SERI KHOTBAH TENTANG KISAH AYUB

Pdt.Budi Asali,M.Div.
KHOTBAH TENTANG KISAH AYUB
Ayub 1:1-5

Ayub 1:1-5 - “(1) Ada seorang laki-laki di tanah Us bernama Ayub; orang itu saleh dan jujur; ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. (2) Ia mendapat tujuh anak laki-laki dan tiga anak perempuan. (3) Ia memiliki tujuh ribu ekor kambing domba, tiga ribu ekor unta, lima ratus pasang lembu, lima ratus keledai betina dan budak-budak dalam jumlah yang sangat besar, sehingga orang itu adalah yang terkaya dari semua orang di sebelah timur. (4) Anak-anaknya yang lelaki biasa mengadakan pesta di rumah mereka masing-masing menurut giliran dan ketiga saudara perempuan mereka diundang untuk makan dan minum bersama-sama mereka. (5) Setiap kali, apabila hari-hari pesta telah berlalu, Ayub memanggil mereka, dan menguduskan mereka; keesokan harinya, pagi-pagi, bangunlah Ayub, lalu mempersembahkan korban bakaran sebanyak jumlah mereka sekalian, sebab pikirnya: ‘Mungkin anak-anakku sudah berbuat dosa dan telah mengutuki Allah di dalam hati.’ Demikianlah dilakukan Ayub senantiasa.”.

Pendahuluan:

Ada banyak hal yang tidak diketahui tentang kitab Ayub, seperti:

1) Kapan Ayub hidup.

Tetapi kita bisa memperkirakan kapan Ayub hidup dengan cara memperkirakan usia Ayub pada waktu ia mati. Dan ini bisa kita perkirakan dengan cara sebagai berikut:

Ayub 1:2 - “Ia mendapat tujuh anak laki-laki dan tiga anak perempuan.”.

Untuk mengetahui perkiraan pada umur sekitar berapa orang pada saat itu kawin / punya anak pertama, kita bisa membaca text di bawah ini:

Kej 11:10-26 - “(10) Inilah keturunan Sem. Setelah Sem berumur 100 tahun, ia memperanakkan Arpakhsad, dua tahun setelah air bah itu. (11) Sem masih hidup lima ratus tahun, setelah ia memperanakkan Arpakhsad, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. (12) Setelah Arpakhsad hidup 35 tahun, ia memperanakkan Selah. (13) Arpakhsad masih hidup empat ratus tiga tahun, setelah ia memperanakkan Selah, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. (14) Setelah Selah hidup 30 tahun, ia memperanakkan Eber. (15) Selah masih hidup empat ratus tiga tahun, setelah ia memperanakkan Eber, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. (16) Setelah Eber hidup 34 tahun, ia memperanakkan Peleg. (17) Eber masih hidup empat ratus tiga puluh tahun, setelah ia memperanakkan Peleg, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. (18) Setelah Peleg hidup 30 tahun, ia memperanakkan Rehu. (19) Peleg masih hidup dua ratus sembilan tahun, setelah ia memperanakkan Rehu, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. (20) Setelah Rehu hidup 32 tahun, ia memperanakkan Serug. (21) Rehu masih hidup dua ratus tujuh tahun, setelah ia memperanakkan Serug, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. (22) Setelah Serug hidup 30 tahun, ia memperanakkan Nahor. (23) Serug masih hidup dua ratus tahun, setelah ia memperanakkan Nahor, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. (24) Setelah Nahor hidup 29 tahun, ia memperanakkan Terah. (25) Nahor masih hidup seratus sembilan belas tahun, setelah ia memperanakkan Terah, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. (26) Setelah Terah hidup 70 tahun, ia memperanakkan Abram, Nahor dan Haran.”.

Lalu ia mengalami segala macam bencana yang tidak kita ketahui berapa lamanya.

Percakapan Ayub dengan ‘sahabat-sahabat’nya mungkin berlangsung setelah 7 hari dimana mereka hanya berdiam diri (Ayub 2:13).

Ayub 2:11-13 - “(11) Ketika ketiga sahabat Ayub mendengar kabar tentang segala malapetaka yang menimpa dia, maka datanglah mereka dari tempatnya masing-masing, yakni: Elifas, orang Teman, dan Bildad, orang Suah, serta Zofar, orang Naama. Mereka bersepakat untuk mengucapkan belasungkawa kepadanya dan menghibur dia. (12) Ketika mereka memandang dari jauh, mereka tidak mengenalnya lagi. Lalu menangislah mereka dengan suara nyaring. Mereka mengoyak jubahnya, dan menaburkan debu di kepala terhadap langit. (13) Lalu mereka duduk bersama-sama dia di tanah selama tujuh hari tujuh malam. Seorangpun tidak mengucapkan sepatah kata kepadanya, karena mereka melihat, bahwa sangat berat penderitaannya.”.

Dan semua percakapan-percakapan Ayub dengan ‘sahabat-sahabat’nya itu (termasuk waktu Tuhan bicara dengan Ayub), mungkin berlangsung hanya dalam waktu beberapa hari saja (Ayub 3:1-42:9).

Dan lalu Tuhan memulihkan segala sesuatu.

Ayub 42:12 - “TUHAN memberkati Ayub dalam hidupnya yang selanjutnya lebih dari pada dalam hidupnya yang dahulu; ia mendapat empat belas ribu ekor kambing domba, dan enam ribu unta, seribu pasang lembu, dan seribu ekor keledai betina.”.

Ini pasti butuh waktu cukup lama, bertahun-tahun.

Juga dikatakan bahwa Ayub mempunyai 10 orang anak lagi (Ayub 42:13).

Ayub 42:13 - “Ia juga mendapat tujuh orang anak laki-laki dan tiga orang anak perempuan;”.

Kecuali ia punya anak kembar, ini pasti butuh waktu cukup lama, bisa 10-20 tahun.

Dan setelah semua itu, muncul Ayub 42:16-17.

Ayub 42:16-17 - “(16) Sesudah itu Ayub masih hidup seratus empat puluh tahun lamanya; ia melihat anak-anaknya dan cucu-cucunya sampai keturunan yang keempat. (17) Maka matilah Ayub, tua dan lanjut umur.”

Karena itu banyak penafsir menyimpulkan bahwa Ayub mencapai usia sekitar 200 tahun.

Sekarang setelah bisa memperkirakan usia Ayub pada saat ia mati, kita bisa memperkirakan kapan ia hidup. Usia sepanjang ini lebih panjang dari usia Abraham (175 tahun - Kej 25:7) dan Ishak (180 tahun - Kej 35:28), lebih-lebih dari Yakub (147 tahun - Kej 47:28), Yusuf (110 tahun - Kej 50:22), Musa (120 tahun - Ul 34:7), dan Yosua (110 tahun - Yos 24:29). Usia sepanjang itu ada pada jaman Terah (ayah Abraham, yang mati pada usia 205 - Kej 11:32). Karena itu ada yang menganggap bahwa Ayub hidup pada jaman Abraham atau bahkan sebelumnya.

2) Kapan kitab Ayub ditulis.

Ada yang beranggapan bahwa kitab Ayub bahkan lebih kuno dari kitab Kejadian.

3) Siapa penulis kitab Ayub.

Matthew Poole memberikan 3 kemungkinan yaitu Ayub sendiri, Elihu, atau Musa.

Francis I. Andersen (Tyndale): “We do not know who wrote the book of Job or when he lived. Nor do we know where. If several persons were involved, we still know nothing about them. ... A wide range of dates has been proposed, extending from the time of Moses to the Hellenistic period.” [= Kita tidak tahu siapa yang menulis kitab Ayub atau kapan ia hidup. Juga kita tidak tahu dimana. Jika ada beberapa orang yang terlibat (dalam penulisan kitab Ayub), kita tetap tidak mengetahui apa-apa tentang mereka. ... Ada jangka waktu yang lebar yang diusulkan, membentang mulai jaman Musa sampai jaman Yunani.] - hal 61.
Ay 1: “Ada seorang laki-laki di tanah Us bernama Ayub; orang itu saleh dan jujur; ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.”.

1) Cerita Ayub bukanlah sekedar suatu illustrasi, dongeng, atau perumpamaan, tetapi merupakan cerita sejarah, yang sungguh-sungguh terjadi.

Perhatikan ay 1a yang berbunyi: ‘Ada seorang laki-laki di tanah Us bernama Ayub’.

Ada penafsir yang mengatakan bahwa cara membuka cerita tentang Ayub dalam Ayub 1:1a ini bisa menunjuk pada:

a) Cerita sejarah (seperti dalam 1Sam 25:2 - ‘Ketika itu ada seorang laki-laki di Maon, yang mempunyai perusahaan di Karmel. Orang itu sangat kaya: ia mempunyai 3.000 ekor domba dan 1.000 ekor kambing’).

b) Perumpamaan (seperti dalam 2Sam 12:1 - ‘Ada 2 orang dalam suatu kota: yang seorang kaya, yang lain miskin’).

Tetapi penafsir yang lain mengatakan bahwa pembukaan cerita dalam ay 1a ini sudah menunjukkan bahwa ini adalah cerita sejarah, karena adanya nama Ayub maupun nama tempat dimana ia tinggal (beda dengan 2Sam 12:1 dimana baik nama orang maupun nama tempat tidak disebutkan).

Barnes’ Notes: “the book opens with the appearance of reality; and the express declaration that there was such a man, the mention of his name and of the place where he lived, show that the writer meant to affirm that there was in fact such a man.” [= kitab ini dibuka / dimulai dengan kenyataan; dan pernyataan yang jelas bahwa di sana ada seseorang, penyebutan namanya dan tempat dimana ia hidup menunjukkan bahwa penulis kitab ini bermaksud untuk menegaskan bahwa dalam faktanya memang ada orang seperti itu.] - hal 90.

Ada juga penafsir yang menambahkan bahwa bagian-bagian Kitab Suci lain yang menggunakan cerita Ayub menunjukkan bahwa Ayub adalah seorang yang betul-betul ada dalam sejarah. Bandingkan dengan:

1. Yeh 14:14,20 - “(14) biarpun di tengah-tengahnya berada ketiga orang ini, yaitu Nuh, Daniel dan Ayub, mereka akan menyelamatkan hanya nyawanya sendiri karena kebenaran mereka, demikianlah firman Tuhan ALLAH. ... (20) dan biarpun Nuh, Daniel dan Ayub berada di tengah-tengahnya, demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan ALLAH, mereka tidak akan menyelamatkan baik anak laki-laki maupun anak perempuan, melainkan mereka akan menyelamatkan hanya nyawanya sendiri karena kebenaran mereka.”.

2. Yak 5:11 - “Sesungguhnya kami menyebut mereka berbahagia, yaitu mereka yang telah bertekun; kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub dan kamu telah tahu apa yang pada akhirnya disediakan Tuhan baginya, karena Tuhan maha penyayang dan penuh belas kasihan.”.

Matthew Poole: “this was no fiction or parable, as some have dreamed, but a real history,” [= ini bukan fiksi atau perumpamaan, seperti yang dimimpikan oleh sebagian orang, tetapi sejarah yang sungguh-sungguh,] - hal 921.

Ini perlu dicamkan untuk menghadapi orang-orang Liberal, yang menafsirkan banyak cerita sejarah sebagai dongeng atau perumpamaan.

2) ‘Ada seorang laki-laki’ (ay 1a).

KJV: ‘There was a man’ [= di sana ada seseorang / seorang laki-laki].

Pulpit Commentary: “A man. Job first appears before us as a man. ... Only a man. Not a demi-god, not an angel. Frail as a man, feeble, and fallible.” [= Seorang manusia / laki-laki. Ayub muncul / tampak di hadapan kita sebagai seorang manusia. ... Hanya seorang manusia. Bukan setengah allah / dewa, bukan seorang malaikat. Rapuh seperti manusia, lemah, dan bisa berbuat salah.] - hal 28.

Memang nabi-nabi, rasul-rasul dsb, semua adalah manusia biasa yang sama seperti kita.

Bdk. Yak 5:17-18 - “(17) Elia adalah manusia biasa sama seperti kita, dan ia telah bersungguh-sungguh berdoa, supaya hujan jangan turun, dan hujanpun tidak turun di bumi selama tiga tahun dan enam bulan. (18) Lalu ia berdoa pula dan langit menurunkan hujan dan bumipun mengeluarkan buahnya.”.

Jadi, kalau nanti kita melihat bagaimana hebatnya Ayub maupun dosa-dosa Ayub, kita perlu mengingat bahwa Ayub bukanlah malaikat atau setengah allah. Ia adalah manusia biasa sama seperti kita.

Penerapan: pada waktu menyoroti seorang hamba Tuhan, kita juga perlu mengingat bahwa ia adalah manusia biasa, bukan superman rohani!

3) ‘Ayub’ dan ‘tanah Us’.

Tidak diketahui dengan pasti tentang arti dari nama ‘Ayub’ maupun dimana ‘tanah Us’.

Tentang ‘tanah Us’, Matthew Poole mengatakan bahwa itu mungkin ada di Edom (bdk. Rat 4:21), atau bagian dari Arab, tidak jauh dari Syeba (Ayub 1:15) dan Kasdim (Ayub 1:17).

Rat 4:21 - “Bergembira dan bersukacitalah, hai puteri Edom, engkau yang mendiami tanah Us, juga kepadamu piala akan sampai, engkau akan jadi mabuk lalu menelanjangi dirimu!”.

Ayub 1:15,17 - “(15) datanglah orang-orang Syeba menyerang dan merampasnya serta memukul penjaganya dengan mata pedang. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan.’ ... (17) Sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata: ‘Orang-orang Kasdim membentuk tiga pasukan, lalu menyerbu unta-unta dan merampasnya serta memukul penjaganya dengan mata pedang. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan.’”.

4) Kesalehan Ayub (ay 1b).

Ay 1b: “bernama Ayub; orang itu saleh dan jujur; ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.”.

Ini diakui oleh Allah sendiri (ay 8 2:3).

Ay 8: “Lalu bertanyalah TUHAN kepada Iblis: ‘Apakah engkau memperhatikan hambaKu Ayub? Sebab tiada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.’”.

Ayub 2:3 - “Firman TUHAN kepada Iblis: ‘Apakah engkau memperhatikan hambaKu Ayub? Sebab tiada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. Ia tetap tekun dalam kesalehannya, meskipun engkau telah membujuk Aku melawan dia untuk mencelakakannya tanpa alasan.’”.

Bdk. Ayub 31:1 - “‘Aku telah menetapkan syarat bagi mataku, masakan aku memperhatikan anak dara?”.

Gambaran ay 1b tentang kesalehan Ayub: saleh, jujur, takut akan Allah, menjauhi kejahatan.

Ada beberapa hal yang perlu dibahas / dipersoalkan:

a) Ini tidak menunjukkan bahwa Ayub adalah orang yang suci murni tanpa dosa sedikitpun (bdk. Ro 3:10-12 Ro 3:23 Ayub 4:17 Ayub 25:4 Pkh 7:20).

Francis I. Andersen (Tyndale): “Job is not considered to be perfect or sinless. All the speakers in the book, including Job himself, are convinced that all men are sinful.” [= Ayub tidak dianggap sebagai sempurna atau tanpa dosa. Semua pembicara dalam kitab ini, termasuk Ayub sendiri, yakin bahwa semua manusia itu berdosa.] - hal 79.

Bdk. Ayub 9:20 (KJV): ‘If I justify myself, mine own mouth shall condemn me; if I say, I am perfect, it shall also prove me perverse’ [= Jika aku membenarkan diriku sendiri, mulutku sendiri akan menyalahkan aku; jika aku berkata: aku sempurna, itu juga akan membuktikan aku sesat].

Catatan: ini adalah kata-kata Ayub sendiri (bdk. Ayub 9:1).

b) Ayub saleh tetapi toh menderita bahkan sangat menderita, untuk jangka waktu yang cukup lama.

Beberapa komentar dari Francis I. Andersen (Tyndale) tentang kesalehan dan penderitaan yang luar biasa dari Ayub:

1. “The fact of Job’s genuine righteousness is essential to the book. It begins with a clash of opinion between Yahweh and the Satan on this point. The slanderer denies it; Yahweh sets out to prove it.” [= Fakta dari kebenaran sejati dari Ayub merupakan sesuatu yang penting bagi kitab ini. Kitab ini dimulai dengan suatu pertentangan pendapat antara Yahweh dan Setan tentang hal ini. Sang pemfitnah menyangkalnya; Yahweh bermaksud untuk membuktikannya.] - hal 79.

2. “The book of Job tells the story of a good man overwhelmed by troubles. He is stripped of his wealth, his family, his health. He does not know why God has done this to him. Only the reader knows that God is trying to prove to the Devil that Job’s faith is genuine.” [= Kitab Ayub menceritakan cerita tentang seorang yang baik yang dibanjiri dengan kesukaran. Ia dikuliti / ditelanjangi dari kekayaannya, keluarganya, kesehatannya. Ia tidak tahu mengapa Allah telah melakukan ini kepadanya. Hanya pembaca yang tahu bahwa Allah sedang mencoba untuk membuktikan kepada Setan bahwa iman Ayub itu asli / sejati.] - hal 15.

3. “Many thoughtful people, horrified by the helplessness of humanity in the face of natural disasters or outraged by the ruthless exploitation of ‘the downtrodden and the injured’ by the unscrupulous masters of political and economic power, have lost faith in the goodness of God. ‘If I had the power of God,’ they protest, ‘I could do more about these things than He seems to be doing!’” [= Banyak pemikir, menjadi takut oleh ketidak-berdayaan manusia terhadap bencana alam atau menjadi sakit hati oleh pemerasan yang kejam terhadap ‘orang yang tertindas dan terluka / menderita’ oleh penguasa yang jahat dari kekuatan politik dan ekonomi, telah kehilangan iman pada kebaikan Allah. Mereka memprotes: ‘Seandainya aku mempunyai kuasa Allah, aku bisa melakukan lebih banyak tentang hal-hal ini dari pada yang kelihatannya dilakukan oleh Allah!’] - hal 64.

Pada saat hal buruk seperti itu terjadi pada saudara, janganlah berkata seperti dalam kutipan di atas. Kalau saudara seorang anak Allah, percayalah bahwa Allah pasti mempunyai tujuan yang baik bagi saudara!

4. “It is especially the book for any who find themselves in ‘Job’s sick day’ as a result of some shattering experience.” [= Ini khususnya merupakan kitab untuk seadanya orang yang mendapati dirinya sendiri dalam ‘hari sakitnya Ayub’ sebagai akibat dari pengalaman yang menghancurkan.] - hal 9.

Ay 2: “Ia mendapat tujuh anak laki-laki dan tiga anak perempuan.”.

Ayub mempunyai 7 anak laki-laki dan 3 anak perempuan. Awas, ini ditulis bukan untuk ditiru! Tetapi dari kata-kata ini kita bisa memperkirakan secara kasar umur Ayub pada saat itu. Kalau menurut ukuran kita pada saat ini, Ayub sudah termasuk orang berumur (mungkin sekitar 50 tahun).

Ay 3: “Ia memiliki tujuh ribu ekor kambing domba, tiga ribu ekor unta, lima ratus pasang lembu, lima ratus keledai betina dan budak-budak dalam jumlah yang sangat besar, sehingga orang itu adalah yang terkaya dari semua orang di sebelah timur.”.

Ayat ini menunjukkan besarnya harta Ayub, yang menyebabkan ia disebut sebagai orang terkaya di sebelah timur. Beberapa hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan hal ini:

1) Ayub adalah orang yang rajin bekerja.

Barnes’ Notes: “The fact that Job had so many oxen implies that he devoted himself to the cultivation of the soil as well as to keeping flocks and herds; comp. ver. 14.” [= Fakta bahwa Ayub mempunyai begitu banyak lembu jantan menunjukkan secara tidak langsung bahwa ia menekuni pengolahan tanah maupun pemeliharaan kawanan ternak; bdk. ay 14.] - hal 94.

Pulpit Commentary (hal 8) juga mengatakan bahwa adanya pembajak (ay 14) dan penjaga ternak (ay 15,16,17) menunjukkan bahwa Ayub bukan orang yang malas dalam bekerja / mencari uang.

2) Hubungan kesalehan dan pekerjaan.

Pulpit Commentary (hal 8) mengatakan bahwa Ayub bukan orang malas, dan ini menunjukkan bahwa kesalehan tidak bertentangan dengan aktivitas bisnis yang besar. Juga tidak menunjukkan bahwa pekerjaan pasti merusak / mengganggu pemeliharaan / pertumbuhan jiwa / kerohanian.

3) Hubungan dan perbandingan antara kesalehan dan kekayaan.

Matthew Henry: “He was prosperous and yet pious. Though it is hard and rare, it is not impossible, for a rich man to enter into the kingdom of heaven. With God even this is possible, and by his grace the temptations of worldly wealth are not insuperable.” [= Ia kaya tetapi saleh. Sekalipun itu sukar dan jarang, itu bukannya mustahil, bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam kerajaan surga. Dengan Allah, bahkan ini adalah mungkin, dan oleh kasih karuniaNya pencobaan-pencobaan dari kekayaan duniawi bukannya mustahil untuk dikalahkan.].

Pulpit Commentary: “Job was rich, material wealth being in his case allied with spiritual treasure, thus proving that, though good men are not always rich, as unfortunately rich men are not always good, it is yet by no means impossible to be both;” [= Ayub kaya, baik kekayaan materi maupun kekayaan rohani, dan dengan demikian membuktikan bahwa, sekalipun orang baik / saleh tidak selalu kaya, sama seperti orang kaya tidak selalu baik / saleh, tetapi bukannya tidak mungkin untuk menjadi keduanya;] - hal 8.

Pulpit Commentary: “1. Piety may be obtained by all; wealth can be secured only by a few. 2. Piety is useful to all; wealth is injurious to some. 3. Piety will abide with all; wealth can remain with none.” [= 1. Kesalehan bisa didapatkan oleh semua orang; kekayaan bisa diperoleh hanya oleh sedikit orang. 2. Kesalehan berguna bagi semua orang; kekayaan merugikan / berbahaya bagi sebagian orang. 3. Kesalehan akan tinggal / menetap dengan semua orang; kekayaan tidak bisa tinggal / menetap dengan siapapun.] - hal 9.

Pulpit Commentary: “1. They that have piety can do without wealth. 2. They that have wealth cannot do without piety.” [= 1. Mereka yang mempunyai kesalehan bisa hidup tanpa kekayaan. 2. Mereka yang mempunyai kekayaan tidak bisa hidup tanpa kesalehan.] - hal 9.

Ay 4-5: “(4) Anak-anaknya yang lelaki biasa mengadakan pesta di rumah mereka masing-masing menurut giliran dan ketiga saudara perempuan mereka diundang untuk makan dan minum bersama-sama mereka. (5) Setiap kali, apabila hari-hari pesta telah berlalu, Ayub memanggil mereka, dan menguduskan mereka; keesokan harinya, pagi-pagi, bangunlah Ayub, lalu mempersembahkan korban bakaran sebanyak jumlah mereka sekalian, sebab pikirnya: ‘Mungkin anak-anakku sudah berbuat dosa dan telah mengutuki Allah di dalam hati.’ Demikianlah dilakukan Ayub senantiasa.”.

1) Kelihatannya anak-anak Ayub mempunyai rumah masing-masing (Ay 4: ‘di rumah mereka masing-masing’; ay 18: ‘di rumah saudara mereka yang sulung’).

Francis I. Andersen (Tyndale): “In spite of the intimacy of the extended family, rich or royal children might each have their own residence, without necessarily being married (Gn. 25:5,6; Jdg. 10:4; 2Sa. 13:7; 14:24,31). Compare Job 1:18. Presumably the sisters were still living with their parents.” [= Sekalipun ada keintiman keluarga, anak-anak orang kaya atau raja bisa mempunyai tempat tinggal sendiri, sekalipun mereka tidak / belum menikah (Kej 25:5,6 Hakim 10:4 2Sam 13:7 14:24,31). Bandingkan Ayub 1:18. Diperkirakan bahwa saudara-saudara perempuan tetap tinggal dengan orang tua mereka.] - hal 80.

2) Anak-anak Ayub mengadakan pesta secara bergiliran.

Ada yang menganggap bahwa ini adalah pesta ulang tahun, yang tentu saja tidak bisa disalahkan. Jadi, jangan mengatakan bahwa karena mereka berpesta, dan itu merupakan hal yang salah / berdosa, maka mereka semua dibunuh dalam ay 19.

3) Ayub menguduskan anak-anaknya (ay 5).

Ay 5: “Setiap kali, apabila hari-hari pesta telah berlalu, Ayub memanggil mereka, dan menguduskan mereka; keesokan harinya, pagi-pagi, bangunlah Ayub, lalu mempersembahkan korban bakaran sebanyak jumlah mereka sekalian, sebab pikirnya: ‘Mungkin anak-anakku sudah berbuat dosa dan telah mengutuki Allah di dalam hati.’ Demikianlah dilakukan Ayub senantiasa.”.

a) Ayub melakukan hal ini setiap anak-anaknya selesai berpesta. Mengapa? Karena pesta / saat bersenang-senang merupakan pencobaan bagi banyak orang, sehingga memudahkan jatuh ke dalam dosa. Karena itu, hati-hatilah pada waktu sedang pesta / bersenang-senang!

b) Sebagai kepala keluarga, Ayub bertindak sebagai imam antara Allah dan keluarganya.

Pulpit Commentary: “In the old world, outside the Mosaic Law, the father of the family was the priest, to whom alone it belonged to bless, purify, and offer sacrifice.” [= Dalam dunia kuno, di luar hukum Musa, ayah dari keluarga merupakan imam, dan hanya ia yang boleh memberkati, menguduskan / menyucikan, dan mempersembahkan korban.] - hal 3.

Ingat bahwa ini terjadi pada jaman kuno. Kalau pada jaman Perjanjian Baru ayah menjadi imam, seperti dalam ajaran Pria Sejati, itu sesat, karena dalam Perjanjian Baru kita hanya punya satu Imam / Pengantara, dan itu adalah Yesus!

c) Korban bakaran (ay 5b bdk. Im 9:7 Kel 29:42 Bil 28:3,6,10,15,24,31).

Adam Clarke (hal 27) mengatakan bahwa adanya korban bakaran merupakan dasar untuk mengatakan bahwa Ayub hidup setelah ada hukum Taurat. Tetapi keberatannya adalah: kalau memang ia hidup setelah jaman Taurat, bagaimana ia melakukan semua ini padahal ia bukan imam?

Pulpit (hal xv, hal 2) tidak setuju dengan Clarke. Usia Ayub diperkirakan mencapai 200-250 tahun (bdk. Ayub 42:16), dan ini membuatnya sejaman dengan Terah / Abraham. Disamping itu, korban bakaran sudah ada jauh sebelum jaman Musa / Taurat.

Pulpit Commentary: “Burnt offerings were instituted soon after the Fall, as we learn from Gen. 4:4, and were in common use long before the Mosaic Law was given (see Gen. 8:20; 22:8,13; 31:54; Exod. 18:12 ...).” [= Korban bakaran diadakan segera setelah kejatuhan manusia ke dalam dosa, seperti yang kita pelajari dari Kej 4:4, dan sudah biasa dilakukan jauh sebelum hukum Musa diberikan (lihat Kej 8:20 22:8,13 31:54 Kel 18:12 ...).] - hal 3.

d) ‘mengutuki Allah’.

1. Apa yang sangat aneh di sini adalah bahwa kata ‘mengutuki’ ini secara hurufiah adalah ‘memberkati’. Ada yang tetap menterjemahkan ‘memberkati’ dan mengartikan bahwa dosa yang Ayub maksudkan adalah dimana anak-anaknya ‘memberkati / memuji allah lain’. Tetapi pada umumnya para penafsir mengartikan ‘mengutuki Allah’. Hal seperti ini terjadi beberapa kali dalam Kitab Suci, yaitu dalam:

a. 1Raja 21:10,13 - “(10) Suruh jugalah dua orang dursila duduk menghadapinya, dan mereka harus naik saksi terhadap dia, dengan mengatakan: Engkau telah mengutuk Allah dan raja. Sesudah itu bawalah dia ke luar dan lemparilah dia dengan batu sampai mati.’ ... (13) Kemudian datanglah dua orang, yakni orang-orang dursila itu, lalu duduk menghadapi Nabot. Orang-orang dursila itu naik saksi terhadap Nabot di depan rakyat, katanya: ‘Nabot telah mengutuk Allah dan raja.’ Sesudah itu mereka membawa dia ke luar kota, lalu melempari dia dengan batu sampai mati.”.

b. Ayub 1:5,11 - “(5) Setiap kali, apabila hari-hari pesta telah berlalu, Ayub memanggil mereka, dan menguduskan mereka; keesokan harinya, pagi-pagi, bangunlah Ayub, lalu mempersembahkan korban bakaran sebanyak jumlah mereka sekalian, sebab pikirnya: ‘Mungkin anak-anakku sudah berbuat dosa dan telah mengutuki Allah di dalam hati.’ Demikianlah dilakukan Ayub senantiasa. ... (11) Tetapi ulurkanlah tanganMu dan jamahlah segala yang dipunyainya, ia pasti mengutuki Engkau di hadapanMu.’”.

c. Ayub 2:5,9 - “(5) Tetapi ulurkanlah tanganMu dan jamahlah tulang dan dagingnya, ia pasti mengutuki Engkau di hadapanMu.’ ... (9) Maka berkatalah isterinya kepadanya: ‘Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!’”.

2. Tetapi bagaimana mungkin kata ‘memberkati’ diartikan ‘mengutuki’? Untuk ini ada beberapa penafsiran:

a. Adam Clarke (tentang 1Raja 21:10): “Many think that the word BARACH signifies both to bless and curse; and so it is interpreted in most Lexicons:” [= Banyak orang yang beranggapan bahwa kata BARAKH berarti baik ‘memberkati’ maupun ‘mengutuk’; dan demikianlah ditafsirkan dalam kebanyakan kamus:] - hal 472.

b. Ini merupakan suatu euphemisme, yaitu suatu penghalusan bahasa, karena kata-kata ‘mengutuki Allah’ merupakan sesuatu yang terlalu mengerikan untuk diucapkan.

Pulpit Commentary (tentang 1Raja 21:10): “The Lexicographers are not agreed as to how this word, the primary meaning of which is to kneel, hence to pray, to bless, came to signify curse or blaspheme. According to some, it is an euphemism, the idea of cursing God being altogether too horrible for the Jew to express in words; whilst others derive this signification from the fact that a curse is really a prayer addressed to God;” [= Para penulis / penyusun kamus tidak sependapat tentang bagaimana kata ini, yang arti utamanya adalah ‘berlutut’, dan karenanya ‘berdoa’, ‘memberkati’, bisa berarti ‘mengutuk’ atau ‘menghujat’. Menurut sebagian orang, ini adalah suatu euphemisme, (karena) gagasan tentang pengutukan terhadap Allah merupakan sesuatu yang terlalu mengerikan bagi seorang Yahudi untuk dinyatakan dalam kata-kata; sementara yang lain mendapatkan arti ini dari fakta bahwa suatu kutukan sebetulnya merupakan suatu doa yang ditujukan kepada Allah;] - hal 509.

Catatan: ‘euphemism’ = ‘to use a good and auspicious word for an evil or inauspicious’ [= menggunakan kata yang baik dan menyenangkan untuk kata yang jahat / jelek dan tidak menguntungkan]. Dengan kata lain euphemisme ini adalah penghalusan bahasa.

Francis I. Andersen (Tyndale): “The word translated cursed here and in 1:11; 2:5,9 (cf. 1Ki. 21:10,13), is literally ‘blessed’. It could be a euphemism, introduced by the scribes, to avoid even reading such a horrid expression. ... It could be, however, that out of such a practice the word actually acquires the opposite meaning when the context determines.” [= Kata yang diterjemahkan ‘mengutuk’ di sini dan dalam 1:11; 2:5,9 (bdk. 1Raja 21:10,13), secara hurufiah adalah ‘memberkati’. Itu bisa merupakan euphemism, diperkenalkan oleh penulis, untuk menghindari pembacaan dari ungkapan yang begitu mengerikan. ... Tetapi bisa terjadi bahwa dari praktek seperti itu kata itu betul-betul mendapatkan arti yang berlawanan pada waktu kontex menentukan hal itu.] - hal 81.

Catatan: perlu diperhatikan bahwa dalam Kel 22:28 tetap digunakan kata ‘mengutuki’ sekalipun digunakan terhadap Allah.

Kel 22:28 - “‘Janganlah engkau mengutuki Allah dan janganlah engkau menyumpahi seorang pemuka di tengah-tengah bangsamu.”.

KJV/RSV: ‘revile’ [= memaki-maki].

NIV: ‘blaspheme’ [= menghujat].

NASB: ‘curse’ [= mengutuk].

c. Orang sering memberkati pada waktu berpisah, sehingga ‘memberkati’ akhirnya diartikan ‘mengucapkan selamat jalan’ atau ‘menyuruh pergi / mengusir’, dan akhirnya diartikan ‘menghujat’ / ‘mengutuk’.

Keil & Delitzsch (tentang 1Raja 21:10): “to bless God, i.e. to bid Him farewell, to dismiss Him, as in Job 2:9, equivalent to blaspheming God.” [= memberkati Allah, yaitu mengucapkan selamat jalan kepadaNya, menyuruhNya pergi, seperti dalam Ayub 2:9, sama dengan menghujat Allah.] - hal 271.

e) Kalau Ayub menguatirkan bahwa anak-anaknya mengutuki Allah, mungkin maksudnya adalah bahwa mereka bukannya betul-betul mengutuki / memaki-maki Allah, tetapi bahwa mereka melupakan / mengabaikan Allah. Memang di atas telah saya katakan bahwa pesta dan bersenang-senang, sekalipun sebetulnya bukanlah dosa, tetapi mempunyai kecenderungan untuk menyebabkan hati seseorang melupakan Allah.

Bdk. Luk 21:34 - “‘Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat.”.

f) Dosa yang ia takutkan terjadi di kalangan anak-anaknya ini, adalah dosa ke dalam mana Setan menginginkan Ayub jatuh (1:11 2:5), dan ke dalam mana istrinya mencobainya (2:9).

Ayub 1:11 - “Tetapi ulurkanlah tanganMu dan jamahlah segala yang dipunyainya, ia pasti mengutuki Engkau di hadapanMu.’”.

Ayub 2:5 - “Tetapi ulurkanlah tanganMu dan jamahlah tulang dan dagingnya, ia pasti mengutuki Engkau di hadapanMu.’”.

Ayub 2:9 - “Maka berkatalah isterinya kepadanya: ‘Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!’”.

g) Ay 5b ini menunjukkan bahwa Ayub sangat memperhatikan kerohanian anak-anaknya! Bagaimana dengan saudara? Banyak orang tua kristen yang memperhatikan kesehatan dan pendidikan dan pergaulan anak-anaknya, tetapi mengabaikan kerohaniannya.
-AMIN-

AYUB (2)

Ayub 1:6-12

Ayub 1:6-12 - “(6) Pada suatu hari datanglah anak-anak Allah menghadap TUHAN dan di antara mereka datanglah juga Iblis. (7) Maka bertanyalah TUHAN kepada Iblis: ‘Dari mana engkau?’ Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: ‘Dari perjalanan mengelilingi dan menjelajah bumi.’ (8) Lalu bertanyalah TUHAN kepada Iblis: ‘Apakah engkau memperhatikan hambaKu Ayub? Sebab tiada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.’ (9) Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: ‘Apakah dengan tidak mendapat apa-apa Ayub takut akan Allah? (10) Bukankah Engkau yang membuat pagar sekeliling dia dan rumahnya serta segala yang dimilikinya? Apa yang dikerjakannya telah Kauberkati dan apa yang dimilikinya makin bertambah di negeri itu. (11) Tetapi ulurkanlah tanganMu dan jamahlah segala yang dipunyainya, ia pasti mengutuki Engkau di hadapanMu.’ (12) Maka firman TUHAN kepada Iblis: ‘Nah, segala yang dipunyainya ada dalam kuasamu; hanya janganlah engkau mengulurkan tanganmu terhadap dirinya.’ Kemudian pergilah Iblis dari hadapan TUHAN.”.

1) Ay 6: “Pada suatu hari datanglah anak-anak Allah menghadap TUHAN dan di antara mereka datanglah juga Iblis.”.

a) Pemandangan yang mirip dengan ini adalah seperti dalam penglihatan nabi Mikha dalam 1Raja 22:19-23 - “(19) Kata Mikha: ‘Sebab itu dengarkanlah firman TUHAN. Aku telah melihat TUHAN sedang duduk di atas takhtaNya dan segenap tentara sorga berdiri di dekatNya, di sebelah kananNya dan di sebelah kiriNya. (20) Dan TUHAN berfirman: Siapakah yang akan membujuk Ahab untuk maju berperang, supaya ia tewas di Ramot-Gilead? Maka yang seorang berkata begini, yang lain berkata begitu. (21) Kemudian tampillah suatu roh, lalu berdiri di hadapan TUHAN. Ia berkata: Aku ini akan membujuknya. TUHAN bertanya kepadanya: Dengan apa? (22) Jawabnya: Aku akan keluar dan menjadi roh dusta dalam mulut semua nabinya. Ia berfirman: Biarlah engkau membujuknya, dan engkau akan berhasil pula. Keluarlah dan perbuatlah demikian! (23) Karena itu, sesungguhnya TUHAN telah menaruh roh dusta ke dalam mulut semua nabimu ini, sebab TUHAN telah menetapkan untuk menimpakan malapetaka kepadamu.’”.

b) Hurufiah atau simbolis?

1. Ada yang menganggap bahwa bagian ini tidak boleh diartikan secara hurufiah.

Matthew Poole: “But you must not think that these things were really done, and that Satan was mixed with the holy angels, or admitted into the presence of God in heaven, ... but it is only a parabolical representation of that great truth, that God by his wise and holy providence doth govern all the actions of men and devils to his own ends;” [= Tetapi jangan berpikir bahwa hal-hal ini betul-betul terjadi, dan bahwa Setan bercampur dengan malaikat-malaikat kudus, atau diijinkan masuk ke hadapan Allah di surga, ... tetapi ini hanya merupakan penggambaran yang mengumpamakan kebenaran yang besar, bahwa Allah oleh providensiaNya yang bijaksana dan kudus memang menguasai / memerintah semua tindakan-tindakan dari manusia dan malaikat bagi tujuanNya sendiri;] - hal 922.

Saya tidak setuju dengan penafsiran ini. Kalau dalam Kej 3 setan bisa masuk ke taman Eden, apa alasannya dia tidak mungkin masuk ke surga, seperti yang terjadi di sini? Tentu ia tidak akan bisa masuk kalau Allah tidak mengijinkan. Tetapi kalau Allah mengijinkan dia masuk ke taman Eden, maka bukan merupakan hal yang mustahil kalau Allah juga mengijinkan setan masuk ke surga, dengan alasan / tujuan tertentu.

