NUBUAT: DEFINISI, TUJUAN DAN CARA MENGUJI NUBUAT

Pdt.Samuel T.Gunawan, M.Th.
NUBUAT: DEFINISI, TUJUAN DAN CARA MENGUJI NUBUAT
MENDEFINISIKAN NUBUAT

Karunia untuk bernubuat dalam 1 Korintus 12:10 adalah kata Yunani “προφητείαν (prophēteian)” dari kata “προφητευω (prophôteuô) yang berarti “bernubuat”. Kata “prophôteuô” itu sendiri berasal dari kata “προφητης (prophêtês) yang berarti “nabi”. 

Profesor C. Peter Wagner mendefinisikan karunia nubuat sebagai “kemampuan istimewa yang diberikan oleh Allah kepada beberapa anggota dalam tubuh Kristus untuk menerima dan menyampaikan suatu pesan langsung dari Allah kepada umatNya melalui suatu ucapan yang diurapi oleh Allah”. (Wagner, C. Peter, 1988. Manfaat Karunia-Karunia Rohani Untuk Pertumbuhan Gereja. Terjemahan, penerbit Gandum Mas: Malang, hal. 231). 

Dick Iverson mendefinsikan nubuat sebagai “berbicara di bawah pengaruh supranatural dipimpin Roh Kudus. Menjadi penyambung lidah Allah, mengucapkan firmanNya sebagaimana Roh memimpin”. (Iverson, Dick., 1994. The Holy Spirit Today, Diktat. Terjemahan, Harvest International Teological Seminary, Harvest Publication House: Jakarta, hal. 112). 

Kevin J. Conner mendefinisikan karunia nubuat sebagai “kemampuan yang diberikan Allah untuk berbicara secara supranatural dalam sebuah bahasa yang dikenal, di saat Roh menyatakan sesuatu”. (Conner, Kevin J., 2004. Jemaat dalam Perjanjian Baru. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang, hal. 341). Profesor French L. Arrington mendefinisikan, “nubuat adalah ucapan-ucapan yang diilhamkan dan diberikan oleh Roh Kudus”. (Arrington, French L., 2015. Doktrin Kristen Perspektif Pentakosta. Terjemahan, Penerbit Andi: Yogyakarta, hal. 469)

Sementara itu Profesor Wayne A. Grudem mendefinisikan bahwa bernubuat ialah melaporkan sesuatu yang ditimbulkan Allah secara spontan di dalam pikiran kita.(Grudem, Wayne., 1994. Systematic Theology: A Introduction to a Biblical Doctrine. Zondervan Publising House: Grand Rapids, Michigan, page 1049). 

Definisi Wayne A. Grudem tersebut didasarkan pada ajaran Rasul Paulus tentang bernubuat yang ditulis dalam 1 Korintus 14:29-31, yang mengatakan, “Tentang nabi-nabi-- baiklah dua atau tiga orang di antaranya berkata-kata dan yang lain menanggapi apa yang mereka katakan. Tetapi jika seorang lain yang duduk di situ mendapat pernyataan, maka yang pertama itu harus berdiam diri. Sebab kamu semua boleh bernubuat seorang demi seorang, sehingga kamu semua dapat belajar dan beroleh kekuatan.” Kata “penyataan” dalam ayat tersebut di atas sinonim dengan kata “wahyu”, yang berasal dari kata Yunani “apokalupto” yang berarti “menyingkapkan”.

Jadi pada dasarnya bernubuat adalah kemampuan khusus yang diberi kepada seseorang yang dipakai Allah untuk menerima dan menyampaikan suatu berita atau pesan.

Karunia-karunia rohani (termasuk karunia nubuat) harus tetap ada di dalam gereja sebagai aktivitas Roh Kudus yang konsisten dan berkelanjutan, karena tujuan Roh Kudus memberikan karunia-karunia rohani itu untuk membangun tubuh Kristus agar dapat melangsungkan kehidupan dan misinya, sebagaimana dijelaskan dalam The Dictionary of Biblical Imagery demikian, “Suatu kelimpahan ‘karunia-karunia’ (charismata) dan ‘hal-hal yang dari Roh’ (pneumatika) diasosiasikan dengan aktivitas Roh (Roma 12:6-8; 1 Korintus 12:8-10,27-30; Efesus 4:11) yang di antaranya adalah: mujizat, nubuat, bahasa roh, dan karunia-karunia pelayanan. Roh memberikan secara bebas untuk pembangunan jemaat agar jemaat dapat melangsungkan kehidupan dan misinya. ... Paulus, ketika berbicara tentang ‘menguji’ nubuat, memerintahkan jemaat Tesalonika bahwa mereka tidak boleh ‘memadamkan Roh’ (1 Tesalonika 5:19). 

Aktivitas Roh yang sesungguhnya bisa dibedakan, tetapi ketika Ia hadir, tidak boleh dipadamkan seperti cahaya pelita atau api. Adalah hal yang penting bahwa setiap potong gambaran tentang Roh harus diizinkan berinteraksi dengan potongan-potongan lainnya. Jadi, meskipun kreativitas Roh bisa mengundang perhatian tentang suatu yang baru, tetapi peran Roh Kudus sebagai Roh Kebenaran (Yoh. 14:16) berarti bahwa aksi Roh Kudus akan tetap bertalian dan konsisten dari zaman ke zaman dan dari satu tempat ke tempat lain”. (Ryken, Leland, James C. Wilhoit & Tremper Longman III., 1998. Roh Kudus. The Dictionary of Biblical Imagery. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta, hal, 917-918, 920).

