1 SAMUEL 28:1-7 (PROBLEM DAUD DAN SAUL)
Pdt.Budi Asali, M.Div.
1Samuel 28:1-7 - “(1) Pada waktu itu orang Filistin mengerahkan tentaranya untuk berperang melawan orang Israel. Lalu berkatalah Akhis kepada Daud: ‘Ketahuilah baik-baik, bahwa engkau beserta orang-orangmu harus maju berperang bersama-sama dengan aku dalam tentara.’ (2) Jawab Daud kepada Akhis: ‘Baik, engkau akan tahu, apa yang dapat diperbuat hambamu ini.’ Lalu Akhis berkata kepada Daud: ‘Sebab itu aku mengangkat engkau menjadi pengawalku sendiri sampai selamanya.’ (3) Adapun Samuel sudah mati. Seluruh orang Israel sudah meratapi dia dan mereka telah menguburkan dia di Rama, di kotanya. Dan Saul telah menyingkirkan dari dalam negeri para pemanggil arwah dan roh peramal. (4) Orang Filistin itu berkumpul, lalu bergerak maju, dan berkemah dekat Sunem. Saul mengumpulkan seluruh orang Israel, lalu mereka berkemah di Gilboa. (5) Ketika Saul melihat tentara Filistin itu, maka takutlah ia dan hatinya sangat gemetar. (6) Dan Saul bertanya kepada TUHAN, tetapi TUHAN tidak menjawab dia, baik dengan mimpi, baik dengan Urim, baik dengan perantaraan para nabi. (7) Lalu berkatalah Saul kepada para pegawainya: ‘Carilah bagiku seorang perempuan yang sanggup memanggil arwah; maka aku hendak pergi kepadanya dan meminta petunjuk kepadanya.’ Para pegawainya menjawab dia: ‘Di En-Dor ada seorang perempuan yang sanggup memanggil arwah.’”.
Dalam bagian ini kita melihat 2 orang yang mempunyai persamaan, yaitu Saul dan Daud. Apa persamaannya? Persamaannya adalah bahwa mereka sama-sama mendapatkan problem gara-gara kesalahan yang mereka lakukan. Tetapi nanti kita akan lihat bahwa ada perbedaan yang menyolok dalam sikap Tuhan kepada mereka berdua.
I) Problem Daud.
1) Daud di wilayah Filistin lagi.
Daud yang ketakutan telah salah melangkah, sehingga ia masuk ke wilayah orang Filistin (1Sam 27). Padahal ia sudah pernah melakukan kesalahan ini, yang menyebabkan ia mendapatkan problem dan harus berpura-pura menjadi orang gila (1Samuel 21:10-15). Tetapi ternyata sekarang ia mengulang kesalahan yang sama.
Memang sebetulnya kita perlu belajar dari sejarah, baik dari sejarah orang lain supaya kita tidak meniru kesalahan yang ia lakukan, maupun dari sejarah diri kita sendiri, supaya kita tidfak melakukan kesalahan yang sudah pernah kita lakukan.
Tetapi pada sisi yang lain, kita juga tidak boleh terlalu mengecam Daud karena pengulangan kesalahan yang sama tersebut. Bukankah kita semua juga sering mengulang kesalahan yang sama? Ini memang menunjukkan kebodohan dan kelemahan kita, yang memang bukan tandingan dari setan. Karena itu kita harus banyak bersandar kepada Tuhan, meminta hikmat dan kekuatan dari Tuhan, untuk bisa bertahan terhadap serangan setan, sehingga tidak jatuh pada kesalahan, apalagi kesalahan yang sama.
2) Filistin berperang melawan Israel.
Mungkin keberadaan Daud, pahlawan Israel, di tengah-tengah mereka, membuat orang Filistin menjadi berani untuk berperang melawan Israel. Jadi, sikap Saul yang memusuhi dan mengejar-ngejar Daud sekarang menjadi bumerang baginya. Kalau saudara memusuhi seorang Kristen, apalagi seorang hamba Tuhan yang baik / benar, maka lambat atau cepat hal itu akan berbalik menyerang dan merugikan saudara!
Juga kematian Samuel, yang diceritakan dalam 1Sam 25:1 dan 1Sam 28:3a, rupanya makin menambah keberanian orang-orang Filistin untuk berperang melawan Israel. Tanpa penasehat rohani, perang jasmani / fisikpun menjadi membahayakan.