2. Kebanyakan penafsir menganggap bahwa ini merupakan kejadian hurufiah.

Barnes’ Notes: “He came as a spirit that was subject to the control of Jehovah;” [= Ia datang sebagai roh yang tunduk pada penguasaan Yehovah;] - hal 101.

Barnes’ Notes: “It is to be observed, that Satan, no less than the other celestial spirits, is subject to the government of God, and dependent on his commands ... Jehovah uses the ministry of this demon to execute punishment, or when from any other cause it seemed good to him to send evil upon men. But he, although incensed against the race of mortals, and desirous of injuring, is yet described as bound with a chain, and never dares to touch the pious unless God relaxes the reins.” [= Harus diperhatikan bahwa Setan, sama seperti roh-roh surgawi yang lain, tunduk pada pemerintahan Allah, dan tergantung pada perintah-perintahNya ... Yehovah menggunakan pelayanan setan untuk melaksanakan hukuman, atau pada waktu karena sebab yang lain Ia menganggap baik untuk mengirimkan bencana kepada manusia. Tetapi ia, sekalipun marah terhadap manusia, dan ingin menyakiti, tetap digambarkan terikat dengan rantai, dan tidak pernah berani menyentuh orang saleh kecuali Allah melonggarkan kekangnya.] - hal 101.

Pulpit Commentary: “if Satan can find his way into the assemblies of God’s sons in heaven, it need hardly surprise one to detect him amongst the congregations of God’s children on earth.” [= jika Setan bisa menemukan jalan ke dalam perkumpulan anak-anak Allah di surga, tidak usah kaget jika menemukan dia di antara jemaat anak-anak Allah di bumi.] - hal 11.

c) ‘anak-anak Allah’.

Istilah ini jelas menunjuk kepada para malaikat. Mengapa mereka disebut sebagai ‘anak-anak Allah’?

Kata ‘Bapa’ memang bisa diartikan sebagai ‘sumber’ / ‘pencipta’, seperti dalam:

1. Yes 9:5 - “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai.”.

2. Yoh 8:44 - “Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta.”.

Dalam Yes 9:5 Yesus dikatakan sebagai ‘Bapa yang kekal’ (seharusnya ‘Bapa dari kekekalan’). Ini berarti bahwa Yesus adalah sumber / pencipta dari kekekalan. Dan dalam Yoh 8:44, Iblis disebut sebagai ‘bapa segala dusta’, artinya ia adalah sumber / pencipta segala dusta.

Kalau kata ‘Bapa’ bisa diartikan sebagai sumber / pencipta, maka adalah sesuatu yang logis kalau kata ‘anak’ bisa diartikan sebaliknya, yaitu sebagai ‘ciptaan’. Dan mungkin arti inilah yang diambil pada waktu Adam, dan juga malaikat, disebut dengan istilah ‘anak Allah’ (Luk 3:38 Ayub 1:6). Saya katakan ‘mungkin’, karena masih ada kemungkinan lain, yaitu dengan mengartikan kata ‘anak’ sebagai ‘kemiripan’, seperti pada waktu ada orang-orang yang disebut sebagai ‘anak Iblis’ (1Yoh 3:10). Tetapi saya lebih setuju dengan penafsiran yang pertama.

Tetapi pada saat Yesus disebut sebagai ‘Anak Allah’, pasti kata ‘Anak’ ini digunakan dalam arti yang berbeda, karena:

a. Pada waktu Ia menggunakan istilah ‘Anak Allah’ untuk diriNya Ia dituduh menyamakan / menyetarakan diri dengan Allah, dan Ia tidak menyangkal tuduhan tersebut! Bdk. Yoh 5:18 Yoh 10:30-36.

b. Selain disebut ‘Anak Allah’, Ia juga disebut ‘Anak Tunggal Allah / Bapa’.

Kalau Yesus disebut ‘Anak’ dalam arti bahwa Ia dicipta oleh Allah, bagaimana mungkin Ia disebut ‘Anak yang Tunggal dari Allah / Bapa’?

c. Berbeda dengan Adam dan malaikat-malaikat, yang oleh bagian-bagian lain dari Kitab Suci dikatakan sebagai diciptakan oleh Bapa / Allah (Kej 1 Yoh 1:3); maka untuk Yesus, Kitab Suci tidak pernah mengatakan seperti itu. Sebaliknya Kitab Suci menggambarkan Dia sebagai Pencipta (Yoh 1:3,10 Ibr 1:10).

d) Ay 6: ‘Iblis’.

Kata Ibraninya adalah HASSATAN. Artinya ‘the adversary’ [= si musuh]. Dalam bahasa Yunani diterjemahkan: DIABOLOS. Dari sini diturunkan kata bahasa Inggris ‘devil’ [= setan]. Tetapi ada yang berkata bahwa kata ‘devil’ berasal dari kata-kata ‘the evil’ / ‘si jahat’ (Clarke hal 25).

Jamieson, Fausset & Brown: “‘Satan.’ ... In the book of Job first Satan is designated by name: Satan, in Hebrew Saataan, an adversary in a court of justice (1 Chr. 21:1; Ps. 109:6; Zech. 3:1). The accuser (Rev. 12:10).” [= ‘Iblis’. ... Dalam kitab Ayub Iblis untuk pertama kalinya ditunjuk dengan nama: Iblis, dalam bahasa Ibrani SAATAAN, seorang musuh dalam sidang pengadilan (1Taw 21:1; Maz 109:6; Zakh 3:1). Penuduh / pendakwa (Wah 12:10).].

e) Ay 6: ‘di antara’.

Francis I. Andersen (Tyndale): “In many places the preposition ‘among’ is used to refer to an intruder. It is because the Satan has no right to be there that he alone is asked his business.” [= Dalam banyak tempat kata depan ‘di antara’ digunakan untuk menunjuk kepada seorang penyusup. Karena Setan tidak mempunyai hak untuk berada di sana maka hanya ia saja yang ditanyai tentang kegiatannya.] - hal 82.

2) Ay 7: “Maka bertanyalah TUHAN kepada Iblis: ‘Dari mana engkau?’ Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: ‘Dari perjalanan mengelilingi dan menjelajah bumi.’”.

a) Pertanyaan Tuhan dalam ay 7a tidak menunjukkan bahwa Allah tidak tahu tentang aktivitas setan sehingga perlu bertanya kepada setan. Ini tidak terlalu berbeda dengan waktu Allah menanyai Adam dalam Kej 3:9b - “Dimanakah engkau?”. Tuhan menanyai setan, boleh dikatakan seperti meminta suatu pertanggung-jawaban.

Keil & Delitzsch: “It is implied in the question that his business is selfish, arbitrary, and has no connection with God.” [= Secara tidak langsung terlihat dari pertanyaan itu bahwa kegiatannya bersifat egois, sewenang-wenang / semaunya sendiri, dan tidak mempunyai hubungan dengan Allah.] - hal 54-55.

Awas, ini tidak berarti bahwa ia bisa bertindak di luar kontrol dari Allah.

b) Jawaban setan dalam ay 7b menunjukkan aktivitas setan.

Ay 7: “Maka bertanyalah TUHAN kepada Iblis: ‘Dari mana engkau?’ Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: ‘Dari perjalanan mengelilingi dan menjelajah bumi.’”.

Ini menunjukkan bahwa setan mempunyai aktivitas di bumi, bukan di neraka! Tujuan dari aktivitas ini bisa dilihat dalam 1Pet 5:8 - “Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya.”.

KJV: ‘walketh about’ [= berjalan-jalan].

RSV/NIV: ‘prowls around’ [= berkeliling].

Calvin:

1. “the Devils are always busy to procure our destruction, that they go about the earth, that they be never away from us, that they be ever seeking means to get into us, and that as soon as they find never so small a breach, they enter into us to throw us into endless destruction,” [= setan selalu sibuk untuk menyebabkan kehancuran kita, sehingga mereka menjelajah bumi, tidak pernah jauh dari kita, selalu mencari jalan untuk memasuki kita, dan begitu mereka menemukan celah yang kecil, mereka masuk ke dalam kita untuk melemparkan kita pada kehancuran kekal,] - ‘Sermons on Job’, hal 17.

2. “Wherefore, when we feel any wicked desire in ourselves, so as we be carried, some to one lewd lust, and some to another: we must mark that it is the enemy that worketh so craftily. And thus we find by experience, that the Devils are ever practicing against us: specially against those to whom God hath given wisdom and knowledge.” [= Karena itu, pada waktu kita merasakan keinginan jahat apapun dalam diri kita, sehingga kita dibawa pada nafsu yang kotor / cabul atau yang lain: kita harus memperhatikan bahwa itu adalah musuh yang bekerja dengan begitu ahli. Dan dengan demikian kita mendapatkan melalui pengalaman, bahwa Setan selalu bekerja menentang kita: khususnya menentang mereka kepada siapa Allah telah memberikan hikmat dan pengertian.] - ‘Sermons on Job’, hal 17.

3. “under his person we are advertised, that we shall never serve God without great difficulties and many hindrances which the Devil stirreth up: so as if we will keep the right way, it behoveth us to leap over the trenches, to step over the stones, and to march among the thorns. ... God giveth us warning, that we cannot live holily without great battles and great hardness.” [= dalam dirinya ditunjukkan kepada kita bahwa kita tidak akan pernah melayani Allah tanpa kesukaran-kesukaran yang besar dan banyak halangan yang ditimbulkan oleh Setan: sehingga jika kita mau menempuh jalan yang benar, kita harus meloncati parit-parit, melangkahi batu-batu, dan berjalan melalui duri-duri. … Allah memberi kita peringatan, bahwa kita tidak bisa hidup dengan kudus tanpa pertempuran-pertempuran yang besar dan kesukaran yang besar.] - ‘Sermons on Job’, hal 18.

Matthew Henry mengatakan bahwa dalam kata-kata Iblis ini ia membanggakan diri karena semua orang tunduk kepadanya. Karena itu maka Allah menjawab dengan menunjukkan adanya orang yang saleh seperti Ayub (ay 8).

c) Kalau setan begitu sibuk, rajin dan tekun untuk menyerang, maka kita juga harus sibuk, rajin dan tekun untuk bekerja bagi Tuhan, dan menolong orang-orang yang diserang oleh setan.

Pulpit Commentary: “If he thus wanders, so should the Christian missionaries. Wherever the bite of the serpent is found, there should the healing balm be sent.” [= Jika ia mengembara seperti itu, maka para misionaris Kristen juga harus begitu. Dimanapun gigitan sang ular ditemukan, di sana harus dikirimkan balsem penyembuh.] - hal 30.

3) Ay 8-12: “(8) Lalu bertanyalah TUHAN kepada Iblis: ‘Apakah engkau memperhatikan hambaKu Ayub? Sebab tiada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.’ (9) Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: ‘Apakah dengan tidak mendapat apa-apa Ayub takut akan Allah? (10) Bukankah Engkau yang membuat pagar sekeliling dia dan rumahnya serta segala yang dimilikinya? Apa yang dikerjakannya telah Kauberkati dan apa yang dimilikinya makin bertambah di negeri itu. (11) Tetapi ulurkanlah tanganMu dan jamahlah segala yang dipunyainya, ia pasti mengutuki Engkau di hadapanMu.’ (12) Maka firman TUHAN kepada Iblis: ‘Nah, segala yang dipunyainya ada dalam kuasamu; hanya janganlah engkau mengulurkan tanganmu terhadap dirinya.’ Kemudian pergilah Iblis dari hadapan TUHAN.”.

a) Allah yang memulai pembicaraan dengan setan tentang Ayub (ay 8); dengan kata lain, semua ini terjadi karena inisiatif dari Allah! Karena itu, semua ini bisa terjadi, karena penentuan dan pengaturan Allah!

Calvin: “while we live here below, we be not governed by fortune, but God hath an eye upon us, and full authority over us, as good reason is he should have, seeing that we be his creatures. For anon after we shall see, how it pleased God to afflict Job, wherein the chief thing that is principally touched, is that God hath the direction of the world, and that there is not any thing done, which is not disposed by him.” [= pada waktu kita hidup di sini di bawah, kita tidak diatur oleh nasib, tetapi Allah memperhatikan kita, dan mempunyai otoritas penuh atas kita, dan Ia mempunyai alasan yang kuat, mengingat bahwa kita adalah makhluk ciptaanNya. Karena segera akan kita lihat, bagaimana Allah berkenan / menghendaki untuk membuat Ayub menderita, dalam mana hal utama yang paling ditekankan adalah bahwa Allah mengarahkan dunia ini, dan bahwa tidak ada apapun yang terjadi yang tidak ditentukan / diatur olehNya.] - ‘Sermons on Job’, hal 14.

b) Pujian Allah terhadap Ayub membangkitkan ketidak-senangan dalam diri Iblis, dan juga sekaligus fitnahannya.

Ay 8-9: “(8) Lalu bertanyalah TUHAN kepada Iblis: ‘Apakah engkau memperhatikan hambaKu Ayub? Sebab tiada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.’ (9) Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: ‘Apakah dengan tidak mendapat apa-apa Ayub takut akan Allah?”.

Matthew Henry: “How impatient the devil was of hearing Job praised, though it was God himself that praised him. Those are like the devil who cannot endure that any body should be praised but themselves,” [= Betapa tidak sabarnya Iblis mendengar Ayub dipuji, sekalipun Allah sendiri yang memujinya. Mereka yang tidak dapat tahan mendengar orang lain, selain diri mereka sendiri, dipuji, adalah seperti Iblis,].

Matthew Henry: “See how slyly he censured him as a hypocrite, not asserting that he was so, but only asking, ‘Is he not so?’ This is the common way of slanderers, whisperers, backbiters, to suggest that by way of query which yet they have no reason to think is true. Note, It is not strange if those that are approved and accepted of God be unjustly censured by the devil and his instruments;” [= Lihatlah betapa dengan licik ia mencelanya sebagai seorang munafik, tidak menegaskan bahwa ia adalah demikian, tetapi hanya bertanya, ‘Apakah ia tidak demikian?’. Ini merupakan cara yang umum dari pemfitnah-pemfitnah dan penggosip-penggosip, untuk mengusulkan hal itu dengan cara menanyakan, padahal mereka tidak mempunyai alasan untuk menganggapnya sebagai benar. Perhatikan, Bukanlah sesuatu yang aneh bahwa mereka yang direstui dan diterima oleh Allah dicela secara tidak benar / tidak adil oleh Iblis dan alat-alatnya;].

Bandingkan dengan orang yang tanya / hasut melalui WA: ‘Kamu tidak diajak ke Malaysia?’, atau ‘Kamu tidak diajak makan durian?’. Orang ini pasti dapat ilham dari setan!

c) Apa yang dikatakan oleh Iblis dalam ay 9-11 ini pada umumnya benar.

Ay 9-11: “(9) Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: ‘Apakah dengan tidak mendapat apa-apa Ayub takut akan Allah? (10) Bukankah Engkau yang membuat pagar sekeliling dia dan rumahnya serta segala yang dimilikinya? Apa yang dikerjakannya telah Kauberkati dan apa yang dimilikinya makin bertambah di negeri itu. (11) Tetapi ulurkanlah tanganMu dan jamahlah segala yang dipunyainya, ia pasti mengutuki Engkau di hadapanMu.’”.

Kebanyakan orang takut atau cinta kepada Allah, pada saat segala sesuatu berjalan lancar. Tetapi pada waktu datang segala macam penderitaan, mereka lalu mengomel, marah kepada Allah, dan bahkan meninggalkan Allah.

Barnes’ Notes: “the question here proposed may, it is to be feared, be asked with great propriety of many professors of religion who are rich; it should be asked by every professed friend of the Most High, whether his religion is not selfish and mercenary.” [= dikuatirkan bahwa pertanyaan yang dikemukakan di sini bisa dipertanyakan dengan tepat / cocok tentang banyak pengaku-pengaku agama yang kaya; itu harus dipertanyakan oleh setiap orang yang mengaku sebagai sahabat dari Yang Maha Tinggi, apakah agamanya tidak bersifat egois dan mata duitan / berdasarkan uang.] - hal 103.

Jamieson, Fausset & Brown: “Satan’s words are too true of many. Take away their prosperity and you take away their religion (Mal. 3:14).” [= Kata-kata Iblis terlalu benar tentang banyak orang. Ambillah / hilangkanlah kemakmuran / kekayaan mereka dan engkau mengambil / menghilangkan agama mereka (Mal 3:14).].

Mal 3:14-15 - “(14) Kamu berkata: ‘Adalah sia-sia beribadah kepada Allah. Apakah untungnya kita memelihara apa yang harus dilakukan terhadapNya dan berjalan dengan pakaian berkabung di hadapan TUHAN semesta alam? (15) Oleh sebab itu kita ini menyebut berbahagia orang-orang yang gegabah: bukan saja mujur orang-orang yang berbuat fasik itu, tetapi dengan mencobai Allahpun, mereka luput juga.’”.

Calvin berkata bahwa ada banyak orang yang tidak mengetahui adanya sifat memberontak dan jahat dalam dirinya, dan mengira bahwa dirinya adalah orang yang saleh. Supaya mereka mengerti bagaimana diri mereka sebenarnya, maka Allah membiarkan mereka dicobai / diserang oleh Setan. Pada waktu itu mereka lalu marah kepada Tuhan dsb, dan barulah mereka sadar siapa diri mereka sebenarnya.

d) Perbandingan godaan di sini dan di taman Eden.

Ay 9-11: “(9) Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: ‘Apakah dengan tidak mendapat apa-apa Ayub takut akan Allah? (10) Bukankah Engkau yang membuat pagar sekeliling dia dan rumahnya serta segala yang dimilikinya? Apa yang dikerjakannya telah Kauberkati dan apa yang dimilikinya makin bertambah di negeri itu. (11) Tetapi ulurkanlah tanganMu dan jamahlah segala yang dipunyainya, ia pasti mengutuki Engkau di hadapanMu.’”.

Kej 3:1-5 - “(1) Adapun ular ialah yang paling cerdik dari segala binatang di darat yang dijadikan oleh TUHAN Allah. Ular itu berkata kepada perempuan itu: ‘Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?’ (2) Lalu sahut perempuan itu kepada ular itu: ‘Buah pohon-pohonan dalam taman ini boleh kami makan, (3) tetapi tentang buah pohon yang ada di tengah-tengah taman, Allah berfirman: Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati.’ (4) Tetapi ular itu berkata kepada perempuan itu: ‘Sekali-kali kamu tidak akan mati, (5) tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.’”.

Wycliffe Bible Commentary: “In the temptation in Eden, Satan disparaged God to man; here he disparages man to God. But he used the same subtle technique in both instances. He began with an insinuating question, then moved boldly on to outspoken contradiction of the divine word.” [= Dalam pencobaan di Eden, Iblis merendahkan Allah kepada manusia; di sini ia merendahkan manusia kepada Allah. Tetapi ia menggunakan tehnik licik yang sama dalam kedua peristiwa. Ia mulai dengan suatu pertanyaan yang menyindir / menuduh secara tak langsung, lalu bergerak dengan berani pada suatu pertentangan terang-terangan dengan firman Allah.].

e) Perbandingan serangan / fitnahan Iblis di sini dengan serangan / fitnahan teman-teman Ayub.

Matthew Henry: “Job’s friends charged him with hypocrisy because he was greatly afflicted, Satan because he greatly prospered. It is no hard matter for those to calumniate that seek an occasion.” [= Teman-teman Ayub menuduhnya dengan kemunafikan karena ia sangat menderita, Iblis menuduhnya karena ia sangat makmur. Bukan suatu hal yang sukar bagi mereka yang memfitnah untuk mencari suatu kesempatan / kejadian.].

Contoh: kalau pendeta gemuk dikatakan tidak bisa menguasai diri, tetapi kalau kurus dikatakan tidak ada berkat. Kalau pendeta makan di warung dikatakan memalukan, kalau makan di restoran dikatakan berfoya-foya.

f) Kata-kata setan dalam ay 10 adalah benar.

Ay 10: “Bukankah Engkau yang membuat pagar sekeliling dia dan rumahnya serta segala yang dimilikinya? Apa yang dikerjakannya telah Kauberkati dan apa yang dimilikinya makin bertambah di negeri itu.”.

1. Kalau kita bisa tidak mengalami bencana, itu disebabkan oleh karena Allah memagari kita dan milik kita.

Calvin: “without him we should perish a hundred thousand times a day,” [= tanpa Dia kita akan binasa 100.000 x sehari,] - ‘Sermons on Job’, hal 20.

Penerapan: pernahkah saudara bersyukur kepada Tuhan karena tidak mengalami bencana (bencana alam, kerusuhan, penyakit, kecelakaan, usaha bangkrut, dipecat dari pekerjaan, kematian orang yang dicintai, dsb)?

2. Kalau kita berhasil dalam apapun, itu karena Tuhan memberkati usaha kita.

Matthew Henry: “Without that blessing, be the hands ever so strong, ever so skilful, the work will not prosper; but, with that, his substance has wonderfully increased in the land. The blessing of the Lord makes rich: Satan himself owns it.” [= Tanpa berkat itu, sekalipun tangan begitu kuat, dan begitu terampil, pekerjaan / usaha tidak akan berhasil; tetapi dengan berkat itu, kekayaannya bertambah secara luar biasa di negeri itu. Berkat Tuhan membuat kaya: Iblis sendiri mengakuinya.].

Bandingkan dengan:

a. Maz 127:1 - “[Nyanyian ziarah Salomo.] Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya; jikalau bukan TUHAN yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga.”.

b. Amsal 10:22 - “Berkat Tuhanlah yang menjadikan kaya, susah payah tidak akan menambahinya.”.

c. Amsal 22:2 - “Orang kaya dan orang miskin bertemu; yang membuat mereka semua ialah TUHAN.”.

g) Ay 12: “Maka firman TUHAN kepada Iblis: ‘Nah, segala yang dipunyainya ada dalam kuasamu; hanya janganlah engkau mengulurkan tanganmu terhadap dirinya.’ Kemudian pergilah Iblis dari hadapan TUHAN.”.

Barnes’ Notes: “it is manifest that hitherto Satan had no power to injure even his property. He complained that God had made a hedge around all that Job possessed. Now it was all intrusted to him in order that he might make full trial of the faith of Job.” [= adalah nyata bahwa sampai saat ini Setan tidak mempunyai kuasa untuk menyerang bahkan harta milik Ayub. Ia mengeluh bahwa Allah telah membuat pagar di sekeliling semua milik Ayub. Sekarang itu semua diserahkan kepadanya supaya ia bisa melakukan pencobaan penuh terhadap iman Ayub.] - hal 104.

Jamieson, Fausset & Brown: “Satan has no power against man until God gives it. God would not touch Job with, His own hand, though Satan asks this (Job 1:11, ‘put forth thine hand’), but allows the enemy to do so.” [= Iblis tidak mempunyai kuasa terhadap manusia sampai Allah memberikannya. Allah tidak mau menyentuh Ayub dengan tanganNya sendiri, sekalipun Iblis memintanya (Ayub 1:11, ‘ulurkanlah tanganMu’), tetapi mengijinkan sang musuh untuk melakukannya.].

Wycliffe Bible Commentary: “the fact that Satan cannot tempt Job without permission, advertises his absolute subordination, along with all other creatures visible and invisible, to the God whom Job feared.” [= fakta bahwa Iblis tidak bisa mencobai Ayub tanpa ijin, memperlihatkan ketundukannya yang mutlak, bersama-sama dengan semua makhluk yang lain, yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan, kepada Allah yang ditakuti oleh Ayub.].

Calvin: “God ... knowing what the issue of Job’s afflictions should be, had determined in his own purpose to scourge him, and so you may see he did it not at Satan’s instigation.” [= Allah … dengan mengetahui apa / bagaimana hasil dari penderitaan Ayub, telah menentukan dalam rencanaNya untuk menyesahnya, dan dengan demikian engkau bisa melihatnya bahwa Ia tidak melakukannya karena hasutan Setan.] - ‘Sermons on Job’, hal 21.

Kata-kata Calvin di sini harus diperhatikan khususnya dalam penafsiran Ayub 2:3 - “Firman TUHAN kepada Iblis: ‘Apakah engkau memperhatikan hambaKu Ayub? Sebab tiada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. Ia tetap tekun dalam kesalehannya, meskipun engkau telah membujuk Aku melawan dia untuk mencelakakannya tanpa alasan.’”.

Jadi, ayat ini tidak boleh diartikan bahwa setan berhasil menghasut / membujuk Tuhan sehingga mengijinkan dia untuk mencelakakan Ayub. Ingat bahwa segala sesuatu terjadi karena penentuan, pengaturan dan inisiatif dari Tuhan.

-o0o-

AYUB (3)

Ayub 1:13-22

Ayub 1:13-22 - “(13) Pada suatu hari, ketika anak-anaknya yang lelaki dan yang perempuan makan-makan dan minum anggur di rumah saudara mereka yang sulung, (14) datanglah seorang pesuruh kepada Ayub dan berkata: ‘Sedang lembu sapi membajak dan keledai-keledai betina makan rumput di sebelahnya, (15) datanglah orang-orang Syeba menyerang dan merampasnya serta memukul penjaganya dengan mata pedang. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan.’ (16) Sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata: ‘Api telah menyambar dari langit dan membakar serta memakan habis kambing domba dan penjaga-penjaga. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan.’ (17) Sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata: ‘Orang-orang Kasdim membentuk tiga pasukan, lalu menyerbu unta-unta dan merampasnya serta memukul penjaganya dengan mata pedang. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan.’ (18) Sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata: ‘Anak-anak tuan yang lelaki dan yang perempuan sedang makan-makan dan minum anggur di rumah saudara mereka yang sulung, (19) maka tiba-tiba angin ribut bertiup dari seberang padang gurun; rumah itu dilandanya pada empat penjurunya dan roboh menimpa orang-orang muda itu, sehingga mereka mati. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan.’ (20) Maka berdirilah Ayub, lalu mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian sujudlah ia dan menyembah, (21) katanya: ‘Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!’ (22) Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut.”.

Ay 13-19: “(13) Pada suatu hari, ketika anak-anaknya yang lelaki dan yang perempuan makan-makan dan minum anggur di rumah saudara mereka yang sulung, (14) datanglah seorang pesuruh kepada Ayub dan berkata: ‘Sedang lembu sapi membajak dan keledai-keledai betina makan rumput di sebelahnya, (15) datanglah orang-orang Syeba menyerang dan merampasnya serta memukul penjaganya dengan mata pedang. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan.’ (16) Sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata: ‘Api telah menyambar dari langit dan membakar serta memakan habis kambing domba dan penjaga-penjaga. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan.’ (17) Sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata: ‘Orang-orang Kasdim membentuk tiga pasukan, lalu menyerbu unta-unta dan merampasnya serta memukul penjaganya dengan mata pedang. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan.’ (18) Sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata: ‘Anak-anak tuan yang lelaki dan yang perempuan sedang makan-makan dan minum anggur di rumah saudara mereka yang sulung, (19) maka tiba-tiba angin ribut bertiup dari seberang padang gurun; rumah itu dilandanya pada empat penjurunya dan roboh menimpa orang-orang muda itu, sehingga mereka mati. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan.’”.

Bencana-bencana yang menimpa Ayub.

1) Ia kehilangan seluruh ternaknya, dan juga semua (10 orang) anak-anaknya.

2) Bencana-bencana itu datang secara susul-menyusul dengan cepat.

Perhatikan kata-kata ‘sementara orang itu berbicara’ yang muncul 3 x dalam ay 16,17,18.

Barnes’ Notes: “All this indicates the rapidity of the movement of Satan, and his desire to overwhelm Job with the suddenness and greatness of his calamities. The object seems to have been to give him no time to recover from the shock of one form of trial before another came upon him. If an interval had been given him he might have rallied his strength to bear his trials; but afflictions are much more difficult to be borne when they come in rapid succession. - It is not a very uncommon occurrence, however, that the righteous are tried by the rapidity and accumulation as well as the severity of their afflictions. It has passed into a proverb that ‘afflictions do not come alone.’” [= Semua ini menunjukkan cepatnya gerakan dari Setan, dan keinginannya untuk membanjiri Ayub dengan mendadaknya dan besarnya bencana-bencananya. Kelihatannya tujuannya adalah untuk tidak memberinya waktu untuk pulih dari goncangan dari satu pencobaan sebelum pencobaan yang lain datang kepadanya. Jika kepadanya diberikan selang waktu maka ia mungkin bisa mengerahkan kekuatannya untuk menanggung pencobaannya; tetapi penderitaan / kesusahan akan jauh lebih sukar untuk ditanggung pada saat mereka datang secara berturut-turut dan cepat. - Bukan merupakan hal yang jarang terjadi bahwa orang benar dicobai oleh kecepatan dan akumulasi maupun oleh beratnya penderitaan / kesusahan mereka. Itu telah berubah menjadi suatu pepatah bahwa ‘penderitaan-penderitaan tidak datang sendirian’.] - hal 106.

Illustrasi: dalam pertandingan tinju, serangan dengan pukulan beruntun yang dilakukan dengan terus menerus dan cepat, merupakan serangan yang sukar sekali untuk dibendung.

3) Bandingkan serangan setan atau bencana-bencana yang menimpa Ayub ini dengan ayat-ayat seperti Maz 34:8 dan Maz 91:7-11.

Maz 34:8 - “Malaikat TUHAN berkemah di sekeliling orang-orang yang takut akan Dia, lalu meluputkan mereka.”.

Maz 91:7-11 - “(7) Walau seribu orang rebah di sisimu, dan sepuluh ribu di sebelah kananmu, tetapi itu tidak akan menimpamu. (8) Engkau hanya menontonnya dengan matamu sendiri dan melihat pembalasan terhadap orang-orang fasik. (9) Sebab TUHAN ialah tempat perlindunganmu, Yang Mahatinggi telah kaubuat tempat perteduhanmu, (10) malapetaka tidak akan menimpa kamu, dan tulah tidak akan mendekat kepada kemahmu; (11) sebab malaikat-malaikatNya akan diperintahkanNya kepadamu untuk menjaga engkau di segala jalanmu.”.

Kalau kita membaca ayat-ayat di atas ini, maka kita perlu membandingkan ayat-ayat tersebut dengan Ayub 1:9-19 ini (dan juga Ayub 2:6-9), yang menunjukkan bahwa ada keadaan dimana Allah mengijinkan bencana yang begitu banyak dan hebat menimpa orang percaya yang begitu setia seperti Ayub, dan bahkan lalu seakan-akan tidak mempedulikannya.

Pada saat yang sama kita juga harus memperhatikan batasan yang Allah berikan dalam Ayub 1:12 dan Ayub 2:6, dan juga tujuan baik Allah dalam mengijinkan semua itu.

Tetapi ingat bahwa dalam kehidupan sehari-hari yang terlihat oleh mata kita hanyalah penderitaan dan bencana yang menimpa kita, dan bahkan sikap Allah yang kelihatannya acuh tak acuh, sedangkan batasan Allah maupun tujuan baik Allah itu tidak terlihat oleh mata kita (kecuali kita melihat dengan mata iman).

Ay 20-22: “(20) Maka berdirilah Ayub, lalu mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian sujudlah ia dan menyembah, (21) katanya: ‘Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!’ (22) Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut.”.

1) Pengoyakan jubah dan pencukuran rambut (ay 20a).

Ini merupakan perwujudan dari kesedihan / perkabungan, dan kesedihan / perkabungan ini bukan hal yang salah, bahkan pada jaman sekarang. Ayat yang menyuruh untuk bersukacita senantiasa, seperti Fil 4:4, tidak harus dilakukan secara mutlak (ini terbukti dari adanya ayat yang menunjukkan bahwa Yesus sedih atau bahkan menangis, Mat 26:37-38 Yoh 11:35).

2) Ayub menyembah Tuhan (ay 20b).

3) Ayub mengucapkan ay 21: “katanya: ‘Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!’”.

a) Apakah pada saat orang mati ia kembali ke kandungan ibunya?

Jelas tidak. Tetapi mengapa ayat ini mengatakan demikian? Ada 2 kemungkinan jawaban:

1. Arti hurufiahnya tidak perlu ditekankan.

Francis I. Andersen (Tyndale): “The literal meaning of ‘I shall return there’ need not be pressed.” [= Arti hurufiah dari ‘Aku akan kembali ke dalamnya’ tidak perlu ditekankan.] - hal 88.

Artinya sekedar adalah ‘mati’. Jadi, ini mungkin sama seperti ungkapan yang sangat sering muncul, khususnya dalam Perjanjian Lama, dimana dikatakan bahwa seseorang ‘dikumpulkan kepada kaum leluhurnya’.

Kej 25:7-8 - “(7) Abraham mencapai umur seratus tujuh puluh lima tahun, (8) lalu ia meninggal. Ia mati pada waktu telah putih rambutnya, tua dan suntuk umur, maka ia dikumpulkan kepada kaum leluhurnya.”.

Kej 25:17 - “Umur Ismael ialah seratus tiga puluh tujuh tahun. Sesudah itu ia meninggal. Ia mati dan dikumpulkan kepada kaum leluhurnya.”.

Kej 35:29 - “Lalu meninggallah Ishak, ia mati dan dikumpulkan kepada kaum leluhurnya; ia tua dan suntuk umur, maka Esau dan Yakub, anak-anaknya itu, menguburkan dia.”.

Kej 49:33 - “Setelah Yakub selesai berpesan kepada anak-anaknya, ditariknyalah kakinya ke atas tempat berbaring dan meninggallah ia, maka ia dikumpulkan kepada kaum leluhurnya.”.

Perhatikan bahwa ungkapan ini digunakan baik untuk orang-orang yang percaya (Abraham, Ishak dan Yakub) maupun yang tidak percaya (Ismael). Jadi, tentu tidak mungkin ungkapan ini diartikan secara hurufiah, kecuali kita mau percaya pada adanya tempat penantian umum (bagi orang percaya maupun tidak percaya), yang jelas bukan merupakan ajaran Reformed / Alkitab. Ajaran Reformed mempercayai bahwa orang mati langsung pergi ke surga atau neraka.

2. Kata ‘kandungan’ diartikan sebagai ‘kandungan bumi’.

Pulpit Commentary: “The expression must not be pressed. It arises out of the analogy, constantly felt and acknowledged, between ‘mother’ earth and a man’s actual mother (comp. Ps. 129:15).” [= Ungkapan ini tidak boleh ditekankan. Itu muncul dari analogi, yang dirasakan dan diakui secara terus menerus, antara ‘ibu’ bumi dan ibu yang sesungguhnya dari seseorang (bdk. Maz 129:15).] - hal 7.

Catatan:

a. ‘Mother earth’ artinya “the earth considered as the source of all its living beings and inanimate things.” [= bumi dianggap / dipertimbangkan sebagai sumber dari semua makhluk-makhluk hidupnya dan benda-benda matinya].

b. Rasanya yang dimaksud bukan Maz 129:15 tetapi Maz 139:15 - “Tulang-tulangku tidak terlindung bagiMu, ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi, dan aku direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah;”.

Calvin: “Whereas he nameth his mother’s womb, he meaneth another thing that is to wit, the womb of the earth, who is the mother of all things.” [= Sekalipun ia menyebutkan kandungan ibunya, tetapi sebetulnya ia memaksudkan hal yang lain yaitu kandungan bumi, yang merupakan ibu dari segala sesuatu.] - ‘Sermons on Job’, hal 30.

Saya lebih condong pada penafsiran yang pertama.

b) Ay 21a ini sesuai dengan 1Tim 6:7.

Ay 21a: “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya.”.

1Tim 6:7 - “Sebab kita tidak membawa sesuatu apapun ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar.”.

Barnes’ Notes: “He had nothing when he came into the world, and all that he had obtained had been by the good providence of God. As he gave it, he had the right to remove it. ‎Such was the feeling of Job, and such is the true language of submission everywhere. He who has a proper view of what he possesses will feel that it is all to be traced to God, and that he has a right to remove it when he pleases.” [= Ia tidak mempunyai apa-apa pada waktu ia datang ke dalam dunia ini, dan semua yang telah ia dapatkan adalah karena providensia yang baik dari Allah. Karena Ia yang memberinya, Ia mempunyai hak untuk menyingkirkannya. Ia yang mempunyai pandangan yang benar tentang apa yang ia miliki akan merasa bahwa itu semua harus dilacak sampai kepada Allah, dan bahwa Ia mempunyai hak untuk menyingkirkannya pada waktu Ia menghendakinya.] - hal 111.

Adam Clarke: “I had no earthly possessions when I came into the world; I cannot have less going out of it. What I have the Lord gave: as it was his free gift, he has a right to resume it when he pleases; and I owe him gratitude for the time he has permitted me to enjoy this gift.” [= Aku tidak mempunyai milik duniawi pada saat aku datang ke dalam dunia ini; aku tidak bisa mempunyai lebih sedikit pada waktu meninggalkannya. Apa yang aku miliki Tuhan yang memberikannya: karena hal itu merupakan pemberian cuma-cuma dariNya, maka Ia mempunyai hak untuk mengambilnya kembali pada waktu Ia menghendakinya; dan aku harus berterima kasih kepadaNya untuk waktu yang Ia ijinkan bagiku untuk menikmati pemberian ini.] - hal 27.

Saya berpendapat ini berlaku bukan hanya untuk harta, tetapi juga untuk orang-orang yang kita cintai, atau apapun juga yang lain.

c) Kata-kata ‘TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil’ menunjukkan bahwa:

1. Ayub menganggap semua berkat merupakan pemberian Allah.

Bandingkan juga dengan:

a. Maz 127:1-3 - “(1) [Nyanyian ziarah Salomo.] Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya; jikalau bukan TUHAN yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga. (2) Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah - sebab Ia memberikannya kepada yang dicintaiNya pada waktu tidur. (3) Sesungguhnya, anak-anak lelaki adalah milik pusaka dari pada TUHAN, dan buah kandungan adalah suatu upah.”.

b. Maz 65:10-11 - “(10) Engkau mengindahkan tanah itu, mengaruniainya kelimpahan, dan membuatnya sangat kaya. Batang air Allah penuh air; Engkau menyediakan gandum bagi mereka. Ya, demikianlah Engkau menyediakannya: (11) Engkau mengairi alur bajaknya, Engkau membasahi gumpalan-gumpalan tanahnya, dengan dirus hujan Engkau menggemburkannya; Engkau memberkati tumbuh-tumbuhannya.”.

c. Maz 104:10-12,21-23,27-28 - “(10) Engkau yang melepas mata-mata air ke dalam lembah-lembah, mengalir di antara gunung-gunung, (11) memberi minum segala binatang di padang, memuaskan haus keledai-keledai hutan; (12) di dekatnya diam burung-burung di udara, bersiul dari antara daun-daunan. ... (21) Singa-singa muda mengaum-aum akan mangsa, dan menuntut makanannya dari Allah. (22) Apabila matahari terbit, berkumpullah semuanya dan berbaring di tempat perteduhannya; (23) manusiapun keluarlah ke pekerjaannya, dan ke usahanya sampai petang. ... (27) Semuanya menantikan Engkau, supaya diberikan makanan pada waktunya. (28) Apabila Engkau memberikannya, mereka memungutnya; apabila Engkau membuka tanganMu, mereka kenyang oleh kebaikan.”.

