BapaNya sendiri dan dengan demikian menyamakan diriNya dengan Allah”.
Yohanes 10:30-36 - “(30) Aku dan Bapa adalah satu.’ (31) Sekali lagi orang-orang Yahudi mengambil batu untuk melempari Yesus. (32) Kata Yesus kepada mereka: ‘Banyak pekerjaan baik yang berasal dari BapaKu yang Kuperlihatkan kepadamu; pekerjaan manakah di antaranya yang menyebabkan kamu mau melempari Aku?’ (33) Jawab orang-orang Yahudi itu: ‘Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diriMu dengan Allah.’ (34) Kata Yesus kepada mereka: ‘Tidakkah ada tertulis dalam kitab Taurat kamu: Aku telah berfirman: Kamu adalah allah? (35) Jikalau mereka, kepada siapa firman itu disampaikan, disebut allah - sedang Kitab Suci tidak dapat dibatalkan -, (36) masihkah kamu berkata kepada Dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutusNya ke dalam dunia: Engkau menghujat Allah! Karena Aku telah berkata: Aku Anak Allah?”.
Yohanes 19:7 - “Jawab orang-orang Yahudi itu kepadanya: ‘Kami mempunyai hukum dan menurut hukum itu Ia harus mati, sebab Ia menganggap diriNya sebagai Anak Allah.’”.
Mat 26:63-66 - “(63) Tetapi Yesus tetap diam. Lalu kata Imam Besar itu kepadaNya: ‘Demi Allah yang hidup, katakanlah kepada kami, apakah Engkau Mesias, Anak Allah, atau tidak.’ (64) Jawab Yesus: ‘Engkau telah mengatakannya. Akan tetapi, Aku berkata kepadamu, mulai sekarang kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di atas awan-awan di langit.’ (65) Maka Imam Besar itu mengoyakkan pakaiannya dan berkata: ‘Ia menghujat Allah. Untuk apa kita perlu saksi lagi? Sekarang telah kamu dengar hujatNya. (66) Bagaimana pendapat kamu?’ Mereka menjawab dan berkata: ‘Ia harus dihukum mati!’”.
Catatan: kata-kata ‘Engkau telah mengatakannya’ (ay 64) merupakan suatu ungkapan yang artinya adalah ‘Ya’ (bdk. Mark 14:62).
Apa akibat dari ketidak-percayaan dan penolakan dan pembunuhan oleh orang-orang Yahudi terhadap Yesus ini?
a) Kebinasaan dari mereka yang tetap berada di dalam ketidak-percayaan mereka terhadap Yesus.
Yohanes 8:24 - “Karena itu tadi Aku berkata kepadamu, bahwa kamu akan mati dalam dosamu; sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu.’”.
Bdk. Wahyu 14:13 - “Dan aku mendengar suara dari sorga berkata: Tuliskan: ‘Berbahagialah orang-orang mati yang mati dalam Tuhan, sejak sekarang ini.’ ‘Sungguh,’ kata Roh, ‘supaya mereka boleh beristirahat dari jerih lelah mereka, karena segala perbuatan mereka menyertai mereka.’”.
Jadi, dalam Kitab Suci hanya ada 2 jenis kematian:
· ‘mati dalam dosa’ adalah kematian dari orang yang tidak percaya kepada Yesus, dan kematian ini akan membawa orang itu masuk ke neraka selama-lamanya.
· ‘mati dalam Tuhan’ adalah kematian dari orang yang percaya kepada Yesus, dan kematian ini akan membawa orang tersebut ke surga.
Ini berlaku bukan hanya untuk orang-orang Yahudi, tetapi untuk semua orang. Kalau saudara mati saat ini, saudara termasuk yang mana?
b) Seluruh Bait Allah, imam-imam, korban dosa, dan semua type / gambaran tentang Yesus, dihapuskan, karena telah digenapi dengan kematian Kristus di atas kayu salib. Ini ditunjukkan oleh:
· sobeknya tirai Bait Allah pada saat Yesus mati.
Matius 27:50-51 - “(50) Yesus berseru pula dengan suara nyaring lalu menyerahkan nyawaNya. (51) Dan lihatlah, tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah dan terjadilah gempa bumi, dan bukit-bukit batu terbelah”.
· Efesus 2:15 - “sebab dengan matiNya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diriNya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera”.
Catatan: yang dibatalkan dari hukum Taurat hanyalah hukum-hukum yang berhubungan dengan upacara keagamaan (ceremonial law), seperti sunat, Perjamuan Paskah (untuk merayakan keluarnya bangsa Israel dari Mesir), domba korban untuk dosa, peraturan tentang najis dan tahir, larangan makan macam-macam binatang, dan sebagainya. Sedangkan hukum Taurat yang termasuk hukum moral, seperti 10 hukum Tuhan, berlaku selama-lamanya (bdk. Matius 5:17-19).
· dalam Perjanjian Baru, Yesuslah yang dinyatakan sebagai Imam Besar untuk selama-lamanya, dan ke-imam-anNya tidak bisa beralih kepada orang lain. Dengan demikian sekarang tidak boleh ada imam manusia biasa, karena Yesus adalah satu-satunya Imam / Pengantara antara kita dengan Allah.
Ibrani 4:14-16 - “(14) Karena kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baiklah kita teguh berpegang pada pengakuan iman kita. (15) Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa. (16) Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya”.
Ibrani 5:5-10 - “(5) Demikian pula Kristus tidak memuliakan diriNya sendiri dengan menjadi Imam Besar, tetapi dimuliakan oleh Dia yang berfirman kepadaNya: ‘AnakKu Engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini’, (6) sebagaimana firmanNya dalam suatu nas lain: ‘Engkau adalah Imam untuk selama-lamanya, menurut peraturan Melkisedek.’ (7) Dalam hidupNya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkanNya dari maut, dan karena kesalehanNya Ia telah didengarkan. (8) Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah dideritaNya, (9) dan sesudah Ia mencapai kesempurnaanNya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepadaNya, (10) dan Ia dipanggil menjadi Imam Besar oleh Allah, menurut peraturan Melkisedek”.