TUJUAN NUBUAT MASA KINI 

Tіdаk аdа ѕеоrаng рun уаng memiliki ѕеmuа karunia (1 Korintus 12:14-21), dаn jugа tidak аdа ѕаtu kаrunіа pun уаng dіbеrіkаn kераdа ѕеmuа оrаng (1 Kоrіntuѕ 12:28-30). Kаrеnа іtu, ѕеtіар аnggоtа gereja mеmіlіkі kаrunіа mаѕіng-mаѕіng ѕеhіnggа mereka ѕаlіng membutuhkan. Sekalipun tidak ѕеmuаnуа kаrunіа-kаrunіа іtu sama-sama menonjol nаmun semua karunia itu penting ѕеmuаnуа (1 Korintus 12:22-26). Rоh Kuduѕ membagi secara аdіl berbagai karunia kераdа orang уаng dikehendakiNya ѕеѕuаі dеngаn реrkеnаnNуа jugа (1 Kоrіntuѕ 12:11).Karunia-karunia dіbеrіkаn dеngаn suatu tujuаn. Dеmіkіаn jugа kаrunіа nubuаt dіbеrіkаn dеngаn tujuan-tujuan уаng jеlаѕ, уаіtu : 

1. Membangun (1 Korintus 14:3) 

Mеmbаngun berarti “mеmіlіh dаn аtаu menaruh bаtu-bаtu kе ѕuаtu tеmраt”. Ini аdаlаh suatu kata аrѕіtеkturаl. Jаdі dіѕіnі nubuаt аdаlаh salah satu alat yang Tuhan ѕеdіаkаn dі mаnа kіtа bisa “mеmbаngun” ѕеѕаmа аnggоtа gеrеjа. Merupakan ѕеѕuаtu уаng vіtаl bahwa kіtа mеmbаngun dеngаn bаhаn-bаhаn уаng berkualitas (kаrunіа dan реlауаnаn) bukan kауu, rumрut kеrіng аtаu jerami (1 Kоrіntuѕ 3:10-15). 

2. Mеnаѕеhаtі (1 Korintus 14:3) 

Menasehati di ѕіnі bеrаrtі “mеndоrоng, mеnguаtkаn, memberikan nasehat dan memperingatkan dеngаn sungguh-sungguh аtаu menegur”. Seringkali nubuatan mеngаndung dеѕаkаn уаng kuat dаn tеgurаn yang ѕungguh-ѕungguh. Mеruраkаn “ѕuаѕаnа hаtі dan ѕіkар” уаng Allah beritahukan kераdа umаtNуа. Ini ѕереrtі ѕuаtu impresi уаng kuаt pada mеrеkа yang mempunyai tеlіngа untuk mеndеngаr. Iluѕtrаѕі dаrі nubuаtаn іnі dapat dіlіhаt dаlаm Hosea 6:1-3, dіmаnа оrаng-оrаng dinasehati dаlаm hal аrаh, mеrеkа “hаruѕ bеrbаlіk”. Mеrеkа dіbеrіtаhu apa уаng tеlаh dіhаѕіlkаn оlеh аrаh mereka. Mеrеkа diberitahu реrubаhаn-реrubаhаn apa yang dіbutuhkаn dаn apa yang аkаn dihasilkannya. Seluruh раѕаl 4 dаrі 1 Timotius jugа mengilustrasikan jenis реrkаtааn nubuatan іnі. 

3. Mеnghіbur (1 Korintus 14:3) 

Kаtа Yunаnі untuk mеnghіbur (paramuthia) bеrаrtі “terutama ѕuаtu реmbісаrааn dеkаt dengan ѕіара ѕаjа, jadi mеngаndung реnghіburаn dengan ѕuаtu tіngkаt kеlеmаhlеmbutаn уаng lebih bеѕаr dаrі раrаklеѕіѕ.” (Pаrаklеѕіѕ berarti suatu раnggіlаn kе ѕіѕі ѕеѕеоrаng). Dаlаm nubuatan, Tuhаn, mеlаluі ѕеѕеоrаng yang bеrnubuаt bukаn hаnуа mеndеkаt dаn bеrbісаrа tetapi berbicara dengan perhatian рrіbаdі yang bеѕаr dаn kelemahlembutan dan реmеlіhаrааn. Inilah suatu реnghіburаn yang bеѕаr, уаng tіdаk hаnуа mеmbuаt kіtа sadar bаhwа Dіа аdа dі situ dаn ѕеdаng bеrbісаrа, tetapi Dіа berbicara dengan begitu dekat dan реnuh реrhаtіаn. Jаdі nubuаt bukan hаnуа dalam arti mеrаmаlkаn kеjаdіаn-kеjаdіаn mаѕа dераn, tetapi jugа merupakan саrа Allаh bеrkоmunіkаѕі kepada umаtNуа. 

Pеrlu disinggung ѕесаrа khuѕuѕ mengenai nubuatan untuk mеnеtарkаn dan mеmbеrіkаn pelayanan (lіhаt 1 Timotius 1:18). Di sini Paulus memberitahu kepada Tіmоtіuѕ уаng mаѕіh mudа аgаr mеnggunаkаn nubuatan-nubuatan sebagai senjata untuk bеrреrаng. Karena nubuаt іnі аdаlаh tіngkаt nubuаtаn уаng sangat реntіng, maka seharusnya hanya dilakukan оlеh реnаtuа-реnаtuа уаng lауаk dаn dengan tіndаkаn pencegahan уаng раlіng bеѕаr.

APAKAH KARUNIA NUBUAT MASIH BERLAKU MASA SEKARANG INI?

Pertanyaan “apakah karunia nubuat masih berlaku bagi gereja masa sekarang ini?” merupakan pertanyaan yang penting. Para penganut Kharismatik mempercayai bahwa karunia nubuat dan karunia-karunia lainnya masih berlaku bagi gereja saat ini sampai Yesus Kristus datang kembali. 

Pertama, Perjanjian Baru menyinggung lebih dari tiga puluh kali mengenai nubuat dan bernubuat sebagai bagian yang terus menerus dalam Gereja. Perhatikan dalam ayat-ayat berikut ini: Kisah Para Rasul 2:17-18; Roma 12:6; 1 Korintus 11:4; 1 Korintus 12, 13, 14; 1 Tesalonika 5:20; 1 Timotius 1:18; 4:14; 2 Petrus 1:21; wahyu 1:3; 11:6; 19:10; 22:10,10,19. Tidak ada bukti dalam Alkitab bahwa karunia-karunia, termasuk karunia nubuat berhenti saat ini. 