Penerapan: pada saat Tuhan memberi banyak berkat, khususnya secara duniawi, jangan menjadi lupa daratan, lupa Tuhan, menjadi sombong, dan sebagainya. Sebaliknya sadarilah bahwa semua itu merupakan berkat dari Tuhan, dan bersyukurlah kepadaNya, dan berusahalah untuk makin mengasihi Dia, dan juga untuk menggunakan berkat-berkat itu untuk kemuliaanNya.

2. Ayub menelusuri semua bencana itu sampai kepada Allah.

Bandingkan juga dengan:

a. Kej 45:5,7-9 - “(5) Tetapi sekarang, janganlah bersusah hati dan janganlah menyesali diri, karena kamu menjual aku ke sini, sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu. ... (7) Maka Allah telah menyuruh aku mendahului kamu untuk menjamin kelanjutan keturunanmu di bumi ini dan untuk memelihara hidupmu, sehingga sebagian besar dari padamu tertolong. (8) Jadi bukanlah kamu yang menyuruh aku ke sini, tetapi Allah; Dialah yang telah menempatkan aku sebagai bapa bagi Firaun dan tuan atas seluruh istananya dan sebagai kuasa atas seluruh tanah Mesir. (9) Segeralah kamu kembali kepada bapa dan katakanlah kepadanya: Beginilah kata Yusuf, anakmu: Allah telah menempatkan aku sebagai tuan atas seluruh Mesir; datanglah mendapatkan aku, janganlah tunggu-tunggu.”.

b. Kej 50:20 - “Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar.”.

c. 2Sam 16:5-11 - “(5) Ketika raja Daud telah sampai ke Bahurim, keluarlah dari sana seorang dari kaum keluarga Saul; ia bernama Simei bin Gera. Sambil mendekati raja, ia terus-menerus mengutuk. (6) Daud dan semua pegawai raja Daud dilemparinya dengan batu, walaupun segenap tentara dan semua pahlawan berjalan di kiri kanannya. (7) Beginilah perkataan Simei pada waktu ia mengutuk: ‘Enyahlah, enyahlah, engkau penumpah darah, orang dursila! (8) TUHAN telah membalas kepadamu segala darah keluarga Saul, yang engkau gantikan menjadi raja, TUHAN telah menyerahkan kedudukan raja kepada anakmu Absalom. Sesungguhnya, engkau sekarang dirundung malang, karena engkau seorang penumpah darah.’ (9) Lalu berkatalah Abisai, anak Zeruya, kepada raja: ‘Mengapa anjing mati ini mengutuki tuanku raja? Izinkanlah aku menyeberang dan memenggal kepalanya.’ (10) Tetapi kata raja: ‘Apakah urusanku dengan kamu, hai anak-anak Zeruya? Biarlah ia mengutuk! Sebab apabila TUHAN berfirman kepadanya: Kutukilah Daud, siapakah yang akan bertanya: mengapa engkau berbuat demikian?’ (11) Pula kata Daud kepada Abisai dan kepada semua pegawainya: ‘Sedangkan anak kandungku ingin mencabut nyawaku, terlebih lagi sekarang orang Benyamin ini! Biarkanlah dia dan biarlah ia mengutuk, sebab TUHAN yang telah berfirman kepadanya demikian.”.

d. Yoh 3:25-27 - “(25) Maka timbullah perselisihan di antara murid-murid Yohanes dengan seorang Yahudi tentang penyucian. (26) Lalu mereka datang kepada Yohanes dan berkata kepadanya: ‘Rabi, orang yang bersama dengan engkau di seberang sungai Yordan dan yang tentang Dia engkau telah memberi kesaksian, Dia membaptis juga dan semua orang pergi kepadaNya.’ (27) Jawab Yohanes: ‘Tidak ada seorangpun yang dapat mengambil sesuatu bagi dirinya, kalau tidak dikaruniakan kepadanya dari sorga.”.

e. Yoh 18:11 - “Kata Yesus kepada Petrus: ‘Sarungkan pedangmu itu; bukankah Aku harus minum cawan yang diberikan Bapa kepadaKu?’”.

Ini menyebabkan Ayub tidak marah kepada:

a. Angin ribut yang membunuh anak-anaknya, ataupun petir yang memusnahkan kambing dombanya.

b. Orang-orang Syeba yang merampok kumpulan lembu, sapi dan keledainya ataupun orang-orang Kasdim yang merampok kumpulan untanya.

Catatan: ini tidak berarti bahwa kalau ada orang merampok / merugikan kita, kita tidak boleh melaporkannya ke polisi atau menyeretnya ke pengadilan. Semua ini boleh dilakukan demi keadilan, dan supaya hal itu tidak terjadi lagi.

c. Para penjaga ternaknya (dengan anggapan bahwa mereka ceroboh dalam menjaga ternaknya).

d. Setan.

Barnes’ Notes: “the loss of his property was to be traced to God, and that he had a right to do as he had done.” [= kehilangan milik harus dilacak jejaknya sampai kepada Allah, dan bahwa Ia mempunyai hak untuk melakukan apa yang telah Ia lakukan.] - hal 111.

Barnes’ Notes: “It is not by accident; it is not the result of hap-hazard; it is not to be traced to storms and winds and the bad passions of men. It is the result of intelligent design, and whoever has been the agent or instrument in it, it is to be referred to the overruling providence of God.” [= Itu bukan kebetulan; itu bukan merupakan akibat dari kesembronoan; itu tidak boleh diikuti jejaknya kepada badai dan angin dan nafsu jahat manusia. Itu merupakan hasil dari rencana yang cerdas, dan siapapun yang merupakan agen atau alat di dalamnya, itu harus menunjuk pada providensia Allah yang berkuasa.] - hal 111.

Barnes’ Notes: “When we are afflicted, we should not vent our wrath on winds and waves; on the fraud and perfidy of our fellow-men; on embarrassments and changes in the commercial world; on the pestilence and the storm. Any or all of these may be employed as instruments in taking away our property or our friends, but we should trace the calamity ultimately to God. Storms and winds and waves, malignant spirits and our fellow-men, do no more than God permits. They are all restrained and kept within proper limits. They are not directed by chance, but they are under the control of an intelligent Being, and are the wise appointment of a holy God.” [= Pada waktu kita mengalami penderitaan / kesusahan, kita tidak boleh melepaskan kemarahan kita pada angin dan ombak; pada kecurangan dan pengkhianatan dari sesama manusia kita; pada kesukaran dan perubahan dalam dunia perdagangan; pada wabah dan badai. Yang manapun dari hal-hal ini bisa digunakan sebagai alat untuk mengambil milik kita atau teman kita, tetapi kita harus mengikuti jejak dari bencana kepada Allah. Badai dan angin dan ombak, roh jahat dan sesama manusia kita, tidak melakukan lebih jauh dari yang Allah ijinkan. Mereka semua dikekang dan dijaga dalam batasan-batasan yang tepat. Mereka tidak diarahkan secara kebetulan, tetapi mereka ada di bawah kontrol dari Makhluk yang cerdas, dan merupakan penentuan yang bijaksana dari Allah yang suci.] - hal 111.

Barnes’ Notes: “We see the true source of comfort in trials. It is not in the belief that things are regulated by chance and hap-hazard; or even that they are controlled by physical laws. ... It is only when we perceive an intelligent Being presiding over these events, and see that they are the result of plan and intention on his part, that we can find comfort in trial.” [= Kita melihat sumber penghiburan yang sebenarnya dalam pencobaan. Itu tidak ada dalam kepercayaan bahwa hal-hal diatur secara kebetulan dan sembarangan; atau bahkan bahwa mereka dikontrol oleh hukum-hukum alam. … Hanya pada waktu kita merasa seorang Makhluk cerdas memimpin peristiwa-peristiwa ini, dan melihat bahwa mereka merupakan akibat / hasil dari rencana dan maksudNya, maka kita bisa mendapatkan penghiburan dalam pencobaan.] - hal 112.

Pulpit Commentary: “whether suffering or rejoicing, saints should imitate the piety of Job, recognize God’s hand in everything, and ‘in everything give thanks.’” [= baik dalam penderitaan ataupun sukacita, orang kudus harus meniru kesalehan Ayub, mengenali tangan Allah dalam segala sesuatu, dan ‘mengucap syukur dalam segala sesuatu’.] - hal 13.

Francis I. Andersen (Tyndale): “The intense faith of Job immediately sees the hand of God in every ‘natural’ event. There are no ‘accidents’ in a universe ruled by the one sovereign Lord.” [= Iman yang hebat dari Ayub segera melihat tangan Allah dalam setiap peristiwa alamiah. Tidak ada ‘kebetulan’ dalam alam semesta yang diperintah / diatur oleh satu Tuhan yang berdaulat.] - hal 86.

Francis I. Andersen (Tyndale): “Job sees only the hand of God in these events. It never occurs to him to curse the desert brigands, to curse the frontier guards, to curse his own stupid servants, now lying dead for their watchlessness. All secondary causes vanish. It was the Lord who gave; it was the Lord who removed; and in the Lord alone must be the explanation of these strange happenings be sought.” [= Ayub hanya melihat tangan Allah dalam peristiwa-peristiwa ini. Tidak pernah terpikir olehnya untuk mengutuk perampok-perampok padang pasir itu, mengutuk penjaga-penjaga perbatasan, mengutuk para pelayannya sendiri yang bodoh, yang sekarang terbaring tak bernyawa karena tidak berjaga-jaga. Semua penyebab kedua hilang. Tuhanlah yang memberi; Tuhanlah yang menyingkirkan; dan dalam Tuhan saja penjelasan dari peristiwa-peristiwa aneh ini harus dicari.] - hal 88.

Adam Clarke: “Good when he gives, supremely good; Nor less when he denies; Afflictions from his sovereign hand, Are blessings in disguise.” [= Baik pada waktu Ia memberi, amat baik; tidak kurang dari itu pada waktu Ia menolak; Penderitaan-penderitaan / kesusahan-kesusahan dari tangan / kuasaNya yang berdaulat, Merupakan berkat-berkat dalam penyamaran.] - hal 27.

Francis I. Andersen (Tyndale): “It is harder to say ‘Praise the Lord’ when He takes than when He gives.” [= Adalah lebih sukar untuk berkata ‘Puji Tuhan’ pada waktu Ia mengambil dari pada pada waktu Ia memberi.] - hal 89.

Calvin: “For the story here written, showeth us how we be in God’s hand, and that it lieth in him to determine of our lives, and to dispose of the same according to his good pleasure: and that it is our duty to submit ourselves unto him with all humbleness and obedience: and that it is good reason, that we should be wholly his, both to live and die: and specially that when it pleaseth him to lay his hand upon us, although we perceive not for what cause he doth it, yet we should glorify him continually, acknowledging him to be just and upright, and not to grudge against him.” [= Karena cerita yang ditulis di sini menunjukkan kepada kita bahwa kita ada dalam tangan Allah, dan Dialah yang menentukan hidup kita, dan mengatur / membuangnya sesuai kehendakNya: dan merupakan kewajiban kita untuk menundukkan diri kita sendiri kepadaNya dengan segala kerendahan hati dan ketaatan: dan merupakan pertimbangan yang baik bahwa kita adalah milikNya sepenuhnya, baik hidup atau mati: dan khususnya pada waktu Ia berkenan untuk meletakkan tanganNya atas kita, sekalipun kita tidak mengerti mengapa Ia melakukan hal itu, tetapi kita harus memuliakan Dia secara terus menerus, mengakui Dia sebagai adil dan lurus / benar, dan tidak bersungut-sungut terhadap Dia.] - ‘Sermons on Job’, hal 1.

Calvin: “there is nothing better, than to submit ourselves unto God, and to suffer peaceably whatsoever he sendeth us, until he deliver us of his own mere goodness.” [= tidak ada yang lebih baik, dari pada menundukkan diri kita sendiri kepada Allah, dan memikul dengan tenang apapun yang Ia kirimkan kepada kita, sampai Ia membebaskan kita semata-mata karena kebaikanNya sendiri.] - ‘Sermons on Job’, hal 1.

d) Sikap Ayub ini membuktikan bahwa kata-kata Setan dalam ay 9-11 tentang Ayub adalah salah.

Dalam Ayub 1:9-11, setan meramalkan bahwa kalau segala sesuatu yang dimiliki Ayub diambil, Ayub pasti akan mengutuki Tuhan. Tetapi ternyata pada waktu hal itu terjadi, Ayub hanya menjadi sedih. Ia bukan saja tidak mengutuki Tuhan, tetapi sebaliknya ia memuji Tuhan. Ini pasti mengecewakan setan!

Adam Clarke: “In this Satan was utterly disappointed; he found a man who loved his God more than his earthly portion. This was a rare case, even in the experience of the devil. He had seen multitudes who bartered their God for money, and their hopes of blessedness in the world to come for secular possessions. He had been so often successful in this kind of temptation, that he made no doubt he should succeed again. He saw many who, when riches increased, set their hearts on them, and forgot God. He saw many also who, when deprived of earthly comforts, blasphemed their Maker. He therefore inferred that Job, in similar circumstances, would act like the others; he was disappointed. Reader, has he, by riches or poverty, succeeded with thee? Art thou pious when affluent, and patient and contented when in poverty?” [= Di sini Setan sangat kecewa; ia menemukan orang yang mengasihi Allahnya lebih dari milik duniawinya. Ini merupakan kasus yang jarang terjadi, bahkan dalam pengalaman dari setan. Ia telah melihat banyak orang yang menukarkan Allah mereka dengan uang, dan menukarkan pengharapan mereka akan berkat dalam dunia yang akan datang dengan milik duniawi. Ia telah begitu sering berhasil dalam pencobaan jenis ini, sehingga ia tidak ragu-ragu bahwa ia akan berhasil lagi. Ia melihat banyak orang yang pada waktu harta bertambah meletakkan hatinya pada hartanya, dan melupakan Allah. Ia melihat banyak orang yang pada waktu kesenangan hidup duniawinya dicabut, menghujat Penciptanya. Karena itu ia menduga bahwa Ayub, dalam keadaan yang mirip, akan bertindak seperti yang lain; ia kecewa. Pembaca, apakah ia, melalui kekayaan atau kemiskinan, telah berhasil dengan engkau? Apakah engkau saleh pada waktu kaya, dan sabar dan puas pada saat melarat?] - hal 27.

4) Ay 22: “Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut.”.

Pulpit Commentary: “It is easy to hide sin from view in times of quiet. ... The most difficult thing is not to sin when one is most tempted.” [= Adalah mudah untuk menyembunyikan dosa dari pandangan pada masa tenang. ... Hal yang paling sukar adalah untuk tidak berdosa pada waktu seseorang dicobai secara paling hebat.] - hal 33.

AYUB (4)

Ayub 2:1-8

Ayub 2:1-8 - “(1) Pada suatu hari datanglah anak-anak Allah menghadap TUHAN dan di antara mereka datang juga Iblis untuk menghadap TUHAN. (2) Maka bertanyalah TUHAN kepada Iblis: ‘Dari mana engkau?’ Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: ‘Dari perjalanan mengelilingi dan menjelajah bumi.’ (3) Firman TUHAN kepada Iblis: ‘Apakah engkau memperhatikan hambaKu Ayub? Sebab tiada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. Ia tetap tekun dalam kesalehannya, meskipun engkau telah membujuk Aku melawan dia untuk mencelakakannya tanpa alasan.’ (4) Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: ‘Kulit ganti kulit! Orang akan memberikan segala yang dipunyainya ganti nyawanya. (5) Tetapi ulurkanlah tanganMu dan jamahlah tulang dan dagingnya, ia pasti mengutuki Engkau di hadapanMu.’ (6) Maka firman TUHAN kepada Iblis: ‘Nah, ia dalam kuasamu; hanya sayangkan nyawanya.’ (7) Kemudian Iblis pergi dari hadapan TUHAN, lalu ditimpanya Ayub dengan barah yang busuk dari telapak kakinya sampai ke batu kepalanya. (8) Lalu Ayub mengambil sekeping beling untuk menggaruk-garuk badannya, sambil duduk di tengah-tengah abu.”.

Ay 1-6: “(1) Pada suatu hari datanglah anak-anak Allah menghadap TUHAN dan di antara mereka datang juga Iblis untuk menghadap TUHAN. (2) Maka bertanyalah TUHAN kepada Iblis: ‘Dari mana engkau?’ Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: ‘Dari perjalanan mengelilingi dan menjelajah bumi.’ (3) Firman TUHAN kepada Iblis: ‘Apakah engkau memperhatikan hambaKu Ayub? Sebab tiada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. Ia tetap tekun dalam kesalehannya, meskipun engkau telah membujuk Aku melawan dia untuk mencelakakannya tanpa alasan.’ (4) Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: ‘Kulit ganti kulit! Orang akan memberikan segala yang dipunyainya ganti nyawanya. (5) Tetapi ulurkanlah tanganMu dan jamahlah tulang dan dagingnya, ia pasti mengutuki Engkau di hadapanMu.’ (6) Maka firman TUHAN kepada Iblis: ‘Nah, ia dalam kuasamu; hanya sayangkan nyawanya.’”.

1) Ay 1: ‘Pada suatu hari’.

Kita tidak tahu berapa selang waktu yang terjadi antara selesainya pasal 1 dengan 2:1 ini.

2) Tuhan mengakui ketekunan Ayub dalam kesalehannya, dan ‘membanggakannya’ terhadap Iblis (ay 3). Ini pasti membuat Iblis makin membenci Ayub!

3) Jawaban Iblis.

Ay 4-5: “(4) Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: ‘Kulit ganti kulit! Orang akan memberikan segala yang dipunyainya ganti nyawanya. (5) Tetapi ulurkanlah tanganMu dan jamahlah tulang dan dagingnya, ia pasti mengutuki Engkau di hadapanMu.’”.

a) Seandainya setan adalah seseorang yang jujur / fair, maka ia seharusnya mengakui bahwa kata-katanya dalam Ayub 1:9-11 adalah salah. Tetapi kalau ia melakukan hal itu, maka ia pasti bukan setan. Yang ia lakukan justru adalah melakukan tuduhan lebih lanjut.

b) Apa arti kata-kata setan dalam ay 4: ‘kulit ganti kulit’?

NIV: ‘Skin for skin’ [= kulit untuk kulit].

Barnes’ Notes mengatakan bahwa asal usul maupun arti dari pepatah ini tidak jelas. Ay 4b-5 dianggap menjelaskan arti dari pepatah ini.

Pulpit Commentary (hal 34) mengatakan bahwa untuk menjaga kulitnya sendiri tetap utuh, seseorang mau mengorbankan kulit orang lain, bahkan kulit keluarga / anak-anaknya sendiri. Ayub tidak marah / mengomel pada waktu kehilangan anak-anaknya karena ia takut bahwa Allah akan menghajar dirinya sendiri.

c) Kebenaran kata-kata setan ini.

Kata-kata Setan ini memang benar tetapi hanya untuk sebagian orang. Ada orang yang rela kehilangan keluarga dan harta asal dirinya selamat. Tetapi ada juga orang yang rela mati untuk menyelamatkan hartanya, atau keluarganya.

d) ‘Tetapi ulurkanlah tanganMu dan jamahlah tulang dan dagingnya, ia pasti mengutuki Engkau di hadapanMu.’.

Barnes’ Notes: “‘And touch his bone.’ ... The words ‘bone’ and ‘flesh’ denote the whole body. The idea was, that the whole body should be subjected to severe pain.” [= ‘Dan sentuhlah tulangnya’. ... Kata-kata ‘tulang’ dan ‘daging’ menunjuk pada seluruh tubuh. Gagasannya adalah, bahwa seluruh tubuh harus menjadi sasaran dari rasa sakit yang sangat hebat.].

e) Apakah ay 4-5 adalah Firman Tuhan? Kalau ya, mengapa salah / tidak benar? Untuk menjawab pertanyaan ini perhatikan kutipan di bawah ini.

Barnes’ Notes: “It is to be remembered that these are the words of Satan, and that they are not necessarily true. Inspiration is concerned only in securing the exact record of what is said, not in affirming that all that is said is true.” [= Harus diingat bahwa ini adalah kata-kata setan, dan bahwa kata-kata itu tidak harus benar. Pengilhaman hanya peduli dengan pemastian catatan yang tepat / persis tentang apa yang dikatakan, bukan dengan penegasan bahwa semua yang dikatakan itu benar.] - hal 115.

Catatan: ini berlaku bukan hanya untuk kata-kata setan tetapi juga untuk kata-kata manusia yang dicatat dalam Kitab Suci.

E. J. Young: “All that the Bible-believing Christian asserts when he declares that the Bible is inerrant is that the Bible in its statements is not contrary to fact. It records things as they actually were.” [= Semua yang ditegaskan oleh orang kristen yang percaya Alkitab pada waktu ia menyatakan bahwa Alkitab tidak ada salahnya adalah bahwa Alkitab dalam pernyataannya tidak bertentangan dengan fakta. Alkitab mencatat hal-hal sebagaimana adanya hal-hal itu.] - ‘Thy Word Is Truth’, hal 135.

f) Kata-kata setan dalam ay 4-5 membuatnya memang cocok disebut sebagai ‘pendakwa’.

Bdk. Wah 12:10 - “Dan aku mendengar suara yang nyaring di sorga berkata: ‘Sekarang telah tiba keselamatan dan kuasa dan pemerintahan Allah kita, dan kekuasaan Dia yang diurapiNya, karena telah dilemparkan ke bawah pendakwa saudara-saudara kita, yang mendakwa mereka siang dan malam di hadapan Allah kita.”.

Zakh 3:1 - “Kemudian ia memperlihatkan kepadaku imam besar Yosua berdiri di hadapan Malaikat TUHAN sedang Iblis berdiri di sebelah kanannya untuk mendakwa dia.”.

4) Tuhan memberi ijin kepada setan untuk menyerang diri Ayub, tetapi lagi-lagi memberi batasan dengan melarangnya untuk membunuh Ayub.

Ay 6: “Maka firman TUHAN kepada Iblis: ‘Nah, ia dalam kuasamu; hanya sayangkan nyawanya.’”.

a) Dengan kata-kata ‘Nah, ia dalam kuasamu’, itu berarti Tuhan mengijinkan setan untuk menyerang Ayubnya sendiri dalam arti memberinya penyakit.

Rat 3:31-33 - “(31) Karena tidak untuk selama-lamanya Tuhan mengucilkan. (32) Karena walau Ia mendatangkan susah, Ia juga menyayangi menurut kebesaran kasih setiaNya. (33) Karena tidak dengan rela hati Ia menindas dan merisaukan anak-anak manusia”.

b) Tetapi adanya kata-kata ‘hanya sayangkan nyawanya’, menunjukkan bahwa Allah tidak memberikan keleluasaan mutlak kepada setan dalam menyerang diri Ayub. Allah tetap memberikan batasan, yang tidak mungkin bisa dilampaui oleh setan, yaitu bahwa ia tidak boleh membunuh Ayub.

Pulpit Commentary: “Again it is strongly marked that Satan’s power is under God’s control, and extends only so far as God allows.” [= Lagi-lagi ditandai secara kuat bahwa kuasa setan ada di bawah kontrol Allah, dan hanya mencapai sejauh yang Allah ijinkan.] - hal 34.

Batasan ‘hanya sayangkan nyawanya’ dalam ay 6b ini perlu, karena kalau Ayub mati, maka:

1. Tak bisa dibuktikan bahwa tuduhan setan dalam ay 4-5 itu salah.

2. Tujuan pengajaran yang Allah maksudkan bagi Ayub akan musnah.

3. Ayub tidak akan bisa menjadi teladan bagi kita.

Ay 7-8: “(7) Kemudian Iblis pergi dari hadapan TUHAN, lalu ditimpanya Ayub dengan barah yang busuk dari telapak kakinya sampai ke batu kepalanya. (8) Lalu Ayub mengambil sekeping beling untuk menggaruk-garuk badannya, sambil duduk di tengah-tengah abu.”.

1) Apa penyakit yang diderita Ayub?

Ayat-ayat yang bisa memberikan petunjuk tentang penyakit Ayub adalah:

a) Ay 7b: “lalu ditimpanya Ayub dengan barah yang busuk dari telapak kakinya sampai ke batu kepalanya.”.

KJV/NASB: ‘sore boils’ [= barah-barah yang menyakitkan].

Jamieson, Fausset & Brown: “‘Sore boils.’ - malignant boils. Rather, as it is singular in the Hebrew, a burning sore, Job was covered with one universal inflammation.” [= ‘Barah-barah yang menyakitkan’ - barah-barah yang sangat jahat / membahayakan. Seharusnya, karena itu merupakan bentuk tunggal dalam bahasa Ibraninya, ‘suatu barah yang menyakitkan’, Ayub ditutupi dengan satu pembengkakan yang bersifat universal / menyeluruh.].

Catatan: Albert Barnes memberikan komentar yang kurang lebih sama dengan ini.

b) Ay 8: ia merasa badannya sangat gatal, sehingga menggaruknya dengan sekeping beling.

c) Ay 12a: ‘Ketika mereka memandang dari jauh, mereka tidak mengenalnya lagi.’. Ini dianggap menunjukkan bahwa Ayub berubah bentuk karena penyakitnya.

d) Ayub 7:5 - “Berenga dan abu menutupi tubuhku, kulitku menjadi keras lalu pecah.”.

NIV: ‘My body is clothed with worms and scabs, my skin is broken and festering’ [= Tubuhku penuh dengan cacing dan keropeng, kulitku pecah dan membusuk / bernanah].

e) Ayub 9:17 - “Dialah yang meremukkan aku dalam angin ribut, yang memperbanyak lukaku dengan tidak semena-mena,”.

KJV/RSV/NASB/ASV/NKJV: ‘without cause’ [= tanpa sebab / alasan].

f) Ayub 16:8 dan 19:20 menunjukkan Ayub menjadi sangat kurus.

Ayub 16:8 - “sudah menangkap aku; inilah yang menjadi saksi; kekurusanku telah bangkit menuduh aku.”.

Ayub 19:20 - “Tulangku melekat pada kulit dan dagingku, dan hanya gusiku yang tinggal padaku.”.

Ayat terakhir ini mungkin juga menunjukkan bahwa giginya habis semua!

g) Ayub 19:17 menunjukkan bahwa nafasnya, dan juga tubuhnya, berbau sangat busuk.

Ayub 19:17 - “Nafasku menimbulkan rasa jijik kepada isteriku, dan bauku memualkan saudara-saudara sekandungku.”.

h) Ayub 30:17 menunjukkan bahwa Ayub mengalami rasa sakit yang terus menerus.

Ayub 30:17 - “Pada waktu malam tulang-tulangku seperti digerogoti, dan rasa nyeri yang menusuk tak kunjung berhenti.”.

i) Ayub 30:30 - “Kulitku menjadi hitam dan mengelupas dari tubuhku, tulang-tulangku mengering karena demam;”.

Tidak ada kesatuan pendapat tentang apa penyakit yang diderita oleh Ayub. Inilah beberapa ‘tebakan’ tentang penyakit Ayub:

a) Penyakit kusta, karena kelihatannya ia dikucilkan (19:13-19).

b) Penyakit kaki gajah (Elephantiasis).

Barnes’ Notes: “a species of black leprosy commonloy called Elephantiasis, ... a chronic and contagious disease,” [= suatu jenis kusta hitam yang biasanya disebut Elephantiasis, ... suatu penyakit khronis dan menular,] - hal 116.

Pulpit Commentary: “Satan has now obtained permission to go a step further, and lay his hand on the person of God’s servant. He uses the new privilege with skilful ingenuity, selecting the most horrible and loathsome disease, and smiting Job with the worst form of leprosy - elephantiasis.” [= Sekarang setan telah mendapatkan ijin untuk berjalan lebih jauh, dan meletakkan tangannya pada diri dari pelayan Allah ini. Ia menggunakan hak yang baru ini dengan kelihaian yang ahli / mahir, memilih penyakit yang paling mengerikan dan menjijikkan, dan menghantam Ayub dengan bentuk kusta / lepra yang terburuk - elephantiasis.] - hal 47.

Pulpit Commentary: “Elephantiasis was thought to be incurable. Job took no medical remedies. He only retired to his ash-heap, seeking temporary alleviations. The worst agony can be endured with some patience if there is a prospect of cure; but even a milder complaint becomes intolerable if there is no hope of escape.” [= Elephantiasis dianggap tidak bisa disembuhkan. Ayub tidak mencari pengobatan. Ia hanya menyendiri pada tumpukan abu, mencari peredaan sementara. Penderitaan yang paling hebat bisa ditanggung dengan sabar jika ada kemungkinan untuk sembuh; tetapi bahkan penyakit yang lebih ringan menjadi tak tertanggungkan jika tidak ada harapan untuk sembuh.] - hal 47.

Keil & Delitzsch: “The description of this disease ... is, according to the symptoms mentioned further on in the book, elephantiasis ... the most fearful form of lepra. ... a disease incurable in the eye of man,” [= Penggambaran dari penyakit ini adalah, sesuai dengan gejala-gejala yang disebutkan dalam kitab ini selanjutnya, elephantiasis ... bentuk lepra / kusta yang paling menakutkan. ... suatu penyakit yang dalam pandangan manusia tidak dapat disembuhkan,] - hal 70,71.

Catatan: mungkin ilmu kedokteran jaman dulu (pada jaman para penafsir di atas) menganggap bahwa penyakit kaki gajah termasuk suatu bentuk penyakit kusta, tetapi ini jelas salah. Dalam ‘Webster’s New World Dictionary’ dikatakan bahwa Elephantiasis adalah: “a chronic disease of the skin characterized by the enlargement of certain parts of the body, especially the legs and genitals, and by the hardening and ulceration of the surrounding skin: it is caused by small, threadlike worms (filariae) which obstruct the lymphatic glands.” [= penyakit kulit yang khronis yang ditandai dengan membesarnya bagian-bagian tertentu dari tubuh, khususnya seluruh kaki (mulai paha ke bawah) dan alat kelamin, dan dengan pengerasan dan pemborokan dari kulit di sekitarnya: ini disebabkan oleh cacing seperti benang (filariae) yang menghalangi kelenjar getah bening.].

c) Penyakit cacar.

Adam Clarke menganggap bahwa penyakit Ayub bukanlah Elephantiasis ataupun kusta.

Adam Clarke: “In the elephantiasis and leprosy there is, properly speaking, no boil or detached inflammation, or swelling, but one uniform disordered state of the whole surface, so that the whole body is covered with loathsome scales, and the skin appears like that of the elephant, thick and wrinkled, from which appearance the disorder has its name.” [= Pada elephantiasis dan kusta tidak ada bisul / borok atau peradangan atau pembengkakan setempat, tetapi suatu keadaan berantakan yang bersifat seragam / sama pada seluruh permukaan / kulit, sehingga seluruh tubuh ditutupi dengan sisik / kerak yang menjijikkan, dan kulitnya kelihatan seperti kulit gajah, tebal dan berkerut, dari mana penyakit ini mendapatkan namanya.] - hal 29.

Catatan: kata-kata Clarke tentang ‘tidak adanya borok’ kelihatannya bertentangan dengan penggambaran dari Webster’s New World Dictionary di atas tentang Elephantiasis.

Clarke menduga penyakit Ayub adalah cacar, karena penyakit ini memang memberikan banyak sekali borok / bisul pada seluruh tubuh dan wajah dan memberikan rasa gatal yang menyebabkan orang menggaruki tubuhnya sampai menyobeknya. Ini dianggapnya cocok dengan apa yang dikatakan dalam ay 7-8. Tetapi ini tidak cocok dengan pandangan Jamieson, Fausset & Brown dan Albert Barnes yang mengatakan bahwa kata ‘barah’ ada dalam bentuk tunggal, dan harus diartikan sebagai suatu barah yang universal / menyeluruh.

d) Tidak bisa diketahui apa penyakitnya.

Francis I. Andersen (Tyndale): “The lack of detail prevents clinical diagnosis. In assessing the symptoms described by Job in the dialogue, we must remember the poetic medium.” [= Kurangnya perincian tentang penyakit ini menghalangi diagnosa secara klinis. Dalam menilai gejala-gejala penyakit ini yang digambarkan oleh Ayub dalam dialognya dengan sahabat-sahabatnya, kita harus ingat akan medium puisi yang digunakan.] - hal 91.

Saya berpendapat kata-kata ini penting. Medium puisi yang digunakan menyebabkan banyak bagian tidak bisa diartikan secara hurufiah (Misalnya kata-kata ‘tidak membiarkan aku bernafas’ dalam Ayub 9:18). Dan ini menyukarkan kita untuk mengetahui dengan pasti penyakit yang diderita Ayub.

Sekalipun kita tidak bisa mengetahui dengan pasti apa penyakit yang diderita Ayub, tetapi pastilah ini merupakan penyakit yang sangat hebat membuatnya sangat menderita. Setan, yang sangat membenci Ayub, dan yang sangat ingin mempermalukan Tuhan yang telah membanggakan Ayub kepadanya, tentu akan memilih penyakit yang akan menyebabkan penderitaan terhebat yang bisa ia pikirkan. Ingat bahwa batasan Allah kali ini hanyalah bahwa setan tidak boleh membunuh Ayub. Jadi, setan bisa memberikan penyakit yang paling mengerikan. Juga tidak tertutup kemungkinan bahwa ia memberikan lebih dari satu penyakit kepada Ayub.

2) Pada jaman itu borok / barah dianggap sebagai kutukan ilahi.

John E. Hartley (NICOT): “Since chronic illnesses like boils were often considered a divine curse, Job’s contemporaries would quickly conclude that he was being punished for some moral wrong.” [= Karena penyakit-penyakit yang khronis seperti barah sering dianggap sebagai kutukan ilahi, teman-teman Ayub dengan cepat menyimpulkan bahwa ia sedang dihukum karena suatu kesalahan moral.] - hal 82.

Catatan: bandingkan dengan tulah ke 6 terhadap Mesir dalam Kel 9:8-11, yang juga adalah barah / borok. Juga bdk. Ul 28:27,35 yang menunjukkan barah / borok sebagai hajaran / hukuman Tuhan.

Kel 9:8-11 - “(8) Berfirmanlah TUHAN kepada Musa dan Harun: ‘Ambillah jelaga dari dapur peleburan serangkup penuh, dan Musa harus menghamburkannya ke udara di depan mata Firaun. (9) Maka jelaga itu akan menjadi debu meliputi seluruh tanah Mesir, dan akan menjadikan barah yang memecah sebagai gelembung, pada manusia dan binatang di seluruh tanah Mesir.’ (10) Lalu mereka mengambil jelaga dari dapur peleburan, dan berdiri di depan Firaun, kemudian Musa menghamburkannya ke udara, maka terjadilah barah, yang memecah sebagai gelembung pada manusia dan binatang, (11) sehingga ahli-ahli itu tidak dapat tetap berdiri di depan Musa, karena barah-barah itu; sebab ahli-ahli itupun juga kena barah sama seperti semua orang Mesir.”.

Ul 28:27,35 - “(27) TUHAN akan menghajar engkau dengan barah Mesir, dengan borok, dengan kedal dan kudis, yang dari padanya engkau tidak dapat sembuh. ... (35) TUHAN akan menghajar engkau dengan barah jahat, yang dari padanya engkau tidak dapat sembuh, pada lutut dan pahamu, bahkan dari telapak kakimu sampai kepada batu kepalamu.”.

3) Apakah bagian ini menunjukkan bahwa orang kristen bisa diserang menggunakan kuasa gelap / santet?

Saya berpendapat tidak bisa! Kasus Bileam yang tidak bisa mengutuk Israel (Bil 22-24), jelas menunjukkan hal ini. Khususnya perhatikan Bil 23:23a, yang merupakan kata-kata Bileam sendiri, yang berbunyi sebagai berikut: “sebab tidak ada mantera yang mempan terhadap Yakub, ataupun tenungan yang mempan terhadap Israel.”.

Tetapi bagaimana Ayub bisa dibuat menjadi sakit oleh setan? Saya berpendapat penjelasannya adalah sebagai berikut: penyakit Ayub, sekalipun mengerikan tetapi tetap merupakan penyakit biasa / natural, bukan bersifat supranatural / gaib.

Keil & Delitzsch: “a disease incurable in the eye of man, ‎is now come upon Job: a natural disease, but brought on by Satan, permitted, and therefore decreed, by God.” [= suatu penyakit yang dalam pandangan manusia tidak dapat disembuhkan, sekarang datang kepada Ayub: suatu penyakit alamiah, tetapi disebabkan oleh Setan / Iblis, diijinkan, dan karena itu ditetapkan, oleh Allah.] - hal 70,71.

Penyakit biasa / alamiah, terjadi melalui kecelakaan, bakteri, virus dsb, bisa diberikan oleh setan kepada kita, sepanjang Tuhan mengijinkan ia melakukan hal itu. Ini yang terjadi dalam kasus Ayub, dan hampir pasti juga dalam kasus Paulus (2Kor 12:7 - “maka aku diberi suatu duri di dalam dagingku, yaitu seorang utusan Iblis untuk menggocoh aku,”).

Ini berbeda dengan ‘penyakit’ yang bersifat supranatural, yang ditimbulkan secara langsung oleh setan, dan biasanya melalui dukun santet dsb, seperti paku atau rambut yang bisa masuk ke dalam tubuh. Menurut saya, yang ini tidak bisa mengenai orang kristen.

Kalau orang kristen yang sejati tidak bisa disantet, apalagi dirasuk setan. Itu jelas lebih tidak mungkin bagi orang kristen yang sejati. Karena itu, saya berpendapat bahwa pandangan / ajaran dari Pdt. Yakub Tri Handoko M. Th. dari GKRI EXODUS yang mengatakan bahwa orang kristen yang sejati bisa kerasukan setan merupakan pandangan yang tidak Alkitabiah!

Bdk. 1Kor 10:13 - “Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya.”.

Adanya janji Tuhan bagi orang Kristen ini menyebabkan saya yakin bahwa orang kristen yang sejati tidak mungkin mengalami hal-hal ini:

a) Bunuh diri yang berhasil.

b) Menjadi gila.

c) Murtad.

d) Kerasukan setan.

Mengapa? Karena saya berpendapat bahwa kalau hal-hal ini terjadi pada diri seorang Kristen yang sejati, itu berarti janji Tuhan dalam 1Kor 10:13 ini dilanggar. Dan saya tidak percaya Tuhan bisa melanggar janjiNya sendiri.

Pdt. Yakub Tri Handoko M. Th. mengatakan: ‘Kalau Tuhan mau mengijinkan seorang kristen sejati kerasukan setan, mengapa tidak bisa?’. Tetapi adanya janji dalam 1Kor 10:13 ini menyebabkan kata-kata ini terlihat menggelikan dan bodoh! Tuhan tidak bisa melanggar janjiNya sendiri!

Pdt. Yakub Tri Handoko M. Th. berkata orang kristen yang sejati bisa dirasuk setan, dengan memberikan Luk 13:10-16 sebagai dasar Kitab Suci.