Ibrani 7:24-28 - “(24) Tetapi, karena Ia tetap selama-lamanya, imamatNya tidak dapat beralih kepada orang lain. (25) Karena itu Ia sanggup juga menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang oleh Dia datang kepada Allah. Sebab Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara mereka. (26) Sebab Imam Besar yang demikianlah yang kita perlukan: yaitu yang saleh, tanpa salah, tanpa noda, yang terpisah dari orang-orang berdosa dan lebih tinggi dari pada tingkat-tingkat sorga,
(27) yang tidak seperti imam-imam besar lain, yang setiap hari harus mempersembahkan korban untuk dosanya sendiri dan sesudah itu barulah untuk dosa umatnya, sebab hal itu telah dilakukanNya satu kali untuk selama-lamanya, ketika Ia mempersembahkan diriNya sendiri sebagai korban. (28) Sebab hukum Taurat menetapkan orang-orang yang diliputi kelemahan menjadi Imam Besar, tetapi sumpah, yang diucapkan kemudian dari pada hukum Taurat, menetapkan Anak, yang telah menjadi sempurna sampai selama-lamanya”.
Ibrani 8:1-6 - “(1) Inti segala yang kita bicarakan itu ialah: kita mempunyai Imam Besar yang demikian, yang duduk di sebelah kanan takhta Yang Mahabesar di sorga, (2) dan yang melayani ibadah di tempat kudus, yaitu di dalam kemah sejati, yang didirikan oleh Tuhan dan bukan oleh manusia. (3) Sebab setiap Imam Besar ditetapkan untuk mempersembahkan korban dan persembahan dan karena itu Yesus perlu mempunyai sesuatu untuk dipersembahkan. (4) Sekiranya Ia di bumi ini, Ia sama sekali tidak akan menjadi imam, karena di sini telah ada orang-orang yang mempersembahkan persembahan menurut hukum Taurat. (5) Pelayanan mereka adalah gambaran dan bayangan dari apa yang ada di sorga, sama seperti yang diberitahukan kepada Musa, ketika ia hendak mendirikan kemah: ‘Ingatlah,’ demikian firmanNya, ‘bahwa engkau membuat semuanya itu menurut contoh yang telah ditunjukkan kepadamu di atas gunung itu.’ (6) Tetapi sekarang Ia telah mendapat suatu pelayanan yang jauh lebih agung, karena Ia menjadi Pengantara dari perjanjian yang lebih mulia, yang didasarkan atas janji yang lebih tinggi”.
Ibr 9:11-15,24-28 - “(11) Tetapi Kristus telah datang sebagai Imam Besar untuk hal-hal yang baik yang akan datang: Ia telah melintasi kemah yang lebih besar dan yang lebih sempurna, yang bukan dibuat oleh tangan manusia, - artinya yang tidak termasuk ciptaan ini, - (12) dan Ia telah masuk satu kali untuk selama-lamanya ke dalam tempat yang kudus bukan dengan membawa darah domba jantan dan darah anak lembu, tetapi dengan membawa darahNya sendiri. Dan dengan itu Ia telah mendapat kelepasan yang kekal. (13) Sebab, jika darah domba jantan dan darah lembu jantan dan percikan abu lembu muda menguduskan mereka yang najis, sehingga mereka disucikan secara lahiriah, (14) betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diriNya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup. (15) Karena itu Ia adalah Pengantara dari suatu perjanjian yang baru, supaya mereka yang telah terpanggil dapat menerima bagian kekal yang dijanjikan, sebab Ia telah mati untuk menebus pelanggaran-pelanggara yang telah dilakukan selama perjanjian yang pertama. ... (24) Sebab Kristus bukan masuk ke dalam tempat kudus buatan tangan manusia yang hanya merupakan gambaran saja dari yang sebenarnya, tetapi ke dalam sorga sendiri untuk menghadap hadirat Allah guna kepentingan kita. (25) Dan Ia bukan masuk untuk berulang-ulang mempersembahkan diri-Nya sendiri, sebagaimana Imam Besar setiap tahun masuk ke dalam tempat kudus dengan darah yang bukan darahnya sendiri. (26) Sebab jika demikian Ia harus berulang-ulang menderita sejak dunia ini dijadikan. Tetapi sekarang Ia hanya satu kali saja menyatakan diriNya, pada zaman akhir untuk menghapuskan dosa oleh korbanNya. (26) Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi, (27) demikian pula Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diriNya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diriNya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia”.
Ibr 10:11-14,19-21 - “(11) Selanjutnya setiap imam melakukan tiap-tiap hari pelayanannya dan berulang-ulang mempersembahkan korban yang sama, yang sama sekali tidak dapat menghapuskan dosa. (12) Tetapi Ia, setelah mempersembahkan hanya satu korban saja karena dosa, Ia duduk untuk selama-lamanya di sebelah kanan Allah, (13) dan sekarang Ia hanya menantikan saatnya, di mana musuh-musuhNya akan dijadikan tumpuan kakiNya. (14) Sebab oleh satu korban saja Ia telah menyempurnakan untuk selama-lamanya mereka yang Ia kuduskan. ... (19) Jadi, saudara-saudara, oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus, (20) karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diriNya sendiri, (21) dan kita mempunyai seorang Imam Besar sebagai kepala Rumah Allah”.
Bdk. 1Timotius 2:5 - “Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus”.
Jadi, kalau orang-orang Yahudi mau mendirikan kembali Bait Allah dan memberlakukan kembali semua tata cara ibadah Perjanjian Lama, orang kristen harus menentang hal itu, karena itu merupakan penghinaan terhadap penebusan Kristus!
c) Nubuat / ramalan Perjanjian Lama tentang Mesias tergenapi.