French L. Arrington menyatakan, “Karunia-karunia itu tidak semata-mata diberikan saat oermulaan gereja. Karunia-karunia itu harus menjadi bagian tetap dari kehidupan dan pelayanan gereja, dan sangat penting daam persekutuan serta peribadatan. … Alkitab menegaskan bahwa karunia-karunia itu memperkuat gereja hingga kedatangan Kristus yang kedua.” 

Sedangkan Michael L. Brown menegaskan bahwa “

(1) Perjanjian Baru dengan jelas menyatakan bahwa karunia supernatural ini akan terus berlanjut sampai Yesus kembali. 

(2) Perjanjian Baru mendorong penggunaan karunia-karunia ini. 

(3) Perjanjian Baru tidak pernah menyatakan bahwa karunia akan berhenti di zaman ini. 

(4) Dalam terang kesaksian Alkitab yang konsisten dan beraneka segi, beban pembuktian jelas berada di pihak kaum cessasionisme, karena mereka harus memberi tahu kita di mana firman Tuhan menyatakan dengan jelas bahwa praktek yang normal, diharapkan, dan didorong ditemukan di Perjanjian Baru bukanlah praktik yang normal, diharapkan, dan didorong hari ini. 

(5) Oleh karena itu, laporan terkini yang terdokumentasi tentang penyembuhan dan mukjizat, yang dilakukan dalam nama Yesus untuk kemuliaan Allah dan untuk kebaikan Gereja dan dunia, harus diterima daripada dicemooh.”

Kedua, nabi Yoel menubuatkan bahwa akan ada nubuatan pada zaman kita, “Kemudian dari pada itu akan terjadi, bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia, maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat; orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi, teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan” (Yoel 2:28). 

Nubuat Yoel tersebut diteguhkan oleh Petrus pada hari Pentakosta saat ia mengatakan, “tetapi itulah yang difirmankan Allah dengan perantaraan nabi Yoel: Akan terjadi pada hari-hari terakhir -- demikianlah firman Allah -- bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia; maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat, dan teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan, dan orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi. Juga ke atas hamba-hamba-Ku laki-laki dan perempuan akan Kucurahkan Roh-Ku pada hari-hari itu dan mereka akan bernubuat” (Kisah Para Rasul 2:16-18). 

Frase “ “the last days” atau “hari-hari terakhir” dalam Kisah Para Rasul 2:17 di atas sama dengan yang digunakan dalam 2 Timotius 3:1. Frase Yunaninya adalah “eskhatais hemerais”, dimana arti dari frase ini meliputi seluruh masa antara kedatangan Kristus yang pertama dan kedua. Perlu diketahui bahwa frase “hari-hari terakhir” dalam Kisah Para Rasul 2 tersebut tidak ada dalam naskah Ibrani asli Yoel, yang hanya mengatakan, ‘Dan setelah itu,’ juga tidak ada dalam Septuaginta, terjemahan Yunani dari Kitab-Kitab Ibrani. 

Frase itu otentik sebagai ucapan Petrus sendiri yang ditambahkannnya oleh ilhami Roh Kudus dengan tujuan untuk menekankan bahwa periode pencurahan Roh Kudus tersebut meliputi periode kematian dan kebangkitan Kristus hingga kedatanganNya kembali. 

Tentang frase “hari-hari terakhir” tersebut Michael L. Brown menjelaskan demikian, I highlighted the words ‘in the last days’ because they are not in Joel’s original Hebrew text, which simply says, ‘And afterwards,’ nor are they in the Septuagint, the Greek translation of the Hebrew Scriptures. Rather, Peter inserts those words to say, ‘This is now the period of the last days, the period of the outpouring of the Spirit on all flesh, the period when the gift of prophecy will be multiplied to many, along with dreams and visions.’ Now, the rest of the New Testament makes clear that ‘the last days’ began with the death and resurrection of Jesus. … There can be no possible question that the New Testament authors understood that they were living in the last days, and they lived with anticipation of the Lord’s return. They did not live with some expectation that they were starting a unique work and once they left the earth things would change dramatically in terms of the activity of the Spirit, many centuries after which Jesus would return. In sum, the last days are here right now and the last days have been here for many years. 

As John Calvin expressed it, ‘. . . the whole period of the new dispensation, from the time when Christ appeared to us with the preaching of his Gospel, until the day of judgment, is designated by the last hour, the last times, the last days …’ And Peter declared that the outpouring of the Spirit with prophecy and dreams and visions was something that would take place ‘in the last days.’ Those are the days in which we live.” Dengan demikian karunia nubuat (dan karunia-karunia lainnnya) masih akan tetap ada hingga kedatangan Kristus kembali.

Ketiga, rasul Paulus dalam 1 Korintus 12 menunjukkan kepada kita bahwa nubuat itu adalah salah satu karunia roh yang diberikan untuk menyatukan tubuh rohani sebagai organ-organ yang sungguh-sungguh berfungsi. 

Ia mengatakan, “Kepada yang seorang Roh memberikan kuasa untuk mengadakan mujizat, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk bernubuat, dan kepada yang lain lagi Ia memberikan karunia untuk membedakan bermacam-macam roh. Kepada yang seorang Ia memberikan karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menafsirkan bahasa roh itu” (1 Korintus 12:10) dan “Kamu semua adalah tubuh Kristus dan kamu masing-masing adalah anggotanya. Dan Allah telah menetapkan beberapa orang dalam Jemaat: pertama sebagai rasul, kedua sebagai nabi, ketiga sebagai pengajar. Selanjutnya mereka yang mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, untuk menyembuhkan, untuk melayani, untuk memimpin, dan untuk berkata-kata dalam bahasa roh” (1 Korintus 12:27-28). 

Dengan demikian, tanpa karunia-karunia ini, kita sesungguhnya tidak bisa memiliki suatu tubuh dalam arti Perjanjian Baru. Rasul Paulus dalam Roma 12:3-8 menunjukkan bahwa nubuat seharusnya menjadi bagian integral dari pelayanan Tubuh.

