EKSPOSISI YOHANES 19:1-42

Pdt.Budi Asali, M.Div.
EKSPOSISI YOHANES 19:1-42
Yohanes 19:1-16

Yohanes 19: 1: “Lalu Pilatus mengambil Yesus dan menyuruh orang menyesah Dia”.

1) Pontius Pilatus menyuruh orang untuk menyesah Yesus.

KJV: ‘Then Pilate therefore took Jesus, and scourged him’ (= Karena itu lalu Pilatus mengambil Yesus dan menyesahNya).

Clarke mengatakan bahwa ini tentu harus diartikan bahwa Pilatus menyuruh orang untuk menyesah Yesus. Tidak mungkin Pilatus sendiri yang melakukan penyesahan tersebut, sekalipun Clarke mengatakan bahwa ada orang yang menganggapnya demikian.

2) Penyesahan Romawi jauh lebih hebat dari penyesahan Yahudi.

Adam Clarke: “As our Lord was scourged by order of Pilate, it is probable he was scourged in the Roman manner, which was much severe than that of the Jews” (= Karena Tuhan kita disesah oleh perintah dari Pilatus, mungkin Ia disesah dengan cara Romawi, yang jauh lebih berat / hebat dari pada penyesahan Yahudi) - hal 648-649.

Thomas Whitelaw mengatakan (hal 392) bahwa orang Yahudi hanya mencambuki bagian atas dari tubuh, tetapi orang Romawi mencambuki seluruh tubuh.

Dalam hukum Taurat dikatakan bahwa pencambukan tidak boleh dilakukan lebih dari 40 x.

Ul 25:3 - “Empat puluh kali harus orang itu dipukuli, jangan lebih; supaya jangan saudaramu menjadi rendah di matamu, apabila ia dipukul lebih banyak lagi”.

Tetapi kalau orang Yahudi melakukan pencambukan, maka mereka melakukan hanya 39 x, supaya kalau ada salah perhitungan, tetap tidak melebihi batas 40 x yang ditentukan hukum Taurat.

Bdk. 2Kor 11:24 - “Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan”.

Tetapi orang Romawi tidak terikat oleh peraturan hukum Taurat ini, dan mereka mencambuki tanpa menghitung maupun belas kasihan.

3) Versi Yohanes dan versi Matius / Markus.

Matius dan Markus menceritakan bahwa penyesahan dilakukan sebelum penyaliban, tetapi berbeda dengan Yohanes, mereka tidak menceritakan bahwa Pontius Pilatus menyesah Yesus dengan tujuan melepaskan Yesus dari salib.

4) Mengapa penyesahan mendahului penyaliban?

Pulpit Commentary: “Roman and Greek historians confirm the custom (Josephus, ‘Ant,’ v. 11.1; ‘Bel. Jud.,’ii.14.9; comp. Matt. 20:19; Luke 18:33) of scourging before crucifixion. It may have had a twofold motive - one to glut the desire of inflicting physical torment and ignominy, and another allied to the offer of anodyne, to hasten the final sufferings of the cross” [= Para ahli sejarah Romawi dan Yunani meneguhkan kebiasaan / tradisi (Josephus, ‘Ant,’ v. 11.1; ‘Bel. Jud.,’ii.14.9; comp. Mat 20:19; Luk 18:33) tentang penyesahan sebelum penyaliban. Itu bisa mempunyai motivasi ganda - pertama untuk memuaskan keinginan untuk memberikan siksaan fisik dan kehinaan, dan yang kedua berhubungan dengan tawaran pengurangan rasa sakit, untuk mempercepat penderitaan akhir pada salib] - hal 416.

5) Kitab Suci (ay 1) hanya menggunakan satu kata, yaitu EMASTIGOSEN (= menyesah).

Leon Morris (NICNT): “It is a further example of the reserve of the Gospels that they use but one word to describe this piece of frightfulness. There is no attempt to play on our emotions” (= Itu merupakan contoh lagi tentang sikap hati-hati dari Injil-injil dimana mereka menggunakan hanya satu kata untuk menggambar-kan potongan yang menakutkan ini. Tidak ada usaha untuk mengambil keuntungan secara tidak benar dari emosi kita) - hal 790.

Memang saya sendiri tidak setuju dengan penceritaan penyesahan dan penyaliban yang ditujukan sekedar untuk membangkitkan emosi. Tetapi saya berpendapat bahwa pengertian kita tentang betapa hebatnya penderitaan yang Yesus alami pada waktu penyesahan dan penyaliban, merupakan sesuatu yang penting, karena hal itu bisa memberikan kita pengertian tentang:

a) Kesucian Allah yang ditunjukkan dengan kebencianNya terhadap dosa, dan juga keadilan Allah, yang ditunjukkan dengan memberikan hukuman yang begitu hebat terhadap dosa. Ini seharusnya menyebabkan kita tidak meremehkan dosa, atau sembarangan berbuat dosa.

b) Kasih Kristus kepada kita yang telah Ia tunjukkan dengan kerelaanNya untuk mengalami penyesahan dan penyaliban untuk menebus dosa kita atau untuk menggantikan kita memikul hukuman dosa. Pengertian ini seharusnya menyebabkan kita membalas kasihNya, sehingga rela menderita dan berkorban bagi Dia, baik dalam ketaatan, pelayanan, maupun pemberian persembahan.

6) Hebatnya penyesahan.

Pulpit Commentary: “This was no ordinary whip, but commonly a number of leather thongs loaded with lead or armed with sharp bones and spikes, so that every blow cut deeply into the flesh, causing intense pain” (= Ini bukannya cambuk biasa, tetapi biasanya merupakan sejumlah tali kulit yang dimuati / dibebani / diberi timah atau diperlengkapi dengan tulang-tulang runcing dan paku-paku, sehingga setiap cambukan mengiris dalam ke dalam daging, menyebabkan rasa sakit yang sangat hebat) - ‘Matthew’, hal 586.

William Hendriksen: “The Roman scourge consisted of a short wooden handle to which several thongs were attached, the ends equipped with pieces of lead or brass and with sharply pointed bits of bone. The stripes were laid especially (not always exclusively) on the victim’s back, bared and bent. The body was at times torn and lacerated to such an extent that deep-seated veins and arteries - sometimes even entrails and inner organs - were exposed. Such flogging, from which Roman citizens were exempt, often resulted in death” [= Cambuk Romawi ter­diri dari gagang kayu yang pendek yang diberi beberapa tali kulit, yang ujungnya dilengkapi dengan potongan-potongan timah atau kuningan dan potongan-potongan tulang yang diruncingkan. Pencambukan diberikan terutama, tetapi tidak selalu hanya, pada punggung korban, yang ditelanjangi dan dibungkuk­kan. Tubuh itu kadang-kadang koyak dan sobek sedemikian rupa sehingga pembuluh darah dan arteri yang terletak di dalam - kadang-kadang bahkan isi perut dan organ bagian dalam - menjadi terbuka / terlihat. Pencambukan seperti itu, yang tidak boleh dilakukan terhadap warga negara Romawi, sering berakhir dengan kematian] - hal 414.

William Barclay: “When a man was scourged he was tied to a whipping-post in such a way that his back was fully exposed. The lash was a long leather thong, studded at intervals with pellets of lead and sharpened pieces of bone. It literally tore a man’s back into strips. Few remained conscious throughout the ordeal; some dies; and many went raving mad” (= Pada waktu seseorang disesah ia diikat pada tiang pencambukan sedemikian rupa sehingga punggungnya terbuka sepenuhnya. Cambuk itu adalah tali kulit yang panjang, yang pada jarak tertentu ditaburi dengan butiran-butiran timah dan potongan-potongan tulang yang diruncingkan. Itu secara hurufiah merobek punggung seseorang menjadi carikan-carikan. Sedikit orang bisa tetap sadar melalui siksaan itu; sebagian orang mati; dan banyak yang menjadi marah sekali / mengoceh seperti orang gila) - hal 244.

Leon Morris (NICNT): “Scourging was a brutal affair. It was inflicted by a whip of several thongs, each of which was loaded with pieces of bone or metal. It could make pulp of a man’s back” (= Pencambukan adalah suatu peristiwa yang brutal. Hal itu diberikan dengan sebuah cambuk yang terdiri dari beberapa tali kulit, yang masing-masing diberi potongan-potongan tulang atau logam. Itu bisa membuat punggung seseorang menjadi bubur) - hal 790.

Leon Morris (NICNT): “... Josephus tells us that a certain Jesus, son of Ananias, was brought before Albinus and ‘flayed to the bone with scourges’ ... Eusebius narrates that certain martyrs at the time of Polycarp ‘were torn by scourges down to deep-seated veins and arteries, so that the hidden contents of the recesses of their bodies, their entrails and organs, were exposed to sight’ ... Small wonder that men not infrequently died as a result of this torture” (= Josephus menceritakan bahwa seorang Yesus tertentu, anak dari Ananias, dibawa ke depan Albinus dan ‘dikuliti sampai tulangnya dengan cambuk’ ... Eusebius menceritakan bahwa martir-martir tertentu pada jaman Polycarp ‘dicabik-cabik oleh cambuk sampai pada pembuluh darah dan arteri yang ada di dalam, sehingga bagian dalam yang tersembunyi dari tubuh mereka, isi perut dan organ-organ mereka, menjadi terbuka dan kelihatan’ ... Tidak heran bahwa tidak jarang orang mati sebagai akibat penyiksaan ini) - hal 790, footnote.

7) Harus diingat bahwa penyesahan yang Yesus alami bukan hanya sangat hebat, tetapi juga bersifat menggantikan / dilakukan untuk kita.

Kita yang adalah orang berdosa, dan karena itu kitalah yang seha­rusnya mengalami hukuman seperti itu. Tetapi Yesus yang tidak bersalah, karena kasihnya kepada kita, rela menanggung hukuman itu bagi kita, supaya kalau kita percaya kepada Dia, kita bebas dari semua hukuman dosa!

Yes 53:4-6 - “(4) Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. (5) Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. (6) Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian”.

Golongan Pentakosta dan Kharismatik pada umumnya menganggap bahwa ‘penyakit’ dan ‘kesembuhan’ yang dibicarakan di sini menunjuk pada penyakit / kesembuhan jasmani. Dan biasanya mereka menggunakan bagian ini untuk mendukung pandangan mereka bahwa orang kristen harus sembuh dari penyakit jasmani.

Dan mereka mendukung penafsiran ini dengan menggunakan Mat 8:16-17 - “Menjelang malam dibawalah kepada Yesus banyak orang yang kerasukan setan dan dengan sepatah kata Yesus mengusir roh-roh itu dan menyembuhkan orang-orang yang menderita sakit. Hal itu terjadi supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yesaya: ‘Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita’.”.

Jadi, kelihatannya Mat 8:17 memang mendukung penafsiran bahwa kata ‘penyakit’ dan ‘kesembuhan’ menunjuk pada ‘penyakit / kesembuhan jasmani’.

Tetapi saya beranggapan bahwa ‘penyakit’ maupun ‘kesembuhan’ yang dibicarakan oleh Yesaya adalah penyakit / kesembuhan rohani, bukan jasmani. Itu terlihat dari kontextnya, karena Yes 53:5,6 jelas berbicara tentang dosa. Itu juga terlihat dari 1Pet 2:24-25 yang jelas mengutip Yes 53:4-6 tersebut, dan menerapkannya terhadap penyakit / kesembuhan rohani.

1Pet 2:24-25 - “Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuhNya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilurNya kamu telah sembuh. Sebab dahulu kamu sesat seperti domba, tetapi sekarang kamu telah kembali kepada gembala dan pemelihara jiwamu”.

Tetapi bagaimana dengan Mat 8:16-17 yang kelihatannya menerapkannya pada penyakit dan kesembuhan jasmani?

Calvin: “Matthew quotes this prediction, after having related that Christ cured various diseases; though it is certain that he was appointed not to cure bodies, but rather to cure souls; for it is of spiritual disease that the Prophet intends to speak. But in the miracles which Christ performed in curing bodies, he gave a proof of the salvation which he brings to our souls. That healing had therefore a more extensive reference than to bodies, because he was appointed to be the physician of souls; and accordingly Matthew applies to the outward sign what belonged to the truth and reality” (= Matius mengutip ramalan ini, setelah menceritakan bahwa Kristus menyembuhkan bermacam-macam penyakit; sekalipun sudah tentu bahwa Ia ditetapkan bukan untuk menyembuhkan tubuh, tetapi untuk menyembuhkan jiwa; karena adalah penyakit rohanilah yang dibicarakan oleh sang nabi. Tetapi dalam mujijat-mujijat yang dilakukan Kristus dalam menyembuhkan tubuh, Ia memberi suatu bukti tentang keselamatan yang Ia bawa kepada jiwa kita. Karena itu kesembuhan itu mempunyai hubungan yang lebih luas dengan jiwa dari pada tubuh, karena Ia ditetapkan sebagai dokter untuk jiwa; dan sesuai dengan itu Matius menerapkan pada tanda lahiriah, apa yang termasuk pada kebenaran dan kenyataan) - hal 115.

Jadi maksudnya adalah sebagai berikut: Yes 53:4 itu memang berbicara tentang penyakit rohani (dosa), tetapi dalam Mat 8:17 Matius mengutip Yes 53:4 itu dan menerapkannya pada kesem­buhan jasmani, karena Yesus memang sering melakukan sesuatu yang bersifat jasmani untuk mengajar suatu kebenaran rohani (Ini bukan suatu pengallegorian!).

Contoh:
Ia mencelikkan mata orang buta dalam Yoh 9 untuk mengillustrasikan diriNya sebagai Terang dunia (Yoh 9:5).
Ia membangkitkan orang mati / Lazarus (Yoh 11) untuk mengajar bahwa Ia adalah Kebangkitan dan Hidup (Yoh 11:25-26).
Ia melipat gandakan roti (Yoh 6), untuk mengajar bahwa Ia adalah Roti Hidup (Yoh 6:35).

Dalam Mat 8 juga demikian. Ia menyembuhkan secara jasmani (Mat 8:15-16) untuk menunjukkan diriNya sebagai penyembuh rohani / dosa (Mat 8:17 bdk. Yes 53:4-5).

Jadi, sebetulnya sekalipun Mat 8:15-16 berbicara tentang kesembuhan / penyakit jasmani, tetapi Mat 8:17 berbicara tentang kesembuhan / penyakit secara rohani, yaitu dosa. Karena itu Matius lalu menganggap ini sebagai penggenapan dari Yes 53:4-5!

Yohanes 19: 2-3: “Prajurit-prajurit menganyam sebuah mahkota duri dan menaruhnya di atas kepalaNya. Mereka memakaikan Dia jubah ungu, dan sambil maju ke depan mereka berkata: ‘Salam, hai raja orang Yahudi!’ Lalu mereka menampar mukaNya”.

1) ‘Prajurit-prajurit menganyam sebuah mahkota duri dan menaruhnya di atas kepalaNya’.

a) ‘Mahkota duri’ itu dimaksudkan sebagai penyiksaan atau sekedar hinaan / ejekan?

· Ada penafsir yang menganggap ini betul-betul ditujukan sebagai siksaan dan karena itu mereka menggambarkan duri itu panjang-panjang sehingga mencocok / melukai kepala Yesus, dan menimbulkan rasa sakit yang hebat (Pulpit Commentary, hal 417).

· Tetapi banyak juga penafsir yang beranggapan bahwa mahkota duri ini tidak dimaksudkan untuk menyiksa Yesus, tetapi hanya untuk mengejek Yesus, dan karena itu mereka bukannya menggunakan tanaman yang mempunyai duri-duri yang panjang (Clarke, hal 272), atau mereka membuat mahkota itu sedemikian rupa sehingga duri-durinya menghadap ke atas (Leon Morris, hal 790-791, footnote).

Pandangan ini kelihatannya lebih sesuai dengan kontex dari ay 2-3, Mat 27:27-31, Mark 15:16-20a yang memang bukan menunjukkan penyiksaan, tetapi pengejekan. Kalau memang demikian mungkin sekali durinya tidaklah panjang-panjang, sekalipun memang duri ini tetap mungkin melukai kepala Yesus, apalagi ketika kepala yang bermahkotakan duri itu dipukul dengan buluh (Mat 27:30 Mark 15:19).

· ada yang menganggap bahwa pemberian mahkota duri tersebut merupakan gabungan penyiksaan dan ejekan.

William Hendriksen: “They wanted to torture him. They also wanted to mock him. The crown of thorns satisfied both ambitions” (= Mereka ingin menyiksaNya. Mereka juga ingin mengejekNya. Mahkota duri itu memuaskan kedua ambisi / keinginan tersebut) - hal 415.

b) William Hendriksen menganggap bahwa tidak penting untuk mengetahui jenis tanaman apa yang digunakan sebagai mahkota duri tersebut. Ia menganggap bahwa yang lebih penting adalah hubungan mahkota duri ini dengan Kej 3:18.

William Hendriksen: “the identity of the species which was used by the soldiers cannot be established. It is of little importance. More significant is the fact that thorns and thistles are mentioned in Gen 3:18 in connection with Adam’s fall. Hence, here in 19:2,3 Jesus is pictured as bearing the curse that lies upon nature. He bears it in order to deliver nature (and us) from it” [= identitas dari jenis tanaman yang digunakan oleh para tentara itu tidak bisa ditentukan. Dan ini tidak penting. Yang lebih penting adalah fakta bahwa duri dan rumput duri disebutkan dalam Kej 3:18 dalam hubungannya dengan kejatuhan Adam. Karena itu, di sini dalam 19:2,3 Yesus digambarkan menanggung / memikul kutuk yang ada pada alam. Ia memikulnya untuk membebaskan alam (dan kita) dari kutuk itu] - hal 415.

Penafsiran ini merupakan sesuatu yang menarik, tetapi saya tidak tahu apakah ini bisa dibenarkan.

c) Pulpit Commentary: “The crowning of Jesus with thorns symbolized the character of the religion which he founded. The cross was followed by the resurrection; the entombment by the ascension. Thus God brought together, in the career of his own Son, the profoundest humiliation and the most exalted glory. And this arrangement represents the nature of Christianity. It is a religion of humility, contrition, and repentance, and also of peace, victory, and power. It smites the sinner to the earth; it raises the pardoned penitent to heaven” (= Pemahkotaan Yesus dengan duri menyimbolkan sifat dari agama yang Ia dirikan. Salib diikuti oleh kebangkitan; penguburan diikuti oleh kenaikan ke surga. Demikianlah Allah mempersatukan, dalam karir dari AnakNya sendiri, perendahan yang paling dalam dan kemuliaan yang paling tinggi. Dan pengaturan ini menggambarkan sifat dari kekristenan. Itu adalah agama dari kerendahan hati, penyesalan, dan pertobatan, dan juga dari damai, kemenangan, dan kuasa. Itu memukul orang berdosa ke bumi; itu mengangkat petobat yang sudah diampuni ke surga) - hal 440-441.

Penerapan: karena itu kalau dalam mengikut Kristus saudara sekarang ini ada dalam penderitaan, kemiskinan, kehinaan, maka pikirkan bahwa nanti saudara akan mendapatkan kemuliaan. Bdk. Ro 8:18 2Kor 4:17.

2) ‘Mereka memakaikan Dia jubah ungu’.

Yohanes 19: 2 ini, dan juga Mark 15:17, mengatakan ‘jubah ungu’ [NIV / NASB: ‘purple’ (= ungu)].

Mat 27:28 - ‘Jubah ungu’. Ini salah terjemahan!

NIV/NASB: ‘a scarlet robe’ (= jubah merah tua).

Ada beberapa cara untuk mengharmoniskan bagian-bagian ini:

a) Warna jubah itu ada di antara merah tua dan ungu.

b) J. A. Alexander mengatakan bahwa istilah bahasa Yunani untuk warna sangat tidak pasti, sehingga yang mereka sebut dengan ‘ungu’ adalah warna-warna yang terletak di antara merah cerah sampai pada biru gelap.

c) Kain / jubah ungu pada saat itu adalah kain yang sangat mahal, dan hanya dipakai oleh orang-orang kaya, raja atau orang yang mendapat penghormatan dari raja (bdk. Ester 8:15 Daniel 5:7,29 Luk 16:19 Wah 17:4). Karena itu jelas tidak mungkin bahwa tentara Romawi itu betul-betul memakaikan jubah ungu kepada tubuh Yesus yang penuh dengan darah itu. Sama seperti mahkota yang dipakaikan bukanlah mahkota sungguh-sungguh tetapi mahkota duri, dan tongkat kerajaan yang diberikan hanyalah sebatang buluh (ay 29), maka jelaslah jubah yang dipakaikan bukanlah betul-betul jubah ungu.

Jadi, mungkin sekali Matius menuliskan ‘merah tua’ sesuai dengan aslinya, tetapi Markus dan Yohanes menuliskan ‘ungu’ karena mereka meninjaunya dari sudut pemikiran para tentara Romawi itu.

3) “dan sambil maju ke depan mereka berkata: ‘Salam, hai raja orang Yahudi!’”.

Barclay: “Here is another example of the dramatic irony of John. The soldiers made a caricature of Jesus as king, while in actual fact he was the only king. Beneath the jest there was eternal truth” (= Di sini ada contoh yang lain tentang irony yang dramatis dari Yohanes. Tentara-tentara membuat karikatur / lelucon tentang Yesus sebagai raja, padahal dalam fakta sebenarnya Ia adalah satu-satunya Raja. Di bawah lelucon itu ada kebenaran yang kekal) - hal 247.

4) “Lalu mereka menampar mukaNya”.

Ini juga bisa merupakan hinaan dan sekaligus siksaan. Dan dalam Matius dan Markus (Mat 27:29-30 Mark 15:19) dikatakan bahwa Yesus juga diludahi dan dipukul dengan buluh (yang digunakan sebagai ‘tongkat kerajaan’).

Yohanes 19:
 4-5: “Pilatus keluar lagi dan berkata kepada mereka: ‘Lihatlah, aku membawa Dia ke luar kepada kamu, supaya kamu tahu, bahwa aku tidak mendapati kesalahan apapun padaNya.’ Lalu Yesus keluar, bermahkota duri dan berjubah ungu. Maka kata Pilatus kepada mereka: ‘Lihatlah manusia itu!’”.

1) Dari sini terlihat bahwa pencambukan tadi merupakan cara lain yang ditempuh oleh Pilatus untuk membebaskan Yesus. Ia mengira bahwa dengan melihat Yesus yang sudah penuh darah dan luka-luka akibat pencambukan, orang-orang Yahudi itu sudah puas, atau merasa kasihan, sehingga mau melepaskan Yesus. Hal ini terlihat dengan lebih jelas dari Luk 23:16,22b dimana 2 x Pilatus berkata: “Jadi aku akan menghajar Dia, lalu melepaskanNya”.

Ini jelas merupakan kompromi yang salah, karena kalau ia beranggapan Kristus tidak salah, ia tidak boleh mencambuki Kristus.

2) Cara ini gagal lagi, karena para imam tetap menuntut penyaliban terhadap Yesus (19:6-7).

Calvin: “When he labours so earnestly, and without any success, we ought to recognise in this the decree of Heaven, by which Christ was appointed to death” (= Pada waktu ia berusaha dengan begitu sungguh-sungguh, dan tanpa hasil, kita harus mengenali dalam hal ini ketetapan Surga, dengan mana Kristus ditetapkan untuk mati) - hal 214.

Calvin: “we see here the amazing cruelty of the Jewish nation, whose minds are not moved to compassion by so piteous a spectacle; but all this is directed by God, in order to reconcile the world to himself by the death of his Son” (= kita melihat di sini kekejaman yang mengherankan dari bangsa Yahudi, yang pikirannya tidak tergerak kepada belas kasihan oleh tontonan yang begitu menyedihkan / memilukan; tetapi semua ini diarahkan oleh Allah, untuk mendamaikan dunia kepada diriNya sendiri oleh kematian AnakNya) - hal 215.

Adanya ketetapan Allah ini tidak berarti bahwa orang-orang Yahudi maupun Pontius Pilatus tidak bersalah. Bandingkan dengan ay 11b, dimana Yesus berkata kepada Pontius Pilatus: “Sebab itu: dia, yang menyerahkan Aku kepadamu, lebih besar dosanya.’”. Ini jelas berarti bahwa Pontius Pilatus sendiri juga dianggap berdosa, tetapi para tokoh Yahudi itu lebih besar dosanya dari pada Pontius Pilatus.

Hal yang sama terjadi dengan Yudas Iskariot, yang sekalipun melakukan pengkhianatan terhadap Yesus sesuai dengan ketetapan Allah, tetapi tetap dianggap bertanggung jawab. Luk 22:22 - “Sebab Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan!’”.

Yohanes 19: 6: “Ketika imam-imam kepala dan penjaga-penjaga itu melihat Dia, berteriaklah mereka: ‘Salibkan Dia, salibkan Dia!’ Kata Pilatus kepada mereka: ‘Ambil Dia dan salibkan Dia; sebab aku tidak mendapati kesalahan apapun padaNya.’”.

1) “Ketika imam-imam kepala dan penjaga-penjaga itu melihat Dia, berteriak-teriaklah mereka: ‘Salibkan Dia, salibkan Dia!’”.

a) Ini adalah kali pertama kata ‘salibkan’ itu muncul dari mulut / bibir para musuh Tuhan Yesus.

b) Orang yang sudah memutuskan untuk berbuat jahat, tidak lagi bisa menggunakan logika.

Barnes’ Notes: “When men are determined on evil, they cannot be reasoned with. ... Thus sinners go in the way of wickedness down to death” (= Pada saat manusia memutuskan untuk melakukan kejahatan, mereka tidak bisa diajak berpikir. ... Demikianlah orang-orang berdosa berjalan / hidup dalam jalan kejahatan sampai pada kematian) - hal 352.

c) Effek / akibat yang sangat negatif dari kebencian.

William Barclay: “They began by hating Jesus; but they finished in a very hysteria of hatred, howling like wolves, with faces twisted in bitterness: ‘Crucify him! Crucify him!’ In the end they reached such an insanity of hatred that they were impervious to reason and to mercy and even to the claims of common humanity. Nothing in this world warps a man’s judgment as hatred does. Once a man allows himself to hate, he can neither think nor see straight, nor listen without distortion. Hatred is a terrible thing because it takes a man’s senses away” (= Mereka mulai dengan membenci Yesus; tetapi mereka mengakhiri dengan suatu kebencian yang sangat histeris, melolong seperti serigala, dengan wajah-wajah yang berkerut dalam kebencian: ‘Salibkan Dia! Salibkan Dia!’. Pada akhirnya mereka mencapai kebencian yang sedemikian gilanya sehingga mereka kebal terhadap akal dan belas kasihan dan bahkan terhadap tuntutan-tuntutan dari kemanusiaan yang umum. Tidak ada apapun dalam dunia ini yang membengkokkan penghakiman / penilaian manusia seperti yang dilakukan oleh kebencian. Sekali seseorang mengijinkan dirinya untuk membenci, ia tidak bisa berpikir atau melihat dengan lurus, atau mendengar tanpa penyimpangan / pemutar-balikkan / distorsi. Kebencian adalah sesuatu yang mengerikan, karena itu menyingkirkan pikiran / akal manusia) - hal 234-235.

Penerapan: Dalam Mat 5:23-24, kita disuruh membereskan ‘ganjelan’ sekalipun ‘ganjelan’ itu ada dalam diri orang lain. Kalau kita disuruh berinisiatif untuk membereskan suatu ganjelan yang ada dalam diri orang lain, apalagi kalau ganjelan itu ada dalam diri kita sendiri! Adakah saudara seiman / orang di sekitar saudara terhadap siapa saudara mempunyai ganjelan, dan saudara membiarkan begitu saja ganjelan tersebut? Ingat kata-kata Barclay di atas: kebencian itu akan menyebabkan saudara kehilangan penilaian yang baik. Apapapun yang dilakukan / dikatakan oleh orang tersebut, akan saudara lihat dan nilai sebagai sesuatu yang negatif / jelek. Dan orang pertama yang paling dirugikan oleh kebencian tersebut, adalah diri saudara sendiri! Karena itu, usahakanlah untuk membereskan ganjelan tersebut, dengan membawa ganjelan / kebencian itu kepada Tuhan, dan bahkan mungkin sekali saudara juga harus datang kepada orang tersebut, dan membicarakannya! Dan jangan menolak untuk melakukan hal ini dengan pemikiran ‘ia tidak bisa diajak ngomong’, karena dengan kata-kata itu saudara sudah menghakiminya, dan dengan adanya kebencian dalam diri saudara, besar kemungkinannya bahwa penilaian itu ngawur (mungkin yang tidak bisa diajak ngomong itu bukan dia tetapi saudara). Kalau saudara sudah melakukannya, dan ia memang tidak bisa diajak ngomong, sehingga semua usaha saudara gagal, setidaknya saudara sudah berusaha.

d) Adalah sesuatu yang aneh bahwa Yesus lebih mendapatkan belas kasihan dari Pontius Pilatus, yang adalah orang kafir, dari pada dari orang-orang Yahudi itu, yang merupakan bangsa pilihan Allah.

Penerapan: apakah dalam persoalan belas kasihan saudara kalah oleh orang-orang kafir? Kalau ya, saudara tidak terlalu berbeda dengan orang-orang Yahudi pada saat itu.

2) “Kata Pilatus kepada mereka: ‘Ambil Dia dan salibkan Dia; sebab aku tidak mendapati kesalahan apapun padaNya”.

Dalam Injil Yohanes, ini adalah untuk ketigakalinya Pilatus mengatakan itu (bdk. 18:38b 19:4b). Bdk. juga Mat 27:23,24 Mark 15:14 Luk 23:4,13-15,22.

Calvin: “his innocence is frequently attested by the testimony of the judge, in order to assure us that he was free from all sin, and that he was substituted as a guilty person in the room of others, and bore the punishment due to the sins of others” (= ketidak-bersalahanNya ditegaskan berulang kali oleh kesaksian dari sang hakim, untuk meyakinkan kita bahwa Ia bebas dari segala dosa, dan bahwa Ia menggantikan sebagai seorang yang bersalah di tempat orang-orang lain, dan memikul hukuman yang disebabkan dosa-dosa orang-orang lain) - hal 214.

Calvin: “he had several times acquitted him with his own mouth, in order that we may learn from it, that it was for our sins that he was condemned, and not on his own account” (= ia telah beberapa kali membebaskanNya dari tuduhan dengan mulutnya sendiri, supaya kita bisa mengertinya dari sini, bahwa untuk dosa-dosa kitalah Ia dihukum, dan bukan karena dosa-dosaNya sendiri) - hal 223.

Yohanes 19: 7: “Jawab orang-orang Yahudi itu kepadanya: ‘Kami mempunyai hukum dan menurut hukum itu Ia harus mati, sebab Ia menganggap diriNya sebagai Anak Allah’”.

Ini dikatakan oleh orang-orang Yahudi itu untuk menunjukkan bahwa mereka menginginkan kematian Yesus bukan karena benci, tetapi karena hukum mereka menuntut hal itu. Hukumnya memang benar, karena dalam Perjanjian Lama penghujat Allah harus dihukum mati (Im 24:16). Tetapi mereka menerapkannya secara salah, karena pada waktu Kristus mengaku sebagai Anak Allah, itu bukan merupakan penghujatan tetapi pengakuan yang benar!

William Hendriksen: “It was true ... that Jesus had again and again declared himself to be God’s Son, his only begotten Son, his Son in a very unique sense. ... This was either the most horrible blasphemy, or else it was the most glorious truth” (= Memang benar ... bahwa Yesus berulangkali menyatakan diriNya sendiri sebagai Anak Allah, satu-satunya Anak yang diperanakkanNya, AnakNya dalam arti yang sangat unik. ... Hal ini, atau merupakan penghujatan yang paling mengerikan, atau merupakan kebenaran yang paling mulia) - hal 417.

Calvin: “We see, then, how they drew a false conclusion from a true principle, for they reason badly. This example warns us to distinguish carefully between a general doctrine and the application of it” (= Jadi kita melihat bagaimana mereka menarik kesimpulan yang salah dari suatu prinsip yang benar, karena mereka berpikir secara buruk / jelek. Contoh ini memperingatkan kita untuk membedakan secara hati-hati antara suatu doktrin / ajaran yang umum dan penerapannya) - hal 216.

Yohanes 19: 8: “Ketika Pilatus mendengar perkataan itu bertambah takutlah ia”.

1) Kata-kata ‘bertambah takut’ menunjukkan bahwa dari tadi ia sudah takut.

2) Mengapa ia menjadi bertambah takut?

Calvin berkata bahwa ada 2 kemungkinan arti:

a) Ia bertambah takut bahwa ia akan disalahkan kalau tidak menuruti keinginan orang-orang Yahudi itu untuk membunuh Yesus.

b) Ia bertambah takut untuk membunuh Yesus setelah mendengar dari orang-orang Yahudi itu bahwa Yesus menyatakan diri sebagai Anak Allah.

Calvin mengatakan bahwa yang kedua inilah yang benar, dan ini terlihat dari 19:9 - “lalu ia masuk pula ke dalam gedung pengadilan dan berkata kepada Yesus: Dari manakah asalMu?’”.

Calvin: “It ought to be observed that, when he asks whence Christ is, he does not inquire about his country, but the meaning is, as if he had said, ‘Art thou a man born on the earth, or art thou some god?’” (= Harus diperhatikan bahwa pada waktu ia bertanya dari mana asalnya Kristus, ia tidak bertanya tentang negaranya, tetapi maksudnya adalah seakan-akan ia bertanya: ‘Apakah Engkau adalah seorang manusia yang dilahirkan di bumi, atau apakah Engkau adalah suatu allah?’) - hal 218.

Leon Morris (NICNT): “Pilate was evidently superstitious. He can scarcely be called a religious man, but the news that his prisoner had made divine claims scared the governor. ... every Roman of that day knew of stories of the gods or their offspring appearing in human guise. He had plainly been impressed by Jesus as he talked with Him. Now that he hears of the possibility of the supernatural he is profoundly affected” (= Pilatus jelas adalah orang yang percaya takhyul. Ia hampir tidak mungkin disebut sebagai seseorang yang religius, tetapi berita bahwa orang tahanannya itu telah mengclaim diriNya sebagai Allah menakutkan sang gubernur. ... setiap orang Romawi pada jaman itu tahu cerita-cerita tentang dewa-dewa atau keturunan mereka yang menyamarkan diri sebagai manusia. Ia jelas terkesan oleh Yesus pada saat ia berbicara denganNya. Sekarang bahwa ia mendengar tentang kemungkinan dari hal yang bersifat supranatural, ia dipengaruhi secara mendalam) - hal 795.

Calvin: “as soon as Pilate hears the name of God, he is seized with the fear of violating the majesty of God in a man who was utterly mean and despicable. If reverence for God had so much influence on an irreligius man, must not they be worse than reprobate, who now judge of divine things in sport and jest, carelessly, and without any fear?” (= begitu Pilatus mendengar nama Allah, ia dicekam oleh rasa takut bahwa ia melanggar / menghina keagungan Allah dalam diri seseorang yang sepenuhnya buruk dan hina. Jika hormat untuk Allah mempunyai pengaruh yang begitu besar pada seseorang yang tidak religius, tidakkah mereka lebih buruk dari seorang reprobate, jika mereka sekarang menilai hal-hal ilahi dengan olok-olok dan senda-gurau, dengan sembrono, dan tanpa rasa takut?) - hal 219.

3) Pilatus diombang-ambingkan di antara 2 hal: ‘takut kepada Allah’ dan ‘takut kepada orang banyak’. Kita sering mengalami hal seperti itu. Jangan meniru keputusan akhir Pilatus!

Bdk. Mat 10:28 - “Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka”.

Yohanes 19: 9: “lalu ia masuk pula ke dalam gedung pengadilan dan berkata kepada Yesus: ‘Dari manakah asalMu?’ Tetapi Yesus tidak memberi jawab kepadanya”.

1) “lalu ia masuk pula ke dalam gedung pengadilan dan berkata kepada Yesus: ‘Dari manakah asalMu?’”.

Tidak disebutkan kapan Yesus, yang tadinya sudah keluar (ay 5), masuk lagi. Mungkin waktu Pilatus masuk, ia membawa Yesus masuk bersamanya, dan lalu bertanya kepadaNya di dalam.

Dan di atas sudah saya berikan kutipan dari Calvin yang mengatakan bahwa pertanyaan Pontius Pilatus di sini maksudnya bukan menanyakan asal usul, negara, tempat kelahiran dari Kristus. Maksud pertanyaannya adalah: apakah Engkau ini manusia biasa, atau Allah / dewa?

2) ‘Tetapi Yesus tidak memberi jawab kepadanya’.

Barclay mengatakan bahwa Kristus tidak menjawab (19:9b Mat 26:62-63a Mat 27:12-14 Luk 23:9) karena tidak ada gunanya berbicara kepada orang-orang yang pikirannya sudah tertutup oleh kesombongan dan kemauan sendiri. Tetapi kalau demikian, mengapa Ia mau menjawab lagi dalam ay 11? Saya tidak setuju dengan ini; saya lebih setuju dengan pemikiran Calvin, yang mengatakan bahwa Yesus sengaja tidak menjawab, supaya jangan Ia dibebaskan oleh Pontius Pilatus.

Calvin: “Christ himself, in order that he may obey his Father, presents himself to be condemned; and this is the reason why he is so sparing in his replies. Having a judge who was favourable, and who would willingly have lent an ear to him, it was not difficult for him to plead his cause; but he considers for what purpose he came down into the world, and to what he is now called by the Father. Of his own accord, therefore, he refrains from speaking, that he may not escape from death” (= Kristus sendiri, supaya Ia bisa mentaati BapaNya, memberikan diriNya sendiri untuk dihukum; dan inilah alasannya mengapa Ia begitu jarang menjawab. Ia mempunyai seorang hakim yang baik kepadaNya / menguntungkan Dia, dan yang mau mendengarkanNya, sehingga tidak sukar bagiNya untuk membela kasusNya; tetapi Ia mempertimbangkan untuk tujuan apa Ia datang ke dalam dunia, dan kepada apa / untuk apa Ia sekarang dipanggil oleh Bapa. Karena itu, atas kemauanNya sendiri Ia menahan diri dari berbicara, supaya Ia tidak lolos dari kematian) - hal 208.

Yohanes 19: 10: “Maka kata Pilatus kepadaNya: ‘Tidakkah Engkau mau bicara dengan aku? Tidakkah Engkau tahu, bahwa aku berkuasa untuk membebaskan Engkau, dan berkuasa juga untuk menyalibkan Engkau?’”.

1) Calvin mengatakan bahwa Pilatus yang baru saja merasa takut kepada Allah, sekarang berubah kembali menjadi sombong.

Bagian yang saya garis bawahi itu terjemahan hurufiahnya adalah: ‘To me you do not speak?’ (= Kepadaku Engkau tidak berbicara?). Ini makin menunjukkan kesombongan Pontius Pilatus.

Kesombongan Pontius Pilatus saat ini menunjukkan bahwa rasa takut yang baru dialaminya tidak mempunyai akar yang kokoh. Dengan kata lain, itu bukan rasa takut yang sejati kepada Allah.

Calvin: “This shows that the dread with which Pilate had been suddenly seized was transitory, and had not solid root; for now, forgetting all fear, he breaks out into haughty and monstrous contempt of God. He threatens Christ, as if there had not been a Judge in heaven; but this must always happen with irreligious men, that, shaking off the fear of God, they quickly return to their natural disposition. Hence also we infer, that it is not without good reason that the heart of man is called deceitful, (Jer. 17:9;) for, though some fear of God dwells in it, there likewise comes from it mere impiety. Whoever, then, is not regenerated by the Spirit of God, though he pretend for a time to reverence the majesty of God, will quickly show, by opposite facts, that this fear was hypocritical” [= Ini menunjukkan bahwa rasa takut yang baru saja menimpa Pilatus merupakan rasa takut yang bersifat sementara, dan tidak mempunyai akar yang mendalam / kokoh; karena sekarang ia melupakan semua rasa takut, menjadi sombong dan sangat menghina Allah. Ia mengancam Kristus, seakan-akan tidak ada Hakim di surga; tetapi hal ini harus selalu terjadi dengan orang-orang yang tidak religius, dimana mereka menyingkirkan rasa takut kepada Allah, dan mereka dengan cepat kembali kepada kecenderungan alamiah mereka. Karena itu juga kami berpendapat bahwa bukan tanpa alasan yang baik bahwa hati manusia disebut ‘licik / menipu’ (Yer 17:9); karena sekalipun rasa takut kepada Allah tinggal di dalamnya, demikian juga keluar dari hati itu kejahatan semata-mata. Karena itu, siapapun yang tidak dilahirbarukan oleh Roh Allah, sekalipun ia berpura-pura untuk sementara waktu untuk menghormati / takut pada keagungan Allah, akan segera menunjukkan, oleh fakta-fakta yang bertentangan, bahwa rasa takutnya bersifat munafik] - hal 220.

Bandingkan dengan:
Yer 17:9 - “Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya?”.

KJV: ‘The heart is deceitful above all things, and desperately wicked: who can know it?’ (= Hati itu lebih menipu dari segala sesuatu, dan sangat jahat: siapa bisa mengetahuinya?).

RSV: ‘The heart is deceitful above all things, and desperately corrupt; who can understand it?’ (= Hati itu lebih menipu dari pada segala sesuatu, dan sangat jahat; siapa dapat mengertinya?).

NIV: ‘The heart is deceitful above all things and beyond cure. Who can understand it?’ (= Hati itu lebih menipu dari segala sesuatu dan tidak bisa disembuhkan. Siapa bisa mengertinya?).

NASB: ‘The heart is more deceitful than all else. And is desperately sick; Who can understand it?’ (= Hati itu lebih menipu dari segala yang lain. Dan sangat sakit; Siapa bisa mengertinya?).
Ro 3:18 - “rasa takut akan Allah tidak ada pada orang itu”.

2) Calvin: “He acknowledges that Christ is innocent, and therefore he makes himself no better than a robber, when he boasts that he has power to cut his throat” (= Ia mengakui bahwa Kristus tidak bersalah, dan karena itu ia menjadikan dirinya sendiri tidak lebih baik dari pada seorang perampok pada waktu ia menyombongkan diri dengan mengatakan bahwa ia mempunyai kuasa untuk memotong leherNya) - hal 220.

Yohanes 19: 11: “Yesus menjawab: ‘Engkau tidak mempunyai kuasa apapun terhadap Aku, jikalau kuasa itu tidak diberikan kepadamu dari atas. Sebab itu: dia, yang menyerahkan Aku kepadamu, lebih besar dosanya.’”.

1) “Yesus menjawab: ‘Engkau tidak mempunyai kuasa apapun terhadap Aku, jikalau kuasa itu tidak diberikan kepadamu dari atas’”.

a) Di sini Yesus mau menjawab, karena jawabanNya tidak akan melepaskanNya dari hukuman mati.

b) Apa arti dari kata-kata Yesus di sini?

Calvin: “Some explain this in a general sense, that nothing is done in the world but by the permission of God; as if Christ had said, that Pilate, though he thinks that he can do all things, will do nothing more than God permits. The statement is, no doubt, true, that this world is regulated by the disposal of God, and that, whatever may be the effort of wicked men, still they cannot even move a finger but as the secret power of God directs. But I prefer the opinion of those who confine this passage to the office of the magistrate; for by these words Christ rebukes the foolish boasting of Pilate, in extolling himself, as if his power has not been from God; as if he had said, Thou claimest every thing for thyself, as if thou hadst not to render an account one day to God; but it was not without His providence that thou wast made a judge” (= Sebagian orang menjelaskan ini dalam arti yang umum, bahwa tidak ada apapun yang terjadi di dalam dunia, kecuali oleh ijin dari Allah; seakan-akan Kristus mengatakan, bahwa Pilatus, sekalipun ia mengira bahwa ia bisa melakukan segala hal, tidak akan melakukan apapun lebih dari yang Allah ijinkan. Tidak diragukan bahwa pernyataan ini memang benar, bahwa dunia ini diatur oleh pengaturan Allah, dan bahwa apapun yang diusahakan oleh orang-orang jahat, tetap mereka bahkan tidak bisa menggerakkan satu jari kecuali seperti yang diarahkan oleh kuasa rahasia dari Allah. Tetapi saya memilih pandangan dari mereka yang membatasi text ini pada jabatan dari hakim; karena oleh kata-kata ini Kristus menegur pembanggaan yang bodoh dari Pilatus, dalam meninggikan dirinya sendiri, seakan-akan kuasanya bukanlah dari Allah; seakan-akan Ia berkata: Engkau mengclaim segala sesuatu untuk dirimu sendiri, seakan-akan engkau pada satu hari tidak perlu memberikan pertanggung-jawaban kepada Allah; tetapi bukanlah tanpa providensiaNya bahwa engkau dijadikan seorang hakim) - hal 221.

Leon Morris (NICNT): “Jesus is asserting that God is over all and that an earthly governor can act only as God permits him (cf. Rom. 13:1)” [= Yesus menegaskan bahwa Allah ada di atas semua, dan bahwa seorang gubernur duniawi bisa bertindak hanya seperti yang Allah ijinkan (bdk. Ro 13:1)] - hal 797.

Ro 13:1 - “Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah”.

Saya sendiri berpendapat bahwa kata-kata Yesus ini sekalipun secara khusus ditujukan kepada Pontius Pilatus, tetapi tetap bisa diartikan / diterapkan secara umum.

Orang sering mengira bahwa manusia tertentu berkuasa untuk menentukan terjadinya sesuatu hal. Misalnya:

· orang yang sudah koma dan tidak ada harapan, nasibnya di tangan keluarga / dokter yang melakukan euthanasia.

· perang nuklir terjadi atau tidak, terletak di tangan presiden Amerika dan Rusia.

· lulus tidaknya seseorang ada di tangan dosen.

Tetapi jawaban Yesus di sini menunjukkan bahwa semua ada di tangan Allah.

Bdk. Maz 103:19 - “TUHAN sudah menegakkan takhtaNya di sorga dan kerajaanNya berkuasa atas segala sesuatu”.

c) Kata-kata Yesus di sini sejalan dengan Yoh 3:27 - “Jawab Yohanes: ‘Tidak ada seorangpun yang dapat mengambil sesuatu bagi dirinya, kalau tidak dikaruniakan kepadanya dari sorga”.

d) Dalam pengadilan ini terlihat sesuatu yang aneh, dimana sang hakim kebingungan dan tidak tahu harus berbuat apa, sementara sang terdakwa bersikap sebagai seorang raja yang begitu agung.

William Barclay: “We cannot help feeling that it is Jesus who is in control and Pilate who is bewildered and floundering in a situation which he cannot understand. The majesty of Jesus never shone more radiantly than in the hour when he was on trial before men” (= Kita tidak bisa tidak merasa bahwa adalah Yesus yang mengontrol dan Pilatus yang bingung dan bergumul / menggelepar dalam situasi yang tidak bisa ia mengerti. Keagungan Yesus tidak pernah bersinar dengan lebih terang dari pada pada saat Ia sedang diadili di hadapan manusia) - hal 243.

William Barclay: “Never was he so regal as when men did their worst to humiliate him” (= Tidak pernah Ia begitu bersikap sebagai raja seperti pada waktu manusia melakukan yang terburuk untuk merendahkan Dia) - hal 246.

2) “Sebab itu: dia, yang menyerahkan Aku kepadamu, lebih besar dosanya”.

a) Ada macam-macam penafsiran tentang siapa yang dimaksud dengan ‘dia’ oleh Yesus:

1. Ada yang menganggapnya sebagai Yudas Iskariot

Pulpit Commentary: “Judas had the greater blame, but Pilate could not escape” (= Yudas lebih disalahkan, tetapi Pilatus tidak bisa lolos) - hal 458.

2. Ada yang menganggapnya sebagai Kayafas.

William Hendriksen: “Pilate, though thoroughly corrupt, did not fully realize what he was doing. But Caiaphas acted with knowledge and grim determination (see on 11:49,50). Therefore the sin of Caiaphas was greater than the sin of Pilate. There are gradations in sin (Luke 12:47,48). Unto whom much is given, from his much will be required!” [= Pilatus, sekalipun sepenuhnya jahat, tidak mengerti sepenuhnya apa yang sedang ia lakukan. Tetapi Kayafas bertindak dengan pengetahuan dan ketetapan hati yang kuat (lihat tentang 11:49,50). Karena itu dosa dari Kayafas lebih besar dari pada dosa Pilatus. Ada tingkatan-tingkatan dalam dosa (Luk 12:47-48). Kepada siapa banyak diberikan, dari dia banyak dituntut!] - hal 418-419.

Mengapa Pontius Pilatus lebih kecil dosanya dari pada Kayafas?

· karena pengenalannya yang lebih sedikit tentang Kristus dibandingkan dengan pengenalan Kayafas tentang Kristus.

· karena ia sendiri sebetulnya tidak mau menghukum mati Kristus, dan ia membiarkan hal itu terjadi hanya karena takut, sedangkan Kayafas dan kawan-kawannya adalah yang mendesak supaya hal itu terjadi.

3. Ada yang menganggap bahwa bentuk tunggal ini mencakup banyak orang, yaitu Yudas Iskariot, Kayafas / Sanhedrin, dan imam-imam.

Barnes’ Notes: “The singular, here, is put for the plural, including Judas, the high priests, and the sanhedrin” (= Bentuk tunggal di sini digunakan dalam arti jamak, mencakup Yudas, imam-imam besar, dan sanhedrin) - hal 353.

b) Kata-kata Yesus ini tidak berarti bahwa Pilatus tidak bersalah.

Leon Morris (NICNT): “This does not mean that Pilate is excused. After all ‘greater sin’ implies ‘lesser sin’, and that was the governor’s. He did not bear all the responsibility he thought he did. But he was a responsible man, and therefore guilty for his actions in this case” (= Ini tidak berarti bahwa Pilatus dimaafkan. Bagaimanapun juga, ‘dosa yang lebih besar’ secara implicit menunjuk pada ‘dosa yang lebih kecil’, dan itulah dosa sang gubernur. Ia tidak memikul semua tanggung jawab yang ia perkirakan. Tetapi ia adalah orang yang bertanggung jawab, dan karena itu ia bersalah untuk tindakannya dalam kasus ini) - hal 797.

Jadi, sekalipun Pilatus membebaskan atau menjatuhi hukuman terhadap Yesus tergantung dari ketetapan / pengaturan Allah, tetapi pada waktu Pilatus melakukan hal yang salah, ia tetap dianggap berdosa dan bertanggung jawab atas dosanya. Ini sama seperti Yudas, yang sekalipun melakukan pengkhianatan sesuai ketetapan Allah, tetapi tetap dianggap bertanggung jawab (Luk 22:22).