Perjanjian Lama memang menubuatkan / meramalkan bahwa Mesias akan menderita dan mati.
Kis 3:18 - “Tetapi dengan jalan demikian Allah telah menggenapi apa yang telah difirmankanNya dahulu dengan perantaraan nabi-nabiNya, yaitu bahwa Mesias yang diutusNya harus menderita”. Bdk. Kis 13:27,29.
Yesaya 53:4-6 - “(4) Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. (5) Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. (6) Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian”.
d) Rencana Allah untuk memberikan jalan keselamatan kepada manusia juga tergenapi.
Allah memang merencanakan supaya Yesus / Mesias itu mati disalib.
Kis 2:23 - “Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencanaNya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka”.
Yesaya 53:10a - “Tetapi TUHAN berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan. Apabila ia menyerahkan dirinya sebagai korban penebus salah”.
Mengapa Allah merencanakan kematian Kristus di salib? Supaya melalui salib / kematian itu Ia bisa menebus dosa-dosa umat manusia, dan memberikan jalan keselamatan kepada manusia.
Efesus 2:14-18 - “(14) Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan, (15) sebab dengan matiNya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diriNya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera, (16) dan untuk memperdamaikan keduanya, di dalam satu tubuh, dengan Allah oleh salib, dengan melenyapkan perseteruan pada salib itu. (17) Ia datang dan memberitakan damai sejahtera kepada kamu yang ‘jauh’ (orang-orang non Yahudi) dan damai sejahtera kepada mereka yang ‘dekat’ (orang-orang Yahudi), (18) karena oleh Dia (Yesus) kita kedua pihak dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa”.
Jadi, setelah kematian dan kebangkitan Kristus, maka tidak ada lagi perbedaan antara ‘orang yang dekat’ (Yahudi) dan ‘orang yang jauh’ (non Yahudi). Semua hanya mempunyai satu jalan masuk kepada Allah / Bapa, yaitu melalui Yesus Kristus.
Ini sesuai dengan Yohanes 14:6 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku”.
II) Pandangan terhadap keselamatan.
Dalam Perjanjian Lama, Allah memilih bangsa Israel dan memberikan tanah Kanaan kepada mereka. Ada beberapa hal yang perlu diketahui tentang pemilihan ini:
1) Allah memilih mereka bukan karena mereka adalah bangsa yang besar, atau karena mereka itu baik / saleh. Pemilihan Allah sepenuhnya tergantung kehendak Allah sendiri.
Ulangan 9:6 - “Jadi ketahuilah, bahwa bukan karena jasa-jasamu TUHAN, Allahmu, memberikan kepadamu negeri yang baik itu untuk diduduki. Sesungguhnya engkau bangsa yang tegar tengkuk!’”.
Ulangan 7:7 - “Bukan karena lebih banyak jumlahmu dari bangsa manapun juga, maka hati TUHAN terpikat olehmu dan memilih kamu - bukankah kamu ini yang paling kecil dari segala bangsa?”.
2) Sebagai bangsa pilihan, kepada mereka diberikan Firman Tuhan / hukum Taurat / Perjanjian Lama.
Roma 3:1-2 - “(1) Jika demikian, apakah kelebihan orang Yahudi dan apakah gunanya sunat? (2) Banyak sekali, dan di dalam segala hal. Pertama-tama: sebab kepada merekalah dipercayakan firman Allah”.
3) Pemilihan terhadap Israel ini bertujuan untuk melahirkan Mesias / Yesus ke dalam dunia ini supaya bisa menebus dosa manusia, dan pemilihan ini belum tentu menyelamatkan mereka.
Tetapi ternyata pemilihan ini menyebabkan mereka menjadi sombong, dan dalam persoalan keselamatan ada beberapa hal yang mereka andalkan / banggakan:
a) Faktor keturunan Abraham.
Karena itu Yohanes Pembaptis berkata kepada orang-orang Farisi dan orang-orang Saduki: “(7) Tetapi waktu ia melihat banyak orang Farisi dan orang Saduki datang untuk dibaptis, berkatalah ia kepada mereka: ‘Hai kamu keturunan ular beludak. Siapakah yang mengatakan kepada kamu, bahwa kamu dapat melarikan diri dari murka yang akan datang? (8) Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan. (9) Dan janganlah mengira, bahwa kamu dapat berkata dalam hatimu: Abraham adalah bapa kami! Karena aku berkata kepadamu: Allah dapat menjadikan anak-anak bagi Abraham dari batu-batu ini! (10) Kapak sudah tersedia pada akar pohon dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api” (Mat 3:7-10).
Juga Tuhan Yesus sendiri berkata: “(11) Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan datang dari Timur dan Barat dan duduk makan bersama-sama dengan Abraham, Ishak dan Yakub di dalam Kerajaan Sorga, (12) sedangkan anak-anak Kerajaan itu akan dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi.’” (Matius 8:11-12).
b) Faktor kebangsaan, sebagai bangsa Israel / Yahudi, bangsa yang dipilih oleh Tuhan, dengan sunat sebagai tanda.
Pada waktu Paulus masih ada dalam agama Yahudi, ia mempunyai kebanggaan tentang hal-hal ini. Ini terlihat dari:
Filipi 3:4-6 - “(4) Sekalipun aku juga ada alasan untuk menaruh percaya pada hal-hal lahiriah. Jika ada orang lain menyangka dapat menaruh percaya pada hal-hal lahiriah, aku lebih lagi: (5) disunat pada hari kedelapan, dari bangsa Israel, dari suku Benyamin, orang Ibrani asli, tentang pendirian terhadap hukum Taurat aku orang Farisi, (6) tentang kegiatan aku penganiaya jemaat, tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat”.