3) Akhis menyuruh Daud berperang di pihaknya melawan Israel.
Ay 1b: “Lalu berkatalah Akhis kepada Daud: ‘Ketahuilah baik-baik, bahwa engkau beserta orang-orangmu harus maju berperang bersama-sama dengan aku dalam tentara.’”.
Akhis bisa beranggapan bahwa Daud membenci bangsanya sendiri (1Sam 27:12), dan pasti mau berperang melawan bangsanya sendiri, karena Daud mendustainya (1Sam 27:8-11). Dengan adanya permintaan Akhis ini, sekarang Daud ada dalam posisi yang sukar.
Belajar dari hal ini, kita mesti berhati-hati dalam melangkah / mengambil keputusan, karena langkah / keputusan yang salah bisa menyebabkan kita jatuh dalam problem yang memusingkan.
4) Daud memberikan jawaban yang tidak jelas / berarti ganda.
1 Samuel 28: 2: “Jawab Daud kepada Akhis: ‘Baik, engkau akan tahu, apa yang dapat diperbuat hambamu ini.’”.
Ada 2 hal yang perlu disoroti dari kata-kata Daud ini, yaitu:
a) Kata ‘Baik’ itu sebetulnya tidak ada.
b) Kata-kata ‘diperbuat hambamu’ maksudnya ‘diperbuat hambamu untuk siapa?’. Untuk Israel atau untuk Filistin?
Kata-kata Daud ini merupakan kata-kata yang berarti ganda. Daud sengaja membuat kata-katanya kabur, dan sekalipun kata-kata ini sendiri sebetulnya bukan dusta, tetapi ini dianggap para penafsir sebagai kata-kata yang dimaksudkan untuk menipu. Dan jelas bahwa Akhis menafsirkan bahwa Daud mau berperang di pihaknya.
Pulpit Commentary: “To escape from the awkward position, recourse was had to the craft of an ambiguous statement, to which he and Achish attached different meanings. ... It is not lawful to palliate our deceit by reference to difficulties created by our own misconduct. ... There is conduct as well as language admitting of double interpretation. We should always aim to be and to speak so as not to be object of suspicion” (= Untuk meloloskan diri dari posisi yang buruk itu, ia mengambil jalan untuk menggunakan keahlian dalam memberikan pernyataan yang berarti ganda, terhadap mana ia dan Akhis mempunyai pengertian yang berbeda. ... Merupakan sesuatu yang tidak benar untuk memandang ringan tipu daya kita dengan menghubungkannya dengan kesukaran-kesukaran yang ditimbulkan oleh kesalahan kita sendiri. ... Ada sikap / tingkah laku maupun kata-kata yang memungkinkan penafsiran / arti ganda. Kita harus selalu berusaha untuk menjadi dan berbicara sedemikian rupa sehingga tidak menjadi obyek kecurigaan) - hal 524-525.
Kalau yang seperti itu saja sudah dianggap dosa oleh penafsir ini, bayangkan apa pandangannya tentang dusta terang-terangan yang saudara lakukan!
Pulpit Commentary: “He concealed the sentiments pertinent to the coming contest. This practice of concealing thought requires much watchfulness. We are not bound to let out all we think, ... but we are bound not to design to give a wrong impression. Truthfulness lies in intent as also does falsehood” (= Ia menyembunyikan perasaan-perasaan yang berhubungan dengan perang yang mendatang. Praktek menyembunyikan pikiran ini membutuhkan banyak kewaspadaan. Kita tidak wajib mengeluarkan semua yang kita pikirkan, ... tetapi kita wajib untuk tidak merencanakan untuk memberikan kesan yang salah. Kebenaran terletak pada maksud dan demikian juga dengan kepalsuan) - hal 544.