Yohanes 19: 12: “Sejak itu Pilatus berusaha untuk membebaskan Dia, tetapi orang-orang Yahudi berteriak: ‘Jikalau engkau membebaskan Dia, engkau bukanlah sahabat Kaisar. Setiap orang yang menganggap dirinya sebagai raja, ia melawan Kaisar.’”.

1) ‘Sejak itu Pilatus berusaha untuk membebaskan Dia’

a) Terjemahan.

KJV/NIV menterjemahkan seperti Kitab Suci Indonesia, tetapi NASB menterjemahkannya secara berbeda.

NASB: ‘As a result of this Pilate made efforts to release Him’ (= Sebagai akibat dari hal ini Pilatus melakukan usaha untuk membebaskanNya).

Kata Yunani yang digunakan adalah EK TOUTOU, yang juga digunakan pada awal dari Yoh 6:66, dan di sana juga menimbulkan perbedaan penterjemahan.

Yoh 6:66 - “Mulai dari waktu itu banyak murid-muridNya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia”.

Lagi-lagi di sini KJV/NIV menterjemahkan seperti Kitab Suci Indonesia, tetapi NASB menterjemahkannya secara berbeda.

NASB: ‘As a result of this’ (= Sebagai akibat dari hal ini).

b) Kalimat ini rasanya agak aneh, karena ceritanya menunjukkan bahwa jauh sebelum saat ini Pontius Pilatus sudah berusaha untuk membebaskan Yesus. Mungkin harus diartikan bahwa mulai saat ini / sebagai akibat dari hal itu Pontius Pilatus lebih berusaha untuk membebaskan Yesus.

c) ‘berusaha’.

Pulpit Commentary: “imperfect tense, suggesting repetition and incomplete-ness in the act” (= imperfect tense, secara tidak langsung menunjuk pada pengulangan dan tindakan yang belum selesai) - hal 421.

Jadi maksudnya, ia terus berusaha, dan usahanya belum selesai.

Thomas Whitelaw: “This was the weak point in all Pilate’s action. Instead of seeking to release Christ he ought to have released Him” (= Ini adalah titik lemah dalam semua tindakan Pilatus. Ia seharusnya melepaskan Kristus dan bukannya berusaha melepaskanNya) - hal 396.

d) Kita tidak diberitahu dengan cara apa Pontius Pilatus melakukan usaha ini, tetapi apapun yang dilakukannya, itu membuat orang-orang Yahudi berteriak: ‘Jikalau engkau membebaskan Dia, engkau bukanlah sahabat Kaisar. Setiap orang yang menganggap dirinya sebagai raja, ia melawan Kaisar.’ (ay 12b).

2) “tetapi orang-orang Yahudi berteriak: ‘Jikalau engkau membebaskan Dia, engkau bukanlah sahabat Kaisar. Setiap orang yang menganggap dirinya sebagai raja, ia melawan Kaisar.’”.

a) Perlu diketahui bahwa kaisar saat itu, yaitu Tiberius, adalah orang yang kejam, jahat, dan suka iri hati.

Barnes’ Notes: “The name of the reigning emperor was Tiberius. ... This emperor was, during the latter part of his reign, the most cruel, jealous, and wicked, that ever sat on the Roman throne” (= Nama dari kaisar yang sedang bertakhta adalah Tiberius. ... Kaisar ini, sepanjang bagian akhir dari pemerintahannya, adalah yang paling kejam, iri hati, dan jahat, dari pada kaisar lain yang pernah duduk di takhta Romawi) - hal 353.

b) Pulpit Commentary mengatakan (hal 421-422) bahwa ketika Pontius Pilatus mendengar kata-kata dalam ay 12b ini rasa takutnya kepada kaisar Tiberius melebihi rasa takutnya kepada Allah / Kristus.

Pulpit Commentary: “his fear of Tiberius became greater than his fear of Christ; his anxiety for himself predominated over his desire for justice and fair play” (= rasa takutnya terhadap Tiberius menjadi lebih besar dari pada rasa takutnya terhadap Kristus; kekuatirannya untuk dirinya sendiri berkuasa atas keinginannya untuk keadilan dan permainan yang jujur / adil) - hal 421-422.

William Hendriksen: “Pilate intensified his efforts to release Jesus. That he did not succeed in these repeated attempts was due to his own moral weakness, his unwillingness to do the right no matter was the cost. When the Jews finally began to scream, ‘If you release this man (or this fellow), you are no friend of the emperor,’ Pilate capitulated to their wishes. It was this outcry that floored the governor” (= Pilatus memperkuat usahanya untuk membebaskan Yesus. Bahwa ia tidak berhasil dalam usahanya yang berulang-ulang disebabkan oleh kelemahan moralnya sendiri, ketidak-mauannya untuk melakukan yang benar tak peduli apapun ongkos / pengorbanannya. Pada waktu orang-orang Yahudi akhirnya mulai menjerit: ‘Jika engkau membebaskan orang ini, engkau bukanlah sahabat kaisar’, Pilatus menyerah pada keinginan mereka. Teriakan ini yang menjatuhkan / merobohkan sang gubernur) - hal 419.

c) Pontius Pilatus pernah melakukan kesalahan-kesalahan yang dibahas secara panjang lebar oleh Barclay (hal 238-240), dan ini membuatnya makin takut terhadap ancaman orang-orang Yahudi tersebut.

Pulpit Commentary: “Pilate’s political history aggravated his fears. His relations with the emperor were not satisfactory” (= Sejarah politik Pilatus memperburuk rasa takutnya. Hubungannya dengan kaisar tidak memuaskan) - hal 421.

William Barclay: “He was blackmailed into assenting to the death of Christ, because his previous mistakes had made it impossible for him both to defy the Jews and to keep his post. Somehow one cannot help being sorry for Pilate. He wanted to do the right thing, but he had not the courage to defy the Jews and do it. He crucified Jesus in order to keep his job” (= Ia dipaksa / diancam untuk menyetujui kematian Kristus, karena kesalahan-kesalahannya yang terdahulu menyebabkan tidak mungkin baginya untuk menentang orang-orang Yahudi dan mempertahankan jabatannya. Bagaimanapun juga seseorang tidak bisa tidak merasa kasihan kepada Pilatus. Ia ingin melakukan hal yang benar, tetapi ia tidak mempunyai keberanian untuk menentang orang-orang Yahudi dan melakukan hal yang benar itu. Ia menyalibkan Yesus untuk mempertahankan pekerjaannya) - hal 240.

Yohanes 19: 13: “Ketika Pilatus mendengar perkataan itu, ia menyuruh membawa Yesus ke luar, dan ia duduk di kursi pengadilan, di tempat yang bernama Litostrotos, dalam bahasa Ibrani Gabata”.

1) ‘dan ia duduk di kursi pengadilan’.

William Barclay: “the verb for to sit is KATHIZEIN, and that may either intransitive or transitive; it may mean either to sit down oneself, or to seat another” (= kata kerja untuk ‘duduk’ adalah KATHIZEIN, dan itu bisa merupakan kata kerja intransitive atau transitive; itu bisa berarti ia sendiri yang duduk, atau ia mendudukkan orang lain) - hal 246.

Jadi bisa diartikan Pilatus yang duduk, dan bisa juga diartikan Pilatus menyuruh Yesus duduk di sana. Barclay kelihatannya memilih kemungkinan yang kedua.

William Barclay: “The apocryphal Gospel of Peter says that in the mockery, they set Jesus on the seat of judgment and said: ‘Judge justly, King of Israel.’ Justin Martyr too says that they set Jesus on the judgment seat, and said, ‘Give judgment for us’. It may be that Pilate jestingly caricatured Jesus as judge. If that is so, what dramatic irony is there. That which was a mockery was the truth; and one day those who had mocked Jesus as judge would meet him as judge - and would remember” (= Kitab Apocrypha Injil Petrus berkata bahwa dalam pengejekan, mereka meletakkan Yesus pada kursi penghakiman dan berkata: ‘Hakimilah dengan adil, Raja Israel’. Justin Martyr juga berkata bahwa mereka meletakkan Yesus pada kursi penghakiman, dan berkata: ‘Berilah penghakiman untuk kami’. Adalah mungkin bahwa Pilatus secara mengejek menggambarkan Yesus sebagai hakim. Jika memang demikian, betul-betul di sini ada sesuatu ironi yang dramatis. Apa yang saat itu adalah ejekan merupakan suatu kebenaran; dan suatu hari mereka yang telah mengejek Yesus sebagai hakim akan bertemu dengan Dia sebagai hakim - dan akan ingat) - hal 246.

Hendriksen tidak setuju dengan penafsiran ini (hal 420), dan ia beranggapan bahwa Pilatuslah yang duduk di kursi pengadilan / hakim tersebut.

2) “di tempat yang bernama Litostrotos, dalam bahasa Ibrani Gabata”.

a) Menurut Poole, kata ‘Gabata’ ini adalah campuran Ibrani dan Aram.

b) Ini mungkin menunjuk pada semacam panggung yang agak tinggi.

Yohanes 19: 14: “Hari itu ialah hari persiapan Paskah, kira-kira jam dua belas. Kata Pilatus kepada orang-orang Yahudi itu: ‘Inilah rajamu!’”.

1) “Hari itu ialah hari persiapan Paskah, kira-kira jam dua belas”.

NIV/Lit: ‘about the sixth hour’ (= kira-kira jam keenam).

Ini kelihatannya bertentangan dengan Mat 27:45 Mark 15:33 Luk 23:44. Bdk. juga Mark 15:25.

Mark 15:25,33 - “ (25) Hari jam sembilan (Lit: jam yang ketiga) ketika Ia disalibkan. ... (33) Pada jam dua belas (Lit: jam yang keenam), kegelapan meliputi seluruh daerah itu dan berlangsung sampai jam tiga”.

Bagaimana caranya mengharmoniskan bagian-bagian yang kelihatannya bertentangan ini? Ada bermacam-macam cara:

a) Banyak penafsir mengharmoniskan dengan cara sebagai berikut: mereka berkata bahwa orang-orang Yahudi membagi satu hari (12 jam) menjadi 4 bagian / jam. Istilah ‘jam yang ketiga’ mencakup daerah waktu antara pk. 9.00 - pk. 12.00; ‘jam yang keenam’ mencakup daerah antara pk. 12.00 - pk. 15.00; ‘jam yang kesembilan’ mencakup daerah antara pk. 15.00 - pk. 18.00; ‘jam yang keduabelas’ mencakup daerah antara pk. 18.00 - pk. 21.00.

Pada waktu Markus berkata ‘jam yang ketiga’ yang ia maksudkan adalah hampir pk. 12.00. Sedangkan Yohanes mengatakan ‘kira-kira jam 12’, sehingga bisa saja diartikan jam 12 kurang sedikit. Dengan demikian kedua bagian ini tidak bertentangan. Kalau ini benar, maka Yesus mulai disalibkan pada sekitar pk 12.00 siang.

Keberatan: teori pembagian satu hari dalam empat bagian ini rasanya tidak cocok dengan perumpamaan Yesus dalam Mat 20:16, karena di sana ada jam ke 3 (ay 3), jam ke 6 dan jam ke 9 (ay 5), dan jam ke 11 (ay 6).

b) Ada yang menganggap ay 14 ini sebagai kesalahan, seharusnya adalah ‘about the third hour’ (= kira-kira jam tiga), dan ada yang mengatakan bahwa ada manuscripts yang mengatakan demikian.

Barnes’ Notes: “There is some external authority for reading ‘third’ in John 19:14. The Cambridge MS. has this reading. Nonnus, who lived in the fifth century, says that this was the true reading” (= Ada otoritas luar untuk membaca ‘yang ketiga’ dalam Yoh 19:14. Manuscript Cambridge mempunyai pembacaan seperti ini. Nonnus, yang hidup pada abad kelima, mengatakan bahwa ini adalah pembacaan yang benar) - hal 176.

Barnes’ Notes: “A mistake in numbers is easily made; ... it was common not to write the words indicating numbers at length, but to use letters. The Greeks designated numbers by the letters of the alphabet; and this mode of computation is found in ancient manuscripts. ... the letter g, Gamma, the usual notation for third. Now, it is well known that it would be easy to mistake this for the mark denoting six, j.” (= Suatu kesalahan dalam bilangan mudah terjadi; ... merupakan hal yang umum bukan menuliskan bilangan dengan kata-kata, tetapi dengan menggunakan huruf. Orang-orang Yunani menandai bilangan dengan huruf-huruf dari alfabet; dan cara perhitungan seperti ini ditemukan dalam manuscripts kuno. ... huruf g, Gamma, merupakan cara menulis untuk ‘ketiga’. Merupakan sesuatu yang sudah dikenal bahwa adalah mudah untuk mengacaukan ini dengan tanda yang menunjuk pada enam, j) - hal 176.

Catatan: Memang bahasa Ibrani maupun Yunani menggunakan huruf untuk menyatakan angka. Jadi huruf yang dipakai untuk menyatakan angka 3 adalah huruf g (Gamma), tetapi Barnes mengatakan bahwa huruf untuk 6 adalah j (Sigma), dan ini aneh, karena Sigma bukan huruf ke enam.

Dalam International Standard Bible Encyclopedia (vol III, hal 556), dikatakan bahwa yang digunakan sebagai angka 3 adalah huruf G (Gamma, huruf besar), sedangkan yang digunakan sebagai angka 6 adalah huruf F (dalam Yunani tidak ada huruf ini). Melihat persamaan antara G dan F, maka memang mudah sekali terjadi kesalahan penyalinan.

c) Markus menceritakan tentang keputusan, sedangkan Yohanes betul-betul menceritakan tentang penyalibannya.

Pulpit Commentary: “Augustine says, ‘At the third hour (Mark) he was crucified by the tongue of the Jews, at the sixth hour (John) by the hands of the soldiers.’” [= Agustinus berkata: ‘Pada pk. 3 (Markus) Ia disalibkan oleh lidah dari orang-orang Yahudi, pada pk. 6 (Yohanes) oleh tangan dari para tentara’] - hal 423.

Pulpit Commentary juga memberikan pandangan seorang yang bernama Hesychius sebagai berikut: “Mark refers to the verdict of Pilate, and John to the nailing to the cross” (= Markus menunjuk pada keputusan Pilatus, dan Yohanes pada pemakuan pada kayu salib) - hal 423.

Keberatan:

Kalau kita membaca cerita dalam Markus, kelihatannya Mark 15:25 itu berbicara bukan tentang keputusan penyaliban, tetapi tentang pelaksa-naan penyaliban.

d) Hendriksen (juga Tasker, Tyndale) menganggap ini adalah jam Romawi, dan itu berarti kira-kira pk 6.00 pagi.

William Hendriksen: “it has been shown that in other passages the author of the Fourth Gospel in all probability used the Roman civil day time-computation. See on 1:39; 4:6; 4:52. If there, why not here?” (= telah ditunjukkan bahwa dalam text-text lain pengarang dari Injil keempat sangat mungkin menggunakan perhitungan waktu Romawi. Lihat tentang 1:39; 4:6; 4:52. Jika di sana demikian, mengapa di sini tidak?) - hal 421.

Catatan: dalam penjelasan tentang ketiga ayat dalam kutipan di atas, saya memasukkan penjelasan William Hendriksen ke dalam penjelasan saya. Lihat buku ‘Yohanes’ jilid I dan II.

Pulpit Commentary menambahkan (hal 423) argumentasi seorang penafsir yang mengatakan bahwa rasul Yohanes menulis Injil Yohanes ini di Efesus, yang menggunakan perhitungan waktu Asia, yang sama dengan perhitungan waktu Romawi.

Tetapi penafsir lain dari Pulpit Commentary menentang pandangan ini.

Pulpit Commentary: “But if this is possible, the perplexity is rather increased than diminished. It is difficult to imagine that this stage of the proceedings could have been reached by six o’clock a.m., and that three hours still followed before the Lord was crucified” (= Tetapi jika ini memungkinkan, hal yang membingungkan bukannya berkurang melainkan bertambah. Adalah sukar untuk membayangkan bahwa tahap pengadilan ini bisa dicapai pada pk 6.00 pagi, dan bahwa masih ada 3 jam sebelum Tuhan disalibkan) - hal 423.

Saya berpendapat bahwa argumentasi ini tidaklah terlalu kuat. Yesus diadili oleh Sanhedrin pada tengah malam, dan bisa saja Ia dibawa kepada Pontius Pilatus pada dini hari sekitar pk. 4.00. Dan setelah penjatuhan keputusan penyaliban pada pk. 6.00, Yesus masih harus memikul salib, dsb, sehingga merupakan sesuatu yang memungkinkan bahwa penyalibannya terjadi 3 jam setelahnya.

Saya condong pada penafsiran Hendriksen ini.

2) “Kata Pilatus kepada orang-orang Yahudi itu: ‘Inilah rajamu!’”.

Pilatus mengatakan ini bukan sebagai ejekan terhadap Yesus, tetapi mungkin sebagai ejekan terhadap para imam dan orang-orang Farisi dan bahkan terhadap seluruh orang-orang Yahudi yang ada pada saat itu. Ini ia lanjutkan dengan memasang tulisan di atas kepala Yesus pada kayu salib.

Tetapi kata-kata yang diucapkan / dituliskan oleh Pontius Pilatus dengan tujuan mengejek orang-orang Yahudi itu ternyata merupakan suatu kebenaran yang mulia. Yesus memang adalah Raja orang Yahudi.

Maz 2:6 - “‘Akulah yang telah melantik rajaKu di Sion, gunungKu yang kudus!’ Aku mau menceritakan tentang ketetapan TUHAN; Ia berkata kepadaku: ‘AnakKu engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini”.

Yohanes 19: 15: “Maka berteriaklah mereka: ‘Enyahkan Dia! Enyahkan Dia! Salibkan Dia!’ Kata Pilatus kepada mereka: ‘Haruskah aku menyalibkan rajamu?’ Jawab imam-imam kepala: ‘Kami tidak mempunyai raja selain dari pada Kaisar!’”.

Barclay mengatakan (hal 236) bahwa pada waktu Roma menjajah mereka, dan lalu mengadakan sensus untuk mengatur perpajakan, orang-orang Yahudi melawan / memberontak, karena mereka berkeras bahwa Tuhan adalah raja mereka, dan hanya kepada Dia mereka mau membayar upeti / pajak.

William Barclay: “When the Roman had first come into Palestine, they had taken a census in order to arrange the normal taxation to which subject people were liable. And there had been the most bloody rebellion, because the Jews insisted that God alone was their king, and to him alone they would pay tribute” (= Pada waktu orang-orang Romawi pertama-tama masuk ke Palestina, mereka mengadakan suatu sensus untuk mengatur perpajakan normal yang harus dibayar oleh bangsa yang ditundukkan. Dan pada saat itu terjadi pemberontakan yang paling berdarah, karena orang-orang Yahudi bersikeras bahwa Allah sajalah yang adalah raja mereka, dan hanya kepada Dia sajalah mereka mau membayar upeti) - hal 236.

Tetapi sekarang, kebencian mereka kepada Yesus, dan keinginan mereka untuk membunuh Yesus menyebabkan mereka lalu berkata: “Kami tidak mempunyai raja selain dari pada Kaisar” (Yoh 19:15).

William Barclay: “When the Jewish leader said. ‘We have no king but the Caesar,’ it was the most astonishing volte-face in history. The very statement must have taken Pilate’s breath away, and he must have looked at them in half-bewildered, half-cynical amusement. The Jews were prepared to abandon every principle they had in order to eliminate Jesus” (= Pada waktu para pemimpin Yahudi berkata: ‘Kami tidak mempunyai raja selain Kaisar,’ itu merupakan sikap bertentangan yang paling mengherankan dalam sejarah. Pernyataan itu pasti mempesona Pilatus, dan ia pasti memandang kepada mereka dengan kegelian yang setengah bingung dan setengah sinis. Orang-orang Yahudi siap meninggalkan setiap prinsip yang mereka punyai untuk menghapuskan Yesus) - hal 236.

William Barclay: “It is a terrible picture. The hatred of the Jews turned them into a maddened mob of shrieking, frenzied fanatics. In their hatred they forgot all mercy, all sense of proportion, all justice, all their principles, even God. Never in history was the insanity of hatred so vividly shown” (= Ini merupakan gambaran yang mengerikan. Kebencian orang-orang Yahudi mengubah mereka menjadi gerombolan orang marah dari orang-orang fanatik yang berteriak-teriak dan hiruk-pikuk. Dalam kebencian mereka mereka melupakan semua belas kasihan, semua proporsi, semua keadilan, semua prinsip-prinsip mereka, bahkan Allah. Dalam sejarah tidak pernah ditunjukkan kegilaan dari kebencian secara begitu hidup) - hal 236.

Calvin: “We see, then, what insanity had seized them. Let us suppose that Jesus Christ was not the Christ; still they have no excuse for acknowledging no other king but Cesar. For, first, they revolt from the spiritual kingdom of God; and, secondly, they prefer the tyranny of the Roman Empire, which they greatly abhorred, to a just government, such as God had promised to them. Thus wicked men, in order to fly from Christ, not only deprive themselves of eternal life, but draw down on their head every kind of miseries” (= Kita melihat kegilaan apa yang menyerang mereka. Sekalipun kita anggap / andaikan bahwa Yesus Kristus bukanlah Kristus; tetap mereka tidak mempunyai alasan untuk mengakui tidak ada raja lain selain Kaisar. Karena pertama, mereka memberontak dari kerajaan rohani dari Allah; dan kedua, mereka lebih memilih tirani dari Kekaisaran Romawi, yang sangat mereka benci, dari pada pemerintahan yang adil / benar, seperti yang Allah janjikan kepada mereka. Demikianlah orang jahat, supaya bisa lari dari Kristus, bukan hanya menghilangkan hidup yang kekal bagi diri mereka sendiri, tetapi menurunkan ke atas kepala mereka sendiri setiap jenis kesengsaraan) - hal 224-225.

Bdk. dengan kata-kata Samuel: “Tuhan, Allahmu, adalah rajamu” (1Sam 12:12b). Juga dengan kata-kata Gideon: “Aku tidak akan memerintah kamu dan juga anakku tidak akan memerintah kamu, tetapi TUHAN yang memerintah kamu” (Hak 8:23).

Matthew Poole: “The more Pilate sought to quiet them, the more they rage, contrary to all dictates of reason; when God hath determined a thing, all things shall concur to bring it about” (= Makin Pilatus berusaha menenangkan mereka, makin marah mereka, bertentangan dengan semua akal sehat / suara hati; pada saat Allah telah menentukan suatu hal, semua hal akan bekerja bersama-sama untuk membuatnya terjadi) - hal 376.

Pulpit Commentary mengutip kata-kata Lampe: “They elected Cæsar to be their king, by Cæsar they were destroyed” (= Mereka memilih Kaisar sebagai raja mereka, oleh Kaisar mereka dihancurkan) - hal 424.

Yohanes 19: 16: “Akhirnya Pilatus menyerahkan Yesus kepada mereka untuk disalibkan. Mereka menerima Yesus”.

1) Pilatus menyerah.

William Barclay: “In the end Pilate admitted defeat. He abandoned Jesus to the mob, because he had not the courage to take the right decision and to do the right thing” (= Pada akhirnya Pilatus mengaku kalah. Ia menyerahkan Yesus kepada orang banyak, karena ia tidak mempunyai keberanian untuk mengambil keputusan yang benar dan melakukan hal yang benar) - hal 241.

William Hendriksen: “Up to a point he was willing to do what justice demanded, especially if by doing so he could vex his enemies, the Jews. But only up to a point. When his position is threatened, he surrenders!” (= Sampai pada titik ini ia mau melakukan apa yang dituntut oleh keadilan, khususnya jika dengan melakukannya ia bisa menjengkelkan musuh-musuhnya, orang-orang Yahudi. Tetapi hanya sampai suatu titik. Pada saat posisi / jabatannya terancam, ia menyerah!) - hal 405.

Matthew Poole: “Pilate was a man that loved the honour that was from men more than the honour and praise which is from God; he was more afraid of losing his place than his soul” (= Pilatus adalah seseorang yang mencintai kehormatan dari manusia lebih dari pada kehormatan dan pujian dari Allah; ia lebih takut kehilangan tempat / jabatannya dari pada kehilangan jiwanya) - hal 376.

Bandingkan dengan:

· Yoh 5:44 - “Bagaimanakah kamu dapat percaya, kamu yang menerima hormat seorang dari yang lain dan yang tidak mencari hormat yang datang dari Allah yang Esa?”.

· Gal 1:10 - “Jadi bagaimana sekarang: adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus”.

2) Di sini ada tangan Allah yang bekerja sehingga hal itu, yang memang merupakan rencana / ketetapan Allah, terjadi.

Bdk. Kis 4:27-28 - “Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, HambaMu yang kudus, yang Engkau urapi, untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendakMu”.

George Hutcheson: “Divine justice pursuing sin could not be satisfied but only by the death of the Surety of sinners, nor could that burning fire be quenched but by his blood; for there was an overruling hand of God craving for complete satisfaction to justice in his being crucified” (= Keadilan ilahi yang mengejar dosa tidak bisa dipuaskan kecuali hanya oleh kematian dari Jaminan dari orang-orang berdosa, juga api yang menyala-nyala tidak bisa dipadamkan kecuali dengan darahNya; karena di sana ada tangan Allah yang melindas semua, yang sangat menginginkan pemuasan keadilan yang sempurna / lengkap, dalam penyalibanNya) - hal 394.

3) Bdk. Mat 27:24 - “Ketika Pilatus melihat bahwa segala usaha akan sia-sia, malah sudah mulai timbul kekacauan, ia mengambil air dan membasuh tangannya di hadapan orang banyak dan berkata: ‘Aku tidak bersalah terhadap darah orang ini; itu urusan kamu sendiri!’”.

Ia ingin melepaskan diri dari tanggung jawab, tetapi jelas bahwa ini merupakan tindakan yang sia-sia. Ia tetap dianggap bertanggung jawab / bersalah, karena menyalibkan orang yang tidak bersalah.

John Henry Jowett: “Pilate was warned. Pilate’s wife had a dream, and in the dream she had glimpses of reality, and when she awoke her soul was troubled. ‘Have thou nothing to do with that just man!’ ... Pilate ignored the warning, and handed the Lord to the revengeful will of the priests. Pilate defiled his heart, and then he washed his hands!” (= Pilatus telah diperingatkan. Istri Pilatus mendapatkan mimpi, dan dalam mimpi itu ia mendapatkan sekilas dari realita, dan pada saat ia bangun jiwanya gelisah. ‘Jangan engkau mencampuri perkara orang benar itu!’ ... Pilatus mengabaikan peringatan itu, dan menyerahkan Tuhan kepada keinginan membalas dendam dari imam-imam. Pilatus menajiskan hatinya, dan lalu ia mencuci tangannya!) - ‘Spring of the Living Water’, March 29.

Penerapan: saudara juga bisa ‘mencuci tangan’ seperti Pontius Pilatus misalnya pada saat saudara disuruh berdusta oleh boss / orang tua saudara. Saudara mau berdusta dan saudara beranggapan bahwa saudara tidak bersalah. Yang salah adalah orang yang menyuruh saudara. Ini jelas salah. Yang menyuruh memang salah, tetapi yang mau disuruh juga salah, dan tidak bisa ‘mencuci tangan’ terhadap hal tersebut.

-o0o-

Yohanes 19:17-24

Yohanes 19: 17: “Sambil memikul salibNya Ia pergi ke luar ke tempat yang bernama Tempat Tengkorak, dalam bahasa Ibrani: Golgota”.

1) ‘Sambil memikul salibNya Ia pergi ke luar’.

a) Pemikulan salib (ay 17).

Orang yang disalib harus memikul salibnya menuju tempat penyaliban melalui route yang dipilih sepanjang mungkin. Mengapa?

1. Untuk memperingati supaya orang lain tidak berbuat jahat.

2. William Barclay mengatakan bahwa ada alasan lain: “... there was a merciful reason. ... the long route was chosen, so that if anyone could still bear witness in his favour, he might come forward and do so. In such a case, the procession was halted and the case retried” (= ... ada alasan belas kasihan. ... route / jalan yang panjang dipilih, supaya jika ada seseorang yang bisa memberi kesaksian membela dia, orang itu bisa maju ke depan dan melakukannya. Dalam hal itu, proses penyaliban itu dihentikan dan kasusnya diperiksa ulang) - ‘The Gospel of John’, vol 2, hal 251.

Betul-betul menyedihkan bahwa dalam kasus Kristus tidak ada seorangpun yang berani maju ke depan untuk membela Dia!

Bagi Kristus yang baru saja dicambuki, pemikulan salib itu bukan hanya berat, tetapi juga sangat menyakitkan, karena kayu salib yang kasar itu mengenai pundakNya yang sudah hancur / penuh dengan luka cambuk.

b) Ada yang mengatakan bahwa dalam perjalanan memikul salib seringkali orang hukuman itu dicambuki di sepanjang jalan.

William Barclay: “Often the criminal had to be lashed and goaded along the road, to keep him on his feet, as he staggered to the place of crucifixion” (= Seringkali orang kriminil itu harus dicambuki dan didorong dengan tongkat sepanjang jalan, supaya ia tetap berdiri pada kakinya, pada waktu ia berjalan terhuyung-huyung menuju tempat penyaliban) - ‘The Gospel of John’, vol 2, hal 250.

c) Penyaliban terjadi di luar kota.

‘Pergi ke luar’ (ay 17) maksudnya ke luar kota Yerusalem (Mat 27:32).

· Karena Kristus dianggap menghujat Allah (ay 7 bdk. Mat 26:65), maka mereka menghukum mati Dia di luar kota. Bdk. Im 24:14,23 yang menunjukkan bahwa firman Tuhan mengajarkan bahwa penghujat Allah harus dihukum mati di luar perkemahan. (bdk. 1Raja 21:13 Kis 7:58).

Catatan: sekalipun yang melaksanakan penghukuman mati itu adalah tentara Romawi, tetapi tokoh-tokoh Yahudi jelas mempunyai ‘suara’ yang sangat kuat (bdk. Mat 27:62-66 Mat 28:11-15).

· Tetapi semua ini justru menjadikan Kristus sebagai ANTI TYPE / penggenapan dari korban penghapus dosa, yang adalah TYPE dari Kristus, yang harus dibakar / dibunuh di luar perkemahan (Kel 29:14 Im 4:12,21 9:11 16:27 Bil 19:3).

Bdk. Ibr 13:11-12 - “Karena tubuh binatang-binatang yang darahnya dibawa masuk ke tempat kudus oleh Imam Besar sebagai korban penghapus dosa, dibakar di luar perkemahan. Itu jugalah sebabnya Yesus telah menderita di luar pintu gerbang untuk menguduskan umatNya dengan darahNya sendiri”.

Dari sini terlihat dengan jelas bahwa semua ini dikontrol oleh Allah, sehingga terlaksanalah Rencana Allah, yang memang sudah menetapkan Kristus sebagai penggenapan dari korban penghapus dosa.

d) Yohanes tidak menceritakan tentang Simon dari Kirene yang memikul salib Yesus (Mat 27:32). Dari penggabungan kedua text ini harus disimpulkan bahwa mula-mula Yesus memikul salibNya sendiri, dan setelah Ia ambruk karena tidak kuat lagi, maka Simon dari Kirene menggantikan Dia memikul salibNya. Clarke menganggap (hal 273) bahwa Simon dari Kirene hanya memikul sebagian dari salib. Jadi ia bukan menggantikan Kristus tetapi membantu Kristus untuk memikul salib.

e) Dalam perjalanan memikul salib ke luar kota, terjadi peris­tiwa dalam Luk 23:27-32 - “Sejumlah besar orang mengikuti Dia; di antaranya banyak perempuan yang menangisi dan meratapi Dia. Yesus berpaling kepada mereka dan berkata: ‘Hai puteri-puteri Yerusalem, janganlah kamu menangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu! Sebab lihat, akan tiba masanya orang berkata: Berbahagialah perempuan mandul dan yang rahimnya tidak pernah melahirkan, dan yang susunya tidak pernah menyusui. Maka orang akan mulai berkata kepada gunung-gunung: Runtuhlah menimpa kami! dan kepada bukit-bukit: Timbunilah kami! Sebab jikalau orang berbuat demikian dengan kayu hidup, apakah yang akan terjadi dengan kayu kering?’ Dan ada juga digiring dua orang lain, yaitu dua penjahat untuk dihukum mati bersama-sama dengan Dia”.

Pulpit Commentary (tentang Mat 27): “He does not want our pity. This would be a wasted and mistaken sentiment.” [= Ia tidak membutuhkan / menghendaki belas kasihan kita. Ini adalah suatu perasaan yang sia-sia dan salah.] - hal 617-618.

Kalau saudara mempunyai perasaan kasihan kepada Kristus, tetapi tidak percaya kepada Kristus, saudara sudah ditipu oleh setan. Dengan adanya perasaan kasihan itu saudara seakan-akan adalah orang yang pro Yesus, tetapi ketidak-percayaan saudara membuktikan bahwa saudara tetap anti Yesus! Dan satu hal perlu dicamkan, yaitu bahwa dalam persoalan ini tidak ada daerah netral. Jadi saudara hanya bisa pro Yesus atau anti Yesus (Mat 12:30).

f) Hendriksen beranggapan bahwa peristiwa ‘Yesus memikul salibNya sendiri’ merupakan sesuatu yang mengingatkan kita akan ‘Ishak yang memikul kayu bakarnya sendiri’ (Kej 22:6). Dan Leon Morris mengatakan (hal 804) bahwa banyak orang menganggap dari peristiwa ini bahwa Ishak adalah TYPE dari Kristus.

g) Kristus sendiri memikul salib, maka kita juga harus mau memikul salib.

1. Tuhan Yesus sendiri memerintahkan kita untuk memikul salib.

Mat 16:24 - “Lalu Yesus berkata kepada murid-muridNya: ‘Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku”.

C. H. Spurgeon: “There are no crown-wearers in heaven who were not cross-bearers here below” (= Tidak ada pemakai mahkota di surga yang bukan pemikul salib di sini di bawah) - ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 145.

W. E. Orchard: “It may take a crucified church to bring a crucified Christ before the eyes of the world” (= Mungkin memerlukan suatu gereja yang tersalib untuk membawa Kristus yang tersalib ke hadapan mata dari dunia) - ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 145.

2. Tuhan kadang-kadang memberikan tambahan penderitaan pada saat kita merasa bahwa beban kita sudah terlalu berat.

George Hutcheson: “It may please the Lord to let trial and great weakness meet together, and to lay on crosses when we seem very unmeet for bearing of them; for Christ, after he is wearied all night, and spent with former sufferings, is made to bear his cross, till he faint again” (= Tuhan bisa berkenan untuk membiarkan pencobaan dan kelemahan yang besar bertemu, dan untuk memberikan salib-salib pada waktu kita kelihatannya tidak cocok untuk memikulnya; karena Kristus, setelah Ia dilelahkan sepanjang malam, dan mengalami banyak penderitaan sebelumnya, dibuat untuk memikul salibNya, sampai Ia jatuh / pingsan lagi) - hal 400.

Penerapan: kadang-kadang kita merasa bahwa beban kita sudah sangat berat / terlalu berat, sehingga kita mengharapkan bahwa Tuhan memberikan ‘istirahat’ / kelegaan kepada kita, tetapi Tuhan justru membiarkan beban-beban lain ditambahkan kepada diri kita. Kalau saudara mengalami hal seperti itu, jangan terlalu heran, karena Kristus sendiri mengalaminya. Ini tidak berarti bahwa Tuhan melanggar janjiNya dalam 1Kor 10:13. Sekalipun kita menganggap bahwa pencobaan yang kita alami sudah melampaui kekuatan kita, tetapi kalau Tuhan tetap menambahinya, maka itu berarti bahwa dalam pandangan Tuhan pencobaan itu belum melampaui kekuatan kita.

2) ‘ke tempat yang bernama Tempat Tengkorak, dalam bahasa Ibrani: Golgota’.

a) Istilah ‘Golgota’.

Hendriksen mengatakan (hal 425) bahwa kata ‘Golgota’ merupakan istilah Yunani yang berasal dari kata Aramaic GULGOLTA (bdk. Thomas Whitelaw, hal 404) yang berarti ‘tengkorak’. Adam Clarke mengatakan (hal 273) bahwa kata ‘Golgota’ berasal dari kata bahasa Ibrani GOLGOLETH (menurut Thomas Whitelaw dan F. F. Bruce: GULGOLET), yang berarti ‘tengkorak’. Ini sama dengan Kalvari, yang berasal dari kata bahasa Latin CALVARIA, yang juga berarti ‘tengkorak’.

b) Mengapa disebut demikian, dan dimana tempat itu?

Clarke mengatakan (hal 273) bahwa ada yang beranggapan bahwa tempat itu disebut demikian karena bentuk dari tempat itu seperti tengkorak manusia. Tetapi Clarke sendiri beranggapan bahwa tempat itu disebut demikian karena di sana ada banyak tengkorak. Hendriksen berkata (hal 426) bahwa Epiphanius, yang menulis pada abad ke 4 M. menolak pandangan ini dengan mengatakan bahwa tempat itu sama sekali tidak mirip dengan tengkorak, tetapi Cyril dari Yerusalem kelihatannya menunjukkan bahwa kemiripan itu memang ada. Hendriksen sendiri mengatakan bahwa 250 yards dari pintu gerbang Damascus ada suatu bukit yang menyerupai tengkorak.

Hendriksen menambahkan (hal 426) beberapa dugaan lain, yaitu:

1. Karena menurut dongeng yang banyak diterima (ditemukan dalam tulisan Origen, Athanasius dan Epiphanius), tengkorak Adam ditemukan di sana.

2. Karena tempat itu merupakan tempat pelaksanaan hukuman mati. Ini menyebabkan di tempat itu ada banyak tengkorak.

George Hutcheson memilih pandangan ini dan lalu berkata (hal 400) bahwa Yesus dibawa ke tempat yang menjijikkan ini untuk menunjukkan betapa menjijikkannya dosa-dosa kita di hadapan Allah sehingga Jaminan kita harus menderita di tempat seperti ini.

Ia berkata lagi: “By this he hath shewed how by his death he will be death’s death, in that he suffered and triumphed over death in ‘the place of a skull,’ where there were many monuments of death’s triumph over others” (= Oleh hal ini Ia telah menunjukkan bagaimana oleh kematianNya Ia akan menjadi kematian bagi kematian, dalam hal Ia menderita dan menang atas kematian di ‘tempat tengkorak’, dimana ada banyak monumen dari kemenangan dari kematian atas orang-orang lain) - hal 400.

Kesimpulan dari Hendriksen: kami tidak tahu mengapa tempat itu disebut demikian. Bahkan dimana tempat itu sebetulnya juga tidak diketahui dengan pasti.

Leon Morris (NICNT): “The name means ‘a skull’, but why a place was given this name is not known. It is another example of John’s knowledge of the topography of Jerusalem before its destruction, but we do not share his knowledge. The traditional site or ‘Gordon’s Calvary’ may be right. But we have no means of knowing” (= Nama itu berarti ‘sebuah tengkorak’, tetapi mengapa tempat itu diberi nama ini tidak diketahui. Ini merupakan contoh lain tentang pengetahuan Yohanes tentang topografi dari Yerusalem sebelum penghancurannya, tetapi kita tidak mempunyai pengetahuan tersebut. Tempat tradisional atau ‘Kalvari dari Gordon’ mungkin benar. Tetapi kita tidak mempunyai jalan untuk mengetahuinya) - hal 804-805.

Catatan: Webster’s New World Dictionary: ‘topography’ = ‘the accurate and detailed description of a place’ (= penggambaran yang tepat dan terperinci tentang suatu tempat).

William Barclay: “Where it was we do not certainly know” (= Dimana tempat itu kami tidak tahu dengan pasti) - ‘The Gospel of John’, vol 2, hal 251.

Catatan: kalau saudara pergi ke Israel, maka mereka bisa menunjukkan tempat kelahiran Kristus, tempat kematian Kristus dsb, tetapi semua itu biasanya merupakan dusta dan dilakukan hanya untuk menarik para turis.

Yohanes 19: 18: “Dan di situ Ia disalibkan mereka dan bersama-sama dengan Dia disalibkan juga dua orang lain, sebelah-menyebelah, Yesus di tengah-tengah”.

1) ‘Dan di situ Ia disalibkan mereka’.

Beberapa hal yang perlu diketahui tentang penyaliban:

a) Bentuk dari salib.

Yang paling kuno hanya berbentuk suatu tiang saja. Kata Yunani yang diterjemahkan ‘salib’ adalah STAUROS yang sebetulnya berarti ‘an upright stake’ [= tiang tegak].

Tetapi dengan berlalunya waktu, lalu muncul beberapa variasi:

1. Ada yang berbentuk seperti salib yang kita kenal sekarang. Kayu vertikal bisa sama atau lebih panjang dari kayu horizontalnya.

2. Ada yang berbentuk huruf ‘T’.

3. Ada yang berbentuk huruf ‘X’.

4. Ada yang berbentuk huruf ‘Y’ (Leon Morris hal 805, footnote).

Hendriksen mengatakan (hal 425) bahwa dari Mat 27:37 dan Luk 23:38 dimana dikatakan bahwa di atas kepala Yesus ada tulisan, maka kemungkinan besar salib Yesus berbentuk seperti yang lazim kita kenal (variasi 1).

Mat 27:37 - “Dan di atas kepalaNya terpasang tulisan yang menyebut alasan mengapa Ia dihukum: ‘Inilah Yesus Raja orang Yahudi.’”.

Luk 23:38 - “Ada juga tulisan di atas kepalaNya: ‘Inilah raja orang Yahudi’.”.

Tetapi Leon Morris mengatakan (hal 806, footnote) bahwa salib yang berbentuk ‘T’ juga memungkinkan, karena biasanya tubuh orang yang disalibkan melorot / turun, sehingga kayu melintang berada di atas kepala orang tersebut, dan di sana bisa ditaruh tulisan tersebut.

Jadi sebetulnya kita tidak tahu dengan pasti salib yang bagaimana yang dipakai untuk menyalibkan Yesus.

b) Adanya ‘tempat duduk’ pada kayu salib yang menahan sebagian berat badan sehingga tidak merobek luka / lubang paku di tangan.

F. F. Bruce: “a piece of wood attached to the upright might serve as a sort of seat (sedecula) - not so much for the victim’s relief as to prolong his life and his agony” [= sepotong kayu dilekatkan pada tiang tegak dan bisa berfungsi sebagai semacam tempat duduk (sedecula) - bukan untuk meringankan penderitaan korban tetapi lebih untuk memperpanjang hidupnya dan penderitaannya] - hal 167.

Pulpit Commentary: “A sedile was arranged to bear a portion of the weight of the body, which would never have been sustained by the gaping wounds” (= Sebuah tempat duduk diatur untuk memikul sebagian berat tubuh, yang tidak akan pernah bisa ditahan oleh luka-luka yang menganga) - hal 426.

‘The International Standard Bible Encyclopedia’ dalam article yang berjudul ‘Cross’ berkata sebagai berikut: “A small wooden block (sedicula) or a wooden peg positioned midway on the upright supported the body weight as the buttocks rested on it. This feature was extremely important in cases of nailing since it prevented the weight from tearing open the wounds” [= sebuah kotak kayu kecil (sedicula) atau sebuah pasak kayu diletakkan di tengah-tengah tiang tegak untuk menahan berat tubuh pada saat pantat terletak di sana. Bagian ini sangat penting dalam kasus pemakuan karena ini menahan berat badan sehingga tidak merobek luka].

Barnes’ Notes tentang Mat 27:32: “On the middle of that upright part there was a projection, or seat, on which the person crucified sat, or, as it were, rode. This was necessary, as the hands were not alone strong enough to bear the weight of the body” (= Di tengah-tengah bagian tegak itu ada suatu tonjolan, atau tempat duduk, di atas mana orang yang disalib itu duduk, atau, seakan-akan ‘mengendarai’. Ini penting, karena tangan saja tidak kuat menahan berat badan) - hal 138.

c) Penyaliban tidak selalu dilakukan dengan pemakuan, kadang-kadang dengan tali (diikat pada salib), dan kadang-kadang menggunakan ikatan dan paku (mungkin kalau orangnya gemuk / berat).

Barnes’ Notes tentang Yoh 21:18: “The limbs of persons crucified were often bound instead of being nailed, and even the body was sometimes girded to the cross” (= Kaki dan tangan dari orang yang disalibkan seringkali diikat dan bukannya dipaku, dan bahkan tubuhnya kadang-kadang diikatkan pada salib) - hal 360.

Tetapi dalam kasus Yesus penyaliban jelas dilakukan dengan paku, baik pada tanganNya maupun pada kakiNya. Ini terlihat dari:

· Luk 24:40 - ‘Sambil berkata dermikian, Ia memperlihatkan tangan dan kakiNya kepada mereka’.

· Maz 22:17b - ‘mereka menusuk tangan dan kakiku’.

Barnes’ Notes tentang Mat 27:32: “The feet were fastened to this upright piece, either by nailing them with large spikes driven through the tender part, or by being lashed by cords. To the cross-piece at the top, the hands, being extended, were also fastened, either by spikes or by cords, or perhaps in some cases by both. The hands and feet of our Saviour were both fastened by spikes” (= Kaki dilekatkan pada tiang tegak, atau dengan memakukannya dengan paku-paku besar yang dimasukkan melalui bagian-bagian yang lunak, atau dengan mengikatnya dengan tali. Pada bagian salib yang ada di atas, tangan, yang direntangkan, juga dilekatkan, atau dengan paku-paku atau dengan tali, atau mungkin dalam beberapa kasus oleh keduanya. Tangan dan kaki dari Tuhan kita keduanya dilekatkan dengan paku-paku) - hal 138.

Point b (adanya ‘tempat duduk’) dan point c (digunakannya tali untuk mengikat) ini menyebabkan pemakuan bisa dilakukan pada telapak tangan. Kita tidak perlu menyimpulkan bahwa pemakuan dilakukan pada pergelangan tangan.

d) Proses penyaliban.

Ada yang mengatakan bahwa pemakuan dilakukan pada saat kayu salib ditidurkan di tanah, dan setelah itu kayu salib beserta orang yang tersalib itu diberdirikan, dan kayu salib itu dimasukkan ke lubang yang tersedia. Ini dilakukan dengan menjatuhkan kayu salib itu dengan keras pada lubang yang sudah tersedia, yang tentu saja menambah rasa sakit bagi orang yang sedang disalib itu.

Barnes’ Notes dalam komentarnya tentang Mat 27:35 berkata sebagai berikut:

“The manner of the crucifixion was as follows: - After the criminal had carried the cross, attended with every possible jibe and insult, to the place of execution, a hole was dug in the earth to receive the foot of it. The cross was laid on the ground; the persons condemned to suffer was stripped, and was extended on it, and the soldiers fastened the hands and feet either by nails or thongs. After they had fixed the nails deeply in the wood, they elevated the cross with the agonizing sufferer on it; and, in order to fix it more firmly in the earth, they let it fall violently into the hole which they had dug to receive it. This sudden fall must have given to the person that was nailed to it a most violent and convulsive shock, and greatly increased his sufferings. The crucified person was then suffered to hang, commonly, till pain, exhaustion, thirst, and hunger ended his life” (= Cara penyaliban adalah sebagai berikut: - Setelah kriminil itu membawa salib, disertai dengan setiap ejekan dan hinaan yang dimungkinkan, ke tempat penyaliban, sebuah lubang digali di tanah untuk menerima kaki salib itu. Salib diletakkan di tanah; orang yang diputuskan untuk menderita itu dilepasi pakaiannya, dan direntangkan pada salib itu, dan tentara-tentara melekatkan tangan dan kaki dengan paku atau dengan tali. Setelah mereka memakukan paku-paku itu dalam-dalam ke dalam kayu, mereka menaikkan / menegakkan salib itu dengan penderita yang sangat menderita padanya; dan, untuk menancapkannya dengan lebih teguh di dalam tanah, mereka menjatuhkan salib itu dengan keras ke dalam lubang yang telah digali untuk menerima salib itu. Jatuhnya salib dengan mendadak itu pasti memberikan kepada orang yang disalib suatu kejutan yang keras, dan meningkatkan penderitaannya dengan hebat. Orang yang disalib itu lalu menderita tergantung, biasanya, sampai rasa sakit, kehabisan tenaga, kehausan, dan kelaparan mengakhiri hidupnya) - hal 139.

Tetapi Thomas Whitelaw berkata: “Sometimes the nailing took place before and sometimes after the elevation of the cross” (= Kadang-kadang pemakuan terjadi sebelum dan kadang-kadang sesudah salib diberdirikan) - hal 405.

F. F. Bruce: “Crucifixion, ‘the cruellest and foulest of punishment,’ as Cicero called it, was carried out in a variety of ways, The commonest way, which is implied in this narrative, was to fasten the victim’s arms or hands to the cross-beam and then hoist it on to the upright post, to which his feet were then fastened” (= Penyaliban, ‘hukuman yang paling kejam dan buruk’, seperti disebutkan oleh Cicero, dilaksanakan dengan bermacam-macam cara. Cara yang paling umum, yang secara tak langsung ditunjukkan dalam cerita ini, adalah dengan melekatkan lengan atau tangan pada kayu yang melintang dan lalu mengerek / mengangkatnya pada tiang tegak, pada tiang mana kakinya lalu dilekatkan) - hal 367.

Catatan: saya sendiri tidak bisa melihat bahwa text / cerita ini secara implicit menunjukkan bahwa cara inilah yang dipakai pada saat menyalibkan Yesus. Juga saya tidak yakin bahwa itu merupakan cara yang paling umum. Menurut saya cara ini jelas lebih sukar dilakukan dari pada cara yang pertama yang digambarkan oleh Albert Barnes di atas.

e) Hukuman salib adalah penderitaan yang luar biasa.

Pulpit Commentary: “Nails were driven through the hands and feet, and the body was supported partly by these and partly by a projecting pin of wood called the seat. The rest for the feet, often seen in picture, was never used” (= paku-paku menembus tangan dan kaki, dan tubuh disangga / ditopang sebagian oleh paku-paku ini dan sebagian lagi oleh sepotong kayu yang menonjol yang disebut ‘tempat duduk’. Tempat pijakan kaki, yang sering terlihat dalam gambar, tidak pernah digunakan) - ‘Matthew’, hal 588.