Galatia 2:15 - “Menurut kelahiran kami adalah orang Yahudi dan bukan orang berdosa dari bangsa-bangsa lain”.
Ada seorang penafsir yang mengatakan bahwa setiap pagi seorang Yahudi laki-laki bersyukur kepada Allah bahwa:
· Ia dilahirkan sebagai laki-laki dan bukan perempuan.
· Ia adalah orang merdeka dan bukannya budak.
· Ia adalah orang Yahudi dan bukannya Gentiles (non-Yahudi).
Penafsir yang sama bahkan mengatakan bahwa orang-orang Yahudi berpendapat bahwa Allah menciptakan orang-orang non Yahudi dengan tujuan menjadikannya sebagai bahan bakar di neraka!
Tetapi Firman Tuhan menentang kebanggaan Yahudi ini, dan ini terlihat dari:
¨ Roma 9:6b - “Sebab tidak semua orang yang berasal dari Israel adalah orang Israel”.
¨ Roma 2:28-29 - “(28) Sebab yang disebut Yahudi bukanlah orang yang lahiriah Yahudi, dan yang disebut sunat, bukanlah sunat yang dilangsungkan secara lahiriah. (29) Tetapi orang Yahudi sejati ialah dia yang tidak nampak keyahudiannya dan sunat ialah sunat di dalam hati, secara rohani, bukan secara hurufiah. Maka pujian baginya datang bukan dari manusia, melainkan dari Allah”.
¨ Roma 10:9-12 - “(9) Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan. (10) Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan. (11) Karena Kitab Suci berkata: ‘Barangsiapa yang percaya kepada Dia, tidak akan dipermalukan.’ (12) Sebab tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan orang Yunani. Karena, Allah yang satu itu adalah Tuhan dari semua orang, kaya bagi semua orang yang berseru kepadaNya”.
Jadi, seperti sudah ditekankan di atas tadi, saya tekankan lagi di sini, bahwa setelah kematian dan kebangkitan Kristus, maka tidak ada lagi perbedaan antara Yahudi dan non Yahudi. Semua hanya bisa selamat melalui iman kepada Yesus Kristus.
c) Ketaatan / perbuatan baik, khususnya sunat dan ketaatan terhadap adat istiadat Musa.
Ada banyak ayat Kitab Suci yang menunjukkan bahwa agama Yahudi memang mengajarkan keselamatan karena perbuatan baik / sunat, seperti:
· Roma 9:30-10:3 - “(9:30) Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Ini: bahwa bangsa-bangsa lain yang tidak mengejar kebenaran, telah beroleh kebenaran, yaitu kebenaran karena iman. (9:31) Tetapi: bahwa Israel, sungguhpun mengejar hukum yang akan mendatangkan kebenaran, tidaklah sampai kepada hukum itu. (9:32) Mengapa tidak? Karena Israel mengejarnya bukan karena iman, tetapi karena perbuatan. Mereka tersandung pada batu sandungan, (9:33) seperti ada tertulis: ‘Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu sentuhan dan sebuah batu sandungan, dan siapa yang percaya kepadaNya, tidak akan dipermalukan.’ (10:1) Saudara-saudara, keinginan hatiku dan doaku kepada Tuhan ialah, supaya mereka diselamatkan. (10:2) Sebab aku dapat memberi kesaksian tentang mereka, bahwa mereka sungguh-sungguh giat untuk Allah, tetapi tanpa pengertian yang benar. (10:3) Sebab, oleh karena mereka tidak mengenal kebenaran Allah dan oleh karena mereka berusaha untuk mendirikan kebenaran mereka sendiri, maka mereka tidak takluk kepada kebenaran Allah”.
· Filipi 3:4-9 yang menceritakan kesaksian Paulus pada waktu ia masih berada dalam agama Yahudi, berbunyi sebagai berikut: “(4) Sekalipun aku juga ada alasan untuk menaruh percaya pada hal-hal lahiriah. Jika ada orang lain menyangka dapat menaruh percaya pada hal-hal lahiriah, aku lebih lagi: (5) disunat pada hari kedelapan, dari bangsa Israel, dari suku Benyamin, orang Ibrani asli, tentang pendirian terhadap hukum Taurat aku orang Farisi, (6) tentang kegiatan aku penganiaya jemaat, tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat. (7) Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. (8) Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus, (9) dan berada dalam Dia bukan dengan kebenaranku sendiri karena mentaati hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan”.
· Kisah Para Rasul 15:1-2 - “(1) Beberapa orang datang dari Yudea ke Antiokhia dan mengajarkan kepada saudara-saudara di situ: ‘Jikalau kamu tidak disunat menurut adat istiadat yang diwariskan oleh Musa, kamu tidak dapat diselamatkan.’ (2) Tetapi Paulus dan Barnabas dengan keras melawan dan membantah pendapat mereka itu. Akhirnya ditetapkan, supaya Paulus dan Barnabas serta beberapa orang lain dari jemaat itu pergi kepada rasul-rasul dan penatua-penatua di Yerusalem untuk membicarakan soal itu”.
Tetapi Kitab Suci mengajarkan keselamatan hanya karena iman. Ini berlaku dalam Perjanjian Lama (setelah kejatuhan Adam) maupun dalam Perjanjian Baru.
¨ Perjanjian Lama.
Kejadian 15:6 - “Lalu percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran”.
Hab 2:4 - “Sesungguhnya, orang yang membusungkan dada, tidak lurus hatinya, tetapi orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya”.
¨ Perjanjian Baru.
Efesus 2:8-9 - “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”.
Galatia 2:16 - “Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus. Sebab itu kamipun telah percaya kepada Kristus Yesus, supaya kami dibenarkan oleh karena iman dalam Kristus dan bukan oleh karena melakukan hukum Taurat. Sebab: ‘tidak ada seorangpun yang dibenarkan’ oleh karena melakukan hukum Taurat”.