Keempat, rasul Paulus, oleh Roh, mengatakan kepada jemaat di Tesalonika “janganlah padamkan Roh, dan janganlah anggap rendah nubuat-nubuat” (1 Tesalonika 5:19-20). Ini adalah anjuran yang tidak mengenal masa dan harus dilaksanakan pada masa sekarang ini. Karena itulah kita seharusnya tidak boleh menganggap rendah nubuat bahkan mengabaikannya dan menghilangnya sama sekali. Namun semua perkataan nubuat masa kini harus dipertimbangkan, diuji dan harus tunduk pada otoritas Alkitab, yaitu firman Allah yang tertulis. Rasul Paulus menasehati, “Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik” (1 Tesalonika 5:21). Rasul Paulus tidak akan mengatakan “ujilah” jika nubuat-nubuat itu adalah perkataan Allah sendiri yang setara dengan Kitab Suci.

Kelima, rasul Paulus dalam 1 Korintus 13:8-13 menunjukkan kepada kita bahwa nubuatan akan bersama kita hingga “yang sempurna tiba,” yaitu pada saat kedatangan Kristus kembali dan gereja yang dewasa dan sempurna. 

Nubuat akan berakhir dan bahasa roh akan berhenti bukanlah pada saat Alkitab selesai ditulis, melainkan pada saat “yang sempurna tiba” (1 Korintus 13:10), yaitu pada saat Kristus datang kembali. Kata sifat “teleion” atau “sempurna (perfection)” dalam ayat ini tidak mengacu pada Alkitab, tetapi pada kedatangan Kristus kembali di akhir zaman. 

Tafsiran ini konsisten dengan perkataan Paulus sebelumnya dalam 1 Korintus 1:7, yaitu “Demikianlah kamu tidak kekurangan dalam suatu karunia pun sementara kamu menantikan pernyataan Tuhan kita Yesus Kristus”. Menarik untuk memperhatikan pernyataan rasul Paulus bahwa jemaat di Korintus tidak akan “kekurangan dalam suatu karuniapun” atau dalam frese Yunaninya “μη υστερεισθαι εν μηδενι χαρισματι (mê hustereisthai en mêdeni kharismati)”. 

Kata Yunani “mê hustereisthai” atau “tidak kekurangan” dalam ayat ini ditulis dalam bentuk duoble negative (negatif ganda) yang kuat, yaitu gabungan dari “mê” dan “hustereisthai” yang dapat diterjemahkan dengan parafrase “tidak mungkin dapat berkekurangan sedikitpun”. Seluruh karunia rohani telah dilimpahkan oleh Allah kepada jemaat di Korintus dan mereka tidak mungkin akan kekurangan sedikitpun dari seluruh karunia rohani itu dengan rentang waktu hingga “αποκαλυψιν του κυριου ημων ιησου χριστου (apokalupsin tou kuriou hêmôn iêsou khristou)” atau “penyataan Tuhan Yesus Kristus”. 

Kata Yunani “apokalupsin” yang diterjemahkan dengan “pernyataan” menunjuk kepada kedatangan Kristus yang kedua kali. Dengan demikian, seluruh karunia roh termasuk bahasa roh, nubuat, dan pengetahuan, tidak akan berhenti hingga saat apokalypsis, yaitu pada saat kedatangan Kristus kembali, yaitu pada waktu kedatanganNya yang kedua kali dalam kemuliaanNya. Karena pada saat itulah semua karunia rohani akan tidak lagi diperlukan oleh tubuh Kristis (gereja). 

Jadi berdasarkan 1 Korintus 13 ini kita mendapatkan pernyataan Alkitab melalui rasul Paulus bahwa kita masih bisa mengharapkan nubuat, bahasa roh, bahkan karunia-karunia lainnya tetap ada sampai “yang sempurna itu tiba”, yaitu hingga Kristus datang kembali, karena pada saat itulah semua karunia-karunia itu tidak kita perlukan lagi.

Keenam, sahabat saya Welly Pandensolang menjelaskan kata ‘teleion’ dalam 1 Korintus 13:10 tersebut demikian, “Pasal 13:1-8 adalah kelanjutan argumentasi Paulus dari pasal 12 tentang ‘keterbatasan’ beberapa aspek dari karunia rohani (yang mungkin bisa dipakai orang sebagai kebanggaan diri), yaitu: bahasa lidah atau bahasa roh, bahasa manusia dan malaikat, karunia nubuat, pengatahuan yang mampu memahami segala misteri, iman yang dapat memindahkan gunung, menjadi donatur persembahan harta, bahkan bersedia mempersembahkan tubuh dan nyawa sebagai korban. Namun semua itu adalah ‘tidak sempurna’ karena yang lebih besar dari semua itu adalah ‘kasih’ (ayat 1-3) yang menjadi pola sempurna bagi kehidupan rohani orang percaya (ayat 4-7). Ayat 8-9 adalah konklusi bahwa ‘kasih’ adalah ‘oudepote piptei’ yaitu ‘never fails’ (NIV, NAS KJV). 

Sedangkan nubuat, bahasa lidah, pengetahuan adalah ‘katargeo’ yaitu ‘lenyap’ atau tidak sempurna. Kata ‘teleios’ di ayat 10 atau ‘sempurna’, apakah sempurna ini? 

(1) Bukan kasih walaupun kasih lebih tinggi dari aspek yang tidak sempurna tadi. 

(2) Bukan juga Alkitab, walaupun Kitab Suci itu juga sempurna. Alasannnya ada dua hal: (a) Konteks ini tidak bicara soal Alkitab. (b) Kata ‘elthe’ artinya ‘datang’ di ayat ini dalam bentuk ‘aoris dramatis’ (seperti future dipakai dalam Wahyu 20:4), yaitu menjelaskan sesuatu yang sudah pasti terjadi karena sudah dilihat oleh penulis, namun nanti akan direalisasikan di masa depan. 

Jadi yang sempurna itu belum dialami, tetapi pasti nanti di masa depan, sedangkan Paulus saat itu sudah memiliki dan mengenal Alkitab (2Timotius 3:15-16). Kesimpulan jawaban di ayat 11-12. Dimana di ayat 11 Paulus membuat ilustrasi tentang masa kecilnya sebagai gambaran momen waktu tidak sempurna, sedangkan masa dewasanya sebagai lukisan momen waktu sempurna, sehingga masa kecilnya dia tinggalkan. Kata dewasa dalam ayat ini adalah ‘aner’ artinya suami atau laki-laki dewasa, di mana dalam Efesus 4:13 dipakai kata ‘teleios’ artinya ‘sempurna’ sama seperti dalam 1 Korintus 13:10. 