5) Tuhan tetap menolong Daud, dengan:
a) Munculnya peristiwa dalam 1Sam 29:2-7 - “(2) Maka ketika raja-raja kota orang Filistin berjalan lewat dalam pasukan-pasukan seratus dan seribu, dan ketika juga Daud beserta orang-orangnya berjalan lewat di belakangnya bersama-sama dengan Akhis, (3) berkatalah para panglima orang Filistin itu: ‘Apa gunanya orang-orang Ibrani ini?’ Jawab Akhis kepada para panglima orang Filistin itu: ‘Bukankah dia itu Daud, hamba Saul, raja Israel, yang sudah satu dua tahun bersama-sama dengan aku, tanpa kudapati sesuatupun kesalahan padanya sejak saat ia membelot sampai hari ini?’ (4) Tetapi para panglima orang Filistin itu menjadi marah kepadanya; serta berkata kepadanya: ‘Suruhlah orang itu pulang, supaya ia kembali ke tempat, yang kautunjukkan kepadanya, dan janganlah ia pergi berperang, bersama-sama dengan kita, supaya jangan ia menjadi lawan kita dalam peperangan. Sebab dengan apakah orang ini dapat menyukakan hati tuannya, kecuali dengan memberi kepala-kepala orang-orang ini? (5) Bukankah dia ini Daud yang dinyanyikan orang secara berbalas-balasan sambil menari-nari, demikian: Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa?’ (6) Lalu Akhis memanggil Daud, dan berkata kepadanya: ‘Demi TUHAN yang hidup, engkau ini orang jujur dan aku memandang baik, jika engkau keluar masuk bersama-sama dengan aku dalam tentara, sebab aku tidak mendapati sesuatu kejahatan padamu, sejak saat engkau datang kepadaku sampai hari ini; tetapi engkau ini tidak disukai oleh raja-raja kota. (7) Sebab itu, pulanglah, pergilah dengan selamat dan jangan lakukan apa yang jahat di mata raja-raja kota orang Filistin itu.’”.
Jadi Tuhan bekerja secara luar biasa dalam diri para panglima yang lain dalam kalangan Filistin, sehingga Daud tidak boleh berperang di pihak mereka. Dengan demikian Daud terlepas dari problemnya yang memusingkan tersebut.
b) Membunuh Saul (1Sam 31), dan dengan demikian mengakhiri pelarian Daud selama bertahun-tahun.
Kedua pertolongan ini menunjukkan bahwa Tuhan itu tetap setia dan mengasihi, pada saat kita tidak / kurang setia dan mengasihi.
Bdk. 2Tim 2:12-13 - “(12) jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita; (13) jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’”.
Kita sering memandang Tuhan sebagai manusia, yang hanya setia kepada kita kalau kita setia kepadanya, atau hanya mengasihi kita kalau kita mengasihinya. Begitu kita tidak setia / mengasihinya, iapun berhenti untuk setia dan mengasihi kita. Tuhan tidak demikian! Asal kita betul-betul adalah anak Tuhan, maka Ia tetap setia dan mengasihi, bahkan pada saat kita kurang / tidak setia kepadaNya atau kurang / tidak mengasihiNya.
Jadi, seorang anak Tuhan selalu bisa mengharapkan pertolongan dari Tuhan, bahkan pada waktu ia mendapatkan kesukaran gara-gara kesalahannya sendiri. Kata-kata ini tujuannya supaya saudara makin merasakan kasih dan kesetiaan Tuhan, tetapi tidak berarti bahwa kita boleh sengaja berbuat salah dan menjatuhkan diri pada kesukaran.
Alangkah berbedanya kasus Daud ini dengan kasus Saul, yang bukanlah seorang anak Tuhan, yang akan kita pelajari di bawah ini.
II) Problem Saul.
1) Perang dengan Filistin.
1 Samuel 28: 4-5: “(4) Orang Filistin itu berkumpul, lalu bergerak maju, dan berkemah dekat Sunem. Saul mengumpulkan seluruh orang Israel, lalu mereka berkemah di Gilboa. (5) Ketika Saul melihat tentara Filistin itu, maka takutlah ia dan hatinya sangat gemetar”.
a) Orang-orang Filistin berkemah di Sunem.
Matthew Henry mengatakan bahwa orang-orang Filistin berkemah di Sunem, yang berada di daerah suku Isakhar (Yos 19:18), dan berada di sebelah utara negara tersebut, padahal negeri orang-orang Filistin berada di sebelah selatan / barat daya dari Israel / Kanaan. Dari sini terlihat bahwa Israel dijaga dengan buruk, sehingga musuh bisa masuk seenaknya ke dalam jantung negara itu. Jadi Saul, dengan mengejar-ngejar Daud, membiarkan negaranya / rakyatnya sendiri terbuka dan telanjang di hadapan musuhnya yang sebenarnya.