Catatan: ada penafsir yang mengatakan bahwa tempat pijakan kaki itu kadang-kadang digunakan, seperti yang dikatakan Hendriksen di bawah.

Pulpit Commentary: “the most painful, barbarous, and ignominious punishment which the cruelty of man ever invented” (= hukuman mati yang paling menyakitkan, paling biadab dan paling jahat / tercela / memalukan yang pernah ditemukan oleh kekejaman manusia) - ‘Matthew’, hal 585.

William Barclay: “There was no more terrible death than death by crucifixion. Even the Roman themselves regarded it with a shudder of horror. Cicero declared that it was ‘the most cruel and horrifying death.’ Tacitus said that it was a ‘despicable death.’ It was originally a Persian method of execution. It may have been used because, to the Persians, the earth was sacred, and they wished to avoid defiling it with the body of an evil-doer. So they nailed him to a cross and left him to die there, looking to the vultures and the carrion crows to complete the work. The Carthaginians took over crucifixion from the Persians; and the Romans learned it from the Carthaginians. Crucifixion was never used as a method of execution in the homeland, but only in the province, and there only in the case of slaves. It was unthinkable that a Roman citizen should die such a death. ... It was that death, the most dreaded in the ancient world, the death of slaves and criminals, that Jesus died” (= Tidak ada kematian yang lebih mengerikan dari pada kematian melalui penyaliban. Bahkan orang Romawi sendiri memandangnya dengan ngeri. Cicero menyatakan bahwa itu adalah ‘kematian yang paling kejam dan menakutkan’. Tacitus berkata bahwa itu adalah ‘kematian yang tercela / hina / keji’. Pada mulanya itu adalah cara penghukuman mati orang Persia. Itu digunakan karena bagi orang Persia bumi / tanah itu kudus / keramat, dan mereka ingin menghindarkannya dari kenajisan dari tubuh dari pelaku kejahatan. Jadi mereka memakukannya pada salib dan membiarkannya mati di sana, mengharapkan burung nazar dan burung gagak pemakan bangkai menyelesaikan pekerjaan itu. Orang Carthage mengambil-alih penyaliban dari orang Persia, dan orang Romawi mempelajarinya dari orang Carthage. Penyaliban tidak pernah digunakan sebagai cara penghukuman mati di tanah air mereka, tetapi hanya di propinsi-propinsi jajahan mereka, dan hanya dalam kasus budak. Adalah sangat tidak terpikirkan bahwa seorang warga negara Romawi harus mati dengan cara itu. ... Kematian seperti itulah, kematian yang paling ditakuti dalam dunia purba, kematian dari budak dan orang kriminil, yang dialami oleh Yesus) - ‘The Gospel of John’, vol 2, hal 250.

William Barclay, dalam komentarnya tentang Luk 23:32-38, berkata sebagai berikut:

“The terror of crucifixion was this - the pain of that process was terrible but it was not enough to kill, and the victim was left to die of hunger and thirst beneath the blazing noontide sun and the frost of the night” (= Hal yang mengerikan / menyeramkan dari penyaliban adalah ini - rasa sakit dari proses penyaliban itu luar biasa, tetapi tidak cukup untuk membunuh, dan korban dibiarkan mati oleh kelaparan dan kehausan di bawah sinar matahari yang membakar dan cuaca beku pada malam hari).

William Hendriksen: “It has been well said that the person who was crucified ‘died a thousand deaths.’ Large nails were driven through hands and feet (20:25; cf. Luke 24:40). Among the horrors which one suffered while thus suspended (with the feet resting upon a little tablets, not very far away from the ground) were the following: severe inflammation, the swelling of the wounds in the region of the nails, unbearable pain from torn tendons, fearful discomfort from the strained position of the body, throbbing headache, and burning thirst (19:28)” [= Dikatakan dengan benar bahwa orang yang disalib ‘mati 1000 kali’. Paku-paku besar dipakukan menembus tangan dan kaki (20:25; bdk. Luk 24:40). Di antara hal-hal yang mengerikan yang diderita seseorang pada saat tergantung seperti itu (dengan kaki berpijak pada potongan kayu kecil, tidak terlalu jauh dari tanah) adalah hal-hal berikut ini: peradangan yang sangat hebat, pembengkakan dari luka-luka di daerah sekitar paku-paku itu, rasa sakit yang tidak tertahankan dari tendon-tendon yang sobek, rasa tidak enak yang sangat hebat karena posisi tubuh yang terentang, sakit kepala yang berdenyut-denyut, dan rasa haus yang membakar (19:28)] - hal 427.

Barnes’ Notes melanjutkan komentarnya tentang Mat 27:35 dengan berkata sebagai berikut: “As it was the most ignominious punishment known, so it was the most painful. The following circumstances make it a death of peculiar pain: (1.) The position of the arms and the body was unnatural, the arms being extended back and almost immovable. The least motion gave violent pain in the hands and feet, and in the back, which was lacerated with stripes. (2.) The nails, being driven through the parts of the hands and feet which abound with nerves and tendons, created the most exquisite anguish. (3.) The exposure of so many wounds to the air brought on a violent inflammation, which greatly increased the poignancy of the suffering. (4.) The free circulation of the blood was prevented. More blood was carried out in the arteries than could be returned by the veins. The consequence was, that there was a great increase in the veins of the head, producing an intense pressure and violent pain. The same was true of other parts of the body. This intense pressure in the blood vessels was the source of inexpressible misery. (5.) The pain gradually increased. There was no relaxation, and no rest.” [= Itu adalah hukuman yang paling hina / memalukan yang dikenal manusia, dan itu juga adalah hukuman yang paling menyakitkan. Hal-hal berikut ini menyebabkan penyaliban merupakan suatu kematian dengan rasa sakit yang khusus: (1.) Posisi lengan dan tubuh tidak alamiah, lengan direntangkan ke belakang dan hampir tidak bisa bergerak. Gerakan yang paling kecil memberikan rasa sakit yang hebat pada tangan dan kaki, dan pada punggung, yang sudah dicabik-cabik dengan cambuk. (2.) Paku-paku, yang dimasukkan melalui bagian-bagian tangan dan kaki yang penuh dengan syaraf dan otot, memberikan penderitaan yang sangat hebat. (3.) Terbukanya begitu banyak luka terhadap udara menyebabkan peradangan yang hebat, yang sangat meningkatkan kepedihan / ketajaman penderitaan. (4.) Peredaran bebas dari darah dihalangi. Lebih banyak darah dibawa keluar oleh arteri-arteri dari pada yang bisa dikembalikan oleh pembuluh-pembuluh darah balik. Akibatnya ialah, terjadi peningkatan yang besar dalam pembuluh darah balik di kepala, yang menghasilkan tekanan dan rasa sakit yang hebat. Hal yang sama terjadi dengan bagian-bagian tubuh yang lain. Tekanan yang hebat dalam pembuluh darah adalah sumber penderitaan yang tidak terlukiskan. (5.) Rasa sakit itu naik secara bertahap. Tidak ada pengendoran, dan tidak ada istirahat] - hal 139.

Saudara adalah orang berdosa, dan sebetulnya saudaralah yang harus mengalami penyaliban yang mengerikan ini. Tetapi Kristus sudah mengalami penyaliban ini supaya saudara bebas dari hukuman Allah, asal saudara mau percaya dan menerima Dia sebagai Juruselamat dan Tuhan saudara. Sudahkah saudara percaya dan menerimaNya?

Johann Hieronymus Schroeder: “It has been the cross which has revealed to good men that their goodness has not been good enough” (= Saliblah yang telah menyatakan kepada orang-orang yang baik bahwa kebaikan mereka tidak cukup baik) - ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 145.

f) Perbedaan hukum Romawi dan hukum Yahudi dalam penyaliban.

Barnes’ Notes, dalam komentarnya tentang Mat 27:32, berkata sebagai berikut:

“... the body was left exposed often many days, and not unfrequently suffered to remain till the flesh had been devoured by vultures, or putrefied in the sun” (= tubuh itu dibiarkan terbuka seringkali sampai beberapa hari, dan tidak jarang orang itu terus menderita sampai dagingnya dimakan oleh burung pemakan bangkai, atau membusuk di bawah matahari) - hal 138.

Yang dibicarakan oleh Barnes ini pastilah penyaliban di bawah hukum Romawi, karena dalam hukum Yahudi hal itu dilarang (bdk. Ul 21:22-23).

William Barclay: “By Roman law a criminal must hang upon his cross until he died from hunger and thirst and exposure, a torture which sometimes lasted for days; but by Jewish law the body must be taken down and buried by nightfall. In Roman law the criminal’s body was not buried but simply thrown away for the vultures and the crows and the pariah dogs to dispose of; but that would have been quite illegal under Jewish law and no Jewish place would be littered with skulls” [= Oleh hukum Romawi, seorang kriminil harus tergantung pada salibnya sampai ia mati karena kelaparan dan kehausan dan keterbukaan / kepanasan (?), suatu penyiksaan yang kadang-kadang berlangsung sampai berhari-hari; tetapi oleh hukum Yahudi tubuh / mayat harus diturunkan dan dikuburkan menjelang malam. Dalam hukum Romawi tubuh dari kriminil itu tidak dikuburkan tetapi hanya dibuang untuk burung-burung nazar dan gagak dan anjing-anjing geladak untuk dimakan; tetapi hal itu merupakan sesuatu yang melanggar hukum di bawah hukum Yahudi dan tidak ada tempat Yahudi yang boleh dikotori dengan tengkorak] - ‘The Gospel of John’, vol 2, hal 251.

Catatan: dalam kasus Yesus penyaliban mungkin hanya berlangsung selama ± 6 jam, yaitu mulai pukul 9 pagi (Mark 15:25) sampai Ia mati pada ± pukul 3 siang (Mat 27:46-50).

g) Hukuman salib juga merupakan suatu kehinaan / perendahan yang luar biasa, karena hukuman itu bukan hanya menunjukkan orang yang dihukum sebagai orang yang sangat jahat, tetapi juga sebagai budak.

William Hendriksen: “Rome generally (not always!) reserved this form of punishment for slaves and those who had been convicted of the grossest crimes” [= Roma pada umumnya (tidak selalu!) menyimpan jenis hukuman ini untuk budak-budak dan mereka yang terbukti bersalah dalam kejahatan-kejahatan yang paling besar] - hal 427.

h) Salib adalah hukuman yang terkutuk.

Ul 21:22-23 - “(22) ‘Apabila seseorang berbuat dosa yang sepadan dengan hukuman mati, lalu ia dihukum mati, kemudian kaugantung dia pada sebuah tiang, (23) maka janganlah mayatnya dibiarkan semalam-malaman pada tiang itu, tetapi haruslah engkau menguburkan dia pada hari itu juga, sebab seorang yang digantung terkutuk oleh Allah; janganlah engkau menajiskan tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu.’”.

Dalam Perjanjian Lama tidak dikenal hukuman salib, sehingga Ul 21:23 sebetulnya tidak menunjuk pada penyaliban, tetapi menunjuk pada orang yang dihukum mati pada sebuah tiang (digantung), atau orang yang setelah dihukum mati lalu mayatnya digantungkan pada sebuah tiang (bdk. Yos 8:29 Yos 10:26-27).

Tetapi Ul 21:23 ini tentu juga berlaku terhadap penyaliban. Ini terbukti dari:

· permintaan orang-orang Yahudi untuk menurunkan mayat Yesus dan kedua penjahat sebelum hari gelap (Yoh 19:31).

· kata-kata Paulus dalam Gal 3:13, yang mengutip Ul 21:23 ini dan menerapkannya kepada penyaliban Kristus.

Gal 3:13 - “Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: ‘Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!’”.

Catatan: Kitab Suci Indonesia menggunakan kata ‘kayu salib’ dalam Gal 3:13b tetapi menggunakan kata ‘tiang’ dalam Ul 21:22-23. Tetapi baik dalam Gal 3:13b maupun dalam Ul 21:22-23 kedua kata itu diterjemahkan sama, yaitu ‘tree’ (= pohon) oleh KJV, RSV, NIV, NASB, NKJV.

Mengapa Yesus harus mengalami kematian yang terkutuk?

¨ Karena kita sebagai orang berdosa terkutuk di hadapan Allah.

Gal 3:10 - “Karena semua orang, yang hidup dari pekerjaan hukum Taurat, berada di bawah kutuk. Sebab ada tertulis: ‘Terkutuklah orang yang tidak setia melakukan segala sesuatu yang tertulis dalam kitab hukum Taurat.’”. Bdk. Ul 27:26.

¨ Karena Yesus mau menggantikan kita memikul kutuk tersebut.

Pada waktu Kristus mati di atas kayu salib, Ia telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat. Pada saat itu, Dia yang tidak berdosa (dan karenanya tidak layak menerima kutuk!), telah menjadi kutuk karena kita (Gal 3:13a). Paulus bisa berkata bahwa Kristus telah menjadi kutuk, berdasarkan Ul 21:23 yang ia kutip dalam Gal 3:13b.

Karena itu, kematian Kristus tidak bisa terjadi dengan cara penggal, rajam dsb, tetapi harus melalui cara yang terkutuk, yaitu penyaliban!

Memang hukuman gantung sebetulnya juga terkutuk, tetapi Kristus tidak boleh mati melalui hukuman gantung karena hukuman gantung itu tidak mencurahkan darah, sehingga tidak cocok dengan type-type dalam Perjanjian Lama tentang Kristus. Bdk. Ibr 9:22 - “Dan hampir segala sesuatu disucikan menurut hukum Taurat dengan darah, dan tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan”.

Calvin: “we ought to consider, on the one hand, the dreadful weight of his wrath against sin, and, on the other hand, his infinite goodness towards us. In no other way could our guilt be removed than by the Son of God becoming a curse for us” (= kita harus mempertimbangkan, pada satu sisi, beban yang menakutkan dari murkaNya terhadap dosa, dan di sisi lain, kebaikanNya yang tak terhingga kepada kita. Tidak ada cara lain melalui mana kesalahan kita bisa disingkirkan dari pada dengan cara Anak Allah menjadi kutuk untuk kita) - hal 226.

Karena Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat, maka sekarang kita bisa diselamatkan / dibenarkan dengan sangat mudah, yaitu hanya dengan iman / percaya kepada Kristus (Gal 3:7,9,11b,14b,24,26 2:16). Dengan percaya kepada Kristus, kita pindah dari keadaan ‘terkutuk’ menjadi keadaan ‘diberkati’ / ‘blessed’ (Gal 3:9,14), dan kita tidak bisa kembali pada keadaan ‘terkutuk’ itu lagi!

George Hutcheson: “he hath undergone that curse that all who flee to him may be freed from it, and that all their conditions may be blessed, and their very crosses turned into blessings” (= Ia telah mengalami kutuk itu supaya semua yang lari kepada Dia bisa dibebaskan dari kutuk itu, dan supaya semua keadaan mereka bisa diberkati, dan salib mereka diubah menjadi berkat) - hal 400.

Bagi saudara yang belum pernah sungguh-sungguh percaya kepada Kristus, sadarilah bahwa saudara adalah orang terkutuk di hadapan Allah. Kalau saudara tidak mau percaya kepada Yesus Kristus, maka dengarlah nubuat Kristus tentang sikap dan kata-kataNya kepada orang terkutuk: “Enyahlah dari hadapanKu, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya” (Mat 25:41).

Tetapi sebaliknya, kalau saudara mau percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara, maka pada akhir jaman saudara akan mendengar kata-kata: “Mari, hai kamu yang diberkati oleh BapaKu, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan” (Mat 25:34).

i) Apa yang menyebabkan kematian dari orang yang disalib?

Kalau melihat kata-kata Barclay di atas, maka kelihatannya ia beranggapan bahwa kematian orang yang disalib terjadi karena kehausan, kelaparan, dan kepanasan. Tetapi ada pandangan-pandangan yang berbeda.

Leon Morris (NICNT): “It is not certain what actually caused the death of the crucified. Both the circulation and the respiration would have been affected and this in a body already weakened by the vicious flogging that was the normal preliminary, and now subject to prolonged exposure. Some suggest that the combination might bring on heart failure. A further possibility is brain damage by a reduced supply of blood reaching it” [= Tidak pasti apa yang sebetulnya menyebabkan kematian dari orang yang disalib. Baik sirkulasi maupun pernafasan akan dipengaruhi dan ini terjadi dalam suatu tubuh yang sudah dilemahkan oleh pencambukan yang hebat / kejam yang merupakan pendahuluan yang normal dari penyaliban, dan sekarang terbuka / kepanasan (?) untuk waktu yang lama. Sebagian orang mengusulkan bahwa kombinasi dari hal-hal itu bisa menyebabkan gagal jantung. Kemungkinan selanjutnya adalah kerusakan otak karena kurangnya suplai darah yang mencapai otak] - hal 806, footnote.

j) Pada jaman Kaisar Constantine, hukuman salib ini dihapuskan.

Pulpit Commentary: “Constantine I, after his conversion, out of reverence for the Lord whom he has chosen, abolished the punishment, which, far more terrible than one by wild beasts or fire, has never been renewed, and rarely practised in Europe since that day” (= Konstantine I, setelah pertobatannya, karena rasa hormat untuk Tuhan yang telah ia pilih, menghapuskan hukuman mati ini, yang, jauh lebih mengerikan dari pada hukuman mati oleh binatang-binatang buas atau api, tidak pernah diperbaharui, dan jarang dipraktekkan di Eropah sejak saat itu) - hal 426.

k) Apakah salah kalau kita membahas penderitaan Kristus, khususnya pada waktu penyaliban, secara panjang lebar?

Pada waktu membahas tentang pencambukan (lihat pembahasan Yoh 19:1 di atas), Leon Morris sudah mengatakan bahwa para penulis Injil hanya menyatakan hal itu secara singkat (dengan satu kata saja), karena mereka tidak mau membangkitkan emosi pembacanya. Sekarang dalam pembahasan tentang penyaliban, ia mengatakan hal yang serupa.

Tetapi 1Pet 2:21-24 berbunyi sebagai berikut: “(21) Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejakNya. (22) Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulutNya. (23) Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil. (24) Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuhNya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilurNya kamu telah sembuh. (25) Sebab dahulu kamu sesat seperti domba, tetapi sekarang kamu telah kembali kepada gembala dan pemelihara jiwamu”.

2) ‘dan bersama-sama dengan Dia disalibkan juga dua orang lain, sebelah-menyebelah, Yesus di tengah-tengah’.

a) Peletakan Yesus di tengah-tengah ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa Yesus adalah yang paling jahat dari ketiga orang yang disalib itu.

Calvin: “As if the severity of the punishment had not been sufficient of itself, he is hanged in the midst between two robbers, as if he not only had deserved to be classed with other robbers, but had been the most wicked and the most detestable of them all” (= Seakan-akan kehebatan dari hukuman itu belum cukup, Ia digantung di tengah-tengah di antara dua perampok, seakan-akan Ia bukan hanya layak untuk digolongkan dengan perampok-perampok yang lain, tetapi juga bahwa Ia adalah yang paling jahat dan paling menjijikkan dari mereka semua) - hal 226.

b) Peletakan Yesus di tengah-tengah ini menggenapi nubuat dalam Kitab Suci.

Thomas Whitelaw: “an arrangement of God’s that the Scripture might be fulfilled” (= Suatu pengaturan dari Allah supaya Kitab Suci bisa digenapi) - hal 405.

Calvin: “We ought always to remember, that the wicked executioners of Christ did nothing but what had been determined by the hand and purpose of God; for God did not surrender his Son to their lawless passions, but determined that, according to his own will and good pleasure, he should be offered as a sacrifice” (= Kita harus selalu mengingat, bahwa algojo-algojo yang jahat dari Kristus tidak melakukan apapun kecuali apa yang telah ditentukan oleh tangan dan rencana Allah; karena Allah tidak menyerahkan AnakNya pada nafsu jahat mereka, tetapi menentukan bahwa sesuai dengan kehendak dan perkenanNya, Ia harus dipersembahkan sebagai korban) - hal 226.

Perlu dicamkan / diperhatikan bahwa ini merupakan penggenapan Yes 53:12, bukan Yes 53:9.

Yes 53:12b - ‘ia terhitung di antara pemberontak-pemberontak’. Bdk. Mark 15:28 (Catatan: ayat ini ada dalam tanda kurung tegak, yang menunjukkan bahwa ayat ini diperdebatkan keasliannya).

Kalau kita melihat Kitab Suci Indonesia maka kelihatannya hal ini menggenapi Yes 53:9, tetapi sebetulnya tidak demikian, karena Yes 53:9 itu salah terjemahan.

Yes 53:9b - ‘dan dalam matinya ia ada di antara penjahat-penjahat’.

KJV: ‘and with the rich in his death’ (= dan dengan / bersama orang kaya dalam matinya).

RSV: ‘and with a rich man in his death’ (= dan dengan / bersama seorang kaya dalam matinya).

NIV: ‘and with the rich in his death’ (= dan bersama orang kaya dalam kematiannya).

NASB: ‘Yet He was with a rich man in His death’ (= Tetapi Ia bersama dengan seorang kaya dalam matiNya).

Yes 53:9b ini digenapi pada saat Yesus dikubur dalam kuburan dari Yusuf dari Arimatea, yang adalah orang kaya (Mat 27:57-60). Kata-kata ‘bersama dengan seorang kaya’ tidak harus diartikan bahwa orang kaya itu juga mati dan juga dikubur.

c) Sebuah komentar tentang 3 buah salib tersebut.

Pulpit Commentary: “I. One cross is the symbol of Divine love and of human salvation. ... II. A second cross is the symbol of impenitence and rejection of Divine mercy. ... How possible it is to be close to Christ, in body, in communication, in privilege, and yet, because destitute of faith and love, to be without any benefit from such proximity! ... III. A third cross is the symbol of penitence and of pardon. ... It is possible for the vilest to repent. ... Even in the eleventh hour salvation is not to be despaired of” [= I. Satu salib adalah simbol dari kasih ilahi dan dari keselamatan manusia. ... II. Salib yang kedua adalah simbol dari sikap tidak bertobat dan penolakan terhadap belas kasihan ilahi. ... Sangat memungkinkan untuk dekat dengan Kristus, dalam tubuh, dalam komunikasi, dalam hak, tetapi karena tidak adanya iman dan kasih, tidak ada keuntungan / manfaat yang didapatkan dari kedekatan tersebut! ... III. Salib yang ketiga adalah simbol dari pertobatan dan dari pengampunan. ... Adalah mungkin bagi orang yang paling busuk / kotor / hina / jahat / bejat untuk bertobat. ... Bahkan pada jam yang kesebelas / pk. 5 sore (pada saat sudah dekat dengan kematian) keselamatan masih bisa diharapkan] - hal 444.

Catatan: tentang istilah ‘jam ke 11’, bandingkan dengan Mat 20:1-16, khususnya ay 11nya.

Ay 19-22: “Dan Pilatus menyuruh memasang juga tulisan di atas kayu salib itu, bunyinya: ‘Yesus, orang Nazaret, Raja orang Yahudi.’ Banyak orang Yahudi yang membaca tulisan itu, sebab tempat di mana Yesus disalibkan letaknya dekat kota dan kata-kata itu tertulis dalam bahasa Ibrani, bahasa Latin dan bahasa Yunani. Maka kata imam-imam kepala orang Yahudi kepada Pilatus: ‘Jangan engkau menulis: Raja orang Yahudi, tetapi bahwa Ia mengatakan: Aku adalah Raja orang Yahudi.’ Jawab Pilatus: ‘Apa yang kutulis, tetap tertulis.’”.

1) Tulisan yang ada di atas kepala Yesus.

a) Perbedaan versi tulisan dari keempat penulis Injil.

Mat 27:37 - ‘Inilah Yesus, raja orang Yahudi’.

Mark 15:26 - ‘Raja orang Yahudi’.

Luk 23:38 - ‘Inilah raja orang Yahudi’.

Yoh 19:19 - ‘Yesus, orang Nazaret, raja orang Yahudi’.

Ini tidak berarti bahwa keempat penulis Injil ini bertentangan satu sama lain. Mungkin sekali tulisan lengkapnya berbunyi: ‘Inilah Yesus, orang Nazaret, raja orang Yahudi’, sedangkan keempat penulis Kitab Suci itu masing-masing menuliskan sebagian saja. Jadi, ini bukan kontradiksi, tetapi saling melengkapi.

b) Calvin mengatakan (hal 227) bahwa mungkin merupakan suatu kebiasaan untuk menuliskan kejahatan dari orang-orang yang disalibkan, supaya orang-orang yang melihatnya menjadi takut untuk meniru kejahatan tersebut. Tetapi dalam kasus Kristus ini, ‘kejahatan’Nya bukan sesuatu yang memalukan, karena dengan tulisan ini Pontius Pilatus ingin membalas dendam kepada orang-orang Yahudi. Karena itu Ia menuliskan kata-kata ‘Yesus, orang Nazaret, Raja orang Yahudi’.

c) Tetapi apa yang dilakukan oleh Pontius Pilatus ini diatur oleh Allah, sehingga sekalipun Pilatus tidak mengerti / memaksudkan apa yang ia tuliskan, tetapi tulisan tersebut sesuai kehendak Allah, dan merupakan suatu kebenaran.

Calvin: “But the providence of God, which guided the pen of Pilate, had a higher object in view. It did not, indeed, occur to Pilate to celebrate Christ as the Author of salvation, and the Nazarene of God, and the King of a chosen people; but God dictated to him this commendation of the Gospel, though he knew not the meaning of what he wrote” (= Tetapi providensia Allah, yang memimpin pena dari Pilatus, mempunyai tujuan yang lebih tinggi. Memang Pilatus tidak berpikir untuk memproklamirkan Kristus sebagai sumber keselamatan, dan orang Nazaret dari Allah, dan Raja dari umat pilihan; tetapi Allah mendiktekan kepadanya pujian Injil ini, sekalipun ia tidak mengetahui arti dari apa yang ia tuliskan) - hal 227.

Jadi, ini mirip dengan kasus nubuat Kayafas dalam Yoh 11:49-52 - “Tetapi seorang di antara mereka, yaitu Kayafas, Imam Besar pada tahun itu, berkata kepada mereka: ‘Kamu tidak tahu apa-apa, dan kamu tidak insaf, bahwa lebih berguna bagimu, jika satu orang mati untuk bangsa kita dari pada seluruh bangsa kita ini binasa.’ Hal itu dikatakannya bukan dari dirinya sendiri, tetapi sebagai Imam Besar pada tahun itu ia bernubuat, bahwa Yesus akan mati untuk bangsa itu, dan bukan untuk bangsa itu saja, tetapi juga untuk mengumpulkan dan mempersatukan anak-anak Allah yang tercerai-berai”.

Maksud dari Kayafas dengan kata-katanya itu berbeda dengan maksud dan arti dari Allah pada waktu Ia mengarahkan Kayafas untuk mengucapkan kata-kata tersebut. Kayafas memaksudkan dengan Yesus dibunuh maka tidak akan ada kekacauan, sehingga orang Romawi tidak akan menyerang / membinasakan (secara jasmani) orang-orang Yahudi. Tetapi maksud Allah adalah: melalui kematian Yesus, Ia memberi hidup secara rohani kepada banyak orang.

d) Penulisan dalam 3 bahasa, yaitu Ibrani, Yunani, dan Latin.

1. Mengapa 3 bahasa ini yang digunakan?

Bahasa Ibrani merupakan bahasa asli dari orang-orang Yahudi, tetapi pada saat itu banyak orang-orang Yahudi yang sudah tidak bisa menggunakan bahasa tersebut. Bahasa Yunani rupanya dibawa oleh orang-orang Romawi, dan pada saat itu merupakan bahasa yang umum. Sedangkan bahasa Latin merupakan bahasa resmi dari pemerintah Romawi.

Leon Morris (NICNT): “Anyone in the crowd who could read could almost certainly read Aramaic or Latin or Greek. ... Aramaic was the language of the country, Latin the official language, and Greek the common language of communication throughout the Roman world” (= Siapapun dalam kumpulan orang banyak itu yang bisa membaca hampir pasti bisa membaca bahasa Aram atau Latin atau Yunani. ... Aram merupakan bahasa dari negara itu, Latin merupakan bahasa resmi, dan Yunani merupakan bahasa komunikasi umum di seluruh dunia Romawi) - hal 807.

Catatan: saya tidak mengerti mengapa Leon Morris (dan banyak penafsir lain mencampur-adukkan bahasa Aram dan bahasa Ibrani, padahal kedua bahasa itu sekalipun mempunyai kemiripan, tetap berbeda.

Bdk. 2Raja 18:26 - “Lalu berkatalah Elyakim bin Hilkia, Sebna dan Yoah kepada juru minuman agung: ‘Silakan berbicara dalam bahasa Aram kepada hamba-hambamu ini, sebab kami mengerti; tetapi janganlah berbicara dengan kami dalam bahasa Yehuda sambil didengar oleh rakyat yang ada di atas tembok.’”.

Bahasa Aram bukan bahasa asli dari para utusan raja Hizkia ini maupun para utusan Asyur itu, tetapi para utusan Hizkia mengerti bahasa ini dan mereka menduga bahwa juru minuman agung, yang bisa berbicara dalam bahasa Ibrani, juga mengertinya.

Pulpit Commentary: “Hebrew, Aramaic, and Assyrian were three cognate languages, closely allied, and very similar both in their grammatical forms and in their vocabularies, but still sufficiently different to be distinct languages, which were only intelligible to those who had learnt them” (= Ibrani, Aramaic, dan Asyur adalah tiga bahasa yang serumpun, dekat hubungannya, dan sangat mirip baik dalam bentuk tata bahasanya maupun perbendaharaan kata-katanya, tetapi tetap cukup berbeda untuk menjadi bahasa yang berbeda, yang hanya bisa dimengerti oleh mereka yang telah mempelajarinya) - hal 363.

Catatan:

· Aramaic / Aram adalah bahasa dari negara / bangsa Syria / Aram (ibukotanya adalah Damascus / Damsyik - Yes 7:8).

· Assyrian / Asyur adalah bahasa dari negara / bangsa Asyur (ibukotanya adalah Niniwe).

2. Perkembangan bahasa di Israel / Palestina.

‘The Interpreter’s One-Volume Commentary on the Bible’: “After the exile the everyday language of the Jews came to be Aramaic, ... Aramaic was a sister language that engulfed them politically and culturally until they succumbed to its pressure. At first they added it to their own Hebrew speech and then gradually they gave up using Hebrew except in worship. ... Before that time the development of the 2 languages was perhaps more or less parallel. But in the following cents. Aramaic grew to be the official language of the successive great Assyrian, Neo-Babylonian, and Persian empires. ... When the Assyrian began their conquests of the Near Eastern world they found Aramaic dialects spoken over so many of the conquered areas that they began to use a simplified form of the language for administrative, military, and business communication. ... When the Chaldeans and later the Persians took over the power they continued this practice. Even under the successors of Alexander the Great, Greek only slowly pushed back but did not eliminate Aramaic as the universal language of the Near East” (= Setelah pembuangan bahasa sehari-hari dari orang-orang Yahudi menjadi bahasa Aram, ... Bahasa Aram adalah ‘bahasa saudari’ yang melanda mereka secara politik dan kebudayaan sampai mereka tunduk pada tekanannya. Mula-mula mereka menambahkan bahasa Aram itu pada ucapan Ibrani mereka sendiri, dan lalu perlahan-lahan / secara bertahap mereka berhenti menggunakan bahasa Ibrani kecuali dalam ibadah. ... Sebelum saat itu perkembangan dari 2 bahasa itu mungkin paralel / seimbang. Tetapi dalam abad-abad selanjutnya bahasa Aram bertumbuh / berkembang menjadi bahasa resmi dari kekaisaran Asyur, Neo-Babilonia, dan Persia secara berturut-turut. ... Pada waktu Asyur mulai mengalahkan dunia Timur Dekat, mereka mendapatkan bahwa dialek Aram digunakan oleh begitu banyak daerah-daerah yang mereka kalahkan, sehingga mereka mulai menggunakan bentuk yang disederhanakan dari bahasa tersebut untuk komunikasi administrasi, militer, dan bisnis. ... Pada waktu orang-orang Kasdim dan setelah itu orang-orang Persia mengambil alih kekuasaan mereka melanjutkan praktek ini. Bahkan di bawah pengganti-pengganti dari Alexander yang Agung, bahasa Yunani hanya secara perlahan mendesak tetapi tidak menghapuskan bahasa Aram sebagai bahasa universal dari Timur Dekat) - hal 1197-1198.

3. Makna penggunaan 3 bahasa ini.

Calvin mengatakan (hal 227-228) bahwa penulisan dalam 3 bahasa itu juga merupakan akibat pimpinan dari Allah, karena melalui hal itu ditunjukkan bahwa nama Yesus harus disebarkan di seluruh dunia.

2) Tokoh-tokoh Yahudi (imam-imam kepala) keberatan dengan bunyi tulisan itu, dan mereka memprotes tulisan tersebut. Calvin mengatakan (hal 228) bahwa ini menunjukkan kebencian mereka terhadap kebenaran, dan demikianlah setan selalu menggerakkan hamba-hambanya untuk menghancurkan kebenaran.

3) Pontius Pilatus menolak untuk mengubah tulisan tersebut.

a) Adam Clarke mengatakan (hal 651) bahwa hukum Romawi melarang perubahan tulisan seperti yang diinginkan oleh orang-orang Yahudi. Tulisan itu merupakan kejahatan yang dituduhkan kepada orang yang akan disalib, dan karena itu tulisan itu tidak boleh diubah.

b) Ketidak-mauan Pontius Pilatus untuk mengubah tulisan tersebut, merupakan pimpinan dari Allah.

Calvin: “Pilate’s firmness must be ascribed to the providence of God; for there can be no doubt that they attempted, in various ways, to change his resolution. Let us know, therefore, that he was held by a Divine hand, so that he remained unmoved” (= Keteguhan Pilatus harus dianggap berasal dari providensia Allah; karena tidak diragukan bahwa mereka berusaha, dengan bermacam-macam cara, untuk mengubah keputusannya. Karena itu, hendaklah kita mengetahui bahwa ia dipegang oleh tangan Ilahi, sehingga ia tetap tidak tergoyahkan) - hal 228.

Pulpit Commentary: “This was part of the preparation made by Divine providence for announcing to the whole world the kingdom of Jesus Christ. Since the cross from the very first thus became a throne, and the Crucifixion an installation into the kingdom, we learn thence the meaning of the Christian principle, ‘If we suffer with him, we shall also reign with him.’” (= Ini merupakan bagian dari persiapan yang dilakukan oleh providensia Ilahi untuk mengumumkan kepada seluruh dunia kerajaan dari Yesus Kristus. Karena salib dari sejak semula menjadi suatu takhta, dan penyaliban merupakan pelantikan ke dalam kerajaan, kita belajar tentang arti dari prinsip Kristen: ‘Jika kita menderita bersama Dia, kita juga akan memerintah bersama Dia’) - hal 427.

Catatan: kutipan ayat dari 2Tim 2:12a versi KJV: ‘If we suffer, we shall also reign with him’ (= Jika kita menderita, kita juga akan memerintah bersama Dia).

Dalam terjemahan Kitab Suci Indonesia 2Tim 2:12a berbunyi: “jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia”. Ini lebih benar dari pada terjemahan KJV.

Dan Calvin lalu menambahkan komentar sebagai berikut: “A heathen refuses to retract what he has justly and properly written concerning Christ, though he did not understand or consider what he was doing. How great, then, will be our dishonour, if, terrified by threatenings or dangers, we withdraw from the profession of his doctrine, which God hath sealed on our hearts by his Spirit!” (= Seorang kafir menolak untuk mencabut kembali apa yang telah ia tulis secara benar dan tepat mengenai Kristus, sekalipun ia tidak mengerti ataupun mempertimbangkan apa yang sedang ia lakukan. Jadi, alangkah besarnya aib kita jika, karena takut pada ancaman atau bahaya, kita mundur dari pengakuan ajaranNya, yang telah Allah meteraikan pada hati kita oleh RohNya) - hal 228.

Penerapan: kalau saudara memberitakan Injil / Firman Tuhan, dan ada orang (dari aliran lain atau agama lain) yang marah / tersinggung oleh pemberitaan tersebut, padahal Injil / Firman Tuhan yang saudara beritakan itu memang sesuai dengan Kitab Suci, jangan pernah meminta maaf / menarik kembali kata-kata saudara! Meminta maaf setelah mengucapkan suatu kebenaran merupakan ‘kesopanan yang tidak alkitabiah’!

4) Pada waktu imam-imam kepala memprotes / menuntut Pontius Pilatus untuk mengubah tulisan itu, Pontius Pilatus menolak dengan tegas. Terhadap sikap Pontius Pilatus yang bisa menolak dengan tegas ini, William Barclay memberikan komentar sebagai berikut:

“Here is Pilate the inflexible, the man who will not yield an inch. So very short a time before, this same man had been weakly vacillat­ing as to whether to crucify Jesus or to let him go; and in the end had allowed himself to be bullied and blackmailed into giving the Jews their will. Adamant about the inscription, he had been weak about the crucifixion. It is one of the paradoxical things in life that we can be stubborn about things which do not matter and weak about things of supreme importance. If Pilate had only withstood the blackmailing tactics of the Jews and had refused to be coerced into giving them their will with Jesus, he might have gone down in history as one of its great, strong men. But because he yielded on the important thing and stood firm on the unimportant, his name is a name of shame. Pilate was the man who took a stand on the wrong things and too late” (= Inilah Pilatus yang keras / tak dapat diubah, orang yang tak mau menyerah / mundur sedikitpun. Beberapa saat sebelum ini, orang yang sama ini terombang-ambing secara lemah mengenai apakah ia akan menyalibkan Yesus atau membe­baskanNya; dan pada akhirnya membiarkan dirinya sendiri digertak dan dipaksa dengan ancaman sehingga menuruti kemauan orang Yahudi. Ia tak mau menyerah tentang tulisan, tetapi ia lemah tentang penyaliban. Ini merupakan salah satu dari hal-hal yang paradox dalam kehidupan dimana kita bisa keras kepala tentang hal-hal yang tidak penting dan lemah tentang hal-hal yang sangat penting. Seandainya Pilatus bertahan terhadap taktik pemerasan dari orang-orang Yahudi dan menolak untuk dipaksa mengikuti kemauan mereka tentang Yesus, maka ia akan dikenal dalam sepanjang sejarah sebagai salah satu orang yang agung dan kuat. Tetapi karena ia menyerah dalam hal yang penting, dan berdiri teguh / bersikeras dalam hal yang tidak penting, namanya merupakan nama yang memalukan. Pilatus adalah orang yang berdiri teguh / bersikeras dalam hal-hal yang salah, dan pada saat sudah terlambat) - ‘The Gospel of John’, vol 2, hal 252.

Penerapan / contoh:

· ada orang yang tegas / keras dalam hal-hal yang bersifat jasmani / duniawi, tetapi selalu plin plan / berkompromi dalam hal-hal yang bersifat rohani. Apakah saudara juga demikian?

· ada gereja yang sangat keras / ketat dalam mempertahankan tradisi (misalnya: penggunaan Doa Bapa Kami dan 12 Pengakuan Iman Rasuli dalam kebak­tian, pemakaian toga, dsb), padahal itu tidak pernah diharuskan dalam Kitab Suci, tetapi mereka lemah dalam menjaga mimbar terha­dap nabi-nabi palsu / ajaran yang salah / sesat, yang jelas-jelas bertentangan dengan Kitab Suci.

Yohanes 19: 23-24: “Sesudah prajurit-prajurit itu menyalibkan Yesus, mereka mengambil pakaianNya lalu membaginya menjadi empat bagian untuk tiap-tiap prajurit satu bagian - dan jubahNya juga mereka ambil. Jubah itu tidak berjahit, dari atas ke bawah hanya satu tenunan saja. Karena itu mereka berkata seorang kepada yang lain: ‘Janganlah kita membaginya menjadi beberapa potong, tetapi baiklah kita membuang undi untuk menentukan siapa yang mendapatnya.’ Demikianlah hendaknya supaya genaplah yang ada tertulis dalam Kitab Suci: ‘Mereka membagi-bagi pakaianKu di antara mereka dan mereka membuang undi atas jubahKu.’ Hal itu telah dilakukan prajurit-prajurit itu.”.

1) Makna dari pakaian Kristus.

a) Pengalegorian yang salah dari pakaian Kristus.

Ada yang mengatakan bahwa pakaian yang dipecah menjadi empat bagian itu merupakan simbol dari Kitab Suci yang dicabik-cabik oleh para pengajar sesat, dan pakaian dalam yang merupakan satu kesatuan itu merupakan simbol dari gereja yang adalah satu. Saya heran mengapa Calvin menyetujui bagian terakhir dari penafsiran alegoris yang tidak pada tempatnya ini.

Pulpit Commentary mengatakan (hal 428) bahwa ajaran sesat Monophysitisme menafsirkan bahwa kesatuan pakaian tersebut menyimbolkan kesatuan dari hakekat-hakekat dalam Pribadi dari Kristus (the unity of natures in His Person).

Bagi saya seluruh penafsiran, yang mengalegorikan secara tidak pada tempatnya ini, adalah salah!

b) Simbol dari jabatan Kristus sebagai Imam Besar?

William Barclay: “there is something half-hidden here. Jesus’s tunic is described as being without seam, woven in one piece from top to bottom. That is the precise description of the linen tunic which the High Priest wore. ... Again and again we have seen that there are two meanings in so many of John’s statements, a meaning which lies on the surface, and a deeper inner meaning. When John tells us of the seamless tunic of Jesus it is not just a description of the kind of clothes that Jesus wore; it is something which tells us that Jesus is the perfect priest, opening the perfect way for all men to the presence of God” (= ada sesuatu yang setengah tersembunyi di sini. Pakaian dalam Yesus digambarkan sebagai tanpa jahitan, ditenun dalam satu potongan dari atas sampai bawah. Itu persis merupakan gambaran dari pakaian dalam lenan yang dipakai oleh Imam Besar. ... Lagi-lagi kita melihat bahwa ada dua arti dalam begitu banyak pernyataan-pernyataan Yohanes, suatu arti yang terlihat di permukaan, dan suatu arti yang lebih dalam. Pada waktu Yohanes menceritakan kepada kita tentang pakaian dalam tanpa jahitan dari Yesus, itu bukan sekedar merupakan suatu penggambaran dari jenis pakaian yang dipakai oleh Yesus; itu merupakan sesuatu yang memberi tahu kita bahwa Yesus adalah imam yang sempurna, yang membuka jalan yang sempurna untuk semua orang ke hadapan Allah) - ‘The Gospel of John’, vol 2, hal 254-255.

Bdk. Kel 28:31-32 - “Haruslah kaubuat gamis baju efod dari kain ungu tua seluruhnya. Lehernya haruslah di tengah-tengahnya; lehernya itu harus mempunyai pinggir sekelilingnya, buatan tukang tenun, seperti leher baju zirah haruslah lehernya itu, supaya jangan koyak”.

Tetapi F. F. Bruce berkata: “if John had similar thoughts, he did not express them, and it is unlikely that he could reasonably have expected his readers to infer them” (= Jika Yohanes mempunyai pemikiran yang mirip, ia tidak menyatakannya, dan tidak mungkin bahwa ia secara layak bisa mengharapkan pembacanya untuk menyimpulkan seperti itu) - hal 370.

2) Para tentara membagi-bagi / mengundi pakaian Kristus, sementara Kristus sedang menderita untuk dosa umat manusia.

William Barclay: “No picture so shows the indifference of the world to Christ. There on the Cross Jesus was dying in agony; and there at the foot of the Cross the soldiers threw their dice as if it did not matter. ... The tragedy is not the hostility of the world to Christ; the tragedy is the world’s indifference which treats the love of God as if it did not matter” (= Tidak ada gambaran yang begitu menunjukkan sikap acuh tak acuh / tak peduli dari dunia terhadap Kristus. Di sana pada salib Yesus sedang sekarat dalam penderitaan; dan di kaki salib para tentara melempar dadu seakan-akan hal itu tidak berarti. ... Yang menjadi tragedi bukanlah permusuhan dunia terhadap Kristus; tetapi sikap acuh tak acuh / tak peduli dari dunia yang memperlakukan kasih Allah seakan-akan itu tidak berarti) - ‘The Gospel of John’, vol 2, hal 254.

Penerapan: jangan menganggap bahwa hanya mereka yang bisa bersikap tidak peduli / acuh tak acuh terhadap penderitaan Kristus / kasih Allah. Saudara juga bisa berbuat seperti itu, kalau setelah mendengar Injil, saudara tetap bersikap acuh tak acuh / tak peduli terhadap Yesus! Saudara mungkin peduli terhadap gereja, pendeta, orang kristen yang lain, dsb, tetapi kalau saudara tidak peduli terhadap Kristusnya sendiri, maka saudara tidak terlalu berbeda dengan para tentara tersebut!

3) Yesus ditelanjangi.

Yohanes 19: 23: “Sesudah prajurit-prajurit itu menyalibkan Yesus, mereka mengambil pakaianNya lalu membaginya menjadi empat bagian untuk tiap-tiap prajurit satu bagian - dan jubahNya juga mereka ambil. Jubah itu tidak berjahit, dari atas ke bawah hanya satu tenunan saja”.

Saya berpendapat bahwa kata yang diterjemahkan ‘jubah’ ini sebetulnya merupakan terjemahan yang salah, karena ‘jubah’ sebetulnya menunjuk pada pakaian luar, padahal yang dimaksud adalah pakaian dalam (tetapi pakaian dalam mereka berbeda dengan pakaian dalam kita; pakaian dalam mereka bisa dipakai untuk pergi ke luar tanpa jubah).

KJV: kata pertama diterjemahkan ‘garments’ (= pakaian); dan kata kedua dan ketiga diterjemahkan ‘coat’ (= jas / pakaian luar).

NIV: kata pertama diterjemahkan ‘clothes’ (= pakaian); kata kedua ‘undergarment’ (= pakaian dalam); dan kata ketiga ‘garment’ (= pakaian). Ini aneh, karena dalam bahasa Yunani kata kedua dan ketiga adalah sama.

NASB: kata pertama diterjemahkan ‘outer garments’ (= pakaian luar); dan kata kedua dan ketiga diterjemahkan ‘tunic’ (= pakaian dalam).

RSV/NKJV: kata pertama diterjemahkan ‘garments’ (= pakaian); dan kata kedua dan ketiga diterjemahkan ‘tunic’ (= pakaian dalam).

Dalam bahasa Yunaninya kata pertama menggunakan kata HIMATIA dan kata kedua dan ketiga menggunakan kata KHITONA.

Bdk. Luk 6:29b - “dan barangsiapa yang mengambil jubahmu, biarkan juga ia mengambil bajumu”.

Dalam bahasa Yunaninya kata pertama menggunakan kata HIMATION dan kata kedua menggunakan kata KHITONA.

Adam Clarke (hal 407) dan banyak penafsir-penafsir lain mengatakan bahwa istilah HIMATION menunjuk pada pakaian / jubah luar, sedangkan istilah KHITONA menunjuk pada pakaian dalam (tetapi ini berbeda dengan pakaian dalam kita).

Tentang istilah kedua ini William Hendriksen berkata: “This was the garment worn next to the skin” [= Ini adalah pakaian yang dipakai persis setelah kulit (menempel pada kulit dari si pemakai)] - hal 429.

Tentang istilah yang pertama Pulpit Commentary mengatakan bahwa itu menunjuk pada jubah luar, sedangkan tentang istilah kedua ia mengatakan: “the long vesture which clothed his whole person, reaching from the neck to the feet, and which, when removed, left the sacred body naked. This had probably not been removed by either Herod or Pilate before, and the cursed indignity thus reached its climax” (= pakaian panjang yang memakaiani seluruh orang, mencapai dari leher / tengkuk sampai ke kaki, dan yang, kalau disingkirkan, meninggalkan tubuh yang keramat / kudus itu telanjang. Ini mungkin belum dilepas baik oleh Herodes maupun oleh Pilatus sebelumnya, dan dengan demikian penghinaan terkutuk ini mencapai puncaknya) - ‘The Gospel According to John’, hal 428.

Matthew Poole: “I see no ground for their assertion, who say, that in such cases they only stripped the condemned person of his upper garment. John’s relation seemeth to oppose it; he saith, ‘and also his coat’” (= Saya tidak melihat dasar untuk penegasan mereka, yang mengatakan, bahwa dalam kasus-kasus seperti itu mereka hanya melepaskan jubah luar dari orang hukuman itu. Penceritaan Yohanes kelihatannya menentang hal ini; ia berkata: ‘dan juga jubahNya’) - hal 140.

Pulpit Commentary: “It is implied that his body was exposed naked on the cross” (= Secara tidak langsung dikatakan bahwa tubuhNya terbuka dan telanjang pada salib) - hal 438.

4) Makna ketelanjangan Kristus bagi kita.

William Hendriksen: “Jesus bore for us the curse of nakedness in order to deliver us from it!” (= Yesus memikul untuk kita kutuk dari ketelanjangan untuk membebaskan kita darinya!) - hal 430.

Calvin: “Let us learn that Christ was stripped of his garments, that he might clothe us with righteousness; that his naked body was exposed to the insults of men, that we may appear in glory before the judgment-seat of God” (= Marilah kita belajar bahwa Kristus dilepas jubahNya, supaya Ia bisa memberi kita pakaian dengan kebenaran; bahwa tubuhNya yang telanjang terbuka terhadap penghinaan-penghinaan manusia, supaya kita bisa muncul dalam kemuliaan di depan tahta pengadilan Allah) - hal 230.

5) Peristiwa ini merupakan penggenapan nubuat dalam Maz 22:19 - “Mereka membagi-bagi pakaianku di antara mereka, dan mereka membuang undi atas jubahku”.

Spurgeon secara tepat menganggap bahwa penggenapan nubuat ini juga merupakan penggenapan rencana kekal dari Allah, dan ia lalu memberikan komentar sebagai berikut: “Quite unaware of the ancient prophecy, yet in complete accord with divine predestination, these soldiers did exactly according to the eternal purpose of God. It is very wonderful how, in practice, the free agency of man tallies exactly with the predestination of God. We need not enquire how it is, but we may admire that so it is. ... Let us reverently adore the whole scheme of providence by which God’s determinate purposes is carried out in every jot and tittle, while the free agency of man is left unfettered” (= Tanpa menyadari nubuat kuno, tetapi dalam kesesuaian sepenuhnya dengan predestinasi ilahi, tentara-tentara ini melakukan tepat sesuai dengan rencana kekal dari Allah. Adalah sangat ajaib / luar biasa bagaimana, dalam prakteknya, kebebasan manusia cocok persis dengan predestinasi Allah. Kita tidak perlu menanyakan bagaimana bisa demikian, tetapi kita bisa mengagumi bahwa hal itu memang demikian. ... Hendaklah kita dengan hormat memuja seluruh pola dari providensia dengan mana rencana yang tertentu / tetap dari Allah dilaksanakan dalam setiap titik dan hal yang terkecil, sementara kebebasan manusia dibiarkan bebas) - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 4, hal 349.