Roma 3:24,27-28 - “dan oleh kasih karunia Allah telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus. ... Jika demikian, apa dasarnya untuk bermegah? Tidak ada! Berdasarkan perbuatan? Tidak, melainkan berdasarkan iman! Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat”.
Roma 9:30-32 - “Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Ini: bahwa bangsa-bangsa lain yang tidak mengejar kebenaran, telah memperoleh kebenaran, yaitu kebenaran karena iman. Tetapi: bahwa Israel, sungguhpun mengejar hukum yang akan mendatangkan kebenaran, tidaklah sampai kepada hukum itu. Mengapa tidak? Karena Israel mengejarnya bukan karena iman, tetapi karena perbuatan”.
Filipi 3:7-9 - “Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus, dan berada dalam Dia bukan dengan kebenaranKu sendiri karena mentaati hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan”.
Text Kitab Suci lain yang bisa dibaca: Galatia 3:6-11 Kisah Para Rasul 15:1-21.
Ada 2 hal penting yang ingin saya tambahkan dalam persoalan ini:
1. Manusia tidak bisa diselamatkan karena perbuatan baik. Mengapa?
a. Karena manusia tidak bisa baik.
Kita sering memutuskan untuk berubah menjadi baik, tetapi gagal. Misalnya saya dulu malas, dan sering berjanji untuk menjadi rajin, tetapi terus malas.
Disamping itu, kalaupun dalam hal tertentu kita bisa berubah menjadi baik, tetapi:
· kebaikan itu cuma kebaikan lahiriah, hati / pikiran kita tetap kotor / berdosa. Misalnya: tidak berzinah tetapi melakukan pikiran cabul. Pergi berbakti / berdoa tetapi pikirannya ngelantur.
· kebaikan itu ada pamrihnya. Misalnya: menolong orang miskin supaya dirinya masuk surga. Ini adalah kebaikan yang bersifat egois, dan pada dasarnya bukanlah suatu kebaikan.
· kita tidak baik dalam banyak hal yang lain. Misalnya: bisa jujur, tetapi sering sombong; atau bisa sabar tetapi sering munafik / berdusta, dan sebagainya.
Bdk. Yesaya 64:6 yang menyatakan bahwa ‘segala kesalehan kita seperti kain kotor’.
b. Kalaupun manusia bisa baik, bagaimana dengan dosa-dosanya pada masa yang lalu? Perbuatan baik tidak bisa menghapuskan dosa (Galatia 2:16,21).
Gal 2:16a - “Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus”.
Gal 2:21b - “... sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus”.
Illustrasi: Seseorang ditangkap polisi karena melanggar peraturan lalu lintas dan 1 minggu setelahnya harus menghadap ke pengadilan. Dalam waktu satu minggu itu ia lalu banyak berbuat baik untuk menebus dosanya. Ia menolong tetangga, memberi uang kepada pengemis, dsb. Pada waktu persidangan, ia membawa semua orang kepada siapa ia sudah melakukan kebaikan itu sebagai saksi. Pada waktu hakim bertanya: ‘Benarkah saudara melanggar peraturan lalu lintas?’, ia lalu menjawab: ‘Benar pak hakim, tetapi saya sudah banyak berbuat baik untuk menebus dosa saya. Ini saksi-saksinya’. Sekarang pikirkan sendiri, kalau hakim itu waras, apakah hakim itu akan membebaskan orang itu? Jawabnya jelas adalah ‘tidak’! Jadi terlihat bahwa dalam hukum duniapun kebaikan tidak bisa menutup / menebus / menghapus dosa! Demikian juga dengan dalam hukum Tuhan / Kitab Suci!
Juga kita perlu ingat bahwa Allah tidak bisa bermurah hati / mengampuni seseorang begitu saja.
Pikirkan hal ini: kalau saudara salah jalan, lalu seorang polisi menghentikan saudara. Saudara lalu minta maaf, dan polisi itu lalu melepaskan saudara begitu saja. Apakah polisi itu baik? Kalau saudara berkata ‘ya’, maka saya bertanya lagi: bagaimana kalau ada pencopet tertangkap oleh polisi itu, dan lalu dilepaskan begitu saja karena ia minta maaf? Bagaimana kalau perampok, pembunuh, pemerkosa, dsb, semua dilepaskan begitu saja? Jelas bahwa polisi yang melepaskan begitu saja para pelanggar hukum itu, bukanlah polisi yang baik!
Demikian juga kalau Allah mengampuni begitu saja orang-orang berdosa, Ia juga bukan Allah yang baik, dan jelas bahwa Ia adalah Allah yang tidak adil. Allah yang adil harus menjatuhkan hukuman pada saat melihat dosa. Hukuman bisa ditunda, tetapi harus tetap dijatuhkan.
Allah hanya bisa bermurah hati / mengampuni dosa seseorang, karena Kristus telah memikul hukuman orang itu.
Mazmur 103:10 - “Tidak dilakukanNya kepada kita setimpal dengan dosa kita, dan tidak dibalasNya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita”.
Kalau ayat ini dipisahkan dari penebusan Kristus, maka ayat ini menunjukkan bahwa Allah itu tidak adil. Kalau Allah itu adil, Ia harus menghukum setimpal dengan dosa / kesalahan orang itu.
Tetapi dengan adanya penebusan Kristus, maka Allah bisa melakukan hal itu terhadap orang-orang yang percaya kepada Kristus, dan Ia tetap adil. Karena apa? Karena hukuman tetap dijatuhkan, tetapi dipikul oleh Kristus, yang tidak lain adalah Allah sendiri. Kalau Ia memberikan hukuman itu kepada orang / makhluk lain, misalnya kepada malaikat, maka Ia tidak adil. Tetapi kalau Ia sendiri yang memikul hukuman itu, tidak ada orang yang berhak menyalahkan Dia.