Penerapan: kalau gereja-gereja memusuhi hamba Tuhan yang sejati, mereka justru akan menjadi terbuka terhadap serangan setan, sehingga setan dengan leluasa bisa masuk ke dalam seluruh wilayah mereka. Semua gereja harus selalu sadar bahwa musuh mereka bukan manusia, apalagi hamba Tuhan yang sejati. Musuh yang sebenarnya adalah setan!
b) 1 Samuel 28: 4: Gilboa tempat Saul berkemah merupakan dataran tinggi (1500 kaki di atas permukaan laut), sedangkan Sunem tempat Filistin berkemah merupakan suatu lembah yang hanya 250 kaki tingginya dari permukaan laut, sehingga dari tempat Saul ia bisa melihat seluruh perkemahan Filistin.
c) Saul menjadi takut (1 Samuel 28: 5), mungkin karena ia melihat bahwa jumlah tentara Filistin jauh lebih banyak dari yang ia perkirakan.
Tetapi bukan hanya itu alasan dari rasa takutnya. Orang yang jauh dari Tuhan akan selalu takut bahkan pada waktu tidak ada alasan untuk takut. Bandingkan dengan:
· Amsal 28:1 - “Orang fasik lari, walaupun tidak ada yang mengejarnya, tetapi orang benar merasa aman seperti singa muda”.
· Im 26:14,36-37 - “(14) ‘Tetapi jikalau kamu tidak mendengarkan Daku, dan tidak melakukan segala perintah itu, ... (36) Dan mengenai mereka yang masih tinggal hidup dari antaramu, Aku akan mendatangkan kecemasan ke dalam hati mereka di dalam negeri-negeri musuh mereka, sehingga bunyi daun yang ditiupkan anginpun akan mengejar mereka, dan mereka akan lari seperti orang lari menjauhi pedang, dan mereka akan rebah, sungguhpun tidak ada orang yang mengejar. (37) Dan mereka akan jatuh tersandung seorang kepada seorang seolah-olah hendak menjauhi pedang, sungguhpun yang mengejar tidak ada, dan kamu tidak akan dapat bertahan di hadapan musuh-musuhmu”.
Alangkah kontrasnya sikap seperti ini dengan sikap dari orang benar, yang dekat dengan Tuhan, yang ditunjukkan oleh Amsal 28:1b.
Bandingkan juga dengan Maz 23:4 - “Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gadaMu dan tongkatMu, itulah yang menghibur aku”.
2) Ia bertanya kepada Tuhan, tetapi Tuhan tidak mau memberi petunjuk.
1 Samuel 28: 6: “Dan Saul bertanya kepada TUHAN, tetapi TUHAN tidak menjawab dia, baik dengan mimpi, baik dengan Urim, baik dengan perantaraan para nabi”.
a) Mengapa Tuhan tidak menjawabnya?
1. Ada yang mengatakan sudah terlambat (Pulpit Commentary, hal 528-529), tetapi saya tidak setuju dengan ini, karena Kitab Suci tidak mengenal kata ‘terlambat’ bagi orang yang masih hidup yang bertobat dengan sungguh-sungguh.
2. Karena ia tidak bertanya dengan tulus dan sungguh-sungguh.
Banyak orang bertanya kepada Tuhan, tetapi sebetulnya mereka sendiri telah mengambil suatu keputusan yang pasti akan dilaksanakannya, tak peduli apapun yang Tuhan katakan. Ini biasanya terjadi pada kita sudah sangat menginginkan sesuatu (pacar, pekerjaan yang enak, barang yang menyenangkan), tetapi kita tetap menanyakan kehendak Tuhan. Bandingkan dengan Tuhan Yesus yang bergumul di taman Getsemani (Mat 26:39,42), yang menunjukkan bahwa sekalipun Ia menginginkan sesuatu, tetapi Ia tetap menundukkan kehendakNya pada kehendak BapaNya.
3. Karena ia tidak mempunyai ketekunan dalam mencari kehendak Tuhan. Nanti di bawah kita akan melihat suatu contoh dimana Saul memang pernah bertanya secara tidak tekun.
4. Adanya dosa, yaitu iri hati dan kebencian terhadap Daud. Bukan ini saja dosanya, tetapi juga pembunuhan terhadap imam-imam di Nob yang dianggap menolong Daud (1Sam 22:6-dst). Terhadap dosa-dosa ini Saul tidak pernah bertobat. Jadi ia datang kepada Tuhan untuk meminta petunjuk dari Tuhan dalam keadaan penuh berlumuran dosa. Bagaimana Allah yang maha suci itu bisa mau memberinya petunjuk? Bandingkan dengan Maz 66:18 - “Seandainya ada niat jahat dalam hatiku, tentulah Tuhan tidak mau mendengar”.