Leon Morris (NICNT): “John sees in this the literal fulfilment of a certain passage of Scripture (Ps. 22:18). He stresses that this is the reason for the soldiers’ action. Once again we see his master-thought that God was over all that was done, so directing things that His will was accomplished, and not that of puny man. It was because of this that the soldiers acted as they did” [= Yohanes melihat di sini penggenapan hurufiah dari text tertentu dari Kitab Suci (Maz 22:19). Ia menekankan bahwa ini merupakan alasan untuk tindakan dari para tentara itu. Sekali lagi kita melihat pemikiran utamanya bahwa Allah menguasai semua yang dilakukan / terjadi, begitu mengarahkan hal-hal sehingga kehendakNya terjadi, dan bukan kehendak dari manusia yang remeh. Karena hal inilah maka para tentara itu bertindak seperti yang mereka lakukan] - hal 809-810.

Calvin: “It may be thought, however, that the passage, which they quote from Psalm 22:19, is inappropriately applied to the subject in hand; for, though David complains in it that he was exposed as a prey to his enemies, he makes use of the word ‘garments’ to denote metaphorically all his property; as if he had said, in a single word, that ‘he had been stripped naked and bare by wicked men;’ and, when the Evangelists disregard the figure, they depart from the natural meaning of the passage. But we ought to remember, in the first place, that the psalm ought not to be restricted to David, as is evident from many parts of it, and especially from a clause in which it is written, ‘I will proclaim thy name among the Gentiles,’ (Ps. 22:22,) which must be explained as referring to Christ. We need not wonder, therefore, if that which was faintly shadowed out in David is beheld in Christ with all that superior clearness which the truth ought to have, as compared with the figurative representation of it” [= Tetapi bisa dianggap bahwa text, yang mereka kutip dari Maz 22:19, diterapkan secara tidak tepat pada pokok yang sedang dibicarakan; karena sekalipun Daud mengeluh dalam text itu bahwa ia terbuka seperti mangsa bagi musuh-musuhnya, ia menggunakan kata ‘pakaian’ untuk menunjuk secara kiasan pada semua miliknya; seakan-akan ia berkata, dalam satu kata, bahwa ‘ia telah ditelanjangi oleh orang-orang jahat’; dan pada waktu para penulis Injil mengabaikan gambaran tersebut, mereka menyimpang dari arti yang wajar / seharusnya. Tetapi pertama-tama perlu kita ingat, bahwa mazmur itu tidak boleh dibatasi pada Daud, seperti terbukti dari banyak bagian-bagiannya, dan khususnya dari kalimat dalam mana dituliskan, ‘Aku akan memproklamirkan namaMu di antara orang-orang non Yahudi’ (Maz 22:23), yang harus dijelaskan sebagai menunjuk kepada Kristus. Karena itu, kita tidak perlu heran, jika hal yang secara redup dibayangkan dalam diri Daud ditunjukkan dalam Kristus dengan kejelasan yang lebih tinggi, yang harus dimiliki oleh kebenaran, dibandingkan dengan penggambaran kiasannya] - hal 229-230.

Catatan: saya tidak mengerti mengapa Calvin menggunakan kata ‘Gentiles’ (= orang-orang non Yahudi), dalam Maz 22:23 tersebut.

Maz 22:23 - “Aku akan memasyhurkan namaMu kepada saudara-saudaraku dan memuji-muji Engkau di tengah-tengah jemaah”.

KJV: ‘I will declare thy name unto my brethren: in the midst of the congregation will I praise thee’ (= Aku akan menyatakan namaMu kepada saudara-saudaraku: di tengah-tengah jemaat aku akan memuji Engkau).

William Hendriksen: “It is a very well-known fact that David endured much suffering for the sake of God’s kingdom. This however, does not necessarily mean that all the passages of this moving Psalm refer directly to what he had himself literally experienced, and only indirectly to the cross and its agonies. If the reference is throughout to David’s own suffering, one will have to conclude that full use was made of the figure of speech called hyperbole; see especially verses 12-18. A more reasonable view would seem to be this, that the woes that are described in these verses have reference directly to Christ, and were fulfilled in him alone, though in the life of David they were dimly foreshadowed” (= Merupakan suatu fakta yang terkenal bahwa Daud menahan banyak penderitaan demi kerajaan Allah. Tetapi ini tidak harus berarti bahwa semua text-text dari Mazmur yang mengharukan ini menunjuk secara langsung pada apa yang ia sendiri alami secara hurufiah, dan hanya secara tidak langsung menunjuk pada salib dan penderitaannya. Jika pernyataan itu seluruhnya menunjuk pada penderitaan Daud sendiri, kita harus menyimpulkan bahwa di sini digunakan secara penuh gaya bahasa hyperbola; lihat khususnya ay 13-19. Pandangan yang lebih masuk akal kelihatannya adalah ini: bahwa kesengsaraan yang digambarkan dalam ayat-ayat ini berhubungan langsung dengan Kristus, dan digenapi dalam Dia saja, sekalipun dalam kehidupan Daud hal itu dibayangkan / digambarkan secara redup) - hal 430.

Maz 22:12-18 - “Banyak lembu jantan mengerumuni aku; banteng-banteng dari Basan mengepung aku; mereka mengangakan mulutnya terhadap aku seperti singa yang menerkam dan mengaum. Seperti air aku tercurah, dan segala tulangku terlepas dari sendinya; hatiku menjadi seperti lilin, hancur luluh di dalam dadaku; kekuatanku kering seperti beling, lidahku melekat pada langit-langit mulutku; dan dalam debu maut Kauletakkan aku. Sebab anjing-anjing mengerumuni aku, gerombolan penjahat mengepung aku, mereka menusuk tangan dan kakiku. Segala tulangku dapat kuhitung; mereka menonton, mereka memandangi aku. Mereka membagi-bagi pakaianku di antara mereka, dan mereka membuang undi atas jubahku”.

John G. Mitchell: “These verses prove the inerrancy of Scripture. Some people tell me that the Bible is not worthy of our trust and belief, that our Lord as a Jew knew the Old Testament prophecies and tried to fulfill them. But did Jesus manipulate these Roman soldiers into buffeting Him, scourging Him, spitting in His face, beating and maligning Him, putting a crown of thorns on His head, and mocking Him? And now they sit by the cross and gamble over His garments, indifferent to the Jews around them. There they are, casting their dice for His garment. Who told them to gamble over His garments? Why should the prophet, a thousand years before this, write of this very fact, that in the hour of His being crucified, they should gamble over His garments? If you doubt the Word of God, its authority, its inspiration, its inerrancy, think of this. Approximately one thousand years before Christ it was written that they would gamble over His garments, and give Him vinegar to drink” (= Ayat-ayat ini membuktikan ketidak-bersalahan Kitab Suci. Beberapa orang mengatakan kepada saya bahwa Alkitab tidak layak untuk kita percayai, dan bahwa Tuhan kita sebagai seorang Yahudi mengetahui nubuat-nubuat Perjanjian Lama dan berusaha untuk menggenapi nubuat-nubuat tersebut. Tetapi apakah Yesus mengontrol / mengatur tentara-tentara Romawi ini untuk memukuli Dia, menyesah Dia, meludahi mukaNya, memukul dan memfitnah Dia, memahkotai kepalaNya dengan mahkota duri, dan mengejekNya? Dan sekarang mereka duduk di dekat salib dan mengundi jubahNya, dengan sikap acuk tak acuh terhadap orang-orang Yahudi di sekitar mereka. Di sanalah mereka, membuang dadu untuk jubahNya. Siapa yang menyuruh mereka untuk mengundi jubahNya. Mengapa seorang nabi, seribu tahun sebelum peristiwa ini, menulis tentang fakta ini, bahwa pada saat Ia disalibkan, mereka membuang undi atas jubahNya? Jika engkau meragukan Firman Allah, otoritasnya, pengilhamannya, ketidak-bersalahannya, maka pikirkanlah hal ini. Sekitar seribu tahun sebelum Kristus dituliskan bahwa mereka akan membuang undi atas jubahNya, dan memberinya minum cuka / anggur asam) - hal 374.

William Hendriksen: “Dr. J. P. Free in his excellent book ‘Archaeology and Bible History,’ p. 284, calls attention to the fact that according to Canon Liddon there are three hundred thirty-two distinct prophesies in the Old Testament which have been literally fulfilled in Christ, and to the additional fact that the mathemathical probability of all these prophesies being fulfilled in one man is represented by the fraction: 1/84. 1097” (= Dr. J. P. Free dalam bukunya yang sangat bagus ‘Archaelogy dan Sejarah Alkitab’, hal 284, meminta perhatian pada fakta bahwa menurut Canon Liddon ada 332 nubuat-nubuat yang berbeda dalam Perjanjian Lama yang telah digenapi secara hurufiah dalam Kristus, dan pada fakta tambahan bahwa kemungkinan secara matematis dari penggenapan semua nubuat-nubuat ini dalam diri satu orang digambarkan oleh pecahan 1/84. 1097) - hal 430.

Semua nubuat / ramalan dalam Alkitab terjadi dengan tepat.

Manusia bisa meramal dengan:

a) Ilmu pengetahuan. Misalnya: ramalan cuaca, ramalan akan terjadinya gerhana, ramalan dari dokter tentang umur seseorang (yang sudah sakit berat).

b) Kuasa gelap. Ini macamnya banyak sekali, seperti penggunaan jailangkung, cucing, ramalan dengan melihat garis tangan (guamia), dsb.

Tetapi ramalan-ramalan itu pasti kadang-kadang meleset.

Tetapi semua nubuat / ramalan dalam Kitab Suci terjadi dengan tepat. Con-toh: Yes 7:14 Mikha 5:1 Yes 53:3-7,9 Maz 22:2,8,9,16,17,19 Mat 24:2 dll.

Memang dalam Kitab Suci ada nubuat / ramalan yang belum terjadi, seperti nubuat tentang kedatangan Kristus untuk keduakalinya. Tetapi tidak ada satupun nubuat yang meleset.

Bandingkan 2 kelompok ayat di bawah ini:

1. Ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Allah bisa menubuatkan / meramalkan apa yang akan terjadi:

· Yes 41:26-27 - “Siapakah yang memberitahukannya dari mulanya, sehingga kami mengetahuinya, dan dari dahulu, sehingga kami mengatakan: ‘Benarlah dia?’ Sungguh, tidak ada orang yang memberitahukannya, tidak ada orang yang mengabarkannya, tidak ada orang yang mendengar sepatah katapun dari padamu. Sebagai yang pertama Aku memberitahukannya kepada Sion, dan Aku memberikan orang yang membawa kabar baik kepada Yerusalem”.

· Yes 42:9 - “Nubuat-nubuat yang dahulu sekarang sudah menjadi kenyataan, hal-hal yang baru hendak Kuberitahukan. Sebelum hal-hal itu muncul, Aku mengabarkannya kepadamu.’”.

· Yes 43:12 - “Akulah yang memberitahukan, menyelamatkan dan mengabarkan, dan bukannya allah asing yang ada di antaramu. Kamulah saksi-saksiKu,’ demikianlah firman TUHAN, ‘dan Akulah Allah”.

· Yes 45:21 - “Beritahukanlah dan kemukakanlah alasanmu, ya, biarlah mereka berunding bersama-sama: Siapakah yang mengabarkan hal ini dari zaman purbakala, dan memberitahukannya dari sejak dahulu? Bukankah Aku, TUHAN? Tidak ada yang lain, tidak ada Allah selain dari padaKu! Allah yang adil dan Juruselamat, tidak ada yang lain kecuali Aku!”.

· Yes 46:9-10 - “Ingatlah hal-hal yang dahulu dari sejak purbakala, bahwasanya Akulah Allah dan tidak ada yang lain, Akulah Allah dan tidak ada yang seperti Aku, yang memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: KeputusanKu akan sampai, dan segala kehendakKu akan Kulaksanakan”.

· Yes 48:5 - “maka Aku memberitahukannya kepadamu dari sejak dahulu; sebelum hal itu menjadi kenyataan, Aku mengabarkannya kepadamu, supaya jangan engkau berkata: Berhalaku yang melakukannya, patung pahatanku dan patung tuanganku yang memerintahkannya”.

2. Ayat-ayat dimana Allah menantang dewa-dewa / allah-allah lain / berhala-berhala dan nabi-nabi palsu mereka untuk menubuatkan / meramalkan apa yang akan terjadi:

· Yes 41:22-24 - “Biarlah mereka maju dan memberitahukan kepada kami apa yang akan terjadi! Nubuat yang dahulu, beritahukanlah apa artinya, supaya kami memperhatikannya, atau hal-hal yang akan datang, kabarkanlah kepada kami, supaya kami mengetahui kesudahannya! Beritahukanlah hal-hal yang akan datang kemudian, supaya kami mengetahui, bahwa kamu ini sungguh allah; bertindak sajalah, biar secara baik ataupun secara buruk, supaya kami bersama-sama tercengang melihatnya!”.

· Yes 43:9 - “Biarlah berhimpun bersama-sama segala bangsa-bangsa, dan biarlah berkumpul suku-suku bangsa! Siapakah di antara mereka yang dapat memberitahukan hal-hal ini, yang dapat mengabarkan kepada kita hal-hal yang dahulu? Biarlah mereka membawa saksi-saksinya, supaya mereka nyata benar; biarlah orang mendengarnya dan berkata: ‘Benar demikian!’”.

· Yes 44:7 - “Siapakah seperti Aku? Biarlah ia menyerukannya, biarlah ia memberitahukannya dan membentangkannya kepadaKu! Siapakah yang mengabarkan dari dahulu kala hal-hal yang akan datang? Apa yang akan tiba, biarlah mereka memberitahukannya kepada kami!”.

· Yes 45:21 - “Beritahukanlah dan kemukakanlah alasanmu, ya, biarlah mereka berunding bersama-sama: Siapakah yang mengabarkan hal ini dari zaman purbakala, dan memberitahukannya dari sejak dahulu? Bukankah Aku, TUHAN? Tidak ada yang lain, tidak ada Allah selain dari padaKu! Allah yang adil dan Juruselamat, tidak ada yang lain kecuali Aku!”.

· Yes 47:13-15 - “Engkau telah payah karena banyaknya nasihat! Biarlah tampil dan menyelamatkan engkau orang-orang yang meneliti segala penjuru langit, yang menilik bintang-bintang dan yang pada setiap bulan baru memberitahukan apa yang akan terjadi atasmu! Sesungguhnya, mereka sebagai jerami yang dibakar api; mereka tidak dapat melepaskan nyawanya dari kuasa nyala api; api itu bukan bara api untuk memanaskan diri, bukan api untuk berdiang! Demikianlah faedahnya bagimu dari tukang-tukang jampi itu, yang telah kaurepotkan dari sejak kecilmu; masing-masing mereka terhuyung-huyung ke segala jurusan, tidak ada yang dapat menyelamatkan engkau”.

· Yes 48:14 - “Berhimpunlah kamu sekalian dan dengarlah! Siapakah di antara mereka memberitahukan semuanya ini? Dia yang dikasihi TUHAN akan melaksanakan kehendak TUHAN terhadap Babel dan menunjukkan kekuatan tangan TUHAN kepada orang Kasdim”.

Jelas bahwa hanya Tuhan yang bisa menubuatkan masa depan, dewa / berhala / allah lain tidak ada yang bisa. Dan memang, Kitab Suci agama lain mana yang mempunyai nubuat-nubuat seperti dalam Kitab Suci kita? Nubuat-nubuat yang digenapi secara sempurna dalam Kitab Suci kita ini membuktikan bahwa Kitab Suci kita memang adalah Firman Allah.

-o0o-
Yohanes 19:25-27

Yohanes 19: 25-27: “Dan dekat salib Yesus berdiri ibuNya dan saudara ibuNya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena. Ketika Yesus melihat ibuNya dan murid yang dikasihiNya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibuNya: ‘Ibu, inilah, anakmu!’ Kemudian kataNya kepada muridNya: ‘Inilah ibumu!’ Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya.”.

1) “Dan dekat salib Yesus”.

Mat 27:55 - “Dan ada di situ banyak perempuan yang melihat dari jauh, yaitu perempuan-perempuan yang mengikuti Yesus dari Galilea untuk melayani Dia”.

Mark 15:40 - “Ada juga beberapa perempuan yang melihat dari jauh, di antaranya Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus Muda dan Yoses, serta Salome”.

Ini sama sekali bukan kontradiksi. Bisa saja mula-mula mereka melihat dari jauh, tetapi lalu mendekat, atau sebaliknya.

Thomas Whitelaw: “the women, though afar off at first, may have gradually approached, ... Or, they may have been at first near the cross and afterwards withdrawn to a distance when John, with Jesus’s mother, had departed” (= perempuan-perempuan itu, sekalipun mula-mula ada di kejauhan, mungkin / bisa telah mendekat secara perlahan-lahan, ... Atau, mungkin mereka mula-mula dekat dengan salib dan setelah itu menarik diri pada suatu jarak, pada saat Yohanes meninggalkan tempat itu dengan ibu Yesus) - hal 407.

2) ‘berdiri ibuNya dan saudara ibuNya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena’.

Bandingkan dengan:
Mark 15:40 - “Ada juga beberapa perempuan yang melihat dari jauh, di antaranya Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus Muda dan Yoses, serta Salome”.
Mat 27:56 - “Di antara mereka terdapat Maria Magdalena, dan Maria ibu Yakobus dan Yusuf, dan ibu anak-anak Zebedeus”.

a) ‘saudara ibuNya’.

· Tentang kata ‘saudara’.

Calvin: “He says, that she was the sister of the mother of Jesus, and, in saying so, he adopts the phraseology of the Hebrew language, which includes cousins, and other relatives, under the term ‘brothers’” (= Ia berkata bahwa ia adalah saudara perempuan dari ibu Yesus, dan dengan berkata demikian, ia mengadopsi suatu istilah dalam bahasa Ibrani, yang mencakup saudara sepupu, dan anggota-anggota keluarga yang lain, dalam istilah ‘saudara-saudara’) - hal 232.

Penjelasan seperti ini juga sering dipakai oleh Gereja Roma Katolik untuk menjelaskan tentang ‘saudara-saudara Yesus’ (Mat 13:55-56). Tetapi perlu diketahui bahwa dalam bahasa Yunani ada istilah ‘saudara sepupu’, yaitu ANEPSIOS, yang digunakan dalam Kol 4:10.

Kol 4:10 - “Salam kepada kamu dari Aristarkhus, temanku sepenjara dan dari Markus, kemenakan Barnabas - tentang dia kamu telah menerima pesan; terimalah dia, apabila dia datang kepadamu”.

Kata ‘kemenakan’ salah terjemahan; seharusnya ‘saudara sepupu’.

KJV: ‘sister’s son’ (= anak dari saudara perempuan). Ini sama salahnya dengan Kitab Suci Indonesia.

RSV/NIV/NASB: ‘cousin’ (= saudara sepupu).

Barclay dan beberapa penafsir lain menganggap bahwa kata ‘saudara’ di sini betul-betul berarti ‘saudara’, dan dengan demikian Yesus adalah saudara sepupu dari Yohanes dan Yakobus.

· Tentang ‘saudara ibuNya’, Barclay mengatakan (hal 256) bahwa dengan membandingkan text ini dengan Mark 15:40 dan Mat 27:56 kita bisa tahu bahwa ia adalah Salome, ibu dari Yakobus dan Yohanes. Barclay lalu mengatakan bahwa Yesus pernah menegurnya pada waktu ia meminta supaya kedua anaknya duduk di kanan dan kiri Yesus (Mat 20:20), tetapi Salome tetap menunjukkan kasihnya kepada Yesus. Salome adalah contoh orang yang bisa menerima teguran dengan benar.

b) Kata-kata ‘Maria, istri Klopas’ secara hurufiah adalah ‘Mary of Clopas’. Jadi sebetulnya ia belum tentu adalah ‘istri dari Klopas’, tetapi bisa ‘ibu dari Klopas’, atau ‘saudara perempuan dari Klopas’.

c) ‘Maria Magdalena’.

· Entah dari mana asal usulnya, tetapi ada banyak orang yang menganggap bahwa Maria Magdalena adalah perempuan berdosa yang mengurapi Yesus, yang diceritakan dalam Luk 7:36-50. William Hendriksen mengatakan bahwa Maria Magdalena bukanlah perempuan yang diceritakan dalam Luk 7:36-50, dan jelas bahwa kata-katanya benar.

Pdt. Yesaya Pariadji dari GBI Tiberias bahkan menganggap bahwa pelacur yang dibawa kepada Yesus dalam Yoh 8:1-11 adalah Maria Magdalena (Majalah ‘Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 18, kolom 2,3). Ini semua bukan hanya ngawur, tetapi juga merupakan fitnahan yang sama sekali tidak berdasar terhadap Maria Magdalena!

· Maria Magdalena adalah seorang perempuan yang pernah dilepaskan oleh Yesus dari tujuh setan (Mark 16:9 Luk 8:2).

Luk 8:2 - “dan juga beberapa orang perempuan yang telah disembuhkan dari roh-roh jahat atau berbagai penyakit, yaitu Maria yang disebut Magdalena, yang telah dibebaskan dari tujuh roh jahat”.

Calvin: “We see that it was not in vain that Mary Magdalene was delivered from seven devils, (Mark 16:9; Luke 8:2;) since she showed herself, to the last, to be so faithful a disciple to Christ” [= Kita melihat bahwa tidaklah sia-sia bahwa Maria Magdalena dibebaskan dari tujuh setan (Mark 16:9; Luk 8:2); karena ia menunjukkan dirinya sendiri, sampai akhir, sebagai murid yang begitu setia dari Kristus] - hal 232.

Penerapan: saudara mungkin tidak pernah dibebaskan dari 7 setan seperti Maria Magdalena, tetapi kalau saudara betul-betul adalah orang kristen yang sejati, maka saudara sudah dibebaskan dari neraka. Bukankah juga seharusnya saudara mempunyai kesetiaan seperti Maria? Cobalah periksa / introspeksi bagaimana kesetiaan saudara dalam hal:

* belajar Firman Tuhan.

* bersaat teduh.

* berdoa.

* menguduskan diri / menahan diri dari dosa.

* melayani.

* memberitakan Injil.

* memberi persembahan persepuluhan.

* dsb.

d) Pujian bagi 4 perempuan di dekat salib.

Barclay mengatakan (hal 255) bahwa ada penafsir-penafsir yang mengatakan bahwa pada jaman itu perempuan begitu tidak penting sehingga tidak seorangpun akan mempedulikan kehadiran para perempuan ini di dekat salib, dan dengan demikian tidak ada resiko terhadap kehadiran mereka di sana. Barclay tidak setuju dengan penafsiran tersebut.

William Barclay: “It was always a dangerous thing to be an associate of a man whom the Roman government believed to be so dangerous that he deserved a Cross. It is always a dangerous thing to demonstrate one’s love for someone whom the orthodox regard as a heretic. The presence of these women at the Cross was not due to the fact that they were so unimportant that no one would notice them; their presence was due to the fact that perfect love casts out fear” (= Selalu merupakan sesuatu yang berbahaya untuk menjadi teman / rekan dari seseorang yang dipercaya oleh pemerintah Romawi sebagai begitu berbahaya sehingga Ia layak mendapatkan salib. Selalu merupakan sesuatu yang berbahaya untuk menunjukkan kasih seseorang untuk seseorang yang dianggap sebagai sesat oleh orang-orang yang ortodox. Kehadiran dari perempuan-perempuan ini pada salib bukanlah disebabkan karena fakta bahwa mereka adalah begitu tidak penting sehingga tidak seorangpun akan memperhatikan mereka; kehadiran mereka disebabkan oleh fakta bahwa kasih yang sempurna membuang ketakutan) - ‘The Gospel of John’, vol 2, hal 255.

Catatan: kalimat terakhir kelihatannya dikutip dari 1Yoh 4:18, tetapi kelihatannya digunakan secara ‘out of context’, karena rasa takut yang dibicarakan dalam 1Yoh 4 itu adalah rasa takut terhadap penghakiman pada akhir jaman.

1Yoh 4:17-18 - “Dalam hal inilah kasih Allah sempurna di dalam kita, yaitu kalau kita mempunyai keberanian percaya pada hari penghakiman, karena sama seperti Dia, kita juga ada di dalam dunia ini. Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih”.

Tentang perempuan-perempuan yang tetap mengikut Kristus sampai pada kayu salib ini Calvin memberikan komentar sebagai berikut: “How shameful will it be, if the dread of the cross deters us from following Christ, when the glory of his resurrection is placed before our eyes, whereas the women beheld in it nothing but disgrace and cursing!” (= Alangkah memalukannya jika rasa takut terhadap salib menahan kita dari mengikuti Kristus, pada waktu kemuliaan dari kebangkitanNya diletakkan di depan mata kita, sedangkan perempuan-perempuan itu tidak melihat apapun di dalamnya selain aib dan kutuk!) - hal 232.

Penjelasan: maksud Calvin adalah: pada saat itu perempuan-perempuan itu belum melihat kebangkitan Kristus. Yang terlihat hanya aib dan kutuk pada diri Kristus. Tetapi mereka toh menunjukkan kesetiaan dan keberanian yang luar biasa dalam mengikut Kristus. Kalau dibandingkan dengan kita pada jaman ini, kita sudah melihat bahwa setelah Kristus mati, Ia bangkit, naik ke surga dan sebagainya. Kalau kita ternyata tidak mempunyai keberanian / kesetiaan dalam mengikut Kristus, maka itu betul-betul memalukan!

Renungkan: dalam hal apa rasa takut menahan diri saudara dalam ikut Kristus?

Pulpit Commentary: “It was one thing to stand by him in his hour of joy and triumph, in the day of his power and the exploits of his loving strength, when the heaven opened and streamed upon him its glory; ... when at his bidding diseases fled, and demons quitted their dark haunts; when the storm was hushed, and the waves crouched at his voice; when food increased under his hands, and even Death gave up his prey when he spoke. But it is another thing to stand by him on a cross, when hell besieged him with its torments, heaven seemed closed to his breathing, and Divinity itself seemed to have deserted him. ... It is one thing to stand by Jesus, one of many; but it is another to stand by him, one of four. It is one thing to follow him with faithful disciples and a jubilant crowd; but it is another to stand alone by his cross” (= Berdiri di dekatNya pada saat sukacita dan kemenangan, pada saat kuasaNya dan kekuatanNya yang penuh kasih dimanfaatkan, pada waktu langit terbuka dan mengalirkan kemuliaannya kepadaNya; ... pada waktu atas permintaanNya penyakit hilang, dan setan-setan meninggalkan tempat-tempat gelap yang sering mereka kunjungi; pada waktu badai ditenangkan, dan gelombang meringkuk oleh suaraNya; pada waktu makanan bertambah banyak dalam tanganNya, dan bahkan Kematian menyerahkan mangsanya pada waktu Ia berbicara, sangat berbeda dengan berdiri di dekatNya pada salib, pada saat neraka mengepungNya dengan siksaannya, langit kelihatannya tertutup terhadap kata-kataNya, dan keIlahian sendiri kelihatannya meninggalkan Dia. .... Berdiri di dekat Yesus, satu dari banyak orang; sangat berbeda dengan berdiri di dekatNya, satu dari empat. Mengikut Dia bersama-sama dengan murid-murid yang setia dan orang banyak yang bergembira, sangat berbeda dengan berdiri sendirian pada salib) - hal 452.

Penerapan: mungkin saudara tetap setia, beriman, berani dalam keadaan enak dan banyak teman. Tetapi bagaimana kalau keadaan menjadi tidak enak, membahayakan dan saudara sendirian? Apakah saudara tetap mau setia, beriman dan berani dalam mengikut Kristus?

e) Kadang-kadang apa yang dilakukan oleh 4 perempuan ini merupakan hal maximal yang bisa kita lakukan.

Pulpit Commentary: “They were helpless, and could render no assistance. They could make no progress; still they stood their ground, and manifested their undying and unconquerable attachment. They clung to Jesus for his own sake apart from circumstances. Like them, let us do what we can, and advance as far as possible, and, when we cannot go any further, let us stand; and, indeed, in the hour of direst temptation the utmost we can do is to stand our ground” (= Mereka tidak berdaya, dan tidak bisa memberikan pertolongan. Mereka tidak bisa membuat kemajuan; tetapi mereka tetap berdiri di tempat mereka / mempertahankan posisi mereka, dan menyatakan kasih mereka yang tidak bisa mati dan tidak bisa dikalahkan. Mereka berpegang erat-erat kepada Yesus demi Dia tak peduli bagaimana keadaannya. Seperti mereka, marilah kita melakukan apa yang bisa kita lakukan, dan maju sejauh mungkin, dan pada waktu kita tidak bisa maju lebih jauh lagi, biarlah kita tetap berdiri, dan memang, pada saat pencobaan yang paling menakutkan, hal terbesar yang bisa kita lakukan adalah berdiri di tempat kita / mempertahankan posisi kita) - hal 453.

Penerapan: kalau saudara sedang terbelit problem-problem yang banyak dan besar, sehingga rasanya sudah tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan tidak bisa belajar Firman Tuhan, berdoa, melayani dsb, maka yang bisa dilakukan hanyalah berdiam diri, dan berpegang kepada Yesus. Maka lakukan itu, sampai Tuhan berkenan menolong / memberikan kelegaan kepada saudara!

3) “Ketika Yesus melihat ibuNya dan murid yang dikasihiNya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibuNya: ‘Ibu, inilah, anakmu!’ Kemudian kataNya kepada muridNya: ‘Inilah ibumu!’ Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya’”.

a) Penafsiran salah dari Arthur Pink.

Arthur W. Pink: “She stood by the Cross. And as she stood there the Saviour exclaimed, ‘Woman, behold thy Son!’ (John 19:26). There, summed up in a single word, is expressed the need of every descendant of Adam - to turn the eye away from the world, off from self, and to look by faith to the Saviour that died for sinners. ... salvation comes by Beholding - ‘Behold the Lamb of God which takes away the sin of the world.’ ... Reader, have you thus beheld that Divine Sufferer? Have you seen Him dying on the Cross the just for the unjust, that He might bring us to God? Mary the mother of Christ needed to ‘behold’ Him, and so do you. Then look, look unto Christ and be ye saved” [= Ia berdiri di dekat Salib. Dan pada waktu ia berdiri di sana sang Juruselamat berseru: ‘Perempuan, lihatlah Anakmu!’ (Yoh 19:26). Di sana, diringkas dalam satu kata, dinyatakan kebutuhan dari setiap keturunan Adam - untuk memalingkan mata dari dunia, dari diri sendiri, dan memandang dengan iman kepada sang Juruselamat yang mati untuk orang-orang berdosa. ... keselamatan datang oleh memandang - ‘Lihatlah anak domba Allah yang mengangkut dosa isi dunia’. ... Pembaca, sudahkah engkau memandang seperti itu kepada Penderita Ilahimu? Sudahkah engkau melihat Dia mati pada kayu salib, orang benar untuk orang yang tidak benar, supaya Ia bisa membawa kita kepada Allah? Maria, ibu Kristus, butuh untuk ‘memandang’ Dia, dan demikian juga dengan kamu. Maka lihatlah, lihatlah kepada Kristus dan biarlah engkau diselamatkan] - ‘The Seven Sayings of the Saviour on the Cross’, hal 60.

Ini salah, karena yang dimaksud oleh Yesus dengan ‘son’ / ‘anak’ bukanlah diriNya sendiri, tetapi Yohanes. Jadi kata ‘Son’ / ‘Anak’ tidak seharusnya dimulai dengan huruf besar.

b) Penafsiran salah / sesat dari Gereja Roma Katolik.

Loraine Boettner mengatakan (‘Roman Catholicism’, hal 155) bahwa kata-kata Yesus kepada Yohanes ‘Inilah ibumu’, oleh Gereja Roma Katolik diartikan menunjuk kepada semua manusia, pada saat itu maupun yang akan datang, dan dengan demikian Yesus menyerahkan semua manusia kepada Maria sebagai anak-anaknya!

Kesalahan penafsiran ini terlihat jelas dari ay 26-27: “Ketika Yesus melihat ibuNya dan murid yang dikasihiNya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibuNya: ‘Ibu, inilah, anakmu!’ Kemudian kataNya kepada muridNya: ‘Inilah ibumu!’ Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya”. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

· ayat ini secara jelas mengatakan bahwa kata-kata itu ditujukan oleh Yesus kepada Yohanes.

· kata ‘mu’ dalam ay 27 dalam bahasa Yunaninya menggunakan bentuk tunggal, dan demikian juga dengan kata ‘anak’ dalam ay 26, sehingga tidak mungkin menunjuk kepada ‘semua manusia’, tetapi pasti menunjuk kepada ‘Yohanes’.

· kalau kata-kata itu memang ditujukan kepada semua manusia, lalu mengapa Yohanes tahu-tahu membawa Maria ke rumahnya?

Hal lain yang perlu dicamkan, kita tidak pernah dikatakan oleh Kitab Suci sebagai ‘anak-anak dari Maria’. Semua orang yang percaya kepada Yesus adalah ‘anak Allah’ (Yoh 1:12).

c) Dengan kata-kataNya kepada Maria dan Yohanes, Yesus menyerahkan Maria ke dalam pemeliharaan / penjagaan Yohanes.

Adam Clarke, dan banyak penafsir lain, mengatakan (hal 652) bahwa mungkin sekali pada saat itu Yusuf sudah mati, sehingga Maria perlu diserahkan dibawah penjagaan Yohanes.

Tetapi, kalau Yesus memang mempunyai saudara-saudara (Mat 13:55-56), yang kita anggap sebagai anak-anak dari Yusuf dan Maria, mengapa Maria tidak diserahkan kepada pemeliharaan dari anak-anak Maria yang lain? Mungkin karena mereka tidak / belum beriman.

William Hendriksen: “The question might be raised, ‘But why was not Mary committed to the care of one of her other children?’ The answer is: probably because they as yet had not received him by a living faith (see on 7:5). And besides, who could be expected to take better care of Mary than the disciple whom Jesus loved?” [= Ada pertanyaan yang bisa diajukan: ‘Mengapa Maria tidak diserahkan pada pemeliharaan dari salah satu anak-anaknya yang lain?’. Jawabannya adalah: mungkin karena pada saat itu mereka belum menerima Dia dengan iman yang hidup (lihat tentang 7:5). Dan disamping itu, siapa yang bisa diharapkan untuk memberikan pemeliharaan kepada Maria selain dari pada murid yang dikasihi Yesus?] - hal 434.

William Barclay: “He could not commit her to the care of his brothers, for they did not believe in him yet (John 7:5). And, after all, John had a double qualification for the service Jesus entrusted to him - he was Jesus’s cousin, being Salome’s son, and he was the disciple whom Jesus loved” [= Ia tidak bisa menyerahkan dia pada pemeliharaan dari saudara-saudaraNya, karena mereka belum percaya kepadaNya (Yoh 7:5). Dan bagaimanapun juga, Yohanes mempunyai persyaratan ganda untuk pelayanan yang dipercayakan oleh Yesus kepadanya - ia adalah saudara sepupu dari Yesus, karena ia adalah anak Salome, dan ia adalah murid yang dikasihi Yesus] - ‘The Gospel of John’, vol 2, hal 257.

d) Tidak diketahui apakah Yohanes langsung membawa Maria pergi, sehingga tidak melihat kematian Kristus, atau mereka tetap di sana sampai Kristus mati.

Leon Morris (NICNT): “This may mean that the beloved disciple took Mary away immediately so that she did not witness the death of her Son. This is supported by the fact that she is not mentioned in the group of women who were there when Jesus died (Matt. 27:56; Mark 15:40). Against it is the difficulty of seeing how the beloved disciple could have taken her home and returned in time for the events of vv. 31-37 (most agree that he witnessed them whether or no he is directly mentioned in v. 35). ‘From that hour’ need not mean ‘from that moment’. When we consider the way in which ‘the hour’ is used in this Gospel it is clear that it need mean no more than ‘from the time of the crucifixion’. It is also urged that if Jesus’ mother came to the place of execution it is most unlikely that she would have left before the end, all the more so in that the other women remained” [= Ini bisa berarti bahwa murid yang dikasihi itu membawa Maria pergi dengan segera sehingga ia tidak menyaksikan kematian Anaknya. Ini didukung oleh fakta bahwa ia tidak disebutkan dalam kelompok perempuan-perempuan yang ada di sana pada saat Yesus mati (Mat 27:56; Mark 15:40). Terhadap hal ini ada problem untuk melihat bagaimana murid yang dikasihi bisa membawanya pulang dan kembali pada saatnya untuk peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam ay 31-37 (kebanyakan setuju bahwa ia menyaksikan peristiwa-peristiwa itu, apakah ia disebutkan secara langsung atau tidak dalam ay 35). ‘Sejak jam itu’ tidak perlu diartikan ‘sejak saat itu’. Kalau kita melihat cara dalam mana ‘jam’ digunakan dalam Injil ini, adalah jelas bahwa itu tidak perlu diartikan lebih dari ‘sejak saat penyaliban’. Juga diargumentasikan bahwa jika ibu Yesus datang ke tempat pelaksanaan hukuman mati, sangat besar kemungkinannya bahwa ia tidak meninggalkan sebelum semua selesai / berakhir, lebih-lebih mengingat perempuan-perempuan yang lain tetap tinggal] - hal 812, footnote.

e) Ada yang mengatakan bahwa Maria harus diserahkan ke dalam pemeliharaan Yohanes karena Maria miskin dan tidak mempunyai rumah.

Barnes’ Notes: “Mary was poor. It would even seem that now she had no home” (= Maria miskin. Kelihatannya sekarang ia tidak mempunyai rumah) - hal 354.

f) Calvin mengatakan bahwa ayat ini menunjukkan bahwa rasul Yohanes mempunyai rumah dan keluarga, karena kalau tidak demikian, ia tidak mungkin bisa membawa Maria ke rumahnya.

Calvin: “Those men, therefore, are fools, who think that the Apostles relinquished their property, and came to Christ naked and empty; but they are worse than fools, who make perfection to consist in beggary” (= Karena itu, orang-orang itu adalah orang-orang tolol, yang berpikir bahwa rasul-rasul melepaskan milik mereka; dan datang kepada Kristus dengan telanjang dan kosong; tetapi mereka lebih dari tolol, yang menganggap bahwa kesempurnaan terdiri dari pengemisan / kemiskinan) - hal 233.

g) Di sini Yesus melakukan tanggung jawabNya sebagai anak terhadap orang tua (ibu).

Calvin: “while Christ obeyed God the Father, he did not fail to perform the duty which he owed, as a son, towards his mother” (= sementara Kristus mentaati Allah Bapa, Ia tidak gagal untuk melaksanakan kewajiban yang ia punyai sebagai anak kepada ibuNya) - hal 230-231.

William Barclay: “Jesus in the agony of the Cross, when the salvation of the world hung in the balance, thought of the loneliness of his mother in the days ahead. He never forgot the duties that lay to his hand. He was Mary’s eldest son, and even in the moment of his cosmic battle, he did not forget the simple things that lay near home” [= Yesus dalam penderitaan pada kayu salib, pada waktu keselamatan dari dunia tergantung dalam keseimbangan (?), memikirkan kesendirian dari ibuNya pada hari-hari yang akan datang. Ia tidak pernah melupakan kewajiban yang terletak dalam tanganNya. Ia adalah anak tertua dari Maria, dan bahkan pada saat dari pertempuran kosmikNya, Ia tidak melupakan hal-hal sederhana yang terletak di dekat rumah] - ‘The Gospel of John’, vol 2, hal 257.

Bandingkan dengan kecaman Yesus terhadap orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat dalam Mat 15:5-6 - “Tetapi kamu berkata: Barangsiapa berkata kepada bapanya atau kepada ibunya: Apa yang ada padaku yang dapat digunakan untuk pemeliharaanmu, sudah digunakan untuk persembahan kepada Allah, orang itu tidak wajib lagi menghormati bapanya atau ibunya. Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadatmu sendiri”.

William Hendriksen: “That a lesson in the responsibility of children (think of Jesus) toward their parents (think of Mary) is implied here is true. But certainly that is not the main lesson. The suffering of Jesus in seeing Mary suffer, and especially his wonderful love - a Savior’s concern for one of his own, far more than a son’s concern for his mother - these are the things on which the emphasis should be placed” [= Merupakan sesuatu yang benar bahwa di sini secara implicit ada suatu pelajaran tentang tanggung jawab dari anak-anak (pikirkan Yesus) kepada orang tua mereka (pikirkan Maria). Tetapi jelas bahwa itu bukanlah pelajaran utama. Penderitaan Yesus pada waktu melihat Maria menderita, dan khususnya kasihNya yang luar biasa - kepedulian sang Juruselamat untuk salah satu milikNya, jauh melebihi perhatian seorang Anak untuk ibuNya - ini adalah hal-hal dimana penekanan harus diletakkan] - hal 434.

Catatan: saya di sini hanya memberikan pandangan Hendriksen, tetapi saya tidak tahu apakah ini bisa dibenarkan atau tidak.

Sekalipun kita memang mempunyai tanggung jawab terhadap orang tua tetapi kita harus tetap mengutamakan Tuhan di atas orang tua. Calvin mengatakan (hal 231) bahwa pada waktu Allah menghendaki kita untuk melakukan sesuatu, maka seringkali keluarga kita menarik kita ke arah yang berlawanan sehingga kita tidak mungkin memuaskan mereka semua.

Calvin: “We must, therefore, give the preference to the command, the worship, and the service of God; after which, as far as we are able, we must give to men what is their due” (= Karena itu, kita harus mengutamakan perintah dari Allah, ibadah dan pelayanan kepada Allah; dan setelah itu, sejauh kita mampu, kita harus memberikan kepada manusia apa yang menjadi haknya) - hal 231.

Mat 10:37 - “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari padaKu, ia tidak layak bagiKu; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari padaKu, ia tidak layak bagiKu”.

h) Semua kata ‘ibu’ dalam Yoh 19:25-27 ini menggunakan kata METER yang memang berarti ‘ibu / mama’, kecuali kata ‘ibu’ dalam kalimat yang diucapkan Yesus kepada Maria. Di situ digunakan kata Yunani GUNAI, yang sebetulnya berarti ‘perempuan’. Bandingkan dengan terjemahan KJV di bawah ini.

KJV: ‘Now there stood by the cross of Jesus his mother, and his mother’s sister, Mary the wife of Cleophas, and Mary Magdalene. When Jesus therefore saw his mother, and the disciple standing by, whom he loved, he saith unto his mother, Woman, behold thy son! Then saith he to the disciple, Behold thy mother! And from that hour that disciple took her unto his own home’ (= Di dekat salib Yesus berdiri ibuNya, dan saudara perempuan ibuNya, Maria istri Kleopas / Klopas, dan Maria Magdalena. Pada waktu Yesus melihat ibuNya, dan murid yang dikasihiNya berdiri di dekatnya, Ia berkata kepada ibuNya: Perempuan, lihatlah anakmu! Lalu Ia berkata kepada murid itu: Lihatlah ibumu! Dan sejak jam / saat itu murid itu membawanya ke rumahnya sendiri).

Kitab Suci tidak pernah mencatat Yesus menyebut Maria dengan sebutan ‘ibu / mama’. Juga dalam perjamuan di Kana, Yesus sudah menyebut Maria dengan sebutan ‘perempuan’ (Yoh 2:4 - kata ‘ibu’ seharusnya adalah ‘perempuan’).

Mengapa Yesus tidak menyebut nama Maria ataupun memanggil ‘ibu’, tetapi ‘woman’ (= perempuan)? Calvin berkata bahwa ada yang beranggapan bahwa pada saat ini Yesus melakukan itu supaya tidak melukai hati Maria lebih dalam lagi. Calvin mengatakan bahwa ia tidak menolak hal itu, tetapi ia beranggapan bahwa ada dugaan lain yang juga memungkinkan.

Calvin: “Christ intended to show that, after having completed the course of human life, he lays down the condition in which he had lived, and enters into the heavenly kingdom, where he will exercise dominion over angels and men; for we know that Christ was always accustomed to guard believers against looking at the flesh, and it was especially necessary that this should be done at his death” (= Kristus bermaksud untuk menunjukkan bahwa setelah menyelesaikan perjalanan hidupNya sebagai manusia, Ia meletakkan keadaan dalam mana Ia telah hidup, dan masuk ke dalam kerajaan surga, dimana Ia akan berkuasa atas malaikat-malaikat dan manusia; karena kita tahu bahwa Kristus selalu terbiasa untuk menjaga orang-orang percaya terhadap pandangan kepada daging, dan merupakan sesuatu yang perlu secara khusus bahwa hal ini dilakukan pada kematianNya) - hal 233.

Jadi, maksudnya supaya manusia tidak memandang Kristus secara daging, yaitu sekedar sebagai ‘anak dari Maria’.

William Hendriksen: “the use of the word ‘woman’ ... Mary must no longer think of him as being merely her son; ... Mary must begin to look upon Jesus as her Lord” (= penggunaan kata ‘perempuan’ ... Maria tidak boleh berpikir tentang Dia sebagai semata-mata Anaknya; ... Maria harus mulai memandang kepada Yesus sebagai Tuhannya) - hal 433.

i) Saat melihat Anaknya menderita dan mati di salib, jelas merupakan saat penderitaan yang hebat bagi Maria.

1. Ini merupakan penggenapan nubuat.

Pulpit Commentary (hal 438) dan beberapa penafsir lain secara benar mengatakan bahwa pada saat ini Maria mengalami penggenapan nubuat Simeon dalam Luk 2:35 - “suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri”.

2. Sekalipun Maria memang menderita pada saat itu, tetapi itu tidak boleh diartikan bahwa dengan penderitaannya itu ia ikut menebus dosa manusia.

Jelas bahwa Maria memang sangat menderita pada saat itu. Ibu mana yang tidak menderita melihat anaknya diperlakukan seperti itu? Tetapi dari sini lalu muncul suatu ajaran sesat. Gereja Roma Katolik mengatakan bahwa penderitaan Maria di sini (waktu melihat Yesus disalibkan) berfungsi juga untuk menebus dosa kita.

Asal usul ajaran ini:

· Justin Martyr (mati pada tahun 165 M) membandingkan Maria dengan Hawa, dan Ireneaus (mati pada tahun 202 M) berkata bahwa ketidak-taatan perawan Hawa ditebus oleh ketaatan perawan Maria (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 136).

· Ajaran Justin Martyr dan Ireneaus ini dikembangkan lagi, sehingga Gereja Roma Katolik lalu berkata bahwa sebagaimana dosa pertama masuk ke dalam dunia melalui seorang perempuan (yaitu Hawa), demikian juga keselamatan itu datang melalui seorang perempuan (yaitu Maria).

· Paus Benedict XV (1914-1922) & Paus Pius XI (1923) mengatakan bahwa pada waktu Tuhan Yesus menderita dan mati, Maria juga mende­rita, dan karena itu, bersama-sama dengan Tuhan Yesus, Maria adalah penebus dosa [Kalau Yesus adalah Redeemer (= Penebus), maka Maria adalah Co-redeemer (= Rekan penebus)] - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 151.

Gereja Roma Katolik memang menganggap Maria sebagai ‘pengantara’ dan ‘mempunyai peranan dalam menyelamatkan kita’, dan ini terlihat dari ‘Catechism of the Catholic Church’ yang dikeluarkan tahun 1992.

¨ No 968: “Her role in relation to the Church and to all humanity goes still further. ‘In a wholly singular way she cooperated by her obedience, faith, hope, and burning charity in the Savior’s work of restoring supernatural life to souls. For this reason she is a mother to us in the order of grace.’” (= Peranannya berhubungan dengan Gereja dan dengan seluruh kemanusiaan masih lebih jauh lagi. ‘Dengan cara yang sepenuhnya istimewa, ia bekerja sama oleh ketaatannya, imannya, pengharapannya, dan kasihnya yang berkobar-kobar dalam pekerjaan sang Juruselamat untuk memulihkan kehidupan dari jiwa-jiwa. Untuk alasan ini ia adalah seorang ibu bagi kita dalam urutan kasih karunia).

¨ No 969: “This motherhood of Mary in the order of grace continues uninterruptedly from the consent which she loyally gave at the Annunciation and which she sustained without wavering beneath the cross, until the eternal fulfilment of all the elect. Taken up to heaven she did not lay aside this saving office but by her manifold intercession continues to bring us the gifts of eternal salvation .... Therefore the Blessed Virgin is invoked in the Church under the titles of Advocate, Helper, Benefactress, and Mediatrix” [= Keibuan dari Maria dalam urutan kasih karunia berlanjut secara tak terganggu dari persetujuan yang dengan setia ia berikan pada saat pengumuman / pemberitaan (oleh Gabriel) dan yang ia teruskan tanpa ragu-ragu di bawah kayu salib, sampai penggenapan kekal dari semua orang-orang pilihan. Pada waktu diangkat ke surga, ia tidak mengesampingkan tugas penyelamatan ini tetapi oleh syafaatnya yang bermacam-macam ia melanjutkan untuk membawa kepada kita karunia-karunia keselamatan yang kekal. ... Karena itu, Perawan yang terpuji / diberkati disebut di dalam Gereja dengan gelar-gelar Advokat, Penolong, Dermawan, dan Pengantara].