Kesimpulan: penebusan Kristus mutlak harus ada dan diterima oleh seseorang kalau ia ingin diselamatkan / masuk surga.
2. Iman yang sejati pasti menyebabkan perubahan hidup ke arah yang positif.
Pertanyaan yang sering ditujukan kepada orang kristen yang mempercayai keselamatan hanya oleh iman, adalah: bagaimana kalau seseorang percaya kepada Kristus, lalu ia sengaja terus hidup dalam dosa?
Jawabannya mudah sekali: itu tidak mungkin bisa terjadi. Mengapa? Karena iman yang sejati / sungguh-sungguh pasti diikuti oleh pertobatan dari dosa / perubahan hidup (Yakobus 2:17,26). Mengapa demikian? Karena orang yang betul-betul percaya kepada Yesus, pasti menerima Roh Kudus (Efesus 1:13-14), yang merupakan Pribadi ketiga dari Allah Tritunggal, dan Roh Kudus itu akan menguduskan / menyucikan hidup orang itu (Galatia 5:22-23), kalau perlu dengan menghajarnya (Ibrani 12:5-11).
Kalau ada orang yang mengatakan bahwa dirinya adalah orang percaya, tetapi hidupnya tidak berubah, maka itu menunjukkan bahwa ia tidak mempunyai Roh Kudus. Dan kalau ia tidak mempunyai Roh Kudus, itu berarti ia belum percaya.
Sekalipun iman yang sejati pasti diikuti oleh adanya ketaatan / perbuatan baik / pengudusan, tetapi yang menyebabkan kita diselamatkan adalah imannya, dan sama sekali bukan perbuatan baiknya.
Illustrasi:
sakit ® obat ® sembuh ® olah raga / bekerja
dosa ® iman ® selamat ® taat / berbuat baik
Apa yang menyebabkan sembuh? Tentu saja obat, bukan olah raga / bekerja. Olah raga / bekerja hanya merupakan bukti bahwa orang itu sudah sembuh. Karena itu kalau seseorang berkata bahwa ia sudah minum obat dan sudah sembuh, tetapi ia tetap tidak bisa berolah raga / bekerja, maka pasti ada yang salah dengan obatnya.
Demikian juga dengan orang berdosa. Ia selamat karena iman, bukan karena perbuatan baik. Tetapi kalau seseorang berkata bahwa ia sudah beriman dan sudah selamat, tetapi dalam hidupnya sama sekali tidak ada perbuatan baik / ketaatan, maka pasti ada yang salah dengan imannya.
Untuk memperjelas perbedaan antara keselamatan oleh perbuatan baik dan keselamatan oleh iman saja, di sini saya akan menceritakan sebagian kehidupan dari Martin Luther (tokoh Reformasi), khususnya bagaimana ia menemukan keselamatan oleh iman saja.
¨ Pada waktu Martin Luther menjadi seorang biarawan dalam Gereja Roma Katolik, ia berusaha mati-matian untuk hidup sesuai dengan ajaran gereja Katolik pada waktu itu, yang memang menekankan keselamatan karena perbuatan baik. Ia berusaha untuk mendapatkan keselamatan melalui usahanya sendiri dengan membuang dosa, berbuat baik, dsb. Tetapi ia tidak pernah merasakan damai, sukacita atau ketenangan. Ia terus-menerus dihantui oleh perasaan berdosa yang luar biasa hebatnya, dan pemikiran tentang Allah yang suci, adil, bahkan bengis sangat menakutkan baginya.
¨ Philip Schaff: “If there was ever a sincere, earnest, conscientious monk, it was Martin Luther. His sole motive was concern for his salvation. To this supreme object he sacrificed the fairest prospects of life. He was dead to the world and was willing to be buried out of the sight of men that he might win eternal life. His latter opponents who knew him in convent, have no charge to bring against his moral character except in certain pride and combativeness, and he himself complained of his temptations to anger and envy” (= Jika pernah ada seorang biarawan yang tulus dan sungguh-sungguh, maka itu adalah Martin Luther. Motivasi satu-satunya adalah perhatian untuk keselamatannya. Untuk tujuan tertinggi ini ia mengorbankan harapan terbaik hidupnya. Ia mati terhadap dunia, dan rela dikubur terhadap pandangan manusia supaya ia bisa mendapatkan hidup yang kekal. Penentang-penentangnya, yang mengenalnya di biara, tidak mempunyai tuduhan terhadap karakter moralnya kecuali dalam hal kesombongan tertentu dan kesukaannya melawan, dan ia sendiri mengeluh tentang pencobaan-pencobaan yang ia alami terhadap kemarahan dan iri hati) - ‘History of the Christian Church’, vol VII, hal 113-114.
BACA JUGA: YESUS: SATU-SATUNYA JALAN KE SURGA
¨ Philip Schaff: “He assumed the most menial offices to subdue his pride: he swept the floor, begged bread through the streets, and submitted without murmur to the ascetic severities” (= Ia menerima jabatan-jabatan yang paling rendah untuk menundukkan kesombongannya: ia mengepel lantai, mengemis roti di jalan-jalan, dan tunduk tanpa menggerutu pada kekerasan / kesederhanaan hidup pertapa) - ‘History of the Christian Church’, vol VII, hal 115.