Pulpit Commentary: “There was no priest with the army to obtain Divine direction by the Urim and Thummim. Saul had slain the priests. There was no prophet to bring messages from God. By his breach with Samuel Saul had alienated from his cause all those who had any measure of prophetic gift. We hear the wail of a perturbed spirit - ‘I am sore distressed;’ but no confession of sin, no accent of repentance” (= Tidak ada imam bersama dengan pasukan Saul untuk mendapatkan petunjuk ilahi melalui Urim dan Tumim. Saul telah membunuh para imam. Tidak ada nabi untuk membawa pesan Allah. Oleh pemutusan hubungannya dengan Samuel, Saul telah menjauhkan dari urusannya semua mereka yang mempunyai karunia bernubuat. Kita mendengar ratapan dari roh yang bingung / gelisah - ‘Aku sangat dalam keadaan terjepit’ (ay 15b); tetapi tidak ada pengakuan dosa, tidak ada tanda / nada pertobatan) - hal 538-539.
Karena itu, kalau mau meminta petunjuk Tuhan, introspeksilah dan kuduskanlah diri saudara lebih dulu.
5. Karena selama ini ia sendiri tidak mau mendengarkan suara / nasehat Tuhan, maka sekarang Tuhan tidak mau mendengarkannya.
Bandingkan dengan Amsal 1:24-28 - “(24) Oleh karena kamu menolak ketika aku memanggil, dan tidak ada orang yang menghiraukan ketika aku mengulurkan tanganku, (25) bahkan, kamu mengabaikan nasihatku, dan tidak mau menerima teguranku, (26) maka aku juga akan menertawakan celakamu; aku akan berolok-olok, apabila kedahsyatan datang ke atasmu, (27) apabila kedahsyatan datang ke atasmu seperti badai, dan celaka melanda kamu seperti angin puyuh, apabila kesukaran dan kecemasan datang menimpa kamu. (28) Pada waktu itu mereka akan berseru kepadaku, tetapi tidak akan kujawab, mereka akan bertekun mencari aku, tetapi tidak akan menemukan aku”.
Bdk. Hos 4:16-17 - “(16) Sebab Israel degil seperti lembu yang degil, masakan sekarang TUHAN menggembalakan mereka, seperti domba di tanah lapang? (17) Efraim bersekutu dengan berhala-berhala, biarkanlah dia!”.
Pulpit Commentary mengutip kata-kata Starke: “If we do not hear God’s voice when it goes well with us, God can and will refuse to hear our voice when it goes ill with us” (= Jika kita tidak mendengar suara Allah pada waktu semua baik-baik saja, Allah bisa dan akan menolak untuk mendengar suara kita pada waktu semua kacau) - hal 532.
Karena itu baik pada waktu semua baik-baik atau semua kacau, tetaplah setia dan taat kepada Tuhan.
Pulpit Commentary: “If men are forsaken by God, it is only because he has been forsaken by them” (= Jika ada orang-orang yang ditinggalkan oleh Allah, itu hanya karena Ia telah ditinggalkan oleh mereka) - hal 537.
Dalam persoalan hubungan yang retak antara manusia dengan Tuhan, selalu manusia yang bikin gara-gara. Sebaliknya, dalam persoalan perdamaian antara manusia dengan Tuhan, selalu Tuhan yang berinisiatif!
b) Kalau memang dalam ay 6 dikatakan Saul bertanya kepada Tuhan tetapi Tuhan tidak menjawab, mengapa dalam 1Taw 10:14 dikatakan bahwa ia tidak meminta petunjuk Tuhan?
1Taw 10:13-14 - “(13) Demikianlah Saul mati karena perbuatannya yang tidak setia terhadap TUHAN, oleh karena ia tidak berpegang pada firman TUHAN, dan juga karena ia telah meminta petunjuk dari arwah, (14) dan tidak meminta petunjuk TUHAN. Sebab itu TUHAN membunuh dia dan menyerahkan jabatan raja itu kepada Daud bin Isai”.
Jawab:
1. Mungkin karena cara-cara yang ia gunakan tidak sesuai kehendak Tuhan.
Misalnya:
a. Dalam penggunaan Urim.