¨ No 970: “Mary’s function as mother of men in no way obscures or diminishes this unique mediation of Christ, but rather shows its power. But the Blessed Virgin’s salutary influence on men . . . flows forth from the superabundance of the merits of Christ, rests on his mediation, depends entirely on it, and draws all its power from it. ‘No creature could ever be counted along with the Incarnate Word and Redeemer; but just as the priesthood of Christ is shared in various ways both by his ministers and the faithful, and as the one goodness of God is radiated in different ways among his creatures, so also the unique mediation of the Redeemer does not exclude but rather gives rise to a manifold cooperation which is but a sharing in this one source.’” (= Fungsi dari Maria sebagai ibu dari manusia sama sekali tidak mengaburkan atau mengurangi pengantaraan yang unik dari Kristus, tetapi sebaliknya menunjukkan kuasanya. Tetapi pengaruh yang bermanfaat dari Perawan yang terpuji / diberkati pada manusia ... mengalir dari kelimpahan dari jasa Kristus, bersandar pada pengantaraanNya, bergantung sepenuhnya padanya, dan mendapatkan semua kuasanya darinya. ‘Tidak ada makhluk ciptaan pernah bisa diperhitungkan bersama dengan Firman yang berinkarnasi dan Penebus; tetapi sama seperti keimaman Kristus juga dimiliki dalam bermacam-macam cara di antara makhluk-makhluk ciptaanNya, demikian pula pengantaraan yang unik dari sang Penebus tidak membuang tetapi sebaliknya menyebabkan suatu kerja sama yang bermacam-macam yang hanya merupakan suatu sharing dalam sumber yang satu ini’).

Karena itu Loraine Boettner berkata:

* “in the Roman Church Mary has come to be looked upon the instrumental cause of salvation” [= dalam Gereja Roma (Katolik) Maria telah dipandang sebagai alat yang menyebabkan keselamatan] - ‘Roman Catholicism’, hal 150.

* “Roman Catholics are taught that all grace necessarily flows through Mary” (= Orang-orang Roma Katolik diajar bahwa semua kasih karunia harus mengalir melalui Maria) - ‘Roman Catholicism’, hal 151.

Tanggapan terhadap ajaran Roma Katolik ini:

a. Kitab Suci memang membandingkan Adam dan Kristus (Adam merupakan TYPE dari Kristus).

· Ro 5:15-19 - “Tetapi karunia Allah tidaklah sama dengan pelanggaran Adam. Sebab, jika karena pelanggaran satu orang semua orang telah jatuh di dalam kuasa maut, jauh lebih besar lagi kasih karunia Allah dan karuniaNya, yang dilimpahkanNya atas semua orang karena satu orang, yaitu Yesus Kristus. Dan kasih karunia tidak berimbangan dengan dosa satu orang. Sebab penghakiman atas satu pelanggaran itu telah mengakibatkan penghukuman, tetapi penganugerahan karunia atas banyak pelanggaran itu mengakibatkan pembenaran. Sebab, jika oleh dosa satu orang, maut telah berkuasa oleh satu orang itu, maka lebih benar lagi mereka, yang telah menerima kelimpahan kasih karunia dan anugerah kebenaran, akan hidup dan berkuasa oleh karena satu orang itu, yaitu Yesus Kristus. Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk hidup. Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar”.

· 1Kor 15:21-22 - “Sebab sama seperti maut datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan orang mati datang karena satu orang manusia. Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus”.

Jadi, dosa masuk ke dalam dunia melalui Adam (karena Adam adalah wakil seluruh umat manusia), dan keselamatan datang melalui Kris­tus.

Tetapi Kitab Suci tidak pernah membandingkan Hawa dan Maria! Jadi ajaran Roma Katolik ini sama sekali tidak mempunyai dasar Kitab Suci.

b. Kitab Suci berkata bahwa keselamatan hanya ada di dalam Kristus (Mat 1:21 Kis 4:12). Dialah satu-satunya Juruselamat / Penebus dosa!

c. Sekalipun Maria memang pasti menderita waktu melihat Anaknya menderita di atas kayu salib, tetapi Kitab Suci tidak pernah berkata bahwa dengan penderitaannya itu, Maria juga menjadi penebus dosa.

Bahwa Maria, yang adalah manusia biasa dan berdosa, bisa menjadi Penebus dosa, merupakan ajaran yang bertentangan dengan Maz 49:8-9. Karena terjemahan Kitab Suci Indonesia dalam hal ini adalah salah, maka saya memberikan terjemahan dari NIV.

Maz 49:8-9 (NIV - Ps 49:6-7): “No man can redeem the life of another, or give to God a ransom for him; the ransom for a life is costly, no payment is ever enough” (= Tidak seorang manusiapun bisa menebus nyawa orang lain, atau memberikan kepada Allah tebusan untuk dia; tebusan untuk suatu nyawa sangat mahal, tidak ada pembayaran yang bisa mencukupi).

j) Tradisi tentang kematian Maria.

1. Dalam kalangan Protestan.

Pulpit Commentary: “Nothing is known of the after-life of Mary. Tradition says she died eleven years after the Lord at Jerusalem, in the fifty-ninth year of her age” (= Tidak ada yang diketahui tentang kehidupan Maria selanjutnya. Tradisi mengatakan bahwa ia mati 11 tahun setelah kematian Tuhan di Yerusalem, pada usia yang ke 59) - hal 438.

Barnes’ Notes: “Tradition says that she continued to live with him in Judea till the time of her death, which occurred about fifteen years after the death of Christ” [= Tradisi mengatakan bahwa ia (Maria) terus hidup dengan dia (Yohanes) di Yudea sampai saat kematiannya, yang terjadi sekitar 15 tahun setelah kematian Kristus] - hal 354.

Thomas Whitelaw: “One tradition says she lived with John eleven years in Jerusalem, and died there; another that she accompanied him to Ephesus, and was buried there” [= Satu tradisi mengatakan bahwa ia hidup dengan Yohanes 11 tahun di Yerusalem, dan mati di sana; tradisi yang lain mengatakan bahwa ia (Maria) menemaninya (Yohanes) ke Efesus, dan dikuburkan di sana] - hal 408.

2. Dalam kalangan Roma Katolik.

Dalam kalangan Roma Katolik dikatakan bahwa setelah mati, Maria lalu bangkit dan naik ke surga dengan tubuh jasmaninya, seperti Kristus.

Doktrin tentang The Assumption of Mary (= Kenaikan Maria ke surga secara jasmani) dikeluarkan pada tanggal 1 Nopember 1950, oleh Paus Pius XII, dengan embel-embel ‘EX CATHEDRA’ (= dari kursinya), yang menunjukkan bahwa kata-katanya infallible / tidak bisa salah (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 162).

Kepercayaan mereka tentang hal ini:

a. Tubuh Maria dibangkitkan sesaat setelah kematiannya, jiwa dan tubuhnya dipersatukan kembali dan ia diangkat ke surga, dan menjadi Ratu Surga. Doktrin tentang kebangkitan Maria ini merupakan kesimpulan logis: karena menurut mereka Maria tidak berdosa, maka ia tidak dapat tetap ada dalam kebinasaan.

Tradisi mereka dalam hal ini berkata: “On the third day after Mary’s death, when the apostles gath­ered together around her tomb, they found it empty. The sacred body had been carried up to the celestial paradise. Jesus himself came to conduct her hither; the whole court of heaven came to welcome with songs of triumph the mother of the divine Lord. What a chorus of exaltation. Hark how they cry. Lift up your gates, o ye princes, and be ye lifted up, o eternal gates, and the Queen of glory shall enter in” (= Pada hari yang ketiga setelah kematian Maria, ketika rasul-rasul berkumpul di sekitar kuburannya, mereka mendapati kubur itu kosong. Tubuh yang suci itu telah diangkat ke surga. Yesus sendiri datang untuk memim­pin Maria kesana; seluruh surga datang untuk menyambut dengan nyanyian kemenangan ibu dari Tuhan yang ilahi. Alangkah indah­nya pujian pemuliaan itu. Dengarlah bagaimana mereka berseru. Angkatlah pintu-pintu gerbangmu, ya kamu pangeran-pangeran, dan terangkatlah, ya pintu-pintu gerbang yang kekal, dan Ratu Kemuliaan akan masuk) - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 162.

Catatan: Bandingkan kemiripan bagian terakhir dari kutipan ini dengan Maz 24:7-10 yang berbunyi sebagai berikut: “Angkatlah kepalamu, hai pintu-pintu gerbang, dan terangkatlah kamu, hai pintu-pintu yang berabad-abad, supaya masuk Raja Kemuliaan! ‘Siapakah itu Raja Kemuliaan?’ ‘TUHAN, jaya dan perkasa, TUHAN, perkasa dalam peperangan!’ Angkatlah kepalamu, hai pintu-pintu gerbang, dan terangkatlah kamu, hai pintu-pintu yang berabad-abad, supaya masuk Raja Kemuliaan! ‘Siapakah Dia itu Raja Kemuliaan?’ ‘TUHAN semesta alam, Dialah Raja Kemuliaan!’ Sela”.

Hanya, ‘Raja Kemuliaan’, yang menunjuk kepada Tuhan, mereka ganti dengan ‘Ratu Kemuliaan’, yang menunjuk kepada Maria!

Seorang yang bernama Gregory of Tours (Perancis) menulis buku yang berjudul ‘In Gloriam Martyrum’. Dalam buku itu ada cerita sebagai berikut: “As Mary lay dying with the apostles gathered around her bed, Jesus appeared with His angels, committed her soul to the care of Gabriel, and her body was taken away in a cloud” (= Ketika Maria terbaring dalam keadaan sekarat / hampir mati dengan rasul-rasul berkumpul di sekeliling tempat tidurnya, Yesus menampakkan diri dengan malaikat-malaikatNya, menyerahkan jiwanya pada pemeliha­raan / penjagaan Gabriel, dan tubuhnya diangkat ke awan-awan) - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 163.

Catatan:

· perhatikan bahwa cerita ini tidak sama dengan tradisi di atas. Lalu yang mana yang benar?

· Seorang kristen yang bernama Edwards J. Tanis berkata: “There is no more evidence for the truth of this legend than for the ghost stories told by our grandfathers” (= tak ada lebih banyak bukti untuk kebenaran dari dongeng ini dari pada untuk dongeng-dongeng tentang hantu yang diceritakan oleh kakek-kakek kita) - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 163.

Loraine Boettner sendiri berkata: “In the Roman Church so much of myth and legend has been added to Mary’s person that the real Mary has been largely forgotten” [= Dalam Gereja Roma begitu banyak mitos dan dongeng yang telah ditambahkan kepada pribadi Maria sehingga sebagian besar dari Maria yang sesungguhnya / yang asli telah dilupakan] - ‘Roman Catholicism’, hal 165.

b. Di surga Maria menduduki tempat yang lebih tinggi dari para orang suci atau penghulu malaikat. Ia dinobatkan sebagai Ratu Surga oleh Allah Bapa sendiri dan ia diberi takhta di sebelah kanan Anaknya.

Tanggapan terhadap ajaran Roma Katolik ini:

a. Memang kalau Maria tidak berdosa ia tidak mungkin tetap ada dalam kebinasaan. Tetapi perlu dipertanyakan: mengapa ia harus / perlu mati? Mengapa tidak langsung naik ke surga tanpa mengalami kematian seperti Elia dan Henokh?

b. Doktrin ini baru muncul tanggal 1 Nopember 1950. Mengapa dibu­tuhkan waktu 19 abad untuk menemukan doktrin ini? Jelas karena tidak pernah ada dalam Kitab Suci!

c. Perlu dipertanyakan pertanyaan ini: dengan tubuh apa Maria bangkit dan masuk ke surga? Sampai saat ini hanya Kristus yang mempunyai tubuh kebangkitan. Semua manusia baru menggunakan tubuh kebangkitan pada saat Kristus datang keduakalinya (Yoh 5:28-29 1Kor 15:20-23,50-55 1Tes 4:13-17)!

d. Kebangkitan dan kenaikan Maria ke surga secara jasmani tidak pernah ada dalam Kitab Suci, dan karena itu harus kita tolak. Kita memang mempercayai bahwa Maria adalah orang yang beriman, sehingga pada saat ia mati, ia pasti masuk surga. Tetapi ini berbeda dengan mempercayai kebangkitan dan kenaikannya ke surga secara jasmani, seperti yang dialami oleh Yesus!

-o0o-

Yohanes 19:28-30

Yohanes 19: 28-30: “Sesudah itu, karena Yesus tahu, bahwa segala sesuatu telah selesai, berkatalah Ia - supaya genaplah yang ada tertulis dalam Kitab Suci - : ‘Aku haus!’ Di situ ada suatu bekas penuh anggur asam. Maka mereka mencucukkan bunga karang, yang telah dicelupkan dalam anggur asam, pada sebatang hisop lalu mengunjukkannya ke mulut Yesus. Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: ‘Sudah selesai.’ Lalu Ia menundukkan kepalaNya dan menyerahkan nyawaNya”.

1) ‘Sesudah itu, karena Yesus tahu, bahwa segala sesuatu telah selesai’.

William Hendriksen: “Throughout his earthly sojourn and especially on the cross he had suffered the wrath of God against sin so as to deliver his people from it and to merit for them everlasting salvation. The task had been brought to completion. Jesus knew this, for he knew all things both in their totality and one by one” (= Sepanjang persinggahanNya di bumi dan khususnya pada kayu salib Ia telah menderita / mendapatkan murka Allah terhadap dosa sehingga membebaskan umatNya darinya dan mendapatkan untuk mereka keselamatan kekal. Tugas itu telah diselesaikan. Yesus mengetahui hal ini, karena Ia mengetahui segala sesuatu, baik secara keseluruhan maupun satu per satu) - hal 434.

2) “berkatalah Ia - supaya genaplah yang ada tertulis dalam Kitab Suci - : ‘Aku haus!’”.

Kristus mengalami kehausan (ay 28-29).

a) Kehausan adalah salah satu penderitaan hebat yang selalu menyertai penyaliban.

Barnes’ Notes: “Thirst was one of the most distressing circumstances attending the crucifixion. The wounds were highly inflamed, and the raging fever was caused usually by the sufferings on the cross, and this was accompanied by insupportable thirst” (= Kehausan adalah salah satu keadaan yang paling membuat menderita yang menyertai penyaliban. Luka-luka itu meradang dengan hebat, dan demam yang tinggi biasanya terjadi oleh penderitaan-penderitaan pada salib, dan ini disertai / diiringi oleh kehausan yang tak tertahankan) - hal 354.

b) Mengapa Kristus harus mengalami kehausan?

1. Karena itu sudah dinubuatkan dalam:

· Maz 22:16 - ‘lidahku melekat pada langit-langit mulutku’.

· Maz 69:22b - ‘pada waktu aku haus mereka memberi aku minum anggur asam’.

2. Supaya orang berdosa yang mengalami kehausan yang tak terpuaskan bisa terpuaskan dalam Kristus.

Spurgeon: “We know from experience that the present effect of sin in every man who indulges in it is thirst of soul. The mind of man is like the daughters of the horseleech, which cry for ever ‘Give, give.’ Metaphorically understood, thirst is dissatisfaction, the craving of the mind for something which it has not, but which it pines for. Our Lord says, ‘If any man thirst, let him come unto me and drink,’ that thirst being the result of sin in every ungodly man at this moment. Now Christ standing in the stead of the ungodly suffers thirst as a type of his enduring the result of sin” (= Kami mengetahui dari pengalaman bahwa akibat saat ini dari dosa dalam setiap orang yang menuruti keinginan hatinya dalam dosa adalah kehausan dari jiwa. Pikiran manusia adalah seperti saudari dari lintah, yang terus berteriak ‘Berilah, berilah’. Dimengerti secara kiasan, kehausan adalah ketidak-puasan, keinginan dari pikiran untuk sesuatu yang tidak dipunyainya, tetapi yang diharapkannya. Tuhan kita berkata: ‘Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepadaKu dan minum’, kehausan itu merupakan akibat dari dosa dalam setiap orang yang jahat pada saat ini. Sekarang Kristus yang berdiri di tempat orang-orang jahat, menderita kehausan sebagai suatu simbol dari pemikulan akibat dosa) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol VI, hal 562.

William Hendriksen: “the emphasis is on the infinite love of the Lord, revealed in being willing to suffer burning thirst in order that for his people he might be the everlasting fountain of living water” (= penekanannya adalah pada kasih yang tak terbatas dari Tuhan, dinyatakan dalam kerelaanNya untuk menderita / mengalami kehausan yang membakar supaya Ia bisa menjadi sumber yang kekal dari air hidup bagi umatNya) - hal 434.

3. Karena dosa pertama-tama masuk ke dalam dunia melalui mulut, maka pemberesan dosa juga harus berurusan dengan mulut.

Spurgeon: “See, brethren, where sin begins, and mark that there it ends. It began with the mouth of appetite, when it was sinfully gratified, and it ends when a kindred appetite is graciously denied. Our first parents plucked forbidden fruit, and by eating slew the race. Appetite was the door of sin, and therefore in that point our Lord was put to pain. With ‘I thirst’ the evil is destroyed and receives its expiation. ... A carnal appetite of the body, the satisfaction of the desire for food, first brought us down under the first Adam, and now the pang of thirst, the denial of what the body craved for, restores us to our place” (= Lihatlah, saudara-saudara, dimana dosa mulai, dan tandailah bahwa di sana dosa berakhir. Dosa dimulai dengan mulut yang ingin makan, dan pada saat itu dipuaskan secara berdosa, dan dosa berakhir pada saat nafsu makan yang sama ditolak dengan kasih karunia. Orang tua pertama kita memetik buah terlarang, dan dengan memakannya membunuh umat manusia. Nafsu makan adalah pintu dari dosa, dan karena itu dalam hal itu Tuhan kita disakiti. Dengan kata-kata ‘Aku haus’ kejahatan dihancurkan dan mendapatkan penebusannya. ... Nafsu makan yang bersifat daging dari tubuh, pemuasan dari keinginan akan makanan, mula-mula membawa kita turun di bawah Adam pertama, dan sekarang rasa sakit dari kehausan, penyangkalan dari apa yang sangat diinginkan oleh tubuh, memulihkan kita ke tempat kita) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol VI, hal 562.

Catatan: saya memberikan pandangan Spurgeon di sini, hanya karena saya merasa bahwa pandangannya merupakan sesuatu yang menarik. Tetapi saya tidak yakin apakah pandangannya ini benar atau tidak.

4. Supaya kita yang percaya tidak perlu masuk ke neraka dan mengalami kehausan yang kekal.

Spurgeon: “thirst will also be the eternal result of sin, for he says concerning the rich glutton, ‘In hell he lift up his eyes, being in torment,’ and his prayer, which was denied him, was, ‘Father Abraham, send Lazarus, that he may dip the tip of his finger in water and cool my tongue, for I am tormented in this flame.’ Now recollect, if Jesus had not thirsted, every one of us would have thirsted for ever afar off from God, with an impassable gulf between us and heaven. Our sinful tongues, blistered by the fever of passion, must have burned for ever had not his tongue been tormented with thirst in our stead” (= kehausan juga akan menjadi akibat kekal dari dosa, karena Ia berkata tentang orang kaya yang rakus, ‘Dan sementara ia menderita sengsara di alam maut / neraka ia memandang ke atas’, dan doanya, yang tidak dikabulkan, adalah: ‘Bapa Abraham, suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini’. Sekarang ingatlah bahwa seandainya Yesus tidak mengalami kehausan, setiap kita akan mengalami kehausan selama-lamanya terpisah dari Allah, dengan jurang yang tak terseberangi antara kita dengan surga. Lidah-lidah kita yang berdosa, melepuh / kepanasan oleh demam dari nafsu / penderitaan, harus terbakar selama-lamanya, seandainya lidahNya tidak disiksa oleh kehausan di tempat kita / menggantikan kita) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol VI, hal 562-563.

Bdk. Luk 16:23-24 - “Orang kaya itu juga mati, lalu dikubur. Dan sementara ia menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya. Lalu ia berseru, katanya: Bapa Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini”.

Dan Kristus memikul hukuman itu, sehingga harus merasakan kehausan yang luar biasa.

c) Kristus minta minum supaya:

1. Nubuat dalam Maz 69:22b tergenapi (ay 28).

Maz 69:22b - ‘pada waktu aku haus mereka memberi aku minum anggur asam’.

George Hutcheson: “He did not express his need to them, as hoping or expecting to be refreshed by them, but only that he might fulfil the scriptures which foretold of this part of his suffering” (= Ia tidak menyatakan kebutuhanNya kepada mereka, karena berharap untuk disegarkan oleh mereka, tetapi hanya supaya Ia bisa menggenapi kitab suci yang telah meramalkan tentang bagian ini dari penderitaanNya) - hal 404.

George Hutcheson: “All that Christ was to endure and suffer came not at random, nor at the pleasure of men, but was foredetermined by God, and accordingly recorded in scripture” (= Semua yang harus dipikul dan diderita oleh Kristus tidak datang secara sembarangan, ataupun karena kesenangan manusia, tetapi ditentukan lebih dulu oleh Allah, dan dicatat dalam kitab suci sesuai dengan hal itu) - hal 404.

Ia juga menunjukkan Kis 4:27-28 - “Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, HambaMu yang kudus, yang Engkau urapi, untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendakMu”.

George Hutcheson: “Christ in his suffering did not respect his own case, but his great care was to fulfil all things that were enjoined and appointed for redemption of his people; ... and might by his example teach us to make it our great care in suffering rather to do our duty than how to get ease and deliverance, Acts 20:24” (= Kristus dalam penderitaanNya tidak mempedulikan kasusNya sendiri, tetapi perhatian / kepedulianNya yang besar adalah untuk menggenapi segala sesuatu yang dihubungkan dan ditetapkan untuk penebusan umatNya; ... dan oleh teladanNya bisa mengajar kita untuk membuat kita memperhatikan untuk melakukan tugas kita dalam penderitaan dari pada untuk mendapatkan kesenangan dan pembebasan, Kis 20:24) - hal 404.

Kis 20:24 - “Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikitpun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah”.

2. Ia bisa meneriakkan kata-kata ‘Sudah selesai’ (ay 30), yang mempunyai arti sangat penting bagi kita. Tanpa minuman itu, mulut, lidah, dan tenggorokan Yesus yang sangat kering karena kehausan yang luar biasa itu tidak akan bisa meneriakkan kata-kata itu. Tetapi ada juga yang beranggapan bahwa Ia minta minum supaya Ia bisa meneriakkan kata-kata terakhirNya, yaitu yang ada dalam Luk 23:46 - “Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: ‘Ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu.’ Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawaNya”.

William Hendriksen: “It has been suggested that Jesus desired to slake his agonizing thirst in order to be able to utter the loud cry recorded in Luke 23:46 ... It is possible, but the text does not say anything to this effect” (= Telah diusulkan bahwa Yesus ingin memuaskan kehausannya yang menyakitkan supaya bisa mengucapkan teriakan keras yang dicatat dalam Luk 23:46 ... Itu mungkin, tetapi textnya tidak mengatakan apapun yang kira-kira seperti itu) - hal 434.

3) ‘Di situ ada suatu bekas penuh anggur asam. Maka mereka mencucukkan bunga karang, yang telah dicelupkan dalam anggur asam, pada sebatang hisop lalu mengunjukkannya ke mulut Yesus. Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, ...’.

a) Jangan mencampur-adukkan peristiwa ini dengan peristiwa yang terjadi dalam Mat 27:34 / Mark 15:23, dimana Yesus menolak diberi minum.

· Mat 27:34 - “Lalu mereka memberi Dia minum anggur bercampur empedu. Setelah Ia mengecapnya, Ia tidak mau meminumnya”.

· Mark 15:23 - “Lalu mereka memberi anggur bercampur mur kepadaNya, tetapi Ia menolaknya”.

Kedua ayat ini bukannya bertentangan tetapi saling melengkapi. Jadi, minuman yang diberikan adalah anggur yang bercampur ramuan tertentu yang mengandung empedu, mur dan sebagainya. Banyak penafsir yang beranggapan bahwa minuman yang ditolak oleh Yesus ini adalah minuman yang berfungsi sebagai pembius rasa sakit.

Pulpit Commentary: “‘They offered him wine, mixed with narcotic gall,’ to stupefy his senses and lull his physical agony” (= ‘Mereka menawarkan Dia anggur, dicampur dengan empedu narkotik’, untuk membius perasaannya dan meredakan penderitaan fisikNya) - hal 425.

Adam Clarke: “This vinegar must not be confounded with the vinegar and gall mentioned Matt. 27:34, and Mark 15:23. That, being a stupifying potion, intended to alleviate his pain, he refused to drink; but of this he took a little, and then expired, ver. 29” (= Cuka ini tidak boleh dicampur-adukkan dengan cuka dan empedu yang disebutkan dalam Mat 27:34 dan Mark 15:23. Itu, karena merupakan obat / minuman pembius yang dimaksudkan untuk mengurangi rasa sakit, Ia tolak untuk minum; tetapi yang ini Ia meminumnya sedikit, dan lalu mati, ay 29) - hal 653.

Amsal 31:6-7 - “Berikanlah minuman keras itu kepada orang yang akan binasa, dan anggur itu kepada yang susah hati. Biarlah ia minum dan melupakan kemiskinannya, dan tidak lagi mengingat kesusahannya”.

Adam Clarke: “Some person, out of kindness, appears to have administered this to our blessed Lord; but he, as in all other cases, determining to endure the fulness of pain, refused to take what was thus offered to him” (= Beberapa orang, karena kebaikan, kelihatannya memberikan ini kepada Tuhan kita yang diberkati / terpuji; tetapi Ia, seperti dalam semua kasus yang lain, memutuskan untuk menahan rasa sakit sepenuhnya, menolak untuk meminum apa yang ditawarkan kepadaNya) - hal 273.

Problem dengan pandangan ini adalah: Maz 69:22 merupakan sesuatu yang tidak ditujukan untuk kebaikan pemazmur dalam Maz 69 tersebut.

Maz 69:22 - “Bahkan, mereka memberi aku makan racun, dan pada waktu aku haus, mereka memberi aku minum anggur asam”.

1. Persoalan terjemahan.

RSV: ‘poison’ (= racun).

KJV/NIV/NASB: ‘gall’ (= empedu).

Footnote NASB: ‘Or poison’ (= Atau racun).

Jadi rupanya kata bahasa Ibraninya bisa diterjemahkan ‘empedu’ maupun ‘racun’. Tetapi pemilihan ‘racun’ jelas salah karena tidak cocok dengan penggenapan nubuatnya dalam Mat 27:34.

2. Dalam Maz 69:22 jelas bahwa tindakan itu bukan ditujukan untuk kebaikan dari si pemazmur.

b) Yesus diberi minum anggur asam (ay 29) dan Ia mau minum. Ini juga diceritakan dalam Mat 27:48 dan Mark 15:36.

Ada 3 hal yang ingin saya persoalkan di sini:

1. Yohanes 19: 29: ‘anggur asam’.

Ini sama dengan terjemahan NASB yang menterjemahkan ‘sour wine’. Tetapi KJV/RSV/NIV menterjemahkan ‘vinegar’ (= cuka).

Leon Morris (NICNT): “‘vinegar’ is a term which signifies a cheap wine, the kind of drink that was used by the masses” (= ‘cuka’ adalah suatu istilah yang berarti anggur murah, jenis minuman yang digunakan oleh orang banyak).

Adam Clarke: “Instead of OXOS, vinegar, several excellent mss. and versions have OINON, wine; but as sour wine is said to have been a general drink of the common people and Roman soldiers, it being the same as vinegar, it is of little consequence which reading is being adopted” (= Bukannya OXOS, cuka, beberapa manuscripts dan versi yang sangat bagus mengatakan OINON, anggur; tetapi karena anggur asam dikatakan merupakan minuman umum dari orang banyak dan tentara Romawi, dan merupakan sesuatu yang sama dengan cuka, maka tidak terlalu berbeda bacaan mana yang diambil) - hal 273.

2. Mengapa tentara-tentara itu mau memberiNya minum? Ada penafsir yang mengatakan bahwa biasanya orang disalib tidak diberi minum. Kalau ini benar, maka jelas bahwa di sini Allah bekerja, sehingga nubuat dalam Maz 69:22b itu terjadi. Tetapi Calvin mengatakan (hal 233) bahwa pemberian minum seperti ini adalah suatu kebiasaan.

3. Dengan Kristus meminta minum, dan diberi minum, apakah itu berarti bahwa penderitaanNya dikurangi sehingga Ia tidak menanggung 100 % hukuman dosa kita? Tidak! Karena Ia minta minum setelah Ia tahu bahwa semua sudah selesai (ay 28), artinya penebusan yang Ia lakukan sudah cukup untuk menebus dosa kita. Perhatikan kata-kata Calvin di bawah ini:

“Now, it ought to be remarked, that Christ does not ask any thing to drink till all things have been accomplished ... No words can fully express the bitterness of the sorrows which he endured; and yet he does not desire to be freed from them, till the justice of God has been satisfied, and till he has made a perfect atonement” (= Harus diperhatikan, bahwa Kristus tidak meminta minum apapun sampai semua telah selesai / tercapai ... Tidak ada kata-kata yang dapat menyatakan secara penuh kesedihan yang ditahanNya; tetapi Ia tidak ingin dibebaskan darinya, sampai keadilan Allah telah dipuaskan, dan sampai Ia telah membuat penebusan yang sempurna) - hal 234.

Tetapi bagaimana mungkin sudah selesai, padahal Ia belum mengalami kematian? Calvin berkata bahwa Kristus mengucapkan kata-kata ‘sudah selesai’ itu dengan memperhitungkan kematianNya yang akan terjadi. Atau ada juga yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ‘sudah selesai’ adalah penderitaan aktifNya dalam memikul hukuman dosa.

c) Barclay menyoroti kata ‘hisop’ yang digunakan untuk memberi Yesus minum, dan ia menghubungkan ‘hisop’ di sini dengan ‘hisop’ dalam Kel 12:21-23 - “Lalu Musa memanggil semua tua-tua Israel serta berkata kepada mereka: ‘Pergilah, ambillah kambing domba untuk kaummu dan sembelihlah anak domba Paskah. Kemudian kamu harus mengambil seikat hisop dan mencelupkannya dalam darah yang ada dalam sebuah pasu, dan darah itu kamu harus sapukan pada ambang atas dan pada kedua tiang pintu; seorangpun dari kamu tidak boleh keluar pintu rumahnya sampai pagi. Dan TUHAN akan menjalani Mesir untuk menulahinya; apabila Ia melihat darah pada ambang atas dan pada kedua tiang pintu itu, maka TUHAN akan melewati pintu itu dan tidak membiarkan pemusnah masuk ke dalam rumahmu untuk menulahi”, dan ia lalu berkata:

William Barclay: “It was the blood of the Passover lamb which saved the people of God; it was the blood of Jesus which was to save the world from sin. The very mention of hyssop would take the thoughts of any Jews back to the saving blood of the Passover lamb; and this was John’s way of saying that Jesus was the great Passover Lamb of God whose death was to save the whole world from sin” (= Adalah darah dari domba Paskah yang menyelamatkan umat Allah; adalah darah Yesus yang harus menyelamatkan dunia dari dosa. Penyebutan tentang ‘hisop’ akan membawa pikiran dari seadanya orang Yahudi kembali kepada darah domba Paskah yang menyelamatkan; dan ini merupakan cara Yohanes untuk mengatakan bahwa Yesus adalah Domba Paskah Allah yang besar / agung, yang kematianNya adalah untuk menyelamatkan seluruh dunia dari dosa) - ‘The Gospel of John’, vol 2, hal 259.

4) “berkatalah Ia: ‘Sudah selesai.’”.

a) Kata-kata ‘Sudah selesai’ dalam ay 30 ini dalam bahasa Yunaninya adalah TETELESTAI, sama persis dengan kata-kata ‘telah selesai’ dalam ay 28.

Ay 28-30: “Sesudah itu, karena Yesus tahu, bahwa segala sesuatu telah selesai, berkatalah Ia - supaya genaplah yang ada tertulis dalam Kitab Suci - : ‘Aku haus!’ Di situ ada suatu bekas penuh anggur asam. Maka mereka mencucukkan bunga karang, yang telah dicelupkan dalam anggur asam, pada sebatang hisop lalu mengunjukkannya ke mulut Yesus. Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: ‘Sudah selesai.’ Lalu Ia menundukkan kepalaNya dan menyerahkan nyawaNya”.

Thomas Whitelaw: “‘It is finished’ tetelestai, a word ‘in Christ’s heart before, but now brought forth with the lips’ (Bengel)” [= ‘Sudah selesai’, tetelestai / TETELESTAI, suatu kata ‘dalam hati Kristus sebelumnya, tetapi sekarang dikeluarkan oleh bibirNya’ (Bengel)] - hal 409.

b) Bdk. Yoh 4:34 - “Kata Yesus kepada mereka: ‘MakananKu ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaanNya”.

Ini suatu teladan dalam melakukan pelayanan.

c) Kata-kata ini merupakan inti dari Injil, dan ini harus kita beritakan kepada orang-orang yang belum percaya supaya mereka mau percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka.

Arthur W. Pink: “‘It is finished’ is but one word in the original, yet in that word is wrapped up the Gospel of God; in that word is contained the ground of the believer’s assurance” (= ‘Sudah selesai’ hanya merupakan satu kata dalam bahasa aslinya, tetapi dalam kata itu terbungkus Injil Allah; dalam kata itu tercakup dasar dari keyakinan orang percaya) - ‘The Seven Sayings of the Saviour on the Cross’, hal 60.

John G. Mitchell: “As you speak to the unsaved, tell them that He finished the work. Redemption is completed. He asks them to accept Him as Savior and as Lord. We sometimes sing, ‘Nothing in my hands I bring, Simply to thy cross I cling.’ He is the Savior, the complete Savior. He has finished the work. Blessed be His name” (= Pada waktu engkau berbicara dengan orang yang belum diselamatkan, beritahu mereka bahwa Ia telah menyelesaikan pekerjaanNya. Penebusan sudah lengkap / sempurna. Ia meminta mereka untuk menerimaNya sebagai Juruselamat dan sebagai Tuhan. Kita kadang-kadang menyanyi: ‘Tidak ada yang aku bawa dalam tanganku, Hanya kepada salib aku berpegang’. Ia adalah Juruselamat, Juruselamat yang lengkap / sempurna. Ia telah menyelesaikan pekerjaanNya. Terpujilah namaNya) - hal 378.

Spurgeon: “Let us publish it. Children of God, ye who by faith received Christ as your all in all, tell it every day of your lives that ‘it is finished.’ Go and tell it to those who are torturing themselves, thinking through obedience and mortification to offer satisfaction. ... In all parts of the earth there are those who think that the misery of the body and the soul may be an atonement for sin. Rush to them, stay them in their madness and say to them, ‘Wherefore do ye this? It is finished.’ All the pains that God asks, Christ has suffered; all the satisfaction by way of agony in the flesh that the law demandeth, Christ hath already endured. ... God neither asks nor accepts any other sacrifice than that which Christ offered once for all upon the cross. ... Why improve on what is finished? Why add to that which is complete? The Bible is finished, he that adds to it shall have his name taken out of the Book of Life, and out of the holy city: Christ’s atonement is finished, and he that adds to that must expect the selfsame doom” (= Hendaklah kita mempublikasikannya. Anak-anak Allah, engkau yang oleh iman menerima Kristus sebagai semua dalam semua bagimu, ceritakanlah dalam setiap hari dalam hidupmu bahwa itu ‘Sudah selesai’. Pergilah dan ceritakanlah itu kepada mereka yang menyiksa diri mereka sendiri, dan mengira melalui ketaatan dan penghukuman / penyangkalan diri untuk menawarkan pemuasan. ... Di semua bagian-bagian bumi ada mereka yang berpikir bahwa penderitaan dari tubuh dan jiwa bisa menjadi penebusan untuk dosa. Cepatlah pergi kepada mereka, tahanlah / hentikanlah mereka dalam kegilaan mereka dan katakan kepada mereka: ‘Untuk apa kamu lakukan ini? Itu sudah selesai’. Semua rasa sakit yang dituntut oleh Allah, telah diderita oleh Kristus; semua pemuasan melalui penderitaan dalam daging yang dituntut oleh hukum Taurat, telah ditahan oleh Kristus. ... Allah tidak meminta ataupun menerima korban lain apapun dari pada korban yang diberikan oleh Kristus sekali untuk selama-lamanya di atas kayu salib. ... Mengapa memperbaiki apa yang sudah selesai? Mengapa menambahkan pada apa yang sudah selesai / lengkap? Alkitab sudah selesai, ia yang menambahinya akan dihapuskan namanya dari Kitab Kehidupan, dan dari kota kudus: penebusan Kristus sudah selesai, dan ia yang menambahkan pada penebusan itu harus mengharapkan nasib yang sama) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol VI, hal 584,585.

d) Bagaimana Kristus bisa menyelesaikan hukuman kekal kita dalam waktu yang begitu singkat?

Spurgeon: “We have sometimes heard it said, ‘How could Christ, in so short a time, bear suffering which should be equivalent to the torments - the eternal torments of hell?’ Our reply is, we are not capable of judging what the Son of God might do even in a moment, much less what he might do and what he might suffer in his life and in his death. ... it is very possible that he did in the space of two or three hours endure not only the agony which might have been contained in centuries, but even an equivalent for that which might be comprehended in everlasting punishment. At any rate, it is not for us to say that it could not be done. Do not, I pray you, let us attempt to measure Christ’s sufferings by the finite line of your ignorant reason, but let us know and believe that what he endured there was accepted by God as an equivalent for all our pains” (= Kita kadang-kadang mendengar dikatakan: ‘Bagaimana Kristus bisa, dalam waktu yang begitu singkat, memikul penderitaan yang setara dengan penyiksaan - penyiksaan kekal dari neraka?’ Jawaban kami adalah: kita tidak mampu menghakimi / menilai apa yang Anak Allah bisa lakukan dalam waktu yang singkat, apa lagi apa yang bisa Ia lakukan dan apa yang bisa Ia alami / pikul dalam hidupNya dan dalam matiNya. ... adalah sangat mungkin bahwa dalam waktu 2 atau 3 jam Ia memikul / menahan bukan hanya penderitaan yang tercakup dalam banyak abad, tetapi bahkan setara dengan hal yang dimengerti dalam penghukuman kekal. Bagaimanapun, bukanlah bagian kita untuk mengatakan bahwa itu tidak bisa dilakukan. Saya mohon, jangan mencoba untuk mengukur penderitaan Kristus dengan garis / tali terbatas dari akal yang bodoh / tidak tahu apa-apa, tetapi hendaklah kita tahu dan percaya bahwa apa yang Ia tahan di sana telah diterima oleh Allah sebagai sesuatu yang setara dengan semua rasa sakit kita) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol VI, hal 579-580.

e) Kata-kata ‘Sudah selesai’ ini menunjukkan bahwa kalau saudara mau percaya kepada Kristus, maka saudara harus percaya hanya kepada Kristus.

Calvin: “Now this word, which Christ employs, well deserves our attention; for it shows that the whole accomplishment of our salvation, and all the parts of it, are contained in his death. We have already stated that his resurrection is not separated from his death, but Christ only intends to keep our faith fixed on himself alone, and not to allow it to turn aside in any direction whatever. The meaning, therefore, is, that every thing which contributes to the salvation of men is to be found in Christ, and ought not to be sought anywhere else” (= Kata yang digunakan oleh Kristus ini perlu kita perhatikan; karena kata itu menunjukkan bahwa seluruh penyelesaian / pencapaian keselamatan kita, dan semua bagian-bagiannya, tercakup dalam kematianNya. Kami sudah menyatakan bahwa kebangkitanNya tidak terpisah dari kematianNya, tetapi Kristus hanya bermaksud untuk mengarahkan iman kita hanya kepada Dia saja, dan tidak mengijinkannya untuk berpaling ke arah manapun juga. Karena itu, artinya adalah bahwa segala sesuatu yang memberikan sumbangsih kepada keselamatan manusia harus ditemukan di dalam Kristus, dan tidak boleh dicari di tempat lain manapun juga) - hal 235-236.

Calvin: “If we give our assent to this word which Christ pronounced, we ought to be satisfied with his death alone for salvation, and we are not at liberty to apply for assistance in any other quarter” (= Jika kita menyetujui kata-kata yang Kristus ucapkan, kita harus puas dengan kematianNya saja untuk keselamatan, dan kita tidak boleh menggunakan bantuan dari sudut lain manapun) - hal 236.

Karena itu, jangan menggabungkan Kristus dengan kepercayaan / agama lain, dengan kepercayaan kepada Maria atau orang suci, dengan kepercayaan pada perbuatan baik saudara sendiri, dsb. Keselamatan kita terjadi hanya karena jasa penebusan Kristus, yang kita terima dengan iman!

f) Kata-kata ‘Sudah selesai’ ini juga menjamin bahwa Yesus akan menyelesaikan pekerjaanNya di dalam kita.

Spurgeon: “Once more, there is joy to every believer when he remembers that, as Christ said, ‘It is finished,’ every guarantee was given of the eternal salvation of all the redeemed. It appears to me that, if Christ finished the work for us, he will finish the work in us. If he has undertaken so supreme a labour as the redemption of our souls by blood, and that is finished, then the great but yet minor labour of renewing our natures, and transforming us even unto perfection, shall be finished, too. If, when we were sinners, Christ loved us so as to die for us, now that he has redeemed us, and has already reconciled us to himself, and made us his friends and his disciples, will he not finish the work that is necessary to make us fit to stand among the golden lamps of heaven, and to sing his praises in the country where nothing that defileth can ever enter?” (= Sekali lagi, ada sukacita bagi setiap orang percaya pada waktu ia mengingat bahwa, seperti dikatakan Kristus: ‘Sudah selesai’, semua garansi diberikan tentang keselamatan kekal dari umat manusia. Bagi saya kelihatannya bahwa jika Kristus telah menyelesaikan pekerjaan untuk kita, Ia akan menyelesaikan pekerjaan di dalam kita. Jika Ia telah mengerjakan pekerjaan yang begitu tinggi seperti penebusan jiwa kita oleh darah, dan hal itu sudah diselesaikan, maka pekerjaan yang agung tetapi lebih kecil tentang pembaharuan diri kita, dan perubahan kita kepada kesempurnaan, akan diselesaikan juga. Jika, pada waktu kita adalah orang-orang berdosa, Kristus mengasihi kita sehingga mati untuk kita, sekarang pada saat Ia telah menebus kita, dan telah mendamaikan kita dengan diriNya sendiri, dan membuat kita sahabat-sahabatNya dan murid-muridNya, apakah Ia tidak akan menyelesaikan pekerjaan yang perlu untuk membuat kita cocok untuk berdiri di antara lampu-lampu emas dari surga, dan untuk menyanyikan pujianNya di negara dimana tidak ada sesuatu yang mengotori bisa masuk) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol VI, hal 575.

g) Calvin menganggap bahwa kata-kata ‘Sudah selesai’ dari Kristus ini merupakan dasar penghapusan ‘ceremonial law’ (= hukum yang berhubungan dengan upacara keagamaan).

Calvin: “All the sacrifices of the Law must have ceased, for the salvation of men has been completed by the one sacrifice of the death of Christ” (= Semua korban dari hukum Taurat harus sudah berhenti, karena keselamatan manusia telah disempurnakan / diselesaikan oleh satu korban dari kematian Kristus) - hal 236.

Calvin: “On this doctrine depends the abolition of all the ceremonies of the Law; for it would be absurd to follow shadows, since we have the body of Christ” (= Pada doktrin ini tergantung penghapusan dari semua hukum-hukum upacara; karena adalah menggelikan untuk mengikuti bayangan, karena kita mempunyai tubuh dari Kristus) - hal 236.

h) Kata-kata ‘Sudah selesai’ ini bertentangan dengan:

1. Ajaran yang mengatakan bahwa setelah mati Yesus turun ke neraka untuk memikul hukuman dosa kita di sana. Kalau ajaran ini benar, seharusnya Yesus berkata: ‘Belum selesai’, dan lalu menyerahkan nyawaNya.

2. Ajaran tentang api pencucian. Ajaran tentang api pencucian ini bukan hanya sama sekali tidak punya dasar Kitab Suci, tetapi juga bertentangan dengan kata-kata ‘Sudah selesai’ dari Kristus, dan juga dengan Ro 8:1 - “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus”.

3. Ajaran yang mengatakan bahwa perbuatan baik kita mempunyai andil untuk menyelamatkan kita.

Spurgeon: “Are there any of you here who are trying to do something to make a righteousness of your own? How dare you attempt such a work when Jesus says, ‘It is finished’? Are you trying to put a few of your own merits together, a few odds and ends, fig-leaves and filthy rags of your own righteousness? Jesus says, ‘It is finished.’ Why do you want to add anything of your own to what he has completed? Do you say that you are not fit to be saved? What! have you to bring some of your fitness to eke out Christ’s work? ‘Oh!’ say you, ‘I hope to come to Christ one of these days when I get better.’ What! What! What! What! Are you to make yourself better, and then is Christ to do the rest of the work? You remind me of the railways to our country towns; you know that, often, the station is half-a-mile or a mile out of the town, so that you cannot get to the station without having an omnibus to take you there. But my Lord Jesus Christ comes right to the town of Mansoul. His railway runs close to your feet, and there is the carriage-door wide open; step in. You have not even to go over a bridge, or under a subway; there stands the carriage just before you. This royal railroad carries souls all the way from hell’s dark door, where they lie in sin, up to heaven’s great gate of pearl, where they dwell in perfect righteousness for ever. Cast yourself on Christ; take him to be everything you need, for he says of the whole work of salvation, ‘It is finished.’” (= Apakah ada dari kamu di sini yang sedang berusaha untuk melakukan sesuatu untuk membuat suatu kebenaran dari dirimu sendiri? Bagaimana engkau berani melakukan pekerjaan seperti itu pada waktu Yesus berkata ‘Sudah selesai’? Apakah engkau sedang berusaha untuk mengumpulkan beberapa dari jasamu sendiri, sedikit barang-barang rombengan / sisa, daun ara dan kain kotor dari kebenaranmu sendiri? Yesus berkata: ‘Sudah selesai’. Mengapa engkau mau menambahkan apapun dari dirimu sendiri pada apa yang sudah Ia selesaikan? Apakah engkau berkata bahwa engkau tidak cocok untuk diselamatkan? Apa! haruskah engkau membawa sebagian dari kelayakanmu untuk menambah dengan susah payah pekerjaan Kristus? ‘Oh!’ katamu, ‘Aku berharap untuk datang kepada Kristus pada salah satu dari hari-hari ini pada saat aku sudah lebih baik’. Apa! Apa! Apa! Apa! Apakah engkau harus membuat dirimu sendiri lebih baik, dan lalu Kristus harus mengerjakan sisa dari pekerjaan itu? Engkau mengingatkan aku tentang jalan kereta api ke kota-kota kita; engkau tahu bahwa seringkali stasiun terletak ½ atau 1 mil di luar kota, sehingga engkau tidak bisa sampai ke stasiun tanpa menggunakan bis penumpang untuk membawa engkau ke sana. Tetapi Tuhan Yesus Kristusku datang sampai pada kota Jiwa-manusia. Rel kereta apiNya sampai pada dekat kakimu, dan di sana kendaraannya berada persis di depanmu. Rel kereta api kerajaan ini membawa jiwa-jiwa dari pintu neraka yang gelap, dimana mereka berbaring dalam dosa, terus sampai ke pintu gerbang mutiara yang besar dari surga, dimana mereka tinggal dalam kebenaran yang sempurna selama-lamanya. Serahkanlah dirimu kepada Kristus; ambillah Dia sebagai segala sesuatu yang engkau butuhkan, karena Ia berkata tentang seluruh pekerjaan keselamatan: ‘Sudah selesai’) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol VI, hal 575-576.

4. Ajaran Roma Katolik tentang Perjamuan Kudus.

Calvin memakai kata-kata ‘Sudah selesai’ dari Kristus ini untuk menyerang Perjamuan Kudus versi Roma Katolik, yang merupakan pengorbanan ulang terhadap Kristus. Ini bertentangan dengan kata-kata ‘Sudah selesai’ ini! Bandingkan juga dengan Ibr 9:28 - “demikian pula Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diriNya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diriNya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia”.

i) Penyalahgunaan terhadap kata-kata ‘Sudah selesai’ ini.

Spurgeon: “Somebody once wickedly said, ‘Well, if Christ has finished it, there is nothing for me to do now but to fold my hands, and go to sleep.’ That is the speech of a devil, not of a Christian! There is no grace in the heart when the mouth can talk like that. On the contrary, the true child of God says, ‘Has Christ finished his work for me? Then tell me what work I can do for him.’ ... If Christ has finished the work for you which you could not do, now go and finish the work for him which you are privileged and permitted to do. ... Has he finished his work for me? Then I must get to work for him, and I must persevere until I finish my work, too; not to save myself, for that is all done, but because I am saved. Now I must work for him with all my might; and if there come discouragements, if there come sufferings, if there comes a sense of weakness and exhaustion, yet let me not give way to it; but, inasmuch as he pressed on till he could say, ‘It is finished,’ let me press on till I, too, shall be able to say, ‘I have finished the work which thou gavest me to do’” (= Seseorang suatu kali berkata secara jahat: ‘Jika Kristus telah menyelesaikannya, sekarang tidak ada apa-apa lagi yang harus aku lakukan, kecuali melipat tanganku, dan tidur’. Itu merupakan ucapan dari setan, bukan dari orang kristen! Tidak ada kasih karunia dalam hati pada waktu mulut bisa berbicara seperti itu. Sebaliknya, anak Allah yang sejati berkata: ‘Apakah Kristus telah menyelesaikan pekerjaanNya untuk aku? Kalau demikian beri tahu aku pekerjaan apa yang bisa aku lakukan untuk Dia’. ... Jika Kristus telah menyelesaikan pekerjaan untukmu yang tidak bisa engkau lakukan, sekarang pergilah dan selesaikan pekerjaan untuk Dia untuk mana engkau diberi hak dan ijin untuk melakukannya. ... Apakah Ia telah menyelesaikan pekerjaanNya untuk aku? Maka aku harus bekerja bagi Dia, dan aku harus bertekun sampai aku menyelesaikan pekerjaanku juga; bukan untuk menyelamatkan diriku sendiri, karena semua itu sudah terjadi, tetapi karena aku sudah selamat. Sekarang aku harus bekerja untuk Dia dengan seluruh kekuatanku; dan jika datang sesuatu yang membuat kecil hati, jika datang penderitaan, jika datang perasaan lemah dan lelah, hendaklah aku tidak menyerah padanya; tetapi, sebagaimana Ia maju terus sampai Ia bisa berkata: ‘Sudah selesai’, hendaklah aku juga maju terus sampai aku juga bisa berkata: ‘Aku telah menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepadaku untuk dilakukan’) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol VI, hal 577.

j) Penjelasan tentang Kol 1:24 - “Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuhNya, yaitu jemaat”.

Kelihatannya Kol 1:24 ini bertentangan dengan Yoh 19:30.

Roma Katolik menafsirkan bahwa Kol 1:24 ini menunjukkan bahwa penebusan Kristus tidak sempurna, perlu ditambahi dengan penderitaan dari para martir. Dan memang dalam ajaran Roma Katolik ada hal-hal yang sejalan dengan ketidak-sempurnaan penebusan Kristus, seperti:

· api pencucian.