Sedangkan di ayat 12 Paulus menjelaskan bahwa momen waktu sekarang kita mengenal muka secara samar-samar atau kenal Yesus dan kekayaan ilahiNya secara tidak lengkap, tapi nanti pada momen saat Dia datang kembali kita kenal muka dengan muka dan kenal kepenuhan Kristus secara sempurna. Jadi ‘yang sempurna’ itu sekali lagi bukan kasih atau Alkitab, tetapi ‘momentum waktu orang percaya menjadi sempurna ketika bertemu dengan Kristus pada kedatanganNya kembali’ (Bandingkan 1 Yohanes 3:2).”

Ketujuh, karunia-karunia rohani (termasuk karunia nubuat) harus tetap ada di dalam gereja sebagai aktivitas Roh Kudus yang konsisten dan berkelanjutan, karena tujuan Roh Kudus memberikan karunia-karunia rohani itu untuk membangun tubuh Kristus agar dapat melangsungkan kehidupan dan misinya, sebagaimana dijelaskan dalam The Dictionary of Biblical Imagery demikian, “Suatu kelimpahan ‘karunia-karunia’ (charismata) dan ‘hal-hal yang dari Roh’ (pneumatika) diasosiasikan dengan aktivitas Roh (Roma 12:6-8; 1 Korintus 12:8-10,27-30; Efesus 4:11) yang di antaranya adalah: mujizat, nubuat, bahasa roh, dan karunia-karunia pelayanan. Roh memberikan secara bebas untuk pembangunan jemaat agar jemaat dapat melangsungkan kehidupan dan misinya. ... Paulus, ketika berbicara tentang ‘menguji’ nubuat, memerintahkan jemaat Tesalonika bahwa mereka tidak boleh ‘memadamkan Roh’ (1 Tes. 5:19). 

Aktivitas Roh yang sesungguhnya bisa dibedakan, tetapi ketika Ia hadir, tidak boleh dipadamkan seperti cahaya pelita atau api. Adalah hal yang penting bahwa setiap potong gambaran tentang Roh harus diizinkan berinteraksi dengan potongan-potongan lainnya. Jadi, meskipun kreativitas Roh bisa mengundang perhatian tentang suatu yang baru, tetapi peran Roh Kudus sebagai Roh Kebenaran (Yoh. 14:16) berarti bahwa aksi Roh Kudus akan tetap bertalian dan konsisten dari zaman ke zaman dan dari satu tempat ke tempat lain”.

Kedelapan, agumentasi paling akhir yang saya ajukan disini untuk membuktikan bahwa karunia nubuat masih berlaku sampai kedatangan Kristus kembali dan bahwa keyakinan tersebut tidak kontradiktif dengan pengakuan atas finalitas Alkitab justru saya dapatkan dari J. Knox Chamblin seorang teolog Reformed dan Biblika Perjanjian Baru. Ia menjelaskan demikian, “Firman yang tercatat dari para nabi Perjanjian Lama atau Rasul Perjanjian Baru merupakan berita authoritative dan infallible, langsung dari Allah dan karenanya, tidak tunduk dibawah pengujian. Nubuat seperti ini ‘diilhami Roh’ dalam pengertian primer (pengertian A). 

Nubuat yang Paulus bicarakan di 1 Korintus 14 adalah pemberitaan yang membangun namun bisa keliru; nubuat yang ‘diilhami Roh’ (seperti halnya semua charismata), tetapi dalam pengertian sekunder (pengertian B). Nubuat dalam pengertian B bisa memanifestasikan ‘api Roh’ tetapi perlu diuji (1 Korintus14:24-29; 1 Tesalonika 5:19-22). Nubuat dalam pengertian A adalah Pewahyuan; dalam pengertian B, pernyataan atau istilah yang lebih tradisional, iluminasi atau wawasan. Nubuat dalam pengertian A berhenti di akhir era rasul, nubuat dalam pengertian B bertahan hingga Kristus kembali, ketika semua hal ‘yang tidak sempurna’ termasuk nubuat, akan berhenti (1 Korintus 13:8-12).”

KEHARUSAN MENGUJI NUBUATAN

Pertama, Alkitab adalah Firman Allah yang lebih tinggi dan tidak akan pernah tersamakan atau terlampaui oleh karunia nubuat. Tidak pernah, sekali lagi, tidak pernah, bahwa suatu perkataan nubuat dari Roh Kudus bertentangan dengan Alkitab. Alkitab diberikan oleh Allah untuk tujuan menjadi Kitab Suci dan yang berotoritas bagi seluruh zaman Gereja (2 Petrus 1:21; Efesus 2:20). 

Berkaitan dengan karunia nubuat ada dua kesalahan yang perlu dihindari, yaitu: 

(1) Mengangkat karunia nubuat pada suatu tingkat tidak bisa salah sehingga sama dengan otoritas Alkitab; 

(2) Menganggap rendah karunia nubuat bahkan mengabaikannya begitu saja. Karena itu, kita seharusnya tidak boleh memberikan otoritas yang terlalu besar pada nubuat, tetapi kita juga tidak boleh merendahkan nubuat hingga menghilangnya sama sekali. Rasul Paulus menasehati, “janganlah anggap rendah nubuat-nubuat. Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik” (1 Tesalonika 5:20-21). 

Paulus tidak akan mengatakan hal ini jika nubuat-nubuat itu adalah perkataan Allah sendiri dalam arti sama dengan Kitab Suci. Karena itu, otoritas yang dimiliki nubuat-nubuat ini tidak sebesar otoritas yang dimiliki Alkitab. Semua perkataan nubuat masa kini harus dipertimbangkan oleh firman Allah yang tertulis dan tunduk kepadanya (Bandingkan Ulangan 4;2; Amsal 30:6; Wahyu 22:18).