Bagaimana Saul bisa menggunakan Urim? Imam Abyatar sudah lari ke pihak Daud dengan membawa efodnya sehingga lalu Daudlah yang meminta petunjuk Tuhan dengan efod tersebut (bdk. 1Sam 23:6,9 30:7). Jadi mungkin sekali Saul membuat efod yang baru dan mengangkat imam yang baru. Ini tentu saja tidak sesuai kehendak Tuhan.
b. Dalam bertanya melalui nabi-nabi. Nabi siapa yang ia tanyai? Nabi palsu?
Mencari kehendak Tuhan dengan cara yang tidak sesuai kehendak Tuhan ini, oleh Tuhan dianggap sebagai ‘tidak meminta petunjuk Tuhan’.
Karena itu hati-hati untuk tidak mencari petunjuk Tuhan dengan cara yang tidak bisa dipertanggung-jawabkan, misalnya dengan membuka Kitab Suci secara sembarangan lalu menunjuk secara sembarangan, dan ayat yang ditunjuk dianggap sebagai petunjuk dari Tuhan. Tuhan tidak pernah mengajar kita untuk meminta petunjukNya dengan cara seperti ini.
2. Mungkin karena tidak adanya ketekunan dan kesungguhan dalam meminta petunjuk Tuhan.
Matthew Poole: “Saul inquired of the Lord, in his slight and perfunctory way, as chap. 14:19, as appears from hence, that when God did not speedily answer him, he goes to the devil for an answer, ver. 7; for which reason he is said, not to have inquired of the Lord, 1Chron. 10:14, i.e. not seriously and after the right order” (= Saul bertanya kepada Tuhan, dengan cara mengentengkan dan acuh tak acuh, seperti dalam 14:19, seperti terlihat dari sini, dimana pada waktu Allah tidak segera menjawabnya, ia pergi kepada setan untuk mendapatkan jawaban, ay 7; dan karena itu dikatakan bahwa ia tidak meminta petunjuk Tuhan, 1Taw 10:14, yaitu tidak secara serius dan tidak menuruti tata tertib yang benar) - hal 580.
Catatan: Dalam 1Sam 14:19 versi Kitab Suci Indonesia, Saul berkata kepada imam Ahia: ‘Biarlah’. Ini salah terjemahan!
KJV/RSV/NIV/NASB: ‘Withdraw thine / your hand’ (= Tariklah tanganmu).
Rupanya karena keributan menjadi makin hebat, Saul yang tadinya menyuruh imam Ahia untuk meminta pimpinan Tuhan, lalu membatalkan perintah tersebut.
Penerapan: Karena itu hati-hati dengan minta petunjuk Tuhan. Kalau saudara tidak ada kesungguhan / ketulusan dalam meminta, tidak ada ketekunan dalam meminta, maka oleh Tuhan saudara dianggap sebagai tidak meminta petunjuk Tuhan!
Penerapan: sekalipun secara fisik kelihatannya Saul ‘mencari kehendak Tuhan’ / ‘meminta petunjuk Tuhan’, tetapi sesungguhnya dalam pandangan Tuhan ia tidak mencari / memintanya, atau karena cara yang salah, atau karena tidak adanya kesungguhan dalam hal itu. Ini juga berlaku untuk banyak hal lain, seperti:
· berdoa.
· berbakti.
· memberitakan Injil / Firman Tuhan.
· melayani.
· memberi persembahan.
3) Samuel sudah mati.
Ay 3a: “Adapun Samuel sudah mati. Seluruh orang Israel sudah meratapi dia dan mereka telah menguburkan dia di Rama, di kotanya”.
Ini sudah diceritakan dalam 1Sam 25:1. Dengan sudah tidak adanya Samuel, maka Saul tidak lagi bisa meminta petunjuknya. Ini melengkapi problem dari Saul.
III) Saul mencari seorang pemanggil arwah (1 Samuel 28: 7).
1) Ay 3b mengatakan bahwa tadinya Saul sudah menyingkirkan / membunuh semua pemanggil arwah dan roh peramal.
Ay 3b: “Dan Saul telah menyingkirkan dari dalam negeri para pemanggil arwah dan roh peramal”.
Bandingkan dengan ay 9: “Tetapi perempuan itu menjawabnya: ‘Tentu engkau mengetahui apa yang diperbuat Saul, bahwa ia telah melenyapkan dari dalam negeri para pemanggil arwah dan roh peramal.”.