· perbuatan baik manusia punya andil dalam keselamatan.

Tetapi Kol 1:24 ini tidak mungkin diartikan bahwa penebusan Kristus tidak sempurna, karena:

1. Itu bertentangan dengan kata-kata ‘Sudah selesai’ dalam Yoh 19:28,30 dan juga dengan Ibr 10:11-14 - “Selanjutnya setiap imam melakukan tiap-tiap hari pelayanannya dan berulang-ulang mempersembahkan korban yang sama, yang sama sekali tidak dapat menghapuskan dosa. Tetapi Ia, setelah mempersembahkan hanya satu korban saja karena dosa, Ia duduk untuk selama-lamanya di sebelah kanan Allah, dan sekarang Ia hanya menantikan saatnya, di mana musuh-musuh-Nya akan dijadikan tumpuan kakiNya. Sebab oleh satu korban saja Ia telah menyempurnakan untuk selama-lamanya mereka yang Ia kuduskan”.

2. Itu bertentangan dengan doktrin tentang ‘kecukupan’ penebusan Kristus, yang justru ditekankan oleh Paulus dalam surat Kolose ini, untuk menangani ajaran sesat yang menyangkal kecukupan penebusan Kristus sehingga harus ditambah dengan pertapaan, dan sebagainya.

Herbert M. Carson (Tyndale): “Furthermore, he is dealing here at Colossae with a false teaching which denies the sufficiency of the work of Christ, and insists that it must be supplemented by asceticism and other human endeavours. Paul has replied in his opening chapter with an uncompromising stress on the preeminence of Christ, and the completeness of the redemption which He has accomplished. Is it then likely that he would cast this position to the winds and introduce a view which envisaged the perfecting of an incomplete atonement?” (= Selanjutnya, di sini di Kolose ia sedang menangani ajaran sesat yang menyangkal kecukupan pekerjaan Kristus, dan mendesak bahwa itu harus ditambahi dengan pertapaan dan usaha-usaha manusia yang lain. Paulus telah menjawab dalam pasal pembukaannya dengan penekanan yang tidak berkompromi pada penonjolan Kristus, dan kelengkapan dari penebusan yang telah Ia selesaikan. Lalu mungkinkah sekarang ia membuang pandangannya dan mengajukan suatu pandangan yang menggambarkan penyempurnaan dari suatu penebusan yang tidak lengkap?) - ‘The Epistles of Paul to the Colossians and Philemon’, hal 50.

Catatan: bahwa surat Kolose memang menangani hal-hal tersebut di atas, terlihat dari Kol 2:8-23 - “(8) Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus. (9) Sebab dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan keAllahan, (10) dan kamu telah dipenuhi di dalam Dia. Dialah kepala semua pemerintah dan penguasa. (11) Dalam Dia kamu telah disunat, bukan dengan sunat yang dilakukan oleh manusia, tetapi dengan sunat Kristus, yang terdiri dari penanggalan akan tubuh yang berdosa, (12) karena dengan Dia kamu dikuburkan dalam baptisan, dan di dalam Dia kamu turut dibangkitkan juga oleh kepercayaanmu kepada kerja kuasa Allah, yang telah membangkitkan Dia dari orang mati. (13) Kamu juga, meskipun dahulu mati oleh pelanggaranmu dan oleh karena tidak disunat secara lahiriah, telah dihidupkan Allah bersama-sama dengan Dia, sesudah Ia mengampuni segala pelanggaran kita, (14) dengan menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakanNya dengan memakukannya pada kayu salib: (15) Ia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenanganNya atas mereka. (16) Karena itu janganlah kamu biarkan orang menghukum kamu mengenai makanan dan minuman atau mengenai hari raya, bulan baru ataupun hari Sabat; (17) semuanya ini hanyalah bayangan dari apa yang harus datang, sedang wujudnya ialah Kristus. (18) Janganlah kamu biarkan kemenanganmu digagalkan oleh orang yang pura-pura merendahkan diri dan beribadah kepada malaikat, serta berkanjang pada penglihatan-penglihatan dan tanpa alasan membesar-besarkan diri oleh pikirannya yang duniawi, (19) sedang ia tidak berpegang teguh kepada Kepala, dari mana seluruh tubuh, yang ditunjang dan diikat menjadi satu oleh urat-urat dan sendi-sendi, menerima pertumbuhan ilahinya. (20) Apabila kamu telah mati bersama-sama dengan Kristus dan bebas dari roh-roh dunia, mengapakah kamu menaklukkan dirimu pada rupa-rupa peraturan, seolah-olah kamu masih hidup di dunia: (21) jangan jamah ini, jangan kecap itu, jangan sentuh ini; (22) semuanya itu hanya mengenai barang yang binasa oleh pemakaian dan hanya menurut perintah-perintah dan ajaran-ajaran manusia. (23) Peraturan-peraturan ini, walaupun nampaknya penuh hikmat dengan ibadah buatan sendiri, seperti merendahkan diri, menyiksa diri, tidak ada gunanya selain untuk memuaskan hidup duniawi”.

3. Kata yang diterjemahkan ‘penderitaan’ dalam bahasa Yunani adalah THLIPSIS, dan kata ini tidak pernah digunakan untuk menunjuk pada penderitaan Kristus untuk menebus dosa.

Herbert M. Carson (Tyndale): “The very word used here for suffering, thlipsis, is nowhere used in the New Testament to describe the atoning death of Christ, and, as Lightfoot points out, it ‘certainly would not suggest a sacrificial act’” (= Kata yang digunakan di sini untuk penderitaan, THLIPSIS, tidak pernah digunakan dalam Perjanjian Baru untuk menggambarkan kematian yang bersifat menebus dosa dari Kristus, dan, seperti ditunjukkan oleh Lightfoot, itu ‘pasti tidak menunjukkan suatu tindakan pengorbanan’) - ‘The Epistles of Paul to the Colossians and Philemon’, hal 50-51.

4. Dalam Kol 1:25 Paulus menyebut dirinya ‘pelayan jemaat’.

Jika dalam Kol 1:24 ia memang mengajarkan bahwa penderitaan yang ia alami itu adalah untuk penebusan dosa, seharusnya ia mengaku diri sebagai ‘pengantara’ atau ‘penebus’, atau ‘rekan penebus’. Tetapi ternyata ia tidak melakukan hal itu.

Lalu, apa artinya Kol 1:24 ini?

1. Ini adalah penderitaan dalam pembangunan tubuh Kristus, dan dalam hal ini Kristus memberikan tempat untuk penderitaan lebih lanjut bagi para pengikutNya.

William Barclay: “He thinks of the sufferings through which he is passing as completing the sufferings of Jesus Christ himself. Jesus died to save his Church; but the Church must be upbuilt and extended; it must be kept strong and pure and true; therefore, anyone who serves the Church by widening her borders, establishing her faith, saving her from errors, is doing the work of Christ. And if such service involves suffering and sacrifice, that affliction is filling up and sharing the very suffering of Christ” (= Ia berpikir tentang penderitaan yang ia lalui sebagai melengkapi penderitaan Yesus Kristus sendiri. Yesus mati untuk menyelamatkan GerejaNya; tetapi Gereja harus dibangun dan diperluas; itu harus dijaga agar tetap kuat dan murni dan benar; karena itu, setiap orang yang melayani Gereja dengan memperluas batasan-batasannya, meneguhkan imannya, menyelamatkannya dari kesalahan, sedang melakukan pekerjaan Kristus. Dan jika pelayanan seperti itu mencakup penderitaan dan pengorbanan, penderitaan itu memenuhkan dan mengambil bagian dalam penderitaan Kristus).

James Fergusson (Geneva): “As the personal sufferings of Christ were for the church’s redemption, and to satisfy the Father’s justice for the sins of the elect, Acts 20:28, which he did completely, John 19:30; so the suffering of the saints are also for the church’s good, though not for her redemption or expiation of sin, neither in its guilt nor punishment, 1John 1:7; yet to edify the church by their example, James 5:10, to comfort her under sufferings, 2Cor. 1:6, and to confirm that truth for which they do suffer, Phil. 2:17” (= Seperti penderitaan pribadi Kristus adalah untuk penebusan gereja, dan untuk memuaskan keadilan Bapa terhadap dosa-dosa orang pilihan, Kis 20:28, yang Ia lakukan secara lengkap, Yoh 19:30; begitulah penderitaan dari orang-orang kudus juga untuk kebaikan gereja, sekalipun bukan untuk penebusannya atau penebusan / pembayaran dosa, tidak dalam kesalahannya ataupun hukumannya, 1Yoh 1:7; tetapi untuk mendidik gereja oleh teladan mereka, Yak 5:10, untuk menghibur gereja dalam penderitaan, 2Kor 1:6, dan untuk meneguhkan kebenaran untuk mana mereka menderita, Fil 2:17).

2. Karena adanya kesatuan antara Kristus dan para pengikutNya, maka pada waktu pengikutNya menderita, Kristus juga menderita dalam dia.

James Fergusson (Geneva): “The sufferings of Paul, and of any other saints, are the sufferings of Christ, and the filling up of his sufferings; not as if Christ’s personal sufferings for the redemption of sinners were imperfect, and so to be supplied by the sufferings of others, (see Heb. 10:14) but such is that sympathy betwixt Christ and believers, Acts 9:4, and so strict is that union among them, whereby he and they do but make up one mystical Christ, 1Cor. 12:12, that in those respects the sufferings of the saints are his sufferings, to wit, the sufferings of mystical Christ, which are not perfect nor filled up, until every member of his body endure their own allotted portion and share” (= Penderitaan dari Paulus, dan dari orang kudus yang lain, adalah penderitaan Kristus, dan memenuhkan / melengkapi penderitaanNya; bukan seakan-akan penderitaan pribadi Kristus untuk penebusan orang berdosa adalah tidak sempurna, dan karena itu harus disuplai oleh penderitaan orang-orang lain, (lihat Ibr 10:14) tetapi begitulah simpati antara Kristus dan orang-orang percaya, Kis 9:4, dan begitu ketat persatuan antara mereka, dengan mana Ia dan mereka membentuk satu Kristus yang mistik, 1Kor 12:12, bahwa dalam hal itu penderitaan orang-orang kudus adalah penderitaanNya, yaitu, penderitaan dari Kristus mistik, yang tidak sempurna atau penuh, sampai setiap anggota tubuhNya menanggung bagian mereka).

Pulpit Commentary keberatan dengan pandangan ini dengan alasan sebagai berikut: “this view identifies Pauls’ sufferings with his Master’s while he expressly distinguishes them” (= pandangan ini mengidentikkan penderitaan Paulus dengan penderitaan TuanNya sementara ia secara jelas membedakan mereka).

3. Ini ditinjau dari sudut musuh-musuh Kristus.

William Hendriksen: “... although Christ by means of the affliction which he endured rendered complete satisfaction to God, so that Paul is able to glory in nothing but the cross (Gal. 6:14), the enemies of Christ were not satisfied! They hated Jesus with insatiable hatred, and wanted to add to his afflictions. But since he is no longer physically present on earth, their arrows, which are meant especially for him, strike his followers. It is in that sense that all true believers are in his stead supplying what, as the enemies see it, is lacking in the afflictions which Jesus endured. Christ’s afflictions overflow toward us” [= ... sekalipun Kristus melalui penderitaan yang Ia tanggung memberikan pemuasan lengkap / penuh kepada Allah, sehingga Paulus bisa bermegah hanya dalam salib (Gal 6:14), musuh-musuh Kristus tidak dipuaskan! Mereka membenci Yesus dengan kebencian yang tidak terpuaskan, dan ingin menambah penderitaanNya. Tetapi karena Ia tidak lagi hadir secara jasmani di bumi ini, panah-panah mereka, yang sebetulnya dimaksudkan secara khusus untuk Dia, menyerang pengikut-pengikutNya. Adalah dalam arti ini dimana semua orang yang sungguh-sungguh percaya ada di tempatNya menyuplai apa, sebagaimana musuh-musuh itu melihatnya, yang kurang dalam penderitaan yang telah Yesus tanggung. Penderitaan Kristus meluap / melimpah kepada kita].

Bdk. Kis 9:4-5 2Kor 1:5 Gal 6:17 Fil 3:10 Wah 12:13 (‘perempuan’ = gereja).

5) ‘Lalu Ia menundukkan kepalaNya dan menyerahkan nyawaNya’.

George Hutcheson: “he died voluntarily, and went to meet death, and ‘gave up the ghost,’ by a real separation of soul and body, which could not have been if his body had been everywhere” (= Ia mati secara sukarela, dan pergi menemui kematian, dan ‘menyerahkan rohNya’ oleh suatu pemisahan yang sungguh-sungguh / nyata dari jiwa dan tubuh, yang tidak bisa terjadi seandainya tubuhNya ada di mana-mana) - hal 405.

Mungkin ini dimaksudkan untuk menyerang doktrin Perjamuan Kudus dari Roma Katolik dan Lutheran, yang mensyaratkan kemahaadaan tubuh Kristus.

William Hendriksen: “He gave it. No one took it away from him. He laid down his life” (= Ia menyerahkannya. Tidak seorangpun yang mengambilnya dari Dia. Ia menyerahkan nyawaNya) - hal 435.

Bdk. Yoh 10:17-18 - “Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawaKu untuk menerimanya kembali. Tidak seorangpun mengambilnya dari padaKu, melainkan Aku memberikannya menurut kehendakKu sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari BapaKu.’”.

Pulpit Commentary: “Though therefore his death was violent and cruel, it was a voluntary sacrifice” (= Karena itu sekalipun kematianNya keras dan kejam, itu merupakan korban sukarela) - hal 439.

-o0o-


YOHANES 19:31-37

I) Pematahan kaki (ay 31-33,36).

1) Dalam tradisi penyaliban orang Romawi, mereka membiarkan begitu saja orang yang disalib itu sampai mati. Ini bisa memakan waktu berhari-hari. Setelah orang itu mati, kadang-kadang mereka membiarkan mayat itu begitu saja pada salibnya sebagai peringatan bagi semua orang, dan kadang-kadang mereka menurunkannya dan membiarkan mayat itu dimakan burung pemakan bangkai atau anjing.

Leon Morris (NICNT): “The Roman custom was to leave the bodies of crucified criminals on their crosses as a warning to others. It was therefore necessary to obtain permission before removing a body” (= Kebiasaan Romawi adalah membiarkan mayat-mayat dari orang-orang kriminil yang disalib itu pada salib mereka sebagai suatu peringatan bagi yang lain. Karena itu perlu mendapatkan ijin sebelum menurunkan suatu mayat / tubuh) - hal 817.

William Barclay: “When the Romans carried out crucifixion under their own customs, the victim was simply left to die on the cross. He might hang for days in the heat of the midday sun and the cold of the night, tortured by thirst and tortured also by the gnats and the flies crawling in the weals on his torn back. Often men died raving mad on their crosses. Nor did the Romans bury the bodies of crucified criminals. They simply took them down and let the vultures and the crows and the dogs feed upon them” (= Pada waktu orang Romawi melakukan penyaliban dalam tradisi mereka, korban dibiarkan begitu saja untuk mati pada salib. Ia bisa tergantung selama berhari-hari dalam panasnya matahari pada tengah hari dan dinginnya malam, disiksa oleh kehausan dan disiksa juga oleh serangga dan lalat yang merayap pada punggungnya yang sudah tercabik-cabik. Seringkali orang-orang mati pada salib mereka sambil ngoceh tak karuan seperti orang gila. Juga orang Romawi tidak mengubur mayat-mayat dari penjahat-penjahat yang disalib. Mereka hanya menurunkan mereka dan membiarkan burung pemakan bangkai dan gagak dan anjing memakan mereka) - hal 260.

2) Orang-orang (tokoh-tokoh) Yahudi meminta dilakukannya pematahan kaki dan penurunan mayat dari kayu salib (ay 31). Mengapa?

a) Karena mereka harus mempersiapkan diri untuk masuk hari Sabat (ay 31).

Persiapan Sabat dimulai Jum’at pukul 3 siang.

b) ‘Sabat itu adalah hari yang besar’ (Yohanes 19: 31).

Maksudnya hari itu adalah hari Sabat yang istimewa, karena menjelang / bertepatan dengan Paskah / Passover.

Pulpit Commentary: “on that particular year the weekly sabbath would coincide with the 15th of Nissan, which had a sabbath value of its own” (= pada tahun itu sabbat mingguan bertepatan dengan tanggal 15 dari bulan Nissan, yang mempunyai nilai sabbat sendiri) - hal 436.

Catatan: Paskah di sini bukan ‘Easter’ (= Paskah Perjanjian Baru, yang menunjuk pada hari Kebangkitan Yesus; ini sebetulnya tidak pernah ada dalam Kitab Suci), tetapi ‘Passover’ (= Paskah Perjanjian Lama, yaitu hari peringatan keluarnya orang Israel dari Mesir).

c) Mereka tidak mau bahwa pada hari Sabat yang istimewa itu, tanah mereka dinajiskan oleh adanya mayat / orang yang tergantung pada salib.

Bdk. Ul 21:22-23 - “‘Apabila seseorang berbuat dosa yang sepadan dengan hukuman mati, lalu ia dihukum mati, kemudian kaugantung dia pada sebuah tiang, maka janganlah mayatnya dibiarkan semalam-malaman pada tiang itu, tetapi haruslah engkau menguburkan dia pada hari itu juga, sebab seorang yang digantung terkutuk oleh Allah; janganlah engkau menajiskan tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu.’”.

Tentang hukum dalam Ul 21:22-23 ini, perlu diketahui bahwa pada jaman Perjanjian Lama salib belum dikenal. Karena itu Ul 21:22-23 sebetulnya menunjuk pada hukuman gantung dimana orangnya langsung mati, atau menunjuk kepada orang yang setelah dihukum mati, lalu mayatnya digantung.

Tetapi pada jaman Yesus, hukum ini diterapkan pada penyaliban yang bisa berlangsung berhari-hari. Bahwa orang yang disalib bisa bertahan berhari-hari, terlihat dari kutipan-kutipan di bawah ini:

· ‘The International Standard Bible Encyclopedia’ dalam article berjudul ‘Cross’ berkata sebagai berikut: “The length of this agony was wholly determined by the constitution of the victim and the extent of the prior flogging, but death was rarely seen before 36 hours had passed” (= Lamanya / panjangnya penderitaan ini sepenuhnya ditentukan oleh keberadaan korban itu secara fisik dan mental dan tingkat pencambukan yang mendahuluinya, tetapi kematian jarang terlihat sebelum 36 jam berlalu).

· Thomas Whitelaw: “When violence was not used, the crucified often lived 24 or 36 hours, sometimes three days and nights” (= Kalau kekerasan tidak digunakan, orang yang disalib sering hidup selama 24 atau 36 jam, kadang-kadang 3 hari 3 malam) - hal 410.

· William Barclay dalam komentarnya tentang Luk 23:32-38 berkata sebagai berikut: “Many a criminal was known to have hung for a week upon his cross until he died raving mad” (= Banyak penjahat diketahui tergantung selama seminggu pada salibnya sampai ia mati sambil mengoceh tidak karuan seperti orang gila).

· ‘Unger’s Bible Dictionary’ dalam artikel berjudul ‘Crucifixion’ berkata sebagai berikut: “Instances are on record of persons surviving nine days” (= Ada contoh-contoh / kejadian-kejadian yang tercatat dari orang-orang yang bertahan sampai 9 hari).

Bdk. Mark 15:44 - “Pilatus heran waktu mendengar bahwa Yesus sudah mati. Maka ia memanggil kepala pasukan dan bertanya kepadanya apakah Yesus sudah mati”.

Pilatus merasa heran karena Yesus mati dengan begitu cepat, dan ini menunjukkan bahwa biasanya penyaliban membutuhkan waktu lebih lama untuk membunuh korbannya.

d) Kalau orang hukuman itu diturunkan dari salib dalam keadaan masih hidup, maka itu berarti bahwa ia tidak jadi dihukum mati. Karena itulah mereka meminta dilakukan pematahan kaki lebih dulu, supaya orang hukuman itu cepat mati. Setelah orangnya mati, barulah mayatnya diturunkan.

Dari semua ini terlihat bahwa orang-orang Yahudi ini berusaha mentaati peraturan kecil (yaitu Ul 21:22-23), tetapi melanggar peraturan besar, yaitu membunuh Yesus yang tak bersalah. Bandingkan dengan kecaman Yesus terhadap mereka dalam Mat 23:23-24 - “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan. Hai kamu pemimpin-pemimpin buta, nyamuk kamu tapiskan dari dalam minumanmu, tetapi unta yang di dalamnya kamu telan”.

Charles Haddon Spurgeon: “Their consciences were not wounded by the murder of Jesus, but they were greatly moved by the fear of ceremonial pollution. Religious scruples may live in a dead conscience” (= Hati nurani mereka tidak terluka oleh pembunuhan terhadap Yesus, tetapi mereka sangat tergerak oleh rasa takut akan pencemaran yang bersifat upacara. Keberatan agamawi yang kecil-kecil bisa hidup dalam hati nurani yang mati) - ‘A Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord’, vol VI - ‘The Passion and Death of Our Lord’, hal 665.

3) Tentang pematahan kaki.

Para penafsir mengatakan bahwa pematahan kaki orang yang disalib ini dilakukan pada bagian di antara lutut dan pergelangan kaki, dan ini dilakukan dengan menggunakan besi atau martil yang berat. Ini tentu merupakan suatu tindakan yang sangat kejam, karena menimbulkan rasa sakit yang luar biasa, tetapi pematahan kaki ini ‘mengandung kebaikan’ karena hal ini mempercepat kematian.

Pulpit Commentary: “Though a cruel act, it was designed to shorten the sufferings of the crucified” (= Sekalipun merupakan tindakan yang kejam, tindakan ini bertujuan untuk memperpendek penderitaan orang yang disalib) - hal 439.

Pulpit Commentary: “ ... a brutal custom, which added to the cruel shame and torment, even though it hastened the end” (= ... kebiasaan / tradisi yang brutal, yang ditambahkan pada rasa malu dan penyiksaan yang kejam, sekalipun ini mempercepat kematian) - hal 432.

Ada 2 pandangan mengapa pematahan kaki bisa mempercepat kematian:

Encyclopedia Britannica 2000 dengan topik ‘Crucifixion’: “Death, apparently caused by exhaustion or by heart failure, could be hastened by shattering the legs (crurifragium) with an iron club, so that shock and asphyxiation soon ended his life” [= Kematian, rupanya disebabkan oleh kehabisan tenaga atau oleh gagal jantung, bisa dipercepat oleh penghancuran kaki-kaki (crurifragrium) dengan suatu pentungan besi, sehingga kejutan / shock dan sesak nafas segera mengakhiri hidupnya].

a) Karena sesak nafas.

Orang yang disalib sukar bernafas, dan setiap mau bernafas harus menjejakkan kakinya untuk mengangkat dadanya ke atas. Pada waktu kaki-kakinya dipatahkan, maka ia tidak lagi bisa melakukan hal ini, dan akan mengalami sesak nafas, yang mempercepat kematiannya.

F. F. Bruce: “The common view today seems to be that the breaking of the legs hastened death by asphyxiation. The weight of the body fixed the thoracic cage so that the lungs could not expel the air which was breathed in, but breathing by diaphragmatic action could continue for a long time so long as the legs, fastened to the cross, provided a point of leverage. When the legs were broken this leverage was no longer available and total asphyxia followed rapidly” (= Kelihatannya pandangan yang umum pada jaman ini adalah bahwa pematahan kaki mempercepat kematian oleh sesak nafas. Berat badan menyebabkan ruang dada tidak bisa dikempiskan sehingga paru-paru tidak dapat mengeluarkan udara yang dihisap, tetapi bernafas dengan menggunakan diafragma bisa dilakukan untuk waktu yang lama selama kaki, yang dipakukan pada salib, memberikan tekanan ke atas. Pada waktu kaki-kaki dipatahkan pengangkatan ke atas ini tidak ada lagi, dan sesak nafas total akan menyusul) - hal 375.

b) Adanya rasa sakit yang luar biasa atau shock / kejutan yang ditimbulkannya, sehingga menyebabkan terjadinya kematian.

Charles Haddon Spurgeon: “... hastening death by the terrible pain which it would cause, and the shock to the system which it would occasion” (= ... mempercepat kematian oleh rasa sakit yang luar biasa yang disebabkannya, dan kejutan pada sistim yang ditimbulkannya) - ‘A Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord’, vol VI - ‘The Passion and Death of Our Lord’, hal 666.

William Hendriksen: “Such breaking of the bones (crurifragium, as it is called) by means of the heavy blows of a hammer or iron was frightfully inhuman. It caused death, which otherwise might be delayed by several hours or even days. Says Dr. S. Bergsma in an article ...: ‘The shock attending such cruel injury to bones can be the coup de grace causing death’” [= Pematahan tulang (disebut dengan istilah crurifragium) dengan cara pemukulan menggunakan martil atau besi merupakan sesuatu yang menakutkan yang tidak manusiawi. Ini menyebabkan kematian, yang sebetulnya bisa ditunda beberapa jam atau bahkan beberapa hari. Kata Dr. S. Bergsma dalam suatu artikel... : ‘Kejutan yang ditimbulkan oleh pelukaan yang kejam pada tulang seperti itu bisa menjadi tindakan yang mengakhiri penderitaan dengan kematian’] - hal 436.

Ada juga yang menggabungkan kedua pandangan di atas.

Leon Morris (NICNT): “The victims of this cruel form of execution could ease slightly the strain on their arms and chests by taking some of their weight on the feet. This helped to prolong their lives somewhat. When the legs were broken this was no longer possible. There was then a greater constriction of the chest, and the death came on more quickly. This was aided also, of course, by the shock attendant on the brutal blows as the legs were broken with a heavy mallet” (= Korban-korban dari hukuman mati yang kejam ini bisa mengurangi sedikit ketegangan pada lengan dan dada mereka dengan memindahkan sebagian berat pada kaki / menekan pada kaki. Ini menolong untuk memperpanjang hidup mereka. Pada saat kaki mereka dipatahkan ini tidak lagi mungkin dilakukan. Karena itu lalu terjadi kesesakan yang lebih besar pada dada, dan kematian datang lebih cepat. Tentu saja ini didukung pula oleh kejutan yang menyertai pukulan-pukulan brutal pada saat kaki-kaki mereka dipatahkan dengan martil yang berat) - hal 817-818.

4) Para tentara Romawi lalu mematahkan kaki dari 2 penjahat yang disalib bersama Yesus (ay 32).

a) Sesuatu yang penting diperhatikan dalam bagian ini adalah bahwa penjahat yang bertobat mengalami nasib yang sama dengan penjahat yang tidak bertobat. Tuhan tidak lalu mengadakan ‘rapture’ (= pengangkatan) bagi dia sebelum hal itu dilakukan!

Charles Haddon Spurgeon: “It is a striking fact that the penitent thief, although he was to be in Paradise with the Lord that day, was not, therefore, delivered from the excruciating agony occasioned by the breaking of his legs. We are saved from eternal misery, not from temporary pain. ... You must not expect because you are pardoned, even if you have the assurance of it from Christ’s own lips, that, therefore, you shall escape tribulation” (= Adalah merupakan fakta yang menyolok bahwa pencuri / penjahat yang bertobat, sekalipun akan bersama dengan Tuhan di Firdaus pada hari itu, tidak dibebaskan dari penderitaan yang menyakitkan yang ditimbulkan oleh pematahan kakinya. Kita diselamatkan dari kesengsaraan kekal, bukan dari rasa sakit sementara. ... Engkau tidak boleh mengharapkan, karena engkau diampuni, bahkan jika engkau mendapatkan keyakinan tentangnya dari bibir Kristus sendiri, bahwa karena itu engkau akan lolos dari kesengsaraan) - ‘A Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord’, vol VI - ‘The Passion and Death of Our Lord’, hal 666.

Penerapan:

· Seorang kristen berkata kepada saya bahwa menurut dia 5 orang kristen yang mati dibakar di Situbondo pada beberapa waktu yang lalu itu, pasti tidak merasa sakit. Sebelum mereka merasa sakit, Tuhan sudah ‘mengangkat’ mereka. Saya sama sekali tidak yakin akan kebenaran kata-kata yang tidak mempunyai dasar Kitab Suci ini!

· Kalau ada gempa bumi, banjir, atau bencana lain apapun juga, jangan heran kalau gereja / orang kristen juga terkena. Tuhan memang bisa menghindarkan hal itu dari gereja / orang kristen, dan kadang-kadang Ia melakukan hal itu, tetapi seringkali Ia membiarkan orang kristen terkena bencana bersama-sama dengan orang kafir!

b) Sekalipun pematahan kaki ini memberi penderitaan yang luar biasa bagi penjahat yang bertobat itu, tetapi pematahan kaki ini juga dipakai oleh Tuhan untuk memberi berkat kepadanya, karena melalui pematahan kaki ini ia mati pada hari itu juga, sehingga kata-kata / janji Yesus kepadanya dalam Luk 23:43 tergenapi.

Charles Haddon Spurgeon: “Suffering is not averted, but it is turned into a blessing. The penitent thief entered into Paradise that very day, but it was not without suffering; say, rather, that the terrible stroke was the actual means of the prompt fulfilment of his Lord’s promise to him. By that blow he died that day; else might he have lingered long” (= Penderitaan tidak dicegah / dihindarkan, tetapi penderitaan itu diubah menjadi suatu berkat. Pencuri yang bertobat itu masuk ke Firdaus hari itu juga, tetapi itu tidak terjadi tanpa penderitaan; sebaliknya pukulan yang mengerikan itu merupakan jalan / cara yang sebenarnya untuk penggenapan yang tepat dari janji Tuhannya kepadanya. Oleh pukulan itu ia mati pada hari itu; kalau tidak ia mungkin akan tetap hidup lama) - ‘A Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord’, vol VI - ‘The Passion and Death of Our Lord’, hal 666.

5) Yesus sudah mati, sehingga kakiNya tidak dipatahkan (Yohanes 19: 33).

a) Allah mengatur supaya Yesus mati lebih dulu, supaya tulangNya tidak dipatahkan. Bisa juga dikatakan bahwa Yesus sendiri mengatur supaya Ia mati lebih dulu, sehingga tulangNya tidak dipatahkan. Bahwa Yesusnya sendiri mengatur kematianNya bisa terlihat dari Mat 27:50 dan Luk 23:46 dimana Ia mati karena Ia menyerahkan nyawa / rohNya ke tangan Bapa. Bandingkan ini dengan Yoh 10:17b-18 yang berbunyi: “Aku memberikan nyawaKu untuk menerimanya kembali. Tidak seorangpun mengambilnya dari padaKu, melainkan Aku memberikannya menurut kehendakKu sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali”.

Calvin: “That they break the legs of the two robbers, and after having done so, find that Christ is already dead, and therefore do not touch his body, appears to be a very extraordinary work of the providence of God. Ungodly men will, no doubt, say that it happens naturally that one man dies sooner than another; but, if we examine carefully the whole course of the narrative, we shall be constrained to ascribe it to the secret purpose of God, that the death of Christ was brought on much more rapidly than men could have at all expected, and that this prevented his legs from being broken” (= Bahwa mereka mematahkan kaki-kaki dari kedua perampok, dan setelah melakukan hal itu, mendapatkan bahwa Kristus sudah mati, dan karena itu tidak menyentuh tubuhNya, kelihatannya merupakan pekerjaan yang sangat luar biasa dari providensia / pengaturan Allah. Orang-orang yang jahat / tidak percaya tidak diragukan lagi akan mengatakan bahwa merupakan sesuatu yang alamiah bahwa satu orang mati lebih cepat dari yang lain; tetapi, jika kita memeriksa dengan seksama seluruh jalan cerita, kita akan terpaksa untuk menganggapnya berasal dari rencana rahasia dari Allah, bahwa kematian Kristus terjadi jauh lebih cepat dari yang bisa diharapkan oleh manusia, dan bahwa hal ini mencegah pematahan kaki-kakiNya) - hal 239.

b) Ini tidak berarti bahwa Ia tidak memikul seluruh hukuman dosa kita.

Perhatikan ay 28 yang mengatakan bahwa ‘semuanya telah selesai’. Juga ay 30 dimana Yesus berkata ‘Sudah selesai’. Jadi Ia menyerahkan nyawa / rohNya, setelah seluruh penebusan dosa yang dilakukanNya selesai.

Tetapi bagaimana bisa selesai padahal Ia belum mati? Calvin mengatakan bahwa tentu Yesus sudah memperhitungkan kematianNya di dalam kata-kata ‘Sudah selesai’ itu.

c) Mengapa Allah / Yesus mengatur sehingga kaki Yesus tidak dipatahkan?

Jawabnya ada dalam Yohanes 19: 36: “Sebab hal itu terjadi, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci: ‘Tidak ada tulangNya yang akan dipatahkan.’”. Jadi, kaki / tulang Yesus dijaga supaya tidak dipatahkan, supaya nubuat Kitab Suci / Perjanjian Lama tergenapi. Tetapi nubuat yang mana?

· Ada yang mengatakan bahwa nubuat yang tergenapi adalah Maz 34:21 - “Ia melindungi segala tulangnya, tidak satupun yang patah” (Catatan: dalam bahasa Inggris - Psalm 34:20).

George Hutcheson: “the promise made to all the godly, Psalm 34:20, was eminently accomplished in him” (= janji yang dibuat bagi semua orang saleh, Maz 34:21, secara menyolok tercapai dalam Dia) - hal 407.

Tetapi kebanyakan penafsir menganggap bahwa tidak dipatahkannya kaki Yesus bukan merupakan penggenapan dari Maz 34:21 ini, karena ayat ini tidak berbicara tentang Kristus, tetapi tentang orang benar secara umum. Dan kalau dikatakan tulang orang benar dijaga supaya tidak patah, tentu tidak boleh diartikan secara hurufiah. Maksudnya adalah bahwa Allah akan menjaga kesejahteraannya secara umum.

· Peraturan tentang domba Paskah dalam:

* Kel 12:46 - “Paskah itu harus dimakan dalam satu rumah juga; tidak boleh kaubawa sedikitpun dari daging itu keluar rumah; satu tulangpun tidak boleh kamu patahkan”.

Adam Clarke (tentang Kel 12:46): “‘Neither shall ye break a bone thereof.’ As it was to be eaten in haste, Exo. 12:11, there was no time either to separate the bones, or to break them in order to extract the marrow; and lest they should be tempted to consume time in this way, therefore this ordinance was given. It is very likely that, when the whole lamb was brought to table, they cut off the flesh without even separating any of the large joints, leaving the skeleton, with whatever flesh they could not eat, to be consumed with fire, Exo. 12:10. This precept was also given to point out a most remarkable circumstance which 1500 years after was to take place in the crucifixion of the Saviour of mankind, who was the true Paschal Lamb, that Lamb of God that takes away the sin of the world; who, though he was crucified as a common malefactor, and it was a universal custom to break the legs of such on the cross, yet so did the providence of God order it that a bone of HIM was not broken. See the fulfilment of this wondrously expressive type, John 19:33,36” (=belum diterjemahkan).

Jamieson, Fausset & Brown: “‘In one house shall it be eaten: thou shalt not carry forth ought of the flesh abroad ...’ (see the note at Exo. 12:10.) The great object of these minor regulations was to observe that full communion of the guests with one another and with God which association at one table and in the celebration of a sacred festival implied” (=belum diterjemahkan).

Wycliffe Bible Commentary (tentang Kel 12:46): “‘In this meal Israel was to preserve and celebrate its unity and fellowship with the Lord’ (KD). For this reason the ceremonial unity was not to be broken either by the inclusion of outsiders or by the dividing up of the meal itself. So also the unity of Christ is to be jealously guarded (cf. 1 Cor 1-3)” [=belum diterjemahkan].

J. P. Hyatt: “46-47 stress the idea of unity in the Passover: it is to be eaten in ‘one house’ (cf. 22); it is to be roasted whole, no bone of it being broken (cf. 9); it is to be kept by ‘all the congregation of Israel.’ ‘you shall not break a bone of it:’ quoted in Jn. 19:36, in connection with the crucifixion” (= belum diterjemahkan) - ‘The New Century Bible Commentary’, hal 141.

* Bil 9:12 - “Janganlah mereka meninggalkan sebagian dari padanya sampai pagi, dan satu tulangpun tidak boleh dipatahkan mereka. Menurut segala ketetapan Paskah haruslah mereka merayakannya”.

Kedua ayat ini memberi peraturan tentang domba Paskah (Passover Lamb), dimana tulangnya tidak boleh dipatahkan, dan domba Paskah ini adalah Type / gambaran dari Kristus.

1Kor 5:7 - “Buanglah ragi yang lama itu, supaya kamu menjadi adonan yang baru, sebab kamu memang tidak beragi. Sebab anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus”.

J. C. Ryle (tentang Yoh 19:36): “It is almost needless to say that the passage, like many others, does not mean that these things were done in order that Scripture might be fulfilled, but that by these things being done the Scripture was fulfilled, and God’s perfect foreknowledge about the least details of Christ’s death was proved. Nothing in the great sacrifice happened by chance, luck, or accident. All was arranged as appointed, from first to last, many centuries before, by the determinate counsel of God. Caiaphas, Pilate, the Roman soldiers, were all unconscious instruments in carrying into effect what God had long predicted and foretold to the least jot and tittle. ... Rollock observes, ‘If God have ordained and said anything, it lies not in the hands of any man to disannul it. If God shall say, There shall not be one bone of my anointed broken,’ great Caesar and all the kings of the earth, the King of Spain, and the Pope, and all their adherents, shall not be able to do the contrary. So, in the midst of all fear and danger, let us depend on the providence of God” (= belum diterjemahkan ) - ‘Expository Thoughts on the Gospels’, ‘John vol III’, hal 373-374.

F. F. Bruce: “Whereas in Ps. 34:20 the guarding of the righteous man’s bones means the preservation of his general well-being, the literal sense of the term in John’s narrative consorts better with its literal sense in the prescription regarding the passover lamb” (= Mengingat bahwa dalam Maz 34:21 penjagaan tulang orang benar berarti penjagaan / pemeliharaan kesejahteraan / kesehatannya secara umum, arti hurufiah dari istilah itu dalam cerita Yohanes lebih cocok dengan arti hurufiahnya dalam petunjuk / ketentuan tentang domba Paskah) - hal 377.

II) Penusukan tombak (ay 34-35,37).

1) Tentara Romawi sebetulnya mau mematahkan kaki Yesus, tetapi melihat bahwa Yesus sudah mati, mereka tidak mematahkan kaki Yesus. Tetapi seorang tentara, mungkin karena ingin memastikan kematian Yesus, atau mungkin karena sekedar ingin melakukan sesuatu yang brutal terhadap mayat Yesus, lalu menusuk Yesus dengan tombak (ay 34).

2) Dongeng Roma Katolik tentang si penusuk tombak ini.

Adam Clarke: “The soldier who pierced our Lord’s side has been called by the Roman Catholic writers Longinus, which seems to be a corruption of logch, lonche, a spear or dart, the word in the text. They moreover tell us that this man was converted - that it was he who said, Truly this was the Son of God - that he travelled into Cappadocia, and there preached the Gospel of Christ, and received the crown of martyrdom. But this deserves the same credit as the other legends of the Popish Church” [= Tentara yang menikam sisi / rusuk Tuhan kita disebut oleh penulis-penulis Roma Katolik sebagai Longinus, yang kelihatannya merupakan suatu perusakan dari kata logch, lonche, sebuah tombak atau panah, kata yang digunakan dalam text ini. Selanjutnya mereka menceritakan kepada kita bahwa orang ini bertobat - bahwa ialah yang berkata: ‘Sungguh, Ia ini adalah Anak Allah’ (Mat 27:54b) - bahwa ia mengadakan perjalanan ke Kapadokia, dan di sana mengkhotbahkan Injil Kristus, dan menerima mahkota kematian syahid. Tetapi ini layak mendapatkan kepercayaan yang sama seperti dongeng-dongeng lain dari Gereja Paus / Roma Katolik] - hal 653.

3) Penusukan tombak terhadap Yesus.

a) Di bagian mana Yesus ditusuk dengan tombak?

Kitab Suci Indonesia menterjemahkan ‘lambung’ (ay 34). Ini salah terjemahan.

KJV/RSV/NIV/NASB: ‘side’ (= sisi / rusuk).

b) Yesus ditusuk tombak di rusuk / sisi yang mana? Yang kiri atau yang kanan?

1. Ada tradisi yang mengatakan rusuk kanan, dan beberapa penafsir mengatakan bahwa kita tidak bisa tahu apakah itu rusuk kiri atau kanan.

F. F. Bruce: “John does not say which side was pierced (an early tradition specifies the right side)” [= Yohanes tidak mengatakan sisi / rusuk yang mana yang ditikam (suatu tradisi kuno menyatakan sisi / rusuk kanan)] - hal 375.

Adam Clarke: “Whether it was the right or the left side of Christ that was pierced has been a matter of serious discussions among the divines and physicians; and on this subject they are not yet agreed. That it is of no importance we are sure, because the Holy Ghost has not revealed it. Luke Cranache, a famous painter, whose piece of the crucifixion is at Augsburg, has put no wound on either side: when he was asked the reason of this - I will do it, said he, when I am informed which side was pierced” (= Apakah itu adalah sisi / rusuk kanan atau kiri dari Kristus yang ditikam merupakan persoalan yang dibicarakan secara serius di antara ahli-ahli theologia dan dokter-dokter; dan tentang hal ini mereka belum sepakat. Kami yakin bahwa ini bukan merupakan sesuatu yang penting, karena Roh Kudus tidak menyatakannya. Luke Cranache, seorang pelukis yang terkenal, yang lukisan tentang penyalibannya ada di Augsburg, tidak memberi luka pada sisi / rusuk manapun: pada waktu ia ditanya alasannya - Aku akan memberinya, katanya, pada waktu aku diberi informasi sisi / rusuk yang mana yang ditikam) - hal 653.

2. Tetapi saya sangat condong untuk menyetujui pandangan dari mayoritas penafsir yang mengatakan bahwa yang ditikam adalah rusuk kiri. Alasannya:

· Seorang tentara dilatih untuk membunuh, sehingga ia tenrtu akan menusuk jantung, yang ada di dada kiri.

· Kalau tentara itu tidak kidal, maka ia akan memegang tombak dengan tangan kanan di bagian belakang tombak dan tangan kiri di bagian depan tombak. Dalam posisi seperti ini, kalau ia mau menusuk rusuk kanan Yesus, ia harus berada hampir di belakang Yesus. Ini rasanya tidak memungkinkan. Lebih mungkin ia menusuk pada posisi berhadapan dengan Yesus, sehingga pasti akan menusuk rusuk kiri Yesus.

William Hendriksen: “If the spear was held in the right hand, as is probable, it was in all likelihood the left side of Jesus that was pierced” (= Jika tombak itu dipegang dalam tangan kanan, dan ini mungkin sekali, maka besar kemungkinannya bahwa sisi / rusuk kiri Yesus yang ditusuk) - hal 437.

· Ada juga yang mengatakan bahwa kalau yang ditusuk bukan rusuk kiri maka tidak mungkin bisa keluar darah dan air.

c) Arah penusukan tombak.

Kita perlu mengingat bahwa orang yang disalib posisinya lebih tinggi sekitar 3 kaki (90 cm) dari orang lain.

William Barclay (dalam Luk 23:32-38): “It was quite low, so that the criminal’s feet were only two or three feet above the ground” (= Itu cukup rendah, sehingga kaki dari orang kriminil itu hanyalah 2 atau 3 kaki di atas tanah).

Penafsir yang lain mengatakan jarak / tinggi kaki orang yang disalib dari tanah adalah 3-4 kaki.

Karena orang yang disalib itu letaknya agak tinggi, jelas bahwa arah penusukan tombak itu ke atas (ke jantung).

Charles Haddon Spurgeon: “... probably thrusting his lance quite through the heart” (= ... mungkin menusukkan tombaknya betul-betul menembus jantung) - ‘A Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord’, vol VI - ‘The Passion and Death of Our Lord’, hal 667.

d) Dalamnya penusukan tombak / besarnya luka penusukan tombak.

Luka pada rusuk Yesus karena penusukan tombak ini cukup besar. Itu terlihat dari:

· Yoh 20:25 - ‘... sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambungNya ...’.

· Yoh 20:27 - ‘Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tanganKu, ulurkanlah tanganmu dan cucukkanlah ke dalam lambungKu ...’.

Untuk bekas paku di tangan Yesus, Thomas ingin mencucukkan jarinya, tetapi untuk bekas tombak pada rusuk Yesus, Thomas ingin mencucukkan tangannya. Ini menunjukkan bahwa bekas penusukan tombak itu sangat besar dan jauh lebih besar dari bekas paku di tangan Yesus. Supaya bisa menghasilkan lubang sebesar itu tombak harus ditusukkan cukup dalam, sedikitnya sedalam 4-5 inci.

e) Komentar tentang lubang penusukan tombak.

George Hutcheson: “As a hole was made in Adam’s side to take out a wife, so a hole was made in his side to take in his beloved bride to his heart” (= Sebagaimana sebuah lubang dibuat pada rusuk Adam untuk mengeluarkan seorang istri, begitu juga sebuah lubang dibuat di rusukNya untuk memasukkan pengantin tercintaNya kepada jantung / hatiNya) - hal 406.

f) Perlu ditekankan bahwa bukan penusukan tombak itu yang menyebabkan Yesus mati, karena pada waktu ditusuk tombak, Yesus sudah mati (ay 33), hanya saja kita tidak tahu sudah berapa lama Ia mati.

Hendriksen mengutip Dr. Bergsma: “To presuppose, as some do, that the spear pierced the still living heart, and thus to account for the blood and water is contrary ... to science, for pure blood would have issued forth. It was in the crucifixion itself that his death was to be accomplished, not in a spear-thrust by a soldier” (= Menganggap, seperti yang dilakukan beberapa orang, bahwa tombak itu menusuk jantung yang masih hidup, sehingga menyebabkan keluarnya darah dan air, bertentangan ... dengan ilmu pengetahuan, karena kalau demikian maka darah murni yang akan keluar. Dalam penyaliban itu sendirilah kematianNya terjadi, bukan dalam penusukan tombak oleh seorang tentara) - hal 438.

4) Pada waktu Yesus ditusuk tombak, maka keluar darah dan air (ay 34b).

Keluarnya darah dan air dari rusuk Yesus ini membingungkan semua penafsir, karena banyak orang berkata bahwa kalau orang hidup ditusuk maka hanya akan keluar darah (tanpa air), dan kalau orang mati ditusuk maka tidak akan keluar apa-apa. Lalu mengapa pada waktu Yesus ditusuk, bisa keluar darah dan air?

Ada yang sekedar mengatakan bahwa Yohanes tidak mempedulikan penyebab kematian Kristus, atau bagaimana Kristus mati, tetapi hanya peduli dengan fakta bahwa Kristus memang sudah mati.

F. F. Bruce: “... but it was with the fact of death, not with the cause of death, that John was concerned” (= ... tetapi yang diperhatikan oleh Yohanes adalah fakta kematiannya, bukan penyebab kematiannya) - hal 375-376.

Tetapi kebanyakan penafsir berusaha menjelaskan bagaimana darah dan air itu bisa keluar dari rusuk Yesus. Dan ada bermacam-macam teori yang mencoba untuk menjelaskan hal ini:

a) Ini adalah mujijat / tanda.

Origen mengatakan bahwa darah membeku pada orang mati, dan air juga tak akan keluar dari orang mati. Karena itu ini jelas adalah suatu mujijat.

b) Darah keluar dari jantung dan air keluar dari pericardium / kantung pembungkus jantung.

Barnes’ Notes: “The heart is surrounded by a membrane called the pericardium. This membrane contains a serous matter or liquor resembling water, which prevents the surface of the heart from becoming dry by its continual motion” (= Jantung dibungkus oleh membran yang disebut pericardium. Membran ini terdiri dari zat yang tipis dan berair atau cairan yang mirip air, yang menjaga supaya permukaan jantung tidak menjadi kering karena pergerakannya yang terus-menerus) - hal 355.

Catatan: Pericardium = PERI (= around / sekeliling) + KARDIA (= heart / jantung). Jadi Pericardium = ‘the thin, membrane sac enclosing the heart’ (= kantung membran tipis yang membungkus jantung).

Adam Clarke: “It may be naturally supposed that the spear went through the pericardium and pierced the heart; that the water proceeded from the former, and the blood from the latter” (= Adalah wajar untuk menganggap bahwa tombak itu menembus pericardium dan menusuk jantung; bahwa air keluar dari yang terdahulu, dan darah dari yang terakhir) - hal 654.

c) Ini disebabkan pencambukan yang dialami Yesus.

‘The International Standard Bible Encyclopedia’ dalam article berjudul ‘Blood and water’: “A. F. Sava ... suggests that the blood and water were accumulated in the pleural cavity between the rib cage and the lung. He shows that severe nonpenetrating chest injuries are capable of producing such an accumulation, and suggests that a scourging such as Jesus received several hours before His death was sufficient to account for the accumulation that flowed forth when the chest wall was pierced. Also, there was enough time between the scourging and the piercing to allow the red blood cells to separate from the lighter clear serum” (= A. F. Sava ... mengusulkan bahwa darah dan air terkumpul dalam rongga di antara rusuk dan paru-paru. Ia menunjukkan bahwa luka-luka hebat yang tidak menembus dada bisa menimbulkan pengumpulan seperti itu, dan mengatakan bahwa pencambukan seperti yang diterima oleh Yesus beberapa jam sebelum kematianNya cukup untuk menimbulkan pengumpulan itu, yang lalu keluar pada waktu dinding dada ditikam. Juga, ada cukup waktu antara pencambukan dan penikaman untuk mengijinkan sel-sel darah merah berpisah dengan cairan jernih yang lebih encer).

d) Tubuh / daging Yesus unik, karena tidak mengalami pembusukan.