Luk 13:10-16 - “(10) Pada suatu kali Yesus sedang mengajar dalam salah satu rumah ibadat pada hari Sabat. (11) Di situ ada seorang perempuan yang telah delapan belas tahun dirasuk roh sehingga ia sakit sampai bungkuk punggungnya dan tidak dapat berdiri lagi dengan tegak. (12) Ketika Yesus melihat perempuan itu, Ia memanggil dia dan berkata kepadanya: ‘Hai ibu, penyakitmu telah sembuh.’ (13) Lalu Ia meletakkan tanganNya atas perempuan itu, dan seketika itu juga berdirilah perempuan itu, dan memuliakan Allah. (14) Tetapi kepala rumah ibadat gusar karena Yesus menyembuhkan orang pada hari Sabat, lalu ia berkata kepada orang banyak: ‘Ada enam hari untuk bekerja. Karena itu datanglah pada salah satu hari itu untuk disembuhkan dan jangan pada hari Sabat.’ (15) Tetapi Tuhan menjawab dia, kataNya: ‘Hai orang-orang munafik, bukankah setiap orang di antaramu melepaskan lembunya atau keledainya pada hari Sabat dari kandangnya dan membawanya ke tempat minuman? (16) Bukankah perempuan ini, yang sudah delapan belas tahun diikat oleh Iblis, harus dilepaskan dari ikatannya itu, karena ia adalah keturunan Abraham?’”.

Menurut saya ini merupakan dasar yang salah, karena:

a) Istilah ‘keturunan Abraham’ sekalipun memang memungkinkan, tetapi belum tentu menunjukkan, bahwa ia adalah orang percaya.

Memang kadang-kadang istilah ini digunakan untuk menunjuk kepada orang percaya, misalnya dalam kasus Zakheus (Luk 19:9). Tetapi bisa saja istilah ini hanya menunjukkan bahwa ia adalah orang Yahudi (keturunan Abraham secara jasmani), sama seperti orang kaya dalam cerita Lazarus dan orang kaya, juga menyebut Abraham dengan sebutan ‘Bapa’, dan disebut ‘anak’ oleh Abraham (Luk 16:24-25).

b) Perempuan ini tidak dirasuk oleh setan!

1. Ay 11 dalam Kitab Suci Indonesia memang mengatakan ‘dirasuk roh’, tetapi ini salah terjemahan! Bandingkan dengan terjemahan-terjemahan Kitab Suci bahasa Inggris di bawah ini.

KJV: ‘a woman which had a spirit of infirmity’ [= seorang perempuan yang mempunyai suatu roh kelemahan].

RSV: ‘a woman who had had a spirit of infirmity’ [= seorang perempuan yang telah mempunyai suatu roh kelemahan].

NIV: ‘a woman was there who had been crippled by a spirit’ [= seorang perempuan ada di sana yang telah dilumpuhkan / dibuat jadi cacat oleh suatu roh].

NASB: ‘a woman who ... had had a sickness caused by a spirit’ [= seorang perempuan yang ... telah mempunyai suatu penyakit yang disebabkan oleh suatu roh].

Catatan: A. T. Robertson menghubungkan ‘a spirit of infirmity’ / ‘suatu roh kelemahan’ (KJV/RSV) dengan ‘a spirit of bondage’ / ‘suatu roh perbudakan’ (Ro 8:15).

Ro 8:15 - “Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: ‘ya Abba, ya Bapa!’”.

Ini pasti tidak menunjuk kepada orang yang kerasukan setan, dan demikian juga dengan perempuan dalam Luk 13 ini.

Memang ada yang menafsirkan bahwa perempuan ini sakit karena kerasukan setan (Wycliffe). Sepanjang yang saya ketahui hanya dia yang menafsirkan seperti ini. Tetapi saya tidak setuju dengan penafsiran ini, dan boleh dikatakan semua penafsir yang lain menganggap bahwa perempuan ini tidak kerasukan.

Matthew Henry: “The object of charity that presented itself was a woman in the synagogue that had a spirit of infirmity eighteen years, v. 11. She had an infirmity, which an evil spirit, by divine permission, had brought upon her,” [= ].

Jamieson, Fausset & Brown: “‘And, behold, there was a woman which had a spirit of infirmity eighteen years.’ From the expression used in Luke 13:16, ‘whom Satan hath bound,’ it has been conjectured that her protracted infirmity was the effect of some milder form of possession; but this is a precarious inference.” [= ].

Barnes’ Notes: “‘There was a woman which had a spirit of infirmity.’ Was infirm, or was weak and afflicted. This was produced by Satan, Luke 13:16.” [= ].

A. T. Robertson: “‘A spirit of infirmity.’ ... A spirit that caused the weakness (astheneias ‘lack of strength’) like a spirit of bondage (Rom. 8:15),” [= ].

Calvin: “Luke says that the woman was held by a ‘spirit of infirmity,’ so that her body was bent by the contraction of her nerves. As the nature of the disease is no farther described, it is probable that it was not one of an ordinary kind, or which was understood by physicians; and, therefore, he calls it a spirit of ‘infirmity.’ We know that diseases of an unusual and extraordinary kind are, for the most part, inflicted on men through the agency of the devil; ... Not that Satan rules over men according to his pleasure, but only so far as God grants to him permission to injure them.” [= ].

The Bible Exposition Commentary: “Perhaps it is a matter of semantics, but I prefer to speak of demonic work in believers as ‘demon oppression’ rather than ‘demon possession.’ In fact the Greek word is ‘demonized,’ so we need not think of ‘possession’ in spatial terms. Certainly Satan can and does attack the bodies and minds of God’s people. Some satanic oppression could last for many years until someone detects that Satan is at work. Not all sickness is caused by demons (Luke 6:17-19), so we must not blame everything on Satan.” [= ].

Catatan: saya tidak mengerti dari mana ia mendapatkan istilah ‘demonized’ itu, karena kata itu tidak ada dalam text itu, baik dalam terjemahan-terjemahan bahasa Inggris yang saya gunakan, maupun dalam text bahasa Yunaninya.

2. Demikian juga para penafsir menganggap bahwa istilah ‘diikat oleh Iblis’ dalam ay 16nya tidak menunjukkan bahwa ia dirasuk setan.

Jamieson, Fausset & Brown: “‘Whom Satan hath bound.’ Probably there is nothing more intended by this expression than a strong contrast between the exalted character of the woman, and the suffering of which the dark author of all evil had so long made her the victim.” [= ].

Barnes’ Notes: “‘Whom Satan hath bound.’ ... By his ‘binding’ her is meant that he had inflicted this disease upon her. It was not properly a ‘possession’ of the devil, for that commonly produced derangement; but God had suffered him to afflict her in this manner, similar to the way in which he was permitted to try Job.” [= ].

A. T. Robertson: “‘Whom Satan bound.’ ... Definite statement that her disease was due to Satan.” [= ].

3. Bukti lain bahwa perempuan ini tidak dirasuk oleh setan, adalah bahwa dalam menyembuhkan dia, Yesus tidak menengking / mengusir setannya (ay 12-13), seperti yang biasanya Ia lakukan, kalau berhadapan dengan orang yang betul-betul kerasukan setan (Mat 8:16 Mat 8:30-32 / Mark 5:8-13 Mat 9:32-34 Mat 12:22-24,28 Mat 17:14-19 / Mark 9:17-29 Mark 1:23-27 Mark 1:32-34).

Ada satu peristiwa yang agak kurang jelas dalam hal ini, yaitu dalam Mat 15:21-28, tetapi bandingkan text ini dengan bagian paralelnya dalam Mark 7:24-30, khususnya ay 29-30nya yang berbunyi: “(29) Maka kata Yesus kepada perempuan itu: ‘Karena kata-katamu itu, pergilah sekarang sebab setan itu sudah keluar dari anakmu.’ (30) Perempuan itu pulang ke rumahnya, lalu didapatinya anak itu berbaring di tempat tidur, sedang setan itu sudah keluar.”. Saya berpendapat dalam text inipun Yesus melakukan pengusiran setan, sekalipun hanya diceritakan secara implicit.

Saya kira, satu-satunya peristiwa dimana tidak diceritakan pengusiran setan adalah Mat 4:23-25, dan saya kira itu disebabkan karena penceritaannya dilakukan secara global, bukan individual.

Mat 4:23-25 - “(23) Yesuspun berkeliling di seluruh Galilea; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Allah serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan di antara bangsa itu. (24) Maka tersiarlah berita tentang Dia di seluruh Siria dan dibawalah kepadaNya semua orang yang buruk keadaannya, yang menderita pelbagai penyakit dan sengsara, yang kerasukan, yang sakit ayan dan yang lumpuh, lalu Yesus menyembuhkan mereka. (25) Maka orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia. Mereka datang dari Galilea dan dari Dekapolis, dari Yerusalem dan dari Yudea dan dari seberang Yordan.”.

4) Penderitaan jasmani Ayub ini masih ditambah dengan penderitaan batin / rohani, dimana ia dikucilkan oleh semua orang, tidak mempunyai damai, dan merasa ditinggalkan oleh Allah / dimusuhi oleh Allah.

Ayub 19:13-16,18-19 - “(13) Saudara-saudaraku dijauhkanNya dari padaku, dan kenalan-kenalanku tidak lagi mengenal aku. (14) Kaum kerabatku menghindar, dan kawan-kawanku melupakan aku. (15) Anak semang dan budak perempuanku menganggap aku orang yang tidak dikenal, aku dipandang mereka orang asing. (16) Kalau aku memanggil budakku, ia tidak menyahut; aku harus membujuknya dengan kata-kata manis. ... (18) Bahkan kanak-kanakpun menghina aku, kalau aku mau berdiri, mereka mengejek aku. (19) Semua teman karibku merasa muak terhadap aku; dan mereka yang kukasihi, berbalik melawan aku.”.

Ayub 3:23,26 - “(23) kepada orang laki-laki yang jalannya tersembunyi, yang dikepung Allah? ... (26) Aku tidak mendapat ketenangan dan ketenteraman; aku tidak mendapat istirahat, tetapi kegelisahanlah yang timbul.’”.

Ayub 7:4 - “Bila aku pergi tidur, maka pikirku: Bilakah aku akan bangun? Tetapi malam merentang panjang, dan aku dicekam oleh gelisah sampai dinihari.”.

Ayub 7:13-14 - “(13) Apabila aku berpikir: Tempat tidurku akan memberi aku penghiburan, dan tempat pembaringanku akan meringankan keluh kesahku, (14) maka Engkau mengagetkan aku dengan impian dan mengejutkan aku dengan khayal,”.

Ayub 16:9,11-14 - “(9) MurkaNya menerkam dan memusuhi aku, Ia menggertakkan giginya terhadap aku; lawanku memandang aku dengan mata yang berapi-api. ... (11) Allah menyerahkan aku kepada orang lalim, dan menjatuhkan aku ke dalam tangan orang fasik. (12) Aku hidup dengan tenteram, tetapi Ia menggelisahkan aku, aku ditangkapNya pada tengkukku, lalu dibantingNya, dan aku ditegakkanNya menjadi sasaranNya. (13) Aku dihujani anak panah, ginjalku ditembusNya dengan tak kenal belas kasihan, empeduku ditumpahkanNya ke tanah. (14) Ia merobek-robek aku, menyerang aku laksana seorang pejuang.”.

Jadi, dalam hal ini sikap Ayub tidak terlalu berbeda dengan sikap Naomi, yang sekalipun mempercayai semua hal datang dari Allah, tetapi tidak percaya bahwa Allah memberikan semua itu karena kasihNya, dan untuk kebaikannya.

Rut 1:12-13,19-21 - “(12) Pulanglah, anak-anakku, pergilah, sebab sudah terlalu tua aku untuk bersuami. Seandainya pikirku: Ada harapan bagiku, dan sekalipun malam ini aku bersuami, bahkan sekalipun aku masih melahirkan anak laki-laki, (13) masakan kamu menanti sampai mereka dewasa? Masakan karena itu kamu harus menahan diri dan tidak bersuami? Janganlah kiranya demikian, anak-anakku, bukankah jauh lebih pahit yang aku alami dari pada kamu, sebab tangan TUHAN teracung terhadap aku?’ ... (19) Dan berjalanlah keduanya sampai mereka tiba di Betlehem. Ketika mereka masuk ke Betlehem, gemparlah seluruh kota itu karena mereka, dan perempuan-perempuan berkata: ‘Naomikah itu?’ (20) Tetapi ia berkata kepada mereka: ‘Janganlah sebutkan aku Naomi; sebutkanlah aku Mara, sebab Yang Mahakuasa telah melakukan banyak yang pahit kepadaku. (21) Dengan tangan yang penuh aku pergi, tetapi dengan tangan yang kosong TUHAN memulangkan aku. Mengapakah kamu menyebutkan aku Naomi, karena TUHAN telah naik saksi menentang aku dan Yang Mahakuasa telah mendatangkan malapetaka kepadaku.’”.

5) Semua penderitaan ini menyebabkan Ayub lebih suka mati.

Penderitaan Ayub yang hebat ini menyebabkan ia berkata: “aku lebih suka dicekik dan mati dari pada menanggung kesusahanku.” (Ayub 7:15).

AYUB (5)

Ayub 2:9-13

Ayub 2:9-13 - “(9) Maka berkatalah isterinya kepadanya: ‘Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!’ (10) Tetapi jawab Ayub kepadanya: ‘Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?’ Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya. (11) Ketika ketiga sahabat Ayub mendengar kabar tentang segala malapetaka yang menimpa dia, maka datanglah mereka dari tempatnya masing-masing, yakni: Elifas, orang Teman, dan Bildad, orang Suah, serta Zofar, orang Naama. Mereka bersepakat untuk mengucapkan belasungkawa kepadanya dan menghibur dia. (12) Ketika mereka memandang dari jauh, mereka tidak mengenalnya lagi. Lalu menangislah mereka dengan suara nyaring. Mereka mengoyak jubahnya, dan menaburkan debu di kepala terhadap langit. (13) Lalu mereka duduk bersama-sama dia di tanah selama tujuh hari tujuh malam. Seorangpun tidak mengucapkan sepatah kata kepadanya, karena mereka melihat, bahwa sangat berat penderitaannya.”.

Kalau sampai saat ini Ayub diserang dalam bentuk kehilangan harta, anak-anak dan penyakit, maka mulai bagian ini, ia diserang setan dengan menggunakan manusia, yaitu istrinya sendiri, dan teman-temannya.

Penerapan: setan memang mempunyai tidak terhitung banyaknya cara untuk menyerang kita, bahkan menggunakan cara yang sama sekali tidak terduga.

Pulpit Commentary: “the fiercest trials often arise at unexpected moments, and from least anticipated quarters.” [= ujian / pencobaan yang paling dahsyat sering muncul pada saat yang tidak terduga, dan dari sudut yang paling tidak diharapkan.] - hal 40.

Pulpit Commentary: “it is possible for even the righteous man to suffer in the extremest degree. It is one part of the purpose of the book to illustrate this truth for sufferers in all time, to make known that ‘many’ may be ‘the afflictions of the righteous.’” [= adalah mungkin bagi seorang benar untuk menderita dalam tingkat yang paling extrim. Merupakan sebagian dari tujuan kitab ini untuk mengilustrasikan kebenaran ini bagi para penderita dalam semua waktu, menunjukkan bahwa ‘penderitaan orang benar itu bisa banyak’.] - hal 45.

Catatan: kutipan ayat dari Maz 34:20 - “Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;”.

Ay 9-10: “(9) Maka berkatalah isterinya kepadanya: ‘Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!’ (10) Tetapi jawab Ayub kepadanya: ‘Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?’ Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya.”.

1) Ay 9 ini menunjukkan pencobaan bagi Ayub yang datang dari istrinya sendiri.

a) Dari kata-kata ‘kutukilah Allah’ terlihat dengan jelas bahwa setan menjadikan istri Ayub sebagai alatnya untuk mewujudkan kata-katanya dalam 1:11 dan 2:5.

Pulpit Commentary: “the greatest outward blessings may sometimes prove a snare - Job’s wife, and Adam’s.” [= berkat-berkat lahiriah yang terbesar kadang-kadang bisa terbukti merupakan suatu jerat - istri Ayub, dan istri Adam.] - hal 40.

Wycliffe Bible Commentary: “The narrative reminds us repeatedly of the temptation in Eden (Gen 3). Job’s wife plays a role remarkably like that of Eve. Each woman succumbed to the tempter and became his instrument for the undoing of her husband.” [= Cerita ini berulang-ulang mengingatkan kita tentang pencobaan di Eden (Kej 3). Istri Ayub memainkan peranan yang sangat hebat seperti peranan dari Hawa. Kedua perempuan ini tunduk kepada si penggoda dan menjadi alatnya untuk menghancurkan suaminya.].

Matthew Henry: “she was to him like Michal to David, a scoffer at his piety. ... It is his policy to send his temptations by the hand of those that are dear to us, as he tempted Adam by Eve and Christ by Peter. We must therefore carefully watch that we be not drawn to say or do a wrong thing by the influence, interest, or entreaty, of any, no, not those for whose opinion and favour we have ever so great a value.” [= ia bagi Ayub adalah seperti Mikhal bagi Daud, seorang pengejek terhadap kesalehannya. ... Merupakan politik dari setan untuk mengirimkan pencobaannya dengan menggunakan mereka yang kita kasihi, seperti ia mencobai Adam menggunakan Hawa, dan mencobai Kristus menggunakan Petrus. Karena itu kita harus dengan hati-hati berjaga-jaga supaya kita tidak ditarik untuk mengatakan atau melakukan hal yang salah karena pengaruh, kepentingan, atau permohonan, dari siapapun, bahkan dari mereka yang pandangannya dan kebaikannya sangat kita hargai.].

Bdk. 2Sam 6:14,16,20-23 - “(14) Dan Daud menari-nari di hadapan TUHAN dengan sekuat tenaga; ia berbaju efod dari kain lenan. ... (16) Ketika tabut TUHAN itu masuk ke kota Daud, maka Mikhal, anak perempuan Saul, menjenguk dari jendela, lalu melihat raja Daud meloncat-loncat serta menari-nari di hadapan TUHAN. Sebab itu ia memandang rendah Daud dalam hatinya. ... (20) Ketika Daud pulang untuk memberi salam kepada seisi rumahnya, maka keluarlah Mikhal binti Saul mendapatkan Daud, katanya: ‘Betapa raja orang Israel, yang menelanjangi dirinya pada hari ini di depan mata budak-budak perempuan para hambanya, merasa dirinya terhormat pada hari ini, seperti orang hina dengan tidak malu-malu menelanjangi dirinya!’ (21) Tetapi berkatalah Daud kepada Mikhal: ‘Di hadapan TUHAN, yang telah memilih aku dengan menyisihkan ayahmu dan segenap keluarganya untuk menunjuk aku menjadi raja atas umat TUHAN, yakni atas Israel, - di hadapan TUHAN aku menari-nari, (22) bahkan aku akan menghinakan diriku lebih dari pada itu; engkau akan memandang aku rendah, tetapi bersama-sama budak-budak perempuan yang kaukatakan itu, bersama-sama merekalah aku mau dihormati.’ (23) Mikhal binti Saul tidak mendapat anak sampai hari matinya.”.

Mat 16:21-23 - “(21) Sejak waktu itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-muridNya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga. (22) Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia, katanya: ‘Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau.’ (23) Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: ‘Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagiKu, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.”.

Pulpit Commentary: “she suffers herself to become Satan’s ally and her husband’s worst enemy. It is noticeable that she urges her husband to do exactly that which Satan had suggested that he would do (ch. 1:11; 2:5), and had evidently wished him to do, thus fighting on his side, and increasing her husband’s difficulties.” [= ia membiarkan dirinya menjadi sekutu setan dan musuh terburuk suaminya. Terlihat dengan jelas bahwa ia mendesak suaminya untuk melakukan hal yang persis sama dengan yang dikatakan oleh setan (1:11; 2:5), dan yang jelas diinginkan oleh setan untuk dilakukan oleh Ayub, dan dengan demikian berkelahi di pihak setan, dan menambah kesukaran-kesukaran suaminya.] - hal 35.

Tentu bukan hanya istri yang bisa menjadi alat setan untuk mencobai suami, tetapi juga semua anggota keluarga dan teman bisa menjadi alat setan untuk mencobai kita. Karena itu, kita semua harus berusaha untuk membangun kerohanian dari seluruh keluarga kita!!!

b) Sekalipun istri Ayub jelas salah, tetapi kita tidak boleh lupa bahwa ia melakukan kesalahan ini dalam penderitaan yang hebat. Penderitaan Ayub yang sangat hebat juga merupakan penderitaannya. Iapun kehilangan seluruh harta dan anak-anaknya, dan ia juga menderita karena melihat bagaimana suaminya terkena penyakit yang begitu hebat. Hanya, kalau Ayub masih bisa bertahan dalam penderitaan itu, istrinya tidak.

c) Sekarang terlihat mengapa tadinya setan ‘berbaik hati’ dengan tidak membunuh istri Ayub bersama-sama dengan semua anak-anaknya, yaitu karena ia ingin menggunakan si istri sebagai alat yang ampuh untuk mencobai / menyerang Ayub.

Ini jelas merupakan sesuatu yang sangat menyakitkan bagi Ayub, karena di tengah-tengah semua kehilangan dan penyakit yang ia alami, istrinya bukannya mendukungnya, tetapi bahkan mengeluarkan kata-kata seperti itu.

Wycliffe Bible Commentary: “Satan had spared Job’s wife - as he had spared the four messengers - for his further use in his war on Job’s soul.” [= Iblis telah menyimpan / mencadangkan / tidak membunuh istri Ayub - seperti ia telah menyimpan / mencadangkan / tidak membunuh keempat utusan - untuk penggunaannya lebih lanjut dalam peperangannya terhadap jiwa Ayub.].

Matthew Henry: “She was spared to him, when the rest of his comforts were taken away, for this purpose, to be a troubler and tempter to him. If Satan leaves any thing that he has permission to take away, it is with a design of mischief.” [= Ia disimpan / dicadangkan baginya, pada waktu sisa dari kesenangan-kesenangannya diambil, untuk tujuan ini, menjadi pengganggu dan penggoda baginya. Jika Iblis meninggalkan apapun yang diijinkan untuk ia ambil, itu adalah dengan suatu rencana jahat.].

Pulpit Commentary: “Beyond question, it was politic to attack the patriarch through his wife; and probably for this reason she was spared - not because having her was a greater trial to the good man than losing her would have been, but because the devil wanted a tool against her husband (cf. Adam’s temptation through Eve).” [= Tidak perlu diragukan, itu merupakan suatu politik untuk menyerang Ayub melalui istrinya; dan mungkin untuk alasan ini ia disimpan / dicadangkan - bukan karena mempunyai istri merupakan ujian / pencobaan yang lebih besar bagi Ayub dari pada kehilangan istri, tetapi karena setan membutuhkan suatu alat terhadap suaminya (bdk. pencobaan terhadap Adam melalui Hawa).] - hal 39.

Pulpit Commentary: “Satan’s mercies (e.g. in sparing Job’s wife) have always somewhat of cruelty in them.” [= Belas kasihan setan (misalnya dalam menyimpan / mencadangkan istri Ayub) selalu mempunyai suatu kekejaman di dalamnya.] - hal 40.

Bdk. Amsal 12:10 - “Orang benar memperhatikan hidup hewannya, tetapi belas kasihan orang fasik itu kejam.”.

Kalau belas kasihan orang fasik itu kejam, apalagi belas kasihan setan!!! Ia ‘berbelas-kasihan’ dengan tidak membunuh istri Ayub, tetapi ia menggunakan si istri untuk menjatuhkan Ayub!

Pulpit Commentary: “Chrysostom asks, ‘Why did the devil leave him his wife?’ and replies, ‘Because he thought her a good scourge by which to plague him more acutely than by any other means.’ Certainly the temptation which comes through one whom we love is the most powerful.” [= Chrysostom bertanya: ‘Mengapa setan meninggalkan padanya istrinya?’ dan menjawab: ‘Karena ia berpikir bahwa perempuan itu merupakan cambuk yang bagus untuk mengganggu / menggoda dia dengan lebih tajam dibandingkan dengan cara-cara lain’. Jelas bahwa pencobaan yang datang melalui seseorang yang kita cintai merupakan pencobaan yang paling kuat.] - hal 47.

2) Jawaban Ayub terhadap kata-kata istrinya (ay 10).

a) ‘Engkau berbicara seperti perempuan gila’.

1. Kata ‘gila’ sebetulnya salah terjemahan.

KJV/RSV/NIV/NASB: ‘foolish’ [= bodoh].

Ada yang mengatakan bahwa ‘bodoh’ di sini berarti ‘tidak bisa membedakan baik dan buruk’. Kata bahasa Ibrani yang digunakan adalah NABAL.

Jamieson, Fausset & Brown: “‘The foolish women.’ Sin and folly are allied in Scripture (1 Sam. 25:25; 2 Sam. 13:13; Ps. 14:1).” [= ‘Perempuan-perempuan tolol’. Dosa dan ketololan digabungkan dalam Kitab Suci (1Sam 25:25; 2Sam 13:13; Maz 14:1).].

1Sam 25:25 - “Janganlah kiranya tuanku mengindahkan Nabal, orang yang dursila itu, sebab seperti namanya demikianlah ia: Nabal namanya dan bebal orangnya. Tetapi aku, hambamu ini, tidak melihat orang-orang yang tuanku suruh.”.

2Sam 13:13 - “Dan aku, ke manakah kubawa kecemaranku? Dan engkau ini, engkau akan dianggap sebagai orang yang bebal di Israel. Oleh sebab itu, berbicaralah dengan raja, sebab ia tidak akan menolak memberikan aku kepadamu.’”.

Maz 14:1 - “[Untuk pemimpin biduan. Dari Daud.] Orang bebal berkata dalam hatinya: ‘Tidak ada Allah.’ Busuk dan jijik perbuatan mereka, tidak ada yang berbuat baik.”.

Yes 32:6 - “Sebab orang bebal mengatakan kebebalan, dan hatinya merencanakan yang jahat, yaitu bermaksud murtad dan mengatakan yang menyesatkan tentang TUHAN, membiarkan kosong perut orang lapar dan orang haus kekurangan minuman.”.

Barnes’ Notes: “The word here rendered ‘foolish’ means properly stupid or foolish, and then wicked, abandoned, impious - the idea of sin and folly being closely connected in the Scriptures, or sin being regarded as supreme folly;” [= Kata yang diterjemahkan ‘tolol’ sebetulnya berarti bodoh atau tolol, dan lalu jahat, dibuang / ditinggalkan, tidak saleh – gagasan tentang dosa dan kebodohan dihubungkan secara dekat dalam Kitab Suci, atau dosa dianggap sebagai ketololan yang tertinggi;] - hal 119.

2. Ayub melabrak istrinya.

Dengan kata-kata ini boleh dikatakan Ayub ‘melabrak’ istrinya dengan kata-kata yang keras. Orang yang membujuk / mendorong kita kepada dosa memang pantas dilabrak, sekalipun itu adalah istri sendiri, karena kalau kita tidak melakukannya, maka orang itu akan terus mendesak kita untuk berbuat dosa.

Perhatikan sikap Yesus terhadap Petrus, sikap Daud terhadap Mikhal, dan sikap Ayub terhadap istrinya! Semua mereka bersikap keras!

Dalam Perjanjian Lama, bahkan orang Israel disuruh membunuh keluarga sendiri / sahabat yang mengajarkan ajaran sesat.

Bdk. Ul 13:6-10 - “(6) Apabila saudaramu laki-laki, anak ibumu, atau anakmu laki-laki atau anakmu perempuan atau isterimu sendiri atau sahabat karibmu membujuk engkau diam-diam, katanya: Mari kita berbakti kepada allah lain yang tidak dikenal olehmu ataupun oleh nenek moyangmu, (7) salah satu allah bangsa-bangsa sekelilingmu, baik yang dekat kepadamu maupun yang jauh dari padamu, dari ujung bumi ke ujung bumi, (8) maka janganlah engkau mengalah kepadanya dan janganlah mendengarkan dia. Janganlah engkau merasa sayang kepadanya, janganlah mengasihani dia dan janganlah menutupi salahnya, (9) tetapi bunuhlah dia! Pertama-tama tanganmu sendirilah yang bergerak untuk membunuh dia, kemudian seluruh rakyat. (10) Engkau harus melempari dia dengan batu, sehingga mati, karena ia telah berikhtiar menyesatkan engkau dari pada TUHAN, Allahmu, yang telah membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari rumah perbudakan.”.

Catatan: hukuman mati seperti ini merupakan civil law / undang-undang, yang hanya berlaku di tempat tertentu, pada jaman tertentu.

Francis I. Andersen (Tyndale): “Whatever lay behind her words, Job rejects them with fury. But he does not call her ‘wicked’, merely ‘foolish,’ that is lacking in discernment. She thinks God has treated Job badly, and deserves a curse; Job finds nothing wrong with what has happened to him.” [= Apapun yang terletak dibalik kata-katanya, Ayub menolaknya dengan kemurkaan. Tetapi ia tidak menyebutnya ‘jahat’, tetapi hanya ‘bodoh’, yaitu tidak mempunyai ketajaman dalam membedakan. Ia berpikir Allah telah memperlakukan Ayub dengan buruk, dan layak mendapatkan kutukan; Ayub tidak menemukan apapun yang salah dengan apa yang telah terjadi padanya.] - hal 93.

Matthew Henry: “How he resented the temptation. He was very indignant at having such a thing mentioned to him: ... In other cases Job reasoned with his wife with a great deal of mildness, even when she was unkind to him ... But, when she persuaded him to curse God, he was much displeased: Thou speakest as one of the foolish women speaketh. ... Temptations to curse God ought to be rejected with the greatest abhorrence, and not so much as to be parleyed with.” [= Bagaimana ia marah terhadap pencobaan. Ia sangat marah karena disebutkannya hal itu kepadanya: ... Dalam kasus-kasus yang lain Ayub berargumentasi dengan istrinya dengan kelembutan, bahkan pada saat istrinya tidak baik kepadanya. ... Tetapi, pada waktu ia membujuknya untuk mengutuki Allah, ia sangat tidak senang: Engkau berbicara seperti salah satu dari perempuan-perempuan tolol berbicara. ... Pencobaan-pencobaan untuk mengutuki Allah harus ditolak dengan kejijikan yang terbesar, dan bukannya diajak berembuk / berdiskusi.].

b) ‘Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?’ (ay 10b).

Ini menunjukkan suatu pengakuan dari Ayub, bahwa segala sesuatu, baik atau buruk, datang dari Allah. Ini adalah salah satu dasar dari theologia Reformed yang beranggapan bahwa ‘God is the first cause of everything’ [= Allah adalah penyebab pertama dari segala sesuatu].

Pulpit Commentary: “It recognizes God as the Source of all things. ... Nothing happens but by God’s permission.” [= Itu mengenali Allah sebagai Sumber segala sesuatu. ... Tidak ada yang terjadi kecuali oleh ijin Allah.] - hal 48.

Pulpit Commentary: “He accepts both prosperity and affliction as coming from God, and expresses himself as willing to submit to his will.” [= Ia menerima bahwa baik kemakmuran maupun penderitaan / kesusahan sebagai datang dari Allah, dan menyatakan bahwa dirinya mau tunduk pada kehendakNya.] - hal 35.

Pulpit Commentary: “The voice, not of stoical indifference, or of heartless despair, or of cold, callous, reluctant acquiescence in a fate which cannot be escaped, but of intelligent and cheerful submission to a providence which he recognizes to be at once righteous and good.” [= Suara itu, bukan suara acuh-tak acuh dari ajaran Stoic, atau suara dari keputus-asaan yang tidak punya semangat, atau suara dari penerimaan yang dingin, tidak berperasaan, segan kepada nasib yang tidak bisa dihindari, tetapi suatu ketundukan yang cerdas dan gembira kepada Providensia yang ia kenali sebagai benar dan baik sekaligus.] - hal 40.

Catatan: golongan Stoic / Stoa (bdk. Kis 17:18) percaya adanya ketetapan / penentuan allah, tetapi yang mereka maksudkan adalah adanya takdir, yang bahkan ada di atas Allah!

Francis I. Andersen (Tyndale): “His attitude is the same as before (1:21). It is equally right for God to give gifts and to retrieve them (round one); it is equally right for God to send good or evil (round two).” [= Sikapnya sama seperti sebelumnya (1:21). Adalah sama benarnya bagi Allah untuk memberikan pemberian dan untuk mengambilnya kembali (ronde pertama); adalah sama benarnya bagi Allah untuk mengirimkan hal yang baik atau hal yang buruk (ronde kedua).] - hal 93.

Ini menunjukkan bahwa dalam penderitaannya Ayub tetap ingat akan hal-hal baik yang telah ia terima sampai saat ini.

Barnes’ Notes: “Having received such abundant tokens of kindness from him, it was unreasonable to complain when they were taken away, and when he sent calamity in their stead.” [= Setelah menerima begitu banyak tanda kebaikan dari Dia, adalah tidak masuk akal untuk mengeluh pada waktu hal-hal itu diambil kembali, dan pada waktu Ia mengirimkan bencana sebagai gantinya.] - hal 119.

Barnes’ Notes: “Shall we at once lose all our confidence in our great Benefactor the moment he takes away our comforts, and visits us with pain? This is the true expression of piety. It submits to all the arrangements of God without a murmur. It receives blessing with gratitude; it is resigned when calamities are sent in their place.” [= Apakah kita akan segera kehilangan semua keyakinan kita kepada Dermawan kita yang besar pada saat Ia mengambil semua hal-hal yang menyenangkan, dan mengunjungi kita dengan kesakitan / hal yang menyakitkan? Ini merupakan pernyataan kesalehan yang benar. Ia tunduk kepada semua pengaturan Allah tanpa sungut-sungut. Ia menerima berkat dengan syukur; ia berserah pada waktu bencana-bencana dikirimkan sebagai gantinya.] - hal 119.

Matthew Henry: “How he reasoned against the temptation: Shall we receive good at the hand of God, and shall we not receive evil also? Those whom we reprove we must endeavour to convince; and it is no hard matter to give a reason why we should still hold fast our integrity even when we are stripped of every thing else. He considers that, though good and evil are contraries, yet they do not come from contrary causes, but both from the hand of God (Isa. 45:7, Lam. 3:38), and therefore that in both we must have our eye up unto him, with thankfulness for the good he sends and without fretfulness at the evil.” [= Bagaimana ia berargumentasi terhadap pencobaan: Apakah kita mau menerima yang baik dari tangan Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk juga? Mereka yang kita marahi harus kita yakinkan; dan tidak sukar untuk memberi alasan mengapa kita harus tetap berpegang erat-erat pada kesalehan kita bahkan pada saat segala sesuatu diambil dari kita. Ia mempertimbangkan bahwa hal-hal yang baik dan buruk memang bertentangan, tetapi mereka tidak datang dari penyebab yang bertentangan / berbeda, tetapi keduanya dari tangan Allah (Yes 45:7, Rat 3:38), dan karena itu dalam keduanya kita harus tetap mengarahkan mata kita kepadaNya, dengan rasa syukur untuk hal baik yang Ia kirimkan, dan tanpa sikap menggerutu untuk hal yang buruk.].

Bandingkan dengan:

1. Pkh 7:14 - “Pada hari mujur bergembiralah, tetapi pada hari malang ingatlah, bahwa hari malang inipun dijadikan Allah seperti juga hari mujur, supaya manusia tidak dapat menemukan sesuatu mengenai masa depannya.”.

2. Yes 45:6b-7 - “(6b) Akulah TUHAN dan tidak ada yang lain, (7) yang menjadikan terang dan menciptakan gelap, yang menjadikan nasib mujur dan menciptakan nasib malang; Akulah TUHAN yang membuat semuanya ini.”.

3. Rat 3:37-38 - “(37) Siapa berfirman, maka semuanya jadi? Bukankah Tuhan yang memerintahkannya? (38) Bukankah dari mulut Yang Mahatinggi keluar apa yang buruk dan apa yang baik?”.

4. Amos 3:6 - “Adakah sangkakala ditiup di suatu kota, dan orang-orang tidak gemetar? Adakah terjadi malapetaka di suatu kota, dan TUHAN tidak melakukannya?”.

c) ‘Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya’ (ay 10c).

Ada rabi-rabi Yahudi yang mengatakan bahwa Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya, tetapi ia sudah berbuat dosa dengan hati / pikirannya. Ini merupakan penafsiran yang bertentangan dengan kontext, karena dalam kontextnya, baru belakangan Ayub berbuat dosa.

Pulpit Commentary: “Thus far, that is, Job ‘kept the door of his mouth’ strictly, righteously, piously. Later on he was not always so entirely free from fault.” [= Sampai sejauh ini, yaitu, Ayub ‘menjaga pintu mulutnya’ dengan ketat, dengan benar, dengan saleh. Belakangan ia tidak selalu begitu bebas sepenuhnya dari kesalahan.] - hal 35.

Bagian ini menunjukkan bahwa orang sering jatuh dalam dosa dengan mulut / lidah pada waktu penderitaan menimpa, misalnya dengan mengomel, marah dan mengeluarkan kata-kata yang tidak benar terhadap Allah, dsb.

Ay 11-13: “(11) Ketika ketiga sahabat Ayub mendengar kabar tentang segala malapetaka yang menimpa dia, maka datanglah mereka dari tempatnya masing-masing, yakni: Elifas, orang Teman, dan Bildad, orang Suah, serta Zofar, orang Naama. Mereka bersepakat untuk mengucapkan belasungkawa kepadanya dan menghibur dia. (12) Ketika mereka memandang dari jauh, mereka tidak mengenalnya lagi. Lalu menangislah mereka dengan suara nyaring. Mereka mengoyak jubahnya, dan menaburkan debu di kepala terhadap langit. (13) Lalu mereka duduk bersama-sama dia di tanah selama tujuh hari tujuh malam. Seorangpun tidak mengucapkan sepatah kata kepadanya, karena mereka melihat, bahwa sangat berat penderitaannya.”.

1) Sekalipun belum terlihat di sini, tetapi ini merupakan permulaan dari pencobaan yang dilakukan oleh setan melalui sahabat-sahabat Ayub. Mereka memang sebetulnya bertujuan menghibur Ayub, tetapi karena pengertian yang salah dalam persoalan penderitaan / bencana, mereka akhirnya menambahi penderitaan Ayub dengan penghakiman mereka.

2) Berdasarkan kata-kata ‘bulan-bulan yang sia-sia’ dalam Ayub 7:3, Pulpit Commentary (hal 35-36) mengatakan bahwa saat ini sedikitnya sudah 2 bulan lewat sejak penderitaan terakhir menimpa Ayub. Mungkin ini disebabkan karena ketiga sahabat Ayub itu tempat tinggalnya cukup jauh, sehingga butuh waktu bagi berita tentang Ayub untuk mencapai mereka, dan butuh waktu lagi bagi mereka untuk bisa datang ke tempat Ayub.