Kedua, orang-orang yang bernubuat bukanlah orang yang tidak dapat salah. Kesalahan dalam bernubuat menurut Wayne A. Grudem dapat terjadi dalam beberapa cara, yaitu: 

(1) Kita mungkin saja tidak dapat membedakan dengan sempurna apa yang berasal dari Allah dan apa yang berasal dari pikiran (keinginan) kita sendiri; 

(2) Kita mungkin salah memahami pernyataan yang memang berasal dari Allah tersebut; atau 

(3) Kita mungkin tidak melaporkan wahyu itu dengan tepat sekali, artinya, bisa saja beberapa gagasan dan penafsiran kita sendiri tercampur dalam wahyu itu. (Wayne Grudem A, Haruskah orang Kristen Mengharapkan Mujizat sekarang Ini? Dalam Greig, Gary. S & Kevin N. Spinger, The Kingdom And The Power. hal 99-100). 

Karena itulah setiap pernyataan yang diberikan melalui karunia nubuat (atau bahasa Roh dan tafsirannya) harus selalu diperiksa atau diuji dari segi firman Allah yang tertulis. Rasul Paulus memberikan nasihat kepada jemaat di Korintus apabila ada yang bernubuat di antara mereka maka para pemimpin jemaat diperintahkan menanggapi apa yang mereka katakan. Rasul Paulus mengingatkan, “Tentang nabi-nabi -- baiklah dua atau tiga orang di antaranya berkata-kata dan yang lain menanggapi apa yang mereka katakan” (1 Korintus 14:29). 

Kata Yunani untuk “menanggapi” dalam ayat tersebut adalah “diakrino” yang berarti “memisahkan dengan seksama” atau secara harafiah berarti “menilai”. Ini merupakan kemampuan untuk menganalisis apa yang diucapkan dan melihat apakah itu adalah suatu pernyataan yang benar. 

Kata akar “krino” adalah istilah hukum yang berarti membuat suatu keputusan berdasarkan informasi yang disajikan, serupa dengan keputusan yang diberitahukan, yang dibuat oleh juri setelah mendengar informasi yang berhubungan dengan persoalan. Demikian juga Rasul Paulus memberikan nasihat kepada jemaat di Tesalonika agar mereka “Janganlah padamkan Roh, dan janganlah anggap rendah nubuat-nubuat. Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik.” (1 Tesalonika 5;19-21). 

Nasihat-nasihat rasul Paulus tersebut di atas menyiratkan bahwa beberapa ucapan nubuatan dalam Perjanjian Baru pastilah akan mengandung sejumlah kesalahan, namun tidak ada sama sekali rasul Paulus dan rasul-rasul lainnnya memerintahkan agar melakukan eksekusi kepada mereka yang bernubuat tetapi akurat. 

Ketiga, kita harus menguji semua nubuatan yang mengatasnamakan Roh Kudus. Setiap pernyataan yang diberikan melalui karunia nubuat (juga bahasa roh dan tafsirannya) harus selalu diperiksa atau diuji dari segi firman Allah yang tertulis. Ingatlah ini, tidak ada ucapan-ucapan nubuat yang dinyatakan sebagai nubuat yang benar sebelum nubuat itu diuji. 

French L. Arrington menegaskan “tidak ada ucapan-ucapan nubuat yang dinyatakan sebagai nubuat yang benar sebelum nubuat itu diuji.” (Arrington, French L., 2015. Doktrin Kristen Perspektif Pentakosta. Terjemahan, Penerbit Andi: Yogyakarta, hal. 469). Ujian pertama yang menentukan benarnya suatu nubuat adalah kesesuaiannya dengan ayat-ayat Alkitab (1 Korintus 13:9; 1 Tesalonika 5:20-21; 1 Korintus 14:29; 1 Yohanes 4:1). 

Ayat-ayat ini menunjukkan kepada kita bahwa nubuat masih merupakan suatu karunia yang tidak sempurna. Kita harus memahami bahwa semua urusan Allah melalui manusia melibatkan unsur-unsur alami dan supernatural. Karena itu kemurnian nubuatan tergantung pada tingkat penyerahan kepada Allah. Dengan demikian, dalam menyampaikan nubuat selalu ada kemungkinan pencampuran. Inilah alasan mengapa kita perlu memeriksa, menimbang dan menguji nubuat. Alasan lainnya mengapa kita perlu memeriksa, menimbang dan menguji nubuat adalah untuk mengetahui sumber dari nubuatan itu. 

Kevin J. Conner menyebutkan 3 (tiga) kemungkinan sumber yang bekerja dibalik nubuatan, yaitu: roh atau pikiran manusia (Yeremia 23:15; Yehezkiel 13:3); Roh Kudus atau pikiran Allah (1 Korintus 12:3; 7:1-10; 1 Timotius 4:1); roh-roh jahat atau pikiran setan-setan (1 Timotius 4:1-2; 2 Timotius 2:25-26; Efesus 2:1-3).

Keempat, tidak ada nabi Perjanjian Baru yang dipakai dalam hal memberikan petunjuk dan mengendalikan kehidupan orang lain. Nabi Perjanjian Baru dipakai dengan fungsi untuk menegaskan kehendak Allah yang telah diketahui dan dinyatakan, bukan yang bersifat meramalkan, apalagi yang terkait dengan isu politik dan masa depan. Hal ini perlu saya tegaskan untuk mengingat beberapa orang Kharismatik yang dengan arogannya (atau mungkin juga karena ketidaktahuannya) terlibat dalam meramalkaan hal-hal yang berkaitan dengan isu politik dan masa depan. 

Karena itulah Dennis Bennett dan Rita Bennett, pelopor ketiga dalam Gerakan Kharismatik mengingatkan agar berhati-hati dengan nubuat, khususnya nubuat yang menyangkut ramalan, tuntunan dan petunjuk atas kehidupan pribadi. Karena itulah nubuat-nubuat tersebut harus diuji kesesuaiannya dengan ajaran Alkitab. 

BAGAIMANA MENGUJI NUBUATAN?