Charles Haddon Spurgeon: “It was supposed by some that by death the blood was divided, the clots parting from the water in which they float, and that in a perfectly natural way. But it is not true that blood would flow from a dead body if it were pierced. ... The flowing of this blood from the side of our Lord cannot be considered as a common occurrence ... Granted, that blood would not flow from an ordinary dead body; yet remember, that our Lord’s body was unique, since it saw no corruption. ... therefore there is no arguing from facts about common bodies so as to conclude therefrom anything concerning our blessed Lord’s body. ... It is scarcely reverent to be discoursing of anatomy when the body of our adorable Lord is before us. Let us close our eyes in worship rather than open them in irreverent curiosity” (= Beberapa orang menganggap bahwa oleh kematian darah dipisahkan, bekuan-bekuan darah berpisah dari air dimana mereka mengapung, dan itu terjadi betul-betul secara alamiah. Tetapi adalah tidak benar bahwa darah akan keluar dari mayat yang ditikam. ... Mengalirnya darah dari rusuk Tuhan kita tidak bisa dianggap sebagai kejadian yang umum ... Memang darah tidak akan mengalir dari mayat biasa; tetapi ingat bahwa tubuh Tuhan kita itu unik, karena tubuh itu tidak mengalami pembusukan. ... karena itu tidak ada perdebatan dari fakta-fakta tentang mayat-mayat biasa yang bisa dipakai untuk menyimpulkan dari sana apapun tentang tubuh Tuhan kita yang mulia / diberkati. ... Hampir merupakan sesuatu yang tidak hormat untuk bercakap-cakap mengenai anatomi pada waktu tubuh dari Tuhan yang patut dipuja ada di hadapan kita. Hendaklah kita menutup mata kita dalam penyembahan dari pada membukanya dalam keingin-tahuan yang tidak hormat) - ‘A Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord’, vol VI - ‘The Passion and Death of Our Lord’, hal 667.

Catatan:

· Spurgeon mengatakan bahwa tubuh Kristus tidak mengalami pembusukan berdasarkan Kis 2:31, yang mengutip dari Maz 16:10. Tetapi untuk bagian-bagian ini Kitab Suci Indonesia salah terjemahan, karena menterjemahkannya: “Karena itu ia telah melihat ke depan dan telah berbicara tentang kebangkitan Mesias, ketika ia mengatakan, bahwa Dia tidak ditinggalkan di dalam dunia orang mati, dan bahwa dagingNya tidak mengalami kebinasaan”.

NASB/Lit: ‘nor did His flesh suffer decay’ (= dagingNya tidak mengalami pembusukan).

NIV: ‘nor did his body suffer decay’ (= tubuhNya tidak mengalami pembusukan).

KJV: ‘neither his flesh did see corruption’ (= dagingNya tidak mengalami pembusukan).

RSV: ‘nor did his flesh see corruption’ (= dagingNya tidak mengalami pembusukan).

· Penjelasan Spurgeon ini tidak menjelaskan mengapa rusuk Yesus bisa mengeluarkan air.

e) Darah dari jantung, air dari lambung.

Tasker (Tyndale) mengutip kata-kata / pendapat seorang dokter yang bernama John Lyle Cameron: “After pointing out that the unexpectedly early death of Jesus is a clear indication that a fatal complication had suddenly developed, he asserts that the insatiable thirst and the post-mortem treatment of the body described in John 19:34 substantiate the conclusion that this complication could only have been acute dilatation of the stomach. He then adds: ‘The soldier was a Roman: he would be well trained, proficient, and would know his duty. He would know which part of the body to pierce in order that he might obtain a speedily fatal result or ensure that the victim was undeniably dead. He would thrust through the left side of the chest a little below the centre. Here he would penetrate the heart and the great blood vessels at their origin, and also the lung on the side. The soldier, standing below our crucified Lord as He hung on the cross, would thrust upwards under the left ribs. The broad, clean cutting, two-edged spearhead would enter the left side of the upper abdomen, would open the greatly distended stomach, would pierce the diaphragm, would cut, wide open, the heart and great blood vessels, arteries and veins now fully distended with blood, a considerable proportion of all the blood in the body, and would lacerate the lung. The wound would be large enough to permit the open hand to be thrust into it. Blood from the greatly engorged veins, pulmonary vessel and dilated right side of the heart, together with water from the acutely dilated stomach, would flow forth in abundance.’” (= Setelah menunjukkan bahwa kematian cepat yang tidak terduga dari Yesus merupakan petunjuk yang jelas bahwa komplikasi yang fatal telah terjadi, ia menegaskan bahwa kehausan yang tidak terpuaskan dan tindakan yang dilakukan kepada tubuh setelah mati dalam Yoh 19:34 menyokong / membenarkan kesimpulan bahwa komplikasi ini adalah lambung / usus yang membesar secara akut. Ia lalu menambahkan: ‘Tentara itu adalah tentara Romawi: ia terlatih dengan baik, cakap, dan tahu kewajibannya. Ia tahu bagian mana dari tubuh yang harus ditusuk supaya mendapatkan hasil fatal yang cepat atau memastikan bahwa korban itu betul-betul mati. Ia menikam melalui bagian kiri dari dada sedikit di bawah pusat. Di sini ia akan menembus jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar pada asal mulanya / pangkalnya, dan juga paru-paru. Tentara itu, berdiri di bawah Tuhan kita yang tergantung pada kayu salib, menusuk ke atas di bawah rusuk kiri. Mata tombak yang lebar, tajam, bermata dua menusuk perut atas, membuka lambung / usus yang menggelembung besar, menusuk diafragma, memotong, membuka lebar, jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar, arteri dan pembuluh darah yang sekarang / saat itu menggelembung dengan darah, bagian yang cukup banyak dari semua darah dalam tubuh, dan mencabik paru-paru. Luka itu cukup besar untuk memungkinkan tangan terbuka dimasukkan ke dalamnya. Darah dari pembuluh darah yang sangat padat dengan darah, pembuluh paru-paru dan bagian kanan dari jantung yang membesar, bersama-sama dengan air dari lambung / usus yang membesar secara akut, mengalir keluar dalam jumlah yang banyak) - hal 212-213.

f) Teori jantung pecah.

William Barclay: “Normally, of course, the body of a dead man will not bleed. It is suggested that what happened was that Jesus’s experiences, physical and emotional, were so terrible that his heart was ruptured. When that happened the blood of the heart mingled with the fluid of the pericardium which surrounds the heart. The spear of the soldier pierced the pericardium and the mingled fluid and blood came forth. It would be poignant thing to believe that Jesus, in the literal sense of the term, died of a broken heart” (= Biasanya, tentu saja, tubuh orang mati tidak mengeluarkan darah. Diusulkan bahwa apa yang terjadi adalah bahwa pengalaman Yesus, secara fisik dan emosi, begitu mengerikan sehingga jantungNya pecah. Pada saat hal ini terjadi darah dari jantung bercampur dengan cairan dari kantung pembungkus jantung. Tombak tentara itu menusuk kantung pembungkus jantung dan campuran cairan dan darah itu keluar. Adalah sesuatu hal yang memedihkan untuk percaya bahwa Yesus, dalam arti hurufiah dari istilah ini, mati karena jantung yang pecah) - hal 261.

William Hendriksen: “... the death of Jesus resulted from rupture of the heart in consequence of great mental agony and sorrow. Such a death would be almost instantaneous, and the blood flowing into the pericardium would coagulate into the red clot (blood) and the limpid serum (water). This blood and water would then be released by the spear-thrust” [= ... kematian Yesus diakibatkan oleh pecahnya jantung sebagai akibat dari penderitaan mental dan kesedihan yang hebat. Kematian seperti itu terjadi hampir seketika, dan darah yang mengalir ke pericardium (kantung membran tipis yang membungkus jantung) akan membeku / mengental menjadi gumpalan merah (darah) dan serum / cairan yang transparan (air). Darah dan air ini lalu keluar karena tusukan tombak] - hal 437.

William Hendriksen: “He (Dr. Bergsma) wisely refrains from drawing a definite conclusion. The matter is too uncertain, and specialists on heart-diseases (and particularly on the rupture of the heart) do not seem to be in complete agreement. Nevertheless, it is clear from the article that Dr. Bergsma leans somewhat toward the ruptured-heart theory as an explanation of the blood and water issuing from the side of Jesus” [= Ia (Dr. Bergsma) secara bijaksana menahan diri dari penarikan kesimpulan yang pasti. Persoalan ini terlalu tidak pasti, dan para spesialis penyakit jantung (dan khususnya tentang pecahnya jantung) tidak sependapat dalam hal ini. Meskipun demikian, jelas dari artikel itu bahwa Dr. Bergsma condong pada teori jantung pecah ini sebagai penjelasan dari darah dan air yang keluar dari sisi / rusuk Yesus] - hal 437.

Keberatan terhadap teori jantung pecah:

‘The International Standard Bible Encyclopedia’ dalam article berjudul ‘Blood and water’ menolak teori jantung pecah ini dengan berkata: “The romantic notion that Jesus died literally of a broken heart - first advanced by Stroud in 1847 - has fallen from favor. Spontaneous rupture of the heart is not unknown, but it does not occur under the pressure of mental or emotional stress. It is the result of preexisting heart disease, for which, in the case of Jesus, we have no indication” (= Pikiran / gagasan yang romantis bahwa Yesus secara hurufiah mati karena jantung yang pecah - yang mula-mula diajukan oleh Stroud pada tahun 1847 - telah kehilangan peminat. Pecahnya jantung dengan sendirinya memang dikenal, tetapi hal itu tidak terjadi di bawah tekanan mental atau emosi. Itu merupakan akibat dari penyakit jantung yang mendahuluinya, untuk mana, dalam kasus Yesus, kita tidak mempunyai petunjuk).

Jawaban terhadap keberatan ini:

Apa yang Yesus alami pada saat itu memang luar biasa, sehingga tidak perlu heran kalau terjadi hal yang unik / lain dari pada lain.

· Hendriksen mengutip Dr. Bergsma: “... the presence of any considerable quantity of serum and blood clot, issuing after a spear wound as described above, could only come from the heart or the pericardial sac. We must agree from the outset that no pre-existing disease affected Christ’s body. He was a perfect lamb of God. It is extremely rare, well-nigh impossible, authorities say, for the normal heart muscle to rupture. Christ, however, suffered as no man before or since has suffered. Ps. 69:20 says prophetically, ‘Reproach has broken my heart.’ The next verse continues, ‘They gave me gall for my food; and in my thirst they gave me vinegar to drink’. We take the second prophecy as literally fulfilled, but many consider it fantastic to take verse 20 also literally. If Christ’s heart did not rupture, it is difficult to explain any accumulation of blood and water as described by John. The normal pericardial effusion of an ounce or less would be a mere trickle unobserved by anyone” [= ... adanya sejumlah cairan dan bekuan darah yang keluar dari luka tusukan tombak seperti digambarkan di atas, hanya bisa keluar dari jantung atau dari kantung tipis pembungkus jantung. Kita harus setuju dari permulaan bahwa sebelum ini tidak ada penyakit pada tubuh Kristus. Ia adalah domba Allah yang sempurna. Orang-orang yang mempunyai otoritas berkata bahwa adalah sesuatu yang sangat jarang, hampir tidak mungkin, bahwa sebuah otot jantung bisa pecah. Tetapi Kristus, menderita seperti yang tidak pernah dialami oleh siapapun sebelum atau sesudah itu. Maz 69:21 menubuatkan, ‘Cela itu telah mematahkan / memecahkan jantungku’. Ayat selanjutnya melanjutkan, ‘Mereka memberiku empedu sebagai makananku; dan pada waktu aku haus mereka memberi aku minum cuka / anggur asam’. Kita menganggap bahwa nubuat yang kedua digenapi secara hurufiah, tetapi banyak yang menganggapnya sebagai sesuatu yang fantastis untuk menafsirkan ay 21 juga secara hurufiah. Jika jantung Kristus tidak pecah, adalah sukar untuk menjelaskan pengumpulan darah dan air seperti yang digambarkan oleh Yohanes. Keluarnya cairan dari pericardial / kantung pembungkus jantung normal sebanyak 1 ounce (± 28 gram atau ± 28 cc) atau kurang dari itu hanya merupakan cucuran kecil yang tidak akan diperhatikan oleh siapapun] - hal 438.

Catatan:

¨ Dalam Kitab Suci Indonesia Maz 69:21a berbunyi: “Cela itu telah mematahkan hatiku”.

Tetapi dalam terjemahan NIV Psalm 69:20 berbunyi: “Scorn has broken my heart” (= Caci maki telah mematahkan hatiku / memecahkan jantungku).

¨ Dalam Kitab Suci Indonesia Maz 69:22 berbunyi: “Bahkan mereka memberi aku makan racun dan pada waktu aku haus, mereka memberi aku minum anggur asam”. Ini jelas salah terjemahan.

Dalam terjemahan NIV Psalm 69:21 berbunyi: “They put gall in my food and gave me vinegar for my thirst” (= Mereka memberi empedu dalam makananku dan memberiku cuka / anggur asam untuk kehausanku).

· William Hendriksen: “This theory emphasizes the greatness of Christ’s mental and spiritual agony. Ordinarily death by crucifixion might not cause the heart to rupture, but this was no ordinary death. This Sufferer bore the wrath of God against sin. He suffered eternal death, the pangs of hell!” (= Teori ini menekankan kehebatan dari penderitaan mental dan rohani Kristus. Biasanya kematian oleh penyaliban tidak menyebabkan jantung pecah, tetapi ini bukanlah kematian biasa. Penderitanya memikul murka Allah terhadap dosa. Ia mengalami penderitaan kematian kekal, rasa sakit dari neraka!) - hal 440.

· ‘The International Standard Bible Encyclopedia’ dalam article berjudul ‘Bloody sweat’ (= keringat berdarah): “As the agony of Our Lord was unexampled in human experience, it is conceivable that it may have been attended with physical conditions of a unique nature” (= Karena penderitaan Tuhan kita tidak ada contohnya dalam pengalaman manusia, maka dapat dimengerti bahwa hal itu disertai dengan kondisi-kondisi fisik yang bersifat unik).

Kalau di taman Getsemani, pada waktu Yesus bergumul dalam doa, sudah terjadi phenomena yang luar biasa, yang boleh dikatakan tidak masuk akal, yaitu keluarnya keringat seperti titik darah (Luk 22:44), maka kalau pada salib terjadi phenomena yang lebih luar biasa / lebih tidak masuk akal, seperti jantung yang pecah, itu bukanlah sesuatu yang mengherankan.

5) Apa artinya darah dan air yang keluar dari rusuk Yesus itu?

a) Ada yang berkata: Tidak ada arti apa-apa, kecuali menunjukkan bahwa Yesus sudah mati.

Adam Clarke: “the issuing of the blood and water appears to be only a natural effect of the above cause, and probably nothing mystical or spiritual was intended by it. However, it affords the fullest proof that Jesus died for our sins” (= keluarnya darah dan air kelihatannya hanya merupakan akibat alamiah dari penyebab di atas, dan mungkin tidak ada sesuatu yang bersifat mistik atau rohani yang dimaksudkan olehnya. Tetapi bagaimanapun itu memberikan bukti yang paling penuh bahwa Yesus mati untuk dosa-dosa kita) - hal 654.

b) Tetapi kebanyakan penafsir memberikan arti bagi darah dan air yang keluar dari rusuk Yesus itu. Tetapi tentang apa arti darah dan air di sini, ada bermacam-macam penafsiran:

1. Cara / alat keselamatan.

Pulpit Commentary: “Macarius Magnes and Apollinarius saw an allusion to the side of Adam, from which Eve, the source of evil, was taken; that now the side of the second Adam should give forth the means of salvation and deliverance” (= Macarius Magnes dan Apollinarius melihat hubungan tak langsung dengan sisi / rusuk Adam, dari mana Hawa, sumber kejahatan, diambil; bahwa sekarang sisi / rusuk dari Adam kedua mengeluarkan alat / cara keselamatan dan pembebasan) - hal 433.

Saya berpendapat bahwa pandangan ini kurang specific.

2. Air menunjuk pada Baptisan, dan darah menunjuk pada Perjamuan Kudus.

Saya tidak setuju dengan penafsiran ini karena merupakan sesuatu yang aneh kalau suatu simbol (darah dan air) menunjuk pada simbol yang lain (Perjamuan Kudus dan Baptisan).

3. Darah menunjuk pada pengampunan dosa, air menunjuk pada kehidupan secara rohani.

Pulpit Commentary: “(a) The blood indicated life sacrificed. (b) Water was the symbol of the spiritual life. The death of Christ secured at once the cleansing away of sin, and the quickening of dead souls by the Spirit” [= (a) Darah menunjukkan hidup yang dikorbankan. (b) Air merupakan simbol dari hidup rohani. Kematian Kristus memastikan secara serentak pembersihan dosa, dan penghidupan jiwa-jiwa yang mati oleh Roh] - hal 439.

4. Pandangan Calvin dan Spurgeon.

a. Calvin menganggap bahwa:

· darah menunjuk pada penebusan, yang menyebabkan kita mendapatkan justification / pembenaran.

· air menunjuk pada pembasuhan, yang menyebabkan kita mendapatkan sanctification / pengudusan.

Ini menunjukkan bahwa Yesus adalah Anti-Type dari sacrifice / korban (» darah) dan washings / pembasuhan (» air) dalam Perjanjian Lama.

b. Spurgeon membandingkan bagian ini dengan Zakh 12:10, dan ia mengajak untuk membaca Zakharia ini terus sampai Zakh 13:1 yang berbunyi: “Pada waktu itu akan terbuka suatu sumber bagi keluarga Daud dan bagi penduduk Yerusalem untuk membasuh dosa dan kecemaran”.

Ia lalu menyimpulkan bahwa ‘darah’ menangani ‘dosa’, dan ‘air’ menangani ‘kecemaran’.

Jelas bahwa pandangan Calvin dan Spurgeon ini boleh dikatakan sama, dan saya paling condong pada pandangan ini.

Rupa-rupanya berdasarkan ajaran inilah seorang yang bernama Toplady menulis lagu yang berjudul: Rock of Ages, cleft for me (‘Padamu Batu Zaman’).

Rock of Ages, cleft for me, (= Batu karang jaman, celah bagiku,)

Let me hide myself in Thee; (= Biarlah aku menyembunyikan diriku di dalamMu,)

Let the water and the blood, (= Biarlah air dan darah,)

From Thy riven side which flowed, (= yang mengalir dari rusuk / sisiMu yang terluka,)

Be of sin the double cure, (= menjadi penyembuhan / pengobatan ganda bagi dosa,)

Cleanse me from its guilt and power. (= mencuci aku dari kesalahan dan kuasanya).
--
Not the labors of my hands, (= bukan pekerjaan tanganku,)

Can fulfill Thy law’s demands; (= Dapat memenuhi tuntutan hukumMu;)

Could my zeal no respite know, (= Andaikata semangatku tidak mengenal istirahat,)

Could my tears forever flow, (= Andaikata airmataku mengalir selama-lamanya,)

All for sin could not atone; (= Semua itu tidak bisa menebus dosa;)

Thou must save, and Thou alone. (= Engkau harus menyelamatkan, dan Engkau saja).
--
Nothing in my hand I bring, (= Tidak ada yang kubawa dalam tanganku,)

Simply to Thy cross I cling; (= Hanya kepada salib aku berpegang;)

Naked, come to Thee for dress, (= Telanjang, datang kepadaMu untuk pakaian,)

Helpless, look to Thee for grace; (= Tak berdaya, memandangMu untuk kasih karunia;)

Foul, I to the fountain fly, (= Kotor, Aku terbang kepada air mancur,)

Wash me, Saviour, or I die! (= Cucilah aku, Juruselamat, atau aku mati).

While I draw this fleeting breath, (= Sementara waktu aku menarik nafas penghabisan,)

When mine eyes shall close in death, (= Ketika mataku tertutup dalam kematian,)

When I soar to worlds unknown, (= Ketika aku terbang ke dunia tak dikenal,)

See Thee on Thy judgment throne, (= melihatMu pada tahta penghakimanMu,)

Rock of Ages, cleft for me, (= Batu karang jaman, celah bagiku,)

Let me hide myself in Thee. (= Biarlah aku menyembunyikan diriku di dalamMu.)

Catatan: kata-kata dalam bahasa Indonesia di atas ini hanya terjemahan, bukan untuk dinyanyikan.

c) Satu pertanyaan lagi yang perlu dipertanyakan adalah: adakah hubungan antara ‘darah dan air’ di sini dengan ‘air dan darah’ dalam 1Yoh 5:6a?

1Yoh 5:6a - “Inilah Dia yang telah datang dengan air dan darah, yaitu Yesus Kristus, bukan saja dengan air, tetapi dengan air dan dengan darah”.

F.F. Bruce menjawab pertanyaan ini sebagai berikut:

“... it is doubtful whether there is any direct correlation between the ‘water and blood’ of 1John 5:6,8, and the ‘blood and water’ mentioned here” (= ... adalah meragukan apakah ada hubungan langsung antara ‘air dan darah’ dari 1Yoh 5:6,8 dan ‘darah dan air’ yang disebutkan di sini) - hal 376.

Tetapi Calvin dan banyak penafsir lain beranggapan bahwa ay 34 ini memang sangat berhubungan dengan 1Yoh 5:6.

d) Satu lagi arti yang diberikan oleh banyak penafsir tentang darah dan air yang keluar dari rusuk Yesus ialah bahwa hal ini menunjukkan kalau Yesus betul-betul adalah manusia. Ini untuk menentang pandangan dari ajaran yang disebut Docetism, yang mengatakan bahwa Yesus hanya kelihatannya saja mempunyai tubuh manusia.

6) Pencatatan peristiwa ini oleh Yohanes.

Yohanes 19: 35: “Dan orang yang melihat hal itu sendiri yang memberikan kesaksian ini dan kesaksiannya benar, dan ia tahu, bahwa ia mengatakan kebenaran, supaya kamu juga percaya”.

a) Clarke mengatakan (hal 654) bahwa Yohanes harus sangat dekat dengan salib untuk bisa membedakan air dan darah yang keluar dari rusuk Yesus.

b) Ay 35 ini kelihatannya menunjukkan bahwa peristiwa dalam ay 34 adalah sesuatu yang luar biasa.

Charles Haddon Spurgeon: “... he took care to report it with a special note” (= ... ia berhati-hati untuk melaporkannya dengan catatan khusus) - ‘A Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord, vol VI - The Passion and Death of Our Lord’, hal 667.

Adanya ay 35 ini menyebabkan dari banyak pandangan mengapa dari rusuk Yesus bisa keluar darah dan air itu, saya lebih condong pada pandangan yang bersifat luar biasa (pandangan no 1 atau no 6).

c) Tujuan Yohanes menuliskan ini adalah:

· supaya kita bisa yakin bahwa Kristus betul-betul sudah mati.

· untuk menunjukkan pentingnya fakta kematian Kristus bagi iman kita (bdk. 1Kor 15:3).

· supaya orang percaya kepada Yesus (ay 35b).

Kalau kita mengetahui sesuatu tentang Kristus, kita harus meneladani rasul Yohanes, dengan menyaksikan hal itu kepada orang-orang lain, supaya mereka juga bisa percaya kepada Kristus.

7) Tanpa disadari oleh tentara Romawi yang menombak Yesus itu, tindakannya ini menggenapi nubuat Kitab Suci / Perjanjian Lama tentang Yesus. Ini terlihat dari ay 37 yang mengutip dari Zakh 12:10.

a) Penggenapan nubuat.

Charles Haddon Spurgeon: “Two things are predicted: not a bone of him must be broken, and he must be pierced. ... He must not only be pierced with the nails, and so fulfill the prophecy, ‘They pierced my hands and my feet’; but he must be conspicuously pierced, so that he can be emphatically regarded as the pierced one. How were these prophecies, and a multitude more, to be accomplished? Only God himself could have brought to pass the fulfillment of prophecies which were of all kinds, and appeared to be confused, and even in contradiction to each other. It would be an impossible task for the human intellect to construct so many prophecies, and types, and foreshadowings, and then to imagine a person in whom they should all be embodied. But what would be impossible to men has been literally carried out in the case of our Lord. ... That which lies immediately before us was a complicated case; for if reverence to the Saviour would spare his bones, would it not also spare his flesh? If a coarse brutality pierced his side, why did it not break his legs? How can men be kept from one act of violence, and that an act authorized by authority, and yet how shall they perpetrate another violence which had not been suggested to them? But, let the case be as complicated as it was possible for it to have been, infinite wisdom knew how to work it out in all points; and it did so” [= Dua hal diramalkan: tidak satu tulangNya yang boleh dipatahkan, dan Ia harus ditusuk / ditikam. ... Ia bukan hanya harus ditusuk dengan paku-paku, dan dengan demikian menggenapi nubuat: ‘mereka menusuk tangan dan kakiku’ (Maz 22:17b); tetapi Ia harus ditusuk / ditikam secara menyolok, sehingga Ia bisa dianggap dengan tegas sebagai ‘Yang ditusuk / ditikam’. Bagaimana nubuat-nubuat ini, dan banyak lagi yang lain, bisa dicapai / digenapi? Hanya Allah sendiri yang bisa melaksanakan penggenapan dari nubuat-nubuat yang beraneka ragam, yang kelihatannnya kacau / membingungkan, dan bahkan bertentangan satu dengan yang lainnya. Merupakan tugas yang mustahil bagi pikiran manusia untuk menyusun begitu banyak nubuat, type, dan bayangan, dan lalu membayangkan seorang pribadi dalam siapa semua itu harus diwujudkan. Tetapi apa yang mustahil bagi manusia telah dilaksanakan secara hurufiah dalam kasus Tuhan kita. ... Apa yang terletak persis di hadapan kita adalah kasus yang rumit; karena jika hormat kepada sang Juruselamat menyebabkan tentara itu tidak mematahkan tulangNya, bukankah rasa hormat itu juga akan menyebabkan ia juga membiarkan dagingNya? Jika kebrutalan yang kasar menusuk / menikam sisi / rusukNya, mengapa kebrutalan itu tidak mematahkan kaki-kakiNya? Bagaimana manusia bisa ditahan dari satu tindakan kekerasan / kekejaman, dan itu merupakan tindakan yang telah disahkan oleh orang yang berwenang, dan bagaimana ia melakukan kekerasan / kekejaman yang lain yang tidak pernah diusulkan / dianjurkan kepadanya? Tetapi biarlah kasus ini serumit apapun, hikmat yang tak terbatas tahu bagaimana mengerjakannya secara keseluruhan; dan demikianlah dilakukannya] - ‘A Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord’, vol VI - ‘The Passion and Death of Our Lord’, hal 667,668.

Charles Haddon Spurgeon: “Both prophecies must be carried out, and they were so in a conspicuous manner. But why need I say that this fulfilment was indispensable? Beloved, the keeping of every word of God is indispensable. It is indispensable to the truth of God that he should be true always: for if one word of his can fall to the ground, then all may fall, and his veracity is gone. If it can be demonstrated that one prophecy was a mistake, then all the rest may be mistakes. If one part of the Scripture is untrue, all may be untrue, and we have no sure ground to go upon. ... Unless all the Word of God is sure, and pure ‘as silver tried in a furnace of earth, purified seven times,’ then we have nothing to go upon, and are virtually left without a revelation from God. If I am to take the Bible and say, ‘Some of this is true, and some of it is questionable,’ I am no better off than if I had no Bible. A man who is at sea with a chart which is only accurate in certain places, is not much better off than if he had no chart at all. ... Beloved, it is indispensable to the honour of God and to our confidence in his Word, that every line of Holy Scripture should be true” [= Kedua nubuat harus dilaksanakan, dan harus dilaksanakan dengan cara yang menyolok. Tetapi mengapa saya perlu mengatakan bahwa penggenapan ini merupakan sesuatu yang sangat diperlukan? Kekasih, penjagaan dari setiap firman Allah adalah sangat diperlukan. Adalah sangat diperlukan bagi firman Allah bahwa ia harus selalu benar: karena jika satu firman darinya bisa jatuh ke bumi, maka semua bisa jatuh, dan kejujuran / ketelitiannya hilang. Jika bisa didemonstrasikan bahwa satu nubuat merupakan suatu kesalahan, maka semua sisanya bisa merupakan kesalahan. Jika satu bagian Kitab Suci tidak benar, semua bisa tidak benar, dan kita tidak mempunyai dasar yang pasti untuk berjalan di atasnya. ... Kecuali semua Firman Allah itu pasti, dan murni ‘seperti perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah’ (Maz 12:7), maka kita tidak mempunyai apa-apa untuk berjalan di atasnya, dan kita sebetulnya ditinggalkan tanpa wahyu / penyataan dari Allah. Jika saya mengambil Alkitab dan berkata: ‘Sebagian dari ini adalah benar, dan sebagian darinya meragukan’, maka saya tidak lebih baik dari pada jika saya tidak mempunyai Alkitab. Seseorang yang ada di laut dengan sebuah peta yang hanya akurat pada tempat-tempat tertentu, tidak lebih baik dari pada jika ia tidak mempunyai peta sama sekali. ... Kekasih, adalah sangat perlu bagi kehormatan Allah dan bagi keyakinan kita dalam FirmanNya, bahwa setiap baris dari Kitab Suci yang Kudus harus benar] - ‘A Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord’, vol VI - ‘The Passion and Death of Our Lord’, hal 670.

Catatan: kata-kata Spurgeon ini seharusnya direnungkan oleh orang-orang Liberal, yang menolak inerrancy (= ketidak-bersalahan) dari Kitab Suci.

b) Ada Providence of God / pengaturan oleh Allah yang mengatur penggenapan nubuat-nubuat ini.

Charles Haddon Spurgeon: “It did not seem at all likely that when the order was given to break the legs of the crucified, Roman soldiers would abstain from the deed. ... Roman soldiers are apt to fulfil their commission very literally, ... The order is given to break their legs; two out of the three have suffered, and yet no soldier may crush a bone of that sacred body. They see that he is dead already, and they break not his legs. As yet you have only seen one of the prophecies fulfilled. He must be pierced as well. And what was that which came into that Roman soldier’s mind when, in a hasty moment, he resolved to make sure that the apparent death of Jesus was a real one? Why did he open that sacred side with his lance? He knew nothing of the prophecy. ... Why, then, does he fulfil the prediction of the prophet? There was no accident or chance here. Where are there such things? The hand of the Lord is here, and we desire to praise and bless that omniscient and omnipotent Providence which thus fulfilled the word of revelation. God hath respect unto his own word, and while he takes care that no bone of his Son shall be broken, he also secures that no text of Holy Scripture shall be broken” (= Kelihatannya sama sekali tidak mungkin bahwa pada saat perintah diberikan untuk mematahkan kaki-kaki dari orang-orang yang disalib, tentara-tentara Romawi itu tidak melakukan tindakan tersebut. ... Tentara-tentara Romawi cenderung untuk menggenapi perintah mereka secara hurufiah, ... Perintah diberikan untuk mematahkan kaki-kaki mereka; 2 dari 3 orang yang disalib telah mengalami hal itu, tetapi tidak ada tentara yang boleh meremukkan satu tulangpun dari tubuh yang kudus / keramat itu. Mereka melihat bahwa Ia sudah mati, dan mereka tidak mematahkan kaki-kakiNya. Tetapi engkau baru melihat satu dari nubuat-nubuat itu yang digenapi. Ia juga harus ditusuk / ditikam. Dan apa yang masuk ke dalam pikiran dari tentara Romawi itu pada waktu dalam saat yang begitu singkat ia memutuskan untuk memastikan bahwa Yesus yang kelihatannya sudah mati itu betul-betul sudah mati? Mengapa ia membuka sisi / rusuk yang kudus / keramat itu dengan tombaknya? Ia tidak tahu apa-apa tentang nubuat itu. ... Lalu mengapa ia menggenapi ramalan dari sang nabi? Tidak ada kebetulan di sini. Dimana ada hal seperti itu? Tangan Tuhan ada di sini, dan kami ingin memuji dan memuliakan Providence yang mahatahu dan mahakuasa yang dengan demikian menggenapi kata-kata wahyu. Allah menghormati FirmanNya sendiri, dan sementara Ia memperhatikan supaya tidak ada tulang AnakNya yang dipatahkan, Ia juga memastikan supaya tidak ada text Kitab Suci yang kudus yang dipatahkan / dilanggar) - ‘A Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord’, vol VI - ‘The Passion and Death of Our Lord’, hal 668,669.

c) Para tentara itu melakukan semua itu sebagai orang / agen bebas, tetapi pada saat yang sama mereka melakukan apa yang sudah ditetapkan oleh Allah.

Spurgeon menekankan bahwa para tentara bertindak dengan kehendak bebas (free will) mereka, baik pada waktu mereka tidak mematahkan kaki Yesus, maupun pada waktu seorang dari mereka menikam Yesus dengan tombak, tetapi pada saat yang sama mereka menggenapi ketetapan kekal dari Allah.

Charles Haddon Spurgeon: “They acted of their own free will, and yet at the same time they fulfilled the eternal counsel of God. Shall we never be able to drive into men’s mind the truth that predestination and free agency are both facts? Men sin as freely as birds fly in the air, and they are altogether responsible for their sin; and yet everything is ordained and foreseen of God. The fore-ordination of God in no degree interferes with the responsibility of man. I have often been asked by persons to reconcile the two truths. My only reply is - They need no reconciliation, for they never fell out. Why should I try to reconcile two friends? Prove to me that the two truths do not agree. In that request I have set you a task as difficult as that which you propose to me. These two facts are parallel lines; I cannot make them unite, but you cannot make them cross each other” (= Mereka bertindak dengan kehendak bebas mereka, tetapi pada saat yang sama mereka menggenapi rencana yang kekal dari Allah. Apakah kita tidak akan pernah bisa menancapkan ke dalam pikiran manusia kebenaran bahwa predestinasi dan kebebasan agen / manusia dua-duanya merupakan fakta? Manusia berbuat dosa sebebas burung-burung yang terbang di udara, dan mereka semuanya bertanggung jawab untuk dosa mereka; tetapi segala sesuatu ditetapkan dan dilihat lebih dulu oleh Allah. Penetapan lebih dulu dari Allah sama sekali tidak mengganggu tanggung jawab manusia. Saya sering ditanya oleh orang-orang untuk mendamaikan dua kebenaran ini. Jawaban saya hanyalah - Mereka tidak membutuhkan pendamaian, karena mereka tidak pernah bertengkar. Mengapa saya harus mendamaikan 2 orang sahabat? Buktikan kepada saya bahwa dua kebenaran itu tidak setuju / cocok. Dalam permintaan itu saya telah memberimu suatu tugas yang sama sukarnya seperti yang kaukemukakan kepada saya. Kedua fakta ini adalah garis-garis yang paralel; saya tidak bisa membuat mereka bersatu, tetapi engkau tidak bisa membuat mereka bersilangan) - ‘A Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord’, vol VI - ‘The Passion and Death of Our Lord’, hal 670-671.

Pandangan Spurgeon di atas ini merupakan pandangan Calvinisme / Reformed yang murni, dan sama sekali bukan merupakan pandangan Hyper-Calvinisme. Kalau saudara mau tahu apa itu Hyper-Calvinisme, perhatikan kata-kata Edwin H. Palmer di bawah ini.

Edwin H. Palmer: “Hyper-Calvinism. Diametrically opposite to the Arminian is the hyper-Calvinist. He looks at both sets of facts - the sovereignty of God and the freedom of man - and, like the Arminian, says he cannot reconcile the two apparently contradictory forces. Like the Arminian, he solves the problem in a rationalistic way by denying one side of the problem. Whereas the Arminian denies the sovereignty of God, the hyper-Calvinist denies the responsibility of man. He sees the clear Biblical statements concerning God’s foreordination and holds firmly to that. But being logically unable to reconcile it with man’s responsibility, he denies the latter. Thus the Arminian and the hyper-Calvinist, although poles apart, are really very close together in their rationalism” (= Hyper-Calvinisme. Bertentangan frontal dengan orang Arminian adalah orang yang hyper-Calvinist. Ia melihat pada kedua fakta - kedaulatan Allah dan kebebasan manusia - dan, seperti orang Arminian, ia mengatakan bahwa ia tidak dapat mendamaikan kedua kekuatan yang tampaknya bertentangan itu. Seperti orang Arminian, ia memecahkan problem itu dengan cara yang logis dengan menyangkal satu sisi dari problem itu. Sementara orang Arminian menyangkal kedaulatan Allah, maka penganut Hyper-Calvinisme meninggalkan fakta tanggung jawab manusia. Ia melihat pernyataan yang jelas dari Alkitab mengenai penentuan lebih dulu dari Allah dan memegang hal itu dengan teguh. Tetapi karena tidak mampu mendamaikannya secara logis dengan tanggung jawab manusia, ia menyangkal tanggung jawab manusia itu. Jadi orang Arminian dan orang hyper-Calvinist, sekalipun merupakan kutub-kutub yang bertentangan, sebetulnya sangat dekat dalam cara berpikirnya) - ‘The Five Points of Calvinism’, hal 84.

d) Mengapa dalam ay 37, dan dalam Zakh 12:10 itu, orang-orang Yahudi dianggap sebagai orang-orang yang menikam Yesus? Bukankah yang menikam Yesus adalah tentara Romawi?

Jawab: orang-orang Yahudi adalah penyebab / biang keladi dari penderitaan dan kematian Kristus, dan karena itu mereka dianggap sebagai pelaku dari semua itu.

George Hutcheson: “malicious upstirrers unto cruelty are more guilty than the ignorant executors thereof; therefore doth the scripture ascribe this act to the Jews; they pierced him, by the hand of the soldiers” (= penghasut-penghasut jahat kepada kekejaman lebih bersalah dari pada pelaksana yang tidak tahu apa-apa; karena itu Kitab Suci menganggap tindakan ini sebagai tindakan dari orang-orang Yahudi; mereka menikam Dia oleh tangan para tentara) - hal 408.

Bdk. Kis 2:36 - “Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti, bahwa Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus.’”.

e) Arti Yohanes 19: 37: “Dan ada pula nas yang mengatakan: ‘Mereka akan memandang kepada Dia yang telah mereka tikam.’”.

Ini bisa diterapkan dalam 2 arti yang berbeda:

1. Ini merupakan ancaman bahwa Yesus akan datang sebagai pembalas.

Bandingkan ini dengan Wah 1:7 yang berbunyi: “Lihatlah, Ia akan datang dengan awan-awan dan setiap mata akan melihat Dia, juga mereka yang telah menikam Dia. Dan semua bangsa di bumi akan meratapi Dia. Ya, amin”.

Perlu diketahui bahwa kata-kata ‘meratapi Dia’ dalam Wah 1:7 ini bukan menunjukkan pertobatan, tetapi ketakutan / keputusasaan (bdk. Wah 6:12-17).

2. Ini merupakan janji bahwa orang-orang Yahudi akan bertobat / percaya kepada Yesus (bdk. Zakh 12:10 yang menunjukkan pertobatan).

Zakh 12:10 - “‘Aku akan mencurahkan roh pengasihan dan roh permohonan atas keluarga Daud dan atas penduduk Yerusalem, dan mereka akan memandang kepada dia yang telah mereka tikam, dan akan meratapi dia seperti orang meratapi anak tunggal, dan akan menangisi dia dengan pedih seperti orang menangisi anak sulung”.

Pertobatan orang-orang Yahudi terjadi pada hari Pentakosta (Kis 2:37-41). Bagi mereka yang bertobat, tentu saja tidak akan mengalami Wah 1:7.

-o0o-

Yohanes 19:38-42

1) Yusuf dari Arimatea dan Nikodemus.

a) Yusuf dari Arimatea adalah orang yang kaya dan berkedudukan tinggi, dan itu bisa terlihat dari ayat-ayat di bawah ini:

· Mat 27:57 - “Menjelang malam datanglah seorang kaya, orang Arimatea, yang bernama Yusuf dan yang telah menjadi murid Yesus juga”.

· Mark 15:43 - “Karena itu Yusuf, orang Arimatea, seorang anggota Majelis Besar yang terkemuka, yang juga menanti-nantikan Kerajaan Allah, memberanikan diri menghadap Pilatus dan meminta mayat Yesus”.

· Lukas 23:50-51 - “(50) Adalah seorang yang bernama Yusuf. Ia anggota Majelis Besar, dan seorang yang baik lagi benar. (51) Ia tidak setuju dengan putusan dan tindakan Majelis itu. Ia berasal dari Arimatea, sebuah kota Yahudi dan ia menanti-nantikan Kerajaan Allah”.

b) Nikodemus jelas juga kaya, dan ini terlihat dari persembahan yang ia berikan dalam ay 39, dan ia juga berkedudukan tinggi, karena ia adalah orang Farisi dan seorang pemimpin agama Yahudi (Yoh 3:1), dan juga seorang pengajar (Yohanes 3:10).

2) Ikut Yesus secara sembunyi-sembunyi.

Baik Yusuf dari Arimatea maupun Nikodemus adalah murid-murid yang ikut Yesus tidak secara terang-terangan, tetapi secara sembunyi-sembunyi, karena takut kepada orang-orang Yahudi. Mungkin hal ini sudah terlihat dalam diri Nikodemus pada waktu ia datang kepada Yesus pada malam hari (ay 39 bdk. Yoh 3:1).

Mereka takut kepada orang-orang Yahudi karena orang-orang Yahudi sepakat untuk mengucilkan setiap orang yang mengaku Yesus sebagai Mesias.

Bdk. Yoh 9:22b - “orang-orang Yahudi itu telah sepakat bahwa setiap orang yang mengaku Dia sebagai Mesias, akan dikucilkan”.

a) Mengapa mereka takut?

Orang yang miskin dan tidak mempunyai kedudukan apa-apa, seperti halnya para murid Yesus, mungkin tidak perlu takut pada pengucilan yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi. Tetapi lain halnya dengan Yusuf dari Arimatea dan Nikodemus, yang kaya dan berkedudukan tinggi.

Pulpit Commentary: “Jesus in every age has some secret disciples. There are two mentioned here - Joesph and Nicodemus. Why were they secret? 1. Because of the danger which they were surrounded. ‘For fear of the Jews.’ What were the influences which excited their fear? (1) The influence of position. They were in a high worldly position, members of the chief council of the nation, and to confess Jesus meant the loss of this. (2) The influence of caste. Caste feelings were very strong among the Jews; as they are, indeed, specially strong among all nations, Christian as well as heathen. These councilmen would be outcasts from society if they accepted Jesus as their Teacher. (3) The influence of wealth. They were wealthy men, and their public confession of Jesus would mean the loss of this. 2. Their natural timidity of disposition. We may well assume that the natural disposition of Joseph and Nicodemus was modest, thoughtful, cautious, timid, and retiring; and this naturally influenced their public conduct. ... 3. The essential incompleteness of their faith. Faith in Christ at this time, in the best, was weak and imperfect. It was so in the disciples, who had all the advantages of Christ’s ministry and miracles. What must it have been in these more distant and secret disciples? They had not enjoyed the advantages of religious education, and therefore their faith was naturally incomplete” [= Dalam setiap jaman Yesus mempunyai beberapa murid rahasia / diam-diam. Ada dua yang disebutkan di sini - Yusuf dan Nikodemus. Mengapa mereka menjadi murid dengan diam-diam? 1. Karena bahaya yang mengelilingi mereka. ‘Karena takut kepada orang-orang Yahudi’. Apa pengaruh-pengaruh yang membangkitkan rasa takut mereka? (1) Pengaruh dari kedudukan. Mereka mempunyai kedudukan duniawi yang tinggi, anggota-anggota dari dewan utama / mahkamah agama dari bangsa itu, dan mengakui Yesus berarti kehilangan hal ini. (2) Pengaruh dari kasta. Perasaan kasta sangat kuat di antara orang-orang Yahudi; dan bahkan sangat kuat di antara semua bangsa, Kristen maupun kafir. Anggota-anggota mahkamah ini akan menjadi buangan dari masyarakat jika mereka menerima Yesus sebagai Guru mereka. (3) Pengaruh kekayaan. Mereka adalah orang kaya, dan pengakuan mereka di depan umum terhadap Yesus berarti kehilangan kekayaan ini. 2. Kecenderungan alamiah mereka pada ketakutan. Kita bisa menganggap bahwa kecenderungan alamiah dari Yusuf dan Nikodemus adalah sopan, bijaksana, hati-hati, takut, dan malu-malu, dan ini secara alamiah mempengaruhi tingkah laku mereka di depan umum. ... 3. Ketidak-lengkapan yang hakiki dari iman mereka. Sebaik-baiknya iman kepada Kristus pada saat ini, itu tetap lemah dan tidak sempurna. Iman itu begitu dalam diri para murid, yang mempunyai semua keuntungan dari pelayanan dan mujijat-mujijat Kristus. Bagaimana halnya dengan iman itu dalam diri murid-murid yang jauh dan diam-diam / rahasia? Mereka tidak menikmati keuntungan dari pendidikan agama, dan karena itu adalah wajar kalau iman mereka tidak sempurna] - hal 455.

Calvin: “Till now, therefore, riches had prevented them from professing to be the disciples of Christ, and might afterwards have no less influence in keeping them from making a profession so much hated and abhorred” (= Karena itu, sampai sekarang kekayaan telah menghalangi mereka dari pengakuan sebagai murid-murid Kristus, dan setelah itu bisa mempunyai pengaruh yang tidak berkurang dalam menahan mereka untuk membuat pengakuan yang begitu dibenci dan tidak disukai) - hal 243.

b) Apapun alasannya untuk mengikuti Yesus secara sembunyi-sembunyi, mereka tetap harus dipersalahkan.

Calvin: “there is reason to believe that it was not free from blame. ... the weakness of faith is manifested, whenever the confession of faith is withheld through fear. We ought always to consider what the Lord commands, and how far he bids us advance. He who stops in the middle of the course shows that he does not trust in God, and he who sets a higher value on his own life than on the command of God is without excuse” (= ada alasan untuk percaya bahwa ini tidak bebas dari kesalahan. ... kelemahan iman diwujudkan, kapanpun pengakuan iman ditahan oleh takut. Kita harus selalu mempertimbangkan apa yang Tuhan perintahkan, dan sejauh apa Ia meminta kita untuk maju. Ia yang berhenti di tengah perjalanan menunjukkan bahwa ia tidak mempercayakan dirinya kepada Allah, dan ia yang menghargai hidup / nyawanya sendiri lebih dari perintah Allah tidak bisa dimaafkan) - hal 244,245.

c) Bahwa Yusuf dari Arimatea tetap disebut sebagai ‘murid’ sekalipun ia sebetulnya tidak terlalu berhak dengan sebutan itu, menunjukkan kasih / kemurahan hati Allah terhadap anakNya yang bersalah.

Calvin: “When we perceive that the Evangelist bestows on Joseph the honourable designation of ‘a disciple,’ at a time when he was excessively timid, and did not venture to profess his faith before the world, we learn from it how graciously God acts towards his people, and with what fatherly kindness he forgives their offences” (= Pada waktu kita mengerti bahwa sang Penginjil memberikan kepada Yusuf sebutan ‘murid’, pada saat ia takut secara berlebihan, dan tidak berani untuk mengakui imannya di hadapan dunia, kita belajar darinya betapa murah hatinya Allah bertindak kepada umatNya, dan dengan kebaikan yang bersifat kebapaan yang bagaimana Ia mengampuni pelanggaran mereka) - hal 245.

3) Pada saat Yesus mati, Yusuf dari Arimatea datang kepada Pontius Pilatus untuk meminta mayat Yesus untuk dikuburkan, dan Nikodemus membawa rempah-rempah untuk membalsem tubuh Yesus.

a) Hendriksen mengatakan bahwa dari Luk 23:55 terlihat bahwa selain Yusuf dari Arimatea dan Nikodemus, juga ada beberapa perempuan yang ikut menguburkan Yesus.

Luk 23:55 - “Dan perempuan-perempuan yang datang bersama-sama dengan Yesus dari Galilea, ikut serta dan mereka melihat kubur itu dan bagaimana mayatNya dibaringkan”.

b) Tindakan dari Yusuf dari Arimatea yang meminta ijin kepada Pontius Pilatus untuk menurunkan mayat Yesus, menunjukkan bahwa orang yang mau melayani Tuhan tetap harus mentaati aturan main, seperti Firman Tuhan, dan bahkan hukum negara (selama hukum ini tidak bertentangan dengan Kitab Suci).

c) Hendriksen mengatakan bahwa tindakan dari Yusuf dari Arimatea ini merupakan tindakan yang berani, karena ia melakukan hal ini sekalipun ia tahu bahwa rekan-rekan Sanhedrinnya pasti akan mengetahui apa yang ia lakukan.

Sebetulnya, Yusuf dari Arimatea bukannya sama sekali tidak takut. Ia tetap mempunyai rasa takut tersebut, tetapi ia tidak mau tunduk pada rasa takut itu, sebaliknya melawannya, dan menang. Ini terlihat dari kata ‘memberanikan diri’ dalam Mark 15:43.

Mark 15:43 - “Karena itu Yusuf, orang Arimatea, seorang anggota Majelis Besar yang terkemuka, yang juga menanti-nantikan Kerajaan Allah, memberanikan diri menghadap Pilatus dan meminta mayat Yesus”.

NASB: ‘he gathered up courage’ (= ia mengumpulkan keberanian).

Sedangkan untuk Nikodemus, Pulpit Commentary (hal 449) mengatakan bahwa mungkin ia menjadi berani karena terpengaruh oleh teladan dari Yusuf dari Arimatea. Ini merupakan suatu contoh tentang menularnya keberanian. Tetapi bukan hanya keberanian yang menular! Rasa takut juga! Ini perlu direnungkan oleh orang-orang yang selalu takut-takut dan mengikut Yesus secara sembunyi-sembunyi.

Penerapan: hal-hal apa yang seharusnya saudara lakukan, tetapi tidak saudara lakukan, karena takut? Mengaku Yesus di depan manusia teman / keluarga? Memimpin doa di depan umum? Melayani sebagai pemimpin liturgist? Memberitakan Injil? Menjadi guru Sekolah Minggu? Melayani dalam paduan suara / vocal group / duet / solo dsb? Kalau saudara memang yakin bahwa hal itu adalah kehendak Tuhan bagi saudara, kumpulkanlah keberanian, dan berusahalah untuk melakukannya!

d) Apa yang menyebabkan kedua orang yang tadinya takut-takut dan sembunyi-sembunyi itu lalu menjadi berani menampilkan diri? Seorang penafsir dari Pulpit Commentary (hal 455) memberikan beberapa kemungkinan yang bisa dipikirkan:

1. Tingkah laku Kristus pada saat ada di kayu salib, yang begitu kasih, lembut dan sebagainya.

2. Tingkah laku yang begitu jahat dari para tokoh Yahudi.

3. Sikap Pontius Pilatus yang jelas menentang orang-orang Yahudi dan memihak kepada Yesus.

4. Bukti dari alam, seperti adanya matahari yang berhenti bersinar, gempa bumi, sobeknya tirai Bait Suci, pada saat Kristus disalib dan mati.