Pulpit Commentary: “periods of protracted suffering are spiritually more dangerous than sharp and sudden strokes of greater severity.” [= masa penderitaan yang berlarut-larut, lebih berbahaya secara rohani dari pada pukulan-pukulan yang tajam dan mendadak dengan kekerasan yang lebih besar.] - hal 40.

3) Tiga sahabat Ayub datang untuk mengucapkan belasungkawa dan menghibur Ayub (ay 11b).

a) Di sini hanya disebutkan 3 orang sahabat, yaitu Elifas, Bildad dan Zofar.

Ay 11b: “Elifas, orang Teman, dan Bildad, orang Suah, serta Zofar, orang Naama.”.

1. Elifas orang Teman.

Para penafsir menganggap bahwa Elifas orang Teman ini adalah anak laki-laki dari Esau.

Kej 36:4,15 - “Ada melahirkan Elifas bagi Esau, dan Basmat melahirkan Rehuel, ... (15) Inilah kepala-kepala kaum bani Esau: keturunan Elifas anak sulung Esau, ialah kepala kaum Teman, kepala kaum Omar, kepala kaum Zefo, kepala kaum Kenas,”.

2. Bildad, orang Suah.

Para penafsir menganggap Suah sebagai anak Abraham dengan Ketura.

Kej 25:1-2 - “(1) Abraham mengambil pula seorang isteri, namanya Ketura. (2) Perempuan itu melahirkan baginya Zimran, Yoksan, Medan, Midian, Isybak dan Suah.”.

3. Zofar, orang Naama.

Para penafsir tak punya kesepakatan tentang orang ini, maupun asal usulnya.

Kalau pandangan di atas ini benar, maka itu berarti Ayub bukannya hidup di jaman Abraham / Terah, tetapi agak jauh sesudahnya. Agak aneh bahwa ia bisa mempunyai umur setua itu.

b) Belakangan pada pasal 32 muncul seorang lagi, yaitu Elihu.

Ayub 32:2 - “Lalu marahlah Elihu bin Barakheel, orang Bus, dari kaum Ram; ia marah terhadap Ayub, karena ia menganggap dirinya lebih benar dari pada Allah,”.

Biarpun ia baru diceritakan dalam Ayub 32:2, tetapi dari kata-katanya rupanya ia sudah hadir dan mendengar seluruh percakapan antara Ayub dan ketiga sahabatnya tersebut.

1. Siapakah Elihu ini?

Adam Clarke (tentang Ayub 32:2): “Buz was the second son of Nahor, the brother of Abram, Gen. 22:21.” [= Bus adalah anak laki-laki kedua dari Nahor, saudara laki-laki dari Abraham, Kej 22:21.].

Kej 22:20-21 - “(20) Sesudah itu Abraham mendapat kabar: ‘Juga Milka telah melahirkan anak-anak lelaki bagi Nahor, saudaramu: (21) Us, anak sulung, dan Bus, adiknya, dan Kemuel, ayah Aram,”.

2. Dari kata-kata Elihu dalam Ayub 32:6 terlihat bahwa Elihu masih muda tetapi ketiga orang ini sudah tua.

Ayub 32:6 - “Lalu berbicaralah Elihu bin Barakheel, orang Bus itu: ‘Aku masih muda dan kamu sudah berumur tinggi; oleh sebab itu aku malu dan takut mengemukakan pendapatku kepadamu.”.

c) Ada hal-hal yang baik dalam diri ketiga sahabat Ayub ini.

1. Mereka mempunyai simpati terhadap orang menderita, mereka mau menjadi sahabat bukan hanya dalam kesenangan dan kekayaan, tetapi juga dalam penderitaan dan kemiskinan.

Bdk. Amsal 17:17 - “Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran.”.

Dalam bahasa Inggris ada pepatah yang berbunyi: “A friend in need is a friend indeed.” [= Seorang sahabat dalam kebutuhan adalah sungguh-sungguh seorang sahabat.].

2. Mereka juga tetap menjadi sahabat Ayub pada saat teman-teman Ayub yang lain menghindarinya / meninggalkannya.

Ayub 19:14 - “Kaum kerabatku menghindar, dan kawan-kawanku melupakan aku.”.

3. Mereka bersepakat untuk menghibur Ayub.

Ay 11b: “Mereka bersepakat untuk mengucapkan belasungkawa kepadanya dan menghibur dia.”.

Merupakan sesuatu yang baik untuk melakukan hal yang baik secara bersama-sama / dengan saling tolong menolong.

c) Ay 11b: ‘mengucapkan belasungkawa kepadanya’.

NIV/NASB: ‘sympathyze with him’ [= bersimpati dengan dia].

KJV: ‘to mourn with him’ [= berkabung dengan dia].

RSV: ‘to condole with him’ [= turut berdukacita dengan dia].

Kalau KJV benar maka ini menunjukkan bahwa mereka menangis dengan orang yang menangis.

Bdk. Ro 12:15 - “Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis!”.

d) Ay 11b: ‘dan menghibur dia’.

Matthew Henry: “they came with a design (and we have reason to think it was a sincere design) to comfort him, and yet proved miserable comforters, through their unskilful management of his case. Many that aim well do, by mistake, come short of their aim.” [= mereka datang dengan rencana (dan kami mempunyai alasan untuk menganggapnya sebagai suatu rencana yang tulus) untuk menghibur dia, tetapi mereka terbukti merupakan penghibur-penghibur yang menyedihkan, melalui pengelolaan mereka yang tidak cakap tentang kasusnya. Banyak orang yang bertujuan baik, tetapi oleh kesalahan, tidak mencapai tujuan mereka.].

Pulpit Commentary: “A good intention, ... That they failed to carry out their intention (ch. 16:2; 21:34) was owing to a want of judgment, and, perhaps, in part, to a want of love.” [= Maksud / tujuan yang baik, ... Bahwa mereka gagal untuk melaksanakan maksud / tujuan mereka (pasal 16:2; 21:34) disebabkan karena salah penilaian, dan mungkin, sebagian, disebabkan karena kurangnya kasih.] - hal 36.

Jadi, ‘pengertian yang benar tentang penderitaan’ + ‘kasih’ merupakan hal-hal yang harus dimiliki seseorang kalau ia mau menghibur orang yang menderita.

4) Ay 12: ‘mereka tidak mengenalnya lagi.’.

Francis I. Andersen (Tyndale) mengatakan bahwa ini disebabkan karena mereka masih jauh. Tetapi saya berpendapat bahwa ini merupakan penafsiran yang salah, karena ayat itu melanjutkan dengan mengatakan bahwa mereka lalu menangis. Jadi mereka tidak mengenal dia karena Ayub begitu berubah bentuk / wajahnya karena penyakitnya. Ini menyebabkan ketiga sahabatnya lalu menangis.

Pulpit Commentary: “Job was so disfigured by the disease that they failed to recognize him.” [= Ayub begitu berubah bentuk karena penyakit itu sehingga mereka tidak mengenalinya.] - hal 36.

5) Ay 13: “Lalu mereka duduk bersama-sama dia di tanah selama tujuh hari tujuh malam. Seorangpun tidak mengucapkan sepatah kata kepadanya, karena mereka melihat, bahwa sangat berat penderitaannya.”.

Penderitaan Ayub yang sangat hebat menyebabkan ketiga sahabatnya duduk bersama dengan dia dan tidak mengucapkan apapun kepadanya selama 7 hari 7 malam.

Bdk. Pkh 3:7b - “ada waktu untuk berdiam diri, ada waktu untuk berbicara;”.

AYUB (6)

Ayub 3:1-26

Ayub 3:1-26 - “(1) Sesudah itu Ayub membuka mulutnya dan mengutuki hari kelahirannya. (2) Maka berbicaralah Ayub: (3) ‘Biarlah hilang lenyap hari kelahiranku dan malam yang mengatakan: Seorang anak laki-laki telah ada dalam kandungan. (4) Biarlah hari itu menjadi kegelapan, janganlah kiranya Allah yang di atas menghiraukannya, dan janganlah cahaya terang menyinarinya. (5) Biarlah kegelapan dan kekelaman menuntut hari itu, awan-gemawan menudunginya, dan gerhana matahari mengejutkannya. (6) Malam itu - biarlah dia dicekam oleh kegelapan; janganlah ia bersukaria pada hari-hari dalam setahun; janganlah ia termasuk bilangan bulan-bulan. (7) Ya, biarlah pada malam itu tidak ada yang melahirkan, dan tidak terdengar suara kegirangan. (8) Biarlah ia disumpahi oleh para pengutuk hari, oleh mereka yang pandai membangkitkan marah Lewiatan. (9) Biarlah bintang-bintang senja menjadi gelap; biarlah ia menantikan terang yang tak kunjung datang, janganlah ia melihat merekahnya fajar, (10) karena tidak ditutupnya pintu kandungan ibuku, dan tidak disembunyikannya kesusahan dari mataku. (11) Mengapa aku tidak mati waktu aku lahir, atau binasa waktu aku keluar dari kandungan? (12) Mengapa pangkuan menerima aku; mengapa ada buah dada, sehingga aku dapat menyusu? (13) Jikalau tidak, aku sekarang berbaring dan tenang; aku tertidur dan mendapat istirahat (14) bersama-sama raja-raja dan penasihat-penasihat di bumi, yang mendirikan kembali reruntuhan bagi dirinya, (15) atau bersama-sama pembesar-pembesar yang mempunyai emas, yang memenuhi rumahnya dengan perak. (16) Atau mengapa aku tidak seperti anak gugur yang disembunyikan, seperti bayi yang tidak melihat terang? (17) Di sanalah orang fasik berhenti menimbulkan huru-hara, di sanalah mereka yang kehabisan tenaga mendapat istirahat. (18) Dan para tawanan bersama-sama menjadi tenang, mereka tidak lagi mendengar suara pengerah. (19) Di sana orang kecil dan orang besar sama, dan budak bebas dari pada tuannya. (20) Mengapa terang diberikan kepada yang bersusah-susah, dan hidup kepada yang pedih hati; (21) yang menantikan maut, yang tak kunjung tiba, yang mengejarnya lebih dari pada menggali harta terpendam; (22) yang bersukaria dan bersorak-sorai dan senang, bila mereka menemukan kubur; (23) kepada orang laki-laki yang jalannya tersembunyi, yang dikepung Allah? (24) Karena ganti rotiku adalah keluh kesahku, dan keluhanku tercurah seperti air. (25) Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku. (26) Aku tidak mendapat ketenangan dan ketenteraman; aku tidak mendapat istirahat, tetapi kegelisahanlah yang timbul.’”.

Pendahuluan:

1) Mulai Ayub pasal 3 ini Kitab Ayub berbentuk puisi, dan baru pada pasal yang terakhir, yaitu Ayub 42, Kitab Ayub kembali berbentuk cerita sejarah lagi.

2) Ada anggapan yang mengatakan bahwa apa yang tertulis di sini bukanlah kata-kata Ayub secara persis, tetapi sudah disusun oleh pengarang kitab Ayub (Pulpit, hal 53). Ini memang masuk akal, karena rasanya tidak mungkin dalam seluruh pembicaraan ini semuanya berbicara dalam bentuk puisi. Kelihatannya Francis I. Andersen juga mempunyai pandangan yang serupa.

Francis I. Andersen (Tyndale): “The speeches are too long to be called conversation, or even a dialogue. There is not enough connection between them to enable the argument to be traced through logically. In this, and in the poetic form, the artificial arrangement is most obvious.” [= Ucapan-ucapannya terlalu panjang untuk disebut pembicaraan / percakapan, atau bahkan suatu dialog. Tidak ada hubungan yang cukup di antara ucapan-ucapan itu untuk memungkinkan kita melacak argumentasinya secara logis. Di dalam hal ini, dan dalam bentuk puisi, penyusunan / pengaturan buatan adalah sangat jelas.] - hal 96.

3) Tentang ‘diskusi’ antara Ayub dan teman-temannya mulai pasal 3 ini ada komentar sebagai berikut:

Francis I. Andersen (Tyndale): “An audience is implied. The speakers are not trying to convince one another, even when they address each other. This is why it is often hard to find the connection between one speech and the next. This is why it is hard to trace progress in the discovery of the truth as the argument advances. ... They talk to Job about God. Job too talks about God, and sometimes he addresses them. ... But much of Job’s utterance is in an entirely different direction. Job is not arguing a point; he is trying to understand his experience. Hence he often talks to himself, struggling in his own mind. He is also trying to retain (or recover) his lost friendship with God. Hence he appeals to God again and again.” [= Secara tidak langsung ditunjukkan bahwa ada penonton / pendengar. Pembicara-pembicara tidak sedang berusaha untuk meyakinkan satu terhadap yang lain, bahkan pada saat mereka sedang berbicara satu terhadap yang lain. Inilah sebabnya mengapa seringkali sukar untuk menemukan hubungan antara satu pembicaraan dengan pembicaraan berikutnya. Ini sebabnya mengapa sukar untuk melacak kemajuan dalam penemuan kebenaran pada saat argumentasi berlanjut. ... Mereka berbicara kepada Ayub tentang Allah. Ayub juga berbicara tentang Allah, dan kadang-kadang ia berbicara kepada mereka. ... Tetapi banyak dari ucapan Ayub yang ada dalam arah yang sepenuhnya berbeda. Ayub bukan berargumentasi tentang hal tertentu; ia sedang mencoba untuk mengerti pengalamannya. Karenanya ia sering berbicara kepada dirinya sendiri, bergumul dalam pikirannya. Ia juga sedang berusaha untuk mempertahankan (atau memulihkan / mengembalikan) persahabatannya yang hilang dengan Allah. Karena itu berulang-ulang ia berseru / memohon kepada Allah.] - hal 97-98.

4) Dalam pembahasan bentuk puisi ini saya tidak akan membahas ayat per ayat seperti biasanya, karena pembahasan seperti ini akan sangat membosankan. Saya akan memilih bagian-bagian yang penting saja untuk dibahas.

Pengutukan hari kelahiran.

Ay 1: “Sesudah itu Ayub membuka mulutnya dan mengutuki hari kelahirannya.”.

1) Tentang kata ‘mengutuki’ (ay 1).

Barnes’ Notes: “The word rendered ‘curse’ here is different from that used in chap. 1:11; 2:9. It is the proper word to denote ‘to curse.’” [= Kata yang diterjemahkan ‘mengutuki’ di sini berbeda dengan kata yang digunakan dalam 1:11; 2:9. Ini adalah kata yang benar untuk menunjuk pada ‘mengutuk’.] - hal 124.

2) Arti dari ‘mengutuki hari kelahiran’.

Bdk. ay 3-dst, ay 7-dst, ay 11-dst, ay 16-dst.

Bdk. juga ay 8: “Biarlah ia disumpahi oleh para pengutuk hari, oleh mereka yang pandai membangkitkan marah Lewiatan.”.

a) Kata ‘Lewiatan’ ditafsirkan secara beraneka ragam.

Barnes’ Notes: “It usually denotes the crocodile, or some huge sea monster” [= Biasanya ini menunjuk pada buaya, atau monster laut yang sangat besar] - hal 131.

Ada juga yang bukan mengartikan buaya tetapi ‘naga’ (Pulpit, hal 54).

Clarke (hal 32) mengatakan kata ‘Lewiatan’ berarti ‘buaya’ dan kata ini digunakan untuk menunjuk pada bahaya yang sangat dekat, atau menunjuk kepada setan.

b) Pengutukan hari kelahiran.

Francis I. Andersen (Tyndale): “‘That day’ is cursed in verses 4 and 5; ‘that night’ is cursed in verses 6 to 10. One should not be too pedantic in separating the night of conception from the day of birth. Night and day together constitute the twenty-four hour period, for which Hebrew has no special word. Job is talking about the beginning of his life in general terms.” [= ‘Hari / pagi itu’ dikutuk dalam ay 4 dan 5; ‘malam itu’ dikutuk dalam ay 6-10. Kita tidak boleh terlalu menekankan ilmu pengetahuan dengan memisahkan malam pembuahan dari hari kelahiran. Malam dan hari / pagi bersama-sama membentuk periode 24 jam, untuk mana bahasa Ibrani tidak mempunyai kata khusus. Ayub sedang berbicara tentang permulaan dari hidupnya dalam istilah-istilah yang umum.] - hal 102.

Pulpit Commentary: “All that such cursing means is that one wishes one had never been born.” [= Semua yang dimaksudkan dengan kutukan itu adalah bahwa seseorang berharap ia tidak pernah dilahirkan.] - hal 49.

Atau bisa saja maksudnya adalah: ia berharap untuk mati.

3) Apa yang dilakukan oleh Ayub di sini sebetulnya merupakan suatu hal yang umum / sering terjadi.

a) Ini juga dilakukan oleh Yeremia.

Yer 15:10 - “Celaka aku, ya ibuku, bahwa engkau melahirkan aku, seorang yang menjadi buah perbantahan dan buah percederaan bagi seluruh negeri. Aku bukan orang yang menghutangkan ataupun orang yang menghutang kepada siapapun, tetapi mereka semuanya mengutuki aku.”.

Yer 20:14-18 - “(14) Terkutuklah hari ketika aku dilahirkan! Biarlah jangan diberkati hari ketika ibuku melahirkan aku! (15) Terkutuklah orang yang membawa kabar kepada bapaku dengan mengatakan: ‘Seorang anak laki-laki telah dilahirkan bagimu!’ yang membuat dia bersukacita dengan sangat. (16) Terjadilah kepada hari itu seperti kepada kota-kota yang ditunggangbalikkan TUHAN tanpa belas kasihan! Didengarnyalah kiranya teriakan pada waktu pagi dan hiruk-pikuk pada waktu tengah hari! (17) Karena hari itu tidak membunuh aku selagi di kandungan, sehingga ibuku menjadi kuburanku, dan ia mengandung untuk selamanya! (18) Mengapa gerangan aku keluar dari kandungan, melihat kesusahan dan kedukaan, sehingga hari-hariku habis berlalu dalam malu?”.

b) Bandingkan dengan kata-kata dari Pulpit Commentary di bawah ini.

Pulpit Commentary: “Many of the ancients thought that it was best not to be born; and next best, if one were born, to quit the earth as soon as possible. Herodotus says that with the Trauri, a tribe of Thracians, it was the custom, whenever a child was born, for all its kindred to sit round it in a circle, and weep for the woes that it would have to endure now that it was come into the world; while, on the other hand, whenever a person died, they buried him with laughter and rejoicing, since they said that he was now free from a host of sufferings, and enjoyed the complete happiness” [= Banyak orang kuno yang berpikir bahwa hal yang terbaik adalah tidak pernah dilahirkan; dan hal terbaik yang kedua jika seseorang sudah dilahirkan, adalah meninggalkan dunia ini secepat mungkin. Herodotus mengatakan bahwa pada saat seorang anak dilahirkan, orang Trauri, suatu suku dari Thracians, mempunyai kebiasaan dimana seluruh keluarga duduk mengelilinginya, dan menangisinya untuk kesengsaraan yang akan harus ditanggung anak itu karena sekarang ia sudah datang ke dalam dunia ini; sedangkan di sisi yang lain, pada saat seseorang mati, mereka menguburnya sambil tertawa dan bersukacita, karena mereka berkata bahwa sekarang ia telah bebas dari banyak penderitaan, dan menikmati kebahagiaan yang lengkap] - hal 50.

c) Banyak orang melakukan hal yang sama pada waktu menderita, misalnya dengan berkata kepada orang tuanya atau bahkan kepada Tuhan: ‘Aku tidak minta untuk dilahirkan dalam dunia ini’. Atau: ‘Lebih baik mati dari pada hidup seperti ini’.

4) Mengapa Ayub mengutuki hari kelahirannya / berharap untuk mati?

a) Pada waktu ia menyoroti hidupnya:

1. Ia melihat penderitaan yang berat, banyak dan berkepanjangan.

Sedikit penggambaran tentang penderitaannya ada dalam ay 24: “Karena ganti rotiku adalah keluh kesahku,”.

Barnes’ Notes: “some suppose that the mouth, hands, and tongue of Job were so affected with disease, that the effort to eat increased his sufferings, and brought on a renewal of his sorrows.” [= beberapa orang menganggap bahwa mulut, tangan, dan lidah Ayub begitu dirusak oleh penyakit, sehingga usaha untuk makan menambah penderitaannya, dan memperbaharui kesedihannya.] - hal 138.

2. Ia tidak mempunyai damai.

Ay 26: “Aku tidak mendapat ketenangan dan ketenteraman; aku tidak mendapat istirahat, tetapi kegelisahanlah yang timbul.’”.

3. Ia merasa bahwa Allah meninggalkannya, bahkan memusuhinya.

Ay 23: “kepada orang laki-laki yang jalannya tersembunyi, yang dikepung Allah?”.

KJV/NIV: ‘God hath / has hedged in’ [= Allah telah memagari].

Pulpit Commentary: “Not in the way of protection, as in ch. 1:10, but of obstruction and confinement (comp. ch. 19:8 and Hos. 2:6). Job feels himself confined, imprisoned, blocked in. He can neither see the path which he ought to pursue nor take steps in any direction.” [= Bukan dengan cara melindungi, seperti dalam 1:10, tetapi dengan merintangi dan membatasi (bdk. 19:8 dan Hos 2:6). Ayub merasa dirinya dibatasi dan dipenjara. Ia tidak bisa melihat jalan yang harus diambilnya ataupun melangkah ke arah manapun.] - hal 52.

Pulpit Commentary: “The two hedges; or, the hedge of prosperity and the hedge of adversity. ... Job’s prosperity was from God; his adversary was not without God. ... God’s hand is in everything.” [= Dua pagar; atau pagar kemakmuran dan pagar kesengsaraan. … Kemakmuran Ayub adalah dari Allah; kesengsaraannya bukanlah tanpa Allah. ... tangan Allah ada dalam segala sesuatu.] - hal 58-59.

4. Setelah lewat masa perkabungan selama 7 hari, tetap tidak ada tanda-tanda pertolongan Allah.

Pulpit Commentary: “If we could discern a happy issue out of our troubles, they might be endured with equanimity. But perhaps, as is in Job’s case, it is often impossible to see whither they are leading us. There is no bow in the cloud. ... Assuredly there is a purpose in the mystery, though we cannot see it. ... God trains us in faith by means of obscurity. In the mean time he does not leave us. Our way may be hidden, but it is known to God. He is able to lead us safely over the darkest paths.” [= Jika kita bisa melihat hasil yang menggembirakan dari kesukaran-kesukaran kita, maka itu bisa ditanggung dengan hati yang tenang. Tetapi mungkin, seperti dalam kasus Ayub, seringkali tidak mungkin untuk melihat kemana kesukaran-kesukaran itu membawa kita. Tidak ada pelangi di awan. ... Pasti ada tujuan dalam misteri, sekalipun kita tidak bisa melihatnya. ... Allah melatih kita dalam iman menggunakan ketidak-jelasan. Sementara itu Ia tidak meninggalkan kita. Jalan kita mungkin tersembunyi / tak terlihat, tetapi itu diketahui oleh Allah. Ia bisa memimpin kita dengan aman melalui jalan-jalan tergelap.] - hal 65-66.

5. Ia tidak mendapatkan jawaban mengapa ia mengalami semua penderitaan itu.

Perhatikan bahwa dalam pasal 3 ini saja ia berulang-ulang bertanya menggunakan kata ‘mengapa’ (ay 11,12a,12b,16,20).

Wycliffe Bible Commentary: “the more intently he sought an explanation for it, the more anxiously aware he became of the wall of mystery encompassing him. Seeking the Why, he soon had lost the Way.” [= makin dengan tekun / sungguh-sungguh ia mencari suatu penjelasan untuk hal itu, makin dengan cemas ia menyadari akan misteri yang menyelimutinya. Pada waktu mencari ‘Mengapa’, ia segera kehilangan ‘Jalan’.].

b) Pada waktu ia menyoroti kematian:

1. Ia beranggapan bahwa dalam kematian ada ketenangan (ay 13,17), yang tidak ia miliki saat itu (ay 26).

Ayub 3:13,17,26 - “(13) Jikalau tidak, aku sekarang berbaring dan tenang; aku tertidur dan mendapat istirahat ... (17) Di sanalah orang fasik berhenti menimbulkan huru-hara, di sanalah mereka yang kehabisan tenaga mendapat istirahat. ... (26) Aku tidak mendapat ketenangan dan ketenteraman; aku tidak mendapat istirahat, tetapi kegelisahanlah yang timbul.’”.

Kata-kata Ayub dalam ay 17a, yang berbunyi “Di sanalah orang fasik berhenti menimbulkan huru hara,”, ditafsirkan secara berbeda-beda:

a. Ada yang beranggapan bahwa maksudnya adalah: ‘mereka berhenti / tidak lagi bisa menimbulkan problem bagi orang lain’.

b. Kebanyakan beranggapan bahwa maksudnya adalah: ‘mereka sendiri yang bebas dari problem’. Penafsiran kedua ini rasanya lebih sesuai dengan kontex (ay 17-19), yang seluruhnya mempersoalkan enaknya orang yang sudah mati.

Kalau ini yang dimaksudkan oleh Ayub, maka jelas bahwa ia mempunyai pandangan yang salah, karena jelas bahwa bagi orang fasik kematian tidak berarti kebebasan dari problem! Jangan lupa bahwa Ayub hidup pada jaman dimana Kitab Suci sama sekali belum ada.

Francis I. Andersen (Tyndale): “It is less likely that he means that they are now prevented from troubling others. ... It implies that the wicked live in a state of emotional disturbance which happily ends for them in death. We are already near the bitter thought that being good or bad makes no difference in the end.” [= Lebih kecil kemungkinannya bahwa ia memaksudkan bahwa sekarang mereka tidak bisa lagi mengganggu orang lain. ... Ini menunjukkan secara tidak langsung bahwa orang jahat hidup dalam keadaan emosi yang terganggu yang secara menyenangkan berakhir untuk mereka dalam kematian. Kita sudah dekat dengan pemikiran pahit bahwa menjadi orang baik atau jahat pada akhirnya tidak ada bedanya.] - hal 108.

Penerapan: apakah pada saat saudara hidup saleh, dan saudara lalu mengalami penderitaan, saudara juga mempunyai pemikiran bahwa ‘beriman dan saleh’ tidak ada bedanya dengan ‘tidak beriman dan fasik’?

2. Ia beranggapan bahwa di sana ada persekutuan dengan raja-raja dan penasihat-penasihat (ay 13-14).

Ayub 3:13-14 - “(13) Jikalau tidak, aku sekarang berbaring dan tenang; aku tertidur dan mendapat istirahat (14) bersama-sama raja-raja dan penasihat-penasihat di bumi, yang mendirikan kembali reruntuhan bagi dirinya,”.

Tadinya, sebagai orang kaya, mungkin sekali ia menikmati hal ini. Tetapi pada saat ia bangkrut, apalagi terkena penyakit yang begitu mengerikan, ia kehilangan persekutuan dengan siapapun, bahkan keluarga terdekatnya (bdk. 19:17).

Ayub 19:17 - “Nafasku menimbulkan rasa jijik kepada isteriku, dan bauku memualkan saudara-saudara sekandungku.”.

Dan ia berpikir bahwa kalau ia mati, ia akan kembali menikmati persekutuan dengan para raja dan penasihat tersebut dalam kehidupan setelah kematian.

5) Ayub hanya mengutuki hari kelahirannya, tetapi Ayub tidak mengutuki Allah seperti yang dikehendaki / dinubuatkan oleh setan.

Jamieson, Fausset & Brown: “Job cursed his birthday, but not his God.” [= Ayub mengutuki hari lahirnya, tetapi bukan Allahnya.].

6) Tindakan mengutuki hari kelahirannya ini tetap adalah dosa. Mengapa? Karena ini adalah:

a) Tindakan yang sia-sia. Pikirkan: apa gunanya mengutuki hari kelahiran / berharap untuk mati?

Kitab Suci jelas mengajarkan bahwa saat kematian ditetapkan oleh Tuhan.

Maz 39:5-6 - “(5) ‘Ya TUHAN, beritahukanlah kepadaku ajalku, dan apa batas umurku, supaya aku mengetahui betapa fananya aku! (6) Sungguh, hanya beberapa telempap saja Kautentukan umurku; bagiMu hidupku seperti sesuatu yang hampa. Ya, setiap manusia hanyalah kesia-siaan! Sela”.

Mat 6:27 - “Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?”.

Dan karena itu, kalau waktunya memang belum tiba, kita tidak mungkin akan mati, tak peduli betapa hebatnya kita mengharapkan hal itu.

b) Tidak menunjukkan iman, tetapi menunjukkan ketidak-sabaran dan keputus-asaan.

Barnes’ Notes: “It is the impassioned language of a man who felt that he could bear no more; and there can be no doubt that it gave to Satan the hope of his anticipated triumph.” [= Ini merupakan bahasa yang berapi-api dari seseorang yang merasa bahwa ia tidak bisa menanggung lebih lagi; dan tidak diragukan bahwa ini memberikan setan / Iblis pengharapan tentang kemenangan yang dinanti-nantikannya / diharapkannya.] - hal 125.

Pulpit Commentary: “When life is despaired of, death is sweet.” [= Pada waktu putus asa tentang kehidupan, kematian itu manis.] - hal 64.

Jamieson, Fausset & Brown: “To desire to die, so as to be free from sin, is a mark of grace; to desire to die, so as to escape troubles, is a mark of corruption. He was ill fitted to die who was so unwilling to live.” [= Ingin mati supaya bebas dari dosa merupakan tanda kasih karunia; ingin mati untuk menghindari kesukaran merupakan tanda kejahatan / kerusakan. Ia tidak cocok untuk mati kalau ia begitu tidak mau hidup.].

c) Menunjukkan ketidakpercayaan akan kebijaksanaan Providensia Allah.

Matthew Poole: “But although he doth not break forth into direct and downright reproaches of God, yet he makes secret and indirect reflections upon God’s providence.” [= Tetapi sekalipun ia tidak meledak kepada celaan langsung dan sepenuhnya kepada Allah, tetapi ia melakukan celaan yang rahasia dan tidak langsung pada providensia Allah.] - hal 926.

Kalau Allah tetap menghendaki Ayub hidup, pasti Ia mempunyai tujuan yang baik.

Wycliffe Bible Commentary: “By cursing his own existence, however, Job, in effect, ventured to dispute with the Sovereign who decreed it.” [= Dengan mengutuki keberadaannya sendiri, bagaimanapun Ayub sebetulnya berusaha untuk bertengkar dengan Yang Berdaulat yang menetapkannya.].

Barnes’ Notes memberikan alasan yang menarik / unik tentang mengapa orang yang menderita dan ingin mati tetap dibiarkan hidup.

Barnes’ Notes: “When it is asked, why a man is kept in misery on earth, when he would be glad to be released by death, perhaps the following, among others, may be the reasons: ... One design of God in such sorrows may be, to show to the wicked how intolerable will be future pain, and how important it is for them to be ready to die. If they cannot bear the pains and sorrows of a few hours in this short life, how can they endure eternal sufferings? If it is so desirable to be released from the sorrows of the body here, - if it is felt that the grave, with all that is repulsive in it, would be a place of repose, how important is it to find some way to be secured from everlasting pains! The true place of release from suffering for a sinner, is not the grave; it is in the pardoning mercy of God, and in that pure heaven to which he is invited through the blood of the cross.” [= Pada waktu ditanya, mengapa seseorang ditahan dalam kesengsaraan di bumi, padahal ia akan senang untuk dibebaskan oleh kematian, mungkin hal-hal berikut ini, di antara hal-hal lain, adalah alasannya: ... Rencana Allah dalam kesedihan seperti itu mungkin adalah untuk menunjukkan kepada orang jahat betapa tidak tertahankannya rasa sakit di masa yang akan datang, dan betapa penting bagi mereka untuk siap menghadapi kematian. Jika mereka tidak bisa menahan rasa sakit dan kesedihan yang singkat dalam hidup yang singkat ini, bagaimana mereka bisa menahan penderitaan kekal? Jika merupakan hal yang sangat diinginkan untuk dibebaskan dari kesedihan dari tubuh di sini, - jika dirasakan bahwa kubur, dengan semua hal-hal yang menjijikkan di dalamnya, merupakan tempat istirahat / ketenangan, betapa pentingnya untuk mendapatkan jalan untuk bisa aman / terjamin dari rasa sakit yang kekal! Tempat pembebasan yang benar dari penderitaan untuk orang berdosa bukanlah kuburan; itu adalah belas kasihan yang mengampuni dari Allah, dan dalam surga yang murni kemana ia diundang melalui darah dari salib.] - hal 138.

d) Kata-kata yang hanya benar bagi orang-orang yang ada di neraka / reprobates.

Matthew Henry: “There are those in hell who with good reason wish they had never been born, as Judas, Mt. 26:24. But, on this side (of?) hell, there can be no reason for so vain and ungrateful a wish. It was Job’s folly and weakness to curse his day.” [= Mereka yang ada di dalam neraka dengan alasan yang baik berharap mereka tidak pernah dilahirkan, seperti Yudas, Mat 26:24. Tetapi pada sisi ini dari neraka, tidak bisa ada alasan untuk harapan / keinginan yang begitu sia-sia. Merupakan ketololan dan kelemahan Ayub untuk mengutuki hari (kelahiran)nya.].

Mat 26:24 - “Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan.’”.

Ayub sendiri mengakui bahwa penderitaannya yang hebat dan banyak itu menyebabkan ia mengeluarkan kata-kata secara tergesa-gesa.

Ayub 6:3 - “Maka beratnya akan melebihi pasir di laut; oleh sebab itu tergesa-gesalah perkataanku.”.

Penerapan: hati-hati dengan kata-kata, tindakan, keputusan pada waktu sedang menderita.

7) Jangan sembarangan dalam menghakimi Ayub (atau orang lain yang jatuh pada waktu mengalami penderitaan yang hebat).

Barnes’ Notes: “Before we blame him too severely, we must place ourselves in imagination in his circumstances, and ask what our piety would have done under the trials which afflicted him.” [= Sebelum kita menyalahkannya secara terlalu keras, kita harus membayangkan untuk menempatkan diri kita sendiri dalam keadaannya, dan bertanya apa yang akan sudah dilakukan oleh kesalehan kita di bawah pencobaan yang menimpanya.] - hal 125.

8) Beberapa komentar sehubungan dengan ‘pengutukan hari kelahiran’ dsb.

a) Pulpit Commentary: “True religion teaches us - the Christian religion above all - that no ‘black’ days are sent us from him who causes his sun to shine on the evil and the good. It is only ill deed that make ill days.” [= Agama yang benar mengajar kita - khususnya agama Kristen - bahwa tidak ada hari-hari yang ‘hitam’ yang dikirimkan kepada kita dari Dia, yang menyebabkan matahariNya bersinar pada orang jahat dan orang baik. Hanya perbuatan jahat yang membuat hari-hari jahat.] - hal 59.

Saya percaya bahwa dosa tercakup dalam ‘segala sesuatu’ dalam Ro 8:28, dan karena itu saya meragukan kata-kata terakhir dari kutipan di atas ini.

b) Kehidupan itu sendiri sebetulnya adalah berkat, dan demikian juga adanya ibu yang menyusui kita. Tetapi dalam penderitaan yang begitu hebat, pandangan Ayub menjadi begitu gelapnya sehingga apa yang sebetulnya merupakan berkat Tuhan, seakan-akan menjadi suatu kutuk baginya, dan ia berharap semua itu tidak ada.

Pulpit (hal 55) mengutip kata-kata Agustinus yang mengatakan bahwa semua ini (ibu yang menyusui dsb) merupakan bukti hikmat dan kasih Tuhan. Bahwa seseorang merendahkan hal-hal itu menunjukkan bahwa ia tidak berpikir, atau bahkan menunjukkan kebejatannya.

c) Bdk. Pkh 9:4 - “anjing yang hidup lebih baik dari pada singa yang mati.”.

Tentang ayat ini Pulpit Commentary (hal 225-226) mengatakan bahwa di Palestina anjing adalah binatang yang hina / menjijikkan, sedangkan singa dianggap sebagai binatang yang paling mulia, yang merupakan simbol kekuatan dan kebesaran. Jadi, pepatah dalam Pkh 9:4 ini artinya adalah: orang yang paling rendah, kotor dan hina tetapi masih hidup masih lebih baik dari pada orang yang hebat tetapi sudah mati.

Tetapi perlu juga diketahui bahwa kitab Pengkhotbah sendiri juga memiliki ayat-ayat yang sejalan dengan kata-kata Ayub, misalnya Pkh 4:2 dan 7:1.

Pkh 4:2 - “Oleh sebab itu aku menganggap orang-orang mati, yang sudah lama meninggal, lebih bahagia dari pada orang-orang hidup, yang sekarang masih hidup.”.

Pkh 7:1 - “Nama yang harum lebih baik dari pada minyak yang mahal, dan hari kematian lebih baik dari pada hari kelahiran.”.

Mungkin yang satu merupakan peninjauan dari sudut pandang Allah, sedangkan yang satunya dari sudut pandang manusia itu sendiri.

9) Matthew Henry membandingkan hari kelahiran secara jasmani dan secara rohani.

Matthew Henry: “Let us observe it, to the honour of the spiritual life above the natural, that though many have cursed the day of their first birth, never any cursed the day of their new-birth, nor wished they never had had grace, and the Spirit of grace, given them.” [= Hendaklah kita memperhatikannya, bagi kehormatan dari kehidupan rohani di atas kehidupan alamiah, bahwa sekalipun banyak orang telah mengutuki hari kelahiran pertama mereka, tidak pernah ada siapapun yang mengutuki hari dari kelahiran baru mereka, atau berharap bahwa mereka tidak pernah mendapatkan kasih karunia, dan Roh kasih karunia diberikan kepada mereka.].

AYUB (7)

Ayub 4:1-6

Ayub 4:1-6 - “(1) Maka berbicaralah Elifas, orang Teman: (2) ‘Kesalkah engkau, bila orang mencoba berbicara kepadamu? Tetapi siapakah dapat tetap menutup mulutnya? (3) Sesungguhnya, engkau telah mengajar banyak orang, dan tangan yang lemah telah engkau kuatkan; (4) orang yang jatuh telah dibangunkan oleh kata-katamu, dan lutut yang lemas telah kaukokohkan; (5) tetapi sekarang, dirimu yang tertimpa, dan engkau kesal, dirimu terkena, dan engkau terkejut. (6) Bukankah takutmu akan Allah yang menjadi sandaranmu, dan kesalehan hidupmu menjadi pengharapanmu?”.

Ay 1-2: “Maka berbicaralah Elifas, orang Teman: (2) ‘Kesalkah engkau, bila orang mencoba berbicara kepadamu? Tetapi siapakah dapat tetap menutup mulutnya?”.

1) Elifas yang berbicara paling dulu dari semua teman-teman Ayub, mungkin karena dia yang paling tua. Dan biasanya orang tua dianggap bijaksana, sedangkan orang muda diremehkan.

1Tim 4:12 - “Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.”.