Tindakan Saul yang melenyapkan / membunuhi para pemanggil arwah dan tukang sihir ini tidak pernah diceritakan sebelumnya, tetapi jelas memang terjadi, dan mungkin terjadi pada waktu Saul baru menjadi raja. Tindakan ini sesuai dengan hukum Taurat, karena dalam Im 20:27 dikatakan: “Apabila seorang laki-laki atau perempuan dirasuk arwah atau roh peramal, pastilah mereka dihukum mati, yakni mereka harus dilontari dengan batu dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri”.
2) Apa yang dulu ia singkirkan (ay 3b), sekarang ia cari.
Ay 7a: “Lalu berkatalah Saul kepada para pegawainya: ‘Carilah bagiku seorang perempuan yang sanggup memanggil arwah; maka aku hendak pergi kepadanya dan meminta petunjuk kepadanya.’”.
Memang pada waktu kerohanian hancur kita bisa melakukan hal-hal berdosa yang dulunya kita kecam! Kalau dulu saudara mengecam perzinahan, tetapi sekarang melakukannya, atau kalau dulu saudara mengecam dusta, tetapi sekarang melakukannya, maka sadarilah bahwa itu menunjukkan bahwa hubungan saudara dengan Tuhan sedang merenggang! Bertobatlah sebelum apa yang dialami Saul ini menjadi pengalaman saudara!
3) Saul bersemangat / rela berkorban dalam mencari setan dan petunjuknya!
Wycliffe mengatakan bahwa dari perkemahan Saul sampai ke tempat perempuan itu, jaraknya cukup jauh (sekitar 7-8 mil), dan menempuh jalan yang sukar / berat, bahkan menyusur / melewati daerah perkemahan orang-orang Filistin, dan menyebabkan jalan itu sangat berbahaya.
Merupakan sesuatu yang menggelikan bahwa Saul begitu bersemangat dan rela berkorban dalam mencari setan dan petunjuknya, sementara ia mencari Tuhan dan petunjuknya dengan begitu dingin / acuh tak acuh!
4) Pada waktu Tuhan tidak menjawabnya (ay 6), seharusnya ia melakukan introspeksi dan bertobat, dan bukannya lari kepada setan.
Jamieson, Fausset & Brown: “The saddest and most melancholy aspect of the case is, that in his agony of mind he never dreamt of asking for pardon of his sins, but only for counsel in his backsliding fortunes” (= Aspek yang paling menyedihkan dari kasus ini adalah bahwa dalam penderitaan pikirannya ia tidak pernah memikirkan untuk meminta ampun untuk dosa-dosanya, tetapi hanya untuk nasehat dalam nasibnya yang merosot).
Barnes’ Notes: “That Saul received no answer ... was a reason for self-abasement, and self-examination, to find out and, if possible, remove the cause, but was no justification whatever of his sin in asking counsels of familiar spirits” (= Bahwa Saul tidak menerima jawaban ... merupakan alasan untuk merendahkan diri dan memeriksa diri sendiri, untuk menemukan dan, jika mungkin, menghilangkan penyebabnya, tetapi ini sama sekali tidak membenarkan dosanya dalam meminta nasehat kepada ‘pemanggil arwah’) - hal 65.
Penerapan: ada banyak ‘orang kristen’, yang pada waktu tidak mendapatkan kesembuhan dari penyakit yang diderita, atau jalan keluar dari problem / kesukaran, lalu pergi ke dukun. Jangan lakukan yang seperti ini, karena setan merupakan seorang ‘pedagang ulung’. Ia tidak pernah memberikan sesuatu secara cuma-cuma kepada saudara. Ia bisa memberikan sesuatu yang bersifat jasmani (kesembuhan, kekayaan, jabatan, dsb), tetapi ia pasti akan mengambil sesuatu yang bersifat rohani dan bernilai kekal dari diri saudara!
Kesimpulan / penutup.
1) Dalam problem dan penderitaan, Saul bukannya melakukan introspeksi dan pertobatan, tetapi malah lari ke dalam dosa. Ini menyebabkan kehancuran dan kebinasaannya. Janganlah meniru dia!
2) Tuhan bersikap berbeda terhadap Daud (anakNya) dan Saul (bukan anakNya). Daud Ia tolong, Saul Ia biarkan sehingga hancur dan binasa secara kekal.
Karena itu kalau di antara saudara yang hadir ada orang-orang yang belum sungguh-sungguh percaya kepada Kristus, cepatlah percaya kepada Kristus.
-AMIN-