5. Kematian Kristus sendiri.

Pulpit Commentary: “Only at the death of a dear one we and others come to know how much we loved him in life. Joseph and Nicodemus never knew that they loved Jesus so much till he was crucified and had passed away” (= Hanya pada saat kematian dari orang yang dikasihi maka kita dan orang-orang lain mengetahui betapa kita mengasihinya dalam kehidupan. Yusuf dan Nikodemus tidak pernah tahu bahwa mereka begitu mengasihi Yesus sampai Ia disalibkan dan mati) - hal 455.

Barclay: “The death of Jesus had done for Joseph and Nicodemus what not even his life could do. No sooner had Jesus died on the Cross than Joseph forgot his fear and bearded the Roman governor with a request for the body. No sooner had Jesus died on the Cross than Nicodemus was there to bring a tribute that all men could see. The cowardice, the hesitation, the prudent concealment were gone. ... Jesus had not been dead an hour when his own prophecy came true: ‘I when I be lifted up from the earth will draw all men to myself’ (John 12:32). ... The power of the Cross was even then turning the coward into the hero, and the waverer into the man who took an irrevocable decision for Christ” [= Kematian Yesus telah melakukan bagi Yusuf dan Nikodemus apa yang bahkan tidak bisa dilakukan oleh kehidupanNya. Begitu Yesus mati pada kayu salib Yusuf lupa akan rasa takutnya dan menghadap sang gubernur Romawi dengan suatu permohonan untuk tubuhNya. Begitu Yesus mati pada kayu salib Nikodemus ada di sana untuk membawa suatu penghormatan / penghargaan yang bisa dilihat oleh semua orang. Rasa takut, keragu-raguan, penyembunyian yang bijaksana / hati-hati hilang. ... Yesus belum mati selama 1 jam pada saat nubuatNya terbukti kebenarannya: ‘dan Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepadaKu’ (Yoh 12:32). ... Pada saat itulah kuasa dari salib mengubah seorang penakut menjadi seorang pahlawan, dan seorang yang ragu-ragu menjadi seorang yang mengambil suatu keputusan untuk Kristus yang tidak dapat dibatalkan] - hal 263-264.

6. Bisa juga ditambahkan alasan dari Leon Morris di bawah ini.

Leon Morris (NICNT): “We hear of him neither before nor after this incident. The burial of Jesus is the one thing by which he is known. ... It may be that he felt that in Jesus’ lifetime he had paid him little honor, and that he was now presented with his last opportunity. The Jews of that day regarded proper burial of their dead as most important” (= Kita tidak mendengar tentang dia sebelum ataupun sesudah peristiwa ini. Penguburan Yesus adalah satu-satunya hal oleh mana ia dikenal. ... Mungkin ia merasa bahwa pada saat Yesus hidup ia memberikan kepadaNya sedikit hormat, dan sekarang ia mau memberikan hormat itu pada kesempatannya yang terakhir. Orang-orang Yahudi pada jaman itu menganggap penguburan yang layak dari orang-orang mati mereka sebagai hal yang sangat penting) - hal 824,825.

e) Kehebatan tindakan Yusuf dari Arimatea dan Nikodemus terlihat kalau kita mempertimbangkan hal-hal ini.

Pulpit Commentary: “All this was manifested at the darkest hour. (1) When his enemies had completed their work. ... When hatred had reached its highest mark of triumph, latent and secret love reached a higher mark of public courage. (2) When his friends had deserted him. Only the women and the beloved disciple were in attendance at his last hour. None of his public followers came to bury him, nor follow his body to the tomb. Then these secret disciples came forward as the reverse force of the King, and courageously and lovingly performed his sacred obsequies. (3) When his cause was apparently at an end. Nicodemus never came to him on such a dark night as this. The common faith was eclipsed, and hope all but extinguished; but then the faith, hope, and love of these private disciples glowed and shone in the gloom of death” [= Semua ini ditunjukkan pada saat yang paling gelap. (1) Pada waktu musuh-musuhNya telah menyelesaikan pekerjaan mereka. ... Pada waktu kebencian telah mencapai batas kemenangan yang tertinggi, kasih yang tersembunyi dan rahasia mencapai batas yang lebih tinggi dari keberanian yang terbuka. (2) Pada waktu teman-temanNya telah meninggalkanNya. Hanya para perempuan dan murid yang kekasih yang hadir pada saat terakhir. Tidak ada dari pengikut umumNya yang datang untuk menguburkanNya, ataupun mengikuti tubuhNya ke kubur. Pada saat itulah murid-murid rahasia ini maju sebagai pasukan cadangan dari sang Raja, dan dengan berani dan kasih melaksanakan upacara penguburan yang kudus / keramat. (3) Pada waktu kegiatan / gerakanNya kelihatannya berakhir. Nikodemus tidak pernah datang kepadaNya pada malam yang segelap ini. Iman pada umumnya mundur, dan pengharapan padam; tetapi pada saat itu iman, pengharapan, dan kasih dari murid-murid privat ini berpijar dan bersinar dalam kesuraman / kegelapan dari kematian] - hal 456.

f) Kontras yang aneh.

Pulpit Commentary: “The cross brings out curious contrasts in the conduct and circumstances of those who are related to Christ. (a) The disciples, who were openly identified with him in life forsake him in his last extremity, and have no share in the honours of burial. (b) Two disciples, who had no open relations with him in life, step forward boldly at his death, and give him the last offices of the dead” [= Salib menghasilkan / menunjukkan kontras yang aneh dalam tingkah laku dan keadaan dari mereka yang berhubungan dengan Kristus. (a) Murid-murid, yang secara terbuka / terang-terangan memihak kepadaNya dalam kehidupan, meninggalkan Dia pada saat kebutuhanNya yang sangat dan terakhir, dan tidak ambil bagian dalam kehormatan dari penguburan. (b) Dua murid, yang tidak mempunyai hubungan terbuka / terang-terangan dengan Dia dalam kehidupan, melangkah ke depan dengan berani pada saat kematianNya, dan memberikan kepadaNya pelayanan / upacara orang mati] - hal 440.

Mungkin ini bisa dianggap sebagai penggenapan dari kata-kata Yesus dalam Mat 19:30 - “Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu.’”.

Karena itu jangan terlalu merendahkan orang-orang yang kelihatannya ada di bawah saudara, karena mungkin mereka akan menyalip saudara. Dan juga jangan bangga dengan apa yang sudah saudara capai, sehingga lalu saudara menjadi lengah dan malah tertinggal di belakang! Setiap saat setiap orang kristen harus berjuang secara maximal!

g) Bagaimanapun bagusnya apa yang dilakukan oleh Yusuf dari Arimatea dan Nikodemus di sini, sebetulnya jauh lebih baik kalau mereka menunjukkan kesetiaan dan keberanian mereka pada saat Yesus masih hidup. Ini bukan hanya berlaku dalam sikap kita terhadap Yesus tetapi juga terhadap orang-orang lain, khususnya orang-orang yang kita kasihi.

Barclay: “We so often leave our tributes until people are dead. How much greater would loyalty in life have been than a new tomb and a shroud fit for a king. One flower in life is worth all the wreaths in the world in death; one word of love and praise and thanks in life is worth all the panegyrics in the world when life is gone” (= Kita begitu sering membiarkan penghormatan / penghargaan sampai seseorang mati. Kesetiaan dalam kehidupan akan sangat lebih besar dari pada kuburan yang baru dan kain kapan yang cocok untuk seorang raja. Sekuntum bunga dalam kehidupan sama nilainya dengan semua rangkaian bunga di seluruh dunia dalam kematian; satu perkataan kasih dan pujian dan terima kasih dalam kehidupan sama nilainya dengan semua pidato pujian di seluruh dunia pada saat kehidupan sudah hilang) - hal 263.

4) Pembalseman / pemberian rempah-rempah.

a) Nikodemus tidak datang dengan hati / tangan yang kosong.

Pulpit Commentary: “He came to the funeral neither empty-hearted nor empty-handed, but with a princely gift - abundance of spices to embalm the dead but sacred corpse” (= Ia datang ke penguburan tidak dengan hati yang kosong ataupun tangan yang kosong, tetapi dengan pemberian untuk bangsawan - rempah-rempah yang berlimpah-limpah untuk membalsem mayat / tubuh yang mati tetapi kudus / keramat) - hal 456.

b) Rempah-rempah itu (mur dan gaharu) berfungsi untuk mencegah pembusukan.

Pulpit Commentary: “The myrrh and aloes were pounded and mixed for the purposes of resisting the decomposition of death” (= Mur dan gaharu ditumbuk dan dicampur dan ditujukan untuk menahan pembusukan dari kematian) - hal 435.

Tasker (Tyndale): “The body is then laid in a new tomb free from all corrupting influences; God’s Holy One is not destined to see corruption, and He must rise from the dead with His human body unimpaired except for the scars of His passion” (= Lalu tubuh itu diletakkan dalam kubur yang baru, yang bebas dari semua pengaruh pembusukan; Yang Kudus dari Allah tidak ditentukan untuk melihat / mengalami pembusukan, dan Ia harus bangkit dari antara orang mati dengan tubuh manusiaNya tanpa cacat kecuali bekas luka dari penderitaanNya) - hal 220.

c) Cara Yahudi dalam melakukan pembalseman berbeda dengan cara orang Mesir.

F. F. Bruce: “This procedure was not the Egyptian practice of embalming: the Jews did not first remove various internal organs from the body and fill the cavities with sweet spices, as the Egyptians did” (= Prosedur ini bukanlah merupakan praktek orang Mesir dalam melakukan pembalseman: orang Yahudi tidak membuang organ-organ dalam dari tubuh dan mengisi rongga itu dengan rempah-rempah yang manis, seperti yang dilakukan oleh orang Mesir) - hal 379.

d) George Hutcheson mengatakan (hal 409) bahwa orang-orang Yahudi melakukan pemberian rempah-rempah dsb, karena mereka mempercayai bahwa pada akhir jaman orang yang mati akan bangkit dengan tubuh yang sama (Catatan: tentu ini tidak berlaku untuk orang-orang Saduki yang tidak mempercayai kebangkitan orang mati).

e) Tetapi dalam kasus Kristus, mereka tidak mempercayai bahwa Ia akan bangkit pada hari ketiga seperti yang telah dinubuatkanNya.

Adam Clarke: “It appears plainly, from embalming, &c., that none of these persons had any hope of the resurrection of Christ. They considered him as a great and eminent prophet, and treated him as such” (= Kelihatan dengan jelas, dari pembalseman dsb., bahwa tidak seorangpun dari orang-orang ini yang mempunyai pengharapan tentang kebangkitan Kristus. Mereka menganggapNya sebagai nabi yang besar dan menonjol, dan memperlakukannya sebagai nabi yang besar dan menonjol) - hal 655.

f) Rempah-rempah yang dibawa oleh Nikodemus begitu banyak. Apa maksudnya?

1. Ini mungkin sengaja dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa Yesus adalah seorang Raja.

F. F. Bruce: “why so great a weight of aromatic spices to prepare one man’s body for burial? One would not be surprised if it were for a royal burial - but that is precisely what Jesus’ burial in the eyes of Nicodemus, and probably of Joseph too” (= mengapa rempah-rempah harum yang begitu banyak digunakan untuk mempersiapkan penguburan tubuh seorang manusia? Kita tidak akan merasa heran seandainya hal itu dilakukan untuk penguburan seorang raja - tetapi itulah tepatnya arti penguburan Yesus dalam pandangan Nikodemus, dan mungkin juga dalam pandangan Yusuf) - hal 379.

Leon Morris (NICNT): “there is evidence that large quantities were used in royal burials (cf. 2Chron. 16:14), and the probability is that John is reminding us again of Jesus’ kingship” [= ada bukti bahwa kwantitas / jumlah yang banyak itu digunakan dalam penguburan seseorang raja (bdk. 2Taw 16:14), dan mungkin Yohanes sedang mengingatkan kita lagi tentang ke-raja-an dari Yesus] - hal 825.

2Tawarikh 16:13-14 - “Kemudian Asa mendapat perhentian bersama-sama nenek moyangnya. Ia mati pada tahun keempat puluh satu pemerintahannya, dan dikuburkan di kuburan yang telah digali baginya di kota Daud. Mereka membaringkannya di atas petiduran yang penuh dengan rempah-rempah dan segala macam rempah-rempah campuran yang dicampur menurut cara pencampur rempah-rempah, lalu menyalakan api yang sangat besar untuk menghormatinya”.

2. Ini merupakan pengaturan Allah sehingga Yesus, setelah mengalami penderitaan dan kematian yang begitu hina, mendapatkan penguburan yang terhormat, dan ini merupakan suatu persiapan untuk kemuliaan dari kebangkitanNya.

Calvin: “When Christ had endured extreme ignominy on the cross, God determined that his burial should be honourable, that it might serve as a preparation for the glory of his resurrection. The money expended on it by Nicodemus and Joseph is very great, and may be thought by some to be superfluous; but we ought to consider the design of God, who even led them, by his Spirit, to render this honour to his own Son, that, by the sweet savour of his grave, he might take away our dread of the cross” (= Pada waktu Kristus telah menanggung cela / kehinaan yang extrim pada kayu salib, Allah menentukan bahwa penguburanNya harus terhormat, supaya itu bisa berfungsi sebagai persiapan untuk kemuliaan dari kebangkitanNya. Uang yang dikeluarkan untuk itu oleh Yusuf dan Nikodemus adalah sangat besar, dan bisa dianggap oleh sebagian orang sebagai berlebihan; tetapi kita harus mempertimbangkan rencana Allah, yang membimbing mereka oleh RohNya, untuk memberikan kehormatan ini bagi AnakNya sendiri, supaya oleh bau yang harum dari kuburNya, Ia bisa mengambil rasa takut kita pada salib) - hal 245.

Tetapi Calvin lalu menambahkan kata-kata di bawah ini untuk menjaga supaya kita tidak meniru apa yang tidak seharusnya ditiru dalam melakukan upacara penguburan.

Calvin: “But those things which are out of the ordinary course ought not to be regarded as an example. Besides, the Evangelist expressly states that he was buried according to the custom of the Jews. ...This is the reason why allowance could then be made for a greater pomp of ceremonies, which, at the present day, would not be free from blame” (= Tetapi hal-hal itu, yang merupakan sesuatu yang di luar jalan yang biasa, tidak boleh dianggap sebagai suatu teladan. Disamping itu, sang Penginjil menyatakan secara jelas bahwa Ia dikuburkan menurut adat orang Yahudi. ... Ini adalah alasan mengapa pada saat itu diijinkan untuk melakukan upacara yang megah / besar, yang pada saat ini tidak bebas dari kesalahan) - hal 245,246.

Penerapan: jangan menghamburkan uang (demi gengsi?) hanya untuk melakukan penguburan.

5) Kubur dan penguburan Yesus.

a) Pemilik kuburan itu adalah Yusuf dari Arimatea (Mat 27:60), yang adalah orang kaya (Mat 27:57). Jadi ini menggenapi Yes 53:9.

Yes 53:9 - ‘dan dalam matinya ia ada di antara penjahat-penjahat’. Ini salah terjemahan.

KJV: ‘and with the rich in his death’ (= dan bersama orang kaya dalam matinya).

RSV: ‘and with a rich man in his death’ (= dan bersama seorang kaya dalam matinya).

NIV: ‘and with the rich in his death’ (= dan bersama orang kaya dalam kematiannya).

NASB: ‘Yet He was with a rich man in His death’ (= Tetapi Ia bersama dengan seorang kaya dalam matiNya).

Barnes’ Notes: “The fulfilment of this is the more remarkable, because during his life he associated with the poor, and was himself poor” (= Penggenapan nubuat ini makin luar biasa, karena dalam sepanjang hidupNya Ia bergaul dengan orang miskin, dan Ia sendiri adalah orang miskin) - hal 142.

b) Letak dari kubur Yesus.

Ada petunjuk-petunjuk tentang letak dari kubur Yesus:

1. Dekat tempat di mana Yesus disalibkan (ay 41).

a. Ini merupakan penyediaan Tuhan.

William Hendriksen: “Kind providence provided a near-by tomb. It was the Jew’s day of Preparation. ... In other words, it was Friday. Sunset was approaching. Hence, in order that everything might be finished before sabbath, no time must be lost. The body of Jesus could not be buried in a distant tomb. Time would not allow” (= Providensia yang baik menyediakan kubur yang dekat. Itu merupakan hari persiapan orang Yahudi. ... Dengan kata lain, itu adalah hari Jum’at. Terbenamnya matahari sedang mendekat. Karena itu, supaya segala sesuatu bisa diselesaikan sebelum sabat, tidak ada waktu boleh hilang. Tubuh Yesus tidak bisa dikuburkan di kubur yang jauh. Waktu tidak mengijinkan) - hal 443.

b. Karena kita tidak tahu dengan pasti dimana Ia disalibkan, maka kita juga tidak tahu dengan pasti dimana Ia dikuburkan.

2. Kubur itu terletak di sebuah taman (Yohanes 19: 41).

Tasker (Tyndale): “The fall of the first Adam took place in a garden; and it was in a garden that the second Adam redeemed mankind from the consequences of Adam’s transgression” (= Kejatuhan dari Adam pertama terjadi di sebuah taman; dan di sebuah tamanlah Adam yang kedua menebus umat manusia dari konsekwensi / akibat pelanggaran Adam) - hal 219.

Catatan: kata-kata di atas ini agak aneh, karena penebusan terjadi di Golgota, bukan di kubur Yesus.

Thomas Whitelaw: “In a garden (Eden) centuries before, death achieved its first victory (Gen. 3:1); it was fitting that in a garden that victory should be reversed” [= Dalam sebuah taman (Eden) berabad-abad sebelumnya, kematian mencapai kemenangannya yang pertama (Kej 3:1); maka cocoklah kalau di sebuah tamanlah kemenangan itu harus dibalik] - hal 420.

Dari petunjuk-petunjuk ini, pada saat ini kita tetap tidak bisa tahu dimana kubur Yesus yang sebenarnya. Yang pada saat ini dikatakan sebagai tempat lahir, tempat penyaliban, dan kubur Yesus hanya merupakan propaganda demi menarik para turis, dan itu semua hanyalah dusta.

Mungkin banyak orang, khususnya orang kristen, yang menyayangkan bahwa kita tidak bisa tahu letak kubur Yesus yang sebenarnya. Tetapi William Hendriksen berpendapat sebaliknya.

William Hendriksen: “The tomb was located in Joseph’s garden, in the immediate vicinity of the cross. The exact spot cannot be pointed out today. This is something for which we may well thank God. Had it been known, the place would probably have received more honor than the Christ. (Some of the spirit, in fact, prevails even today, in connection with those places which are advertised as being authentic.)” [= Kubur itu terletak di taman Yusuf, dekat dengan tempat penyaliban. Tempat yang persis tidak bisa ditunjukkan saat ini. Ini adalah sesuatu untuk mana kita boleh bersyukur kepada Allah. Seandainya tempat itu diketahui, mungkin tempat itu akan menerima lebih banyak penghormatan dari pada Kristus (Dalam faktanya, kecenderungan seperti itu ada pada saat ini, berhubungan dengan tempat-tempat yang dipublikasikan sebagai tempat yang asli)] - hal 444-445.

c) Kubur itu adalah kubur yang masih baru (ay 41), dalam arti belum pernah digunakan (Luk 23:53b).

Ini merupakan sesuatu yang penting, karena dengan demikian yang nanti bangkit pada hari ketiga, tidak bisa tidak adalah Yesus sendiri, bukan mayat lain yang sudah dikubur lebih dulu di kuburan itu.

Pulpit Commentary: “Matthew, Luke, and John remark that it was kainon, not simply neon, ‘recently made’, but ‘new in the sense of being as yet unused’, thus preventing the possibility of any confusion, or any subordinate miracle, such as happened at the grave of Elisha (2Kings 13:21), and so our Lord’s sacred body came into no contact with corruption” [= Matius, Lukas, dan Yohanes menyatakan bahwa kubur itu kainon (KAINON), bukan sekedar neon (NEON), ‘baru dibuat’, tetapi ‘baru dalam arti belum pernah digunakan’, dan dengan demikian menghalangi kemungkinan kekacauan, atau mujijat yang lebih rendah, seperti yang terjadi pada kubur Elisa (2Raja 13:21), dan dengan demikian tubuh Tuhan yang kudus / keramat tidak berhubungan dengan pembusukan] - hal 435.

W. E. Vine: “1. KAINOS (kainoj) denotes new, of that which is unaccustomed or unused, not new in time, recent, but new as to form or quality, ... 2. NEOS (neoj) signifies new in respect of time” [= 1. KAINOS (kainoj) menunjukkan baru, dari sesuatu yang tidak dikenal atau tidak / belum dipakai, bukan baru dalam waktu, atau baru saja, tetapi baru berkenaan dengan bentuk atau kwalitet, ... 2. NEOS (neoj) berarti baru berkenaan dengan waktu] - ‘An Expository Dictionary of New Testament Words’, hal 781,782.

d) Pentingnya penguburan Yesus.

Pulpit Commentary: “It is observable that all four evangelists record, and with many details, the interment of the Son of man. This is accounted for, not so much by any intrinsic importance belonging to burial, as by its intermediate position between the crucifixion and the resurrection of our Lord. ... The burial of Jesus is of moment, as establishing the fact of his actual death. It has been absurdly contended by some infidel theorizers, ... that he did not really die upon the cross, that he merely fell into a swoon, from which, under the care of his friends, he recovered. If such had been the case, the body could not have been laid in the tomb and left there” (= Bisa terlihat bahwa keempat penginjil mencatat, dengan banyak hal-hal terperinci, penguburan dari Anak Manusia. Ini disebabkan bukan karena ada sesuatu kepentingan yang hakiki dalam penguburan itu, tetapi karena posisinya yang terletak di antara penyaliban dan kebangkitan dari Tuhan kita. ... Penguburan Yesus merupakan sesuatu yang penting untuk meneguhkan fakta bahwa Ia betul-betul mati. Beberapa ahli teori kafir telah membantah secara menggelikan, ... bahwa Ia tidak betul-betul mati di kayu salib, bahwa Ia hanya pingsan, dari mana, di bawah perawatan murid-muridNya, Ia pulih kembali. Seandainya demikian halnya, tubuh itu tidak mungkin diletakkan dalam kubur dan ditinggalkan di sana) - hal 448-449.

William Hendriksen: “The burial of Jesus was a necessary element in his humiliation. By means of it he sanctified the grave for all his followers. ... Although the entombment is an element in Christ’s humiliation, nevertheless it affords a foreglimpse of his exaltation: it is a new tomb. Decay had never entered it. The body of Jesus did not suffer corruption. God took care of that. The tomb belonged to a rich man. It was a tomb fit for a king! Here everything points to exaltation” (= Penguburan Yesus merupakan elemen yang perlu dalam perendahanNya. Melalui penguburan itu Ia menguduskan kubur bagi semua pengikutNya. ... Sekalipun penguburan merupakan satu elemen dalam perendahan Kristus, bagaimanapun hal itu memberikan pandangan sekilas dari pemuliaanNya: itu adalah kubur yang baru. Pembusukan belum pernah memasuki kubur itu. Tubuh Yesus tidak mengalami pembusukan. Allah mengurus hal itu. Kubur itu milik seorang kaya. Itu adalah kubur yang cocok untuk seorang raja! Di sini segala sesuatu menunjuk pada pemuliaan) - hal 444,445.

Kepentingan lain dari penguburan Yesus adalah supaya nanti pada saat Ia bangkit, Ia bisa memberikan keyakinan kepada para pengikutNya bahwa kubur tidak bisa menahan mereka.

6) Bahwa Yesus dikubur, bukan dikremasi, tidak bisa dijadikan alasan untuk menentang kremasi. Mengapa? Karena tidak setiap apa yang Yesus lakukan / alami harus kita tiru. Yesus tidak pernah pacaran / menikah. Haruskah itu kita tiru? Yesus berpuasa 40 hari 40 malam, haruskah kita tiru? Yesus berjalan di atas air, haruskah kita tiru? Yesus mati disalib untuk menebus dosa manusia, haruskah kita tiru? Sudah jelas tidak! Demikian juga halnya dengan penguburan yang dialami oleh Yesus, ini tidak harus ditiru!

Banyak hamba Tuhan / orang kristen yang anti kremasi memberikan bermacam-macam argumentasi untuk menetang kremasi, tetapi saya berpendapat bahwa tidak satupun argumentasi mereka yang bisa dipertahankan. Inilah argumentasi-argumentasi mereka beserta jawabannya dari saya:

a) Mereka mengatakan bahwa api adalah simbol hukuman.

Loraine Boettner: “In the Bible fire is the type or symbol of destruction” (= Dalam Alkitab api adalah type atau simbol dari penghancuran) - ‘Immortality’, hal 51.

Saya menjawab:

Simbol maupun type dalam Kitab Suci sering menyimbolkan beberapa hal. Misalnya singa yang merupakan simbol dari setan (1Pet 5:8), juga merupakan simbol dari Tuhan Yesus (Wah 5:5). Demikian juga dengan ular, yang jelas juga merupakan simbol dari setan (Kej 3 Wah 12:9 Wah 20:2), ternyata juga merupakan type dari Tuhan Yesus (Bil 21:4-9 bdk. Yoh 3:14-15).

Demikian juga dengan api, bisa menjadi simbol dari bermacam-macam hal. Api yang adalah simbol hukuman (neraka = lautan api), juga merupakan simbol Roh Kudus (Kis 2:1-4), penyucian (Mat 3:11), dan Kitab Suci / Firman Tuhan (Yer 23:29), dan juga bisa diartikan secara hurufiah (bukan merupakan simbol apa-apa), misalnya dalam Yoh 21:9).

Dalam persoalan kremasi, kita harus memilih arti terakhir, dimana api berarti secara hurufiah, dan bukan merupakan simbol apa-apa.

Kalau mau memilih arti secara sembarangan dan menghubung-hubungkannya secara ngawur, maka juga bisa dikatakan bahwa orang kristen tidak boleh menggunakan kompor / korek api, karena api menyimbolkan hukuman!

b) Mereka mengatakan bahwa dalam Kitab Suci cuma ada pembakaran mayat orang jahat, sedangkan orang saleh / beriman semua dikubur.

Saya menjawab:

1. Itu omong kosong. Yonatan, anak Saul, adalah orang beriman dan saleh, tetapi mayatnya dibakar (1Sam 31:1-13).

Perlu juga diketahui bahwa orang-orang Yabesy-Gilead yang membakar mayat-mayat Saul dan ketiga anaknya itu tidak melakukan hal itu sebagai suatu penghinaan. Mereka pernah ditolong oleh Saul dari ancaman bani Amon (1Sam 11:1-dst), dan karena itu apa yang mereka lakukan di sini pastilah bukan sesuatu yang negatif.

Loraine Boettner mengatakan (hal 52) bahwa hal yang dilakukan di sini merupakan sesuatu yang abnormal, dan ia mengutip seorang penafsir yang mengatakan bahwa hal itu dilakukan oleh orang-orang Yabesy-Gilead supaya mayat-mayat mereka tidak dihina lebih jauh.

Bagi saya ini agak tidak masuk akal. Kalau orang-orang Yabesy-Gilead menguburkan mayat-mayat tersebut secara sembunyi-sembunyi, di tempat terpencil, bukankah orang-orang Filistin tidak bisa menemukannya, dan melakukan penghinaan lebih jauh terhadap mayat-mayat itu?

2. Dalam Kitab Suci memang hampir semua orang dikubur, karena pada jaman itu hanya ada sedikit manusia, dan tanah kuburan bisa didapat dengan mudah dan murah. Tetapi jaman berubah! Makin banyaknya manusia dan makin penuhnya dunia ini menyebabkan kuburan sukar didapat dan mahal. Ada yang mengatakan bahwa di Hongkong seseorang haruslah sangat kaya untuk bisa membeli kuburan. Dan seluruh dunia menjurus pada keadaan seperti itu, sehingga lambat laun tidak ada orang yang bisa membeli kuburan. Karena itu, mengingat Kitab Suci memang tidak melarang kremasi, maka pilihan pada kremasi tentu merupakan pilihan yang bijaksana (dan tetap alkitabiah, karena sekalipun tidak pernah diperintahkan, tetapi juga tidak pernah dilarang).

c) Loraine Boettner mengatakan (hal 52) bahwa penguburan merupakan metode Allah, karena pada waktu Ia menguburkan Musa, Ia bukan mengkremasinya, tetapi menguburkannya (Ul 34:5-6).

Jawaban saya:

1. Allah hanya pernah sekali melakukan penguburan, dan itu dianggap sebagai metodeNya? Ia pernah 2 x mengangkat orang tanpa melalui kematian, yaitu Henokh dan Elia. Mengapa ini tidak dianggap sebagai metodeNya?

2. Penguburan yang Allah lakukan terhadap Musa, merupakan suatu bagian Kitab Suci yang bersifat descriptive, artinya menggambarkan apa yang terjadi pada saat itu. Bagian Kitab Suci yang bersifat descriptive tidak boleh dijadikan rumus / hukum / norma, karena kalau demikian, maka kita juga harus berpuasa 40 hari dan 40 malam, karena Yesus melakukan hal itu, dan kita juga tidak boleh kawin karena Yesus juga tidak kawin, dan kita harus dibaptis di Sungai Yordan, karena Yesus juga demikian.

d) Mereka mengatakan bahwa ada kemungkinan roh orang yang mati itu, yang masih belum meninggalkan tubuhnya, bisa menderita karena pembakaran itu.

Bandingkan dengan tulisan Ir. Herlianto, M. Th. tentang larangan kremasi, yang alasannya adalah: kita tidak tahu kerugian apa yang akan terjadi pada roh orang itu, yang masih mempunyai keterkaitan dengan tubuhnya, entah sampai berapa lamanya.

Ir. Herlianto (makalah):

· “dalam pembakaran demikian kita membuka kemungkinan ikut terbakarnya roh / jiwa disamping tubuh, sebab kita tidak tahu berapa lama roh / jiwa manusia masih mempunyai keterkaitan dengan tubuh jasmani setelah seseorang dinyatakan meninggal secara klinis, dan apa yang dirasakan roh / jiwa saat terbakar!” - hal 2, kolom 1.

· “proses pembakaran jenazah akan berdampak kemungkinan ikut terbakarnya roh / jiwa yang mungkin masih punya keterikatan dengan tubuh jasmani itu. Kita jangan berspekulasi mengenai kemungkinan apa yang bisa terjadi dengan roh / jiwa pada saat kita membakar tubuh jasmaninya dengan sengaja” - hal 3, kolom 1.

· “Ada kemungkinan bahwa roh / jiwa tidak langsung melepaskan keterkaitannya dengan tubuh setelah seseorang dinyatakan mati tetapi membutuhkan waktu beberapa hari, bila demikian pembakaran jenazah dapat berdampak serius terhadap roh / jiwa yang masih punya keterikatan dengan tubuh” - hal 4, kolom 2.

Saya menjawab:

1. Dari mana ia menyimpulkan bahwa “Ada kemungkinan bahwa roh / jiwa tidak langsung melepaskan keterkaitannya dengan tubuh setelah seseorang dinyatakan mati tetapi membutuhkan waktu beberapa hari”? Sejak jaman dulu definisi dari kematian adalah terpisahnya tubuh dengan jiwa / roh. Kepercayaan bahwa roh seseorang masih belum meninggalkan tubuhnya pada saat ia mati, adalah kepercayaan kafir. Dan orang-orang yang mempercayai hal itu lalu mengadakan slametan (kadang-kadang diganti dengan ‘persekutuan doa’) pada hari ke 3, ke 7, ke 40, dan sebagainya. Tetapi kepercayaan kafir ini jelas-jelas bertentangan dengan Kitab Suci.

Bandingkan dengan:

· 1Raja 17:21-22 - “Lalu ia mengunjurkan badannya di atas anak itu tiga kali, dan berseru kepada TUHAN, katanya: ‘Ya TUHAN, Allahku! Pulangkanlah kiranya nyawa anak ini ke dalam tubuhnya.’ TUHAN mendengarkan permintaan Elia itu, dan nyawa anak itu pulang ke dalam tubuhnya, sehingga ia hidup kembali”.

· Luk 8:55 - “Maka kembalilah roh anak itu dan seketika itu juga ia bangkit berdiri. Lalu Yesus menyuruh mereka memberi anak itu makan”.

· Luk 23:43,46 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.’ ... (46) Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: ‘Ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawa / rohKu.’ Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawaNya”.

· Kis 7:59 - “Sedang mereka melemparinya Stefanus berdoa, katanya: ‘Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku.’”.

Dalam 2 text yang pertama jelas terlihat bahwa pada saat mati jiwa / roh sudah meninggalkan tubuh, sehingga pada waktu bangkit jiwa / roh itu dikembalikan / dipulangkan ke tubuhnya.

Dan baik dalam kasus Yesus maupun Stefanus, mereka mati sambil menyerahkan roh mereka ke tangan Bapa. Jadi jelas bahwa roh mereka tidak gentayangan di dekat tubuh mereka!

Juga penjahat yang bertobat, tidak mungkin bisa berada di Firdaus bersama Yesus pada hari itu, kalau rohnya masih gentayangan di sekitar tubuhnya selama beberapa hari!

Saya ingin memberi lagi tambahan 2 argumentasi yang menarik:

a. Penceritaan tentang kematian Ananias dan Safira dalam Kis 5:5,10, dan tentang kematian Herodes dalam Kis 12:23.

Kis 5:5,10 - ‘putuslah nyawanya’.

KJV: ‘gave up / yielded up the ghost’ (= menyerahkan roh).

RSV/NIV: ‘died’ (= mati).

NASB: ‘breathed his / her last’ (= menghembuskan nafas terakhir).

Kata Yunani yang dipakai adalah EXEPSUXEN. Dalam Perjanjian Baru kata ini hanya digunakan 3 x, yaitu dalam Kis 5:5,10 (cerita kematian Ananias dan Safira) dan dalam Kis 12:23 (cerita kematian Herodes). Kata EXEPSUXEN ini berasal dari kata dasar EKPSUCHO. Kata EKPSUCHO ini berasal dari 2 kata Yunani yaitu EK [= from (= dari), out from (= keluar dari), away from (= jauh dari)] + PSUCHE [= soul (= jiwa)]. Jadi, kata Yunani ini menunjukkan bahwa ‘mati’ merupakan ‘perpisahan tubuh dengan jiwa’.

b. Cara Paulus menggambarkan kematian dalam 2Korintus 5:8 - “tetapi hati kami tabah, dan terlebih suka kami beralih dari tubuh ini untuk menetap pada Tuhan”.

KJV: ‘to be absent from the body, and to be present with the Lord’ (= absen dari tubuh, dan hadir dengan Tuhan).

RSV: ‘be away from the body and at home with the Lord’ (= jauh dari tubuh dan di rumah dengan Tuhan).

NIV: ‘to be away from the body and at home with the Lord.’ (= jauh dari tubuh dan di rumah dengan Tuhan).

NASB: ‘to be absent from the body and to be at home with the Lord’ (= absen dari tubuh dan ada di rumah dengan Tuhan).

Yunani: EKDEMESAI EK TOU SOMATOS KAI ENDEMESAI PROS TON KURION.

Perhatikan kontras antara EKDEMESAI (= to go away from home / pergi dari rumah) dan ENDEMESAI (= to come home / pulang ke rumah). Jadi kematian digambarkan sebagai ‘pergi dari rumah menjauhi tubuh’, dan ‘pulang ke rumah kepada Tuhan’.

Paulus tentu tidak bisa berbicara seperti ini kalau pada saat kematian roh orang mati itu masih gentayangan di sekitar tubuhnya, seperti yang dipercaya oleh Ir. Herlianto!

2. Andaikatapun roh seseorang masih belum terpisah dengan tubuhnya pada saat mati, adalah omong kosong kalau ia bisa menderita oleh api duniawi, lebih-lebih kalau ia adalah orang kristen.

Saya berpendapat bahwa orang ini kacau dalam pengertiannya tentang penebusan Kristus. Karena kalau tidak, seharusnya ia tahu bahwa pada saat orang kristen mati, penebusan Kristus menyebabkan ia tidak mungkin menderita lagi. Pada saat masih hidup memang ada penderitaan, sebagai serangan setan, ujian Tuhan, hajaran / didikan Tuhan, dsb. Pada saat ia sudah mati, maka semua itu sudah selesai, dan ia sudah disempurnakan (Ibr 12:23), sehingga tidak mungkin lagi ada penderitaan baginya. Penderitaan sebagai hukuman juga tidak mungkin, mengingat semua hukuman dosanya sudah ditanggung oleh Kristus (Ro 8:1).

e) Loraine Boettner mengatakan (hal 50-51) bahwa melakukan penguburan lebih menghormati orang yang mati dari pada melakukan kremasi.

Saya menjawab:

1. Berdasarkan ayat mana ia mengatakan bahwa penguburan lebih hormat dari pada kremasi? Saya kira kata-katanya ini lebih sentimentil dari pada alkitabiah.

2. Lebih-lebih kalau kita melihat situasi kuburan di Indonesia, dimana banyak kuburan dijadikan tempat tinggal para gelandangan, maka bagaimana bisa dikatakan lebih hormat mengubur seseorang dari pada mengkremasinya?

3. Orang mula-mula melakukan kremasi justru sebagai penghormatan bagi orang yang mati itu.

Encyclopedia Britannica dalam artikel tentang ‘cremation’ mengatakan bahwa praktek kremasi dimulai oleh orang-orang Yunani sekitar tahun 1000 S. M., dan mula-mula dilakukan untuk para tentara yang gugur dalam perang. Karena tidak mungkin membawa pulang mayat tersebut, maka mereka ini dibakar dan hanya abunya yang dikirim kembali ke tanah airnya dan lalu dilakukan penguburan di sana. Juga dikatakan bahwa kremasi dihubungkan secara dekat dengan keberanian dan sifat laki-laki / jantan, kepatriotan, dan kemuliaan militer. Orang-orang Romawi lalu meniru orang-orang Yunani dengan mengkremasi para pahlawan yang mati. Jelas bahwa mereka melakukan ini sebagai suatu penghormatan.

The practice of cremation on open fires was introduced to the Western world by the Greeks as early as 1000 BC. They seem to have adopted cremation from some northern people as an imperative of war, to ensure soldiers slain in alien territory a homeland funeral attended by family and fellow citizens. Corpses were incinerated on the battlefield; then the ashes were gathered up and sent to the homeland for ceremonial entombment. Although ground burial continued (even a symbolic sprinkling of earth over the body fulfilled requirements, as Antigone reveals), cremation became so closely associated with valour and manly virtue, patriotism, and military glory that it was regarded as the only fitting conclusion for an epic life.The Iliad makes plain how elaborate and important cremations were. In that, Zeus himself forced Achilles to surrender Hector's body to his father so that he, King Priam of Troy, could have it cremated royally. The greater the hero, the greater was the conflagration. Achilles set the pattern in providing a pyre 100 feet (30 m) square for his friend Patroclus. Achilles himself was incinerated even more gloriously after his death--in "raiment of the gods" after 17 days of mourning. After the flames were quenched with wine, his bones were bathed in oil and wine and placed in a golden urn with those of Patroclus. Lavish funeral feasting and funeral games followed, and a great tomb was erected for him on a headland above the Hellespont.The Romans followed Greek and Trojan fashion in cremating their military heroes. Virgil's Aeneid scornfully contrasts the etiquette of the "unhappy" Latins with that of the Romans' Trojan ancestors. Virgil describes how during a 12-day truce, declared so that both armies could cremate dead warriors, the Latins burned many without ritual or count and later heaped the bones together, covering them with a mound of earth. The Romans, on the other hand, observed all the proprieties. They covered the pyre with leaves and fronted it with cypresses; after it was set ablaze, troops shouting war cries circled it and cast trophies taken from the slain Latins into the fire. They poured the blood of animals on the flames, and, when the fires were quenched, washed the bones in wine and placed them in urns. Cremation became such a status symbol in Rome that constructing and renting space in columbariums (vaults or similar structures with niches in the walls to receive the ashes of the dead) became a profitable business. By about AD 100, however, cremations in the Roman Empire were stopped, perhaps because of the spread of Christianity. Although cremation was not explicitly taboo among Christians, it was not encouraged by them because of pagan associations and because of the concern that it might interfere with the promised resurrection of the body and its reunion with the soul. The most practical reason is that cremations were threatening to bring about serious wood shortages, since so much timber was being felled for pyres.The pagan Scandinavians favoured cremation, believing that it helped free the spirit from the flesh and also that it kept the dead from harming the living. These pagans' practices paralleled the Greek and Roman epic cremations. After the Icelandic conversion to Christianity in AD 1000, cremation was rare in western Europe until the 19th century, except in emergencies. During an outbreak of the Black Death in 1656, for example, the bodies of 60,000 victims were burned in Naples during a single week.In India and some other countries where the custom is ancient, cremation is considered very desirable. It is the wish of all devout Hindus to be incinerated in Varanasi. The waterfront of that holy city is lined with concrete and marble slabs on which pyres are erected. The remains are then deposited in the Ganges River. In some Asiatic countries cremation is available to only a favoured few: in Tibet it is usually reserved for the high lamas; in Laos it is for those who die "fortunately" (i.e., of natural causes at the end of a peaceful and prosperous life). Cremation ceremonies in Bali are colourful and gay. On a "lucky" day, bodies of a number of worthies, which had been temporarily buried or embalmed, are carried to a high and decorative tower made of wood and bamboo and cremated. Forty-two days later a second tower, with effigies instead of bodies, is burned to assist the soul on its journey toward the highest heaven. The ashes of the towers, like those of the bodies, are scattered on the water.

Copyright © 1994-2000 Encyclopædia Britannica, Inc.

f) Loraine Boettner mengatakan (hal 52) bahwa kremasi berasal dari orang kafir.

Jawaban saya:

Orang kafir juga melakukan penguburan dari dulu; lalu mengapa tidak mengatakan bahwa penguburan juga berasal dari orang kafir?

g) Loraine Boettner (hal 53-54) juga menentang kremasi berdasarkan ayat dalam Korintus dimana Allah mengatakan bahwa tubuhmu adalah Bait Roh Kudus, dan siapa yang menghancurkannya, akan dihancurkan oleh Allah (1Kor 6:19 1Kor 3:16-17).

Jawaban saya:

1Kor 3:16-17 - “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu”.

1Kor 6:18-20 - “(18) Jauhkanlah dirimu dari percabulan! Setiap dosa lain yang dilakukan manusia, terjadi di luar dirinya. Tetapi orang yang melakukan percabulan berdosa terhadap dirinya sendiri. (19) Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, - dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? (20) Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!”.

1. Coba bandingkan kedua text tersebut di atas. Kalau 1Kor 6:18-20 menggunakan kata ‘tubuhmu’, maka 1Kor 3:16-17 menggunakan kata ‘kamu’. Ungkapan ‘membinasakan bait Allah / kamu’ tentu tidak bisa disamakan dengan ‘menghancurkan tubuh melalui kremasi’, karena kata ‘kamu’ mencakup seluruh orang kristen tersebut!

2. Berbeda dengan 1Korintus 3:16-17 yang menggunakan kata ‘kamu’, maka 1Korintus 6:19-20 menggunakan kata ‘tubuhmu’. Saya berpendapat bahwa kata ‘tubuh’ di sini merupakan suatu synecdoche (= gaya bahasa dimana disebutkan hanya sebagian, tetapi yang dimaksudkan adalah seluruhnya). Dengan demikian, yang dimaksud dengan ‘tubuh’ adalah ‘seluruh orang kristen’ tersebut. Dan memang tidak masuk akal kalau Roh Kudus hanya tinggal di dalam ‘tubuh’ kita; Ia pasti tinggal di dalam ‘seluruh diri kita’.

Lalu pada waktu 1Kor 6:20 menyuruh kita untuk memuliakan Allah dengan tubuh kita, ini tentu tidak ada hubungannya dengan kremasi ataupun penguburan. Hubungannya adalah dengan 1Kor 6:18 yang berbicara tentang percabulan. Itu tidak boleh dilakukan, karena itu tidak memuliakan Allah.

Kesimpulan: kedua text ini tidak berhubungan dengan penguburan atau kremasi, dan menggunakan kedua text ini untuk menentang kremasi, merupakan suatu cara berargumentasi yang hanya mencari-cari dasar yang sebetulnya tidak pernah ada.

h) Mereka mengatakan bahwa kremasi menghancurkan tubuh sehingga tidak bisa dibangkitkan oleh Allah (lihat kutipan dari Encyclopedia Britannica di atas, pada bagian ke empat yang saya garis-bawahi).

Loraine Boettner: “No matter with what refinements cremation is carried out, it still carries with it the idea of violence and destruction” (= Tak peduli dengan penghalusan apa kremasi itu dilaksanakan, itu tetap membawa dengannya gagasan tentang kekerasan / kekejaman dan penghancuran) - ‘Immortality’, hal 51.

Catatan: Loraine Boettner bukan termasuk orang yang menganggap bahwa karena tubuh hancur, maka Allah tidak bisa membangkitkan.

Saya menjawab:

1. Apakah penguburan tidak menghancurkan tubuh / mayat? Kalaupun dalam penguburan tulang bisa bertahan lama, tetap saja daging, kulit, dan otak, mata, organ-organ dalam, dsb, akan hancur. Kalau Loraine Boettner mau konsisten dengan kata-katanya, ia seharusnya bukan sekedar menganjurkan penguburan, tetapi sekaligus pembalseman sehingga seluruh tubuh diawetkan. Atau ia harus mengadakan penguburan di kutub, sehingga orang mati itu diawetkan secara sempurna.

2. Terhadap orang-orang yang menganggap bahwa Allah tidak bisa membangkitkan orang yang dikremasi, saya ingin bertanya: bagaimana dengan orang yang terkena ledakan bom, apalagi bom atom, atau dimakan ikan / binatang buas? Dan bagaimana nasib para martir yang mati syahid dengan dibakar hidup-hidup? Apakah mereka semua juga tidak bisa dibangkitkan?

3. Saya percaya Allah yang maha kuasa bisa membangkitkan mayat yang bagaimanapun hancurnya! Kepercayaan di atas, yang mengatakan bahwa Allah tidak bisa membangkitkan tubuh yang dibakar, merupakan suatu penghinaan terhadap kemahakuasaan Tuhan!

Loraine Boettner, sekalipun ia tidak setuju dengan kremasi, tetapi ia sendiri mengatakan sebagai berikut: “In the final analysis it is no doubt correct to say that the manner of disposal is not a matter of vital importance. We do not believe, for instance, that in the resurrection there will be any difference between those who are buried in the graves of the earth and those whose bodies were destroyed by fire, or devoured by wild beasts, or drowned in the sea, or blown to bits by the explosion of bombs” (= Dalam analisa terakhir, tidak diragukan bahwa adalah benar untuk mengatakan bahwa cara pembuangan bukanlah persoalan yang sangat penting. Kami tidak percaya, misalnya, bahwa pada saat kebangkitan akan ada perbedaan antara mereka yang dikubur dalam kubur dari tanah / bumi, dan mereka yang tubuhnya dihancurkan oleh api, atau dimakan oleh binatang liar, atau ditenggelamkan dalam laut, atau diledakkan berkeping-keping oleh ledakan bom) - ‘Immortality’, hal 50.

i) Anehnya setelah mengatakan kata-kata di atas, dalam bagian lain Loraine Boettner bisa berkata: “the practice of cremation ... is anti-Christian and should have no place in the practice of the believer. It has no support in Scripture. The early Church rejected it as a heathen custom, as dishonouring to the body, and as suggesting the denial of the resurrection. Most of those who advocate it in our day are religious liberals or humanists who have little or no faith in the literal resurrection of the body, and not a few of them have either discarded Christianity or never gave serious allegiance to it in the first place” (= praktek kremasi ... adalah anti-Kristen dan tidak boleh mendapat tempat dalam praktek dari orang percaya. Itu tidak mempunyai dukungan dalam Kitab Suci. Gereja mula-mula menolaknya sebagai suatu kebiasaan kafir, sebagai sikap tidak hormat terhadap tubuh, dan memberikan kesan penyangkalan terhadap kebangkitan. Kebanyakan dari mereka yang menganjurkannya pada jaman kita adalah orang-orang Liberal atau Humanist yang religius, yang mempunyai sedikit iman atau sama sekali tidak mempercayai kebangkitan hurufiah dari tubuh, dan tidak sedikit dari mereka membuang kekristenan atau tidak pernah memberikan kesetiaan yang serius pada kekristenan) - ‘Immortaility’, hal 54.

Tanggapan saya:

Saya sering menggunakan buku dari Loraine Boettner, tetapi mungkin jarang atau bahkan tidak ada bagian yang begitu tidak berdasar dan ngawur seperti kata-katanya di sini. Coba kita soroti satu per satu.

1. ‘itu tidak mempunyai dukungan dalam Kitab Suci’.

Seperti yang sudah saya katakan, pada jaman itu kuburan murah, sehingga bisa menguburkan dengan mudah. Tetapi toh tetap ada pembakaran mayat Yonatan, yang dalam sepanjang Kitab Suci tidak pernah disalahkan / disesalkan! Ini bisa saja dianggap sebagai dukungan. Juga jangan lupa bahwa Kitab Suci juga tidak pernah memberikan larangan untuk melakukan kremasi.

2. ‘Gereja mula-mula menolaknya sebagai suatu kebiasaan kafir, sebagai sikap tidak hormat terhadap tubuh, dan memberikan kesan penyangkalan terhadap kebangkitan’.

BACA JUGA: EKSPOSISI INJIL YOHANES PASAL 20-21

Dalam ayat mana gereja mula-mula menolak kremasi sebagai suatu kebiasaan kafir? Dalam ayat mana gereja mula-mula menganggap kremasi sebagai suatu sikap tidak hormat terhadap tubuh? Dari mana terlihat bahwa kremasi memberi kesan penyangkalan terhadap kebangkitan? Semua ini dikatakan tanpa dasar Kitab Suci manapun!

3. ‘Kebanyakan dari mereka yang menganjurkannya pada jamankita adalah orang-orang Liberal atau Humanist yang religius, yang mempunyai sedikit iman atau sama sekali tidak mempercayai kebangkitan hurufiah dari tubuh, dan tidak sedikit dari mereka membuang kekristenan atau tidak pernah memberikan kesetiaan yang serius pada kekristenan’.

Kalau kebanyakan dari mereka adalah kafir, tidak berarti semua demikian. Penguburan juga dilakukan oleh banyak orang kafir!. https://teologiareformed.blogspot.com/
Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
Next Post Previous Post