Pertama, Mengetahui Karakteristik Nubuatan Yang Benar. Hanya dengan mengenal nubuat yang benar seseorang tidak akan mudah tertipu oleh nubuat yang palsu. J. Rodman Williams memberikan 5 (lima) karakteristik dari nubuat yang benar yaitu: “(1) True prophecy is an expression of the mind and Spirit of Christ. Prophets of old prophesied ‘by the Spirit of Christ within them’ (1 Peter 1:11); (2) True prophecy is harmonious with God’s own word in Scripture; (3) True prophecy builds up the community: ‘He who prophesies edifies the church’ (1 Cor. 14:4); (4) True prophecy finds consent and agreement in the minds and hearts of others in the community. Since the same Holy Spirit is at work in all; (5) True prophecy serves to glorify God, not man”.

Kedua, Menguji Kesesuaiannnya Dengan Alkitab. Ujian pertama yang menentukan benarnya suatu nubuat adalah kesesuaiannya dengan ayat-ayat Alkitab. Bila tidak sesuai maka nubuat itu harus langsung kita tolak (Ibrani 4:12; Bandingkan 1 Korintus 14:37: 1 Timotius 6:3; 2 Timotius 1:13; 3:16-17. 

J Rodman Williams mengatakan, “Because the Scriptures have the Holy Spirit as their ultimate Author and it is the same Spirit who speaks in prophecy, there can be no dis sonance. Moreover, since the Scriptures are God’s comprehensive word to which nothing substantial can be added, any utterance that goes beyond or adds to what is contained in Scripture cannot be true prophecy. Prophecy has its checkpoint in Holy Scripture.” 

C. Peter Wagner menyatakan bahwa “orang-orang yang meneruskan firman dari Allah melalui karunia-karunia Roh bukanlah orang yang tak dapat keliru”. Sebab itu sangat untuk memeriksa apakah perkataan nubuat tersebut cocok seratus persen dengan firman yang diinspirasikan. Selanjutnya Wagner menegaskan bahwa pernyataan yang diberikan melalui karunia nubuat atau bahasa roh harus selalu diperiksa atau diuji dari segi firman Allah yang tertulis. Ujian pertama yang menentukan benarnya suatu nubuat adalah kesesuaiannya dengan ayat-ayat Alkitab. 

C. Peter Wagner kemudian memberikan contoh seorang pria yang menjalankan mobilnya dengan kecepatan 125 km per jam melewati jalan-jalan yang ramai di sebuah kota, dan akhirnya menabrak tiga orang hingga mereka tewas. Saat, diwawancarai, pria tersebut mengatakan bahwa ia berbuat demikian karena di suruh oleh Tuhan. Tentu saja kita mengetahui bahwa ini adalah suatu nubuat palsu karena tidak sesuai dengan ajaran etis dari Alkitab.

Ketiga, Meriksa Doktrin yang Diajarkan oleh Orang yang Menyampaikan Nubuat Itu. Apabila ada orang yang bernubuat tetapi tidak sesuai dengan firman Allah atau bertetangan dengan doktrin-doktrin utama dan fundamental khususnya tentang Allah, Pribadi Yesus Kristus, pekerjaan pendamaian oleh Kristus, kesalamatan karena anugerah oleh iman, tentang surga dan neraka dan doktrin mendasar lainnya maka kita harus menolak nubuatnya karena itu sudah bertentangan dengan firman Tuhan. Ajaran-ajaran palsu seperti, Mormonisme, Christian Science dan Saksi Yehova, serta lainnya mengajarkan doktrin palsu. 

Orang-orang ini menentang pekerjaan Allah dan Injil yang sejati. Ingat bahwa yang disebut heresy (bidat atau ajaran sesat) adalah orang-orang atau kelompok-kelompok yang mengajarkan doktrin palsu yang berlawanan dengan doktrin yang benar dan diakui oleh gereja sepanjang masa. Kamus teologi menjelaskan bahwa ”Heresy is teaching or belief which claims to be Christian and yet is contrary to orthodox doctrine. One of the meanings of the Greek word hairesis is a sect or school of philosophy, and the word is used in that sense in the Acts of the Apostles (5:17; 15:5; 24:5; 26:5; 28:22). Paul refers to haireseis in 1 Cor. 11:19 (translated as ‘factions’ in the NRSV) and in Gal. 5:20 (‘party-spirit’). The adjective hairetikos (‘factious’) occurs in Titus 3:10, and 2 Pet. 2:1 refers to false prophets who will bring in ‘destructive heresies’ (haireseis). ‘Heresy’ therefore came to mean false teaching arising within the church and causing division.”

Keempat, Menguji dengan Mengenali bahwa Nubuat yang Benar Bersifat Membangun dan Memuliakan Allah. Nubuatan dalam Perjanjian Baru bertujuan untuk membangun bukan untuk menghancurkan. Ini jelas dikatakan rasul Paulus dalam 1 Korintus 14:4. 

Karena itu setiap ucapan nubuat dalam gereja Perjanjian Baru yang bersifat menghakimi, merusak dan menghacurkan yang disampaikan dengan kata-kata dan sikap yang negatif adalah nubuat yang palsu. Nubuat yang benar memang bisa saja mengandung teguran dan peringatan, bahkan desakan untuk berhenti dari suatu kejahatan, tetapi keseluruhan tujuannya untuk membangun dan memperkuat iman. 

J. Rodman Williams menjelaskan, “True prophecy builds up the community: “He who prophesies edifies the church” (1 Cor. 14:4). Accordingly, any utterance that is basically judgmental or negative in word or manner is false prophecy. Prophecy is for building up, not tearing down. There may indeed be admonition and warning, even exhortation to desist from some evil, but the whole purpose is positive: the strengthening of faith and practice.” 

Selanjutnya J. Rodman Williams juga mengatakan bahwa nubuat bertujuan untuk memuliakan Allah, dan bukan untuk memuliakan atau meninggikan manusia. Ia menjelaskan demikian, “True prophecy serves to glorify God, not man. Peter writes, “As each has received a gift [charisma], employ it for one another, as good stewards of God’s varied grace: whoever speaks, as one who utters oracles of God … that in everything God may be glorified through Jesus Christ” (1 Peter 4:10–11). Such oracular utterance surely includes prophecy. Hence if one prophesying seeks by that to elevate himself, if prophesying is basically self-serving, it cannot be from God. The end of true prophecy is the glorification of God.”