Tetapi ucapan Elifas menunjukkan bahwa tua tidak selalu bijaksana. Tanpa pengertian Firman Tuhan yang baik, usia tua tidak ada artinya.

Bdk. Maz 119:98-100 - “(98) PerintahMu membuat aku lebih bijaksana dari pada musuh-musuhku, sebab selama-lamanya itu ada padaku. (99) Aku lebih berakal budi dari pada semua pengajarku, sebab peringatan-peringatanMu kurenungkan. (100) Aku lebih mengerti dari pada orang-orang tua, sebab aku memegang titah-titahMu.”.

2) Kata-katanya dalam ay 2 merupakan semacam permintaan maaf, karena ia berani bicara.

Mungkin ia merasa bahwa apa yang akan ia katakan tidak akan disambut dengan baik oleh Ayub, dan karena itu ia mengatakan kata-kata ini. Tetapi apakah Ayub akan marah atau tidak, ia tidak bisa diam. Karena setelah mendengar apa yang diucapkan oleh Ayub, yang secara implicit meragukan kebijaksanaan dan keadilan Allah, ia tidak bisa tidak mengucapkan apa yang ingin diucapkannya.

Barnes’ Notes: “He professes that he would not have spoken, if he had not been pressed by the importance of the subject, and had not been full of matter. To a great extent, this is a good rule to adopt: not to make a speech unless there are sentiments which weigh upon the mind, and convictions of duty which cannot be repressed.” [= Ia mengaku bahwa ia tidak akan berbicara seandainya ia tidak dipaksa oleh pentingnya pokok yang dibicarakan, dan seandainya apa yang akan ia bicarakan itu tidak penuh dengan hal-hal yang penting. Pada umumnya ini merupakan suatu peraturan yang baik untuk diambil: tidak berbicara kecuali ada pandangan yang membebani pikiran, dan keyakinan akan kewajiban yang tidak bisa ditekan.] - hal 142.

Bdk. Amsal 29:20 - “Kaulihat orang yang cepat dengan kata-katanya; harapan lebih banyak bagi orang bebal dari pada bagi orang itu.”.

Kata-kata ‘siapakah dapat tetap menutup mulutnya?’ menunjukkan bahwa Elifas terdorong untuk berbicara, dan ia berusaha menahan dorongan tersebut, tetapi akhirnya ia berbicara. Ini perlu dipersoalkan. Kalau kita merasakan adanya dorongan untuk berbicara, maka kita harus memeriksa dari mana datangnya dorongan itu. Kalau dorongan itu memang datang dari Allah, maka harus kita turuti. Ini bisa berupa banyak hal, seperti dorongan untuk memberitakan Injil, bersaksi, menegur orang menasehati orang, menghibur orang, meluruskan pandangan orang, dan sebagainya.

Tetapi dorongan seperti itu bisa datang dari diri sendiri atau dari setan, dan ini tentu justru harus dikekang. Kalau tidak, mungkin justru menimbulkan akibat yang tidak baik.

Dorongan yang datang dari Tuhanpun, kalau dituruti, belum tentu memberikan hasil seperti yang kita harapkan. Misalnya Stefanus yang berbicara atas dorongan Roh Kudus, ternyata dirajam batu sampai mati. Tetapi kalau itu memang dari Tuhan, kita tetap harus melakukannya, tidak peduli apapun hasilnya.

Jadi, keputusan apakah kita berbicara atau tidak, tidak boleh digantungkan pada untung ruginya kalau kita bicara, atau pada bagaimana kira-kira reaksi orang kalau kita bicara, tetapi pada apakah itu benar atau tidak, dan apakah itu kehendak Tuhan atau tidak.

Dalam kasus Elifas ini, saya beranggapan bahwa ia berbicara secara salah, dan seharusnya ia tidak menuruti dorongan untuk berbicara itu.

3) Elifas terdorong untuk berbicara dengan tujuan menegur / menyalahkan Ayub.

a) Clarke mengatakan (hal 36) bahwa setelah teman-teman Ayub ini berdiam diri selama 7 hari, mereka merasa sudah cukup melihat penderitaan Ayub, dan setelah mereka mendengar keluhannya yang pahit, mereka melupakan bahwa mereka datang sebagai penghibur, bukan sebagai pengkritik. Mereka lalu berusaha untuk mengambil dari Ayub satu-satunya penghiburan yang tersisa, yaitu kehidupannya yang saleh. Dan ini mereka lakukan dengan menegur / menyalahkan Ayub.

b) Sekalipun Kitab Suci memang jelas menyuruh kita menegur orang yang salah, tetapi Kitab Suci juga menekankan bahwa motivasi, cara dan saatnya harus benar.

1. Motivasinya tentu haruslah kasih, dan tujuannya harus untuk kemuliaan Tuhan.

1Kor 13:1-3 - “(1) Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. (2) Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna. (3) Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku.”.

1Kor 10:31 - “Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.”.

2. Cara bisa lembut dan bahkan tanpa kata-kata (bdk. Luk 22:61), bisa juga keras (Gal 2:11-14). Juga kadang-kadang harus secara pribadi (Mat 18:15-17), kadang-kadang harus di depan umum (1Tim 5:20). Yang mana yang harus dipilih tentu harus digumulkan.

Luk 22:61 - “Lalu berpalinglah Tuhan memandang Petrus. Maka teringatlah Petrus bahwa Tuhan telah berkata kepadanya: ‘Sebelum ayam berkokok pada hari ini, engkau telah tiga kali menyangkal Aku.’”.

Gal 2:11-14 - “(11) Tetapi waktu Kefas datang ke Antiokhia, aku berterang-terang menentangnya, sebab ia salah. (12) Karena sebelum beberapa orang dari kalangan Yakobus datang, ia makan sehidangan dengan saudara-saudara yang tidak bersunat, tetapi setelah mereka datang, ia mengundurkan diri dan menjauhi mereka karena takut akan saudara-saudara yang bersunat. (13) Dan orang-orang Yahudi yang lainpun turut berlaku munafik dengan dia, sehingga Barnabas sendiri turut terseret oleh kemunafikan mereka. (14) Tetapi waktu kulihat, bahwa kelakuan mereka itu tidak sesuai dengan kebenaran Injil, aku berkata kepada Kefas di hadapan mereka semua: ‘Jika engkau, seorang Yahudi, hidup secara kafir dan bukan secara Yahudi, bagaimanakah engkau dapat memaksa saudara-saudara yang tidak bersunat untuk hidup secara Yahudi?’”.

Mat 18:15-17 - “(15) ‘Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali. (16) Jika ia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan. (17) Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat. Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai.”.

1Tim 5:20 - “Mereka yang berbuat dosa hendaklah kautegor di depan semua orang agar yang lain itupun takut.”.

3. Saatnya harus tepat.

Pkh 3:7b - “ada waktu untuk berdiam diri, ada waktu untuk berbicara;”.

Amsal 25:11 - “Perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya adalah seperti buah apel emas di pinggan perak.”.

Pada saat seseorang sedang sangat marah, atau sangat sedih / depresi, biasanya bukan merupakan saat yang baik.

Tetapi juga perlu diperhatikan bahwa ada banyak orang yang memang selalu mempunyai kecenderungan untuk menunda, sehingga selalu mengatakan bahwa saatnya belum tiba, dan selalu mencari alasan untuk menunda. Untuk ini perhatikan:

a. Pkh 11:4-6 - “(4) Siapa senantiasa memperhatikan angin tidak akan menabur; dan siapa senantiasa melihat awan tidak akan menuai. (5) Sebagaimana engkau tidak mengetahui jalan angin dan tulang-tulang dalam rahim seorang perempuan yang mengandung, demikian juga engkau tidak mengetahui pekerjaan Allah yang melakukan segala sesuatu. (6) Taburkanlah benihmu pagi-pagi hari, dan janganlah memberi istirahat kepada tanganmu pada petang hari, karena engkau tidak mengetahui apakah ini atau itu yang akan berhasil, atau kedua-duanya sama baik.”.

b. Amsal 22:13 - “Si pemalas berkata: ‘Ada singa di luar, aku akan dibunuh di tengah jalan.’”.

c. Amsal 26:13 - “Berkatalah si pemalas: ‘Ada singa di jalan! Ada singa di lorong!’”.

Ay 3-4: “(3) Sesungguhnya, engkau telah mengajar banyak orang, dan tangan yang lemah telah engkau kuatkan; (4) orang yang jatuh telah dibangunkan oleh kata-katamu, dan lutut yang lemas telah kaukokohkan;”.

Elifas memulai dengan mengakui hal-hal baik yang dilakukan Ayub selama ini, yaitu mengajar dan menguatkan / menghibur orang yang menderita.

1) Ayub dulunya telah menguatkan banyak orang.

Barnes mengatakan (hal 142) bahwa ay 4 yang berbicara tentang ‘orang yang jatuh’ dan ‘lutut yang lemas’ bukan menunjuk kepada orang yang jatuh ke dalam dosa, tetapi kepada orang yang jatuh / tenggelam karena beratnya penderitaan.

Jadi, dalam hidupnya sebelum terkena bencana ini, Ayub banyak melakukan pelayanan dengan menguatkan orang-orang yang menderita. Perhatikan 2 hal ini

a) Ayub dikatakan sebagai orang yang saleh, dan tidak mungkin ada kesalehan tanpa pelayanan!

b) Ayub adalah orang yang sangat kaya, tetapi ia melakukan pelayanan!

Banyak orang kaya yang maunya hanya memberi uang, tetapi kalau harus melakukan sesuatu, ia tidak mau!

2) Ini menunjukkan bahwa Ayub memang mempunyai kesalehan yang praktis.

Pulpit Commentary: “Job’s piety was not simply intellectual and emotional, but also practical, aiming at the good of others. ... Where works of faith and labours of love are entirely absent, there is bound to suspect that genuine religion is not present” [= Kesalehan Ayub bukanlah sekedar bersifat intelektual dan emosional, tetapi juga bersifat praktis, bertujuan untuk kebaikan orang-orang lain. ... Dimana pekerjaan iman dan usaha kasih sama sekali tidak ada, harus dicurigai bahwa agama yang asli tidak ada] - hal 71.

Bandingkan dengan:

a) Yak 1:27 - “Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia.”.

b) Yak 2:15-16 - “(15) Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, (16) dan seorang dari antara kamu berkata: ‘Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!’, tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu?”.

c) 1Yoh 3:17-18 - “(17) Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya? (18) Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran.”.

Matthew Henry: “It is not only our duty to lift up our own hands that hang down, by quickening and encouraging ourselves in the way of duty (Heb. 12:12), but we must also strengthen the weak hands of others, as there is occasion, and do what we can to confirm their feeble knees, by saying to those that are of a fearful heart, Be strong, (Isa. 35:3-4). ... A good word, well and wisely spoken, may do more good than perhaps we think of.” [= Kewajiban kita bukan hanya mengangkat tangan kita sendiri yang terkulai, dengan menggairahkan dan mendorong diri kita sendiri dalam jalan kewajiban kita (Ibr 12:12), tetapi kita juga harus menguatkan tangan-tangan yang lemah dari orang-orang lain, kalau ada kesempatan, dan melakukan apa yang kita bisa untuk meneguhkan lutut-lutut yang goyah, dengan mengatakan kepada mereka yang hatinya takut-takut, Jadilah kuat, (Yes 35:3-4). ... Suatu perkataan yang baik, yang diucapkan dengan baik dan bijaksana, bisa melakukan lebih banyak kebaikan dari pada yang mungkin kita pikirkan.].

Ibr 12:12 - “Sebab itu kuatkanlah tangan yang lemah dan lutut yang goyah;”.

Yes 35:3-4 - “(3) Kuatkanlah tangan yang lemah lesu dan teguhkanlah lutut yang goyah. (4) Katakanlah kepada orang-orang yang tawar hati: ‘Kuatkanlah hati, janganlah takut! Lihatlah, Allahmu akan datang dengan pembalasan dan dengan ganjaran Allah. Ia sendiri datang menyelamatkan kamu!’”.

3) Kesalehan praktis seperti ini harus selalu ada dalam hidup kita.

Pulpit Commentary juga menekankan bahwa bukti dari iman adalah tindakan baik yang terus menerus dilakukan dalam seluruh kehidupan kita, bukan tindakan baik yang hanya dilakukan sekali-sekali / kadang-kadang saja.

Pulpit Commentary: “Isolated good deeds does not necessarily proceed from gracious hearts; there can be no better evidence of saintship than a lifetime of holy walking.” [= Perbuatan-perbuatan baik yang jarang / kadang-kadang saja belum tentu keluar dari hati yang baik; tidak ada bukti yang lebih baik bahwa seseorang adalah orang kudus dari pada kehidupan yang kudus seumur hidup.] - hal 71.

Ay 5: “tetapi sekarang, dirimu yang tertimpa, dan engkau kesal, dirimu terkena, dan engkau terkejut.”.

1) Elifas kelihatannya agak meremehkan penderitaan Ayub.

Perhatikan potongan ‘dirimu terkena’. Ini kurang tepat terjemahannya.

NIV: ‘it strikes you’ [= itu memukulmu / menabrakmu].

KJV: ‘it toucheth thee’ [= itu menyentuhmu].

RSV/NASB: ‘it touches you’ [= itu menyentuhmu].

Matthew Henry: “He makes too light of Job’s afflictions: ‘It touches thee.’ The very word that Satan himself had used, Job 1:11, 2:5. Had Eliphaz felt but the one-half of Job’s affliction, he would have said, ‘It smites me, it wounds me;’ but, speaking of Job’s afflictions, he makes a mere trifle of it: ‘It touches thee and thou canst not bear to be touched.’” [= Ia meremehkan penderitaan Ayub: ‘Itu menyentuhmu’. Ini adalah kata yang sama yang telah digunakan oleh Iblis sendiri, Ayub 1:11, 2:5. Seandainya Elifas merasakan ½ dari penderitaan Ayub, ia akan mengatakan ‘itu memukulku, itu melukaiku’; tetapi berbicara tentang penderitaan Ayub, ia meremehkannya: ‘Itu menyentuhmu dan engkau tidak bisa tahan untuk disentuh’.].

Catatan: kata ‘jamahlah’ dalam Ayub 1:11 dan Ayub 2:5 seharusnya adalah ‘sentuhlah’.

Penerapan: seringkali kita juga sama seperti Elifas dalam hal meremehkan penderitaan orang lain. Ceritanya akan lain kalau kita sendiri merasakan penderitaan itu. Itu salah satu alasan mengapa Tuhan memberi kita banyak penderitaan, yaitu supaya kita mengerti orang lain yang menderita.

2) Barnes mengatakan (hal 142) bahwa maksud dari ay 3-4 adalah: engkau telah mengajar banyak orang bagaimana caranya menanggung penderitaan / pencobaan, dan engkau juga mengajar orang bahwa Allah mengontrol segala sesuatu.

Dengan ay 5 Elifas memaksudkan bahwa sekarang Ayub harus mempraktekkan sendiri ajaran / penghiburannya itu. Barnes mengatakan bahwa kata-kata ini bukan dimaksudkan untuk menyakiti hati Ayub, atau sebagai suatu ejekan terhadap Ayub. Kata-kata ini hanya dimaksudkan untuk mengingatkan Ayub untuk melakukan apa yang ia sendiri telah ajarkan.

Tetapi Pulpit Commentary (hal 67) mengatakan bahwa kata-kata ini sama dengan kata-kata ‘seorang tabib tidak bisa menyembuhkan dirinya sendiri’.

Luk 4:23 - “Maka berkatalah Ia kepada mereka: ‘Tentu kamu akan mengatakan pepatah ini kepadaKu: Hai tabib, sembuhkanlah diriMu sendiri. Perbuatlah di sini juga, di tempat asalMu ini, segala yang kami dengar yang telah terjadi di Kapernaum!’”.

Bdk. Ro 2:21a - “Jadi, bagaimanakah engkau yang mengajar orang lain, tidakkah engkau mengajar dirimu sendiri?”.

Berbeda dengan pandangan Albert Barnes di atas, maka Pulpit Commentary menganggap bahwa dalam kata-kata ini ada sarkasme, yang menunjukkan sikap keras dan tidak adanya kasih dalam diri Elifas, dan hal ini dirasakan oleh Ayub.

Pulpit Commentary: “In circumstances even the most favourable, it requires no little grace to receive admonition with equanimity; ... much more when that admonition is not only felt to be undeserved, but spoken at a time when the soul, crushed beneath the burden of its misery, wants of sympathy rather than reproof, and when, besides, the reproof is unfeeling in its tone and somewhat flavoured with self-complacency on the part of the giver. ... Reproof that lacerates seldom profits.” [= Dalam keadaan yang paling menyenangkan sekalipun, tetap dibutuhkan kasih karunia yang besar untuk menerima teguran / nasehat dengan hati yang tenang / sabar; ... lebih lagi ketika nasehat / teguran itu bukan hanya dirasakan sebagai tidak pantas untuk diterima, tetapi juga diucapkan pada saat dimana jiwa sedang tertekan di bawah beban kesengsaraan, dan sedang membutuhkan simpati dan bukannya celaan, dan disamping itu ketika celaan itu diucapkan dengan nada yang tidak berperasaan, dan agak dibumbui dengan rasa puas diri dari si pemberi celaan. Celaan yang mencabik / mengoyakkan jarang bermanfaat / menguntungkan.] - hal 70-71.

Pulpit Commentary juga menambahkan bahwa sekalipun Kitab Suci mengatakan bahwa orang kristen harus mau mendengar dan menerima teguran, tetapi Kitab Suci juga mengatakan bahwa orang kristen harus mengatakan kebenaran dalam kasih.

Ef 4:15 - “tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala.”.

Bagian yang saya beri warna biru ini salah terjemahan; bandingkan dengan terjemahan KJV di bawah ini.

KJV: ‘speaking the truth in love’ [= dengan mengucapkan kebenaran dalam kasih].

3) Keadaan ini menunjukkan bahwa:

Pulpit Commentary: “the world is never slow in remarking the deficiencies of good men;” [= dunia tidak pernah lambat dalam memperhatikan / mengkritik kekurangan-kekurangan dari orang-orang yang saleh;] - hal 71.

Pulpit Commentary: “it is easier to preach patience than to practise it,” [= adalah lebih mudah untuk memberitakan / mengkhotbahkan kesabaran dari pada mempraktekkannya,] - hal 71.

4) Pada satu sisi memang seorang pengajar harus melakukan apa yang ia sendiri ajarkan, tetapi pada sisi yang lain, kita juga harus menyadari bahwa pengajar itu sendiri juga adalah manusia yang lemah dan bodoh, yang tidak mungkin bisa melakukan semua yang ia ajarkan dengan sempurna.

Kalau saudara melihat seorang pengajar jatuh / tidak melakukan apa yang ia ajarkan, maka saudara harus melihat dahulu apa alasannya ia jatuh:

a) Kalau ia jatuh tanpa alasan yang berarti, maka pengajar itu layak ditegur, bahkan dengan keras. Ini yang Yesus lakukan terhadap ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi.

Catatan: pada saat yang sama, jangan terlalu cepat menghakimi seseorang dengan ‘menganggap’ bahwa orang itu jatuh tanpa alasan yang berarti. Mengapa? Karena kita tidak maha tahu, dan karena itu kita sering tidak mengerti tentang orang itu dan problem yang ia hadapi.

b) Kalau ia jatuh karena memang bebannya sangat berat, seperti dalam kasus Ayub, seharusnya ia bukan ditegur tetapi dihibur.

5) Saya tidak setuju dengan penafsir-penafsir yang membenarkan sikap Elifas di sini, karena pada akhir dari kitab Ayub kita melihat bahwa teman-teman Ayub ini dilabrak oleh Tuhan!

Ay 6: “Bukankah takutmu akan Allah yang menjadi sandaranmu, dan kesalehan hidupmu menjadi pengharapanmu?”.

1) Ayat ini kabur terjemahannya sehingga ada bermacam-macam terjemahan.

KJV: ‘Is not this thy fear, thy confidence, thy hope, and the uprightness of thy ways?’ [= Bukankah ini rasa takutmu, keyakinanmu, pengharapanmu, dan kelurusan jalan / hidupmu?].

RSV/NIV/NASB seperti Kitab Suci Indonesia.

Dalam Latin Vulgate diterjemahkan: ‘Where is thy fear, thy fortitude, thy patience, and the integrity of thy ways?’ [= Dimana rasa takutmu, ketabahanmu, kesabaranmu, dan kejujuran jalanmu?] - Barnes, hal 143. Clarke menerima terjemahan ini.

2) Mungkin maksud pertanyaan ini adalah: jika engkau yakin akan kebenaran / kesalehanmu, engkau harus tetap percaya kepada Allah bahwa Ia akan membebaskanmu dari penderitaan ini. Bahwa engkau kesal menunjukkan bahwa engkau sebetulnya tidak yakin akan kebenaran / kesalehanmu.

Ayub (8)

Ayub 4:7-21

Ayub 4:7-21 - “(7) Camkanlah ini: siapa binasa dengan tidak bersalah dan di manakah orang yang jujur dipunahkan? (8) Yang telah kulihat ialah bahwa orang yang membajak kejahatan dan menabur kesusahan, ia menuainya juga. (9) Mereka binasa oleh nafas Allah, dan lenyap oleh hembusan hidungNya. (10) Singa mengaum, singa meraung - patahlah gigi singa-singa muda. (11) Singa binasa karena kekurangan mangsa, dan anak-anak singa betina bercerai-berai. (12) Suatu perkataan telah disampaikan kepadaku dengan diam-diam dan telingaku menangkap bisikannya, (13) waktu bermenung oleh sebab khayal malam, ketika tidur nyenyak menghinggapi orang. (14) Aku terkejut dan gentar, sehingga tulang-tulangku gemetar. (15) Suatu roh melewati aku, tegaklah bulu romaku. (16) Ia berhenti, tetapi rupanya tidak dapat kukenal. Suatu sosok ada di depan mataku, suara berbisik-bisik kudengar: (17) Mungkinkah seorang manusia benar di hadapan Allah, mungkinkah seseorang tahir di hadapan Penciptanya? (18) Sesungguhnya, hamba-hambaNya tidak dipercayaiNya, malaikat-malaikatNyapun didapatiNya tersesat, (19) lebih-lebih lagi mereka yang diam dalam pondok tanah liat, yang dasarnya dalam debu, yang mati terpijat seperti gegat. (20) Di antara pagi dan petang mereka dihancurkan, dan tanpa dihiraukan mereka binasa untuk selama-lamanya. (21) Bukankah kemah mereka dicabut? Mereka mati, tetapi tanpa hikmat.”.

Ay 7-9: “(7) Camkanlah ini: siapa binasa dengan tidak bersalah dan di manakah orang yang jujur dipunahkan? (8) Yang telah kulihat ialah bahwa orang yang membajak kejahatan dan menabur kesusahan, ia menuainya juga. (9) Mereka binasa oleh nafas Allah, dan lenyap oleh hembusan hidungNya.”.

Ay 8 (KJV): ‘Even as I have seen, they that plow iniquity, and sow wickedness, reap the same’ [= Bahkan seperti yang telah kulihat, mereka yang membajak kesalahan / ketidak-adilan, dan menabur kejahatan, menuai hal yang sama].

1) Poole mengatakan bahwa dalam apa yang dilakukan oleh Elifas ini ada satu hal yang benar, yaitu kalau melihat orang menderita karena dosa, ia berani menegur dosanya, dan bukannya menghibur orang itu dalam dosanya.

Bdk. Amsal 27:5-6 - “(5) Lebih baik teguran yang nyata-nyata dari pada kasih yang tersembunyi. (6) Seorang kawan memukul dengan maksud baik, tetapi seorang lawan mencium secara berlimpah-limpah.”.

Tetapi sayang sekali, di sini peneguran itu diterapkan secara salah, dan juga pada saat yang salah.

2) Sekarang Elifas masuk pada inti dari pandangannya, yaitu bahwa orang benar tidak mungkin menderita. Orang menderita, pasti karena ia berdosa. Dan kalau penderitaannya sangat hebat, maka dosanya tentu juga sangat hebat.

Ia bertanya: ‘Camkanlah ini: siapa binasa dengan tidak bersalah?’. Padahal jelas ada contoh Habel, yang dibunuh oleh Kain tanpa salah.

Mat 23:34-35 - “(34) Sebab itu, lihatlah, Aku mengutus kepadamu nabi-nabi, orang-orang bijaksana dan ahli-ahli Taurat: separuh di antara mereka akan kamu bunuh dan kamu salibkan, yang lain akan kamu sesah di rumah-rumah ibadatmu dan kamu aniaya dari kota ke kota, (35) supaya kamu menanggung akibat penumpahan darah orang yang tidak bersalah mulai dari Habel, orang benar itu, sampai kepada Zakharia anak Berekhya, yang kamu bunuh di antara tempat kudus dan mezbah.”.

Dan rasanya tidak mungkin bahwa Elifas tidak pernah melihat orang benar yang binasa / ditindas. Tetapi perlu diketahui bahwa kalau seseorang sudah mempunyai suatu anggapan, maka biasanya ia membutakan diri terhadap fakta apapun yang bertentangan dengan anggapannya itu.

Matthew Henry (tentang Ayub 4:6): “Those that pass rash and uncharitable censures upon their brethren, and condemn them as hypocrites, do Satan’s work, and serve his interest, more than they are aware of.” [= Mereka yang menyampaikan celaan yang terburu-buru / gegabah / tanpa dipikir dan tidak mengenal belas kasihan terhadap saudara-saudara mereka, dan mengecam mereka sebagai orang-orang munafik, melakukan pekerjaan setan, dan melayani kepentingannya, lebih dari yang mereka sadari.].

Jamieson, Fausset & Brown (tentang Ayub 4:1): “The greatest of Job’s calamities, and his complaints against God, and the opinion that calamities are proofs of guilt, led the three to doubt Job’s integrity.” [= Bencana-bencana terbesar Ayub, dan keluhannya terhadap Allah, dan pandangan bahwa bencana-bencana merupakan bukti dari kesalahan, memimpin 3 orang ini untuk meragukan kejujuran / kesehatan moral dari Ayub.].

Barnes’ Notes: “This declaration contains the essence of all the positions held by Eliphaz and his colleagues in this argument. This they considered as so established that no one could call it in question, and on the ground of this they inferred that one who experienced such afflictions, no matter what his professions or his apparent piety had been, could not be a good man. ... This kind of reasoning is common - that when men are afflicted with great and sudden calamities they must be peculiarly guilty.” [= Pernyataan ini mencakup hakekat dari semua posisi / pandangan yang dipegang / dipercaya oleh Elifas dan teman-temannya dalam argumentasi ini. Ini mereka anggap sebagai sesuatu yang begitu teguh sehingga tidak ada seorangpun yang bisa mempertanyakannya, dan berdasarkan hal ini mereka menyimpulkan bahwa seseorang yang mengalami penderitaan-penderitaan seperti itu, tidak peduli apa pengakuannya atau terlihatnya kesalehannya, tidak bisa merupakan orang yang baik. ... Jenis pemikiran seperti ini adalah umum - bahwa pada waktu orang-orang ditimpa oleh bencana-bencana yang besar dan mendadak, mereka pasti bersalah secara khusus.] - hal 144-145.

Barnes’ Notes: “His reasoning was of a kind that is common in the world - that of drawing universal conclusions from premises that are too narrow to sustain them, or from too few carefully observed facts.” [= Pemikirannya merupakan jenis pemikiran yang umum dalam dunia ini - yaitu pemikiran yang menarik kesimpulan dari alasan-alasan yang terlalu sempit untuk menopangnya, atau dari terlalu sedikit fakta-fakta yang diamati dengan teliti.] - hal 145.

Matthew Poole: “His judgment herein was rash and false, but not without some appearance of truth;” [= Penghakimannya di sini tanpa dipikir dan salah, tetapi bukannya tanpa beberapa penampilan dari kebenaran;] - hal 929.

Poole lalu memberi alasan yaitu bahwa orang-orang saleh memang diberkati seperti Nuh, Abraham, Ishak, Yakub. Demikian juga Israel diberkati kalau mereka taat kepada Tuhan dan sebaliknya ditindas dan menderita kalau mereka menjauh dari Tuhan.

Pulpit Commentary: “The amount of truth in the representation, which is correct in so far as it describes individual cases; as e.g. the antediluvians, the cities of the plain, Adonibezek (Judg. 1:7), Belshazzar (Dan. 5:22,30), Herod (Acts 12:23); but incorrect in so far as it claims to be of universal application.” [= Jumlah kebenaran dalam penggambaran ini, yang adalah benar selama itu menggambarkan kasus-kasus individuil, seperti misalnya orang-orang sebelum air bah, kota-kota dari lembah (Sodom dan Gomora dan sekitarnya - Kej 13:10-11), Adoni-bezek (Hak 1:7), Belshazar (Dan 5:22,30), Herodes (Kis 12:23); tetapi tidak tepat kalau diterapkan secara universal.] - hal 72.

Saya meragukan kata-kata Pulpit Commentary ini. Penerapan universal itu seharusnya benar, karena ay 8 ini sesuai dengan:

a) Gal 6:7 - “Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diriNya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya.”.

b) Amsal 22:8a - “Orang yang menabur kecurangan akan menuai bencana,”.

c) Hos 8:7a - “Sebab mereka menabur angin, maka mereka akan menuai puting beliung;”.

d) Hos 10:12-13 - “(12) Menaburlah bagimu sesuai dengan keadilan, menuailah menurut kasih setia! Bukalah bagimu tanah baru, sebab sudah waktunya untuk mencari TUHAN, sampai Ia datang dan menghujani kamu dengan keadilan. (13) Kamu telah membajak kefasikan, telah menuai kecurangan, telah memakan buah kebohongan. Oleh karena engkau telah mengandalkan diri pada keretamu, pada banyaknya pahlawan-pahlawanmu,”.

Perhatikan bahwa semua ayat-ayat di atas ini memang bersifat Didactic / pengajaran, dan karena itu berlaku secara mutlak dan universal. Tetapi saat terjadinya ‘penuaian’ itu yang tidak harus sekarang / langsung. Bisa saja terjadi setelah kematian, seperti dalam cerita tentang Lazarus dan orang kaya (Luk 16:19-31).

Barnes’ Notes: “Judgments are not equally administered in this world, and hence the necessity for a future world of retribution;” [= Penghakiman tidak dilaksanakan secara sama di dunia ini, dan karena itu dibutuhkan dunia yang akan datang sebagai pembalasan;] - hal 145.

Penerapan: kalau saudara melihat ketidak-adilan dalam dunia ini, jangan heran. Memang sebelum kematian / pengadilan akhir jaman, tentu saja belum ada keadilan, apalagi keadilan yang sempurna.

Pandangan seperti pandangan Elifas ini juga ada pada jaman Tuhan Yesus, dan jelas disalahkan oleh Tuhan Yesus. Dan ini terlihat dari:

1. Luk 13:1-5 - “(1) Pada waktu itu datanglah kepada Yesus beberapa orang membawa kabar tentang orang-orang Galilea, yang darahnya dicampurkan Pilatus dengan darah korban yang mereka persembahkan. (2) Yesus menjawab mereka: ‘Sangkamu orang-orang Galilea ini lebih besar dosanya dari pada dosa semua orang Galilea yang lain, karena mereka mengalami nasib itu? (3) Tidak! kataKu kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian. (4) Atau sangkamu kedelapan belas orang, yang mati ditimpa menara dekat Siloam, lebih besar kesalahannya dari pada kesalahan semua orang lain yang diam di Yerusalem? (5) Tidak! kataKu kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian.’”.

2. Yoh 9:1-3 - “(1) Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya. (2) Murid-muridNya bertanya kepadaNya: ‘Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?’ (3) Jawab Yesus: ‘Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.”.

Pandangan salah seperti pandangan Elifas ini tetap sangat banyak pada jaman sekarang. Sering orang kristen menuduh seseorang berdosa, kalau ia mengalami malapetaka / penderitaan / penyakit dan sebagainya. Pada jaman sekarangpun sebetulnya semua orang bisa melihat bahwa kemakmuran dan kesengsaraan tidak diberikan berdasarkan kehidupan moral. Tetapi banyak orang yang buta / membutakan diri dalam persoalan ini dan mempunyai pandangan seperti pandangan Elifas. Pada waktu mereka melihat orang benar menderita, maka mereka menuduh bahwa ada dosa-dosa yang tersembunyi, dan bahwa kesalehan orang itu palsu. Kalau penderitaannya hebat, maka mereka mengatakan bahwa dosanya pasti juga hebat.

Kalau tuduhan seperti itu dilakukan kepada kita pada saat kita sedang menderita, apa yang harus kita lakukan?

a. Introspeksi dahulu, karena ada kemungkinan saudara menderita memang karena dosa.

Perlu saudara ketahui bahwa Kitab Suci juga mempunyai banyak ayat yang menunjukkan adanya orang-orang yang menderita karena dosanya, seperti:

(1) Miryam yang kena kusta karena mengata-ngatai Musa (Bil 12).

(2) Korah, Datan dan Abiram yang dihukum mati karena memberontak terhadap Musa dan Harun (Bil 16).

(3) Gehazi yang kena kusta (2Raja 5:27).

(4) Ananias dan Safira (Kis 5:1-11).

(5) Maz 107:4-22 - “(4) Ada orang-orang yang mengembara di padang belantara, jalan ke kota tempat kediaman orang tidak mereka temukan; (5) mereka lapar dan haus, jiwa mereka lemah lesu di dalam diri mereka. (6) Maka berseru-serulah mereka kepada TUHAN dalam kesesakan mereka, dan dilepaskanNya mereka dari kecemasan mereka. (7) DibawaNya mereka menempuh jalan yang lurus, sehingga sampai ke kota tempat kediaman orang. (8) Biarlah mereka bersyukur kepada TUHAN karena kasih setiaNya, karena perbuatan-perbuatanNya yang ajaib terhadap anak-anak manusia, (9) sebab dipuaskanNya jiwa yang dahaga, dan jiwa yang lapar dikenyangkanNya dengan kebaikan. (10) Ada orang-orang yang duduk di dalam gelap dan kelam, terkurung dalam sengsara dan besi. (11) Karena mereka memberontak terhadap perintah-perintah Allah, dan menista nasihat Yang Mahatinggi, (12) maka ditundukkanNya hati mereka ke dalam kesusahan, mereka tergelincir, dan tidak ada yang menolong. (13) Maka berseru-serulah mereka kepada TUHAN dalam kesesakan mereka, dan diselamatkanNyalah mereka dari kecemasan mereka, (14) dibawaNya mereka keluar dari dalam gelap dan kelam, dan diputuskanNya belenggu-belenggu mereka. (15) Biarlah mereka bersyukur kepada TUHAN karena kasih setiaNya, karena perbuatan-perbuatanNya yang ajaib terhadap anak-anak manusia, (16) sebab dipecahkanNya pintu-pintu tembaga, dan dihancurkanNya palang-palang pintu besi. (17) Ada orang-orang menjadi sakit oleh sebab kelakuan mereka yang berdosa, dan disiksa oleh sebab kesalahan-kesalahan mereka; (18) mereka muak terhadap segala makanan dan mereka sudah sampai pada pintu gerbang maut. (19) Maka berseru-serulah mereka kepada TUHAN dalam kesesakan mereka, dan diselamatkanNya mereka dari kecemasan mereka, (20) disampaikanNya firmanNya dan disembuhkanNya mereka, diluputkanNya mereka dari liang kubur. (21) Biarlah mereka bersyukur kepada TUHAN karena kasih setiaNya, karena perbuatan-perbuatanNya yang ajaib terhadap anak-anak manusia. (22) Biarlah mereka mempersembahkan korban syukur, dan menceritakan pekerjaan-pekerjaanNya dengan sorak-sorai!”.

b. Kalau saudara sudah mengintrospeksi diri, dan saudara yakin bahwa penderitaan itu bukan karena dosa, maka saudara bisa menjawab tuduhan itu dengan cara sebagai berikut:

(1) Akui kebenaran ayat-ayat yang menekankan keadilan Allah yang pasti menghukum orang berdosa, juga ayat-ayat yang mengatakan kita akan menuai apa yang kita tabur dan sebagainya. Tetapi tambahkan bahwa hal-hal seperti itu tidak selalu terjadi pada hidup ini, bisa terjadi dalam hidup yang akan datang (seperti Lazarus dan orang kaya).

(2) Juga akui kebenaran dari text-text alkitab yang menunjukkan orang saleh yang diberkati Tuhan, seperti Abraham, Daud, dan sebagainya. Tetapi tambahkan juga bahwa orang-orang itu bukannya bebas dari penderitaan, tetapi sebaliknya mengalami banyak penderitaan, dalam hidupnya di dunia ini.

(3) Lalu tambahkan juga ayat-ayat di bawah ini:

(a) Maz 73:1-19 - “(1) [Mazmur Asaf.] Sesungguhnya Allah itu baik bagi mereka yang tulus hatinya, bagi mereka yang bersih hatinya. (2) Tetapi aku, sedikit lagi maka kakiku terpeleset, nyaris aku tergelincir. (3) Sebab aku cemburu kepada pembual-pembual, kalau aku melihat kemujuran orang-orang fasik. (4) Sebab kesakitan tidak ada pada mereka, sehat dan gemuk tubuh mereka; (5) mereka tidak mengalami kesusahan manusia, dan mereka tidak kena tulah seperti orang lain. (6) Sebab itu mereka berkalungkan kecongkakan dan berpakaian kekerasan. (7) Karena kegemukan, kesalahan mereka menyolok, hati mereka meluap-luap dengan sangkaan. (8) Mereka menyindir dan mengata-ngatai dengan jahatnya, hal pemerasan dibicarakan mereka dengan tinggi hati. (9) Mereka membuka mulut melawan langit, dan lidah mereka membual di bumi. (10) Sebab itu orang-orang berbalik kepada mereka, mendapatkan mereka seperti air yang berlimpah-limpah. (11) Dan mereka berkata: ‘Bagaimana Allah tahu hal itu, adakah pengetahuan pada Yang Mahatinggi?’ (12) Sesungguhnya, itulah orang-orang fasik: mereka menambah harta benda dan senang selamanya! (13) Sia-sia sama sekali aku mempertahankan hati yang bersih, dan membasuh tanganku, tanda tak bersalah. (14) Namun sepanjang hari aku kena tulah, dan kena hukum setiap pagi. (15) Seandainya aku berkata: ‘Aku mau berkata-kata seperti itu,’ maka sesungguhnya aku telah berkhianat kepada angkatan anak-anakmu. (16) Tetapi ketika aku bermaksud untuk mengetahuinya, hal itu menjadi kesulitan di mataku, (17) sampai aku masuk ke dalam tempat kudus Allah, dan memperhatikan kesudahan mereka. (18) Sesungguhnya di tempat-tempat licin Kautaruh mereka, Kaujatuhkan mereka sehingga hancur. (19) Betapa binasa mereka dalam sekejap mata, lenyap, habis oleh karena kedahsyatan!”.

(b) Pkh 7:15 - “Dalam hidupku yang sia-sia aku telah melihat segala hal ini: ada orang saleh yang binasa dalam kesalehannya, ada orang fasik yang hidup lama dalam kejahatannya.”.