¨ Philip Schaff: “He said twenty-five Paternosters with the Ave Maria in each of the seven appointed hours of prayer. He was devoted to the Holy Virgin ... He regularly confessed his sins to the priests at least once a week. At the same time a complete copy of the Latin Bible was put into his hands for study, ... At the end of the year of probation Luther solemnly promised to live until death in poverty and chastity according to the rules of the holy father Augustin, to render obedience to Almighty God, to the Virgin Mary, and to the prior of the monastery. ... His chief concern was to become a saint and to earn a place in heaven. ‘If ever,’ he said afterward, ‘a monk got to heaven by monkery, I would have gotten there’. He observed with minutest details of discipline. No one surpassed him in prayer, fasting, night watches, self-mortification” [= Ia mengucapkan 25 x doa Bapa Kami dengan Salam Maria dalam setiap dari 7 jam doa yang ditetapkan. Ia berbakti kepada Perawan yang Kudus ... Ia mengaku dosa secara rutin kepada imam / pastor sedikitnya sekali seminggu. Pada saat yang sama suatu copy Alkitab Latin yang lengkap ada di tangannya untuk dipelajari, ... Pada akhir dari tahun percobaan Luther berjanji dengan khidmat / sungguh-sungguh untuk hidup sampai mati dalam kemiskinan dan kesederhanaan / kesucian menurut peraturan-peraturan bapa kudus Agustinus, taat kepada Allah yang mahakuasa, kepada Perawan Maria, dan kepada kepala biara. ... Perhatiannya yang terutama adalah untuk menjadi orang suci dan mendapatkan tempat di surga. ‘Jika ada,’ katanya belakangan, ‘seorang biarawan mencapai surga melalui kebiarawanan, Aku sudah sampai di sana’. Ia menjalankan disiplin dengan sangat terperinci. Tidak seorangpun melampaui dia dalam doa, puasa, jaga malam (?), mematikan diri sendiri] - ‘History of the Christian Church’, vol VII, hal 115-116.
¨ Kenneth Scott Latourette: “He sought by the means set forth by the Church and the monastic tradition to make himself acceptable to God and to earn salvation of his soul. He mortified his body. He fasted, sometimes for days on end and without a morsel of food. He gave himself to prayers and vigils beyond those required by the rule of his order. He went to confession, often daily and for hours at a time. Yet assurance of God’s favour and inward peace did not come and the periods of depression were acute” (= Ia mencari melalui cara-cara yang dinyatakan oleh Gereja dan tradisi biara untuk membuat dirinya sendiri diterima oleh Allah dan mendapatkan keselamatan jiwanya. Ia mematikan dirinya. Ia berpuasa, kadang-kadang selama berhari-hari tanpa makanan sedikitpun. Ia menyerahkan dirinya untuk berdoa dan berjaga-jaga melebihi apa yang dituntut oleh peraturan ordonya. Ia mengaku dosa, seringkali setiap hari dan untuk berjam-jam dalam satu kali pengakuan. Tetapi keyakinan akan perkenan Allah dan damai di dalam tidak datang dan ia mengalami masa depresi yang parah) - ‘A History of Christianity’, vol II, hal 705.
¨ Philip Schaff: “But he was sadly disappointed in his hope to escape sin and temptation behind the walls of the cloister. He found no peace and rest in all his pious exercises. The more he seemed to advance externally, the more he felt the burden of sin within. He had to contend with temptations of anger, envy, hatred and pride. He saw sin everywhere, even in the smallest trifles. The Scriptures impressed upon him the terrors of divine justice. He could not trust in God as a reconciled Father, as a God of love and mercy, but trembled before him, as a God of wrath, as a consuming fire. He could not get over the words: ‘I, the Lord thy God, am a jelous God’” (= Tetapi ia sangat kecewa dalam harapannya untuk lepas dari dosa dan pencobaan di balik tembok-tembok biara. Ia tidak mendapatkan damai dan ketenangan dalam semua hal-hal saleh yang ia lakukan. Makin ia kelihatan maju secara lahiriah, makin ia merasa beban dosa di dalam. Ia harus berjuang melawan pencobaan untuk marah, iri, kebencian, dan kesombongan. Ia melihat dosa dimana-mana, bahkan dalam hal-hal yang paling remeh. Kitab Suci memberikan kesan kepadanya tentang keadilan ilahi. Ia tidak bisa percaya kepada Allah sebagai Bapa yang diperdamaikan, sebagai Bapa yang kasih dan berbelas kasihan, tetapi gemetar di hadapan-Nya, sebagai Allah yang murka, sebagai api yang menghanguskan. Ia tidak bisa mengatasi kata-kata: ‘Aku, Tuhan Allahmu, adalah Allah yang cemburu’) - ‘History of the Christian Church’, vol VII, hal 116.
¨ R. C. Sproul: “He entered the confessional and stayed for hours every day. On one occasion Luther spent six hours confessing the sins he had committed in the last day!” (= Ia masuk ke dalam ruang pengakuan dosa dan berada di sana berjam-jam setiap hari. Pada suatu kali Luther menghabiskan waktu 6 jam untuk mengaku dosa-dosa yang ia lakukan pada hari terakhir) - ‘The Holiness of God’, hal 114.
¨ Pengakuan dosa Luther ini menyebabkan Staupitz menjadi marah dan berkata:
“‘Look here,’ he said, ‘if you expect Christ to forgive you, come in with something to forgive - parricide, blasphemy, adultery - instead of all these peccadilloes. ... Man, God is not angry with you. You are angry with God. Don’t you know that God commands you to hope?’” (= ‘Lihatlah,’ katanya, ‘Jika kamu berharap supaya Kristus mengampuni kamu, datanglah dengan sesuatu untuk diampuni - pembunuhan orang tua, penghujatan, perzinahan - dan bukannya semua dosa-dosa remeh ini. ... Bung, Allah tidak marah kepadamu. Kamu yang marah kepada Allah. Tidak tahukah kamu bahwa Allah memerintahkan kamu untuk berharap?’) - R. C. Sproul, ‘The Holiness of God’, hal 114, dimana ia mengutip dari Roland Bainton, dalam bukunya ‘Here I Stand’.
¨ Pada tahun 1505, sebagai seorang pastor muda ia memimpin misa untuk pertama kalinya. Pada waktu ia mengangkat roti dan mengucapkan kata-kata “Ini adalah tubuhKu”, ia mengalami rasa takut yang luar biasa karena ia merasakan dirinya penuh dosa di hadapan Allah yang tak terbatas dalam kekudusanNya.