Kelima, Menguji Dengan Mengenali Sifat Ketamakan. Tuhan Yesus dalam Matius 7:15-23 menjelaskan perlunya kewaspadaan terhadap “nabi-nabi palsu” yang bernubuat, mengusir setan dan mengadakan mujizat. Nabi-nabi palsu ini berusaha mengelabui dan menipu orang-orang percaya dengan cara penyamaran atau pemalsuan. 

Kata Yunani “pseudoprophētōn” berarti “nabi-nabi yang menyampaikan pesan berisi kebohongan”. Hal ini nyata dari kata-kata Tuhan Yesus bahwa nabi-nabi palsu itu “menyamar seperti domba”. Frase Yunani “en endumasion probaton“ diterjemahkan dengan tepat dalan NIV “in sheep’s clothing (dalam berpakaian domba)”. Yesus menyebut nabi-nabi palsu ini dengan sebutan “lukos” atau “serigala”. Namun mereka bukan hanya sekedar serigala tetapi disebut juga “yang buas”, dimana dalam bahasa Yunani kata “harpaks” berarti “perampok, penipu, atau rakus atau tamak” (ayat 15). 

Kevin J. Conner mengatakan, “Ketamakan adalah akar dosa. Kita akan mengenal nabi-nabi palsu dan pelayan Tuhan palsu melalui kecitaan mereka terhadap uang dimana tujuan pelayanan mereka adalah mengumpulkan uang untuk diri sendiri bukan untuk peleyanan dan pekerjaan Tuhan. … Kecintaan pada uang adalah akar dari semua kejahatan.” Karena itulah rasul Paulus mengingatkan, “Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka” (1 Timotius 6:9-10)

Keenam, Menguji Dengan Memeriksa Buahnya. Tuhan Yesus Kristus mengatakan “dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka” (Matius 7:16,20). Disini, dengan gaya tulisan kiastik simetris dalam Matius 7:16-20 menunjukkan adanya “inclusio”, yakni pengulangan atau penegasan kembali ayat 16 (dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka) di dalam ayat 20 (jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka). Bila dicermati dengan teliti maka ide pokok yang mengikat kesatuan kiastik simetris Matius 7 ayat 16-20 ini adalah “karpos (buah)”. 

Buah disini merupakan indikator utama untuk mengenali kepalsuan para nabi palsu tersebut. Buah yang baik dihasilkan dari pohon yang baik. Sebaliknya buah yang tidak baik dihasilkan dari pohon yang tidak baik (ayat 17-18). Buah disini bukanlah hasil pekerjaan berupa kemampuan untuk “bernubuat, mengusir setan dan penyembuhan”, melainkan menujuk kepada “motivasi dan karakter pribadi yang sesuai dengan kehendak Tuhan”. 

Jadi disini Yesus memberikan petunjuk untuk mengidentifikasi nabi-nabi palsu itu dari sisi etika dengan memperhatikan buahnya, bukan pada tindakan supranatural yang mereka lakukan. Nabi-nabi palsu memiliki karunia-karunia tetapi tidak memiliki kekudusan hidup. Rasul Petrus menyebutkan banyak ciri kemurnian doktrin dan karakter hidup yang membedakan nabi-nabi palsu dari nabi-nabi sejati (Baca 2 Petrus 2:1-20). 

Sementara itu, rasul Yohanes memberitahukan bahwa, “Kami berasal dari Allah: barangsiapa mengenal Allah, ia mendengarkan kami; barangsiapa tidak berasal dari Allah, ia tidak mendengarkan kami. Itulah tandanya Roh kebenaran dan roh yang menyesatkan” (1 Yohanes 4:6). Nasihat ini jelas, bahwa kita dapat membedakan yang palsu dari yang asli. 

Jadi apabila saat ini ada orang-orang percaya yang tidak mengajarkan doktrin palsu tetapi sebaliknya mengajarkan doktrin yang benar, memajukan pekerjaan Tuhan, memuliakan Kristus, dan menghasilkan berlimpah-limpah buah kebaikan di dalam kehidupan banyak orang, kita seharusnya tahu bahwa sifat-sifat baik ini bukanlah ciri-ciri yang menyesatkan. Sifat-sifat yang baik ini merupakan tanda-tanda kekristenan sejati di dalam kuasa Roh Kudus. Doktrin yang benar dan buah-buah kebaikan bukanlah ciri-ciri agama palsu dalam Kekristenan.


Ketujuh, Menguji Dengan Membuktikan Penggenapan Nubuatnya. Apakah nubuatan itu terjadi atau tidak, ini adalah ujian lainnya yang sangat menentukan jika nubuatan itu mengandung ramalan atau janji. (Ulangan 18:21-22). Nubuatan yang tidak digenapi adalah nubuat yang palsu. Namun perlu diingat, terkadang Allah mengijinkan yang palsu ada hanya untuk menunjukkan kejelasaan dan kegamblangan kebenaran. 

Jonathan Welton, seorang Kharismatik terkemuka saat ini mengingatkan bahwa, “If there is a counterfeit, there is an authentic that we need to find and reclaim. Every time we see a masquerade, we need to look closely to properly discern what is being counterfeited, because a counterfeit is evidence that an authentic exists. Consider the example of counterfeit money. If there is counterfeit money, it proves that there is real, authentic money. Just because counterfeit money exists, we do not burn all our real money to avoid deception. The best response would be to get as many people as possible to use real money, so that when counterfeit money appears, it is recognizable by all.” Kita perlu belajar dengan baik dari kontras ini. Allah dapat memakai kesalahan dan kekeliruan untuk membersihkan hamba-hambaNya yang benar dengan secara terbuka menyatakan pemimpin-pemimpin yang sebenarnya diantara umatNya (1 Korintus 11:19 bandingkan Ulangan 13:1-5). Kevin J. Conner mengatakan, “Apakah perkataan nubuatan itu terjadi atau tidak? Ini merupakan ujian lainnnya dari nubuatan.”.NUBUAT: DEFINISI, TUJUAN DAN CARA MENGUJI NUBUAT.
https://teologiareformed.blogspot.com/
Next Post Previous Post