(c) Pkh 8:14 - “Ada suatu kesia-siaan yang terjadi di atas bumi: ada orang-orang benar, yang menerima ganjaran yang layak untuk perbuatan orang fasik, dan ada orang-orang fasik yang menerima pahala yang layak untuk perbuatan orang benar. Aku berkata: ‘Inipun sia-sia!’”.

(d) Yer 12:1-2 - “(1) Engkau memang benar, ya TUHAN, bilamana aku berbantah dengan Engkau! Tetapi aku mau berbicara dengan Engkau tentang keadilan: Mengapakah mujur hidup orang-orang fasik, sentosa semua orang yang berlaku tidak setia? (2) Engkau membuat mereka tumbuh, dan merekapun juga berakar, mereka tumbuh subur dan menghasilkan buah juga. Memang selalu Engkau di mulut mereka, tetapi jauh dari hati mereka.”.

(e) Juga bisa saudara tambahkan Luk 13:1-5 dan Yoh 9:1-3 yang sudah saya berikan di atas, dan tentu saja bisa saudara tambahkan cerita tentang Ayub ini, yang jelas sekali menderita bukan karena dosa!

4) Kata-kata dalam ay 7 ini bukan hanya tidak benar, tetapi seandainya benar, adalah tidak bijaksana untuk diucapkan kepada Ayub pada saat seperti itu.

Pulpit Commentary: “though it is unquestionably wrong to suppress or tamper with the truth, there is nothing in religion that requires one to proclaim all the truth irrespective of circumstances, or even to present truth under any circumstance in its most repulsive forms.” [= sekalipun menekan atau merahasiakan / mengubah kebenaran jelas adalah sesuatu yang salah, tetapi agama tidak mengharuskan seseorang untuk memberitakan seluruh kebenaran tanpa mempedulikan keadaan, atau bahkan menyatakan kebenaran dalam sembarang keadaan dalam bentuknya yang paling menjijikkan.] - hal 72.

5) Ay 9: “Mereka binasa oleh nafas Allah, dan lenyap oleh hembusan hidungNya.”.

a) ‘nafas Allah’.

Pulpit Commentary mengatakan (hal 68) bahwa kata yang digunakan sama dengan dalam Ayub 37:10. Nafas di sini menunjuk pada ‘a slight or gentle breathing’ [= nafas yang pelan atau lembut]. Barnes mengatakan (hal 146) bahwa dalam Kitab Suci kata-kata ‘nafas Allah’ sering digunakan untuk menunjukkan kemurkaan Allah (Maz 18:16 Yes 11:15 Yes 30:28,33 dsb).

Maz 18:16 - “Lalu kelihatanlah dasar-dasar lautan, dan tersingkaplah alas-alas dunia karena hardikMu, ya TUHAN, karena hembusan nafas dari hidungMu.”.

Yes 11:15 - “TUHAN akan mengeringkan teluk Mesir dengan nafasNya yang menghanguskan, serta mengacungkan tanganNya terhadap sungai Efrat dan memukulnya pecah menjadi tujuh batang air, sehingga orang dapat melaluinya dengan berkasut.”.

Yes 30:28,33 - “(28) hembusan nafasNya seperti sungai yang menghanyutkan, yang airnya sampai ke leher - Ia datang untuk mengayak bangsa-bangsa dengan ayak kebinasaan dan untuk memasang suatu kekang yang menyesatkan di mulut suku-suku bangsa. ... (33) Sebab dari dahulu sudah diatur tempat pembakaran - bukankah itu untuk raja - dasarnya dibuat dalam dan lapang, pancakanya penuh api dan kayu; nafas TUHAN menghanguskannya seperti sungai belerang.”.

Pulpit Commentary: “The slightest breath of God’s displeasure is enough to destroy those against whom it is directed.” [= Nafas yang paling pelan dari ketidak-senangan Allah adalah cukup untuk menghancurkan mereka terhadap siapa itu ditujukan.] - hal 68.

Bdk. 2Tes 2:8 - “pada waktu itulah si pendurhaka baru akan menyatakan dirinya, tetapi Tuhan Yesus akan membunuhnya dengan nafas mulutNya dan akan memusnahkannya, kalau Ia datang kembali.”.

b) ‘hembusan hidungNya’.

Ini menggunakan kata Ibrani yang lebih kuat dari pada ‘nafas’ tadi, dan demikian juga kata Ibrani yang diterjemahkan dengan ‘lenyap’ lebih kuat dari pada kata yang diterjemahkan ‘binasa’.

Ay 10-11: “(10) Singa mengaum, singa meraung - patahlah gigi singa-singa muda. (11) Singa binasa karena kekurangan mangsa, dan anak-anak singa betina bercerai-berai.”.

1) Kitab Suci sering membandingkan orang jahat dengan singa (Maz 7:3 10:9 17:12 Yeh 19:3,5 Zef 3:3 dsb).

Penekanan Elifas dalam ay 10-11 ini adalah: bahwa bagaimanapun kuatnya seseorang, kalau ia jahat, maka ia akan mendapatkan upah kejahatannya dalam hidup ini.

2) Kata-kata tentang ‘anak-anak singa’ dalam ay 11b mungkin menunjuk kepada anak-anak Ayub yang mati. Kalau ini benar, ini menunjukkan bahwa Elifas memang kejam dan tidak berperasaan!

Ay 12-16: “(12) Suatu perkataan telah disampaikan kepadaku dengan diam-diam dan telingaku menangkap bisikannya, (13) waktu bermenung oleh sebab khayal malam, ketika tidur nyenyak menghinggapi orang. (14) Aku terkejut dan gentar, sehingga tulang-tulangku gemetar. (15) Suatu roh melewati aku, tegaklah bulu romaku. (16) Ia berhenti, tetapi rupanya tidak dapat kukenal. Suatu sosok ada di depan mataku, suara berbisik-bisik kudengar:”.

1) Elifas melanjutkan dengan menceritakan suatu pengalaman yang sangat aneh, dimana pada suatu malam ia bertemu dengan suatu roh. Dan roh itu lalu mengucapkan kata-kata dalam ay 17-21.

Matthew Henry: “The people of God had not then any written word to quote, and therefore God sometimes notified to them even common truths by the extraordinary ways of revelation. We that have Bibles have there ... a more sure word to depend upon than even visions and voices, 2 Pet. 1:19.” [= Umat Allah pada saat itu belum mempunyai firman tertulis untuk dikutip, dan karena itu Allah kadang-kadang memberitahu mereka bahkan kebenaran-kebenaran umum dengan cara pewahyuan yang luar biasa. Kita yang mempunyai Alkitab mempunyai di sana ... firman yang lebih pasti untuk disandari dari pada penglihatan-penglihatan dan suara-suara / pendengaran-pendengaran, 2Pet 1:19.].

2Pet 1:19 - “Dengan demikian kami makin diteguhkan oleh firman yang telah disampaikan oleh para nabi. Alangkah baiknya kalau kamu memperhatikannya sama seperti memperhatikan pelita yang bercahaya di tempat yang gelap sampai fajar menyingsing dan bintang timur terbit bersinar di dalam hatimu.”.

Alangkah berbedanya pandangan Matthew Henry di sini ini dengan pandangan orang-orang Kharismatik pada umumnya, yang selalu ingin Tuhan bicara dengan cara-cara yang supranatural.

Victor Budgen mengutip kata-kata Jonathan Edwards (1703-1758) yang berkata sebagai berikut:

“One erroneous principle, than which scarce any has proved more mischievous to the present glorious work of God, is a notion that it is God’s manner in these days, to guide his saints, at least some that are more eminent, by inspiration or immediate revelation. They suppose he makes known to them what shall come to pass hereafter, or what it is his will that they should do, by impressions made upon their minds, either with or without texts of Scripture; whereby something is made known to them, that is not taught in Scripture. By such a notion the devil has a great door opened for him; and if once this opinion should come to be fully yielded to, and established in the church of God, Satan would have opportu­nity thereby to set up himself as the guide and oracle of God’s people, and to have his word regarded as their infal­lible rule, and so to lead them where he would, and to introduce what he pleased, and soon to bring the Bible into neglect and contempt. Late experience, in some instances, has shown that the tendency of this notion is to cause persons to esteem the Bible as in a great measure useless.” [= Satu prinsip yang salah, yang jarang ada tandingannya dalam merusak / merugikan pekerjaan Allah yang mulia pada jaman ini, adalah suatu anggapan bahwa adalah merupakan cara Allah pada jaman ini, untuk memimpin para orang kudusNya, setidaknya beberapa orang yang lebih menonjol, dengan menggunakan ilham atau wahyu langsung. Mereka menganggap Ia memberitahu mereka apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang, atau apa yang Ia kehendaki untuk mereka lakukan, dengan kesan-kesan yang dibuat dalam pikiran mereka, dengan atau tanpa text Kitab Suci; dengan mana sesuatu, yang tidak diajarkan dalam Kitab Suci, dinyatakan kepada mereka. Dengan adanya pandangan / anggapan seperti itu, setan mempunyai sebuah pintu besar yang terbuka bagi dia; dan sekali pandan­gan ini diterima secara penuh, dan ditegakkan dalam gereja Allah, maka setan akan mempunyai kesempatan melalui hal ini untuk menjadikan dirinya sendiri sebagai pemandu dan kata-kata ilahi dari umat Allah, dan menjadikan kata-katanya sebagai peraturan yang tidak bisa salah dari umat Allah, dan dengan demikian membawa mereka kemanapun ia mau, dan menga­jukan apapun yang ia senangi, dan dengan cepat menyebabkan Alkitab diabaikan dan dihina. Pengalaman akhir-akhir ini, dalam beberapa contoh, menunjukkan bahwa pandangan / anggapan ini mempunyai kecondongan untuk menyebabkan orang-orang menganggap Alkitab, sampai tingkat yang besar / tinggi, sebagai tidak berguna.] - ‘The Charismat­ics and the Word of God’, hal 176-177.

2) Ay 13: “waktu bermenung oleh sebab khayal malam, ketika tidur nyenyak menghinggapi orang.”.

Pulpit Commentary menganggap bahwa ay 13b menunjuk kepada suatu trance, tetapi saya lebih condong pada penafsir-penafsir lain yang menganggap bahwa maksudnya adalah: pada saat orang lain sedang tidur.

3) Ay 14-15: “(14) Aku terkejut dan gentar, sehingga tulang-tulangku gemetar. (15) Suatu roh melewati aku, tegaklah bulu romaku.”.

Pulpit Commentary: “Our nature shrinks from direct contact with the spiritual world, and our earthly frame shudders at the unearthly presence.” [= Sifat dasar kita menyusut kalau mengalami kontak dengan dunia roh, dan badan duniawi kita gemetar pada saat ada kehadiran sesuatu yang bukan dari dunia.] - hal 69.

Kalau Tuhan hadir dan berbicara secara biasa maka itu tidak menimbulkan rasa takut seperti itu, tetapi kalau Tuhan hadir / berbicara dengan cara yang spektakuler / luar biasa, seperti melalui penglihatan, malaikat dsb, maka itu biasanya menimbulkan rasa takut dan bahkan menyebabkan orang pingsan. Ini tidak sama dengan kasus tumbang dalam roh dalam kalangan Kharismatik, dimana orang rebah sekalipun tidak ada manifestasi yang luar biasa dari Tuhan. Itu saya yakini sebagai pekerjaan kuasa gelap.

5) Ay 15: “Suatu roh melewati aku, tegaklah bulu romaku.”.

a) Dalam bahasa Ibrani digunakan kata RUAKH, yang artinya bisa ‘nafas’, ‘angin’ atau ‘roh’. Kontext menuntut bahwa di sini diartikan sebagai ‘roh’.

Pulpit Commentary: “Whether a spirit really appeared to him is a separate question. The whole may have been a vision; but certainly the impression left on Eliphaz was that he had had a communication from the spirit-world.” [= Apakah betul-betul ada suatu roh yang muncul di depannya merupakan pertanyaan yang terpisah. Bisa saja seluruhnya adalah suatu penglihatan; tetapi pasti bahwa kesan yang tertinggal dalam diri Elifas adalah bahwa ia mendapatkan komunikasi dengan dunia roh.] - hal 69.

Barnes’ Notes: “He does not intimate whether it was the spirit of a man, or an angel who thus appeared.” [= Ia tidak menunjukkan apakah itu roh manusia atau malaikat, yang muncul seperti itu.] - hal 150.

Matthew Poole: “an angel in visible shape,” [= seorang malaikat dalam bentuk yang bisa dilihat,] - hal 930.

b) Ay 15b: ‘bulu romaku’.

KJV: ‘the hair of my flesh’ [= rambut dagingku].

Lit: ‘the hair of my body’ [= rambut tubuhku].

Jadi kelihatannya bukan hanya bulu kuduk, tetapi semua rambut di tubuhnya berdiri.

6) Ay 16: “Ia berhenti, tetapi rupanya tidak dapat kukenal. Suatu sosok ada di depan mataku, suara berbisik-bisik kudengar:”.

Kelihatannya ini menunjukkan bentuk dari roh itu tidak terlalu jelas, dan demikian juga suaranya, sekalipun masih bisa dilihat dan dimengerti.

Ay 17: “Mungkinkah seorang manusia benar di hadapan Allah, mungkinkah seseorang tahir di hadapan Penciptanya?”.

1) Terjemahan ayat ini berbeda-beda.

KJV: ‘Shall mortal man be more just than God? shall a man be more pure than his maker?’ [= Apakah seorang manusia yang fana bisa lebih benar dari Allah? apakah seorang manusia bisa lebih murni dari Penciptanya?].

RSV dan NASB seperti Kitab Suci Indonesia, sedangkan NIV, ASV dan NKJV seperti KJV.

Barnes setuju dengan KJV / NIV / ASV / NKJV; Adam Clarke, Jamieson, Fausset & Brown setuju dengan Kitab Suci Indonesia / RSV / NASB.

2) Pertanyaan ini tentu harus dijawab dengan ‘tidak!’.

Jadi kalau pemikiran kita tidak sesuai dengan pemikiran Tuhan, yang salah pasti adalah pemikiran kita. Juga kita tidak pernah boleh menghakimi, mengkritik atau menyalahkan Tuhan.

Barnes’ Notes: “Thus understood, it would be a pertinent reproof of Job, who in his complaint (chap. 3) had seemed to be wiser than God.” [= Dimengerti seperti itu, itu merupakan teguran / celaan yang berhubungan dengan Ayub, yang dalam keluhannya (pasal 3) kelihatannya lebih bijaksana dari pada Allah.] - hal 152.

Ay 18: “Sesungguhnya, hamba-hambaNya tidak dipercayaiNya, malaikat-malaikatNyapun didapatiNya tersesat,”.

1) Ini merupakan 2 kalimat yang paralel; jadi kelihatannya yang dimaksud dengan ‘hamba-hamba’ bukanlah ‘manusia’ tetapi ‘malaikat’.

Barnes mengatakan (hal 152) bahwa terjemahan Chaldee menafsirkan bahwa kata ‘hamba-hamba’ itu menunjuk kepada ‘nabi-nabi’, tetapi ia menganggap itu salah, dan seharusnya menunjuk kepada ‘malaikat-malaikat’.

2) KJV: ‘Behold, he put no trust in his servants; and his angels he charged with folly’ [= Lihatlah, Ia tidak mempercayai hamba-hambaNya; dan malaikat-malaikatNya dituduhNya dengan kebodohan].

KJV menterjemahkan ke dalam bentuk past tense [= waktu lampau]. Pulpit Commentary (hal 70) menganggap ini salah, seharusnya seperti NIV yang menterjemahkan ke dalam present tense (waktu sekarang / present).

3) Pulpit Commentary juga mengatakan bahwa kata Ibrani yang diterjemahkan ‘folly’ [= kebodohan] tidak diketahui artinya dengan pasti dan kata ini tidak muncul di tempat lain dalam Kitab Suci.

LXX / Septuaginta menterjemahkan ‘crookedness’ [= ketidak-jujuran], dan ada orang-orang yang menterjemahkan ‘error’ [= kesalahan].

Adam Clarke: “In this place we may consider angels as heavenly or earthly messengers or angels of the Lord; and the glory, influence, and honour of their office as being put in them by the Most High. They are as planets which shine with a borrowed light. They have nothing but what they have received.” [= Di tempat ini kita bisa memikirkan malaikat-malaikat sebagai utusan-utusan surgawi atau duniawi atau malaikat-malaikat Tuhan; dan kemuliaan, pengaruh, dan kehormatan dari jabatan mereka diberikan dalam mereka oleh Yang Maha Tinggi. Mereka seperti planet-planet yang bersinar dengan cahaya pinjaman. Mereka tidak mempunyai apapun kecuali apa yang telah mereka terima.] - hal 38.

4) Clarke mengatakan bahwa ada orang-orang yang menggunakan bagian ini untuk menunjuk kepada kejatuhan malaikat, tetapi Clarke sendiri menafsirkan sebagai berikut:

Adam Clarke: “It is said ‘he put no trust in them’ - he knew that nothing could be absolutely immutable but himself; and that no intelligent beings could subsist in a state of purity, unless continually dependent on himself, and deriving constant supplies of grace, power, and light, from him who gave them their being.” [= Dikatakan ‘Ia tidak mempercayai mereka’ - Ia tahu bahwa tidak ada yang bisa kekal secara mutlak selain diriNya sendiri; dan bahwa tidak ada makhluk berakal yang bisa tetap ada dalam keadaan kemurnian, kecuali secara terus menerus tergantung kepada diriNya sendiri, dan terus mendapatkan suplai kasih karunia, kuasa, dan terang, dari Dia yang memberikan kepada mereka keberadaan mereka.] - hal 38.

Pulpit Commentary: “Even in them God does not trust implicitly, since he knows that they are frail and fallible, liable to err, etc., only kept from sin by his own sustaining and assisting grace” [= Bahkan dalam / kepada mereka Allah tidak mempercayai secara mutlak, karena Ia tahu bahwa mereka lemah dan bisa salah, dsb., dan hanya dicegah dari dosa oleh kasih karuniaNya sendiri yang menopang dan menolong mereka] - hal 70.

5) Maksud Elifas mengucapkan bagian ini.

Pulpit Commentary mengatakan (hal 70) bahwa arti bagian ini adalah: malaikat-malaikat itu tidak sempurna. Malaikat yang tertinggipun berada jauh di bawah Allah yang sempurna. Karena itu malaikatpun tidak berhak menghakimi Allah. Lebih-lebih Ayub yang adalah manusia (ini masuk dalam ay 19).

Bdk. Ayub 15:15-16 - “(15) Sesungguhnya, para suciNya tidak dipercayaiNya, seluruh langitpun tidak bersih pada pandanganNya; (16) lebih-lebih lagi orang yang keji dan bejat, yang menghirup kecurangan seperti air.”.

Catatan: Kata-kata dalam Ayub 15:15-16 ini juga diucapkan oleh Elifas.

Ay 19: “lebih-lebih lagi mereka yang diam dalam pondok tanah liat, yang dasarnya dalam debu, yang mati terpijat seperti gegat.”.

1) Karena tubuh manusia dibentuk oleh Allah dari debu tanah (Kej 2:7), maka di sini orang yang masih hidup dikatakan ‘diam dalam pondok tanah liat’. Sebaliknya, dalam banyak ayat lain, orang mati dikatakan sebagai ‘kemah / pondoknya dibongkar’.

Barnes’ Notes: “The body is represented as a temporary tent, tabernacle, or dwelling for the soul. That dwelling is soon to be taken down, and its tenant, the soul, to be removed to other abodes. So Paul (2Cor. 5:1) speaks of the body as ... ‘our earthly house of this tabernacle.’” [= Tubuh digambarkan sebagai tenda sementara, kemah, atau tempat tinggal untuk jiwa. Tempat tinggal itu segera akan dibongkar, dan penghuninya, yaitu jiwa, disingkirkan ke tempat tinggal yang lain. Demikianlah Paulus (2Kor 5:1) berbicara tentang tubuh sebagai ... ‘kemah tempat kediaman kita di bumi’.] - hal 153.

2Kor 5:1 - “Karena kami tahu, bahwa jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia.”.

Yes 38:12a - “Pondok kediamanku dibongkar dan dibuka seperti kemah gembala; seperti tukang tenun menggulung tenunannya aku mengakhiri hidupku; TUHAN memutus nyawaku dari benang hidup.”.

2Pet 1:13-14 - “(13) Aku menganggap sebagai kewajibanku untuk tetap mengingatkan kamu akan semuanya itu selama aku belum menanggalkan kemah tubuhku ini. (14) Sebab aku tahu, bahwa aku akan segera menanggalkan kemah tubuhku ini, sebagaimana yang telah diberitahukan kepadaku oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.”.

2) Kata-kata ‘yang mati terpijak seperti gegat’ artinya adalah ‘yang begitu lemah sehingga seekor gegatpun bisa membunuhnya’ atau ‘yang bisa dibunuh dengan sama mudahnya seperti membunuh seekor gegat’.

Kata-kata ini harus diingat / dicamkan oleh semua orang, khususnya mereka yang mempunyai kekuasaan / kedudukan tinggi.

Ay 20: “Di antara pagi dan petang mereka dihancurkan, dan tanpa dihiraukan mereka binasa untuk selama-lamanya.”.

Pulpit Commentary: “Human bodies undergo a continuous destruction. From the moment that we are born we begin to die.” [= Tubuh manusia mengalami penghancuran yang terus menerus. Sejak kita dilahirkan kita mulai mati.] - hal 70.

Kata-kata ‘di antara pagi dan petang’ berarti bahwa hidup mereka hampir tidak mencapai satu hari (Barnes, hal 154). Dengan kata lain, hidup manusia sangat singkat.

Kata-kata ‘mereka binasa selama-lamanya’ menunjukkan bahwa mereka mati dan tidak dihidupkan kembali. Kata-kata ‘binasa selama-lamanya’ ini digunakan karena ia hanya meninjau kehidupan di dunia ini.

Ay 21: “Bukankah kemah mereka dicabut? Mereka mati, tetapi tanpa hikmat.”.

1) ‘Bukankah kemah mereka dicabut?’.

KJV: ‘Doth not their excellency which is in them go away?’ [= Tidakkah keunggulan mereka yang ada dalam mereka pergi?].

RSV: ‘If their tent-cord is plucked up within them’ [= Jika tali / tongkat tenda mereka dicabut di dalam mereka]. NIV/NASB mirip dengan RSV.

a) Ada yang menafsirkan bahwa kata ‘excellency’ [= keunggulan] menunjuk pada sesuatu yang tertinggi dalam diri manusia, yaitu jiwa / roh. Artinya tidak terlalu berbeda dengan kalau digunakan terjemahan RSV, karena ‘tent-cord’ [= tali / tongkat tenda] juga merupakan kiasan yang menunjuk kepada jiwa, karena jiwa merupakan penopang tubuh seperti ‘tent-cord’ merupakan penopang kemah.

Pulpit Commentary: “What deserves especial remark is that the ‘excellency’ does not perish; it goes away, departs, or is removed.” [= Apa yang perlu diperhatikan adalah bahwa ‘keunggulan’ itu tidak binasa; ia pergi, meninggalkan, atau disingkirkan.] - hal 70.

b) Tetapi ada yang menafsirkan bahwa kata ‘excellency’ [= keunggulan] menunjuk pada keunggulan moral dan hal-hal lain dimana mereka melebihi orang lain.

Barnes’ Notes: “Their excellence does not keep them from death, ... Men perish; and however eminent they may have been, they are soon cut off, and vanish away.” [= Keunggulan mereka tidak menjaga mereka dari kematian, ... Manusia binasa; dan bagaimanapun unggul / terkenalnya mereka, mereka akan segera mati dan hilang.] - hal 155.

2) ‘Mereka mati, tetapi tanpa hikmat.’.

Pulpit Commentary mengatakan (hal 70) bahwa maksudnya adalah bahwa mereka mati tanpa belajar apa maksudnya penderitaan dalam kehidupan mereka.

Barnes menafsirkan (hal 155) bahwa bagian terakhir ini artinya: ‘mereka mati sebelum mereka menjadi bijaksana’. Jadi maksud seluruh kalimat adalah: hidup manusia begitu singkat sehingga sebelum mereka cukup lama hidup untuk menjadi bijaksana, mereka sudah harus mati.

Karena itu, mereka tidak memenuhi syarat untuk menghakimi tindakan-tindakan Allah dan menyalahkan hikmat ilahi, seperti yang telah Ayub lakukan.

Ayub (9)

Ayub 5:1-27(1)

Ayub 5:1-27 - “(1) Berserulah - adakah orang yang menjawab engkau? Dan kepada siapa di antara orang-orang yang kudus engkau akan berpaling? (2) Sesungguhnya, orang bodoh dibunuh oleh sakit hati, dan orang bebal dimatikan oleh iri hati. (3) Aku sendiri pernah melihat orang bodoh berakar, tetapi serta-merta kukutuki tempat kediamannya. (4) Anak-anaknya selalu tidak tertolong, mereka diinjak-injak di pintu gerbang tanpa ada orang yang melepaskannya. (5) Apa yang dituainya, dimakan habis oleh orang yang lapar, bahkan dirampas dari tengah-tengah duri, dan orang-orang yang dahaga mengingini kekayaannya. (6) Karena bukan dari debu terbit bencana dan bukan dari tanah tumbuh kesusahan; (7) melainkan manusia menimbulkan kesusahan bagi dirinya, seperti bunga api berjolak tinggi. (8) Tetapi aku, tentu aku akan mencari Allah, dan kepada Allah aku akan mengadukan perkaraku. (9) Ia melakukan perbuatan-perbuatan yang besar dan yang tak terduga, serta keajaiban-keajaiban yang tak terbilang banyaknya; (10) Ia memberi hujan ke atas muka bumi dan menjatuhkan air ke atas ladang; (11) Ia menempatkan orang yang hina pada derajat yang tinggi dan orang yang berdukacita mendapat pertolongan yang kuat; (12) Ia menggagalkan rancangan orang cerdik, sehingga usaha tangan mereka tidak berhasil; (13) Ia menangkap orang berhikmat dalam kecerdikannya sendiri, sehingga rancangan orang yang belat-belit digagalkan. (14) Pada siang hari mereka tertimpa gelap, dan pada tengah hari mereka meraba-raba seperti pada waktu malam. (15) Tetapi Ia menyelamatkan orang-orang miskin dari kedahsyatan mulut mereka, dan dari tangan orang yang kuat. (16) Demikianlah ada harapan bagi orang kecil, dan kecurangan tutup mulut. (17) Sesungguhnya, berbahagialah manusia yang ditegur Allah; sebab itu janganlah engkau menolak didikan Yang Mahakuasa. (18) Karena Dialah yang melukai, tetapi juga yang membebat; Dia yang memukuli, tetapi yang tanganNya menyembuhkan pula. (19) Dari enam macam kesesakan engkau diluputkanNya dan dalam tujuh macam engkau tidak kena malapetaka. (20) Pada masa kelaparan engkau dibebaskanNya dari maut, dan pada masa perang dari kuasa pedang. (21) Dari cemeti lidah engkau terlindung, dan engkau tidak usah takut, bila kemusnahan datang. (22) Kemusnahan dan kelaparan akan kautertawakan dan binatang liar tidak akan kautakuti. (23) Karena antara engkau dan batu-batu di padang akan ada perjanjian, dan binatang liar akan berdamai dengan engkau. (24) Engkau akan mengalami, bahwa kemahmu aman dan apabila engkau memeriksa tempat kediamanmu, engkau tidak akan kehilangan apa-apa. (25) Engkau akan mengalami, bahwa keturunanmu menjadi banyak dan bahwa anak cucumu seperti rumput di tanah. (26) Dalam usia tinggi engkau akan turun ke dalam kubur, seperti berkas gandum dibawa masuk pada waktunya. (27) Sesungguhnya, semuanya itu telah kami selidiki, memang demikianlah adanya; dengarkanlah dan camkanlah itu!’”.

Ingat bahwa Ayub 5 merupakan sambungan dari Ayub 4, dan tetap merupakan kata-kata Elifas.

Ay 1: “Berserulah - adakah orang yang menjawab engkau? Dan kepada siapa di antara orang-orang yang kudus engkau akan berpaling?”.

1) “Berserulah - adakah orang yang menjawab engkau?”.

KJV: ‘Call now, if there be any that will answer thee’ [= Panggillah sekarang, jika ada siapapun yang akan menjawabmu].

Catatan: ‘to answer’ bisa diartikan ‘menjawab’, tetapi juga bisa diartikan ‘setuju / cocok dengan’.

Matthew Henry mengambil arti ke 2 ini dan mengartikan kata-kata Elifas dalam ay 1a ini sebagai berikut:

a) Tidak ada satupun orang kudus yang menderita seperti engkau. Karena itu, engkau pasti bukan orang kudus. Arti ini pasti salah.

b) Tidak ada orang kudus yang pada saat menderita mengatakan seperti yang engkau katakan (mengutuki hari kelahiran dsb). Arti ini, sekalipun mungkin benar, menurut saya tidak diucapkan pada saat yang tepat. Pada saat seperti itu Ayub membutuhkan penghiburan, bukan celaan.

Penerapan: kata-kata yang benar sekalipun, harus diucapkan pada waktu yang tepat. Kalau diucapkan pada waktu yang salah, bisa menghasilkan sesuatu yang buruk.

Amsal 15:23 - “Seseorang bersukacita karena jawaban yang diberikannya, dan alangkah baiknya perkataan yang tepat pada waktunya!”.

Amsal 25:11 - “Perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya adalah seperti buah apel emas di pinggan perak.”.

Saya berpendapat bahwa seluruh penafsiran Matthew Henry ini salah, karena membuat ay 1b tidak lagi sesuai / paralel dengan ay 1a. Jadi, arti yang harus diambil adalah ‘menjawab’ bukan ‘setuju / cocok dengan’.

2) “Dan kepada siapa di antara orang-orang yang kudus engkau akan berpaling?”.

a) Matthew Henry mengatakan bahwa dari sini terlihat bahwa dalam Perjanjian Lamapun orang-orang percaya juga disebut sebagai ‘orang-orang kudus’.

b) Matthew Henry juga mengatakan bahwa kata-kata ini secara implicit menunjukkan bahwa pada saat seseorang kudus menderita, ia harus datang juga kepada orang kudus, bukan kepada seseorang yang bukan orang kudus.

3) Adam Clarke menafsirkan bahwa seluruh ay 1 ini artinya adalah: Tak peduli kepada siapa engkau meminta tolong, siapa yang bisa menolong engkau dari problemmu? Jelas tidak ada!

Kalau yang dimaksud dengan ‘siapapun’ itu adalah makhluk-makhluk lain selain Allah, maka ia mungkin benar. Tetapi jelas bahwa kata ‘siapapun’ tidak bisa ditafsirkan mencakup Allah sendiri! Jadi, dalam penderitaan yang bagaimanapun beratnya, sekalipun tidak ada siapapun yang bisa menolong, Allah tetap bisa menolong. Tetapi Allah menolong pada waktuNya, dan dengan caraNya sendiri. Bisa saja, karena pertimbanganNya yang sering tidak bisa kita mengerti (bdk. Yes 55:8-9), Ia menunda pertolongan tersebut, dan menolong menggunakan cara yang sangat berbeda dengan yang kita inginkan.

Yes 55:8-9 - “(8) Sebab rancanganKu bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalanKu, demikianlah firman TUHAN. (9) Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalanKu dari jalanmu dan rancanganKu dari rancanganmu.”.

Catatan: semua Alkitab bahasa Inggris menterjemahkan ‘rancangan’ dengan kata ‘thoughts’ [= pemikiran-pemikiran].

4) Francis I. Andersen (Tyndale, hal 116,117) mengatakan bahwa penekanan dari ay 1 ini adalah: kalaupun Ayub ingin mencari seorang pengantara untuk menghubungkan dia dengan Allah, itu tidak akan ada gunanya. Kalau Allahnya tidak berkenan kepada Ayub, maka tidak ada gunanya mencari pengantara. Tidak ada pengantara yang bisa melakukan negosiasi dengan Allah kalau Allahnya memang tidak berkenan kepada Ayub.

Bandingkan ini dengan ajaran dari Gereja Roma Katolik yang menganggap bahwa kalau Allah / Yesus tidak mau menjawab doa seseorang, maka orang itu bisa mencari pengantaraan Maria!

Ay 2: “Sesungguhnya, orang bodoh dibunuh oleh sakit hati, dan orang bebal dimatikan oleh iri hati.”.

KJV: ‘For wrath killeth the foolish man, and envy slayeth the silly one’ [= Karena murka membunuh orang bodoh, dan iri hati membantai orang tolol].

1) Kata-kata ‘orang bodoh’ dan ‘orang bebal’ jelas menunjuk kepada orang-orang yang jahat.

2) Kata-kata ‘wrath’ / ‘sakit hati’ dan ‘envy’ / ‘iri hati’ ditafsirkan secara berbeda:

a) Albert Barnes menganggap ini merupakan murka dan iri hati (atau ‘kecemburuan’) dari Allah.

b) Jamieson, Fausset & Brown mengatakan ini adalah perasaan-perasaan yang salah dari orang jahat itu sendiri. Jadi, kata-kata ‘sakit hati’ / ‘murka’ dan ‘iri hati’ menunjuk pada perasaan-perasaan yang salah dalam diri Ayub pada waktu ia mengalami bencana ini. Dan dalam hal ini jelas Elifas mencakup Ayub dalam kelompok ‘orang bodoh’ / ‘orang bebal’ itu. Semua perasaan-perasaan salah itu hanya akan membunuh Ayub sendiri.

Saya lebih setuju dengan pandangan dari Jamieson, Fausset & Brown. Dan memang, pada saat menderita, perasaan-perasaan yang salah sangat merugikan diri kita sendiri. Bandingkan dengan ayat-ayat di bawah ini:

1. Amsal 14:30 - “Hati yang tenang menyegarkan tubuh, tetapi iri hati membusukkan tulang.”.

2. Amsal 24:10 - “Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu.”.

Ay 3-5: “(3) Aku sendiri pernah melihat orang bodoh berakar, tetapi serta-merta kukutuki tempat kediamannya. (4) Anak-anaknya selalu tidak tertolong, mereka diinjak-injak di pintu gerbang tanpa ada orang yang melepaskannya. (5) Apa yang dituainya, dimakan habis oleh orang yang lapar, bahkan dirampas dari tengah-tengah duri, dan orang-orang yang dahaga mengingini kekayaannya.”.

Dari ay 3-5 ini terlihat bahwa Elifas juga berpendapat bahwa orang-orang jahat itu bisa sukses, tetapi hanya sebentar. Dan setelah itu datanglah bencana baginya. Ini memang benar, dan didukung oleh beberapa ayat dalam Kitab Suci, seperti:

1. Yer 12:1-2 - “(1) Engkau memang benar, ya TUHAN, bilamana aku berbantah dengan Engkau! Tetapi aku mau berbicara dengan Engkau tentang keadilan: Mengapakah mujur hidup orang-orang fasik, sentosa semua orang yang berlaku tidak setia? (2) Engkau membuat mereka tumbuh, dan merekapun juga berakar, mereka tumbuh subur dan menghasilkan buah juga. Memang selalu Engkau di mulut mereka, tetapi jauh dari hati mereka.”.

2. Maz 37:35-36 - “(35) Aku melihat seorang fasik yang gagah sombong, yang tumbuh mekar seperti pohon aras Libanon; (36) ketika aku lewat, lenyaplah ia, aku mencarinya, tetapi tidak ditemui.”.

3. Maz 73:17-18 - “(17) sampai aku masuk ke dalam tempat kudus Allah, dan memperhatikan kesudahan mereka. (18) Sesungguhnya di tempat-tempat licin Kautaruh mereka, Kaujatuhkan mereka sehingga hancur.”.

Catatan: kalau mau lebih jelas, baca Maz 73 ini dari awal.

Karena itu, kalau pada waktu yang lalu Ayub hidup enak / sukses, itu tidak menunjukkan bahwa ia adalah orang beriman / saleh. Sekarang bencana yang hebat datang, dan itu menunjukkan bahwa ia bukan orang saleh.

Kata-kata dalam ay 4 dianggap oleh para penafsir sebagai menunjuk kepada anak-anak Ayub, karena semua anak-anak Ayub mati (Ayub 1:18-19). Francis I. Andersen mengatakan (hal 118) bahwa kata-kata ‘pintu gerbang’ dalam ay 4 bisa dibaca ‘tempest’ [= angin badai]. Ingat bahwa bahasa Ibrani ditulis tanpa huruf hidup, sehingga bunyi huruf hidupnya harus ‘ditebak’. Pemberian huruf hidup yang berbeda bisa menghasilkan arti yang sangat berbeda. Kalau kata-kata Andersen ini benar, maka lebih jelas lagi bahwa pembicaraan ini mengarah pada kematian anak-anak Ayub dalam Ayub 1:18-19. Dan kalau ini benar, ini lagi-lagi merupakan suatu kritikan yang sangat kejam!

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

1) Perlu diingat juga bahwa ‘sukses yang hanya sebentar’ itu bisa berlangsung seumur hidup mereka. Bandingkan dengan orang kaya dalam cerita Lazarus dan orang kaya, dan juga dengan cerita tentang orang kaya yang bodoh.

2) Elifas tidak menyatakan kebalikannya. Kalau orang jahat bisa sukses untuk sementara, seharusnya ini diimbangi dengan pandangan bahwa orang benar bisa menderita untuk sementara.

Catatan: juga di sini ‘sebentar’ itu bisa berlangsung seumur hidup.

Kalau saja ia mempunyai pandangan seperti ini, maka ia bisa menganggap Ayub sebagai orang benar sekalipun ia saat itu sedang mengalami penderitaan yang hebat.

Jadi, sekalipun Elifas mengatakan hal yang benar, atau sekalipun ada kebenaran dalam kata-kata Elifas, tetapi kebenarannya kurang lengkap, dan ia menerapkannya secara salah.

Ay 5: “Apa yang dituainya, dimakan habis oleh orang yang lapar, bahkan dirampas dari tengah-tengah duri, dan orang-orang yang dahaga mengingini kekayaannya.”.

1) Jamieson, Fausset & Brown menafsirkan kata-kata ‘dari tengah-tengah duri’ menunjuk pada gandum yang tumbuh di tengah-tengah semak duri (bdk. Mat 13:7). Dan ada penafsir lain yang menganggap duri itu merupakan semacam pagar untuk ladang gandum. Jadi, bagian yang seperti inipun tidak luput dari perampokan oleh orang-orang yang lapar.

2) Bagian yang saya garis bawahi dari ay 5 di atas, diterjemahkan secara berbeda oleh KJV.

KJV: ‘the robber swalloweth up their substance’ [= perampok menelan kekayaannya / hartanya].

Catatan: NIV menterjemahkan seperti Kitab Suci Indonesia.

Kelihatannya kata Ibraninya memang memungkinkan 2 pembacaan, seperti KJV atau seperti LAI / NIV.