Pertobatan Martin Luther:
Þ Seorang biarawan tua menghibur Luther dalam kesedihan dan keputus-asaannya, dan mengingatkan dia tentang kata-kata Paulus bahwa orang berdosa dibenarkan oleh kasih karunia melalui iman. Juga Johann von Staupitz, yang adalah teman baik, sekaligus penasehat dan bapa rohani Luther, mengarahkan Luther dari dosa-dosanya kepada apa yang Kristus lakukan di kayu salib, dari hukum Taurat kepada salib, dan usaha berbuat baik kepada iman. Ia juga yang mendorong Luther untuk belajar Kitab Suci. Melalui bantuan biarawan tua dan Staupitz, dan khususnya melalui penyelidikannya terhadap surat-surat Paulus, perlahan-lahan Luther sadar bahwa orang berdosa bisa dibenarkan bukan karena mentaati hukum, tetapi hanya karena iman kepada Yesus Kristus.
Þ Philip Schaff: “He pondered day and night over the meaning of ‘the righteousness of God’ (Rom. 1:17), and thought that it is the righteous punishment of sinners; but toward the close of his convent life he came to the conclusion that it is the righteousness which God freely gives in Christ to those who believe in him. Righteousness is not acquired by man through his own exertions and merits; it is complete and perfect in Christ, and all the sinner has to do is to accept it from Him as a free gift” [= Ia merenungkan siang dan malam tentang arti dari ‘kebenaran Allah’ (Ro 1:17), dan mengira bahwa itu adalah hukuman yang adil terhadap orang-orang berdosa; tetapi menjelang akhir dari kehidupan biaranya ia sampai pada kesimpulan bahwa itu adalah kebenaran yang Allah berikan dengan cuma-cuma dalam Kristus kepada mereka yang percaya kepadaNya. Kebenaran tidak didapatkan oleh manusia melalui usaha dan kebaikan / jasanya sendiri; kebenaran itu lengkap dan sempurna dalam Kristus, dan semua yang harus dilakukan oleh orang berdosa adalah menerimanya dari Dia sebagai pemberian cuma-cuma] - ‘History of the Christian Church’, vol VII, hal 122.
Catatan: Roma 1:17 - “Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: ‘Orang benar akan hidup oleh iman.’”.
Þ Cerita tentang pertobatannya agak simpang siur, dan sukar dipastikan kapan persisnya ia sungguh-sungguh bertobat dan diselamatkan. Pengertiannya dan kepercayaannya akan keselamatan / pembenaran karena iman yang diajarkan oleh Roma 1:17 itupun melalui pergumulan hebat dan cukup lama. Karena itu, pada tahun 1510, sekalipun ia sudah tahu tentang pembenaran karena iman, tetapi karena ia belum betul-betul mantap dalam hal itu, maka ia masih melakukan ziarah / perjalanan agama (pilgrimage) ke Roma. Ia berharap untuk bisa mendapatkan penghiburan untuk jiwanya dengan melakukan perjalanan ini.
Þ Philip Schaff: “He ascended on bended knees the twenty-eight steps of the famous Scala Santa (said to have been transported from the Judgment Hall of Pontius Pilate in Jerusalem), that he might secure the indulgence attached to his ascetic performance since the days of Pope Leo IV. in 850, but at every step the word of the Scripture sounded as a significant protest in his ears: ‘The just shall live by faith’ (Rom. 1:17). Thus at the very height of his medieval devotion he doubted its efficacy in giving peace to the troubled conscience” [= Dengan menggunakan lututnya ia menaiki 28 anak tangga dari Scala Santa yang terkenal (dikatakan bahwa Scala Santa itu telah dipindahkan dari Ruang Pengadilan Pontius Pilatus di Yerusalem), supaya ia bisa memastikan pengampunan dosa yang dicantelkan pada pelaksanaan pertapaannya sejak jaman Paus Leo IV pada tahun 850, tetapi pada setiap langkah kata-kata Kitab Suci terngiang di telinganya sebagai suatu protes: ‘Orang benar akan hidup oleh iman’ (Ro 1:17). Jadi, pada puncak dari kebaktian keagamaannya ia meragukan kemujarabannya dalam memberikan damai pada hati nurani yang kacau] - ‘History of the Christian Church’, vol VII, hal 129.
BACA JUGA: KEHIDUPAN KRISTEN YANG OTENTIK
Þ Tetapi, setelah ia betul-betul mengerti dan percaya, maka kegagalannya dalam mencapai ‘keselamatan / pembenaran melalui perbuatan baik’, dan pengalamannya dalam mendapatkan ‘keselamatan / pembenaran karena iman’, menyebabkan ia sangat membenci doktrin ‘keselamatan karena perbuatan baik’. Ia berkata:
“The most damnable and pernicious heresy that has ever plagued the mind of men was the idea that somehow he could make himself good enough to deserve to live with an all-holy God” (= Ajaran sesat yang paling terkutuk dan jahat / merusak yang pernah menggoda pikiran manusia adalah gagasan bahwa entah bagaimana ia bisa membuat dirinya sendiri cukup baik sehingga layak untuk hidup dengan Allah yang mahasuci) - Dr. D. James Kennedy, ‘Evangelism Explosion’, hal 31-32.
Penutup / kesimpulan.
Agama Yahudi sama sekali tidak sama dengan Kristen, dan bahkan bisa disebut sebagai anti kristen. Karena itu, kalau orang-orang Yahudi itu tidak mau bertobat dan percaya kepada Yesus sebagai Juru selamat dan Tuhan, mereka akan dibinasakan dalam neraka. Tetapi ingat bahwa ini bukan hanya berlaku untuk mereka, tetapi juga untuk semua orang dari bangsa mana pun.
Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div: meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
-AMIN-