Kebanyakan penafsir setuju dengan terjemahan LAI / NIV karena ‘orang-orang yang dahaga’ dalam ay 5b sesuai dengan ‘orang yang lapar’ dalam ay 5a.

3) Kata-kata dalam ay 5 ini lagi-lagi merupakan kata-kata yang secara jelas menyerang Ayub, karena harta Ayub semua habis dirampok (Ayub 1:13-17).

Ay 6-7: “(6) Karena bukan dari debu terbit bencana dan bukan dari tanah tumbuh kesusahan; (7) melainkan manusia menimbulkan kesusahan bagi dirinya, seperti bunga api berjolak tinggi.”.

1) Bagian yang saya garis-bawahi oleh KJV diterjemahkan agak berbeda.

KJV: ‘Yet man is born unto trouble’ [= Tetapi manusia dilahirkan pada / bagi kesukaran].

Semua Alkitab bahasa Inggris menterjemahkan seperti KJV.

2) Arti bagian ini.

Ay 6 menunjukkan bahwa penderitaan-penderitaan tidak terjadi secara kebetulan. Penderitaan bukan seperti semak duri / tumbuhan yang muncul dari bumi / tanah yang tidak mempunyai kesadaran. Penderitaan mempunyai penyebab, dan ada di bawah pengarahan dari Allah.

Dan dalam ay 7 Elifas mengatakan bahwa manusia memang dilahirkan untuk hal ini, dan karena itu hal ini tidak bisa dihindarkan.

Tujuan Elifas mengatakan ini adalah untuk mengarahkan Ayub kepada Allah yang melakukan semua ini (bdk. ay 8-dst).

Ay 8: “Tetapi aku, tentu aku akan mencari Allah, dan kepada Allah aku akan mengadukan perkaraku.”.

Dengan kata-kata ini Elifas memaksudkan: seandainya aku menjadi engkau, aku pasti akan mencari Allah / berdoa kepada Allah. Di sini juga tersirat suatu teguran kepada Ayub, yang ia anggap bukannya mencari Allah / berdoa kepada Allah, tetapi marah kepada Allah.

Sekalipun kata-kata ini benar, tetapi juga mengandung kesombongan tertentu, dan kata-kata yang tersirat itu mengandung penghakiman yang tidak pada tempatnya.

Matthew Henry: “It is easy to say what we would do if we were in such a one’s case; but when it comes to the trial, perhaps it will be found not so easy to do as we say.” [= Adalah mudah untuk mengatakan apa yang akan kita lakukan seandainya kita ada dalam kasus dari orang lain; tetapi pada waktu sampai pada ujian, mungkin akan kita dapatkan bahwa tidak terlalu mudah untuk melakukan seperti yang kita katakan.].

Penerapan: jangan terlalu mudah mengecam seseorang yang jatuh ke dalam dosa pada saat mengalami penderitaan yang hebat, atau seseorang yang menghadapi penderitaan yang hebat dengan cara yang salah. Mengetahui cara yang benar dalam menghadapi penderitaan yang hebat, sangat berbeda dengan mampu melaksanakannya pada waktu kita betul-betul mengalami penderitaan yang hebat itu.

Lalu mulai ay 9-15 Elifas menjelaskan bagaimana Allah itu, atau apa yang dilakukan oleh Allah.

Ay 9-10: “(9) Ia melakukan perbuatan-perbuatan yang besar dan yang tak terduga, serta keajaiban-keajaiban yang tak terbilang banyaknya; (10) Ia memberi hujan ke atas muka bumi dan menjatuhkan air ke atas ladang;”.

1) Kata-kata ‘yang tak terduga’ dalam KJV diterjemahkan ‘unsearchable’ [= tak terselidiki].

Maksud dari kata-kata ini adalah bahwa Allah melakukan banyak hal-hal yang besar dan tak terduga / tak bisa diselidiki / tak bisa dimengerti oleh manusia. Kata-kata Elifas di sini memang benar.

Bdk. Ro 11:33-35 - “(33) O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusanNya dan sungguh tak terselami jalan-jalanNya! (34) Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihatNya? (35) Atau siapakah yang pernah memberikan sesuatu kepadaNya, sehingga Ia harus menggantikannya?”.

2) Sebetulnya, kalau Elifas memang menganggap bahwa Allah sering melakukan perbuatan yang tak terduga / tak dapat dimengerti, seharusnya ia tahu bahwa adalah mungkin bagi Allah untuk mengijinkan orang benar / anakNya menderita, bahkan sangat menderita.

Kalau ay 9 dihubungkan dengan ay 10nya (yang jelas menunjuk pada hal-hal yang baik bagi kita / berkat bagi kita), maka mungkin Elifas mengartikan hal-hal besar / tak terduga itu sebagai hal-hal yang baik bagi kita.

Kalau ini benar, maka jelas bahwa pengertian Elifas salah. Hal tak terduga yang dilakukan oleh Allah itu bukan hanya dalam arti yang baik dalam pandangan kita, tetapi juga dalam arti yang buruk dalam pandangan kita. Ini yang membuat hidup mengikut Tuhan itu menjadi sukar, dan seringkali sangat membingungkan.

Ay 11-16: “(11) Ia menempatkan orang yang hina pada derajat yang tinggi dan orang yang berdukacita mendapat pertolongan yang kuat; (12) Ia menggagalkan rancangan orang cerdik, sehingga usaha tangan mereka tidak berhasil; (13) Ia menangkap orang berhikmat dalam kecerdikannya sendiri, sehingga rancangan orang yang belat-belit digagalkan. (14) Pada siang hari mereka tertimpa gelap, dan pada tengah hari mereka meraba-raba seperti pada waktu malam. (15) Tetapi Ia menyelamatkan orang-orang miskin dari kedahsyatan mulut mereka, dan dari tangan orang yang kuat. (16) Demikianlah ada harapan bagi orang kecil, dan kecurangan tutup mulut.”.

1) Pasti yang dimaksud dengan ‘orang yang hina’ (ay 11) dan ‘orang yang berdukacita’ (ay 11) dan juga ‘orang-orang miskin’ (ay 15) dan ‘orang kecil’ (ay 16) adalah orang-orang yang benar / anak-anak Allah.

Kalau Theologia Kemakmuran itu memang benar, maka merupakan sesuatu yang sangat aneh bahwa Kitab Suci menggunakan istilah-istilah seperti ini untuk menggambarkan anak-anak Allah!

Orang-orang yang seperti ini akan ditolong oleh Allah.

Bdk. Maz 12:6 - “Oleh karena penindasan terhadap orang-orang yang lemah, oleh karena keluhan orang-orang miskin, sekarang juga Aku bangkit, firman TUHAN; Aku memberi keselamatan kepada orang yang menghauskannya.”.

2) Sebaliknya, yang ia maksudkan dengan ‘orang cerdik’ (ay 12), ‘orang berhikmat’ (ay 13), ‘orang yang belat-belit’ (ay 13), dan ‘orang yang kuat’ (ay 15) pasti adalah orang-orang jahat / tak beriman.

Kata-kata ‘cerdik’ dan ‘berhikmat’ harus diartikan dalam arti negatif, yaitu ‘licik’.

Kata-kata ‘belat-belit’ kelihatannya merupakan terjemahan yang salah.

KJV: ‘the froward’ [= orang yang keras kepala / tegar tengkuk].

NIV: ‘wily’ [= cerdik, lihai].

Kata-kata ‘dari kedahsyatan mulut mereka, dan dari tangan orang yang kuat’ dalam ay 15 menunjukkan bahwa orang-orang jahat itu menyerang bukan hanya dengan tangan / kekuatan mereka, tetapi juga dengan mulut / lidah mereka (dalam bentuk tipu daya, dusta, fitnah, dsb).

Orang-orang yang seperti ini akan dihancurkan oleh Allah.

Matthew Henry: “There is a supreme power that manages and overrules men who think themselves free and absolute, and fulfils its own purposes in spite of their projects. ... The froward, that walk contrary to God and the interests of his kingdom, are often very crafty; for they are the seed of the old serpent that was noted for his subtlety. They think themselves wise, but, at the end, will be fools.” [= Ada suatu kuasa yang tertinggi yang mengatur dan melindas / mengesampingkan orang-orang yang mengira diri mereka bebas dan mutlak, dan menggenapi tujuan / rencananya sendiri sekalipun orang-orang itu mempunyai rencana mereka sendiri. ... Orang yang keras kepala, yang berjalan / hidup bertentangan dengan Allah dan kepentingan-kepentingan dari kerajaanNya, seringkali sangat ahli / cerdik; karena mereka adalah benih dari ular tua yang terkenal karena kelicikannya. Mereka mengira diri mereka sendiri bijaksana, tetapi pada akhirnya, akan menjadi orang-orang bodoh / tolol.].

Matthew Henry lalu memberi contoh tentang orang-orang cerdik / licik seperti itu, yaitu Ahitofel, Sanbalat, dan Haman. Juga negara-negara / bangsa-bangsa yang berkomplot melawan Israel dalam jaman Perjanjian Lama. Mereka mula-mula kelihatannya menang, tetapi pada akhirnya dihancurkan.

Matthew Henry: “That which enemies have designed for the ruin of the church has often turned to their own ruin (v. 13): He takes the wise in their own craftiness, and snares them in the work of their own hands, Ps. 7:15-16; 9:15-16. This is quoted by the apostle (1 Cor. 3:19) to show how the learned men of the heathen were befooled by their own vain philosophy.” [= Apa yang direncanakan oleh musuh-musuh bagi kehancuran gereja sering telah berbalik bagi kehancuran mereka sendiri (ay 13): Ia menangkap orang-orang berhikmat dalam kecerdikannya, dan menjerat mereka dalam pekerjaan tangan mereka sendiri, Maz 7:16-17; 9:16-17. Ini dikutip oleh sang rasul (1Kor 3:19) untuk menunjukkan bagaimana orang-orang kafir yang terpelajar ditipu oleh filsafat sia-sia mereka sendiri.].

Maz 7:16-17 - “(16) Ia membuat lobang dan menggalinya, tetapi ia sendiri jatuh ke dalam pelubang yang dibuatnya. (17) Kelaliman yang dilakukannya kembali menimpa kepalanya, dan kekerasannya turun menimpa batu kepalanya.”.

Maz 9:16-17 - “(16) Bangsa-bangsa terbenam dalam pelubang yang dibuatnya, kakinya tertangkap dalam jaring yang dipasangnya sendiri. (17) TUHAN telah memperkenalkan diriNya, Ia menjalankan penghakiman; orang fasik terjerat dalam perbuatan tangannya sendiri. Higayon. Sela”.

1Kor 3:19 - “Karena hikmat dunia ini adalah kebodohan bagi Allah. Sebab ada tertulis: ‘Ia yang menangkap orang berhikmat dalam kecerdikannya.’”.

3) Ay 14 menunjukkan penghakiman Allah yang menyebabkan orang-orang jahat itu kebingungan / terhilang, bahkan dalam hal yang mudah dan jelas.

Ay 14: “Pada siang hari mereka tertimpa gelap, dan pada tengah hari mereka meraba-raba seperti pada waktu malam.”.

Jamieson, Fausset & Brown: “Judicial blindness often is sent upon keen men of the world” [= Kebutaan yang merupakan penghukuman sering dikirimkan kepada orang-orang yang hebat / tajam dari dunia ini].

Jamieson, Fausset & Brown lalu memberikan beberapa ayat di bawah ini:

a) Ul 28:28-29 - “(28) TUHAN akan menghajar engkau dengan kegilaan, kebutaan dan kehilangan akal, (29) sehingga engkau meraba-raba pada waktu tengah hari, seperti seorang buta meraba-raba di dalam gelap; perjalananmu tidak akan beruntung, tetapi engkau selalu diperas dan dirampasi, dengan tidak ada seorang yang datang menolong.”.

b) Yes 59:10 - “Kami meraba-raba dinding seperti orang buta, dan meraba-raba seolah-olah tidak punya mata; kami tersandung di waktu tengah hari seperti di waktu senja, duduk di tempat gelap seperti orang mati.”.

c) Yoh 9:39 - “Kata Yesus: ‘Aku datang ke dalam dunia untuk menghakimi, supaya barangsiapa yang tidak melihat, dapat melihat, dan supaya barangsiapa yang dapat melihat, menjadi buta.’”.

4) Kata-kata yang benar, tetapi diterapkan secara salah.

Jamieson, Fausset & Brown: “Paul (1 Cor. 3:19) quoted this clause with the formula establishing its inspiration, ‘It is written.’” [= Paulus (1Kor 3:19) mengutip anak kalimat ini dengan formula yang meneguhkan pengilhamannya ‘Ada tertulis’.].

Bahwa kata-kata itu dikutip oleh Paulus dengan embel-embel ‘ada tertulis’, jelas menunjukkan bahwa kata-kata Elifas ini benar. Tetapi ia menerapkannya secara salah. Ayub yang seharusnya termasuk golongan 1, dianggap termasuk golongan 2. Ini menyebabkan, secara keseluruhan ‘khotbah’nya menjadi kacau!

5) Dari ay 11-16 dimana Elifas menunjukkan bahwa Allah berpihak pada orang yang lemah / benar, tetapi menentang orang jahat, maka lagi-lagi kita melihat bahwa tujuan dari semua penggambarannya tentang Allah ini adalah untuk menghakimi Ayub. Bahwa Ayub mengalami penderitaan seperti itu menunjukkan bahwa Allah menentang dia, dan itu berarti dia termasuk orang jahat.

Ayub (10)

Ayub 5:1-27(2)

Ay 17-18: “(17) Sesungguhnya, berbahagialah manusia yang ditegur Allah; sebab itu janganlah engkau menolak didikan Yang Mahakuasa. (18) Karena Dialah yang melukai, tetapi juga yang membebat; Dia yang memukuli, tetapi yang tanganNya menyembuhkan pula.”.

1) Francis I. Andersen mengatakan (hal 121) bahwa penekanan dari Ayub 5:17-27 ini adalah bahwa orang yang menghadapi penderitaan dengan cara / hati / sikap yang benar akan berbahagia.

2) Kata-kata Elifas dalam ay 17-18 ini jelas benar, dan sesuai dengan banyak ayat Kitab Suci lain, seperti:

a) Ul 32:39 - “Lihatlah sekarang, bahwa Aku, Akulah Dia. Tidak ada Allah kecuali Aku. Akulah yang mematikan dan yang menghidupkan, Aku telah meremukkan, tetapi Akulah yang menyembuhkan, dan seorangpun tidak ada yang dapat melepaskan dari tanganKu.”.

b) Amsal 3:11-12 - “(11) Hai anakku, janganlah engkau menolak didikan TUHAN, dan janganlah engkau bosan akan peringatanNya. (12) Karena TUHAN memberi ajaran kepada yang dikasihiNya, seperti seorang ayah kepada anak yang disayangi.”.

Catatan: kata ‘ajaran’ dalam ay 12 seharusnya diterjemahkan ‘hajaran’. NIV: ‘discipline’ [= disiplin].

c) Hos 6:1 - “‘Mari, kita akan berbalik kepada TUHAN, sebab Dialah yang telah menerkam dan yang akan menyembuhkan kita, yang telah memukul dan yang akan membalut kita.”.

d) Ibr 12:5-11 - “(5) Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: ‘Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkanNya; (6) karena Tuhan menghajar orang yang dikasihiNya, dan Ia menyesah orang yang diakuiNya sebagai anak.’ (7) Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya? (8) Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang. (9) Selanjutnya: dari ayah kita yang sebenarnya kita beroleh ganjaran, dan mereka kita hormati; kalau demikian bukankah kita harus lebih taat kepada Bapa segala roh, supaya kita boleh hidup? (10) Sebab mereka mendidik kita dalam waktu yang pendek sesuai dengan apa yang mereka anggap baik, tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusanNya. (11) Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya.”.

Matthew Henry: “though he wounds, yet his hands make whole in due time; ... God’s usual method is first to wound and then to heal, first to convince and then to comfort, first to humble and then to exalt; and (as Mr. Caryl observes) he never makes a wound too great, too deep, for his own cure.” [= sekalipun Ia melukai, tetapi tanganNya mengutuhkan / menyembuhkan pada waktunya; ... metode Allah yang umum adalah mula-mula melukai dan lalu menyembuhkan, mula-mula meyakinkan / menyadarkan dan lalu menghibur, mula-mula merendahkan dan lalu meninggikan; dan (seperti diperhatikan oleh Mr. Caryl) Ia tidak pernah membuat luka yang terlalu besar, terlalu dalam, bagi penyembuhanNya sendiri.].

Perlu dicamkan bahwa kata-kata “berbahagialah manusia yang ditegur Allah; ... dst”, tidak berarti bahwa saat kita dilukai oleh Allah itu merupakan saat yang menyenangkan. Tetapi artinya adalah, bahwa akibat / hasil dari semua itu akan menyenangkan / menguntungkan kita. Ini sesuai dengan kata-kata dari Ibr 12:11 - “Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya.”.

3) Ay 18: “Karena Dialah yang melukai, tetapi juga yang membebat; Dia yang memukuli, tetapi yang tanganNya menyembuhkan pula.”.

Norman C. Habel: “Israelite theology in general leaves no room for a dualism in which the god of death or evil is distinct from the god of life and good. Yahweh, not Satan or some other figure, was ultimately responsible for calamities and sickness. Job, therefore, had to come to terms with God and why he had crushed him.” [= Theologia Israel secara umum tidak memberi tempat bagi dualisme dalam mana allah dari kematian atau bencana / kejahatan berbeda dengan allah dari kehidupan dan kebaikan. Yahweh, bukan Iblis atau makhluk lain manapun, pada akhirnya / ujung terakhir adalah penanggung jawab dari bencana dan penyakit. Karena itu, Ayub harus mencapai kata sepakat dengan Allah dan mengapa Ia telah meremukkannya.] - hal 36.

Catatan: Ini sangat berbeda dengan pandangan populer saat ini, yang mengatakan bahwa semua hal-hal yang baik berasal dari Allah, sedangkan hal-hal yang jelek / jahat berasal dari setan.

Bandingkan dengan ayat-ayat di bawah ini:

a) Ayub 1:21 - “katanya: ‘Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!’”.

b) Maz 75:7-8 - “(7) Sebab bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu, (8) tetapi Allah adalah Hakim: direndahkanNya yang satu dan ditinggikanNya yang lain.”.

c) Amsal 22:2 - “Orang kaya dan orang miskin bertemu; yang membuat mereka semua ialah TUHAN.”.

NIV: ‘Rich and poor have this in common: The LORD is the Maker of them all’ [= Orang kaya dan miskin mempunyai persamaan dalam hal ini: Tuhan adalah Pembuat / Pencipta mereka semua].

d) Pkh 7:14 - “Pada hari mujur bergembiralah, tetapi pada hari malang ingatlah, bahwa hari malang inipun dijadikan Allah seperti juga hari mujur, supaya manusia tidak dapat menemukan sesuatu mengenai masa depannya.”.

e) Yes 45:6b-7 - “(6b) Akulah TUHAN dan tidak ada yang lain, (7) yang menjadikan terang dan menciptakan gelap, yang menjadikan nasib mujur dan menciptakan nasib malang; Akulah TUHAN yang membuat semuanya ini.”.

f) Rat 3:37-38 - “(37) Siapa berfirman, maka semuanya jadi? Bukankah Tuhan yang memerintahkannya? (38) Bukankah dari mulut Yang Mahatinggi keluar apa yang buruk dan apa yang baik?”.

g) Amos 3:6 - “Adakah sangkakala ditiup di suatu kota, dan orang-orang tidak gemetar? Adakah terjadi malapetaka di suatu kota, dan TUHAN tidak melakukannya?”.

Ay 19-20: “(19) Dari enam macam kesesakan engkau diluputkanNya dan dalam tujuh macam engkau tidak kena malapetaka. (20) Pada masa kelaparan engkau dibebaskanNya dari maut, dan pada masa perang dari kuasa pedang.”.

1) Kata-kata ‘enam ... tujuh’ merupakan ungkapan yang berarti ‘berulang-kali’ atau ‘banyak kali’ (Adam Clarke dan Norman C. Habel).

2) Ini menunjukkan bahwa akan ada banyak bencana, tetapi juga banyak pembebasan / pertolongan dari Allah.

Matthew Henry: “it is here promised that as afflictions and troubles recur supports and deliverances shall be graciously repeated, ... This intimates that, as long as we are here in this world, we must expect a succession of troubles, that the clouds will return after the rain. After six troubles may come a seventh; after many, look for more; but out of them all will God deliver those that are his, 2 Tim. 3:11; Ps. 34:19. Former deliverances are not, as among men, excuses from further deliverances, but earnests of them, Prov. 19:19.” [= di sini dijanjikan bahwa sebagaimana penderitaan dan kesukaran berulang, bantuan dan pembebasan juga akan berulang dengan penuh kemurahan, ... Ini menunjukkan bahwa, selama kita ada di dunia ini, kita harus mengharapkan suatu rangkaian kesukaran berturut-turut, dan bahwa awan akan kembali setelah hujan. Setelah 6 kesukaran, akan datang yang ke 7; setelah banyak kesukaran, lihatlah / carilah lebih banyak lagi; karena dari semua itu Allah akan membebaskan mereka yang adalah milikNya, 2Tim 3:11; Maz 34:20. Pembebasan yang dulu bukanlah, seperti di antara manusia, merupakan alasan untuk tidak adanya pembebasan selanjutnya, tetapi jaminan tentang adanya mereka, Amsal 19:19.].

2Tim 3:11 - “Engkau telah ikut menderita penganiayaan dan sengsara seperti yang telah kuderita di Antiokhia dan di Ikonium dan di Listra. Semua penganiayaan itu kuderita dan Tuhan telah melepaskan aku dari padanya.”.

Maz 34:20 - “Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;”.

Amsal 19:19 - “Orang yang sangat cepat marah akan kena denda, karena jika engkau hendak menolongnya, engkau hanya menambah marahnya.”.

KJV menterjemahkan secara sangat berbeda.

KJV: “A man of great wrath shall suffer punishment: for if thou deliver him, yet thou must do it again.” [= seorang dari kemarahan yang besar akan mengalami hukuman: karena jika engkau membebaskannya / menyelamatkannya, akhirnya engkau harus melakukannya lagi.].

Semua Alkitab bahasa Inggris menterjemahkan seperti KJV.

Catatan: kata ‘thou’ [= engkau] di sini tidak menunjuk kepada Tuhan, sehingga saya menganggap ayat ini sama sekali tidak cocok!

Bandingkan juga dengan ayat-ayat ini:

a) Maz 33:18-19 - “(18) Sesungguhnya, mata TUHAN tertuju kepada mereka yang takut akan Dia, kepada mereka yang berharap akan kasih setiaNya, (19) untuk melepaskan jiwa mereka dari pada maut dan memelihara hidup mereka pada masa kelaparan.”.

b) Maz 37:18-19 - “(18) TUHAN mengetahui hari-hari orang yang saleh, dan milik pusaka mereka akan tetap selama-lamanya; (19) mereka tidak akan mendapat malu pada waktu kecelakaan, dan mereka akan menjadi kenyang pada hari-hari kelaparan.”.

3) Bencana / kesukaran bisa menimpa orang saleh, tetapi bukan bencana / kesukaran yang betul-betul merugikan / menghancurkan.

Matthew Henry: “whatever troubles good men may be in, there shall no evil touch them; they shall do them no real harm; the malignity of them, the sting, shall be taken out; they may hiss, but they cannot hurt, Ps. 91:10.” [= kesukaran-kesukaran apapun yang dialami oleh orang-orang yang saleh, tidak akan ada bencana yang menyentuh mereka; hal-hal itu tidak akan menyebabkan kerugian yang sungguh-sungguh pada diri mereka, bahaya dari hal-hal itu, sengatnya, akan dikeluarkan; mereka bisa mendesis, tetapi tidak bisa melukai, Maz 91:10.].

Maz 91:10 - “malapetaka tidak akan menimpa kamu, dan tulah tidak akan mendekat kepada kemahmu;”.

Ay 21: “Dari cemeti lidah engkau terlindung, dan engkau tidak usah takut, bila kemusnahan datang.”.

Barnes’ Notes: “‘Thou shalt be hid from the scourge of the tongue.’ ... The word rendered ‘scourge’ - showT - means properly ‘a whip.’ ... Here it is used to denote a slanderous tongue, as being that which inflicts a severe wound upon the reputation and peace of an individual. The idea is, that God would guard the reputation of those who commit themselves to him, and that they shall be secure from slander,” [= ‘Engkau akan tersembunyi dari sesahan / cambukan lidah’. ... Kata yang diterjemahkan ‘sesahan’ - SHOWT - arti sebenarnya memang adalah ‘suatu cambuk’. ... Di sini itu digunakan untuk menunjuk pada suatu lidah yang memfitnah, karena itu bisa memberikan luka yang parah pada reputasi dan damai dari seorang individu. Gagasannya adalah, bahwa Allah akan menjaga reputasi dari mereka yang menyerahkan diri mereka sendiri kepadaNya, dan bahwa mereka akan aman dari fitnahan,].

Bahwa Tuhan akan melindungi orang itu dari fitnahan, tidak berarti bahwa orang Kristen tidak bisa difitnah. Tuhan Yesus sendiri difitnah (Mat 26:60 Yoh 18:30), dan Ia mengatakan bahwa seorang murid tidak akan lebih dari Gurunya.

Matius 10:24-25 - “(24) Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya, atau seorang hamba dari pada tuannya. (25) Cukuplah bagi seorang murid jika ia menjadi sama seperti gurunya dan bagi seorang hamba jika ia menjadi sama seperti tuannya. Jika tuan rumah disebut Beelzebul, apalagi seisi rumahnya.”.

Dan dalam Kitab Suci memang jelas ada banyak kasus orang percaya yang difitnah, seperti:

1. Nabot dalam 1Raja 21.

2. Stefanus dalam Kis 6:11,13-14.

3. Paulus dalam Kis 24:5.

Jadi, tentu tidak mungkin kita menafsirkan bahwa orang Kristen tidak bisa difitnah. Tentu orang Kristen bisa difitnah, tetapi Tuhan akan menjaga orang Kristen itu dari kehancuran akibat fitnahan tersebut.

Adam Clarke: “Perhaps no evil is more dreadful than the scourge of the tongue: evil-speaking, detraction, backbiting, calumny, slander, tale-bearing, whispering, and scandalizing, are some of the terms which we use when endeavouring to express the baleful influence and effects of that member which is a world of fire, kindled from the nethermost hell. The Scripture abounds with invectives and execrations against it. See Psa. 31:20; 52:2-4; Prov. 12:18; 14:3; James 3:5-8.” [= Mungkin tidak ada kejahatan yang lebih menakutkan dari pada cambukan lidah: membicarakan keburukan orang, merendahkan / mengolok-olok, tindakan menggigit dari belakang, fitnah, pergunjingan, bisikan / desas-desus, dan penceritaan skandal, adalah beberapa istilah yang kami gunakan pada waktu berusaha untuk menyatakan pengaruh dan akibat yang jahat / mematikan dari anggota yang merupakan dunia api, dinyalakan dari neraka yang paling bawah. Kitab Suci dibanjiri dengan cercaan dan kutukan terhadapnya. Lihat Maz 31:21; 52:4-6; Amsal 12:18; 14:3; Yak 3:5-8.].

Maz 31:19,21 - “(19) Biarlah bibir dusta menjadi kelu, yang mencaci maki orang benar dengan kecongkakan dan penghinaan! ... (21) Engkau menyembunyikan mereka dalam naungan wajahMu terhadap persekongkolan orang-orang; Engkau melindungi mereka dalam pondok terhadap perbantahan lidah.”.

Maz 52:4-6 - “(4) Engkau merancangkan penghancuran, lidahmu seperti pisau cukur yang diasah, hai engkau, penipu! (5) Engkau mencintai yang jahat lebih dari pada yang baik, dan dusta lebih dari pada perkataan yang benar. Sela (6) Engkau mencintai segala perkataan yang mengacaukan, hai lidah penipu!”.

Amsal 12:18 - “Ada orang yang lancang mulutnya seperti tikaman pedang, tetapi lidah orang bijak mendatangkan kesembuhan.”.

Amsal 14:3 - “Di dalam mulut orang bodoh ada rotan untuk punggungnya, tetapi orang bijak dipelihara oleh bibirnya.”.

Yak 3:5-8 - “(5) Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar. Lihatlah, betapapun kecilnya api, ia dapat membakar hutan yang besar. (6) Lidahpun adalah api; ia merupakan suatu dunia kejahatan dan mengambil tempat di antara anggota-anggota tubuh kita sebagai sesuatu yang dapat menodai seluruh tubuh dan menyalakan roda kehidupan kita, sedang ia sendiri dinyalakan oleh api neraka. (7) Semua jenis binatang liar, burung-burung, serta binatang-binatang menjalar dan binatang-binatang laut dapat dijinakkan dan telah dijinakkan oleh sifat manusia, (8) tetapi tidak seorangpun yang berkuasa menjinakkan lidah; ia adalah sesuatu yang buas, yang tak terkuasai, dan penuh racun yang mematikan.”.

Ay 22-23: “(22) Kemusnahan dan kelaparan akan kautertawakan dan binatang liar tidak akan kautakuti. (23) Karena antara engkau dan batu-batu di padang akan ada perjanjian, dan binatang liar akan berdamai dengan engkau.”.

1) Ay 22 menunjukkan iman, bukan kesombongan! Di tengah-tengah kesukaran dan bencana, orang Kristen itu akan tetap tenang / tidak takut.

Bdk. Mazmur 23:4 - “Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gadaMu dan tongkatMu, itulah yang menghibur aku.”.

2) Text ini, khususnya ay 23nya, menunjukkan adanya damai antara manusia dengan alam / seluruh ciptaan.

Tetapi jelas bahwa ini hanya berlaku pada saat manusia itu hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Pada waktu manusia itu hidup berdosa, maka akan lain ceritanya. Juga pada waktu manusia itu hidup secara bodoh (ini jelas merupakan kebodohan yang berdosa juga), sehingga menyebabkan terjadinya pemanasan global, maka yang sekarang terjadi adalah sebaliknya, dimana manusia dan alam kelihatannya bermusuhan!

Ay 24: “Engkau akan mengalami, bahwa kemahmu aman dan apabila engkau memeriksa tempat kediamanmu, engkau tidak akan kehilangan apa-apa.”.

1) Ada 2 terjemahan yang berbeda untuk bagian yang saya garis-bawahi.

RSV/NIV/NASB menterjemahkan seperti Kitab Suci Indonesia, tetapi KJV menterjemahkan secara berbeda.

KJV: ‘and shalt not sin’ [= dan tidak akan berbuat dosa].

Kata bahasa Ibraninya memang bisa diterjemahkan seperti KJV, dan Adam Clarke mengambil penterjemahan ini. Tetapi Albert Barnes menafsirkan secara berbeda, dan juga berbeda dengan arti yang diberikan oleh Kitab Suci Indonesia / RSV / NIV / NASB.

Barnes’ Notes: “‘And not sin.’ This is a very unhappy translation. The true sense is thou shalt not miss thy dwelling; thou shalt not wander away lost, to return no more. The word used here, and which is rendered ‘sin’ in our common version, is chaaTaa’. It is true that it is commonly rendered ‘to sin,’ and that it often has this sense. But it properly means ‘to miss;’ that is, not to hit the mark, spoken of a slinger (Judg. 20:16); then to make a false step, to stumble or fall, Prov. 19:2. It thus accords exactly in sense with the Greek hamartanoo. Here the original sense of the Hebrew word should be retained, meaning that he would not miss the way to his dwelling; that is, that he would be permitted to return to it in safety.” [= ‘Dan tidak berbuat dosa’. Ini merupakan suatu terjemahan yang sangat tidak tepat. Arti yang benar adalah ‘engkau tidak akan luput dari tempat tinggalmu; engkau tidak akan tersesat, sehingga tidak kembali lagi’. Kata yang digunakan di sini, dan yang diterjemahkan ‘berbuat dosa’ dalam versi umum kita adalah chaaTaa’. Memang benar bahwa kata itu pada umumnya diterjemahkan ‘berbuat dosa’, dan kata itu sering mempunyai arti ini. Tetapi kata itu seharusnya berarti ‘luput’; yaitu ‘tidak mengenai sasaran’, digunakan tentang seorang pengumban (Hak 20:16); lalu ‘membuat langkah yang salah, tersandung atau jatuh’, Amsal 19:2. Jadi, kata itu cocok persis artinya dengan kata Yunani HAMARTANOO. Di sini arti orisinil dari kata Ibraninya harus dipertahankan, berarti bahwa ia tidak akan luput dari jalan yang menuju tempat tinggalnya; yaitu, bahwa ia akan diijinkan pulang ke tempat tinggalnya dengan aman.].

Hak 20:16 - “Dari segala laskar ini ada tujuh ratus orang pilihan yang kidal, dan setiap orang dari mereka dapat mengumban dengan tidak pernah meleset sampai sehelai rambutpun.”.

Amsal 19:2 - “Tanpa pengetahuan kerajinanpun tidak baik; orang yang tergesa-gesa akan salah langkah.”.

2) Penekanan dari ayat ini adalah bahwa tempat tinggal / rumah, dan juga keluarga dan barang-barang / harta miliknya akan dijaga oleh Tuhan.

Saya berpendapat bahwa di sini lagi-lagi Elifas menyerang Ayub, yang hartanya habis, dan juga anak-anaknya mati semua. Rupanya Elifas menggunakan ini untuk menunjukkan bahwa Ayub bukan orang saleh.

Ay 25-26: “(25) Engkau akan mengalami, bahwa keturunanmu menjadi banyak dan bahwa anak cucumu seperti rumput di tanah. (26) Dalam usia tinggi engkau akan turun ke dalam kubur, seperti berkas gandum dibawa masuk pada waktunya.”.

1) Mungkin kata-kata ini juga ditujukan untuk mengecam Ayub, yang anak-anaknya mati semua.

H. H. Rowley: “This is characteristic of Eliphaz, whose conventional theology is untouched by human feeling.” [= Ini merupakan ciri dari Elifas, yang mempunyai theologia tradisionil yang tak tersentuh oleh perasaan manusia.] - hal 57.

2) Bahwa orang saleh selalu mati pada usia tua, jelas merupakan sesuatu yang tidak benar!

Ay 27: “Sesungguhnya, semuanya itu telah kami selidiki, memang demikianlah adanya; dengarkanlah dan camkanlah itu!’”.

1) Yang perlu dipertanyakan adalah: Bagaimana caranya ia menyelidiki? Berdasarkan pengalaman, seperti orang-orang yang mempercayai Theologia Kemakmuran?

Norman C. Habel: “He claimed that he, along with his companions in the wisdom school, has inquired into the teachings he has enunciated and found them to be true, despite the assertion that the great mysteries of God are ultimately ‘unsearchable’ (5:9).” [= Ia mengclaim bahwa ia, bersama-sama dengan teman-temannya dalam sekolah hikmat, telah menyelidiki ajaran-ajaran yang telah ia ucapkan dan mendapati bahwa ajaran-ajaran itu benar, bertentangan dengan penegasan bahwa misteri-misteri yang besar / agung dari Allah ‘tak terduga / terselami’ (5:9).] - hal 37.

2) Beberapa kritikan terhadap Elifas.

Francis I. Andersen mengatakan bahwa sukar menemukan sesuatu yang salah dalam theologia Elifas dalam ay 17-27 ini. Dimana kesalahannya? Lalu mengapa ia ditegur oleh Tuhan dalam Ayub 42:7?

Ayub 42:7 - “Setelah TUHAN mengucapkan firman itu kepada Ayub, maka firman TUHAN kepada Elifas, orang Teman: ‘MurkaKu menyala terhadap engkau dan terhadap kedua sahabatmu, karena kamu tidak berkata benar tentang Aku seperti hambaKu Ayub.”.

Francis I. Andersen (Tyndale): “Elifaz’s fault is not that his doctrine is unsound; it is his ineptness as a counsellor. True words may be thin medicine for a man in the depths. ... Hence Eliphaz’s words, far from being a comfort, are a trap. ... Eliphaz has appealed to experience as well as to revelation. But history, certainly Job’s history, does not support his theory that you reap what you sow (4:8).” [= Kesalahan Elifas bukanlah bahwa ajarannya tidak sehat tetapi pada kebodohannya / ketidak-cakapannya sebagai seorang penasehat. Kata-kata yang benar bisa merupakan obat yang tipis / lemah bagi seseorang yang ada di kedalaman. ... Jadi, kata-kata Elifas, bukannya merupakan suatu penghiburan tetapi suatu jerat. ... Elifas telah naik banding kepada pengalaman maupun wahyu / penyataan. Tetapi sejarah, yang pasti sejarah dari Ayub, tidak mendukung teorinya bahwa engkau menuai apa yang engkau tabur (4:8).] - hal 123,124,125.

Ada banyak yang tidak saya setujui dari kata-kata Francis I. Andersen di sini. Menurut saya, jelas ada ajaran-ajaran Elifas yang tidak benar. Dan ajaran yang benarpun ia terapkan secara salah, sehingga tidak membawa kebaikan bagi orang yang menderita seperti Ayub. Juga saya berpendapat bahwa kata-kata ‘orang akan menuai apa yang ia tabur’ merupakan suatu kebenaran yang mutlak. Tetapi tuaiannya tidak selalu sama dengan apa yang ditaburkan, dan menuainya bisa terjadi dalam kehidupan setelah kematian. Juga, dalam kasus orang percaya, karena Kristus telah memikul hukuman dosa-dosanya, maka kasusnya menjadi berbeda

Bdk. Mazmur 103:10 - “Tidak dilakukanNya kepada kita setimpal dengan dosa kita, dan tidak dibalasNya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita,”.

Adam Clarke: “he miserably perverted them in his application of them to Job’s case and character.” [= ia menyimpangkan mereka secara menyedihkan dalam penerapannya pada kasus dan karakter Ayub.]

H. H. Rowley: “Eliphaz ends with a somewhat pontifical observation, sure that he has apprehended the whole truth - a common mark of the closed mind. Strahan describes him as a pedantic theorist, and adds: "No wonder that, as a physician, Eliphaz only irritated the wounds he intended to heal; as a preacher, he offered ‘empty chaff well meant for grain’."” [= Elifas mengakhiri dengan pengamatan yang agak bersifat kesombongan, yakin bahwa ia telah mengerti seluruh kebenaran - suatu tanda umum dari pikiran yang tertutup. Strahan menggambarkan dia sebagai seorang teoretist yang suka memamerkan ilmunya, dan menambahkan: "Tak heran bahwa, sebagai seorang dokter, Elifas hanya memperburuk luka-luka yang ia maksudkan untuk sembuhkan; sebagai seorang pengkhotbah, ia menawarkan ‘sekam yang kosong yang dimaksudkan secara baik sebagai gandum’."] - hal 57-58.
SERI KHOTBAH TENTANG  KISAH AYUB. https://teologiareformed.blogspot.com/

Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
-o0o-
Next Post Previous Post